ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI"

Transkripsi

1 ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2013 Danarsi Diptaningsari NIM A

4

5 ABSTRACT DANARSI DIPTANINGSARI. Analysis of Agronomic Performance and Stability of Promising Upland Rice Lines Derived from Buru Rice Landraces Obtained through Anther Culture. Under direction of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, DESTA WIRNAS and ISWARI SARASWATI DEWI as members of the advisory committee. The promising upland rice lines have been obtained from anther culture of crossing between released variety and Buru rice landraces. The lines need to be evaluated for their agronomic performance and yield stability at various locations. The objectives of the research were to obtain information of agronomic performance, yield stability and adaptability of upland rice lines at various locations. Ten upland rice lines and two check cultivars were evaluated at five locations (in Pekalongan - Lampung Province, Bogor and Sukabumi - West Java Province, Purworejo - Central Java Province and Malang - East Java Province) in the rainy season 2011/2012. In each location, the design was Randomized Complete Block Design with four replications. Four stability analysis methods were used to analyze the adaptation and yield stability of those lines (Francis- Kannenberg, Finlay-Wilkinson, Eberhart-Russel and AMMI). The results indicated that Fat-4-1-1, FM1R-1-3-1, FG1R and FG lines produced the highest yield of dry grain per hectare (4.77; 4.54; 3.90 and 3.46 tons of dry grain per hectare, respectively). Fat-4-1-1, FM1R and FG1R lines have a potential agronomic and yield characters as new upland plant type of rice. Four lines were classified as stable by Francis-Kannenberg method, i.e FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, FG and FG1R FG was the most stable genotype by Finlay-Wilkinson and Eberhart-Russel methods. Visualization with AMMI indicated that FG1R was the most stable genotype across all locations. Key words upland rice, anther culture, yield stability

6

7 RINGKASAN DANARSI DIPTANINGSARI. Analisis Keragaan Karakter Agronomis dan Stabilitas Galur Harapan Padi Gogo Turunan Padi Lokal Pulau Buru Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO sebagai ketua, DESTA WIRNAS dan ISWARI SARASWATI DEWI sebagai anggota komisi pembimbing. Pengembangan padi gogo merupakan salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan produksi padi secara nasional. Upaya tersebut perlu didukung program pemuliaan tanaman. Pemuliaan konvensional membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan tanaman homozigos penuh yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman (6-8 generasi). Kultur antera dapat menghasilkan galur homozigos pada generasi pertama sehingga dapat mempersingkat siklus pemuliaan. Pengujian untuk mengetahui daya kultur antera dan kemampuan aklimatisasi beberapa persilangan padi lokal Pulau Buru dengan galur atau varietas padi tipe baru sebagai tetuanya telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Padi gogo lokal tersebut yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat dengan karakter umur agak genjah, malai panjang dan pengisian biji baik. Varietas dan galur harapan padi tipe baru yang digunakan yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 dengan karakter tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik. Melalui observasi daya hasil, uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan uji daya hasil lanjutan (UDHL), telah diperoleh sepuluh galur harapan padi gogo dihaploid yang perlu diketahui keragaan karakter agronomis dan stabilitasnya pada berbagai lokasi pengujian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera, serta untuk mendapatkan informasi mengenai pola stabilitas calon varietas padi gogo hasil kultur antera. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan April 2012 di lima lokasi yaitu Pekalongan (Lampung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), dan Malang (Jawa Timur). Materi genetik yang digunakan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo yaitu FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R , FG1R , FM1R dan Fat-4-1-1, serta dua varietas nasional padi gogo sebagai pembanding yaitu Towuti dan Situ Bagendit. Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo dan dua varietas nasional padi gogo, masing-masing diulang sebanyak 4 (empat) kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan pada setiap lokasi. Analisis keragaan karakter agronomis dilakukan dengan analisis ragam gabungan untuk masing-masing karakter yang diamati, serta penghitungan nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas. Pengukuran nilai serangan penyakit blas daun di Purworejo dan hawar daun bakteri di Bogor menggunakan skala Rice Standard Evaluation System dari IRRI. Analisis stabilitas dilakukan menggunakan empat metode

8 pendekatan stabilitas hasil yaitu Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966), serta analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction). Berdasarkan pengujian di lima lokasi, terdapat keragaman daya hasil di antara sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji. Empat galur dengan potensi hasil terbaik dan tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding yaitu Fat (4,77 ton/ha), FM1R (4,54 ton/ha), FG1R (3,90 ton/ha) dan FG (3,46 ton/ha). Galur Fat-4-1-1, FM1R dan FG1R secara umum memiliki karakter agronomis yang sesuai dengan karakter padi gogo tipe baru yang diharapkan. Ketiga galur ini mempunyai jumlah anakan sedangbanyak (>13 batang/rumpun), panjang malai ± 25 cm, jumlah gabah isi butir/malai, tinggi tanaman tergolong sedang (87-91 cm) dan rata-rata bobot gabah 1000 butir mencapai gram. Galur yang stabil statis berdasarkan metode Francis dan Kannenberg yaitu FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, FG , dan FG1R Galur yang stabil dinamis berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson serta Eberhart dan Russel yaitu galur FG Galur yang stabil dinamis berdasarkan analisis AMMI yaitu galur FG1R Galur Fat dan FM1R berpotensi untuk dilepas menjadi varietas padi gogo yang stabil dan berdaya hasil tinggi, namun perlu dievaluasi lebih lanjut di beberapa lokasi lagi sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, serta mengenai tingkat ketahanannya terhadap hama dan penyakit dan kualitas nasi. Kata kunci padi gogo, kultur antera, stabilitas hasil

9 Hak Cipta milik IPB. Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

10

11 ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA DANARSI DIPTANINGSARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si.

13 Judul Tesis Nama NRP Analisis Keragaan Karakter Agronomis dan Stabilitas Galur Harapan Padi Gogo Turunan Padi Lokal Pulau Buru Hasil Kultur Antera Danarsi Diptaningsari A Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Ketua Dr. Desta Wirnas, SP, M.Si. Anggota Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi Anggota Diketahui Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian 27 November 2012 Tanggal Lulus

14

15 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera, serta untuk menganalisis pola stabilitas calon varietas padi gogo hasil kultur antera. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc., Dr. Desta Wirnas, SP, M.Si. dan Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan tambahan wawasan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku koordinator Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, serta Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Buru yang telah menyediakan biaya penelitian, serta kepada tim peneliti (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko sebagai ketua, Dr. Iswari Saraswati Dewi dan Heni Safitri, SP, M.Si. sebagai anggota). Kepada rekan-rekan Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman penulis menyampaikan terima kasih atas semangat dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu, suami Firdaus Saputra ST, MT, anak kami Muhammad Firdan Wangsamega, serta seluruh keluarga besar di Lampung dan Purworejo atas segala doa, motivasi, bantuan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu selama penelitian dan penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Januari 2013 Danarsi Diptaningsari

16

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 24 Januari 1980 dari bapak Soekoso DM, S.Pd. dan ibu Hartiti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan SD sampai dengan SMA ditempuh di Purworejo tahun 1985 sampai dengan Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, lulus tahun Tahun 2010, penulis diterima di Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung sejak tahun 2006.

18

19 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan... Hipotesis... Halaman xix xxi xxiii TINJAUAN PUSTAKA... Botani dan Morfologi Tanaman Padi... Varietas Padi... Teknik Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman... Daya Adaptasi, Uji Daya Hasil dan Uji Multilokasi... Analisis Stabilitas... BAHAN DAN METODE... Waktu dan Tempat... Materi Genetik... Metode Penelitian... Pelaksanaan Penelitian... Pengamatan... Analisis Data... HASIL DAN PEMBAHASAN... Kondisi Umum Penelitian... Keragaan Karakter Agronomis... Keragaan Karakter Agronomis di Masing-masing Lokasi... Evaluasi Ketahanan Galur Harapan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas Daun dan Hawar Daun Bakteri... Analisis Stabilitas Produktivitas Hasil... KESIMPULAN DAN SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

20

21 DAFTAR TABEL Halaman Analisis ragam gabungan menggunakan model acak... Kriteria tingkat serangan blas daun dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI (2012)... Kriteria tingkat serangan hawar daun bakteri dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI (2012)... Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel... Analisis ragam AMMI... Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (E), dan interaksi GxE pada karakter agronomis galur harapan padi gogo hasil kultur antera... Nilai rata-rata karakter agronomis galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata jumlah anakan vegetatif galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata jumlah anakan produktif galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata tinggi tanaman galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata umur berbunga galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata umur panen galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata panjang malai galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata jumlah gabah isi per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian... Rata-rata jumlah gabah hampa per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian... Rata-rata jumlah gabah total per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian... Rata-rata persentase gabah isi galur harapan padi gogo di lima lokasi

22 Rata-rata persentase gabah hampa galur harapan padi gogo di lima lokasi... Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur harapan padi gogo di lima lokasi... Parameter genetik hasil dan komponen hasil galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian... Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit blas daun di lokasi Purworejo... Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit hawar daun bakteri... Sidik ragam gabungan produktivitas hasil gabah kering giling di lima lokasi... Rata-rata produktivitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian... Parameter stabilitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo hasil kultur antera di lima lokasi pengujian... Analisis ragam AMMI untuk produktivitas galur harapan padi gogo hasil kultur antera... Rekapitulasi analisis stabilitas pada galur harapan padi gogo yang diuji

23 DAFTAR GAMBAR Halaman Interpretasi umum tentang nilai b i dari pola populasi genotipe ketika koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay dan Wilkinson 1963)... Diagram alir kegiatan penelitian... Gejala serangan penyakit blas daun... Gejala serangan penyakit hawar daun bakteri... Interaksi genotipe x lingkungan terhadap produktivitas (ton/ha)... Hubungan antara koefisien keragaman (CV i ) dengan produktivitas... Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963)... Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong tidak stabil (b i > 1) berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963)... Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong tidak stabil (b i < 1) berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963)... Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong stabil berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963)... Interpretasi parameter nilai bi dan Sd 2 berdasarkan metode Eberhart dan Russel (1966)... Model AMMI 1 dari KUI 1 untuk produktivitas GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera... Biplot pengaruh interaksi model AMMI 2 untuk produktivitas GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera

24

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Karakteristik galur/varietas yang digunakan untuk tetua persilangan... Data iklim rata-rata di tiap lokasi pengujian... Deskripsi varietas pembanding Situ Bagendit... Deskripsi varietas pembanding Towuti

26

27 PENDAHULUAN Latar Belakang Padi memegang peranan penting dalam penyediaan pangan untuk mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional. Beras telah menjadi pangan pokok di berbagai daerah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok non beras, seperti jagung, sagu, dan umbi-umbian. Produktivitas padi nasional mencapai 5,02 ton/ha tahun 2010 dan 4,98 ton/ha tahun 2011, yang berarti mengalami penurunan sebesar 1,1% dari tahun 2010 ke tahun 2011 (Kementan 2012). Padi gogo merupakan salah satu komoditas pangan yang dapat dibudidayakan di lahan kering. Pengembangan padi gogo di lahan kering selama ini belum dilakukan secara optimal, padahal budidaya padi gogo dapat menjadi solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan. Produktivitas padi gogo saat ini masih jauh dibandingkan dengan rata-rata produktivitas padi sawah. Produktivitas padi gogo tahun 2010 adalah 3,04 ton/ha dan tahun 2011 sebesar 3,30 ton/ha, masih jauh dibandingkan dengan produktivitas padi sawah. Produksi padi gogo baru mencapai 3,45 juta ton tahun 2010 dan 3,23 juta ton tahun 2011, sedangkan padi sawah mencapai 63,02 juta ton tahun 2010 dan 62,53 juta ton tahun Ini berarti padi gogo memberikan kontribusi yang kecil terhadap produksi padi nasional (5,17%). Luas panen padi gogo baru mencapai 1,13 juta ha tahun 2010 dan 1,05 juta ha tahun 2011, sedangkan luas panen padi sawah mencapai 12,12 juta ha tahun 2010 dan 12,17 juta ha tahun 2011 (Kementan 2012). Pengembangan padi gogo merupakan salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan produksi padi secara nasional. Upaya tersebut perlu didukung program pemuliaan tanaman dengan cara merakit varietas padi gogo unggul. Jumlah varietas padi gogo yang telah dilepas sampai saat ini masih terbatas, antara lain Situ Bagendit, Limboto, Danau Gaung, Situ Patenggang, Batutegi, Towuti, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6 dan Inpago 8 (Suprihatno et al. 2009; BB Padi 2012).

28 2 Peningkatan produktivitas padi gogo dapat dilakukan dengan merakit varietas padi gogo tipe baru, dengan karakteristik antara lain tinggi tanaman cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah baik (>75%), tanaman tidak rebah, daun berwarna hijau tua, dan perakaran yang dalam (Safitri 2010). Pemuliaan konvensional membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan tanaman homozigos penuh yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman karena diperlukan kegiatan penggaluran sampai 6-8 generasi. Teknologi haploid androgenik melalui kultur antera merupakan teknik yang dapat menghasilkan galur homozigos pada generasi pertama sehingga dapat mempersingkat siklus pemuliaan (Dewi dan Purwoko 2011). Keuntungan lain teknologi ini adalah memproduksi galur homozigos dihaploid melalui penggandaan kromosom dan isolasi sifat resesif yang penting pada tingkat sporofitik yang tidak terekspresi pada populasi heterozigos diploid. Tanaman haploid juga dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dan rekombinan yang unik. Mutasi yang resesif tidak muncul dalam keadaan heterozigos diploid (Shivanna dan Sawhney 1997; Dewi dan Purwoko 2011). Pengujian untuk mengetahui daya kultur antera dan kemampuan aklimatisasi hasil kultur antera beberapa persilangan padi lokal Pulau Buru dengan galur atau varietas padi tipe baru sebagai tetuanya telah dilakukan oleh Safitri et al. (2010). Padi gogo lokal tersebut yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat dengan karakter umur agak genjah, malai panjang dan pengisian biji baik. Varietas dan galur harapan padi tipe baru yang digunakan yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 dengan karakter tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik (Abdullah et al. 2008). Berdasarkan hasil kultur antera persilangan tersebut telah diperoleh padi gogo dihaploid tipe baru dengan karakter tanaman tegak, batang tegak, malai lebat dan panjang, serta pengisian gabah baik (Safitri et al. 2010). Melalui observasi daya hasil, uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan uji daya hasil lanjutan (UDHL), telah diperoleh sepuluh galur harapan padi gogo dihaploid yang perlu diketahui keragaan karakter agronomis dan stabilitasnya pada berbagai lokasi pengujian. Untuk pelepasan galur padi ladang/gogo sebagai

29 3 varietas diperlukan jumlah unit pengujian sebanyak 8 lokasi dalam satu tahun/musim atau 4 lokasi dalam dua tahun/musim, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Tujuan Penelitian ini bertujuan 1. Mendapatkan informasi tentang keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera. 2. Mendapatkan informasi mengenai pola stabilitas calon varietas padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ialah 1. Terdapat keragaman daya hasil antar galur harapan padi gogo yang disebabkan oleh keragaman genetik. 2. Terdapat calon varietas padi gogo yang stabil dan berdaya hasil tinggi.

30 4

31 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili Graminae dan genus Oryza (Griest 1986). Genus Oryza termasuk kecil, hanya sekitar 25 spesies, di mana 23 adalah spesies liar dan dua yang banyak dibudidayakan yaitu Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud. (Vaughan 2003; Vaughan et al. 2008). Vaughan (2003) mengusulkan tata nama baru untuk padi budidaya dan tipe liar di Asia yaitu Oryza sativa subspesies indica dan japonica, dan Oryza rufipogon dengan subspesies nivara dan rufipogon. Oryza sativa adalah spesies yang paling banyak ditanam sebagai tanaman budidaya, dengan wilayah meliputi negara-negara Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Oryza glaberrima hanya dibudidayakan di negara-negara Afrika Barat. Padi asal persilangan Oryza sativa dan glaberrima-sativa telah menggantikan Oryza glaberrima di beberapa bagian Afrika karena daya hasil yang lebih tinggi (Linares 2002). Karakterisasi pada padi budidaya di Asia lebih lanjut diidentifikasi sebagai subspesies indica, tropical japonica (javanica) dan japonica (Garris et al. 2005). Padi merupakan tanaman semusim dengan sistem perakaran serabut. Terdapat dua macam perakaran padi yaitu akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula pada saat berkecambah dan akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal. Perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram tanah lebih luas serta kuat menahan kerebahan memungkinkan penyerapan air dan hara lebih efisien terutama pada saat pengisian gabah (Suardi 2002). Batang padi berbentuk bulat, berongga dan beruas-ruas. Antar ruas dipisahkan oleh buku. Ruas-ruas sangat pendek pada awal pertumbuhan dan memanjang serta berongga pada fase reproduktif. Pembentukan anakan dipengaruhi oleh unsur hara, cahaya, jarak tanam dan teknik budidaya. Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, mendistribusikan hara dan air dalam

32 6 tanaman dan sebagai cadangan makanan. Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis. Kerebahan umumnya terjadi akibat melengkung atau patahnya ruas batang terbawah, yang panjangnya lebih dari 4 cm (Makarim dan Suhartatik 2009). Daun padi tumbuh pada batang dan tersusun berselang-seling pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helaian daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Daun teratas disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang lain. Satu daun pada awal fase tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu 8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas. Varietasvarietas baru di daerah tropis memiliki daun pada batang utama (Makarim dan Suhartatik 2009). Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yaitu bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi pada hakekatnya adalah floret yang hanya terdiri atas satu bunga, yang terdiri atas satu organ betina (pistil) dan enam organ jantan (stamen). Stamen memiliki dua sel kepala sari yang ditopang oleh tangkai sari berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang menopang dua stigma (Makarim dan Suhartatik 2009). Malai terdiri atas 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer yang selanjutnya menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang sekunder (Yoshida 1981). Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Bobot gabah beragam dari mg pada kadar air 0%, sedangkan bobot sekam rata-rata adalah 20% bobot gabah. Perkecambahan terjadi apabila dormansi benih telah dilalui. Benih tersebut berkecambah apabila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun (Yoshida 1981; Makarim dan Suhartatik 2009).

33 7 Pertumbuhan tanaman padi dibagi dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial), fase generatif/reproduktif (primordial sampai pembungaan), dan fase pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas daun. Lama fase reproduktif untuk kebanyakan varietas padi di daerah tropis umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan ditentukan oleh lamanya fase vegetatif. Varietas IR64 matang dalam 110 hari mempunyai fase vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang dalam 130 hari fase vegetatifnya 65 hari (Makarim dan Suhartatik 2009). Varietas Padi Varietas padi yang saat ini telah dikembangkan antara lain padi inbrida Unggul Baru (VUB), inbrida Tipe Baru (PTB), dan padi hibrida. Varietas inbrida merupakan galur murni yang perbanyakan benihnya dilakukan melalui penyerbukan sendiri, dengan komposisi genetik homozigos homogen (Satoto et al. 2009). Varietas hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik, dengan komposisi genetik heterozigos homogen. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua tetua tersebut (IRRI 2008). Umumnya padi hibrida dihasilkan menggunakan tiga galur yaitu galur A, galur B dan galur R. Galur A merupakan galur mandul jantan atau CMS (Cytoplasmic Male Sterile). Galur B merupakan galur pelestari atau pemelihara (maintainer), digunakan untuk melestarikan dan memperbanyak galur A. Secara genetik galur B identik dengan galur A, hanya berbeda pada sifat mandul jantannya. Galur R merupakan galur pemulih kesuburan (restorer). Benih hibrida (F 1 ) diproduksi dengan melakukan persilangan galur A dengan galur R (Satoto et al. 2009; Syukur et al. 2009) Padi Tipe Baru (PTB) merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Padi tipe ini dicirikan oleh jumlah anakan yang lebih sedikit (8-10 anakan) namun semua produktif, malai lebat ( gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang ( cm), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, umur sedang ( hari), perakaran dalam, serta tahan terhadap

34 8 hama dan penyakit utama (Abdullah et al. 2008; Syukur et al. 2009). Dengan sifat-sifat tersebut PTB dapat menghasilkan 13 ton/ha (Abdullah et al. 2008). Pada awal program PTB banyak varietas padi lokal Indonesia dari subspesies javanica (padi bulu) digunakan sebagai sumber gen atau tetua, karena padi javanica mempunyai batang kokoh, anakan sedikit, malai panjang, dan jumlah gabah per malai banyak, seperti Genjah Wangkal, Ketan Lumbu, dan Soponyono (Fagi et al. 2001). Indonesia telah melakukan penelitian PTB sejak 1995 dan pada tahun 2003 telah melepas satu varietas PTB yaitu Fatmawati. Varietas ini memiliki karakter malai lebat dan potensi produksi 8 ton/ha. Nilai produksi ini lebih tinggi 4-13% dari varietas Ciherang dan 4-32% lebih tinggi daripada IR64. Beberapa karakter dari varietas tersebut masih perlu diperbaiki antara lain gabah hampa yang relatif tinggi, tidak mudah rontok, serta kurang tahan terhadap penyakit blas dan hawar daun (Abdullah et. al. 2008; Syukur et.al. 2009). Safitri (2010) melakukan perakitan untuk mendapatkan padi gogo tipe baru melalui kultur antera. Penelitian ini menggunakan varietas dan galur harapan padi tipe baru yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2, serta varietas lokal Pulau Buru yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat (Lampiran 1). Fulan Telo Gawa mempunyai warna beras putih, sedangkan Fulan Telo Mihat mempunyai warna beras merah. Kedua varietas lokal ini mempunyai karakter antara lain umur agak genjah, malai panjang dan pengisian gabah yang baik, sedangkan Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 adalah varietas dan galur harapan padi sawah tipe baru yang mempunyai karakter antara lain tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik. Evaluasi karakter agronomi terhadap turunan F 1 hasil kultur antera persilangan padi gogo lokal dengan padi tipe baru menunjukkan bahwa genotipe F 1 persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya menghasilkan galur-galur dihaploid dengan keragaan paling baik. Teknik Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Tanaman haploid merupakan tanaman yang mengandung jumlah kromosom sama dengan kromosom gametnya atau tanaman dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom somatiknya. Teknik kultur antera merupakan metode paling sederhana untuk induksi tanaman haploid. Tanaman haploid umumnya lebih kecil dibandingkan dengan diploid, anakan banyak,

35 9 berbunga, tetapi tidak berbiji (steril). Tanaman dihaploid dapat diperoleh dengan pemangkasan atau pemberian kolkisin. Tanaman dihaploid mempunyai morfologi seperti diploid biasa dan fertil (Dewi dan Purwoko 2011). Prosedur produksi tanaman haploid terdiri atas persiapan eksplan, sterilisasi eksplan, kultur in vitro antera (meliputi tahap inokulasi/penanaman eksplan dan regenerasi tanaman dari kalus), aklimatisasi, pengamatan tahap perkembangan mikrospora, pengamatan kromosom pada akar, dan penggandaan kromosom (Dewi dan Purwoko 2011). Secara konvensional, untuk menghasilkan suatu varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan perlu ditempuh prosedur penelitian yang sistematik, mulai dari pemilihan tetua, persilangan, seleksi galur, pengujian daya hasil dan perbanyakan benih, diakhiri dengan pelepasan varietas unggul, sehingga memerlukan waktu 7-10 tahun (Dewi dan Purwoko 2001). Tanaman homozigos atau galur murni dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan seleksi per generasi (6-8 generasi) dan membutuhkan waktu lama. Teknologi dihaploid dapat menghasilkan tanaman homozigos pada generasi pertama, sehingga akan mempersingkat siklus pemuliaan, memproduksi galur homozigos diploid melalui penggandaan kromosom, dan isolasi sifat resesif penting pada tingkat sporofitik, yang tidak terekspresi pada populasi heterozigos diploid. Tanaman dihaploid yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigos penuh dan breed true yang sangat diperlukan dalam pemuliaan tanaman. Tanaman haploid juga dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dan rekombinan yang unik. Mutasi resesif tidak muncul dalam keadaan heterozigos diploid (Shivanna dan Sawhney, 1997). Pembentukan galur murni (galur dihaploid) melalui teknik kultur antera memerlukan waktu kurang lebih 30 bulan (Sasmita 2007). Hambatan yang terjadi dalam produksi tanaman haploid antara lain pada perubahan dari kalus dan embrio ke planlet. Regenerasi yang telah dilaporkan sebagian besar melalui fase kalus, yang akan meningkatkan kemungkinan variasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasi planlet dari kalus atau embrio yaitu tahap perkembangan mikrospora, adanya pra-perlakuan dalam induksi, dan komposisi nutrisi pada media yang digunakan (Guzman dan Arias 2000).

36 10 Daya Adaptasi, Uji Daya Hasil dan Uji Multilokasi Interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat digunakan untuk mengukur daya adaptasi dan stabilitas suatu genotipe. Interaksi genotipe dengan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi interaksi genotipe x lokasi, interaksi genotipe x musim, dan interaksi genotipe x lokasi x musim. Pentingnya interaksi genotipe x lingkungan dalam pemuliaan antara lain untuk mengembangkan kultivar spesifik wilayah, alokasi sumberdaya yang efektif dalam pengujian genotipe dalam musim dan lokasi, dan stabilitas penampilan hasil (Baihaki 2000). Adaptabilitas dan stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk tetap hidup dan berkembangbiak dalam lingkungan yang bervariasi (Djaelani et al. 2001). Salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan daya adaptasi atau stabilitas suatu genotipe adalah nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Genotipe yang mempunyai stabilitas tinggi akan mempunyai koefisien regresi 1,0 dan simpangan koefisien regresi sama dengan nol. Genotipe yang mempunyai koefisien regresi lebih dari 1,0 akan beradaptasi baik pada lingkungan yang subur, sedangkan genotipe yang mempunyai koefisien regresi kurang dari 1,0 akan beradaptasi baik pada lingkungan kurang subur (Haryanto et al. 2004). Hasil dan mutu padi gogo pada lingkungan tumbuh berbeda dipelajari oleh Wahyuni et al. (2006) yang menunjukkan bahwa hasil benih dari pertanaman di lahan sawah pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kering pada musim hujan. Saraswati et al. (2006) mempelajari interaksi genotipe x lingkungan jagung hibrida di 10 lokasi yang berbeda di Pulau Jawa. Analisis gabungannya memperlihatkan adanya interaksi genotipe x lingkungan untuk semua karakter yang diamati. Informasi daya adaptasi, stabilitas, dan interaksi genotipe x lingkungan bermanfaat dalam menentukan pemilihan galur unggul sebagai kultivar stabil atau kultivar spesifik lokasi. Uji Daya Hasil terdiri atas Uji Daya Hasil Pendahuluan dan Uji Daya Hasil Lanjutan. Kedua bentuk pengujian tersebut bertujuan untuk menilai pengaruh faktor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan pada respon tanaman. Pada Uji Daya Hasil Pendahuluan biasanya jumlah galur yang dimiliki masih banyak, tetapi dengan jumlah benih yang terbatas sehingga dilakukan pengujian pada satu lokasi dan satu musim. Penanaman di lapangan hanya berupa petak

37 11 tunggal atau hanya beberapa baris (± 5) sepanjang 3-4 m dengan 1 biji/lubang. Pada Uji Daya Hasil Lanjutan biasanya jumlah galur sudah berkurang dengan jumlah benih yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ada pada Uji Daya Hasil Pendahuluan, sehingga pengujian dapat dilakukan pada beberapa lokasi, satu musim atau beberapa musim, satu lokasi. Tahap selanjutnya yaitu Uji Multilokasi, di mana pelaksanaannya harus mengikuti prosedur pelepasan varietas tanaman yaitu jumlah lokasi pengujian, jumlah musim, jumlah ulangan, jumlah genotipe dan jumlah varietas pembanding (Syukur et al. 2009). Kementerian Pertanian menetapkan syarat pengujian multilokasi untuk pelepasan varietas padi gogo melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Peraturan yang baru ini mensyaratkan pengujian multilokasi untuk pelepasan varietas padi gogo yaitu di 8 lokasi dalam satu tahun/musim atau 4 lokasi dalam dua tahun/musim. Peraturan ini menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008 yang mensyaratkan pengujian multilokasi untuk padi gogo di 16 lokasi dalam satu tahun/musim atau 8 lokasi dalam dua tahun/musim. Analisis Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil terhadap perubahan kondisi lingkungan (Baihaki 2000). Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas ke dalam tiga tipe. Stabilitas tipe 1 yaitu suatu genotipe dianggap stabil bila keragaman di antara lingkungannya kecil. Genotipe stabil memiliki penampilan yang relatif tidak berubah dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 1 disebut stabilitas statis atau biologis. Konsep stabilitas ini berguna untuk karakter-karakter kualitatif, ketahanan penyakit atau cekaman lingkungan. Stabilitas tipe 1 ini digunakan oleh Francis dan Kannenberg (1978) dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (KK) untuk masing-masing genotipe sebagai parameter stabilitas dan keragaman genotipe terhadap lingkungan (S 2 i ).

38 12 Stabilitas tipe 2 yaitu suatu genotipe dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan paralel dengan rata-rata respon dari semua genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil tidak menyimpang dari respon umum terhadap lingkungan. Stabilitas ini didasarkan pada set genotipe yang diuji, sehingga suatu genotipe ditentukan stabil di antara satu set genotipe, mungkin menjadi tidak stabil jika dianalisis di set genotipe yang lain. Becker dan Leon (1988) menyatakan stabilitas tipe 2 ini sebagai stabilitas dinamis atau agronomis. Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan koefisien regresi (b i ), dan Shukla (1972) menggunakan keragaman stabilitas (ζ 2 ) untuk menghitung stabilitas tipe 2 ini. Stabilitas tipe 3 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil jika kuadrat tengah sisa dari model regresi pada indeks lingkungannya kecil. Indeks lingkungan adalah rata-rata hasil semua genotipe pada masing-masing lokasi dikurangi rataan total dari semua genotipe di semua lokasi. Stabilitas tipe 3 ini juga merupakan bagian dari stabilitas dinamis atau agronomis menurut Becker dan Leon (1988). Metode yang menjelaskan stabilitas tipe 3 ini adalah metode Eberhart dan Russell (1966), Perkins dan Jinks (1968) dan Tai (1971). (Lin et al. 1986). Becker dan Leon (1988) menyatakan bahwa semua prosedur stabilitas yang berdasarkan kuantitatif pengaruh interaksi genotipe x lingkungan termasuk ke dalam konsep stabilitas dinamis. Kemampuan adaptasi genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu genotipe yang beradaptasi luas dan genotipe yang beradaptasi spesifik. Suatu genotipe dianggap memiliki adaptasi luas apabila genotipe tersebut mampu tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang baik pula dalam kisaran lingkungan tumbuh spasial yang luas. Genotipe dikatakan beradaptasi spesifik apabila genotipe tersebut mampu tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang baik pula pada lingkungan tumbuh yang tertentu saja (spesifik) dengan fluktuasi musim pada lingkungan tumbuh yang spesifik tersebut (Baihaki dan Wicaksana 2005). Terdapat tiga model pendugaan stabilitas yaitu analisis ragam, analisis regresi, dan teknik multivariat. Pada analisis ragam, penetapan stabilitas suatu genotipe dilakukan dengan membandingkan genotipe yang diuji dengan kultivar

39 13 kontrol, dan melihat nilai kuadrat tengah interaksi. Beberapa metode pengukuran stabilitas menggunakan analisis ragam yaitu 1. Analisis Stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978) Ragam lingkungan (S 2 i ) dan koefisien ragam (CV i ) digunakan untuk menentukan kestabilan suatu genotipe. CV i = S i 2 Y io x 100% Di mana CV i = Koefisien keragaman genotipe 2 S i = Kuadrat tengah dalam genotipe Y io = Nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-q Berdasarkan pengukuran tersebut, semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipenya, semakin stabil genotipe tersebut. 2. Analisis Stabilitas Wricke Ekovalens (Wi 2 ) Di mana W i 2 = Wricke ekovalens W i 2 = j Yij Y i0 Y 0j + Y ² Y ij = Rata-rata nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan lingkungan ke-j Y i0 = Nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-q Y 0j = Nilai rata-rata pengamatan lingkungan ke-j untuk seluruh genotipe Y = Nilai rata-rata total seluruh pengamatan W i 2 j = SS(GE) = Jumlah kuadrat interaksi genotipe x lingkungan Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi dari suatu genotipe pada semua lingkungan. Genotipe yang memiliki nilai ekovalens (W i 2 ) terkecil merupakan genotipe yang paling stabil. 3. Analisis Stabilitas Shukla (1972) Analisis ini merupakan sebuah estimasi varians genotipe i untuk seluruh lingkungan dengan dasar perhitungan residu pada interaksi G x E.

40 14 σ i 2 = p p 2)(q 1 SS(GE) p 1) p 2 (q 1 Di mana p = banyaknya genotipe q = banyaknya ulangan 2 i W i = SS(GE) = W 2 i = j Y ij Y i0 Y 0j + Y ² Genotipe stabil adalah genotipe yang memiliki nilai paling minimum untuk σ i 2 atau W i 2 i Beberapa analisis stabilitas dengan penggunaan regresi yaitu analisis stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966), serta Perkins dan Jinks (1968). 1. Analisis stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963) Pada analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson digunakan regresi antara varietas dengan rataan varietas di setiap lingkungan dalam skala log. Rata-rata hasil semua varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai absis, dan hasil tiap varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai ordinat. Spesifik beradaptasi pada lingkungan baik 1.0 kurang stabilitas beradaptasi baik beradaptasi rata-rata pada semua lingkungan Spesifik beradaptasi pada lingkungan kurang baik Rerata hasil Gambar 1 Interpretasi umum tentang nilai b i dari pola populasi genotipe ketika koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay dan Wilkinson 1963) Suatu genotipe yang memiliki koefisien regresi b i yang lebih besar dari satu dan signifikan menunjukkan bahwa genotipe tersebut peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga beradaptasi baik pada lingkungan yang subur, sedangkan genotipe dengan nilai b i yang lebih kecil dari satu tidak sensitif

41 15 terhadap perubahan lingkungan, karena itu beradaptasi pada lingkungan kurang subur. Genotipe dengan nilai b i = 1 dianggap stabil dan mampu beradaptasi pada lingkungan yang luas (Baihaki 2000). 2. Analisis stabilitas menurut Eberhart dan Russel (1966) Model regresi yang digunakan dalam analisis stabilitas Eberhart dan Russel adalah Y ij = m + β i I j + δ ij Di mana Y ij = Hasil/ komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j m = Rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan β i = Koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda I j = Indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan I j = Y ij i g i j Y ij gl δ ij = Simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Parameter stabilitasnya 1. Koefisien regresi (b i ); b i = Y ij I j j I j 2 j 2. Simpangan dari regresi (S 2 d ); S 2 j d = δ ij 2 l 2 S 2 e r Di mana S e 2 = dugaan galat gabungan r j δ ij 2 2 = Y ij Y i 2 g ( j Y ij I j ) j 2 j I j 2 Pengukuran stabilitas ini didasarkan kepada simpangan regresi (S d 2 ) nilai ratarata genotipe pada indeks lokasi (lingkungan). Suatu genotipe dikatakan stabil apabila kuadrat tengah sisa dari garis regresi adalah kecil.

42 16 3. Analisis stabilitas menurut Perkins dan Jinks (1968) Model analisis stabilitas Perkins-Jinks adalah Y ij = m + d i + e i + g ij + e ij Di mana m = Rataan umum untuk semua lingkungan dan galur d i = Pengaruh aditif genetik dari galur ke-i e j = Pengaruh aditif lingkungan ke-j g ij = Pengaruh interaksi genotipe-lingkungan dari galur ke-i dan lingkungan ke-j e ij = Galat percobaan Model regresi yang digunakan adalah (d i + g ij ) = m + b iej + d ij. Galur dikatakan stabil apabila b=0. Dalam teknik multivariat salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis stabilitas adalah Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Analisis ini menggabungkan pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama. Asumsi yang harus dipenuhi antara lain galat harus menyebar normal dan ragam homogen. Pengujian homogenitas ragam galat dilakukan melalui uji Bartlett. AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Penguraian interaksi dilakukan dengan model bilinear, sehingga kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe dapat dipetakan. Selain itu biplot yang digunakan memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007). Tahap-tahap penyusunan dalam analisis AMMI adalah sebagai berikut 1. Melihat pengaruh aditif galur dan lokasi melalui analisis ragam Analisis ragam menggunakan rancangan lingkungan kelompok lengkap dan rancangan faktorial dua faktor (faktor pertama adalah genotipe dan faktor kedua adalah lingkungan). Asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam adalah galat percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam homogen. 2. Menyusun matriks pengaruh interaksi galur dan lokasi, kemudian melakukan penguraian bilinier terhadap matriks tersebut melalui analisis komponen utama. Model AMMI dapat dituliskan sebagai berikut

43 17 Y ger = µ + g + β e + λ j φ gj ρ ej + δ ge + ε ger Di mana Y ger = nilai pengamatan pada genotipe ke -g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ = rataan umum g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g β e = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e λ j = nilai singular untuk komponen bilinier ke-n φ gj = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinier ke-n ρ ej = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinier ke-n δ ge = simpangan dari pemodelan linier ε ger = pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r Tiga manfaat utama penggunaan analisis AMMI yaitu (1) Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat; (2) Analisis AMMI dengan biplotnya dapat menjelaskan pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan, dan antara genotipe x lingkungan; dan (3) Analisis AMMI meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe x lingkungan (Sumertajaya 2007). Alat yang digunakan untuk menginterpretasi hasil metode AMMI adalah biplot AMMI. Pada dasarnya metode ini berupaya untuk memberikan peragaan grafik terhadap suatu matriks dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi dua. Vektor-vektor yang dimaksud yaitu vektor yang mewakili nilai skor komponen lingkungan dan skor komponen genotipe. Biplot AMMI 2 adalah plot antara skor komponen utama interaksi terbesar pertama (KUI 1 ) dengan skor komponen utama interaksi terbesar kedua (KUI 2 ) dari hasil penguraian singular (SVD) matriks interaksi (I). Biplot AMMI 2 menggambarkan pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan. Titik-titik amatan yang mempunyai arah yang sama berarti titik-titik amatan tersebut berinteraksi positif (saling menunjang), sedangkan titik-titik yang berbeda arah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut berinteraksi negatif (Sa diyah dan Mattjik 2011).

44 18

45 19 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan April 2012 di empat lokasi yaitu Pekalongan (Lampung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah) dan Maret sampai dengan Juli 2011 di Malang (Jawa Timur). Data iklim disajikan pada Lampiran 2. Materi Genetik Materi genetik yang digunakan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo (FG , FG1R , FG1R , FG1R , FG , FG , FG1R , FG1R , FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1), dan dua varietas nasional sebagai pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti (Lampiran 3 dan 4). Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe padi gogo. Perlakuan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo dan dua varietas nasional padi gogo, masing-masing diulang sebanyak 4 (empat) kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan pada setiap lokasi. Model linier untuk RAK gabungan antara genotipe dan lingkungan yaitu sebagai berikut Y ijk = µ + β j + ρ k(j) + i + ( β) ij + ε ijk Dimana Y ijk = Hasil pengamatan galur dan varietas pembanding ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum β j = Pengaruh lokasi ke-j ρ k(j) = Pengaruh ulangan ke-k dalam lokasi ke-j i = Pengaruh genotipe ke-i ( β) ij = Pengaruh interaksi dari genotipe ke-i pada lokasi ke-j ε ijk = Pengaruh acak dari genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k yang menyebar normal (0, σ 2 ε )

46 20 Pelaksanaan penelitian Persiapan Lahan. Luas lahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1012,5 m 2 pada masing-masing lokasi. Persiapan lahan meliputi pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput, kemudian dilakukan pengolahan tanah serta aplikasi pupuk kandang. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 4 meter x 5 meter sebanyak 48 petakan tiap lokasi. Jarak antar petak dalam ulangan 0,5 meter dan antar ulangan 1 meter. Penanaman. Penanaman dilakukan satu minggu setelah pemberian pupuk kandang. Benih ditanam langsung secara tugal dengan kedalaman 3-5 cm, sebanyak 3-5 butir tiap lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm x 15 cm sehingga pada petakan pengujian terdapat 13 baris, dan tiap barisnya terdapat 33 lubang tanam. Jumlah keseluruhan ada 429 lubang tanam untuk tiap petaknya. Pemupukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk sumber NPK. Pupuk kandang diberikan bersamaan dengan pengolahan lahan (satu minggu sebelum penanaman) sebanyak 10 ton/ha, dengan cara disebar dan dicampur dengan tanah. Pupuk sumber NPK yang digunakan yaitu Urea, SP-36 dan KCl, masing-masing sebanyak 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pemberian pupuk sumber NPK dilakukan tiga tahap, yaitu (1) Pemupukan pertama diberikan pada satu minggu setelah tanam, berupa 40 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl, dengan cara membuat larikan 5 cm dari tanaman; (2) Pemupukan kedua diberikan pada saat penyiangan empat minggu setelah tanam, berupa 80 kg/ha Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman; (3) Pemupukan ketiga diberikan pada saat penyiangan tujuh minggu setelah tanam, berupa 80 kg/ha Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman. Pemeliharaan. Penyulaman dan penjarangan dilakukan pada umur dua minggu setelah tanam. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Pengendalian terhadap gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 2-7 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur tiap dua minggu hingga menjelang panen. Penyiraman dilakukan jika perlu yang disesuaikan dengan kondisi cuaca dan tanaman.

47 21 Pemanenan. Pemanenan dilakukan menggunakan kriteria masak fisiologis yang ditandai oleh malai yang berwarna kuning hingga mencapai 80% dalam satu petak. Pengamatan Peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut 1. Umur berbunga (hari), dihitung mulai benih ditanam sampai populasi tanaman berbunga 50% dalam tiap petak. 2. Umur panen (hari), dihitung dari mulai tanam sampai gabah berwarna kuning (masak) telah mencapai 80% dalam tiap petak. 3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi yang berasal dari 5 tanaman contoh. Pengukuran dilakukan menjelang panen. 4. Jumlah anakan vegetative (batang/rumpun), dihitung dari jumlah anakan pada saat vegetatif umur 8 MST yang berasal dari 5 tanaman contoh. 5. Jumlah anakan produktif (batang/rumpun), dihitung dari jumlah anakan yang yang menghasilkan malai normal pada rumpun yang berasal dari 5 tanaman contoh. Pengukuran dilakukan menjelang panen. 6. Panjang malai (cm), diukur dari leher malai sampai ujung malai. Pengukuran dilakukan saat panen. 7. Jumlah gabah total per malai (butir), dihitung dari jumlah gabah dalam tiap malai dari 5 tanaman contoh. Jumlah gabah total per malai berasal dari total gabah isi maupun gabah hampa dalam tiap malai. 8. Persen gabah isi per malai (%), dihitung dengan menggunakan rumus Jumlah gabah isi per malai Persen gabah isi per malai = x 100% Jumlah gabah total per malai 9. Persen gabah hampa per malai (%), dihitung dengan menggunakan rumus Jumlah gabah hampa per malai Persen gabah hampa per malai = x 100% Jumlah gabah total per malai 10. Jumlah rumpun dipanen, banyaknya rumpun yang dipanen pada tiap plot.

48 Hasil gabah per petak (kg/petak), dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan gabah dalam tiap petak dikalikan dengan perbandingan antara 261 lubang tanam dengan jumlah rumpun dipanen. 261 lubang tanam Hasil gabah per petak = berat gabah per petak x jumlah rumpun dipanen 12. Hasil gabah per hektar (ton/ha), dihitung menggunakan rumus Hasil gabah per hektar = hasil gabah per petak x m 2 1 ton x (2,7 x 4,35) m kg 13. Bobot 1000 butir gabah (gram), ditimbang dari 1000 butir gabah bernas. 14. Pengamatan gejala penyakit blas daun dilakukan di lokasi Purworejo pada saat anakan maksimum dengan mengambil lima tanaman contoh dari setiap petak percobaan. 15. Pengamatan gejala penyakit hawar daun bakteri (HDB) dilakukan di lokasi Bogor pada fase tanaman berbunga sampai pengisian biji, dengan mengambil lima tanaman contoh dari setiap petak percobaan. Analisis Data 1. Analisis Keragaan Karakter Agronomis Analisis keragaan karakter agronomis dimulai dengan uji kehomogenan ragam. Pengujian kehomogenan ragam dianalisis menggunakan uji Bartlett. Hipotesis yang diuji adalah H 0 σ 1 2 = σ 2 2 =... = σ k 2. Prosedur pada uji Bartlett ini menggunakan pendekatan khi-kuadrat dengan (k-1) derajat bebas. Statistik ujinya adalah di mana χ 2 = 2,3026 r i 1 S i 2 = i j(y ij Y i. ) 2 r i 1 log S 2 r i 1 i ; S 2 = (n i 1)S i 2 N t log S i 2

49 23 Nilai χ 2 2 dikoreksi sebelum dibandingkan dengan nilai χ α,k 1. Nilai χ 2 terkoreksi adalah (1/FK) χ 2, dengan FK adalah FK = (t 1) i 1 r i 1 1 r i 1 Analisis ragam gabungan dilakukan untuk masing-masing karakter yang diamati (Tabel 1) serta uji lanjut menggunakan uji DMRT. Analisis dilanjutkan dengan penghitungan nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas untuk masing-masing karakter yang diamati. Penghitungan nilai koefisien keragaman menurut Singh dan Chaudhary (1979) menggunakan rumus sebagai berikut Di mana σ 2 P KKF = x 100% x i σ 2 G KKG = x 100% x i KKF = Koefisien keragaman fenotipe KKG = Koefisien keragaman genotipe σ 2 G σ 2 P x i = Ragam genotipe = Ragam fenotipe = Rata-rata nilai pengamatan pada genotipe ke-i Kriteria nilai koefisien keragaman genotipe (KKG) relatif adalah rendah (0 < x < 25%), agak rendah (25% < x < 50%), cukup tinggi (50% < x < 75%), dan tinggi (75% < x < 100%) (Moedjiono dan Mejaya 1994). Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung berdasarkan pemisahan nilai Kuadrat Tengah Harapan pada ANOVA (Tabel 1).

50 24 Tabel 1 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan Kuadrat Tengah F-Hitung Lokasi (L) l-1 M5 M5/M2 Ulangan/Lokasi l(r-1) M4 M4/M1 Genotipe (G) g-1 M3 ζ 2 E+r(ζ 2 GE +ζ 2 GLM)+rl (ζ 2 G+ζ 2 GM) M3/M2 G x L (l-1)(g-1) M2 ζ 2 E+r(ζ 2 GL +ζ 2 GLM) M2/M1 Galat l(r-1)(g-1) M1 ζ 2 E Total (rlg)-1 Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung menggunakan rumus (Singh dan Chaudhary 1979, Annicchiarico 2002) h 2 BS = ζ 2 G ζ 2 P Di mana ζ 2 G = ζ 2 GL = M3 M2 r x l M2 M1 r ζ 2 P = ζ 2 G + ζ 2 GL l + ζ 2 E r x l h 2 BS = Heritabilitas dalam arti luas ζ 2 G = Ragam genetik ζ 2 P = Ragam fenotipe ζ 2 GL = Ragam interaksi genotipe x lingkungan ζ 2 E r l = Ragam galat (Kuadrat Tengah Galat) = Jumlah ulangan = Jumlah lokasi (lingkungan) Nilai heritabilitas dikelompokkan menurut Stanfield (1983) yaitu tinggi (0,50 < h 2 BS < 1,00), sedang (0,20 < h 2 BS < 0,50), dan rendah (h 2 BS < 0,20).

51 25 2. Evaluasi Ketahanan Galur Harapan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas Daun dan Hawar Daun Bakteri 2.1. Ketahanan terhadap Penyakit Blas Daun di Lokasi Purworejo Pengamatan terhadap gejala penyakit blas daun dilakukan di lokasi Purworejo. Pengukuran nilai serangan blas daun menggunakan skala Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012) yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kriteria tingkat serangan blas daun dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI Skala Gejala 0 Tidak ada serangan. 1 Bercak berupa bintik coklat kecil atau bintik yang lebih besar tanpa sporulasi. 2 Bintik coklat bulat sampai agak lonjong, dengan bintik transparan abu-abu, diameter 1-2 mm dan bagian pinggir berwarna coklat. Serangan kebanyakan pada daun bagian bawah. 3 Tipe serangan sama dengan skala 2, tetapi dengan jumlah gejala yang nyata pada daun bagian atas. 4 Tipe serangan blas rentan, diameter > 3 mm dan menginfeksi kurang dari 4% luas daun. 5 Serangan blas daun menginfeksi 4-10% luas daun. 6 Serangan blas daun menginfeksi 11-25% luas daun. 7 Serangan blas daun menginfeksi 26-50% luas daun. 8 Serangan blas menginfeksi 51-75% dari luas daun dan banyak daun yang mati. 9 Serangan blas menginfeksi > 75% luas daun. Pengelompokan Ketahanan 0 Sangat tahan 1-3 Tahan 4-6 Agak Rentan 7-9 Rentan Sumber Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012). Intensitas serangan (%) dihitung dengan formula I = (n x v) x 100% N x V

52 26 Di mana I = Intensitas serangan n = Jumlah tanaman terserang v = Skala masing-masing tanaman terserang N = Jumlah tanaman total yang diamati V = Skala tertinggi penyakit blas = Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri di Lokasi Bogor Pengamatan terhadap penyakit hawar daun bakteri dilakukan di lokasi Bogor. Pengukuran nilai serangan hawar daun bakteri menggunakan skala Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012) yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kriteria tingkat serangan hawar daun bakteri dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI Skala Gejala Tingkat ketahanan 0 Tidak ada serangan Sangat tahan 1 Serangan 1-5% Tahan 3 Serangan 6-12% Agak tahan 5 Serangan 13-25% Agak rentan 7 Serangan 26-50% Rentan 9 Serangan % Sangat rentan Sumber Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012). Intensitas serangan (%) dihitung dengan formula Di mana I = Intensitas serangan n = Jumlah tanaman terserang I = (n x v) x 100% N x V v = Skala masing-masing tanaman terserang N = Jumlah tanaman total yang diamati V = Skala tertinggi penyakit hawar daun bakteri = 9

53 27 3. Analisis Stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk memperoleh informasi stabilitas galur-galur yang diuji di lima lokasi. Analisis dimulai dengan uji kehomogenan ragam kemudian dilanjutkan dengan analisis ragam gabungan. Secara skematis kegiatan penelitian dan analisis disajikan pada Gambar 2. Karakterisasi Agronomis dan Uji Daya Hasil Lokasi 1 Karakterisasi Agronomis dan Uji Daya Hasil Lokasi 2 Karakterisasi Agronomis dan Uji Daya Hasil Lokasi 3, dst. Sidik Ragam Lokasi 1 Sidik Ragam Lokasi 2 Sidik Ragam Lokasi 3, dst. Uji Homogenitas Ragam Homogen Analisis Gabungan Seluruh Lokasi Uji Stabilitas Daya Hasil menggunakan 4 metode 1. Francis dan Kannenberg (1978) 2. Finlay dan Wilkinson (1963) 3. Eberhart dan Russel (1966) 4. AMMI Diperoleh galur yang stabil dan spesifik lokasi Gambar 2 Diagram alir kegiatan penelitian

54 28 Pendugaan parameter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan stabilitas hasil yaitu 1. Francis dan Kannenberg (1978) Francis dan Kannenberg (1978) mengukur stabilitas menggunakan koefisien keragaman (% KK i ) setiap genotipe yang diuji pada beberapa lingkungan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipe, semakin stabil genotipe tersebut. 2 KK i = Si 100% X i. Di mana S 2 i = Kuadrat tengah genotipe ke-i Xi. = Nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh lingkungan 2. Finlay dan Wilkinson (1963) Analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963) didasarkan pada koefisien regresi (bi) antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini dapat menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Genotipe-genotipe yang mempunyai slope regresi (b i ) > 1, = 1, dan < 1 berturut-turut mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara rata-rata, dan di atas rata-rata. 3. Eberhart dan Russel (1966) Analisis stabilitas hasil menggunakan metode menurut Eberhart dan Russel (1966) dengan model sebagai berikut Y ij = µ + β i I j + δ ij Di mana Y ij = Hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j µ = Rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan β i = Koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda

55 29 I j = Indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan I j = Y ij i g Y ij j i gl δ ij = Simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Parameter stabilitasnya 3.1. Koefisien regresi (b i ); b i = Y ij I j j I j 2 j 3.2. Simpangan dari regresi (S 2 d ); S 2 d = δ 2 j ij Di mana S e 2 = dugaan galat gabungan r j 2 δ ij = Y ij 2 j Y i 2 g S 2 e l 2 r 2 ( j Y ij I j ) 2 j I j Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (b i ) = 1 dan memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah (S d 2 ) = 0. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Galur (G) g 1 Lingkungan (L) + Interaksi G x L (l -1) + (g-1) (l 1) Lingkungan (linier) 1 Interaksi G x L (linier) Simpangan gabungan g 1 i i 2 Y i.. i l j Y ij I 2 i j 2 j I j FK Y ij 2 Y.j I 2 j j 2 g j I j g(l 2) δ ij 2 Galur 1 l 2 Y ij 2 Y i 2 Galur 12 l 2 Y gj Y g 2 l j Galat gabungan l(g 1) (r 1) Total gl 1 Y ij 2 FK j i i j l Y i 2 i l JK lingk. (linier) j Y ij I 2 j j 2 j I j Y gj I 2 j j 2 j I j

56 30 4. Analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) Analisis AMMI merupakan analisis faktorial yang menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi (Tabel 5) (Mattjik dan Sumertajaya 2006). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Biplot digunakan untuk memperjelas pemetaan genotipe dengan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007; Mattjik et al. 2011). Pemodelan bilinier pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan adalah sebagai berikut 4.1. Menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks yaitu genotipe (baris)* lingkungan (kolom) sehingga matriks berukuran a x b γ 11 γ 1b γ = γ a1 γ ab 4.2. Menguraikan bilinier terhadap matriks pengaruh interaksi γ ge = n j=1 Model AMMI dapat ditulis sebagai berikut Di mana λ j Y ge = µ + g + β e + φ gj ρ ej + δ ge Y ge = Hasil genotipe ke-g pada lingkungan ke-e µ = Rataan umum g β e n λ n λ gn δ en + ρ ge = Simpangan genotipe ke-g terhadap rata-rata umum = Simpangan lingkungan ke-e terhadap rata-rata umum = Jumlah sumbu Komponen Utama Interaksi (KUI) dalam model λ n = Nilai singular untuk KUI sumbu ke-n λ gn = Nilai vektor ciri genotipe untuk KUI sumbu ke-n δ en = Nilai vektor ciri lingkungan untuk KUI sumbu ke-n ρ ge = Galat sisa

57 31 Tabel 5 Analisis ragam AMMI Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Nilai F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Lingkungan (L) l-1 JK Lingk KT Lingk KT Lingk / KT Gen*Lingk Ulangan (L) l(r-1) JK Ul/Lingk KT Ul/Lingk KT Ul/Lingk /KT Galat Genotipe (G) g-1 JK Gen KT Gen KT Gen /KT Galat G x L (l-1)(g-1) JK Gen*Lingk KT Gen*Lingk KT Gen*Lingk /KT Galat KUI 1 g+ l-1-(2x1) JK KUI1 KT KUI1 KT KUI1 / KT Galat KUI 2 g+ l-1-(2x2) JK KUI2 KT KUI2 KT KUI2 / KT Galat KUI n g+ l-1-(2xn) JK KUIn KT KUIn KT KUIn / KT Galat Galat l(r-1)(g-1) JK Galat KT Galat - Total glr-1

58 32

59 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di lima lokasi yaitu Pekalongan (Lampung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah) dan Malang (Jawa Timur). Kelima lokasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Lokasi Pekalongan (Lampung) merupakan lahan kering tegalan. Lokasi Bogor merupakan lahan kering di kebun percobaan IPB dengan curah hujan tinggi. Lokasi Sukabumi merupakan lahan sawah yang dikeringkan. Lokasi Purworejo merupakan lahan kering dengan tanah berpasir. Lokasi Malang merupakan lahan sawah yang dikeringkan dan terdapat rembesan air pada permukaan tanahnya. Pelaksanaan penelitian secara umum berjalan baik. Pertumbuhan awal tanaman cukup baik, kecuali di Purworejo yang mengalami kekeringan akibat curah hujan yang kurang pada masa awal pertumbuhan. Adanya serangan burung pada awal pertanaman di Bogor mengakibatkan berkurangnya benih yang telah ditanam sehingga harus dilakukan penyulaman dan tanam ulang. Hama yang menyerang tanaman pada fase vegetatif antara lain belalang pemakan daun, namun serangannya tidak sampai menyebabkan kerugian hasil yang signifikan. Serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) terjadi di Pekalongan (Lampung) dan Purworejo, namun tidak menimbulkan kerugian yang besar. Hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae) menyerang tanaman di Bogor. Lokasi penelitian di Bogor merupakan daerah endemik hawar daun bakteri. Serangan dapat ditanggulangi meskipun tidak maksimal. Hawar daun bakteri juga menyerang sebagian tanaman di Purworejo, namun dalam skala serangan yang lebih kecil. Hama yang menyerang tanaman pada fase generatif antara lain walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang menyerang tanaman pada saat muncul malai sampai bulir padi matang susu. Walang sangit menghisap cairan bulir padi yang menyebabkan gabah menjadi berubah warna, mengapur dan hampa. Serangan hama ini terjadi di Bogor dan Purworejo, namun serangan yang lebih luas tidak terjadi karena masih dapat ditanggulangi dengan penggunaan insektisida. Serangan blas leher menyerang tanaman di Lampung. Lokasi penelitian

60 34 merupakan daerah endemik penyakit blas karena patogen ini juga menyerang rumput gajah di sekitar pertanaman. Tanaman padi yang lain di sekitar lokasi penelitian juga mengalami serangan serupa. Serangan burung terjadi pada fase generatif sampai menjelang panen di Malang, Purworejo dan Bogor. Hal ini disebabkan karena perbedaan waktu tanam dengan areal pertanaman sekitar, umur galur yang lebih genjah serta tinggi tanaman pada galur-galur tertentu yang memudahkan burung untuk menyerang. Keragaan Umum Keragaan Karakter Agronomis Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada semua karakter agronomis yang diamati. Pengaruh genotipe, lokasi dan interaksi genotipe dengan lokasi (G x E) berpengaruh nyata terhadap karakterkarakter yang diamati (Tabel 6). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe-genotipe yang diuji dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Genotipe tanaman akan berinteraksi dengan lingkungan tumbuhnya. Besar kecilnya interaksi bergantung pada genotipe tanaman dan karakteristik lingkungannya (Baihaki 2000). Tabel 6 Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (E), dan interaksi G E pada karakter agronomis galur harapan padi gogo hasil kultur antera Karakter KT Genotipe F Hit Genotipe KT Lokasi F Hit Lokasi KT G E F Hit G E Jumlah anakan vegetatif 305,82 64,99* 648,92 137,89* 12,98 2,76* Jumlah anakan produktif 257,78 72,14* 295,05 82,56* 9,37 2,62* Tinggi tanaman 5780,12 169,46* 2245,93 65,85* 112,08 3,29* Umur berbunga 123,93 65,71* 3840, ,38* 26,97 14,30* Umur panen 86,06 24,68* 4373, ,33* 25,42 7,29* Panjang malai 58,18 36,05* 83,61 51,80* 5,91 3,66* Jumlah gabah isi 5355,41 13,87* 3922,81 10,16* 2843,66 7,36* Jumlah gabah hampa 19098,46 49,17* 26955,93 69,40* 4262,83 10,98* Persen gabah isi 598,88 12,18* 10894,03 221,54* 1002,93 20,40* Persen gabah hampa 2356,69 48,05* 2552,31 52,04* 568,43 11,59* Bobot 1000 butir 61,92 32,61* 9,56 5,03* 9,17 4,83* Produksi 10,61 9,12* 43,10 37,04* 8,08 6,94* Keterangan * berpengaruh nyata berdasarkan Uji F pada taraf kesalahan 5 %

61 Tabel 7 Nilai rata-rata karakter agronomis galur harapan padi gogo di lima lokasi Genotipe JAV (btg/rmp) JAP (btg/rmp) TT (cm) UB (HST) Karakter Agronomis UP (HST) PM (cm) JGI (btr/malai) JGH (btr/malai) B1000 (gram) PROD (ton/ha) FG ,6 c 10,8 cd 131,51 a 81,8 b 112,7 bc 27,64 a 114,1 ab 64,6 abc 30,73 a 3,19 bcd FG1R ,7 b 14,2 b 86,55 def 87,8 a 115,8 ab 23,18 c 114,0 ab 38,2 bc 27,48 bc 3,90 abc FG1R ,8 c 9,9 cd 113,46 c 90,4 a 118,8 a 26,49 ab 114,1 ab 104,0 a 26,92 bc 2,17 d FG1R ,9 cd 10,0 cd 115,80 bc 89,5 a 117,9 a 25,27 b 96,9 b 104,8 a 26,71 bc 1,97 d FG ,4 cd 9,9 cd 108,72 c 83,7 b 112,2 c 25,54 b 139,1 a 65,3 abc 27,85 bc 3,46 abcd FG ,1 d 8,9 d 121,16 b 88,4 a 118,2 a 27,71 a 133,6 ab 56,5 abc 31,55 a 2,87 cd FG1R ,9 cd 9,7 cd 115,39 bc 89,8 a 117,3 a 25,74 b 107,6 ab 104,5 a 27,40 bc 2,27 cd FG1R ,8 cd 9,6 cd 112,86 c 88,4 a 117,1 a 26,21 ab 108,0 ab 100,3 a 27,02 bc 2,13 d FM1R ,1 c 10,9 cd 90,69 d 87,4 a 115,8 ab 25,29 b 135,1 ab 87,2 a 27,28 bc 4,54 ab Fat ,4 c 11,6 c 89,26 de 87,3 a 116,6 a 25,08 b 138,9 ab 75,4 ab 27,93 b 4,77 ab Towuti 20,9 a 18,9 a 81,51 f 87,1 a 116,2 ab 22,28 c 96,4 b 18,6 c 25,65 c 5,12 a Situ Bagendit 21,2 a 19,4 a 82,45 ef 88,7 a 117,9 a 23,10 c 98,0 b 27,3 c 25,81 bc 4,84 ab Rata-rata 13,5 12,0 104,11 87,5 116,4 25,30 116,3 70,6 27,69 3,43 KK (%) 16,1 15,8 5,61 1,6 1,6 5,00 16,9 27,9 5,0 30,60 Keterangan JAV=Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun); JAP=Jumlah anakan produktif (batang/rumpun); TT=Tinggi tanaman (cm); UB=Umur berbunga (HST); UP=Umur panen (HST); PM=Panjang malai (cm); JGI=Jumlah gabah isi (butir/malai); JGH=Jumlah gabah hampa (butir/malai); B1000=Bobot gabah seribu butir (gram); PROD=Produktivitas GKG (ton/ha). Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%

62 36 Nilai rata-rata karakter agronomis di lima lokasi pengujian disajikan pada Tabel 7. Galur FG1R memiliki rata-rata jumlah anakan vegetatif dan anakan produktif terbanyak, serta jumlah gabah hampa paling sedikit. Galur FM1R-1-3-1, Fat dan FG1R memiliki tinggi tanaman relatif sedang. Galur FG memiliki umur berbunga dan umur panen tercepat, berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG dan FG memiliki malai terpanjang. Galur FG memiliki rata-rata jumlah gabah isi terbanyak, berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG dan FG memiliki bobot gabah 1000 butir paling tinggi dan berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding. Keragaan Karakter Agronomis di Masing-masing Lokasi Jumlah Anakan Vegetatif dan Jumlah Anakan Produktif Rata-rata jumlah anakan vegetatif per rumpun galur harapan padi gogo di tiap lokasi pengujian disajikan pada Tabel 8. Galur FG1R memiliki ratarata jumlah anakan vegetatif 15,7 batang per rumpun dan berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 7). Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari semua genotipe terbanyak yaitu di lokasi Malang (Tabel 8). Tabel 8 Rata-rata jumlah anakan vegetatif galur harapan padi gogo di lima lokasi Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun) Galur Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,9 cd 13,9 bc 10,8 de 9,5 b 18,1 bc FG1R ,0 bc 16,3 b 16,4 c 14,4 a 18,6 bc FG1R ,9 bcd 10,8 cd 9,2 ef 10,0 b 17,4 c FG1R ,2 cd 10,8 cd 9,5 def 7,6 b 16,6 c FG ,2 de 10,3 cd 9,6 def 10,1 b 17,7 bc FG ,8 e 9,4 d 7,6 f 6,9 b 15,0 c FG1R ,7 de 11,4 cd 9,3 ef 7,9 b 16,3 c FG1R ,3 cd 10,3 cd 10,2 de 6,6 b 16,6 c FM1R ,8 cd 13,6 bcd 11,3 de 8,6 b 21,2 b Fat ,3 ab 13,8 bc 11,9 d 8,8 b 18,1 bc Situ Bagendit 14,7 ab 22,6 a 22,7 a 15,7 a 29,1 a Towuti 16,5 a 25,6 a 19,5 b 14,7 a 30,0 a Rata-rata 11,5 14,0 12,3 10,1 19,5 KK (%) 17,2 18,4 12,1 22,6 12,1 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.

63 37 Adanya perbedaan rata-rata jumlah anakan per rumpun di masing-masing lokasi menunjukkan adanya interaksi antara genotipe dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah anakan antara lain curah hujan, jarak tanam, teknik budidaya dan ketersediaan unsur hara (Yudarwati 2010). Rata-rata jumlah anakan yang sedikit di Purworejo antara lain dipengaruhi oleh curah hujan yang kurang pada masa awal pertanaman sehingga menghambat pertumbuhan anakan. Curah hujan dan faktor lingkungan yang lebih mendukung di Malang mempengaruhi pertumbuhan awal dan jumlah anakan yang lebih banyak. Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari semua galur yang diuji berkisar antara 9,1-15,7 anakan per rumpun. Las et al. (2004) mengkategorikan varietas dengan jumlah anakan total per rumpun sedikit (<10), sedang (11-15), banyak (16-20) dan sangat banyak (>20). Berdasarkan kategori tersebut galur FG tergolong memiliki jumlah anakan yang sedikit. Galur FG , FG1R , FG1R , FG , FG1R , FG1R , FM1R-1-3-1, dan Fat dikategorikan memiliki jumlah anakan sedang. Galur FG1R tergolong memiliki anakan banyak. Tabel 9 Rata-rata jumlah anakan produktif galur harapan padi gogo di lima lokasi Jumlah anakan produktif (batang/rumpun) Galur Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,7 e 12,0 de 10,6 de 7,7 b 15,3 bc FG1R ,8 cd 15,2 c 16,2 c 12,5 a 15,6 b FG1R ,5 cde 10,1 de 8,9 ef 8,3 b 12,8 bc FG1R ,4 c 10,7 de 9,1 ef 6,1 b 12,6 bc FG ,2 de 9,0 e 9,4 ef 7,8 b 14,1 bc FG ,8 cde 9,2 e 7,5 f 5,8 b 12,4 bc FG1R ,5 cde 11,0 de 9,2 ef 6,2 b 11,8 c FG1R ,2 de 10,0 de 10,1 de 6,2 b 12,6 bc FM1R ,7 e 11,6 de 11,2 de 7,3 b 16,0 b Fat ,8 cd 13,2 cd 11,9 d 7,3 b 14,9 bc Situ Bagendit 14,9 b 20,7 b 22,7 a 13,0 a 23,2 a Towuti 16,6 a 24,1 a 19,5 b 15,0 a 21,7 a Rata-rata 10,8 13,1 12,2 8,5 15,2 KK (%) 11,1 15,8 12,9 26,2 14,5 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.

64 38 Rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun dari galur harapan padi gogo disajikan pada Tabel 9. Anakan produktif merupakan anakan tanaman padi yang menghasilkan malai normal yang produktif. Jumlah anakan produktif merupakan salah satu parameter komponen hasil produksi padi. Rata-rata jumlah anakan produktif semua galur yang diuji berkisar antara 8,9 sampai dengan 14,2 batang per rumpun (Tabel 7). Galur FG1R mempunyai rata-rata jumlah anakan produktif terbanyak yaitu 14,2 batang per rumpun. Rata-rata jumlah anakan produktif semua galur di lokasi Malang paling banyak yaitu 15,2 batang per rumpun (Tabel 9). Tidak semua anakan yang terbentuk pada fase vegetatif membentuk malai normal pada fase generatif. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman merupakan karakter yang cukup penting karena berpengaruh terhadap tingkat kerebahan dan efisiensi dalam pemanenan. Umumnya dalam proses seleksi pemuliaan tanaman tidak mengarah kepada tanaman yang lebih tinggi, karena akan rentan rebah. Rata-rata tinggi tanaman galur harapan padi gogo yang diuji disajikan pada Tabel 10. Rata-rata tinggi tanaman dari semua genotipe berkisar antara 81,5-131,5 cm. Kriteria tinggi tanaman berdasarkan Rice Standard Evaluation System dari IRRI untuk padi gogo yaitu agak pendek (< 90 cm), sedang ( cm), dan tinggi (> 125 cm) (IRRI 2012). Berdasarkan kriteria tersebut, genotipe-genotipe dengan rata-rata tinggi tanaman yang tergolong agak pendek yaitu FG1R , Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti. Galur-galur dengan tinggi tanaman tergolong sedang yaitu FG1R , FG1R , FG , FG1R , FG dan FG1R Galur dengan tinggi tanaman yang tergolong tinggi yaitu FG (Tabel 10). Kriteria padi tipe baru berdasarkan standar IRRI yaitu mempunyai tinggi tanaman antara cm (IRRI 2012). Dari sepuluh galur yang diuji diperoleh tiga galur yang memenuhi kriteria ini yaitu FG1R , FM1R dan Fat dengan rata-rata tinggi tanaman berkisar antara 86,6-90,7 cm. Galur FG mempunyai postur paling tinggi dengan rata-rata tinggi tanaman 131,5 cm sehingga lebih rentan rebah dan rentan serangan burung. Penampilan galur FG di Malang mencapai tinggi 142,1 cm.

65 39 Tabel 10 Rata-rata tinggi tanaman galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur Lampung Tinggi tanaman (cm) Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,8 a 132,8 a 136,1 a 111,9 ab 142,1 a FG1R ,8 cd 72,6 d 91,5 d 84,8 e 95,2 d FG1R ,1 b 105,0 b 122,6 b 103,9 bc 117,7 c FG1R ,6 b 107,3 b 121,9 b 107,8 abc 120,6 bc FG ,7 c 101,1 b 114,6 c 103,3 bc 125,0 b FG ,2 b 108,2 b 125,4 b 116,1 a 138,0 a FG1R ,2 b 107,3 b 124,6 b 106,9 abc 122,0 bc FG1R ,2 b 107,2 b 125,1 b 100,6 cd 117,4 c FM1R ,9 cd 81,6 c 90,0 d 91,2 de 95,8 d Fat ,5 cd 82,9 c 89,0 d 90,2 e 90,9 de Situ Bagendit 74,9 e 71,8 d 88,9 d 82,3 e 89,8 de Towuti 83,1 de 75,3 cd 87,5 d 81,0 e 85,5 e Rata-rata 104,8 96,1 109,7 98,3 111,6 KK (%) 7,5 5,5 3,8 6,8 3,9 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Rata-rata tinggi tanaman seluruh genotipe yang diuji di Malang, Sukabumi dan Lampung berkisar antara 104,8-111,6 cm, sedangkan di Bogor dan Purworejo rata-rata tinggi tanaman seluruh genotipe yaitu 96,1 cm dan 98,3 cm. Perbedaan rata-rata tinggi tanaman di tiap lokasi menunjukkan adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi keragaan tinggi tanaman. Karakter tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur N. Kelebihan N akan menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih tinggi sehingga tanaman mudah rebah. Umur Berbunga dan Umur Panen Munculnya bunga merupakan tanda bahwa tanaman telah memasuki masa peralihan dari fase vegetatif menuju fase generatif. Rata-rata umur berbunga galur harapan padi gogo di tiap lokasi pengujian disajikan pada Tabel 11. Rata-rata umur berbunga dari semua galur yang diuji berkisar antara 81,8 sampai dengan 90,4 hari setelah tanam (HST) (Tabel 7). Galur FG dan FG memiliki umur berbunga yang paling pendek yaitu 81,8 dan 83,7 HST. Galur FG1R mempunyai umur berbunga paling panjang yaitu 90,40 HST.

66 40 Tabel 11 Rata-rata umur berbunga galur harapan padi gogo di lima lokasi Umur berbunga (HST) Galur Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,5 f 77,5 d 74,5 f 82,3 abcd 98,0 gh FG1R ,3 d 80,0 c 88,5 ab 85,0 a 100,3 fg FG1R ,0 bc 85,8 a 87,5 b 83,0 abc 106,8 ab FG1R ,0 bc 80,3 c 88,0 b 84,5 ab 105,5 bc FG ,5 e 77,5 d 81,5 e 81,3 bcde 98,8 gh FG ,5 ab 82,5 b 85,3 d 84,3 ab 100,5 efg FG1R ,8 a 81,3 bc 87,8 b 81,5 bcde 107,8 a FG1R ,5 c 81,5 bc 85,0 d 80,5 cde 107,3 ab FM1R ,0 ab 79,8 c 86,5 c 78,5 e 102,3 def Fat ,3 ab 79,8 c 85,5 d 79,5 de 101,5 ef Situ Bagendit 84,3 d 80,5 bc 88,3 ab 80,0 cde 102,5 de Towuti 84,3 d 82,5 b 89,3 a 83,0 abc 104,3 cd Rata-rata 86,3 80,7 85,6 81,9 102,9 KK (%) 1,2 1,6 0,8 2,6 1,3 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Umur berbunga berkorelasi positif dengan umur tanaman atau masa panen. Galur yang mempunyai umur berbunga lebih pendek umumnya umur masak galur tersebut juga lebih pendek atau biasa disebut dengan umur genjah. Umur panen merupakan salah satu karakter/peubah penting dalam mempertimbangkan untuk memilih galur atau varietas. Umur panen yang lebih cepat akan menguntungkan karena masa tanam menjadi lebih pendek sehingga bisa dipanen lebih cepat. Rata-rata umur panen galur harapan padi gogo di tiap lokasi pengujian disajikan pada Tabel 12. Galur dengan umur terpendek yang teramati yaitu galur FG dan FG dengan umur panen masing-masing 112,2 dan 112,7 HST. Galur dengan umur panen terpanjang yaitu galur FG dan FG1R dengan umur panen masing-masing 118,2 dan 118,8 HST (Tabel 7). Siregar (1981) mengelompokkan umur panen (P) varietas padi menjadi empat yaitu sangat genjah (P 110 HST), genjah (110 < P 115 HST), sedang (115 < P 125 HST), dan berumur dalam (125 < P 150 HST). Berdasarkan pengelompokan tersebut terdapat dua galur yang tergolong genjah yaitu FG dan FG , sedangkan sepuluh galur yang lain tergolong berumur sedang.

67 41 Tabel 12 Rata-rata umur panen galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur Umur panen (HST) Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,0 d 108,3 e 103,5 d 116,0 a 129,8 c FG1R ,5 c 110,8 cde 109,8 b 115,3 ab 128,5 c FG1R ,5 ab 116,8 a 109,5 b 113,0 bc 135,0 ab FG1R ,5 ab 111,3 cd 109,0 b 114,5 ab 135,0 ab FG ,8 d 108,3 e 105,8 c 111,3 cd 125,8 d FG ,8 ab 114,3 b 109,0 b 114,3 ab 133,5 ab FG1R ,3 abc 112,5 bcd 108,8 b 113,0 bc 135,0 ab FG1R ,5 abc 113,3 bc 108,8 b 110,5 cd 135,5 a FM1R ,5 abc 110,0 de 109,0 b 108,5 d 133,0 b Fat ,0 a 110,3 de 109,3 b 109,3 d 133,3 b Situ Bagendit 114,3 c 111,3 cd 111,8 a 110,0 d 133,8 ab Towuti 115,0 bc 114,0 b 112,0 a 113,0 bc 135,5 a Rata-rata 116,0 111,7 108,8 112,2 132,8 KK (%) 2,6 1,5 0,8 1,6 1,0 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Rata-rata umur berbunga 50% dan umur panen dari semua galur yang diuji berbeda di tiap lokasi pengujian. Rata-rata umur berbunga dan umur panen di Malang lebih lama dibandingkan dengan lokasi yang lain, yaitu umur berbunga 102,9 HST dan umur panen 132,8 HST. Umur berbunga di Bogor paling cepat yaitu 80,7 HST. Rata-rata umur panen di Sukabumi yaitu 108,8 HST, lebih cepat dibandingkan dengan lokasi yang lain. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan perbedaan umur berbunga dan umur panen di masing-masing lokasi. Faktor yang mempengaruhi umur berbunga dan umur panen antara lain suhu dan intensitas sinar matahari. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23 0 C. Suhu yang terlalu tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa karena proses fotosintesis akan terganggu. (Yudarwati 2010).

68 42 Panjang Malai, Gabah Isi dan Gabah Hampa Pengamatan panjang malai diukur dari leher malai sampai dengan ujung malai. Umumnya malai panjang menghasilkan gabah lebih banyak dibandingkan dengan malai pendek. Meskipun jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai juga akan mempengaruhi berat produksi per satuan luas, namun malai yang lebih panjang memiliki peluang lebih tinggi produksi hasilnya dengan gabah yang lebih banyak. Rata-rata panjang malai galur-galur padi gogo disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata panjang malai galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur Panjang malai (cm) Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,27 abc 28,42 a 29,37 a 28,54 b 24,59 b FG1R ,22 bcd 20,18 c 22,20 e 25,09 fg 23,23 cd FG1R ,84 ab 26,10 ab 25,95 b 28,64 b 23,93 bc FG1R ,14 abc 25,28 b 24,53 cd 26,38 ef 24,03 bc FG ,62 cd 24,74 b 26,07 b 29,50 b 22,78 cd FG ,55 a 26,23 ab 26,28 b 31,54 a 25,98 a FG1R ,92 abc 24,44 b 25,40 bc 28,19 bc 24,76 b FG1R ,63 abc 26,43 ab 26,15 b 28,12 bcd 24,73 b FM1R ,25 abc 26,37 ab 23,47 de 26,83 cde 23,52 bcd Fat ,75 abc 26,92 ab 23,41 de 26,50 def 22,81 cd Situ Bagendit 21,31 e 20,59 c 22,94 e 24,08 g 22,47 d Towuti 22,82 de 21,89 c 22,80 e 25,10 fg 22,90 cd Rata-rata 25,61 24,80 24,88 27,40 23,81 KK (%) 6,88 6,16 3,72 3,80 3,41 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Sembilan dari sepuluh galur yang diuji rata-rata memiliki malai yang lebih panjang dan berbeda nyata dibandingkan dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG dan FG memiliki rata-rata malai terpanjang yaitu 27,71 dan 27,64 cm. Berdasarkan pengelompokan yang dilakukan Rusdiansyah (2006), seluruh genotipe yang diuji memiliki malai yang tergolong sedang (20-30 cm). Malai yang tergolong pendek yaitu kurang dari 20 cm, dan yang tergolong panjang lebih dari 30 cm. Rata-rata panjang malai dari seluruh galur di masingmasing lokasi pengujian menunjukkan rata-rata yang berbeda. Di lokasi Purworejo rata-rata memiliki malai yang lebih panjang dibandingkan dengan

69 43 lokasi lainnya (27,40 cm), sedangkan rata-rata malai terpendek yaitu di Malang (23,81 cm) (Tabel 13). Perbedaan rata-rata panjang malai di tiap lokasi menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap karakter panjang malai. Rata-rata jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa dan jumlah gabah total per malai dari galur-galur yang diuji disajikan pada Tabel 14, 15 dan 16. Gabah merupakan komponen hasil yang terpenting pada tanaman padi, karena jumlah gabah isi akan mempengaruhi bobot produksi yang dihasilkan tanaman. Tabel 14 Rata-rata jumlah gabah isi per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Jumlah gabah isi (butir/malai) Galur Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,3 a 91,9 cd 118,0 abc 106,7 ef 107,7 ef FG1R ,3 abc 93,6 cd 124,2 abc 98,9 ef 127,1 cde FG1R ,0 a 136,2 ab 121,3 abc 127,9 bcde 36,1 h FG1R ,6 a 96,9 cd 92,7 c 115,2 cdef 30,1 h FG ,2 a 110,4 bcd 126,8 abc 175,7 a 135,4 bcd FG ,1 a 108,1 bcd 141,2 a 109, 6 def 158,9 ab FG1R ,6 abc 99,6 cd 112,9 abc 142,5 abcd 61,6 g FG1R ,0 ab 136,9 ab 104,5 bc 107,2 ef 63,6 g FM1R ,0 bcd 118,5 bc 126,6 abc 159,5 ab 173,7 a Fat ,1 abc 149,0 a 131,5 ab 145,7 abc 147,2 bc Situ Bagendit 81,8 d 86,0 d 110,2 abc 93,8 ef 110,5 def Towuti 93,9 cd 100,8 cd 116,3 abc 86,0 f 93,0 f Rata-rata 125,5 110,6 118,9 123,3 103,7 KK (%) 16,0 17,6 17,2 17,2 16,3 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Rata-rata jumlah gabah isi dari seluruh galur yang diuji berkisar antara 96,9 sampai dengan 139,1 butir gabah per malai (Tabel 7). Sembilan dari sepuluh galur yang diuji memiliki jumlah gabah isi lebih banyak dibandingkan dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG memiliki rata-rata jumlah gabah isi terbanyak di semua lokasi (berkisar antara 110,4 175,7 butir per malai), berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 14). Banyaknya jumlah gabah isi galur-galur yang diuji dibandingkan dengan varietas pembandingnya menunjukkan keberhasilan persilangan antar tetuanya (padi lokal

70 44 Pulau Buru dan padi tipe baru) yaitu untuk meningkatkan jumlah gabah isi per malai. Jumlah gabah hampa galur FG1R di semua lokasi paling sedikit yaitu berkisar antara 15,5-50,1 butir per malai, dengan rata-rata 38,2 butir gabah hampa per malai (Tabel 15). Tabel 15 Rata-rata jumlah gabah hampa per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Jumlah gabah hampa (butir/malai) Galur Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,4 de 50,9 b 82,4 b 81,3 abc 59,2 cd FG1R ,2 de 15,5 c 37,5 c 50,1 d 39,7 cd FG1R ,7 bc 44,5 b 100,0 ab 80,3 abc 222,6 a FG1R ,6 bcde 42,1 b 115,3 a 72,0 bcd 227,8 a FG ,9 e 58,3 ab 81,0 b 75,0 abcd 67,2 bcd FG ,0 b 36,2 bc 35,1 c 84,0 abc 42,3 cd FG1R ,9 bcd 51,4 b 107,8 ab 99,2 a 195,2 a FG1R ,5 cde 58,0 ab 111,8 ab 91,8 ab 186,3 a FM1R ,0 a 50,6 b 85,0 ab 75,4 abcd 106,1 b Fat ,8 b 80,5 a 78,9 b 59,9 cd 73,8 bc Situ Bagendit 19,3 f 14,9 c 14,8 c 17,1 e 27,0 d Towuti 22,5 f 14,7 c 25,4 c 26,2 e 47,6 cd Rata-rata 61,2 43,1 72,9 67,8 107,9 KK (%) 22,6 38,6 27,6 23,4 26,4 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Jumlah gabah total per malai terbanyak yaitu galur Fat-4-1-1, FM1R , FG1R dan FG1R dengan rata-rata jumlah gabah total di semua lokasi berkisar antara 212,1-222,3 butir per malai, berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 16). Persentase jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai dari galur-galur yang diuji disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Galur FG1R memiliki rata-rata persentase gabah isi terbanyak di semua lokasi. Persentase jumlah gabah isi galur FG1R terbanyak di lokasi Bogor yaitu 85,5% dan tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 17). Galur FG1R juga memiliki persentase gabah hampa paling sedikit di semua lokasi (berkisar antara 14,5 33,2%) (Tabel 18).

71 45 Tabel 16 Rata-rata jumlah gabah total per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Jumlah gabah total (butir/malai) Galur Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,7 abc 142,8 cde 200,4 ab 188,0 d 166,9 de FG1R ,5 c 109,1 de 161,7 cd 149,0 e 166,8 de FG1R ,7 ab 180,7 bc 221,3 a 208,2 bcd 258,7 ab FG1R ,2 ab 139,0 cde 208,0 ab 187,2 d 257,9 ab FG ,1 bc 168,7 bc 207,8 ab 250,7 a 202,6 cd FG ,1 a 144,3 cd 176,3 bc 193,6 d 201,2 cd FG1R ,5 bc 151,0 cd 220,7 a 241,7 ab 256,8 ab FG1R ,5 bc 194,9 ab 216,3 a 199,0 cd 249,9 ab FM1R ,0 ab 169,1 bc 211,6 a 234,9 abc 279,8 a Fat ,9 abc 229,5 a 210,4 ab 205,6 bcd 221,0 bc Situ Bagendit 101,1 d 100,9 e 125,0 e 110,9 e 137,5 e Towuti 116,4 d 115,5 de 141,7 de 112,2 e 140,6 e Rata-rata 186,6 153,8 191,8 190,1 211,6 KK (%) 14,0 17,4 11,3 13,0 14,4 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Tabel 17 Rata-rata persentase gabah isi galur harapan padi gogo di lima lokasi Genotipe Persentase gabah isi Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,3 abc 64,3 c 58,8 bc 56,5 ef 64,7 d FG1R ,9 bcd 85,5 ab 77,2 a 66,8 bcde 76,7 abc FG1R ,0 cde 75,3 bc 54,7 bcd 61,7 cdef 14,3 f FG1R ,7 bcd 69,8 c 45,3 d 62,3 cdef 11,9 f FG ,4 ab 65,1 c 61,1 bc 70,3 bcd 67,0 cd FG ,2 de 75,3 bc 80,0 a 56,8 ef 79,2 ab FG1R ,0 de 65,6 c 51,9 bcd 58,8 def 25,2 e FG1R ,6 bcd 71,0 c 47,5 cd 53,2 f 25,9 e FM1R ,7 f 71,4 c 60,3 bc 67,8 bcde 62,0 d Fat ,3 e 65,4 c 62,5 b 71,0 bc 69,4 bcd Towuti 81,0 a 85,2 ab 88,2 a 84,5 a 81,7 a Situ Bagendit 80,4 a 87,3 a 82,9 a 76,5 ab 66,3 cd Rata-rata 68,6 73,4 64,2 65,7 53,7 KK (%) 7,4 9,6 13,1 10,7 13,3 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.

72 46 Tabel 18 Rata-rata persentase gabah hampa galur harapan padi gogo di lima lokasi Genotipe Persentase gabah hampa Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,7 def 35,7 a 41,0 bc 43,5 ab 35,3 c FG1R ,1 cde 14,5 bc 22,3 d 33,2 bcde 23,4 def FG1R ,0 bcd 24,7 ab 45,2 abc 38,3 abcd 85,7 a FG1R ,3 cde 30,3 a 55,0 a 37,7 abcd 88,1 a FG ,6 ef 34,9 a 39,2 bc 29,7 cde 33,0 cd FG ,9 bc 24,7 ab 19,9 d 43,2 ab 20,8 ef FG1R ,0 bc 34,4 a 48,5 abc 41,3 abc 74,8 b FG1R ,4 cde 29,0 a 52,3 ab 46,8 a 74,1 b FM1R ,3 a 28,6 a 40,2 bc 32,2 bcde 38,0 c Fat ,7 b 34,6 a 37,2 c 29,0 de 30,6 cde Towuti 19,0 f 14,8 bc 11,8 d 15,6 f 18,4 f Situ Bagendit 19,6 f 12,7 c 16,5 d 23,5 ef 33,7 cd Rata-rata 31,5 26,6 35,8 34,3 46,3 KK (%) 16,1 26,6 23,4 20,4 15,4 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Jumlah gabah per malai dapat dipengaruhi oleh jumlah daun, yang akan menentukan banyaknya jumlah bulir. Jumlah gabah per malai juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu rendah dan sedikitnya cahaya yang tersedia pada saat pembentukan malai yang akan meningkatkan jumlah gabah hampa. Adanya gangguan akibat hama dan penyakit juga mempengaruhi jumlah gabah isi per malai. Rata-rata di semua lokasi percobaan dijumpai serangan walang sangit (Leptocorisa sp.). Hama ini dapat merusak bulir padi pada fase pemasakan dengan menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Kerusakan yang ditimbulkan dapat menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa (Syam et al. 2007). Penyakit blas daun dan blas leher malai yang dijumpai di lokasi Purworejo dan Lampung, serta penyakit hawar daun bakteri yang dijumpai di Bogor juga bisa mempengaruhi jumlah dan persentase gabah isi dan gabah hampa. Penyakit-penyakit ini menyebabkan jumlah gabah hampa semakin tinggi.

73 47 Bobot Gabah 1000 Butir Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur harapan padi gogo di tiap lokasi disajikan pada Tabel 19. Rata-rata bobot gabah 1000 butir dari galur-galur yang diuji di semua lokasi berkisar antara 26,71 31,55 gram. Seluruh galur yang diuji memiliki rata-rata bobot 1000 butir lebih tinggi dibandingkan dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG dan FG memiliki rata-rata bobot 1000 butir tertinggi yaitu masing-masing seberat 31,55 dan 30,73 gram (Tabel 7), dan berbeda nyata dengan pembanding Situ Bagendit dan Towuti. Tabel 19 Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur harapan padi gogo di lima lokasi Genotipe Bobot gabah 1000 butir (gram) Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,80 a 34,67 a 30,05 a 29,77 b 30,38 b FG1R ,25 cd 27,72 bc 27,35 bc 26,50 c 28,58 cd FG1R ,85 e 25,88 bc 27,63 b 28,04 bc 27,20 ef FG1R ,45 a 27,02 bc 25,48 bcde 27,26 bc 25,33 gh FG ,60 bcd 26,93 bc 27,58 b 27,54 bc 29,58 bc FG ,85 e 32,23 a 31,55 a 33,84 a 34,28 a FG1R ,00 abc 28,24 bc 25,08 de 27,65 bc 28,03 de FG1R ,08 d 26,33 bc 26,93 bcd 27,97 bc 26,78 f FM1R ,20 ab 26,78 bc 27,68 b 27,41 bc 26,35 fg Fat ,45 a 28,46 b 26,45 bcde 29,30 b 26,98 ef Towuti 27,35 cd 25,10 bc 24,45 e 26,32 c 25,05 h Situ Bagendit 25,85 e 24,79 c 25,28 cde 27,84 bc 25,28 gh Rata-rata 27,39 27,85 27,12 28,29 27,81 KK (%) 1,92 7,50 5,14 5,43 2,73 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%. Bobot gabah 1000 butir lebih ditentukan oleh bentuk gabah. Bentuk gabah yang lonjong dan berukuran besar akan mempunyai bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan gabah yang berbentuk bulat dan berukuran kecil. Bobot 1000 butir gabah juga dipengaruhi oleh kondisi setelah pembungaan, misalnya tersedianya fotosintat, cuaca dan jumlah daun. Kondisi tersebut akan mempengaruhi banyak sedikitnya karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis dan selanjutnya akan menentukan bentuk dan ukuran gabah (Sutaryo dan Samaullah 2007).

74 48 Keragaman Genetik Nilai pendugaan parameter genetik dari galur harapan padi gogo yang diuji di lima lokasi ditampilkan pada Tabel 20. Nilai pendugaan parameter genetik tanaman menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman genotipe (KKG) dan fenotipe (KKF) tanaman berkisar antara 1,50-38,6% dan 1,78 43,80%. Nilai KKG terendah (1,50%) ditunjukkan oleh karakter umur panen dan nilai KKG tertinggi (38,60%) ditunjukkan oleh karakter jumlah gabah hampa per malai. Dari nilai KKG absolut 0-38,60% ditetapkan nilai relatifnya. Nilai absolut 38,60% sebagai nilai relatif 100%. Kriteria KKG relatif adalah rendah (0 < x 25%), agak rendah (25% < x 50%), cukup tinggi (50% < x 75%), dan tinggi (75% < x 100%). Dengan demikian nilai absolut kriteria tersebut adalah rendah (0,00% < x 9,65%), agak rendah (9,65 < x 19,30%), cukup tinggi (19,30% < x 28,95%) dan tinggi (28,95% < x 38,60%) (Moedjiono dan Mejaya 1994). Tabel 20 Parameter genetik hasil dan komponen hasil galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Parameter ζ 2 G ζ 2 GL ζ 2 P h 2 BS KKG KKF Anakan vegetatif 14,64 2,07 12,89 0,96 28,37 29,97 Anakan produktif 12,42 1,45 15,29 0,96 29,42 28,99 Tinggi tanaman 283,40 19,49 289,01 0,98 16,17 16,33 Umur berbunga 4,85 6,27 6,20 0,78 2,52 2,84 Umur panen 3,03 5,48 4,30 0,70 1,50 1,78 Panjang malai 2,61 1,08 2,91 0,90 6,39 6,74 Jumlah gabah isi 125,59 614,37 267,77 0,47 9,63 14,07 Jumlah gabah hampa 741,78 968,61 954,92 0,78 38,60 43,80 Bobot 1000 butir 2,64 1,82 3,10 0,85 5,87 6,35 Produksi 0,13 1,37 0,53 0,24 10,37 21,23 Keterangan ζ 2 G=Ragam genotipe, ζ 2 GL=Ragam genotipe x lingkungan, ζ 2 P=Ragam fenotipe, h 2 BS=Heritabilitas dalam arti luas, KKG=Koefisien keragaman genetik (%), KKF=Koefisien keragaman fenotipe (%), x=rata-rata pengamatan. Karakter dengan KKG relatif rendah dan agak rendah digolongkan sebagai karakter dengan variabilitas genetik sempit dan karakter dengan kriteria KKG relatif cukup tinggi dan tinggi digolongkan sebagai karakter dengan variabilitas genetik luas (Murdaningsih et al. 1990). Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat lima karakter KKG yang tergolong rendah yaitu umur berbunga, umur panen,

75 49 panjang malai, jumlah gabah isi dan bobot gabah 1000 butir. Karakter KKG yang tergolong agak rendah yaitu tinggi tanaman dan produksi. Jumlah anakan vegetatif tergolong sebagai karakter dengan KKG cukup tinggi, sedangkan jumlah anakan produktif dan jumlah gabah hampa tergolong karakter dengan KKG tinggi. Heritabilitas merupakan pengukur besarnya fenotipe yang tampak sebagai refleksi genotipe, atau merupakan hubungan antara ragam genotipe dengan total ragam fenotipe-nya (Baihaki 2000). Nilai duga heritabilitas terhadap karakterkarakter yang diamati berkisar 0,24 untuk karakter produksi dan 0,98 untuk karakter tinggi tanaman. Nilai heritabilitas dikelompokkan menurut Stanfield (1983) yaitu tinggi (0,50 < h 2 BS < 1,00), sedang (0,20 < h 2 BS < 0,50), dan rendah (h 2 BS < 0,20). Berdasarkan kriteria tersebut, nilai heritabilitas karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah hampa dan bobot gabah 1000 butir tergolong tinggi. Nilai heritabilitas untuk karakter produksi dan jumlah gabah isi tergolong sedang. Menurut Wicaksana (2001) karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar dibandingkan dengan faktor lingkungan. Evaluasi Ketahanan Galur Harapan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas Daun dan Hawar Daun Bakteri Ketahanan terhadap Penyakit Blas Daun di Lokasi Purworejo Penyakit blas disebabkan oleh cendawan penyebab penyakit blas yaitu Pyricularia grisea. Pengamatan penyakit blas dilakukan dengan melihat gejala berupa bercak yang dapat berkembang hingga berbentuk belah ketupat dan bagian tengah berwarna putih keabuan, dengan tepi berwarna coklat (Gambar 3). Respon dari sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji terhadap penyakit blas daun di lokasi Purworejo menunjukkan terdapat lima galur yang tergolong tahan yaitu galur FG , FG1R , FG1R , FG dan FG Galur-galur yang tergolong agak rentan yaitu FG1R , FG1R dan FM1R-1-3-1, sedangkan galur FG1R dan Fat tergolong rentan (Tabel 21).

76 50 Gambar 3 Gejala serangan penyakit blas daun. Tabel 21 Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit blas daun di lokasi Purworejo Galur/ varietas I (%) Skala Respon FG ,33 3 T FG1R ,78 1 T FG1R ,33 5 AR FG1R ,44 3 T FG ,44 1 T FG ,89 1 T FG1R ,00 5 AR FG1R ,33 7 R FM1R ,33 5 AR Fat ,22 7 R Situ Bagendit 0,00 0 ST Towuti 1,11 1 T Keterangan I=Intensitas serangan (%), ST=Sangat Tahan, T=Tahan, AR=Agak Rentan, R=Rentan Pengamatan terhadap respon galur harapan padi gogo yang diuji terhadap penyakit blas ini hanya dilakukan di satu lokasi yaitu Purworejo karena penyakit ini tidak dijumpai di semua lokasi pengujian. Hasil pengamatan ini tidak dapat menggambarkan tingkat ketahanan atau kerentanan galur-galur tersebut di semua lokasi, karena hanya dilakukan pengamatan lapangan di satu lokasi dan tanpa dilakukan identifikasi ras dari P. grisea yang menyerang. Untuk kepentingan pelepasan varietas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat ketahanan ini baik di lapangan maupun di laboratorium, termasuk identifikasi ras patogen yang menyerang.

77 51 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit blas di lapang antara lain kelebihan nitrogen dan kerentanan tanaman. Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan kadar silikon (Si) tanaman rendah. Kandungan Si dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen ke dalam jaringan tanaman. Si dilaporkan berperan aktif meningkatkan akumulasi fitoaleksin pada padi sebagai mekanisme ketahanan terhadap penyakit blas (Rodrigues et al. 2004). Menurut Bakhtiar et al. (2009) sifat ketahanan terhadap penyakit blas lebih ditentukan oleh nisbah Si/N tajuk dibandingkan kandungan Si atau N saja. Genotipe yang memiliki proporsi kandungan Si tinggi dan N rendah pada tajuk akan tahan terhadap penyakit blas. Faktor air juga mempengaruhi perkecambahan konidium P. grisea. Jangka waktu pengembunan atau air hujan sangat menentukan bagi konidium yang menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan menginfeksi jaringan tanaman. Kondisi yang baik untuk perkecambahan yaitu saat periode basah lebih dari lima jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu 6 sampai 10 jam. Suhu optimal untuk perkecambahan konidium yaitu C (Ribot et al. 2008). Informasi tentang pengaruh beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan blas di lapangan dapat memberi petunjuk atau pertimbangan untuk menentukan teknik pengendalian yang tepat. Pengendalian yang dianggap paling efektif sampai saat ini adalah dengan varietas tahan. Pergiliran varietas dengan varietas yang tahan blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih sehingga untuk pencegahan penyakit blas sebaiknya tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemik blas. Penggunaan fungisida dapat dilakukan secara efektif dengan tetap mempertimbangkan efek samping kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan dan resistensi patogen sasaran. Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri di Lokasi Bogor Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Penyakit dapat terjadi pada semua stadia pertumbuhan tanaman, namun yang paling umum terjadi yaitu pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga. Infeksi biasanya dimulai di

78 52 dekat ujung daun atau tepi daun dan berkembang ke bagian bawah daun. Gejala infeksi awal berwarna hijau pucat sampai hijau keabu-abuan, gejala lebih lanjut berwarna kuning oranye sampai abu-abu (mati). Gejala pada varietas rentan dapat mencapai seluruh permukaan daun sampai ke pelepah daun (Gambar 4). Gambar 4 Gejala serangan penyakit hawar daun bakteri. Respon dari sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji dan dua varietas pembanding terhadap penyakit hawar daun bakteri menunjukkan satu galur yang tergolong tahan yaitu FG1R , sementara kedua varietas pembandingnya tergolong agak tahan (Tabel 22). Tabel 22 Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit hawar daun bakteri di lokasi Bogor Galur/ varietas I (%) Skala Respon FG ,33 9 SR FG1R ,44 1 T FG1R ,89 7 R FG1R ,11 5 AR FG ,89 7 R FG ,33 9 SR FG1R ,22 7 R FG1R ,44 7 R FM1R ,00 7 R Fat ,44 5 AR Situ Bagendit 8,89 3 AT Towuti 11,11 3 AT Keterangan I=Intensitas serangan (%), ST=Sangat Tahan, T=Tahan, AT=Agak Tahan, AR=Agak Rentan, R=Rentan, ST=Sangat Rentan

79 53 Pengamatan terhadap respon galur harapan padi gogo terhadap penyakit hawar daun bakteri ini hanya dilakukan di satu lokasi yaitu Bogor, karena intensitas penyakit ini paling tinggi di Bogor, sementara di empat lokasi lain tidak dijumpai serangan hawar daun bakteri yang berarti. Hasil pengamatan ini juga tidak menggambarkan tingkat ketahanan atau kerentanan galur-galur tersebut di semua lokasi, karena hanya dilakukan pengamatan lapang di satu lokasi dan tanpa dilakukan identifikasi strain dari bakteri Xoo yang menyerang. Untuk kepentingan pelepasan varietas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat ketahanan ini baik di lapang maupun di laboratorium, termasuk identifikasi strain dari bakteri yang menyerang. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketahanan atau kerentanan terhadap patogen hawar daun bakteri di lapangan antara lain kelembaban, cahaya matahari, suhu saat perkembangan penyakit, konsentrasi inokulum dan virulensi strain patogen yang menyerang (Herlina dan Silitonga 2011). Lokasi pengamatan yaitu di Bogor yang merupakan daerah endemik hawar daun bakteri, memiliki kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi disertai angin. Faktor-faktor tersebut ikut mempengaruhi tingginya intensitas penyakit di lapangan. Teknik pengendalian yang dianggap paling efektif adalah dengan menggunakan varietas tahan. Penanganan bibit dan pemupukan yang baik juga diharapkan dapat mengurangi penyebaran penyakit ini. Hasil pengamatan yang menunjukkan terdapatnya galur-galur yang rentan dan sangat rentan dapat dijadikan pertimbangan untuk penanaman galur-galur tersebut di daerah endemik penyakit hawar daun bakteri. Analisis Stabilitas Produktivitas Hasil Analisis stabilitas dilakukan untuk memperoleh informasi stabilitas galurgalur yang diuji di lima lokasi. Pendugaan parameter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan stabilitas hasil yaitu analisis stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966) dan AMMI.

80 54 Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan genotipe serta interaksinya (G x E) berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering giling pada galur-galur yang diuji (Tabel 23). Interaksi antara genotipe dan lingkungan menyebabkan perbedaan respon setiap genotipe. Efek dari kedua faktor baik genotipe maupun lingkungan menentukan fenotipe individu, namun tidak selalu aditif karena adanya interaksi antara keduanya. Besarnya keragaman interaksi antara genotipe dengan lingkungan biasanya akan mempengaruhi keakuratan estimasi hasil dan mengurangi hubungan antara nilai-nilai genotipe dan fenotipe (Akinwale et al. 2011). Tabel 23 Sidik ragam gabungan produktivitas hasil gabah kering giling di lima lokasi Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Lokasi (E) 4 172,41 43,10 37,04* Ulangan/Lokasi 15 41,37 2,76 2,37* Genotipe (G) ,76 10,61 9,12* G E ,38 8,08 6,94* Galat ,99 1,16 Total 877,91 Keterangan * Berpengaruh nyata berdasarkan Uji F pada taraf kesalahan 5%. Gambar 5 memperlihatkan fluktuasi hasil GKG semua genotipe yang diuji di lima lokasi karena adanya interaksi antara genotipe x lingkungan. Perbedaan respon genotipe di lokasi yang berbeda menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang bersifat kualitatif. Adanya interaksi ini menyebabkan kesulitan untuk memilih genotipe yang stabil sehingga perlu dilakukan analisis stabilitas. Rata-rata hasil GKG galur-galur yang diuji di lima lokasi disajikan pada Tabel 24. Rata-rata hasil GKG semua galur yang diuji di lima lokasi berkisar antara 2,67 di lokasi Lampung sampai dengan 5,00 ton/ha di Malang. Hasil ratarata GKG galur FG1R unggul di Lampung dan Bogor. Galur Fat dan FM1R unggul di Sukabumi, Purworejo dan Malang.

81 55 Produktivitas (ton/ha) 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 FG FG1R FG1R FG1R FG FG FG1R FG1R FM1R Fat Situ Bagendit Lokasi Towuti Gambar 5 Interaksi genotipe x lingkungan terhadap produktivitas (ton/ha). Tabel 24 Rata-rata produktivitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Genotipe Hasil GKG (ton/ha) Lampung Bogor Sukabumi Purworejo Malang FG ,42 bcde 2,06 bcde 2,87 cd 1,96 c 6,63 c FG1R ,12 a 4,19 a 3,21 c 2,86 bc 5,11 d FG1R ,44 bcde 1,63 de 2,75 cd 2,56 bc 1,49 ef FG1R ,46 bcde 2,48 bcde 2,31 d 1,70 c 0,91 f FG ,97 bcd 3,64 ab 3,30 c 2,79 bc 4,62 d FG ,56 e 0,91 e 2,96 cd 2,70 bc 6,23 c FG1R ,24 cde 2,26 bcde 2,61 cd 2,49 bc 1,73 e FG1R ,99 de 1,89 cde 3,14 c 2,13 c 1,53 ef FM1R ,47 bcde 3,26 abcd 5,44 ab 4,03 ab 7,52 b Fat ,19 abc 3,40 abc 4,85 b 4,83 a 7,57 b Situ Bagendit 2,69 bcd 4,26 a 5,60 a 4,45 a 8,53 a Towuti 3,49 ab 3,18 abcd 4,92 b 4,48 a 8,11 ab Rata-rata 2,67 2,76 3,66 3,08 5,00 KK (%) 25,13 36,41 11,84 32,77 9,00 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.

82 56 Galur FG1R unggul di Lampung dengan rata-rata hasil GKG 4,12 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit dan tidak berbeda nyata dengan Towuti. Galur Fat juga unggul di Lampung dengan hasil GKG 3,19 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Towuti dan situ Bagendit. Galur FG1R juga unggul di Bogor dengan rata-rata hasil 4,19 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Situ Bagendit dan Towuti. Rata-rata hasil GKG galur FG , FM1R dan Fat di Bogor tidak berbeda nyata dengan Towuti dan Situ Bagendit. Galur FM1R unggul di Sukabumi dengan hasil 5,44 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan Towuti dan tidak berbeda nyata dengan situ Bagendit. Galur Fat unggul di lokasi Purworejo yaitu 4,83 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Situ Bagendit dan Towuti. Galur FM1R dan Fat unggul di Malang dengan rata-rata hasil mencapai 7,52 dan 7,57 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Towuti tetapi berbeda nyata dengan Situ Bagendit. Rata-rata hasil GKG dari galur-galur yang diuji di Malang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil GKG di lokasi yang lain. Faktor lingkungan antara lain tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air berpengaruh terhadap tingginya rata-rata hasil GKG di Malang dibandingkan dengan lokasi yang lain. Parameter Pengujian Stabilitas Hasil Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas ke dalam tiga tipe. Stabilitas tipe 1 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil bila keragaman di antara lingkungannya kecil. Genotipe stabil memiliki penampilan yang relatif tidak berubah dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Stabilitas tipe 2 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil jika respon terhadap lingkungan paralel dengan rata-rata respon dari semua genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil tidak menyimpang dari respon umum terhadap lingkungan. Stabilitas tipe 3 yaitu genotipe dikatakan stabil jika kuadrat tengah sisa dari model regresi pada indeks lingkungannya kecil. Indeks lingkungan adalah rata-rata hasil dari semua genotipe pada masing-masing lokasi dikurangi rataan total dari semua genotipe di semua lokasi.

83 57 Parameter pengujian stabilitas hasil GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera berdasarkan metode Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963), serta Eberhart dan Russel (1966) di lima lokasi pengujian disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Parameter stabilitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo hasil kultur antera di lima lokasi pengujian Ratarata CV i b i Sd i Lingkungan Lingkungan Yi pada Yi pada 2 Galur (t/ha) 1,00 t/ha 6,00 t/ha FG ,19 28,09 ar 1,94* 0,80-1,53 8,16 FG1R ,90 28,14 ar 0,48* 1,20 2,98 5,12 FG1R ,17 36,40 ar -0,25* 0,63 2,66 1,53 FG1R ,97 28,80 ar -0,60* 0,32 3,14 0,43 FG ,46 20,92 r 0,62 tn 0,52 2,26 5,06 FG ,87 38,78 ar 2,09* 1,24-1,18 8,24 FG1R ,27 22,63 r -0,22* 0,26 2,70 1,69 FG1R ,13 38,26 ar -0,12* 0,67 2,37 1,82 FM1R ,54 21,18 r 2,05* 0,93 0,58 9,80 Fat ,77 12,81 r 1,78* 0,37 1,33 9,32 Situ Bagendit 5,11 25,38 ar 2,02* 1,68 1,19 10,29 Towuti 4,84 17,79 r 2,22* 0,74 0,54 10,53 Rata-rata 3,44 1,00 1,00 6,00 Keterangan CV i =Koefisien keragaman genotipe (ar agak rendah, r rendah); b i =Koefisien regresi genotipe (* berbeda nyata dengan 1 pada α=0,01; tn tidak berbeda nyata dengan 1 pada α=0,01), Sd 2 i = Simpangan regresi. Analisis Stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978) Stabilitas tipe 1 digunakan oleh Francis dan Kannenberg (1978) dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (CV i ) untuk masing-masing genotipe sebagai parameter stabilitas dan keragaman genotipe terhadap lingkungan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipenya, semakin stabil genotipe tersebut. Kriteria nilai koefisien keragaman menurut Moedjiono dan Mejaya (1994) adalah rendah (0 < x < 25%), agak rendah (25% < x < 50%), cukup tinggi (50% < x < 75%), dan tinggi (75% < x < 100%). Berdasarkan kategori tersebut maka koefisien keragaman galur-galur yang diuji dalam penelitian ini masuk dalam kategori rendah dan agak rendah. Galur FG , FG1R , FM1R-1-3-1, Fat dan Towuti memiliki koefisien keragaman genotipe rendah (Tabel 25) sehingga dianggap stabil menurut Francis dan Kannenberg (1978).

84 58 Produktivitas (ton/ha) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Towuti Fat FG FG1R Situ Bagendit FM1R FG1R FG1R FG FG1R FG1R FG1R ,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 CVi (%) Gambar 6 Hubungan antara koefisien keragaman (CV i ) dengan produktivitas. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara koefisien keragaman (CV i ) dengan rata-rata produktivitas masing-masing galur yang diuji. Galur FM1R dan Fat dianggap stabil berdasarkan metode ini dengan daya hasil yang relatif tinggi (4,54 dan 4,77 ton/ha). Galur FG dan FG1R dianggap stabil berdasarkan stabilitas tipe 1 ini, namun kedua galur tersebut memiliki ratarata hasil yang relatif rendah (3,46 dan 2,27 ton/ha). Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 1 disebut stabilitas statis atau biologis dan berbeda dengan stabilitas agronomis. Stabilitas tipe 1 ini jarang digunakan oleh pemulia, salah satu alasannya yaitu bahwa pemulia ingin mencari kultivar tidak hanya dengan satu tipe stabilitas saja melainkan juga dengan daya hasil yang tinggi. Kegunaan stabilitas tipe 1 ini bergantung pada rentang wilayah dan lokasi pengujian. Apabila rentang wilayah lokasi pengujian semakin luas, yang menyebabkan kondisi lokasi pengujian semakin beragam, maka konsep stabilitas ini menjadi tidak berarti. Analisis Stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963) Stabilitas tipe 2 digunakan oleh Finlay dan Wilkinson (1963) dengan parameter koefisien regresi (b i ) antara rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini dapat menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Genotipe

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN

KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA PURBOKURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi Klasifikasi botani tanaman padi menurut Vaughan et al. (2003) tergolong kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, digolongkan dalam sub divisi Angiospermae, karena biji berkeping

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM ADIN AFIYATA

UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM ADIN AFIYATA UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM ADIN AFIYATA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Padi Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan air. Tanaman pangan lain seperti gandum, jagung kentang dan ketela rambat akan mati kalau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi. Tanaman padi menurut Steenis (1978) termasuk dalam suku padi-padian

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi. Tanaman padi menurut Steenis (1978) termasuk dalam suku padi-padian TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Tanaman padi menurut Steenis (1978) termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae), merupakan terna semusim, berakar serabut; batang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas padi adalah melalui program pemuliaan tanaman. Program yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan varietas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Dalam banyak spesies liar di dalam genus Oryza, terdapat 2 spesies yang mampu dibudidayakan, yaitu Oryza sativa, yang ditanam di seluruh areal tanam di seluruh dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan kultivar kedelai (Glycine max (L.) Merrill) berdaya hasil tinggi pada cakupan lingkungan yang luas merupakan faktor kunci dalam usaha peningkatan luas pertanaman

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan.

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Tanaman padi dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu bagian vegetatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Daun padi tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling. Pada tiap buku tumbuh satu daun yang terdiri dari pelepah daun, helai daun dan telinga daun (uricle) dan lidah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI ACEH BESAR. The Identification Some Upland Rice Superior Varieties in Aceh Besar

IDENTIFIKASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI ACEH BESAR. The Identification Some Upland Rice Superior Varieties in Aceh Besar IDENTIFIKASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI ACEH BESAR The Identification Some Upland Rice Superior Varieties in Aceh Besar Bakhtiar, Hasanuddin dan Taufan Hidayat Program Studi Agroteknologi Fakultas

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI

PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika TINJUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae, digolongkan

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A24062913 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN DEDE TIARA.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier II. Tinjauan Pustaka 2.1. Sejarah Tanaman Tadi Sawah (Oryza sativa L.) Tanaman padi ( Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa (Laboratorium Pemuliaan dan Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI SAWAH (Oryza sativa) HASIL KULTUR ANTERA NIDA KHAFIYA

PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI SAWAH (Oryza sativa) HASIL KULTUR ANTERA NIDA KHAFIYA PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI SAWAH (Oryza sativa) HASIL KULTUR ANTERA NIDA KHAFIYA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Trias Sitaresmi, Yudhistira Nugraha, dan Untung Susanto BALAI BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI Disampaikan pada seminar Puslitbangtan, Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau Jl. H.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.) Kelompok 2: Wahyu Puspasari (121510501006) Tatik Winarsih (121510501009) Devi Anggun C (121510501010) Jeni Widya R (121510501018) Devy Cristiana (121510501020) Aulya Arta E (121510501021) KAJIAN POLA TANAM

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERAA YUNIAR RIZKI NORYANTI A24080007 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL 35 KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL Morphological and Agronomy Characters Of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan

Lebih terperinci

Padi. Sistem budidaya padi, ada 4 macam

Padi. Sistem budidaya padi, ada 4 macam Padi Padi : salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ke-3 dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Merupakan sumber karbohidrat utama bagi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MELA WAHYUNI A

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MELA WAHYUNI A UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MELA WAHYUNI A24080037 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN MELA WAHYUNI. Uji Daya

Lebih terperinci

STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS

STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS STABILITAS DAN ADAPTABILITAS SEPULUH GENOTIPE KEDELAI PADA DUA BELAS SERI PERCOBAAN DENGAN METODE PERKINS & JINKS TESIS Oleh AGUS SULISTYONO NIM : 031520101002 PROGRAM STUDI AGRONOMI PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

ANALISIS VARIAN PERCOBAAN FAKTORIAL DUA FAKTOR RAKL DENGAN METODE FIXED ADDITIVE MAIN EFFECTS AND MULTIPLICATIVE INTERACTION SKRIPSI

ANALISIS VARIAN PERCOBAAN FAKTORIAL DUA FAKTOR RAKL DENGAN METODE FIXED ADDITIVE MAIN EFFECTS AND MULTIPLICATIVE INTERACTION SKRIPSI ANALISIS VARIAN PERCOBAAN FAKTORIAL DUA FAKTOR RAKL DENGAN METODE FIXED ADDITIVE MAIN EFFECTS AND MULTIPLICATIVE INTERACTION SKRIPSI Oleh: AKHMAD ZAKI NIM. 24010210120049 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L. UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.) Suciati Eka Chandrasari 1, Nasrullah 2, Sutardi 3 INTISARI Delapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Intensifikasi Padi (SRI) semusim yang berupa rumput-rumputan yang dapat di klasifikasikan sebagai,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Intensifikasi Padi (SRI) semusim yang berupa rumput-rumputan yang dapat di klasifikasikan sebagai, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Intensifikasi Padi (SRI) Menurut Suparyono dan Agus (1993), tanaman padi merupakan tanaman semusim yang berupa rumput-rumputan yang dapat di klasifikasikan sebagai, Divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SALIN SKRIPSI Oleh: SATRIYA SANDI K 070307027/BDP PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci