PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT KARBONDIOKSIDA (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) KAMALUDIN ASYAEBANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Kamaludin Asyaebani NIM E * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4 ABSTRAK KAMALUDIN ASYAEBANI. Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012). Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan RACHMAD HERMAWAN. Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman akan mengalami pengalihfungsian lahan yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan sarana prasarana publik. Sebagai akibatnya terjadi penambahan polusi udara terutama peningkatan gas CO 2 di udara. Salah satu solusi untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan tata ruang di Kota Bogor. Hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh kelas penutupan lahan yang mengalami perubahan penurunan selama dua periode adalah lahan pertanian, vegetasi jarang, semak, dan lahan terbuka. Kelas penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah vegetasi rapat dan lahan terbangun. Kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO 2. Berdasarkan tingkat emisi CO 2 di Kota Bogor membutuhkan ,25 Ha RTH, sedangkan luas yang tersedia sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13%. Tingkat emisi CO 2 yang tinggi menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar ,97 Ha. Nilai emisi CO 2 pada tahun 2025 sebesar ,38 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah ,17 Ha dari asumsi luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra Kata kunci: Emisi CO 2, penutupan lahan, ruang terbuka hijau

5 ABSTRACT KAMALUDIN ASYAEBANI. The Use Of Remote Sensing And GIS For Land Cover And Change Knowing Adequacy Green Open Space as Sinks Of Carbon Dioxide (Case Study; Bogor City in 1991, 2000, and 2012). Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and RACHMAD HERMAWAN. Bogor city is a residential as well as services city. The city have been experiencing land cover change, from nature to variety of infrastructure purpose. As a result, it will increase the air pollution especially CO 2 in the atmosphere. One way that can be used to reduce level of air pollution is development of green open space in spatial planning in the city of Bogor. The results of the analysis of spatial and temporal Landsat imagery Bogor City area in 1991, 2000, and 2012 showed this land cover in general is dominated by sparse vegetation amounted to 3.221,09 hectares or 28,01%, 4.009,90 hectares or 34,86%, 4.114,36 hectares or 27,07%. Land cover changes during the two periods was decrease of agricultural land, sparse vegetation, shrubs, and open land. Meanwhile land cover the increase vegetation. The need for green space in the city of Bogor area could be determined by the approach of CO 2 absorption. Based on the level of CO 2 emissions in the city of Bogor need ,25 hectares open space, the available open space only 4.040,28 hectares or 35,13%. The Bogor city need addition green open space approximately ,97 hectares. Value of CO 2 emissions in 2025 amounted to ,38 Gg, so the vast green space required is ,17 hectares of area assuming the actual circumstances in the field using image data Key words: CO 2 Emissions, green open space, land cover

6 PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT KARBONDIOKSIDA (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) KAMALUDIN ASYAEBANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7

8 Judul Skripsi : Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) Nama : Kamaludin Asyaebani NIM : E Disetujui oleh Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Pembimbing I Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Oktober 2012 ini ialah lingkungan, dengan judul Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Omo Rusdiana, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Latif Priyadi dari Badan Pengembangan dan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kota Bogor, Ibu Leny beserta staf PERTAMINA Unit Pemasaran Wilayah III Jawa Barat, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Keluarga KSHE 45 (EDELWEIS) dan Keluarga besar HIMAKOVA atas motivasi, dukungan, dan kebersamaan kita selama ini dan Seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, serta keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2013 Kamaludin Asyaebani

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Lokasi 2 Alat dan Bahan 2 Metode Pengumpulan Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Penutupan Lahan Kota Bogor 10 Perubahan Penutupan Lahan Kota Bogor 11 Perubahan RTH Kota Bogor 14 Emisi CO 2 di Kota Bogor 14 Kebutuhan RTH di Kota Bogor 16 Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan 16 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau 19 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 28

11 DAFTAR TABEL 1 Jenis, bentuk, dan sumber data 4 2 Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode ) 12 4 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode ) 12 5 Kandungan emisi CO 2 aktual pada tahun Total emisi CO 2 yang berasal dari ternak 15 7 Total emisi CO 2 yang berasal dari penduduk 16 8 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun Kebutuhan RTH pada masing-masing kecamatan 18 DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi Penelitian 2 2 Bagan alir pembuatan peta digital 3 3 Skema tahapan pengolahan citra 9 4 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Uji Akurasi 24 2 Penentuan luasan RTH 25 3 Penentuan prediksi luas RTH tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor

12

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman yang mempunyai visi Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kota Bogor sejak dahulu dikenal dengan banyaknya ruang terbuka hijau dengan beraneka ragam flora, sehingga kesejukan udaranya menjadi alasan utama bagi para pendatang untuk tinggal di Kota Bogor (BAPPEDA 2007). Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian penting dari suatu kota. Keberadaan RTH seperti hutan kota, taman kota, dan jalur hijau sangat penting bagi masyarakat kota. Zain (2002) mengidentifikasi bahwa di area Jabodetabek telah terjadi konversi lahan hijau menjadi area terbangun sebesar 23% untuk pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan. RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat berdasarkan UU No 26 tahun Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada penduduk kota. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi yang dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, rekreasi juga industri. Berkurangnya tutupan lahan yang bervegetasi akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Sebagaimana diketahui vegetasi dapat melakukan proses fotosintesis, gas CO 2 dari buangan kendaraan bermotor dan industri akan dimanfaatkan dalam proses tersebut sehingga menghasilkan O 2 dan karbohidrat. Namun, bila vegetasi semakin berkurang, dan disertai dengan peningkatan jumlah CO 2 maka dapat menyebabkan efek rumah kaca yang pada akhirnya dapat meningkatkan suhu permukaan bumi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan hutan kota yang tepat. Pengembangan RTH yang dapat memberikan manfaat maksimal perlu perencanaan yang tepat dalam penentuan lokasi, sebaran dan luasannya. Saat ini, teknologi penginderaan jauh citra satelit mampu menyediakan data dengan cakupan yang luas, secara cepat dan tepat waktu. Dengan didukung sistem informasi geografis, maka perencanaan spasial pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat yang pada akhirnya dapat mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan, sesuai dengan kebijakan pengembangan tata ruang regional untuk menciptakan kota yang serasi, selaras, terpadu dan berkesinambungan. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi perubahan penutupan lahan di Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012.

14 2 2. Menentukan kecukupan luas ruang terbuka hijau di Kota Bogor tahun 2012 berdasarkan emisi CO Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH sebagai penyerap gas CO 2 di Kota Bogor tahun Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau dan tata ruang Kota Bogor yang berwawasan lingkungan. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor (Gambar 1), pada bulan Juli-Oktober Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Gambar 1 Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 10, Global Mapper, dan Mapsource. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS) Garmin Csx 60, kamera digital dan alat tulis.

15 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Citra Landsat path/row : 122/065, dengan tanggal akuisisi 28 Juli 1991, 28 Juli 2000, dan 5 Juni 2012, Peta Administrasi Kota Bogor, Peta Digital RTRW tahun 2011 dan Data Statistik Kota Bogor tahun 2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Bogor. Metode Pengumpulan Data Inventarisasi dan pengumpulan data 1) Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital) Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi SIG dan software ArcGis dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan koreksi geometrik pada pengolahan citra. Tahapan pemasukan data dengan SIG dapat diilustrasikan seperti Gambar 2. 3 Peta Rupa Bumi Analog Digitasi Peta Editing Peta Pemberian Label Transformasi koordinat Peta Rupa Bumi Digital Gambar 2 Bagan alir pembuatan peta digital 2) Studi Pustaka Studi pustaka berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai keadaan umum areal, RTH dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 1. 3) Observasi dan Groundcheck Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai lokasi-lokasi RTH serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut.

16 4 Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Tahun Aspek Klimatologis Deskripsi BPS Suhu udara, kelembaban relative, curah hujan, persentase sinar matahari, kecepatan angin 2. Geologi dan goegrafi Deskripsi dan BPS dan 2012 Batas tapak, letak geografi, luas wilayah Peta Bappeda 3. Tata Guna Lahan Deskripsi Bappeda Rencana Tata Ruang Wilayah Deskripsi Bappeda Demografi Penduduk Deskripsi BPS 2012 Kepadatan dan jumlah penduduk 6. Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Deskripsi Pertamina 2012 Bensin, Solar, LPG, Industrial Fuel Oil dan minyak tanah 7. Jumlah dan Jenis Hewan Ternak Deskripsi Dinas Peternakan dan Kendaraan Bermotor Jenis dan Jumlah Deskripsi Pengolahan dan Analisis Data Perikanan Dinas Perhubungan 1) Penentuan luasan RTH berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 Analisis kebutuhan luas RTH dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dan proporsi RTH privat pada wilayah kota paling sedikit 10% dari luas wilayah kota. 2) Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO 2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi adalah metode yang mengacu kepada Qodriyanti (2010) yang dikeluarkan oleh IPCC tahun Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah, dan penduduk. a) Energi Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO 2 di udara yang dihasilkan dari proses pembakaran. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara : C (TJ/tahun) = a (10 3 ton/tahun) x b (TJ/10 3 ton) Keterangan : C = Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun) a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (10 3 b 2012 ton/tahun) = Nilai kalori bersih / faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/10 3 ton) Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak maupun gas dihitung dengan cara :

17 E (t C/tahun) = C (TJ/tahun) x d (t C/TJ) Keterangan : E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/tahun) d = faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/TJ) Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara: G (Gg C/tahun) = E (t C/tahun) x f Keterangan : G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg C/tahun) f = Fraksi CO 2, fraksi CO 2 untuk bahan bakar minyak adalah 0,99 sedangkan untuk bahan bakar gas adalah 0,995 Sehingga total emisi gas CO 2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas dapat diperoleh dengan cara : H (Gg CO 2 /tahun) = G (Gg C/tahun) x (44/12) [Persamaan 1 (w)] Keterangan : H = Emisi CO 2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg CO 2 /tahun) b) Ternak Gas metan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Gas metan dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metan dari proses fermentasi didapat dari : C (ton/tahun) = a (ekor) x b (kg/ekor/tahun) Keterangan : C = Emisi gan metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor) b = Faktor emisi CH 4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari : E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun) Keterangan : E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) d = Faktor emisi CH 4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) F = Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak (Gg/tahun) Sehingga total emisi gas metan yang dihasilkan oleh ternak adalah : F (Gg CH 4 /tahun) = C (ton/tahun) + E (ton/tahun).. [Persamaan 2 (x)] c) Pertanian (areal persawahan) Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan menghasilkan gas metan yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Gas metan yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas arel yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen dapat diperoleh dengan cara : 5

18 6 D (Gg CH 4 /tahun) = a (m 2 ) x b x c (g/m 2 ) x d (tahun)..[persamaan 3 (y)] Keterangan : D = Total emisi gas metan dari areal persawahan (Gg/tahun) a = Luas areal persawahan (m 2 ) b = Nilai ukur faktor emisi CH 4 c = Faktor emisi (18 g/m 2 ) d = Jumlah masa panen per tahun (tahun) d) Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Bogor adalah sebagai berikut : K KP(t) = (J PT(t).K Pt ).. [Persamaan 4 (z)] Keterangan : K KP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t (ton CO 2 /tahun) J PT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa) K pt = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0,96 kg CO 2 /jiwa/hari (0,3456 ton CO 2 /jiwa/tahun) 3) Penentuan luas RTH berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO 2 Kebutuhan akan luasan optimum RTH berdasarkan daya serap CO 2 dapat diperoleh dari kemampuan RTH dalam menyerap CO 2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan RTH berdasarkan daya serap CO 2 serta membandingkannya dengan kondisi RTH sekarang (eksisting). Kebutuhan RTH diperoleh dari jumlah emisi CO 2 yang terdapat di Kota Bogor dibagi dengan kemampuan RTH dalam menyerap CO 2. Rumus: Keterangan: L = Kebutuhan luasan RTH (ha) w = Total emisi CO 2 dari energi (ton CO 2 /tahun) x = Total emisi CO 2 dari ternak (ton CO 2 /tahun) y = Total emisi CO 2 dari areal persawahan (ton CO 2 /tahun) z = Total emisi CO 2 dari manusia (ton CO 2 /tahun) K = Nilai serapan CO 2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO 2 (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006) Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan RTH berdasarkan daya serap CO 2 maka akan diketahui seberapa luas RTH yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Bogor. Penambahan luasan RTH yang harus disediakan diperoleh dengan cara : L (ha) = A (ha) B (ha) Keterangan : L = Penambahan luasan RTH (ha) A = Kebutuhan RTH (ha) B = Luas RTH sekarang (ha)

19 4) Prediksi Kebutuhan RTH Kota Bogor pada tahun 2025 Penentuan kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor didasarkan atas perubahan emisi CO 2 yang terdapat di Kota Bogor pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2025 sesuai dengan pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan manusia. a) Pendugaan Jumlah Konsumsi Bahan Bakar Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari Pertamina. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat konsumsi didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar. Maka dengan menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011) diperoleh rumus perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar : K T = Ko (1+r) t r = anti ln 1 Persamaan 4 Keterangan : Kt = Tingkat konsumsi bahan bakar pada akhir periode waktu ke t Ko = Tingkat konsumsi bahan bakar pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar t = Selisih tahun b) Pendugaan Luasan Pertanian (areal persawahan) Data luasan areal persawahan diperoleh dari hasil interpretasi penutupan lahan wilayah Kota Bogor berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM. Nilai luasan sawah dianggap tetap, karena data luasan berdasarkan hasil klasifikasi pada satu tahun penyiaman. c) Pendugaan Populasi Ternak Data populasi ternak diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Bogor. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan populasi ternak pada tahun 2025 didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi ternak. Penentuan tahun perkiraan ditentukan oleh ketersediaan data. Perhitungan populasi tenak untuk tahun-tahun yang akan datang dengan cara : Pt = Po (1+r) t. Persamaan 5 Keterangan : Pt = Populasi ternak pada akhir periode waktu ke t Po = Populasi ternak pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan populasi t = Selisih tahun d) Pendugaan jumlah penduduk Data jumlah penduduk diperoleh dari BPS Kota Bogor. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2025 adalah berdasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang dengan cara: Pt = Po (1+r) t. Persamaan 6 Keterangan : Pt = Populasi penduduk pada akhir periode waktu ke t Po = Populasi penduduk pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah penduduk t = Selisih tahun 7

20 8 Prediksi kebutuhan RTH pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah emisi CO 2 yang terdapat di Kota Bogor dibagi dengan kemampuan RTH dalam menyerap CO 2. Rumus : Keterangan: L = Kebutuhan luasan RTH (ha) w = Total emisi CO 2 dari energi (ton CO 2 /tahun) x = Total emisi CO 2 dari ternak (ton CO 2 /tahun) y = Total emisi CO 2 dari areal persawahan (ton CO 2 /tahun) z = Total emisi CO 2 dari manusia (ton CO 2 /tahun) K = Nilai serapan CO 2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO 2 (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006) e) Perubahan luasan RTH pada tahun 2025 Perubahan luasan RTH yang terjadi pada tahun 2025 dapat menggunakan data sekunder pada tahun-tahun sebelumnya. Data yang digunakan adalah data jumlah penduduk, konsumsi bahan bakar, populasi ternak, dan luasan areal persawahan. Rumus untuk mengetahui rata-rata perubahan luasan RTH pada periode tertentu adalah sebagai berikut : MD =..Persamaan 7 Keterangan: MD = Perubahan luasan L = Luas RTH pada akhir periode waktu ke t L = Luas RTH pada awal periode waktu ke t N = Jumlah waktu (tahun) f) Prediksi Peningkatan Kebutuhan RTH Perkiraan luasan RTH pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2025 dapat diketahui dengan melihat tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor yang diperhitungkan adalah perubahan sumber emisi CO 2. 5) Asumsi Emisi CO 2 yang dihitung adalah emisi CO 2 yang berada di wilayah Kota Bogor, sedangkan emisi CO 2 yang berada di luar wilayah Kota Bogor diabaikan, serta serapan CO 2 hanya dilakukan oleh pohon-pohonan. 6) Batasan penelitian Batasan RTH dalam penelitian ini adalah wilayah taman kota, jalur hijau, pemakaman dan vegetasi tinggi (areal yang ditumbuhi oleh pepohonan berkayu). 7) Pengolahan Citra Landsat ETM yang diolah dengan menggunakan software ERDAS Imagine. a) Pemulihan citra (Image Restoring) Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi.

21 b) Penajaman citra (Image Enhancement) Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan tertentu. c) Pemotongan (Subset) wilayah kajian Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kota Bogor. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI). d) Survei lapangan Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survey yang mewakili kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra. e) Klasifikasi tutupan lahan Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 3. 9 Citra Landsat Tahun 1991,2000 dan 2012 Koreksi Geometris Peta Digital Batas Kawasan Peta Rupa Bumi Digital Citra Terkoreksi Subset image Overlay Cek Lapangan Klasifikasi Citra Tidak Citra Hasil Klasifikasi Uji Akurasi diterima? Peta Penutupan Lahan Ya Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra

22 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kota Bogor Penutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada di atas permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Penutupan lahan di Kota Bogor diklasifikasikan ke dalam tujuh tipe penutupan lahan, yaitu vegetasi rapat, lahan pertanian, lahan terbangun, vegetasi jarang, semak, lahan kosong, dan badan air. Klasifikasi ini disesuaikan dengan kondisi Kota Bogor secara umum ketika dilakukan pengecekan lapang. Vegetasi rapat merupakan tipe penutupan lahan yang didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan hutan yang masih relatif alami dan batang pohonnya dapat menghasilkan kayu dan produksi kayu lainnya serta mempengaruhi iklim atau tata air lokal serta memiliki strata tajuk yang relatif rapat dengan nilai Leaf Area Index (LAI) 1,29. Lahan pertanian pada umumnya terbagi dua, yaitu lahan pertanian basah dan kering. Lahan pertanian basah seperti sawah, sedangkan lahan pertanian kering seperti ladang. Kedua jenis lahan pertanian tersebut terdapat di wilayah Kota Bogor sehingga semua lahan yang menghasilkan tanaman pangan dimasukkan ke dalam tipe penutupan lahan pertanian. Lahan terbangun merupakan daerah yang didominasi oleh lahan yang tertutup oleh struktur bangunan. Lahan terbangun yang terdapat dalam wilayah Kota Bogor yaitu perumahan penduduk, kompleks industri, kompleks perkantoran, serta sarana dan prasarana publik. Vegetasi jarang merupakan tipe penutupan lahan yang di dominasi oleh perkebunan, tanaman tahunan/kebun buah-buahan, tanaman halaman rumah, pemakaman dan sempadan sungai. Pada vegetasi jarang mempunyai nilai Leaf Area Index (LAI) < 1,29. Lahan terbuka adalah jenis lahan yang tidak memiliki penutupan berupa vegetasi ataupun lebih pada lahan yang tidak termanfaatkan seperti lapangan merah, tanah gundul, dan tempat-tempat yang direncanakan akan dijadikan lahan pemukiman (berupa lahan pertanian yang sebelumnya lahan tersebut harus diatuskan (dimatangkan) terlebih dahulu selama kurang lebih satu tahun). Penutupan lahan berupa badan air yang terdapat di Kota Bogor adalah penutupan lahan seperti sungai dan danau. Kelas ini berada di sepanjang sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Penutupan lahan berupa semak belukar di Kota Bogor adalah lahan yang didominasi oleh tanaman perdu dan rumput ilalang yang keberadaannya tidak dikelola oleh masyarakat. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012 Data penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh dari pengolahan citra landsat. Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di Kota Bogor. Hasil klasifikasi penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 1991 di dominasi oleh vegetasi, yaitu vegetasi jarang sebesar 3.202,70 Ha atau 28,01% dari seluruh wilayah Kota Bogor, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah semak sebesar 594,73 Ha atau 5,19% dari seluruh wilayah Kota Bogor.

23 Hasil klasifikasi penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 2000 di dominasi oleh vegetasi, yaitu vegetasi jarang sebesar 4.009,59 Ha atau 34,86% dari seluruh wilayah Kota Bogor, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah lahan terbuka sebesar 257,04 Ha atau 2,23% dari seluruh wilayah Kota Bogor. Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2012 diperoleh nilai uji akurasi (Overall classification accuracy) sebesar 88,24% (Lampiran 1). Penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 2012 di dominasi oleh lahan terbangun sebesar 5.096,52 Ha atau 44,31% dari seluruh wilayah Kota Bogor, hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah berdampak pada jumlah pemukiman yang semakin meningkat, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah semak sebesar 90,54 Ha atau 0,79% dari seluruh wilayah Kota Bogor. Hasil klasifikasi dari pengolahan citra landsat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 No. Penutupan Tahun 1991 Tahun 2000 Tahun 2012 Lahan Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) 1 Vegetasi rapat 706,33 6,16 534,60 4,65 925,92 8,05 2 Vegetasi jarang 3.202,70 28, ,59 34, ,41 13,18 3 Lahan pertanian 2.548,52 22, ,61 23, ,52 44,31 4 Lahan terbangun 2.100,83 17, ,82 27, ,36 27,08 5 Semak 594,73 5,19 539,46 4,69 90,54 0,79 6 Lahan terbuka 1.587,06 13,82 257,04 2,23 327,60 2,85 7 Badan air 761,57 6,64 317,61 2,76 430,38 3,74 Jumlah , , , Perubahan Penutupan Lahan Kota Bogor Perubahan penutupan lahan terbesar dalam kurun waktu terjadi pada penutupan lahan terbuka (Gambar 4). Perubahan yang terjadi pada lahan terbuka adalah berupa penurunan luas lahan terbuka sebesar 1.330,02 Ha atau berkurang sebesar 11,59% dari tutupan lahan terbuka pada tahun 1991 (Tabel 3). Penurunan luas lahan terbuka tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas tipe penutupan lahan lainnya, yaitu lahan pertanian, lahan terbangun, dan vegetasi jarang. Pada periode penutupan lahan lainnya yang mengalami penurunan luas adalah vegetasi rapat, badan air dan semak. Penurunan luas vegetasi rapat sebesar 171,73 Ha atau berkurang sebesar 1,48%, dari tutupan lahan vegetasi rapat pada tahun Hal tersebut terjadi karena kondisi vegetasi rapat dalam wilayah Kota Bogor yang berada pada lokasi strategis dan mempunyai nilai ekonomi tinggi akan terancam fungsinya akibat dari persaingan dalam pemanfaatan yang lebih menekankan pada aspek ekonomi daripada ekologi. Tipe penutupan lahan yang mengalami peningkatan terbesar yaitu lahan terbangun. Hal ini menunjukan adanya peningkatan pembangunan yang membutuhkan fasilitas terbangun. Kebutuhan lahan terbangun dari waktu ke waktu semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pemanfaatannya digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal. Perubahan tipe penutupan lahan 11

24 12 pertanian dan vegetasi jarang secara umum mengalami peningkatan pada periode Hal ini terjadi karena pada periode tersebut mata pencaharian sebagian besar penduduk Kota Bogor yaitu petani. Tabel 3 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode ) Penutupan Lahan Tahun 1991 Vegetasi rapat Vegetasi jarang Lahan pertanian Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegetasi jarang Penutupan Lahan Tahun 2000 (ha) Lahan pertanian Lahan terbangun Semak Lahan terbuka Badan air Jumlah 153,84 300,53 141,90 63,84 15,27 13,89 17,06 706,33 214, ,85 767,25 425,13 128,01 90,97 77, ,70 88,86 891,04 748,81 565,08 117,53 51,90 85, ,52 6,17 230,01 328, ,35 22,34 6,25 36, ,83 Semak 16,16 240,10 106,32 91,30 106,81 25,02 9,02 594,73 Lahan terbuka 45,65 664,10 337,90 330,42 121,68 60,84 26, ,06 Badan air 11,13 184,71 207,61 265,77 24,77 6,34 61,24 761,57 Jumlah 534, , , ,82 539,41 257,04 317, ,73 Perubahan penutupan lahan terbesar pada periode terjadi pada penutupan lahan terbangun (Gambar 5). Perubahan yang terjadi pada lahan terbagun adalah berupa penambahan luas lahan terbangun sebesar 1.901,70 Ha atau bertambah sebesar 16,53% dari tutupan lahan terbangun pada tahun 2000 (Tabel 4). Peningkatan luas lahan terbangun tersebut terjadi karena adanya penurunan luas tipe penutupan lahan lainnya, yaitu lahan pertanian, vegetasi jarang, dan semak menjadi lahan terbangun seiring dengan adanya pertambahan penduduk dan peningkatan sistem ekonomi. Tabel 4 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode ) Penutupan Lahan Tahun 2000 Vegetasi rapat Vegetasi jarang Lahan pertanian Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegetasi jarang Penutupan Lahan Tahun 2012 (ha) Lahan pertanian Lahan terbangun Semak Lahan terbuka Badan air Jumlah 176,85 227,34 30,15 56,16 6,03 17,28 20,79 534,60 388, ,19 598, ,08 27,63 161,28 116, ,59 226,62 577,26 528, ,43 12,33 82,80 84, ,61 60,30 246,33 187, ,44 5,13 34,74 138, ,82 Semak 32,67 226,62 102,51 131,40 24,93 13,14 8,19 539,46 Lahan terbuka 15,39 158,04 16,11 40,41 13,95 7,20 5,94 257,04 Badan air 25,92 9,58 53,19 111,60 0,54 11,16 55,62 317,61 Jumlah 925, , , ,52 90,54 327,60 430, ,73 Pada periode tipe penutupan lahan lainnya yang mengalami penambahan luas adalah vegetasi rapat. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan akan kondisi vegetasi rapat yang memiliki fungsi ekologi dan arahan visi Kota Bogor sebagai green city serta UU No. 26 tahun 2007 tentang tata ruang dimana luas RTH minimal 30%, hal ini memicu kesadaran masyarakat akan kebutuhan penanaman vegetasi rapat (pohon) yang semakin tinggi. Tipe penutupan lahan

25 yang mengalami penurunan luasan terbesar yaitu lahan pertanian sebesar 1.132,20 Ha atau 9,84%. Perubahan dari tiap-tiap kelas lahan ini dipengaruhi oleh perkembangan Kota Bogor itu sendiri dan kondisi fisik daerah masing-masing. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya luas lahan bervegetasi. Hal ini dapat berdampak negatif bagi keseimbangan lingkungan jika dalam pelaksanaannya tidak dilakukan secara terencana dan bijaksana dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian lingkungan. 13 Gambar 4 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun Gambar 5 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun

26 14 Perubahan RTH Kota Bogor Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Hasil pengolahan data spasial secara temporal ( ) diperoleh bahwa proporsi RTH tahun 1991, tahun 2000, dan tahun 2012 sebesar 34,17%, 39,50%, dan 35,13. Proporsi RTH masih lebih dari 30% sesuai kebijakan pemerintah namun dari hasil analisis data diperoleh bahwa kadar polutan udara terus meningkat. Dari hal ini dapat diketahui bahwa green city tidak hanya dilihat dari ketersediaan RTH secara kuantitas, tapi juga kualitas yang dapat mencerminkan kota yang sehat secara fisik dan ekologis (Arifin 2008). Perubahan penutupan lahan di Kota Bogor dari tahun 1991 sampai dengan 2012 terjadi kenaikan atau penurunan luas pada tiap kelas penutupan lahan. Hal ini memberikan dampak terhadap jumlah, luasan, bentuk, dan penyebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bogor. Berdasarkan data yang diperoleh maupun hasil analisis spasial dan temporal citra landsat tahun 1991, 2000, dan 2012 perubahan penutupan lahan ruang terbuka hijau didorong oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan jumlah penduduk, aksesibilitas terhadap sumberdaya, kondisi fisik lahan, ekonomi dan kebijakan daerah. Emisi CO 2 di Kota Bogor Emisi CO 2 yang berasal dari energi Karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna. Dahlan (2004) menyatakan bahwa kegiatan perkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil proses ini akan menghasilkan gas CO 2. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pertamina Unit Pemasaran wilayah Jawa Barat tahun 2012 mengenai jumlah konsumsi bahan bakar berupa premium, pertamax, solar, IFO (Industrial Fuel Oil) merupakan solar yang digunakan industri, dan LPG (Liquid Petroleum Gas). Jenis bahan bakar yang paling banyak dikonsumsi adalah bensin yaitu sebesar Kl, sedangkan IFO merupakan bahan bakar minyak yang paling sedikit dikonsumsi yaitu 8.641,28 Kl di tahun Konsumsi bahan bakar dari rumah tangga berperan dalam peningkatan emisi CO 2 di udara. Besarnya konsumsi bahan bakar di Kota Bogor dari sektor rumah tangga berasal dari jenis LPG (Liquid Petroleum Gas) yaitu sebesar Kg. Hasil perhitungan kandungan CO 2 aktual yang terdapat di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil perhitungan, bahan bakar yang paling banyak menghasilkan CO 2 yaitu LPG 905,34 Gg. Total emisi CO 2 di Kota Bogor merupakan hasil penjumlahan dari semua emisi CO 2 sehingga hasil yang diperoleh adalah sebesar 1.404,53 Gg.

27 15 Tabel 5 Kandungan emisi CO2 aktual pada tahun 2011 No. Jenis bahan bakar Jumlah konsumsi bahan bakar Jumlah konsumsi bahan bakar (TJ) Kandungan karbon (t C) Emisi karbon aktual (Gg C) Emisi CO 2 aktual (Gg CO 2 ) 1. Bensin Kl 5.942, ,75 111,19 407,72 2. Solar Kl 948, ,08 18,98 69,52 3. Industry fuel oil 8.641,28 Kl 299, ,75 5,99 21,96 4. LPG Kg , ,47 246,91 905,34 Total kandungan emisi CO ,53 Sumber : Pertamina (2012) Keterangan : Kl = 1000 liter Kg = 1000 gram TJ = Ton Joule Gg C = 10 9 gram karbon t C = Ton karbon Gg CO 2 = 10 9 gram karbondioksida Emisi CO 2 yang berasal dari ternak Gas CH 4 dihasilkan oleh hewan herbivora dalam aktivitas dan proses pencernaannya memerlukan bantuan mikroorganisme untuk melakukan pemecahan karbohidrat (IPCC 1996). Data dari Dinas Pertanian (Tabel 6) menunjukan 6 jenis ternak yang terdapat di Kota Bogor. Dari keenam jenis ternak tersebut, unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat yaitu ekor sedangkan kerbau jenis merupakan jenis yang paling sedikit dipelihara oleh masyarakat yaitu 45 ekor. Tabel 6 Total emisi CO 2 yang berasal dari ternak No. Jenis ternak Jumlah ternak (ekor) Emisi dari Fermentasi (t CH 4 /tahun) Emisi dari Pengelolaan pupuk (t CH 4 /tahun) Total emisi dari ternak (Gg CH 4 ) Total Emisi CO 2 (Gg) 1. Sapi ,57 2,34 0,054 0,15 2. Kerbau 45 2,42 0,14 0,003 0, Kuda 90 1,62 0,20 0,002 0, Kambing ,35 12,35 0,013 0,04 5. Domba ,04 3,05 0,069 0,19 6. Unggas ,27 0,066 0,18 Total kandungan emisi CO 2 dari ternak 0,567 Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2011) Ket : t CH 4 /thn = Ton metan per tahun Gg = Giga gram Gg CH 4 = Giga gram metan Ternak ruminansia seperti sapi dan domba serta ternak non ruminansia seperti unggas memproduksi CH 4. Ruminansia merupakan sumber terbesar penghasil CH 4. Jumlah CH 4 yang dihasilkan tergantung dari umur ternak, berat badan ternak, kualitas dan kuantitas pakan, serta energi yang dikeluarkan oleh ternak, gas CH 4 yang teroksidasi dengan O 2 akan menghasilkan CO 2 dan air. (IPCC 1996). Hasil perhitungan emisi CH 4, domba menyumbang emisi terbesar yaitu 66,04 t CH 4 /tahun dari aktivitas pencernaan, dan unggas menghasilkan emisi CH 4 terbesar dari aktivitas pengelolaan kotoran yaitu sebesar 66,27 t CH 4 /tahun. Untuk total emisi CO 2 yang berasal dari ternak, emisi terbesar dari ruminansia dihasilkan oleh domba sebesar 0,19 Gg, sedangkan untuk emisi dari non ruminansia dihasilkan oleh unggas sebesar 0,18 Gg. Emisi CO 2 yang berasal dari areal persawahan Pengolahan padi pada lahan sawah berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca yaitu menghasilkan gas CH 4. Sumber CH 4 dari budidaya padi

28 16 dihasilkan karena terjadinya kondisi anaerob pada lahan sawah akibat penggenangan air yang terlalu lama dan tinggi (IPCC 1996). Senyawa karbon yang ada pada kondisi anaerob kuat mengalami reduksi secara mikrobiologi menjadi metana (CH 4 ). CH 4 terbentuk dari reduksi asam asetat dan sebagian terbentuk dari reduksi senyawa CO 2. Penggunaan air yang banyak diperlukan untuk melumpurkan tanah dan untuk menggenangi petak pertanaman. Tanah sawah memiliki kondisi reduktif (anaerob) sehingga tanah sawah menjadi salah satu penghasil gas metan. Areal persawahan menghasilkan gas CH 4 sebanyak 0,27 Gg CH 4 /tahun. Gas CH 4 yang teroksidasi akan menghasilkan CO 2, sehingga kandungan emisi CO 2 yang terdapat pada areal persawahan yang terdapat di Kota Bogor adalah sebesar 0,74 Gg CO 2 /tahun dari total sawah sebesar 750 Ha. Emisi CO 2 yang berasal dari penduduk Setiap mahluk hidup akan mengalami proses respirasi setiap saat salah satunya manusia, respirasi merupakan proses menghirup oksigen (O 2 ) dan mengeluarkan CO 2. Tubuh manusia memerlukan oksigen untuk proses pembakaran zat-zat makanan (metabolisme) di dalam tubuh manusia dengan bantuan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, uap air, dan energi. Menurut White, Handler dan Smith 1959 diacu dalam Muis (2005), manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600 liter O 2 dam memproduksi sekitar 480 liter CO 2. Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah emisi CO 2 di udara, sehingga konsentrasi gas rumah kaca akan bertambah. Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia sebesar 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Data mengenai total emisi CO 2 yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Bogor dari tahun 1990, 2000, dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Total emisi CO 2 yang berasal dari penduduk No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)* Total Emisi CO 2 (Gg CO 2 ) , , ,44 Sumber (*) : BPS Kota Bogor 2011 Kebutuhan RTH di Kota Bogor Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM tahun 2012 di Kota Bogor menghasilkan tutupan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) yaitu berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang dengan luasan tutupan lahan secara berturutturut sebesar 925,92 Ha, dan 3.114,36 Ha. Berdasarkan perhitungan total luas RTH sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13%, lahan terbangun sebesar 5096,52 Ha atau 44,31%, areal pertanian seperti sawah dan semak sebesar 1.606,95 Ha atau 13,97% dan untuk penggunaan lahan lainnya seperti badan air dan lahan terbuka memiliki luasan sebesar 757,98 atau 6,59%. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Tata Ruang menyatakan bahwa luasan RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Wilayah Kota Bogor berdasarkan data citra diperoleh luasan sebesar ,73 Ha dan berdasarkan peraturan tersebut 30% dari luasan wilayah kota

29 yang harus dijadikan RTH adalah sebesar 3.450,52 Ha. Berdasarkan data yang diperoleh, luasan RTH sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13% dari luasan keseluruhan wilayah Kota Bogor, sehingga Kota Bogor dengan luasan RTH lebih dari 30% dikategorikan telah memenuhi UU No. 26 tahun Keberadaan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor berbeda satu sama lain. Kebutuhan RTH dengan standar UU No. 26 tahun 2007 untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 No. Kecamatan Luas Kecamatan (Ha) Luas RTH saat ini (Ha) Berdasarkan Peraturan (Ha) Selisih (Ha) 1. Bogor Barat ,46 720,90-37,44* 2. Bogor Timur 1.092,69 323,01 327,81-4,797* 3. Bogor Selatan 3.361, , ,34 823,96 4. Bogor Tengah 810,63 179,64 243,19-63,54* 5. Bogor Utara 1.472,49 432,36 441,75-9,29* 6. Tanah Sareal 2.361,78 615,15 708,53-93,38* Total , , , ,42 Keterangan: * jumlah kekurangan luas RTH Berdasarkan data citra yang diperoleh, Kecamatan Bogor Selatan merupakan kecamatan terbesar yang terdapat di wilayah Kota Bogor dengan luas wilayah 3.361,14 Ha, kecamatan ini memiliki RTH terluas dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu sebesar 1.832,31 Ha atau 54,51% dari luas wilayah kecamatan, kecamatan Bogor Selatan memiliki luas RTH lebih dari 30%. Terdapat lima kecamatan yang memiliki luasan RTH kurang dari 30% dari total luas wilayahnya yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah dan Tanah Sareal dengan masing-masing luasan yaitu sebesar 683,46 Ha (28,44%), 323,01 Ha (29,56%), 432,36 Ha (26,82%), 179,64 Ha (22,16%), dan 615,15 Ha (26,05%). 17 Berdasarkan Emisi CO 2 Menurunnya kualitas lingkungan hidup berkaitan langsung dengan kegiatan masyarakat perkotaan yang akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan mereka. Terlihat dari adanya kecenderungan sikap masyarakat meminimalkan areal RTH (areal bervegetasi) menjadi areal terbangun atau areal penggunanan lain yang bersifat buatan, menurut Dahlan (2007) penggunaan bahan bakar akan menghasilkan gas CO 2 di Kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak 600,22 ton hal ini berdampak pada tingginya konsentrasi CO 2 di udara. Penambahan emisi gas CO 2 dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi ambien gas CO 2. Salah satu cara untuk mengurangi CO 2 di udara yaitu dengan memanfaatkan CO 2 sebagai bahan fotosintesis atau asimilasi zat karbon, aktivitas ini dilakukan oleh vegetasi untuk menjamin ketersediaan oksigen dan sebagai penyerap CO 2. RTH mempunyai peran penting dalam hal ini, karena fungsinya sebagai tempat tumbuh vegetasi. Dalam proses selanjutnya RTH mampu meningkatkan kualitas lingkungan hidup menjadi sehat, nyaman, indah, dan bersih. Kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO 2. Kandungan gas CO 2 yang tedapat di Kota Bogor dilihat dari empat aspek yaitu emisi CO 2 yang dihasilkan dari energi yaitu bahan bakar fosil, ternak, penduduk, dan areal persawahan. Total emisi CO 2 dari empat aspek tersebut yaitu sebesar 1.734,34 Gg pada tahun 2012.

30 18 Serapan CO 2 berguna untuk mengetahui kemampuan RTH dalam menyerap CO 2 yang terdapat di Kota Bogor. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitugan serapan CO 2 dilakukan dengan cara menentukan luasan penutupan lahan daerahdaerah bervegatasi rapat dan vegetasi jarang. Luas RTH yang dimiliki Kota Bogor sebesar 4.040,28 Ha sehingga emisi CO 2 yang dapat diserap oleh RTH sebesar 235,37 Gg CO 2 /tahun. Jumlah emisi CO 2 yang telah dihitung, serapannya diasumsikan dengan nilai serapan CO 2 oleh RTH (vegetasi pohon) yaitu sekitar 58,25 ton/tahun/ha. Berdasarkan jumlah emisi CO 2, secara keseluruhan Kota Bogor membutuhkan RTH sekitar ,25 Ha (Lampiran 2). Berdasarkan Kondisi Tahun 2012 Saat ini kondisi RTH di Kota Bogor tidak mencukupi untuk menyerap emisi karbondioksida. RTH yang harus disediakan oleh Kota Bogor sebesar ,25 Ha sedangkan keadaan luas RTH di lapang yang tersedia 4.040,28 Ha (Tabel 9). Tingginya tingkat emisi CO 2 yang tedapat di Kota Bogor menyebabkan wilayah perkotaan ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar ,97 Ha. Tabel 9 Kebutuhan RTH pada masing-masing kecamatan No. Kecamatan Luas kecamatan (Ha) Total emisi CO 2 (Gg/tahun) Kebutuhan RTH (Ha) Luas RTH (Ha) Penambahan luasan (Ha) 1. Bogor Barat , ,75 683, ,29 2. Bogor Timur 1.092,69 164, ,24 323, ,23 3. Bogor Selatan 3.361,14 506, , , ,42 4. Bogor Tengah 810,63 122, ,17 179, ,53 5. Bogor Utara 1.472,49 222, ,28 432, ,92 6. Tanah Sareal 2.361,78 356, ,06 615, Jumlah , , , , ,97 Kebutuhan RTH untuk masing-masing kecamatan dapat diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu total emisi CO 2 tersebar merata berdasarkan luas kecamatan. Kecamatan Bogor Selatan merupakan kecamatan yang paling besar membutuhkan RTH sebesar 8.699,73 Ha dengan total emisi CO 2 sebesar 506,82 Gg/tahun. Prediksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Tahun 2025 Data konsumsi di tahun-tahun sebelumnya akan mempengaruhi emisi CO 2 pada tahun-tahun selanjutnya. Pendugaan emisi tahun 2025 digunakan untuk menghitung kebutuhan luasan RTH pada tahun Perhitungan nilai emisi CO 2 pada tahun 2025 sebesar ,37 Gg, sehingga RTH yang dibutuhkan adalah ,17 Ha (Lampiran 3). Keadaan luas RTH di lapang menunjukan luas RTH yang tersedia 4.040,28 Ha. Pendugaan luas RTH tahun 2025 diasumsikan sama dengan tahun 2012, sehingga penambahan luasan RTH pada tahun 2025 sebesar ,89 Ha. Nilai luasan prediksi didapatkan dari variable tetap yaitu emisi CO 2 dari areal persawahan sebesar 1,50 Gg, sedangkan variabel peubah yaitu emisi CO 2 dari petenakan, penduduk dan energi.

31 19 yaitu: Persamaan eksponensial untuk tiga variabel peubah tersebut masing-masing X 1 X 2 X 3 = 905,97 (1+ 0,35) Z = (1+0,043) Z = 0,67334 (1+0,16) Z Keterangan : X 1 = Total emisi CO 2 dari energi X 2 = Total emisi CO 2 dari penduduk X 3 = Total emisi CO 2 dari ternak Z = Selisih tahun Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Perencanaan dalam sebuah pembangunan kota memerlukan suatu pertimbangan dalam aspek keruangan karena semua kegiatan yang berlangsung di perkotaan memerlukan ruang sebagai tempat aktivitas suatu kegiatan. Rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan pembangunan kota dalam jangka panjang tertuang dalam sebuah RTRW. Salah satu rencana yang terdapat di RTRW Kota Bogor periode adalah rencana penggunaan lahan dimana telah ditetapkan luas Kota Bogor Ha (Lampiran 4). Berdasarkan data yang tercantum pada RTRW Kota Bogor untuk RTH sebesar 2.065,93 Ha atau 17,43% dan untuk luasan Kawasan budidaya areal pertanian 600 Ha atau 5,06% dan untuk areal terbangun sebesar Ha atau 62,03%. Besarnya persentase untuk areal terbangun menyebabkan terjadinya ketimpangan antara RTH yang direncanakan hanya sebesar 2.065,93 Ha atau 17,425% dari luas kota keseluruhan. Perencanaan RTRW tersebut tidak sesuai dengan analisis standar kecukupan luasan RTH yaitu Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota minimal 30% dari luas kota. Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan RTH berdasarkan emisi karbon CO 2 tidak mungkin terpenuhi, sebab luas yang dibutuhkan jauh melampaui luas wilayah Kota Bogor. Berdasarkan hal tersebut, maka arahan pengembangan RTH akan lebih difokuskan pada pemenuhan luas kebutuhan RTH maksimum yang mungkin dicapai berdasarkan kondisi sekarang (eksisting) dan luas wilayah pada masing-masing kecamatan. Standar perhitungan menurut UU No. 26/2007 menetapkan RTH berkisar 30%. Penambahan luas RTH dapat dilakukan dengan meningkatkan fungsi sempadan sungai, sempadan situ, jalur hijau jalan, menambah taman lingkungan, penghijaun di lahan kosong, serta upaya melalui peraturan daerah agar ruangruang pemukiman, komersil dan industri menyediakan RTH. Luas RTH Kota Bogor berdasarkan kondisi sekarang (eksisting) sudah mecukupi sebesar 4.040,28 Ha (35,13%). Arahan pengembangan RTH untuk tiap kecamatan, di kecamatan Bogor Selatan RTH eksisting adalah seluas 1.832,31 atau 54,51% dari luas kecamatan. RTH eksisiting ini perlu dipertahankan keberadaannya dan cocok dikembangkan di kecamatan ini berupa taman-taman lingkungan, jalur hijau tepi jalan serta

32 20 lapangan bermain. Selain berfungsi sebagai penyangga ekologis, fungsi yang diutamakan untuk kecamatan Bogor Selatan adalah fungsi estetika dan sosial perlu sehingga kebutuhan reakreasi penduduk juga terpenuhi. Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas RTH eksisting 179,64 Ha atau 22,16% dari luasan wilayah kecamatan. Kecamatan ini merupakan kecamatan terkecil luasannya di Kota Bogor. Penambahan RTH di kecamatan ini cukup sulit dilakukan, dikarenakan daerah ini berada ditengah-tengah pusat Kota Bogor, dan di dominasi oleh areal terbangun sebagai pusat perdagangan. Penambahan yang dapat dilakukan antara lain menambah jalur hijau di tepi jalan, jalur hijau sempadan sungai, serta menambah RTH pekarangan dengan cara kebun atap (roof garden). Peningkatan kualitas RTH di kecamatan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas ekologi sekaligus memperindah lingkungan. Pengembangan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah maupun dengan cara melibatkan masyarakat umum. Keterlibatan masyarakat antara lain diakukan dengan kewajiban menanam minimal satu pohon pada setiap rumah, atau melibatkan pihak pengembang properti atau pemilik lokasi pabrik untuk menyediakan minimal 10% lahan mereka untuk dijadikan RTH. Sistem Koefesien Dasar Hijau (KDH) 30% perlu diterapkan pada lahan-lahan yang potensial dijadikan perumahan atau properti lainnya agar laju pertumbuhan ruang terbangun dapat terkendali. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh penutupan lahan secara umum masih didominasi oleh vegetasi jarang masing-masing sebesar 3.221,09 Ha atau 28,01%, 4.009,59 Ha atau 34,86%, 4.114,36 Ha atau 27,07%. Tipe penutupan lahan yang mengalami perubahan penurunan selama dua periode adalah lahan pertanian, vegetasi jarang, semak, dan lahan terbuka. Tipe penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah vegetasi rapat dan lahan terbangun. Disamping itu terjadi perubahan dinamis pada tipe penutupan lahan lainnya seperti badan air. 2. Luas RTH di Kota Bogor berdasarkan proses klasifikasi lahan pada 2012 adalah 4.040,28 Ha atau 35,13% dari luas total wilayah Kota Bogor. Luasan RTH yang harus disediakan oleh Kota Bogor sebesar ,25 Ha. Tingkat emisi CO 2 yang tinggi di Kota Bogor menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar ,97 Ha. 3. Nilai emisi CO 2 pada tahun 2025 sebesar ,37 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah ,17 Ha. Penambahan kebutuhan luasan RTH pada tahun 2025 sebesar ,89 Ha dari asumsi luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra 2012.

33 21 Saran 1. Keberadaan RTH sebesar 35,13% harus dipertahankan untuk dapat menciptakan kondisi yang ideal akan lebih baik dengan substansi yang ekologis dan distribusi RTH yang merata serta dapat memenuhi visi Kota Bogor Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan yang Amanah serta sesuai dengan moto Kota Bogor BERIMAN (Bersih, Indah dan Nyaman). 2. Analisis perubahan penutupan lahan di wilayah Kota Bogor perlu dilakukan secara periodik agar perubahan yang terjadi dapat diantisipasi dan dikelola, terutama pada pengembangan RTH di kecamatan-kecamatan yang belum mampu menyerap emisi CO Penelitian untuk mengetahui daya serap karbon (CO 2 ) berdasarkan nilai kerapatan tajuk/lai (Leaf Area Index) pada tipe RTH perlu dilakukan, sehingga diketahui tipe RTH yang mimiliki daya serap karbon tertinggi. DAFTAR PUSTAKA Aenni N Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Arifin HS Pembangunan Potensial Mendorong Terjadinya Kerusakan Sumber Daya Alam. [20 Juli 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistika Kota Bogor dalam Angka Bogor (ID): Badan Pusat Statistika. [Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Data Dasar Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Pemerintah Kota Bogor. [30 januari 2012] [Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Data Pokok Pembangunan Kota Bogor. Bogor (ID): Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Dahlan EN Membangun Kota Kebun (Garden City). Bogor (ID): IPB Press. Dahlan EN Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO 2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Pertanian Kota Bogor Laporan Tahunan. Grey GW. dan Deneke FJ Urban Forestry. New York (US): John Wiley and Sons. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 6). Lillesand T.M. dan Kiefer RW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta (ID): Terjemahan. Gajah Mada University Press.

34 22 Muis BA Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air Di Kota Depok Provinsi Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. IPB. PT Pertamina Unit III Lampiran Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Kota Bogor Tahun Jakarta (ID): PT. PERTAMINA. Qodriyanti N Analisis Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbon dioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut PertanianBogor. Tinambunan RS Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Zain AM Distribution, Structure, and Function of Urban Green Spacein Southeast Asian Mega-cities with Special Reference to Jakarta Metropolitan Region (JABOTABEK) [Disertasi]. Japan (JP): The University of Tokyo.

35 LAMPIRAN 23

36 24 Lampiran 1 Hasil Uji Akurasi CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT Image File : d:/kamal project/data penelitian/nyoba!!/recode2012.img User Name : Kamalasyaebani Date : Mon Dec 17 11:52: ERROR MATRIX Reference Data Classified Data vegetasi rapat lahan pertanian lahan terbangun vegetasi rapat lahan pertanian lahan terbangun vegetasi jarang semak lahan terbuka badan air Column Total Reference Data Classified Data vegetasi jarang semak lahan terbuka badan air vegetasi rapat lahan pertanian lahan terbangun vegetasi jarang semak lahan terbuka badan air Column Total End of Error Matrix -----

37 Lampiran 2 Penentuan luasan RTH Total Emisi CO 2 dari Energi (Gg/tahun) = Emisi CO 2 aktual dari bensin (407,715 Gg CO 2 /tahun) + Emisi CO 2 aktual dari Solar (69,515 Gg CO 2 /tahun) + Emisi CO 2 aktual dari IFO (21,963 Gg CO 2 /tahun) + Emisi CO 2 aktual dari LPG (905,33927 Gg CO 2 /tahun) Total Emisi CO 2 dari Energi (Gg/tahun) = 1.404,53227 Gg CO 2 /tahun Total Emisi CO 2 dari Ternak (Gg/tahun) = Gg CO 2 /tahun Total Emisi CO 2 dari Persawahan (Gg/tahun)= 0,7425 Gg CO 2 /tahun Total Emisi CO 2 dari Penduduk (Gg/tahun) = 328,44 Gg CO 2 /tahun Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau (ha) = Total Emisi CO 2 dari Energi (1.404,53227 Gg CO 2 /tahun) + Total Emisi CO 2 dari Ternak ( Gg CO 2 /tahun) + Total Emisi CO 2 dari Persawahan (0,748 Gg CO 2 /tahun) + Total Emisi CO 2 dari Penduduk (328,44 Gg CO 2 /tahun) Kemampuan Hutan Kota dalam menyerap CO 2 Kemampuan Hutan (pohon) dalam menyerap CO 2 = 58,2576 ton/tahun/ha Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau dalam menyerap CO 2 = (1.404, , ,44) Gg CO 2 /tahun 58,2576 ton/tahun/ha = 1.734, Gg CO 2 /tahun 0, Gg CO 2 /tahun/ha = ,25 ha Luas RTH yang dibutuhkan Penambahan Luas RTH = Luas RTH yang dibutuhkan Luas RTH dilapang Luas RTH hasil klasifikasi citra penyiaman 5 Juni 2012 = 4.040,48 ha Penambahan Luas RTH = ,25 ha 4.040,48 ha = ,97 ha 25

38 26 Lampiran 3 Penentuan prediksi luas RTH tahun 2025 Diketahui : Kemampuan pohon dalam menyerap CO 2 = 58,2576 ton/tahun/ha Variabel tetap (emisi sawah) = Gg CO 2 Variabel peubah (emisi ternak, penduduk dan energi) = Gg CO 2 X Energi = 905,97 (1+ 0,35) Z = (1+0,043) Z X penduduk X ternak = 0,67334 (1+0,16) Z Z (selisih tahun) = 14 Ditanya : Emisi CO 2 pada tahun 2025 =.. Gg CO 2? Jawab : (a) X Energi = 905,97 (1+ 0,35) Z X 2025 = 905,97 (1+ 0,35) 14 X 2025 = ,35 Gg CO 2 (b) X penduduk = (1+0,043) Z X 2025 = (1+0,043) 14 X 2025 = 592,1480 Gg CO 2 (c) X ternak = 0,67334 (1+0,16) Z X 2025 = 0,67334 (1+0,16) 14 X 2025 = 5,3782 Gg CO 2 (d) X sawah = 1,501 Gg CO 2 Emisi CO 2 pada tahun 2025 = X Energi + X penduduk + X ternak + X sawah = ,35 GgCO ,1480 GgCO 2 + 5,3782 GgCO 2 + 1,501 GgCO 2 = ,3772 Gg CO 2 Kebutuhan RTH dalam menyerap CO 2 = ,3772 Gg CO 2 0, Gg CO 2 /tahun/ha = ,1708 Ha

39 Lampiran 4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) % A. Kawasan Lindung 1. Sempadan Sungai Sempadan Danau/Situ Kawasan Pelestarian Alam - Hutan Kota Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Eks-Situ (Kebun Raya Bogor) 5. RTH Lereng > 40% B. Kawasan Budidaya 1. Perumahan Industri Perdagangan dan Jasa Militer Pemerintahan Pertanian Pertanian Penelitian Fasilitas Sosial dan Umum Tempat Pemakamam Umum (TPU) Fasilitas Olahraga (lapangan Olahraga) Taman Kota Taman WP, Kec, Kel, Lingkungan RTH - Kebun Penelitian RTH Infrastruktur a. Sempadan SUTET, Kereta Api b. Sempadan Jalan Tol c. Sempadan Jalan Total Jalan, Sungai, Situ Luas Kota Sumber : BAPPEDA Kota Bogor (2011) 27

40 28 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Desember Penulis merupakan Putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Asep Sape i dan Ibu Idah Fitnurillah. Pendidikan formal di tempuh di SD Negeri Cilendek Tengah Bogor, SMP Negeri 4 Bogor, dan SMA Negeri 5 Bogor. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) dan tahun 2009 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna Himakova periode Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang, Jawa Barat (2010), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Sancang-Papandayan (2010), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2011), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi (2011), dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Komodo, NTT (2012). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di Kota Bogor dengan judul Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) di bawah bimbingan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc. dan Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc.

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Lubena Hajar Velayati 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERDASARKAN EMISI KARBONDI- OKSIDA DI KOTA PRABUMULIH PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERDASARKAN EMISI KARBONDI- OKSIDA DI KOTA PRABUMULIH PROVINSI SUMATERA SELATAN Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 6 No. 1 (Juli 2016): 45-52 e-issn: 2460-5824 Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl/ doi : 10.19081/jpsl.6.1.45 KEBUTUHAN HUTAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Habib Abdullah 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 55-69 (2005) Artikel (Article) PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA: (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH

APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO 2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH NOOR AENNI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

Oleh: Ari August Bagastya Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta. ABSTRAK

Oleh: Ari August Bagastya Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta. ABSTRAK Analisis Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pemenuhan Oksigen Di Kota Magelang Analysis Of Green Open Space Needs Based On The Fulfillment Of Oxygen Needs In The Magelang City Oleh: Ari August Bagastya Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar RUNIA CHRISTINA GULTOM INDAYATI LANYA*) I WAYAN NUARSA Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 55-69 (2005) Artikel (Article) PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA: (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya ABSTRACT

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya   ABSTRACT ANALISIS SERAPAN KARBONDIOKSIDA BERDASARKAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA (Analysis of Carbon dioxide s Absorption Based on Land Cover in Palangka Raya) Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya e-mail:

Lebih terperinci