KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR"

Transkripsi

1 KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR PRANA MAHARDHIKA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR PRANA MAHARDHIKA SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2010 Prana Mahardhika C

4 ABSTRAK PRANA MAHARDHIKA. Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus Di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor. Dibimbing oleh Dinar Tri Soelistyowati dan Rudhy Gustiano. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan hibrida hasil persilangan resiprok empat populasi ikan nila yaitu, Red NIFI (National Inland Fishery Institute), Nirwana (Nila Ras Wanayasa), Merah lido, dan BEST (Bogor Enhaced Strain Tilapia), berdasarkan parameter jumlah larva, kelangsungan hidup benih, laju pertumbuhan, heterosis, fenotipe morfometrik (Truss morphometric) dan warna benih. Benih yang digunakan berumur ±25 hari dan dipelihara pada waring dengan ukuran 2x2x1 m selama 8 minggu (56 hari), dengan padat penebaran 50 ekor/m 3. Pakan diberikan 3 kali sehari sebanyak 10% dari biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rata-rata larva paling tinggi dihasilkan dari induk betina Nirwana dari persilangan dengan keempat populasi berbeda (1216 ekor/ induk), dan yang terendah dihasilkan dari induk betina Merah lido (642 ekor/induk). Persentase laju pertumbuhan hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan true breeding (p<0,05), dan yang paling tinggi adalah pada hibrida dari persilangan Red NIFI x BEST (6,44 0,07%). Kelangsungan hidup benih terbaik adalah dari persilangan Merah lido x BEST (77,00 2,78%) dan yang terendah adalah persilangan true breed Nirwana (31,00 9,58%). Dalam hal ini Nirwana menghasilkan heterosis pada laju pertumbuhan (SGR) terbaik hingga 5,82% dengan Merah Lido dan kelangsungan hidup dengan BEST sebesar 15,59%. Kemiripan morfometrik interpopulasi menggambarkan bahwa true breed Red NIFI terpisah dengan populasi lainnya. Secara umum digambarkan 2 kelompok populasi yang terdiri dari true breed Red NIFI dan pada kelompok lainnya meliputi Nirwana, BEST, dan Merah lido. Persilangan antara fenotipe light dan dark menghasilkan dominansi fenotipe light, kecuali pada persilangan antara Nirwana (dark) dengan Red NIFI (light) yang menghasilkan rasio fenotipik light dan dark mendekati 50%. Kata Kunci : Ikan Nila, Persilangan Resiprok, Heterosis, Truss Morphometric

5 ABSTRACT PRANA MAHARDHIKA. Performance of Four Strain Nile Tilapine Oreochromis niloticus Hybrids in Floating Net Cages at The Lido Lake, Bogor. Supervised by Dinar Tri Soelistyowati and Rudhy Gustiano. Objectives of the study was to understand the performance of four strains (Red NIFI, Nirwana, Merah Lido, and BEST) nile tilapine hybrids based on the number of larvae produced, survival and growth rate, heterosis, morphometric character, and color inheritance aspect. Fry of 25 days old were reared in fine floating net cages sized 2x2x1 m for 8 weeks (56 days) with density of 50 fry per m 3. Feed was given three times a day at 10% of total biomass. The results showed that the average production of larvae had the highest number from the hybrids or female Nirwana crossed with different male from other strains. For growth rate, hybrids showed better performance than the parent one (p<0,05), the best growth rate was between male Red NIFI x female BEST (6,44±0,07%). Survival rate had the best performance on male Merah lido x female BEST (77,00±2,78%). The best heterosis value was found 5,82% for spesific growth rate on the hybrids of male Nirwana x female BEST. Phenotypic similarity indicated that Red NIFI was separate a part from the others. Crossing between light (red color) and dark (black) background showed that light color gene was dominance over dark color one. Keywords: Tilapia, Reciprocal Breeding, Heterosis, Truss Morphometric.

6 Judul Skripsi : Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus Di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor Nama Mahasiswa : Prana Mahardhika Nomor Pokok : C Disetujui Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA NIP Dr. Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc NIP Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-nya penyusun dapat menyelesaikan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor dan didanai oleh Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Penelitian dimulai pada Bulan Februari hingga Bulan Juli 2010 dengan judul Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus Di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Dr. Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan masukan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Bapak Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Bapak Ir. Otong Zenal Arifin, M.Si, dan Bapak M. Fariduddin A, S.Pi atas bimbingan lapangnya. Bapak Apandi dan Yudi, selaku teknisi KJA yang menemani dan membantu penulis selama penelitian. Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Budidaya Perairan atas seluruh bimbingan dan bantuannya, serta teman-teman BDP angkatan 43 atas kebersamaanya. Harapan penulis, semoga nantinya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi banyak orang dalam dunia perikanan budidaya khususnya. Bogor, November 2010 Prana Mahardhika

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali tanggal 30 Agustus 1988 dari ayah I Nengah Widarsana dan Ibu Ni Nengah Suartini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Taman Kanakkanak Bhayangkari ( ), SDN 4 Pendem ( ), SLTPN 1 Negara ( ), dan SMUN 1 Negara ( ). Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjalani pendidikan akademik penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Akuakultur (Himakua) pada tahun sebagai anggota, serta organisasi pelajar Brahmacarya Bali Bogor sebagai koordinator humas ( ). Penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Oseanografi Umum ( ), Fisiologi Hewan Air ( ), Biologi Laut (2009), Dasar-dasar Akuakultur ( ), Engineering Akuakultur (2010), Dasar-dasar Genetika Ikan (2010), dan Industri Perbenihan Organisme Akuatik (2010). Penulis juga melakukan kegiatan praktek kerja lapangan di PKSPL IPB (Balai Sea Farming Kepulauan Seribu) (2007) dan di PT. Suri Tani Pemuka (Japfa Grup) Anyer (2009). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 II. BAHAN DAN METODE Rancangan Percobaan Prosedur Penelitian Persiapan Wadah Pemijahan, Pemeliharaan Larva, dan Benih Pemilihan Induk Matang Gonad Pemijahan Induk Pemeliharaan Larva Pemeliharaan Benih Pengamatan Fenotipe Pengukuran Kualitas Air Parameter Penelitian Jumlah Larva Laju Pertumbuhan Harian Derajat Kelangsungan Hidup Benih Nilai Heterosis Fenotipe Truss Morphometric Analisis Data III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Jumlah Larva Laju Pertumbuhan Harian Derajat Kelangsungan Hidup Benih Nilai Heterosis Fenotipe Morfometrik dan Warna Analisis Diskriminan Canonical Dendogram Interpopulasi Fenotipe Warna Benih Kualitas Air Danau Lido Pembahasan IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv v

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Skema persilangan 4 populasi ikan nila secara resiprok Deskripsi 21 karakter morfologis morfometrik yang diukur untuk analisis variabilitas intraspesifik Metode pengukuran kualitas air danau Laju pertumbuhan harian/sgr benih ikan nila hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) Pengaruh induk jantan/betina terhadap nilai SGR benih ikan nila hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) Pengaruh induk jantan/betina terhadap SR hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) Nilai heterosis pada karakter jumlah larva, bobot benih, dan sintasan benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) Nilai sharing component atau indeks kesamaan populasi benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) Data pengukuran Kualitas air di Danau Lido... 23

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan nila Red NIFI (a), ikan nila NIRWANA (b), ikan nila BEST (c), dan ikan nila Merah lido (d) Hapa pemijahan induk dan pemeliharaan larva (a), serta waring pemeliharaan benih (b) Titik Truss morphometric ikan nila (Brzesky dan Doyle, 1988) DO meter (a) dan pengukuran DO (b) Jumlah larva hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (ekor/induk). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido),b (BEST) Pertumbuhan bobot benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila selama 56 hari pemeliharaan. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST), Populasi pertama adalah dan kedua adalah Derajat kelangsungan hidup benih/sr hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah Penyebaran karakter morfometrik benih hasil persilangan hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah Dendogram interpopulasi hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah Persentase fenotipe warna benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jumlah larva hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila Pertambahan bobot benih hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila a. Hasil uji ANOVA SGR (%) benih b. Hasil uji lanjut Duncan SGR (%) benih c. Hasil uji Univariate dan Duncan SGR (%) a. Hasil uji ANOVA SR (%) benih b. Hasil uji lanjut Duncan SR (%) benih c. Hasil uji Univariate dan Duncan SR (%) a. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan BEST dengan BEST b. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Red NIFI dengan BEST c. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan BEST d. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Merah lido dengan BEST e. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Red NIFI dengan Red NIFI f. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan BEST dengan Red NIFI g. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan Red NIFI h. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Merah lido dengan Red NIFI i. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan NIRWANA

13 5j. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Red NIFI dengan NIRWANA k. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan BEST dengan NIRWANA l. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Merah lido dengan NIRWANA m. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Merah lido dengan Merah lido n. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Red NIFI dengan Merah lido o. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan Merah lido p. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan BEST dengan Merah lido Persentase warna benih hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila Bobot rata-rata induk persilangan Koefisen variasi laju pertumbuhan bobot harian benih hasil persilangan (gram/hari) Data biomassa benih hasil persilangan 4 populasi ikan nila secara resiprok selama 56 hari pemeliharaan vi

14 I. PENDAHULUAN Produksi perikanan budidaya hingga 5 tahun ke depan ditargetkan meningkat sebesar 353%, dan salah satu komoditas andalan lokal adalah ikan nila. Pada tahun 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan mentargetkan Indonesia menjadi produsen ikan terbesar di dunia. Produksi komoditas ikan nila diharapkan meningkat 27% setiap tahun, sehingga dapat menembus angka 1,25 juta ton (329%) pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan, 2010). Data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menggambarkan pada rentang produksi total ikan nila memiliki pertumbuhan tertinggi diantara komoditas famili Cichlidae air tawar lainnya, yaitu sekitar 29,98%. Produksi di tahun 2008 menunjukkan volume ton dan di tahun 2009 meningkat menjadi volume ton (DKP, 2009). Ikan nila dapat mencapai ukuran relatif besar, memiliki rasa daging enak, teknis budidaya relatif mudah, dan memiliki kisaran toleransi luas terhadap lingkungan. Ikan nila di Indonesia merupakan ikan introduksi yang didatangkan pertama kali dari Taiwan pada tahun Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha budidaya ikan nila serta penyediaan sumber genetik baru, ikan nila merah jenis red NIFI (National Inland Fishery Institute) didatangkan dari Thailand pada tahun Kemudian ikan nila jenis Black Chitralada didatangkan dari Thailand pada tahun Pemerintah melalui Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Bogor mengintroduksi kembali ikan nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapia) generasi 3 pada tahun 1994 dan ikan nila GIFT generasi 6 pada tahun Ikan nila strain NIRWANA (Nila Ras Wanayasa) muncul pada tahun 2006 yang merupakan hasil pemuliaan genetik yang dilakukan di Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, disusul kemudian ikan nila strain BEST (Bogor Enhaced Strain Tilapia) pada tahun 2008 yang merupakan hasil pemuliaan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor. Permasalahan yang muncul saat ini pada ikan nila adalah penurunan kualitas keunggulan strain yang diduga karena kegiatan persilangan ikan nila di

15 Indonesia tidak terkontrol, baik sistim seleksi saat pengadaan induk maupun proses persilangannya. Petani yang memproduksi induk sendiri seringkali tanpa pengetahuan dan pengelolaan induk yang baik, serta tidak mempertimbangkan status genetik dari induk yang akan disilangkan, sehingga terdapat kemungkinan inbreeding (perkawinan sedarah). Ketersediaan jumlah calon induk yang terbatas dengan derajat penggunaan yang cukup lama dapat mengakibatkan penurunan kualitas genetik, yang terkait dengan penurunan ragam genetik dan drift (penghanyutan gen). Untuk mengatasi masalah di atas perlu dilakukan pengelolaan sumber genetik calon induk melalui seleksi dan persilangan yang terarah serta penggunaan strain unggul. Tipe persilangan interspesifik dan intraspesifik dilaporkan mampu meningkatkan keragaan benih, misalnya pada persilangan interspesifik : ikan Cichlidae (Oreochromis mossambicus x Oreochromis niloticus) (Costa-Pierce et al., 1989 in Moreau dan Pauly, 1999), ikan Pangasiid (Pangasius hypophthalmus x Pangasius djambal), ikan Clariid (Clarias meladerma x Clarias gariepinus) (Kurniasih dan Gustiano, 2007). Persilangan intraspesifik : udang galah Macrobrachium rosenbergii (strain GIMacro x strain Barito) (Wuwungan, 2009), ikan mas Cyprinus carpio (strain Majalaya x strain Sinyonya) (Kurniasih dan Gustiano, 2007). Eksploitasi sifat unggul melalui hibridisasi dapat diperoleh melalui mekanisme heterosis yaitu aksi gen dominansi pada individu heterozigot (hybrid vigour) (Tave, 1995). Potensi keragaman genetik ikan dapat diukur berdasarkan keragaman karakter fenotipe diantaranya morfologi (Truss morphometric) sebagaimana yang telah dilakukan pada ikan mas (Imron et al., 2000), udang windu (Sirajudin, 1997; Imron, 1998), ikan nila (Li Sifa, 1997; Gusrina, 2002; Widiyati, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan hibridisasi intraspesifik (ikan nila merah Red NIFI, ikan nila hitam NIRWANA, ikan nila hitam BEST, dan ikan nila Merah lido) berdasarkan parameter uji yang meliputi heterosis, fenotipe kuantitatif dan pola pewarisan morfometrik serta warna tubuh. 2

16 II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perancangan Percobaan Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan nila yang berasal dari 4 populasi ikan nila yang berbeda, yaitu Red NIFI, NIRWANA, BEST, dan Merah lido (endemik Danau Lido). Keseluruhan induk yang digunakan adalah koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Ikan nila Red NIFI (Gambar 1a) pertama kali masuk ke Indonesia pada awal tahun 1981, diimpor oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Nila merah cepat menyebar ke seluruh pelosok daerah karena penampilannya yang menarik (warna tubuh dan bentuknya). Liao dan Cang (1983) in Hussain et al., (2000) mengungkapkan bahwa ikan nila Red NIFI adalah ikan nila merah mutan yang berasal dari persilangan ikan albino Oreochromis mossambicus dengan Oreochromis niloticus. Hasil restruksi mt-dna menunjukkan bahwa nila merah merupakan hasil persilangan antara nila putih dengan nila hitam (Nugroho dan Maskur, 2002). Secara genotipe ikan nila merah bersifat heterozigot P1P2 sebagai hasil persilangan ikan nila hitam (P1P1) dengan nila putih homozigot (P2P2) (Rustidja, 1994 in Hanif, 1999). Ikan nila NIRWANA (Gambar 1b) merupakan hasil seleksi famili dengan bahan dasar ikan nila GIFT dan nila GET (Genetically Enhanced Tilapia) dari Philipina. Ikan hasil seleksi memiliki respon seleksi sebesar 12,8% untuk betina dan 30,4% untuk jantan. Pemuliaan ikan nila hitam NIRWANA berlangsung selama tiga tahun ( ) di Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, Purwakarta (Judantari, 2007). Ikan nila hitam BEST (Gambar 1c) adalah hasil seleksi nila GIFT 6. Seleksi bobot dilakukan sampai F3, pada keturunan ketiga ini menghasilkan perbaikan respon seleksi sebesar 28,85% (jantan) dan 10,20% (betina). Seleksi dilakukan selama 4 tahun ( ) di BRPAT Bogor (Gustiano, 2008). Ikan nila Merah lido (Gambar 1d) adalah populasi ikan nila yang telah lama dipelihara di Danau Lido. Ikan ini memiliki warna merah pudar dengan

17 corak hitam disekujur tubuhnya. Persilangan ke empat populasi nila tersebut dilakukan secara resiprok dengan skema persilangan sebagai berikut (Tabel 1). (a) (b) (c) Gambar 1. Ikan nila Red NIFI (a), ikan nila NIRWANA (b), ikan nila BEST (c), dan ikan nila Merah lido (d). (d) Tabel 1. Skema persilangan 4 populasi ikan nila secara resiprok. Betina (2) Populasi R N L B R RxR RxN RxL RxB Jantan (1) N NxR NxN NxL NxB L LxR LxN LxL LxB B BxR BxN BxL BxB Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). 1) Populasi pertama ( ) dan 2) populasi kedua ( ), contoh : Bx N. 2.2 Prosedur Penelitian Kegiatan penelitian meliputi persiapan wadah untuk pemijahan, pemeliharaan larva, dan benih. Pemilihan induk matang gonad, pemijahan induk, pemeliharaan larva, dan benih. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan fenotipe (pertumbuhan bobot, derajat kelangsungan hidup benih, warna tubuh, dan Truss morphometric) serta pengukuran kualitas air. 4

18 2.2.1 Persiapan Wadah Pemijahan, Pemeliharaan Larva dan Benih Wadah yang digunakan dalam pemijahan induk ikan nila dan pemeliharaan larva memiliki spesifikasi yang sama yaitu hapa berukuran 2x2x1 m dengan mata jaring 2 mm sebanyak 16 unit untuk pemijahan induk dan 10 unit untuk pemeliharaan larva (Gambar 2a). Wadah untuk pemeliharaan benih digunakan waring dengan ukuran 2x2x1 m dengan mata jaring 4 mm (Gambar 2b). Sebelum digunakan hapa dan waring dibersihkan dari sisa lumut yang menempel di seluruh permukaan kemudian dibilas hingga bersih dan dipasang pemberat pada setiap sudut dasar wadah. Kode pemijahan dan pemeliharaan masing-masing hasil persilangan dipasang menempel pada hapa dan waring pemeliharaan. Seluruh kode digunakan secara konsisten baik untuk pengkodean tempat pemijahan dan pemeliharaan larva serta benih. (a) Gambar 2. Hapa pemijahan induk dan pemeliharaan larva (a), serta waring pemeliharaan benih (b). (b) Pemilihan Induk Matang Gonad Pemilihan induk matang gonad dilakukan dengan pemeriksaan satu per satu ciri kelamin primernya. Induk betina yang matang gonad ditandai dengan warna merah pada bagian papila, sedangkan pada induk jantan dilakukan pengurutan ringan untuk memastikan ada atau tidaknya sperma. Bobot induk betina yang digunakan berkisar g, sedangkan induk jantan yang digunakan g. Induk jantan yang digunakan dipilih yang lebih besar dibandingkan dengan betina pasangannya. Induk jantan Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST diperlukan masing-masing sebanyak 4 ekor, sehingga total dibutuhkan 16 ekor induk jantan matang gonad. Induk betina Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan 5

19 BEST diperlukan masing-masing 16 ekor, sehingga total dibutuhkan 64 ekor induk betina matang gonad Pemijahan Induk Induk yang telah dipilih untuk dipijahkan, melalui proses pematangan gonad selama kurang lebih selama 2 minggu dengan pemberian pakan berprotein 28,29%, secara ad satiation, dengan frekuensi 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Pemberian pakan secara teratur diharapkan memenuhi kebutuhan nutrisi dalam proses pemijahan dan pengeraman telur oleh induk betina. Induk-induk yang telah matang gonad selanjutnya dipijahkan dengan perbandingan induk jantan:induk betina adalah 1:4. Proses pemijahan dilakukan secara alami dan terkontrol pada masing-masing hapa dengan skema pemijahan sesuai Tabel 1. Pembuahan pada ikan nila terjadi di luar tubuh, yaitu telur dikeluarkan oleh induk betina dan dalam waktu bersamaan sperma dikeluarkan oleh induk jantan, kemudian induk betina mengerami telur di dalam mulutnya hingga menetas dan kuning telur larva habis Pemeliharaan Larva Pemanenan larva dilakukan pada pagi hari saat larva berenang menuju permukaan menggunakan serokan alumunium kemudian dipindahkan ke wadah penampungan secara perlahan. Larva dihitung satu per satu dan dimasukkan ke hapa pemeliharaan larva. Larva dipelihara selama 25 hari dan diberi pakan remah secara ad satiation dengan frekuensi 5 kali sehari, yaitu pagi 1 kali, siang 2 kali dan sore 2 kali. Selama pemeliharaan larva di dalam hapa, hapa dibersihkan secara berkala setiap satu minggu sekali untuk mengurangi penumpukan kotoran dan lumut yang mati di dasar dan keliling hapa Pemeliharaan Benih Setelah berumur 25 hari, benih dipanen dari hapa menggunakan serokan alumunium kemudian dilakukan proses grading menggunakan jaring untuk mendapatkan benih yang seragam dengan panjang total rata-rata 3 cm. Seluruh benih dihitung satu per satu dengan sendok plastik. Benih ditebar ke waring dengan padat penebaran 50 ekor/m 3 sebanyak 3 ulangan pemeliharaan setiap 6

20 persilangan resiprok. Benih yang telah di-grading kemudian ditimbang bobot dan diukur panjangnya sebagai titik pengukuran awal pemeliharaan (To) dengan jumlah sampel 30 ekor/waring. Benih diberi pakan pelet remah dengan FR (Feeding Rate) 10% dari biomassa, hingga akhir pemeliharaan selama 8 minggu (56 hari). Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, dan sore Pengamatan Fenotipe Pengamatan fenotipe hibrida hasil persilangan intraspesifik ikan nila dari keempat populasi secara resiprok meliputi laju pertumbuhan harian, derajat kelangsungan hidup, morfometrik (Truss morphometric), dan warna tubuh. Pertumbuhan Bobot Untuk sampling pengukuran pertumbuhan bobot dan panjang dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan jumlah sampel 30 ekor/ulangan. Bobot diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Sampling awal (To) dilakukan pada saat penebaran (umur benih 25 hari). Sampling T 1 dilakukan pada saat benih berumur 39 hari, T 2 berumur 53 hari, T 3 berumur 67 hari, dan terakhir T 4 berumur 81 hari. Derajat Kelangsungan Hidup Benih Derajat kelangsungan hidup benih dihitung pada akhir perlakuan pemeliharaan (benih berumur 81 hari) untuk setiap persilangan. Pengukuran Truss Morphometric Pengukuran morfometrik dilakukan pada benih yang berumur 84 hari. Setiap benih hasil persilangan diambil secara acak 10 jantan dan 10 betina, kemudian benih tersebut diletakkan di atas kertas yang telah dilapisi plastik bening, kemudian masing-masing titik ditandai menggunakan jarum. Hasil penandaan tersebut kemudian dihubungkan menggunakan pensil dan diukur mengunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm. Metode pengukuran morfologi ikan adalah metode Truss morphometric mengacu pada cara pengukuran menurut Brzesky dan Doyle (1988), meliputi pengukuran jarak titiktitik tanda yang dibuat pada kerangka tubuh (Gambar 3). Penjelasan dari komponen titik titik tanda dapat dilihat pada Tabel 2. 7

21 Gambar 3. Titik Truss morphometric ikan nila (Brzesky dan Doyle, 1988). Tabel 2. Deskripsi 21 karakter morfologis morfometrik yang diukur untuk analisis variabilitas intraspesifik. No Bidang Truss Kode Deskripsi Jarak 1 Kepala A1 Bawah mulut awal sirip perut 2 A2 Bawah mulut atas mata 3 A3 Atas mata awal sirip punggung keras 4 A4 Awal sirip perut awal sirip punggung keras 5 A5 Awal sirip perut atas mata 6 A6 Bawah mulut awal sirip punggung keras 7 Tengah Tubuh B1 Awal sirip perut awal sirip anal 8 B3 Awal sirip punggung keras awal sirip punggung lunak 9 B4 Awal sirip punggung lunak awal sirip anal 10 B5 Awal sirip punggung keras awal sirip anal 11 B6 Awal sirip punggung lunak awal sirip perut 12 Tubuh belakang C1 Awal sirip anal akhir sirip anal 13 C3 Awal sirip punggung lunak akhir sirip punggung keras 14 C4 Akhir sirip punggung lunak akhir sirip anal 15 C5 Awal sirip punggung lunak akhir sirip anal 16 C6 Akhir sirip punggung lunak awal sirip anal 17 Pangkal ekor D1 Akhir sirip anal awal sirip ekor bawah 18 D3 Akhir sirip punggung lunak awal sirip ekor atas 19 D4 Awal sirip ekor atas awal sirip ekor bawah 20 D5 Akhir sirip punggung lunak awal sirip ekor bawah 21 D6 Awal sirip ekor atas akhir sirip anal Pengukuran Kualitas Air Kualitas air yang diukur meliputi DO (Dissolved Oxygen), suhu, ph, kecerahan, Total Amonia Nitrogen (TAN) dan amoniak (NH 3 ). Dissolved Oxygen 8

22 (DO) diukur menggunakan DO-meter digital (Gambar 4). Suhu dan ph diukur mengunakan alat ukur digital. Total Amonia Nitrogen (TAN) diukur menggunakan spektrofotometer. Amonia dihitung dengan mengambil angka turunan regresi linear dari hasil TAN yang disesuaikan dengan variabel suhu dan ph (Boyd, 1990). Keseluruhan parameter kualitas air tersebut diambil di awal pemeliharaan, di tengah pemeliharaan, dan di akhir pemeliharaan. Tabel 3. Metode pengukuran kualitas air danau. Parameter Kualitas Air Satuan Metode Pengukuran Keterangan DO mg/l DO meter digital in situ Suhu C termometer Hg/pemuaian in situ Kecerahan M Secchi disk/visual in situ ph ph meter/potensiometrik in situ TAN mg/l Spektofotometer ex situ Amonia mg/l Regresi TAN ex situ (a) (b) Gambar 4. DO meter (a) dan pengukuran DO (b). 2.3 Parameter Penelitian Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah keragaan hibrida hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila (Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST,) secara resiprok yaitu meliputi : jumlah larva, laju pertumbuhan benih, derajat kelangsungan hidup benih, nilai heterosis, fenotipe (warna & morfometrik), dan media pemeliharaan di Danau Lido Jumlah Larva Jumlah larva hasil persilangan dihitung secara manual satu per satu kemudian diletakkan di hapa pemeliharaan larva. Dalam proses pemijahan 9

23 terkadang ada 2 sampai 3 induk betina yang menghasilkan larva, sehingga dapat diperoleh rata-rata jumlah larva yang dihasilkan per satuan ekor induk dari masing- masing persilangan. Jumlah larva per satuan induk (ekor/induk) dihitung menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut : Keterangan : x = jumlah larva per satuan induk (ekor/induk) larva = jumlah larva dalam 1 kali pemijahan (ekor) induk = jumlah induk betina yang memijah Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian (Spesifik Growth Rate /SGR) dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus : Keterangan : SGR = laju pertumbuhan harian (%) Wt = bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) Wo = bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = lama perlakuan (hari) Derajat Kelangsungan Hidup Benih Kelangsungan hidup (survival rate/sr) yaitu perbandingan benih yang hidup hingga akhir pemeliharaan terhadap jumlah benih pada awal pemeliharaan dengan menggunakan rumus : Keterangan : SR = derajat kelangsungan hidup (%) N t = jumlah benih ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) N o = jumlah benih ikan pada awal pemeliharaan (ekor) 10

24 2.3.4 Nilai Heterosis Heterosis (H) adalah penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida di atas penampilan rata-rata kedua induknya. Nilai heterosis dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Keterangan : H = Nilai heterosis (%) AB + BA = Komponen hibrida resiprok AA atau BB = Komponen true breeding Fenotipe Truss Morphometric Analisis Diskriminan Canonical Analisis diskriminan canonical dilakukan untuk mendapatkan pola penyebaran karakter morfologi dengan visualisasi scatter plot dengan persamaan matematis sebagai berikut : Z jk = a + W 1 X 1k +W 2 X 2k + + W n X nk Keterangan : Z jk a X nk W n = Nilai (skor) diskriminan dari responden (obyek) ke i = Intercept = Variabel independen n untuk objek ke-k = Koefisien atau timbangan diskriminan untuk variable independen. Analisis Nilai Sharing Component Analisis nilai sharing component digunakan untuk mengetahui persentase kekerabatan antar persilangan. Analisis Hierarki Cluster Analisis hierarki cluster dilakukan untuk mendapatkan matriks jarak kemiripan morfometrik dalam bentuk dendogram interpopulasi. 11

25 2.4 Analisis Data Data derajat kelangsungan hidup benih dan laju pertumbuhan harian/ Spesific Growth Rate (SGR), yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS Jumlah larva dan fenotipe warna diinterpretasikan secara deskriptif. Keragaman intrapopulasi fenotipe hasil persilangan (hibridisasi) intraspesifik menggunakan 4 populasi ikan nila secara resiprok dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan uji F-test pada selang kepercayaan 95%. Jika hasil yang diperoleh berbeda nyata, dilakukan uji Duncan sebagai uji lanjut. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan rancangan sebagai berikut: Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan: Y ij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij = pengaruh perlakuan ke-i = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Perbedaan keunggulan induk jantan atau betina pada persilangan resiprok terhadap keragaan progeni hibrida dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial AxB dengan dua peubah bebas, dalam klasifikasi sumber genetik jantan (faktor A) dan sumber genetik betina (faktor B). Model Matematis untuk analisis pola faktorial adalah : Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + єijk i = 1, 2, 3,,a j = 1,2,3...,b dan k =1.2.3,...u Keterangan : Yijk = Pengamatan Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan Ulangan ke-k µ = Rataan Umum Ai = Pengaruh Faktor A pada taraf ke-i Bj = Pengaruh Faktor B pada taraf ke-j ABij = Interaksi antara Faktor A dengan Faktor B cєijk = Pengaruh galat pada Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k 12

26 Keragaman fenotipe morfometri dianalisis menggunakan analisis diskriminan canonical dan hierarki cluster dengan bantuan software SPSS

27 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Jumlah Larva Jumlah larva yang dipanen dari pemijahan induk semua tipe persilangan disajikan pada Gambar 5. Jumlah larva terbanyak dihasilkan dari persilangan Bx N dengan jumlah 1586 ekor/induk, sedangkan jumlah larva terendah dihasilkan dari persilangan Lx R sebanyak 408 ekor/induk. Jantan B menunjukkan nilai terbesar dari setiap persilangan dengan semua betina kecuali dengan populasi L. Sebaliknya betina N menghasilkan rata-rata jumlah larva terbaik dibandingkan dengan betina lainnya (Lampiran 1). Gambar 5. Jumlah larva hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (ekor/induk). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST) Laju Pertumbuhan Harian Pertumbuhan bobot diukur dengan metode sampling, dimana setiap titik sampling mewakili 14 hari pemeliharaan. Gambar 6 menunjukkan grafik pertumbuhan benih ikan nila umur 25 hari sampai 81 hari pemeliharaan. Laju pertumbuhan benih meningkat dengan kecepatan yang relatif sama antar populasi dan membentuk pola yang sama pada semua tipe persilangan. Pertumbuhan

28 tertinggi ditunjukkan pada persilangan Lx N, sedangkan pola pertumbuhan terendah pada persilangan Rx L (Lampiran 2). Gambar 6. Pertumbuhan bobot benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila selama 56 hari pemeliharaan. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST), Populasi pertama adalah dan kedua adalah. Berdasarkan analisis statistik rerata laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) dengan menggunakan RAL (ANOVA) dan uji lanjut Duncan, hasil menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) (Tabel 4, Lampiran 3). Nilai SGR terbaik terdapat pada persilangan Rx B (6,44 0,071%), dan SGR terendah adalah pada persilangan Nx N (5,56 0,32 a %). 15

29 Tabel 4. Laju pertumbuhan harian/sgr benih ikan nila hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). Jenis Indukan Jantan Spesific Growth Rate /SGR (%) Betina R N L B R 6,34 0,234 cd 6,10 0,45 abcd 5,98 0,29 abcd 6,44 0,07 d N 6,10 0,56 abcd 5,56 0,32 a 6,18 0,18 bcd 6,32 0,27 cd L 6,41 0,02 d 6,31 0,12 cd 6,24 0,11 bcd 5,77 0,10 abc B 5,69 0,27 ab 6,13 0,30 bcd 6,20 0,53 bcd 6,39 0,26 d Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L(Merah lido), B (BEST). Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris, menunjukkan berbeda nyata. Pengaruh induk jantan atau induk betina pada populasi hibrida (Tabel 5, Lampiran 3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap laju pertumbuhan harian (SGR) (p>0,05). Tabel 5. Jenis Indukan Jantan Pengaruh induk jantan/betina terhadap nilai SGR benih ikan nila hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R N L B R N L Rataan SGR (%) berdasarkan kombinasi Jantan/betina Betina R N L B 6,22 0,21 a 6,04 0,33 a 6,18 0,28 a 6,10 0,29 a 6,14 0,32 a 6,03 0,32 a 6,15 0,12 a 6,23 0,31 a B Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris, menunjukkan berbeda nyata Derajat Kelangsungan Hidup Benih Derajat kelangsungan hidup benih/survival Rate (SR) dari setiap persilangan disajikan pada Gambar 7. Derajat kelangsungan hidup benih tertinggi ditunjukkan oleh persilangan Lx B (77,00 2,78%), dan kelangsungan hidup benih terendah pada persilangan Nx N (31,00 9,58 %). 16

30 69,50 de 60,33 cd 52,17 bc 77,00 63,17 e cde 44,33 44,67 39,67 31,00 ab ab bc a 64,00 61,00 cd cde 34,08 a 72,33 de 60,00 cd 67,33 de 60,00 cd Gambar 7. Derajat kelangsungan hidup benih/sr hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah. Derajat kelangsungan hidup benih tertinggi pada penggunaan jantan adalah induk dari populasi R yaitu 61,13 1,42% (Tabel 6, Lampiran 4). Pada induk betina yang dominan terhadap sintasan adalah induk dari populasi B yaitu sebesar 64,75 10,81%. Tabel 6. Pengaruh induk jantan/betina terhadap SR hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). Persilangan (Sumber Rataan SR (%) berdasarkan kombinasi Jantan/betina Betina Genetik) R N L B R 61,13 1,42 b N 48,79 15,15 a L 50,83 22,02 a Jantan B 54,71 10,81 ab R N L B 47,96 10,39 a 42,58 17,39 a 60,17 6,03 b 64,70 10,81 b Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris, menunjukkan berbeda nyata. 17

31 3.1.4 Nilai Heterosis Berikut ini adalah nilai heterosis atau penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida. Tabel 7. Nilai heterosis pada karakter jumlah larva, bobot benih, dan sintasan benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). Sumber Genetik Nilai Heterosis (%) (Hibridisasi) SGR Jumlah Larva Sintasan R x B B x R -4,67-4,59-21,11 R x N N x R 2,53-25,10 12,21 R x L L x R -1,62-66,13-26,45 B x L L x B -5,22-41,80-3,41 B x N N x B 4,06-4,70 15,59 L x N N x L 5,82-13,90-1,85 Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah. Nilai positif menunjukkan adanya indikator hybrid vigour pada persilangan dibandingkan tetuanya, heterosis negatif berlaku kebalikannya. Nilai heterosis positif terbesar pada karakter SGR ditunjukkan oleh persilangan dua arah antara L dengan N sebesar 5,82%, sedangkan terendah ditunjukkan oleh persilangan dua arah antara L dengan B sebesar -5,22%. Untuk karakter jumlah larva nilai heterosis menunjukkan nilai negatif pada semua persilangan. Pada karakter sintasan benih nilai heterosis positif tertinggi diperoleh oleh persilangan dua arah B dan N yaitu 15,59%, sedangkan terendah pada persilangan dua arah populasi R dan L sebesar -26,45% Fenotipe Morfometrik dan Warna Analisis Diskriminan Canonical Berdasarkan data Truss morphometric (Lampiran 5) dan hasil analisis diskriminan canonical penyebaran karakter morfometrik 16 populasi hasil persilangan disajikan pada Gambar 8. 18

32 Gambar 8. Penyebaran karakter morfometrik benih hasil persilangan hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah. Sebaran karakter morfometrik populasi persilangan (Gambar 8) menunjukkan derajat kemiripan ikan nila tersebut cukup erat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan antara populasi 1 dengan lainnya pada pertemuan aksis X dan Y. Karakter populasi R terletak menyebar terjauh pada kuadran 1. Penyebaran karakter dari hasil analisis diskriminan canonical secara umum mengindikasikan keeratan hubungan antara satu populasi dengan lainnya. Group centroid merupakan titik temu dari setiap populasi hasil persilangan berdasarkan 21 karakter morfometrik. Terdapat 8 group centroid yang berkelompok ditengah sumbu dengan jarak yang sangat dekat. 19

33 Tabel 8. Nilai sharing component atau indeks kesamaan populasi benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). Populasi BxB RxB NxB LxB RxR BxR NxR LxR NxN RxN BxN LxN LxL RxL NxL BxL Total (%) BxB RxB NxB LxB RxR BxR NxR LxR NxN RxN BxN LxN LxL RxL NxL BxL Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah. Nilai sharing component morfometrik atau indeks kesamaan inter-populasi ikan nila hasil persilangan disajikan pada Tabel 8. Nilai sharing component tertinggi dalam populasi diperoleh populasi RxR (90%) dan terendah populasi LxN (35%). Nilai sharing component terendah antar populasi adalah LxN dengan BxB, dan BxB dengan NxB sebesar 20%. Persilangan BxB menunjukkan nilai sharing component sebesar 55%, dan termasuk kedalam kategori heterogen. Persilangan RxR menunjukkan nilai 90%, dan persilangan NxN menunjukkan nilai 85% yang termasuk kedalam kategori homogen. Persilangan LxL menunjukkan nilai 70% dan termasuk kedalam kategori heterogen. 20

34 Dendogram Interpopulasi Dendogram hasil persilangan (Gambar 9), menjelaskan kedekatan hubungan interpopulasi pada 16 hasil persilangan resiprok ikan nila dari 4 populasi yang berbeda (Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST). Gambar 9. Dendogram interpopulasi hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah. Berdasarkan cluster dendogram jarak kemiripan dari 16 benih hasil persilangan pada derajat kemiripan 70% dikelompokkan kedalam 2 kelompok, yakni kelompok 1 (dekat) adalah NxN, LxN, BxB, LxL, RxN, RxB, NxL, LxR, Bx L, NxR, BxN, BxR dan kelompok 2 (jauh) adalah NxB, LxB, RxR, RxL. Benih hasil persilangan secara umum berada pada kelompok 1 (dekat). 21

35 Fenotipe Warna Benih Fenotipe warna benih disajikan pada Gambar 10. Fenotipe warna pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu warna dark (Hitam dan Hitam Kemerahan) dan light (Merah corak hitam, merah corah hitam dan putih, merah, merah corak putih, dan putih) (Lampiran 6). Persilangan ikan dengan warna kedua induk hitam (BEST dan NIRWANA) menghasilkan benih 100% hitam. Persilangan antara ikan nila berwarna merah dengan hitam atau sebaliknya menghasilkan dominansi warna light. Gambar 10 menunjukkan bahwa ikan nila merah dominan terhadap ikan nila warna hitam. Gambar 10. Persentase fenotipe warna benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah dan kedua adalah Kualitas Air di Danau Lido Parameter kualitas air yang diamati meliputi DO, suhu, ph, TAN, dan Amonia (Tabel 9). Kisaran parameter DO 3,52-4,80 mg/l, parameter ph berkisar antara 6,32-7,77, parameter suhu berkisar antara 21,00-28,20 C, parameter kecerahan berkisar antara 3,90-4,25 m, parameter TAN 0,70-1,47 ppm, dan amonia berkisar pada 0,01-0,02 ppm. 22

36 Tabel 9. Data pengukuran kualitas air di Danau Lido. Parameter Danau Lido Kisaran Pustaka DO (mg/l) 3,52-4,80 4,00-6,00* Suhu ( C ) 21,00-28,20 24,00-30,00** ph 6,32-7,08 5,60-8,50* Kecerahan (m) 3,90-4,25 >0,02** TAN (ppm) 0,70-1,47 <3,00** Amonia (ppm) 0,01-0,02 <0,52* Ket: *) Popma dan Masser (1999) **) Boyd (1990) 3.2 Pembahasan Hibridisasi intraspesifik antara 4 populasi ikan nila, yaitu Red NIFI (R), NIRWANA (N), Merah lido (L), dan BEST (B) secara resiprok, menghasilkan hibrida dengan ciri morfometrik, kemampuan hidup, dan tumbuh yang berbeda. Kegiatan persilangan antar populasi yang berbeda merupakan suatu upaya alternatif didalam meningkatkan nilai variabilitas genetik dan keragaan pada suatu populasi. Informasi dari persilangan ini juga berguna untuk mengevaluasi performa induk. Jumlah larva yang dihasilkan induk dengan persilangan menunjukkan kuantitas yang baik yaitu berkisar antara ekor/induk. Secara deskriptif jumlah rata-rata larva (Gambar 5) terbanyak dihasilkan dari induk betina NIRWANA yang disilangkan dengan 4 jantan dari populasi berbeda sebesar 1216 ekor/induk, dengan bobot rata-rata 461,25 gram (Lampiran 7). Rata-rata jumlah larva terendah dihasilkan dari induk betina L yaitu sebanyak 624 ekor/induk dengan bobot rata-rata 219,96 gram. Jumlah larva bergantung pada fekunditas induk betina dan hatching rate. Perbedaan jumlah larva diduga terkait dengan perbedaan kondisi matang gonad, dan bobot dari induk tersebut. Induk betina N dengan L memiliki selisih bobot yang cukup besar. Ikan nila N merupakan ikan hasil seleksi, sedangkan ikan nila L merupakan ikan nila yang berkembang biak di Danau Lido yang secara genetik belum stabil performa reproduksinya. Fekunditas dan jumlah larva juga ditentukan oleh faktor genetik dan dipengaruhi faktor 23

37 lingkungan, misalnya ketersediaan makanan bagi induk ikan (Wootton, 1979; Royce, 1984). Pertumbuhan benih hasil persilangan (Gambar 6) secara umum menunjukkan kesamaan pola pertumbuhan dari waktu ke waktu, namun perbedaan ditunjukkan dari bobot akhir benih yang dipelihara selama 8 minggu (56 hari). Berdasarkan Tabel 4, nilai SGR tertinggi diperoleh dari hasil persilangan Rx B (6,44 0,07%). Hal ini membuktikan bahwa persilangan mampu meningkatkan laju pertumbuhan harian ikan nila, sesuai dengan pernyataan Kurniasih dan Gustiano (2007) bahwa hibridisasi mempunyai tujuan untuk memperbaiki kualitas benih, seperti perbaikan terhadap laju pertumbuhan. Kontribusi induk jantan atau induk betina dari 4 populasi ikan nila (R, N, L, dan B) tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap pewarisan laju pertumbuhan benih ikan nila (Tabel 5), diduga bahwa induk jantan dan betina bersifat kodominan terhadap pewarisan sifat pertumbuhan. Derajat kelangsungan hidup/sintasan benih didalam proses produksi adalah faktor penting yang diutamakan didalam kegiatan persilangan. Diharapkan hibrida hasil persilangan dapat hidup dengan respon toleransi lingkungan yang luas, sehingga potensial dibudidayakan baik di kolam maupun di perairan umum. Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa derajat kelangsungan hidup benih terbaik diperoleh dari persilangan Lx B (77,00 2,78%), terendah dari persilangan Nx N (31,00 9,58%). Induk jantan R (61,13 1,42%) dan induk betina B (64,75 10,81%) serta L (60,17 6,03%) memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap peningkatan pewarisan sifat sintasan benih di karamba jaring apung Danau Lido (Tabel 6). Induk nila L merupakan ikan yang terdomestifikasi dengan baik di lingkungan Danau Lido sehingga memiliki respon lingkungan yang tinggi. Nila B juga memiliki respon sintasan baik di lingkungan Danau Lido (Gustiano, 2008), sehingga menghasilkan benih dengan derajat sintasan paling tinggi diantara persilangan lainnya. Nila B memiliki biomassa tertinggi dibandingkan 3 populasi lainnya sebesar 2078,98 gram (Lampiran 9). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lemarie (2001) bahwa peningkatan heterozigositas pada perkawinan beda kerabat diduga dapat menghasilkan perbaikan dan peningkatan kelangsungan hidup. 24

38 Berdasarkan Tabel 7, persilangan resiprok L dengan N menunjukkan nilai heterosis SGR tertinggi sebesar 5,82%. Heterosis jumlah larva menunjukkan nilai negatif untuk semua persilangan, namun nilai heterosis negatif rendah ditunjukkan oleh persilangan resiprok B dengan R (-4,59%) dan B dengan N (-4,70%). Sedangkan persilangan resiprok B dengan N memiliki nilai heterosis sintasan tertinggi sebesar 15,59%. Heterosis merupakan penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida diatas rata-rata penampilan induknya (Alawi et al., 2006). Nilai heterosis positif mengindikasikan adanya penambahan performa benih dari induknya, sedangkan nilai heterosis negatif menunjukkan adanya penurunan performa. Hibridisasi memanfaatkan sifat heterosis karena sifat dominan dan heterozigot pada banyak lokus (Kapuscinski dan Jacobson, 1987) atau interaksi dari alela pada lokus (Tave, 1993). Faktor genetik, kekerabatan, dan aksi gen mempengaruhi nilai heterosis, aksi gen terdiri dari aksi gen aditif dan tidak aditif. Menurut Ariyanto dan Subagyo (2004) nilai heterosis sangat dipengaruhi oleh aksi gen tidak aditif sedangkan aksi gen aditif cenderung mempengaruhi nilai heritabilitas dalam suatu karakter. Ekspresi gen non aditif lebih sensitif terhadap lingkungan dibandingkan dengan gen aditif pada persilangan ikan nila (Wohlfarth, 1993;Bentsen et al., 1998 in Gjedram, 2005). Secara umum, nilai heterosis pada kegiatan persilangan ini relatif rendah, kecuali pada sintasan pada persilangan B dengan N dan SGR pada L dengan N. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh gen tidak aditif hasil persilangan ikan nila relatif kecil. Berdasarkan hasil analisis diskriminan canonical (Gambar 8) menunjukkan bahwa derajat kemiripan interpopulasi dan intrapopulasi persilangan ikan nila adalah tinggi. Hal ini disebabkan karena persilangan yang dilakukan adalah persilangan intraspesifik, dan pengaruh populasi dasar yang digunakan dalam persilangan mengandung unsur satu spesies yaitu Oreochromis niloticus. Namun populasi R yang terletak di kuadran I menyebar terjauh dari pusat himpitan dibanding 3 populasi lainnya (B, N, dan L). Data analisis diskriminan didukung oleh nilai sharing component (Tabel 8). Nilai sharing component tertinggi intrapopulasi adalah RxR (90%), dan terendah adalah LxN (35%). Sedangkan nilai sharing component tertinggi interpopulasi 25

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perancangan Percobaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perancangan Percobaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perancangan Percobaan Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan nila yang berasal dari 4 populasi ikan nila yang berbeda, yaitu Red NIFI, NIRWANA, BEST, dan Merah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Larva Jumlah larva yang dipanen dari pemijahan induk semua tipe persilangan disajikan pada Gambar 5. Jumlah larva terbanyak dihasilkan dari persilangan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN ARTIKEL ILMIAH Oleh Ikalia Nurfitasari NIM 061810401008 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 ARTIKEL ILMIAH diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6137 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok, Dusun Gili Genting, Kecamatan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU TAHAN PENYAKIT KHV DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Evaluasi Pertumbuhan Empat Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Percobaan Cijeruk, Bogor

Evaluasi Pertumbuhan Empat Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Percobaan Cijeruk, Bogor Evaluasi Pertumbuhan Empat Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Percobaan Cijeruk, Bogor Rudhy Gustiano, Titin Kurniasih dan Otong Zenal Arifin Research Institute for Freshwater Aquaculture

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA. KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 hari di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI

PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI Media Akuakultur Vol. 0 No. Tahun 05: -6 PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya Pantura Sukamandi, Patokbeusi,

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

Kata Kunci : Heterosis; Ikan Nila (Oreochromis niloticus); Pertumbuhan.

Kata Kunci : Heterosis; Ikan Nila (Oreochromis niloticus); Pertumbuhan. 1 ANALISA PERTUMBUHAN DAN EFEK HETEROSIS BENIH HIBRID NILA LARASATI GENERASI 5 (F5) HASIL PENDEDERAN I III Agus Arif Rahman *) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN NILAI HETEROSIS PADA PERSILANGAN DUA STRAIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

EVALUASI KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN NILAI HETEROSIS PADA PERSILANGAN DUA STRAIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) 553 Evaluasi keragaan pertumbuhan dan nilai heterosis... (Adam Robisalmi) EVALUASI KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN NILAI HETEROSIS PADA PERSILANGAN DUA STRAIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Adam Robisalmi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama dalam usaha peningkatan gizi masyarakat di Indonesia. Hal

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

*) Penulis penanggung jawab

*) Penulis penanggung jawab Analisis Genetic Gain Ikan Nila Pandu F5 pada Pendederan I-III Analysis of Genetic Gain Tilapia Pandu F5 at Nursery I-III Edi Setiyono 1, Sri Rejeki 2, Fajar Basuki 3 *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C14101048 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka dalam rangka

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar produksi induk ikan lele dumbo kelas induk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT MULYASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

Arief Vrahmana, Fajar Basuki*, Sri Rejeki

Arief Vrahmana, Fajar Basuki*, Sri Rejeki 31 HIBRIDISASI IKAN NILA PANDU DAN KUNTI GENERASI F4 TERHADAP EFEK HETEROSIS PADA IKAN NILA LARASATI (Oreochromis niloticus) GENERASI F4 PADA UMUR 5 BULAN Hybridization F4 Generation Pandu and Kunti Tilapia

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6141 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi...

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) 567 Evaluasi pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi... (Didik Ariyanto) EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK Didik Ariyanto

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar SNI : 01-6484.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih ikan lele dumbo kelas benih sebar diterbitkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

Keragaan fenotipe ikan nila best, nirwana II, jatimbulan, dan sultana pada sistem keramba jaring apung, dan kolam air tenang

Keragaan fenotipe ikan nila best, nirwana II, jatimbulan, dan sultana pada sistem keramba jaring apung, dan kolam air tenang Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 193-200 Keragaan fenotipe ikan nila best, nirwana II, jatimbulan, dan sultana pada sistem keramba jaring apung, dan kolam air tenang [Phenotypes performance of tilapia

Lebih terperinci

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN ARTIKEL ILMIAH Oleh : Anggi Anjar Muria Renjani NIM 061810401017

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam

Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam Standar Nasional Indonesia Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6140 - 1999 Standar Nasional Indonesia Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1. Ruang lingkup... 1 2. Acuan... 1 3. Definisi...

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01 6131 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA NIRWANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL INDUK PENJENIS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6135 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

Bambang Gunadi, Priadi Setyawan, Adam Robisalmi

Bambang Gunadi, Priadi Setyawan, Adam Robisalmi Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Produktivitas larva pada pemijahan alami beberapa strain ikan nila (Oreochromis niloticus) dan persilangannya dengan ikan nila biru (Oreochromis aureus) Bambang Gunadi,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I. Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *)

ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I. Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *) Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 147-160 ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011. 2.1.1 Persiapan

Lebih terperinci

Oleh: RINIANINGSIH PATEDA NIM: Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diuji. Mengetahui, KetuaJurusan/Program StudiBudidayaPerairann

Oleh: RINIANINGSIH PATEDA NIM: Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diuji. Mengetahui, KetuaJurusan/Program StudiBudidayaPerairann 1 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KUNING TELUR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN CUPANG (Betta plakat) DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GOTRONTALO

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan Mei 2013 di Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

Growth Performance of Silurid Sheatfish (Ompok rhadinurus Ng) and Siamese Catfish (Pangasius hypopthalmus) and Their Hybrids

Growth Performance of Silurid Sheatfish (Ompok rhadinurus Ng) and Siamese Catfish (Pangasius hypopthalmus) and Their Hybrids Growth Performance of Silurid Sheatfish (Ompok rhadinurus Ng) and Siamese Catfish (Pangasius hypopthalmus) and Their Hybrids By Serli Salita 1), Hamdan Alawi 2), Nuraini 2) Fisheries and Marine Science

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) STRAIN MAJALAYA, LOKAL BOGOR DAN RAJADANU DI KOLAM CIJERUK, BOGOR-JAWA BARAT

KERAGAAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) STRAIN MAJALAYA, LOKAL BOGOR DAN RAJADANU DI KOLAM CIJERUK, BOGOR-JAWA BARAT KERAGAAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) STRAIN MAJALAYA, LOKAL BOGOR DAN RAJADANU DI KOLAM CIJERUK, BOGOR-JAWA BARAT Otong Zenal Arifin *) dan Titin Kurniasih *) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pertumbuhan Turunan Hibrid Huna Pertumbuhan bobot tubuh turunan hibrid antara huna capitmerah dengan huna biru sampai umur 4 bulan relatif sama, pada umur 5 bulan mulai tumbuh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci