PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI UNTUK OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI UNTUK OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN"

Transkripsi

1 PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI UNTUK OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN STUDI KASUS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, DAS CITARUM HULU Oleh ABDULLAH SIDICKY A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 SUMMARY ABDULLAH SIDICKY. Predicting the Danger Level of Erosion for Land Using Optimization in Case Study in Lamajang Village, Sub-district Pangalengan, District of Bandung, Watershed Citarum Hulu. Guided by ANANG S. YOGASWARA and DWI PUTRO TEJO BASKORO. Erosion is a major cause of land degradation that lead to critical land formation. Erosion is influenced by several factor, such as : climate, soil erodibility, topograhy, land use, and conservation techniques. Among those five factors the first three factors are factors difficult to change. Therefore, erosion prevention efforts to reduce land degradation generaly focused on the regulation of land use and conservation techniques (land use optimization). Land use optimization was done by allocating any land use for a proper land use in such a way that land degradation can be prevented, i.e land use that produce erosion less than tolerable erosion. Therefore, prediction of actual and potential soil erosion as well as tolerable soil erosion level to determine erosion hazard is necessary. The method used is Universal Soil Loss Equation (USLE) which is a common method used to calculate the erosion rate. The advantages of this method are easy to apply and compatible in areas which have a rainfall and surface runoff as the main factors that causing erosion. The aim of this research is to produce a new scheme of land use based on the level of erosion hazard in order to obtain a sustainable agriculture (optimal allocation of land use) in the Lamajang Village, Sub-district Pangalengan, District of Bandung, West Java. This research includes: field observations, determination of rainfall erosivity, soil erodibility, topography, land use, land conservation techniques, and erosion hazard index. Based on data evaluation and interpretation, 7 land units are found in studied area with erosion rates ranging from low to very high. Land units with erosion hazard greater than tolerance level require land optimization. Optimization of land use activities should include the aspects of erosion, social, cultural, and economic, so make it easy to be accepted and applied for local communities The results of this study showed that erosion hazard in the studied area is very high due to high rainfall and steep slopes. Since actual soil erosion higher than tolerable level it is necessary to optimize the land use. The method of land use optimization suggested for the study area is Good Terrace. On areas with slope steepness higher than 60% Agroforestry system is proposed. This Agroforestry system compose of pine as high canopy, coffe or quinine as medium canopy, and chili or tomato as lower canopy (basal cover), that are planted follow contour. Key words: Optimization, Erosion, and Conservation Techniques

3 RINGKASAN ABDULLAH SIDICKY. Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan, Studi Kasus di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, DAS Citarum Hulu Dibimbing oleh ANANG S. YOGASWARA dan DWI PUTRO TEJO BASKORO. Erosi merupakan penyebab utama terjadinya degradasi lahan atau kerusakan lahan (yang menyebabkan lahan menjadi kritis). Erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: Iklim, erodibilitas tanah, karakteristik bentang lahan, penggunaan lahan, dan tindakan konservasinya. Dari kelima faktor tersebut tiga faktor pertama merupakan faktor yang sulit diubah. Oleh karena itu, usaha pencegahan erosi untuk menekan kerusakan tanah secara umum difokuskan pada pengaturan penggunaan lahan dan usaha konservasinya (Optimalisasi penggunaan lahan). Optimalisasi penggunaan lahan dilakukan dengan menempatkan setiap bidang lahan untuk penggunaan lahan yang sesuai agar tidak terjadi kerusakan lahan. yaitu penggunaan lahan yang menyebabkan erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, oleh karena itu pendugaan erosi baik aktual, potensial maupun erosi yang dapat ditoleransikan untuk mengetahui seberapa besar tingkat bahaya erosi perlu dilakukan. Metode yang digunakan adalah Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yaitu metode yang umum digunakan untuk memprediksi laju erosi. Kelebihan metode ini selain sederhana juga sangat baik diterapkan di daerahdaerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi dan penerapan teknik konservasi tanah dan air untuk mengoptimalisasikan penggunaan lahan di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian ini meliputi : persiapan, pelaksanaan lapang, penentuan erosivitas hujan, erodibilitas tanah, penggunaan lahan, teknik konservasi lahan, dan indeks bahaya erosi. Berdasarkan evaluasi, korelasi, dan interpretasi data diperoleh 7 Satuan Peta Lahan (7 SPL) dengan tingkat bahaya erosi dari rendah hingga sangat tinggi. Pada areal dengan tingkat erosi lebih besar dari tingkat erosi yang dapat ditoleransikan diperlukan optimalisasi penggunaan lahan. Kegiatan optimalisasi penggunaan lahan harus mencakup aspek - aspek erosi, sosial, budaya, dan ekonomi, sehingga mudah untuk diterima dan diterapkan bagi masyarakat setempat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata rata tingkat bahaya erosi di daerah penelitian sangat tinggi yang disebabkan oleh curah hujan tinggi dan lereng yang curam. Oleh karena nilai erosi lebih besar dari erosi yang ditoleransikan maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan. Optimalisasi penggunaan lahan di daerah penelitian sebaiknya menggunakan teknik konservasi teras bangku dengan konstruksi baik. Untuk daerah yang sangat curam dengan kemiringan lereng >60% sebaiknya diterapkan agroforestri dengan proporsi tanaman : pohon pinus sebagai kanopi tinggi, kopi atau kina sebagai kanopi sedang, dan cabe atau tomat sebagai kanopi rendah. Ditanam pada saat tanaman tajuk tinggi dan sedang dalam masa pertumbuhan serta teknik konservasi penanaman searah kontur. Kata kunci : Optimalisasi, Erosi, dan Teknik Konservasi

4 PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI UNTUK OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN STUDI KASUS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, DAS CITARUM HULU Oleh ABDULLAH SIDICKY A SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan, Studi Kasus di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, DAS Citarum Hulu : Abdullah Sidicky : A Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Ir.Anang S. Yogaswara, Dipl. GLA NIP : Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc NIP : Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP : Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Abdullah Sidicky lahir di Jakarta pada tanggal 24 Desember Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Khalid M. Talib dan Ibu Aminah Khalid. Pendidikan formal dimulai sejak memasuki jenjang pendidikan dasar pada Tahun 1993 di SD Kencana. Selanjutnya pada Tahun 1999 sampai 2002, penulis meneruskan pendidikan di SLTP Negeri 77 Jakarta. Kemudian pada Tahun 2002 sampai 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 77 Jakarta. Jenjang pendidikan selanjutanya, penulis tercatat sebagai Mahasiswa Angkatan Pertama Berbasis Mayor Minor di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sejak Agustus 2005.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, dan kasih sayang-nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan Studi Kasus di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Kedua Orang Tua yang telah membesarkan, merawat, memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan pengorbanan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. 2. Bapak Ir. Anang S. Yogaswara Dipl. GLA selaku pembimbing skripsi yang senantiasa sabar memberikan arahan, tuntunan, dan nasihat serta bimbingan dalam melakukan penelitian dan penulisan ini. 3. Bapak Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc selaku pembimbing skripsi yang senantiasa sabar memberikan arahan, tuntunan, dan nasihat serta bimbingan dalam melakukan penelitian dan penulisan ini. 4. Mbak Laila Mardlotillah Yogaswara yang senantiasa dengan sabar membantu dalam pembuatan peta serta memberikan arahan, dan masukan yang berarti. 5. Sahabat karib Dwi Septiana sebagai teman seperjuangan memberikan semangat dan motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas akhir ini.

8 6. Bapak Kepala Desa dan Sekretaris Desa Lamajang serta Bapak Iwan di ucapkan terimakasih atas bantuan dan fasilitas yang kami terima selama kegiatan lapang. 7. Benny, Boy, dan Amir terima kasih atas bantuan masukan yang di berikan sebagai keluarga saya di Bogor. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin Bogor, Mei 2011 Abdullah Sidicky

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.. ix DAFTAR TABEL.. x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan. 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Erosi Jenis Erosi Metode Pendugaan Erosi Optimalisasi Penggunaan Lahan Tinjauan Aspek Ekonomi (Analisis Manfaat Biaya) Daerah Aliran Sungai (DAS)... 8 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Penetapan Satuan Lahan Pendugaan Erosi Penetapan Erosi yang dapat Ditoleransikan (TSL) dan Indeks Bahaya Erosi (IBE) Penetapan Alternatif Alternatif Penggunaan Lahan Penentuan Optimalisasi Penggunaan Lahan.. 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Daerah Studi Iklim Topografi Geologi 22

10 4.1.4 Tanah Penggunaan Lahan dan Teknik Konservasi Satuan Peta Lahan Kondisi Erosi Erosi Aktual Erosi yang Ditoleransikan, Erosi Potensial dan Indeks Bahaya Erosi Alternatif Penggunaan Lahan Optimalisasi Penggunaan Lahan Aspek Sosial dan Budaya Aspek Ekonomi Aspek Teknis Optimalisasi Penggunaan Lahan. 38 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 43 DAFTAR PUSTAKA 44

