BAB III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 45 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta (DKIJ). DKIJ merupakan kota metropolitan dan kota terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sebesar 8,8 juta jiwa, dan luas wilayah hektar. DKIJ memiliki permasalahan yang kompleks dalam pengelolaan sampah skala perkotaan,dimana pemerintah daerah DKIJ telah menetapkan kebijakan dalam pengolahan sampahnya dengan menggunakan kombinasi teknologi komposting, insinerator skala kecil serta sanitary landfill. Penelitian dilakukan sejak bulan November 2005 hingga akhir Rancangan Penelitian Penelitian Formulasi kebijakan pengolahan sampah perkotaan berkelanjutan ini meliputi beberapa tahapan kajian sebagai berikut: Kajian 1. Analisis kebutuhan dan ketersediaan lahan untuk tempat pengolahan sampah Kajian 2. Analisis optimasi teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan Kajian 3. Multi kriteria evaluasi (multy criteria evaluation) Kajian 4. Analisis Sistem Dinamik (system dynamic) Kajian 5. Analisis kebijakan Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Lahan untuk Tempat Pengolahan Sampah. Pada penelitian ini dilakukan analisis kebutuhan dan ketersediaan lahan bagi penempatan masing-masing teknologi pengolahan sampah, yang dilakukan di masingmasing bagian wilayah DKI Jakarta. Pada kajian ini dianalisis ketersediaan lahan di masing-masing bagian wilayah DKI Jakarta, sebagai tempat pengolahan sampah dengan menggunakan teknologi high rate komposting (HRC), waste to energy (WTE) incinerator tipe fluidized bed furnace dan teknologi sanitary landfill (SLF), dengan menggunakan data-data pemanfaatan lahan di wilayah administratif DKI dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (2006). Kebutuhan lahan sebagai tempat pengolahan lahan dilakukan dengan melakukan perhitungan luasan kebutuhan lahan untuk masing-masing teknologi dalam jangka waktu 25 tahun. Indikasi kesesuaian lahan terhadap penggunaan

2 46 teknologi pengolahan sampah, dilakukan berdasarkan beberapa kriteria seperti luasan kebutuhan lahan yang diperlukan, tingkat kepadatan penduduk untuk melihat kelayakan sosial, serta kondisi air tanah dan pemanfaatan air tanah untuk air minum. Pada penelitian ini dilakukan berbagai hal, yakni: 1. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan untuk kajian ini antara lain adalah data-data sekunder tentang pemanfaatan lahan, jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk. Data-data ini diperoleh dari dinas/instansi terkait, antara lain dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pekerjaan Umum. Basis jumlah penduduk yang diambil dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk pada tahun 2008, yang diproyeksikan dalam 25 tahun ke depan. 2. Analisis ketersediaan lahan Pada tahapan ini dilakukan analisis ketersediaan lahan dengan cara mengevaluasi kecenderungan pemanfaatan lahan di wilayah DKI Jakarta bagi kebutuhan perumahan, industri, perkantoran, gudang, dan taman (ruang terbuka hijau), serta pemanfaatan lainnya (jalan, sungai, saluran dan utilitas perkotaan). Hasil analisis pemanfaatan lahan ini akan mendapatkan besaran luasan lahan terbuka yang belum terbangun, dan memungkinkan sebagai tempat pengolahan sampah dalam kurun waktu 25 tahun ke depan. 3. Analisis kebutuhan lahan Kebutuhan lahan sebagai tempat pengolahan sampah dengan mempergunakan teknologi pengolahan sampah SLF, insinerator WTE dan HRC, dihitung dengan melakukan proyeksi jumlah timbulan sampah selama 25 tahun ke depan dengan mempergunakan program Exel. Perhitungan tersebut dilandasi kaidah-kaidah teknis dalam pemanfaatan teknologi pengolahan sampah. Perhitungan tersebut dilakukan terhadap timbulan sampah dengan varian besaran sampah masuk 500 ton/hari, ton/hari, ton/hari dan ton/hari. Kebutuhan lahan untuk SLF dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain : umur rencana operasional, yang dalam penelitian ditetapkan 25 tahun, total berat sampah selama masa operasi, berat jenis sampah setelah compaction (pemampatan) yang dalam penelitian ini diambil 0,6 ton/m 3, berat jenis sampah setelah decomposition diambil 1,05 ton/m 3, tinggi timbunan sampah untuk kapasitas sampah masuk masing-masing 500, 1.000, dan ton/ hari yaitu 30 m, 36 m, 45m dan 48 m, serta tinggi bukit akhir yanag merupakan rasio antara berat jenis sampah compaction (0,6 ton/m3) dengan berat

3 47 jenis sampah decomposition (1,05ton/m3) terhadap tinggi timbunan, untuk kapasitas sampah masuk sebesar 500, 1.000, dan ton/hari masing-masing 17,1 m, 20,6 m, 25,7 m, 27,4 m. Disamping itu kebutuhan lahan aktif SLF untuk kapasitas 500, 1.000, dan ton/hari diperlukan 43 ha, 71,7 ha, 114,7 ha dan 161,3 ha, serta fasilitas pendukungnya seperti jalan lingkungan (intenal road) dan drainase diasumsikan 6,5% dari lahan aktif, kebutuhan buffer zone diasumsikan 50% dari lahan aktif, secara keseluruhan rasio penggunaan lahan (gross) per ton kapasitas untuk sampah masuk 500, 1.000, dan ton/hari sebesar m 2 /ton, m 2 /ton, 880 m 2 /ton dan 806m 2 /ton. Sedangkan untuk WTE insinerator kebutuhan lahan diperlukan untuk fasilitasfasilaitas antara lain : reception area, burning area, power plant area, rejected material area, internal road dan drainase, parking area, buffer zone, yang secara keseluruhan untuk sampah yang belum terpilah memerlukan lahan untuk kapasitas masing-masing 500, 1.000, dan ton/hari memerlukan 47,9 m 2 /ton, 46,9 m2/ton, 37,3 m2/ton, dan 33,4 m 2 /ton. Teknologi HRC memerlukan lahan untuk fasilitas-fasilitas reception area, sorting area, shredding and cutting area, fertilizing area, dan rejected material area serta internal road dan parkir, buffer zone area, untuk masing-masing kapasitas 500, 1.000, 2.000, dan ton/hari memerlukan lahan sebesar 99,2 m 2 /ton, 98,2 m 2 /ton, 88,3 m 2 /ton dan 85,9 ton/m 2. Indikasi kesesuaian lahan untuk lokasi tempat pengolahan sampah, dilakukan dengan cara menilai beberapa parameter. Parameter dan kriteria pendukung yang dijadikan pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan sebagai tempat pengolahan sampah, dapat dilihat pada Tabel Kesesuain dengan Kebijakan Penataan Ruang Penempatan unit pengolahan sampah selain memperhatikan parameter dan kriteria sebagaimana diuraikan pada Tabel 11, juga harus mempertimbangkan kebijakan tata ruang, baik kebijakan tata ruang nasional, (undang-undang penataan ruang nomor 26 tahun 2007), provinsi maupun kebijakan tata ruang kabupaten/kota. 5. Rekomendasi ketersediaan dan kesesuaian lahan. Hasil analisis tersebut di atas, selanjutnya diramu menjadi rekomendasi kebutuhan dan ketersediaan serta idikasi kesesuaian lahan bagi tempat pengolahan dan pembuangan sampah, dengan mempergunakan teknologi pengolahan sampah HRC, WTE incinerator dan SLF.

4 48 Tabel 11 Parameter dan kriteria pemilihan lokasi tempat pengolahan sampah Parameter Kondisi tanah (soil condition) Peyediaan air minum perpipaan Konservasi lingkungan Jarak pada sumber air Banjir Jarak dari jalan raya Lokasi Wisata Jarak dari pusat pelayanan Luas lahan yg diperlukan Kepadatan Penduduk Sumber : Diolah dari berbagai sumber. Kriteri Kesesuaian Tempat Pengolahan Sampah Ketinggian air tanah >1m dari permukaan tanah tidak pada lahan yang memiliki kandungan sumber daya alam yg dimanfaatkan. Cakupan pelayanan 100% Tidak dapat diletakkan pada wilayah yang dilindungi, hutan lindung, taman nasional, atau cagar alam. Lebih besar dari 500 m dari sumber air Tidak dalam wilayah banjir Maksimal 1 Km dari jalan raya Lebih besar 1 Km dari lokasi pariwisaata, cagar budaya Lebih besar dari 2 Km dari pusat permukiman terkecil Dapat untukmenampung sampah selama 25 tahun Untuk Samitary Landfill lebih kecil dari 50 jiwa/ha Analisis optimasi teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Pada tahap ini dilakukan perhitungan cost benefit analysis(cba), dengan tujuan untuk membandingkan opsi-opsi sistem pengolahan sampah secara parsial. Pada tahap ini dilihat hubungan alur dampak lingkungan dari pembuangan sampah hingga biaya yang ditimbulkannya, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 15.Pada dasarnya rangkaian dampak yang ditimbulkan pada pengolahan sampah, dimulai sejak masuknya sampah ke lokasi sanitary landfill, incinerator dan composting site. Pada pengolahan sampah akan dihasilkan emisi yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas dari udara, tanah, dan kualitas air dengan bertambahnya konsentrasi polutan ke dalam media tersebut. Emisi polutan dapat mengenai (exposure) manusia, gedung, binatang, tanaman, dsb.yang dalam kuantitas tertentu dan lamanya kontaminasi dosis dapat mengakibatkan dampak pada kesehatan, dan pada aspek lainnya. Dampak negatif ini pada akhirnya menjadi beban yang harus ditanggung oleh masyarakat (social cost), secara skematis hal ini dapat dilihat pada Gambar 15. Dalam rangka mendapatkan optimasi teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan, langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama: Mendefinisikan obyek penelitian. Pada langkah pertama dilakukan beberapa hal yakni: (a) Relokasi dari sumber daya yang sedang diusulkan.dalam penelitian ini dipergunakan pemanfaatan teknologi pengolahan sampah WTE incinerator, dan high rate composting (HRC), sebagai kelengkapan sistem pengolahan yang sebelumnya hanya dilakukan dengan sanitary landfill, maka terdapat

5 49 relokasi sumber daya untuk pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas WTE insinerator dan HRC; (b) Pertimbangan terhadap keuntungan dan kerugian. Pendefinisian ini dimaksudkan untuk memperjelas batasan dari obyek penelitian yang akan dilakukan penilaiannya dan untuk memberikan batasan dari obyek penelitian yang akan dinilai. Faktor emisi x Satuan biaya Sampah Emisi Biaya sosial Udara, Tanah, Kualitas Air Eksposur Dosis Dampak Gambar 15 Hubungan alur dampak lingkungan dari pembuangan sampah sampai biaya yang ditimbulkan 2. Langkah kedua: Identifikasi dampak Pada langkah ke dua, setelah obyek penelitian yang akan dinilai, lingkup dan batasannya ditetapkan, maka langkahberikutnya adalah melakukan identifikasi seluruh dampak yang dihasilkan dari pelaksanaan/ pengoperasiannya, yang meliputi penggunaan sumberdaya, dampak tenaga kerja, dampak pergerakan lalulintas, dampak terhadap harga kepemilikan, dampak kualitas landscape, dan eksternalitas lainnya. 3. Langkah ketiga: Menentukan dampak yang relevan secara ekonomi. Pada dasarnya hampir setiap masyarakat tertarik untuk memaksimalkan kepuasannya (utilitasnya) terhadap kelompok yang lainnya. Kepuasan ini bergantung kepada beberapa variabel, yakni tingkat konsumsi dari barang yang ada pasarnya maupun barang yang tidak memilliki pasar. Dalam penelitian ini CBA digunakan untuk memilih pemanfaatan teknologi pengolahan sampah SLF, WTE insinerator, HRC, baik yang dioperasikan secara individual maupun terintegrasi dari ketiga teknologi tersebut, untuk menentukan pilihan yang terbaik (paling efisien) dari daftar alternatif sistem pengolahan sampah (portofolio).

6 50 4. Langkah keempat: Kuantifikasi fisik dari dampak yang sesuai. Pada tahap ini dilakukan penentuan besaran fisik dari biaya dan manfaat yang ada pada obyek penelitian, serta mengidentifikasi sesuatu yang akan terjadi pada saatnya nanti, seperti perubahan terhadap kondisi lingkungan yang dapat merugikan masyarakat tertentu di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini dibatasi hanya untuk emisi gas rumah kaca (GRK) karbon dioksida CO 2 dan gas metan CH 4 yang ditimbulkan dari proses pengolahan sampah dari pemanfatan teknologi SLF, WTE insinerator, HRC, serta kombinasinya dengan sampah yang tidak terpilah, dan yang terpilah antara sampah organik dan anorganik. 5. Langkah kelima: Valuasi moneter dari dampak yang relevan Pada tahap ini dilakukan penakaran dampak dengan menggunakan ukuran yang biasa dipergunakan.pada penelitian ini simplifikasi dilakukan dengan hanya menghitung emisi gas yang ditimbulkan dari teknologi pengolahan sampah yang dipergunakan, dengan melakukan kuantifikasi timbulnya gas rumah kaca (GRK) dominan yaitu gas karbon dioksida CO 2 dan gas metan CH 4. Perhitungan keuntungan maupun kerugian riil di masa yang akan datang harus dihitung dengan memperhatikan faktor tingkat inflasi. 6. Langkah keenam: Discounting dari aliran cost dan benefit Pada tahap ini dilakukan perhitungan seluruh cost (kerugian) ataupun benefit (keuntungan), yang dihitung dengan menggunakan nilai uang. Nilai present value (PV) harus dikonversikan dalam nilai saat ini, adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut: PV (X t ) = X t (( 1 + i ) -t ) atau PV (X t ) = X t ( 1/( 1 + i ) t ) Keterangan : PV : harga pada saat ini (present value) X t : harga X pada tahun t i : interest (bunga bank yang berlaku), dalam perhitungan ini diambil 7% Nilai dalam kurung merupakan discount factor yang nilainya antara +1 dan Langkah ketujuh : Menggunakan uji net present value Tujuan utama dari CBA adalah membantu memilih proyek dan memilih kebijakan yang paling efisien dalam konteks penggunaan sumber daya. Kriteria yang dipergunakan adalah dengan melihat nilainet present value(npv), yaitu melihat nilai total dari PV

7 51 keuntungan (benefit) dibandingkan dengan nilai total dari PV kerugian (cost). Apabila nilai PV keuntungan lebih besar dari nilai PV kerugian maka kegiatan tersebut lebih effisien dalam menggunakan sumber daya. NPV dapat dihitung dengan menggunakan formula : NPV = B t (1 + I ) t - C t ( 1 + I ) t 7. Langkah kedelapan: Analisis sensitifitas Pada tahap ini dilakukan perhitungan analisis sensitifitas, dalam rangka melihat parameter yang paling sensitif terhadap NPV. Uji sensitifitas dilakukan karena terdapat ketidakpastian dalam melakukan prediksi kondisi fisik yang terjadi di masa yang akan datang. Parameter yang dipergunakan terhadap NPV dalam penelitian ini antara lain: 1. Discount rate, 2. Harga jual/ beli dari energi listrik yang dihasilkan, 3. Jarak angkut sisa pembakaran sampah Multi Kriteria Evaluasi (Multy Criteria Evaluation) Pada tahap ini dilakukan analisis dengan metoda multi kriteria evaluasi untuk menentukan alternatif terbaik dalam pemanfaatan teknologi pengolahan sampah.pada tahapan penelitian ini dipilih alternatif sistem pengolahan sampah di DKIJ.Sistem tersebut adalah pemanfaatan teknologi pengolahan sampah High rate composting (HRC), WTE incinerator, dan system sanitary landfill (SLF), baik yang dilakukan secara individual maupun dengan teknologi terintegrasi, dengan kondisi input sampah yang belum terpilah antara sampah anorganik dengan organik, maupun input sampah yang telah terpilah antara sampah organik dan anorganik.adapun langkah yang dilakukan untuk tujuan tersebut adalah sebagai berikut: Langkah 1: penetapan alternatif teknologi pengolahan sampah, yang dioperasikan secara individual dan terintegrasi, sehingga didapat lima alternatif pilihan sistem pengolahan sampah. Langkah 2: menetapkan kriteria pemilihan teknologi pengolahan sampah dan penetapan bobot untuk masing-masing kriteria. Langkah 3: melakukan pemilihan alternatif sistem pengolahan sampah berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan bantuan program MCE TOPSIS.

8 52 Penentuan nilai akhir dari multi kriteria didasarkan pada pembentukan dan perhitungan matrik keputusan yang kemudian diolah dengan bantuan program TOPSIS (Technique Ordering Preference Similarity Ideal Situation). Tahap pertama dalam TOPSIS adalah penentuan matriks keputusan dalam bentuk Dimana D adalah decision matriks, X 11 atau X ij adalah alemen matriks yaitu nilai atau angka setiap pilihan dan kriteria, sedangkan Ʌ (lamda) adalah engine vector yakni vector baris atau kolom angka yang merupakan persamaan kuadrat yang akan mentransformasikan matrik biasa menjadi matrik yang ternormalisasi, dan M adalah matriks identitas yang merupakan matrik penolong untuk membantu mentransformasi matrik di atas. Matriks keputusan ini kemudian dilakukan normalisasi sehingga diperoleh normalize rating yakni : Dimana r ij adalah rating dari kolom baris ke i kolom ke j, x ij adalah komponen matrik baris ke i dan kolom ke j. Normalized rating ini kemudian di bobot menjadi: Dimana V ij adalah bobot yang ternormalisasi dengan W j adalah bobot. Langkah selanjutnya dalam penentua prioritas adalah penentuan solusi ideal dan solusi non ideal yang dihitung berdasarkan formula: Dimana A* adalah situasi ideal dan A - adalah situasi non-ideal dan J adalah manfaat yang diperoleh dari setiap alternatif.

9 53 Langkah berikutnya dari TOPSIS adalah penentuan jarak Euclidian dari situasi ideal dan non-ideal yang ditulis dalam persamaan: Dimana S* adalah jarak ideal dan adalah jarak non-ideal dan v ij bobot yang ternormalisasi. Langkah terakhir kemudian menentukan rankin yang didasarkan pada rasio jarak ideal dan non ideal yakni: Dimana 0<C*< Analisis System Dynamic (sistem dinamik) Analisis system dynamic digunakan untuk melihat interakasi antar berbagai komponen dalam pengelolaan sampah yakni variabel social (pertumbuhan penduduk), variabel ekonomi (PDRB), variabel lingkungan (sampah), dan teknologi (SLF, WTE, dan HRC). Hasil dari sistim dinamik dapat memprediksi volume sampah dan unit cost yang dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan volume sampah tersebut. Analisis system dynamic dilakukan melalui program Vensim dengan komponen sebagaimana pada diagram Gambar Analisis Kebijakan Pada tahap ini dilakukan formulasi kebijakan yang direkomendasikan dalam pengolahan sampah perkotaan dengan mengambil kasus DKIJ. Langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah: Langkah 1:melakukan evaluasi implementasi kebijakan pengolahan sampah di DKIJdalam pemanfaatan teknologi pengolahan sampah dengan teknologi komposting dan insenirator skala kecil.

10 54 Langkah 2: melakukan formulasi kebijakan berdasarkan hasil kajian pada langkah sebelumnya, untuk memberikan rekomendasi kebijakan dalam pengolahan sampah perkotaan berkelanjutan. Gambar 16 Diagram system dynamic untuk sampah di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Waste, urban, incinerators, energy, WTE, SLF, HRC

ABSTRACT. Keywords: Waste, urban, incinerators, energy, WTE, SLF, HRC ABSTRACT Alex Abdi Chalik. 2011. Policy Formulation for Sustainable Urban Waste Treatment System (Case Study: DKI Jakarta). Under the guidance of Bibiana W. Lay as chairman and Akhmad Fauzi and Etty Riani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

FORMULASI KEBIJAKAN SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH PERKOTAAN BERKELANJUTAN (STUDI KASUS: DKI JAKARTA) Oleh : ALEX ABDI CHALIK

FORMULASI KEBIJAKAN SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH PERKOTAAN BERKELANJUTAN (STUDI KASUS: DKI JAKARTA) Oleh : ALEX ABDI CHALIK FORMULASI KEBIJAKAN SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH PERKOTAAN BERKELANJUTAN (STUDI KASUS: DKI JAKARTA) Oleh : ALEX ABDI CHALIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, jumlah penduduk Indonesia berkembang pesat. Kondisi perkembangan ini akan memberikan dampak pada berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD I ndikator kinerja menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 010 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Virgeovani Hermawan 1 1 Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... iv. ABSTRACT...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... Error! UCAPAN TERIMA KASIH... Error! ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... Error! i DAFTAR GAMBAR... 5 DAFTAR TABEL... 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi Lay out TPST A A B ke TPA 1 2 3 B 14 10 11 12 13 4 Pipa Lindi 18 15 9 8 18 7 5 19 16 17 18 1) Area penerima 2) Area pemilahan 3) Area pemilahan plastik 4) Area pencacah s.basah 5) Area pengomposan 6) Area

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya

Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya Di Indonesia saat ini sampah kota yang disebut sebagai municipal solid waste atau MSW masih belum diolah secara Terpadu. Standar

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tchobanoglous dkk. ( 1993) sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat WASTE-TO-ENERGY Usaha penanggulangan sampah, baik dari rumah tangga/penduduk, industri, rumah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA Teguh Jaya Permana dan Yulinah Trihadiningrum Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Minyak Sawit Dunia, Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Sawit Dunia, (FAO, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Minyak Sawit Dunia, Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Sawit Dunia, (FAO, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia tercatat sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia, dan minyak sawit merupakan sektor ekspor yang paling tinggi nilainya selama kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Judul dan Pengertian Judul 1. Judul Jakarta Integrated Urban Farm 2. Pengertian Judul Jakarta merupakan ibu kota Indonesia, daerah ini dinamakan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Kota

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan KELOMPOK KERJA SANITASI TAHUN 2015 DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

IV. METODE PENELITIAN. Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPA Pasir Sembung yang berada di Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah 1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan (UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH). Pengelolaan Sampah diatur melalui UU 18/2008 (berwawasan lingkungan)

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA DESKRIPSI PROGRAM UTAMA PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuang sampah di jalan, saluran selokan, sungai dan lahan-lahan terbuka.

BAB I PENDAHULUAN. membuang sampah di jalan, saluran selokan, sungai dan lahan-lahan terbuka. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya volume jumlah sampah setiap harinya diiringi dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, penambahan jumlah penduduk, meningkatnya daerah permukiman dan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan salah satu penyebab utama tumbuhnya kotakota di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia adalah Jakarta. Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

MATERI DIALOG INTERAKTIF BPLHD PROVINSI DKI JAKARTA PADA ACARA PAMERAN PEKAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 TOPIK : MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

MATERI DIALOG INTERAKTIF BPLHD PROVINSI DKI JAKARTA PADA ACARA PAMERAN PEKAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 TOPIK : MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM MATERI DIALOG INTERAKTIF BPLHD PROVINSI DKI JAKARTA PADA ACARA PAMERAN PEKAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 TOPIK : MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM 1. Gas Rumah Kaca (GRK) adalah komponen-komponen berfasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net

Lebih terperinci

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA Madestya Yusuf 2204 100 023 Pembimbing : Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M.Eng NIP. 194612111974121001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

PROPOSAL. PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw. Waste to Energy Commercial Aplications

PROPOSAL. PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw. Waste to Energy Commercial Aplications PROPOSAL PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw Waste to Energy Commercial Aplications PT. ARTECH Jalan Raya Narogong KM 9.3 Bekasi HP.0811815750 FAX.8250028 www.artech.co.id Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) Pengelolaan Sampah Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) perubahan populasi, 2) perubahan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI DAERAH (RAD) UNTUK PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA

RENCANA AKSI DAERAH (RAD) UNTUK PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA RENCANA AKSI DAERAH (RAD) UNTUK PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA 1 OUTLINE 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Pendekatan dan

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 42 III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Cilegon serta kawasan industri di Cilegon (Kawasan Industri Estate Cilegon, KIEC). Jenis industri di daerah tersebut adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Salah satu permasalahan besar pada industri kelapa sawit adalah penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Kondisi tersebutjuga terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

Multi atributte decision making (madm)

Multi atributte decision making (madm) Multi atributte decision making (madm) Weighted Product, Topsis Weighted Product (wp) Metode WP menggunakan perkalian untuk menghubungkan rating atribut, dimana rating setiap atribut harus dipangkatkan

Lebih terperinci

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, terutama

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Adipura adalah sebuah penghargaan yang diperoleh oleh sebuah kota yang berhasil menjaga lingkungan perkotaannya bersih dan teduh, dengan menerapkan manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 255.993.674 jiwa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menurut Bank Dunia akan mengalami perlambatan peningkatan sekitar 5,2% dari prediksi sebelumnya yang diprediksi tumbuh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Menurut Sangaji dan Sopiah

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Menurut Sangaji dan Sopiah BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Disain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Menurut Sangaji dan Sopiah (2010) penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan kebijakan, penegakan sanksi, serta menyediakan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan kebijakan, penegakan sanksi, serta menyediakan sarana dan prasarana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah masih menjadi salah satu masalah yang dihadapi Indonesia. Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut seperti mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Analisis Kelayakan Proyek Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Kebijakan Publik Perlukah membangun rumah sakit baru? Membangun bandara atau menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekploitasi sumberdaya mineral atau bahan galian seperti pasir merupakan salah satu pendukung sektor pembangunan baik secara fisik, ekonomi maupun sosial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

1.9. Kerangka Pemikiran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sampah Pengertian Sampah

1.9. Kerangka Pemikiran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sampah Pengertian Sampah Daftar Isi Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Halaman Persembahan... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... ix Daftar Diagram... xiii Abstrak... xiv Abstract...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil dikarenakan ketersediaan bahan bakar global yang semakin menipis dan

BAB I PENDAHULUAN. kecil dikarenakan ketersediaan bahan bakar global yang semakin menipis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Energi dan lingkungan merupakan bagian penting yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada era globalisasi seperti saat ini, tuntutan terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Sebelum Reviu A. Visi dan Misi B agi suatu organisasi, Visi memiliki peran memberikan arah, menciptakan kesadaran untuk mengendalikan dan mengawasi

Lebih terperinci

VI. PERUMUSAN STRATEGI

VI. PERUMUSAN STRATEGI VI. PERUMUSAN STRATEGI 6.1. Analisis Lingkungan Dalam menentukan alternatif tindakan atau kebijakan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, dibutuhkan suatu kerangka kerja yang logis. Analisis

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah untuk mendefinisikan urutan pemecahan masalah dijelaskan dalam bagian ini. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

Multi-Attribute Decision Making

Multi-Attribute Decision Making Materi Kuliah [05] SPK & Business Intelligence Multi-Attribute Decision Making Dr. Sri Kusumadewi Lizda Iswari Magister Teknik Informatika Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA OLEH : MUHAMMAD KHAIRIL ANWAR 2206100189 Dosen Pembimbing I Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Dari studi kasus penelitian manajemen terintegrasi, sumber energi di

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Dari studi kasus penelitian manajemen terintegrasi, sumber energi di BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metodologi Penelitian Dari studi kasus penelitian manajemen terintegrasi, sumber energi di kawasan Kabupaten Bangli, belum terintegrasi dan tersinkroninasi antar subsistem.

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP ANALISIS BIAYA-MANFAAT DAN LINGKUNGAN PERTEMUAN 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGUNGAN 2011/2012

PENGENALAN KONSEP ANALISIS BIAYA-MANFAAT DAN LINGKUNGAN PERTEMUAN 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGUNGAN 2011/2012 PENGENALAN KONSEP ANALISIS BIAYA-MANFAAT DAN LINGKUNGAN PERTEMUAN 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGUNGAN 2011/2012 Cost Benefit Analysis (CBA) THE BASIC IDEA (1) Analisis biaya-manfaat lingkungan

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Di Kota Malang. PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Jl. Bingkil Nomor 1 Malang Telp. / fax :

Pengelolaan Sampah Di Kota Malang. PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Jl. Bingkil Nomor 1 Malang Telp. / fax : Pengelolaan Sampah Di Kota Malang PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Jl. Bingkil Nomor 1 Malang Telp. / fax : 0341-369377 STATISTIK KOTA MALANG JAWA TIMUR Luas Wilayah 110,06 km 2 Wil.Administratif

Lebih terperinci

INDEKS RISIKO PENUTUPAN/REHABILITASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

INDEKS RISIKO PENUTUPAN/REHABILITASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN PRASARANA DAN SARANA PERSAMPAHAN DALAM PENANGANAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA INDEKS RISIKO PENUTUPAN/REHABILITASI

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Dani Hardiansyah Program Studi Magister Manajemen Proyek Konstruksi Program

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG Delfianto dan Ellina S. Pandebesie Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci