Bab V Analisa. V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan. Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Analisa. V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan. Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin"

Transkripsi

1 Bab V Analisa Pendekatan beban kendaraan diasumsikan sebagai suatu bentuk yang paling adil dalam mengkompensasi biaya pemeliharaan jalan kepada pengguna jalan. Hal ini dilakukan karena kerusakan jalan umumnya sangat ditentukan oleh beban yang melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kondisi suatu ruas jalan sesuai umur layan (rencana) maka diperlukan suatu bentuk penanganan sesuai dengan kebutuhan akibat beban kendaraan yang terjadi (beban aktual). Kondisi ini tentu sangat ditentukan kemampuan pemerintah atau penyelenggara jalan dalam pendanaan. Oleh sebab itu konsep kompensasi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah kemampuan pendanaan akibat kebutuhan yang terjadi. Sehingga kemampuan pelayanan jalan dapat dipertahankan sampai akhir umur rencana. Secara sederhana pendekatan diatas digambarkan dalam beberapa bentuk struktur kompensasi dan besaran nilai sesuai struktur masing-masing. Beberapa variasi struktur pricing yang mungkin didasarkan pada kondisi perkerasan dan sistem manajemen pemeliharaan jalan (Gambar V.1). Secara umum analisis masing-masing meliputi perhitungan kumulatif ESAL, model prediksi IRI, dan analisis dampak beban sumbu dan tingkat kerusakan kendaraan terhadap biaya serta analisis sensitivitas. V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan V.1.1 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin Beban ijin yang dimaksud merupakan beban per sumbu kendaraan yang diijinkan sesuai dengan klasifikasi fungsi dan kelas jalan 10 MST untuk arteri/jalan nasional (Pasal 11, PP.No.43/1993). Sedangkan beban aktual adalah beban yang terjadi dilapangan. Dalam hal ini data yang digunakan yaitu tipologi beban A dan B. Dari data yang diperoleh bahwa rata-rata beban aktual lebih dari MST ijin yang 59

2 diperbolehkan oleh instansi terkait. Sehingga dalam analisis selanjutnya digunakan sebagai beban berlebih. PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN HARGA SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN KARAKTERISTIK LALU-LINTAS 1. BEBAN SUMBU KENDARAAN 2. LHR (per lajur/per arah) 3. Tingkat Pertumbuhan Lalulintas BIAYA PER KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN KUMULATIF ESAL (Aktual) PREDIKSI IRI (Aktual) CASHFLOW (A) CASHFLOW (B) RP/ESAL.KM RP/ESAL.KM Gambar V.1 Skema Struktur Kompensasi (Pricing) Secara Umum Dengan proses yang sama dalam perhitungan angka ekivalen kendaraan diperoleh faktor ESAL pada kondisi beban ijin (Tabel V.1). Faktor ESAL terendah golongan 7A sebesar 2,43 dan tertinggi golongan 7C2 sebesar 5,46. Tabel V.1 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin 60

3 V.1.2 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Aktual Pada penelitian ini kondisi tipologi beban aktual yang digunakan adalah hasil survey volume lalu-lintas (LHR) dan beban sumbu di ruas tipe beban A dan B. Gambaran ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa kebutuhan penanganan sangat besar untuk ruas-ruas dengan volume lalu-lintas yang tinggi. Tipe A Dari perhitungan angka ekivalen (Faktor ESAL) kendaraan data aktual yang terjadi, diperoleh rata-rata beban lebih besar dari beban ijin (Tabel V.2). Selanjutnya diperoleh bahwa rata-rata angka ekivalen (Faktor ESAL) kendaraan di ruas lebih besar dari angka ekivalen ijin. Persentase beban berlebih masing-masing golongan adalah: (1) Gol.6B sebesar 80%, (2) Gol. 7A sebesar 93%, (3) Gol.7C1 sebesar 59%, (4) Gol.7C2 sebesar 85% dan (5) Gol 7C3 sebesar 55%. Tabel V.2 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe A) Selanjutnya dilakukan perhitungan kumulatif ESAL pada ruas dalam satu tahun (Tabel V.3). Kumulatif ESAL merupakan hasil perkalian volume lalu-lintas (LHR) per lajur per arah dan faktor ESAL masing-masing golongan kendaraan. Data LHR yang digunakan adalah LHR rata-rata per lajur (dengan koefisien distribusi kendaraan 0.7 untuk kendaraan berat). 61

4 Tabel V.3 Kumulatif ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe A) Tipe B Dari pengolahan dan analisis angka ekivalen (faktor ESAL) kendaraan data aktual yang terjadi, diperoleh rata-rata beban lebih besar dari beban ijin (Tabel V.4). Selanjutnya diperoleh bahwa angka ekivalen kendaraan di ruas lebih besar dari faktor ekivalen ijin. Persentase beban berlebih masing-masing golongan adalah: (1) Gol.6B sebesar 22%, (2) Gol. 7A sebesar 23%, (3) Gol.7C1 sebesar 16%, (4) Gol.7C2 sebesar 31% dan (5) Gol 7C3 sebesar 27%. Tabel V.4 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe B) Selanjutnya dilakukan perhitungan kumulatif ESAL pada ruas dalam satu tahun (Tabel V.5). Kumulatif ESAL merupakan hasil perkalian volume lalu-lintas (LHR) per lajur per arah dan faktor ESAL masing-masing golongan kendaraan. Data LHR yang digunakan adalah LHR rata-rata per lajur (dengan koefisien distribusi kendaraan 0.7 untuk kendaraan berat). 62

5 Tabel V.5 Kumulatif ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe B) Analisis perhitungan angka ekivalen (faktor ESAL) aktual rata-rata pada ruas A dan B dapat memberi gambaran bahwa beban sumbu terbesar oleh jenis trailer golongan 7C2. Namun jumlah kendaraan ini yang melintas relatif kecil maka kumulatif ESAL per tahun juga kecil. Golongan kendaraan 6B memiliki nilai angka ekivalen yang besar dan jumlah kendaraan yang paling besar, sehingga kumulatif ESAL per tahun paling besar dibandingkan golongan kendaraan lainnya (Tabel V.6). Tabel V.6 Berat Sumbu, Nilai AE, Nilai LHR, & ESA Rata-Rata 63

6 V.2 Analisis Pengaruh Beban terhadap Biaya Pemeliharaan V.2.1 Analisis Nilai IRI Nilai IRI dapat digunakan sebagai salah satu parameter penanganan terhadap ruas jalan. Sebelumnya telah dibahas perhitungan biaya per ESAL/km/lajur dengan sistem manajemen A. Namum nilai ini belum menunjukkan hubungan beban terhadap biaya pemeliharaan. Oleh sebab itu bagian analisis ini diharapkan menghasilkan perhitungan biaya per ESAL/km/lajur dengan sistem manajemen B artinya penanganan berdasarkan kondisi kerusakan akibat beban aktual sampai pada kondisi IRI 12. Adapun langkah-langkah analisis sebagai berikut: Langkah 1 : Menghitung nilai SNC untuk masing-masing tebal perkerasan (Persamaan II.11) Langkah 2 : Menghitung prediksi IRI ( Persamaan.II.10 ), dengan data masukan: Pertumbuhan lalu-lintas per golongan dan Kumulatif ESAL per tahun (Persamaan II.2). Langkah 3 : Menentukan Skema Manajemen Pemeliharaan Jalan sesuai dengan kondisi jalan aktual Ada 2 pendekatan tipologi beban yang digunakan yaitu secara teoritis (beban normal dan beban lebih kecil dari rencana) dan aktual (beban tipe A dan B) yang merupakan beban berlebih. Dampak masing-masing tipologi beban terhadap tipe perkerasan dapat dilihat pada perubahan nilai IRI pada masing-masing tipe perkerasan. I. Beban Aktual Lebih Kecil dari Beban Rencana (Over Design) Pada kenyataannya berbagai variasi beban untuk setiap rancangan tebal perkerasan tentu mungkin terjadi. Bagian ini mencoba membuktikan hipotesa bahwa tebal perkerasan yang lebih tebal akan lebih tahan terhadap kerusakan sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih rendah. Oleh karena itu kumulatif 64

7 ESAL per tahun dihitung secara teoritis untuk masing-masing tipe perkerasan pada pertumbuhan lalu-lintas tertentu. Dalam perhitungan total biaya pemeliharaan (cash flow) tentu tidak dibatasi oleh timeframe (umur layan rencana), namun lebih kepada waktu kondisi IRI = 12 masing-masing tebal perkerasan. A. Tipe 1 Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 2 juta ESAL/lajur. Secara normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL diasumsikan tercapai pada tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL per tahun 191, (g=1%), 159, (g=5%) serta sebesar 138, (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20 (g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Dengan asumsi nilai SNC sebesar 3,06 dan IRI awal satu diperoleh prediksi kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 40 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Gambar V.2 dan Tabel V.7). Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan IRI (m/km) g = 1 % (Normal) g = 5 % (Normal) g = 8 % (Normal) g = 1% (over design) g = 5% (over design) g = 8% (over design) Umur Layan (tahun) Gambar V.2 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 1) 65

8 Tabel V.7 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 1 (Over Design) 66

9 B. Tipe 2 Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 5 juta ESAL/lajur. Secara normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL sebesar per tahun ,38 (g=1%), ,87 (g=5%) serta sebesar ,44 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20 (g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Dengan nilai SNC sebesar 3,21 dan IRI awal sebesar 1 (satu) diperoleh prediksi kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 30 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Tabel V.8 dan Gambar V.3). Tabel V.8 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 2 (Over Design) 67

10 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan IRI (m/km) g = 1 % (normal) g = 5 % (normal) g = 8 % (normal) g = 1%(overdesign) g = 5% (over design) g = 8% (over design) Umur Layan (tahun) Gambar V.3 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 2) C. Tipe 3 Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 10 juta ESAL/lajur. Secara normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL per tahun sebesar ,77 (g=1%), ,75 (g=5%) serta sebesar ,89 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20 (g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Sedangkan kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 24 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Tabel V.9 dan Gambar V.4)). Dari hasil prediksi IRI diperoleh bahwa beban lalu-lintas yang lebih kecil dari rencana dan pola penanganan akan memperpanjang umur layan (kondisi IRI mendekati 12). Implikasinya mengakibatkan kebutuhan akan penanganan berkala lebih lama dari beban normal. 68

11 Tabel V.9 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 3 (Over Design) Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan IRI (m/km) 27 g = 1 % (normal) g = 5 % (normal) g = 8 % (normal) g = 1% (over design) g = 5% (over design) g = 8% (over design) Umur Layan (tahun) Gambar V.4 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 3) 69

12 Dengan menggunakan pendekatan parameter IRI dalam penanganan jalan dapat digambarkan skema manajemen penanganan untuk pemeliharaan rutin dan berkala pada masing-masing tipe perkerasan (Gambar V.5 s/d Gambar V.7) pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% per tahun ( g = 5%). Penanganan rutin dan berkala diasumsikan tidak berdampak pada nilai IRI. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umur layan aktual sampai kondisi rusak berat (IRI = 12). Namun pada kenyataan penanganan berkala dapat menyebabkan umur perkerasan lebih lama daripada hasil prediksi. Keterangan: R = rutin B = berkala RK = rekonstruksi Umur layan (tahun) Gambar V.5 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 1) Umur layan (tahun) Gambar V.6 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 2) 70

13 Umur layan (tahun) Gambar V.7 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 3) II. Beban Aktual Lebih Besar dari Beban Rencana (Under Design) Dalam analisis ini digunakan tipologi komposisi beban aktual rata-rata tipe A dan B. Dengan asumsi pertumbuhan lalu-lintas pergolongan kendaraan dan beban kendaraan tetap 5 % untuk Tipe A dan 3% untuk Tipe B, maka didapat prediksi IRI untuk masing-masing tipologi komposisi beban. Tipe A Dengan melakukan langkah 1 s/d 3 maka diperoleh prediksi nilai kondisi fungsional jalan (dengan parameter IRI) seperti yang dijelaskan dalam Tabel V.10 dan Gambar V.8. Tabel V.10 Prediksi IRI untuk masing-masing Tebal Perkerasan (Tipe A) 71

14 Hubungan IRI terhadap Umur Layan IRI (m/km) Tipe 1 Tipe 2 Tipe Umur Layan (tahun) Gambar V.8 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe A) Dengan menggunakan parameter IRI dalam menentukan jenis penanganan seperti yang telah dijelaskan dalam Tabel II.3 dan nilai SNC masing-masing tebal perkerasan dan IRI awal sama dengan pada kondisi over design, maka pengaruh beban aktual terhadap biaya pemeliharaan terlihat dalam waktu penanganan dan frekuensi penanganan. Dengan batasan usia perkerasan (umur layan) sampai dengan IRI sebesar 12, maka ruas yang secara aktual memiliki persentase beban berlebih ratarata diatas 60%, memiliki batas usia layan kurang dari satu tahun pada semua tipe perkerasan dan pada awal tahun kedua harus sudah direkonstruksi (Gambar V.8 dan V.9). Bila sistem manajemen penanganan B dilaksanakan tentunya kondisi ini dapat segera ditangani (Gambar V.10). Namun bila menunggu waktu penanganan sampai 10 tahun rekonstruksi maka kondisi jalan akan semakin buruk. 72

15 Keterangan: R = rutin B = berkala RK = rekonstruksi Umur layan (tahun) Gambar V.9 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe A) Tipe B Dengan langkah yang sama dalam analisis pengaruh beban terhadap biaya pemeliharaan maka prediksi IRI menunjukkan bahwa dengan beban yang sama pada struktur tebal perkerasan yang berbeda maka akan memberi pengaruh berbeda pada kondisi jalan. Pada rata-rata ruas diperoleh gambaran bila menggunakan struktur perkerasan dengan ESAL lebih tinggi (lapis perkerasan lebih tebal) maka kerusakan jalan lebih lama dibandingkan dengan perkerasan yang lebih rendah (Tabel V.11 dan Gambar V.10). Tabel V.11 Prediksi IRI untuk masing-masing Tebal Perkerasan (Tipe B) 73

16 Hubungan IRI terhadap Umur Layan IRI (m/km) Tipe 1 Tipe 2 Tipe Umur Layan (tahun) Gambar V.10 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe B) Untuk ruas tersebut, tingkat beban berlebih (over loading) rata-rata per sumbu sebesar 24% (lebih rendah dari beban tipe A). Dengan menggunakan parameter IRI maka manajemen pemeliharaan untuk masing-masing tipe diasumsikan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar V.11 s/d V.13. RK B R R R R B Umur Layan (tahun) Gambar V.11 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 1 (B) 74

17 RK R B R R R B R Umur Layan (tahun) Gambar V.12 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 2 (B) Umur Layan (tahun) Gambar V.13 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 3 (B) Dari hasil analisis kebutuhan manajemen penanganan diperoleh bahwa frekuensi dan waktu penanganan tipe perkerasan yang lebih tipis lebih cepat untuk penanganan berkala dan umur layan lebih pendek dibandingkan dengan tipe perkerasan yang lebih tebal. Kondisi ini menunjukkan bahwa perkerasan yang lebih tebal secara fungsional dapat memberi pelayanan yang lebih baik (lebih tahan terhadap kerusakan). V.2.2 Analisis Perhitungan Biaya Pemeliharaan Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis biaya adalah sebagai berikut: Langkah 1 : Menentukan Skema Manajemen Penanganan Langkah 2 : Membuat Tabel Cash Flow sesuai dengan biaya dan frekuensi Penanganan 75

18 Langkah 3 : Menghitung Biaya per Beban Sumbu yang merupakan hasil pembagian Total Biaya dan Kumulatif ESAL rencana I. Beban Aktual Lebih Kecil dari Beban Rencana (Over Design) A. Tipe 1 Dengan menggunakan beban aktual asumsi lebih kecil dari beban rencana sebesar 50% (over design) maka diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp ,- pada discount rate 10%, Rp ,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp ,- pada discount rate 20% (Tabel V.12). Tabel V.12 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (Over Design) 76

19 B. Tipe 2 Untuk tebal perkerasan tipe 2 diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp ,- pada discount rate 10%, Rp ,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp ,- pada discount rate 20% (Tabel V.13). Tabel V.13 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (Over Design) C. Tipe 3 Sedangkan untuk tebal perkerasan tipe 3 diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp ,- pada discount rate 10%, Rp ,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp ,- pada discount rate 20% (Tabel V.14). 77

20 Tabel V.14 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (Over Design) Selanjutnya besar biaya pemeliharaan per beban sumbu kendaraan (ESAL) dengan asumsi tingkat pertumbuhan sebesar 5 %, tingkat inflasi 7% dan discount rate 15%, diperoleh sebesar Rp 110,- /ESAL/km/lajur (tipe 1) dengan umur layan 40 tahun, Rp 68,-/ESAL/km/lajur (tipe 2) dengan umur layan 30 tahun dan Rp 59,- /ESAL/km/lajur (tipe 3) dengan umur layan 24 tahun (Gambar V.15). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tebal perkerasan jalan maka kebutuhan penanganan semakin berkurang sehingga biaya semakin rendah. Disamping itu beban kendaraan yang lebih kecil memiliki umur layan yang lebih panjang karena terkait pencapaian kondisi rusak berat (IRI mencapai 12) yang lebih lama. Kondisi ini juga dapat memberikan gambaran bahwa sistem manajemen penanganan rutin bisa saja tidak dilakukan setiap tahun karena perubahan kondisi sangat kecil (kenaikan nilai IRI yang sangat kecil setiap tahun). Sehingga dapat menurunkan total biaya pemeliharaan jalan. 78

21 Rp./ESAL/km/lajur (2007) Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu % 15% 20.0% Tipe Tipe Tipe Discount Rate (r) Gambar V.14 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Over Design) II. Beban Aktual Lebih Besar dari Beban Rencana (Under Design) Tipe A Pada bagian ini akan dianalisis pengaruh beban terhadap biaya pemeliharaan jalan yang dibutuhkan sesuai dengan beban aktual atau sesuai dengan skema manajemen penanganan selama umur layan (IRI 12). Untuk rata-rata beban di ruas, besar biaya kegiatan penanganan untuk masing-masing tebal perkerasan digambarkan pada tabel V.15 s/d V.17. Karena beban yang sangat besar (diatas 50% beban Ijin) maka peningkatan struktur sudah dibutuhkan pada tahun ke-2 untuk semua tebal perkerasan. Besar biaya per ESAL/km/lajur untuk masing-masing tipe tebal perkerasan dengan beban aktual dapat dilihat dalam Gambar V.16. Tabel V.15 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (A) 79

22 Tabel V.16 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (A) Tabel V.17 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (A) Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) % 15% 20.0% Tipe Tipe Tipe Discount Rate (r) Gambar V.15 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan IRI = 12 (Tipe A) Dengan menggunakan proses perhitungan yang sama dan umur layan 10 tahun, diperoleh bahwa biaya pemeliharaan per beban sumbu untuk tebal perkerasan yang lebih tebal menghasilkan biaya yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar V.16). 80

23 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) % 15% 20.0% Tipe Tipe Tipe Discount Rate (r) Gambar V.16 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan 10 tahun (Tipe A) Tipe B Pada beban aktual yang terjadi di ruas diperoleh gambaran waktu kebutuhan pemeliharaan jalan untuk kegiatan pemeliharaan berkala dan rekonstruksi lebih lama jika dibandingkan dengan tipologi beban di ruas A. Hal ini disebabkan oleh beban kendaraan yang lebih besar di ruas A. Gambaran total biaya pemeliharaan jalan untuk masing-masing tebal perkerasan dapat dijelaskan dalam Tabel V.18 s/d V.20. Tabel V.18 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (B) 81

24 Tabel V.19 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (B) Tabel V.20 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (B) Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada tingkat pertumbuhan 3 % di ruas B dengan menggunakan manajemen B (mempertahankan kondisi jalan sampai batas umur layan IRI=12 ) diperoleh biaya per ESAL/km/lajur seperti pada Gambar V.17. Dengan menggunakan proses perhitungan yang sama dan umur layan 10 tahun, diperoleh bahwa biaya pemeliharaan per beban sumbu untuk tebal perkerasan yang lebih tebal menghasilkan biaya yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar V.18). 82

25 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) % 15% 20.0% Tipe Tipe Tipe Discount Rate (r) Gambar V.17 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan IRI = 12 (Tipe B) Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu Rp/ESAL.km (2007) % 15% 20.0% Tipe Tipe Tipe Discount Rate (r) Gambar V.18 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan 10 tahun (Tipe B) V.2.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas lebih difokuskan pada pengaruh sistem manajemen, tebal perkerasan, tingkat pertumbuhan lalu-lintas dan discount rate tertentu pada biaya pemeliharaan Jalan (Rp.ESAL/km/lajur). Hasilnya untuk tipologi ruas A relatif kurang sensitif terhadap beban lalu-lintas namun sensitive terhadap tebal perkerasan 83

26 (Tabel V.21). Namun pada ruas B diperoleh bahwa semua variabel diatas mempengaruhi biaya pemeliharaan Jalan (Rp/ESAL/km/lajur). Hal ini disebabkan oleh komponen discount rate dan tingkat pertumbuhan lalu-lintas yang cukup sensitive terhadap biaya (Tabel V.22). Semua komponen biaya menggunakan nilai rupiah pada tahun Tabel V.21 Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Tipe A) Tabel V.22 Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Tipe B) 84

27 V.3 Contoh Penerapan Nilai Kompensasi V.3.1 Nilai Kompensasi per Beban Sumbu Penentuan suatu rekomendasi nilai kompensasi beban kendaraan terhadap biaya pemeliharaan jalan memang cukup sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi. Namun dalam penelitian ini direkomendasikan suatu nilai kompensasi berdasarkan analisis sensitivitas dan analisa biaya pemulihan (cost recovery). Diasumsikan: n UmurLayan Cost ( n) Re venue( n) n UmurLayan Sebagai contoh perhitungan besaran nilai kompensasi beban kendaraan terhadap biaya pemeliharaan jalan di setiap ruas (per golongan) digambarkan sebagai berikut: Langkah 1 : Penentuan Tipe Tebal Perkerasan Langkah 2 : Penentuan Sistem Manajemen Penanganan Langkah 3 : Perhitungan Faktor Ekivalen (Faktor ESAL) per golongan kendaraan Langkah 4 : Perhitungan Besar Kompensasi Dalam analisis nilai kompensasi berdasarkan cost recovery dibandingkan masingmasing nilai untuk setiap tipe perkerasan dengan tipologi beban aktual ruas A dan B. Sebagai pendekatan maka digunakan asumsi sederhana sebagai berikut: 1. Komponen Biaya (Cost) adalah total biaya pemeliharaan selama umur layan 2. Komponen Kompensasi adalah penerimaan (Revenue) dari penerapan sistem kompensasi pada pengguna kendaraan. 3. Parameter kompensasi : Total Biaya = Total Kompensasi, Biaya pemeliharaan sama dengan biaya pemulihan. 85

28 Dengan melakukan perhitungan penerimaan dengan asumsi nilai kompensasi sebesar biaya per beban sumbu dengan asumsi discount rate 15% (Tabel V.21 dan Tabel V.22) serta membandingkan total biaya masing-masing tipe pada ruas tersebut, diperoleh bahwa penerimaan jauh lebih tinggi dari total biaya. Dengan demikian dilakukan penyesuaian nilai kompensasi agar nilai total kompensasi sama dengan total biaya (Tabel V.23). Tabel V.23 Rekompensasi Nilai Kompensasi per Beban Sumbu No. Karakteristik Nilai Sekarang (Present Value) Tahun 2007 (Rp/ESAL/km/lajur) Discount Rate = 15% I. Tipologi Beban Tipe A 1. Perkerasan Tipe Perkerasan Tipe Perkerasan Tipe II. Tipologi Beban Tipe B 1. Perkerasan Tipe Perkerasan Tipe Perkerasan Tipe Nilai kompensasi untuk ruas dengan tipologi beban tipe A semakin besar untuk tebal perkerasan yang semakin tebal. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi beban berlebih yang sangat besar sehingga umur layan kurang dari satu tahun sedangkan pola manajemen penanganan sendiri dilakukan setiap tahun. Kondisi ini mendorong kemungkinan penanganan yang tidak per tahun melainkan pada saat kondisi kerusakan tertentu perlu penanganan. V.3.2 Nilai Kompensasi per Golongan Kendaraan Pendekatan faktor ESAL dalam perhitungan nilai kompensasi memang diasumsikan sebagai pendekatan sesuai dengan tingkat kerusakan. Hal ini dilakukan karena secara empiris faktor ESAL sendiri merupakan faktor kerusakan oleh beban kendaraan. Namun dalam penentuan suatu nilai kompensasi per golongan kendaraan untuk 86

29 mencapai kondisi total biaya sama dengan total penerimaan (biaya yang terpulihkan) maka ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan, antara lain: Nilai Kompensasi sebanding dengan biaya per beban sumbu (Rp/ESAL/km/lajur). Nilai Kompensasi sebanding dengan tingkat kerusakan (faktor ekivalen) per golongan kendaraan. Nilai Kompensasi sebanding dengan komposisi, beban dan volume lalu-lintas. Sehingga dalam perhitungan nilai kompensasi per golongan kendaraan dibutuhkan data beban (faktor ekivalen) per golongan kendaraan dan data komposisi serta volume lalu-lintas. Untuk itu dalam perhitungan contoh penerapan nilai kompensasi per golongan digunakan ruas tipe A dan B. Sebagai gambaran dengan data aktual beban sumbu kendaraan per golongan di ruas tipe A dan B serta nilai kompensasi pada discount rate 15% diperoleh nilai kompensasi yang berbeda untuk masing-masing tipe beban dan tipe perkerasan (Tabel V.24). Hasil perhitungan nilai kompensasi per golongan kendaraan diperoleh rekomendasi nilai dengan pendekatan cost recovery di ruas tipe A dengan tebal perkerasan tipe 2 misalnya, diperoleh besar kompensasi per golongan kendaraan 6B sebesar Rp 1200,-, golongan 7A sebesar Rp 600,-, golongan 7C1 sebesar Rp 600,-, golongan 7C2 sebesar Rp 1550,- dan golongan 7C3 Rp 750,- dalam rupiah 2007 (Rp/kend/km/lajur). Sedangkan pada tipologi ruas B diperoleh besar kompensasi per golongan kendaraan 6B sebesar Rp 520,-, golongan 7A sebesar Rp 500,-, golongan 7C1 sebesar 500, golongan 7C2 sebesar Rp 1200,- dan golongan 7C3 Rp 600,- dalam rupiah 2007 (Rp/kend /km/lajur). Analisis nilai kompensasi per golongan dilakukan hanya untuk kendaraan berat dengan asumsi bahwa kendaraan ringan memiliki faktor ESAL yang sangat kecil sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan kerusakan. Namun demikian dari hasil yang diperoleh bahwa nilai kompensasi untuk kendaraan berat sangat tinggi sehingga akan sulit diterima apabila diterapkan di lapangan. Oleh karena itu penentuan nilai kompensasi biaya pemeliharaan berbasis beban sehingga lebih adil (fair) sulit 87

30 dilakukan. Sebagai implikasinya kebijakan subsidi nilai kompensasi oleh kendaraan ringan perlu dilakukan sehingga lebih dapat diterima apabila dilaksanakan. Tabel V.24 Rekomendasi Nilai Kompensasi per golongan kendaraan No. Tipe Beban Rekomendasi Nilai Kompensasi per Kendaraan (Rp/kend/km/lajur) Lalu-lintas Tipe Perkerasan 1 Tipe Perkerasan 2 Tipe Perkerasan 2 awal akhir awal akhir awal akhir 1. Tipe A a. Gol 6B H (TRUK FUSO) b. Gol 7A (TRONTON) c. Gol 7C (TRAILER) d. Gol 7C (TRAILER) e. Gol 7C (TRAILER) 2. Tipe B a. Gol 6B H (TRUK FUSO) b. Gol 7A (TRONTON) c. Gol 7C (TRAILER) d. Gol 7C (TRAILER) e. Gol 7C (TRAILER) 88

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Bagan Alir Penelitian Pada penelitian ini komponen biaya yang dikaji difokuskan pada biaya tidak tetap (pemeliharaan jalan) yang didefinisikan bahwa penambahan pengguna

Lebih terperinci

Bab IV Penyajian Data

Bab IV Penyajian Data Bab IV Penyajian Data IV.1 Umum Sistem pendanaan pemeliharaan jalan saat ini mulai berubah dengan dikembangkan dengan pola penanganan dengan menggunakan sistem kontrak. Jenis-jenis kontrak dalam penerapannya

Lebih terperinci

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang 1316 Km, ruas jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) merupakan urat nadi perekonomian nasional yang menghubungkan lima provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa

Lebih terperinci

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Tahapan Penelitian Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan terkait dengan topik pembahasan penelitian

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

KOMPENSASI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN BERBASIS BEBAN KENDARAAN TESIS MERY CHRISTINA PAULINA SILALAHI NIM :

KOMPENSASI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN BERBASIS BEBAN KENDARAAN TESIS MERY CHRISTINA PAULINA SILALAHI NIM : KOMPENSASI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN BERBASIS BEBAN KENDARAAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh MERY CHRISTINA PAULINA

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013 ANALISIS PENGARUH BEBAN BERLEBIH KENDARAAN TERHADAP PEMBEBANAN BIAYA PEMELIHARAAN JALAN (Studi Kasus: Bagian Ruas Jalan Lintas Timur Sumatera, Kayu Agung- Palembang) Syaifullah 1), I Putu Artama Wiguna

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG Soraya Hais Abdillah, M. J. Paransa, F. Jansen, M. R. E. Manoppo Fakultas Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi 36 III. METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi langsung yang dibandingkan dengan desain perkerasan lentur konstruksi bertahap ruas Jalan Tegineneng-Gunung

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE Rifki Zamzam Staf Perencanaan dan Sistem Informasi Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : rifkizamzam@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PERSETUJUAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv. UCAPAN TERIMAKASIH...

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PERSETUJUAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv. UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v ABSTRAK... vii ABSTRACK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data. BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Secara umum, tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir dibawah ini. Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN Pembangunan jalan dikatakan ideal bila jalan dibangun dengan memperhitungkan besarnya pembebanan lalu lintas yang akan terjadi selama umur rencana jalan dan besarnya nilai

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

Optimalisasi Tebal Perkerasan Pada Pekerjaan Pelebaran Jalan dengan Metode MDPJ 02/M/BM/2013 dan Pt T B

Optimalisasi Tebal Perkerasan Pada Pekerjaan Pelebaran Jalan dengan Metode MDPJ 02/M/BM/2013 dan Pt T B JRSDD, Edisi Maret 2016, Vol. 4, No. 1, Hal:113 126 (ISSN:2303-0011) Optimalisasi Tebal Perkerasan Pada Pekerjaan Pelebaran Jalan dengan Metode MDPJ 02/M/BM/2013 dan Pt T-01-2002-B Andriansyah 1) Priyo

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PADA INVESTASI JALAN TOL CIKAMPEK-PADALARANG

ANALISIS FINANSIAL PADA INVESTASI JALAN TOL CIKAMPEK-PADALARANG ANALISIS FINANSIAL PADA INVESTASI JALAN TOL CIKAMPEK-PADALARANG Lulu Widia Roswita NRP : 9721055 Pembimbing : V. Hartanto, Ir., M. Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA Dian Novita Sari Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) ABSTRAK Pada

Lebih terperinci

Jenis-jenis Perkerasan

Jenis-jenis Perkerasan Jenis-jenis Perkerasan Desain Perkerasan Lentur Penentuan Umur Rencana Tabel 2.1 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan Umur Rencana (Tahun) Lapisan Aspal dan Lapisan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian ini akan disampaikan bagan alir dimana dalam bagan alir ini menjelaskan tahapan penelitian yang dilakukan dan langkah-langkah apa saja yang

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Abbas NPM : 09.05.1.2205 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa

Lebih terperinci

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH Syafriana Program Studi Magister Teknik Sipil, Bidang Manajemen Rekayasa Transportasi, Universitas

Lebih terperinci

BINA MARGA PT T B

BINA MARGA PT T B BINA MARGA PT T- 01-2002-B SUSUNAN LAPISAN PERKERASAN 2 KRITERIA PERENCANAAN Beban Lalu lintas Klasifikasi Jalan Realibilitas Kekuatan bahan Daya Dukung Tanah Faktor Lingkungan 3 RUMUS DASAR Rumus AASHTO

Lebih terperinci

Fitria Yuliati

Fitria Yuliati EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus: Jl. Yogyakarta Magelang Km 21 22 dan JL. Ahmad Yani

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian maka perlu dibuat suatu metodologi penelitian yang dapat dilihat melalui flow chart berikut : Mulai Perumusan Masalah dan Penetapan Tujuan

Lebih terperinci

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB V VERIFIKASI PROGRAM 49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Sesuai tujuan yang hendak dicapai, maka konsep rancangan penelitian secara skematis ditunjukkan Gambar 3.1 Studi Pendahuluan Studi Pustaka Rumusan Masalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODE PERENCANAAN START BAB III METODE PERENCANAAN START Jl RE Martadinata Permasalahan: - Klasifikasi jalan Arteri, kelas 1 - Identifikasi kondisi jalan - Identifikasi beban lalu-lintas - Genangan air pada badan jalan Standar

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN Eka Prasetia 1)., Sutarto YM 2)., Eti Sulandari 2) ABSTRAK Jalan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.

Lebih terperinci

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i ii iii iv vi x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAKSI... xiv

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: Mulai Identifikasi Masalah Pengumpulan Data Data Primer: -Foto Dokumentasi

Lebih terperinci

Parameter perhitungan

Parameter perhitungan Parameter perhitungan Lapisan konstruksi jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil RINTO

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T B dan Pedoman Interim No.

Analisis Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T B dan Pedoman Interim No. JRSDD, Edisi Maret 2016, Vol. 4, No. 1, Hal:137 152 (ISSN:2303-0011) Analisis Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T-05-2005-B dan Pedoman Interim No.002/P/BM/2011

Lebih terperinci

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG-

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG- LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA KEKUATAN DAN UMUR RENCANA PENINGKATAN JALAN RUAS SEMARANG-DEMAK DESAIN 2008 (STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG- DEMAK ROAD REHABILITATION DESIGN 2008)

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci

PENGARUH KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MUATAN LEBIH (OVER LOAD) PADA PERKERASAN DAN UMUR JALAN

PENGARUH KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MUATAN LEBIH (OVER LOAD) PADA PERKERASAN DAN UMUR JALAN PENGARUH KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MUATAN LEBIH (OVER LOAD) PADA PERKERASAN DAN UMUR JALAN (STUDI KASUS DI JEMBATAN TIMBANG SALAM, MAGELANG) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) Jenis Perkerasan Kaku Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa tulangan Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan tulangan Perkerasan Beton

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI Disusun oleh : AGUSTIAN NIM : L2A 000 014 AHMAD SAFRUDIN NIM : L2A 000 016 Disetujui

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan di sektor ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan

Lebih terperinci

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing Irawan, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Abstrak Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Lebih terperinci

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36)

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36) LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36) Disusun Oleh : Lenny Ita Carolina Lucia Citrananda P L.2A0.02.093

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR Niko Aditia NRP : 1021049 Pembimbing : Santoso Urip Gunawan, Ir.,MT. ABSTRAK Hampir semua truk batubara yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Identifikasi Masalah. Pengamatan Pendahuluan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Identifikasi Masalah. Pengamatan Pendahuluan BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Pustaka Pengamatan Pendahuluan Persiapan dan Inventarisasi Data Pengumpulan Data Data Sekunder : - Data Struktur

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah ADITYA, HANGGA E 1., PRASETYANTO, DWI 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS. kendaraan yang melanggar dan kendaraan tidak melanggar)

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS. kendaraan yang melanggar dan kendaraan tidak melanggar) BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS 5.1 Perhitungan Jumlah Kendaraan Rencana Terkoreksi (asumsi pada kendaraan yang melanggar dan kendaraan tidak melanggar) Kendaraan rencana dengan asumsi pada kendaraan yang

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR PROYEK AKHIR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA 14+650 s/d STA 17+650 PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Muhammad Nursasli NRP. 3109038009 Dosen Pembimbing : Ir. AGUNG BUDIPRIYANTO,

Lebih terperinci

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten

Lebih terperinci

PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA

PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA i LAPORAN AKHIR PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Teknik Sipil Konsentrasi Jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - RC

TUGAS AKHIR - RC TUGAS AKHIR RC09 1380 EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus : Jl. Yogyakarta Magelang Km 21

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN 2013 (STUDI KASUS : RUAS JALAN KAIRAGI MAPANGET) Theresia Dwiriani Romauli Joice

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung TAUPIK HIDAYAT¹,

Lebih terperinci

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya kemacetan pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diabaikan bertambahnya kendaraan, terbatasnya sumber daya untuk pembangunan jalan raya, dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Metode Analisa Komponen Untuk merencanakan tebal perkerasan jalan ruas jalan Palbapang Barongan diperlukan data sebagai berikut: 1. Data Lalu-lintas Harian Rata rata (LHR)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Persiapan data dari sumbernya Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya Karya sebagai kontraktor pelaksana pembangunan JORR W2 dan PT. Marga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Penelitian ini disusun dalam lima tahap penelitian utama Gambar 4.1. Awalnya perencanaan tebal perkerasan jalan menggunakan Metode Analisa Komponen dari Bina

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisa pada tugas akhir tentang Pengaruh Jembatan Timbang Katonsari terhadap Ruas jalan Demak Kudus (Km 29 Km 36) dapat diambil kesimpulan diantaranya : 1. Dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum 3.2. Tahap Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum 3.2. Tahap Penyusunan Tugas Akhir 54 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Untuk membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir maka perlu dibuat suatu pedoman kerja yang matang, sehingga waktu untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir dapat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Peninjauan Pustaka Validasi Program KENPAVE Manual Sistem Lapis Banyak Program KENPAVE Perencanaan Tebal Perkerasan Studi

Lebih terperinci

M. Yoga Mandala Putra

M. Yoga Mandala Putra Putra, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Evaluasi Kondisi Fungsional dan Struktural Menggunakan Metode Bina Marga dan AASHTO 1993 Sebagai Dasar dalam Penanganan Perkerasan

Lebih terperinci

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR Wira Putranto NRP: 0021024 Pembimbing : Prof. Wimpy Santosa, Ph. D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Pada bab ini akan dijelaskan langkah

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Pada bab ini akan dijelaskan langkah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian mencakup keseluruhan langkah pelaksanaan penelitian dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Pada bab ini akan dijelaskan langkah kerja

Lebih terperinci

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH Syafriana Mahasiswa Magister Teknik Sipil Bidang Manajemen Rekayasa Transportasi, Universitas Syiah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25) LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25) Disusun oleh : ACHMAD RIFAN TSAMANY ANDIKA PURNOMO PUTRO NIM : L.2A0.03.001

Lebih terperinci

EKONOMI TEKNIK ANALISIS SENSITIVITAS DAN BREAK EVEN POINT SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

EKONOMI TEKNIK ANALISIS SENSITIVITAS DAN BREAK EVEN POINT SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN EKONOMI TEKNIK DAN BREAK EVEN POINT SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN UMUM Analisis Sensitivitas dibutuhkan dalam rangka mengetahui sejauh mana dampak parameter-parameter investasi yang

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR TIMUR MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO

STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR TIMUR MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO MAKALAH STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR TIMUR MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO ARIEF ISTIYAWAN NRP 3106 100 528 Dosen Pembimbing ANAK AGUNG Gde KARTIKA, ST, MSc ISTIAR, MT JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93 DANIEL SARAGIH NRP : 0021114 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 Ricky Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email:

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK BEBAN OVERLOADING KENDARAAN BERAT ANGKUTAN BARANG TERHADAP UMUR RENCANA DAN BIAYA KERUGIAN PENANGANAN JALAN

ANALISIS DAMPAK BEBAN OVERLOADING KENDARAAN BERAT ANGKUTAN BARANG TERHADAP UMUR RENCANA DAN BIAYA KERUGIAN PENANGANAN JALAN ANALISIS DAMPAK BEBAN OVERLOADING KENDARAAN BERAT ANGKUTAN BARANG TERHADAP UMUR RENCANA DAN BIAYA KERUGIAN PENANGANAN JALAN Ika Ulwiyatul Lutfah Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jln. Grafika 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruas jalan Toyan Karangnongko merupakan ruas jalan nasional yang ditangani oleh Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Provinsi D.I. Yogyakarta yang berlokasi di Kab. Kulonprogo,

Lebih terperinci

Keterangan gambar : sekunder. Gambar 2.1 Sketsa Hirarki Jalan Perkotaan. (Sumber: Tim Peneliti Puslitbang Jalan, 2002) Bandar udara

Keterangan gambar : sekunder. Gambar 2.1 Sketsa Hirarki Jalan Perkotaan. (Sumber: Tim Peneliti Puslitbang Jalan, 2002) Bandar udara Bandar udara Pelabuhan & pergudangan Pergudangan Kawasan industri Kawasan perdagangan regional Terminal angkutan barang (Sumber: Tim Peneliti Puslitbang Jalan, 2002) Keterangan gambar : Kawasan primer

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR Proyek pembangunan areal parkir Rukan ini terdapat di areal wilayah perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 m2. Berikut

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS Program Studi MMTITS, Surabaya 3 Pebruari 2007 STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU LINTAS Hery Wiriantoro Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis dan pembahasan pada bab bab sebelumnya penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan dalam beberapa hal sebagai berikut : 1. Penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua roda depan sejajar melintang. Penumpang berada di depan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua roda depan sejajar melintang. Penumpang berada di depan dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Becak merupakan sarana perangkutan yang sangat populer di Indonesia. Kendaraan ini merupakan modifikasi dari sepeda kayuh roda dua. Perkembangan angkutan becak di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengujian Sifat-Sifat Fisis dan Indeks Tanah Colluvium Pengujian sifat-sifat fisis dan indeks tanah dilakukan untuk mengetahui jenis atau klasifikasi

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

OPTIMASI INVESTASI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI (Studi Kasus : Tol Sentul Barat) Abstrak

OPTIMASI INVESTASI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI (Studi Kasus : Tol Sentul Barat) Abstrak OPTIMASI INVESTASI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI (Studi Kasus : Tol Sentul Barat) Vansya Pratama 1, Budi Arief 2, Andi Rahmah 3 Abstrak Pembangunan jalan menjadi kebutuhan yang tidak mungkin ditawar dalam

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMELIHARAAN JALAN AKIBAT MUATAN BERLEBIH DENGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG MULTIMODA/INTERMODA

EFISIENSI PEMELIHARAAN JALAN AKIBAT MUATAN BERLEBIH DENGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG MULTIMODA/INTERMODA EFISIENSI PEMELIHARAAN JALAN AKIBAT MUATAN BERLEBIH DENGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG MULTIMODA/INTERMODA Prof. Dr. Ir. Ofyar Z. Tamin, MSc Lab. Transportasi FTSL ITB Bandung Email: ofyar@trans.si.itb.ac.id

Lebih terperinci

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU Varian Tebal Lapis Tambah (Overlay)... (Elianora dkk.) VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU Elianora *,Ermiyati, Rian Trikomara Iriana

Lebih terperinci

MUHAMMAD ALKHAIRI NIM:

MUHAMMAD ALKHAIRI NIM: ANALISA PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN PADA PROYEK JALAN BATAS KOTA MEDAN-BATAS KABUPATEN KARO SEKSI I KECAMATAN PANCUR BATU, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Friksi investasi..., Fajar Irawan, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Friksi investasi..., Fajar Irawan, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan sebagai salah satu strategi keuangan merupakan proses mendasar dalam keuangan perusahaan. Imbal hasil saham dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS BAB IV STUDI KASUS BAB STUDI KASUS Untuk menguji ketepatan program FPP dalam melakukan proses perhitungan, maka perlu dilakukan suatu pengujian. Pengujian ini adalah dengan membandingkan hasil dari perhitungan

Lebih terperinci