GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT PELAKSANA PADA PASIEN DI RSUD DR. RASIDIN PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT PELAKSANA PADA PASIEN DI RSUD DR. RASIDIN PADANG"

Transkripsi

1 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT PELAKSANA PADA PASIEN DI RSUD DR. RASIDIN PADANG Karya Tulis Ilmiah Diajukan ke Program Studi Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang sebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Oleh : ENDAH AULIA NOVITA Nim : JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN 2015 i

2 POLITEKNIK KESEHATAN PADANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG Karya Tulis Ilmiah, Juni 2015 ENDAH AULIA NOVITA Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Isi : ix + 55 Halaman + 2 Gambar + 6 tabel + 10 lampiran ABSTRAK Komunikasi terapeutik ini terlihat jelas dalam profesi keperawatan. Dalam profesi keperawatan, komunikasi perawat-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai perawat. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Studi pendahuluan yang penulis lakukan di RSUD Rasidin Padang dapat terlihat bahwa banyak perawat yang tidak menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang. Desain penelitian ini adalah deskriptif yang dilakukan di RSUD dr. Rasidin Padang Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni Semua populasi dijadikan sampel yaitu berjumlah 39 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Total Sampling. Pengolahan data melalui tahap editing, coding, entry, dan cleaning. Data dianalisa secara univariat. Hasil penelitian ini menunjukkan 5.1% pelaksanaan komunikasi terapeutik fase pra interaksi oleh perawat dalam kategori kurang baik, 41.0% pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi oleh perawat dalam kategori kurang baik, 0% pelaksanaan komunikasi terapeutik fase kerja oleh perawat dalam kategori kurang baik, 94.9% pelaksanaan komunikasi terapeutik fase terminasi oleh perawat dalam kategori kurang baik dan 48.7% pelaksanaan komunikasi terapeutik yang mencakup empat fase pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori kurang baik. Diharapkan KTI ini sebagai masukan kepada Kepala Ruangan untuk dapat memotivasi perawat pelaksana untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pelaksana yang terdiri dari dari empat fase komunikasi terapeutik antara lain fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Kata kunci : Gambaran, komunikasi terapeutik, perawat pelaksana Daftar Pustaka : 12 ( ) ii

3 iii

4 iv

5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Endah Aulia Novita Tempat / Tanggal Lahir : Padang / 9 November 1994 Jenis Kelamin Agama Status : Perempuan : Islam : Belum Kawin Nama Orang Tua Ayah Ibu : Syahru Ramadhan : Dasmaniar Riwayat pendidikan 1. TK Baitussyukra : SD N 27 Anak Air : SMP N 34 Padang : SMA N 1 Seberida : Poltekkes Kemenkes RI Padang : v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang. Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan D-III Jurusan Keperawatan Politeknik Kemenkes RI Padang. Selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Hj. Reflita, S.Kp, M.Kes, selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan masukkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 2. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep, selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan masukkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini serta selaku Ketua Program Studi Keperawatan Padang. 3. Bapak Sunardi, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Padang. 4. Ibu Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang. vi

7 5. Bapak dan Ibu dosen staf Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang yang memberikan bermacam ilmu untuk bekal penulis dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Direktur RSUD dr. Rasidin Padang, yang telah bersedia memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUD dr. Rasidin Padang, serta petugas RSUD dr. Rasidin Padang yang banyak membantu sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai. 7. Teristimewa kepada Ayah, Ama, dan adikku tercinta yang telah memberi dukungan moril maupun materil serta do'a yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 8. Teman-teman mahasiswa Program Studi Keperawatan Padang angkatan 2012, terima kasih atas dukungan dan bantuan serta kebersamaan selama ini. Dan pada akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu baik moril maupun spiritual, dan akhirnya dengan segala kerendahan hati dan kekurangan yang ada dimohon kritik dan saran demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya kepada-nya kita berserah diri, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Padang, Juni 2015 Penulis vii

8 DAFTAR ISI HALAMAN ABSTRAK... i PERNYATAAN PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1 B.Rumusan Masalah... 5 C.Tujuan Penelitian... 5 D.Manfaat Penelitian... 6 E.Ruang Lingkup Penelitian... 7 BAB II. TINJAUAN TEORITIS A.Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Komponen Komunikasi Komunikasi dalam Keperawatan B.Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi terapeutik Tujuan Komunikasi Terapeutik Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Karakteristik Komunikasi Terapeutik Tahapan Komunikasi Terapeutik Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik C.Alur Pikir D.Definisi Operasional BAB III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian B.Tempat dan Waktu penelitian C.Populasi dan Sampel D.Teknik Pengumpulan Data E.Teknik Pengolahan dan Analisa Data F.Teknik Analisa Data BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian B.Pembahasan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan B.Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Hubungan antara lima komponen komunikasi Gambar 2.2 Alur pikir ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Defenisi Operasional Tabel 2.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Pra Interaksi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Orientasi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun Tabel 2.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Kerja Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun Tabel 2.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Terminasi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun Tabel 2.6 Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Empat Tahap Fase Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun x

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Permohonan Menjadi Responden Lampiran B Kisi-Kisi Kuesioner Lampiran C Kuesioner Lampiran D Master Tabel Lampiran E Surat Izin Penelitian dari Politeknik Kesehatan Padang Lampiran F Surat Izin Penelitian dari Direktur RSUD dr. Rasidin Padang Lampiran G Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari RSUD dr. Rasidin Padang Lampiran H Daftar Bimbingan Proposal Lampiran I Daftar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Lampiran J Ganchart Kegiatan Karya Tulis Ilmiah xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Komunikasi dalam keperawatan merupakan hal penting karena komunikasi adalah alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart, G. W., 1998). Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik. 1 Perawat seringkali mengembangkan komunikasi yang berorientasi pada tugas, bukan berfokus pada klien. Konsekuensinya perawat membatasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan masalahnya. Hal ini mengakibatkan perawat mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan klien (Roger, 1974 dalam Ellis, Gates & Kenworthy, 2000). Komunikasi yang tidak efektif juga bisa mengakibatkan tidak puasnya klien terhadap pelayanan keperawatan. 1 Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja. Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapi bagi klien. Karena itu pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik. Struktur dalam proses komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahap yaitu tahap persiapan atau pra interaksi, tahap xii

13 perkenalan atau orientasi, tahap kerja, dan terakhir tahap terminasi (Stuart, G. W., 1998). 1 Pada tahap pra interaksi dapat terjadi gagalnya interaksi karena tidak melakukan persiapan yang baik sebelum berinteraksi dengan klien. Kegagalan pada tahap orientasi akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart, G. W., 1998). Pada tahap kerja, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tetapi jika perawat tidak menyimpulkan permasalahan yang dihadapi klien, maka dapat mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara perawat dan klien. Kegagalan pada tahap terminasi kemungkinan bisa terjadi apabila terminasi dilakukan tiba-tiba atau dilakukan sepihak tanpa penjelasan. Konsekuensinya klien mungkin akan mengalami depresi dan regresi. 1 Berdasarkan penelitian Patrisia Akbar (2013) di RSUD Labuang Baji Makassar didapatkan kepuasan pasien pada pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi masih kurang, yaitu 22 responden puas (23,2%) dan 73 responden tidak puas (76,8%). Berdasarkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase kerja, yaitu 2 responden tidak puas (2,1%). Berdasarkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase terminasi masih kurang, yaitu 11 responden puas (11,6%) dan 84 responden tidak puas (88,4%). 2 Hasil penelitian Rhona Sandra (2013) menunjukkan bahwa dari 48 responden dengan komunikasi terapeutik tidak dilakukan perawat, 38 orang (79,2%) responden menyatakan tidak puas dengan komunikasi xiii

14 terapeutik perawat. Sementara itu dari 29 responden dengan komunikasi terapeutik tidak tidak dilakukan perawat, 23 orang (79,3%) pasien menyatakan puas. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien. 3 Berdasarkan penelitian Septia Melsa (2012) di Ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi kurang dilaksanakan sebanyak 62,7 %, fase kerja sebanyak 19,6 %, dan fase terminasi sebanyak 84,3%. 4 Mardona (2005) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa lebih dari separuh pasien yang dirawat di IRNA B Bedah menyatakan tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat, terutama terhadap komunikasi yang dilakukan perawat. 5 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Huda (2010) tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di RS. Bunda Margonda Depok, bahwa tingkat kepuasan klien sangat dipengaruhi oleh komunikasi terapeutik perawat, dari 31 pasien sebagai responden didapatkan 12 pasien (38,7 %) menyatakan kurang puas. 6 Lolla Septiadi (2013) dalam penelitiannya tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada pasien tidak sadar di ruang GICU RSHS Bandung menunjukkan untuk fase praorientasi baik (100%) seluruh responden melakukan semua tahapan komunikasi terapeutik, fase orientasi kurang hanya sebagian kecil (7,9%) yang melakukan tahapan komunikasi terapeutik, fase kerja sudah dilakukan dengan baik (100%) dan fase xiv

15 terminasi baik (97,4%) hampir seluruh responden melakukan tahapan komunikasi terapeutik pada pasien tidak sadar. 7 Komunikasi terapeutik ini terlihat jelas dalam profesi keperawatan. Dalam profesi keperawatan, komunikasi perawat-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai perawat. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan maupun dalam praktik keperawatan bahkan kedokteran. 8 Studi pendahuluan yang penulis lakukan di RSUD Rasidin Padang pada tanggal 29 Desember 2014 dapat terlihat bahwa banyak perawat yang tidak menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien. Observasi langsung dengan 4 orang perawat mengenai pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien, diantaranya 3 orang perawat tidak membaca status pasien sebelum menemui pasien dan 1 orang perawat tidak ikut serta dalam pre conference (fase pra interaksi), 2 perawat tidak mengucapkan salam saat menemui pasien (fase orientasi), 2 perawat tidak memberikan reinforcement pada pasien saat melakukan tindakan (fase kerja), dan 4 perawat tidak melakukan kontrak yang akan datang pada pasien (fase terminasi). Penulis memilih RSUD dr. Rasidin Padang sebagai tempat penelitian karena setelah penulis bertemu dan mengobservasi langsung beberapa perawat, umumnya perawat tidak melakukan komunikasi terapeutik dengan semestinya. xv

16 Setelah melakukan observasi langsung pada 4 orang perawat, penulis juga melakukan wawancara pada 5 orang pasien yang dirawat. Hasil wawancara antara penulis dengan pasien, diantaranya 3 orang pasien mengatakan perawat tidak selalu mengucapkan salam saat bertemu, 1 orang pasien mengatakan perawat tidak menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, dan 4 orang pasien mengatakan perawat tidak ada membuat waktu pertemuan berikutnya untuk melakukan tindakan selanjutnya. Berdasarkan masalah diatas, maka penulis melakukan penelitian tentang Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD Rasidin Padang pada tahun B. Perumusan Masalah. Berdasarkan masalah diatas, maka perumusan permasalahan ini adalah Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015? C. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum. Untuk mengetahui Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD Rasidin Padang Tahun Tujuan Khusus. xvi

17 a. Diketahuinya distribusi frekuensi pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat pelaksana pada pasien tahap pra interaksi. b. Diketahuinya distribusi frekuensi pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat pelaksana pada pasien tahap orientasi. c. Diketahuinya distribusi frekuensi pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat pelaksana pada pasien tahap kerja. d. Diketahuinya distribusi frekuensi pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat pelaksana pada pasien tahap terminasi. D. Manfaat Penelitian. 1. Bagi Penulis. Untuk menambah wawasan penulis dalam pelaksanaan penelitian lapangan khususnya tentang gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat pelaksana pada pasien. 2. Bagi Tempat Penelitian. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan terutama di ruang Bedah, Interne, dan Anak RSUD dr. Rasidin Padang dalam meningkatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik di RSUD dr. Rasidin Padang. 3. Bagi Peneliti Lain. Sebagai bahan masukan sehingga penelitian tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat pelaksana pada xvii

18 pasien dapat dilanjutkan dan dikembangkan lagi menjadi faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik antara perawat dan klien dengan menggunakan cara ukur dan pendekatan yang lebih baik. E. Ruang Lingkup Penelitian. Ruang lingkup penelitian penulis meliputi variabel: pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan sub variabel tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. xviii

19 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Komunikasi. 1. Pengertian Komunikasi. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu communication. Kata communication itu sendiri berasal dari bahasa latin communicatio yang artinya pemberitahuan dan atau pertukaran ide, dengan pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya. 1 Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. 1 Duldt-Battey (2004) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka yang pada saat tersebut terjadi pertukaran ide, makna, perasaan, dan perhatian. 1 Roger dalam Stuart G. W. (1998) menekankan hakikat komunikasi sebagai suatu hubungan yang dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang terlibat dalam komunikasi. 1 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan dan pikiran antara dua orang xix

20 atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi. 1 Komunikasi merupakan kata universal dengan banyak arti. Banyak definisi menjelaskannya sebagai transfer informasi antara sumber dan penerima. Dalam keperawatan, komunikasi adalah berbagi informasi terkait kesehatan antara pasien dan perawat, dengan partisipan sebagai sumber dan penerima informasi. Komunikasi terjadi dalam banyak cara dan dapat bersifat verbal atau nonverbal, tertulis atau lisan, pribadi atau umum, spesifik untuk suatu isu, atau bahkan berorientasi pada hubungan. Komunikasi ini dapat mencakup pengertian yang lebih besar pada kampanye kesehatan masyarakat dan isu kebijakan, atau dapat berhubungan dengan pengalaman pribadi seorang pasien dengan isu kesehatan. Komunikasi manusia merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis, perawat dan pasien mengembangkan hubungan tidak hanya untuk berbagi informasi tetapi juga membantu pertumbuhan dan penyembuhan Komponen Komunikasi. Menurut seorang ahli komunikasi, Effendy O. U. (2002), komunikasi terdiri dari lima komponen yaitu: komunikator, komunikan, pesan, media, dan efek. 1 a. Komunikator. xx

21 Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya komunikasi. Prakarsa timbul karena jabatan, tugas, wewenang dan tanggung jawab ataupun adanya suatu keinginan atau perasaan yang ingin disampaikan. Komunikator disebut juga sebagai sumber berita. Dalam keperawatan, komunikator ini bisa perorangan, kelompok atau organisasi. b. Komunikan. Komunikan adalah orang yang menjadi objek komunikasi, pihak yang menerima berita atau pesan dari komunikator. Komunikan yang juga disebut sebagai sasaran atau penerima pesan adalah orang yang menerima pesan, artinya kepada siapa pesan tersebut ditujukan. Dalam keperawatan, komunikan bisa perorangan, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat. c. Pesan. Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat, pikiran, dan saran. Pesan atau berita juga merupakan rangsangan yang disampaikan oleh sumber kepada sasaran. Pesan tersebut pada dasarnya adalah hasil pemikiran atau pendapat sumber yang ingin disampaikan kepada orang lain. Penyampaian pesan banyak macamnya, dapat dalam bentuk verbal ataupun non verbal seperti gerakan tubuh, gerakan tangan, ekspresi wajah dan gambar. Apabila terdapat kesan yang berlainan dari pesan yang disampaikan, maka seseorang akan lebih mempercayai kesan bukan kata-kata. Misalnya, ketika seseorang berkata, saya tidak apa- xxi

22 apa kok sambil mengangkat bahu dan ekspresi wajah kecewa. Kesan yang ditangkap lawan bicara pastilah bahwa si pembicara kecewa. Isi simbolik dari pesan disebut informasi, dan apabila berupa sesuatu yang baru, disebut inovasi. d. Media. Media adalah segala sarana yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan pada pihak lain. Dengan demikian, saluran komunikasi dapat berupa pancaindra manusia maupun alat buatan manusia. Media alat pengirim pesan atau saluran pesan merupakan alat atau saluran yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada sasaran. e. Efek. Efek atau akibat atau dampak adalah hasil dari komunikasi. Hasilnya adalah terjadi perubahan pada diri sasaran. Perubahan dapat ditemukan pada aspek pengetahuan. Sikap, maupun tingkah laku. Terjadinya perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari komunikasi. xxii

23 Pesan Sumber Sasaran Efek (akibat) Media Umpan Balik Bagan 1.1 Hubungan antara lima komponen komunikasi 1 3. Komunikasi dalam Proses Keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasi dan memberikan tindakan keperawatan dari perawat ke pasien. Komponen proses keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian) sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai melalui pendekatan proses keperawatan. Satu hal penting yang tidak terpisahkan dari proses pencapaian tujuan tersebut adalah komunikasi. Komunikasi merupakan bentuk kegiatan yang selalu dan dapat dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses keperawatan. Perawat tidak dapat melakukan proses tersebut dengan baik tanpa mengetahui kebutuhan pasien. 11 xxiii

24 Pengkajian, sebagai tahapan awal dari proses keperawatan, digunakan untuk mengumpulkan informasi dari beragam sumber melalui berbagai cara komunikasi. Selama tahap diagnosa keperawatan, perawat menggunakan komunikasi untuk menyatu dengan pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan lainnya dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan menentukan prioritas dari tindakan keperaatan. 11 Pada tahap pengembangan rencana keperawatan, perawat berinteraksi dengan klien untuk menentukan apa yang pasien inginkan berkaitan dengan cara melakukan tindakan keperawatan. 11 Selama tahap tindakan keperawatan, perawat aktif dalam tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien dan hal ini dibutuhkan keterampilan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial pasien. 11 Pada akhir tahap proses keperawatan, perawat melakukan komunikasi dengan pasien untuk menilai kemajuan dan akhir dari tindakan keperawatan yang diberikan. Jadi jelas, tanpa komunikasi, perawat akan mengalami kesulitan untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang telah diberikan berhasil atau tidak. Proses penilaian memungkinkan adanya perbaikan rencana keperawatan yang telah tersusun. Pada kondisi seperti ini, perawat harus mendiskusikan rational dari usulan perubahan tindakan. 11 Kesimpulannya, selama dalam keseluruhan proses keperawatan, perawat menggunakan keterampilan komunikasi, asimilasi dan xxiv

25 transformasi informasi. Walaupun proses keperawatan mampu memberikan kerangka kerja yang reliabel dalam pemberian asuhan keperawata, hai ini tidak akan memberikan makna yang signifikan kepada pasien jika dilakukan tanpa melalui keterampilan komunikasi yang baik. 11 B. Komunikasi Terapeutik. 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik. Banyak yang mengira atau berpendapat bahwa komunikasi terapeutik identik dengan senyum dan bicara lemah lembut. Pendapat ini tidak salah tapi mungkin terlalu menyedehanakan arti dari komunikasi terapeutik itu sendiri, karena inti dari komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan untuk tujuan terapi. 1 Northouse (1998) menyatakan bahwa, Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. 1 Stuart G. W. (1998) menyatakan bahwa, Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Hibdon, S. (2000) menyatakan bahwa pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya merupakan fokus dari komunikasi terapeutik. 1 xxv

26 Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong (helper) atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi Tujuan Komunikasi Terapeutik. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: 1 a. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya. Seorang wanita yang mengalami kanker serviks biasanya akan mengalami gangguan gambaran diri, gangguan harga diri, merasa tidak berarti dan tidak berharga di mata pasangannya sehingga mungin akan membenci dirinya dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi (Berry, P. D., 1996). Dengan melakukan komunikasi terapeutik pada klien tersebut, diharapkan perawat dapat mengubah cara pandang klien tersebut, diharapkan perawat dapat mengubah cara pandang klien tentang penyakitnya, dirinya, dan masa depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya. xxvi

27 b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, S., 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping. c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Misalnya seorang klien gangguan jiwa yang berpendidikan hanya sampai SMP mengatakan bahwa setelah pulang dia ingin bekerja di Bank. Hal ini tentu tidak mungkin tercapai dan akan berdampak pada harga diri klien. Individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri (Taylor, Lilis dan La Mone, 1997). Dalam kasus seperti ini, peran perawat adalah xxvii

28 membimbing klien dalam membuat tujuan yang realistis dan meningkatkan kemampuan klien memenuhi kebutuhan dirinya. d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik. Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. 1 Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and clients. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat (Duldt-Battey, 2004). 1 Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu xxviii

29 memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu. 1 Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 1 Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart, G. W., 1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik Karakteristik Komunikasi Terapeutik. Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu keikhlasan (genuineness), empati (empathy) dan kehangatan (warmth). 11 a. Genuineness. Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan pada individu, baik secara verbal maupun nonverbal. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk mengomunikasikannya secara tepat. xxix

30 Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasaan negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien. 11 Tidak selalu mudah melakukan suatu keikhlasan. Untuk menjadi lebih percaya diri tentang perasaan dan nilai-nilai yang dimiliki membutuhkan pengembangan diri yang dapat dipertimbangkan dilakukan setiap saat. Sehingga, sekali perawat mampu untuk menyatakan apa yang dia inginkan untuk membantu memulihkan kondisi pasien dengan cara yang tidak mengancam, pada saat itu pula kapasitas yang dimiliki untuk mencapai hubungan yang saling menguntungkan akan meningkat secara bermakna. 11 b. Empathy. Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi pasien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berpikir atau merasakan apa yang sedang dilakukan atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan melihat dunia orang lain untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang. 11 xxx

31 Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pada pasien, misalnya jika dia mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Karena hal ini sulit dilakukan, kecuali karena adanya keseragaman atau kesamaan pengalaman atau situasi yang relevan, perawat terkadang sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun demikian, empati bisa dikatakan sebagai kunci sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan klien. 11 Sebagai perawat empatik, perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi seperti ini, empati dapat diekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat pikirkan tentang klien dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami pasien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas. 11 c. Warmth. Hubungan yang saling membantu ( helping relationship) dibuat untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan unek-unek xxxi

32 (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat mempunyai kesempatan lebih luas untuk mengetahui kebutuhan klien. Kehangatan juga dapat dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang, suara yang meyakinkan dan pegangan tangan yang halus menunjukkan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat terhadap pasien Tahapan Komunikasi Terapeutik. Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja. Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapi bagi klien. Karena itu pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik. Struktur dalam proses komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahap yaitu tahap persiapan atau pra interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja, dan terakhir tahap terminasi (Stuart, G. W., 1998). Geldard D. (1998) membagi tahap kerja menjadi empat tahap yaitu mengklarifikasi dan mengidentifikasi masalah, menggali alternatif pemecahan masalah, memfasilitasi perubahan perilaku serta memfasilitasi klien untuk bertindak. 1 xxxii

33 a. Tahap Persiapan. Tahap persiapan atau pra interaksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien. Pada tahap persiapan ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. 1 Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates, dan Kenworthy, 2000). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan klien dengan baik (Brammer, 1993) sehingga perawat tidak akan mampu menggunakan active listening (mendengarkan secara aktif). Disamping itu kecemasan perawat dapat meningkatkan kecemasan klien. Karena itu, sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu menggali perasaannya. Tahap persiapan atau pra interaksi adalah masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia betul-betul siap untuk berinteraksi dengan klien. Tugas perawat pada tahap ini antara lain: pertama, mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G. W., 1998). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? Berdasarkan xxxiii

34 pengalaman beberapa orang perawat di klinik menunjukkan bahwa perasaan yang muncul biasanya adalah perasaan cemas tidak diterima oleh klien, ragu akan kemampuan untuk memulai pembicaraan dan menanggapi respon klien serta tidak terbangunnya rasa saling percaya. 1 Disamping melakukan eksplorasi perasaan, perawat juga perlu mendefinisikan apa harapannya terhadap interaksi yang akan dilakukan. Harapan ini sebaiknya disesuaikan dengan kondisi klien. Untuk klien yang sangat menarik diri tentunya tidak mungkin bila berharap bahwa trust akan terbina hanya dengan satu atau dua kali pertemuan. 1 Kedua, menganalisis kekuatan dan kelemahan diri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya dan menggunakan kekuatannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya. 1 Akan tetapi, misalnya mempunyai kelemahan cenderung emosional dan mudah terpengaruh oleh keadaan sehingga cenderung simpati bukan empati. Kondisi ini bisa diminimalkan oleh perawat dengan mengontrol emosinya secara sadar setiap kali berinteraksi dengan klien. 1 Ketiga, mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga tidak kalah penting dari kedua kegiatan diatas karena dengan mengetahui xxxiv

35 informasi tentang klien, perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi. 1 Kegiatan yang keempat yaitu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut. 1 Berdasarkan pengalaman Suryani, S.Kp, MHSc, tahap persiapan ini sangat membantu dalam berkomunikasi dengan klien. Dengan melakukan persiapan yang baik kita akan betul-betul siap ketika berinteraksi dengan klien. Sebagai contoh, seorang perawat mempunyai kelemahan sangat mudah menangis ketika melihat orang lain menangis. Dengan melakukan analisis diri sebelum berinteraksi dengan klien, penulis dapat mengontrol perasaan sendiri sehingga tidak ikut menangis ketika melihat seorang klien menangis. 1 Pengalaman lain sebagai contoh gagalnya interaksi karena tidak melakukan persiapan yang baik sebelum berinteraksi dengan klien adalah seperti apa yang pernah dialami oleh salah seorang mahasiswa. Mahasiswa tersebut sama sekali tidak mengumpulkan informasi tentang klien. Ketika berinteraksi dengan klien, mahasiswa menjadi sangat kecewa dan cemas karena klien yang dipilihnya sebagai kasus utama tersebut sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia dan hanya bisa berbahasa Sunda. Sedangkan dia sendiri tidak mengerti bahasa Sunda karena dia lahir di Sumatera. 1 xxxv

36 b. Tahap Perkenalan. Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan perawat saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer, 1993). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya. 1 Tahap perkenalan atau orientasi ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan, baik pada pertemuan pertama, kedua dan selanjutnya. Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G. W., 1998). Peran utama perawat pada tahap ini adalah: memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran (Antai- Otong, 1995). 1 Tugas perawat pada tahap ini antara lain: Pertama, membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan suatu hubungan terapeutik (Stuart G. W., 1998), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah bergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J., 1996). Karena itu, untuk mempertahankan atau memelihara hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, xxxvi

37 jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji dan menghargai klien. 1 Tugas perawat yang kedua pada tahap ini adalah merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Brammer, 1993). Klien yang mengalami gangguan jiwa terkadang memutuskan interaksi dengan meninggalkan perawat begitu saja. Kontrak yang telah dibuat bisa dijadikan alat untuk mengingatkan klien akan kesepakatan yang telah dibuat terkait dengan interaksi yang sedang berlangsung. 1 Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien antara lain, tempat, waktu pertemuan, dan topik pembicaraan. Seandainya kontrak sudah dibuat pada pertemuan sebelumnya, tugas perawat pada tahap ini adalah mengingatkan klien akan kontrak yang telah dibuat. 1 Pada saat merumuskan kontrak, perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalahpahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Geldard D., 1998). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri. 1 Ketiga, menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk xxxvii

38 mengekspresikan perasaannya. Teknik komunikasi yang sering digunakan pada tahap ini adalah pertanyaan terbuka seperti, Bagaimana perasaan Ibu hari ini?, Bagaimana keadaan Bapak hari ini jika dibandingkan dengan kemarin? atau Bagaimana tidurnya semalam?. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidetifikasi masalah klien. 1 Keempat, merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah masalah klien diidentifikasi. Seandainya tujuan interaksi sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya, tugas perawat pada tahap ini adalah mengingatkan klien. 1 Tahap orientasi adalah dasar bagi hubungan terapeutik perawatklien dan menentukan tahap selanjutnya (Antai-Otong, 1995). Kegagalan pada tahap orientasi akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart G. W., 1998). 1 c. Tahap Kerja. Tahap kerja ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart G. W., 1998). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya xxxviii

39 perubahan dalam respon verbal maupun nonverbal klien. Pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan konseling atau komunikasi terapeutik sangat menentukan keberhasilan perawat pada tahap ini. 1 Tahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Karena itu, perawat dituntut untuk peka terhadap ucapan verbal maupun respon nonverbal klien sehingga ia dapat menentukan rencana, membuat tujuan dan melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien. Teknik komunikasi terapeutik yang sering digunakan pada tahap ini antara lain eksplorasi, refleksi, berbagi persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard D., 1996). 1 Pada tahap kerja ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray B. & Judith P., 1997). Tujuan teknik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner, 1999). Oleh karena itu, diharapakan klien merasa bahwa perawat memahami pesan-pesan yang telah disampaikan. Tetapi jika perawat tidak xxxix

40 menyimpulkan permasalahan yang dihadapi klien, maka dapat mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara perawat dan klien. Sehingga penyelesaian masalah tidak terarah dan tidak relevan dengan hasil yang diharapkan dan masalah klien menjadi tidak terselesaikan. 1 d. Tahap Terminasi. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat-klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart G. W., 1998). Pertemuan perawat-klien terdiri dari beberapa kali pertemuan. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien. Setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. 1 Tugas perawat pada tahap ini antara lain: pertama, mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap terminasi. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan. Perawat mungkin bisa mengatakan, Baiklah, sekarang Ibu atau Bapak ulangi lagi mengenai apa yang telah dibicarakan tadi? 1 Kedua, melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. xl

41 Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klienmerasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien. 1 Ketiga, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternatif mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternatif tersebut. Tindak lanjut dievaluasi pada tahap orientasi pada pertemuan berikutnya. 1 Keempat, membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk perteuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu dan tujuan interaksi. 1 Kegagalan pada tahap terminasi ini kemungkinan bisa terjadi apabila terminasi dilakukan tiba-tiba atau dilakukan sepihak tanpa penjelasan. Konsekuensinya klien mungkin akan mengalami depresi dan regresi. Terminasi harus disampaikan sejak awal pertemuan dengan klien. Kurang dilaksanakannya kegiatan terminasi dengan baik dapat menyebabkan rangkaian kegiatan proses komunikasi terapeutik pada klien xli

42 menjadi tidak efektif. Hal ini karena klien merasa terminasi atau perpisahan terjadi tiba-tiba, sedangkan perawat tidak mengetahui sejauh mana tujuan telah tercapai. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perilaku negatif pada klien, karena adanya perasaan penolakan, kehilangan dan mengingkari manfaat dari interaksi yang telah dilakukan. Hal tersebut bisa mengakibatkan klien tetap mengalami kecemasan, bahkan menambah kecemasan mereka karena perawat yang diharapkan mampu memberikan dukungan, ternyata tidak sesuai dengan harapannya. 1 Stuart G. W. (1998), menyatakan bahwa proses terminasi perawatklien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik. Sekalipun perawat sudah memahami tentang cara berkomunikasi yang efektif dengan klien, pada kenyataannya terkadang perawat tidak mampu melakukannya dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan adanya hambatan, baik yang datangnya dari klien maupun dari diri perawat sendiri. Ada lima jenis hambatan yang spesifik yaitu resistens, transferens, pelanggara batas, dan pemberian hadiah. 1 xlii

43 a. Resistens. Resistens merupakan upaya klien untuk tetap tidak menyadari atau mengakui penyebab kecemasan dalam rangka melawan atau menyangkal ungkapan perasaan (Stuart, G.W., 1998). 1 Resisten ini biasanya terjadi pada fase kerja pada saat mulai dilakukannya pemecahan masalah. Resistens bisa disebabkan karena perawat terlalu cepat menggali masalah klien yang bersifat sangat pribadi (Thomas, M.D., 1991). Hal ini terjadi karena beberapa faktor, misalnya karena perawat berfokus pada diri sendiri, karena belum terbinanya hubungan saling percaya atau karena perawat terlalu banyak membuka diri. 1 lain: 1 Beberapa bentuk resistens menurut Stuart, G. W., 1998) antara 1. Supresi Klien mencoba menekan perasaannya terhadap masalah yang dihadapi ke alam bawah sadar. Hal ini bisa terjadi karena klien belum percaya pada perawat, sehingga klien tidak ingin mengungkapkan perasaan atau permasalahannya pada perawat. 2. Gejala penyakit semakin mencolok Ini sebagai reaksi klien untuk menunjukkan pada perawat bahwa pertolongan perawat tidak ada artinya bahkan membuat penyakit klien seolah-olah bertambah parah. xliii

44 3. Pesimis terhadap masa datang Hal ini terjadi sebagai dampak ketidakpercayaan klien terhadap perawat. 4. Adanya hambatan intelektual Hambatan intelektual yang dapat diidentifikasi dari ucapan atau perilaku klien seperti Pikiran saya kosong. Saya tak tahu harus bagaimana., ataupun klien tidak menepati janji, datang terlambat, pelupa, diam seribu bahasa, mengantuk terus, tidak perhatian. 5. Berperilaku tidak wajar Misalnya klien dengan sengaja membuang makanannya di depan perawat atau setiap perawat mengajak berkomunikasi klien langsung pergi. 6. Bicara hal-hal yang bersifat dangkal Klien hanya mau berbicara dengan perawat tentang hal-hal yang bersifat umum. Misalnya tentang keadaan klien, saat ini, pendapat klien tentangrasa makanan, pada saat perawat bertanya lebih jauh tentang masalah yang dihadapinya, klien tidak mau berespon. 7. Secara verbal mengungkapkan pemahaman tetapi perilakunya tetap destruktif xliv

45 Misalnya klien mengatakan bahwa dia telah memahami penjelasan perawat tentang pentingnya minum obat secara teratur tetapi klien tetap tidak minum obat dengan teratur. 8. Menolak untuk berubah Hal ini dilakukan klien sebagai bentuk penolakan terhadap pertolongan perawat. Misalnya, ketika perawat menganjurkan klien untuk berinteraksi dengan klien lainnya, klien menolak dengan mengatakan saya lebih suka sendirian. b. Transferens. Transferens merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal dan berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart, G.W., 1998). Sebagai contoh, ketika seorang klien merasa bahwa perawat yang merawatnya mirip sekali dengan pamannya yang waktu kecil sering memarahi dan memukulnya, klien tersebut akan bersikap negatif terhadap perawat. Klien tersebut mungkin akan bertingkah laku seperti menghindar atau memutuskan hubungan, membantah, mengkritik, ngomel, menjadi mudah lupa dan sebagainya. 1 Transferens juga merupakan suatu kumpulan reaksi yang timbul sebagai upaya mengurangi kecemasan dan ketidakpuasan klien terhadap perawat karena intensitas pertemuan yang berlebihan (Stuart G.W., 1998). 1 xlv

46 Transferens dapat merugikan bila dibiarkan berlarut-larut dan tidak disadari atau tidak dikaji secara serius. Transferens bisa membuat klien sangat bergantung pada perawat atau bisa juga membuat klien sangat benci pada perawat. 1 c. Kontertransferens. Biasanya timbul dalam bentuk respon respon emosional, hambatan terapeutik ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap klien. Menurut Thomas M. D. (1991) dan Stuart G.W., (1998), perawat harus segera menganalisis diri jika beberapa hal berikut terjadi pada saat merawat klien: 1 1. Love dan caring berlebihan 2. Benci dan marah berlebihan 3. Cemas dan rasa bersalah yang muncul berulang-ulang 4. Tidak mampu berempati terhadap klien 5. Perasaan tertekan selama atau setelah proses 6. Tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien, terlambat atau terlalu lama dan lain-lain 7. Mendukung ketergantungan klien 8. Berdebat dengan klien atau memaksa klien sebelum siap xlvi

47 9. Menolong klien untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan sasaran asuhan keperawatan. 10. Menghadapi klien dengan hubungan pribadi atau sosial 11. Melamunkan klien Kontertransferens ini berdampak terhadap interaksi perawat dan klien. Klien mungkin merasa bahwa perawat sangat memperhatikannya dalam artian perhatian yang lebih dari hanya sekedar hubungan perawat-klien, sehingga klien menjadi besar kepala dan sulit berubah, atau klien mungkin menjadi manja dan sangat bergantung pada perawat. Sebaliknya, kontertransferns juga bisa membuat klien merasa bahwa perawat mengabaikan kebutuhannya atau klien mungkin merasa bahwa perawat membencinya sehingga klien tidak mau terbuka pada perawat. 1 d. Pelanggaran Batas. Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah hubungan terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batasan tersebut. 1 Pelanggaran batas bisa terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial ekonomi atau hubungan personal dengan klien, perawat sejak awal berinteraksi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien tentang hubungan xlvii

48 yang mereka jalin. Kemudian selam interaksi perawat perlu berhati-hati dalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial dengan klien. Dengan selalu berfokus pada tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan klien juga dapat menghindari terjadinya pelanggaran batas ini. 1 e. Pemberian Hadiah. Pemberian hadiah adalah masalah yang kontroversial dalam keperawatan. Di satu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi di pihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak hubungan terapeutik. 1 Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit, atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban emosional klien. 1 Pemberian hadiah ini bervariasi, tidak pantas bila setiap pemberian hadiah dihubungkan dengan tindakan perawat. Seringkali respon perawat terhadap pemberian hadiah bergantung pada waktu, situasi, dan konteks dari pemberian hadiah tersebut. 1 Pada tahap orientasi, pemberian hadiah dapat merusak hubungan. Karena klien dapat memanipulasi perawat dengan cara mengatur xlviii

49 hubungan dan mengatur batasan-batasan dalam berhubungan (Stuart dan Sundeen, 1998). 1 Sedangkan pemberian hadiah pada tahap terminasi memiliki arti lain dan kompleks serta sulit ditentukan. Pada saat ini pemberian hadiah dalam bentuk konkrit maupun abstrak adalah refleksi keinginan pasien yang membuat perawat bisa menjadi merasa bersalah, menunda proses terminasi, atau membantu pemindahan hubungan terapeutik perawat-klien menjadi hubungan sosial (Stuart, G.W., 1998). Perasaan yang timbul pada saat terminasi dapat sangat kuat, oleh karena itu harus ada pengetahuan sehinggan terminasi dapat berjalan dengan baik. 1 C. Alur Pikir Input Proses Output Perawat Komunikasi terapeutik pada pasien Pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien Tahap pra interaksi, orientasi, kerja, terminasi xlix

50 DEFENISI OPERASIONAL No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 1. Pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien, meliputi: Segala sesuatu yang diamati pada petugas keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan tahapan komunikasi lengkap. Kuesioner Observasi Baik jika nilainya 60%, kurang baik jika nilainya 60% Ordinal a. Tahap pra interaksi Segala sesuatu yang diamati pada petugas keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik tahap pra interaksi, meliputi: pre conference / cek laporan atau status pasien dan hadir saat overan pada pergantian shift Kuesioner Observasi Baik jika nilainya 60%, kurang baik jika nilainya 60% Ordinal l

51 b. Tahap orientasi Segala sesuatu yang diamati pada petugas keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik tahap orientasi, meliputi: salam terapeutik, perkenalan, evaluasi dan validasi, kontrak pertemuan, tujuan tindakan, persetujuan klien, melakukan tindakan Kuesioner Observasi Baik jika nilainya 60%, kurang baik jika nilainya 60% Ordinal c. Tahap kerja Segala sesuatu yang diamati pada petugas keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik tahap kerja, meliputi: melakukan tindakan dan re-inforcement Kuesioner Observasi Baik jika nilainya 60%, kurang baik jika nilainya 60% Ordinal li

52 d. Tahap terminasi Segala sesuatu yang diamati pada petugas keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik tahap terminasi, meliputi: evaluasi subjektif, evaluasi objektif, reinforcement, Rencana Tindak Lanjut (RTL), kontrak yang akan datang Kuesioner Observasi Baik jika nilainya 60%, kurang baik jika nilainya 60% Ordinal lii

53 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 26 Maret 31 Maret 2015 di RSUD dr. Rasidin Padang, telah didapatkan hasil penelitian dan disajikan dalam bentuk analisa univariat. Analisa univariat digunakan untuk melihat Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang. 1. Fase Pra Interaksi Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Pra Interaksi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015 Fase Pra Interaksi Frekuensi % Kurang baik Baik Jumlah Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian kecil (5.1 %) responden di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase pra interaksi kurang baik. liii

54 2. Fase Orientasi Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Orientasi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015 Fase Orientasi Frekuensi % Kurang baik Baik Jumlah Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian kecil (41.0 %) responden di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi kurang baik. 3. Fase Kerja Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Kerja Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015 Fase Kerja Frekuensi % Kurang baik 0 0 Baik Jumlah Tabel 4.3 menunjukkan tidak ada (0 %) responden di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase kerja kurang baik. liv

55 4. Fase Terminasi Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fase Terminasi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015 Fase Terminasi Frekuensi % Kurang baik Baik Jumlah Tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar (94.9 %) responden di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase terminasi kurang baik. 5. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Empat Tahap Fase Komunikasi Terapeutik Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Empat Tahap Fase Komunikasi Terapeutik pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015 Komunikasi Terapeutik Frekuensi % Kurang baik Baik Jumlah Tabel 4.5 menunjukkan hampir separuh (48.7 %) responden di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap empat fase komunikasi terapeutik kurang baik. lv

56 B. Pembahasan. 1. Fase Pra Interaksi Hasil penelitian diketahui sebagian kecil perawat pelaksana (5.1%) di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase pra interaksi kurang baik. Berdasarkan teori, pada tahap pra interaksi dapat terjadi gagalnya interaksi karena tidak melakukan persiapan yang baik sebelum berinteraksi dengan klien. 1 Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Lolla Septiadi (2013) tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada pasien tidak sadar di ruang GICU RSHS Bandung menunjukkan untuk fase praorientasi baik (100%) seluruh responden melakukan semua tahapan komunikasi terapeutik pada fase ini. Pada penelitian yang dilakukan ini, menunjukkan sebagian kecil responden tidak melakukan pengecekan status pasien dan tidak melakukan overan saat pergantian shift. Akibatnya perawat bisa mengalami kecemasan karena tidak mencari informasi tentang klien, tidak menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sebelum melakukan interaksi dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia betul-betul siap untuk berinteraksi dengan klien. Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates, dan Kenworthy, 2000). Hal ini terkait dengan adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu lvi

57 mendengarkan apa yang dikatakan klien dengan baik (Brammer, 1993) sehingga perawat tidak akan mampu menggunakan active listening (mendengarkan secara aktif). Disamping itu kecemasan perawat dapat meningkatkan kecemasan klien. Karena itu, sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu menggali perasaannya. 2. Fase Orientasi Hasil penelitian diketahui sebagian kecil perawat pelaksana (41%) di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi kurang baik. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Septia Melsa (2012) di Ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi kurang dilaksanakan sebanyak 62,7%. Pada penelitian yang dilakukan ini, menunjukkan sebagian besar responden tidak memvalidasi pasien, tidak melakukan kontrak waktu dan kontrak tempat. Akibatnya antara perawat dan klien tidak terjalin hubungan saling percaya. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Stuart, G. W., (1998) mengatakan kegagalan pada tahap orientasi akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi. Tahap orientasi adalah dasar bagi hubungan terapeutik perawatklien dan menentukan tahap selanjutnya (Antai-Otong, 1995). Kegagalan pada tahap orientasi akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart G. W., 1998). 1 lvii

58 Tugas perawat pada tahap ini antara lain membina rasa saling percaya; menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka; merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Brammer, 1993); menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien; dan merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. 3. Fase Kerja Hasil penelitian diketahui tidak ada perawat pelaksana (0%) di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi kurang baik. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan Septia Melsa (2012) di Ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase kerja sebanyak 19,6 %. Pada penelitian yang dilakukan ini, menunjukkan sebagian besar responden tidak memberikan re-inforcement pada pasien. Akibatnya klien tidak mendapatkan keuntungan psikologis dari perawat. Seseorang akan cenderung berinteraksi apabila ia merasa interaksi tersebut menguntungkan, baik secara psikologis maupun ekonomis. Re-inforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien. Re- inforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal. 1 Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Stuart, G. W., 1998, pada tahap kerja, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tetapi jika perawat tidak menyimpulkan lviii

59 permasalahan yang dihadapi klien, maka dapat mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara perawat dan klien. Pada tahap kerja, jika perawat tidak menyimpulkan permasalahan yang dihadapi klien, maka dapat mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara perawat dan klien. Sehingga penyelesaian masalah tidak terarah dan tidak relevan dengan hasil yang diharapkan dan masalah klien menjadi tidak terselesaikan. 1 Pada tahap kerja perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respon verbal maupun nonverbal klien. Pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan konseling atau komunikasi terapeutik sangat menentukan keberhasilan perawat pada tahap ini Fase Terminasi Hasil penelitian ini diketahui sebagian besar perawat pelaksana (94.9%) di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik fase terminasi kurang baik. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Septia Melsa (2012) di Ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase terminasi sebanyak 84,3%. 4 Pada penelitian yang dilakukan ini menunjukkan sebagian besar responden tidak melakukan evaluasi objektif, tidak memberikan rencana lix

60 tindak lanjut, dan tidak melakukan kontrak yang akan datang. Akibatnya perawat tidak bisa mendorong klien untuk mengkaji kecocokan dan hasil dari tujuan yang dibuat, klien mungkin mempunyai perasaan cemas atau bimbang (ambivalence) ketika mendekati fase terminasi. Kegiatan yang dilakukan perawat pada fase terminasi meliputi penilaian pencapaian tujuan (evaluating goal achievement) dan perpisahan (separation). Kegagalan pada tahap terminasi kemungkinan bisa terjadi apabila terminasi dilakukan tiba-tiba atau dilakukan sepihak tanpa penjelasan. Konsekuensinya klien mungkin akan mengalami depresi dan regresi (Stuart, G. W., 1998). Kegagalan pada tahap terminasi ini kemungkinan bisa terjadi apabila terminasi dilakukan tiba-tiba atau dilakukan sepihak tanpa penjelasan. Konsekuensinya klien mungkin akan mengalami depresi dan regresi. Terminasi harus disampaikan sejak awal pertemuan dengan klien. Kurang dilaksanakannya kegiatan terminasi dengan baik dapat menyebabkan rangkaian kegiatan proses komunikasi terapeutik pada klien menjadi tidak efektif. Hal ini karena klien merasa terminasi atau perpisahan terjadi tiba-tiba, sedangkan perawat tidak mengetahui sejauh mana tujuan telah tercapai. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perilaku negatif pada klien, karena adanya perasaan penolakan, kehilangan dan mengingkari manfaat dari interaksi yang telah dilakukan. Hal tersebut bisa mengakibatkan klien tetap mengalami kecemasan, bahkan menambah kecemasan mereka karena perawat yang diharapkan mampu memberikan dukungan, ternyata tidak sesuai dengan harapannya. 1 lx

61 5. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Empat Fase Komunikasi Terapeutik Hasil penelitian ini diketahui hampir separuh perawat pelaksana (48.7%) di Ruang Bedah, Interne dan Anak di RSUD dr. Rasidin Padang dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap empat fase komunikasi terapeutik kurang baik. Perawat seringkali mengembangkan komunikasi yang berorientasi pada tugas, bukan berfokus pada klien. Konsekuensinya perawat membatasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan masalahnya. Hal ini mengakibatkan perawat mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan klien (Roger, 1974 dalam Ellis, Gates & Kenworthy, 2000). Menurut Stuart, G. W. (1998) mengatakan komunikasi dalam keperawatan merupakan hal penting karena komunikasi adalah alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada klien sudah terlaksana sebagaimana mestinya di ruang bedah, interne dan anak di RSUD dr. Rasidin Padang. Hal itu dikarenakan cukupnya pengetahuan perawat terhadap komunikasi terapeutik dan jumlah pasien yang tidak banyak sehingga perawat tidak terlalu sibuk dan bisa lebih memperhatikan komunikasi terapeutik pada pasien. lxi

62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat Pelaksana pada Pasien di RSUD dr. Rasidin Padang, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian kecil perawat pelaksana menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase pra interaksi kurang baik. 2. Sebagian kecil perawat pelaksana menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase orientasi kurang baik. 3. Tidak ada perawat pelaksana menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase kerja kurang baik. 4. Sebagian besar perawat pelaksana menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase terminasi kurang baik. 5. Hampir separuh perawat pelaksana menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap empat fase komunikasi terapeutik kurang baik Saran Bagi Direktur RSUD dr. Rasidin Padang Melalui Direktur RSUD dr. Rasidin Padang diharapkan kepada Kepala Ruangan dapat memotivasi perawat pelaksana untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pelaksana yang terdiri dari dari empat fase lxii

63 komunikasi terapeutik antara lain fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi Bagi Peneliti Lain Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik antara perawat dan klien. lxiii

64 DAFTAR PUSTAKA 1. Suryani Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC. 2. Akbar, Patrisia, dkk Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik di Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar Tahun Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 3. Sandra, Rhona Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Instalasi Rawat Inap Non Bedah (Penyakit Dalam Pria dan Wanita) RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun Padang: Dosen Stikes Syedza Saintika Padang. 4. Melsa, Septia Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Pelaksana Terhadap Klien di Ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang: Program Studi Keperawatan Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan RI Padang. 5. Putri, Rima Berlian. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat di Irna B Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun Padang : Universitas Andalas. 6. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Asuhan Keperawatan di Lantai V dan VI Instalasi Rawat Inap A RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Septiadi, Lolla Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Tidak Sadar di Ruang GICU RSHS Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran. lxiv

65 8. Nugroho, Abraham Wahyu Komunikasi Interpersonal Antara Perawat dan Pasien. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 9. Sheldon, Lisa Kennedy Komunikasi untuk Keperawatan: Berbicara dengan Pasien. Edisi kedua. Erlangga. 10. Notoatmodjo, S Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 11. Arwani Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. 12. Hidayat, A. Aziz Alimul Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. lxv

66 LAMPIRAN A PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth : Calon Responden Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Endah Aulia Novita NIM : Institusi : Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang Menyatakan bahwa akan mengadakan penelitian. Untuk itu saya meminta kesediaan Bapak / Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi responden, kerahasiaan semua informasi yang didapat akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian Bapak / Ibu sebagai responden, saya ucapkan terima kasih. Peneliti ( Endah Aulia Novita) lxvi

67 LAMPIRAN B Pelaksanaan KISI-KISI KUESIONER PENELITIAN Variabel Aspek yang Dinilai Jumlah item komunikasi terapeutik pada pasien: a. Tahap orientasi - Pre conference / cek laporan atau status pasien 2 - Hadir saat overan pada pergantian shift b. Tahap orientasi - Salam terapeutik - Perkenalan 10 - Evaluasi dan validasi - Kontrak pertemuan - Tujuan tindakan - Persetujuan klien lxvii

68 c. Tahap kerja - Melakukan tindakan 3 - Re-inforcement d. Tahap terminasi - Evaluasi subjektif - Evaluasi objektif 5 - Re-inforcement - Rencana Tindak Lanjut (RTL) - Kontrak yang akan datang lxviii

69 LAMPIRAN C No. Responden CHECKLIST PENELITIAN GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT PELAKSANA PADA PASIEN DI RSUD DR. RASIDIN PADANG Hari / Tanggal : Inisial Responden : Umur Responden : Jenis Kelamin Responden : Tingkat Pendidikan : a. Tahap Pra Interaksi. No. Tindakan Dilakukan Perawat hadir pada saat pre conference atau cek laporan / status pasien. 2. Perawat mengikuti overan pada saat pergantian shift. lxix

70 b. Tahap Orientasi. No. 1. Memberi salam. Tindakan Dilakukan Memperkenalkan diri jika pertemuan pertama dengan pasien. 3. Memastikan identitas pasien. 4. Mengevaluasi kondisi pasien. 5. Memvalidasi kondisi pasien. 6. Memberitahu pasien dan menjelaskan dengan tindakan apa yang akan dilakukan. 7. Kontrak waktu. 8. Kontrak tempat. 9. Menjelaskan tujuan tindakan. 10. Menanyakan kesediaan pasien. lxx

71 c. Tahap Kerja. No. Tindakan Dilakukan Melakukan tindakan sesuai dengan kontrak sebelumnya dengan pasien. 2. Tujuan tindakan tercapai. 3. Memberikan re-inforcement pada pasien. d. Tahap Terminasi. No. Tindakan Dilakukan Melakukan evaluasi subjektif pada pasien. 2. Melakukan evaluasi objektif pada pasien. 3. Memberikan re-inforcement pada pasien. 4. Memberikan rencana tindak lanjut. 5. Melakukan kontrak yang akan datang (waktu, topik, tempat). lxxi

72 MASTER TABEL GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT PELAKSANA PADA PASIEN DI RSUD dr. RASIDIN PADANG No. R In. R Umur Tahap Pra Interaksi Tahap Orientasi Tahap Kerja Tahap Terminasi Kom. T 1 2 Jml % Kat Jml % Kat Jml % Kat Jml % Kat Tot % Kat 1 Ny.Y Baik Baik Baik Krg Baik 2 Ny H Baik Krg Baik Krg 8 40 Krg 3 Ny.R Baik Krg Baik Krg 9 45 Krg 4 Ny.S Baik Krg Baik Krg 8 40 Krg 5 Tn.D Baik Baik Baik Krg Baik 6 Tn.J Baik Krg Baik Krg Baik 7 Ny.N Baik Baik Baik Krg Baik 8 Tn.F Krg Baik Baik Krg Krg 9 Ny.G Baik Baik Baik Krg Krg 10 Ny.S Baik Baik Baik Krg Baik 11 Ny.R Baik Baik Baik Krg Krg 12 Ny.R Baik Baik Baik Krg Krg 13 Ny.I Baik Krg Baik Krg Krg 14 Ny.M Baik Krg Baik Krg 8 40 Krg 15 Ny.D Baik Krg Baik Krg 6 30 Krg 16 Ny.M Baik Krg Baik Krg Krg 17 Ny.N Baik Krg Baik Krg 9 45 Krg 18 Ny.B Baik Krg Baik Krg 8 40 Krg 19 Ny.M Krg Krg Baik Krg 7 35 Krg 20 Ny.S Baik Krg Baik Krg Krg 21 Ny.F Baik Krg Baik Baik Baik 22 Ny.M Baik Baik Baik Krg Baik 23 Ny.A Baik Krg Baik Krg Krg 24 Ny.H Baik Baik Baik Krg Krg 25 Ny.V Baik Baik Baik Krg Krg 26 Ny.H Baik Baik Baik Krg Krg 27 Ny.N Baik Baik Baik Krg Krg 28 Ny.Y Baik Krg Baik Krg 8 40 Krg 29 Ny.R Baik Baik Baik Krg Baik 30 Ny.D Baik Baik Baik Krg Krg 31 Ny.M Baik Baik Baik Krg Baik 32 Ny.N Baik Baik Baik Krg Baik 33 Ny.F Baik Krg Baik Krg 8 40 Krg 34 Ny.F Baik Baik Baik Krg Baik 35 Ny.E Baik Baik Baik Krg Baik 36 Tn.H Baik Baik Baik Krg Baik 37 Tn.F Baik Baik Baik Krg Baik 38 Ny.N Baik Baik Baik Krg Baik 39 Ny.L Baik Baik Baik Krg Baik lxxii

73 lxxiii

74 lxxiv

75 lxxv

76 lxxvi

77 lxxvii

78 lxxviii

79 lxxix

80 lxxx

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. PENGERTIAN Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama anatara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. B. TUJUAN Tujuan Komunikasi Terapeutik : 1. Membantu pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG A. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik Menurut Machfoedz, (2009) Komunikasi terapeutik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare, artinya memberitahukan, menyampaikan. Communicatio, artinya hal memberitahukan; pemberitahuan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien Dalam konteks teori consumer behaviour, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman pasien setelah mendapatkan pelayanan rumah sakit. Kepuasan

Lebih terperinci

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK Label: Perkuliahan Bentuk hambatan komunikasi Terapeutik Ada 5 jenis: a. Resistens b. Transferens c. Kontertransferens d. Pelanggaran batas e. Pemberian hadiah 1. Resistens

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik 1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian komunikasi terapeutik Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Terapeutik a. Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi dari pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Terdapat lima kompenen

BAB I PENDAHULUAN. seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Terdapat lima kompenen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu proses sosial karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Terdapat lima kompenen dalam komunikasi diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Perawat 2.1.1.1. Pengertian perawat Menurut Depkes RI (2007), perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Area Penelitian RSUD Kraton merupakan Rumah Sakit Umum milik pemerintah daerah kabupaten Pekalongan yang memiliki dua buah ruang khusus penyakit bedah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma dalam keperawatan, dari konsep keperawatan individu menjadi keperawatan paripurna serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperwatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-pisiko-sosio-spritual komprehensif

BAB I PENDAHULUAN. keperwatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-pisiko-sosio-spritual komprehensif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperwatan.

Lebih terperinci

1 KUESIONER PENELITIAN UNTUK PERAWAT

1 KUESIONER PENELITIAN UNTUK PERAWAT Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN UNTUK PERAWAT Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik terhadap Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL. Aniharyati

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL. Aniharyati KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL Aniharyati Abstract: Communication of Therapeutic is planned communication consciously, aims to and centred

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA Disusun Oleh: DESI SUCI ANGRAENI SRI WAHYUNINGSIH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut. Dalam profesi kedokteran terdapat tiga komponen penting yaitu komponen ilmu dan teknologi kedokteran, komponen moral dan etik kedokteran, serta komponen hubungan interpersonal antara dokter dan pasien.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perawat Pengertian Perawat Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. menurut Harlley (1997) dalam Fahri (2010),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Terapeutik 2.1.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Homby (1974), yang dikutip oleh Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2009) mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

BAB II TINJAUAN TEORISTIS BAB II TINJAUAN TEORISTIS 2.1 Perilaku Caring 2.1.1 Pengertian Caring Perawat Menurut Carruth, dalam Nurachmah (2001) asuhan keperawatan yang bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Nilai ekonomis, psikologis, sosial, fungsional, loyalitas. vii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Kata kunci : Nilai ekonomis, psikologis, sosial, fungsional, loyalitas. vii. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen agar mendapatkan loyalitas yang kuat. Untuk menciptakan loyalitas yang kuat maka harus dibangun hambatan-hambatan untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

A. Mata Kuliah Nursing Theorist

A. Mata Kuliah Nursing Theorist A. Mata Kuliah Nursing Theorist B. Capaian Pembelajaran Praktikum Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu: 1. Menganalisis komunikasi terapeutik dan helping relationship dalamkonteks hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Komunikasi merupakan jalan utama untuk mengekspresikan maksud dari pikiran seseorang. Salah

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Masalah

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Public Relations adalah sebuah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang memengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia untuk memenuhi semua kebutuhan dasarnya agar dapat hidup dan berkembang sebagaimana

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN

GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Adi Widiyanto dan Aulia Muhammad Afif Abstrak Masalah retardasi mental terkait dengan semua

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

DAMPAK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS WARAKAS JAKARTA UTARA

DAMPAK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS WARAKAS JAKARTA UTARA DAMPAK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS WARAKAS JAKARTA UTARA Fiora Ladesvita*, Nabella Khoerunnisa** *Dosen Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Jakarta **Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 6 Eni Mulyatiningsih ABSTRAK Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis

Lebih terperinci

RESPON IBU. Universitas Sumatera Utara

RESPON IBU. Universitas Sumatera Utara RESPON IBU YANG MENGALAMI SEKSIO SESAREA SETELAH PERSALINAN NORMAL DI RSUD Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2011 RINCI PARDEDE 115102003 KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA KLIEN HALUSINASI INTISARI

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA KLIEN HALUSINASI INTISARI GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA KLIEN HALUSINASI Angkestareni. 1, Warjiman. 2, Murjani. 3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin Angkestawilsn11@gmail.com, Warjiman99@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan digilib.uns.ac.id BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Setelah penelitian ini dilakukan dan disesuaikan dengan teori yang ada, didapati bahwa ada kesimpulan-kesimpulan yang menjadi hasil penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

: Komunikasi Terapeutik, Perawat

: Komunikasi Terapeutik, Perawat GAMBARAN TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP PASIEN RUMAH SAKIT ISLAM PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 Siti Setiowati Aida Rusmariana, MAN, Zulfa Atabaki, Skep. Ns

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL 1 STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL A. PROSES KEPERAWATAN 1. Kondisi klien : Senang menyendiri, tidak mau melakukan aktivitas, tampak murung, lebih banyak menunduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan melakukan kontak sosial dengan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN 46 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA YANG ANAKNYA DIRAWAT DI RUANG ICU RSUD DR PIRNGADI MEDAN PENELITI : MUHAMMAD ADIUL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian komunikasi terapeutik Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 2.1 Analisis Peluang Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI. 2.1 Analisis Peluang Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii SURAT PERNYATAAN TIDAK MENGADAKAN PENELITIAN MENGGUNAKAN PERUSAHAAN... iv PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

Lebih terperinci

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING Proses-proses konseling meliputi tahap awal, tahap pertengahan (tahap kerja), tahap akhir. Teknik-teknik konseling meliputi ragam teknik konseling, penguasaan teknik

Lebih terperinci

TINDAKAN BIDAN DALAM PENCEGAHAN HIPOTERMI BAYI BARU LAHIR DI KLINIK BERSALIN DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2014

TINDAKAN BIDAN DALAM PENCEGAHAN HIPOTERMI BAYI BARU LAHIR DI KLINIK BERSALIN DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2014 TINDAKAN BIDAN DALAM PENCEGAHAN HIPOTERMI BAYI BARU LAHIR DI KLINIK BERSALIN DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2014 MADYA PURNAMASARI 135102050 KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM D IV BIDAN

Lebih terperinci

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011). BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN I. Latar Belakang Rekam medis berdasarkan sejarahnya sejarahnya selalu berkembang mengikuti kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran. Sejak masa pra kemerdekaan, rumah sakit di Indonesia sudah

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien (Panduan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan yang dialami pasien dan keluarga biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan pada. Saudara/saudari di RSU Kardinah Kota Tegal, oleh :

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan pada. Saudara/saudari di RSU Kardinah Kota Tegal, oleh : SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Ibu/Bapak Di Tempat Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan pada Saudara/saudari di RSU Kardinah Kota Tegal, oleh : Nama Mahasiswa : dr. ANITA PERMATASARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

METODE BIMBINGAN KLINIK

METODE BIMBINGAN KLINIK METODE BIMBINGAN KLINIK I. PENDAHULUAN. Pengalaman belajar bimbingan klinik pada pendidikan tinggi keperawatan maupun kebidanan adalah merupakan proses transformasi dari mahasiswa menjadi seorang perawat

Lebih terperinci

Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Komunikasi verbal atau lisan yang efektif tergantung pada sejumlah faktor dan tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari kecakapan antarpribadi yang penting lainnya seperti komunikasi

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 1 - Januari 2016

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 1 - Januari 2016 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Bangsal Tjan Timur Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru (The Correlation Therapeutic Communication with Patient Satisfaction Level in Tjan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Keterampilan Komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Keterampilan Komunikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Keterampilan Komunikasi a. Pengertian Keterampilan Komunikasi Keterampilan komunikasi adalah pengetahuan seseorang yang digunakan dalam teknik komunikasi verbal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku Caring merupakan aspek penting yang harus dilakukan oleh perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan yang diperlukan antara pemberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Terapeutik a. Pengertian komunikasi terapeutik Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang artinya pemberitahuan atau pertukaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Umum 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi sebagai pertukaran kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian. A. Latar belakang Rumah sakit adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PEMPROVSU.

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PEMPROVSU. GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PEMPROVSU Skripsi Oleh Endang Wadianingsih 111121033 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d KEHILANGAN & BERDUKA Oleh Mfm Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah kota Ambon yang merupakan Provinsi Maluku. Peneliti melakukan

Lebih terperinci

PENGARUH GREEN MARKETING TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK HIJAU TEH KOTAK ABSTRAK

PENGARUH GREEN MARKETING TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK HIJAU TEH KOTAK ABSTRAK PENGARUH GREEN MARKETING TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK HIJAU TEH KOTAK ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh green marketing mix yang terdiri dari produk, promosi, harga dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

Lebih terperinci

NURSE-CLIENT RELATIONSHIP

NURSE-CLIENT RELATIONSHIP NURSE-CLIENT RELATIONSHIP HUBUNGAN PERAWAT - KLIEN = Nurse Client Interaction Interaksi P-K = Nurse- Client relationship Hubungan P-K = Therapeutic relationship hubungan terapetik. = Hubungan interpersonal

Lebih terperinci

O u t l I n e. T P U & T P K P e n d a h u l u a n P e m b a h a s a n

O u t l I n e. T P U & T P K P e n d a h u l u a n P e m b a h a s a n Proses Komunikasi O u t l I n e T P U & T P K P e n d a h u l u a n P e m b a h a s a n T P U Diharapkan mampu ampu menjelaskan dan menerapkan konsep-konsep dasar dalam komunikasi, jenis dan teknik komunikasi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS X SMA N 1 NGLUWAR MAGELANG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS X SMA N 1 NGLUWAR MAGELANG HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS X SMA N 1 NGLUWAR MAGELANG KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan. Tanpa perawat, kondisi pasien akan terabaikan. dengan pasien yang dimana pelayanan keperawatan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan. Tanpa perawat, kondisi pasien akan terabaikan. dengan pasien yang dimana pelayanan keperawatan berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perawat adalah salah satu unsur vital yang berada di rumah sakit. Perawat, dokter, dan pasien merupakan satu berinteraksi, saling membutuhkan antara satu

Lebih terperinci

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI Nama Klien : Diagnosa Medis : No MR : Ruangan : Tgl No Dx Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM

Lebih terperinci

EFEK TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI PERSALINAN DI KLINIK ANANDA MEDAN

EFEK TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI PERSALINAN DI KLINIK ANANDA MEDAN EFEK TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI PERSALINAN DI KLINIK ANANDA MEDAN WIWIT FETRISIA 105102068 KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 PROGRAM

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan kesehatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak mungkin tercapai tanpa adanya pelayanan keperawatan

Lebih terperinci