Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari"

Transkripsi

1 Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1): 89-1 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari [Growth patterns and factors shells conditions feather of A.antiquata in Bungkutoko water of Kendari] Arwin 1, Bahtiar 2, dan Dedy Oetama 3 1 Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (1) Surel: tiar_77unhalu@yahoo.com 3 Surel: dedyoetama@yahoo.com Diterima: 31 Oktober 16; Disetujui : 25 November 16 Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pola pertumbuhan dan Faktor Kondisi kerang bulu (A. antiquata). Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Bungkutoko Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara selama tiga bulan yaitu bulan Juli sampai September 15. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple random sampling) dengan total sampel sebanyak 18 individu. Hasil parameter fisika kimia yang diperoleh, suhu (29 32 o C), ph (7 9), salinitas (32,67 34,67 ppt), Kecepatan arus (2,25 2,38 m/det), Bahan Organik (1,8 2,%). Hubungan panjang cangkang dan bobot total berada pada kisaran b>2,5 (allometrik positif) dan b<2,5 (allometrik negatif). Hasil analisis yang didapatkan bahwa nilai faktor kondisi (Kn) untuk kerang jantan secara temporal yaitu sebesar,77 2,7. Nilai Kn tertinggi terdapat pada bulan Juli yaitu sebesar 2,7. Faktor kondisi (Kn) untuk kerang A. antiquata betina menunjukkan pada bulan yang sama yaitu Juli sebesar 1,3 1,16. Analisis secara spasial menunjukkan Kn untuk kerang A. antiquata jantan yaitu,93 1,71 dan kerang A. antiquata betina,57 1,31. Secara temporal rasio bobot daging basah (BDB) ratarata untuk kerang jantan yaitu berkisar 12,7% 26,18% dan bobot daging kering (BDK) 1,41% 2,94%. Rasio bobot daging untuk kerang betina yaitu berkisar 1,84% 18,23% bobot daging basah (BDB) dan 1,61% 2,14% bobot daging kering (BDK). Hasil analisis secara spasial persentase rata-rata bobot daging basah (BDB) kerang A. antiquata jantan yaitu berkisar antara 11,65 31,16% dan bobot daging kering (BDK) yaitu 1,67 4,15%. Keran A. antiquata betina didapatkan nilai rata-rata bobot daging basah (BDB) sebesar 11,31 23,9% dan persentase bobot daging kering (BDK) yaitu 1,8 4,16. Kata Kunci : Perairan Bungkutoko, faktor kondisi, rasio bobot daging, A. antiquata Abstract The purpose of this study to analyze the pattern of growth and condition factor feather shells (A. antiquata). This research was conducted in the waters of Bungkutoko Kendari of Southeast Sulawesi province for three months ie from July to September 15. The sampling method was randomly simple (Simple random sampling) with a total sample of 18 individuals. The results of chemical physics parameters obtained, the temperature (29-32oC), ph (7-9), salinity (from to ppt), current speed (2.25 to 2.38 m / sec), Organic Materials (1.8 to 2.%). Relationship shell length and total weight in the range of b> 2.5 (allometric positive) and b <2.5 (allometric negative). Results of the analysis showed that the value of condition factor (Kn) for males temporal shells in the amount of.77 to 2.7. Kn value is highest in February that is equal to 2.7. The condition factor (Kn) for shellfish A. antiquata females showed the same month is July at 1.3 to Spatial analysis showed Kn for male mussels A. antiquata ie from.93 to 1.71 and from.57 to 1.31 scallops A. antiquata females. Temporally wet meat weight ratio (BDB) on average for the clam males ranged 12.7% % and the weight of dried meat (BDK) 1.41% -2.94%. Weight ratio of meat to shellfish females ranged 1.84% % wet meat weight (BDB) and 1.61% -2.14% weight of dried meat (BDK). The results of the analysis of spatially percentage of the average weight of wet meat (BDB) mussels A. antiquata males ranged between to 31.16% and the weight of dried meat (BDK) is 1.67 to 4.15%. Shellfish A. antiquata females average value obtained wet meat weight (BDB) of to 23.9% and the percentage of weight of dried meat (BDK) is 1.8 to Keywords: Bungkutoko waters, condition factor, weight ratio meat, A. antiquata Pendahuluan Pulau Bungkutoko merupakan sebuah pulau kecil yang terletak tepat di depan Teluk Kendari, yang berhadapan langsung dengan perairan laut terbuka. Perairan Pulau Bungkutoko merupakan perairan yang memiliki potensi sumber daya yang cukup tinggi sehingga

2 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu memberikan nilai komersial terhadap masyarakat nelayan lokal. Sumber daya alam yang terdapat di perairan Bungkutoko yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan karang. Salah satu organisme yang hidup di perairan pantai dan dimanfaatkan masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari adalah jenis kerang bulu (Anadara antiquata) yang biasa disebutkan oleh masyarakat lokal yaitu kerang Kappa (Hasil wawancara, 15). Kerang bulu (A. antiquata) merupakan salah satu sumber daya hayati non ikan ini, termasuk dalam famili Arcidae dan kelas Bivalvia. Kerang bulu ini hidup dengan cara membenamkan diri dalam pasir atau lumpur mempunyai tabung yang disebut sifon, yang terdiri dari saluran untuk memasukkan air dan saluran lainnya untuk mengeluarkan (Nsumaja, 1). Kerang bulu (A. antiquata) merupakan salah satu komoditas penting yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh kerang bulu memiliki nilai ekonomis tinggi dan memiliki kandungan gizi tinggi yaitu: protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Salah satu kandungan gizi yang khas pada hasil laut adalah asam lemak. Asam lemak tak jenuh yang terkandung pada berbagai jenis kerang tergolong tinggi (Imre dan Sahgk, 1997). Kerang ini menjadi salah satu sumber daya andalan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Pesisir Bungkutoko. Satu liter daging kerang bulu (A. antiquata) masyarakat memberikan harga berkisar Rp. 1.. yang dijual di pasar setempat (Hasil wawancara, 15). Tingginya aktivitas masyarakat nelayan di Bungkutoko dan adanya penangkapan yang intensif diduga dapat mempengaruhi pola pertumbuhan dan faktor kondisi, yang akan mempengaruhi laju pertumbuhan dari kerang A. antiquata. Oleh karena itu dilakukannya studi terhadap kerang A. antiquata untuk mengetahui pola pertumbuhan dan faktor kondisi, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dari kerang A. antiquata. Pulau Bungkutoko merupakan sebuah pulau kecil yang terletak tepat di depan Teluk Kendari, yang berhadapan langsung dengan perairan laut terbuka. Perairan Pulau Bungkutoko merupakan perairan yang memiliki potensi sumber daya yang cukup tinggi sehingga memberikan nilai komersial terhadap masyarakat nelayan lokal. Sumber daya alam yang terdapat di perairan Bungkutoko yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan karang. Salah satu organisme yang hidup di perairan pantai dan dimanfaatkan masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari adalah jenis kerang bulu (Anadara antiquata) yang biasa disebutkan oleh masyarakat lokal yaitu kerang Kappa (Hasil wawancara, 15). Kerang bulu (A. antiquata) merupakan salah satu sumber daya hayati non ikan ini, termasuk dalam famili Arcidae dan kelas Bivalvia. Kerang bulu ini hidup dengan cara membenamkan diri dalam pasir atau lumpur mempunyai tabung yang disebut sifon, yang terdiri dari saluran untuk memasukkan air dan saluran lainnya untuk mengeluarkan (Nsumaja, 1). Kerang bulu (A. antiquata) merupakan salah satu komoditas penting yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh kerang bulu memiliki nilai ekonomis tinggi dan memiliki kandungan gizi tinggi yaitu: protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Salah satu kandungan gizi yang khas pada hasil laut adalah asam lemak. Asam lemak tak jenuh yang terkandung pada berbagai jenis kerang tergolong tinggi (Imre dan Sahgk, 1997). Satu liter daging kerang bulu (A. antiquata) masyarakat memberikan harga berkisar Rp. 1.. yang dijual di pasar setempat 9

3 Arwin dkk., (Hasil wawancara, 15). Tingginya aktivitas masyarakat nelayan di Bungkutoko dan adanya penangkapan yang intensif diduga dapat mempengaruhi pola pertumbuhan dan faktor kondisi, yang akan mempengaruhi laju pertumbuhan dari kerang A. antiquata. Oleh karena itu dilakukannya studi terhadap kerang A. antiquata untuk mengetahui pola pertumbuhan dan faktor kondisi, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dari kerang A. antiquata. Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 15 di perairan Pantai Pulau Bungkutoko Kota Kendari. Pengukuran panjang, lebar, tebal, bobot total, bobot daging basah, dan jenis kelamin kerang A. antiquata dilakukan di lapangan. Pangamatan parameter kualitas air (suhu, salinitas, ph air, dan kecepatan arus) dilakukan di lapangan sedangkan analisis sampel kualitas air lainya (bahan organik dan tekstur substrat) di lakukan di laboratorium perikanan Universitas Halu Oleo. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian Lapangan yaitu: Hand refraktometer, Thermometer, Soil tester, Kamera, Plastik sampel dan Gps. Alat yang digunakan dalam penelitian laboratorium yaitu: Jangka sorong, timbangan digital, alat tulis. Penentuan stasiun pengambilan sampel kerang didasarkan pada keberadaan kerang A. antiquata dan karakteristik lingkungan yang terdapat di perairan Bungkutoko. Stasiun (1) : berdekatan dengan pemukiman masyarakat Bungkutoko dan aktivitas penimbunan laut, dengan titik kordinat 3 59' 46" LS dan ' 55" BT. Stasiun (2) : berdekatan dengan areal mangrove yang sedikit jauh dari aktivitas masyarakat dengan titik kordinat 3 59' 46" LS dan ' 55" BT. Stasiun 3 : berdekatan dengan pemukiman masyarakat dan digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal, dengan titik kordinat 3 59' 361" LS dan ' 442" BT. Lokasi penelitian tersebut ditetapkan secara purposive random sampling yang terdiri dari tiga stasiun berdasarkan lokasi aktivitas masyarakat yang mempengaruhi langsung keberadaan kerang A antiquata dan lokasi yang tidak dipengaruhi langsung oleh aktivitas masyarakat lokal. Kegiatan yang dipengaruhi langsung oleh masyarakat lokal yaitu kegiatan penimbunan laut dan kegiatan usaha peternakan ayam potong. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Peta stasiun penelitian pengambilan sampel 91

4 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu Pengambilan sampel kerang A. antiquata di setiap stasiun menggunakan metode secara acak sederhana (simple random sampling), yang diasumsikan bahwa sampel kerang A. antiquata dapat mewakili ukuran-ukuran kerang yang terdapat di perairan pantai pulau Bungkutoko. Pengambilan kerang ini dilakukan secara bebas yaitu mengumpulkan semua kerang A. antiquata yang diperoleh selama bulan Juli sampai September 15, dalam penelitian di lapangan pengambilan sampel kerang A. antiquata dilakukan pada saat surut terendah yang dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan alat bantu berupa pisau untuk membuka cangkang. Pengambilan sampel ini dilakukan sekali dalam sebulan selama tiga bulan penelitian. Jumlah sampel pada setiap stasiun yaitu berjumlah individu yang dikumpulkan setiap bulannya. Jumlah keseluruhan sampel yang didapatkan pada bulan Juli sampai September diasumsikan sebanyak 18 individu. Sampel kerang yang telah didapatkan kemudian dibersihkan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian sampel tersebut dibawa ke daratan untuk mengukur panjang, lebar, tebal, bobot total, bobot daging basah, dan menentukan jenis kelamin yang dilakukan di lapangan. Kemudian pengukuran bobot daging kering kerang A. antiquata dilakukan di laboratorium. menggunakan timbangan digital, dengan ketelitian,1 gram. Pengambilan sampel sedimen dilakukan di setiap substasiun pengamatan yang telah ditentukan, kemudian sampel sedimen yang telah diambil dimasukan ke dalam kantong sampel yang telah diberi label. Selanjutnya substrat tersebut dikeringkan dengan cara dijemur dibawa cahaya matahari sampai kering, setelah sampel sedimen kering ditimbang dengan menggunakan timbangan digital seberat 3 gram kemudian dimasukan ke dalam alat automatic gravelseiver selama 1 menit. Setelah itu butiran sedimen yang telah tersaring pada mata saringan diambil kembali dan ditimbang beratnya untuk mengetahui presentase ukurannya. Parameter perairan yang diukur di lapangan meliputi pengukuran suhu, salinitas, ph air dilakukan saat air laut pasang. Seluruh pengukuran tersebut dilakukan di setiap substasiun bersamaan dengan pengambilan sampel organisme kerang A. antiquata. Panjang total kerang A. antiquata yang diukur adalah panjang cangkang kerang dari ujung anterior hingga ujung posterior, lebar cangkang diukur dari jarak vertikal terjauh antara bagian atas dan bawah cangkang apabila kerang diamati secara lateral. Tebal umbo kedua cangkang diukur dari jarak antara kedua umbo pada cangkang yang berpasangan satu sama lain dan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Kedua cangkang kerang dibuka kemudian dipisahkan menggunakan pisau bedah untuk melihat jenis kelaminnya. Gonad terletak di bagian atas kaki dan menyebar di antara kelenjar pencernaan. Perbedaan gonad jantan dan betina sangat jelas ketika cangkang dibuka. Gonad jantan tampak jelas berwarna putih, sedangkan gonad betina berwarna kuning kemerah-merahan. Pengukuran berat total kerang A. antiquata yaitu dilakukan dengan cara membersihkan kerang tersebut dari sisa partikelpartikel pasir yang masih melekat di cangkang kerang A. antiquata kemudian menimbang berat keseluruhan kerang beserta cangkangnya. Pengukuran berat daging basah dan berat daging kering kerang A. antiquata dilakukan dengan cara membuka kedua cangkang kerang tersebut. Kemudian daging dipisahkan dengan cangkang kerang dan ditimbang berat basah daging kerang tersebut menggunakan timbangan digital, dengan ketelitian,1 gram. 92

5 Arwin dkk., Analisis Data Menurut Hile (1963) dalam Effendie (1997), menggunakan rumus sebagai berikut: W = a.lb...(1) Keterangan : W = berat total (gr) L = panjang total (mm) a, b = konstanta Persamaan linier yang digunakan adalah persamaan sebagai berikut: Log W = Log a + b Log L......(2) Parameter a dan b, digunakan analisis regesi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x, maka didapatkan persamaan regesi: y = a + bx (3) Bahtiar (12) menyatakan bahwa diduga titik keseimbangan pola pertumbuhan somatik pokea (isometrik) pada hubungan lebar cangkang terhadap bobot basah berada pada nilai b=2,5. Demikian halnya dengan Wilbur dan Owen (1964), melaporkan bahwa nilai isometrik bivalvia yang diamati berada antara 2, 4,5. Nilai b dari hubungan panjang bobot pada bivalvia adalah: Ho : b = 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik H1 : b 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik, Allometrik positif, jika b>2,5 (pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang). Allometrik negatif, jika b<2,5 (pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot). Salah satu derivat penting dari pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal dan sering disebut faktor K. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari kerang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Faktor kondisi A. antiquata bersifat allometrik (b 2,5) maka dinyatakan dalam persamaan rumus (Effendie, 1997): Kn = Wb/(aL b )... (4) Keterangan : Kn = faktor kondisi relatif W = bobot individu yang teramati (g) L = panjang cangkang a b = konstanta Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar daging yang terkandung dalam kerang A. antiquata pada keseluruhan bobot total kerang. Rasio bobot daging dan bobot total kerang A. antiquata yaitu menggunakan persamaan rumus sebagai berikut (Prawuri, 5): Rasio Bd = (Bd/Bt) X 1%...(5) Keterangan : Bd = bobot daging Bt = bobot total Rasio bobot daging basah dan bobot daging kering maka menggunakan persamaan rumus (Niswari, 4): Rasio Bdk = (Bdk/Bdb) X 1%...(6) Keterangan : Bdk = bobot daging kering Bdb = bobot daging basah Hasil dan Pembahasan Hasil analisis secara temporal menunjukkan bahwa pada bulan Juli kerang A. antiquata jantan memiliki nilai b sebesar 2,28 dan koefisien determinasi,51 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang cangkang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot total atau allometrik negatif, sedangkan pada kerang A. antiquata betina memiliki nilai b 2,95 dan koefisien determinasi,86 pertambahan bobot lebih capat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang atau 93

6 Bobot (g) Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu allometrik posistif. Bulan Agustus kerang A. antiquata betina dan jantan menunjukan pola pertumbuhan allometrik positif dengan nilai b berkisar 2,56-2,58 dengan koefisien determinasi,82-,91. Pada bulan September nilai b kerang A. antiquata jantan dan betina menunjukkan pertumbuhan panjang memiliki pola allometrik negatif dengan nilai b berkisar 2,31 2,39, dengan koefisien determinasinya,65-,85. Hasil analisis secara spasial untuk kerang A. antiquata jantan maupun betina menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki nilai b= 2,65 2,72 pada betina stasiun II memiliki nilai b 2,52 yang menunjukan allometrik positif. Sebaliknya di stasiun III kerang A. antiquata jantan maupun betina memiliki nilai b < 2,5 (allometrik negatif), sedangkan stasiun II kerang jantan menunjukan pola allometrik negatif. Nilai b terendah terdapat pada stasiun II sebesar 2,3 (R 2 = 6%), sedangkan pada stasiun III menunjukkan nilai b yang tidak jauh berbeda antara kerang A. antiquata jantan dan betina dengan nilai b 2.29 dan 2,45 (R 2 = 67 81%). 3 1 a. Jantan b. Betina Juli W=.8L R² =.512 N=37 6 W =.1L R² =.861 N=23 6 W=.3L R² =.91 N=31 6 Agustus W=.3L R² =.825 N=29 6 W=.8L R² =.854 N=29 September 8 6 W=.6L R² =.652 N= Panjang (mm) Gambar 2. Hubungan panjang bobot secara Temporal kerang A. antiquata jantan dan betina. 94

7 Bobot (g) Arwin dkk., 6 a. Jantan b. Betina Stasiun I W =.2L2.654 R² =.888 N=31 6 W=.2L R² =.894 N= W =.4L2.525 R² =.81 N=31 Stasiun II 8 6 W=.8L2.39 R² =.61 N= W=.8L2.296 R² =.673 N=35 6 Stasiun III Panjang (mm) W=.5L2.445 R² =.81 N=28 6 Gambar 3. Hubungan panjang bobot secara spasial kerang A. antiquata jantan dan betina. Berdasarkan hasil pengamatan secara Tempral dan Spasial hubungan panjang panjang dan bobot dari ketiga stasiun yang diamati secara keseluruhan tiap bulanya di dapatkan nilai b yang berbeda. Secara Temporal nilai b tertinggi terjadi pada bula juli dengan nilai 2,95 dan yang terendah terjadi pada bulan Juli dengan nilai 2,28. Hasil analisis secara Spasial menunjukan nilai b tertinggi terjadi pada stasiun 1 dan yang terendah terjadi pada stasiun 3.hal ini diduga disebabkan oleh aktivitas reproduksi yang dilakukan oleh kerang A. antiquata. Ramesha dan Thippeswamy (9) mengungkapkan bahwa nilai b mengalami perubahan yang signifikan dengan ditandai peningkatan nilai b di awal pematangan hingga puncak kematangan dan menurun setelah pemijahan. Penurunan nilai b diduga disebabkan oleh aktivitas reproduksi pada kerang pasir yang ditandai dengan peningkatan nilai b di awal reproduksi, kemudian mengalami penurunan (Asri, 15). Efriyeldi dkk (12), menambahkan bahwa pola pertumbuhan kerang dapat berbeda antar jenis dan lokasi hidupnya, sehingga ada yang mempunyai pola isometrik, allometrik positif dan allometrik negatif. Mariani dkk. (2), menyatakan bahwa pola 95

8 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu pertumbuhan ditentukan oleh strategi hidup dan kondisi lingkungan. Asri (15), menyatakan bahwa nilai b menunjukkan proporsi bentuk tubuh yang menggambarkan pertumbuhan panjang dan pertambahan bobot tubuh. Keseimbangan pola pertumbuhan ini dapat ditunjukan dari nilai b pada hubungan panjang dan bobot tubuh (Bahtiar, 7). Ramesha dan Thippeswamy (9) mengungkapkan bahwa nilai b mengalami perubahan yang signifikan dengan ditandai peningkatan nilai b di awal pematangan hingga puncak kematangan dan menurun setelah pemijahan. Penurunan nilai b diduga disebabkan oleh aktivitas reproduksi pada kerang pasir yang ditandai dengan peningkatan nilai b di awal reproduksi, kemudian mengalami penurunan (Asri, 15). Laju pertumbuhan kerang A. antiquata jantan dan betina berbeda dalam reproduksi, diduga karena kerang betina memanfaatkan energinya relatif lebih banyak untuk perkembangan gonad dibandingkan jantan (Darmawati, 14). Faktor kondisi merupakan salah satu aspek dalam pertumbuhan suatu biota menunjukan keadaan atau kegemukan (kemontokan) dinyatakan dari segi kapasitis fisiknya untuk melakukan proses reproduksi (Effendie 1997). Mzighami, (5) menyatakan bahwa semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi oleh suatu organisme maka akan meningkatkan ukuran gonad, sehingga akan mempengaruhi ukuran tubuh organisme tersebut. Hasil analisis yang didapatkan secara temporal bahwa nilai faktor kondisi Nilai Kn tertinggi untuk kerang jantan terdapat pada bulan Juli yaitu sebesar 2,7 dengan interval kelas yaiti mm, nilai kn terendah kerang jantan terjadi pada bulan Juli sebesar,97 dengan interval kelas -21 dengan kisaran nilai suhu yang didapatkan sebesar 3 o C. Suhu pada perairan Bungkutoko selama periode penelitian berada pada kondisi optimum dan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Widowati (4), menyatakan bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis hewan air seperti migasi, pemijahan, kecepatan proses perkembangan embrio serta kecepatan metabolisme. Kerang betina menunjukkan nilai Kn yang tertinggi didapatkan pada bulan Juli sebesar 1,16 dengan selang kelas yaitu mm. Nilai Kn terendah pada bulan Juli yaitu,97 pada selang ukuran antara mm dengan kisaran suhu yang didapatkan pada bulan Juli lebih rendah dibandingkan dengan bulan Agustus-September. Hasil analisis yang didapatkan nilai Kn untuk kerang A. antiquata pada bulan Juli rendah diduga karena faktor lingkungan (suhu) yang memengaruhi laju pertumbuhan kerang. Widyastuti (11), mengungkapkan bahwa perbedaan kondisi lingkungan yang mencolok dapat memberikan perbedaan nyata terhadap pertumbuhan kerang dan dapat memengaruhi proses reproduksi kerang. Rendahnya nilai Kn yang didapatkan pada bulan Juli juga diduga oleh pengaruh rendahnya kecepatan arus yang didapatkan pada bulan Juli. Persentase kecepatan arus rata-rata yang didapatkan yaitu sebesar 2,32 cm/det, merupakan nilai kecepatan arus tertinggi yang didapatkan selama periode penelitian. Pada bulan Juli memiliki nilai kecepatan arus tertinggi dengan nilai rata-rata yaitu sebesar 2,32 cm/det. Tingginya kecepatan arus dapat membawa partikel-partikel pasir maupun lumpur menjadi lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan memengaruhi ketersediaan makanan bagi kerang dan akan memengaruhi pola pertumbuhan. 96

9 Kn rata-rata Arwin dkk., Ketersediaan sumber makanan bagi bivalvia juga dipengaruhi oleh kecepatan arus yang terdapat pada suatu perairan. Arus yang relatif besar menyebabkan ukuran partikel sedimen juga lebih besar dan didominasi oleh kerikil (Setyobudiandi. 4). Analisis secara spasial didapatkan nilai Kn yang berfluktuasi antara kerang A. antiquata jantan dan betina pada stasiun I hingga stasiun III. Nilai Kn yang tertinggi untuk kerang jantan sebesar 1,71 pada stasiun II dengan ukuran mm dan terendah pada stasiun III sebesar,94. Kerang A. antiquata betina memiliki nilai Kn tertinggi pada stasiun II (1,31) dan terendah pada stasiun II (,57). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada selang ukuran kecil lebih dominan memiliki nilai faktor kondisi yang lebih tinggi. Hal ini diduga oleh proses pertumbuhan untuk kerang A. antiquata dengan ukuran kecil, memiliki pola pertumbuhan yang lebih besar. Asri (15) menyatakan bahwa kerang yang berukuran kecil lebih memanfaatkan energinya untuk pertumbuhan sehingga memiliki nilai faktor kondisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar. Fitriani (8) menambahkan kelompok ukuran besar memiliki nilai faktor kondisi yang lebih rendah, diduga karena kelompok ukuran ini telah banyak melakukan proses pemijahan sehingga akan memengaruhi kemontokannya (berkurang). a. Jantan b. Betina Selang Kelas (mm) Gambar 3. Faktor kondisi secara temporal dan spasial kerang A. antiquata jantan dan betina di perairan Bungkutoko. 97

10 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu Hasil analisis secara temporal menunjukkan bahwa persentase RBD kerang A. antiquata jantan tertinggi terdapat pada bulan Agustus yaitu dengan nilai 26,18% Bobot Daging Basah (BDB) dan 2,94% Bobot Daging Kering (BDK) serta untuk kerang A. antiquata betina berkisar 18,23% BDB dan 2,14% BDK. Persentase RBD terendah terdapat pada bulan Juli baik untuk kerang jantan maupun betina. Kisaran persentase rata-rata Bobot Daging Basah (BDB) kerang A. antiquata jantan tertinggi terdapat pada bulan Agustus (26,18%) dan Bobot Daging Kering (2,94%). Pada bulan September, nilai rata-rata RBD kerang jantan yang didapatkan selama penelitian lebih rendah dibandingkan dengan bulan yang lainnya. Bobot daging basah jantan berada pada nilai 12,7% dan rasio BDK 1,41%, sedangkan kerang betina terjadi pada bulan Juli pada kisaran nilai 1,84% diikuti dengan BDK 1,61%. Berdasarkan hasil analisis secara spasial didapatkan persentase nilai Bobot Daging Basah (BDB) tertinggi pada kerang A. antiquata jantan terdapat pada stasiun III sebesar 31,16%, dengan selang ukuran mm yang diikuti BDK sebesar 4,15%. Pada kerang A. antiquata betina, nilai BDB tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 23,9% pada ukuran mm, dan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 11,31% pada ukuran 37 mm. Persentase RBD rata-rata dari sejumlah sampel yang didapatkan di perairan Bungkutoko Kota Kendari (Tabel 1 dan 2). Tabel 1. Persentase rata-rata rasio bobot daging (RBD) jantan dan betina secara temporal. Jenis kelamin Bulan Kelompok ukuran (mm) % Bobot total (g) %BDB (g) %BDK (g) Jantan Betina Juli Agustus September Juli Agustus September ,65 6,96 32,9 34,89 7,3 8,78 23,3 27,54 8,92-11,34 23,28 16,98-19,34 21,5 31,61 9,27 11,54 13,13 17,86-18,53 43,87 67,9 15,1 17,54 26,18 14,91 15,59 12,7 1,84 13,79 11,3 11,88 18,23 1,93 1,38 1,56 2,94 2,33 1,87 1,41 1,61 1,64 1,81 1,9 2,14 2,17 Jenis kelamin Jantan Betina Tabel 2. Persentase rata-rata rasio bobot daging (RBD) jantan dan betina secara spasial. Stasiun Kelompok ukuran (mm) % Bobot total (g) I II III I II III ,78 8,92 32,9 5,93 9,53-13,14 23,28 11,34 12,11 27,54 54,98 9,27 11,14 13,13 17,67 16,27 31,61 43,87 67,9 17,86 29,46 44,1 %BDB (g) 14,35 14,98,11 12,7 31,16 11,65 23,9 12,5 16,29 13,44 17,25 11,31 %BDK (g) 1,8 1,86 2,58 1,41 4,15 1,67 4,16 1,74 2,23 1,76 2,41 1,8 98

11 Arwin dkk., Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa persentasi bobot daging basah maupun bobot kering berbeda pada tiap bulanya. Perbedaan nilai RBD pada kerang jantan dan betina merupakan suatu bentuk pertumbuhan yang terjadi pada setiap induvidu kerang A. antiquata yang terjadi di dalam tubuh kerang. Persentase bobot daging Basah (BDB) untuk kerang jantan yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai ratarata terendah terdapat pada bulan September sebesar 12,7% pada selang ukuran mm. Ukuran BDK pada bulan Agustus (2,94%) merupakan persentase BDK tertinggi yang didapatkan selama periode penelitian. Pada bulan Agustus didapatkan nilai BDK sebesar 2,94% yang terdapat pada selang ukuran mulai dari mm. Persentase rasio bobot daging (RBD) baik kerang jantan dan betina secara rata-rata menunjukkan nilai berbeda yang terlihat dari selang ukuran yang didapatkan. Pada kerang A. antiquata jantan didapatkan ukuran dari mm sedangkan pada kerang A. antiquata betina yaitu pada ukuran mm. Keseluruhan hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok ukuran panjang cangkang dan bobot total kerang terhadap BDB dan BDK lebih dominan pada selang ukuran mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan fitriani, (8) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot total selalu diiringi dengan pertambahan bobot daging meskipun sebagian kecil masih terdapat kerang dengan bobot total rendah. Hal ini didukung dengan pernyataan Jubaedah, (11) yang menyatakan bahwa pada tubuh kerang hanya terdapat sedikit daging, yang menentukan bobot adalah cangkang dan kapasitas air yang mencapai -5% dari total tubuh. Berdasarkan hasil analisis secara spasial didapatkan persentase BDB kerang jantan tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 31,16% dengan bobot total 11,34 12,11 g pada ukuran 46 mm. Nilai BDB terendah terdapat pada stasiun III sebesar 11,65. Pada kerang A. antiquata betina didapatkan nilai BDB tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 23,9% pada ukuran mm dan pada stasiun III nilai BDB terendah terdapat pada ukuran 37 mm sebesar 11,31%. Perbandingan nilai bobot total per bobot daging basah memiliki persentase kondisi lebih tinggi pada kerang A. antiquata Jantan disemua stasiun. Hal ini terjadi kerena perbedaan jumlah hasil tangkapan dan selang ukuran yang didapatkan. Zumiati (14), menyatakan bahwa persentase rasio bobot daging basah pada kerang yang berukuran kecil lebih tinggi dibandingkan kerang yang memiliki ukuran cangkang yang lebih besar, hal ini disebabkan oleh besarnya pembelanjaan energi pada kerang yang berukuran lebih besar untuk pemijahan (mengeluarkan telur dan sperma). Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pola pertumbuhan hubungan panjang bobot kerang A. antiquata jantan dan betina menunjukkan pola pertumbuhan allometrik positif dan allometrik negatif. 2. Faktor kondisi (Kn) temporal dan spasial untuk kerang A. antiquata berada pada kisaran nilai,77 2,7 (jantan) dan,97 1,16 (betina),,93-1,71 (Jantan),,57-1,31 (Betina) Persentase Kn berfluktuasi berdasarkan ukuran cangkang. 3. Rasio Bobot Daging (RBD) kerang A. antiquata jantan dan betina lebih dominan pada kelompok ukuran panjang cangkang mm. 99

12 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu Daftar Pustaka Asri, L.D. 15. Faktor Kondisi, Hubungan Panjang Bobot dan Rasio Bobot Daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 49 hal. Bahtiar, 7. Preferensi Habitat dan Lingkungan Perairan Pokea (Batissa violacea var. celebensis, Von Martens 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Jurnal Aqua Hayati. (5): Darmawati, S. 14. Studi Aspek Biologi Reproduksi Kerang Darah (Anadara ganosa) di Perairan Teluk Kendari. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 45 hal. Efriyeldi. D.G. Bengen, R. Affandi dan T. Partono. 12. Karakteristik Biologi Populasi Kerang Sepetang (Pharella acutidens) di Ekosistem Mangove Dumai, Riau. Berkala Perikanan Terubuk. (1): Effendie Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal Fitriani. 8. Studi Morfometrik Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Marten, 1879) di Sungai Pohara Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 33 hal. Jubaedah, E. 1. Studi pertumbuhan dan Tingkat Kematangan Gonad kerang hijau(perna viridis L.) di Muara kamal, Teluk Jakarta. 54 hal. Mariani, S., Piccari, F., Matthaeis, E. D. 2. Shell Morphology in Cerastoderma spp (Bivalvia : Cardiidae) and its Significance for Adaptation to Tidal and Non-tidal Coastal habits. Journal Marine biodiversitas. 82: Mzighani, S. 5. Fecundity and Population Structure of Cockles, Anadara antiquata L (Bivalvia: Arcidae) From a Sandy/Muddy Beach Near Dar Es Salaam, Tanzania. Western Indian Ocean Journal. 4(2) : Ramesha, M. M. dan Thippeswamy, S. 9. Allometric and Condition Index in the Freshwater Bivalve Parreysia corrugate (Muller) from River Kempuhole, India. Asian Fisheries Science. (22): Setyobudiandi I, Soekendarsih E, Vitner Y, dan Setiwati R. 4. Bio-ecologi Kerang lamis (Meretrix meretrix) di Perairan Marunda. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11(1): Widyastuti, A. 11. Perkembangan Gonad Kerang Darah (Anadara antiquata) di Perairan Pulau Auki, Kepulauan Padaido, Biak, Papua. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 37(1): Widowati, I. 4. Kajian Biogenetic Kerang Totok (Polymesoda erosa) Bioreproduksi dan Aplikasinya Dalam Budidaya sebagai Upaya Restocking dan Pelestariannya di Kawasan Konservasi Segara Anakan Cilacap. Jawa Tengah. Laporan Penelitian RUT. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Undip. Semarang. 134 hal. Zumiati. 14. Studi Morfometrik Kerang Darah (Anadara ganosa) di Perairan Teluk Kendari. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 49 hal. 1

Pola Pertumbuhan dan Rasio Bobot Daging Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Awan Setiawan, Bahtiar, Wa Nurgayah

Pola Pertumbuhan dan Rasio Bobot Daging Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Awan Setiawan, Bahtiar, Wa Nurgayah Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(1): 13-27 Pola Pertumbuhan dan Rasio Bobot Daging Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota [Growth Pattern and Meat Weight Ratio of A. antiquate

Lebih terperinci

MORFOMETRIK KERANG BULU Anadara antiquata, L.1758 DARI PASAR RAKYAT MAKASSAR, SULAWESI SELATAN. Witri Yuliana*, Eddy Soekendarsi a, Ambeng b

MORFOMETRIK KERANG BULU Anadara antiquata, L.1758 DARI PASAR RAKYAT MAKASSAR, SULAWESI SELATAN. Witri Yuliana*, Eddy Soekendarsi a, Ambeng b MORFOMETRIK KERANG BULU Anadara antiquata, L.1758 DARI PASAR RAKYAT MAKASSAR, SULAWESI SELATAN Witri Yuliana*, Eddy Soekendarsi a, Ambeng b * E-mail: witriyuliana771@yahoo.com a,b Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kota Kendari

Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kota Kendari Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1): 21-32 Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kota Kendari [Relationship of

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

Studi Morfometrik Kerang Kalandue ( Polymesoda erosa) di Hutan Mangrove Teluk Kendari

Studi Morfometrik Kerang Kalandue ( Polymesoda erosa) di Hutan Mangrove Teluk Kendari ISSN Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 4 Nomor Jan 24 p( 2) 233-399 Studi Morfometrik Kerang Kalandue ( Polymesoda erosa) di Hutan Mangrove Teluk Kendari Morphometric Study of Kalandue Shells (Polymesoda

Lebih terperinci

Tingkat eksploitasi Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara

Tingkat eksploitasi Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(2): 161-170 Tingkat eksploitasi Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara [Exploitation of Fleece

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober ISSN : X

Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober ISSN : X RE-POTENSI POPULASI ENDEMIK DARI SPESIES KERANG PAHUT-PAHUT (Pharella acutidens) DI DAERAH KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN (KKMB) KOTA TARAKAN 1) Mulyadi Syam, 2) Andi Putra Luwu, 2) Halidin,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BERAT DAN MORFOMETRIK KERANG PISAU (Solen grandis) DI PERAIRAN PRENDUAN KABUPATEN SUMENEP MADURA R.A Dewi Haryatik 1, Hafiluddin 1, Akhmad Farid 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

UKURAN MORFOMETRIK KEKERANGAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN

UKURAN MORFOMETRIK KEKERANGAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN 1 UKURAN MORFOMETRIK KEKERANGAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN Eddy Soekendarsi 1) 1) Jurusan Biologi, FMIPA UNHAS ABSTRACT The research on the potency and the morphometric size of the bivalva at the fish landing

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN POPULASI POKEA (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) DI SUNGAI POHARA SULAWESI TENGGARA 1

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN POPULASI POKEA (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) DI SUNGAI POHARA SULAWESI TENGGARA 1 KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN POPULASI POKEA (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) DI SUNGAI POHARA SULAWESI TENGGARA 1 (The Study of Population Growth of Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BERAT LORJUK (Solen spp) DI PERAIRAN PESISIR PANTAI SELATAN PULAU MADURA

HUBUNGAN PANJANG BERAT LORJUK (Solen spp) DI PERAIRAN PESISIR PANTAI SELATAN PULAU MADURA HUBUNGAN PANJANG BERAT LORJUK (Solen spp) DI PERAIRAN PESISIR PANTAI SELATAN PULAU MADURA Oleh: Indah W. Abida* 1, Eva A. Wahyuni 2 dan Mahfud Effendy 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan dan Substrat Estuari mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda dengan sungai dan laut. Keberadaan hewan infauna yang berhabitat di daerah estuari

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT Hesti Wahyuningsih Abstract A study on the population density of fish of Jurung (Tor sp.) at Bahorok River in Langkat, North

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi kerang Lahubado (Glauconome virens) di perairan Teluk Staring Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan

Aspek biologi reproduksi kerang Lahubado (Glauconome virens) di perairan Teluk Staring Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(4): 427-438 Aspek biologi reproduksi kerang Lahubado (Glauconome virens) di perairan Teluk Staring Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan [Reproductive

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BERAT LORJUK (Solen spp) DI PERAIRAN PESISIR PANTAI SELATAN PULAU MADURA

HUBUNGAN PANJANG BERAT LORJUK (Solen spp) DI PERAIRAN PESISIR PANTAI SELATAN PULAU MADURA HUBUNGAN PANJANG BERAT LORJUK (Solen spp) DI PERAIRAN PESISIR PANTAI SELATAN PULAU MADURA Indah Wahyuni Abida 1, Eva Ari Wahyuni 2, Mahfud Efendy 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG SS Oleh: Ennike Gusti Rahmi 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA Nurida siregar*), Suwondo, Elya Febrita, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

SEBARAN UKURAN CANGKANG KERANG BAKAU (Polymesoda bengalensis Lamarck) DI KAWASAN MANGROVE KENAGARIAN GASAN GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN ABSTRACT

SEBARAN UKURAN CANGKANG KERANG BAKAU (Polymesoda bengalensis Lamarck) DI KAWASAN MANGROVE KENAGARIAN GASAN GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN ABSTRACT SEBARAN UKURAN CANGKANG KERANG BAKAU (Polymesoda bengalensis Lamarck) DI KAWASAN MANGROVE KENAGARIAN GASAN GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN Rini Utari 1, Rina Widiana 2, Armein Lusi Zeswita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

UJI VARIABEL INDEKS KONDISI GELOINA COAXANS YANG BERASAL DARI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN (KKMB) KOTA TARAKAN

UJI VARIABEL INDEKS KONDISI GELOINA COAXANS YANG BERASAL DARI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN (KKMB) KOTA TARAKAN UJI VARIABEL INDEKS KONDISI GELOINA COAXANS YANG BERASAL DARI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN (KKMB) KOTA TARAKAN 1) Ahmadi, 1) Rosmianto, 2) Ferdinandus F.K, 1) Hardianto, 3) Gazali Salim 1)

Lebih terperinci

TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE)

TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE) Abstrak TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE) Johan Danu Prasetya, Ita Widowati dan Jusup Suprijanto Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

STUDI ASPEK PERTUMBUHAN UDANG NENEK (Harpiosquilla raphidea) DI PERAIRAN JUATA LAUT KOTA TARAKAN

STUDI ASPEK PERTUMBUHAN UDANG NENEK (Harpiosquilla raphidea) DI PERAIRAN JUATA LAUT KOTA TARAKAN Jurnal Harpodon Borneo Vol.7. No.2. Oktober. 2014 ISSN : 2087-121X STUDI ASPEK PERTUMBUHAN UDANG NENEK (Harpiosquilla raphidea) DI PERAIRAN JUATA LAUT KOTA TARAKAN Tomy Chandra 1), Adil Abdul Latif 1),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat Peminjaman 1. GPS Garmin Nuvi Menentukan letak Lab. Ekologi 205 posisi geogafis titik

Lebih terperinci

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau ANALYSIS ORGANIC MATERIALS AND COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE SWAMP OF MAKROZOOBENTHOS IN ROKAN HILIR REGENCY by Melia Azian 1 ), Irvina Nurrachmi 2 ), Syahril Nedi 3 ) Fisheries and Marine Science

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode transek. Pengambilan sampel menggunakan metode eksploratif dengan pengamatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

ANALISIS POPULASI PERTUMBUHAN ALLOMETRI DAN INDEKS KONDISI Harpiosquilla Raphidea WAKTU TANGKAPAN SIANG HARI DI PERAIRAN JUATA KOTA TARAKAN

ANALISIS POPULASI PERTUMBUHAN ALLOMETRI DAN INDEKS KONDISI Harpiosquilla Raphidea WAKTU TANGKAPAN SIANG HARI DI PERAIRAN JUATA KOTA TARAKAN Analisis Populasi Pertumbuhan Allometri (Alfretse Kalalo,dkk) ANALISIS POPULASI PERTUMBUHAN ALLOMETRI DAN INDEKS KONDISI Harpiosquilla Raphidea WAKTU TANGKAPAN SIANG HARI DI PERAIRAN JUATA KOTA TARAKAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG. TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Restia Nika 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi Z 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

GROWTH RATE OF BLOOD COCKLE (Anadara granosa) SPAT IN INTERTIDAL ZONE PANIPAHAN ROKAN HILIR DISTRICT RIAU PROVINCE By

GROWTH RATE OF BLOOD COCKLE (Anadara granosa) SPAT IN INTERTIDAL ZONE PANIPAHAN ROKAN HILIR DISTRICT RIAU PROVINCE By GROWTH RATE OF BLOOD COCKLE (Anadara granosa) SPAT IN INTERTIDAL ZONE PANIPAHAN ROKAN HILIR DISTRICT RIAU PROVINCE By Andre Febriadi Zaryano 1, Syafruddin Nasution 2, Elizal 2 Marine Science, Faculty of

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN BERONANG (Siganus vermiculatus) DI PERAIRAN ARAKAN KECAMATAN TATAPAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN 1 Suleiman Tuegeh 2, Ferdinand F Tilaar 3, Gaspar D Manu 3 ABSTRACT One of the

Lebih terperinci

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 160 165 ISSN: 0853-4489

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 160 165 ISSN: 0853-4489 HUBUNGAN PANJANG-BOBOT DAN FAKTOR KONDISI IKAN BUTANA Acanthurus mata (Cuvier, 1829) YANG TERTANGKAP DI SEKITAR PERAIRAN PANTAI DESA MATTIRO DECENG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH Oleh : Mustofa Niti Suparjo Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PADA EKOSISTEM BAKAU DI MUARO PULAU KARAM KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

PADA EKOSISTEM BAKAU DI MUARO PULAU KARAM KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN STUDI POPULASI KERANG BAKAU (Polymesoda bengalensis Lamarck) PADA EKOSISTEM BAKAU DI MUARO PULAU KARAM KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Suci Oktavia Amsa 1), Indra Junaidi Zakaria 2),

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG. TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Fetro Dola Samsu 1, Ramadhan Sumarmin 2, Armein Lusi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 10 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan ini umumnya berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di perairan Bungkutoko Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara

Aspek biologi reproduksi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di perairan Bungkutoko Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(2): 123-133 Aspek biologi reproduksi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di perairan Bungkutoko Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara [Aspects of reproduction biology

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 2 bulan yang dimulai dari Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012, yang berlokasi di Kecamatan Kwandang. Peta lokasi

Lebih terperinci

Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Oleh

Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Oleh Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Oleh Riza Rizki 1), Musrifin Ghalib 2) dan Dessy Yoswaty 3) Email: rizarizki53@yahoo.com

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

Sri Salmadinah 1, Farid Yasidi 2, Syamsul Kamri 3

Sri Salmadinah 1, Farid Yasidi 2, Syamsul Kamri 3 Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(4): 269-275 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di perairan Rawa Aopa Watumohai Desa Pewutaa Kecamatan Angata Kabupaten Konawe

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI ARYALAN GINTING 090302081 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN UMUM A. Latar Belakang Mollusca sebagai salah satu hasil perairan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang layak. Pemanfaatan Pelecypoda masih terbatas yaitu di daerah-daerah

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Oleh Doddy Wijayanto 1), Musrifin Galib 2), Syafruddin Nasution 2) Email: doddy_wijayanto@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

POTENSI KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH

POTENSI KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH POTENSI KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH Johan Danu Prasetya*, Jusup Suprijanto** dan Johannes Hutabarat** Email : danoe_84@yahoo.com * Alumni Program DD MSDP Konsentrasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Struktur Umur Kerang Kepah (Meretrix meretrix) di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

Pertumbuhan dan Struktur Umur Kerang Kepah (Meretrix meretrix) di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Journal of Marine and Aquatic Sciences 4(2), 316-323 (2018) Pertumbuhan dan Struktur Umur Kerang Kepah (Meretrix meretrix) di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa 2) Politeknik

Lebih terperinci

Fluktuasi Kandungan Proksimat Kerang Bulu

Fluktuasi Kandungan Proksimat Kerang Bulu ISSN 853-79 Fluktuasi Kandungan Proksimat Kerang Bulu (Anadara inflata Reeve) di Perairan Pantai Semarang Antoni Dwi Arnanda, Ambariyanto *, Ali Ridlo Lulusan Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Pengambilan sampel dilakukan selama 15 kali per stasiun secara kontinyu. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

Studi Struktur dan Pertumbuhan Populasi Kerang Pokea (Batissa violacea var. celebensis, von Martens 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara

Studi Struktur dan Pertumbuhan Populasi Kerang Pokea (Batissa violacea var. celebensis, von Martens 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara Studi Struktur dan Pertumbuhan Populasi Kerang Pokea (Batissa violacea var. celebensis, von Martens 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara (Structure and Growth Population of Pokea Clam (Batissa violacea

Lebih terperinci