KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN"

Transkripsi

1 KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2013 Purbokurniawan NIM A

4

5 ABSTRACT PURBOKURNIAWAN. Performance and Yield Stability of New Plant Type of Upland Rice Lines Obtained from Anther Culture. Under direction of Bambang Sapta Purwoko as chairman, Desta Wirnas, and Iswari Saraswati Dewi as members of the advisory committee. Breeding of upland rice is now directed towards new plant type (NPT) architecture. NPT rice lines have been obtained from anther culture and need to be evaluated in multilocation trials. The objectives of the research were to obtain information on agronomic characters, genetic parameters, yield potential, adaptability and stability of the lines. Ten lines and two cultivars were planted at seven different location in November 2010 March In each location, the experimental design was randomized complete block design with four replications. Observation was done on agronomic characters such as plant height, number of vegetative tiller and productive tiller, panicle length, number of filled grains per panicle, empty grains per panicle, and total grains per panicle, grain weight, grain weight per plant and yield per hectar. The results showed FM1R and Fat rice lines has grain weight per plant 20.3 and 18.2 grams/plant respectively and other agronomic characters that were better than eight other lines. Genotype x environmental interaction factors contributed to variance by 16.6%. The highest productivity was achieved by FM1R (4.52 ton/ha). FM1R showed as genotype specifically adapted to favourable environments. Key words : upland rice, new plant type, anther culture, yield stability

6

7 RINGKASAN PURBOKURNIAWAN. Keragaan dan Stabilitas Galur-galur Padi Gogo Tipe Baru Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO, DESTA WIRNAS dan ISWARI SARASWATI DEWI. Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia antara lain diarahkan untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Sejumlah galur dihaploid padi gogo tipe baru telah dihasilkan dengan menggunakan metode kultur antera. Galurgalur padi gogo dihaploid yang dihasilkan diharapkan memiliki kemampuan adaptasi dan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan. Untuk mengetahui pola adaptasi dan stabilitas suatu galur perlu dilakukan uji multilokasi. Informasi tentang kemampuan adaptasi dan stabilitas calon varietas merupakan syarat dalam pelepasan suatu varietas di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis, nilai parameter genetik, potensi hasil, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 Juni Tempat Penelitian ialah Bogor, Sukabumi dan Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Wonosari (DI Yogyakarta), serta Natar dan Taman Bogo (Lampung). Galur padi gogo yang digunakan yaitu 10 galur harapan padi gogo tipe baru yaitu FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R , FG1R , FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1; dan 2 varietas pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan genotipe padi gogo, berturut-turut diulang sebanyak 4 (empat) kali yang tersarang dalam tiap lokasi. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomis seperti umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan saat vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, persen gabah isi dan hampa, bobot 1000 biji, hasil gabah per rumpun dan hasil gabah per hektar. Analisis data yang dilakukan adalah anova tiap lokasi, anova gabungan, analisis genetik dan analisis stabilitas hasil. Stabilitas galur-galur yang diuji diketahui dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg, analisis Finlay dan Wilkinson, analisis Eberhart dan Russell dan analisis AMMI. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa faktor genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh sangat nyata untuk semua karakter yang diamati pada 7 lokasi. Tanaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG dengan rata-rata 137,5 cm. Genotipe FG1R sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang memiliki jumlah anakan vegetatif mencapai 20,0 anakan, walaupun lebih sedikit dibanding 2 varietas pembanding. Genotipe FG1R juga menunjukkan persen gabah isi 76,8%, walaupun lebih rendah dibanding varietas Situ Bagendit dan persen gabah hampa sebesar 23,3%. Genotipe FG menunjukkan rata-rata jumlah gabah isi paling banyak dengan jumlah sebanyak 142,7 gabah dan bobot 1000 biji tertinggi dengan bobot 32,1 gram. Genotipe FG1R menunjukkan jumlah gabah total terbanyak dengan jumlah sebanyak 212,0 gabah. Genotipe

8 FM1R menunjukkan hasil gabah per rumpun tertinggi yaitu 20,3 gram. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara 10 galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Hasil analisis menunjukkan galur FM1R dan Fat memiliki kriteria karakter padi gogo tipe baru antara lain hasil gabah kering per rumpun yang tinggi, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman cm dan persen gabah lebih dari 75% dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang mendukung. Ragam genetik lebih tinggi dari ragam lingkungan dan ragam interaksi genotipe x lingkungan ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, dan bobot 1000 biji. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa lingkungan, genotipe serta interaksi genotipe dan lingkungan berpengaruh nyata terhadap hasil pada galur-galur padi gogo yang diuji. Faktor lingkungan, genotipe serta interaksinya berkontribusi terhadap keragaman hasil berturut-turut sebesar 48,5%, 14,9% dan 16,6%. Galur-galur padi gogo yang diuji memperlihatkan jenis interaksi kualitatif yang ditunjukkan oleh perubahan ranking genotipe pada setiap lokasi. Genotipe FG1R di lokasi Bogor memberikan hasil gabah per hektar tertinggi yaitu 3,39 ton. Di Indramayu hasil gabah per hektar yang tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit (2,59 ton). Di Natar hasil gabah per hektar tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Towuti (4,04 ton/ha). Genotipe FM1R menunjukkan produktivitas tertinggi di lokasi Sukabumi, Purworejo dan Wonosari berturut-turut 6,21, 7,61 dan 5,76 ton/ha. Situ Bagendit memberikan hasil gabah per hektar tertinggi di Taman Bogo (5,95 ton/ha). Genotipe FM1R memberikan rata-rata hasil gabah per hektar tertinggi 4,52 ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan semua genotipe yang diuji. Hasil uji adaptasi menunjukkan bahwa genotipe FM1R merupakan genotipe yang beradaptasi khusus pada lingkungan yang optimal.

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si.

13 Judul Tesis : Keragaan dan Stabilitas Galur-Galur Padi Gogo Tipe Baru Hasil Kultur Antera Nama : Purbokurniawan NRP : A Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Ketua Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si. Anggota Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 9 Agustus 2012 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala karunia, hikmat, kuasa dan penyertaan-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis, nilai parameter genetik, potensi hasil, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si., dan Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi sebagai anggota Komisi Pembimbing. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta proses penulisan dan penyelesaian tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si. sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku koordinator Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada DITJEN DIKTI Departemen dan Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Papua dan Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Petanian UNIPA atas izin dan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan Pemda Buru atas pembiayaan pelaksanaan penelitian uji multilokasi melalui hibah kepada tim peneliti (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua, Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi dan Heni Safitri, SP., M.Si. sebagai anggota). Terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Bapak Sutodwihardjo (Alm.) dan Ibu Rismintarti kedua orang tua tercinta yang telah menanamkan dasar pendidikan yang baik dan berguna bagi penulis serta kekuatan doa yang luar biasa

16 dari seorang ibu yang dengan tulus dan tekun dinaikkan setiap saat dalam mendukung penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Istri tercinta Alce Ilona Noya dan Ananda terkasih Daniel Setiawan Noya atas cinta dan kasih sayangnya yang memberikan dorongan dan kekuatan bagi penulis. Bapak Frans Noya dan ibu Lily Siwy sebagai mertua, Chali Noya sekeluarga, Nova Noya, Petrus Ten sekeluarga dan Markus Waran sekeluarga, atas dukungan baik dalam bentuk materil dan moril serta doanya selama penulis menempuh studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah ikut membantu dalam penelitian dan proses penyelesaian tesis ini. Bogor, Februari 2013 Purbokurniawan

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 23 Februari 1977 dari pasangan Bapak Sutodwihardjo (Alm.) dan Ibu Rismintarti. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan formal di SD YPPK Padma I Manokwari tahun 1989, SMP Negeri I Manokwari tahun 1992 dan SMA Negeri I Manokwari tahun Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua, lulus tahun Tahun 2009, penulis diterima pada program magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS DITJEN DIKTI. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua sejak tahun 2005.

18

19

20

21 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Padi... 3 Pembentukan Varietas Padi Gogo Tipe Baru melalui Kultur Antera... 4 Pendugaan Nilai Parameter Genetik... 8 Interaksi Genotipe x Lingkungan... 9 Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil Pelepasan Varietas Tanaman BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Rancangan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Keragaan Karakter Hasil dan Komponen Hasil Analisis Genetik Analisis Stabilitas Hasil SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvii

22 xviii

23 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil Jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi (unit) dari dua Permentan untuk tanaman pangan Analisis ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji Analisis ragam gabungan menggunakan model acak untuk komponen agronomi dan komponen parameter genetik Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap untuk hasil gabah per hektar Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russell (1966) Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan terhadap karakter agronomis genotipe padi gogo tipe baru Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata jumlah anakan produktif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata panjang malai (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata jumlah gabah isi dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata jumlah gabah hampa dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata jumlah gabah total dari 12 galur pada 7 lokasi uji Rata-rata persen gabah isi (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji Rata-rata persen gabah hampa (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji Rata-rata bobot 1000 biji (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rata-rata hasil gabah per rumpun (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Komponen ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan, dan ragam fenotipe untuk karakter yang diamati Nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, dan heritabilitas dalam arti luas untuk karakter yang diamati xix

24 21. Analisis ragam gabungan untuk hasil per hektar dari 12 genotipe padi gogo tipe baru hasil kultur antera Rata-rata hasil gabah (ton/ha) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Rataan hasil gabah per hektar, nilai ragam lingkungan dan koefisien keragaman Rataan hasil, koefisien regresi dan produktivitas pada lingkungan 1 ton/ha dan 5 ton/ha Analisis ragam gabungan untuk menguji stabilitas hasil dengan metode Eberhart dan Russell (1966) Rataan hasil gabah per hektar, nilai koefisien regresi dan simpangan regresi Hasil analisis ragam AMMI untuk hasil gabah per hektar Kriteria stabil dari 4 metode analisis stabilitas hasil xx

25 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al. 2001; Vergara et al. 1991) Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil pada grafik bukan regresi (A) dan grafik regresi (B) (Annicchiarico 2002b) Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat dari plot nilai koefisien regresi genotipe terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963) Interaksi genotipe x lingkungan terhadap hasil Hubungan koefisien keragaman (CV i ) dengan nilai ragam lingkungan (S i 2 ) Hubungan koefisien regresi dengan produktivitas gabah Pola populasi genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah dengan indeks lingkungan Hubungan nilai koefisien regresi (b i ) dan nilai simpangan regresi ( ) Biplot interaksi IAKU1 dan IAKU2 untuk data hasil gabah/hektar xxi

26 xxii

27 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Deskripsi varietas pembanding Lay out pelaksanaan di lapangan Data iklim beberapa lokasi uji Grafik uji kenormalan, uji kehomogenan ragam dan transformasi box-cox Analisis ragam gabungan untuk keragaan agronomis dan stabilitas Analisis ragam gabungan untuk parameter genetik.error! Bookmark not defined. xxiii

28 xxiv

29 PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah sehingga permintaan beras sebagai pangan utama bagi masyarakat Indonesia terus meningkat. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan dengan pengembangan pertanaman padi gogo pada lahan-lahan kering. Lahan kering di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan padi gogo seluas 22,39 juta ha (Badan Litbang Pertanian 2007; BBSDLP 2008). Produktivitas nasional padi gogo sebesar 2,95 ton/ha pada tahun Produktivitas ini pada tahun yang sama masih lebih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas nasional padi sawah yang mencapai 5,08 ton/ha (Deptan 2011). Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia antara lain diarahkan untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Perakitan padi tipe baru telah dimulai sejak tahun 1995 oleh Balai Besar Penelitian Padi. Tahun 2003 Balai Besar Penelitian Padi telah melepas varietas padi sawah tipe baru Fatmawati (PTB) yang memiliki produktivitas sebesar 5,9 10,5 ton gabah kering giling/ha (Puslitbangtan 2003). Perakitan padi gogo tipe baru memerlukan sifat-sifat yang dimodifikasi dari padi sawah tipe baru. Sifat-sifat padi tipe baru yang diadopsi pada padi gogo antara lain tinggi tanaman cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah lebih dari 75%, tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua dan perakaran yang dalam (Safitri 2010). Percepatan pembentukan galur murni padi gogo tipe baru dengan sifatsifat yang diharapkan dari induknya dapat dilakukan dengan mempergunakan metode kultur antera (Abdullah et al. 2008; Dewi & Purwoko 2011). Sejumlah galur dihaploid padi gogo tipe baru telah dihasilkan dengan menggunakan metode kultur antera pada hasil persilangan antara Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 dengan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat (Safitri et al. 2010). Galur padi gogo dihaploid yang dihasilkan tersebut diharapkan memiliki kemampuan

30 2 adaptasi dan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan sehingga pengujian stabilitas harus dilakukan. Adaptasi tanaman pada suatu lingkungan tumbuh merupakan kemampuan tanaman itu untuk menunjukkan daya hasil tinggi pada lingkungan yang sesuai (Annicchiarico 2002b). Kemampuan beradaptasi terdiri atas kemampuan beradaptasi luas dan kemampuan beradaptasi sempit (Soemartono 1988). Tanaman dengan kemampuan beradaptasi luas memiliki daya hasil yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman itu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda. Menurut Becker dan Leon (1988) bahwa suatu genotipe yang memiliki kemampuan yang stabil pada berbagai lingkungan tumbuh menunjukkan stabilitas statis, sedangkan kemampuan yang mengikuti indeks lingkungan menunjukkan stabilitas dinamis. Informasi kemampuan adaptasi dan stabilitas dari calon varietas merupakan syarat dalam pelepasan suatu varietas di Indonesia (Syukur et al. 2009). Hal ini telah diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas. Untuk mengetahui suatu genotipe memiliki adaptasi dan stabilitas yang luas perlu dilakukan uji multilokasi. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis dan stabilitas hasil galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. 2. Terdapat satu atau beberapa galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang menunjukkan adaptabilitas dan stabilitas hasil pada berbagai lokasi.

31 TINJAUAN PUSTAKA Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Gramineae (Poaceae) dengan genus Oryza, ordo Poales atau Glumiflorae, kelas Monocotyledonae, subdivisi Angiospermae, divisi Spermathophyta. Genus Oryza terdapat 23 spesies antara lain Oryza sativa, Oryza glaberrima, Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, Oryza barthii, Oryza meyeriana, dan Oryza ridleyi. Spesies Oryza sativa dibudidayakan di daerah tropik, daerah sub tropik dan temperat; sedangkan Oryza glaberrima dibudidayakan di wilayah Afrika. Oryza sativa sebagai spesies yang dibudidayakan secara luas di dunia, bila dibandingkan dengan spesies Oryza glaberrima. Spesies Oryza sativa sendiri terdiri atas 3 kelompok subspesies yaitu Indica, Japonica (Temperate Japonica) dan Javanica (Tropical Japonica). Subspesies Indica dominan di Sri Lanka, Cina Selatan dan Tengah, India, Pakistan, Jawa, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis lainnya. Subspesies Japonica banyak ditanam di Cina Utara dan Timur, Jepang dan Korea. Subspesies Javanica terdapat di Indonesia yang merupakan padi bulu dan gundil (Matsuo & Hoshikawa 1993). Bagian vegetatif pada tubuh tanaman padi terdiri atas akar, batang, anakan dan daun. Akar terdiri atas akar seminal, akar serabut atau adventif dan akar tajuk. Tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan tumbuh (Matsuo & Hoshikawa 1993). Anakan tanaman padi tumbuh pada dasar batang yang tumbuh secara bersusun. Anakan padi terdiri atas anakan primer dan sekunder. Anakan primer adalah anakan yang tumbuh pada kedua ketiak daun pada batang utama. Anakan sekunder adalah anakan yang tumbuh pada ketiak anakan primer dan seterusnya dan biasanya bertambah kecil (Manurung & Ismunadji 1988). Bagian generatif tanaman padi terdiri atas malai dan bulir padi. Malai adalah sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Malai padi terdiri atas cabang-cabang bunga, jumlah cabang mempengaruhi besar

32 4 rendemen tanaman padi suatu varietas. Setiap unit bunga dinamakan spikelet yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik dan benang sari serta beberapa organ lain yang bersifat inferior. Tiap bunga memiliki enam benang sari yang menopang kepala sari (antera). Pada pangkal bakal buah (ovary) terdapat lodikula yang mengatur pembukaan lemma dan palea pada saat anthesis. Bunga padi merupakan bunga sempurna dan menyerbuk sendiri dengan kemungkinan terjadi menyerbuk silang <1%. Waktu berbunga berkisar antara hari setelah tanam tergantung dari varietasnya. Buah padi merupakan benih ortodoks yang ditutupi oleh palea dan lemma (Chang et al. 1965; Manurung & Ismunadji 1988). Umur tanaman padi gogo berkisar antara hari. Pertumbuhan tanaman padi gogo terdiri atas 3 fase yaitu fase vegetatif, fase reproduktif dan fase pemasakan. Fase vegetatif dimulai saat biji berkecambah sampai saat promordia bunga. Fase ini dibedakan ke dalam fase pertumbuhan aktif, yaitu saat perkecambahan benih sampai pembentukan anakan, dan fase pertumbuhan vegetatif lambat atau fase peka terhadap lama penyinaran dimulai pada masa anakan maksimum sampai saat pembentukan bakal primordia bunga. Fase reproduktif adalah masa saat munculnya primordia bunga hingga waktu keluar bunga. Fase ini terdiri atas inisisasi primordia bunga hari setelah tanam; pemanjangan ruas dan bunting hari setelah tanam; dan awal munculnya malai dan berbunga hari setelah tanam yang ditandai dengan keluarnya malai dari kelopak daun bendera. Fase selanjutnya adalah fase pemasakan, yaitu masa dari mulai keluarnya bunga sampai gabah padi masak. Tahapan fase ini terdiri atas masak susu hari setelah tanam, masak padat hari setelah tanam dan masak penuh hari setelah tanam (Basyr et al. 1983). Pembentukan Varietas Padi Gogo Tipe Baru melalui Kultur Antera Produktivitas padi tipe revolusi hijau sejak terjadinya revolusi hijau tidak mengalami peningkatan. Tipe padi tersebut seperti diperlihatkan Gambar 1 (bagian kedua tengah) tanaman padi dengan produksi tinggi. Puncak perkembangan revolusi hijau ditandai dengan dilepasnya varietas IR8 yang sangat responsif terhadap pemupukan dan perkembangan yang tersebar luas di berbagai negara. Sejak tahun 1980-an produktivitas padi relatif tidak meningkat karena

33 5 keragaman genetik yang sempit. Dengan demikian dituntut adanya terobosan perbaikan sifat genetik melalui kegiatan pemuliaan untuk meningkatkan produktivitasnya. Arah pemuliaan padi dunia saat ini dan masa depan, baik padi sawah maupun padi gogo adalah padi hibrida dan padi tipe baru (PTB) (Abdullah et al. 2008). Padi unggul yang tinggi Gambar 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al. 2001; Vergara et al. 1991). Padi unggul berdaya hasil tinggi melalui masukan tinggi Padi unggul dengan anakan sedikit (Padi Tipe Baru) Upaya terobosan dilakukan untuk membentuk arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan produktivitas tanaman. Padi yang dihasilkan kemudian dikenal dengan padi tipe baru. Arsitektur tanaman padi tipe baru dapat dilihat pada Gambar 1 (bagian ketiga). IRRI mulai mengembangkan padi tipe baru pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut (Khush et al. 2001).

34 6 Menurut Khush (1995), dasar pemikiran dalam pembentukan padi tipe baru adalah peningkatan indeks panen dan produksi biomassa tanaman. Indeks panen adalah perbandingan bobot kering gabah dengan total biomassa tanaman. Indeks panen varietas padi berdaya hasil tinggi berkisar antara 0,45 0,50 diupayakan untuk ditingkatkan menjadi 0,60. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan proporsi distribusi hasil fotosintesis ke sink daripada ke source. Peningkatan indeks panen dan produksi biomassa dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu meningkatkan sink size, masa pengisian gabah dan biomassa tanaman. Sink size dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah gabah per malai dan translokasi asimilat ke gabah. Masa pengisian gabah dapat ditingkatkan dengan cara, antara lain melalui penundaan senescence kanopi, memperpanjang masa pengisian biji, dan pembentukan tanaman tahan rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan dengan membentuk arsitektur kanopi tanaman yang seimbang dan efisien sehingga pembentukan kanopi dan penyerapan hara berlangsung cepat serta konsumsi karbon berkurang. Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia diarahkan antara lain untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Perakitan padi tipe baru telah dimulai sejak tahun 1995 oleh Balai Besar Penelitian Padi (Balitpa). Pada tahun 2003 Balitpa telah melepas varietas padi sawah tipe baru Fatmawati (PTB) yang memiliki produktivitas sebesar 5,9 10,5 ton GKG/ha (Puslitbangtan 2003). Sifat-sifat padi sawah PTB adalah jumlah anakan sedang, tetapi semua produktif (12 18 batang), jumlah gabah per malai butir, persentase gabah bernas 85 95%, bobot gabah bernas g, batang kokoh dan pendek (80 90 cm), umur genjah ( hari), daun tegak, sempit, berbentuk huruf V, hijau sampai hijau tua, 2 3 daun terakhir tidak cepat luruh, akar banyak dan menyebar dalam, tahan terhadap hama dan penyakit utama, gabah langsing, serta mutu beras dan nasi baik (Abdullah et al. 2008). Sifat-sifat PTB di atas yang cocok dan sesuai dengan kondisi di Indonesia yang memiliki iklim tropis serta hama dan penyakit sebagai masalah utamanya. Perakitan padi gogo tipe baru memerlukan sifat-sifat yang dimodifikasi dari padi sawah tipe baru. Sifat-sifat padi tipe baru yang diadopsi pada padi gogo antara lain tinggi tanaman cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang,

35 7 jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah lebih dari 75%, tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua dan perakaran yang dalam (Safitri 2010). Untuk mempercepat pembentukan galur murni padi gogo tipe baru dengan sifat-sifat yang diharapkan dari induknya dapat dilakukan dengan mempergunakan metode kultur antera. Terbentuknya galur murni hasil kultur antera hanya memerlukan waktu kurang dari 30 bulan. Proses ini lebih cepat bila dibandingkan dengan cara konvensional yang membutuhkan waktu yang lama 7-10 tahun atau memerlukan 5-10 generasi setelah persilangan. Metode kultur antera akan menghasilkan tanaman dihaploid yang homozigos fertil (Dewi & Purwoko 2001). Melalui kultur antera didapatkan galur-galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru. Galur-galur dihaploid tersebut dirakit melalui persilangan antara Fatmawati sebagai padi sawah varietas unggul tipe baru dengan padi gogo varietas Way Rarem, galur padi gogo SGJT-28 dan galur padi gogo SGJT-36. F1 hasil persilangan tersebut dan persilangan resiprokalnya dilakukan kultur antera untuk mendapatkan galur dihaploid homozigos padi gogo tipe baru. Hasil kultur antera tersebut diperoleh 348 galur dihaploid fertile yang siap dievaluasi lebih lanjut (Herawati et al. 2008). Hasil evaluasi lebih lanjut diperoleh 11 galur yang berpotensi sebagai galur padi gogo tipe baru. Untuk karakter jumlah anakan produktif diperoleh 4 galur. Untuk karakter panjang malai, jumlah gabah per malai dan persen gabah hampa diperoleh 3 galur. Untuk karakter bobot gabah/rumpun diperoleh 4 galur (Herawati et al. 2009). Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 adalah varietas dan galur harapan padi sawah tipe baru yang mempunyai karakter antara lain tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik. Kelebihan padi sawah tipe baru ini oleh Safitri (2010) dipakai untuk merakit padi gogo tipe baru dengan persilangan menggunakan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat sebagai padi gogo lokal dari Pulau Buru dengan karakter umur agak genjah, malai panjang dan pengisian gabah baik. Diharapkan dari persilangan tersebut diperoleh padi gogo tipe baru yang memiliki karakter tanaman tegak, batang tegak, malai lebat, malai panjang dan pengisian gabah baik. F1 diperoleh dari hasil persilangan resiprokal

36 8 antara Fatmawati x Fulan Telo Gawa, BP360E-MR-79-2 x Fulan Telo Gawa, Fatmawati x Fulan Telo Mihat dan BP360E-MR-79-2 x Fulan Telo Mihat. F1 selanjutnya dilakukan kultur antera untuk mendapatkan padi gogo tipe baru. Penelitian tersebut menghasilkan 35 genotipe padi gogo dihaploid yang memiliki karakter agronomi dan hasil yang baik. Padi gogo dihaploid yang dihasilkan tersebut belum diuji mengenai adaptasi dan stabilitasnya di berbagai kondisi lingkungan. Pendugaan Nilai Parameter Genetik Analisis genetik dilakukan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien keragaman dan heritabilitas. Faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seleksi adalah keragaman genetik dan heritabilitas. Efektivitas seleksi untuk memperoleh genotipe unggul ditentukan oleh keragaman genetik pada suatu populasi dan seberapa besar sifat unggul yang diinginkan dapat diturunkan pada generasi selanjutnya (Sleper & Poehlman 2006). Keragaman suatu populasi dapat dilihat dari keragaman fenotipe dan keragaman genotipenya. Keragaman fenotipe merupakan keragaman yang dapat diukur atau dilihat langsung pada karakter yang diamati. Keragaman genotipe tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung, melainkan dapat diduga melalui analisis ragam. Suatu populasi yang memiliki keragaman fenotipe yang luas belum tentu memiliki keragaman genotipe yang luas karena dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Roy 2000). Nilai heritabilitas menunjukkan besarnya proporsi ragam genetik suatu karakter terhadap ragam fenotipenya (Allard 1960). Heritabilitas merupakan salah satu karakter genetik yang digunakan untuk menduga kemajuan dalam perbaikan suatu karakter tanaman. Heritabilitas dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit (Singh & Chaudhary 1979; Falconer & Mackay 1996). Heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) merupakan hubungan ragam genetik total dengan ragam fenotipe, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability) hanya mempertimbangkan keragaman yang disebabkan oleh peranan gen aditif sebagai bagian dari keragaman genetik total. Heritabilitas arti sempit dapat diartikan bahwa pewarisan sifat dari tetua kepada keturunannya merupakan

37 9 pengaruh aditif dari gen sehingga fenotipe tidak tergantung dari adanya interaksi antar alel. Nilai duga heritabilitas memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mengetahui respon karakter yang diinginkan terhadap tekanan seleksi dan untuk mengetahui prediksi respon seleksi. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi yang menunjukkan semakin efektifnya seleksi. Heritabilitas berguna untuk menentukan besarnya suatu populasi yang dibutuhkan agar dapat dilakukan seleksi dan menentukan alternatif jenis seleksi (Roy 2000). Heritabilitas suatu karakter nilainya tidak tetap karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai heritabilitas, yaitu: populasi yang digunakan, metode estimasi, adanya pautan gen, pelaksanaan percobaan, generasi populasi yang diuji, dan kondisi lingkungan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas dan komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan perhitungan ragam turunan, regresi parent-offspring, perhitungan komponen ragam dari analisis ragam dan dengan rancangan hibridisasi (Mangoendidjojo 2007; Syukur et al. 2009). Nilai untuk kriteria heritabilitas dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu bila tergolong rendah jika kurang dari 0,20, sedang jika nilai antara 0,20-0,50 dan tinggi jika lebih dari 0,50 (Stanfield 1983). Nilai-nilai tersebut sangat tergantung metode dan populasi yang digunakan (Syukur et al. 2009). Seleksi yang dilakukan terhadap suatu populasi tanaman diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang lebih baik dan stabil. Interaksi Genotipe x Lingkungan Keragaman genetik dan interaksi genotipe dan lingkungan digunakan oleh para pemulia tanaman dalam merakit varietas unggul. Perakitan varietas unggul dapat mengacu pada karakter-karakter yang mendukung keunggulan varietas yang dirakit seperti daya hasil yang tinggi, tahan hama dan penyakit, tahan cekaman abiotik serta mempunyai nilai ekonomis tertentu. Karakter tersebut dapat tercermin dari nilai ragam genetik, ragam lingkungan, ragam musim serta ragam interaksinya. Ragam interaksi untuk beberapa lokasi pada satu musim dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan. Ragam interaksi untuk beberapa

38 10 musim pada satu lokasi dapat berupa ragam interaksi genotipe x musim. Ragam interaksi untuk beberapa lokasi dan beberapa musim dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam interaksi genotipe x musim, ragam interaksi lingkungan x musim dan ragam interaksi genotipe x lingkungan x musim (Poespodarsono 1988). Pemulia dapat menggunakan ragam interaksi tersebut dalam merakit tanaman unggul yang spesifik lingkungan atau beradaptasi luas (stabil) (Syukur 2008). Interaksi genotipe dan lingkungan sangat penting dalam seleksi tanaman dan dalam membuat rekomendasi tentang kultivar yang dianjurkan. Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi bila keragaan nisbi (relative performance) atau peringkat beberapa genotipe berubah dengan perubahan lingkungan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh kemampuan kultivar-kultivar berdaya hasil tinggi. Kultivar tersebut bila ditanam pada suatu lingkungan yang memiliki ketersediaan hara dan air rendah akan menghasilkan hasil yang lebih rendah dibanding pada lingkungan yang subur. Perbedaan lingkungan yang spesifik memiliki efek lebih besar untuk suatu genotipe dari genotipe yang lain (Falconer & Mackay 1996). Oleh karena itu, pada lingkungan yang berbeda sering diperlukan penyesuaian penanaman kultivar yang lebih sesuai. Hal ini memperlihatkan pertumbuhan tanaman pada suatu lingkungan ditunjukkan oleh keragaan dari fenotipenya sebagai interaksi genotipe terhadap lingkungan tumbuh (Soemartono 1988; Wricke & Weber 1986). Ada tidaknya pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu faktor pada berbagai kondisi faktor lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain maka kedua faktor dikatakan berinteraksi. Jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain dapat dikatakan kedua faktor tersebut tidak berinteraksi (Mattjik & Sumertajaya 2000). Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil Adaptabilitas ialah tanggapan atau kemampuan adaptasi dengan cara mempertahankan siklus hidup dari suatu genotipe pada suatu kondisi lingkungan tertentu oleh adanya perubahan bentuk dan fungsi yang ditunjukkan secara

39 11 individu maupun populasi atau spesies. Kemampuan beradaptasi ini disebabkan oleh kombinasi sifat yang dapat mengatasi perubahan lingkungan sehingga genotipe tanaman tersebut tidak terpengaruh oleh adanya perubahan lingkungan tersebut (Poespodarsono 1988). Respon suatu genotipe terhadap perubahan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi homeostatis dan stabilitas perkembangan (Roy 2000). Respon homeostatis adalah kemampuan suatu genotipe yang akan menunjukkan sifat atau karakter yang seragam dan stabil seperti deskripsinya terhadap perubahan lingkungan tumbuh. Respon stabilitas perkembangan (developmental stability) adalah kemampuan suatu genotipe dengan menunjukkan adanya percepatan tahap pertumbuhan baik secara fisiologis maupun morfologis dalam menghadapi perubahan lingkungan dibandingkan dengan genotipe lainnya. Tanggapan dan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda bagi genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Kelompok pertama adalah kelompok yang menunjukkan kemampuan beradaptasi luas yang ditunjukkan oleh interaksi genotipe x lingkungan yang kecil. Interaksi genotipe x lingkungan yang kecil menunjukkan kemampuan tanaman memberikan hasil yang hampir sama pada lingkungan yang berbeda. Kelompok kedua adalah kelompok yang kemampuan adaptasinya sempit yaitu berkeragaan baik pada suatu lingkungan, namun berkeragaan jelek pada lingkungan yang berbeda yang ditunjukkan interaksi genotipe x lingkungan yang besar. Interaksi genotipe x lingkungan yang besar menunjukkan kemampuan tanaman memberikan hasil berbeda, karena pengaruh lingkungan yang berbeda (Soemartono 1988; Syukur 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), adaptasi luas adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh suatu genotipe untuk mempertahankan daya hasil yang baik pada berbagai kondisi lingkungan yang berbeda, sedangkan adaptasi spesifik adalah kemampuan suatu genotipe yang berdaya hasil baik pada lingkungan tertentu yang mendukung. Kemampuan beradaptasi yang luas suatu genotipe tanaman menunjukkan kemampuan yang stabil dalam menanggapi kondisi lingkungan yang berbeda. Penampilan stabil dan produktivitas tinggi dari suatu genotipe dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan genotipe unggul baru. Stabilitas dapat dibagi

40 12 menjadi dua kelompok yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis (Becker & Leon 1988). Stabilitas dalam pengertian pemuliaan dikenal dengan istilah stabilitas biologis dan stabilitas agronomis (Romagosa & Fox 1993). Genotipe dengan stabilitas statis Genotipe dengan stabilitas dinamis Hasil genotipe Keragaman lingkungan = 0 Keragaman stabilitas = 0 Hasil genotipe Garis hitam = rataan hasil di tiap lingkungan Indeks lingkungan A Indeks lingkungan B Gambar 2. Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil pada grafik bukan regresi (A) dan grafik regresi (B) (Annicchiarico 2002b). Stabilitas statis atau stabilitas biologis sebagai keragaan suatu genotipe yang relatif sama dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon homeostatis (Jambormias & Riry 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), bahwa suatu genotipe dengan stabilitas tersebut memiliki hasil genotipe sama atau stabil pada indeks lingkungan yang berbeda dengan nilai keragaman lingkungan = 0 pada grafik bukan regresi dan pada grafik regresi dengan nilai koefisien regresi (b i ) = 0 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa stabilitas statis (biologis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas hasil metode Francis dan Kannenberg (1978) dan Finlay dan Wilkinson (1963) dengan nilai koefisien regresi (b i ) = 0 (Becker & Leon 1988).

41 13 Tabel 1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil. Kelompok Tipe Estimasi analisis stabilitas Penggagas Konsep Stabilitas A 1 Francis dan Kannenberg 1 (1978) Statis B 2 Plaisted dan Peterson Dinamis (1959) 2 Plaisted (1960) Dinamis 2 Wricke (1962) Dinamis 2 Shukla (1972) Dinamis C 2 Finlay dan Wilkinson Statis/Dinamis (1963) 2 Perkins dan Jinks (1968) Dinamis D 3 Eberhart dan Russell Dinamis (1966) 3 Perkins dan Jinks (1968) Dinamis Sumber: Becker & Leon 1988; Lin et al

42 14 Stabilitas dinamis atau stabilitas agronomis sebagai keragaan suatu genotipe dengan nilai berfluktuatif dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon developmental stability (Jambormias & Riry 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), bahwa suatu genotipe dengan stabilitas tersebut memiliki hasil genotipe yang fluktuatif dengan nilai keragaman stabilitas = 0 pada grafik bukan regresi dan pada grafik regresi suatu genotipe akan memiliki hasil genotipe yang meningkat sejalan dengan peningkatan indeks lingkungan dengan nilai koefisien regresi (b i ) = 1 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa stabilitas dinamis (agronomis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas hasil metode Plaisted dan Peterson, Plaisted, Wricke, Shukla, Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (b i ) = 1, Perkins dan Jinks, Eberhart dan Russell (Becker & Leon 1988). Metode estimasi stabilitas hasil di atas oleh Lin et al. (1986) dikelompokkan ke dalam 4 grup (A, B, C dan D) dengan 3 tipe (1, 2 dan 3) (Tabel 1). Keempat grup tersebut didasarkan pada analisis deviasi pengaruh ratarata genotipe (A), analisis pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan (B), analisis pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan dengan menggunakan koefisien regresi (C) dan analisis pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan dengan menggunakan nilai parameter deviasi (D). Konsep ketiga tipe didasarkan pada nilai ragam lingkungan yang kecil (1), respon lingkungan atau nilai indeks lingkungan sebanding dengan rata-rata respon daya hasil untuk semua genotipe (2) dan kecilnya nilai perbandingan antara nilai kuadrat tengah sisa dari model regresi terhadap indeks lingkungannya (3). Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur stabilitas hasil adalah analisis Francis dan Kannenberg, analisis Wricke, analisis Shukla, analisis Finlay dan Wilkinson, analisis Eberhart dan Russell, analisis Perkins dan Jinks, dan analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction).

43 15 1. Analisis Francis dan Kannenberg (1978) Francis dan Kannenberg (1978) menyatakan bahwa kestabilan suatu genotipe ditentukan oleh nilai ragam lingkungan ( ) dan koefisien ragam (CV i ). Nilai koefisien ragam (CV i ) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya. Suatu genotipe dikatakan stabil bila memiliki nilai ragam lingkungan dan koefisien ragam kecil serta memiliki hasil yang optimal. 2. Analisis Wricke (1962) Wricke (1962) menyatakan bahwa kestabilan setiap genotipe dinyatakan dengan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang terukur. Ukuran kestabilan tersebut berupa ecovalence ( ), yang merupakan jumlah kuadrat yang berasal dari sumbangan satu genotipe kepada interaksi genotipe x lingkungan. Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi dari suatu genotipe pada semua lingkungan. Genotipe yang memiliki nilai ecovalence ( ) terkecil merupakan genotipe yang paling stabil. 3. Analisis Shukla (1972) Shukla (1972) mengemukakan bahwa ragam stabilitas genotipe sebagai ragam seluruh lingkungan setelah pengaruh utama dari nilai lingkungan dihilangkan. Ragam stabilitas didasarkan pada residual matriks interaksi x lingkungan dan galat sebagai klasifikasi dua arah. Suatu genotipe dikatakan stabil bila ragam stabilitas ( ) sama dengan ragam lingkungan ( ) dimana nilai ragam stabilitas ( ) = 0. Nilai ragam stabilitas ( ) semakin mendekati nol mengindikasikan genotipe semakin stabil. Nilai ragam stabilitas ( ) yang besar menunjukkan ketidakstabilan genotipe, karena ragam stabilitas merupakan perbedaan antara dua jumlah kuadrat yang dapat bernilai negatif. Estimasi nilai ragam stabilitas ( ) negatif tidak akan menjadi masalah pada komponen ragam, karena estimasi negatif dari ragam stabilitas ( ) dapat dianggap sebagai nol.

44 16 4. Analisis Finlay dan Wilkinson (1963) Ukuran pengaruh lingkungan berasal dari rata-rata produksi masingmasing lingkungan dan musim. Regresi didasarkan pada produksi masing-masing varietas di plotkan terhadap rata-rata populasi. Rata-rata populasi mempunyai koefisien regresi = 1,0 sebagai genotipe yang stabil. Penambahan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, dan bila penurunan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan ketahanan terhadap lingkungan. Regresi cukup efektif untuk mengetahui respon produksi varietas dalam kisaran lingkungan alami. Batas kisaran lingkungan yang menurun akan mengurangi proporsi komponen keragaman bagi interaksi genotipe x lingkungan yang ditunjukkan oleh ragam pada koefisien regresi secara individu. Persamaan garis regresi yang digunakan oleh Finlay dan Wilkinson adalah : g ij = b i e j + s ij dimana: g ij = garis koefisien regresi varietas ke-i terhadap lingkungan ke-j b i = koefisien regresi varietas ke-i; e j = lingkungan ke-j s ij = penyimpangan terhadap garis regresi dari varietas ke-i pada lingkungan ke-j Gambar 3 menunjukkan suatu gambaran interpretasi secara umum pola populasi yang berasal dari nilai koefisien regresi genotipe yang diplotkan terhadap nilai rata-rata hasil dari suatu genotipe. Berdasarkan gambar tersebut Finlay dan Wilkinson (1963) mengelompokkan kestabilan suatu genotipe menjadi tiga kelompok yang terdiri atas: a. Jika koefisien regresi mendekati atau sama dengan satu (b i 1) maka stabilitasnya adalah rata-rata (average stability). Jika stabilitasnya ratarata dan hasilnya rata-rata lebih tinggi dari rata-rata semua genotipe pada semua lingkungan maka genotipe tersebut memiliki adaptasi umum yang baik (general adaptability). Sebaliknya jika rata-rata hasil

45 17 lebih rendah dari rata-rata umum maka adaptasinya buruk (poorly adapted) pada semua lingkungan. Koefisien Regresi (bi) Di bawah 1,0 1,0 Di atas 1,0 Adaptasi khusus pada lingkungan optimal Adaptasi rendah pada semua lingkungan Adaptasi khusus pada lingkungan marjinal Rata-rata stabilitas Adaptasi tinggi pada semua lingkungan Produktivitas hasil Gambar 3. Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat dari plot nilai koefisien regresi genotipe terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963). b. Jika koefisien regresi lebih besar dari satu (b i > 1) maka stabilitasnya berada di bawah rata-rata (below average stability). Genotipe demikian peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yang menguntungkan (favorable). c. Jika koefisien regresi lebih kecil dari satu (b i < 1) maka stabilitasnya berada di atas rata-rata (above average stability). Genotipe beradaptasi pada lingkungan yang marjinal. 5. Analisis Perkins dan Jinks (1968) Metode stabilitas Perkins dan Jinks (1968) menunjukkan kemiripan model koefisien regresi dengan metode stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963). Metode stabilitas Perkins dan Jinks sebelum estimasi regresi diawali dengan penyesuaian

46 18 data yang diamati terhadap pengaruh lingkungan. Metode ini menyatakan suatu genotipe stabil apabila memiliki nilai β i = 0 dan genotipe tersebut tidak memiliki interaksi genotipe x lingkungan. Bila genotipe dengan nilai β i > 0,0 menunjukkan bahwa tidak terlalu sensitif dengan lingkungan. Genotipe tersebut dapat tumbuh baik pada lingkungan yang optimal. Bila genotipe dengan nilai β i < 0,0 atau negatif menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang tidak signifikan antar lingkungan. Genotipe ini dapat tumbuh baik pada semua lokasi terutama lingkungan yang kurang baik. 6. Analisis Eberhart dan Russell (1966) Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa untuk menentukan kestabilan tidak hanya nilai koefisien regresi (b i ), tetapi juga menggunakan nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ). Penentuan kestabilan dilakukan dengan penggabungan jumlah kuadrat dari lingkungan (E) dan interaksi genotipe x lingkungan (GE) serta membaginya ke dalam pengaruh linier antar lingkungan (derajat bebas = 1) dan pengaruh linier dari genotipe x lingkungan (derajat bebas E = 2). Pengaruh residual kuadrat tengah dari model regresi antar lingkungan digunakan sebagai indeks stabilitas. Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (b i ) = 1 dan memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ) = 0 (Eberhart & Russell 1966; Singh & Chaudhary 1979). Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil mengunakan metode menurut Eberhart dan Russell (1966), dengan model regresi yang digunakan adalah : Y ij = μ i + β i I j + δ ij Dimana: Y ij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j μ i β i = rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan = koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda

47 19 I j = indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan I j = δ ij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Karakter stabilitasnya: 1. Koefisien regresi (b i ); b i = 2. Simpangan dari regresi ( ); Dimana = galat gabungan, = Galat pada anova gabungan = Simpangan Gabungan, - - = - 7. Analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction). Analisis Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif, sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda. Pada dasarnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinear bagi pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya 2000). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Penguraian interaksi dilakukan dengan model bilinear, sehingga kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe akan dapat dipetakan. Selain itu biplot yang digunakan memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007). Model AMMI sebagai berikut: Y ger = µ + g + β e + + ε ger

48 20 Dimana : Y ger = nilai pengamatan genotipe ke-g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ = rataan umum g β e = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e = nilai singular untuk komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinear ke-n = simpangan dari pemodelan linear ε ger = pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r Mattjik dan Sumertajaya (2000) mengemukakan tiga manfaat dalam penggunaan analisis AMMI yaitu: 1. Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan cukup dengan aditif saja. Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata maka pemodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah komponen utama saja. Jika semua komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak memungkinkan dilakukannya pereduksian tanpa kehilangan informasi penting. 2. Untuk menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan, AMMI dengan biplotnya meringkas pola hubungan antar galur, antar lingkungan dan antar interaksi galur dan lingkungan. 3. Meningkatkan keakuratan dugaaan respon interaksi genotipe x lingkungan. Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata dan tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Sedikitnya komponen yang nyata sama artinya dengan menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisanya hanya galat saja. Galat yang direduksi memiliki arti lebih memperakurat dugaan respon hubungan setiap genotipe x lingkungan.

49 21 Perkembangan metode AMMI sampai saat ini sudah dapat diterapkan untuk model tetap (AMMI) yaitu jika genotipe dan lingkungan ditentukan secara subyektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lingkungan yang dicobakan saja. Model campuran (M-AMMI: Mixed AMMI) yang salah satu dari genotipe atau lingkungan bersifat acak dan kesimpulan untuk faktor acak berlaku untuk populasi taraf dari faktor acak. Model kategorik (GLM-AMMI/General Linear Model AMMI) yaitu jika respon yang diamati bersifat kategorik seperti tingkat serangan hama (ringan, sedang dan berat). Di samping itu, AMMI juga telah dikembangkan untuk menangani data hilang yaitu dengan EM-AMMI (Expectation Maximitation AMMI) (Sumertajaya 2007). Pelepasan Varietas Tanaman Uji multilokasi dilakukan untuk mengetahui pola adaptabilitas dan stabilitas genotipe-genotipe yang akan diusulkan sebagai varietas unggul baru. Hasil dari pengujian tersebut dapat digunakan sebagai prasyarat dalam pengusulan varietas unggul nasional. Usulan pelepasan varietas tanaman diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 yang disahkan pada tanggal 5 Oktober 2011 berisikan tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas. Peraturan ini telah menggantikan peraturan Menteri Pertanian sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008 yang sudah tidak berlaku lagi. Peraturan Menteri Pertanian sudah tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai lagi dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi rekayasa genetik. Dengan demikian Permentan baru dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, serta memperlancar pelaksanaan pengujian, penilaiaan, pelepasan dan penarikan varietas. Selain Permentan baru tersebut pelepasan varietas tanaman juga didukung dan memperhatikan beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992

50 22 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman. Permentan baru tersebut menjelaskan ketentuan-ketentuan yang lebih terinci bagi unit-unit pelaksana dan Direktorat Jenderal yang bersangkutan. Pelaksanaan uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan yang harus dilakukan telah tertuang dalam Permentan tersebut. Ketentuan itu meliputi musim, lokasi dan jumlah unit pengujian, penetapan jenis tanaman yang dibebaskan dari uji adaptasi atau uji observasi, prosedur baku produksi benih penjenis serta petunjuk teknis pelaksanaan pengujian dalam rangka penilaian dan pelepasan varietas tanaman. Permentan yang baru menambah dan mengurangi beberapa komoditas yang ditetapkan untuk diuji, serta adanya pengurangan unit pengujian dari beberapa komoditas. Komoditas yang baru dimasukkan ke dalam Permentan baru tersebut adalah komoditas tanaman hijauan pakan ternak. Komoditas ini meliputi jenis rumput tegak, rumput menjalar, leguminosa pohon, leguminosa perdu dan leguminosa menjalar. Komoditas yang sudah tidak tercantum lagi di dalam Permentan yang baru adalah komoditas buah dan sayuran semusim, serta emponempon. Komoditas yang unit pengujiannya berkurang pada komoditas tanaman pangan adalah padi ladang (padi gogo), jagung pulut, sorgum, gandum, kacangkacangan dan ubi-ubian. Komoditas padi ladang, kacang-kacangan dan ubi-ubian pada Permentan yang lama unit pengujiannya berjumlah 16 unit dan berkurang sebanyak 8 unit sehingga menjadi 8 unit pengujian pada Permentan yang baru (Tabel 2). Komoditas jagung pulut, sorgum dan gandum pada Permentan yang lama unit pengujiannya berjumlah 10 unit dan berkurang sebanyak 2 unit sehingga menjadi 8 unit pengujian pada permentan yang baru (Tabel 2). Adanya pengurangan unit pengujian diharapkan dapat memacu para pemulia tanaman pada komuditas tanaman pangan untuk merakit varietas unggul baru.

51 23 Tabel 2. Jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi (unit) dari dua Permentan untuk tanaman pangan Komoditas PERATURAN MENTERI PERTANIAN 37/Permentan/OT.140/8/ /Permentan/OT.140/10/2011 Total Total Keterangan Keterangan unit unit Tanaman pangan Padi Sawah 16 Musim hujan dan musim kemarau 16 Di 16 lokasi dalam satu musim atau 8 lokasi yang sama di 2 musim (MK dan MH) Padi Ladang 16 2 kali tanam 8 8 lokasi dalam 1 tahun/musim atau 4 lokasi dalam 2 tahun/musim Padi rawa/pasang surut 6 Lokasi di rawa/pasang surut, 2 kali tanam Jagung 16 Lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan (MH dan MK) Jagung pulut 10 Lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan (MH dan MK) Sorghum 10 Lokasi lahan sawah dan lahan kering (MH dan MK) Gandum 10 Lokasi di dataran tinggi, 2 kali tanam Kacangkacangan dan Ubi-ubian 16 Di sawah, tadah hujan dan lahan kering Ubi kayu 8 Dilahan kering, 2 kali tanam 6 Lokasi di rawa/pasang surut, 6 lokasi dalam satu musim/tahun atau 3 lokasi dalam 2 musim/tahun lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 8 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 8 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 Lahan kering, 8 lokasi dalam satu musim tanam

52 24 Padi gogo sebagai komoditas tanaman pangan dalam pelaksanaan pengujian berdasarkan Permentan yang baru dilaksanakan pada 8 unit pengujian. Pelaksanaan pengujian tersebut lebih sedikit bila dibandingkan dengan unit pengujian berdasarkan Permentan yang lama. Adanya pengurangan unit pengujian pada permentan yang baru dikarenakan oleh beberapa hal seperti lahan padi gogo masih lebih sedikit bila dibandingkan dengan lahan padi sawah; potensi lahan untuk pengembangan padi gogo di Indonesia masih luas; kondisi lahan dan agroekologi yang beragam; produktivitas padi gogo masih lebih rendah bila dibandingkan dengan lahan padi sawah; musim penanaman padi gogo hanya pada musim hujan; jumlah varietas padi gogo yang telah dilepas masih sedikit; mempercepat pengujian dan pelepasan varietas baru; pemanfaatan keragaman padi gogo lokal yang tinggi sebagai sumber plasma nutfah dalam perakitan varietas padi gogo unggul nasional. Diharapkan dengan hanya 8 unit pengujian bagi komuditas padi gogo berdasarkan Permentan yang baru memacu perakitan galur-galur baru yang berpotensial untuk dikembangkan selanjutnya, serta mempercepat pengujian dan pelepasan varietas unggul nasional baru.

53 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 Maret 2011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor, Sukabumi dan Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Wonosari (Daerah Istimewa Yogyakarta), serta Natar dan Taman Bogo (Lampung). Bahan dan Alat Galur padi gogo yang digunakan adalah 10 galur harapan padi gogo tipe baru yaitu FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R , FG1R , FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1; dan 2 varietas pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti. Deskripsi varietas disajikan pada Lampiran 1. Sarana produksi pertanian yang digunakan adalah pupuk kandang (10 ton/ha), Urea (200 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), KCl (100 kg/ha) dan pestisida. Rancangan Penelitian Penelitiaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe padi gogo. Perlakuan genotipe terdiri atas 10 galur padi gogo tipe baru dan 2 varietas nasional padi gogo. Masing-masing genotipe diulang sebanyak 4 (empat) kali yang tersarang dalam tiap lokasi. Setiap lokasi terdapat 48 satuan percobaan. Model linier untuk RAK tiap lokasi sebagai berikut: Y ik = µ + ρ k + i + ε ik Dimana: Y ik = Hasil pengamatan genotipe ke-i dan ulangan ke-k µ = Rataan umum ρ k = Pengaruh ulangan ke-k i = Pengaruh perlakuan ke-i ε ik = Pengaruh acak dari genotipe ke-i dan ulangan ke-k

54 26 Model linear untuk ragam gabungan antara genotipe dan lingkungan sebagai berikut: Y ijk = µ + β j + ρ k(j) + i + ( β) ij + ε ijk Dimana: Y ijk = Hasil pengamatan genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum β j = Pengaruh lokasi ke-j ρ k(j) = Pengaruh ulangan ke-k dalam lokasi ke-j i = Pengaruh genotipe ke-i ( β) ij = Pengaruh interaksi dari genotipe ke-i pada lokasi ke-j ε ijk = Pengaruh acak dari genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k yang menyebar normal (0, ) Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan meliputi pengukuran luas lahan yang akan digunakan, pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput. Setelah lahan bersih, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Petak percobaan dibuat berukuran 4 meter x 5 meter sebanyak 48 petakan tiap lokasi. Jarak atar petak dalam ulangan 0,5 meter. Pengacakan dilakukan sesuai kondisi (Lampiran 2). Setelah petak percobaan siap kemudian dilakukan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 kg/petak dengan cara disebar dan dicampurkan dengan tanah. Penanaman dilakukan setelah 1 minggu pemberian pupuk kandang. Penanaman menggunakan sistem tugal dengan kedalaman 3-5 cm. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm x 15 cm sehingga terdapat 13 baris dan tiap barisnya terdapat 33 lubang tanam. Setiap lubang ditanami sebanyak 3-5 benih padi gogo. Pemberian pupuk sumber NPK dilakukan 3 tahap. Pemupukan pertama diberikan 80 gram/petak Urea, 200 gram/petak SP-36 dan 200 gram/petak KCl, diberikan seminggu setelah penanaman benih padi gogo dengan cara membuat larikan 5 cm dari tanaman. Pemupukan kedua diberikan 160 gram/petak Urea

55 27 yang diberikan pada 4 MST, sedangkan pemupukan ketiga diberikan 160 gram/petak Urea yang diberikan pada 7 MST. Penyulaman dan penjarangan dilakukan bersamaan pada umur 2 MST. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Penjarangan dilakukan dengan dengan menyisakan minimal 2 tanaman. Pengendalian gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 2-7 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur tiap 2 minggu hingga menjelang panen. Pemanenan tanaman dilakukan dengan menggunakan kriteria masak fisiologis. Kriteria masak fisiologis ditandai oleh malai yang berwarna kuning hingga mencapai 80% dalam satu plot. Data iklim beberapa lokasi diperoleh dari kantor BMG setempat (Lampiran 3). Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap 5 rumpun tanaman contoh atau populasi tiap plot terhadap karakter sebagai berikut: 1. Umur berbunga (HST), dihitung dari mulai tanam sampai tanaman berbunga 50% dalam tiap plot. 2. Umur panen (HST), dihitung dari mulai tanam sampai gabah berwarna kuning (masak) telah mencapai 80% dalam tiap plot. 3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi terhadap 5 tanaman contoh. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menjelang panen. 4. Jumlah anakan saat vegetatif, dihitung dari jumlah anakan pada saat vegetatif umur 8 MST yang berasal dari 5 rumpun tanaman contoh. 5. Jumlah anakan produktif, dihitung berdasarkan jumlah batang yang menghasilkan malai tiap rumpun yang berasal dari 5 rumpun tanaman contoh. Pengukuran jumlah anakan produktif dilakukan menjelang panen. 6. Panjang malai (cm), diukur dari pangkal malai sampai ujung malai. 7. Jumlah gabah isi per malai, dihitung dari jumlah gabah isi dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai.

56 28 8. Jumlah gabah hampa per malai, dihitung dari jumlah gabah isi dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai. 9. Jumlah gabah total per malai, dihitung dari jumlah gabah dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai. Jumlah gabah total per malai berasal dari total gabah isi maupun gabah hampa dalam tiap malai. 10. Persen gabah isi per malai (%), dihitung menggunakan rumus: 11. Persen gabah hampa per malai (%), dihitung menggunakan rumus: 12. Bobot 1000 biji (gram), berat 1000 biji (gabah isi) dari setiap plot dengan kadar air ± 14%. 13. Hasil gabah per rumpun (gram), berasal dari bobot gabah per rumpun. 14. Hasil gabah per hektar (ton), dihitung menggunakan rumus: Hasil gabah per hektar = Analisis Data Uji Normalitas Salah satu uji formal yang dapat digunakan untuk menguji normalitas suatu sebaran data adalah metode Kolmogorov-Smirnov. Signifikansi uji, nilai F T F S terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Kolmogorov Smirnov. Jika nilai F T F S terbesar kurang dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima; H 1 ditolak. Jika nilai F T F S terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak; H 1 diterima. Statistik ujinya menurut Panneerselvam (2004) adalah: D =

57 29 Dimana: F T = kumulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, = dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z. Analisis Ragam di Tiap Lokasi Pada setiap lokasi dilakukan analisis ragam (Tabel 3) dari hasil pengamatan untuk karakter padi gogo yang diamati. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan's multiple range test). Tabel 3. Analisis ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji. Sumber Derajat Kuadrat Nilai Harapan Kuadrat Keragaman Bebas Tengah Tengah F-Hitung Ulangan (r-1) M r - M r /M e Genotipe (G) g-1 M g M g /M e Galat (r-1) (g-1) M e - Total rg-1 Sumber dari : Singh dan Chaudhary (1979). Keterangan : r = banyaknya ulangan, g = banyaknya genotipe, ζ 2 = ragam ulangan, ζ 2 = ragam genotipe, ζ 2 = ragam galat. Uji Kehomogenan Ragam Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000), formula untuk pengujian kehomogenan ragam galat adalah uji Bartlett. Hipotesis yang diuji adalah H 0 : = =... =. Prosedur pada uji Bartlett ini menggunakan pendekatan khi-kuadrat dengan (k-1) derajat bebas. Statistik ujinya adalah: Dimana: Nilai dikoreksi sebelum dibandingkan dengan nilai. Nilai terkoreksi adalah (1/FK), dengan FK adalah:

58 30 Analisis Ragam Gabungan Analisis ragam gabungan menggunakan model acak (Tabel 4) dilakukan untuk menganalisis komponen agronomi di tujuh lokasi uji yang selanjutnya digunakan untuk analisis genetik. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap (Tabel 5) dilakukan untuk menganalisis karakter hasil gabah per hektar dari 7 lokasi dan selanjutnya dilakukan analisis stabilitas hasil. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan analisis DMRT (Duncan's multiple range test). Tabel 4. Analisis ragam gabungan menggunakan model acak untuk komponen agronomi dan komponen parameter genetik. Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan Kuadrat Tengah F-Hitung Ulangan/Lingkungan (r-1)l M r/l ζ ζ / M r/l /M e Lingkungan (L) l-1 M l ζ 2 + ζ 2 + ζ / + ζ 2 M l /M gl Genotipe (G) g-1 M g ζ 2 + ζ 2 + ζ 2 M g /M gl G x L (l-1)(g-1) M gl ζ 2 + ζ 2 M gl /M e Galat l(r-1) (g-1) M e ζ 2 - Total r l g-1 Sumber dari : Annicchiarico (2002b). 2 Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe, ζ / = ragam ulangan, ζ 2 = ragam lokasi, ζ 2 = ragam genotipe, ζ 2 = ragam interaksi, ζ 2 = ragam galat. Tabel 5. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap untuk hasil gabah per hektar. Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan Kuadrat Tengah F-Hitung Ulangan/Lingkungan (r-1)l M r/l ζ ζ / M r/l /M e Lingkungan (L) l-1 M l ζ 2 + ζ 2 + ζ / + ζ 2 M l / M e Genotipe (G) g-1 M g ζ 2 + ζ 2 + ζ 2 M g / M e G x L (l-1)(g-1) M gl ζ 2 + ζ 2 M gl /M e Galat l(r-1) (g-1) M e ζ 2 - Total r l g-1 Sumber dari : Annicchiarico (2002b). 2 Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe, ζ / = ragam ulangan, ζ 2 = ragam lokasi, ζ 2 = ragam genotipe, ζ 2 = ragam interaksi, ζ 2 = ragam galat.

59 31 Analisis Genetik Analisis genetik dilakukan dengan menggunakan data 7 lokasi uji. Analisis genetik bertujuan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien keragaman, dan heritabilitas. 1. Penduga nilai komponen ragam Nilai komponen ragam yang diperoleh adalah ragam genetik (ζ 2 ), ragam lingkungan (ζ 2 ), ragam interaksi genotipe x lingkungan (ζ 2 ), dan ragam fenotipe (ζ 2 ). Analisis tersebut dilakukan berdasarkan pemisahan nilai harapan kuadrat tengah dan hasil analisis ragam gabungan (Tabel 4). Hasil analisis komponen ragam tersebut dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas dan koefisien keragaman. Pendugaan ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam fenotipe (Annicchiarico 2002a) sebagai berikut: a. Ragam genetik (G): ζ 2 = - b. Ragam lingkungan (L): ζ 2 = ζ 2 = c. Ragam interaksi G x L: ζ 2 = - d. Ragam fenotipe (P): ζ 2 = ζ 2 + ζ 2 + ζ 2 2. Koefisien keragaman Pendugaan koefisien keragaman genetik dan fenotipe dilakukan menggunakan ragam dari analisis komponen ragam genetik dan fenotipe. Rumus koefisien keragaman genetik (KKG) dan koefisien keragaman fenotipe (KKP) (Sleper & Poehlman 2006; Singh & Chaudhary 1979) yang digunakan adalah: a. Koefisien keragaman genetik (KKG) = b. Koefisien keragaman fenotipe (KKP) = Dimana : ζ 2 = ragam genetik ζ 2 X x 100% ζ p 2 X x 100% ζ 2 = ragam fenotipe X = rataan umum

60 32 3. Heritabilitas Pendugaan heritabilitas dalam arti luas atau broad sense heritability ( ) dilakukan dengan membandingkan ragam genetik (ζ 2 ) dan ragam fenotipe mean basis (ζ 2 ) (Singh & Chaudhary 1979, Annicchiarico 2002a). Rumus penduga heritabilitas dalam arti luas adalah: h 2 = ζ 2 ζ 2 = ζ 2 ζ 2 + ζ2 + ζ2 Stanfield (1983) memberikan kriteria atas nilai heritabilitas dalam arti luas sebagai berikut: a. > 0,5 : heritabilitas tinggi b. 0,2 > > 0,5 : heritabilitas sedang c. < 0,2 : heritabilitas rendah Analisis stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk mengetahui pola stabilitas hasil galurgalur yang diuji di tujuh lokasi. Pendugaan karakter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg (1978), analisis Finlay dan Wilkinson (1963), analisis Eberhart dan Russell (1966) dan analisis AMMI (Mattjik & Sumertajaya 2000). 1. Analisis Francis dan Kannenberg Francis dan Kannenberg (1978) menyatakan bahwa kestabilan suatu genotipe ditentukan oleh nilai ragam lingkungan ( ) dan koefisien keragaman (CV i ). Nilai koefisien keragaman (CV i ) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya.

61 33 Dimana: CV i = koefisien keragaman = ragam lingkungan = rataan genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-j = rataan pada genotipe ke-i dan lingkungan ke-j = rataan lingkungan ke-j untuk seluruh genotipe q = banyaknya lingkungan ke-i 2. Analisis Finlay dan Wilkinson Analisis Finlay dan Wilkinson (1963) ditentukan oleh nilai koefisien regresi (b i ) sebagai berikut: Dimana: = nilai rata-rata produksi berturut-turut genotipe pada berturut-turut lingkungan = nilai rata-rata produksi pada lingkungan tertentu = indeks lingkungan = rata-rata seluruh indeks lingkungan Persamaan garis regresi stabilitas metode Finlay dan Wilkinson adalah Dimana: g ij = B i = g ij = B i e j + s ij garis koefisien regresi genotipe ke-i terhadap lingkungan ke-j koefisien regresi genotipe ke-i e j = lingkungan ke-j s ij = simpangan terhadap garis regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Untuk menghitung signifikansi terhadap satu digunakan rumus: SE bi =

62 34 Dengan kriteria test = 1,0 ± (t 0,05 x x SE bi ). Apabila b i dalam selang kriteria test maka dikategorikan sebagai genotipe yang stabil. 3. Analisis Eberhart dan Russell Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil menggunakan metode Eberhart dan Russell (1966) dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 6, dengan model regresi yang digunakan adalah : Y ij = m + β i I j + δ ij Dimana: Y ij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j m = rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan β i = koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda I j = indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan I j = Y - Y δ ij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Karakter stabilitasnya: 1. Koefisien regresi (b i ); b i = 2. Simpangan dari regresi ( 2 ); 2 = - - Dimana = Galat Gabungan, = Galat pada anova gabungan = Simpangan Gabungan, - - Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (b i ) = 1 dan memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( 2 ) = 0 (Eberhart & Russell 1966; Singh & Chaudhary 1979).

63 35 Tabel 6. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russell (1966). Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Total g l 1 Y 2 ij - K Galur (G) g 1 Lingkungan (L) + Interaksi G x L Lingkungan (linear) Interaksi G x L (linear) Simpangan gabungan (l 1) + (g 1) (l 1) 1 g 1 g (l 2) i j 2 i Y i. i i i j j - K Y 2 ij - 2 i Y i Y ij I 2 i j 2 j I j Galur 1 l 2 Y 2 ij - Y 2 i. Galur 2 l 2 j 2 δ ij - - JK lingk. (linier) Y ij I 2 j j 2 j I j Galur 12 l 2 Y 2 gj - Y 2 g Galat gabungan l g (r 1) Sumber dari : Eberhart dan Russell (1966); Singh dan Chaudhary (1979). j - Y gj I 2 j j 2 j I j Keterangan : g = genotipe, l = lingkungan, r = ulangan, Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j, FK = Faktor Koreksi, = nilai rata-rata produksi pada lingkungan tertentu, = rata-rata lingkungan, Ij =indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan, δij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j. 4. Analisis AMMI Analisis Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) merupakan analisis faktorial yang menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinear bagi pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya 2000). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Biplot digunakan untuk memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007).

64 36 Pemodelan bilinear pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan sebagai berikut: Menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks genotipe (baris)* lingkungan (kolom) sehingga matriks berukuran a x b: = 11 1b a1 ab Menguraikan bilinear terhadap matriks pengaruh interaksi n ge = j gj ρ ej j=1 Model AMMI secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: Y ger = µ + g + β e + + ε ger Dimana : Y ger = nilai pengamatan genotipe ke-g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ = rataan umum g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g β e = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e = nilai singular untuk komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinear ke-n = simpangan dari pemodelan linear ε ger = pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r

65 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pelaksanaan penelitian dilakukan di tujuh lokasi yaitu Bogor, Sukabumi, Indramayu, Purworejo, Wonosari, Natar dan Taman Bogo. Penelitian pada tujuh lokasi secara umum berjalan cukup baik. Kondisi lingkungan yang digunakan untuk penelitian ini berbeda untuk setiap lokasinya. Lokasi Bogor merupakan lahan kering sebagai tempat praktikum lapangan mahasiswa IPB dengan curah hujan tinggi. Lokasi Sukabumi merupakan lahan sawah yang dikeringkan. Lokasi Indramayu merupakan lahan kering di bawah tegakan jati muda yang berumur kurang dari satu tahun dengan curah hujan sedikit. Lokasi Purworejo merupakan lahan kering dengan tanah berpasir dan selalu ada rembesan air pada permukaan tanahnya. Lokasi Wonosari merupakan lahan kering dengan ketebalan tanah atas yang tipis. Lokasi Natar merupakan lahan kering tegalan. Lokasi Taman Bogo merupakan lahan kering yang berlokasi di Balai Penelitian Tanah (Balittanah). Pertumbuhan awal tanaman di beberapa lokasi relatif baik, kecuali di Indramayu. Curah hujan yang cukup pada awal pertumbuhan untuk beberapa lokasi uji, sedangkan di Indramayu curah hujan kurang sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada fase vegetatif dengan curah hujan tinggi mengakibatkan terjadi serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) di Bogor dan Sukabumi. Saat muncul malai sampai matang susu walang sangit (Leptocorisa oratorius) menyerang bulir-bulir tanaman padi. Serangan tersebut menyebabkan sebagian bulir padi menjadi hampa dan gabahnya terlihat berwarna hitam. Hal ini disebabkan cairan yang ada pada bulir padi dihisap oleh walang sangit. Serangan walang sangit terjadi di lokasi Bogor dan Natar. Serangan burung terjadi pada fase generatif sampai menjelang panen. Lokasi serangan burung terjadi di Sukabumi, Purworejo dan Natar. Serangan burung di Sukabumi terkonsentrasi pada padi gogo dengan tipe tanaman yang tinggi yaitu genotipe FG , FG1R dan FG Genotipe FG diserang lebih awal dibandingkan dengan genotipe yang lain. Hal ini disebabkan oleh tipe tanaman paling tinggi dan fase keluar malai lebih cepat dibandingkan dengan genotipe yang lain.

66 38 Keragaan Karakter Hasil dan Komponen Hasil Uji normalitas metode Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji kenormalan terhadap data-data dari karakter pada tiap-tiap lokasi. Hasil uji normalitas untuk data tiap lokasi menunjukkan bahwa data menyebar normal. Uji kemomogenan ragam dengan metode Bartlett dilakukan terhadap data dari seluruh karakter yang diamati pada tujuh lokasi uji (Lampiran 4). Data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam dilakukan transformasi data. Selanjutnya data yang memenuhi asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam dilakukan analisis ragam gabungan dan nilai parameter genetik. Hasil analisis ragam gabungan untuk ketujuh lokasi menunjukkan bahwa data yang menyebar normal hanya karakter panjang malai dan hasil gabah per rumpun (Lampiran 5). Tabel 7. Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan terhadap karakter agronomis genotipe padi gogo tipe baru. Karakter Pengamatan Kuadrat Tengah Genotipe (G) Lingkungan (L) Int. G x L Tinggi Tanaman 22,6989** 25,0644** 0,2694** Jumlah Anakan Vegetatif 0,8327** 0,6602** 0,0125** Jumlah Anakan Produktif 0,6003** 0,3063** 0,0154** Panjang Malai 90,3250** 65,4089** 4,5391** Jumlah Gabah Isi 22,9473** 182,2261** 3,0606** Jumlah Gabah Hampa 73,0286** 162,6811** 2,4015** Jumlah Gabah Total 0,3424** 0,3963** 0,0083** Persen Gabah Isi ** ** ** Persen Gabah Hampa 14,6718** 107,1895** 1,0416** Bobot 1000 Biji 0,0215** 0,0177** 0,0015** Hasil Gabah per Rumpun 299,5695** 1389,0076** 51,1698** Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa faktor genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh sangat nyata untuk semua karakter yang diamati (Tabel 7). Hal ini menunjukkan adanya keragaman dari karakter yang diamati. Tabel keragaan karakter agronomis, komponen hasil dan hasil terdapat pada Tabel 8-18.

67 39 Tabel 8. Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,1 a 136,1 a 105,6 a 147,3 a 140,7 a 125,2 b 154,5 a 137,5 a FG1R ,7 de 91,7 d 61,3 gf 101,5 d 82,4 g 81,9 f 95,7 de 86,9 f FG1R ,8 b 122,6 b 93,4 abc 136,1 ab 117,3 bc 113,6 c 126,8 b 120,4 c FG1R ,8 b 121,9 b 97,3 abc 136,6 ab 113,5 c 110,0 c 124,7 bc 119,2 c FG ,4 c 114,6 c 84,6 cde 128,8 bc 106,9 cd 115,6 c 115,5 c 111,3 d FG ,0 b 125,4 b 99,3 ab 150,9 a 125,4 b 137,7 a 134,4 b 129,0 b FG1R ,3 b 124,6 b 86,7 bcd 138,9 ab 115,2 c 110,7 c 131,9 b 119,9 c FG1R ,1 b 125,1 b 91,4 bc 137,5 ab 109,9 c 111,5 c 127,9 b 118,9 c FM1R ,5 d 90,0 d 76,5 de 117,6 cd 93,6 ef 93,5 d 101,4 d 95,4 e Fat ,8 d 89,0 d 72,8 ef 115,6 cd 99,3 de 92,4 de 99,2 de 95,0 e Situ Bagendit 84,0 f 88,9 d 50,4 g 105,9 d 80,7 g 81,6 f 90,2 e 83,9 f Towuti 87,5 ef 87,5 d 50,8 g 110,8 d 87,5 fg 85,0 ef 90,0 e 85,6 f Rataan* 114,8 A 109,8 C 80,8 E 127,3 A 106,0 CD 104,9 D 116,0 B 108,5 KK(%) 4,43 3,81 10,58 8,13 6,29 5,23 6,54 3,21 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter agronomis yang digunakan sebagai identitas bagi suatu genotipe padi gogo. Tabel 8 menunjukkan bahwa tinggi tanaman padi gogo yang ditanam pada 7 lokasi uji berkisar antara cm. Tanaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG dengan rata-rata 137,5 cm. Tinggi tanaman genotipe FG pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 146,6 cm. Terdapat perbedaaan nyata antara tinggi tanaman genotipe FG dengan genotipe yang lainnya. Tanaman terendah ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit. Tinggi tanaman genotipe Situ Bagendit tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe FG1R dan Towuti. Tinggi tanaman FG1R , Situ Bagendit dan Towuti berturut-turut yaitu 86,9, 83,9 dan 85,6 cm. Hasil penelitian Safitri (2010) menunjukkan tinggi genotipe FG1R sama dengan tinggi tetuanya Fatmawati yang tergolong sedang ( cm).

68 40 Tanaman padi tipe baru memiliki perawakan atau tinggi tanaman yaitu cm (Peng et al. 1994). IRRI telah menetapkan standar terendah tinggi tanaman adalah 100 cm (Peng et al. 2008). Tinggi tanaman padi gogo tipe baru yang ideal antara cm (Safitri 2010). Dengan demikian tinggi tanaman padi gogo tipe baru pada penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu (1) tinggi tanaman <100 cm, (2) tinggi tanaman antara cm dan (3) tinggi tanaman >120 cm. Berdasarkan kriteria itu genotipe-genotipe uji yang termasuk dalam kelompok pertama dengan tinggi tanaman <100 cm yaitu genotipe FG1R , FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti berturut-turut 86,9, 95,4, 95,0, 83,9 dan 85,6 cm. Pada lokasi Purworejo genotipe tersebut menunjukkan tinggi tanaman berturut-turut 101,5, 117,6, 115,6, 105,9 dan 110,8 cm. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe-genotipe tersebut masih dapat menunjukkan tinggi tanaman yang ideal jika ditanam pada lingkungan yang optimum. Genotipe-genotipe uji yang termasuk dalam kelompok kedua dengan tinggi tanaman cm yaitu genotipe FG1R , FG , FG1R dan FG1R berturut-turut 119,2, 111,3, 119,9 dan 118,9 cm. Genotipegenotipe uji yang termasuk dalam kelompok ketiga dengan tinggi tanaman >120 cm yaitu genotipe FG , FG1R dan FG berturut-turut 137,5, 120,4 dan 129,0 cm. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe Situ Bagendit dan Towuti menunjukkan jumlah anakan vegetatif yang tinggi berturut-turut sebanyak 31,5 dan 31,9 anakan (Tabel 9). Kedua genotipe tersebut menunjukkan jumlah anakan vegetatif yang tinggi pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1R sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera memiliki jumlah anakan vegetatif mencapai 20,0 anakan, walaupun tidak sebanyak 2 varietas pembanding. Jumlah anakan vegetatif terendah ditunjukkan oleh genotipe FG dengan jumlah 8,7 anakan. Genotipe FG menunjukkan jumlah anakan vegetatif yang rendah pada 7 lokasi uji. Anakan produktif merupakan anakan dari rumpun tanaman padi gogo yang menghasilkan malai gabah yang berisi. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe Situ Bagendit dan Towuti menunjukkan jumlah anakan produktif yang tinggi berturut-turut sebanyak 16,6 dan 17,1 anakan (Tabel

69 41 10). Kedua genotipe tersebut menunjukkan jumlah anakan produktif yang tinggi pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1R sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang memiliki jumlah anakan produktif mencapai 12,6 anakan, walaupun tidak sebanyak 2 varietas pembanding. Jumlah anakan produktif genotipe FG1R pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 18,2 anakan. Jumlah anakan produktif yang rendah ditunjukkan oleh genotipe FG dengan jumlah 6,0 anakan. Genotipe FG menunjukkan jumlah anakan produktif yang rendah pada 6 lokasi uji, kecuali pada lokasi Taman Bogo. Jumlah anakan produktif genotipe FG pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) dengan jumlah 5,2 anakan. Tabel 9. Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,9 cd 10,8 de 9,8 de 11,6 c 16,3 de 14,2 d 13,7 fg 12,2 d FG1R ,0 b 16,4 c 19,0 b 14,7 b 25,4 bc 25,0 c 25,7 c 20,0 b FG1R ,8 cd 9,2 ef 11,1 cde 10,3 cd 16,7 de 16,8 d 17,5 ef 13,1 d FG1R ,6 cd 9,5 def 12,4 cd 10,4 cd 15,2 def 14,8 d 17,3 ef 12,6 d FG ,6 d 9,6 def 9,2 de 8,4 de 14,8 def 15,6 d 12,8 fg 11,1 d FG ,4 d 7,6 f 7,5 e 7,9 e 7,8 f 12,4 d 11,2 g 8,7 e FG1R ,9 cd 9,3 ef 12,2 cd 10,3 cd 14,4 def 15,3 d 14,3 fg 12,1 d FG1R ,0 d 10,2 de 12,6 cd 10,3 cd 11,2 ef 15,5 d 14,1 fg 11,7 d FM1R ,5 bc 11,3 de 12,3 cd 14,4 b 29,8 ab 26,8 c 20,1 de 18,0 c Fat ,1 b 11,9 d 14,8 c 14,5 b 21,1 cd 25,3 c 23,7 cd 17,7 bc Situ Bagendit 22,0 a 22,7 a 25,5 a 22,9 a 28,2 abc 58,4 a 40,8 b 31,5 a Towuti 21,2 a 19,5 b 26,1 a 24,2 a 33,4 a 48,3 b 50,5 a 31,9 a Rataan* 11,6 E 12,3 DE 14,4 C 13,3 CD 19,5 B 24,0 A 21,8 AB 16,71 KK(%) 18,09 12,07 20,03 10,33 25,42 20,60 16,30 6,34 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

70 42 Tabel 10. Rata-rata jumlah anakan produktif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,4 cde 10,6 de 5,1 de 11,3 de 9,8 de 6,5 cd 6,1 d 8,1 d FG1R ,8 b 16,2 c 9,7 b 14,6 bc 15,0 bc 10,2 b 10,8 ab 12,6 b FG1R ,9 cde 8,9 ef 6,0 cde 9,1 ef 8,0 ef 6,5 cd 7,4 d 7,7 d FG1R ,6 cde 9,1 ef 6,3 cde 9,3 ef 6,7 ef 6,6 cd 7,3 d 7,5 d FG ,7 de 9,4 ef 4,5 de 8,0 f 7,3 ef 8,1 c 7,5 d 7,3 d FG ,4 e 7,5 f 4,3 e 7,7 f 4,6 f 5,9 d 6,6 d 6,0 e FG1R ,2 cde 9,2 ef 6,6 cd 9,2 ef 8,1 ef 6,9 cd 7,1 d 7,7 d FG1R ,9 de 10,1 de 6,5 cde 9,3 ef 6,3 ef 6,9 cd 6,3 d 7,5 d FM1R ,2 bcd 11,2 de 6,1 cde 13,4 cd 17,7 ab 10,3 b 8,6 bcd 10,9 c Fat ,3 bc 11,9 d 7,6 c 11,9 cde 12,4 cd 9,8 b 8,0 cd 10,2 c Situ Bagendit 19,1 a 22,7 a 13,0 a 16,9 ab 17,0 ab 17,8 a 10,1 abc 16,6 a Towuti 18,8 a 19,5 b 13,1 a 18,6 a 20,3 a 18,2 a 11,3 a 17,1 a Rataan* 9,8 CD 12,2 A 7,4 F 11,6 AB 11,1 BC 9,4 DE 8,1 E 9,94 KK(%) 19,51 12,85 18,45 17,22 21,99 10,85 18,97 7,42 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Jumlah anakan vegetatif sebaiknya seimbang dengan jumlah anakan produktif (Dewi et al. 2009). Anakan padi tipe baru harus produktif dengan jumlah sebanyak 8-10 anakan (Peng et al. 1994; Khush et al. 2001). Jumlah anakan produktif yang ideal untuk padi gogo tipe baru 8-15 anakan (Safitri 2010). Dengan demikian jumlah anakan produktif dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu (1) sedikit <8 anakan, (2) sedang antara 8-15 anakan dan (3) banyak >15 anakan. Berdasarkan kriteria tersebut genotipe uji yang memiliki jumlah anakan produktif sedikit atau termasuk ke dalam kelompok pertama dengan jumlah <8 anakan yaitu genotipe FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R dan FG1R dengan jumlah berturut-turut 7,7, 7,5, 7,3, 6,0, 7,7 dan 7,5 anakan (Tabel 10). Genotipe yang memiliki jumlah anakan produktif sedang atau termasuk ke dalam kelompok kedua dengan jumlah antara 8-15 anakan yaitu genotipe FG , FG1R , FM1R dan

71 43 Fat dengan jumlah berturut-turut 8,1, 12,6, 10,9 dan 10,2 anakan. Genotipe yang memiliki jumlah anakan produktif banyak atau termasuk ke dalam kelompok ketiga dengan jumlah >15 anakan yaitu genotipe Situ Bagendit dan Towuti dengan jumlah berturut-turut 16,6 dan 17,1 anakan. Tabel 11. Rata-rata panjang malai (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,8 a 29,4 a 26,2 ab 27,9 b 30,8 a 26,7 b 31,4 a 28,9 a FG1R ,6 c 22,2 e 22,3 cde 25,0 f 24,7 f 21,7 e 23,7 e 23,3 d FG1R ,4 b 25,9 b 26,0 ab 26,9 bcd 28,9 b 24,5 cd 26,5 cd 26,4 b FG1R ,8 b 24,5 cd 24,8 a-d 24,6 f 27,2 cde 24,8 cd 25,6 d 25,5 bc FG ,6 b 26,1 b 23,1 b-e 27,9 b 27,9 b-e 24,5 cd 27,7 c 26,3 bc FG ,9 b 26,3 b 26,7 a 30,8 a 28,8 b 28,2 a 29,0 b 28,2 a FG1R ,0 b 25,4 bc 24,8 a-d 25,3 ef 27,0 de 24,9 cd 26,6 cd 25,7 bc FG1R ,0 b 26,2 b 25,4 abc 25,7 def 26,8 e 24,9 cd 26,8 cd 26,1 bc FM1R ,2 c 23,5 de 24,6 a-d 26,3 cde 28,7 bc 25,6 bc 26,3 d 25,6 bc Fat ,6 c 23,4 de 21,7 de 26,3 cde 28,5 bcd 25,0 cd 26,8 cd 25,1 c Situ Bagendit 22,5 c 22,9 e 20,6 e 25,1 f 23,6 f 22,3 e 22,4 f 22,8 d Towuti 23,4 c 22,8 e 21,6 de 27,0 bc 24,1 f 24,0 d 24,1 e 23,9 d Rataan* 25,6 BC 24,9 CD 24,0 D 26,6 A 27,3 A 24,8 CD 26,4 AB 25,64 KK(%) 4,53 3,72 8,27 2,79 3,80 3,80 3,05 4,49 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG dan FG menunjukkan malai terpanjang dengan panjang 28,9 dan 28,2 cm (Tabel 11). Panjang malai genotipe FG pada penelitian ini lebih pendek dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 29,1 cm. Panjang malai genotipe FG pada penelitian ini lebih panjang dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) hanya mencapai 24,6 cm. Malai terpendek ditunjukkan oleh genotipe FG1R , Situ Bagendit dan Towuti dengan panjang berturut-turut 23,3, 22,8 dan 23,9 cm.

72 44 Panjang malai genotipe FG1R pada penelitian ini lebih pendek dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 25,5 cm. Kisaran panjang malai dalam penelitian ini berkisar antara 20,60-31,40 cm dan rata-rata keseluruhan panjang malai yaitu 25,64 cm. Panjang malai terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu (1) pendek 20 cm, (2) sedang cm dan (3) panjang > 30 cm (Rusdiansyah 2006). Berdasarkan kriteria itu maka semua genotipe yang diuji termasuk ke dalam kategori panjang malai sedang dengan panjang antara cm. Tabel 12. Rata-rata jumlah gabah isi dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,5 a 118,0 a 79,6 a 124,9 bcd 220,6 bcd 86,5 ef 141,0 abc 128,4 ab FG1R ,7 ed 124,2 a 56,2 abc 120,8 bcd 147,2 ef 91,0 def 118,0 d 106,0 b FG1R ,3 ab 121,3 a 82,5 a 141,6 abc 265,3 ab 103,4 cde 143,5 abc 138,1 a FG1R ,8 bcd 92,7 a 77,2 ab 156,3 a 240,3 abc 103,2 cde 131,6 c 129,2 ab FG ,6 bc 126,8 a 77,8 a 158,7 a 184,9 de 125,7 ab 154,3 a 133,5 a FG ,0 cde 141,2 a 81,6 a 165,2 a 242,8 abc 135,8 a 143,9 abc 142,7 a FG1R ,3 ab 112,9 a 66,0 abc 147,8 abc 227,0 a-d 110,7 bcd 147,1 ab 132,0 a FG1R ,1 ab 104,5 a 72,0 ab 151,7 ab 213,4 cd 108,7 bcd 152,2 a 130,4 a FM1R ,2 f 126,6 a 69,9 ab 150,5 ab 274,4 a 117,0 abc 136,3 bc 132,1 ab Fat ,3 e 131,5 a 75,0 ab 160,2 a 260,4 abc 113,7 bc 153,3 a 138,4 a Situ Bagendit 53,1 f 110,2 a 51,2 bc 117,9 cd 116,8 f 76,4 f 85,8 e 87,4 c Towuti 49,8 f 116,3 a 44,2 c 96,5 d 119,3 f 81,3 f 81,4 e 84,1 c Rataan* 89,1 E 118,9 CD 9,43 F 141,0 B 209,4 A 104,5 D 132,4 BC 123,5 KK(%) 14,17 17,15 22,96 13,51 14,37 13,02 6,23 7,27 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. FG Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe menunjukkan rata-rata jumlah gabah isi paling banyak dengan jumlah sebanyak 142,7 gabah (Tabel 12). Jumlah gabah isi genotipe FG pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 152,4 gabah. Banyaknya jumlah gabah isi tersebut

73 45 sangat berbeda nyata dengan genotipe FG1R , Situ Bagendit dan Towuti; dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Genotipe Towuti menghasilkan gabah isi paling sedikit dengan jumlah sebanyak 84,1 gabah. Jumlah gabah isi genotipe Towuti yang sedikit ini tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah isi yang dihasilkan oleh genotipe Situ Bagendit dengan 87,4 gabah. Tabel 13. Rata-rata jumlah gabah hampa dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,0 cd 82,4 b 60,2 bc 63,4 cde 21,9 a 47,1 cd 53,5 a 57,3 bc FG1R ,4 de 37,5 c 26,3 e 44,4 e 8,1 bcd 24,5 ef 23,1 c 31,0 e FG1R ,6 a 100,0 ab 61,5 bc 102,6 a 22,6 a 48,1 cd 47,6 ab 74,4 a FG1R ,2 ab 115,3 a 62,2 bc 73,8 bcd 17,8 ab 54,8 c 44,6 ab 70,7 ab FG ,87 cd 81,0 b 35,6 de 58,3 de 12,2 a-d 43,5 d 50,5 ab 50,4 cd FG ,48 c 35,1 c 49,9 bcd 55,7 de 13,5 abc 30,4 e 24,0 c 41,58 d FG1R ,6 ab 107,8 ab 68,2 b 92,2 ab 14,7 abc 69,6 a 50,3 ab 74,6 a FG1R ,4 a 111,8 ab 93,9 a 80,3 a-d 20,5 a 56,7 bc 44,0 ab 77,2 a FM1R ,5 bc 85,0 ab 63,9 bc 90,4 ab 21,8 a 66,2 ab 47,3 ab 67,6 ab Fat ,4 ab 78,9 b 41,9 cde 87,6 abc 22,3 a 69,0 a 38,0 b 64,4 abc Situ Bagendit 35,6 e 14,8 c 23,1 e 10,5 f 1,2 d 10,7 g 5,4 d 14,5 f Towuti 43,1 e 25,4 c 34,5 de 46,4 e 4,6 cd 16,8 fg 15,1 cd 26,6 e Rataan* 90,8 A 72,9 B 51,8 C 67,1 B 15,1 E 44,8 CD 36,9 D 54,19 KK(%) 20,48 27,59 27,60 24,19 49,51 15,84 21,20 12,69 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe yang paling banyak menghasilkan gabah hampa adalah genotipe FG1R dengan rata-rata jumlah gabah hampa sebanyak 77,2 gabah (Tabel 13). Jumlah gabah hampa genotipe FG1R pada penelitian ini lebih sedikit dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 142,8 gabah. Banyaknya gabah hampa tersebut tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah hampa oleh genotipe FG1R , FG1R , FG1R , FM1R dan Fat Namun banyaknya gabah hampa tersebut sangat berbeda nyata

74 46 dengan genotipe FG , FG1R , FG , FG , Situ Bagendit dan Towuti. Genotipe Situ Bagendit menghasilkan gabah hampa paling sedikit dengan jumlah sebanyak 14,5 gabah dan sangat berbeda nyata dengan semua genotipe yang diuji. Tabel 14. Rata-rata jumlah gabah total dari 12 galur pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,5 bc 200,4 ab 139,8 ab 188,3 c 242,5 bcd 133,6 cd 194,5 ab 185,8 ab FG1R ,0 e 161,8 cd 82,5 c 165,2 cd 155,2 ef 115,5 de 141,1 e 137,0 c FG1R ,9 a 221,3 a 144,1 ab 240,3 ab 287,9 ab 151,5 bc 191,1 abc 212,0 a FG1R ,9 ab 208,0 ab 139,3 ab 230,1 ab 258,1 abc 158,0 ab 176,3 cd 199,8 ab FG ,5 cd 207,9 ab 113,4 b 217,0 b 197,0 de 169,2 ab 204,8 a 184,0 b FG ,5 cd 176,3 bc 131,6 ab 220,9 ab 256,3 abc 166,2 ab 167,9 d 184,2 b FG1R ,9 ab 220,7 a 134,2 ab 239,9 ab 241,7 bcd 180,3 ab 197,4 ab 206,6 ab FG1R ,5 a 216,4 a 165,9 a 232,0 ab 233,8 cd 165,4 a 196,3 ab 207,6 ab FM1R ,7 de 211,6 a 133,8 ab 240,9 ab 296,3 a 183,2 a 183,6 bc 199,7 ab Fat ,7 c 210,4 ab 116,8 b 247,8 a 282,7 ab 182,8 a 191,3 abc 202,8 ab Situ Bagendit 88,7 f 124,9 e 74,3 c 128,4 e 118,0 f 87,1 f 91,2 f 101,8 d Towuti 92,9 f 141,7 de 78,8 c 143,0 de 123,9 f 98,1 ef 96,5 f 110,7 d Rataan* 179,9 C 191,8 B 121,2 E 207,8 AB 224,5 A 149,2 D 169,3 C 177,67 KK(%) 11,63 11,34 17,48 8,10 13,03 10,77 6,20 2,17 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG1R menunjukkan jumlah gabah total terbanyak dengan jumlah sebanyak 212,0 gabah (Tabel 14). Jumlah gabah total genotipe FG1R pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) dengan jumlah 201,4 gabah. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah gabah total genotipe FG1R dengan genotipe FG , FG1R , FG1R , FG1R , FM1R dan Fat Jumlah gabah total dari keenam genotipe tersebut berturut-turut 185,8, 199,8, 206,6, 207,6, 199,7 dan 202,8 gabah. Namun demikian terdapat perbedaan yang sangat nyata

75 47 antara jumlah gabah total genotipe FG1R dengan genotipe FG1R , FG , FG , Situ Bagendit dan Towuti. Genotipe Situ Bagendit menghasilkan jumlah gabah total paling sedikit 101,8 gabah. Namun demikian tidak terdapat perbedaan nyata antara jumlah gabah total genotipe Situ Bagendit dengan genotipe Towuti dengan jumlah sebanyak 110,7 gabah. Harapan dari persilangan antara Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 sebagai padi sawah tipe baru dengan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat sebagai padi gogo lokal Pulau Buruh untuk menghasilkan malai lebat dan pengisian gabah baik (Safitri 2010). Banyaknya gabah per malai padi tipe baru antara biji (Khush et al. 2001). Menurut Abdullah et al. (2008) jumlah gabah per malai padi tipe baru adalah biji, sedangkan Safitri (2010) menyatakan jumlah ideal gabah per malai padi gogo tipe baru adalah >150 butir. Genotipe FG1R , Towuti dan Situ Bagendit memiliki jumlah gabah per malai <150 gabah dengan jumlah tersebut ketiganya tidak termasuk ke dalam jumlah gabah per malai ideal. Genotipe FG , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R , FG1R , FM1R dan Fat menghasilkan gabah per malai >150 gabah. Dengan demikian kesembilan genotipe tersebut memiliki jumlah gabah per malai yang ideal. Bahkan dari kesembilan genotipe itu ada empat genotipe yang memiliki gabah per malai >200 gabah, genotipe tersebut yaitu FG1R , FG1R , FG1R dan Fat berturut-turut dengan jumlah sebanyak 212,0, 206,6, 207,6 dan 202,8 gabah. Banyaknya jumlah total gabah itu tidak signifikan dengan jumlah gabah isinya. Jumlah gabah isi semua genotipe <150 gabah sehingga masih di bawah jumlah gabah per malai yang ideal. Kurangnya jumlah gabah isi diakibatkan banyaknya gabah hampa. Pemuliaan padi tipe baru harus menghindari sifat atau karakter yang ekstrim guna menghasilkan produksi yang optimum. Oleh karena itu IRRI telah memodifikasi ideotipe padi tipe baru dengan menghasilkan jumlah gabah per malai sebanyak 150 gabah (Peng et al. 2008). Rata-rata persen gabah isi berkisar antara 35-99%. Berdasarkan nilai ratarata pada seluruh lokasi pengujian galur FG1R dan FG berturutturut 76,8 dan 75,6% (Tabel 15). Kedua galur tersebut menunjukkan persen gabah isi lebih tinggi dari 8 galur lainnya, walaupun masih lebih rendah dibanding

76 48 varietas pembanding Situ Bagendit dengan 84% gabah isi. Hasil penelitian Safitri (2010) menunjukkan galur FG1R memiliki persen gabah isi sebesar 79,9% lebih tinggi dibanding hasil penelitian ini yaitu sebesar 76,8%. Galur FG pada penelitian ini memiliki hasil gabah isi sebesar 75,6% hampir sama dengan hasil penelitian Safitri (2010) yaitu sebesar 75,3%. Menurut Abdullah et al. (2008) persentase gabah isi yang baik untuk padi tipe baru antara Untuk padi gogo tipe baru pengisian gabah sebaiknya lebih dari 75% (Safitri 2010). Tabel 15. Rata-rata persen gabah isi (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,5 a 58,9 bc 56,8 a-e 67,4 bcd 90,7 c 64,5 de 73,0 d 68,0 d FG1R ,8 ab 77,4 a 67,3 ab 73,7 bc 94,8 abc 78,7 bc 83,7 b 76,8 b FG1R ,2 de 54,5 bcd 56,9 a-e 59,3 d 92,1 bc 68,0 d 75,4 cd 64,3 de FG1R ,0 de 45,2 d 55,2 b-e 66,4 bcd 93,2 bc 65,4 de 74,6 cd 63,6 de FG ,8 abc 60,7 bc 67,3 ab 73,1 bc 93,8 bc 74,3 c 75,4 cd 72,1 c FG ,8 cd 79,9 a 61,3 a-d 75,0 b 94,6 abc 81,4 b 85,9 b 75,6 b FG1R ,4 d 51,6 bcd 49,4 de 61,5 cd 93,9 bc 61,7 e 74,6 cd 63,0 e FG1R ,8 d 47,4 cd 47,3 e 65,4 bcd 91,3 c 65,8 de 78,0 cd 63,0 e FM1R ,0 e 60,2 bc 52,8 cde 62,7 bcd 91,8 bc 64,2 de 74,7 cd 63,1 de Fat ,2 de 62,5 b 64,9 abc 64, bcd 91,6 c 62,3 e 80,4 bc 67,0 d Situ Bagendit 60,5 abc 88,2 a 69,2 a 91,8 a 99,0 a 87,7 a 94,0 a 84,3 a Towuti 53,9 bcd 83,3 a 56,8 a-e 68,6 bcd 96,9 ab 82,9 ab 84,7 b 75,3 b Rataan* 51,1 F 64,1 D 58,8 E 69,1 C 93,7 A 71,4 C 79,5 B 69,67 KK(%) 13,02 13,09 13,14 10,72 3,26 4,87 4,58 16,43 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Rata-rata persen gabah hampa berkisar antara 15-37%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG1R menunjukkan persen gabah hampa tertinggi yaitu sebesar 37,1% (Tabel 16). Persen gabah hampa genotipe FG1R tidak berbeda nyata terhadap genotipe FG , FG1R , FG1R , FG1R , FM1R dan Fat Keenam genotipe tersebut berturut-turut memiliki persen gabah hampa 32,2,

77 49 35,8, 36,5, 36,9, 36,8, dan 32,7. Persen gabah hampa terendah ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit dengan 15,7% yang sangat berbeda nyata dengan genotipe uji lainnya. Tabel 16. Rata-rata persen gabah hampa (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,8 d 41,0 bc 42,8 abc 32,3 abc 9,3 a 36,5 ab 26,9 a 32,2 ab FG1R ,6 d 22,3 d 33,3 cd 26,4 bc 5,1 abc 21,6 cd 16,0 c 23,3 c FG1R ,4 ab 45,2 abc 43,7 abc 40,6 a 7,9 a 31,5 b 24,6 ab 35,8 a FG1R ,0 ab 55,0 a 45,4 ab 32,9 abc 6,9 ab 34,8 ab 25,2 ab 36,5 a FG ,6 cd 39,2 bc 33,0 cd 26,7 bc 6,1 ab 26,2 c 24,6 ab 28,1 bc FG ,1 bc 19,9 d 40,3 a-d 24,8 c 5,8 ab 18,8 d 14,1 c 25,1 c FG1R ,70 bc 48,5 abc 51,0 a 38,6 ab 6,1 ab 38,2 a 25,3 ab 37,1 a FG1R ,0 ab 52,3 ab 51,5 a 34,9 abc 8,6 a 34,2 ab 21,9 ab 36,9 a FM1R ,9 a 40,2 bc 48,1 a 36,6 abc 8,1 a 35,0 ab 24,9 ab 36,8 a Fat ,2 ab 37,2 c 35,9 bcd 35,3 abc 8,6 a 37,1 a 19,3 bc 32,7 ab Situ Bagendit 40,0 d 11,8 d 30,4 d 8,2 d 1,1 c 12,3 e 5,9 d 15,7 d Towuti 45,5 bcd 16,5 d 43,7 abc 30,8 abc 3,1 bc 16,7 de 14,5 c 24,4 c Rataan* 49,4 A 35,8 C 41,6 B 30,7 CD 6,4 F 28,6 D 20,3 E 30,38 KK(%) 15,04 23,38 17,75 23,80 45,19 11,98 18,17 10,52 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Penyebab kehampaan dapat diakibatkan oleh tidak seimbangnya sink yang besar dan source yang sedikit. Banyaknya jumlah gabah sebagai sink yang tidak didukung oleh source seperti daun lebar, tipis, mendatar dan cepat luruh, serta berumur genjah, sehingga asimilat yang dihasilkan rendah dan kurang mencukupi untuk pengisian gabah yang mengakibatkan kehampaan semu (Abdullah et al. 2008). Rendahnya pengisian biji pada padi tipe baru disebabkan oleh apikal dominan yang kecil pada malai, susunan gabah pada malai dan terbatasnya seludang pembuluh untuk pengangkutan hasil asimilat (Peng et al. 1999); serta rendahnya efisiensi partisi asimilat ke biji (Kobata & Iida 2004). Persen gabah hampa sebagai gambaran seberapa besar gabah yang tidak terisi penuh. Tingginya

78 50 persen gabah hampa dapat diartikan sebagai rendahnya persen gabah isi, sebaliknya bila persen gabah hampa rendah maka persen gabah isinya tinggi. Tabel 17. Rata-rata bobot 1000 biji (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,9 a 30,1 a 32,9 a 33,6 a 29,6 a 31,2 b 30,0 a 31,6 ab FG1R ,0 cd 27,4 bc 28,6 cde 28,9 cde 27,5 b 25,5 e 28,3 cd 27,9 cd FG1R ,7 bcd 27,6 b 30,4 bc 28,0 ef 25,9 cb 29,7 bc 29,1 abc 28,6 c FG1R ,0 de 25,5 b-e 30,6 b 27,3 f 25,8 cb 28,9 bcd 29,6 ab 27,9 cd FG ,8 bc 27,6 b 30,1 bcd 30,1 bc 29,3 a 35,3 a 28,6 bcd 30,2 b FG ,3 b 31,6 a 33,0 a 34,4 a 30,0 a 34,5 a 30,4 a 32,1 a FG1R ,7 de 25,1 de 30,1 bcd 28,2 def 25,9 cb 28,7 bcd 29,7 ab 27,9 cd FG1R ,3 bcd 26,9 bcd 30,4 bc 27,9 ef 26,2 cb 29,6 bc 29,7 ab 28,6 c FM1R ,4 ef 27,7 b 28,4 de 30,0 bc 25,7 cb 29,6 bc 30,0 a 28,2 cd Fat ,6 de 26,5 b-e 27,6 ef 30,8 b 26,2 cb 28,2 cde 29,8 a 28,1 cd Situ Bagendit 24,6 f 24,5 e 26,5 f 27,9 ef 23,7 d 25,9 e 26,9 e 25,7 e Towuti 26,9 e 25,3 cde 27,5 ef 29,4 cd 24,5 cd 26,5 de 27,9 de 26,8 de Rataan* 28,8 A 27,1 B 29,7 A 29,7 A 26,7 B 29,5 A 29,1 A 28,64 KK(%) 4,62 5,14 3,91 2,74 4,50 6,09 2,63 1,29 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata bobot 1000 biji tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG dengan bobot 32,1 gram (Tabel 17). Bobot 1000 biji genotipe FG pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) dengan berat 28,2 gram. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot 1000 biji genotipe FG dengan genotipe FG yang memiliki bobot 31,6 gram. Bobot 1000 biji terendah ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit dengan bobot 25,7 gram. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot 1000 biji genotipe Bagendit dengan genotipe Towuti yang memiliki bobot 26,8 gram. Bobot 1000 padi gogo tipe baru antara gram (Abdullah et al. 2008). Semua galur Situ

79 51 harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang diuji menunjukkan bobot 1000 biji lebih dari 26 gram. Tabel 18. Rata-rata hasil gabah per rumpun (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,4 ab 12,9 cd 7,8 bc 16,7 b 13,0 bc 7,5 e 18,2 cd 12,8 b FG1R ,3 a 14,4 c 6,2 bc 16,9 b 15,2 bc 11,2 d 20,3 c 14,2 b FG1R ,1 b-e 12,4 cd 5,8 c 18,2 b 11,2 bc 13,0 bcd 18,3 cd 12,7 b FG1R ,4 bcd 10,4 d 7,8 bc 16,9 b 13,6 bc 11,6 d 19,4 c 12,9 b FG ,9 abc 14,8 c 7,7 bc 15,0 b 13,9 bc 15,4 abc 14,5 d 13,5 b FG ,7 f 13,3 cd 6,5 bc 14,9 b 9,4 c 16,0 ab 21,1 bc 12,1 b FG1R ,1 cde 11,8 cd 6,8 bc 17,0 b 14,4 bc 11,9 cd 18,7 cd 12,8 b FG1R ,6 b-e 14,1 c 4,8 c 17,1 b 10,4 bc 13,5 bcd 19,4 c 12,7 b FM1R ,1 def 24,5 ab 7,9 bc 34,3 a 25,9 a 17,7 a 24,9 ab 20,3 a Fat ,3 ef 21,8 b 6,1 bc 33,2 a 19,8 abc 14,7 a-d 25,7 a 18,2 a Situ Bagendit 9,0 cde 25,2 a 11,7 a 29,9 a 17,9 abc 16,5 ab 26,8 a 19,6 a Towuti 9,3 cde 22,1 b 9,7 ab 32,2 a 20,9 ab 18,2 a 25,6 a 19,7 a Rataan* 9,7 C 16,5 B 7,4 C 21,9 A 15,5 B 13,9 B 21,1 A 15,12 KK(%) 25,41 11,80 29,95 13,90 41,70 16,06 13,78 22,21 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FM1R memiliki hasil gabah per rumpun tertinggi sebesar 20,3 gram, walaupun demikian tidak berbeda nyata dengan genotipe Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti berturut-turut dengan hasil 18,2, 19,6 dan 19,7 gram (Tabel 18). Genotipe FG menunjukkan hasil gabah per rumpun terendah, namun tidak berbeda nyata dengan genotipe FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG1R dan FG1R Genotipe FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R dan FG1R berturut-turut memiliki hasil 12,8, 14,2, 12,7, 12,9, 13,5,

80 52 12,1, 12,8 dan 12,7 gram/rumpun. Hasil kedelapan genotipe pada penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang menunjukkan gabah per rumpun genotipe FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R dan FG1R berturut-turut sebesar 26,2, 24,9, 22,5, 21,6, 21,0, 19,9, 19,5 dan 19,3 gram. Berdasarkan hasil gabah kering per rumpun sebagai kriteria utama seleksi, maka galur yang memiliki hasil gabah kering per rumpun tertinggi adalah genotipe FM1R dan Fat Selain karakter tersebut di atas, karakterkarakter agronomi lainnya dari kedua genotipe itu yang sesuai dengan kriteria padi gogo tipe baru berdasarkan Safitri (2010) yaitu jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman cm dan persen gabah lebih dari 75% belum sesuai dengan kriterianya. Kedua karakter tersebut dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang mendukung untuk menampilkan kedua karakter tersebut secara maksimal. Genotipe FM1R memiliki rata-rata hasil 20,3 gram/rumpun, ratarata tinggi tanaman 95,4 cm dan dapat mencapai 117,6 pada lingkungan yang optimum; rata-rata jumlah anakan produktif mencapai 10,9 anakan; rata-rata jumlah gabah total per malai 199,7 gabah dengan rata-rata pengisian 63,1% dan rata-rata gabah isi 132,1 gabah. Pada lingkungan yang optimum jumlah gabah total dapat mencapai 296,3 gabah dengan pengisian gabah mencapai 91,8% dan gabah isi dapat mencapai 274,4 gabah; serta rata-rata bobot 1000 biji mencapai 28,2 gram. Genotipe Fat memiliki rata-rata hasil 18,2 gram/rumpun, rata-rata tinggi tanaman 95,0 cm dan dapat mencapai 115,6 pada lingkungan yang optimum; rata-rata jumlah anakan produktif mencapai 10,2 anakan; rata-rata jumlah gabah total per malai 202,8 gabah dengan rata-rata pengisian 67,0% dan rata-rata gabah isi 138,4 gabah. Pada lingkungan yang optimum jumlah gabah total dapat mencapai 282,7 gabah dengan pengisian gabah mencapai 91,6% dan gabah isi dapat mencapai 260,4 gabah; serta rata-rata bobot 1000 biji mencapai 28,1 gram.

81 53 Analisis Genetik Analisis genetik dilakukan untuk mengetahui nilai ragam genetik, ragam lingkungan dan ragam interaksi genotipe x lingkungan dan ragam fenotipe. Selain itu, analisis genetik juga untuk mengetahui nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe dan heritabilitas dalam arti luas. Hasil analisis genetik ini didasarkan pada 10 galur gogo padi yang diuji. Hasil analisis ragam gabungan untuk 10 galur padi gogo pada ketujuh lokasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 19. Komponen ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan, dan ragam fenotipe untuk karakter yang diamati. Karakter Pengamatan ζ 2 ζ 2 ζ 2 ζ 2 Tinggi Tanaman 0,5860 0,1232 0,0242 0,5938 Jumlah Anakan Vegetatif 0,0111 0,0058 0,0012 0,0115 Jumlah Anakan Produktif 0,0086 0,0051 0,0021 0,0091 Panjang Malai 2,2839 1,4894 0,7114 2,4387 Jumlah Gabah Isi 0,0857 0,7118 0,4711 0,1785 Jumlah Gabah Hampa 0,9730 0,8012 0,3552 1,0523 Jumlah Gabah Total 0,0027 0,0025 0,0014 0,0030 Persen Gabah Isi 24, , , ,6138 Persen Gabah Hampa 0,1924 0,2991 0,1132 0,2192 Bobot 1000 Biji 0,0004 0,0003 0,0003 0,0005 Hasil Gabah per Rumpun 5,8128 9, ,3889 7,6374 Keterangan: ζ 2 = ragam genetik, ζ 2 = ragam lingkungan, ζ 2 = ragam interaksi genotipe dan lingkungan, ζ 2 = ragam fenotipe. Tabel 19 menunjukkan nilai dari komponen ragam untuk karakter yang diamati pada ke tujuh lokasi uji. Nilai ragam genetik lebih tinggi dari ragam lingkungan dan ragam interaksi ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, dan bobot 1000 biji. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman dari karakter itu sangat dipengaruhi oleh faktor genetik pada genotipe-genotipe yang diuji. Kondisi tersebut dapat memberikan pengertian bahwa karakter itu lebih dominan ditentukan oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan maupun faktor interaksi genotipe x lingkungan (Rasyad & Idwar 2010).

82 54 Karakter jumlah gabah isi, persen gabah isi, persen gabah hampa, dan hasil gabah per rumpun memiliki nilai ragam lingkungan yang lebih besar dari ragam genetiknya. Dengan demikian faktor lingkungan untuk karakter tersebut memiliki peran yang lebih besar dalam mempengaruhi ragam fenotipe, sedangkan faktor genetik dalam mempengaruhi ragam fenotipe memiliki peranan yang lebih kecil (Mangoendidjojo 2007). Nilai heritabilitas dalam arti luas dari padi gogo yang ditanam pada tujuh lokasi uji dapat dilihat pada Tabel 20. Semua karakter yang diamati memberikan nilai heritabilitas besar, kecuali karakter jumlah gabah isi. Hal ini menjelaskan bahwa hampir semua karakter memiliki kemampuan adaptasi pada lingkungan tumbuh lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan dan adanya keragaman genotipe yang besar pada materi genotipe dalam penelitian ini. Karakter jumlah gabah isi memiliki nilai heritabilitas sedang. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut memiliki kemampuan adaptasi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tabel 20. Nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, dan heritabilitas dalam arti luas untuk karakter yang diamati. Karakter Pengamatan KKG KKP Kriteria Tinggi Tanaman 7,2247 7,2729 0,9868 Tinggi Jumlah Anakan Vegetatif 9,5390 9,6996 0,9672 Tinggi Jumlah Anakan Produktif 10, ,5219 0,9474 Tinggi Panjang Malai 5,7889 5,9819 0,9365 Tinggi Jumlah Gabah Isi 2,6071 3,7613 0,4804 Sedang Jumlah Gabah Hampa 13, ,7357 0,9246 Tinggi Jumlah Gabah Total 2,3097 2,4286 0,9045 Tinggi Persen Gabah Isi 7,3270 7,9081 0,8584 Tinggi Persen Gabah Hampa 8,0032 8,5436 0,8775 Tinggi Bobot 1000 Biji 1,5071 1,5950 0,8928 Tinggi Hasil Gabah per Rumpun 16, ,4368 0,7611 Tinggi Keterangan: KKG = koefisien keragaman genetik, KKP = koefisien keragaman fenotipe, = heritabilitas dalam arti luas. Penampilan fenotipik genotipe-genotipe padi gogo yang diuji pada penelitian ini didapat dari estimasi nilai ragam fenotipe yang berasal dari gabungan ragam genotipe, perbandingan ragam lingkungan dengan banyaknya ulangan dan lingkungan, serta perbandingan ragam interaksi genotipe dan

83 55 lingkungan dengan banyaknya lingkungan. Perbandingan nilai ragam genetik dan nilai ragam fenotipe sebagai sumber nilai heritabilitas. Nilai heritabilitas beberapa karakter padi gogo pada penelitian ini tergolong besar. Menurut Poespodarsono (1988) besarnya nilai heritabilitas tersebut dapat dimungkinkan masih adanya pengaruh dari interaksi genotipe dan musim; dan interaksi genotipe, lingkungan dan musim. Untuk melihat adanya pengaruh dari musim, dapat dilakukan uji multilokasi pada musim kedua. Seorang pemulia tanaman dalam melakukan perakitan tanaman dapat menggunakan keragaman genetik dan interaksi genotipe dan lingkungan. Individu baru suatu tanaman hasil pemuliaan tanaman perlu dilakukan uji untuk melihat kemampuannya pada berbagai lingkungan tumbuh yang berbeda. Uji tersebut dapat menampilkan karakter secara fenotipe suatu individu tanaman terutama karakter hasil. Karakter tersebut dapat tercermin dari nilai ragam genetik, ragam lingkungan, ragam musim dan interaksinya. Ragam interaksi dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam interaksi genotipe x musim, ragam interaksi lingkungan x musim dan ragam interaksi genotipe x lingkungan x musim (Poespodarsono 1988). Pemulia dapat menggunakan ragam interaksi tersebut dalam merakit tanaman unggul yang spesifik lingkungan atau beradaptasi luas (stabil) (Syukur 2008). Cara untuk mengetahui tanaman memiliki kemampuan tersebut dapat dilakukan uji daya hasil dan uji multilokasi. Uji-uji tersebut dapat mengetahui pola dan arah stabilitasnya. Analisis Stabilitas Hasil Analisis stabilitas hasil dilakukan untuk mendapatkan informasi pola stabilitas hasil galur-galur padi gogo tipe baru yang berasal dari kultur antera pada tujuh lokasi uji. Pendugaan karakter kestabilan hasil dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg (1978), analisis Finlay dan Wilkinson (1963), analisis Eberhart dan Russell (1966) dan analisis AMMI (Mattjik & Sumertajaya 2000). Data produktivitas (hasil gabah per hektar) tidak memenuhi asumsi kenormalan galat dan kehomogenan ragam. Transformasi data dapat dilakukan untuk memenuhi asumsi kenormalan galat dan kehomogenan ragam. Transformasi

84 56 data dilakukan dengan menggunakan analisis Box-Cox Transformation. Menurut Hadi (2006), hasil dari analisis Box-Cox Transformation akan diperoleh sebaran yang simetrik mendekati normal dan ketidakhomogenan ragam pun dapat dikurangi. Berdasarkan hasil analisis Box-Cox Transformation data hasil gabah per hektar menggunakan transformasi kuadrat dengan nilai lamda optimal adalah 0,74 (Lampiran 4). Hasil pengujian kenormalan galat dan kehomogenan ragam menunjukkan asumsi kenormalan dapat terpenuhi dan kehomogenan ragamnya mendekati seragam. Hasil analisis ragam gabungan (Tabel 21) menunjukkan bahwa lingkungan dan genotipe serta interaksi antara lingkungan x genotipe sangat berbeda nyata terhadap galur padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Faktor lingkungan, genotipe serta interaksinya berkontribusi terhadap keragaman hasil berturut-turut sebesar 48,5%, 14,9% dan 16,6% (Tabel 21). Dengan demikian tingkat daya hasil suatu tanaman sangat tergantung pada kondisi lingkungan tempat genotipe tersebut ditanam dan jenis genotipe yang ditanam (Novianti et al. 2010; Sujiprihati et al. 2006). Tabel 21. Analisis ragam gabungan untuk hasil per hektar dari 12 genotipe padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Sumber Keragaman Ulangan/ Lingkungan Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Kontribusi terhadap keragaman (%) 21 12,55 0,60 4,29** 5,6 Lingkungan (L) 6 108,65 18,11 129,97** 48,5 Genotipe (G) 11 33,37 3,03 21,78** 14,9 Interaksi G x L 66 37,24 0,56 4,05** 16,6 Galat ,19 0,14 Total ,00 Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01. Gambar 3 memperlihatkan hasil gabah per hektar 12 genotipe yang diuji dan adanya interaksi antara genotipe x lingkungan. Interaksi antara genotipe x lingkungan disebabkan oleh perubahan respon setiap genotipe yang diuji pada setiap lingkungan uji yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa di antara

85 57 genotipe-genotipe yang diuji memberikan tanggap produktivitas yang tidak sama terhadap tujuh lokasi (lingkungan tumbuh). Gambar 4. Interaksi genotipe x lingkungan terhadap hasil. Menurut Baihaki dan Wicaksana (2005) di antara genotipe terdapat genotipe yang tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Galur-galur padi gogo yang diuji memperlihatkan jenis interaksi kualitatif. Interaksi kualitatif sebagai suatu interaksi genotipe x lingkungan yang ditunjukkan oleh adanya perubahan rangking suatu genotipe pada setiap lokasi uji (Chagal & Gosal 2002). Adanya interaksi genotipe dan lingkungan yang bersifat kualitatif menyebabkan kesulitan untuk memilih genotipe yang stabil sehingga perlu dilakukan analisis stabilitas. Adanya pengaruh interaksi yang nyata, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji stabilitas hasil. Produktivitas genotipe pada penelitian ini berkisar antara ton (Tabel 22). Rata-rata umum tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FM1R dengan hasil gabah per hektarnya mencapai 4,52 ton lebih tinggi dari rata-rata umumnya. Rata-rata umum terendah ditunjukkan oleh genotipe FG dengan hasil gabah per hektarnya mencapai 2,70 ton, lebih rendah dibanding ratarata umumnya.

86 58 Tabel 22. Rata-rata hasil gabah (ton/ha) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe Lokasi Bgr Skbm Idmy Pwrj Wnsr Ntr Tmbg Rataan FG ,97 ab 2,87 cd 1,73 bc 3,70 b 2,90 bc 1,67 e 4,04 cd 2,84 cd FG1R ,39 a 3,21 c 1,37 bc 3,74 b 3,38 bc 2,49 d 4,52 c 3,16 c FG1R ,25 b-e 2,75 cd 1,28 c 4,05 b 2,50 bc 2,89 bcd 4,06 cd 2,83 cd FG1R ,31 bcd 2,32 d 1,73 bc 3,77 b 3,03 bc 2,57 d 4,32 c 2,86 cd FG ,87 abc 3,30 c 1,70 bc 3,34 b 3,10 bc 3,42 abc 3,22 d 2,99 cd FG ,83 f 2,96 cd 1,45 bc 3,32 b 2,09 c 3,56 ab 4,68 bc 2,70 d FG1R ,02 cde 2,61 cd 1,51 bc 3,77 b 3,20 bc 2,65 cd 4,15 cd 2,84 cd FG1R ,12 b-e 3,14 c 1,06 c 3,79 b 2,30 bc 3,00 bcd 4,31 c 2,82 cd FM1R ,58 def 5,44 ab 1,76 bc 7,61 a 5,76 a 3,92 a 5,54 ab 4,52 a Fat ,40 ef 4,85 b 1,35 bc 7,38 a 4,39 abc 3,26 a-d 5,71 a 4,05 b Situ Bagendit 2,00 cde 5,60 a 2,59 a 6,64 a 3,98 abc 3,67 ab 5,96 a 4,35 ab Towuti 2,07 cde 4,92 b 2,16 ab 7,16 a 4,65 ab 4,04 a 5,69 a 4,38 ab Rataan 2,15 D 3,66 B 1,64 E 4,86 A 3,44 C 3,09 C 4,68 A 3,36 KK(%) 25,41 11,84 29,98 13,91 41,69 16,04 13,75 16,11 Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Genotipe FG , FG1R dan FG pada lokasi Bogor sebagai genotipe dengan hasil gabah per hektar yang tinggi berturut-turut 2,97, 3,39 dan 2,87 ton. Ketiga genotipe ini secara nyata lebih tinggi dari genotipe lainnya. Genotipe FM1R menunjukkan produktivitas tertinggi pada lokasi Purworejo dan Wonosari dengan hasil berturut-turut 7,61 dan 5,76 ton. Hasil gabah per hektar genotipe FM1R pada kedua lokasi tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan genotipe Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti. Genotipe Fat pada kedua lokasi tersebut menghasilkan gabah untuk berturut-turut lokasi yaitu 7,38, dan 4,39 ton/ha.

87 59 Di Indramayu hasil gabah per hektar tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit dan Towuti dengan hasil berturut-turut 2,59 dan 2,16 ton. Di Natar hasil gabah per hektar yang tinggi ditunjukkan oleh genotipe FG , FG , FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti dengan hasil berturutturut 3,42, 3,56, 3,92, 3,26, 3,67 dan 4,04 ton. Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit, dan Towuti memiliki hasil gabah per hektar yang tinggi di lokasi Taman Bogo dengan produktivitas berturut-turut berturut-turut 5,54, 5,71, 5,96, dan 5,69 ton/ha. Purworejo dan Taman Bogo merupakan lokasi yang memiliki rata-rata produktivitas sebesar 4,86 dan 4,68 ton/ha. Kedua lokasi tersebut memiliki produktivitas rata-rata lebih tinggi dibandingkan kelima lokasi uji lainnya. Lokasi Bogor dan Indramayu memiliki rata-rata lokasi sebesar 2,15 dan 1,64 ton/ha. Kedua lokasi tersebut memiliki rata-rata lokasi terendah dibandingkan kelima lokasi uji lainnya. Di Bogor produktivitas yang rendah diakibatkan oleh serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) pada fase vegetatif. Rendahnya produktivitas di Indramayu dipengaruhi oleh curah hujan yang rendah. Analisis Francis dan Kannenberg Francis dan Kannenberg (1978) menentukan kestabilan suatu genotipe berdasarkan nilai ragam lingkungan ( ) dan koefisien keragaman (CV i ). Nilai koefisien keragaman (CV i ) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya. Semakin kecil nilai koefisien keragaman dan nilai ragam lingkungan suatu genotipe maka semakin tinggi tingkat kestabilannya. Tabel 23 dan Gambar 5 menunjukkan hubungan koefisien keragaman dengan nilai ragam lingkungan. Genotipe FG1R , FG1R , FG1R , FG1R dan FG1R menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman dan nilai ragam lingkungan mendekati nilai 0,0. Dengan demikian kelima genotipe tersebut sebagai genotipe yang stabil berdasarkan metode Francis dan Kannenberg (1978).

88 CVi (%) 60 Tabel 23. Rataan hasil gabah per hektar, nilai ragam lingkungan dan koefisien keragaman. Genotipe Rataan CV i Hasil (%) Kriteria Stabilitas FG ,84 0,24 23,84 Tidak Stabil FG1R ,16 0,15 17,16 Stabil FG1R ,83 0,10 14,90 Stabil FG1R ,86 0,12 16,51 Stabil FG ,99 0,19 20,28 Tidak Stabil FG ,70 0,29 27,26 Tidak Stabil FG1R ,84 0,09 14,00 Stabil FG1R ,82 0,12 16,46 Stabil FM1R ,52 0,60 27,40 Tidak Stabil Fat ,05 0,37 23,11 Tidak Stabil Situ Bagendit 4,35 0,33 20,91 Tidak Stabil Towuti 4,38 0,34 21,11 Tidak Stabil Rataan Total 3,36 Keterangan: = nilai ragam lingkungan, CV i = koefisien keragaman FG FM1R FG Fat Towuti 20.0 FG Situ Bagendit 17.5 FG1R FG1R FG1R FG1R FG1R Si² Gambar 5. Hubungan koefisien keragaman (CV i ) dengan nilai ragam lingkungan (S i 2 ).

89 61 Analisis Finlay dan Wilkinson Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan koefisien regresi sebagai ukuran stabilitas. Koefisien regresi (b i ) = 1,0 menyatakan genotipe yang diuji stabil pada berbagai kondisi lingkungan. Penambahan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan kepekaan adaptasi terhadap lingkungan ke arah lingkungan optimum. Penurunan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti peningkatan adaptasi terhadap perubahan lingkungan ke arah lingkungan marjinal. Tabel 24. Rataan hasil, koefisien regresi dan produktivitas pada lingkungan 1 ton/ha dan 5 ton/ha. Genotipe Rataan di lingkungan Kriteria b Hasil i 1 ton/ha 5 ton/ha Stabilitas FG ,84 0,58* 1,29 3,62 DATM FG1R ,16 0,68* 1,33 4,06 DATM FG1R ,83 0,84 ns 0,98 4,33 Stabil/DAR FG1R ,86 0,67* 1,23 3,90 DATM FG ,99 0,44* 1,59 3,34 DATM FG ,70 1,02 ns 0,64 4,73 Stabil/DAR FG1R ,84 0,78* 1,07 4,19 DATM FG1R ,82 0,96 ns 0,81 4,66 Stabil/DAR FM1R ,52 1,62* 0,70 7,18 DATO Fat ,05 1,74* 0,33 7,29 DATO Situ Bagendit 4,35 1,31* 1,05 6,28 DATO Towuti 4,38 1,36* 1,00 6,42 DATO Rataan Total 3,36 1,00 1,00 5,00 Keterangan: b i = koefisien regresi, = Produktivitas genotipe ke-i, * berbeda nyata pada uji t 0, dan ns tidak berbeda nyata pada uji t 0, DAR = daya adaptasi rendah terhadap semua lokasi, DATM = daya adaptasi tinggi di lingkungan marjinal, DATO = daya adaptasi tinggi di lingkungan optimal. Tabel 24 menunjukkan nilai koefisien regresi tidak berbeda nyata dengan b i = 1 oleh genotipe FG1R , FG dan FG1R Nilai koefisien regresi ketiga genotipe tersebut berturut-turut 0,84, 1,02 dan 0,96. Ketiga genotipe tersebut memiliki rataan hasil berturut-turut sebesar 2,83, 2,70 dan 2,82 ton/ha. Hasil ketiga genotipe tersebut lebih rendah dibanding rataan total sebesar 3,36 ton/ha. Menurut Finlay dan Wilkinson (1963) bahwa ketiga genotipe tersebut sebagai genotipe yang stabil, namun dengan daya adaptasi yang rendah pada semua lingkungan. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara nilai koefisien regresi dan hasil rata-rata dari ketiga genotipe di atas.

90 bi Fat FM1R Towuti Situ Bagendit 1.00 FG FG1R FG1R FG1R FG1R FG FG1R FG Hasil Gambar 6. Hubungan koefisien regresi dengan produktivitas gabah. Gambar 7. Pola populasi genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah dengan indeks lingkungan.

91 63 Genotipe FG , FG1R , FG1R , FG dan FG1R memiliki nilai koefisien regresi berturut-turut 0,58, 0,68, 0,67, 0,44, dan 0,78 (Tabel 24). Kelima genotipe tersebut memiliki rataan hasil berturut-turut 2,84, 3,16, 2,86, 2,99 dan 2,84. Gambar 6 menunjukkan kelima genotipe itu memiliki nilai koefisien regresi kurang dari 1,0 dan rataan hasilnya di bawah rataan total. Dengan demikian genotipe-genotipe tersebut sebagai genotipe yang beradaptasi khusus terhadap lingkungan yang marjinal (Finlay & Wilkinson 1963). Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti memiliki nilai koefisien regresi berturut-turut 1,62, 1,74, 1,31 dan 1,36 (Tabel 24). Keempat genotipe tersebut memiliki rataan hasil berturut-turut 4,52, 4,05, 4,35 dan 4,38. Gambar 6 menunjukkan kelima genotipe itu memiliki nilai koefisien regresi lebih tinggi dari 1,0 dan rataan hasilnya di atas rataan umum. Dengan demikian genotipe-genotipe tersebut sebagai genotipe yang beradaptasi khusus terhadap lingkungan yang optimal (Finlay & Wilkinson 1963). Gambar 7 menunjukkan pola populasi 12 genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah dengan indeks lingkungan. Finlay dan Wilkinson (1963) mengemukakan bahwa ketika genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang optimum (b i > 1), jika berada pada lingkungan marjinal akan memiliki rata-rata hasil di bawah rata-rata umum. Genotipe yang beradaptasi khusus pada lingkungan yang marjinal (b i < 1), jika berada pada lingkungan marjinal akan memiliki rata-rata hasil di atas rata-rata umum. Hasil penelitian ini yang menunjukkan lingkungan marjinal yaitu pada lokasi Indramayu dengan ratarata lokasi sebesar 1,64 ton/ha (Tabel 22). Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti sebagai genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang optimum. Genotipe FM1R dan Fat ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut berturutturut mempunyai produktivitas 0,70 dan 0,33 ton/ha (Tabel 24) di bawah nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe Situ Bagendit dan Towuti ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut berturut-turut 1,05 dan 1,00 ton/ha (Tabel 24) sama dengan nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe FG , FG1R , FG1R , FG ,

92 64 dan FG1R sebagai genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang marjinal. Genotipe FG , FG1R , FG1R dan FG ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut berturut-turut 1,29, 1,33, 1,23, dan 1,59 ton/ha (Tabel 22) di atas nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe FG1R ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut 1,07 ton/ha (Tabel 24) sama dengan nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang optimum (b i > 1), jika berada pada lingkungan optimum akan memiliki rata-rata hasil di atas ratarata umum. Sedangkan genotipe yang beradaptasi khusus pada lingkungan yang marjinal (b i < 1), jika berada pada lingkungan optimum akan memiliki rata-rata hasil di bawah rata-rata umum. Pada penelitian ini, lokasi yang menunjukkan lingkungan optimum yaitu pada lokasi Purworejo dan Taman Bogo dengan ratarata lokasi sebesar 4,86 dan 4,68 ton/ha (Tabel 22). Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 5, maka rata-rata keempat genotipe tersebut berturut-turut 7,18, 7,29, 6,28 dan 6,42 ton/ha (Tabel 24) di atas nilai indeks lingkungan = 5. Genotipe FG , FG1R , FG1R , FG dan FG1R , ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 5, maka rata-rata kelima genotipe tersebut berturut-turut 3,62, 4,06, 3,90, 3,34, dan 4,19 ton/ha (Tabel 24) di bawah nilai indeks lingkungan = 5. Analisis Eberhart dan Russell Hasil analisis ragam uji stabilitas Eberhart dan Russell (1966) pada Tabel 25 menunjukkan bahwa genotipe (G), lingkungan (L) + interaksi G x L, Lingkungan (linier), Interaksi G x L (linier) dan Simpangan gabungan sangat berbeda nyata. Keragaman yang nyata untuk lingkungan (L) + interaksi G x L, Lingkungan (linier) dan Interaksi G x L (linier) menunjukkan respon yang berbeda dari 12 genotipe padi gogo yang diuji pada 7 lokasi. Perbedaan nyata yang ditunjukkan oleh simpangan gabungan menjelaskan bahwa analisis tersebut merupakan indikator adanya genotipe yang dapat diklasifikasikan ke dalam genotipe yang stabil menurut metode Eberhart dan Russell (1966).

93 65 Berdasarkan Tabel 25 hasil analisis gabungan stabilitas hasil dengan metode Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa genotipe FG1R , FG1R , FG , FG1R , FG1R , Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti tidak berbeda nyata. Kedelapan genotipe yang tidak berbeda nyata tersebut berarti memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ) relatif mendekati nol. Nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ) dari kedelapan genotipe tersebut berturut-turut 0,00, 0,00, 0,02, 0,00, 0,03, 0,03, 0,04 dan 0,02 (Tabel 26). Tabel 25. Analisis ragam gabungan untuk menguji stabilitas hasil dengan metode Eberhart dan Russell (1966). Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Bebas Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01 Total 83 44,82 0,54 Genotipe (G) 11 8,34 0,76 9,21 ** 1,95 2,56 Lingkungan (L) + Interaksi G x L 72 36,49 0,51 6,16 ** 1,51 1,80 Lingkungan (linier) 1 27,18 27,18 330,19 ** 4,00 7,08 Interaksi G x L (linier) 11 4,37 0,40 4,83 ** 1,95 2,56 Simpangan gabungan 60 4,94 0,08 2,36 ** 1,37 1,56 FG ,56 0,11 3,23 ** 2,25 3,09 FG1R ,59 0,12 3,40 ** FG1R ,14 0,03 0,80 ns FG1R ,18 0,04 1,01 ns FG ,28 0,06 1,60 ns FG ,99 0,20 5,65 ** FG1R ,07 0,01 0,40 ns FG1R ,30 0,06 1,72 ns FM1R ,87 0,17 5,00 ** Fat ,32 0,06 1,83 ns Situ Bagendit 5 0,37 0,07 2,13 ns Towuti 5 0,27 0,05 1,54 ns Galat gabungan 252 8,79 0,04 Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01; dan ns taraf peluang >0,05. berbeda nyata pada Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa untuk menentukan kestabilan harus didasarkan pada nilai koefisien regresi (b i ) dan juga nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ). Genotipe yang memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ) mendekati nol dan nilai koefisien regresi (b i ) mendekati satu menjadi genotipe yang stabil. Tabel 26 menunjukkan bahwa genotipe FG1R (b i = 0,84; = 0,00), FG1R (b i = 0,78; = 0,00)

94 bi 66 dan FG1R (b i = 0,96; metode uji stabilitas Eberhart dan Russell (1966). = 0,03) sebagai genotipe yang stabil berdasarkan Tabel 26. Rataan hasil gabah per hektar, nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Genotipe Rataan Hasil b i Kriteria Stabilitas FG ,84 0,58 0,08 ** Tidak Stabil FG1R ,16 0,68 0,08 ** Tidak Stabil FG1R ,83 0,84 0,00 ns Stabil FG1R ,86 0,67 0,00 ns Tidak Stabil FG ,99 0,44 0,02 ns Tidak Stabil FG ,70 1,03 0,16 ** Tidak Stabil FG1R ,84 0,78 0,00 ns Stabil FG1R ,82 0,96 0,03 ns Stabil FM1R ,52 1,62 0,14 ** Tidak Stabil Fat ,05 1,74 0,03 ns Tidak Stabil Situ Bagendit 4,35 1,31 0,04 ns Tidak Stabil Towuti 4,38 1,36 0,02 ns Tidak Stabil Rataan Total 3,36 Keterangan : b i = nilai koefisien regresi, = simpangan regres, ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01, dan ns berbeda nyata pada taraf peluang >0, Fat FM1R Towuti Situ Bagendit 1.00 FG FG1R FG1R FG1R FG1R FG1R FG FG S²di Gambar 8. Hubungan nilai koefisien regresi (b i ) dan nilai simpangan regresi ( ).

95 67 Gambar 8 menjelaskan hubungan antara nilai koefisien regresi dan nilai ragam simpangan regresi. Genotipe FG1R , FG1R dan FG1R yang memiliki nilai koefisien regresi mendekati 1 dan nilai ragam simpangan regresi yang mendekati 0. Hal ini sesuai dengan metode Eberhart dan Russell (1966) terlihat mendekati garis koefisien regresi 1,00 dan sejajar titik simpangan regresi 0,00. Analisis AMMI Berdasarkan hasil analisis ragam Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) komponen utama dan komponen interaksi berpengaruh sangat nyata pada nilai peluang 0,000 (Tabel 27). Menurut Novianti et al. (2010) adanya interaksi yang nyata dapat dilakukan analisis AMMI untuk mengetahui interaksi antara genotipe dan lingkungan serta kestabilan suatu genotipe. elanjutnya a diyah dan attjik (2011) menyatakan adanya pengaruh interaksi genotipe x lingkungan yang nyata menjadikan analisis stabilitas AMMI pada struktur interaksi tersebut bermakna. Hasil analisis ragam AMMI menunjukkan interaksi antar komponen utama 1 (IAKU1) dan interaksi antar komponen utama 2 (IAKU2) sangat berbeda nyata pada taraf peluang kurang dari 1% dengan peluang 0,000 (Tabel 27). IAKU3-IAKU6 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (taraf peluang lebih dari 5%). Berdasarkan analisis stabilitas AMMI penguraian bilinear terhadap matriks pengaruh interaksi dari data hasil gabah per hektar diperoleh nilai singular sebagai berikut: 2,51, 1,26, 0,82, 0,64, 0,50 dan 0,34. Nilai singular tersebut memperlihatkan bahwa banyaknya komponen yang dapat dipertimbangkan sebagai model IAKU adalah komponen ke-1 sampai komponen ke-6. Kontribusi keragaman pengaruh interaksi yang mampu diterangkan oleh berturut-turut komponen adalah 67,62%, 16,97%, 7,17%, 4,38%, 2,66% dan 1,20% (Tabel 27). Berdasarkan nilai kontribusi keragaman tersebut terlihat bahwa dua komponen pertama memiliki peranan yang dominan dalam menerangkan keragaman pengaruh yaitu interaksi sebesar 84,59%. Kontribusi keragaman dominan dari IAKU komponen 1 dan 2 mendukung hasil analisis ragam AMMI dimana IAKU1 dan IAKU2 sangat berbeda nyata.

96 68 Tabel 27. Hasil analisis ragam AMMI untuk hasil gabah per hektar. Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F- Hitung Kontribusi Terhadap Keragaman (%) Kontribusi Terhadap Keragaman G x E (%) Lingkungan (L) 6 108,65 18,11 30,31 ** 48,50 Ulangan /Lingkungan 21 12,55 0,6 4,29 ** 5,60 Genotipe (G) 11 33,37 3,03 21,78 ** 14,90 Interaksi G x L 66 37,24 0,56 4,05 ** 16,63 IAKU ,18 1,57 11,30 ** 67,62 IAKU2 14 6,32 0,45 3,24 ** 16,97 IAKU3 12 2,67 0,22 1,59 ns 7,17 IAKU4 10 1,63 0,16 1,17 ns 4,38 IAKU5 8 0,99 0,12 0,89 ns 2,66 IAKU6 6 0,45 0,08 0,54 ns 1,20 Galat ,19 0,14 Total ,00 Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01; dan ns taraf peluang >0,05. berbeda nyata pada IAKU1 dan IAKU2 dari hasil analisis interaksi antar komponen utama mampu menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan sampai 84,59%. Dengan demikian keragaman yang tidak dapat diterangkan oleh model tersebut sebesar 15,41%. Nilai stabilitas AMMI mampu memberikan gambaran genotipe-genotipe dengan tingkat stabilitas yang beragam. Koefisien keragaman menilai stabilitas hasil suatu genotipe atas dasar fisiologis genotipe yang menunjukkan kemampuan suatu genotipe mempertahankan hasil di lingkungan uji yang terbatas. Gambar 9 menunjukkan interaksi antar komponen utama 1 dengan interaksi antar komponen utama 2 untuk data hasil gabah per hektar yang telah ditransformasi. Interaksi antar komponen utama mampu menerangkan keragaman pengaruh interaksi sebesar 84,6%. Hal ini menjelaskan bahwa IAKU1 mampu menerangkan pengaruh interaksi sebesar 67,6%, sedangkan yang diterangkan IAKU2 sebesar 17,0%. Semakin dekat titik genotipe dengan titik ordinat (0,0) sebagai sumbu semakin tinggi tingkat kestabilan suatu galur. Demikian juga dengan titik lingkungan yang semakin dekat dengan titik ordinat (0,0) sebagai sumbu. Hal ini berarti semakin baik tingkat dukungan suatu lingkungan terhadap semua genotipe yang ditanam pada lingkungan tersebut. Kedekatan garis lingkungan dan titik genotipe yang ada dalam gambar memperlihatkan keeratan hubungan antara

97 69 genotipe dengan lingkungan. Hal ini berarti lingkungan tersebut sangat memberikan dukungan yang baik terhadap genotipe yang cocok tumbuh pada lingkungan itu (Mattjik & Sumertajaya 2000). Dengan demikian genotipe padi gogo tipe baru yang diuji dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu genotipe yang stabil dan genotipe yang spesifik. FG NATAR Fat PURWOREJO TAMAN BOGO SUKABUMI Situ Bagendit Towuti FM1R FG1R FG1R INDRAMAYU FG1R FG1R FG FG1R FG BOGOR WONOSARI Gambar 9. Biplot interaksi IAKU1 dan IAKU2 untuk data hasil gabah/hektar. Biplot IAKU1 dan IAKU2 menunjukkan bahwa genotipe FG1R , FG1R dan FG1R memiliki keragaman yang relatif kecil. Keragaman yang kecil menempatkan ketiga genotipe tersebut mendekati pusat sumbu. Dengan demikian genotipe FG1R , FG1R dan FG1R dikelompokkan sebagai genotipe yang stabil dan beradaptasi luas (adaptasi umum) berdasarkan metoda stabilitas AMMI. Keeratan hubungan antara genotipe dan lingkungan tempat tumbuh ditunjukkan antara genotipe FM1R-1-3-1, Fat dan Towuti dengan lokasi Purworejo; genotipe Situ Bagendit dengan lokasi genotipe Sukabumi; genotipe FG dengan lokasi Natar; genotipe FG dengan lokasi Indramayu; dan genotipe FG , FG1R dan FG1R dengan lokasi Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe FG , FG1R , FG1R ,

98 70 FG , FG , FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti sebagai genotipe yang spesifik dan beradaptasi sempit (adaptasi khusus) yang memiliki kemampuan tumbuh dengan baik pada lingkungan tersebut. Dengan demikian genotipe FM1R-1-3-1, Fat dan Towuti sangat sesuai jika ditanam di lokasi Purworejo. Genotipe Situ Bagendit sangat sesuai jika ditanam di lokasi Sukabumi. Genotipe FG sangat sesuai jika ditanam di lokasi Natar. Genotipe FG sangat sesuai jika ditanam di lokasi Indramayu. Genotipe genotipe FG , FG1R dan FG1R sangat sesuai jika ditanam di lokasi Bogor. Kriteria Stabilitas dari Empat Metode Uji Stabilitas Hasil Kemampuan beradaptasi yang luas suatu genotipe tanaman menunjukkan kemampuan yang stabil dalam menanggapi kondisi lingkungan yang berbeda. Stabilitas dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu stabilitas statis (stabilitas biologis) dan stabilitas dinamis (stabilitas agronomis) (Becker & Leon 1988, Kang 2002). Stabilitas statis (biologis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas dengan metode Francis dan Kannenberg dan Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (b i ) = 0 (Becker & Leon 1988). Stabilitas dinamis (agronomis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas dengan metode Plaisted dan Peterson, Plaisted, Wricke, Shukla, Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (b i ) = 1, Perkins dan Jinks, Eberhart dan Russell serta stabilitas metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) (Becker & Leon 1988, Mattjik & Sumertajaya 2000). Tabel 28 menunjukkan kriteria stabilitas dari 12 galur yang diuji menggunakan empat metode analisis stabilitas hasil. Genotipe FG1R dan FG1R dinyatakan stabil oleh empat metode stabilitas hasil yaitu Francis- Kannenberg, Finlay-Wilkinson, Eberhart-Russell dan AMMI. Genotipe FG1R dinyatakan stabil oleh tiga metode stabilitas hasil yaitu Francis-Kannenberg, Eberhart-Russell dan AMMI. Dengan demikian genotipe FG1R , FG1R dan FG1R sebagai genotipe yang memiliki stabilitas statis-dinamis. Stabil statis berdasarkan metode stabilitas Francis-Kannenberg dan stabil dinamis

99 71 berdasarkan ketiga metode yang lain (berdasarkan metode stabilitas Wilkinson, Eberhart-Russell dan AMMI). Finlay- Tabel 28. Kriteria stabil dari 4 metode analisis stabilitas hasil. Genotipe Francis - Kannenberg Finlay - Wilkinson Eberhart - Russell AMMI FG Tidak Stabil DATM Tidak Stabil Spesifik FG1R Stabil DATM Tidak Stabil Spesifik FG1R Stabil Stabil/DAR Stabil Stabil FG1R Stabil DATM Tidak Stabil Spesifik FG Tidak Stabil DATM Tidak Stabil Spesifik FG Tidak Stabil Stabil/DAR Tidak Stabil Spesifik FG1R Stabil DATM Stabil Stabil FG1R Stabil Stabil/DAR Stabil Stabil FM1R Tidak Stabil DATO Tidak Stabil Spesifik Fat Tidak Stabil DATO Tidak Stabil Spesifik Situ Bagendit Tidak Stabil DATO Tidak Stabil Spesifik Towuti Tidak Stabil DATO Tidak Stabil Spesifik Keterangan: DAR = daya adaptasi rendah terhadap semua lokasi, DATM = daya adaptasi tinggi di lingkungan marjinal, DATO = daya adaptasi tinggi di lingkungan optimal. Genotipe FG1R dan FG1R dinyatakan stabil oleh satu metode uji stabilitas hasil yaitu Francis-Kannenberg (Tabel 28). Metode uji stabilitas Francis-Kannenberg sebagai metode stabilitas hasil yang tergolong dalam stabilitas statis (Becker & Leon 1988) atau biologis (Kang 2002). Dengan demikian genotipe FG1R dan FG1R dinyatakan sebagai genotipe dengan stabilitas statis. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil relatif sama pada setiap lingkungan dengan respon homeostatis dan memiliki nilai koefisien keragaman mendekati nilai nol dan nilai ragam lingkungan juga mendekati nilai nol. Genotipe FG dinyatakan stabil oleh satu metode uji stabilitas hasil yaitu Finlay-Wilkinson (Tabel 28). Metode uji stabilitas Finlay-Wilkinson sebagai metode stabilitas hasil yang tergolong dalam stabilitas dinamis (Becker & Leon 1988) atau agronomis (Romagosa & Fox 1993). Dengan demikian genotipe FG dinyatakan sebagai genotipe dengan stabilitas dinamis. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil berfluktuasi dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon developmental stability. Hasil regresi menunjukkan kenaikan hasil

100 72 sejalan dengan kenaikan indeks lingkungan yang dinyatakan dengan nilai koefisien regresi mendekati 1,0. Hasil genotipe tersebut lebih rendah dibanding rataan umum sehingga dinyatakan sebagai genotipe stabil dengan adaptasi yang rendah terhadap semua lingkungan. Genotipe FG dan FG dinyatakan tidak stabil oleh metode Francis-Kannenberg dan Eberhart-Russell (Tabel 28). Dua genotipe tersebut oleh metode stabilitas hasil metode Finlay-Wilkinson dinyatakan sebagai genotipe yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang marjinal. Metode AMMI menunjukkan bahwa kedua genotipe tersebut sebagai genotipe spesifik lingkungan tertentu yaitu genotipe FG spesifik pada lokasi Bogor dan genotipe FG spesifik pada lokasi Indramayu. Dengan demikian kedua genotipe tersebut dinyatakan sebagai genotipe yang memiliki adaptasi spesifik pada lingkungan marjinal. Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti dinyatakan tidak stabil oleh metode Francis-Kannenberg dan Eberhart-Russell (Tabel 28). Hasil analisis metode Finlay-Wilkinson menunjukkan bahwa keempat genotipe tersebut sebagai genotipe yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang optimum. Metode AMMI menunjukkan bahwa keempat genotipe tersebut sebagai genotipe spesifik lingkungan tertentu yaitu genotipe FM1R-1-3-1, Fat dan Towuti spesifik pada lokasi Purworejo dan genotipe Situ Bagendit spesifik pada lokasi Sukabumi. Dengan demikian keempat genotipe tersebut dinyatakan sebagai genotipe yang memiliki adaptasi spesifik pada lingkungan optimum.

101 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara 10 galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Hasil analisis menunjukkan 2 (dua) galur, yaitu FM1R dan Fat paling banyak memiliki kriteria karakter padi gogo tipe baru seperti hasil gabah kering per rumpun yang tinggi (> 4 ton/ha), jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman cm dan persen gabah isi lebih dari 75% dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang optimal. Di antara sepuluh galur yang diuji, genotipe FM1R memberikan hasil gabah per hektar tertinggi yaitu 4,52 ton/ha. Genotipe FM1R merupakan genotipe yang memiliki adaptasi spesifik pada lingkungan optimum. Saran Perlu dilakukan penanaman padi gogo pada musim tanam kedua untuk melihat pengaruh dari ragam yang dipengaruhi oleh faktor musim dan untuk melengkapi jumlah unit pengujian sebagai prasyarat untuk pelepasan suatu varietas unggul nasional berdasarkan permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/ 10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 yang mengharuskan melakukan pengujian dengan total unit sebanyak 8 unit pengujian.

102

103 DAFTAR PUSTAKA Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(1):1-9. Allard RW Principles of Plant Breeding. New York: John Wiley & Sons. Annicchiarico P. 2002a. Defining adaptation strategies and yield-stability targets in breeding programmes. Di dalam: Kang MS, editor. Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. Walingford. Oxon.UK: CAB International Publishing. hlm Annicchiarico P. 2002b. Genotype x Environment Interactions Challenges and Opportunities for Plant Breeding and Cultivar Recommendation. Rome: Foot and Agriculture Organization of the United Nations. [Badan Litbang Pertanian] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Pertanian: Tinjauan Aspek Sumber daya Lahan. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Baihaki AN, Wicaksana Interaksi genotipe x lingkungan, adaptabilitas, dan stabilitas hasil, dalam pengembangan tanaman varietas unggul di Indonesia. Zuriat 16(1):1-8. Basyr A, Punarto S, Suyamto, Supriyanti Padi Gogo. Monograf Balittan Malang. No. 14. Malang: Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. [BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian Policy Brief Keragaan dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Pembangunan Pertanian. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian. Becker HC, Leon J Stability analysis in plant breeding. Plant Breeding 101: Chagal GS, Gosal SS Principles and Procedures of Plant Breeding, Biotechnological and Conventional Approaches. New Delhi. India: Narosa Publishing House. hlm Chang T, Bardenas EA, Rosario ACD The Morphology and Varietal Characteristics of the Rice Plant. Philippines: The International Rice Research Institute Technical. hlm [Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia Basis Data Statistik Pertanian. [21 Februari 2011].

104 76 Dewi IS, Purwoko BS Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman padi. Bul Agron 29(2): Dewi IS, Purwoko BS Kultur in vitro untuk produksi tanaman haploid androgenik. Di dalam: Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor: IPB Press. hlm Dewi IS, Trilaksana AC, Trikoesoemaningtyas, Purwoko BS Karakterisasi galur haploid ganda hasil kultur antera padi. Buletin Plama Nutfah 15(1): Eberhart SA, Russell WA Stability characters for comparing varieties. Crop Sci 6: Falconer DS, Mackay TFC Introduction to Quantitative Genetics. Fourth Edition. England: Longman Group Ltd. Finlay KW, Wilkinson GN The analysis of adaptation in a plant breeding programme. Aust J Agric Res 4: Francis TR, Kannenberg LW Yield stability studies in short-season maize. I. A descriptive methods to for grouping genotype. Can J Plant Sci 58: Hadi AF Model AMMI terampat untuk data berdistribusi bukan normal. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Herawati R, Purwoko BS, Dewi IS Keragaman genetik dan karakter agronomi galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J Agron Indonesia 37(2): Herawati R, Purwoko BS, Khumaida N, Dewi IS, Abdullah B Pembentukan galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru melalui kultur antera. Bul Agron 36(3): Jambormias E, Riry J Aplikasi GGE biplot untuk evaluasi stabilitas dan adaptasi genotipa-genotipa dengan data percobaan lingkungan ganda. Jurnal Budidaya Pertanian 4(2): Kang MS Genotype-environment interaction: Progress and Prospects. Di dalam: Kang MS, editor. Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. CAB International Publishing, Walingford, Oxon, UK. hlm Khush GS Breaking the yield frontier of rice. Geo Journal 35:

105 77 Khush GS, Coffman WR, Beachell HM The history of rice breeding: IRRI s contribution. Di dalam: Rockwood WG, editor. Rice Research and Production in the 21st Century. Symposium honoring Robert F. Chandler, Jr. New York: IRRI. hlm Kobata T, Iida K Low grain ripening in the New Plant Type rice due to shortage of assimilate supply. New Directions for a Diverse Planet: Proceedings of the 4th International Crop Science Congress Brisbane, Australia, 26 September 1 October Lin CS, Binns MR, Lefkovitch LP Stability analysis: where do we stand?. Crop Science 26: Mangoendidjojo W Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius. Manurung SO, Ismunadji M Morfologi dan fisiologi padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 1. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm Matsuo T, Hoshikawa K Science of the Rice Plant Morphology. Volume I. Tokyo: Food and Agriculture Policy Research Center. Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan, dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi pertama. Bogor: IPB Press. Moedjiono, Mejaya MJ Variabilitas genetik beberapa karakter plasma nutfah jagung koleksi Balittas Malang. Zuriat 5(2): Novianti P, Mattjik AA, Sumertajaya IM Pendugaan kestabilan genotipe pada model AMMI menggunakan metode resampling bootstrap. Forum Statistika dan Komputasi 15 (1): Panneerselvam R Research Methodology. New Delhi: Prentice-Hall of India Privated Limited. hlm Peng S, Khush GS, Cassman KG Evaluation of a new plant ideotype for increased yield potential. Di dalam: Cassman KG, editor. Breaking the Yield Barrier. Proceedings of a Workshop on Rice Yield Potential in Favourable Environments. Los Banos. Philippines: International Rice Research Institute. hlm Peng S, Cassman KG, Virmani SS, Sheehy J, Khush GS Yield potential trends of tropical rice since the release of IR8 and the challenge of increasing rice yield potential. Crop Sci 39:

106 78 Peng S, Khush GS, Virk P, Tang Q, Zou Y Progress in ideotype breeding to increased rice yield potential. Review. Field Crops Research 108: Perkins JM, Jinks JL Environmental and genotype-environmental components of variability: III Multiple lines and crossers. Heredity 23: Poespodarsono S Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. hlm [Puslitbangtan] Pusat dan Penelitian Pengembangan Pertanian Fatmawati padi varietas unggul tipe baru berdaya hasil tinggi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25:6. Rasyad A, Idwar Interaksi genetik x lingkungan dan stabilitas komponen hasil berbagai genotipe kedelai di Provinsi Riau. J Agron Indonesia 38 (1): Roy D Plant Breeding. Analysis and Exploitation of Variation. New Delhi: Narosa publising House. hlm 701. Romagosa I, Fox PN Genotype x environment interaction and adaptation. Dalam: Hayward MD, Bosemark, Romagosa I, editor. Plant Breeding. Principle and Prospects. London: Chapman and Hall. hlm Rusdiansyah Identifikasi Padi Gogo dan Padi Sawah Lokal Asal Kecamatan Sembakung dan Sebuku Kabupaten Nunukan. Proyek FORMACS-CARE Internasional Indonesia-Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. Samarinda: Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. a diyah H, attjik AA, umertajaya I Penanganan model campuran pada percobaan multilokasi menggunakan BLUP (mixed model in the analysis of multi-environment trial using BLUP). Di dalam: Mattjik AA, Sumertajaya IM, Hadi AF, Wibawa GNA. Pemodelan Aditif Main-Effect & Multiplicative Interaction (AMMI): Kini Dan Yang Akan Datang. Bogor: IPB Press. Safitri H Kultur antera dan evaluasi galur dihaploid untuk mendapatkan padi gogo tipe baru. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Safitri H, Purwoko BS, Wirnas D, Dewi IS, Abdullah B Daya kultur antera beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru. J Agron Indonesia 38 (2):81-87.

107 79 Shukla GK Some statistical aspects of partitioning genotype-environmental components of variability. Heredity 29: Singh RK, Chaudhary BD Biometrical Methods in Quantitative Genetical Analysis. New Delhi. India: Kalyani Publication. hlm Sleper DA, Poehlman JM Breeding Field Crops. 5th edition. Ames. Iowa. USA: Blackwell Publishing. Stanfield WD Theory and Problems of Genetics. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill. Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R Analisis stabilitas hasil tujuh populasi jagung manis menggunakan metode additive main effect multiplicative interaction (AMMI). Bul Agron 34 (2): Sumertajaya IM Analisis Statistik Interaksi Genotipe dengan Lingkungan. Departemen Statistik, Fakultas Matematika dan IPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soemartono Genetika Kuantitatif. Buku Catatan Kuliah. PAU Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Syukur M Analisis Stabilitas dan Analisis Ragam Menggunakan SAS. Modul Pelatihan Pengelolaan Data. Indonesia: PT. DuPont Indonesia. Syukur M, Sujiprihati S, dan Yunianti R Teknik Pemuliaan Tanaman. Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Vergara BS, Venkateswarlu B, Janoria M, Ahn JK, Kim JK, Visperas RM Rationale for a low-tillering rice plant type with high-density grains. Di dalam Direct Seeded Flooded Rice in the Tropics. Selected Papers from the International Rice Research Conference Seoul, Korea August Philippines: International Rice Research Institute. hlm Wricke G On a method of understanding the biological diversity in field research. Z Planzenzuchtg 47: Wricke G, Weber WE Quantitative Genetics and Selection in Plant Breeding. Berlin-New York: Walter de Gruyter. hlm 45.

108

109 LAMPIRAN

110

111 81 Lampiran 1. Deskripsi varietas pembanding a. Situ Bagendit Nomor seleksi : S4325D Asal Persilangan : Batur/ 2 *S2823-7D-8-1-A Golongan : Cere Umur tanaman : hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Anakan produktif : batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22 % Bobot 1000 butir : 27,5 g Rata-rata hasil : 4,0 t/ha pada lahan kering 5,5 t/ha pada lahan sawah Potensi hasil : 6,0 t/ha Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap blas Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : Cocok ditanam di lahan kering maupun ditanam di lahan sawah Pemulia : Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat, Ismail BP, dan N. Yunani, Tim peneliti : Mukelar Amir, Atito D., dan Y. Samaullah, Teknisi : Meru, U. Sujanang, Karmita, dan Sukarno Dilepas tahun : 2003

112 82 b. Towuti Nomor seleksi : S3385-5E Asal persilangan : S499B-28/Carreon// 2 *IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Anakan produktif : batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar sebelah bawah daun Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Bobot 1000 butir : 26 g Rata rata hasil : 4,0 t/ha pada lahan kering 6,0 t/ha pada lahan sawah Potensi hasil : 7,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan rentan biotipe 3 Penyakit : Agak tahan hawar daun bakteri strain III dan IV, dan agak tahan terhadap blas Anjuran tanam : Cocok ditanam di lahan sawah, maupun lahan kering pada musim hujan. Untuk lahan kering sebaiknya tidak lebih dari 500 m dpl. Pemulia : Z. A. Simanullang, Tarjat T., Aan A. Daradjat, Ismail BP. dan E. Sumadi Dilepas tahun : 1999

113 83 Lampiran 2. Lay out pelaksanaan di lapangan a. Lay Out Lapangan 1: 100 cm 100 cm I. R1 I. R2 I. R3 I. R4 I. R5 I. R6 I. R7 I. R8 I. R9 I. R10 I. R11 I. R cm 100 cm II. R9 II. R6 II. R8 II. R5 II. R12 II. R10 II. R4 II. R1 II. R7 II. R2 II. R3 II. R cm 100 cm III. R5 III. R4 III. R11 III. R6 III. R3 III. R1 III. R7 III. R10 III. R2 III. R12 III. R8 III. R9 100 cm 100 cm IV. R6 IV. R5 IV. R3 IV. R9 IV. R12 IV. R2 IV. R4 IV. R7 IV. R10 IV. R8 IV. R11 IV. R1 100 cm 100 cm Keterangan: R1 = FG R2 = FG1R R3 = FG1R R4 = FG1R R5 = FG R6 = FG R7 = FG1R R8 = FG1R R9 = FM1R R10 = Fat R11 = Situ Bagendit R12 = Towuti = Jarak

114 84 b. Lay Out Lapangan 2: 100 cm 100 cm I. R1 I. R7 I. R2 I. R8 I. R3 I. R9 I. R4 I. R10 I. R5 I. R11 I. R6 I. R cm 100 cm II. R9 II. R11 II. R6 II. R3 II. R8 II. R2 II. R5 II. R7 II. R12 II. R1 II. R10 II. R4 100 cm 100 cm III. R5 III. R9 III. R4 III. R7 III. R11 III. R12 III. R6 III. R2 III. R3 III. R10 III. R1 III. R8 100 cm 100 cm IV. R6 IV. R1 IV. R5 IV. R11 IV. R3 IV. R8 IV. R9 IV. R10 IV. R12 IV. R7 IV. R2 IV. R4 100 cm 100 cm Keterangan: R1 = FG R2 = FG1R R3 = FG1R R4 = FG1R R5 = FG R6 = FG R7 = FG1R R8 = FG1R R9 = FM1R R10 = Fat R11 = Situ Bagendit R12 = Towuti = Jarak

115 85 c. Lay Out Lapangan 3: 100 cm 100 cm I. R1 I. R6 I. R7 I. R12 I. R2 I. R5 I. R8 I. R11 I. R3 I. R4 I. R9 I. R10 80 cm III. R5 III. R1 III. R7 III. R9 III. R4 III. R3 III. R10 III. R8 III. R11 III. R6 III. R2 III. R cm 100 cm II. R9 II. R10 II. R4 II. R11 II. R6 II. R12 II. R1 II. R3 II. R8 II. R5 II. R7 II. R2 80 cm IV. R6 IV. R2 IV. R4 IV. R8 IV. R5 IV. R12 IV. R7 IV. R11 IV. R3 IV. R9 IV. R10 IV. R1 100 cm 100 cm Keterangan: R1 = FG R2 = FG1R R3 = FG1R R4 = FG1R R5 = FG R6 = FG R7 = FG1R R8 = FG1R R9 = FM1R R10 = Fat R11 = Situ Bagendit R12 = Towuti = Jarak

116 86 Lampiran 3. Data iklim beberapa lokasi uji. a. Lokasi Bogor

117 a. Lanjutan Lokasi Bogor 87

118 88 b. Lokasi Taman Bogo

119 b. Lanjutan Lokasi Taman Bogo 89

120 90 c. Lokasi Wonosari

121 StDev Percent Lingk_Genotipe 91 Lampiran 4. Grafik uji kenormalan, uji kehomogenan ragam dan transformasi box-cox. a. Umur berbunga Grafik uji kenormalan umur berbunga (HST) padi gogo Normal RESIDU UB (HST) A 5 10 Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam umur berbunga (HST) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of UB (HST) 4.0 Lower CL Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) 3.8 Estimate 3.24 Lower CL Upper CL 4.36 Rounded Value Limit Lambda C Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer umur berbunga (HST) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer umur berbunga (HST) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data umur berbunga (HST) padi gogo.

122 StDev Percent Lingk_Genotipe 92 b. Umur Panen Grafik uji kenormalan umur panen (HST) padi gogo Normal RESIDU UP (HST) A Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam umur panen (HST) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of UP (HST) Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL * Upper CL Rounded Value Limit Lambda C Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer umur panen (HST) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer umur panen (HST) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data umur panen (HST) padi gogo.

123 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 93 c. Tinggi Tanaman Grafik uji kenormalan tinggi tanaman (cm) padi gogo Normal RESIDU TT (cm) A Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam tinggi tanaman (cm) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of TT (cm) 45 Lower CL Upper CL Lambda 40 (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL Upper CL Rounded Value Limit Lambda C Grafik uji kenormalan tinggi tanaman (cm) padi gogo Normal RESIDU TT (cm) D Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam tinggi tanaman (cm) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer tinggi tanaman (cm) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer tinggi tanaman (cm) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data tinggi tanaman (cm) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi tinggi tanaman (cm) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi tinggi tanaman (cm) padi gogo.

124 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 94 d. Jumlah Anakan Vegetatif Grafik uji kenormalan jumlah anakan vegetatif padi gogo Normal RESIDU JAV A 5 10 Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan vegetatif padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of JAV 40 Lower CL Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL Upper CL 0.11 Rounded Value Lambda Limit C Grafik uji kenormalan jumlah anakan vegetatif padi gogo Normal RESIDU JAV D Mean E-18 StDev N 336 KS P-Value >0.150 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan vegetatif padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah anakan vegetatif padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah anakan vegetatif padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah anakan vegetatif padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah anakan vegetatif padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah anakan vegetatif padi gogo.

125 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 95 e. Jumlah Anakan Produktif Grafik uji kenormalan jumlah anakan produktif padi gogo Normal RESIDU JAP A Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan produktif padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of JAP Lower CL Upper CL 25 Lambda (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL Upper CL Rounded Value Lambda Limit C Grafik uji kenormalan jumlah anakan produktif padi gogo Normal RESIDU JAP D 0.4 Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value >0.150 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan produktif padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah anakan produktif padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah anakan produktif padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah anakan produktif padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah anakan produktif padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah anakan produktif padi gogo.

126 Lingk_Genotipe Percent 96 f. Panjang Malai Grafik uji kenormalan panjang malai (cm) padi gogo Normal Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value RESIDU PM (cm) A Grafik uji kehomogenan ragam panjang malai (cm) padi gogo % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic 1.30 P-Value B Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer panjang malai (cm) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer panjang malai (cm) padi gogo.

127 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 97 g. Jumlah Gabah Isi Grafik uji kenormalan jumlah gabah isi padi gogo Normal RESIDU JGI Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value < Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah isi padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Statistic Test 2.05 P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs A B Box-Cox Plot of JGI Lower CL Upper CL 60 Lambda (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL 0.20 Upper CL 0.45 Rounded Value Limit Lambda 2 3 C Grafik uji kenormalan jumlah gabah isi padi gogo Normal RESIDU JGI D Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah isi padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah gabah isi padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah gabah isi padi gogo. (C) Grafik transformasi Box- Cox untuk data jumlah gabah isi padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah gabah isi padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah gabah isi padi gogo.

128 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 98 h. Jumlah Gabah Hampa Grafik uji kenormalan jumlah gabah hampa padi gogo Normal RESIDU JGH A Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah hampa padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of JGH 250 Lower CL Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) 200 Estimate 0.31 Lower CL 0.24 Upper CL Rounded Value Lambda C 2 3 Limit Grafik uji kenormalan jumlah gabah hampa padi gogo Normal RESIDU JGH D Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value >0.150 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah hampa padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah gabah hampa padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah gabah hampa padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah gabah hampa padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah gabah hampa padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah gabah hampa padi gogo.

129 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 99 i. Jumlah Gabah Total Grafik uji kenormalan jumlah gabah total padi gogo Normal RESIDU JGT A Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah total padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of JGT 250 Lower CL Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) 200 Estimate 0.03 Lower CL Upper CL Rounded Value Limit Lambda C Grafik uji kenormalan jumlah gabah total padi gogo Normal RESIDU JGT D Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah total padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah gabah total padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah gabah total padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah gabah total padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah gabah total padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah gabah total padi gogo.

130 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 100 j. Persen Gabah Isi Grafik uji kenormalan persen gabah isi (%) padi gogo Normal RESI_PGI A Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah isi (%) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of PGI 17.5 Lower CL Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) 15.0 Estimate 2.32 Lower CL 2.01 Upper CL Rounded Value Lambda Limit C Grafik uji kenormalan persen gabah isi (%) padi gogo Normal RESI_PGI_T D Mean E-12 StDev 2763 N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah isi (%) padi gogo % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic 1.59 P-Value Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer persen gabah Isi (%) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer persen gabah isi (%) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data persen gabah isi (%) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi persen gabah isi (%) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi persen gabah isi (%) padi gogo.

131 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 101 k. Persen Gabah Hampa Grafik uji kenormalan persen gabah hampa (%) padi gogo Normal RESIDU PGH (%) A Mean E-15 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah hampa (%) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of PGH (%) Lower CL Upper CL 90 Lambda (using 95.0% confidence) 80 Estimate Lower CL 0.35 Upper CL Rounded Value Lambda 2 3 Limit C Grafik uji kenormalan persen gabah hampa (%) padi gogo Normal RESIDU PGH (%) D Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah hampa (%) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer persen gabah hampa (%) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer persen gabah hampa (%) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data persen gabah hampa (%) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi persen gabah hampa (%) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi persen gabah hampa (%) padi gogo.

132 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 102 l. Bobot 1000 Biji Grafik uji kenormalan bobot 1000 biji (gram) padi gogo Normal RESIDU B1000 (gram) A Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value Grafik uji kehomogenan ragam bobot 1000 biji (gram) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of B1000 (gram) Lower CL Upper CL 1.8 Lambda (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL Upper CL Rounded Value Limit Lambda C Grafik uji kenormalan bobot 1000 biji (gram) padi gogo Normal RESIDU B1000 (gram) D Mean E-17 StDev N 336 KS P-Value Grafik uji kehomogenan ragam bobot 1000 biji (gram) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi bobot 1000 biji (gram) padi gogo.

133 Percent Lingk_Genotipe StDev Percent Lingk_Genotipe 103 m. Hasil Gabah per Rumpun Grafik uji kenormalan hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo Normal RESIDU HGR (gram/rumpun) A 10 Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan ragam hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs B Box-Cox Plot of HGR (gram/rumpun) 70 Lower CL Upper CL Lambda 60 (using 95.0% confidence) Estimate Lower CL 0.60 Upper CL Rounded Value Lambda Limit C Grafik uji kenormalan hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo Normal RESIDU HGR (gram/rumpun) D 3 4 Mean E-16 StDev N 336 KS P-Value <0.010 Grafik uji kehomogenan hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic P-Value % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs E Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo.

134 Theoretical Quantiles Theoretical Quantiles StDev 104 n. Hasil Gabah per Hektar Plot Kenormalan Peubah Hasil..ton.ha. Box-Cox Plot of HGH (ton/ha) Lower CL Upper CL Uji Kenormalan Uji Parametrik SW= Nilai-p= RJ= Nilai-p= AD= Nilai-p= Uji Nonparametrik CV= Nilai-p= Lambda (using 95.0% confidence) Estimate 0.74 Lower CL 0.62 Upper CL 0.86 Rounded Value 0.74 KS= Nilai-p= PC= Nilai-p= Keterangan SW : Uji Shapiro-Wilk 4 RJ : Uji Ryan-Joiner AD : Uji Anderson-Darling CV : Uji Cramer-von Mises KS : Uji Kolmogorov-Smirnov PC : Uji Pearson Chisquare Lambda Limit Hasil..ton.ha. A B Plot Kenormalan Peubah Hasil..ton.ha..transformasi Uji Kenormalan Uji Parametrik SW= Nilai-p= RJ= Nilai-p= AD= Nilai-p= Uji Nonparametrik CV= Nilai-p= KS= Nilai-p= PC= Nilai-p= Keterangan SW : Uji Shapiro-Wilk RJ : Uji Ryan-Joiner AD : Uji Anderson-Darling CV : Uji Cramer-von Mises KS : Uji Kolmogorov-Smirnov PC : Uji Pearson Chisquare Hasil..ton.ha..transformasi C D Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer hasil gabah per hektar (ton/ha) padi gogo. (B) Grafik transformasi Box-Cox untuk data hasil gabah per hektar (ton/ha) padi gogo. (C) Grafik uji kenormalan data transformasi hasil gabah per hektar (ton/ha) padi gogo. (D) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi hasil gabah hektar (ton/ha)padi gogo.

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI

ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas padi adalah melalui program pemuliaan tanaman. Program yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan varietas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae,

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN SKRIPSI Oleh: SATRIYA SANDI K 070307027/BDP PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L. UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.) Suciati Eka Chandrasari 1, Nasrullah 2, Sutardi 3 INTISARI Delapan

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L. PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) METODE SRI SKRIPSI OLEH : ADIFA OLAN I. SIMATUPANG 040301004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI /Pemuliaan Tanaman

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI /Pemuliaan Tanaman KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.)TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI 080307008/Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL 35 KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL Morphological and Agronomy Characters Of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. peradaban manusia.tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. peradaban manusia.tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia.tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS

STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS TESIS Oleh AGUS SULISTYONO NIM : 031520101002 PROGRAM STUDI AGRONOMI PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN 1 TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN SKRIPSI Oleh: RIA SRI HARTATY SIDAURUK 050301037 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : FRISTY R. H. SITOHANG PEMULIAAN TANAMAN

SKRIPSI OLEH : FRISTY R. H. SITOHANG PEMULIAAN TANAMAN EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA JARAK TANAM YANG BERBEDA SKRIPSI OLEH : FRISTY R. H. SITOHANG 080307024 PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi. Tanaman padi menurut Steenis (1978) termasuk dalam suku padi-padian

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi. Tanaman padi menurut Steenis (1978) termasuk dalam suku padi-padian TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Tanaman padi menurut Steenis (1978) termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae), merupakan terna semusim, berakar serabut; batang sangat

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KORELASI DAN SIDIK LINTAS KARAKTER FENOTIPIK GALUR- GALUR PADI HAPLOID GANDA HASIL KULTUR ANTERA

KORELASI DAN SIDIK LINTAS KARAKTER FENOTIPIK GALUR- GALUR PADI HAPLOID GANDA HASIL KULTUR ANTERA KORELASI DAN SIDIK LINTAS KARAKTER FENOTIPIK GALUR- GALUR PADI HAPLOID GANDA HASIL KULTUR ANTERA CORRELATION AND PATH ANALYSIS ON PHENOTYPIC CHARACTERS OF DOUBLED HAPLOID RICE LINES Heni Safitri *), Bambang

Lebih terperinci

UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM ADIN AFIYATA

UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM ADIN AFIYATA UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM ADIN AFIYATA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan kultivar kedelai (Glycine max (L.) Merrill) berdaya hasil tinggi pada cakupan lingkungan yang luas merupakan faktor kunci dalam usaha peningkatan luas pertanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan tempe, tahu, kecap, dan susu kedelai. Tanaman yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK MAJEMUK PELET DARI BAHAN ORGANIK LEGUM COVER CROP (LCC) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI VARIETAS IR 64 PADA MUSIM PENGHUJAN

PENGARUH PUPUK MAJEMUK PELET DARI BAHAN ORGANIK LEGUM COVER CROP (LCC) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI VARIETAS IR 64 PADA MUSIM PENGHUJAN PENGARUH PUPUK MAJEMUK PELET DARI BAHAN ORGANIK LEGUM COVER CROP (LCC) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI VARIETAS IR 64 PADA MUSIM PENGHUJAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A24062913 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN DEDE TIARA.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Segregasi Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,6 % tahun -1, sehingga mendorong pemintaan pangan yang terus meningkat.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika TINJUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae, digolongkan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier II. Tinjauan Pustaka 2.1. Sejarah Tanaman Tadi Sawah (Oryza sativa L.) Tanaman padi ( Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh Dheska Pratikasari NIM 091510501136 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Padi Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan air. Tanaman pangan lain seperti gandum, jagung kentang dan ketela rambat akan mati kalau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Dalam banyak spesies liar di dalam genus Oryza, terdapat 2 spesies yang mampu dibudidayakan, yaitu Oryza sativa, yang ditanam di seluruh areal tanam di seluruh dunia,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN. Tesis Program Studi Agronomi

TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN. Tesis Program Studi Agronomi TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN Tesis Program Studi Agronomi Oleh Samyuni S611308012 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004)

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004) PERTUMBUHAN, HASIL, DAN MUTU BERAS GENOTIPE F5 DARI PERSILANGAN PADI MENTIK WANGI X POSO DALAM RANGKA PERAKITAN PADI GOGO AROMATIK GROWTH, YIELD, AND RICE QUALITY OF F5 GENOTYPES PROGENY OF CROSSING BETWEEN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Julianti 11082201605 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO TERHADAP PEMBERIAN MIKORIZA DAN PENAMBAHAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO TERHADAP PEMBERIAN MIKORIZA DAN PENAMBAHAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO TERHADAP PEMBERIAN MIKORIZA DAN PENAMBAHAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : TRI AGUS KURNIAWAN 040301005 / BDP - AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci