BAB2 Evaluasi. Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu & Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB2 Evaluasi. Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu & Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan"

Transkripsi

1 BAB2 Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Lalu & Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan

2 Proses evaluasi hasil pelaksanaan RKPD tahun lalu yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan proses penilaian kebijakan perencanaan yang telah disusun dan yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 hingga tahun berjalan. Proses tersebut sangat strategis dalam pencapaian tujuan pembangunan Provinsi DKI Jakarta. Oleh karenanya, evaluasi hasil pelaksanaan RKPD tahun lalu harus dilakukan secara sistematis, profesional dan terstruktur agar hasil evaluasi ini benar-benar akuntabel dan berkualitas. Pada BAB ini akan disajikan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan serta pencapaian Indikator Kinerja Provinsi DKI Jakarta tahun 2016 dan tahun berjalan sebagai acuan pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Namun demikian, untuk memberikan gambaran terkait kondisi Provinsi DKI Jakarta terlebih dahulu akan disajikan data dan penjelasan mengenai gambaran umum kondisi Provinsi DKI Jakarta. 2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah Sejarah Kota Jakarta Sejarah Kota Jakarta bermula dari sejarah berdirinya kerajaan Hindu Sunda, Dayeuh Pakuan Padjajaran atau Pajajaran, yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Pajajaran tersebut memiliki 6 (enam) pelabuhan utama, yaitu pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Cimanuk dan Sunda Kalapa. Pelabuhan Sunda Kalapa, yang terletak di Muara Kali Ciliwung, merupakan pelabuhan terpenting bagi Kerajaan Pajajaran karena dapat ditempuh dalam 2 (dua) hari dari Ibukota Kerajaan yang terletak di daerah Jawa Barat dekat Kota Bogor sekarang. Pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk dan menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah yang datang membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutera, kain, wangiwangian, kuda, anggur dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah 1. 1 Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Wikipedia, dilihat 18 April 2017, 58

3 Armada bangsa Eropa pertama berlabuh di Sunda Kalapa pada tahun Adalah 4 (empat) kapal Portugis yang berlayar dari Malaka merapat ke Sunda Kalapa ketika sedang mencari rute perdagangan rempah. Raja Hindu Sunda saat itu, Surawisesa 2, membuat perjanjian aliansi dengan bangsa Portugis dan mengizinkan Portugis membangun benteng pada tahun 1522 dalam rangka membantu pertahanan untuk menghadapi kekuatan Kerajaan Islam Demak 3 dan Cirebon yang hendak memisahkan diri 4. Sebelum pembangunan benteng terlaksana, Cirebon dibantu Demak langsung menyerang Sunda Kalapa pada tahun 1527 dipimpin oleh Fatahillah. Penyerangan ini telah membumihanguskan kota pelabuhan tersebut, membunuh banyak rakyat Sunda dan sekaligus mengusir Portugis keluar dari Sunda Kelapa. Fatahillah, segera menunjuk pembantunya untuk memerintah kota dan mengganti nama Bandar Sunda Kelapa dengan Fathan Mubina atau Jayakarta, yang berarti Kemenangan Akhir dan menjadi bagian dari Kesultanan Cirebon. Tanggal 22 Juni 1527 dinyatakan sebagai tanggal dikuasainya Sunda Kelapa oleh Falatehan, setelah mengusir penjajahan Portugis atas pendudukannya di wilayah Kerajaan Pajajaran. Tanggal tersebut selanjutnya diresmikan melalui keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/ Selanjutnya, Jayakarta diserahkan dari Kesultanan Cirebon kepada Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati 6 Setelah singgah ke Banten pada tahun 1596, Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16 saat Jayakarta dipimpin oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada tahun 1916, Jan Pieterszoon Coen memimpin Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menduduki Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Stad Batavia pada 4 Maret 1621, sekaligus mengubah sistem pemerintahannya 7. Selanjutnya, Belanda mengembangkan Stad Batavia menjadi kota yang besar dan penting. Belanda mengembangkan kanal-kanal dalam 2 Ibid 3 Jakarta, Wikipedia, dilihat 18 April 2017, 4 Daerah Khusus Ibukota Jakarta, op. cit. hlm 58 5 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, Rangkaian Perubahan Nama Kota Jakarta, dilihat 3 Februari 2017, 6 Daerah Khusus Ibukota Jakarta, op. cit. 7 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit. 59

4 kota seperti kota-kota besar lainnya di Belanda. Untuk pembangunan kota, VOC banyak mendatangkan budak-budak sebagai pekerja, yang kebanyakan berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok dan pesisir Malabar, India 8 Gambar 2.1 Peta Jayakarta Sumber: Museum Penerangan TMII Pada tanggal 1 April 1905 Stad Batavia berubah dan berkembang membentuk 2 (dua) Kotapraja atau Gemeente, yaitu Gemeente Batavia dan Meester Cornelis (daerah Jatinegara) serta diberikan kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri sebagai bagian dari Pemerintah Hindia Belanda. Gemeente Batavia merupakan Pemerintah Daerah yang pertama kali dibentuk di Hindia Belanda. Luas wilayah Gemeente Batavia kurang lebih 125 km², tidak termasuk pulau-pulau di Teluk Jakarta (Kepulauan Seribu). Pada tahun 1908 wilayah Afdeling Batavia dibagi menjadi 2 Distrik, yakni Distrik Batavia dan Weltevreden yang dibagi lagi menjadi 6 sub Distrik (Onderdistrik). Distrik Batavia terdiri dari sub Distrik Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priuk sedangkan Distrik Weltevreden terdiri dari sub Distrik Gambir, Senen, dan Tanah Abang. Gemeente Batavia selanjutnya diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia 8 Daerah Khusus Ibukota Jakarta, op. cit. hlm 58 9 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit. hlm 59 60

5 pada tanggal 8 Januari , dengan wilayah yang terintegrasi antara Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Gambar 2.2 Tijgersgracht Batavia 11 Gambar 2.4 Peta Batavia Sumber: Wikipedia Gambar 2.3 Peta Batavia Sumber: Wikipedia Sumber: Wikipedia Pada tanggal 5 Maret 1942 Kota Batavia jatuh ke tangan bala tentara Jepang dan pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dan mengganti nama kota menjadi ジャカルタ特別市 atau Jakaruta Tokubetsu Shi 14, untuk menarik hati penduduk pada masa Perang Dunia II. 10 Ibid 11 Batavia, Dutch East Indies, Wikipedia, dilihat 20 Maret 2017, 12 Ibid 13 Ibid 14 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit. hlm 60 61

6 Pemerintah Jepang selanjutnya menerbitkan Undang-Undang Nomor tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi satuan-satuan daerah yang disebut Pemerintahan Keresidenan (Syuu). Keresidenan (Syuu) dibagi lagi menjadi beberapa Kabupaten (Ken) dan Kota (Shi). Pada masa pendudukan Jepang tersebut, Jakarta merupakan satu-satunya pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) di Indonesia. Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Jakarta sempat diduduki oleh Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia sampai tahun Posisi Ibukota Negara sempat dipindahkan ke Jogjakarta 15. Setelah pengakuan kedaulatan di Den Haag pada akhir tahun 1949, Ibukota negara kembali ke Jakarta, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor , di mana kedudukan kota Djakarta ditetapkan sebagai daerah Swatantra yang disebut Kotapradja Djakarta Raya dengan Walikotanya adalah Soewiryo ( ), Syamsuridjal ( ), dan Soediro ( ). Kota Djakarta ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I dengan Kepala Daerah yang berpangkat Gubernur pada tanggal 15 Januari Pada periode Gubernur Soemarno ( ) terbit UU Nomor tentang pembentukan Pemerintahan Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya. Sejak itu disebut Pemerintah DCI Djakarta Raya. Pada periode Gubernur Henk Ngantung ( ) terbit UU Nomor tentang Djakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia dengan nama Djakarta. Sejak itu Pemerintah DCI Djakarta Raya berubah menjadi Pemerintah DCI Djakarta. Pemerintah DCI Djakarta berubah menjadi Pemerintah Daerah DKI Djakarta pada periode Gubernur Ali Sadikin ( ). Adapun gubernur selanjutnya berturut-turut yaitu Tjokropranolo ( ), Soeprapto ( ) dan Wiyogo Atmodarminto ( ). Pada periode Gubernur Wiyogo Atmodarminto terbit UU Nomor tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Daerah DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sampai dengan periode Gubernur Surjadi Soedirdja ( ). 15 Jakarta, Wikipedia, op. cit. hlm 59 62

7 Pada periode Gubernur Sutiyoso ( ) terbit Undang-Undang Nomor tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada akhir masa jabatan Gubernur Sutiyoso terbit Undang-Undang Nomor tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, sebutan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berubah. Sampai dengan saat ini Undang-Undang tersebut masih berlaku dan menjadi acuan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Provinsi DKI Jakarta Otonomi Daerah di Provinsi DKI Jakarta Menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Dengan Otonomi Provinsi DKI Jakarta yang diletakkan pada tingkat provinsi maka Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta harus mengikuti dan menuruti asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tersebut juga menyatakan bahwa Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Sebagai konsekuensi kedua peran di atas, maka dalam hal perencanaan pembangunan juga mempunyai metode pendekatan tersendiri dan berbeda dengan provinsi lainnya. Dalam hal ini proses ini dimulai dari tingkat Rukun Warga (RW) sampai tingkat provinsi dan diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian Pendahuluan. Sementara itu, Pemerintah Kota dan Kabupaten hanya bersifat kota administrasi. Sedangkan DPRD hanya ada pada tingkat provinsi, tidak ada pada tingkat Kota dan Kabupaten Administrasi. 63

8 Selain sebagai ibukota negara kesatuan republik Indonesia, Jakarta mempunyai peran yang penting dan multifungsi. Secara ekonomi Jakarta merupakan kota yang berkontribusi paling tinggi bagi perekonomian nasional, yaitu sekitar 17 persen dari total produk demostik bruto nasional. Selain itu, Jakarta juga merupakan pusat kegiatan keuangan di tingkat nasional. Jakarta juga merupakan pusat kegiatan pemerintahan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Dengan demikian maka Jakarta akan sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan untuk aspek luar negeri. Sebagai kota internasional tempat komunikasi antar berbagai suku bangsa, maka penting bagi Jakarta dalam melakukan dialog budaya. Jadi secara umum budaya Jakarta dapat dikatakan sebagai pusat akulturasi antara budaya asing dan budaya domestik. Fungsi lainnya adalah bahwa Provinsi DKI Jakarta juga sebagai daerah otonom. Fungsi ini mendorong Pemerintahan provinsi DKI Jakarta harus mempunyai pemerintahan yang solid, kompeten, berwibawa, tanggap, bersih dan profesional. Sehingga masyarakat dapat terlayani dengan baik dan puas. Dengan dasar uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom. Dengan fungsi tersebut ini maka Jakarta mempunyai karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen. Namun demikian, dalam pengelolaan wilayahnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor Undang-Undang tersebut mendasari pembentukan Perangkat Daerah yang akan berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan Jakarta yang spesifik. 64

9 2.1.3 Aspek Geografi dan Demografi Provinsi DKI Jakarta dalam lingkup kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki peran strategis, yaitu sebagai Ibukota NKRI. Sebagai ibukota NKRI berimplikasi bahwa Jakarta mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan provinsi lain. Hal ini menngakibatkan bahwa tantangan dan permasalahan yang dimiliki lebih kompleks dibandingkan daerah lain. Dalam rangka menjawab tantangan dan permasalahan yang ada, perlu memperhatikan kondisi dan potensi eksisting yang ada termasuk posisi geografis. Hal ini dimaksudkan agar upaya pembangunan yang dilakukan dapat berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang sehingga keberlanjutannya dan kelestarian lingkungan terjaga dengan baik Karakteristik Lokasi dan Wilayah Luas dan Batas Wilayah Administrasi Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007 tentang Penataan, Penetapan Batas dan Luas Wilayah Kelurahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, secara geografis luas wilayah DKI Jakarta adalah 7.639,83 km², dengan luas daratan 662,33 km² termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan luas lautan 6.977,5 km². Secara rinci, batas administrasi Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar berikut: 65

10 Gambar 2.5 Peta Administrasi Provinsi DKI Jakarta Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta

11 Batas sebelah utara Jakarta terbentang pantai sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way. Sebagian besar karakteristik wilayah Provinsi DKI Jakarta berada di bawah permukaan air laut pasang. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian wilayah di Provinsi DKI Jakarta rawan genangan, baik karena curah hujan yang tinggi maupun karena semakin tingginya air laut pasang (rob). Selanjutnya dapat dilihat pada gambar di atas bahwa batas wilayah sebelah barat Provinsi DKI Jakarta adalah Provinsi Banten, serta di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat. Dalam hal administrasi pemerintahan, Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 5 (lima) Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi. Hal tersebut dimaksudkan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Wilayah kecamatan terbagi menjadi 44 Kecamatan, dan Kelurahan menjadi 267 Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut: No. Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2016 Kota/ Kabupaten Luas Area Jumlah Administrasi (km 2 )* Kecamatan* Kelurahan* RW** RT** (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Jakarta Pusat 48, Jakarta Utara 146, Jakarta Barat 129, Jakarta Selatan 141, vf Jakarta Timur 188, Kepulauan Seribu 8, Jumlah 662, *) Sumber: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007 **) Sumber : Biro Tata Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 2016 Wilayah Provinsi DKI Jakarta terluas adalah Kota Administrasi Jakarta Timur, yaitu 28,39 persen dari luas Provinsi DKI Jakarta, sedangkan wilayah terkecil adalah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 1,31 persen, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar berikut: 67

12 Kepulauan Seribu 1,31% Jakarta Utara 22,14% Jakarta Barat 19,56 % Jakarta Pusat 7,27% Jakarta Timur 28,39% Jakarta Selatan 21,33% Gambar 2.6 Komposisi Pembagian Wilayah Kota dan Kabupaten Administrasi Sumber: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun Letak dan Kondisi Geografis Secara astronomis Provinsi DKI Jakarta terletak antara 6 12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Dilihat dari posisi geostrategis, Provinsi DKI Jakarta terletak di sisi utara bagian barat Pulau Jawa, dengan bagian utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sedangkan sisi timur dan selatan Provinsi DKI Jakarta berbatasan dengan wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, serta sisi barat berbatasan dengan wilayah Provinsi Banten. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia sehingga tidak memiliki kawasan pedalaman maupun kawasan terpencil. Sebagian wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan kawasan pesisir, dengan luas wilayah pesisir sekitar 155 km yang membentang dari timur ke barat sepanjang kurang lebih 35 km, dan menjorok ke darat sekitar 4-10 km. Selain memiliki daerah pesisir, DKI Jakarta juga memiliki

13 pulau yang tersebar pada 2 (dua) Kecamatan di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pulau-pulau di wilayah tersebut memiliki luas beragam, sebanyak 30 persen memiliki luas lebih dari 10 Ha, sebanyak 25 persen memiliki luas antara 5-10 Ha, dan sisanya sebanyak 45 persen berukuran kurang dari 5 Ha. Pulau-pulau tersebut memanjang dari utara ke selatan dengan ciri-ciri berpasir putih dan bergosong karang, serta beriklim tropis panas dengan kelembaban berkisar antara persen. Dari 110 pulau yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, hanya 11 pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Lancang Besar, Pulau Pari, Pulau Payung Besar, Pulau Tidung Besar, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, dan Pulau Sebira Topografi Jika Topografi Provinsi DKI Jakarta dianalisis dari aspek ketinggian lahan dan kemiringan lahan, Provinsi DKI Jakarta terletak pada dataran rendah dengan ketinggian rata-rata kurang lebih 7 meter di atas permukaan laut 16. Sedangkan, sekitar 40 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa dataran yang permukaan tanahnya berada 1-1,5 meter di bawah muka laut pasang. Hal tersebut mengakibatkan kemiringan lahan sebagaimana digambarkan pada Gambar berikut. 16 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, Jakarta Dalam Angka 2016, No. Publikasi , BPS, Jakarta 69

14 Gambar 2.7 Peta Kemiringan Lereng Daerah Jabodetabek Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta Dapat dilihat bahwa sekitar 0-3 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu memiliki kecenderungan datar, sementara daerah hulu dimana sungai-sungai yang bermuara di Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian yang cukup tinggi yaitu sekitar 8-15 persen di wilayah Bogor dan Cibinong, sedangkan daerah Ciawi-Puncak memiliki ketinggian lebih dari 15 persen. Fenomena banjir yang terjadi di Jakarta tidak lepas dari kemiringan lerengnya, lokasi kota Jakarta sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3 di atas, masih tergolong dalam tingkat kemiringan lereng 0-3 persen. Kemiringan lereng pada kota Tangerang dan Bekasi memiliki karakteristik yang sama, sehingga dapat dinyatakan bahwa sebagian besar kawasan Jabodetabek berada pada kemiringan lereng relatif landai. Dengan kondisi kemiringan lahan yang demikian, ditambah dengan 17 sungai yang mengalir di wilayah Provinsi DKI Jakarta menyebabkan kecenderungan semakin rentannya wilayah Jakarta untuk tergenang air dan banjir pada musim hujan. Terlebih jika memperhatikan tingginya tingkat perkembangan wilayah di sekitar Jakarta, 70

15 menyebabkan semakin rendahnya resapan air kedalam tanah dan menyebabkan run off air semakin tinggi, yang pada gilirannya akan memperbesar ancaman banjir di wilayah Provinsi DKI Jakarta Geologi Secara geologis, seluruh daerah di Jakarta terlihat bahwa strukturnya terdiri dari endapan Pleistocene yang terdapat ± 50 meter di bawah permukaan tanah. Di sisi utara, permukaan keras baru terdapat pada kedalaman meter, semakin ke selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8-15 meter, pada sebagian wilayah, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat pada kedalaman 40 meter. Sedangkan struktur di sisi selatan terdiri atas lapisan alluvial. Pada dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 Kilometer. Di bawah terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena timbunan seluruhnya oleh endapan alluvium. Gambar 2.4 berikut memberikan informasi tentang peta geologi teknik Kawasan Jabodetabekpunjur. 71

16 Gambar 2.8 Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta Secara umum, karakteristik keteknikan tanah dan batuan Provinsi DKI Jakarta menunjukan bahwa terdapat 4 karakteristik utama, yaitu: a. Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan aluvial sungai dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran. Semakin kearah utara mendekati pantai di permukaan berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapan antara perselang-seling lapisannya bekisar antara 3-12 meter, namun ketebalan secara keseluruhan endapan tersebut diperkirankan mencapai 300 meter. Lanau lempungan tersebar secara dominan di permukaan, abu-abu kehitaman sampai abu-abu kecoklatan, setempat mengandung material organik, lunak-teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lanau pasiran, kuning keabuan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lempung pasiran, abu-abu kecokolatan, tegus, plastisitas sedang-tinggi. 72

17 Pada beberapa tempat nilai penetormeter saku (qu) untuk lanau lempungan antara lanau pasiran antara 2-3 kg/cm 2 dan lempung pasiran antara 1,5-3 kg/cm 2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lanau lempungan antara 1,5-5 m, lanau pasiran antara 0,5-3 meter dan lempung pasiran antara 1-4 m dan kisaran nilai tekanan konus lanau lempungan antara 2-20 kg/m 2, lanau pasiran antara kg/m 2 dan lempung pasiran antara kg/m 2. b. Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang pantai berangsur-angsur dari atas kebawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal endapan antara 4,5-13 meter. Di permukaan didominasi oleh pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah terurai. Pasir berbutir halus-sedang, mengandung lempung, setempat kerikilan dan pecahan cangkang kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plasitisitas sedang. Di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) untuk pasir lempungan antara 0,75-2 kg/cm 2 dan lanau pasiran antara 1,5-3 kg/cm 2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) pasir lempungan antara 3-10 m dan lanau pasiran antara 1,5-3 meter dan kisaran nilai tekanan konus pasir lempungan antara kg/m 2 dan lanau pasiran antara 2-10 kg/m 2. c. Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan endapan limpah banjir sungai. Satuan tersebut tersusun beselang-selang antara lempung pasrian dan pasir lempungan. Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, coklat, dengan plasitisitas sedang, konsistensi lunak-teguh. Pasir lempungan berwarna abu-abu, angka lepas, berukuran pasir halus-kasar, merupakan endapan alur sungai dengan ketebalan 1,5-17 meter. d. Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan kipas aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran dengan tebal palisan antara 3-13,5 meter. Lempung lanauan tersebar secara dominan di permukaan, coklat kemerahan hingga coklat kehitaman, lunak-teguh, plasitisitas tinggi. Lanau pasiran, merahkecoklatan, teguh, plasitisitas sedang-tinggi. Di beberapa tempat nilai penetrometer saku untuk lempung antara 0,8-2,85 kg/cm 2 dan lanau lempungan antara 2,3-3,15 kg/cm 2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lempung antara 1,5-6 m dan lanau lempungan antara 1,5-7,5 meter. Kisaran nilai tekanan konus lempung antara 73

18 2-50 kg/m 2 dan lanau lempungan antara kg/m 2. Tufa dan konglomerat melapuk menengah tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasir halus-kasar, agak padu dan rapuh. Gambar 2.9 Potongan Melintang Selatan Utara Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan vulkanik quarter yang terdiri dari 3 (tiga) formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira 80 meter. Formasi Citalang didominasi oleh batu pasir pada bagian bawahnya dengan bagian atasnya merupakan batu lempung, sedangkan di beberapa tempat terdapat breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh Atas. Formasi Kaliwangu didominasi oleh batu lempung diselingi oleh batu pasir yang memiliki kedalaman sangat bervariasi, dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 meter dan di sekitar Babakan, formasi Parigi mendesak keatas hingga kedalaman 80 meter. 74

19 Dengan kondisi geografis demikian, disadari bahwa Jakarta termasuk wilayah rawan banjir Hidrologi Potensi air bawah tanah di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar terletak dalam cekungan air bawah tanah yang tidak mengenal batas administrasi pemerintahan dan bersifat lintas Kabupaten/Kota yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, yang secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 716 K/40/MEM/2003 tentang Batas Horisontal Cekungan Air Tanah Di Pulau Jawa dan Pulau Madura, berikut Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Menurut keputusan tersebut, Provinsi DKI Jakarta berada pada Cekungan Air Tanah (CAT) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta yang merupakan cekungan air tanah lintas Provinsi, yang berada di antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat dengan luas sekitar km 2. Sebarannya mencakup sebagian Kota Tangerang dan sebagian Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian Kabupaten Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi. Litologi akuifer utama dari cekungan air tanah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan: endapan sungai pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah; endapan kipas gunung api; pasir, kerikil, dan kerakal; endapan pematang pantai; pasir haluskasar mengandung cangkang moluska; tuf Banten; tuf, tuf batu apung; dan batu pasir tufan. Jumlah air tanah bebas 803 juta m 3 /tahun, sedangkan jumlah air tanah tertekan 40 juta m 3 /tahun. Sistem akufiernya bersifat multi layers yang dibentuk oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai 250 meter. Ketebalan akuifer tunggal antara 1 5 meter, terutama berupa lanau sampai pasir halus. Kelulusan horizontal antara 0,1 40 meter/hari, sementara kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah CAT Jakarta sekitar 250 m 2 /hari air tanah pada endapan kuarter mengalir pada system akuifer ruang antar bulir. Di daerah pantai umumnya didominasi oelh air tanah panyau/asin yang berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai sekitar kedalaman 40 mbmt dan mencapai kedalaman maksimum 150 mbmt. 75

20 Pembagian system akuifer di CAT Jakarta yang hingga saat ini digunakan adalah sebagai berikut: o o o Sistem akufier tidak tertekan yang berada pada kedalaman 0-40 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer I Sistem akuifer tertekan atas yang berada pada kedalaman mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer II Sistem akuifer tertekan bawah yang berada pada kedalaman mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer III Pembagian akuifer di CAT Jakarta tersebut didasarkan atas dijumpainya lempung berfaies laut yang memisahkan sistem akuifer yang satu dengan lainnya. Mengatasi sistem akuifer di daerah pemantauan adalah endapan tersier yang bersifat relatif sangat kedap air.berdasarkan letaknya, Kota Jakarta termasuk kota delta (delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai yang umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Meskipun demikian, keberadaan sungai dan laut menyebabkan sebuah delta city memiliki keunggulan strategis, terutama dalam hal transportasi perairan. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Panjang dan luas dari masing-masing sungai/kanal menurut peruntukannya adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Panjang dan Luas Sungai/Kanal di Provinsi DKI Jakarta No. Sungai/Kanal Panjang (m) Luas (m 2 ) Peruntukan (1) (2) (3) (4) (5) 1. Ciliwung Usaha Perkotaan 2. Krukut Air Baku Air Minum 3. Mookervart Air Baku Air Minum 4. Kali Angke Usaha Perkotaan 5. Kali Pesanggarahan Perikanan 6. Kali Grogol Perikanan 7. Kali Cideng Usaha Perkotaan 8. Kalibaru Timur Usaha Perkotaan 9. Cipinang Usaha Perkotaan 10. Sunter Usaha Perkotaan 17 Ibid 76

21 No. Sungai/Kanal Panjang (m) Luas (m 2 ) Peruntukan (1) (2) (3) (4) (5) 11. Cakung Usaha Perkotaan 12. Buaran Usaha Perkotaan 13. Kalibaru Barat Air Baku Air Minum 14. Cengkareng Drain Usaha Perkotaan 15. Jati Kramat Usaha Perkotaan 16. Ancol Usaha Perkotaan 17. Banjir Kanal Barat Perikanan Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Klimatologi Dalam hal musim, wilayah Indonesia pada umumnya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Untuk wilayah Jakarta yang termasuk dalam wilayah iklim tropis memiliki karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga September. Untuk Jakarta puncak musim penghujan terjadi pada bulan November hingga Januari dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan hari hujan tertinggi selama 26 hari terjadi pada bulan Januari 18, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan Menurut Bulan Provinsi DKI Jakarta No. Bulan Curah Curah Curah Banyaknya Banyaknya Banyaknya Hujan Hujan Hujan (mm 2 HariHujan ) (mm 2 Hari Hujan ) (mm 2 Hari Hujan ) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Januari 621, Februari 146, Maret 184, April 204, Mei 101, Juni 256, Juli 256, Agustus 61, Ibid 19 Ibid 77

22 No. Bulan Curah Hujan (mm 2 ) Banyaknya HariHujan Curah Hujan (mm 2 ) Banyaknya Hari Hujan Curah Hujan (mm 2 ) Banyaknya Hari Hujan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 9. September 49, Oktober 110, November 196, Desember 338, Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016 Dengan posisi yang spesifik, cuaca di kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan darat yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam. Dalam hal temperatur, temperatur Jakarta rata-rata terendah terjadi pada bulan Februari, sedangkan tertinggi pada bulan September. Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Kondisi ini dapat dipahami karena perubahan suhu udara di kawasan Jakarta seperti wilayah lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh musim, melainkan oleh perbedaan ketinggian wilayah. Suhu udara harian rata-rata pada daerah pantai di wilayah Utara Jakarta umumnya relatif tidak berubah, baik pada siang maupun malam hari. Secara rinci data suhu udara Provinsi DKI Jakarta tahun dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 2.4 Suhu Udara Jakarta Menurut Bulan Provinsi DKI Jakarta Suhu Udara ( C) Suhu Udara ( C) Suhu Udara ( C) No. Bulan Rata- Rata- Rata- Max Min Max Min Max Min rata rata rata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1. Januari 32,6 22,6 26,9 33,0 23,0 26,6 33,55 22,98 28,26 2. Februari 34,0 22,8 27,9 32,8 22,8 26,6 32,88 22,65 27,76 3. Maret 35,2 24,0 28,8 34,4 23,9 28,0 34,05 23,55 28,80 4. April 34,6 24,0 28,7 35,2 23,2 28,8 34,33 24,03 29,18 5. Mei 35,0 23,4 28,7 35,2 25,0 29,3 34,20 23,63 29,91 6. Juni 33,5 23,0 27,3 34,4 24,2 28,6 34,88 23,45 29,16 7. Juli 33,5 23,0 27,3 34,2 23,4 28,0 34,55 23,48 29,01 8. Agustus 35,0 22,4 28,6 34,6 24,0 28,7 34,40 22,40 28,40 9. September 35,4 24,2 29,0 37,0 24,0 29,2 34,98 23,75 29, Oktober 35,8 22,4 29,4 36,8 25,0 29,8 36,00 24,43 30, November 35,0 23,4 28,5 36,0 23,8 29,4 35,15 24,08 29, Desember 35,0 23,0 27,7 34,8 24,1 28,1 34,48 23,10 28,79 Sumber : Jakarta Dalam Angka Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Ibid 78

23 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan terbagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, pertanian, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, pendidikan tinggi, pesisir dan pulaupulau kecil, serta kawasan militer dan kepolisian. Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan fisik wilayah DKI Jakarta ditandai oleh semakin luasnya lahan terbangun. Perkembangan lahan terbangun berlangsung dengan pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktifitasnya. Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwasanya ketersediaan lahan menjadi permasalahan yang penting bagi pembangunan Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan fisik di Jakarta terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai oleh pembangunan gedung perkantoran, sarana ekonomi dan sosial serta infrastruktur kota lainnya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari semakin majunya pembangunan dan perekonomian Jakarta. Gambaran penggunaan lahan di DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut. Peruntukan lahan untuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu 48,41 persen dari luas daratan utama DKI Jakarta. Sedangkan luasan untuk peruntukan bangunan industri, perkantoran dan perdagangan hanya mencapai 15,68 persen. 79

24 Gambar 2.10 Peta Penggunaan Lahan di Provinsi DKI Jakarta Sumber: RTRW Provinsi DKI Jakarta

25 2.1.5 Potensi Pengembangan Wilayah Jakarta merupakan wilayah yang sangat strategis baik dalam lingkup nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itulah, dalam pengembangan wilayah memperhatikan lingkungan strategis sekitarnya. Dalam pengembangan wilayah, rencana struktur ruang DKI Jakarta merupakan perwujudan dan penjabaran dari struktur ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur. Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan struktur ruang telah memperhatikan berbagai aspek lingkungan strategis yang diduga akan mempengaruhi perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan. Rencana struktur ruang yang dikembangkan di DKI Jakarta meliputi empat struktur ruang, yaitu sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan transportasi, sistem prasarana sumber daya air, dan sistem dan jaringan utilitas perkotaan. Sistem pusat kegiatan terdiri dari sistem pusat kegiatan primer dan sekunder. Sistem dan jaringan trasnportasi terdiri dari sistem dan jaringan transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Selanjutnya sistem prasarana sumber daya air terdiri dari sistem konservasi sumber daya air, sistem pendayagunaan sumber daya air, dan sistem pengendalian daya rusak air. Sedangkan sistem dan jaringan utilitas perkotaan terdiri atas sistem dan jaringan air bersih, sistem prasarana dan sarana pengelolaan air limbah, sistem prasarana dan sarana pengelolaan sampah, sistem dan jaringan energi, serta sistem dan jaringan telekomunikasi. Pusat kegiatan di Provinsi DKI Jakarta terlihat pada peta berikut. 81

26 Gambar 2.11 Peta Rencana Struktur Ruang Daratan Provinsi DKI Jakarta Sumber: RTRW Provinsi DKI Jakarta

27 2.1.6 Wilayah Rawan Bencana Bencana yang berpotensi melanda wilayah Jakarta adalah banjir dan genangan air, kebakaran serta gempa bumi. Bencana yang menjadi perhatian khusus bagi Jakarta adalah banjir. Banjir dan genangan air di Jakarta utamanya disebabkan oleh curah hujan lokal yang tinggi, curah hujan yang tinggi di daerah hulu yang berpotensi menjadi banjir kiriman, dan Rob atau air laut pasang yang tinggi di daerah pantai utara. Selain itu, terjadinya banjir dan genangan air di Jakarta juga disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi dengan optimal, tersumbatnya sungai dan saluran air oleh sampah dan berkurangnya wilayah-wilayah resapan air akibat dibangunnya hunian pada lahan basah atau daerah resapan air serta semakin padatnya pembangunan fisik. Hal lainnya adalah prasarana dan sarana pengendalian banjir yang belum berfungsi maksimal. Wilayah terdampak banjir di DKI Jakarta pada tahun 2016 sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini, di mana terjadi pergeseran wilayah terdampak ke wilayah selatan Jakarta. Gambar 2.12 Peta Banjir 2016 Sumber : BPBD Provinsi DKI Jakarta 83

28 Hal lain yang dapat memperparah dampak banjir dan genangan adalah penurunan permukaan tanah (land subsidence). Secara umum laju penurunan tanah yang terdeteksi adalah sekitar 1-15 cm per tahun, bervariasi secara spasial maupun temporal. Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan (settlement), penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan lapisan tanah, serta penurunan karena gaya gaya tektonik. Beberapa daerah yang mengalami subsidence cukup besar yaitu Cengkareng Barat, Pantai Indah Kapuk, sampai dengan Dadap. Nilai subsidence paling besar terdapat di daerah Muara Baru. Sementara untuk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan nilai subsidence relatif kecil. Peta penurunan tanah DKI Jakarta dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar berikut. 84

29 Gambar 2.13 Peta Penurunan Muka Tanah di Provinsi DKI Jakarta Sumber : RTRW Provinsi DKI Jakarta

30 Bencana lain yang sering terjadi di Jakarta adalah kebakaran. Bencana ini umumnya terjadi di lokasi permukiman padat penduduk dan lingkungan pasar yang pada umumnya disebabkan oleh arus pendek listrik. Bahaya kebakaran diperkirakan akan terus menjadi ancaman apabila tidak tumbuh kesadaran masyarakat untuk hidup dengan budaya perkotaan. Di wilayah DKI Jakarta terdapat 53 Kelurahan rawan bencana kebakaran. Pada bulan November 2016, terdapat 56 kejadian bencana kebakaran di Jakarta dengan sebaran sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut Gambar 2.14 Peta Lokasi Kebakaran Bulan November 2016 Sumber : BPBD Provinsi DKI Jakarta Terkait dengan potensi gempa bumi, di sekitar Jakarta diperkirakan terdapat 10 sumber gempa dengan potensi terbesar di sekitar Selat Sunda, yang selama ini aktif dan berpotensi menimbulkan risiko bencana. Berdasarkan data seismik kegempaan seluruh Indonesia, di selatan Jawa bagian barat terdapat seismic gap (daerah jalur gempa dengan kejadian gempa yang sedikit dalam jangka waktu lama) yang juga menyimpan potensi gempa yang tinggi terhadap Jakarta. Kondisi Jakarta Bagian Utara yang merupakan batuan atau tanah lunak akan lebih rentan terhadap dampak gempa 86

31 dibandingkan wilayah Jakarta bagian selatan. Kawasan rawan bencana di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar berikut. Berdasarkan peta kawasan rawan bencana gempa bumi Jawa bagian barat, potensi gempa bumi di wilayah DKI Jakarta termasuk kategori tingkat menengah sampai rendah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah menyusun peta zonasi gempa Level I Level II, yaitu sampai dengan peta kondisi kerentanan batuan/tanah dan respon gempa berdasarkan data sekunder. 87

32 Gambar 2.15 Peta Kawasan Rawan Bencana Alam di Provinsi DKI Jakarta Sumber: RTRW Provinsi DKI Jakarta

33 2.1.7 Demografi Pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, dan migrasi. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mencapai jiwa. Dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 sebanyak jiwa atau 50,25 persen dari jumlah keseluruhan penduduk, lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan yaitu sebanyak jiwa atau 49,74 persen. Oleh karenanya, Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 memiliki sex ratio sebesar 101,04 penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Rincian perkembangan komposisi penduduk dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 2. 5 Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No. Uraian Satuan SP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Laki-laki Jiwa Perempuan Jiwa Jumlah Jiwa Pertumbuhan % 0,78 1,13 1,09 1,06 1,09 5. Densitas Ribu jiwa/ 12,60 14,89 15,05 15,23 15,37 Km 2 6. Sex Ratio % 102,00 101,80 101,60 101,70 101,04 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan laju pertumbuhan pada tahun 2012 sebesar 1,13 persen, tahun 2013 sebesar 1,09 persen, tahun 2014 sebesar 1,06 persen, dan tahun 2015 sebesar 1,09 persen. Dengan kepadatan penduduk 15,37 ribu jiwa/km 2, Provinsi DKI Jakarta merupakan Provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia. Struktur penduduk Provinsi DKI Jakarta menunjukkan dominasi penduduk usia produktif (15-64) sebagaimana terlihat pada Gambar di bawah. Pada tahun 2015, penduduk usia produktif tercatat sebanyak jiwa atau sebesar 71,51 persen dari total penduduk, penduduk yang belum produktif (0-14 tahun) sebanyak 21 Ibid 89

34 jiwa atau 24,80 persen, dan penduduk yang tidak produktif lagi atau melewati masa pensiun sebanyak atau 3,69 persen. Dengan struktur penduduk tersebut, angka ketergantungan (dependency ratio) DKI Jakarta pada tahun 2015 sebesar 28,49 persen yang berarti dari 100 penduduk usia produktif DKI Jakarta akan menanggung secara ekonomi sebesar 28,49 penduduk usia tidak produktif. Struktur penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 dapat dilihat melalui piramida penduduk pada gambar berikut: Gambar 2.16 Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Secara umum, komposisi penduduk menurut jenis kelamin memiliki tren yang hampir sama antar wilayah Kota/Kabupaten Administrasi, yaitu penduduk laki-laki cenderung berjumlah lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan, hanya Kota Administrasi Jakarta Pusat dan Kota Administrasi Jakarta Utara yang memiliki penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk tertinggi adalah Kota Administrasi Jakarta Timur yaitu sebanyak jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat pada Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu sebanyak jiwa. Rincian jumlah penduduk menurut Kota/Kabupaten Administrasi sebagaimana ditampilkan dalam Tabel berikut: 22 Ibid 90

35 Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kota/Kabupaten Provinsi DKI Jakarta No Kota/Kab. Administrasi Jumlah Penduduk L P Total Rasio Jenis Kelamin (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Jakarta Pusat ,97 2 Jakarta Utara Jakarta Barat ,38 4 Jakarta Selatan ,66 5 Jakarta Timur ,02 6 Kep. Seribu ,86 Jumlah ,04 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Kelahiran dan Kematian Penduduk Faktor utama yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta yaitu jumlah kelahiran dan kematian. Secara keseluruhan, dari data registrasi kelahiran kematian perkawinan perceraian dan pengesahan/pengakuan anak BPS Provinsi DKI Jakarta, jumlah kelahiran dan kematian di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 tercatat sebanyak kelahiran dan kematian. Jumlah kelahiran tertinggi pada tahun 2015 terdapat pada Kota Administrasi Jakarta Timur sebanyak kelahiran, sednagkan jumlah terendah terdapat pada Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sebanyak 1366 kelahiran. Selanjutnya jumlah kematian terbanyak di Kota Administrasi Jakarta Timur sebanyak kematian. Detil jumlah registrasi kelahiran dan kematian di masing-masing Kota/Kabupaten Administrasi adalah sebagai berikut: 23 Ibid 91

36 Tabel 2.8 Registrasi Kelahiran dan Kematian Menurut Kota/Kabupaten Provinsi DKI Jakarta No Kota/Kabupaten Administrasi Kelahiran Umum Kematian (1) (2) (3) (6) 1 Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kep. Seribu Jumlah Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2.2. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pada bagian ini dijabarkan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta sesuai amanat Permendagri No dan format urusan sesuai amanat Undang-Undang No tentang Pemerintahan Daerah Aspek Kesejahteraan Masyarakat Indikator kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam melihat kemajuan suatu wilayah Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggi merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap daerah. Namun manfaat tersebut harus juga dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, aspek pemerataan juga menjadi pertimbangan penting dalam keberhasilan pembangunan. Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan dan pemerataan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. 24 Ibid 92

37 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro adalah data produk domestik regional bruto (PDRB). Terdapat 2 (dua) jenis penilaian PDRB yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Selain menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan, angka PDRB juga bermanfaat untuk bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan Tabel 2.9 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta 2526 PDRB PDRB Atas Dasar Harga Atas Dasar Harga Berlaku Konstan 2010 (juta Rupiah) (juta Rupiah) (1) (2) (3) Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta dalam Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia 2017 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa PDRB Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan yaitu yang semula Rp triliun pada tahun 2010 menjadi Rp trilun pada tahun 2016 (ADHB). Sedangkan berdasarkan ADHK tahun 2000 PDRB Provinsi DKI Jakarta juga mengalami kenaikan yaitu menjadi Rp triliun pada tahun Apabila dilihat dari laju pertumbuhan PDRB, walaupun terus mengalami peningkatan secara nominal laju pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga konstan mengalami tren yang menurun. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 25 Ibid 26 Bank Indonesia 2017, Statitik Ekonomi Keuangan Daerah, BI, Jakarta 93

38 6,6 6,53 6,4 6,2 6 5,8 5,6 6,07 5,91 5,89 5,85 5, Pertumbuhan PDRB (ADHK tahun dasar 2010) Gambar 2.17 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017 Apabila dilihat dari kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB, terlihat bahwa sektor pedagang besar dan eceran merupakan kontributor terbesar terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta dengan nilai kontribusi di atas 16% selama periode diikuti oleh sektor konstruksi dan industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi Provinsi DKI Jakarta pada saat ini terletak pada ketiga sektor tersebut. Dengan demikian, strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta dapat diarahkan untuk menunjang kegiatan perekonomian ketiga sektor tersebut. Untuk dapat melihat lebih lanjut perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta, berikut disajikan gambaran nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku: Tabel 2.10 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d (Juta Rupiah) No Sektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2 Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, op. cit. hlm Bank Indonesia 2017, op. cit. hlm 58 94

39 No Sektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Gas 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6 Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10 Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi 12 Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17 Jasa Lainnya PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dalam buku Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia

40 Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku sebagaimana ditunjukkan pada tabel diatas, perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.11 Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No. Sektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estat Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB 100, Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 29 Ibid 96

41 Untuk dapat melihat lebih lanjut perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta, berikut disajikan gambaran nilai PDRB sektoral berdasarkan harga konstan tahun 2010: Tabel 2.12 Nilai Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No Sektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estat Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dalam buku Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia Ibid 31 Bank Indonesia 2017, op. cit. hlm 59 97

42 Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga konstan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.11 diatas, dapat dilihat perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor pada tabel 2.12 berikut: Tabel 2.13 Kontribusi Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No. Sektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estat Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dalam buku Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, op. cit. hlm Bank Indonesia 2017, op. cit. hlm 62 98

43 Distribusi kegiatan ekonomi antarkota DKI Jakarta menunjukkan adanya persebaran yang relatif merata, tetapi kesenjangan yang tinggi terjadi antara kota dengan Kabupaten Kepulauan Seribu sebagaimana terlihat pada Tabel Nilai PDRB tertinggi tercatat di Jakarta Pusat kemudian diikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Tabel 2.14 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kota/Kabupaten Administrasi Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d (Juta Rupiah) 34 No. Kota/Kabupaten Administrasi (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Laju Inflasi Laju inflasi DKI Jakarta dari tahun ke tahun berfluktuasi nilainya, karena sangat bergantung pada kondisi perekonomian baik nasional maupun global. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.11, dimana inflasi DKI Jakarta mengikuti fluktuasi inflasi nasional, dengan nilai yang hanya sedikit berbeda. Data terkini menunjukkan bahwa inflasi DKI Jakarta tahun 2016 adalah sebesar 2,37 persen. Nilai tersebut merupakan capaian terendah selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Rincian mengenai nilai inflasi DKI Jakarta sebagaimana dapat dillihat pada tabel berikut: 34 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, op. cit. hlm 63 99

44 Tabel 2.15 Laju Inflasi Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No. Uraian Rata-rata Inflasi (1) (2) (4) (5) (6) (7) (8) (8) 1. Inflasi Nasional 4,3 8,38 8,36 3,35 3,02 5,48 2. Inflasi DKI Jakarta 4,52 8,00 8,95 3,30 2,37 5,43 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Laju inflasi Provinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi antara tahun 2012 hingga 2016 (Gambar 2.14). Inflasi terendah di Provinsi DKI Jakarta terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 2,37% dan tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 8,95%. Pada Bulan Januari 2017, harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi sebesar 0,99 persen. Selanjutnya pada bulan Februari 2017 inflasi di DKI Jakarta sebesar 0,33 persen dan di bulan Maret 2017 inflasi DKI Jakarta sebesar 0,05 persen. Tekanan harga di Provinsi DKI Jakarta pada bulan April 2017 kembali turun, bahkan mengalami deflasi. Pada April 2017 Jakarta mengalami deflasi sebesar 0,02 persen (mtm). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang mengalami inflasi (0,01% mtm), dan juga dari inflasi nasional (0,09% mtm). Dengan perkembangan ini, laju inflasi DKI Jakarta sejak awal tahun tercatat sebesar 1,35% (ytd) atau 3,70% (yoy). Apabila dibandingkan dengan inflasi nasional, inflasi Provinsi DKI Jakarta memiliki tren yang hampir sama. Hal tersebut menunjukkan tren kenaikan harga barang di Provinsi DKI Jakarta cukup dapat menggambarkan kenaikan harga barang secara nasional. Perbedaan tren inflasi pada periode terjadi pada tahun 2014, dimana inflasi nasional memiliki tren menurun sementara Provinsi DKI Jakarta memiliki tren inflasi yang meningkat PDRB Perkapita Perkembangan nilai PDRB perkapita menunjukkan proporsi nilai tambah yang dihasilkan dalam satu tahun dibagi jumlah penduduk. Data BPS menunjukkan bahwa PDRB perkapita DKI Jakarta berdasarkan harga konstan tahun 2010 meningkat dari Rp.136,31 Juta pada tahun 2014 menjadi Rp147,06 juta pada tahun Sedangkan 35 Ibid 100

45 untuk PDRB perkapita DKI Jakarta berdasarkan harga berlaku dari Rp. 174,91 juta pada tahun 2014 menjadu Rp.207,99 juta pada tahun PDRB per Kapita Provinsi DKI Jakarta memiliki tren yang cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat Provinsi DKI Jakarta sebagaimana terlihat pada Tabel Tabel 2.16 Nilai PDRB Perkapita Provinsi DKI Jakarta 2014 s.d No. Uraian Satuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. PDB Perkapita Atas Dasar Juta Rupiah 174,91 195,46 207,99 Harga Berlaku 2. PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan 2010 Juta Rupiah 136,31 142,89 147,06 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Indeks Gini Indeks Gini adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh dalam suatu daerah. Ukuran kesenjangan Indeks Gini berada pada besaran 0 (nol) dan 1 (satu). Berdasarkan ukuran ini, Gini Ratio dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu rendah jika nilai Gini Ratio dibawah 0,4; sedang jika angkanya berkisar 0,4-0,5, serta dikatakan tinggi jika nilainya di atas 0,5. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio DKI Jakarta pada September 2015 sebesar 0,421, menurun 0,024 poin menjadi 0,397 pada September Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta semakin kecil. Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran ketimpangan Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen. Pada September 2016, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di DKI Jakarta sebesar 16,49 persen yang berarti berada pada kategori ketimpangan sedang. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan September

46 menurun 0.08 poin jika dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 16,57 persen. Gambar 2.18 Perkembangan Gini Ratio di DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017 Salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempersempit ketimpangan pendapatan antara yang kaya dan yang miskin, adalah dengan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan penduduk khususnya penduduk miskin melalui berbagai program serta upaya mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin dengan pemberian Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar Persentase Penduduk di Atas Garis Kemiskinan Selain koefisien gini, indikator kesejahteraan ekonomi diukur dari jumlah penduduk miskin. Secara makro, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal makanan dan non makanan, yang merupakan rata-rata pengeluaran perbulan perkapita. Metode penghitungan penduduk miskin melalui metode ini dilakukan dengan menghitung komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). 102

47 Tabel 2.17 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi DKI Jakarta Sumber: Susenas Maret 2015, September 2015 dan Maret Fokus Kesejahteraan Sosial Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonomi, namun juga mencakup kualitas manusianya. Oleh karena itu, konsep pengukuran keberhasilan pembangunan harus berorientasi kepada manusia atau masyarakatnya, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas masyarakat sebagai manusia. Pembangunan manusia yang mencakup tiga dimensi pokok yaitu kesehatan (umur panjang), pendidikan (pengetahuan) dan daya beli (standar kehidupan layak) dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu wilayah. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2012 s.d dapat dilihat pada Tabel berikut: 103

48 Tabel 2.18 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No. Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. IPM Jakarta Pusat 78,44 78,81 79,03 79,69 80,22 2. IPM Jakarta Utara 76,89 77,16 77,29 78,30 78,78 3. IPM Jakarta Barat 78,05 78,79 79,38 79,72 80,34 4. IPM Jakarta Selatan 81,72 82,72 82,94 83,37 83,94 5. IPM Jakarta Timur 79,52 79,88 80,40 80,73 81,28 IPM DKI Jakarta 77,53 78,08 78,39 78,99 79,60 IPM Nasional 67,70 68,31 68, ,18 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan data yang ada, Kota Administrasi Jakarta Selatan memiliki capaian IPM tertinggi dibandingkan wilayah lainnya di Provinsi DKI Jakarta. Capaian tersebut diikuti oleh wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Selain itu, dari data tersebut dapat dilihat juga bahwa IPM Provinsi DKI Jakarta selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan peningkatan kualitas manusia yang ada di Jakarta, yang selanjutnya menjadi barometer bagi kualitas pembangunan manusia di Indonesia Pendidikan Aspek yang dilihat dari fokus kesejahteraan masyarakat untuk bidang pendidikan adalah Angka Melek Huruf (AMH), Rata-Rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Angka Melek Huruf Angka Melek Huruf (AMH) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Perkembangan Angka Melek Huruf Provinsi DKI Jakarta dan perkembangan Angka Melek Huruf Nasional dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 36 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2017, Berita Resmi Statistik : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi DKI Jakarta 2016 Terus Meningkat, No. 19/04/31/Thn.XIX, 17 April 2017, BPS, Jakarta 104

49 102,00% 100,00% 98,00% 98,83% 99,07% 99,13% 99,54% 99,59% 96,00% 94,00% 92,00% 90,00% 95,90% 95,20% 92,80% 93,10% 93,90% Angka Melek Huruf DKI Jakarta Angka Melek Huruf Nasional Gambar 2.19 Perkembangan Angka Melek Huruf DKI Jakarta dan Nasional Sumber : Statistik Nasional, BPS 2016 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa capaian Angka Melek Huruf Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 hingga 2015 telah melampaui capaian Nasional. Perkembangan Angka Melek Huruf DKI Jakarta selama kurun waktu selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hampir sebagian besar penduduk Provinsi DKI Jakarta mampu untuk membaca dan menulis serta menyerap informasi dengan baik. Persentase angka melek huruf yang tinggi di Provinsi DKI Jakarta ini juga mengindikasikan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan yang cukup memadai. Meskipun demikian, capaian Angka Melek Huruf tersebut masih belum mencapai target MDG s, yakni 100% pada tahun Rata-rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 105

50 11 10,37 10,4 10,43 10,47 10,54 10, ,92 7,94 7,59 7,61 7,73 7, Gambar 2.20 Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah DKI Jakarta dan Nasional Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 Berdasarkan gambar di atas, angka Rata-Rata Lama Sekolah di DKI Jakarta telah melampaui capaian nasional. Pada tahun 2015 Rata-Rata Lama Sekolah nasional mencapai 7,84 tahun, sedangkan Rata-Rata Lama Sekolah di DKI Jakarta mencapai 10,7 tahun. Rata-rata Lama Sekolah DKI Jakarta Rata-rata Lama Sekolah Nasional Penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya memberikan stimulus baik di tingkat pusat maupun daerah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pencapaian ini. Kebijakan tersebut diantaranya kebijakan pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun, pemberian Bantuan Operasonal Sekolah (BOS), Biaya Operasional Pendidikan (BOP), serta Kartu Jakarta Pintar, disamping meningkatnya sarana dan prasarana pendidikan di Jakarta. Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu tanpa melihat berapa usianya. Pada gambar di bawah disajikan perkembangan APK TK (PAUD), SD/MI/Paket A, SMP/MTs dan APK SMA/SMK/MA di DKI Jakarta. 106

51 120,00% 110,00% 100,00% 90,00% 80,00% 110,45% 98,03% 100,91% 91,42% 90,78% 94,04% 103,28% 86,60% 96,84% 79,61% 105,26% 88,35% 76,35% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 71,76% 74,37% 58,79% 71,09% 63,14% 57,55% 58,78% 45,38% 51,53% APK PAUD APK SD APK SMP APK SMA Gambar 2.21 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar di DKI Jakarta Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2015 Angka partisipasi kasar untuk SD/MI yaitu sebesar , untuk tingkat SMP/MTs sebesar dan untuk tingkat SMA/SMK/MA sebesar Angka Partisipasi Murni Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase jumlah anak pada kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang bersangkutan. Angka Partisipasi Murni (APM) digunakan untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu. Perkembangan APM di Provinsi DKI Jakarta disajikan pada gambar di bawah ini. 107

52 100,00% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 94,59% 92,27% 71,96% 68,85% 50,57% 49,27% 95,79% 96,84% 96,91% 90,14% 79,61% 80,20% 75,56% 70,40% 58,79% 59,04% 53,61% 54,99% 40,00% APM SD APM SMP APM SMA Gambar 2.22 Perkembangan Angka Partisipasi Murni di DKI Jakarta Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Gambar 2.16 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 Angka partisipasi murni untuk SD/MI yaitu sebesar 96.91, untuk tingkat SMP/MTs sebesar dan untuk tingkat SMA/SMK/MA sebesar Kesehatan Kinerja fokus kesejahteraan masyarakat untuk bidang kesehatan ditunjukkan oleh indikator angka usia harapan hidup, persentase balita gizi buruk, dan angka kematian bayi (AKB). Angka Usia Harapan Hidup Angka usia harapan hidup penduduk di Provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2012 hingga 2015 telah melampaui angka usia harapan hidup nasional. Pada tahun 2015 angka usia harapan hidup di DKI Jakarta mencapai 72,43, sedangkan angka usia harapan hidup nasional pada tahun 2015 sebesar 70,78 tahun. Hal ini bermakna kesehatan penduduk di DKI Jakarta telah melampaui standar nasional. Lebih lanjut, perkembangan usia harapan hidup di DKI Jakarta dapat dilihat dalam gambar di bawah ini. 108

53 73 72, , , , ,5 72,43 72,19 72,27 72,03 71,87 71,71 70,78 70,59 70,40 70,20 70,01 69, Usia Harapan Hidup DKI Jakarta Usia Harapan Hidup Nasional Gambar 2.23 Perkembangan Usia Harapan Hidup DKI Jakarta dan Nasional Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Persentase Balita Gizi Buruk Persentase balita gizi buruk di DKI Jakarta pada tahun 2013 tercatat sebesar 0,07% kemudian menjadi 0,23% pada tahun Meskipun demikian, pencapaian indikator ini telah melampaui target yang ditetapkan dalam MDG s yaitu sebesar 3,60%. Dengan demikian pencapaian Balita Gizi Buruk di DKI Jakarta berdasarkan target MDG s tergolong berhasil. Uraian lebih rinci disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.19 Persentase Balita Gizi Buruk No. Uraian (1) (2) (5) (6) (7) 1. Jumlah balita gizi buruk Jumlah balita Persentase balita gizi buruk 0,07% 0,08% 0,23% Sumber : Dinas Kesehatan DKI Jakarta Angka Kematian Bayi (Per 1000 Kelahiran Hidup) Angka kematian bayi di DKI Jakarta mengalami penurunan, semula sebesar 7 Per 1000 Kelahiran Hidup pada tahun 2012, menjadi 4,61 Per 1000 Kelahiran Hidup pada tahun Secara keseluruhan, pencapaian indikator ini selama tahun 2012 hingga 2015 telah melampaui target RPJMD DKI Jakarta dan juga melampaui 109

54 target MDG s yang sebesar 32 Per 1000 Kelahiran Hidup. Lebih lanjut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini ,00 7,50 7,40 7,30 7,00 6, ,18 4,61 Angka Kematian Bayi (bayi per 1000 kelahiran hidup) Target RPJMD Angka Kematian Bayi (bayi per 1000 kelahiran hidup) Realisasi Gambar 2.24 Perkembangan Target dan Realisasi Angka Kematian Bayi DKI Jakarta Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ketenagakerjaan Rasio penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan. Data tenaga kerja menunjukkan bahwa pada tahun 2010 sebesar 89% dari angkatan kerja yang ada memperoleh pekerjaan (Tabel 2.20), atau dengan kata lain terdapat 11% angkatan kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Pada tahun 2015 naik menjadi sebesar 93% dari angkatan kerja yang ada memperoleh pekerjaan atau sebesar 7% angkatan kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Data tersebut menunjukkan tren jumlah pengagguran berkurang. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 110

55 Tabel 2.20 Rasio Penduduk yang Bekerja di Provinsi DKI Jakarta No. Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Penduduk 4.689, , , , , ,03 yang bekerja (ribu orang) 2. Angkatan kerja (ribu orang) 5.272, , , , , ,22 3. Rasio penduduk yang bekerja (%) 89% 89% 90% 91% 92% 93% Sumber: Badan Pusat Statistik, Fokus Seni Budaya dan Olah Raga Pengembangan seni budaya, kepemudaan, dan olahraga menjadi kegiatan penting. Beberapa prestasi kinerja yang dilakukan di bidang kepemudaan antara lain melalui pengiriman 2 (dua) orang Paskibraka yang bertugas di tingkat Nasional, dan keikutsertaan Jakarta Youth Choir ke Paduan Suara Lanna di Bangkok, Thailand dengan perolehan medali emas. Kinerja pembinaan bidang olahraga tahun 2016 selain diukur dari penyediaan fasilitas dan sarana olahraga juga prestasi olahraga yang berhasil diraih. Penyediaan fasilitas olahraga dilakukan antara lain dengan rehabilitasi lapangan-lapangan olahraga pada skala komunitas, pengadaan perlengkapan kontingen POPWIL, pengadaan peralatan olahraga permainan untuk masyarakat Provinsi DKI Jakarta, Pengadaan peralatan olahraga PON XIX 2016, Persiapan dan pelaksanaan the 6th World Sport For All Games (TAFISA Games 2016) di Jakarta yang diikuti oleh 108 negara, Pengiriman kontingen PEPARNAS DKI Jakarta pada PEPARNAS XV 2016 di Jawa Barat yang memperoleh peringkat ke 11 dengan 15 emas, 5 perak, dan 15 perunggu, serta Pengiriman kontingen POSPENAS DKI Jakarta pada POSPENAS VII 2016 di Banten yang memperoleh peringkat ke 7 dengan 4 emas, dan 1 perak. Selain itu, Prestasi olahraga yang diraih DKI Jakarta pada single event dan multi event antara lain pada Kejuaraan Bulutangkis (Disabilitas) Junior Sport Exchange di Tokyo Jepang dengan perolehan medali 1 medali emas, 1 medali perak, Kejuaraan Nasional Judo antar PPLP/ PPLPD di Padang, Sumatera Barat dengan perolehan 111

56 medali 9 medali emas, 1 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan Nasional Atletik Remaja dan Junior dengan perolehan medali 4 medali emas, 5 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan Nasional UGM Swimming Championship di Jogjakarta dengan perolehan medali 15 medali emas, 4 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan Dayung antar PPLP/PPLPD di Riau dengan perolehan medali 3 medali emas, 3 medali perak, Kejuaraan Nasional Panahan antar PPLP/PPLPD dengan perolehan medali 2 medali emas, 3 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan Nasional Atletik antar PPLP/PPLPD dengan perolehan medali 2 medali emas, 3 medali perak, 7 medali perunggu, Kejuaraan Senam 13th Singapore Rhythmic Gymnastic Open Championship di Singapura dengan perolehan medali 1 medali perunggu, Peringkat 3 pada PON XIX di Jawa Barat dengan perolehan 132 medali emas, 125 medali perak, 120 medali perunggu, kegiatan multi cabang olahraga Pekan Olahraga Wilayah II dengan perolehan medali 15 medali emas, 13 medali perak, 4 medali perunggu, Kejuaraan Bulutangkis Junior Sport Exchange di Tokyo Jepang dengan hasil peringkat 5 dari 19 negara, Kejuaraan Atletik Asia Junior di Ho Chi Min, Vietnam dengan hasil peringkat 5 dari 45 negara, dan Kejuaraan Atletik Sea Youth di Thamasat, Thailand dengan hasil peringkat 5 dari 11 negara. Berkaitan dengan aktivitas seni budaya di Provinsi DKI Jakarta, terlihat bahwa dalam kurun waktu jumlah grup kesenian meningkat dari 889 menjadi 921 grup kesenian. Lebih lanjut perkembangan grup kesenian tertera pada tabel 2.21 dibawah ini. Tabel 2.21 Grup Kesenian per Penduduk No. Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Jumlah grup kesenian Jumlah Penduduk Jumlah grup kesenian per penduduk 0,92 0,92 0,92 0,92 0,91 0,91 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,

57 Aspek Pelayanan Umum Fokus Urusan Wajib Pelayanan Dasar Urusan Pendidikan Penyelenggaraan pendidikan di DKI Jakarta diarahkan untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Provinsi DKI Jakarta, mewujudkan pendidikan yang kompetitif untuk menghadapi perubahan, meningkatkan standar kualitas layanan pendidikan, meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar yakni pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan atas pengelolaan pendidikan dasar, pendidikan usia dini, dan pendidikan non formal. Sedangkan Daerah Provinsi memiiliki kewenangan atas pengelolaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus. Provinsi DKI Jakarta memiliki otonomi khusus dimana kewenangan pemerintahan berada terpusat di tingkat provinsi, sehingga pengelolaan pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan usia dini, pendidikan non formal, dan pendidikan khusus dilakukan di tingkat Provinsi. Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pendidikan Provinsi DKI Jakarta di arahkan pada perluasan dan pemerataan pendidikan. Hal tersebut diketahui melalui indikator Angka Partisipasi Sekolah (APS), Rasio guru terhadap murid, Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah, Angka Kelulusan (AL), Angka Melanjutkan (AM) dan Angka Putus Sekolah (APS). Secara rinci perkembangan indikator pendidikan di DKI Jakarta periode disampaikan dalam tabel di bawah ini. 113

58 Tabel 2.22 Hasil Kinerja Indikator Bidang Pendidikan Provinsi DKI Jakarta No. Indikator (1) (2) (6) (7) (8) 1 Pendidikan Dasar (SD/MI) i. Angka partisipasi sekolah 99,35% 99,47% 99,56% ii. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk 35,06 34,24 29,66 usia sekolah iii. Rasio guru terhadap murid 547,89 540,15 557,20 2 Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs) i. Angka partisipasi sekolah 95,28% 96,69% 97,19% ii. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk 28,88 30,84 31,84 usia sekolah iii. Rasio guru terhadap murid 746,32 646,08 748,91 3 Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA) i. Angka partisipasi sekolah 65,54% 70,23% 70,73% ii. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk 24,79 25,87 29,46 usia sekolah iii. Rasio guru terhadap murid 892, ,88 914,53 iv. Rasio guru terhadap murid per kelas rata- rata 58,94 79,83 55,92 4 Jumlah Siswa Pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (%) 5 Angka Putus Sekolah i. Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI (%) 0,02 0,01 0,01 ii. Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs (%) 0,13 0,07 0,18 iii. Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA (%) 0,04 0,33 0,42 6 Angka Kelulusan i. Angka Kelulusan (AL) SD/MI 100% 99,32% 100% ii. Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs 99,99% 99,94% 99,99% iii. Angka Kelulusan (AL) SMA/MA 99,99% 98,41% 99,99 iv. Angka Kelulusan (AL) SMK 99,99% 98,74% n/a 7 Angka Melanjutkan (AM) i. Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke 99,13% 83,01% 81,10% SMP/MTs ii. Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA 98,47% 97,78% 95,88% Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, Urusan Kesehatan Pembangunan kesehatan berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia agar dapat mencapai derajat kesehatan yang lebih baik sehingga tercapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan 114

59 tujuan pembangunan kesehatan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor tentang Kesehatan, yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Rasio Posyandu Per Satuan Balita Perkembangan Posyandu di Provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami tren peningkatan jumlah. Pada tahun 2011 rasio posyandu per satuan balita sebesar 5,11, yang bermakna 5 posyandu dapat menampung balita (5:1.000), atau dengan kata lain satu posyandu dapat menampung 200 balita (1:200). Pada tahun 2015 rasio posyandu per satuan balita mengalami peningkatan menjadi 9,32, yang berarti 9 posyandu dapat menampung balita (9:1.000) atau dengan kata lain satu posyandu dapat menampung 111 balita (1:111). Tabel 2.23 Rasio Posyandu Per Satuan Balita di DKI Jakarta No Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Jumlah Posyandu Jumlah Balita Rasio Posyandu per satuan balita 5,11 4,99 5,13 4,98 9,32 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016 Rasio Puskesmas, Poliklinik, per Satuan Penduduk Rasio puskesmas di DKI Jakarta pada tahun 2015 sebesar 1: jiwa. Kondisi tersebut diimbangi dengan adanya poliklinik dan puskesmas pembantu yang pada tahun 2015 masing-masing memiliki rasio 1: jiwa untuk poliklinik dan 1: jiwa untuk puskesmas pembantu, sehingga dapat dikatakan mencukupi untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat DKI Jakarta. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 115

60 Tabel 2.24 Rasio Puskesmas, Poliklinik Per Satuan Penduduk di DKI Jakarta No Indikator (1) (2) (5) (6) (7) 1 Jumlah puskesmas Kecamatan Rasio Puskesmas Kecamatan 1: : : Jumlah Puskesmas Kelurahan Rasio Puskesmas Kelurahan 1: : : Jumlah poliklinik Rasio poliklinik 1: : : Jumlah Penduduk Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Rasio Rumah Sakit Per Satuan Penduduk Pembangunan prasarana kesehatan pada tahun 2015 dilakukan dengan menambah 1 unit Rumah Sakit Umum Daerah sehingga setiap wilayah Kota/Kabupaten memiliki sekurang-kurangnya 1 unit Rumah Sakit Umum Daerah. Selain Sumah Sakit Umum Daerah, pada tahun 2015 telah dilaksanakan peningkatan status Puskesmas Kecamatan menjadi Rumah Sakit Umum tingkat Kecamatan yang merupakan Rumah Sakit Tipe D yaitu sebanyak 15 Puskesmas dari total 26 Puskesmas. Kedepannya, peningkatan status Puskesmas Kecamatan menjadi Rumah Sakit Umum tingkat Kecamatan akan dilaksanakan pada seluruh Puskesmas Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta. Berikut adalah gambaran rumah sakit di Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2015: Tabel 2.25 Rasio Rumah Sakit Per Satuan Penduduk Provinsi DKI Jakarta 2012 s.d No. Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Jumlah Rumah Sakit Jumlah Penduduk Rasio 62,42 62,70 63,36 55,92 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta,

61 Cakupan Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) Perkembangan cakupan kelurahan Universal Child Immunization (UCI) di DKI Jakarta tahun telah mencapai 100%. Hal ini bermakna seluruh bayi telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Dengan demikian, sejak tahun 2013 hingga tahun 2105 indikator ini telah melampaui SPM Kementerian Kesehatan yakni >95%. Lebih lanjut dijabarkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.26 Perkembangan Cakupan kelurahan Universal Child Immunization (UCI) Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) Jumlah Kelurahan UCI Jumlah Seluruh Kelurahan Cakupan kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% 100% 100% 100% 100% Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Cakupan Puskesmas Kecamatan Apabila dilihat dari perbandingan jumlah Puskesmas dengan jumlah Kecamatan yang ada di Provinsi DKI Jakarta, maka diperoleh persentase cakupan puskesmas DKI Jakarta. Dari data di Tabel 2.27 dapat diketahui bahwa jumlah puskesmas tidak mengalami penambahan sejak tahun 2010 hingga tahun Penjelasan lebih lanjut disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.27 Cakupan Puskesmas No. Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Jumlah puskesmas kecamatan 2. Jumlah seluruh kecamatan 3. Cakupan puskesmas (%) Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016 Cakupan Puskesmas Kelurahan Perkembangan cakupan puskesmas pembantu di kelurahan pada periode telah menunjukkan capaian yang positif. Pada tahun 2015 tercatat cakupan pembantu 117

62 puskesmas sebesar 107,87 persen, artinya terdapat kelurahan yang memiliki lebih dari satu puskesmas pembantu. Penjelasan lebih lanjut disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.28 Cakupan Pembantu Puskesmas Indikator (1) (4) (5) (6) Jumlah pembantu puskesmas Jumlah seluruh kelurahan Cakupan pembantu puskesmas (%) 113,48 113,48 107,87 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik adalah panjang jalan dalam kondisi baik dibagi dengan panjang jalan secara keseluruhan (nasional, provinsi, dan kabupaten/kota). Hal ini mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan. Secara umum tren panjang jaringan jalan dalam kondisi baik di DKI Jakarta mengalami penurunan (lihat Gambar di bawah). Pada tahun 2013 proporsi panjang jaringan jalan dengan kondisi baik sebesar 99,92% dari total panjang jalan keseluruhan, kemudian mengalami penurunan menjadi 97, 56% di tahun , ,56 Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik Linear (Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik) Gambar 2.25 Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik di DKI Jakarta Sumber:Dinas Bina Marga, 2016 Rasio Tempat Pembuangan Sampah Per 1000 Penduduk Mengacu pada Tabel 2.29 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk di DKI Jakarta. Pada tahun

63 rasio TPS per satuan penduduk tercatat 1.373,88 M 3 per penduduk, kemudian di tahun 2015 menurun menjadi 1.296,93 M 3 per penduduk. Hal ini dikarenakan jumlah daya tapung TPS yang tidak bertambah sejak tahun 2010 hingga 2015, sementara jumlah penduduk selalu meningkat setiap tahunnya. Tabel 2.29 Rasio TPS per Satuan Penduduk Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jumlah daya tampung TPS (M 3) Jumlah penduduk Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk 1.373, , , , , ,93 Sumber : Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Rumah Tangga Pengguna Listrik Ketersediaan listrik dapat menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Rumah tangga yang sudah tersedia fasilitas listrik dianggap sudah mampu. Pada tahun 2015, hampir seluruh rumah tangga di DKI Jakarta atau sebanyak 99,40 persen rumah tangga menggunakan listrik PLN dan sisanya 0,54 persen rumah tangga di DKI Jakarta menggunakan listrik non PLN, yang dapat diartikan program pembangunan sudah menjangkau semua penduduknya, namun rumah tangga pengguna listrik Non PLN masih di temui di semua wilayah (lihat tabel di bawah) Tabel 2.30 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Sumber Sumber Penerangan Utama Jumlah Rumah Penerangan Utama Listrik PLN Listrik Non PLN Bukan Listrik Tangga (1) (2) (3) (4) (5) Kepulauan Seribu ,00 0,00 0, ,23 2,77 0, Jakarta Selatan 119

64 Sumber Penerangan Utama Sumber Penerangan Utama Listrik PLN Listrik Non PLN Bukan Listrik Jumlah Rumah Tangga ,00 0,00 0, ,69 0,31 0, Jakarta Timur ,00 0,00 0, ,68 0,17 0, Jakarta Pusat ,00 0,00 0, ,61 0,39 0, Jakarta Barat ,80 0,20 0, ,86 0,14 0, Jakarta Utara ,94 0,06 0, ,86 2,03 0, DKI Jakarta ,94 0,06 0, ,40 0,54 0, Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta 2016 Rasio Tempat Pemakaman Umum Per Penduduk Rasio tempat pemakaman umum per penduduk di DKI Jakarta selama tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 terdapat 103 m 2 tempat pemakaman umum untuk penduduk, kemudian pada tahun 2015 menjadi 97 m 2 untuk penduduk. Kondisi ini terjadi dikarenakan jumlah daya tampung tempat pemakaman umum dalam enam tahun terakhir tidak mengalami peningkatan, sementara jumlah penduduk mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak pada tabel di bawah ini. Tabel 2.31 Rasio Tempat Pemakaman Umum per Penduduk Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jumlah daya tampung tempat pemakaman umum (m 2 )

65 Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jumlah penduduk Rasio tempat pemakaman umum per satuan penduduk Sumber : Dinas Kehutanan, Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat Dengan mengacu pada Tabel 2.32 dapat diketahui bahwa rasio jumlah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) per penduduk mengalami tren peningkatan selama tahun 2010 hingga tahun 2014, namun memasuki tahun 2015 mengalami penurunan. Pada tahun 2010 tercatat terdapat 3,82 Satpol PP untuk melayani penduduk, menurun menjadi 3,39 Satpol PP untuk melayani penduduk pada tahun Sedangkan untuk cakupan patroli petugas Satpol PP selama tahun 2010 hingga tahun 2015 telah melebihi SPM (3x dalam 24 jam). Pada tahun 2015 cakupan patroli Satpol PP di DKI Jakarta adalah 35 kali patroli dalam 24 jam. Sementara itu, jumlah linmas per penduduk di DKI Jakarta selama tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami tren yang menurun. Pada tahun 2010 tercatat 18,67 per penduduk, sementara pada tahun 2015 tercatat 17,76 per penduduk. Hal ini dipengaruhi adanya penurunan jumlah linmas di tahun 2013 hingga tahun 2015 disertai dengan peningkatan jumlah penduduk di tahun yang sama. Untuk cakupan penegakan perda di DKI Jakarta selama tahun 2010 hingga tahun 2015 menunjukkan angka yang berfluktuasi, yakni 89,52% pada tahun 2010, menjadi 84,42% di tahun 2011, kemudian mengalami penurunan signifikan pada tahun 2012 dan 2013 yakni menjadi 42,46 dan 41,57%. Memasuki tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 58,49% dan kembali meningkat menjadi 89,49% di tahun Jika dilihat dari jumlah pelanggaran Perda terbanyak yang tidak terselesaikan berada di tahun 2013, dengan jumlah pelanggaran sebesar 664 kasus dan hanya 276 kasus yang terselesaikan. 121

66 Frekuensi kebakaran sesuai waktu tanggap (response time) di DKI Jakarta telah menunjukkan hasil kinerja yang positif. Menurut SPM dalam Permendagri No. 69/2012 disebutkan bahwa waktu tanggap (respon rate) sebesar 75%, sementara itu sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 waktu tanggap di DKI Jakarta telah mencapai lebih dari 95%. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak dalam tabel di bawah ini. No Tabel 2.32 Kinerja Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per penduduk A Jumlah polisi pamong praja B Jumlah penduduk C Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 3,82 4,53 4,41 4,11 4,06 3, penduduk 2 Cakupan patroli petugas Satpol PP 31,3 31,36 31,3 34,36 34,98 35,93 3 Jumlah Linmas per Jumlah Penduduk (%) A Jumlah linmas B Jumlah penduduk Jumlah Linmas per C Jumlah Penduduk 18,67 18,60 23,23 22,98 19,65 17,76 4 Penegakan PERDA A Jumlah penyelesaian penegakan PERDA B Jumlah pelanggaran perda C Penegakan PERDA 89,52% 84,42% 42,46% 41,57% 58,49% 89,49% 122

67 No Indikator Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman, keindahan) (%) A Jumlah penyelesaian pelanggaran K3 B Jumlah pelanggaran K3 C Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman, keindahan) (%) 89,52% 84,42% 42,46% 41,57% 58,49% 89,49% 7 Cakupan pelayanan bencana kebakaran(%) Jumlah mobil A pemadam kebakaran Mobil Pompa L Mobil Pompa L Mobil Pompa L B Jumlah penduduk C Cakupan pelayanan bencana kebakaran 0, % 0, % 0, % 0, % 0, % 0, % 8 Frekuensi kebakaran sesuai response time A Jumlah kasus kebakaran di Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) yang tertangani dalam tingkat waktu tanggap B Jumlah kasus kebakaran C Frekuensi kebakaran sesuai response 97,46% 95,38% 97,98% 98,70% 99,45% 98,60% 123

68 No Indikator time Sumber : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Urusan Sosial Sarana Sosial Sarana sosial meliputi panti asuhan, panti jompo, panti rehabilitasi, rumah singgah dan sarana sejenis lainnya. Secara umum, tren jumlah sarana sosial di DKI Jakarta sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami penurunan dan 2012 merupakan tahun dengan sarana sosial terbanyak, yakni 606 sarana sosial. Memasuki tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 537, hingga tahun 2015 kembali mengalami penurunan menjadi 427 sarana sosial. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar di bawah ini Sarana Sosial (Panti Asuhan, Panti Jompo dan Panti Rehabilitasi) Gambar 2.26 Perkembangan Jumlah Sarana Sosial di DKI Jakarta Sumber : Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta PMKS Yang Memperoleh Bantuan Sosial (Orang) Sasaran pelayanan urusan sosial adalah para PMKS yang merupakan seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, 124

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DRAFT. Rancangan awal RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019

KATA PENGANTAR DRAFT. Rancangan awal RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 COVER I KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas perkenan-nya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi DKI Jakarta dapat merampungkan dokumen rancangan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ BAB I A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban - Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut LKPJ-AMJ, penyusunannya dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Grafik

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Grafik DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Grafik i vi vii viii BAB I PENDAHULUAN I-1 A. Dasar Hukum Penyusunan LKPJ I-1 B. Dasar Hukum Pembentukan Provinsi DKI Jakarta I-4

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak, Batas Wilayah, dan Keadaan Alam Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH AKHIR MASA JABATAN TAHUN

LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH AKHIR MASA JABATAN TAHUN LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH AKHIR MASA JABATAN TAHUN 2007-2012 PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2012 KATA PENGANTAR LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI DKI

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Geografi dan Lingkungan Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik Indonesia, dengan letak geografis berada pada 106 0 49 ' 35 '' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas admistrasi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah, di bagian selatan dibatasi lautan Indonesia, sedangkan di bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 39 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi dan Iklim Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6º12 LS dan

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VII, 1 Oktober 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 TUMBUH 5,98 PERSEN Release PDRB tahun 2014 dan selanjutnya

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN 7 Desember 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN EKONOMI TAHUN 2015 TUMBUH 4,06 PERSEN MELAMBAT SEJAK EMPAT TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kabupaten Bangka Selatan tahun 2015 yang diukur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Grafik BAB I PENDAHULUAN I-1. A. Dasar Hukum Penyusunan LKPJ I-1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Grafik BAB I PENDAHULUAN I-1. A. Dasar Hukum Penyusunan LKPJ I-1 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Grafik i vi vii viii BAB I PENDAHULUAN I-1 A. Dasar Hukum Penyusunan LKPJ I-1 B. Dasar Hukum Pembentukan Provinsi DKI Jakarta I-4

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55 Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VIII, 7 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015 TUMBUH 5,41 PERSEN Perekonomian Jakarta Timur tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Posisi Kota Jakarta Pusat terletak antara 106.22.42 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) merupakan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memuat capaian kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12 Lintang Selatan dan 106 o 48 Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2010 No. 7/10/3171/Th.VII, 1 Oktober 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014 Release PDRB tahun 2014 dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci