BAB II LANDASAN TEORI. subjective well being (Andrew & Withey dalam Diener, 2009). Subjective well

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. subjective well being (Andrew & Withey dalam Diener, 2009). Subjective well"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. LIFE SATISFACTION 1. Definisi Life Satisfaction Life satisfaction (kepuasan hidup) merupakan komponen kognitif dalam subjective well being (Andrew & Withey dalam Diener, 2009). Subjective well being mengacu pada kepercayaan atau perasaan subjektif individu bahwa kehidupannya berjalan dengan baik (Lucas & Diener dalam Diener, 2009). Andrews dan Withey (dalam Diener et al., 1985) mengidentifikasi komponen subjective well being menjadi positive affect dan negative affect (sebagai komponen afektif dari subjective well being) serta life satisfaction (sebagai komponen kognitif). Komponen afektif mengacu pada evaluasi langsung individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, meliputi perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dialami individu dalam hidupnya. Sementara komponen kognitif mengacu pada evaluasi kognitif terhadap hidup individu secara keseluruhan dan atas area-area penting dari kehidupan individu (Diener, Suh, Lucas & Smith, 1999). Kepuasan hidup itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai dengan tingkat kegembiraan (Alston & Dudley dalam Hurlock, 1980). Selain itu, tingkat keberhasilan individu

2 ketika memecahkan masalah penting dalam kehidupannya juga mempengaruhi kebahagiaan dan menentukan kepuasan hidup individu tersebut (Hurlock, 1980). Lebih lanjut, Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang. Life satisfaction dan domain satisfaction tersebut berpatokan pada kepercayaan atau sikap individu dalam menilai kehidupannya (Schimmack dalam Eid & Larsen, 2008). Dalam hal ini, individu menilai apakah situasi dan kondisi dalam kehidupannya positif dan memuaskan (Pavot dalam Eid & Larsen, 2008). Shin dan Johnson (dalam Diener et al., 1985) juga menambahkan bahwa penilaian tersebut dilakukan berdasarkan standar kriteria individu yang bersangkutan. Secara konsep, domain satisfaction merupakan bagian dari life satisfaction (Pavot dalam Eid & Larsen, 2008). Diener (dalam Eid & Larsen, 2008) menjelaskan hubungan antara life satisfaction dan domain satisfaction tersebut dengan 2 pendekatan teori subjective well being yaitu bottom up theories dan top down theories. Bottom up theories mengasumsikan bahwa penilaian life satisfaction dilakukan berdasarkan pengukuran satisfaction pada sejumlah domain kehidupan. Hubungan life satisfaction dan domain satisfaction menggambarkan pengaruh sebab akibat domain satisfaction terhadap life satisfaction. Sebagai contoh,

3 individu yang memiliki marital satisfaction (domain satisfaction) tinggi juga memiliki life satisfaction tinggi karena marital satisfaction merupakan aspek penting dari life satisfaction. Menurut teori ini, perubahan yang terjadi pada domain satisfaction juga akan mengakibatkan perubahan pada life satisfaction. Sementara itu, top down theories menjelaskan kebalikan dari asumsi bottom up theories. Seorang individu yang puas atas hidupnya secara keseluruhan juga akan menilai area (domain) penting dalam kehidupannya secara lebih positif, meskipun kepuasan hidup tidak berdasar pada kepuasan atas area penting tersebut. Menurut teori ini, perubahan yang terjadi pada domain satisfaction tidak akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada life satisfaction. Schimmack (dalam Eid & Larsen, 2008) juga menjelaskan hubungan antara life satisfaction dan domain satisfaction dengan mengatakan bahwa apabila life satisfaction semakin meningkat, maka domain satisfaction mungkin meningkat tanpa adanya perubahan objektif pada domain tersebut. Jadi, berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan halhal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama yang mereka anggap penting dalam hidup (domain satisfaction) berdasarkan suatu standar atau patokan yang dibuat oleh individu itu sendiri.

4 2. Aspek Life satisfaction Diener dan Biswas-Diener (2008) serta pembahasan lebih lanjut dalam jurnal beliau yang berjudul Subjective Well Being: Three Decades of Progress (1999) mengatakan bahwa dalam komponen life satisfaction ini terdapat: 1. Keinginan untuk mengubah kehidupan, 2. Kepuasaan terhadap hidup saat ini, 3. Kepuasan hidup di masa lalu, 4. Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan, 5. Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang. Kelima aspek diatas terangkum dalam 5 item pernyataan dalam satisfaction with life scale oleh Diener et al. (1985), antara lain: 1. In most ways my life is close to my ideal. 2. The conditions of my life are excellent. 3. I am satisfied with my life. 4. So far I have gotten the important things I want inlife. 5. If I could live my life over, I would change almost nothing Sementara itu, dalam domain satisfaction terdapat beberapa area seperti work, family, leisure, health, finances, self dan one s group (Diener, 1999). 3. Karakteristik Individu yang Memiliki Life Satisfaction Tinggi Karakteristik individu yang memiliki life satisfaction yang tinggi antara lain memiliki keluarga dan teman dekat yang supportif, memiliki pasangan yang romantis, memiliki aktivitas pekerjaan dan aktivitas pensiun yang berharga,

5 menikmati waktu santai mereka dan mempunyai kesehatan yang baik. Individu dengan life satisfaction tinggi dikatakan juga tidak memiliki masalah dengan kecanduan alkohol, obat-obatan atau judi (Diener et al., 2008). Diener (2009) juga mengatakan bahwa individu yang memiliki life satisfaction yang tinggi adalah individu yang memiliki tujuan penting dalam hidupnya dan berhasil untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, individu yang life satisfaction-nya tinggi merasa bahwa hidup mereka bermakna dan mempunyai tujuan dan nilai yang penting bagi mereka. Selain itu, Diener et al., (1985) mengatakan bahwa individu yang puas akan kehidupannya adalah individu yang menilai bahwa kehidupannya memang tidak sempurna tetapi segala sesuatu berjalan dengan baik, selalu mempunyai keinginan untuk berkembang dan menyukai tantangan. Sementara itu, Wilson (dalam Seligman, 2002) mengatakan bahwa individu yang bahagia adalah individu yang berusia muda, sehat, berpendidikan yang baik, berpenghasilan baik, beragama, menikah, mempunyai semangat kerja tanpa memandang jenis kelamin dan tingkat kecerdasan individu. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Life Satisfaction Komponen afektif dan kognitif dari subjective well being dipengaruhi oleh faktor penyebab yang berbeda. Prediktor perubahan pada komponen kognitif lebih kepada perubahan yang terjadi pada domain penting dalam hidup individu (Headey et al. dalam Eid & Larsen, 2008).

6 Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kebahagiaan secara umum dan khususnya life satisfaction pada seorang individu antara lain: 1. Kesehatan Diener (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kebahagiaan adalah penilaian subjektif individu mengenai kesehatannya dan bukan atas penilaian objektif yang didasarkan pada analisa medis. Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun dapat melakukan aktivitas. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik dapat menjadi penghalang untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan individu, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia (Hurlock, 1980). Diener dan Biswas-Diener (2008) juga mengatakan bahwa individu yang bahagia lebih jarang mengalami sakit daripada individu yang tidak bahagia. Hal ini dikarenakan kebahagiaan dapat menangkis infeksi penyakit, pertahanan melawan gaya hidup yang dapat menimbulkan penyakit dan melindungi dari penyakit jantung. Sementara itu, ketidakbahagiaan dan depresi dikatakan dapat membahayakan kesehatan individu. Olahraga juga dikatakan mempunyai dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan dan kebahagiaan individu. Hal ini dikemukakan oleh Argyle dan Serafino (dalam Carr, 2004) yang menyatakan bahwa dampak jangka pendek dari olahraga adalah dapat menimbulkan emosi positif yaitu dengan adanya pengeluaran endorphin diotak. Lebih lanjut, dampak jangka panjangnya adalah mengurangi depresi dan kecemasan, meningkatkan kecepatan dan ketepatan kerja, memperbaiki konsep diri dan meningkatkan

7 kebugaran tubuh dan fungsi kardiovaskuler yang baik serta mengurangi resiko timbulnya penyakit sehingga pada akhirnya mengarah pada kebahagiaan. 2. Status Kerja Argyle (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa individu dengan status bekerja lebih bahagia daripada individu yang tidak bekerja dan begitu juga dengan individu yang profesional dan terampil tampak lebih bahagia daripada individu yang tidak terampil. Wright (dalam Diener, 2009) juga mengatakan bahwa individu yang bekerja dengan menerima upah lebih bahagia daripada individu bekerja yang tidak menerima upah. Diener et al. (2008) juga mengatakan bahwa ketika individu menikmati pekerjaannya dan merasa pekerjaan tersebut adalah hal yang penting dan bermakna maka individu akan puas terhadap kehidupannya. Sebaliknya, ketika individu merasa pekerjaannya buruk oleh karena lingkungan pekerjaan yang buruk dan kurang sesuai dengan diri individu tersebut maka individu akan merasa tidak puas pada kehidupannya. Lebih lanjut, Hurlock (1980) mengatakan bahwa semakin rutin sifat pekerjaan dan semakin sedikit kesempatan untuk mempunyai otonomi dalam pekerjaan, maka kepuasan akan semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat pada tugas sehari-hari yang diberikan kepada anak-anak dan juga pekerjaan orangorang dewasa. 3. Penghasilan/Pendapatan Penghasilan berkaitan dengan kepuasan finansial dan kepuasan finansial berkaitan dengan life satisfaction (Diener & Oishi dalam Eid & Larsen, 2008).

8 Diener dan Seligman (dalam Weiten & Llyod, 2006) juga mengatakan bahwa penghasilan mempunyai hubungan yang lemah dengan kebahagiaan. Dalam hal ini, kemiskinan dilaporkan dapat menyebabkan individu tidak bahagia, namun kekayaan juga dikatakan tidak selamanya menyebabkan individu bahagia. 4. Realisme dari Konsep-Konsep Peran Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas tersebut semakin hal itu dihubungkan dengan prestise, maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkan (Hurlock, 1980). Myers (dalam Carr, 2004) juga mengatakan bahwa individu baik pria maupun wanita yang telah menikah lebih bahagia daripada individu yang tidak menikah, baik yang bercerai, berpisah maupun tidak pernah menikah sama sekali. Hal tersebut dikarenakan pernikahan menyediakan intimasi psikologis dan fisik, yang meliputi memilki anak dan membangun rumah, peran sosial sebagai orangtua dan pasangan, dan menegaskan identitas dan menciptakan keturunan. 5. Pernikahan Meskipun hubungan romantis dapat menimbulkan keadaan stres, namun hubungan romantis juga adalah sumber kebahagiaan (Weiten & Llyod, 2006). Penelitian menunjukkan bahwa individu yang telah menikah memiliki

9 subjective well being yang lebih tinggi daripada kelompok individu yang tidak menikah (Diener, 2009). Glenn (dalam Diener, 2009) juga mengatakan bahwa meskipun wanita yang menikah mungkin dilaporkan mengalami gejala stres yang lebih besar daripada wanita yang tidak menikah, mereka juga dilaporkan memiliki life satisfaction yang lebih tinggi. Lebih lanjut, Glenn dan Weaver (dalam Diener, 2009) juga mengatakan bahwa pernikahan merupakan prediktor utama dari subjective well being ketika faktor pendidikan, pendapatan, dan status pekerjaan dikontrol. Lebih lanjut, Harvey, Pauwels dan Zickmund (Carr, 2004) juga menambahkan bahwa pernikahan yang memiliki komunikasi yang saling menghargai dan jelas serta saling memaafkan kesalahan masing-masing berkaitan dengan tingkat kepuasan yang tinggi sehingga mengakibatkan kebahagiaan yang lebih tinggi. 6. Usia Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bradburn dan Caplovitz (dalam Diener, 2009) menemukan bahwa individu usia muda lebih bahagia daripada individu yang berusia lanjut. Akan tetapi, sejumlah tokoh mengadakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan dua hal, ada penelitian yang menunjukkan tidak ada efek usia terhadap kebahagiaan tetapi ada juga penelitian yang menemukan adanya hubungan yang positif antara usia dengan life satisfaction (Diener, 2009).

10 7. Pendidikan Pendidikan tidak mempunyai dampak yang signifikan terhadap subjective well being (Palmore; Palmore & Luikart, dalam Diener, 2009) dan memiliki interaksi dengan variabel lain yaitu pendapatan (Bradburn & Caplovitz dalam Diener, 2009). Namun, beberapa penelitian juga menemukan bahwa pendidikan mempunyai dampak positif terhadap kebahagiaan wanita (Freudiger; Glenn & Weaver; dan Mitchell dalam Diener, 2009). 8. Agama/Kepercayaan) Myers (dalam Weiten & Llyod, 2006) mengatakan bahwa agama dapat memberikan tujuan dan makna hidup, membantu individu mensyukuri kegagalannya, memberikan individu komunitas yang supportif, dan memberikan pemahaman mengenai kematian secara benar. Agama menyediakan manfaat bagi kehidupan sosial dan psikologis individu sehingga akhirnya meningkatkan life satisfaction. Agama dapat menyediakan perasaan bermakna dalam kehidupan setiap hari terutama saat masa krisis. Selain itu, juga menyediakan identitas kolektif dan jaringan sosial dari sekumpulan individu yang memiliki kesamaan sikap dan nilai. (Diener et al., 2009). 9. Hubungan sosial Hubungan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap life satisfaction. Individu yang memiliki kedekatan dengan orang lain, memiliki teman dan keluarga yang supportif cenderung puas akan seluruh kehidupannya. Sebaliknya, kehilangan orang yang disayangi akan menyebabkan individu

11 menjadi tidak puas akan hidupnya dan individu tersebut memerlukan waktu untuk kembali menilai kehidupannya secara positif (Diener et al., 2009). B. KONFLIK PERAN GANDA 1. Definisi Konflik Peran Ganda Sejak dilahirkan, setiap individu memiliki dan memainkan beberapa peran dalam kehidupannya. Henslin (2005) mengatakan bahwa peran (roles) adalah perilaku, kewajiban, dan hak yang melekat pada suatu status. Misalnya, menjadi seorang anak adalah status, dan peran seorang anak adalah menghormati orangtua dan mendapat perawatan dan perlindungan dari orangtuanya. Adanya peran tersebut memberikan individu sejumlah kebebasan namun memiliki batasan atau pagar, dalam hal ini adalah pandangan masyarakat mengenai perilaku yang tepat atau sesuai (Henslin, 2005). Hal ini sesuai dengan pengertian peran menurut Myers dan Myers (1992) yang mengatakan bahwa peran adalah pola perilaku yang menentukan perilaku yang tepat dalam suatu situasi yang spesifik. Setiap hari, individu laki-laki dan perempuan memainkan beberapa peran sekaligus (Henslin, 2005). Sebagai contoh, seorang perempuan dewasa dini memainkan peran-peran seperti peran pekerja, istri dan ibu dalam waktu yang bersamaan. Pada umumnya tuntutan atau harapan berbagai peran yang dimainkan individu tersebut muncul dan terpenuhi secara terpisah-pisah. Namun, terkadang apa yang diharapkan oleh peran yang satu tidak sesuai dengan harapan peran yang

12 lain. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan konflik peran (Henslin, 2005). Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang bekerja sambil kuliah dituntut untuk mengikuti jadwal kuliah ganti sementara peran sebagai pekerja menuntut mahasiswa tersebut untuk hadir dalam rapat bulanan. Lewin (dalam Shaw & Costanzo, 1982) mengambarkan konflik sebagai suatu situasi dimana gaya dalam diri individu bergerak dalam arah yang bertentangan namun dengan kekuatan yang seimbang. Konflik terjadi ketika forces atau vector (arah dan kekuatan dorongan untuk berubah) dan resultant force (kombinasi sejumlah forces) mengarahkan individu untuk bergerak (secara fisik dan psikologis) dalam satu atau lebih arah dalam area-area khusus dalam life space (area kehidupan) sesuai dengan valence (nilai) yang dibuat individu dari adanya kebutuhan (Lewin, dalam Lindzey & Hall, 1985). Atau dengan kata lain, konflik terjadi ketika individu merasakan adanya dua atau lebih kebutuhan yang sama-sama penting dan mendesak namun usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dapat dilakukan secara bersamaan dalam suatu situasi sehingga menyebabkan individu merasakan ketegangan. Konflik dapat mengarah pada hasil yang bersifat konstruktif karena konflik dan ketegangan dapat memberikan energi atau motivasi sehingga membuat seorang individu menjadi kreatif, inovatif, dan perubahan ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, jika konflik tidak diatasi dengan baik, konflik juga dapat

13 bersifat destruktif yang merugikan individu itu sendiri dan orang lain (Myers & Myers, 1992). Sementara itu, konflik peran ganda adalah suatu situasi yang dihadapi individu ketika harus memenuhi tuntutan atau harapan dua peran sosial yang saling bertentangan muncul secara bersamaan (Schaefer, 2007 dan Newman & Newman, 2006). Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang bekerja sambil kuliah dituntut untuk mengikuti jadwal kuliah ganti sementara peran sebagai pekerja menuntut mahasiswa tersebut untuk hadir dalam rapat bulanan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda adalah situasi ketegangan atau kesulitan yang dirasakan individu saat beberapa peran yang dimainkan memiliki tuntutan yang saling bertentangan dan muncul secara bersamaan dalam hal cara pemenuhannya. 2. Dimensi Konflik Peran Ganda Greenhaus dan Beutell (dalam Schabracq et al., 2003) serta pembahasan lebih lanjut dalam jurnal beliau yang berjudul Sources of Conflict Between Work and Family Roles (1985) terdapat tiga dimensi dalam konflik peran ganda, yaitu: 1. Time-Based Conflict, mengacu pada kesulitan dalam pembagian waktu, energi dan kesempatan antara peran pekerjaan dan rumah tangga. Time based conflict terjadi dalam dua bentuk yaitu (1) tuntutan waktu dari satu peran menyebabkan tuntutan dari peran lain tidak mungkin terpenuhi (secara fisik) dan (2) individu sangat menikmati satu peran dibanding peran yang lain (secara mental). Waktu

14 yang dihabiskan untuk melaksanakan satu peran akan menyisakan sedikit waktu untuk menjalankan peran yang lain. 2. Strain Based Conflict, mengacu pada ketegangan atau keadaan emosional (misalnya kelelahan, kecemasan, depresi, mudah marah) yang dihasilkan oleh satu peran menyulitkan pemenuhan tuntutan peran yang lain atau menghambat performansi peran lain tersebut. 3. Behavior Based Conflict, mengacu pada pola perilaku spesifik dari satu peran yang tidak sesuai dengan harapan perilaku peran yang lain. Ketidaksesuaian seperangkat perilaku individu ketika di tempat kerja dan ketika di rumah menyebabkan individu sulit menukar antara peran yang satu dengan yang lain. 3. Strategi Mengatasi Konflik Ada berbagai strategi yang dilakukan individu ketika mengalami konflik, antara lain (Myers & Myers, 1992): 1) Avoidance Banyak manusia yang merasakan ketidaknyaman seperti merasa terancam dan khawatir tidak mampu menghadapi konflik. Ketidaknyamanan ini mengakibatkan individu menghindari konflik atau pemicu konflik dan biasanya individu mempercayai adanya keajaiban dalam penyelesaian konflik tersebut. Teknik yang biasanya digunakan dalam mengatasi konflik meliputi denial, withdrawal dan suppression. 2) Defusion

15 Defusion strategy digunakan ketika individu membuat alasan atau dalih atas konflik yang dialami sampai individu merasa tenang kembali atau mendapat informasi lebih mengenai sumber konflik. Langkah yang dilakukan oleh individu dapat berupa menghindari masalah yang besar atau hanya berfokus pada masalah kecil, mengalihkan perhatian pada hal lain. 3) Confrontation Dalam strategi ini, individu menghadapi konflik secara langsung dengan tiga strategi yaitu win-lose strategy, lose-lose or concession strategy dan win-win or integration strategy. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda Stoner dan Charles (1990) menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik peran ganda dalam diri individu, antara lain: a. Time pressure Semakin banyak waktu yang digunakan wanita karir untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga dan hal ini menyebabkan timbulnya konflik dalam hal waktu. b. Family size and support Semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak konflik dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik. c. Work satisfaction. Semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan semakin sedikit. d. Marital and life satisfaction

16 Ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya. e. Size of firm Banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang. C. WANITA BEKERJA 1. Definisi Wanita Bekerja Dalam kehidupan, manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang disebut dengan kerja. As ad (1998) mengatakan bahwa bekerja adalah aktivitas manusia baik fisik maupun mental yang pada dasarnya adalah bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapatkan kepuasan. Weiten dan Llyod (2006) mengatakan bahwa kerja adalah suatu aktivitas yang menghasilkan sesuatu yang berharga bagi orang lain. Konsep kerja juga dinyatakan oleh Thomason (dalam Ndraha, 1999) sebagai aktivitas yang menuntut pengeluaran energi atau usaha untuk menciptakan produk dan jasa yang bernilai bagi manusia dari bahan/material mentah. Brown (dalam Anoraga, 2006) mengatakan bahwa kerja sesungguhnya merupakan bagian penting dari kehidupan manusia karena memberikan status dalam masyarakat dan dalam keadaan biasa, seseorang baik pria maupun wanita sejak dahulu kala memang menyukai pekerjaan.

17 Setiap orang baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan aktivitas bekerja disebut dengan pekerja/buruh. Hal ini dijelaskan dalam Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Perempuan bekerja (employed women) adalah perempuan yang bekerja untuk mendapatkan upah (Matlin, 2004). Sementara itu, menurut Anoraga (2006) wanita karir adalah wanita yang memperoleh/mengalami perkembangan dan kemajuan dalam bidang pekerjaan. Anoraga menyebutkan wanita yang bekerja untuk menggantikan istilah wanita karir. Beliau juga menegaskan kembali bahwa yang dimaksud dengan karir adalah bekerja apa saja asal mendatangkan suatu kemajuan dalam kehidupannya. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang melakukan aktivitas pengeluaran energi/usaha dalam menghasilkan produk atau jasa dan bertujuan untuk mempertahankan hidup, mendapatkan kepuasan/kesenangan dan meningkatkan taraf kehidupan. 2. Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja Anoraga (2006) mengatakan ada berbagai alasan yang mendorong seseorang untuk bekerja, antara lain: 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis dasar yaitu mencari nafkah untuk mempertahankan hidup seperti makan, minum, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya.

18 2. Memenuhi kebutuhan egoistik misalnya kesenangan (hobi) atau merupakan pilihan-pilihan untuk memenuhi kepuasan terhadap prestasi yang diperoleh, adanya kebebasan/otonomi dalam hal kreativitas dan keinginan akan pengetahuan akan sesuatu. 3. Memenuhi kebutuhan sosial seperti mendapatkan imbalan sosial seperti respek atau pengagum dari rekan-rekan sekerja, memperoleh kekuasaan dan menggunakannya kepada orang lain, memperoleh rasa identifikasi dan rasa memiliki serta persahabatan. Anoraga (2006) secara khusus juga mengatakan ada 3 alasan yang menyebabkan seorang wanita untuk bekerja yaitu memenuhi kebutuhan keluarga, untuk menghilangkan rasa sepi atau membuka lapangan kerja bagi wanita pencari kerja. DeGenova (2008) juga mengatakan bahwa seorang wanita memasuki dunia kerja untuk alasan ekonomi yaitu kebutuhan finansial dan alasan non ekonomi seperti pemenuhan diri. 3. Manfaat Bekerja Bagi Wanita Pada umumnya, perempuan yang bekerja dilaporkan memiliki rasa kompetensi dan prestasi yang lebih besar daripada perempuan yang tidak bekerja (Cleveland et al.; Hoffman & Hale-Benson dalam Matlin, 2004). Hal ini semakin diperjelas oleh Agronick dan Duncan (dalam Matlin, 2004) yang mengatakan bahwa perempuan paruh baya yang bekerja di luar rumah dilaporkan merasa lebih powerful dan percaya diri.

19 Selain itu, perempuan yang memiliki pekerjaan yang bagus dan pendapatan keluarga yang tinggi juga dilaporkan mempunyai kesehatan fisik dan psikologis yang baik (DeGenova, 2008) Peran pekerja juga memberikan keuntungan bagi wanita seperti adanya status sosial, dukungan sosial atau sumber finansial (Newman & Newman, 2006). Bekerja juga memberikan individu baik pria maupun wanita sebuah status sosial yang juga terdapat peran didalamnya (Anoraga, 2006). D. PERAN GANDA WANITA BEKERJA 1. Definisi Peran Ganda Wanita Bekerja Individu laki-laki dan perempuan memainkan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Setiap peran yang dimainkan individu tersebut tidak terlepas dari adanya harapan-harapan atau tuntutan (Newman & Newman, 2006). Harapan atau tuntutan peran bagi seorang perempuan adalah munculnya perilaku dan sikap yang feminin seperti lemah lembut, terikat pada orang lain, patuh, sensitif dan lain sebagainya (DeGenova, 2008). Hal ini juga didukung oleh adanya Panca Dharma Wanita Indonesia yang menuntut seorang wanita dapat melakukan lima tugas di dalam hidupnya yaitu sebagai istri/pendamping suami, sebagai pengelola rumah tangga, sebagai penerus keturunan, sebagai ibu dari anak-anak, dan sebagai warga Negara (Anoraga, 2006). Menurut Weiten dan Llyod (2006) peran ganda seorang wanita terdiri dari

20 1. Mandat dalam pernikahan, wanita memiliki tanggung jawab untuk memasak, mencuci dan pekerjaan rumah tangga lainnya 2. Mandat sebagai ibu, wanita diharapkan untuk memiliki anak. Arandell (dalam Weiten & Llyod, 2006) mengatakan bahwa saat ini ibu diharapkan menjadi seorang ibu yang intensif, berpusat pada anak, dan mengorbankan kebutuhan dan minatnya. 3. Wanita pekerja di luar rumah. Sebagian besar wanita muda, berpendidikan tinggi bekerja diluar rumah dan ingin memuaskan kehidupan keluarganya. Sementara itu, menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000) peran ganda wanita terdiri dari: 1. Wanita sebagai anggota keluarga. Wanita memberikan inspirasi tentang gambaran arti hidup dan peranannya sebagai wanita dan anggota keluarga. 2. Wanita sebagai istri. Wanita membantu suami dalam menentukan nilai-nilai yang akan menjadi tujuan hidup yang mewarnai hidup sehari-hari dan keluarga: a. menjadi kekasih suami, b. menjadi pengabdi dalam membantu meringankan beban suami, c. menjadi pendamping suami, bila perlu membina relasi-relasi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial, menghadapi, mengatasi masalah baik diatasi sendiri atau bersama-sama, d. menjadi manajer keuangan yang dilimpahkan oleh suami. 3. Wanita sebagai pencari nafkah.

21 Wanita untuk kepuasan diri bisa menunjukkan kemampuan dengan bekerja. Wanita yang berambisi tinggi, sesudah menikah bisa juga ingin tetap mengejar karir. Dalam kenyataannya, ada wanita yang perlu bekerja diluar atau didalam rumah untuk meringankan beban suami atau untuk mengamalkan kemampuannya setelah mempelajari sesuatu yang member kepuasan tersendiri, sambil menambah penghasilan keluarga. 4. Wanita sebagai ibu rumah tangga. Wanita mengatur seluruh kehidupan dan kelancaran rumah tangga. Selain itu, wanita mengatur dan mengusahakan suasana rumah yang nyaman. 5. Wanita sebagai ibu dari anak. a. wanita menjadi model tingkah laku anak yang mudah diamati dan ditiru, b. menjadi pendidik: memberi pengarahan, dorongan dan pertimbangan bagi perbuatan-perbuatan anak untuk membentuk perilaku, c. menjadi konsultan: member nasehat, pertimbangan, pengarahan dan bimbingan, d. menjadi sumber informasi: memberikan pengetahuan, pengertian dan penerangan. 6. Wanita sebagai wanita karir yang berkeluarga, menjadi istri dan ibu. Wanita perlu memiliki perangkat urutan peran dalam kemajemukan perannya agar dapat mengatasi konflik, yang mungkin akan dihadapinya bila pada saat yang sama dituntut untuk melaksanakan beberapa peran. Wanita dalam mengemban tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan anggota

22 keluarga, turut berperan membentuk hari depan dengan kesadaran penuh akan kemanusiaan dan sifat hakikinya. 2. Tingkat Konflik Peran Ganda pada Wanita Bekerja DeGenova (2008) mengatakan bahwa tren ibu bekerja hanya menambah penderitaan wanita. Wanita dituntut untuk bekerja penuh waktu di luar rumah, tuntutan pengasuhan/perawatan keluarga dan tuntutan pekerjaan rumah tangga secara sekaligus. Meskipun wanita bekerja semakin meningkat jumlahnya dan melakukan aktivitas kerja sebanyak jam kerja pasangannya, wanita tetap memegang tanggung jawab utama terhadap pemeliharaan rumah dan anak-anak bahkan wanita bekerja melakukan tugas domestik dua sampai tiga kali lebih banyak daripada pria (Bianchi, Milkie, Sayer & Robinson dalam DeGenova, 2008). Dalam keluarga berpenghasilan ganda, wanita dilaporkan memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga (Bond et al. dalam Weiten & Llyod, 2006). Wanita dikatakan lebih mengalami konflik peran ganda daripada pria (Glenn dalam Weiten & Llyod, 2006). Lewis dan White et al. (dalam Schabracq et al., 2003) juga mengatakan bahwa keletihan dalam gaya hidup keluarga dengan penghasilan ganda paling banyak menimpa wanita. Wanita yang mengalami tekanan pribadi, sosial dan masyarakat yang lebih besar untuk mendahulukan keluarga dan tugas rumah tangga dikatakan juga mengalami ketegangan yang semakin besar dalam

23 menyelesaikan tuntutan pekerjaan dan keluarga (Barnett & Baruch; Beutell & Greenhaus dalam Schabracq et al., 2003). E. DINAMIKA HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN LIFE SATISFACTION PADA WANITA BEKERJA. Meltzer dan Ludwig (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa faktor penentu kebahagiaan seorang individu dalam berbagai periode dewasa dini, antara lain menyangkut kehidupan keluarga, pekerjaan, kesehatan yang baik dan prestasi-prestasi dalam pencapaian tujuan. Secara khusus, Hurlock (1980) menyatakan bahwa tingkat keberhasilan individu dalam memecahkan masalah penting di masa dewasanya menyangkut kehidupan pekerjaan dan keluarga akan menentukan kepuasannya dan mempengaruhi kebahagiaannya. Life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang (Diener & Biswas-Diener, 2008). Sebagai komponen kognitif dari subjective well being, life satisfaction dan domain satisfaction berpatokan pada kepercayaan atau sikap individu dalam menilai kehidupannya (Schimmack, dalam Eid & Larsen, 2008). Dua area (domain) yang utama dalam kehidupan individu dewasa adalah domain pekerjaan dan keluarga (Newman & Newman, 2006). Bekerja merupakan

24 area penting dalam penentuan life satisfaction individu (Diener et al., 2008). Bekerja itu sendiri merupakan aktivitas manusia baik fisik maupun mental yang pada dasarnya merupakan bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapatkan kepuasan (As ad, 1998). Fenomena yang sedang berkembang sebagai akibat dari pelaksanaan pembangunan nasional adalah semakin besarnya jumlah wanita yang bekerja dan semakin banyaknya wanita yang berhasil memasuki jenis-jenis pekerjaan yang selama ini jarang bahkan ada yang sama sekali belum pernah dimasuki oleh kaum hawa seperti penerbang, manajer, direktur eksekutif, berbagai sektor industri dan sektor usaha bahkan profesi yang tergolong keras (Anoraga, 2006). Bekerja memberikan dampak yang menguntungkan bagi well being wanita dewasa dini. Wanita bekerja tampak lebih bahagia dan lebih puas, mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, kompetensi dan rasa percaya diri yang lebih besar dan kemandirian finansial bila dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja (Matlin, 2004; Rini, 2002). Selain bekerja, perempuan dewasa dini menurut tugas perkembangannya juga dituntut untuk menikah dan membentuk sebuah keluarga (Hurlock, 1980). Pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu (Santrock, 2002). Pernikahan mempunyai efek positif terhadap well being individu (Lee, Seccombe dan Shehan, dalam DeGenova, 2008). Wanita bekerja yang menikah dikatakan lebih bahagia karena pernikahan menyediakan intimasi, dukungan sosial, komitmen, persahabatan, kasih sayang, pemuasan seksual, pendampingan

25 dan peluang bagi pertumbuhan emosional, sumber identitas dan kepercayaan diri yang baru serta adanya penghasilan ganda (Carr, 2004; Papalia et al., 2008). Masa dewasa dini juga merupakan periode khusus dan sulit dalam rentang kehidupan manusia. Individu dewasa dini diharapkan memainkan peran baru, seperti peran pencari nafkah, peran suami/istri, dan peran orangtua (Hurlock, 1980). Peran (role) adalah pola perilaku yang menentukan perilaku yang tepat pada suatu situasi yang spesifik (Myers & Myers, 1992) sesuai dengan pandangan masyarakat (Henslin, 2005). Setiap hari, individu laki-laki dan perempuan memainkan beberapa peran sekaligus (Henslin, 2005). Setiap peran yang dimainkan individu tidak terlepas dari adanya harapan-harapan atau tuntutan (Newman & Newman, 2006). Sebagai contoh, wanita dewasa dini memainkan peran sebagai pekerja, istri dan ibu secara bersamaan. Status sebagai pekerja juga menuntut wanita untuk bekerja dalam sejumlah waktu tertentu dalam seminggu atau menyelesaikan pekerjaan sesuai standar kualitas. Di sisi lain, status sebagai istri dan ibu menuntut wanita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan perawatan anggota keluarga (Matlin, 2004). Pada umumnya, tuntutan atau harapan berbagai peran yang dimainkan individu muncul dan terpenuhi secara terpisah-pisah. Namun, terkadang apa yang diharapkan oleh peran yang satu tidak sesuai dengan harapan peran yang lain. Hal inilah yang menyebabkan individu mengalami konflik peran (Henslin, 2005).

26 Konflik peran terjadi ketika tuntutan atau harapan berbagai peran saling bertentangan dan muncul secara bersamaan (Newman & Newman, 2006). Friedman dan Greenhaus (dalam Schabracq et al., 2003) mengatakan bahwa wanita bekerja mengalami konflik peran ganda sebagai bentuk ketegangan antara tekanan/tanggung jawab dari peran pekerjaan dan peran di keluarga yang saling bertentangan. Konflik peran ganda yang dialami wanita bekerja menyangkut kehidupan pekerjaan dan keluarga tersebut meliputi time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict (Beutell dan Greenhaus dan Gutek et al. dalam Schabracq, et al., 2003). Wanita merasakan tekanan personal yang membuat mereka merasa bersalah dan cemas ketika mereka tidak mampu memenuhi seluruh tanggung jawabnya (Pines & Aronson dalam Schabracq et al., 2003). Dalam situs e- psikologi.com, Rini (2002) mengatakan bahwa wanita bekerja yang mengalami peran ganda ingin dapat memainkan peran mereka sebaik mungkin secara proporsional dan seimbang. Konflik antara peran pekerjaan dan keluarga memiliki efek negatif terhadap well being individu (Burke & Greenhaus dalam Schabracq et al., 2003). Konflik peran ganda ini dapat mengarah pada ketidakpuasan dan ketidaknyamanan (distress) dalam area pekerjaan dan keluarga serta mempunyai dampak negatif terhadap pola pengasuhan (Schabracq et al., 2003). Wanita dilaporkan mengalami kesulitan ketika harus mengkombinasikan peran ganda

27 dengan baik sementara mereka juga harus tetap memperhatikan diri mereka (DeGenova, 2008). Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh McMunn et al. (2005) yang menyimpulkan bahwa perempuan yang menjalankan satu peran utama saja dalam kehidupannya misalnya hanya menjadi ibu rumah tangga, janda atau perempuan lajang yang bekerja secara signifikan mengalami kondisi kesehatan yang buruk dibandingkan perempuan yang menjalankan banyak peran utama. Hal ini juga didukung oleh Mark dan Sieber (dalam Schabracq et al., 2003) yang mengatakan bahwa semakin banyak peran yang dilakukan oleh wanita maka semakin besar potensi untuk mengakses sumberdaya (harga diri, status sosial dan keuntungan financial) dan semakin besar juga kemampuan mendelegasikan kewajiban dari peran-peran yang berbeda. F. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: ada hubungan yang berbanding terbalik antara konflik peran ganda dengan life satisfaction pada wanita bekerja. Semakin tinggi tingkat konflik peran ganda yang dialami wanita bekerja maka tingkat life satisfaction wanita bekerja tersebut menjadi semakin rendah. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat life satisfaction wanita bekerja, tingkat konflik peran ganda yang dialami semakin rendah.

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Karir Karir adalah semua pekerjaan atau jabatan yang ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Dengan demikian karir menunjukkan perkembangan para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang. keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 1992).

BAB II URAIAN TEORITIS. Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang. keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 1992). BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole BAB II LANDASAN TEORI A. Work-Family Conflict 1. Definisi Work-Family Conflict Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah suatu hubungan yang sah dan diketahui secara sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang meliputi seksual, ekonomi dan hak serta tanggung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami peningkatan maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Guru Guru merupakan salah satu profesi yang berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas pada bidang pendidikan. Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, jumlah pengangguran meningkat sehingga berimbas pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Lanjut Usia. Kesejahteraan Lanjut Usia, dalam pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Lanjut Usia. Kesejahteraan Lanjut Usia, dalam pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa yang dimaksud BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Pengertian Lanjut Usia Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dalam pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern ini, terjadi pergeseran dari rumah tangga tradisional ke rumah tangga modern. Dalam rumah tangga tradisional terdapat pembagian tugas yang jelas,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan anggota

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari masa ke masa, perbedaan waktu dan tempat mengelompokan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, 1998). Di Eropa, fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buruh gendong merupakan orang yang bekerja untuk orang lain dengan cara menggendong barang dibelakang punggung untuk mendapatkan upah dari usahanya tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal). 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia yang penuh dinamika dan mengalami perubahan secara terus menerus dari waktu ke waktu, begitu pula dengan kehidupan personal orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki peran dalam dunia kerja. Wanita mulai mengecap pendidikan yang tinggi dan tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu bentuk konflik antar peran dimana tekanan-tekanan dari pekerjaan dan

BAB II LANDASAN TEORI. suatu bentuk konflik antar peran dimana tekanan-tekanan dari pekerjaan dan BAB II LANDASAN TEORI II.A. Tingkat Konflik Peran Ganda II.A.1. Pengertian Konflik Peran Ganda Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik peran ganda sebagai suatu bentuk konflik antar peran dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia, salah satunya adalah kota Bandung. Hal tersebut dikarenakan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja Yang Menyusui. Rizky Wijayanti

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja Yang Menyusui. Rizky Wijayanti Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja Yang Menyusui Rizky Wijayanti 18513012 BAB I Latar Belakang Masalah Tuntutan Kebutuhan Hidup Wanita Bekerja Wanita Bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya yang penting di dalam sebuah perusahaan atau organisasi, sehingga masalah sumber daya manusia menjadi hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sudah banyak wanita yang bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing dan di berbagai macam perusahaan. Permintaan untuk karyawan wanita dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kondisi psikologis yang berhubungan dengan istilah kesenangan dan kedamaian, juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kondisi psikologis yang berhubungan dengan istilah kesenangan dan kedamaian, juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan kondisi psikologis yang berhubungan dengan istilah kesenangan dan kedamaian, juga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN LIFE SATISFACTION PADA WANITA BEKERJA YANG BERPROFESI SEBAGAI GURU DI KECAMATAN SIMO, BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN LIFE SATISFACTION PADA WANITA BEKERJA YANG BERPROFESI SEBAGAI GURU DI KECAMATAN SIMO, BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN LIFE SATISFACTION PADA WANITA BEKERJA YANG BERPROFESI SEBAGAI GURU DI KECAMATAN SIMO, BOYOLALI OLEH ARISKA KONILA PRIHANA SAPUTRI 802011105 TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan individu yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang melanjutkan pendidikan ke sebuah perguruan tinggi. Menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA 5.1 Pendahuluan Fenomena konflik pekerjaan keluarga atau work-family conflict ini juga semakin menarik untuk diteliti mengingat banyaknya dampak negatif yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Anak adalah sumber daya bagi bangsa juga sebagai penentu masa depan dan penerus bangsa, sehingga dianggap penting bagi suatu negara untuk mengatur hak-hak

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan demikian, lebih banyak wanita/istri yang bekerja di luar rumah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kebutuhan manusia dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kebutuhan manusia dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia dalam hidupnya. Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja dan berkeluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 62 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian untuk menjawab masalah penelitian dan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian. Disamping itu, akan dibahas pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian ini. Sejumlah teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat banyak harga-harga kebutuhan rumah tangga, angkutan umum dan biaya rumah sakit semakin mahal,

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami perkembangan seumur hidupnya. Perkembangan ini akan dilalui melalui beberapa tahap. Setiap tahap tersebut sangat penting dan kesuksesan di suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perilaku. Peran ganda dapat didefenisikan dimana seseorang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perilaku. Peran ganda dapat didefenisikan dimana seseorang memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Peran Ganda Peran adalah bagian yang dimainkan individu pada setiap keadaan dan cara tingkah lakunya untuk menyelaraskan diri dengan keadaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita Yang Bekerja. tugas rumah tangga (Mathis, 2001).Tetapi dengan terus berkembang pesatnya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita Yang Bekerja. tugas rumah tangga (Mathis, 2001).Tetapi dengan terus berkembang pesatnya 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita Yang Bekerja 1. Pengertian Wanita Yang Bekerja Dalam istilah gender, wanita diartikan sebagai manusia yang lemah lembut, anggun, keibuan, emosional dan lain sebagainya.baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seorang istri bertugas mendampingi suami dan merawat anak. yang bahagia dan mendapat kepuasan perkawinan.

PENDAHULUAN. Seorang istri bertugas mendampingi suami dan merawat anak. yang bahagia dan mendapat kepuasan perkawinan. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah hak bagi semua orang. Untuk mendapatkan kebahagiaan, orang berusaha mencapai kesejahteraan,baik kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik secara umum adalah bertemunya dua kepentingan

BAB II LANDASAN TEORI. dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik secara umum adalah bertemunya dua kepentingan BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik Peran Ganda 1. Pengertian Konflik Menurut Robbin (1996) konflik adalah suatu proses dimana terjadi pertentangan dari suatu pemikiran yang dirasa akan membawa suatu pengaruh

Lebih terperinci