11 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1 Prakiraan Besarnya Nilai K untuk Beberapa Jenis Tanah (Kurnia, Rachman, dan Dariah, 2004) Prakiraan Nilai Faktor C pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006) Nilai P untuk Konservasi Khusus (Arsyad, 2006) 15 4 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Arsyad, 2006) Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah Tanah di Indonesia (Arsyad, 2006) Data Curah Hujan Rata Rata dan Suhu Udara Rata-rata Bulanan dan Tahunan di Stasiun Pangalengan (Wilayah Lamajang dan Sekitarnya) (Puslittanak, 1993) dan (Amirza, 1991 dalam Abdullah, Darmawan, dan Suryaningtyas,1994) Klasifikasi Tanah di Daerah Penelitian Penggunaan Lahan dan Luasan Penggunaannya Masing masing Legenda Peta Satuan Lahan Pendugaan Erosi Aktual di Setiap SPL Penggunaan Lahan di Setiap Kategori Erosi Harkat Tingkat Bahaya Erosi dan Erosi yang dapat Ditoleransikan pada setiap SPL Beberapa Alternatif Penggunaan Lahan pada Setiap SPL Analisis Alternatif dari Segi Ekonomi Perbandingan Produktivitas, Penerimaan, Biaya, Keuntungan Petani Kentang di Daerah Kecamatan Pangalengan Tahun 2005 (Katharina, 2010) Perbandingan Nilai NPV Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan Selama 20 Tahun (Katharina, 2010) Optimalisasi Penggunaan Lahan pada Setiap SPL... 39

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1 Skema Persamaan USLE (Arsyad, 2006). 6 2 Peta Lokasi Penelitian Skema Analisis Data Peta Kelas Lereng di Daerah Penelitian 21 5 Peta Geologi di Daerah Penelitian dan Sekitarnya Peta Penggunaan Lahan di Daerah Penelitian Peta Teknik Konservasi di Daerah Penelitian Peta Satuan Lahan di Daerah Penelitian Peta Kelas Erosi Aktual di Daerah Penelitian Peta Erosi yang dapat Ditoleransikan di Daerah Penelitian Peta Indeks Bahaya Erosi di Daerah Penelitian Peta Alokasi Penggunaan Lahan di Daerah Penelitian 42

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1 Uraian Morfologi Pedon Pewakil Rekapitulasi Data Morfologi dari Tiga Pedon Pewakil Data Analisis Laboratorium 51 4 Nilai Pedoman C pada Setiap Macam Penggunaan Lahan 52 5 Nilai Erosi Aktual pada Setiap SPL dan Penggunaan Lahan Tertentu Foto Penampang Tegak dari Tiga Pedon Pewakil... 55

14 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi yang merupakan proses pindahnya massa tanah secara alami dari satu tempat ketempat lainnya adalah penyebab utama terjadinya kerusakan lahan. Secara fisik erosi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu: Iklim, erodibilitas tanah, karakteristik bentang lahan, penggunaan lahan, dan usaha konservasinya. Dari kelima faktor tersebut di atas, tiga faktor pertama merupakan faktor yang sulit diubah. Bahaya yang disebabkan oleh erosi adalah degradasi lahan. Degradasi lahan terjadi karena hilangnya lapisan tanah secara perlahan namun terus menerus (Arsyad, 2006). Tingginya bahaya erosi ini disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahannya. Oleh karena itu, usaha pencegahan erosi untuk menekan degradasi tanah secara umum difokuskan pada pengaturan penggunaan lahan dan usaha konservasinya melalui penerapan optimalisasi penggunaan lahan (Arsyad 2006). Menurut Arsyad (2006), optimalisasi penggunaan lahan adalah hasil evaluasi lahan yang memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan tersebut dapat digunakan secara optimal dan seimbang, sehingga tercipta pertanian berkelanjutan. Optimalisasi penggunaan lahan adalah alokasi penggunaan lahan yang tepat, agar terciptanya pertanian yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kelestarian lahan serta aspek ekonomi, sosial, dan budaya (Pimentel, 1993). Optimalisasi penggunaan lahan dilakukan dengan menempatkan setiap bidang lahan untuk penggunaan lahan yang sesuai agar tidak terjadi kerusakan lahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan penggunaan lahan yang menyebabkan erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan. Oleh karena itu perlu dilakukan pendugaan erosi yang akan terjadi pada penggunaan lahan tertentu dan penetapan erosi yang dapat ditoleransikan. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memprediksi laju erosi. Kelebihan metode ini selain sederhana juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama

15 2 penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) menyatakan bahwa metode USLE dirancang untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi jangka panjang dan kehilangan tanah yang disebabkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bagian tengah dan hilir DAS. Kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS, dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu satuan lahan. 1.2 Tujuan 1. Menduga tingkat bahaya erosi di Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung (DAS Citarum Hulu) 2. Menetapkan alokasi penggunaan lahan yang optimal.

16 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan pembentukan alur yang disebabkan oleh air dan terbawanya material padat yang disebabkan oleh aliran sungai. Beberapa istilah lain dalam geomorfologi yang disebabkan oleh air seperti korosi (Corrodere Latin- untuk menggerogoti hingga terpisah), abrasi (Abradere Latin pengikisan) dan lain lain. Masalah erosi pada daerah aliran sungai dan permodelan erosi pada permukaan bumi dipahami dengan baik pada akhir abad ke 19 (Zachar, 1982). Erosi merupakan peristiwa pindah atau terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lainnya oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian bagian tanah yang terkikis dan terangkut kemudian diendapkan di tempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu : air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air. Daerah beriklim basah erosi yang terjadi lebih didominasi oleh air, sedangkan oleh angin tidak terlalu berarti. Indonesia memiliki iklim tropis yang pada umumnya beriklim basah sehingga banyak sekali erosi yang terjadi oleh air (Arsyad 2006). Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan air atau angin pada permukaan tanah atau dasar perairan. Tekanan yang bekerja pada permukaan tanah atau dasar perairan tersebut sebanding dengan kecepatan aliran (Poerbandono, Basyar, Harto, dan Rallyanti, 2006). Faktor yang mempengaruhi besarnya erosi, antara lain : iklim, topografi (kemiringan dan panjang lereng), vegetasi, tanah dan tindakan manusia terhadap lahan (Arsyad, 1989), sehingga apabila terjadi suatu perubahan pada faktor tersebut di atas dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan erosi tanah. Kegiatan tersebut melputi kegiatan penanaman rumput penguat teras, penanaman pohon penutup lahan, pembuatan teras pada lahan miring, dan sebagainya.

17 4 2.2 Jenis Erosi Jenis - jenis erosi yang dikenal dalam kamus konservasi tanah dan air, yaitu erosi geologi, erosi normal, dan erosi dipercepat. Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan terkikisnya batuan sehingga terjadi bentuk morfologi permukaan bumi seperti yang terdapat sekarang ini. Erosi normal, juga disebut erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. Erosi alami terjadi dengan laju lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah dengan laju yang jauh lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah, sebagai akibat perbuatan manusia yang menghilangkan tumbuhan penutup tanah (Arsyad, 2006). Menurut Zachar (1982), media erosi terdiri dari : media air, es (gletser), salju, udara (angin), tanah, tanaman, hewan, dan manusia. Erosi air merupakan proses penghancuran permukaan bumi oleh air hujan dan air fluvial, bawah tanah, dan non-fluvial. Erosi air dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: erosi lembar, erosi parit, erosi batuan atau tebing, erosi sungai, erosi internal, dan erosi alur. Erosi glasial merupakan massa es besar yang bergerak sangat lambat, erosi ini dominan terjadi di daerah dingin yang memiliki suhu rata-rata dibawah 0 0 C. Erosi salju berkaitan dengan erosi glasial. Perbedaannya terletak pada tingkat keaktifannya. Bentuk erosi salju lebih aktif dalam merusak tanah terutama di saluran longsoran salju, dimana tekanan lebih besar dan kecepatan aliran salju menyebabkan terjadinya erosi. Erosi angin banyak terjadi di daerah gurun dimana curah hujannya rendah. Erosi tanah atau soligenic erosion (solum Latin - tanah) beberapa ilmuan belum menyebutnya sebagai erosi. Terdapat juga erosi yang disebabkan oleh binatang (zoogenic erosion), tanaman (phytogenic erosion), dan manusia (antropogenic erosion) yang masih diperbincangkan dimasukkan kedalam kelas erosi atau tidak. Bentuk dan macam erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor, dan erosi internal. Erosi yang terjadi pada tanggul atau tepi saluran irigasi atau drainase dapat berbentuk salah satu dari bentuk tersebut (Arsyad,2006).

18 5 2.3 Metode Pendugaan Erosi Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) mengatakan bahwa Metode USLE dirancang untuk memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu dirancang untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang panjang. Menurut Hidayat (2003), kelemahan model ini tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS, dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu satuan lahan, khususnya untuk faktor erosivitas hujan (R) dan kemiringan lereng (LS). Metode USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi rata rata jangka panjang dari erosi lembar atau erosi alur dalam keadaan tertentu. Metode USLE dikembangkan di National Runoff and Soil Loss Data Center yang didirikan Tahun 1954 oleh The Science and Education Administration Amerika Serikat yang berkerjasama dengan Universitas Purdue (Wischmeir dan Smith, 1978). Menurut Arsyad (2006), persamaan USLE adalah sebagai berikut: A = R.K.L.S.C.P (2.1) Yang menyatakan : A = Banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun) R = Indeks erosivitas hujan K = Faktor erodibilitas tanah L = Faktor panjang lereng S = Faktor kemiringan lereng C = Faktor vegetasi penutup lahan P = Faktor tindakan tindakan khusus konservasi tanah

19 6 Secara Skematik Persamaan USLE disajikan pada Gambar 1. Besarnya Tanah Tererosi (ton/ha/tahun) Hujan Energi Kemungkinan Erosi Tanah Indeks Erosivitas Hujan (Kekuatan Perusak Hujan) Erodibilitas Tanah (Sifat Tanah) Pengelolaan Lahan Pengelolaan Pengelolaan Tanaman A = R K K LS L.S P C Gambar 1. Skema Persamaan USLE (Arsyad, 2006) Perhitungan Metode USLE adalah menghitung tingkat bahaya erosi yang masih dapat diperbolehkan atau ditoleransikan yang disebut Tolerable Soil Loss (TSL), yaitu laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat ditoleransikan atau dibiarkan agar terpeliharanya suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman, sehingga tercapai produktivitas yang tinggi secara lestari (Arsyad, 1989).

20 7 2.4 Optimalisasi Penggunaan Lahan Optimalisasi penggunaan lahan artinya yang berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), baik untuk produktivitas maupun untuk kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, perlu dianalisis seluruh manfaat dan biaya serta seberapa besar akibat yang ditimbulkannya (analisis manfaat biaya), mencari jenis kombinasi tanaman atau konservasi lahan yang dapat memberikan tingkat pendapatan yang maksimal dengan risiko lingkungan yang minimal (Rajati, Kusmana, Darusman, Saefuddin, 2006). Hasil evaluasi lahan yang memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2006). Optimalisasi penggunaan lahan adalah alokasi penggunaan lahan yang tepat, agar terciptanya pertanian yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kelestarian lahan serta aspek ekonomi, sosial, dan budaya (Pimentel, 1993). Optimalisasi penggunaan lahan harus mengikuti kaidah konservasi tanah dan air yang memiliki arti luas : penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit adalah upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Penerapan dan pengembangan konservasi tanah dan air juga ditentukan oleh berbagai aspek, yaitu : sosial, ekonomi, budaya (Arsyad, 2006). Optimalisasi lahan merupakan hasil dari evaluasi lahan berupa proses penilaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu, meliputi pelaksanaan survei, interpretasi hasil survei bentuk lahan, vegetasi, iklim, dan aspek lainnya, agar dapat mengidentifikasi serta membuat pebandingan dengan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976).

21 8 2.5 Tinjuan Aspek Ekonomi (Analisis Manfaat Biaya) Menurut Kusmana (1988), analisis kelayakan ekonomi melalui analisis finansial seperti : (1) Net Present Value (NPV), yaitu nilai penghasilan dikurangi biaya input, (2) Gross Margin (GM) atau pendapatan kotor, (3) Internal Rate of Return (IRR), yaitu tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, atau (4) Benefit Cost Ratio (B/C rasio), yaitu perbandingan antara penghasilan dengan biaya. Batas kelayakan suatu tipe penggunaan lahan adalah bila BC rasio 1, NPV positif, IRR melebihi besarnya suku bunga kredit, dan GM positif. Analisis kelayakan ini dapat digunakan sebagian atau seluruhnya untuk memperkuat analisis ekonomi yang dibuat. Prinsip dari aspek ekonomi secara sederhana adalah biaya input, nilai penghasilan dan perhitungan keuntungan bersih dalam bentuk uang. Pertanyaan pokok yang harus terjawab dalam analisis ekonomi lahan ini adalah apakah unit produksi atau pertanian yang dipakai akan menghasilkan keuntungan dari tahun ketahun dan apakah modal yang ditanamkan pada lahan yang digarap tersebut dapat berkembang dan memuaskan (Dent and Young, 1981). 2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS) Komponen penyusun suatu daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas lahan basah (termasuk rawa dan sawah) dan lahan kering. Kondisi lahan sawah dengan sistem teras, berfungsi sebagai : 1) pengendali banjir, 2) pengendali erosi dan longsor, 3) memelihara sumber daya air tanah, dan 4) menjaga kestabilan temperatur udara agar tetap rendah (Nishio, 1999 dalam Sutono, Tala ohu, Sopandi, dan Agus, 2010). Ditinjau dari segi ekologi, DAS merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya adalah tanah, air, flora, fauna serta manusia dengan semua aktivitasnya. Manusia sebagai bagian atau komponen suatu ekosistem jika ingin hidup dan sejahtera ditengah lingkungannya, maka harus menyesuaikan diri dengan hukum alam lingkungannya.

22 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember Analisis Laboratorium : Januari Februari Analisis, interpretasi, korelasi data, dan penggambaran peta peta : Februari Maret 2011 (Bogor). Penyusunan skripsi, seminar dan ujian sidang : Maret Mei Tempat penelitian terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah ha dengan batas desa sebelah utara Desa Sukamaju, sebelah selatan Desa Pulosari, sebelah barat Desa Sukamaju, dan sebelah timur Desa Cikalong. Secara geografis Desa Lamajang terletak pada BT dan LS. Sarana transportasi yang digunakan di daerah ini berupa angkutan kota (angkot) dengan akses jarak dari Ibukota Jawa Barat ±40 Km, jarak dari Ibukota Kabupaten DATI II (Kabupaten Bandung) adalah berkisar 19.5 km, jarak dari Kecamatan Pangalengan berkisar 13 km, dan jarak dari Ibukota Negara (Jakarta) adalah berkisar 200 km. Transportasi dari Kota Bandung dapat menggunakan angkutan umum atau mini bus jurusan Leuwi Panjang menuju Pangalengan. Lokasi penelitian tertera pada Gambar 2.

23

24 Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahapan diantaranya adalah : pengumpulan data, pengecekan lapang, dan analisis data Pengumpulan data Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan juga data primer. Data sekunder diperoleh dari beberapa penelitian-penelitian sebelumnya dari instansi terkait. dimana data tersebut terdiri dari : 1. Peta Tanah Tinjau Mendalam DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : Peta Rupa Bumi Indonesia (Digital) Lembar Pangalengan dan Lembar Soreang , Skala 1 : Peta Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : Data Curah Hujan dari Stasiun Pangalengan Tahun Data nilai Erodibilitas Tanah. Data tersebut selanjutnya diolah sehingga menghasilkan data data yang dibutuhkan untuk menentukan optimalisasi penggunaan lahan. Data primer diperoleh dari pengecekan lapang dengan melakukan klasifikasi pedon pewakil menggunakan seperangkat alat survei. Data tersebut dibutuhkan sebagai penunjang dari data sekunder Analisis Data Optimalisasi dilakukan dengan mencari alternatif penggunaan lahan yang menyebabkan erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan dan secara ekonomi menguntungkan serta diterima masyarakat setempat. Untuk itu dilakukan beberapa tahapan analisis data, meliputi : pendugaan erosi baik aktual, potensial, dan erosi yang dapat ditoleransikan, penetapan alternatif penggunaan lahan dan tindakan konservasinya, analisis ekonomi, dan analisis prefensi masyarakat. Semua analisis tersebut dilakukan terhadap Satuan Peta Lahan (SPL) yang merupakan unit terkecil yang mempunyai karakteristik sama yang dijadikan sebagai satuan analisis. Secara skematik analisis data disajikan pada Gambar 3.

25 12 Peta Satuan Lahan Skala 1: Intersect Peta Penggunaan Lahan Skala 1: Peta Kelas Erosi Aktual Skala 1: Erosi Aktual Erosi yang Ditoleransikan Erosi Aktual > Erosi yang Ditoleransikan Sudah Optimum Perlu di Optimalisasikan Penentuan Alternatif Peninjauan Altenatif Secara Ekonomi Peninjauan Alternatif Secara Sosial Peta Alokasi Penggunaan Lahan Skala 1: Gambar 3. Skema Analisis Data

26 Penetapan Satuan Lahan Satuan Peta Lahan (SPL) ditetapkan dengan mengkombinasikan berbagai komponen lahan yaitu : topografi, tanah, dan iklim. Pengkombinasian tersebut dilakukan melalui overlay peta tersebut di atas dengan menggunakan perangkat lunak ArcView Pendugaan Erosi Pendugaan Erosi aktual dan potensial dilakukan dengan menggunakan Metode USLE dengan persamaan sebagai berikut: Aa = R.K.LS.C.P Ap = R.K.LS Keterangan: Aa = Erosi Aktual Ap = Erosi Potensial R = Indeks Erosivitas Hujan K = Erodibilitas Tanah LS = Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng CP = Vegetasi dan Teknik Konservasi Tanah dan Air Indeks erosivitas hujan (R) diperoleh dengan menggunakan Persamaan Lenvian : R= 2.21 P 1.36 R = Indeks erosivitas hujan bulanan P = Curah hujan bulanan (cm) Agar R dapat dihitung sesuai dengan rumus di atas, diperlukan data curah hujan bulanan dari Stasiun Pangalengan Erodibilitas tanah (K) adalah kepekaan tanah terhadap erosi. Menurut Kurnia, Rachman, dan Dariah (2004) adalah untuk mengetahui nilai erodibilitas tanah dengan mengetahui jenis tanahnya terlebih dahulu, seperti yang disajikan pada Tabel 1.

27 14 Tabel 1. Prakiraan Besarnya Nilai K untuk Beberapa Jenis Tanah (Kurnia, Rachman, dan Dariah, 2004) Golongan Tanah Jenis Tanah Nilai K rataan (Unit) (Order) (Great Group) Hapludand 0,32 Andosol Hydrudand 0,07 Dystrudand 0,21 Aquept 0,31 Inceptisol Dystrudept 0,21 Eutrudept 0,29 Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) adalah rasio antara besarnya erosi dari sebidang lahan dengan panjang lereng dan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari lahan yang indentik, terletak pada lereng panjang 22 meter dan kemiringan 9%. Nilai LS untuk suatu tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut : (3.2) Keterangan : LS : Nilai Faktor LS X : Panjang Lereng (meter) S : Kemiringan lereng (persen) Faktor Penutupan Vegetasi (C) dan Indeks Pengolahan Lahan atau Tindakan Konservasi Tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP. Nilai faktor C dipengaruhi oleh banyak peubah yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : peubah alami dan peubah yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan, dengan adanya peubah peubah tersebut dari berbagai hasil penelitian maka ditetapkan nilai C seperti yang tertera pada Tabel 2. Data selengkapnya tertera pada Lampiran 4.

28 15 Tabel 2. Prakiraan Nilai Faktor C pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006) No. Macam Penggunaan Lahan Nilai C 1 Tanah terbuka / tanpa tanaman 1 2 Sawah 0,01 3 Tegalan 0,7 4 Kedelai 0,399 5 Kacang tanah 0,2 6 Kebun campuran Kerapatan tinggi 0,1 Kerapatan sedang 0,2 Kerapatan rendah 0,5 7 Perladangan 0,4 8 Hutan alam Serasah banyak 0,001 Serasah kurang 0,005 9 Hutan produksi Tebang habis 0,5 Tebang pilih 0,2 10 Semak belukar/padang rumput 0,3 11 Alang alang murni subur 0,001 Faktor P adalah nisbah besarnya erosi dari tanah dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah menurut arah lereng (Arsyad, 2006). Tabel 3 adalah nilai P untuk konservasi khusus. Tabel 3. Nilai P untuk Konservasi Khusus (Arsyad, 2006) No Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P 1 Teras bangku 1) Konstruksi baik 0,04 Konstruksi sedang 0,15 Konstruksi kurang baik 0,35

29 16 Tabel 3. (Lanjutan) Teras tradisional 0,40 2 Strip tanaman rumput bahia 0,40 3 Pengolahan tanah dengan penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0-8% 0,50 Kemiringan 9-20% 0,75 Kemiringan lebih dari 20% 0,90 4 Tanpa tindakan konservasi 1,00 1) Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar teras dan kondisi talud teras Penetapan Erosi yang dapat Ditoleransikan (TSL) dan Indeks Bahaya Erosi (IBE) Penentuan tingkat bahaya erosi yang dapat ditoleransikan mengacu kepada pedoman nilai T yang dikemukakan oleh Thompson (1975 dalam Arsyad, 2006) di daerah Indonesia tertera pada Tabel 5. Penentuan indeks bahaya erosi masing-masing satuan lahan di daerah penelitian ditentukan dengan rumus : IBE = Ap/TSL Keterangan : IBE = Indeks Bahaya Erosi TSL = Tolerable Soil Loss Hasil dari perhitungan persamaan klasifikasi Indeks Bahaya Erosi dimana nilai tersebut didapatkan dengan cara mengacu pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981 dalam Arsyad, 2006) No. Nilai IBE Harkat IBE 1. < 1,00 Rendah 2. 1,01 4,00 Sedang 3. 4,01 10,00 Tinggi 4. > 10,00 Sangat Tinggi

30 17 Tabel 5. Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah tanah di Indonesia (Arsyad, 2006) No. Sifat Tanah dan Substratum Nilai TSL (ton/ha/tahun) 1 Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan. 0 2 Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telah Mengalami hancuran iklim (tidak terkonsolidasi). 3 Tanah dangkal (25 50 cm) di atas bahan telah mengalami hancuran iklim. 4 Tanah dengan kedalaman sedang (50 90 cm) di atas bahan telah mengalami hancuran iklim. 5 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah mengalami hancuran iklim. 6 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim. 7 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim. 8 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim ,6 14,4 16,8 19,2 24,0 30, Penetapan Alternatif Alternatif Penggunaan Lahan Menentukan alternatif alternatif penggunaan lahan pada setiap SPL dengan cara menentukan nilai CPmax dengan menggunakan rumus : CPmax = TSL / Ap Keterangan : CPmax = Nilai Maksimum Penggunaan Lahan dan Teknik Konservasi TSL = Erosi yang dapat ditoleransikan Ap = Erosi Potensial Alternatif penggunaan lahan yang dipilih adalah setiap penggunaan lahan yang mempunyai nilai CP CPmax. Nilai CP dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

31 Penentuan Optimalisasi Penggunaan Lahan Alternatif alternatif terpilih dapat digunakan sebagai penentu optimalisasi penggunaan lahan dengan cara memilih dari alternatif alternatif yang ada berdasarkan aspek sosial dan ekonomi. Aspek ekonomi dinilai dari penggunaan lahan dan teknik konservasi yang memberikan keuntukan terbesar. Aspek sosial dinilai dari tingkat kemudahan diterimanya alternatif tersebut, diutamakan penggunaan lahan yang sudah diterapkan oleh petani di daerah penelitian.

32 19 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Daerah Studi Iklim Iklim di Desa Lamajang diperoleh dari Stasiun Pangalengan dari tahun (Puslittanak 1993). Menurut klasifikasi Oldeman (1975) seluruh areal studi tergolong Zone Agroklimat B2 dengan bulan basah (bulan dengan curah hujan >200mm) selama 7 bulan dan bulan kering (bulan dengan curah hujan <100mm) selama 2 bulan. Tabel 6. Data Curah Hujan Rata rata dan Suhu Udara Rata-rata Bulanan dan Tahunan di Stasiun Pangalengan (Wilayah Lamajang dan Sekitarnya) (Puslittanak, 1993) dan (Amirza, 1991 dalam Abdullah, Darmawan, dan Suryaningtyas, 1994) Bulan Curah Hujan (mm) Erosivitas Hujan (R) Suhu Udara ( 0 C) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata Suhu Udara Bulanan 22.2 Curah Hujan Tahunan dan Nilai R Tahunan Curah hujan rata rata bulanan dan tahunan di lokasi penelitian berdasarkan data dari Stasiun Pangalengan termasuk tinggi. Periode curah hujan tinggi berlangsung dari Bulan November sampai Mei dengan curah hujan rata rata bulanan mm dan puncaknya pada Bulan Desember yaitu 338,2 mm. Periode hujan terendah, dengan curah hujan rata rata bulanan kurang dari 100 mm, berlangsung dari Bulan Juni sampai Oktober dengan curah hujan terendah 86.3 dan 59.2 mm pada Bulan Juli dan Agustus.

33 20 Distribusi hujan cukup baik dengan bulan basah yang panjang (7-9 bulan) dan bulan kering yang singkat serta curah hujan tahunan yang tinggi (2063 mm) menyebabkan Desa Lamajang memiliki nilai erosivitas hujan yang tinggi. Hasil perhitungan erosivitas hujan menggunakan Persamaan Lenvian menunjukkan pola sebaran bulanan yang sama dengan pola sebaran hujan dengan nilai erosivitas hujan tahunan adalah ton ha. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2006) pada daerah beriklim basah faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan, dengan besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah serta meningkatkan kerusakan erosi yang terjadi Topografi Faktor kemiring dan panjang lereng sangat berpengaruh terhadap erosi. Semakin curam lereng akan membuat erosi semakin tinggi. Daerah penelitian memiliki bentuk wilayah dan kemiringan lereng yang cukup beragam dari datar hingga berbukit - bergunung. Bentuk wilayah daerah penelitian didominasi oleh bentuk wilayah berbukit kecil dengan kemiringan lereng 16-30%, seluas 553 ha (37.5% dari luasan total Desa Lamajang), bentuk wilayah lain yang dominan adalah bergunung dengan kemiringan lereng >60%, seluas 500 ha (33.9%), dan bentuk wilayah terluas ketiga adalah berombak dengan kemiringan lereng 3-8% seluas 354 ha (24%). Bentuk wilayah datar dengan kemiringan lereng 0-3% dan bergelombang dengan kemiringan lereng 8-16% memiliki luasan antara ha. Daerah Penelitian terletak pada ketinggian ± 700 mdpl sampai ±1300 mdpl. Berdasarkan data di atas daerah penelitian didominasi oleh bentuk wilayah berbukit kecil. Peta Kelas Lereng tertera pada Gambar 4.

34 Gambar 4. Peta Kelas Lereng di Daerah Penelitian 21

35 Geologi Wilayah Pangalengan Lamajang, dikelilingi oleh beberapa gunung api yang telah punah dan hancur akibat retakan, lipatan, dan patahan ke arah Zone Fisiografi Pegunungan Selatan. Oleh karena itu, bahan induk kedua tanah tersebut terbentuk dari letusan gunung api yang berasal dari Gunung Tilu dan Gunung Tikukur. Hal ini sesuai dengan pendapat dari van Bemmelen (1949), bagian tengah atau Wilayah Pangalengan dikelilingi oleh beberapa gunung api yang telah punah dan hancur akibat retakan, lipatan, dan patahan ke arah Zone Fisiografi Pegunungan Selatan. Pada daerah Pangalengan transisi dari ujung yang tinggi di bagian pusat dari Pegunungan Selatan yang tertutupi oleh runtuhan dari deretan gunung api yang punah membentuk Zone Fisiografi Bandung. Peta Geologi tertera pada Gambar Tanah Pola penyebaran tanah di Desa Lamajang sangat beragam walaupun pada dasarnya memiliki bahan induk yang relatif sama namun pembentukan tanah pada Desa Lamajang berbeda, karena dipengaruhi oleh lereng yang berbeda. Data tanah diperoleh dari Peta Tanah Tinjau Mendalam Skala 1: (Puslittanak, 1993) yang kemudian dilakukan pengecekan lapang (ground chek) dan klasifikasi tanahnya tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Tanah di Daerah Penelitian Order Suborder Great Group Subgroup Eutrudept Typic Eutrudept Inceptisol Udept Humic Dystrudept Dystrudept Aquic Dystrudept Melanudand Typic Melanudand Andisol Udand Hapludand Typic Hapludand Fulvudand Typic Fulvudand

36 Gambar 5. Peta Geologi di Daerah Penelitian dan Sekitarnya 23

37 Penggunaan Lahan dan Teknik Konservasi Penggunaan lahan di Desa Lamajang, Pangalengan sebagian besar adalah sawah, tegalan, kebun campuran, dan hutan, untuk luasan masing masing tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Penggunaan Lahan dan Luasan Penggunaannya Masing masing Tipe Penggunaan Lahan Luas ha % Hutan Primer Tegalan Sawah Pengairan Sederhana Kebun Campuran Total Luas Berdasarkan tabel di atas, penggunaan lahan terbanyak di Desa Lamajang adalah sawah dan paling sedikit adalah kebun sayuran. Penanaman sawah terjadi dua kali dalam 1 tahun namun pada daerah yang memiliki lereng >30% hanya 1 kali panen. Peta Penggunaan Lahan tertera pada Gambar 6. Teknik konservasi di daerah penelitian menggunakan teknik konservasi teras bangku pada daerah sawah, tegalan, dan kebun campuran sedangkan pada daerah hutan tidak dikonservasikan. Teras bangku yang diterapkan adalah teras bangku tradisional dimana teras tersebut tidak mempertimbangkan tingkat kerataan dasar dan talud teras, seperti dapat dilihat pada Peta Teknik Konservasi Gambar 7. Pola penanaman pada daerah penelitian adalah sistem bergilir antara sawah, tegalan, dan kebun campuran.

38 Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan di Daerah Penelitian 25

39 Gambar 7. Peta Teknik Konervasi di Daerah Penelitian 26

40 Satuan Peta Lahan Pada daerah penelitian terdapat 7 SPL (Satuan Peta Lahan). Satuan Peta Lahan diperoleh dari kombinasi kondisi curah hujan, tanah, dan bentuk wilayah. Namun, karena hanya terdapat satu data curah hujan untuk seluruh areal studi maka kondisi curah hujan tidak menentukan Satuan Peta Lahan yang terbentuk. Peta Satuan Lahan tertera pada Gambar 8 dan legenda selengkapnya tertera pada Tabel Kondisi Erosi Erosi Aktual Erosi aktual adalah erosi yang terjadi sesuai dengan keadaan alam yang sebenarnya. Erosi tertinggi di daerah penelitian terjadi pada SPL 4 dengan luas areal 13% dan erosi terendah terjadi pada SPL 1 dengan luas areal 2.1%. Pada erosi rendah penggunaan lahannya didominasi oleh sawah dan hutan primer. Pada erosi sangat tinggi penggunaan lahan yang mendominasi adalah tegalan dengan teknik konservasi teras bangku tradisional, sedangkan pada erosi sedang dan tinggi penggunaan lahannya didominasi oleh kebun campuran dengan teknik konservasi teras bangku tradisional. Data selengkapnya tertera pada Tabel 10 dan 11. Peta Erosi Aktual tertera pada Gambar 9. Pada erosi sedang hingga sangat tinggi perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan, hingga erosi tersebut sama dengan atau lebih kecil dari erosi yang ditoleransikan. Sebelum melakukan optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan penentuan alternatif yang tepat untuk setiap satuan lahannya.

41 Gambar 8. Peta Satuan Lahan di Daerah Penelitian (Legenda Selengkapnya tertera pada Tabel 9) 28

42 SPL No Simbol SPL 1 Ac.2.1 SPL 2 Vat.3 SPL3 Vat.3 SPL4 Vat.3 SPL 5 Va.4 SPL 6 Va.4 SPL 7 Va.4 Uraian Jalur aliran sungai dan lembah sempit (<50 m) Lungur Volkan Tengah Lungur Volkan Tengah Lungur Volkan Tengah Lungur Volkan Bawah Lungur Volkan Bawah Lungur Volkan Bawah Bahan Induk Deposit aluvium campuran Abu dan pasir volkan intermedier (andesitik) Abu dan pasir volkan intermedier (andesitik) Abu dan Pasir Volkan Intermedier (andesitik) Tuf volkan intermedier (andesit) Tuf volkan intermedier (andesit) Tuf volkan intermedier (andesit) Kemiringan Lereng (%) Relief Luas Bentuk Wilayah Komposisi Macam Tanah Hektar Persen 0-3 % Datar 8-16% Bergelombang 16-30% Berbukit kecil P M D D M F D M F Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Typic Fulvudand Typic Hapludand Typic Melanudand Typic Fulvudand Typic Hapludand Typic Melanudand >60% Bergunung P Typic Hapludand % Berombak 8-16 % Bergelombang 16-30% Berbukit kecil F M D F M D F D M Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept TotalLuas Keterangan : A = BentanglahanAluvial P = Paling Dominan V = BentanglahanVolaknik D = Dominan a = Batuanandesit F = Cukup at = BatuanAndesitik M = Sedikit c = Campuran Tabel 9.LegendaPetaSatuanPetaLahan Tingkat Semidetil (Skala 1:50.000) DesaLamajang, Kec. Pangalengan, Kab.Bandung 29

43 Gambar 9. Peta Kelas Erosi Aktual di Daerah Penelitian 30

44 31 Tabel 10. Pendugaan Erosi Aktual pada Setiap SPL Erosi Sebaran Nilai Erosi Luas Batas (ton/ha/th) Kelas SPL (ton/ha/th) Ha % Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Perhitungan selengkapnya tertera pada Lampiran Tabel 11. Penggunaan Lahan pada Setiap Kelas Erosi Penggunaan Kelas Erosi Lahan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Hutan SPL 2,3, Sawah SPL 1,2 SPL 3 SPL 4 - Kebun Campuran SPL 1 SPL 2,5 SPL 3,6 SPL 7 Tegalan SPL 3, Erosi yang Ditoleransikan, Erosi Potensial, dan Indeks Bahaya Erosi Erosi yang ditoleransikan merupakan batas ambang erosi. Penetapan tingkat bahaya erosi menggunakan pernyataan yang dikemukakan oleh Thompson (1975) dalam Arsyad (2006). Pada daerah penelitian erosi yang ditoleransikan memiliki nilai 24 ton/ha/tahun untuk Order Inceptisol dikarenakan tanah Order inceptisol yang berada di daerah penelitian memiliki solum dalam (>90cm) dengan lapisan bawah permeabilitas sedang, di atas subrata telah melapuk. Order Andisol memiliki nilai tingkat bahaya erosi yang ditoleransikan 30 ton/ha/tahun dikarenakan solum tanah yang dalam (>90cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas subrata telah melapuk.

45 32 Erosi potensial adalah erosi yang terjadi pada suatu bidang lahan tanpa adanya penutup lahan dan teknik konservasi tertentu. Erosi potensial dibutuhkan untuk menentukan tingkat bahaya erosi apabila dilakukan pembukaan lahan. Erosi potensial juga dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan alternatif yang dapat diaplikasikan pada suatu lahan. Daerah penelitian didominasi oleh harkat indeks bahaya erosi (IBE) sangat tinggi dengan luas areal 97.9%. Hal ini dikarenakan curah hujannya yang tinggi, bentuk wilayah didominasi oleh berbukit kecil dan bergunung. Hal ini sesuai dengan pendapat Pierson (1980); Huang dan Lin (2002 dalam Soenarmo, Sadisun,dan Saptohartono 2008) tingginya intensitas curah hujan dapat menambah beban pada lereng sebagai akibat peningkatan kandungan air dalam tanah, yang pada akhirnya memicu terjadinya erosi. Menurut Arsyad (2006) daerah yang berlereng curam, dan tanah yang memiliki nilai erodibilitas tinggi, relatif memiliki tingkat bahaya erosi yang tinggi. Tanah di daerah penelitian memiliki Order Andisol dimana tanah ini memiliki nilai erodibilitas yang cukup tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Yogaswara (1977) menyatakan bahwa tanah Order Andisol sifat fisik dan kimianya tergolong sedang, termasuk tanah yang dapat diusahakan intensif untuk pertanian, kepekaan tanah terhadap erosinya sangat besar, baik terhadap erosi air maupun erosi angin. Data selengkapnya tertera pada Tabel 12, Peta TSL dan IBE tertera pada Gambar 10 dan 11. Tabel 12. Harkat Tingkat Bahaya Erosi dan Erosi yang dapat Ditoleransikan pada Setiap SPL SPL IBE Harkat TSL Luas Ha % 1 0 Rendah Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi

46 Gambar 10. Peta Erosi yang dapat Ditoleransikan di Daerah Penelitian 33

47 Gambar 11. Peta Indeks Bahaya Erosi di Daerah Penelitian 34

48 Alternatif Penggunaan Lahan Alternatif alternatif penggunaan lahan ini ditentukan berdasarkan nilai faktor CP, dimana nilai CP CPmax. Alternatif alternatif penggunaan lahan pada setiap Satuan Peta Lahan (SPL) tertera pada Tabel 13. Tabel 13. Beberapa Alternatif Penggunaan Lahan pada Setiap SPL Kelas Erosi Sedang dan Tinggi No. SPL Penggunaan Alternatif Alternatif Penggunaan Lahan Lahan 3 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 4 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 2 Kebun Campuran 5 Kebun Campuran 3 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik

49 36 Tabel 13. (Lanjutan) 6 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 7 Kebun Campuran Kelas Erosi Sangat Tinggi 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. diubah Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak 3 Tegalan 1. Penggunaan Lahan Perubahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Penggunaan lahan Perubahan menjadi hutan alam serasah banyak 4 Tegalan 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak *)Pola tanam tumpang gilir : Jagung + padi + ubi kayu, setelah panen padi ditanami kacang tanah Berdasarkan beberapa alternatif yang ada dapat ditentukan pola penggunaan lahan mana yang paling optimal untuk diaplikasikan di daerah penelitian berdasarkan tingkat keefektifan baik secara ekonomi maupun sosial sehingga terbentuk pertanian yang berkelanjutan. 4.5 Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk mengoptimalisasikan lahan pada setiap Satuan Peta Lahan maka diperlukan peninjauan alternatif dari aspek sosial, budaya dan ekonomi. Sehingga dapat diterima oleh petani dan dapat diaplikasikan di daerah penelitian Aspek Sosial dan Budaya Aspek sosial dan budaya adalah aspek yang sangat berpengaruh terhadap para petani di daerah penelitian. Aspek sosial dan budaya memiliki peran utama dalam menentukan pemilihan alternatif yang dapat diaplikasikan di daerah penelitian. Alternatif yang akan diaplikasikan harus dapat diterima dan tidak bertolak belakang dengan budaya dan adat di daerah penelitian. Perubahan jenis pemanfaatan lahan sulit dilakukan karena petani di daerah penelitian bercocok

50 37 tanam mengikuti tradisi yang sudah turun temurun. Perbaikan teknik konservasi lebih mudah untuk diterima oleh petani di daerah penelitian dibandingkan dengan perubahan penggunaan lahan, dikarenakan petani didaerah penelitian sudah menggunakan teknik konservasi namun belum secara optimum, sehingga perlu dilakukan sosialisasi teknik konservasi tanah dan air yang optimum untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat bahaya erosi Aspek Ekonomi Optimalisasi penggunaan lahan pada daerah penelitian diperlukan untuk mengurangi tingkat bahaya erosi, namun harus tetap memberikan pendapatan yang layak terhadap petani di daerah penelitian. Penentuan nilai ekonomi dilakukan berdasarkan besarnya biaya produksi dan pendapatan. Alternatif yang diaplikasikan ditinjau yang memiliki biaya produksi rendah dan memberikan pendapatan tinggi atau memberikan keuntungan terbesar. Tabel biaya produksi dan pendapatan tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Analisis Alternatif dari Segi Ekonomi (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010) Alternatif Biaya Produksi (Rp / ha / MT) Pendapatan (Rp / ha / MT) Sawah Kebun Campuran Hutan Alam 0 0 Alang Alang Murni Subur 0 0 Pola Tanam Tumpanggilir* + Mulsa - - Jerami Padi + Mulsa Jerami 4 ton / ha - - Kacang Tanah + Mulsa Jerami 4 ton Penggunaan teras bangku menguntungkan untuk pendapatan petani dimasa mendatang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Tabel 15. Perbandingan Produktivitas, Penerimaan, Biaya, Keuntungan Petani Kentang di Daerah Kecamatan Pangalengan Tahun 2005 (Katharina, 2010) Teknik Konservasi Produktivitas (Ton/ha) Penerimaan (Rp) Biaya (Rp) Untung (Rp) Searah Lereng Searah Kontur Teras Bangku

51 38 Tabel 16. Perbandingan Nilai NPV Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan Selama 20 Tahun (Katharina, 2010) Teknik Konservasi Kemiringan Lereng 15% 50% Searah Lereng Rp Rp Searah Kontur Rp Rp Teras Bangku Rp Rp Berdasarkan Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa penggunaan teras bangku dapat meningkatkan pendapatan petani namun dalam jangka panjang. Berdasarkan alternatif-alternatif pada Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan yang memiliki keuntungan terbesar adalah kebun campuran dengan teras bangku konstruksi baik dan keuntungan terkecil adalah hutan alam Aspek Teknis Optimalisasi Penggunaan Lahan Optimalisasi penggunaan lahan harus memenuhi aspek sosial dan ekonomi agar tercipta pertanian yang berkelanjutan di daerah penelitian. Aspek ekonomi ditinjau dari segi keuntungan terbesar, dari aspek sosial ditinjau dari kemudahan untuk diterima oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Pimentel (1993) yang menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang memperhatikan kelestarian lingkungan serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Tabel optimalisasi penggunaan lahan tertera pada Tabel 17.

52 39 Tabel 17. Optimalisasi Penggunaan Lahan pada Setiap SPL Kelas Erosi Sedang dan Tinggi No. SPL Penggunaan Alternatif Alternatif Penggunaan Lahan Ekonomi Sosial Lahan 3 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik Diterima Diterima Diterima 4 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 2 Kebun Campuran 5 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima

53 40 Tabel 17. (Lanjutan) 3 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik Diterima Diterima 6 Kebun Campuran 7 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik Kelas Erosi Sangat Tinggi 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak 3 Tegalan 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak 4 Tegalan 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak Diterima Diterima Diterima Diterima *)Pola tanam tumpang gilir : Jagung + padi + ubi kayu, setelah panen padi ditanami kacang tanah Berdasarkan data pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa optimalisasi yang dominan dilakukan di daerah penelitian adalah penerapan tindakan konservasi tanah teras bangku dengan konstruksi baik. Realisasi dari optimalisasi ini tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan karena masyarakan sudah mengetahui penggunaan teknik konservasi tanah. Oleh karena itu, mengaplikasikannya hanya perlu sosialisasi bagaimana cara pembuatan teras bangku konstruksi baik, keunggulan dan keuntungan menggunakan konstruksi tersebut. Selain penerapan teknik konservasi tanah dan air dalam hal pemanfaatan lahannya harus dipertimbangkan segi sosial dan ekonominya. Segi ekonomi Diterima Diterima Diterima Diterima

54 41 adalah penggunaan lahan mana yang memiliki nilai NPV tertinggi sedangkan segi sosial adalah pengutamaan penggunaan lahan yang eksisting. Peta Alokasi Penggunaan Lahan tertera pada Gambar 12. Penggunaan lahan yang tidak tepat pada lereng sangat curam (>60%) dapat menyebabkan longsor. Perubahan penggunaan lahan pada lereng yang sangat curam (>60%) sebaiknya untuk dijadikan agroforestri dengan jenis tanaman bertajuk tinggi (Pohon Pinus), bertajuk sedang (Pohon Kina atau Kopi) dan bertajuk rendah (Cabe atau Bawang), penanaman tajuk rendah pada saat tajuk sedang dan tinggi belum tumbuh besar serta teknik konservasi penanaman mengikuti garis kontur.

55 Gambar 12. Peta Alokasi Penggunaan Lahan di Daerah Penelitian 42

56 43 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata rata tingkat bahaya erosi di daerah penelitian tergolong sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan lereng yang curam, sehingga hal ini menyebabkan nilai erosi aktual lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (Aa>TSL), sehingga perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan. 2. Jenis optimalisasi penggunaan lahan yang paling tepat di daerah penelitian adalah dengan tanaman yang eksisting menggunakan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik. Perubahan penggunaan lahan sebaiknya disesuaikan dengan yang biasa diusahakan oleh masyarakat setempat. Pada daerah yang berlereng sangat terjal (>60%) sebaiknya ditanami tanaman kehutanan (agroforestry) dengan jenis tanaman bertajuk tinggi (Pohon Pinus), bertajuk sedang (Pohon Kina atau Kopi) dan bertajuk rendah (Cabe atau Bawang) penanaman tajuk rendah pada saat tajuk sedang dan tinggi belum tumbuh besar serta teknik konservasi penanaman mengikuti garis kontur 5.2 Saran 1. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk optimalisasi penggunaan lahan di daerah penelitian ditinjau dari sifat biologi dan kimia tanah serta tingkat kesesuaian lahannya agar penggunaan lahannya lebih optimum baik dari segi pemupukan maupun biota tanahnya, sehingga tercapainya pertanian berkelanjutan. 2. Perlunya bantuan pemerintah setempat, perencanaan strategis dan tokoh masyarakat setempat untuk mensosialisasikan bagaimana cara pembuatan teras bangku konstruksi baik serta sinergisnya kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang dapat meningkatkan taraf hidup para petani di daerah penelitian. 3. Upaya peningkatkan pendapatan petani dengan penerapan optimalisasi penggunaan lahan memerlukan jangka waktu yang panjang sehingga diperlukan konsistensi pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan penggunaan lahan di daerah penelitian.

57 44 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, T. S., Darmawan, dan D. T. Suryaningtyas Evaluasi Hubungan Tatanama dalam Order Andisols dengan Potensi Produktivitas Lahan dalam Menunjang Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Alzwar, M. N., Akbar, dan S. Bachri Peta Geologi Bersistem Indonesia, Lembar Garut (1208-6) dan Pameungpeuk (1208-3) Skala 1 : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung. Anonim. 1993a. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 1993b. Peta Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 1999a. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Soreang ( ) Skala 1 : Bakosurtanal. Bogor. 1999b. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Pangalengan ( ) Skala 1 : Bakosurtanal. Bogor Peta Kabupaten Bandung Skala 1: Indo Prima Sarana. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press : Bogor Konservasi Tanah dan Air. IPB Press : Bogor. Dent, D dan A. Young Soil Suvey and Land Evaluation. George Allen and Unwin. London. Desaunettes, J. R Catalogue of Landforms for Indonesia, Soil Research Institute. Bogor. FAO A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin, 32. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome, Italy. Katharia, R Adopsi Konservasi Sebagai Bentuk Investasi Usaha Jangka Panjang : Studi Kasus Usahatani Kentang Lahan Kering Dataran Tinggi Pangalengan. Tesis S2, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Alam, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Kurnia, U., A. Rachman, dan A. Dariah Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Bogor.

58 45 Pimentel, David World Soil Erosion and Conservation. Cambridge University Press. United Kingdom. Purbandono, A. Basyar, Agung. B, Harto, dan P. Rallyanti Evaluasi Perubahan Prilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. Vol. II No. 2(21-28). Rajati, T., C. Kusmana, D. Darusman, dan A. Saefuddin Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kehutanan dalam Rangka Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan : Studi Kasus di Kab. Sumedang. Jurnal Manjemen Hutan Tropika Vol. XII No. 1(38-50). Sunarmo, S. H., I. A. Sadisun, dan E. Saptohartono Kajian Awal Pengaruh Intensitas Curah Hujan Terhadap Pendugaan Potensi Tanah Longsor Berbasis Spasial di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jurnal Geoplika. Volume 3, no3, hal Bandung. Sutono, S., S. H. Tala ohu, O. Sopandi, dan F. Agus Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan di DAS Citarum. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian; 3 April Balai Penelitian tanah: Bogor USDA Keys to Soil Taxonomy, Eleventh edition Nasional Resources Conservation Service, USDA. van Bemmelen, R. W The Goelogy of Indonesia. Vol. IA. General Geology of Indonesia Government Printing Office, The Hague. Wischemeier, W. H, and D. D. Smith Predicting Rainfall Erosion Loeses, A Guided to Conservation Planning. USDA. Agric. Handbook Washington. DC. Wischmeier, W. H Use and misuse of the universal soil loss equation. Journal of Soil and Water Conservation. Wischmeier, W. H., Smith, D. D Predicting rainfall-erosion losses for cropland east of the Rocky Mountains. Agriculture handbook no Washington: United States Department of Agriculture. Zachar, D Soil Erosion. Elsevier Pub. Co. Amsterdam.

59 46 Lampiran 1. Uraian Morfologi Pedon Pewakil Pedon : P1 Posisi : Puncak lereng Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Koordinat : LS dan BT Macam Tanah/Subgroup : Typic Melanudand (Soil Survey Staff, 2010) Drainase : Baik Fisiografi : Lungur volkan tengah Lereng : Datar (0-3%) Bentuk Lahan (Landform) : Dataran punggung volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, datar, tidak tertoreh.(vat 3.5.0) Elevasi : 1106 m dpl Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit) Vegetasi : Kebun sayuran, bawang merah, bayam, dan rumput-rumputan Horison Simbol Kedalaman Uraian (cm) A Merah kekuningan (5 YR 4/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata. A Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4) lempung berdebu; gumpal bersudut, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus banyak; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; struktur gumpal bersudut, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Merah kekuningan (5 YR 5/8); lempung liat berdebu; gumpal bersudut, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedikit.

60 47 Lampiran 1. (Lanjutan) Pedon : P2 Posisi : Lereng tengah Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Koordinat : LS dan BT Klasifikasi Tanah : Typic Hapludand (Soil Survey Staff, 2010) Drainase : Baik Fisiografi : Lungur volkan tengah Lereng : Curam (30-60%) Bentuk Lahan (Landform) : Lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal, tertoreh (Vat 3.6.3) Elevasi : 1092 m dpl Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit) Vegetasi : Kebun sayuran, bawang merah, bayam, dan cabai Horison Simbol Kedalaman (cm) Uraian A Merah kekuningan (5 YR 4/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedikit; beralih jelas, rata. Bw Merah kekuningan (5 YR 5/8) lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus sangat sedikit.

61 48 Lampiran 1. (Lanjutan) Pedon : P3 Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Koordinat : LS dan BT Macam Tanah/Subgroup : Typic Fulvudand (Soil Survey Staff, 2010) Drainase : Baik Fisiografi : Lungur volkan tengah Lereng : Landai (2-5%) Bentuk Lahan (Landform) : Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik,landai, tertoreh sedang (Vat 3.5.2) Elevasi : 1088 m dpl. Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit). Vegetasi : Putri malu, bayam, alang-alang, dan harendong (Melastoma sp) Simbol Horison Kedalaman (cm) Uraian A Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); lempung berdebu; gumpal membulat,halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 6/8); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 6/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 6/8); lempung liat berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedikit; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 7/8); lempung liat berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab)

62 49 Lampiran 2. Rekapitulasi Data Morfologi dari Tiga Pedon Pewakil Pedon P1 P2 P3 Simbol Horison Data Morfologi Tanah Horison Penciri Kedalaman (cm) Batas Topog rafi Horis on Warna Matriks Kelas Tekstur Bentuk Struktur Ukuran Perkem bangan Konsis tensi Lembab Epipedon Horison Penciri Lain A c, s 5 YR 4/6 Si L Sb F 1 Vf Melanik Andik A c, s 5 YR 5/4 Si L Sb F 1 Vf Bw c, s 5 YR 5/4 Si L Ab F 1 Vf Kambik Bw c, s 5 YR 5/4 Si L Ab F 1 Vf Kambik Bw c, s 5 YR 5/8 Si Cl L Ab F 1 F A c, s 5 YR 4/6 Si L Sb F 1 Vf Umbrik Andik Bw c, s 5 YR 5/4 Si L Sb F 1 Vf Kambik Bw c, s 5 YR 5/4 Si L Sb F 1 Vf Kambik Bw c, s 5 YR 5/8 Si L Sb F 1 F A c, s 5 YR ¾ Si L Sb F 1 Vf Melanik Andik Bw c, s 5 YR 6/8 Si L Sb F 1 F Kambik Bw c, s 5 YR 6/6 Si L Sb F 1 F Kambik Bw c, s 5 YR 6/8 Si Cl L Sb F 1 F Kambik Bw c, s 5 YR 7/8 Si Cl L Sb F 1 F Macam Tanah Typic Melanudand Typic Hapludand Typic Fulvudand 49

63 50 Keterangan : 1) Batas Topografi Horison: c, s = jelas, rata 2) Warna Matriks : 5 YR 3/4 = Coklat kemerahan gelap 5 YR 4/6 = Merah kekuningan 5 YR 5/4 = Coklat kemerahan 5 YR 5/8 = Merah kekuningan 5 YR 6/6 = Kuning kemerahan 5 YR 6/8 = Kuning kemerahan 5 YR 7/8 = Kuning kemerahan 3) Kelas Tekstur : Si L = Lempung berdebu Si Cl L = Lempung liat berdebu 4) Struktur : a. Bentuk : ab = Gumpal bersudut sb = Gumpal membulat b. Ukuran : F = Halus c. Perkembangan : 1 = Lemah 5) Konsistensi Lembab : vf = Sangat gembur f = Gembur

64 51 Lampiran 3. Data Analisis Laboratorium Pedon Horison ph 1:1 Walkley dan Black Simbol Kedalaman (cm) Kjeldhal Bray I NNH 4 OAc ph 7.0 KB N KCl 0.05 N HCl H 2 O KCl C-org N-Total P Ca Mg K Na KTK Al H Fe..(%)....(%).. (ppm).(me/100g). (%)...(me/100g) (ppm) P1 A A Bw Bw Bw P2 A Bw Bw Bw P3 A Bw Bw Bw Bw

65 52 Lampiran 4. Pedoman Nilai C pada Setiap Macam Penggunaan Lahan No. Macam Penggunaan Lahan Nilai C (*) 1 Tanah terbuka / tanpa tanaman 1 2 Sawah 0,01 3 Tegalan 0,7 4 Ubikayu 0,8 5 Jagung 0,7 6 Kedelai 0,399 7 Kentang 0,4 8 Kacang tanah 0,2 9 Padi 0, Tebu 0,2 11 Pisang 0,6 12 Akar wangi (sereh wangi) 0,4 13 Rumput Bede (tahun pertama) 0, Rumput Bede (tahun kedua) 0, Kopi dengan penutupan lahan buruk 0,2 16 Talas 0,85 17 Kebun campuran Kerapatan tinggi 0,1 Kerapatan sedang 0,2 Kerapatan rendah 0,5 18 Perladangan 0,4 19 Hutan alam Serasah banyak 0,001 Serasah kurang 0, Hutan produksi Tebang habis 0,5 Tebang pilih 0,2 21 Semak belukar/padang rumput 0,3 22 Ubikayu + Kedelai 0,181

66 53 Lampiran 4. (Lanjutan) 23 Ubikayu + Kacang tanah 0, Padi Sorgum 0, Padi Kedelai 0, Kacang tanah + Gude 0, Kacang tanah + Kacang tunggak 0, Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha 0, Padi + Mulsa jerami 4 ton/ha 0, Kacang tanah + Mulsa Jagung 4 ton/ha 0, Kacang tanah + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0, Kacang tanah + Mulsa Kacang tunggak 0, Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0, Padi + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0, Pola tanam tumpang gilir** ) + Mulsa jerami 0, Pola Tanam berurutan*** ) + Mulsa sisa tanaman 0, Alang alang murni subur 0,001 Catatan : *) Data Pusat Penelitian Tanah ( ) tidak di publikasikan **) Pola tanam tumpang gilir : jagung + padi + ubikayu, setelah panen padi, ditanami kacang tanah. ***) Pola tanam berurutan : padi jagung kacang tanah

67 54 Lampiran 5. Nilai Erosi Aktual pada Setiap SPL dan Penggunaan Lahan Tertentu SPL Penggunaan lahan R K LS CP A SPL 1 Sawah SPL 1 Kebun Campuran SPL 2 Kebun Campuran SPL 2 Hutan SPL 2 Sawah SPL 3 Hutan SPL 3 Tegalan SPL 3 Sawah SPL 3 Kebun Campuran SPL 4 Hutan SPL 4 Tegalan SPL 4 Sawah SPL 5 Kebun Campuran SPL 5 Sawah SPL 6 Sawah SPL 6 Kebun Campuran SPL 7 Sawah SPL 7 Kebun Campuran

68 55 Lampiran 6. Foto Penampang Tegak dari Tiga Pedon Pewakil Pedon 1 (Puncak) Typic Melanudand Pedon 2 (Lereng) Typic Hapludand Pedon 3 (Lembah) Typic Fulvudand

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...

Lebih terperinci

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE.

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. Land resource damage caused by the land conversion and land use without

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA BALIAN KECAMATAN MESUJI RAYA KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR SKRIPSI

PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA BALIAN KECAMATAN MESUJI RAYA KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR SKRIPSI PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA BALIAN KECAMATAN MESUJI RAYA KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR SKRIPSI OLEH : MUHAMMAD MAULANA SIREGAR 120301112 ILMU TANAH

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN TANAMAN KOPI (Coffea Sp.) DI BEBERAPA KECAMATAN DI KABUPATEN DAIRI SKRIPSI. Oleh:

PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN TANAMAN KOPI (Coffea Sp.) DI BEBERAPA KECAMATAN DI KABUPATEN DAIRI SKRIPSI. Oleh: PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN TANAMAN KOPI (Coffea Sp.) DI BEBERAPA KECAMATAN DI KABUPATEN DAIRI SKRIPSI Oleh: LEDI KISWANTO BARUS 080303050 AET - TNH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : RAHMADI RABUN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) SKRIPSI Oleh HARRY PRANATA BARUS DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat EnviroScienteae 10 (2014) 27-32 ISSN 1978-8096 STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AIR (TSS DAN TDS) DAS SEJORONG, KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO SKRIPSI OLEH : NICO LERYSONE 020308027/TEP DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI FAKTOR TANAMAN KACANG PANJANG DAN MENTIMUN DENGAN METODE PETAK KECIL DAN USLE PADA TANAH ANDEPTS DI KEBUN KWALA BEKALA USU

PENENTUAN NILAI FAKTOR TANAMAN KACANG PANJANG DAN MENTIMUN DENGAN METODE PETAK KECIL DAN USLE PADA TANAH ANDEPTS DI KEBUN KWALA BEKALA USU PENENTUAN NILAI FAKTOR TANAMAN KACANG PANJANG DAN MENTIMUN DENGAN METODE PETAK KECIL DAN USLE PADA TANAH ANDEPTS DI KEBUN KWALA BEKALA USU Muhammad Eko Hardiyansyah 090308068 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Menurut Singarimbun (1989 : 4) metode eksploratif yaitu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement.

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement. PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODA USLE PADA DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DAERAH JALUR LINTAS BENGKULU-KEPAHIANG Yeza Febriani Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEKRITISAN LAHAN SUB DAS KRUENG JREUE Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK Oleh: NURINA ENDRA PURNAMA F14104028 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS EROSI DAN POTENSI BAHAYA LONGSOR DI SUB DAS KALIPUTIH JEMBER

PENENTUAN INDEKS EROSI DAN POTENSI BAHAYA LONGSOR DI SUB DAS KALIPUTIH JEMBER PENENTUAN INDEKS EROSI DAN POTENSI BAHAYA LONGSOR DI SUB DAS KALIPUTIH JEMBER SKRIPSI Oleh Leli Anggraini NIM 071510301053 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 PENENTUAN INDEKS EROSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN DELI SERDANG IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH : BERNAT FERNANDO SIDABUTAR DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT EROSIVITAS DAN ERODIBILITAS DAS AIR HAJI KECAMATAN SUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT. Oleh:

STUDI TINGKAT EROSIVITAS DAN ERODIBILITAS DAS AIR HAJI KECAMATAN SUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT. Oleh: 1 STUDI TINGKAT EROSIVITAS DAN ERODIBILITAS DAS AIR HAJI KECAMATAN SUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT Oleh: Zulhan Efendi ˡDr. Dedi Hermon, M.P. ²Azhari Syarief, S.Pd. M.Si.³ 2,3 Staf Pengajar Pendidikan

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR SKRIPSI OLEH: FRISCA ELIANA SIDABUTAR 031201021/MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Sub DAS Petani Sumatera Utara. Mapping Erosion Level in Petani SubWatershed North Sumatera

Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Sub DAS Petani Sumatera Utara. Mapping Erosion Level in Petani SubWatershed North Sumatera Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Sub DAS Petani Sumatera Utara Mapping Erosion Level in Petani SubWatershed North Sumatera Roria Renta Silalahi, Supriadi*, Razali Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 124 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan dan memberikan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan Sub Daerah Aliran

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN KENDAL. Evaluation of The Level Of Soil Erosion Sukorejo in District Of Kendal

EVALUASI TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN KENDAL. Evaluation of The Level Of Soil Erosion Sukorejo in District Of Kendal EVALUASI TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN KENDAL Evaluation of The Level Of Soil Erosion Sukorejo in District Of Kendal JURNAL PUBLIKASI ILMIAH Oleh : Irma Yuliyanti E100110033 FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

PREDIKSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN USAHA TANI PEGUNUNGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

PREDIKSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN USAHA TANI PEGUNUNGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH PREDIKSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN USAHA TANI PEGUNUNGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH Husein Suganda dan Neneng L. Nurida Peneliti Badan Litbang Pertanian Pada Balai Penelitian Tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI LAHAN DENGAN METODE USLE

PREDIKSI EROSI LAHAN DENGAN METODE USLE PREDIKSI EROSI LAHAN DENGAN METODE USLE Subekti Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jenderal Sudirman KM. 3 Cilegon 42435 E-mail : www.subekti_st@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci