BAB I PENDAHULUAN. kodrat manusia dalam sosialitasnya, bahwa tak ada satupun manusia yang dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kodrat manusia dalam sosialitasnya, bahwa tak ada satupun manusia yang dapat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Permasalahan Relasi antarindividu dalam masyarakatnya merupakan kegiatan alamiah dalam hidup ini. Rasa saling membutuhkan satu sama lain juga merupakan sifat kodrat manusia dalam sosialitasnya, bahwa tak ada satupun manusia yang dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan hidupnya. Seluruh keterhubungan ini menjadi interaksi yang penuh makna. Hubungan komplementer ini tentu saja tidak hanya merupakan realitas simbiose mutualistis dalam masyarakat manusia, namun bisa menjadi saling menguasai dan saling menindas. Hubungan-hubungan antarmanusia yang saling menguasai dan saling menindas ini berpotensi untuk munculnya konflik yang tidak berkesudahan. Meskipun fenomena ini tidak merupakan keniscayaan dan konflik tidak senantiasa dimaknai sebagai perkelahian secara fisik, namun sebagian besar dalam kehidupan masyarakat manusia, konflik bergulir secara terus-menerus mewarnai sejarah manusia. Secara teoritis memang konflik terjadi karena munculnya masyarakat manusia. Pengandaian hidup harmoni, saling mengisi antarkelebihan dan kekurangan masing-masing individu merupakan idealisme hubungan yang manusiawi, sekaligus merupakan cita-cita hidup manusia. Hakikat kodrat monopluralis manusia

2 melengkapi pengandaian keseharusan atau idealisme dalam kehidupan sosialitas manusia. Manusia dalam kodratnya yang multidimensional, senantiasa bersifat paradoksal (Snijders, 2004: 80). Kodrat manusia yang monopluralis semakin menunjukkan bahwa manusia akan senantiasa dihadapkan dalam persoalanpersoalan kemanusiaannya yang serba paradoks dan dituntut untuk melakukan hal yang seimbang, agar dalam perkembangan kehidupan sosialitasnya tidak timpang. Upaya ini bukan hal yang mudah dilakukan mengingat berbagai kepentingan dan cara memahami diri dan yang lain yang tidak selalu sama. Gambaran ini tercatat dalam sejarah kehidupan manusia. Sejarah kehidupan manusia hingga kini telah direkam dan ditulis dalam bukti-bukti sejarah. Manusia sekaligus sebagai pelaku dan pembuat sejarah. Pembacaan sejarah kehidupan manusia telah menimbulkan beragam reaksi, di satu sisi disebabkan oleh perbedaan cara pandang terhadap sebuah sejarah itu sendiri, di sisi yang lain pelaku sejarah dipengaruhi oleh perbedaan cara pandangnya terhadap dunianya. Pembacaan sejarah manusia secara bias gender misalnya, merupakan wacana yang tidak pernah berakhir. Dunia pada mulanya dipandang sebagai milik laki-laki. Dunia manusia dianggap telah dipandang dan dikelola bahkan direkayasa dalam kacamata kelaki-lakian. Seluruh perilaku manusia telah dianggap digerakkan dalam pola kelaki-lakian. Di sinilah pemahaman tentang begitu dominannya sistem patriarkat. Tuhan, alam, manusia, budaya, dan lainnya seolah-olah digambarkan dalam kacamata kelaki-lakian.

3 Fenomena ini telah merangsang munculnya gerakan feminisme, yang berupaya mendobrak paradigma manusia yang dianggap sekian lama ber-mindset patriarkat. Pola patriarkat dipandang sebagai hal yang sangat tidak menguntungkan bagi kaum perempuan, karena manusia sering tidak dipahami melalui kodratnya tetapi lebih dipahami dalam budayanya. Dunia menurut Feminisme, perlu diubah dengan cara pandang yang baru: melihat, berpikir, dan bertindak secara keperempuanan (Arivia, 2003: 16). Artinya, selama ini mindset manusia telah dipola dalam kerangka kelaki-lakian, yang disamakan dengan kegagahan, kekuatan, terang, logis, rasional, dan sifat-sifat yang dianggap positif karena maskulinitasnya. Sementara kelembutan, emosi, lemah, gelap, merupakan sifat-sifat yang dianggap negatif dan senantiasa diidentikkan dengan perempuan. Feminisme kemudian mencoba mengubah pola pandang manusia terhadap diri dan lingkungannya secara baru. Sifat-sifat yang dianggap identik dengan milik perempuan bukanlah sifat yang negatif, sehingga berkembang beragam gerakan feminisme, sesuai dengan titik pijak perjuangannya. Pada intinya gerakan feminisme mencoba merengkuh kesetaraan atas hak-hak kaum perempuan yang sekian lama terpasung. Putnam Tong mengatakan, pemikiran feminis perlu dihargai, meskipun tidak pernah menemui akhir, pemikirannya memungkinkan setiap perempuan untuk berpikir, bukan saja untuk mendapatkan kebenaran, tetapi juga kebenaran yang membebaskan perempuan (Tong, 1998: v-vi). Kebebasan di sini tidak bisa dipahami secara liar, namun harus dicari argumentasi yang membenarkan adanya kebebasan, karena kebebasan senantiasa dihadapkan dengan

4 realitas determinisme manusia. Kebebasan tidak diartikan sebagai penyangkalan terhadap karakter mutlak dari adanya hubungan-hubungan kausal manusia dengan dirinya maupun di luar dirinya (Leahy, 1984: ). Gerakan feminisme setelah berkembang dengan sedemikian pesatnya, pada kenyataan perjuangannya pun menimbulkan reaksi. Gerakan feminisme merupakan aksi dari pemikiran dan perjuangan sebelumnya, namun faktanya tidak seluruh gerakan feminisme mendapatkan respon yang serba positif. Gerakan feminisme oleh sebagian kelompok dipandang mencari-cari pembenaran diri atas ketidakadilan gender dengan upayanya mencari kesalahan dan kelemahan sistem dan praktek dalam kehidupan sosial, bahkan ranah politik serta hal-hal yang menyangkut negara dikesankan sebagai tidak berpihak terhadap kebutuhan kaum perempuan. Cara pandang manusia terhadap diri dan lingkungannya, jika demikian, seakan-akan dapat dilakukan secara terpisah, laki-laki atau perempuan, maskulin atau feminin. Apakah dunia memang dapat dilihat secara ekstrem demikian. Bukankah ini akan semakin membuat jurang dalam usaha memandang dunia secara komprehensif? Apakah memang dapat dilakukan secara demikian ketika manusia dilihat hakikatnya? Penelitian banyak dilakukan untuk melakukan upaya mencari solusi tentang bagaimana memandang manusia seutuhnya. Penelitian mengenai moralitas bertubitubi dilakukan guna mencari jawaban tentang moralitas manusia. Penelitian antropologi, sosiologi, psikologi, bahkan filsafat juga telah dilakukan, sebagai

5 upaya saling melengkapi dalam mencari jalan terbaik dalam persoalan tentang manusia. Pemikiran-pemikiran tersebut mengundang reaksi dengan mempertentangkannya melalui pemikiran yang baru. Carol Gilligan, seorang psikolog dan feminis Amerika, menyatakan bahwa terdapat bias laki-laki dalam psikologi moral. Gilligan (1993: 18-23) mengritik Kohlberg karena seluruh subjeknya adalah laki-laki, tidak mempertimbangkan perbedaan sosialisasi seorang anak perempuan dan laki-laki dalam budaya manusia. Laki-laki secara tradisi terkondisi menjadi otonom dan bebas, sementara perempuan diandaikan menjadi makhluk yang tergantung dan pasif. Gilligan (1993: 62) menyatakan, ada perbedaan karakteristik perempuan dan laki-laki yang kemudian dapat memunculkan persoalan interpretasi. Ada perbedaan cara dalam membangun hubungan dalam sosialitas manusia, antara lakilaki dan perempuan. Laki-laki menunjukkan moralitasnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip kesamaan hak, sementara perempuan berpijak pada kepedulian. Dengan demikian perempuan tidak berpijak pada pandangan kesamaan semua manusia seperti halnya laki-laki, namun berpijak pada keunikan masing-masing. Konsep ini menurut peneliti menjadi sangat menarik untuk digunakan dalam memahami hakikat manusia. Persoalan feminisme ini menjadi salah satu bagian dalam persoalan filsafat manusia. Memahami hakikat manusia yang seharusnya dapat dilakukan dengan menganalisis dimensi manusia yang menyangkut hubungan antarindividu dalam sosialitas, Tuhan, dan alamnya, seringkali tidak dipahami secara seimbang.

6 Persoalan yang sering kali menyeruak adalah klaim-klaim kebenaran salah satu pihak di antara kelompok atau sosialitasnya. Moralitas akan berpengaruh pada pembentukan bangunan keadilan seperti yang digambarkan Kohlberg, namun justru menurut Gilligan keadilan akan menciptakan superioritas dalam unit-unit kehidupan, sengaja atau tidak perempuan senantiasa mendapat posisi inferior. Gilligan menganggap pentingnya kepedulian sebagai hubungan yang lebih personal dan tidak menciptakan superior-inferior. Berdasar pada konsep kepedulian Carol Gilligan yang unik ini, maka peneliti menganggap perlu untuk menggali pandangan Gilligan tentang manusia, dan bagaimana manusia bereksistensi secara unik melalui komunikasi atau relasi yang oleh Gilligan lebih banyak menyoroti relasi antargender. 2. Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud konsep etika kepedulian Carol Gilligan? 2. Apa hakikat manusia dalam pandangan etika kepedulian Carol Gilligan? 3. Apa kritik terhadap konsep etika kepedulian Carol Gilligan? 4. Apa relevansi hakikat manusia dalam konsep etika kepedulian Carol Gilligan terhadap pemahaman hubungan antargender di Indonesia? B. Keaslian Penelitian Sejauh peneliti melakukan penelusuran, tema-tema yang ditulis oleh Carol Gilligan dan tentang pemikiran etika kepedulian Carol Gilligan telah banyak

7 dilakukan dengan sudut pandang berbagai bidang ilmu, seperti psikologi, etika, dan feminisme. Berikut hasil penelusuran peneliti. 1. Gatens (1991) dalam Feminism and Philosophy, Perspectives on Difference and Equality, memilih eksistensi laki-laki dan perempuan dalam kajian feminisme dan filsafat. 2. Larrabee (1993) dalam An Ethic of Care, Feminist and Interdisciplinary Perspectives, menganalisis tentang konsep etika kepedulian Carol Gilligan melalui perspektif filsafat. 3. Will Kymlicka (2004) dalam tulisannya Pengantar Filsafat Politik Kontemporer ; Kajian khusus atas teori-teori keadilan. Kymlicka mengangkat objek material teori-teori keadilan dalam perspektif filsafat politik. 4. Dean (2006), The Value of Humanity in Kant s Moral Theory, Clorend on Press, Oxford. Dean menganalisis problem-problem kemanusiaan melalui teori moral Immanuel Kant. Buku ini menganalisis problem-problem kemanusiaan melalui teori moral Immanuel Kant. Buku ini terdiri dari dua bab yaitu mengenai Kehendak Baik, dan Bentuk Kemanusiaan sebagai Prinsip Moral. Pada bab pertama dijelaskan bahwa kehendak baik sebagai tujuan pada dirinya sendiri, dan bab kedua menyangkut otonomi dan tanggung jawab. 5. Ricki Threezardi (2006), Konsep Etika Kepedulian Menurut Carol Gilligan (Sebuah Kritik terhadap Etika Keadilan Lawrence Kohlberg), Skripsi

8 Fakultas Filsafat UGM. Skripsi ini mengangkat objek material konsep etika kepedulian Carol Gilligan, dengan objek formal etika. 6. Virginia Held (2006) dalam The Ethics of Care: Personal, Political, and Global, Oxford University Pres, New York. Held menulis tentang kepedulian sebagai teori moral, dan kepedulian yang dikaitkan dengan hak dan kewajiban. 7. Held (2006) dalam buku The Ethics of Care: Personal, Political, and Global yang berisi dua bab: Care and Moral Theory, dan Care and Society. Held menguraikan pada bagian pertama, bahwa kepedulian sebagai teori moral, nilai, dan bagaimana prakteknya. Held menuliskan pada bagian kedua, bagaimana kepedulian dikaitkan dengan hak dan keadilan dalam konteks global. 8. Slote (2007) dalam The Ethics of Care and Empathy, Routledge, USA and Canada, menulis perkembangan psikologi dan pentingnya filsafat moral. Slote menulis bahwa revolusi dalam filsafat moral Copernican telah menggerakkan empati. Ide-ide dan institusi yang patriarkat telah meminggirkan kepedulian dan empati terhadap perempuan. Slote memosisikan peran penting filsafat moral dalam penelitian neurobiologi dan perkembangan psikologi, untuk menemukan hubungan antara pikiran dan emosi, diri dan interrelasinya. Slote kemudian mengangkat karya Carol Gilligan sebagai tulisan yang penting untuk mendapatkan suara yang berbeda.

9 Beberapa penelusuran Jstore ditemukan jurnal yang berisi tulisan-tulisan Carol Gilligan dan tentang Carol Gilligan. Tulisan-tulisan berikut lebih menonjolkan aspek moral, psikologi, dan feminisme. 1. Auerbach, Judy, Linda Blum, dkk., (1985), On Gilligan s In a Different Voice, Feminist Studies (Jurnal) Vol. 11 No.1 (Spring 1985) hal Objek material yang diambil adalah karakteristik laki-laki dan perempuan, dengan objek formal feminisme. 2. Carol Gilligan (1986), Replay by Carol Gilligan, Signs (Jurnal), Vol. 11 No.2 (Winter 1986) hal Gilligan memilih konsep diri sebagai objek kajian dan etika sebagai objek formal. 3. Hayles (1986) dalam Anger in Different Voices: Carol Gilligan and The Mill on the Floss, Signs (Jurnal) Vol. 12 No.1 (Autumn, 1986) hal Ia melakukan kritik atas tulisan Giiligan sebagai tulisan tentang hidup dalam wacana etika. 4. Blum (1988) dalam Gilligan and Kohlberg: Implication for Moral Theory, Ethics (Jurnal), Vol. 98 No.3 (April 1988) hal Blum menulis perbedaan konsep Gilligan dan Kohlberg dalam sudut pandang filsafat. 5. Gilligan (1995) dalam Hearing the Difference: Theorizing Connection, Hypatia (Jurnal), Vol. 10 No.2 (Spring 1995) hal Gilligan menganalisis perubahan konsep dunia manusia dalam sudut pandang etika. 6. Gilligan and Goldberg (2000) dalam An Interview with Carol Gilligan: Restoring Lost Voices, The Phi Delta Kappan (Jurnal), Vol. 81 No.9 (May

10 2000) hal , 704, mengkaji perempuan dan laki-laki dalam sudut pandang moral. Hasil penelusuran tentang objek materi yang berkaitan dengan konsep etika kepedulian Gilligan telah banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan sudut pandang filsafat moral, psikologi, dan feminisme. Upaya menemukan hakikat manusia dalam konsep etika kepedulian Gilligan dengan sudut pandang Filsafat Manusia belum dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertangggungjawabkan. C. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dengan tema di atas adalah sebagai berikut. 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini mengurai persoalan dan menambah pengetahuan tentang pemahaman kompleksitas persoalan mengenai cara pandang manusia terhadap diri dan orang lain serta bagaimana cara mengatasinya. Pemahaman ini akan didapatkan dengan melakukan pendekatan berbagai disiplin ilmu. Filsafat utamanya filsafat manusia, merupakan salah satu disiplin ilmu yang memberi kontribusi dalam upaya memahami manusia secara hakiki dengan melihat tidak hanya pada aspek budaya tetapi juga kodratnya, sehingga pengayaan pengetahuan tentang manusia tidak saja dikaji secara dikotomi melalui perspektif masing-masing keilmuan yang kebenarannya bersifat observasional, namun filsafat bermanfaat untuk mencari kebenaran hakiki dengan cara pandang yang reflektif dan rasional.

11

12 2. Bagi Filsafat Sebuah penelitian filsafat yang dilakukan melalui kategori berpikir filsafati, yang salah satunya melakukan analisis kritis terhadap fenomena problematika kehidupan manusia, penelitian ini akan menghasilkan suatu pemahaman tentang hakikat manusia dalam konsep yang dimiliki seorang tokoh. Kajian filosofis dengan melandaskan diri pada aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis, penelitian ini akan menghasilkan konsep tentang manusia yang tidak lagi melihat perbedaan sebagai salah satu unsur yang dapat mengubah hakikatnya sebagai manusia, namun sebagai suatu keunikan yang harus dihargai. 3. Bagi Bangsa Indonesia Hasil penelitian ini memberikan kontribusi pemahaman tentang pentingnya memahami manusia secara utuh tanpa menghilangkan keunikannya sebagai individu. Hasil penelitian ini sangat penting dan relevan untuk membangun semangat kepedulian dan keadilan terhadap sesama (keseimbangan individu-sosialitas manusia), membangun kesadaran bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman etnis, geografis, bahasa, dan budaya (membangun kepedulian). Penelitian ini memberi kontribusi pada upaya membangun relasi gender yang ideal. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Indonesia dalam menyusun kebijakan publik yang tidak bias gender.

13 D. Tujuan Penelitian Penelitian dengan judul Konsep Etika kepedulian Carol Gilligan Dalam Perspektif Filsafat Manusia, Relevansinya Bagi Pemahaman Hubungan Antargender di Indonesia bertujuan untuk: 1. Menguraikan konsep Etika Kepedulian Carol Gilligan. 2. Upaya menemukan, mengurai, serta menyusun secara analitis hakikat manusia dalam konsep Etika Kepedulian Carol Gilligan. 3. Menemukan kelemahan dan kelebihan konsep etika kepedulian Carol Gilligan dalam perspektif filsafat manusia. 4. Menemukan relevansi hakikat manusia menurut Carol Gilligan dalam memahami hubungan antargender di Indonesia. E. Tinjauan Pustaka Jung (1959: 13-20) dengan teori kepribadiannya, menjelaskan bahwa pada setiap individu memiliki sifat-sifat maskulin atau feminin. Individu berjenis kelamin laki-laki, memiliki sifat feminin (Anima), dan pada perempuan memiliki sifat maskulin (Animus). Konsep Jung ini mengawali pemikiran dalam penelitian ini, yang sebelumnya tidak dijadikan landasan teori dalam melihat manusia secara utuh. Suara yang berbeda dari Carol Gilligan dijadikan upaya untuk melihat manusia dari aspek psikologi perempuan. Penelitian ini tidak berhenti sampai pemahaman konsep kepedulian Carol Gilligan yang merupakan kekhasan perempuan, namun bagaimana konsep Gilligan ini kemudian memberi kontribusi dalam memahami manusia secara utuh. Apakah Gilligan mampu melihat diri

14 sebagai manusia, secara utuh, ataukah sama dengan para feminis atau bahkan para psikolog, pemikir, dan filsuf laki-laki dan perempuan yang memiliki keberpihakan? Auerbach, Judy, Linda Blum, dkk., (1985: ) mengatakan bahwa ada perbedaan paradigma dalam membaca karakteristik moral laki-laki dan perempuan. Laki-laki secara moral memiliki karakteristik yaitu otonomi, rasional, dan empati terhadap hak individu. Karakteristik ini dilihat oleh beberapa feminis sebagai fungsional hanya dalam sosialitas masyarakat manusia karena sosialitas itu didominasi melalui kompetisi, klas, dan kepentingan militer. Karakteristik moral perempuan dalam keterhubungan, budaya, dan empati pada pertanggungjawaban kepada sesama, dilihat sebagai peringatan manusia terhadap generasi mendatang, hakikat keterhubungan manusia, dan perhatian yang terbagi yang dimiliki manusia dalam menghadapi hidup. Hayles (1986: 23-39) membuat kritik atas pandangan Carol Gilligan dalam Anger in Different Voices: Carol Gilligan and The Mill on the Floss. Hayles berpendapat bahwa Gilligan tidak menulis tentang hidup, tetapi hanya sebuah narasi tentang etika kebiasaan laki-laki dan etika kepedulian perempuan. Gilligan membuat suatu pandangan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai suara yang berbeda sehingga membentuk moralitas yang berbeda di antara keduanya. Blum (1988: ) mengungkap perbedaan secara filosofis pandangan Carol Gilligan dan Kohlberg dalam Gilligan and Kohlberg: Implication for Moral Theory. Blum awalnya menyitir pendapat Kohlberg yang mengatakan bahwa kepedulian seperti yang digambarkan Gilligan bukanlah dalam pengertian moral. Kepedulian secara moral akan tergantung pada hak dan keadilan, padahal Gilligan

15 memisahkan dua domain ini secara jelas sebagai ranah moralitas laki-laki dan perempuan. Perkembangan selanjutnya, kepedulian secara psikologi tergantung pada perasaan keadilan dan hak, di sinilah persoalan muncul. Blum sendiri mengklaim karya Gilligan tentang moralitas kepedulian, merupakan filsafat moral pertama yang penting untuk melanjutkan implikasinya sebagai sumbangan bagi sebuah teori moral dalam kategori etika kontemporer. Gatens (1991: 5-7) memberi warna baru tentang perseteruan klaim laki-laki dan perempuan dalam memahami hakikat manusia. Gatens menggunakan kaca mata filsafat untuk memahami manusia secara komprehensif, melihat bagaimana manusia dilihat dalam perbedaan dan kesetaraannya. Manusia menurut J.J. Rousseau (Gatens, 1991: 10) dibedakan dalam pemahaman laki-laki dan perempuan. Laki-laki hanyalah sesekali laki-laki, perempuan selalu perempuan. Gambaran laki-laki dipahami sebagai makhluk dengan keluasannya, sementara perempuan dipahami dengan keterbatasannya. Laki-laki adalah sekaligus seorang laki-laki (kejadian) dan subjek universal. Kemungkinan laki-laki tidak berhubungan dengan waktu, tempat atau hal-hal yang khusus, agaknya laki-laki dapat melebihi semuanya ini, termasuk jenis kelaminnya, dalam keprihatinan pada kebenaran yang abstrak dan prinsip. Perempuan, secara berlawanan, selalu seorang perempuan: perempuan dibatasi oleh tempatnya, waktunya, kekhususannya, badan dan hasratnya, singkatnya, jenis kelaminnya. Gatens justru memberi kesimpulan bagaimana melihat manusia (laki-laki dan perempuan) secara berbeda. Gatens mengritik kelemahan utama teori feminis yakni selalu mengkaji pada taraf sosio-politik saja. Padahal menurut Gatens, jika

16 asumsi diletakkan pada taraf metafisika, teori hakikat manusia dan epistemologi juga adalah sesuatu yang netral gender. Kecuali menyangkut seks, perempuan dan laki-laki adalah sama. Larrabee (1993: 69-84) menganalisis tentang konsep etika kepedulian Carol Gilligan melalui perspektif filsafat. Larrabee menuliskan perbedaan dan relevansi pandangan Gilligan dengan Kohlberg secara gestalt untuk menjelaskan perkembangan kepribadian moral. Brennan dalam tulisan Carol Gilligan (1995: ), dituliskan bahwa Brennan tertarik dengan keterhubungan perempuan dalam sosialitas dan transformasi kultural karena sejarah keterhubungan ini ada dalam bahaya yang terpendam. Mendengarkan suara perempuan memperjelas etika kepedulian, bukan karena perempuan sebagai alasan perpaduan politik dan psikologi realitas yang saling berhubungan yang tersuarakan, sebaliknya tidak terucap atau menghilang begitu saja. Lapisan sosial yang patriarkat tergantung pada regeneration on disconnection from women. Perempuan tidak mengetahui apa yang diketahui, tidak berpikir apa yang dipikirkan, dan tidak merasakan apa yang dirasakan. Ini kemudian menjadikan perempuan kehilangan pengalamannya, bahkan sense of reality -nya. Megawangi (1999: ), justru karena banyaknya feminisme yang berkutat pada persamaan perempuan dan laki-laki, maka Megawangi kemudian menekankan perbedaan perempuan dan laki-laki. Perbedaan itu diletakkan dalam konteks yang memberdayakan potensi masing-masing gender supaya dapat difungsikan secara komplementer. Megawangi, inilah yang semestinya dilakukan

17 oleh setiap orang. Upaya ini yang ditawarkan Megawangi sebagai pencarian alternatif konsep kesetaraan gender yang dapat mewujudkan relasi gender yang harmonis, bukan yang antagonis dan potensial terhadap rawannya konflik. Megawangi membuat perumpamaan hubungan individu yang ideal, sehat, dan penciptaan individu yang bermoral adalah bangunan keluarga. Keluarga adalah institusi yang memberikan peluang anggotanya untuk belajar menghormati, melindungi, dan melengkapi, meskipun perannya berbeda-beda. Bakker menjelaskan bahwa dalam memahami manusia senantiasa dilakukan secara utuh, dengan melibatkan unsur atau pihak yang lain. Setiap individu menyadari eksistensinya justru karena adanya kesadaran akan yang lain, demikian juga sebaliknya, yang lain memberikan kesadaran bagi adanya kesadaran individu (Bakker, 2000: 27-28). Memahami unsur-unsur dalam diri individu dilakukan secara utuh, bahwa secara material maupun spiritual, manusia tidak berdiri sendiri-sendiri dan terlepas dari yang lain. Bakker menyatakan, meskipun selalu akan terkait dengan yang lain, individu juga harus dihargai keunikannya. Tidak ada satu orang pun yang sama persis, identik dengan yang lain. Ke-aku-an ini menggambarkan bahwa di dunia ini terdapat aku-aku yang jumlahnya sangat banyak dan tak akan didapatkan aku yang identik. Gadis Arivia (2003: ) berangkat dari asumsi bahwa selama ini filsafat lebih berpihak pada laki-laki, dari mulai filsuf laki-laki hingga suara kefilsafatannya pun berpihak pada laki-laki. Arivia menguraikan bahwa sejarah dalam kefilsafatan memberi ruang lebih banyak pada para filsuf laki-laki daripada

18 perempuan. Filsafat sudah saatnya harus berperspektif perempuan, menyuarakan hak-hak dan suara perempuan, serta pengakuan terhadap filsuf-filsuf perempuan. Kymlicka (2004: ) menulis tentang Feminisme. Kymlicka menguraikan persoalan seputar feminisme dalam 3 (tiga) pokok persoalan, yaitu Persamaan Gender dan Diskriminasi, Publik dan Privat, dan Etika Kepedulian. Berawal dari pembedaan publik dan privat mengakibatkan peran-peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki identik dengan publik, sedangkan perempuan dekat dengan wilayah domestik. Moralitas menjadi terpecahpecah ke dalam pembagian kerja moral, yang mana milik laki-laki dan mana milik perempuan. Peran-peran ini menurut Kymlicka digunakan untuk menjustifikasi patriarki. Muncullah tokoh-tokoh feminisme, termasuk salah satunya adalah Carol Gilligan. Gilligan mengatakan (Kymlicka, 2004: ), dalam kenyataannya sensibilitas moralitas laki-laki dan perempuan adalah berbeda. Perempuan memiliki nalar dalam suara yang berbeda. Inilah yang oleh Carol Gilligan disebut sebagai Etika Kepedulian, sementara moralitas laki-laki digunakan istilah Etika Keadilan. Carol Gilligan melawankan keduanya. Magnis Suseno (2005: ) menggali tema tentang Etika Kepedulian di salah satu babnya. Magnis Suseno menuliskan bagaimana Carol Gilligan melawankan Etika Kepedulian dengan Etika Keadilan Immanuel Kant. Magnis Suseno dalam tulisannya ini mengeluarkan beberapa pertanyaan mengenai Etika Kepedulian sebagai berikut. 1. Apakah etika kepedulian juga bisa dipakai dalam hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal?

19 2. Apakah etika kepedulian juga relevan untuk menjawab pertanyaan bagaimana menata masyarakat atau hubungan internasional, padahal etika kepedulian berorientasi personal, konkret, situasional? 3. Apakah sebuah etika yang tidak berpusat pada keadilan memadai? 4. Apakah etika kepedulian adalah moralitas khusus untuk kaum perempuan? Keempat pertanyaan tersebut di atas adalah penting dalam membincangkan etika. Pertanyaan keempat paling relevan dalam diskursus moralitas yang menyangkut laki-laki dan perempuan. Carol Gilligan menunjukkan kepedulian sebagai kekhasan yang dimiliki perempuan. Gilligan menulis karyanya mengenai tema ini dalam judul In The Different Voice. Etika kepedulian feminis memulai dengan hubungan, sesuatu yang fundamental dalam hidup. Manusia hidup berhubungan dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut dalam perkembangannya menciptakan struktur patriarkat. Tekanan antara a relational psychology dan a patriarchal social order ditangkap secara paradoks: kehidupan dalam struktur patriarkat, perempuan menemukan dirinya sendiri untuk menghentikan keterhubungan supaya memiliki keterhubungan. Etika kepedulian ini menjadi suara perlawanan. Perbincangan etika kepedulian yang senantiasa dikaitkan dengan etika keadilan, selalu saja mendapat reaksi yang beragam bagi kaum etika. Posisi masingmasing senantiasa dipertanyakan bahkan pada keterkaitan keduanya. Threezardi (2006) secara jelas mengangkat permasalahan kedua etika itu dalam pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pemikiran etika kepedulian yang ditawarkan oleh Carol Gilligan? (2) Bagaimanakah konsep etika keadilan Lawrence

20 Kohlberg? (3)Bagaimanakah kritik etika kepedulian Carol Gilligan terhadap etika keadilan Kohlberg? (4) Bagaimana posisi etika kepedulian dalam ranah filsafat moral (etika)? Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Threezardi adalah bahwa menurut Carol Gilligan terjadi bias gender dalam konsep etika keadilan menurut Kohlberg. Keadilan hanya dilekatkan pada laki-laki. Laki-laki identik dengan jujur dan adil, sementara perempuan identik dengan peduli. Menurut Carol Gilligan, etika kepedulian adalah khas perempuan. Penelitian ini tidak membahas mengapa cara berpikir laki-laki dan perempuan dianggap berbeda mengenai etika, dan bagaimana sesungguhnya hubungan keduanya. Penelitian ini hendak menunjukkan sikap penolakan Carol Gilligan terhadap pemikiran Kohlberg mengenai etika keadilan, karena dianggap tidak personal, sementara etika kepedulian dalam pemikiran Carol Gilligan merupakan bentuk etika yang mengutamakan pendekatan personal. F. Landasan Teori Filsafat manusia berupaya juga menggali hakikat manusia dengan kategorikategori yang menyangkut persoalan-persoalan seputar manusia, meliputi hubungan antar unsur-unsur pembentuknya, hubungan antarpersonal, hubungan manusia dengan lingkungannya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia dalam pandangan Anton Bakker digambarkan melalui pemahaman atau pengakuan Aku dan Yang Lain. Identitas diri tergambar bersamaan

21 dengan pengakuan atas identitas yang lain. Hanya karena memiliki arti untuk yang lain, individu dapat memahami diri dan mengakui diri. Anton Bakker memandang manusia dari sisi hubungan saling mengada. Adanya seseorang tidaklah serta merta muncul, tetapi sejauh adanya pengakuan yang lain atas ada-ku. Ada-ku itu sesuai dengan sesuatu yang menurut pemikiranku menjadi penghargaan dari pihak yang-lain terhadap aku, positif maupun negatif (Bakker, 2000: 39). Anton Bakker menguraikan gambaran saling mengada antara aku dan yang lain. Anton Bakker memberi kesimpulan bahwa individu menjadi aku berkat adanya yang lain. Ketertentuanku seluruhnya bergantung pada pengakuanku terhadap yang-lain, dan pengakuan mereka terhadapku. Anton Bakker juga mengurai tentang gambaran saling mengada ini sebagai hubungan timbal balik antara aku dan yang-lain. Bakker mengatakan, tak ada aku dan yang-lain yang benar-benar asli. Karena masing-masing darinya saling mengisi, maka berarti aku dan yang-lain saling memberi arti (Bakker, 2000: 45). Gambaran dan situasi ini menunjukkan adanya hubungan komplementer antarmanusia. Bakker mengungkapkan bahwa meskipun terjadi korelasi antarindividu, pengakuan diri terhadap yang lain juga didasari oleh pengakuan atas keunikan yang dimiliki oleh masing-masing individu, bahkan keunikan juga dimiliki pada unsurunsur pembentuknya. Substansi manusia dipandang dalam totalitas, keseluruhan unsur yang membentuk diri, yang terpisah dengan yang lain, yang oleh Bakker disebut sebagai Individu (Bakker, 2000: 123). Bakker menguraikan individu sebagai berikut.

22 Individu dimaknai sebagai memandang manusia dari segi material. Keunikannya akan didapatkan ketika memahami struktur dalam diri. Individu adalah gestalt, sebagai Est id qoud est indivisum in se, et divisum a quolibet alio, tidak terbagi di dalam dirinya sendiri, dan terpisah dari segala yang lain (Bakker, 2000: 127). Personalitas dipahami untuk memandang manusia dari aspek spiritualnya. Keunikan aspek spiritual ini yang akan membedakan kepribadian manusia. Individu dan person tidaklah dilawankan satu dengan yang lain, namun keduanya saling menentukan sebagai wujud (individu) dan gaya (personalitas) keunikan (Bakker, 2000: 128). Keduanya merupakan kesatuan dalam memahami manusia, untuk mendapatkan identitas manusia sebagai individu dan person yang konkret. Individu dan person tidaklah saling membatasi, namun justru saling menyediakan. Semakin dari satu orang ini dapat dipahami seluruh kemanusiaannya, maka sebaliknya semakin nampak singularitas orang-orang lain sebagai sesuatu yang mempunyai makna mutlak bagi dirinya. Meskipun idealnya dilakukan pengandaian saling terjadi ketermuatan satu sama lain, namun paradoks dalam memahami individu kerap dilakukan. Individualisme, merupakan hasil dari cara pandang yang berat sebelah, bahkan pandangan yang ekstrem untuk keberpihakan, menunjukkan pemahaman keunikan manusia secara sempit. Manusia bisa saja mengakui keunikan yang satu tetapi melalaikan keunikan yang lain, melihat yang lain sebagai yang cacat, melakukan isolasi dan menuju pada fragmentarisasi persekutuan manusia dan mengabaikan uniformikasi antarorang.

23 Konsep kepribadian menurut Jung digolongkan dalam Personality Function, Psyche, dan self. Manusia dalam pandangan Jung sangatlah unik karena memiliki ragam kepribadian yang berbeda-beda pada setiap individu. Personality Function dipahami sehubungan dengan pengalaman hidup individu yang berbedabeda, sehingga memengaruhi temperamen pada masing-masing individu tersebut. Psyche merupakan gabungan atau jumlah dari keseluruhan isi mental, emosional dan spiritual seseorang. Psyche menyangkut unsur kesadaran dan bawah sadar. Bawah sadar dari Psyche dibentuk atau berisikan banyak hal dan beragam antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan dari waktu ke waktu. Isi yang tersembunyi ini sebagian bersifat individual, sebagian lagi kolektif. Isi dalam alam bawah sadar adalah sangat jauh lebih banyak dan beragam jika dibandingkan dengan isi kesadaran. Self adalah kepribadian total (total personality) baik kesadaran maupun bawah sadar. Self adalah pusat dari kepribadian. Self ini yang menjadi keunikan manusia. Keunikan manusia ini oleh Carl Gustav Jung ditulis dalam bukunya yang berjudul AION. Salah satu tema tentang The Self, Jung (1959: 24-25) menjelaskan bahwa adalah penting ego seharusnya berlabuh dalam dunia kesadaran dan bahwa kesadaran harus diperkuat oleh suatu penyesuaian yang tepat. Kebajikan-kebajikan tertentu seperti perhatian, ketelitian, kesabaran, dll., adalah nilai yang besar di sisi moral, sama seperti tepatnya pengamatan terhadap gejala ketidaksadaran dan kritik diri objektif adalah berharga di sisi intelektual (Jung, 1959: 24 25).

24 Jung mengatakan bahwa terjadinya persoalan moral disebabkan oleh konflik kewajiban dan kekuatan alamiah yang tak terkendali. Jung menawarkan hasil penyelidikannya tentang Anima dan Animus. Anima dan Animus digambarkan Jung sebagai dasar teori ketidaksadaran kolektif (transpersonal). Pengandaian bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk biseksual. Setiap individu secara fisik mengeluarkan hormon seks lakilaki dan perempuan, sedangkan secara psikologis, sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan aspek feminin kepribadian laki-laki dan aspek maskulin pada perempuan, yang disebut dengan arkhetipe. Arkhetipe feminin pada laki-laki disebut anima, dan arkhetipe maskulin pada perempuan disebut Animus (Supratiknya, 1993: ). G. Metode Penelitian 1. Bahan/Materi Penelitian Penelitian ini akan membagi dua literatur, yaitu pustaka primer dan pustaka sekunder. a) Pustaka primer: Gilligan, Carol, 1993, In A Different Voice, Psychological Theory and Women s Development, Cambridge, MA: Harvard University Press. a) Pustaka sekunder adalah pustaka yang mendukung kepustakaan primer, yaiitu literatur tentang Filsafat manusia dan tulisan orang lain tentang Carol Gilligan dan pemikirannya.

25 1) Pustaka yang berhubungan dengan Filsafat Manusia: Drijarkara, 1969, Filsafat Manusia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Huijbers, 1986, Manusia Merenungkan Dirinya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Carrel, Alexis, 1987, Misteri Manusia, Penerbit Remadja Karya, Bandung. Verhaar, J.W.M., 1989, Identitas Manusia, Menurut Psikologi dan Psikiatri Abad ke-20, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Bakker, Anton, 2000, Antropologi Metafisik, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Leahy, Louis, 2001, Siapakah Manusia? Sintesis Filosofis tentang Manusia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Snijders, Adelbert, 2004, Antropologi Filsafat, Manusia: Paradoks dan Seruan, Kanisius, Yogyakarta. Snijders, Adelbert, 2006, Manusia dan Kebenaran, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 2) Pustaka tentang Carol Gilligan: Cole, Eve Browning and Susan Coultrap McQuin, 1992, Explorations in Feminist Ethics; Theory and Practice, Indiana University Press, Blooming and Indianapolis. Larrabee, Mary Jeanne, 1993, An Ethic of Care; Feminist and Interdisciplinary Perspectives, Routledge, New York.

26 Hekman, Susan J., 1995, Moral Voices Moral Selves; Carol Gilligan and Feminist Moral Theory, Polity Press in Association with Blackwell Publishers Ltd. Held, Virginia, 2006, Ethics of Care, Oxford University Press, Oxford. Clement, Grace, 1996, Care, Autonomy, and Justice; Feminism and the Ethic of Care, Westview Press, The United States of America. Robinson, Fiona, 1999, Globalizing Care; Ethics, Feminist Theory, and International Relations, Westview Press, The United States of America. 2. Jalan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Mengumpulkan data, yaitu mencari sebanyak-banyaknya data mengenai Pemikiran Carol Gilligan, karya-karya yang membahas pemikiran Carol Gilligan, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan filsafat manusia, baik didapatkan dari buku, jurnal, maupun internet. Seluruh data adalah data kepustakaan karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. b. Mengklasifikasi data, yaitu data yang sudah diperoleh akan diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan kategori besar dalam filsafat yaitu ontologi, epistemologi, dan axiologi, serta data dikelompokkan berdasarkan kategori pembahasan filsafat manusia. Tidak seluruh data berupa tulisan Carol Gilligan dan tulisan mengenai Carol Gilligan dipakai dalam penelitian ini.

27 Pengelompokan dimaksudkan agar langkah penelitian menjadi lebih mudah karena dilakukan pengelompokan data. c. Analisis data, yaitu pengolahan data menggunakan langkah-langkah metodis filsafat sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat sebagai penelitian filsafati. 3. Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode hermeneutik, dengan langkah-langkah metodis sebagai berikut. a. Analisis; tidak seluruh data akan digunakan dalam penelitian ini. Sebagian dari data tersebut akan dikelompokkan sesuai kebutuhan, data yang relevan saja yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, kemudian dilakukan interpretasi guna mendapatkan kejelasan pandangan umum mengenai konsep yang dimiliki Carol Gilligan. Kata-kata kunci yang digunakan Carol Gilligan dalam konsep etika kepedulian akan dibedah dan dianalisis tidak dalam ranah etika, namun dalam ranah filsafat manusia. Pada intinya dalam metode ini dilakukan reduksi data (tidak seluruh karya Carol Gilligan digunakan), klasifikasi data (hasil reduksi data Carol Gilligan kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori kajian Filsafat Manusia), Display data (memetakan data dan sistematisasi data yang menyangkut pemikiran Carol Gilligan), terakhir dilakukan interpretasi (memberi pemaknaan terhadap data yang ada, mulai dari pengumpulan data sampai pada penarikan kesimpulan).

28 b. Verstehen; usaha memahami pemikiran Carol Gilligan secara mendalam dan memahami makna dan simbol-simbol dalam hubungan antarmanusia, agar mendapatkan pemahaman yang komprehensif. c. Interpretasi; dilakukan penafsiran-penafsiran terhadap konsep etika kepedulian Carol Gilligan untuk mendapatkan pemahaman atas hakikat manusia, yang tentu saja akan dikembangkan dengan menggunakan kategori-kategori persoalan dalam filsafat manusia. Metode ini dilakukan sebagai upaya untuk mengungkapkan, menerangkan, dan menerjemahkan teks yang ada. d. Heuristik; langkah analisis, pemahaman, dan penafsiran dilakukan untuk mendukung penelitian yang pada akhirnya akan ditemukan suatu teori baru dalam mengkaji pandangan manusia dalam konsep etika kepedulian Carol Gilligan dengan tetap menggunakan perspektif filsafat manusia. H. Sistematika Penelitian Disertasi ini disusun dalam 6 (enam) bab, yaitu: BAB I. PENDAHULUAN, berisi: Latar belakang yang mendasari ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian. Bab ini juga merangkum rumusan masalah yang akan dijadikan kunci dalam meneliti dan mencari jawaban atas rumusan masalah tersebut. Karena penelitian ini bukanlah merupakan penelitian yang serba baru, maka bab ini menyebutkan beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan dengan objek material yang sama dengan yang peneliti pilih, sehingga penelitian ini akan nampak perbedaannya dalam hasil. Selanjutnya, bab ini memaparkan manfaat dan

29 tujuan dilakukan penelitian. Objek formal penelitian ditampakkan dalam landasan teori, dan hasil-hasil penelitian yang terdahulu dipaparkan dalam tinjauan pustaka. Penelitian ini juga menggunakan metode yang khas dalam ilmu Filsafat, dengan didukung oleh bahan primer dan sekunder. BAB II. RUANG LINGKUP FILSAFAT MANUSIA. Filsafat manusia merupakan perspektif atau sudut pandang yang digunakan peneliti untuk mengasah objek material, sehingga dalam bab ini peneliti akan menguraikan beberapa hal tentang filsafat manusia, seperti titik tolak kajian filsafat manusia dan dimensi manusia dalam kajian filsafat manusia. Karena banyaknya materi dalam membahas filsafat manusia, maka peneliti hanya akan memaparkan Disertasi ini dengan hal-hal yang berkaitan dengan persoalan jiwa-badan, individu-person, individu-sosial, unsur pengetahuan, relasi antarindividu, dan otonomi. BAB III. KONSEP ETIKA KEPEDULIAN CAROL GILLIGAN. Konsep Etika Kepedulian Carol Giligan adalah objek material yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti dalam paradigma filsafat manusia, sehingga peneliti akan memaparkan bab ini mulai dari Riwayat Hidup Carol Gilligan, Karyakarya Carol Gilligan, Tokoh yang mempengaruhi pemikiran Carol Gilligan, Pokok-pokok pikiran Carol Gilligan, dan Konsep Etika Kepedulian. BAB IV. HAKIKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN CAROL GILLIGAN. Bab ini adalah proses analisis kritis konsep etika kepedulian Carol Gilligan yang diasah menggunakan perspektif Filsafat Manusia untuk mendapatkan

30 pandangan Gilligan tentang manusia. Peneliti berusaha mengkaji dengan menggunakan meode Hermeneutik filosofis untuk menemukan hakikat manusia dalam pandangan Carol Gilligan. Beberapa pihak yang mengritik konsep etika kepedulian Carol Gilligan akan diuraikan dalam bab ini. Peneliti juga melakukan kritik terhadap konsep yang dimiliki Carol Gilligan untuk mendapatkan sisi kelebihan dan kelemahan konsep Gilligan tersebut. BAB V. RELEVANSI KONSEP ETIKA KEPEDULIAN CAROL GILLIGAN DALAM PEMAHAMAN HUBUNGAN ANTARGENDER DI INDONESIA. Peneliti berusaha untuk merelevansikan konsep Carol Gilligan tentang hakikat manusia dalam upaya pemahaman manusia tentang hubungan antargender. Peneliti menganggap penting untuk mengaitkan dua hal ini karena persoalan gender menjadi isu sentral saat ini dan diskursus tentang feminisme juga sangat membumi dalam memahami hubungan antargender. Bab ini diharapkan dapat memberi pencerahan dalam pembangunan bangsa Indonesia agar pelaksanaannya senantiasa berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yaitu kepedulian dan keadilan yang netral gender. BAB VI. PENUTUP. Peneliti dalam bab ini menyimpulkan beberapa temuan atas permasalahan yang diajukan dalam rumusan masalah Bab I. Peneliti juga memberikan rekomendasi dalam bagian saran, bagi peluang-peluang dan pentingnya dilakukan penelitian yang sama dalam perspektif yang

31 berbeda. Penelitian dalam perspektif yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan dan pemahaman yang lebih komprehensif.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

MENGURAI AKAR MASALAH HUBUNGAN ANTARJENDER DALAM KONSEP ETIKA KEPEDULIAN CAROL GILLIGAN: SEBUAH PERSPEKTIF FILSAFAT MANUSIA

MENGURAI AKAR MASALAH HUBUNGAN ANTARJENDER DALAM KONSEP ETIKA KEPEDULIAN CAROL GILLIGAN: SEBUAH PERSPEKTIF FILSAFAT MANUSIA MENGURAI AKAR MASALAH HUBUNGAN ANTARJENDER DALAM KONSEP ETIKA KEPEDULIAN CAROL GILLIGAN: SEBUAH PERSPEKTIF FILSAFAT MANUSIA Septiana Dwiputri Maharani Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta septianadm@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di wilayah publik transseksual dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum, tabu, dan dosa. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah AB, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Person dan Individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Manusia dalam Pandangan Carl G. Jung

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain.

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia secara kodrati memiliki dua dimensi yaitu dimensi personal dan sosial. Dimensi personal pada manusia menyatakan sisi rohani atau kualitas dalam diri. Sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya,

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, 599 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Makna kearifan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat tubuh menurut Merleau-Ponty: Berangkat dari tradisi fenomenologi, Maurice Merleau-Ponty mengonstruksi pandangan tubuh-subjek yang secara serius menggugat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm.

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm. Filsafat Antropologi 1 Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu. Palmquis memahami bahwa filsafat mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kreativitas Belajar Belajar mengandung arti suatu kegiatan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama. Dalam konsep pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan cara beradanya mengandung sejumlah teka-teki yang sudah, sedang dan akan terus dicari jawabannya.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dilakukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dilakukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dilakukan dan diberikan pada anak usia 0-6 tahun dalam proses pencapaian perkembangan. Pada dasarnya pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James)

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) Oleh: Muhammad Hasmi Yanuardi Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ Abstrak.

Lebih terperinci

Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender. Ida Rosyidah

Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender. Ida Rosyidah Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender Ida Rosyidah Konsep Gender Gender sebagai istilah asing Gender sebagai fenomena sosial budaya Gender sebagai sebuah kesadaran sosial Gender

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah sosiologi ilmu tidak lain adalah sejarah dari pelimpahan warisan metafisika perkemabangan filsafat ilmunya. Terbentang dari tradisi keilmuan China, Yunani, dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kehendak dan Kebebasan Kecuali memiliki pengetahuan yang merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan ABSTRAK JUDUL : Analisis Bingkai: Objektifikasi Perempuan dalam Buku Sarinah NAMA : Yudha Setya Nugraha NIM : D2C009030 Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan selama ini dipercaya sebagai salah satu aspek yang menjembatani manusia dengan cita-cita yang diharapkannya. Karena berhubungan dengan harapan,

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa bayi dianggap sebagai periode vital karena kondisi fisik dan psikologis pada masa ini merupakan fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan untuk masa selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas pada dasarnya memberikan ruang yang luas kepada siswa untuk dapat mengoptimalkan berbagai potensi yang

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai Sistem Filsafat PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 07 Pancasila sebagai Sistem Filsafat Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi AKUNTANSI Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc Pendahuluan Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam taraf kecil, maka hampir dipastikan kedepan bangsa ini akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam taraf kecil, maka hampir dipastikan kedepan bangsa ini akan mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di Indonesia terjadi beberapa permasalahan dalam berbagai bidang. Beberapa kasus terjadi di bidang hukum, politik dan tata pemerintahan. Dalam ranah

Lebih terperinci

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA Pentingnya Filsafat Perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat memerlukan filsafat pendidikan jasmani yang kokoh bagi profesi agar tetap dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Pengertian Intelektual (pengetahuan) Inteletual (Pengetahuan)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian, namun kejadian tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya melainkan fakta dari hasil pemikiran pengarang. Pengarang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

Carl Jung. Analytical Psychology. Asumsi

Carl Jung. Analytical Psychology. Asumsi Carl Jung Analytical Psychology Asumsi Fenomena yang berhubungan dengan kekuatan gaib atau magis (Occult) yang diturunkan oleh leluhur bisa dan memang berpengaruh pada kehidupan manusia Manusai bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting manusia yaitu berbahasa. Oleh karena itu, keterampilan membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

Penelitian di Bidang Manajemen

Penelitian di Bidang Manajemen Penelitian di Bidang Manajemen Frans Mardi Hartanto Fmhartanto@gmail.com Bandung Manajemen - Ilmu Hibrida yang Multidisipliner 1 Ilmu manajemen adalah hasil perpaduan dari berbagai ilmu yang berbeda namun

Lebih terperinci

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Oleh; Agoes Moh. Moefad (NPM : 170130087012) Hamzah Turmudi (NPM : 170130087004) Zaenal Mukarom (NPM : 170230087001) Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi

Lebih terperinci

BAB I Pengantar PLSBT. Dosen : Elly M. Setiadi

BAB I Pengantar PLSBT. Dosen : Elly M. Setiadi BAB I Pengantar PLSBT Dosen : Elly M. Setiadi BAB I Pengantar Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT) Bab ini memberikan dasar pemahaman tentang latar belakang lahirnya PLSBT, ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang 209 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang memuat nilai luhur bangsa diringkas Soekarno ke dalam nilai gotong-royong. Fakta bahwa masyarakat Indonesia

Lebih terperinci