PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PROGRAM KEMITRAAN di PKBL PT. SUCOFINDO JAKARTA ARIFIN DERAJAT SURYANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PROGRAM KEMITRAAN di PKBL PT. SUCOFINDO JAKARTA ARIFIN DERAJAT SURYANA"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PROGRAM KEMITRAAN di PKBL PT. SUCOFINDO JAKARTA ARIFIN DERAJAT SURYANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2013

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Laporan Tugas Akhir yang berjudul : PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PROGRAM KEMITRAAN di PKBL PT. SUCOFINDO JAKARTA merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan ini. Bogor, Februari 2013 Arifin Derajat Suryana P

3 ABSTRACT ARIFIN DERAJAT SURYANA. Development of the System of Performance Measurement partnership program in PCDP PT. Sucofindo, Jakarta. Supervised by SAPTA RAHARJA as chairman and H. AMIRUDDIN SALEH as member. The partnership program is a part of the activity in the Partnership and Community Development Program (PCDP) as a form of responsibility by revolving funds and part of its profits. Up to now, revolving fund of the partnerships program has reached IDR trillion and is growing every year, So is need of good management and accurate performance measurement. Until now, the partnership program performance was measured by indicators of the effectiveness of distribution and level of collectibility loan repayment. There Indicators are still not able to describe the overall performance of the partnerships program, which may cause the dysfunction of organization, which may be detrimental to all. Therefore, a research was done to develop a performance measurement system partnerships program. Development was started by identifying stakeholders expectations, then analyzing the methods of ranking, classification, Logical Framework Analysis (LFA), suitability analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP), Focus Group Discussion (FGD), and Objective Matrix (OMAX). Analysis has produced eight new indicators with the a weight and the maximum and minimum values which are made equal to a score of zero to 10. The hope was done by survey for stakeholder communities and small businesses with a sample of 30 respondents for each group stakeholder, while for stakeholders employees, management, and state ministries was done by census. Respondents selected purposively. The total value from the assessment are classified as follows: very poor performance, poor performance, moderate performance, good performance, and excellent performance. The new system of performance measurement was applied to assess the implementation of PCDP PT. Sucofindo Jakarta, which give the total value 639.9, as mentioned as good performance. Key word: PCDP, performance measurement system, indicators, score

4 RINGKASAN ARIFIN DERAJAT SURYANA. Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Di bawah bimbingan SAPTA RAHARJA sebagai ketua dan H. AMIRUDDIN SALEH sebagai anggota. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan program pembinaan usaha kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai wujud kepedulian BUMN kepada masyarakat khususnya untuk usaha kecil melalui pemanfaatan dana dari sebagian labanya. Terdapat dua jenis program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh, mandiri dan membentuk calon mitra binaan baru serta pemberdayaan kondisi sosial masyarakat. Sampai dengan saat ini dana bergulir program kemitraan PKBL seluruh BUMN telah mencapai Rp. 18,17 trilliun dan bertambah setiap tahunnya. Jumlah dana yang tidak kecil tersebut menuntut pengelolaan yang baik sehingga dapat mencapai apa yang diharapkan dengan efisien dan efektif. Salah satu cara untuk melihat apakah dana tersebut telah dikelola dengan baik adalah menilai kinerja dari PKBL pada BUMN tersebut. Saat ini kinerja program kemitraan PKBL hanya diukur berdasarkan indikator efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Indikator tersebut dirasa belum dapat menggambarkan kinerja PKBL secara keseluruhan. Pengukuran kinerja yang tidak tepat sasaran akan menyebabkan disfungsi organisasi. Disfungsi organisasi akan merugikan semua pihak yang terkait dengan organisasi tersebut. Dari uraian di atas maka dilakukan penelitian untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL BUMN. Hal ini karena program kemitraan memiliki dampak yang lebih luas dan berisiko tinggi dibanding dengan bina lingkungan. Pengembangan dimulai dari melakukan identifikasi sistem pengukuran kinerja PKBL BUMN saat ini, mengembangkannya dan kemudian diimplementasikan pada PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Identifikasi sistem pengukuran kinerja PKBL dilakukan dengan menelaah dokumen dan wawancara mendalam dengan manajemen PKBL PT. Sucofindo. Identifikasi menghasilkan bahwa sistem pengukuran kinerja PKBL BUMN mengacu pada Keputusan Menteri BUMN nomor Kep-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara. Dalam keputusan menteri tersebut kinerja PKBL BUMN dinilai dari efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Pengembangan sistem pengukuran kinerja PKBL BUMN dimulai dari pengumpulan data harapan stakeholder PKBL terhadap PKBL. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada stakeholder PKBL yaitu masyarakat, usaha kecil, manajemen PKBL, karyawan PKBL dan Kementerian Negara BUMN. Untuk masyarakat dan usaha kecil dipilih responden secara purposif sebanyak 30 responden, sedangkan manajemen, karyawan, dan

5 Kementerian dilakukan sensus kepada semua orang yang terlibat di dalamnya. Dari hasil survei dan sensus tersebut tiap-tiap stakeholder diambil empat harapan ranking teratas yang kemudian diklasifikasi sesuai dengan aspek yang sesuai. Harapan stakeholder yang didapat, kenudian dianalisis dengan Logical Framework Analysis (LFA) sehingga diperoleh 16 indikator sebagai alat ukur untuk pemenuhan harapan stakeholder tersebut. Indikator yang didapat dianalisis kesesuaiannya dengan persyaratan indikator yaitu specific, measurable, achievable, realistic, timely, continuously improve, relevan, prioritas, dan layak. Seluruh indikator memenuhi persyaratan di atas. Selanjutnya dilakukan pemilihan Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan sekaligus dilakukan pembobotan terhadap indikator tersebut. Didapat 10 IKU yaitu peningkatan parameter skala usaha mitra binaan (bobot 22), tingkat kepuasan pelanggan (bobot 17), kegiatan sosialisasi (bobot 13), efektivitas penyaluran (bobot 12), tingkat kolektibilitas (bobot 9), System Operating Procedure (SOP) kegiatan (bobot 8), laporan kegiatan dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) (bobot 6), kampanye anti Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) (bobot 5), aturan yang jelas untuk penyimpangan KKN (bobot 4), dan tingkat kepuasan karyawan (bobot 4). Untuk indikator peningkatan parameter skala usaha terdiri dari tiga parameter yaitu aset (bobot 7,3), omzet (bobot 7,3), dan laba (bobot 7,4). Di samping itu ditentukan pula dokumen sumber verifikasi sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Kesepuluh indikator dengan bobotnya masing-masing diberi skor 0 sampai 10 dengan metode Objective Matrix (OMAX). Dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk menentukan nilai tiap indikator dalam skor pada OMAX. Hasil akhir nilai kinerja diklasifikasikan sebagai berikut: nilai kinerja sangat buruk, kinerja buruk, kinerja sedang, kinerja baik, dan kinerja sangat baik. Pelaksanaan pengukuran kinerja (penetapan skor) mengacu pada dokumen sumber verifikasi yang telah ditetapkan untuk masing-masing indikator. Dokumen sumber verifikasi yang digunakan adalah form A pada prosedur survei lapangan, form C pada prosedur monitoring lapangan, dokumen hasil survei kepuasan pelanggan, laporan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, dokumen SOP, RKA, peraturan perusahaan dan dokumen hasil survei kepuasan karyawan. Terdapat dua dokumen yang belum ada saat ini yaitu dokumen hasil survei kepuasan pelanggan dan dokumen hasil survei kepuasan karyawan sehingga dalam pelaksanaan pengukuran kinerja diasumsikan indikator kepuasan pelanggan dan kepuasan karyawan masing-masing mendapatkan skor lima. Hasil akhir dari pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta didapat nilai kinerja program kemitraan yaitu sebesar 639,9 yang termasuk pada status kinerja baik.

6 Hak Cipta IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PROGRAM KEMITRAAN di PKBL PT. SUCOFINDO JAKARTA ARIFIN DERAJAT SURYANA Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2013

8 Judul Tugas Akhir : Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta Nama Mahasiswa : Arifin Derajat Suryana Nomor Pokok : P Program Studi : Industri Kecil Menengah Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA Ketua Dr.Ir.H. Amiruddin Saleh, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS,Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 22 Januari 2013 Tanggal Lulus :

9 PRAKATA Segala puji dipanjatkan bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang karena atas berkat dan rahmat-nya tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir yang berjudul Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta, ini merupakan salah satu syarat untuk penyelesaian studi pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih disampaikan atas bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga tugas akhir ini bisa diselesaikan. Untuk itu, disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA selaku pembimbing utama yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dorongan selama kegiatan kajian dan penulisan tugas akhir ini. 2. Dr.Ir. H. Amiruddin Saleh, MS selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingannya. 3. Seluruh dosen pengajar PS MPI IPB yang telah memberikan dukungan kepada mahasiswa agar dapat menyelesaikan kuliahnya dalam kesempatan pertama dan seluruh staf administrasi PS MPI IPB yang telah turut memberi bantuan dan dukungan. 4. Kepala unit, para manager dan seluruh staf Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo yang selalu mendorong dan memudahkan kami dalam memperoleh data. 5. Istriku dan anak-anakku tersayang atas dukungan, serta dorongan semangat yang luar biasa dan memberikan inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan ini. 6. Teman-teman MPI angkatan ke-15 yang sudah ikut memberikan dorongan dan bantuan moril dalam penulisan karya akhir ini. 7. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

10 Diharapkan tulisan ini dapat menambah khazanah pengetahuan bagi pengembangan UKM di Indonesia. Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Februari 2013 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 02 Juni 1967 sebagai putra kesembilan dari pasangan Bapak Agus Suherman (Alm.) dan Ibu Kunmaryati Kuningsih (Almh). Tahun 1982, penulis lulus Sekolah Dasar (SD) RIA Persit KCK Jakarta, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Jakarta dan lulus tahun Selanjutnya penulis diterima di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Jakarta dan lulus tahun Gelar sarjana diperoleh penulis tahun 1992 dari Program Studi Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setelah memperoleh gelar kesarjanaan, penulis pada tahun 1992 diterima bekerja sebagai inspektur PT. Sucofindo (Persero) cabang Jakarta. Pada tahun 1998 penulis ditugaskan ke PT. Sucofindo cabang Bandung selama dua tahun. Kemudian Penulis kembali ditugaskan ke PT. Sucofindo cabang Manado dari tahun 2000 sampai dengan tahun Dari tahun 2002 sampai saat ini penulis bekerja di PT. Sucofindo kantor pusat. Penulis menikah dengan Mila Aviany pada tahun 1992 dan dikaruniai dua orang putra dan dua orang putri yaitu Muhammad Luthfan Farizan, (18 tahun), Veivira Vianisa Fauziany (15 tahun), Vinalia Khoirunnisa Aviari (12 tahun) dan Muhammad Faqih Ilmi (5 tahun). Dalam usaha meningkatkan kualitas individu dan mengembangkan wawasan untuk lingkungan kantor maupun lingkungan di luar kantor, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 angkatan 15.

12 DAFTAR ISI PRAKATA... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.... Halaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah. 3 C. Tujuan... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Unit Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara Gambaran Umum Unit PKBL BUMN Tujuan Pembentukan Unit PKBL di BUMN Program Kemitraan di unit PKBL PT. Sucofindo.. 10 B. Sistem Pengukuran Kinerja.. 17 C. Aplikasi Sistem Pengukuran Kinerja Aspek Pengukuran Kinerja Organisasi Indikator Pengukuran Kinerja Organisasi.. 28 D. Penelitian Sistem Pengukuran Kinerja Organisasi yang Telah Dilakukan.. 30 III. METODE KAJIAN.. 37 A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja Unit PKBL saat ini Studi Literatur Identifikasi Harapan Stakeholder kepada Unit PKBL Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan Unit PKBL Pengukuran Kinerja Program Kemitraan Unit PKBL PT. Sucofindo Jakarta. 49 i iii v vii viii i

13 C. Analisis Data Logical Framework Analysis (LFA) Analytical Hierarchy Process (AHP) Focus Group Discussion (FGD) Objective Matrix (OMAX). 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 53 A. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja Unit PKBL PT. Sucofindo saat ini Gambaran Umum PT. Sucofindo Sistem Pengukuran Kinerja PT. Sucofindo Sistem Pengukuran Kinerja unit PKBL.. 63 B. Identifikasi Harapan Stakeholder kepada Unit PKBL Harapan Stakeholder Klasifikasi Harapan Stakeholder C. Pengembangan Sistem pengukuran kinerja unit PKBL Penentuan Indikator Kinerja Program Kemitraan Analisis Kesesuaian Pemilihan Indikator Kinerja Utama Pembobotan Indikator Kinerja Utama Dokumen Sumber Verifikasi Cara Perhitungan Indikator Penentuan Kriteria Penilaian D. Pengukuran Kinerja Unit PKBL PT. Sucofindo Wilayah Jabodetabek Kesesuaian Sistem Pengukuran Kinerja Hasil Pengembangan dengan Kondisi Unit PKBL PT. Sucofindo saat ini Pengukuran Kinerja Program Kemitraan Unit PKBL PT. Sucofindo Jakarta KESIMPULAN DAN SARAN 93 A. Kesimpulan B. Saran.. 94 DAFTAR PUSTAKA. 95 LAMPIRAN 98 ii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian Negara BUMN Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo Aspek Pengukuran Kinerja Macam Indikator Kinerja Organisasi Nilai Koefisien Korelasi Uji Validitas Kuesioner Masyarakat Nilai Koefisien Korelasi Uji Validitas Kuesioner Usaha Kecil Kerangka Sampel Identifikasi Harapan Stakeholder Daftar Indikator dan Bobot Aspek Keuangan Skor ROE, ROI dan Rasio Kas Skor Rasio Lancar, Periode Koleksi dan Perputaran Persediaan Skor Perputaran Total Aset, Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Asset Daftar Indikator Dan Bobot Aspek Administrasi Daftar Penilaian Waktu Penyampaian Laporan Daftar Penilaian Waktu Penyampaian Rancangan RKAP Daftar Penilaian Waktu Penyampaian Laporan Periodik Indikator Kinerja PUKK Klasifikasi Harapan Stakeholder Terpilih Logframe Aspek Keuangan Logframe Aspek Pelayanan Logframe Aspek Proses Operasional Logframe Aspek Administrasi Logframe Aspek Kemampuan Organisasi Logframe Aspek Karyawan Analisis Kesesuaian iii

15 25. Hasil Analisis Peringkat dengan Metode AHP Hasil Pembobotan Dokumen Sumber Verifikasi Kriteria Penilaian dengan Objective Matriks Ketersediaan Dokumen Sumber Verifikasi Perhitungan Peningkatan Skala Usaha Aset Perhitungan Peningkatan Skala Usaha Omzet Perhitungan Peningkatan Skala Usaha Laba Pengukuran Kinerja iv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pemangku Kepentingan Utama Alur Proses Pengajuan Pinjaman Lunak Pergeseran Fokus Pengelolaan Perusahaan Tahapan Penelitian Tahapan Pengembangan Kuesioner Indentifikasi Harapan Stakeholder Pembuatan Indikator dan Pemilihan IKU Pengembangan Indikator Kinerja Utama dengan Objective Matrix Struktur Organisasi PT. Sucofindo. 54 v

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Survei untuk Uji Validasi dan Reliabilitas Kuesioner Masyarakat Uji Validasi kuesioner masyarakat Uji Reliablitas Kuesioner Masyarakat Hasil Survei untuk Uji Validasi dan Reliabilitas Kuesioner Usaha Kecil Uji Validasi Kuesioner Usaha Kecil Uji Reliabilitas Kuesioner Usaha Kecil Data Hasil Survei Stakeholder Masyarakat Data Hasil Survei Stakeholder Usaha Kecil Data Hasil Survei Stakeholder Manajemen Unit PKBL PT. Sucofindo Data Hasil Survei Stakeholder Karyawan Unit PKBL PT. Sucofindo Data Hasil Survei Stakeholder Kementerian BUMN Tabel Random Index Laporan Profile UKK / Form A Form C vi

18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui pemanfaatan dana dari sebagian labanya. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan (Kemeneg BUMN, 2007). Peran PKBL BUMN diharapkan mampu mewujudkan 3 pilar utama pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu: (1) pengurangan jumlah pengangguran (pro-job) (2) pengurangan jumlah penduduk miskin (pro-poor) dan (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Di samping itu melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan. PKBL adalah bentuk tanggung jawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada masyarakat. Kegiatan PKBL dilaksanakan dengan berpedoman pada UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN serta Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 yang menyatakan maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Terdapat dua jenis program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan yaitu program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kementerian Negara BUMN, 2007). Program Bina Lingkungan yaitu program untuk membentuk calon mitra binaan baru dan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kementerian Negara BUMN, 2007), yang terdiri dari: a. Bantuan Korban Bencana Alam b. Bantuan Pendidikan dan atau Pelatihan c. Bantuan Peningkatan Kesehatan d. Bantuan Pengembangan Sarana dan atau Prasarana

19 2 e. Bantuan Sarana Ibadah f. Bantuan Pelestarian Alam. Sampai saat ini ada 141 BUMN yang telah melaksanakan program ini dan setiap tahunnya menggulirkan dana yang tidak sedikit, seperti contoh sampai dengan tahun ini total dana yang dikeluarkan telah mencapai Rp. 25,76 trilliun. Khusus program kemitraan dana yang dikelola adalah dana yang harus dikembalikan sehingga bergulir dari tahun ke tahun terus bertambah sehingga semakin lama semakin besar seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1 Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian Negara BUMN Program Tahun (Rp. Trilliun) *) Total 1991 s/d 2012*) Kemitraan 1,31 1,50 2,00 2,70 3,59 18,17 Bina Lingkungan 0,42 0,46 0,93 2,10 2,57 7,59 Jumlah 1,73 1,96 2,93 4,80 6,16 25,76 Sumber: Laporan Kinerja Kementerian Negara BUMN *) Anggaran Jumlah dana yang tidak kecil tersebut menuntut pengelolaan yang baik sehingga dapat mencapai apa yang diharapkan dengan efisien dan efektif. Terlebih program kemitraan, dimana dana yang dikeluarkan merupakan dan bergulir yang harus dikembalikan. Hal ini memerlukan pengelolaan yang lebih rumit dan memiliki risiko tinggi. Salah satu cara untuk melihat apakah dana tersebut telah dikelola dengan baik adalah menilai kinerjanya. Kinerja yang baik menunjukkan bahwa pengelolaan berjalan dengan baik sehingga memberikan manfaat maksimal kepada usaha kecil yang merupakan sasaran program ini. Sampai saat ini kinerja BUMN diukur berdasarkan Kepmen Negara BUMN No. KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara, yang termasuk di dalamnya pengukuran kinerja PKBLnya. Dalam Keputusan Menteri tersebut (lampiran II: 13/18) dinyatakan bahwa kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) (sekarang PKBL) dinilai berdasarkan indikator efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman. Penilaian kinerja tersebut di atas dirasakan belum cukup menggambarkan keberhasilan PKBL dalam melaksanakan tugasnya dan mencapai tujuannya. Bahkan dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor : PER/20/M.PAN/11/2008,

20 3 dikatakan bahwa instansi pemerintah belum disebut berkinerja sebelum dapat menunjukkan keberhasilan pencapaian outcome-nya. Seringkali kegiatan sudah dianggap sebagai kinerja organisasi padahal yang dimaksud kinerja adalah pengukuran hasil dari kegiatan tersebut. Seperti halnya efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas yang merupakan kegiatan PKBL sedangkan hasilnya adalah terbantunya usaha kecil sehingga bisa tangguh dan mandiri. Maka indikator pengukuran kinerja PKBL seharusnya dapat mengukur hasil yang diharapkan sehingga dapat menggambarkan keberhasilan PKBL dalam melaksanakan tugasnya. Perusahaan PT. Sucofindo merupakan salah satu BUMN yang melaksanakan program PKBL, melakukan penyaluran dana setiap tahunnya dan sampai dengan tahun ini telah mengeluarkan sebesar Rp. 247,15 milliar dan terus bertambah setiap tahunnya seperti terlihat dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Realisasi dan Anggaran Penyaluran Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo Program Tahun (Rp. Miliar) *) Total 1991 s/d 2012*) Kemitraan 10,96 9,41 12,83 14,07 14,22 13,84 217,64 Bina Lingkungan 0,15 0,13 0,31 0,46 0,73 0,96 29,51 Jumlah 11,11 9,54 13,14 14,53 14,95 14,80 247,15 Sumber: PKBL PT. Sucofindo, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011a. *) : Anggaran Pengelolaan program PKBL di PT. Sucofindo dilakukan oleh PKBL yang di antaranya adalah PKBL PT. Sucofindo Jakarta. PKBL ini merupakan dengan pengelolaan dana terbesar dari semua PKBL yang ada di PT. Sucofindo. Dari latar belakang di atas maka dirasakan perlu pengembangan sistem pengukuran program kemitraan PKBL PT. Sucofindo sebagai pemacu peningkatan kinerjanya sesuai dengan tujuan dan harapan stakeholder-nya. B. Perumusan Masalah Indikator pengukuran kinerja PKBL sesuai Kepmen BUMN No. KEP- 100/MBU/2002 yaitu efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman dipandang belum dapat memberikan informasi yang cukup untuk seluruh kegiatannya sesuai dengan tujuan pembentukannya yaitu turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat (Sekneg RI, 2003). Pengukuran kinerja yang hanya mengandalkan

21 4 ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi pemicu disfungsi organisasi dan sering menghilangkan sudut pandang lain yang tidak kalah pentingnya (Monika, 2000). Disfungsi organisasi dapat terjadi dengan alasan sebagai berikut: Pertama, dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan dan tujuan pembentukkan organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2011). Contoh pada PKBL BUMN akan mendorong manajemen PKBL menyalurkan dana sebanyak-banyaknya untuk mencapai anggaran penyaluran dengan kriteria yang penting bisa mengembalikan dengan lancar. Manajemen PKBL tidak lagi memperhatikan perkembangan usaha/kegiatan bisnis mitra binaan, pengembalian pinjaman yang lancar sudah lebih dari cukup bagi manajemen PKBL menunjukkan kinerjanya. Hal ini mendorong penyaluran pinjaman tidak tepat sasaran. Kedua, dapat mendorong tindakan yang menghalalkan segala cara untuk mencapai target tujuan. Tindakan tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan juga organisasi serta dapat mengganggu kondisi/suasana lingkungan kerja. Di samping itu juga dapat merusak hubungan antar anggota organisasi dimana pimpinan lebih mementingkan target dari pada hubungan dengan bawahan. Ketiga, dari sisi perusahaan (BUMN itu sendiri) program PKBL merupakan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TSP). Disfungsi akan terjadi karena manajemen PKBL hanya mengejar target anggaran penyaluran dan tingkat pengembalian, tidak memperhatikan pemberdayaan potensi, kondisi ekonomi dan sosial lingkungan masyarakat sehingga program TSP tidak berjalan sesuai harapan. Disfungsi seperti di atas sangat merugikan UKM, dunia usaha dan masyarakat serta juga perusahaan BUMN itu sendiri. Pengukuran kinerja program kemitraan harus dapat mencerminkan keberhasilan PKBL dari kegiatan yang dilaksanakan yaitu: turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah/ koperasi/ masyarakat, dan meningkatkan kemampuan usaha kecil. Di samping itu harus sesuai dengan tujuan organisasi, menggambarkan aktivitas-aktivitas kunci manajemen, dapat dimengerti pegawai, mudah diukur dan dievaluasi serta dapat digunakan oleh organisasi secara konsisten. Untuk itu perlu adanya pengembangan indikator kinerja program kemitraan PKBL agar dapat menjadi pendorong peningkatan kinerjanya sebagai tanggung jawab

22 5 terhadap dana masyarakat yang dikelola. Dari uraian di atas maka disusunlah beberapa rumusan masalah yang menjadi kajian pada tugas akhir ini, yaitu: 1. Seperti apakah sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta saat ini? 2. Adakah pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan yang dilakukan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta? 3. Bagaimana pengembangan indikator pada sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL di PT. Sucofindo Jakarta diimplementasikan? C. Tujuan Pengukuran kinerja hendaknya dapat mencermikan seluruh kegiatan dan harapan stakeholder. Rumusan di atas merupakan permasalahan yang diwujudkan dalam suatu penelitian dari suatu pengembangan sistem sehingga dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta, 2. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta, 3. Mengukur kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta dengan indikator pengukuran kinerja program kemitraan hasil pengembangan.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara 1. Gambaran Umum PKBL BUMN Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Kemeneg BUMN, 2007). Terdapat 141 BUMN dalam Negara kita yang bergerak di berbagai bidang, mulai bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan hingga usaha jasa. Sesuai dengan komitmennya membantu usaha kecil, pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1232/KMK.013/1989 yang mewajibkan semua BUMN menyisihkan laba sebesar 1-3 persen, untuk pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan Koperasi (Pegelkop). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 316/KMK.016/1994 program ini berganti nama menjadi program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007 nama program diganti menjadi Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang dinamakan sebagai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau PKBL. PKBL pada BUMN merupakan organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan (PK) dan Program Bina Lingkungan (BL) yang merupakan bagian dari organisasi BUMN pembina yang berada di bawah pengawasan seorang direksi (Kemeneg BUMN, 2007). Terdapat dua program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan (PK) dan program Bina Lingkungan (BL). Program Kemitraan adalah pemberian pinjaman lunak dan pembinaan Usaha Kecil untuk meningkatkan kemampuannya agar menjadi tangguh dan mandiri, sedangkan program Bina Lingkungan adalah kegiatan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kemeneg BUMN, 2007). PT. Sucofindo merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang jasa surveyor dan memiliki cabang di seluruh Indonesia. Setiap cabang memiliki PKBL sendiri dan dikoordinasi oleh PKBL di kantor pusat. PKBL yang terbesar

24 8 adalah PKBL Jakarta dengan wilayah kerja meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan disebut mitra binaan. Usaha kecil mitra binaan yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan (Kemeneg BUMN, 2007) yaitu : (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,- (satu milyar rupiah); (2) Milik Warga Negara Indonesia; (3) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; (4) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi; (5) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan; (6) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun; (7) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable). Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholder) pada PKBL. Pemangku kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan seperti diilustrasikan dalam Gambar 1 (Wibisono, 2011). Pemangku kepentingan mana yang harus mendapatkan prioritas utama untuk dilayani sangat bervariasi, tergantung pada jenis organisasinya, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, dan berbagai perubahan lingkungan usaha yang berlangsung secara terus-menerus. Dari penjelasan di atas maka stakeholder PKBL adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan PKBL seperti: Masyarakat, usaha kecil, Pemerintah (kementerian BUMN), manajemen BUMN, dan karyawan PKBL.

25 9 Gambar 1 Pemangku Kepentingan Utama (Wibisono, 2011) 2. Tujuan Pembentukan PKBL di BUMN Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 3 tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada PP nomor 3 tahun 1983 tersebut di atas BAB I pasal 2 ayat 2 butir f menyatakan bahwa maksud dan tujuan kegiatan Perum, Perjan dan Persero adalah turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi, turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Kemudian dilanjutkan dengan diterbitkannya keputusan Menteri sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan usaha kecil oleh BUMN, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1-5 persen dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program Pembinaan Pengusaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi (Pegelkop). Kemudian, melalui keputusan Menteri Keuangan

26 10 No.: 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara, nama program diganti menjadi program PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi). Pada tahun 2003 peran BUMN di masyarakat diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Senada dengan UU nomor 3 tahun 1983 pada pasal 2 ayat (1) butir d dan e UU nomor 19 tahun 2003 disebutkan bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Dukungan maksud dan tujuan pendirian BUMN di atas tersurat juga pada pasal 88 ayat (1) yang mencantumkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Adapun pada ayat duanya menyatakan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. Untuk kegiatan amal atau sosial BUMN dapat berperan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan dalam pasal 90 UU nomor 19 than Sebagai pelaksanaan dari UU nomor 19 tahun 2003 tersebut, maka dikeluarkan keputusan Menteri BUMN nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Keputusan Menteri BUMN nomor 236 tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Adapun Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pada pasal (2) Kepmen BUMN nomor 236 dikatakan bahwa BUMN wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Sebagai petunjuk pelaksanaan kedua program tersebut dikeluarkan surat edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor SE 433/MBU/2003 tanggal 16 September

27 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (BL). Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, menegaskan kembali bahwa BUMN dan anak perusahaannya wajib melaksanakan program kemitraan dan bina lingkungan. Kewajiban ini diikuti dengan wajib membentuk PKBL dan menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi. Di samping itu diwajibkan juga dalam hal: (1) Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program BL; (2) Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan; (3) Menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan Program BL kepada masyarakat; (4) Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan; (5) Mengadministrasikan kegiatan pembinaan; (6) Melakukan pembukuan atas Program Kemitraan dan Program BL; (7) Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada Menteri dengan tembusan kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing-masing. 3. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di PT. Sucofindo (1) Visi dan misi Untuk mencapai sasaran program kemitraan dan bina lingkungan ditetapkan visi yaitu Menjadi Pembina dan pengembang usaha kecil layak bina menjadi layak kredit yang menjadi rujukan BUMN lainnya. Sebagai upaya mewujudkan visi di atas, manajemen bertekad melakukan misi ( PKBL PT. Sucofindo, 2011b) sebagai berikut: a) Membina usaha kecil menjadi tangguh, mandiri dan layak kredit sehingga dapat membina usaha kecil lainnya.

28 12 b) Membantu pengembangan ekspor nonmigas produk usaha kecil dengan pembinaan yang terpadu dan berkesinambungan melalui pemanfaatan jaringan yang luas, sistem informasi dan manajemen. c) Membantu perusahaan di dalam mengembangkan company image yang positif di masyarakat melalui pemberdayaan kondisi social masyarakat sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kelangsungan usaha PT. Sucofindo. (2) Sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Visi dan misi yang telah ditetapkan diwujudkan dengan menentukan sasaran program kemitraan dan bina lingkungan ( PKBL PT. Sucofindo, 2011b) yaitu: a) kinerja efektivitas penyaluran pinjaman mencapai > 100 %, b) kinerja efektivitas dana bina lingkungan mencapai > 90 %, c) kinerja kolektibilitas pengembalian mencapai > 80 persen. (3) Strategi Program Kerja PKBL PT. Sucofindo Sesuai Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2012 PKBL PT. Sucofindo, dalam rangka pencapaian sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan telah ditetapkan strategi program kemitraan dan bina lingkungan yang efisien dan efektif dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan koperasi untuk menjadi usaha kecil yang tangguh dan mandiri. Adapun strategi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo tahun 2012 adalah sebagai berikut : a) Penyaluran pinjaman dialokasikan pada 12 Provinsi atau sesuai dengan RKA PKBL tahun b) Penyaluran pinjaman diprioritaskan kepada sektor usaha yang potensial dan produktif dengan karakter pengusaha yang baik serta mengedepankan prinsip kehati-hatian. c) Menerapkan pola inti plasma dan cluster serta pembinaan yang berkelanjutan. d) Monitoring dan penagihan angsuran pinjaman secara intensif dan mengoptimalkan peran forum komunikasi di seluruh cabang serta bekerjasama dengan pihak terkait khusus untuk menangani piutang bermasalah.

29 13 e) Kegiatan Program Bina Lingkungan dilaksanakan oleh Divisi terkait, Kantor Pusat atau langsung oleh bagian PKBL setelah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Keuangan dan Administrasi serta persetujuan dari Direktur Utama. Kebijakan dan program kerja yang mendukung atas pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sehingga strategi program kemitraan dan bina lingkungan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran adalah : a) Pola penyaluran dana i. Keputusan layak bina ditetapkan oleh Cabang dan penyaluran pinjaman dana ditetapkan oleh Kantor Pusat. ii. Kegiatan hibah di seluruh cabang harus mendapatkan rekomendasi PKBL Kantor Pusat. iii. Menerapkan pola/konsep pinjaman khusus di seluruh Cabang. iv. Penyaluran pinjaman diprioritaskan kepada mitra binaan yang telah melunasi pinjaman dengan kategori lancar. v. Penyaluran dana kepada mitra binaan per wilayah disesuaikan dengan kontribusi dana masing-masing cabang. b) Tertib Administrasi Program PKBL Penerapan sistem dan prosedur yang konsisten, seluruh kegiatan PKBL dilaksanakan berdasarkan aturan (sistem dan prosedur) yang berlaku baik prosedur, kebijakan dan peraturan dari Kementerian BUMN atau prosedur yang telah ditetapkan secara internal. c) Sistem Pengelolaan Kinerja Penerapan sistem pengelolaan kinerja diterapkan di Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam rangka meningkatkan motivasi staf PKBL dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan, diberikan penghargaan berupa reward, khususnya terhadap pencapaian kinerja kolektibilitas dan penyaluran. Di samping itu diterapkan pula punishment berupa penghentian penyaluran dana kemitraan bagi cabang-cabang yang kinerja realisasinya 3 tahun berturt-turut di bawah 65% dari anggaran.

30 14 d) Biaya Operasional Untuk efisiensi dan efektivitas pengelolaan biaya operasional seluruh PKBL dilakukan sendiri dari rekening yang dikelolanya, untuk PKBL cabang sebesar 80% dari jasa administrasi yang diterima dan kantor pusat 20% dari jasa administrasi konsolidasi sehingga secara total diperkirakan maksimal mencapai 100% dari jasa administrasi yang diterima. (4) Program Kerja PKBL PT. Sucofindo Program kerja PKBL dibagi dua yaitu program kemitraan dan program bina lingkungan. Program kerja program kemitraan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah: a) Melakukan survei dan evaluasi kepada calon mitra binaan. b) Calon mitra binaan diprioritaskan maksimal kurang lebih 150 km dari lokasi kantor. c) Melakukan kerjasama penyaluran dan pinjaman kepada mitra binaan dan lembaga yang kredibel. d) Melakukan monitoring dan penagihan kepada usaha kecil di seluruh wilayah secara rutin. e) Melakukan kerjasama dengan instansi/lembaga lain seperti kejaksaan atau KPKNL untuk penanganan koleksi pengembalian pinjaman usaha kecil bermasalah dengan kategori macet. f) Optimalisasi peran Himpunan Pengusaha Mitra Binaan (HPMB) di setiap wilayah untuk membangun jaringan antara sesama mitra binaan untuk kemajuan usaha. g) Peningkatan kualitas sumber daya manusia PKBL, melalui program pelatihan dan pendidikan, khususnya pelatihan terkait komunikasi, analisa kelayakan usaha dan penanganan usaha kecil bermasalah. h) Optimalisasi penerapan cost reduction programme di PKBL. i) Melakukan kerjasama dengan lembaga/instansi/lsm yang kompeten di bidangnya melalui program pelatihan, asistensi, pemetaan, pemasaran/ promosi dalam rangka mendorong perkembangan usaha mitra binaan dan kelancaran pelaksanaan program pembinaan oleh PT. Sucofindo.

31 15 Program kerja bina lingkungan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: a) Bantuan untuk korban bencana alam yaitu bantuan yang diberikan untuk meringankan beban para korban yang diakibatkan bencana alam. b) Bantuan untuk pendidikan dan atau pelatihan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan usaha kecil dan masyarakat di lingkuangan sekitar perusahaan. c) Peningkatan kesehatan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. d) Pengembangan prasarana dan sarana umum yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan fasilitas kesejahteraan masyarakat. e) Sarana ibadah yaitu bantuan untuk meningkatkan kualitas sarana ibadah masyarakat. f) Bantuan untuk pelestarian alam yaitu bantuan yang diberikan kepada masyarakat berupa pelestarian dan keindahan lingkungan. (5) Prosedur Operasi PKBL PT. Sucofindo Saat ini PKBL PT. Sucofindo telah memiliki prosedur operasi untuk mengatur hal-hal pokok dalam melakukan kegiatannya. Pokok-pokok prosedur tersebut adalah: a) Plafon Pinjaman Pinjaman dana pembinaan kepada Usaha Kecil dan Koperasi (UKK) diberikan dalam bentuk satu paket dengan plafon dana sebesar Rp. 100 Juta per UKK, yang terdiri dari : i. Modal kerja, bunga 6 %/th/sliding Rp. 60 Juta. ii. Investasi, bunga 4 %/th/sliding Rp. 25 Juta. iii. Konsultasi Manajemen (hibah) Rp. 15 Juta. Nilai tersebut merupakan plafon tertinggi, realisasi jumlah pinjaman adalah yang dinyatakan dalam Memorandum of Agreement (MOA) antara PT.Sucofindo (Persero) dengan UKK yang bersangkutan. Dengan jangka waktu pinjaman selama tiga tahun dan dapat diperpanjang selama-lamanya dua tahun. Penyaluran dana pinjaman kepada UKK dapat dilaksanakan secara bertahap, sesuai hasil survei lapangan dan evaluasi dari PT. Sucofindo,

32 16 pinjaman tersebut disalurkan melalui bank yang telah ditunjuk berdasarkan persetujuan kedua belah pihak (PT. Sucofindo dan UKK). Penyaluran dana pinjaman kepada UKK diatur sebagai berikut : i. Pinjaman lunak kepada UKK yang telah mempunyai badan hukum, atau legalitas usaha yang lengkap, dapat diberikan secara langsung kepada UKK yang akan dibina. ii. Pinjaman lunak kepada UKK yang tidak mempunyai badan hukum, atau tidak mempunyai legalitas usaha yang lengkap, dapat diberikan melalui ketua kelompok atau wadah yang dibentuk secara resmi, dan telah diketahui oleh instansi pemerintah terkait. Didalam melaksanakan pembinaan kepada UKK, PT. Sucofindo dapat bekerjasama dengan instansi terkait, lembaga pendidikan, dan konsultan yang profesional di bidangnya. b) Persyaratan Pengajuan Pinjaman Lunak Untuk mengajukan pinjaman lunak usaha kecil harus memenuhi syarat sebagai berikut: i. Harus mempunyai SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan. ii. Belum pernah dibantu dalam permodalan baik oleh lembaga keuangan atau BUMN lain. iii. Omzet Maksimal Rp. 1 miliar setahun iv. Aset Maksimal Rp. 200 juta (diluar tanah dan bangunan) v. Minimal 1 tahun telah berusaha di sektor yang sama vi. Sektor Usaha Industri kecil, agribisnis, jasa (waserda, bahan bangunan, bengkel mobil/motor, wartel) vii. Diprioritaskan usaha yang menyerap tenaga kerja dan tidak padat modal. c) Prosedur Pengajuan Pinjaman Lunak Alur proses prosedur pengajuan pinjaman lunak dapat dilihat pada Gambar 2 dengan uraiannya sebagai berikut: i. Setiap calon mitra binaan membuat surat permohonan pinjaman lunak kepada PT. Sucofindo sesuai dengan lokasi usahanya masing-masing.

33 17 ii. Surat Pemohonan dilampirkan dengan proposal pinjaman lunak, secara garis besar proposalnya berisikan latar belakang usaha, laporan keuangan, pemasaran hasil usaha, penentuan usulan pinjaman, proyeksi keuntungan, dan foto copy dokumen legal. iii. Proposal diserahkan ke PT. Sucofindo, agar dapat dimonitor dengan baik. iv. Evaluasi administrasi oleh petugas PT. Sucofindo dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan Gambar 2 Alur Proses Pengajuan Pinjaman Lunak

34 18 d) Program Konsultasi Manajemen Setiap proposal yang telah diterima menjadi mitra binaan Sucofindo, di samping mereka mendapatkan pinjaman lunak, juga diberikan pembinaan dalam bentuk hibah berupa konsultasi manajemen yang meliputi : i. Pemasaran, terdiri dari pameran, pembuatan brosur, leaflet, billboard, dan sebagainya. ii. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), terdiri atas: pelatihan manajemen, pelatihan ISO (International Standard Organization) 9000, seminar-seminar, dan program pemagangan. B. Sistem Pengukuran Kinerja Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (Kemeneg BUMN, 2011a). Pengukuran kinerja adalah proses penilaian kinerja atas dasar data kinerja yang telah dikumpulkan melalui indikator kinerja. (Kemeneg Keu, 2010). Apabila kata kinerja, pengukuran dan sistem dirangkai akan menjadi sistem pengukuran kinerja yang memiliki arti tata cara penilaian hasil melalui indikator sehubungan dengan penggunaan anggaran. Dalam sejarahnya sistem pengukuran kinerja organisasi hanya fokus pada keinginan investor saja tetapi saat ini berkembang sampai kesemua pihak (stakeholder). Perusahaan akan dapat bersaing dan bertahan dalam kondisi persaingan yang semakin global dan intens jika dalam pengelolaannya memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) (Wibisono, 2011). Pergeseran fokus pengelolaan perusahaan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3. Dalam perkembangannya sampai saat ini telah banyak model sistem pengukuran kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi, di antaranya adalah: Balanced Scorecard dari Kaplan dan Norton, (1996), Integrated Performance Measurement System (IPMS) dari Bititci et al. (1997), Performance Prism dari Neely dan Adam (2000) dan SMART System dari Wang Laboratory, Inc. Lowell, Massachucets Galayani et al. (1997). Masing-masing sistem pengkuran terdapat kelebihan dan kelemahan. Pemilihan sistem pengukuran kinerja disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang akan diukur kinerjanya.

35 19 Gambar 3 Pergeseran Fokus Pengelolaan Perusahaan (Wibisono, 2011) Balance Scorecard adalah sistem pengukuran kinerja yang mengembangkan kerangka kerja menggunakan empat perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar perancangannya. Adapun keempat perspektif tersebut meliputi: financial perspective, customer perspective, internal business process perspective, dan learning and growth perspective. Keterkaitan antar obyektif dan ukuran kinerja dinyatakan dengan cause-and-effect relationship, di mana terjadi kulminasi kinerja pada financial perspective. Saat ini Kementerian Keuangan menjadikan Balance Scorecard sebagai pedoman pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang dituangkan ke dalam Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan. Berbeda dengan model Balanced Scorecard yang menggunakan strategi menjadi titik awal dalam melakukan perancangannya, model Integrated Performance Measurement System (IPMS) adalah model sistem pengukuran kinerja yang dikembangkan di Center for Strategic Manufacturing dari University of Strathclyde, Glasgow. Tujuan dari model IPMS agar sistem pengukuran kinerja lebih terintegrasi, efektif, dan efisien. Model ini menjadikan keinginan stakeholder menjadi titik awal dalam melakukan perancangan sistem pengukuran kinerjanya. Stakeholder tidak berarti hanya pemegang saham (shareholder), melainkan beberapa pihak yang memiliki kepentingan atau dipentingkan oleh organisasi.

36 20 Metode Performance Prism adalah suatu metode pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya menyelaraskan seluruh aspek (stakeholder) ke dalam suatu framework pengukuran yang strategis. Semua stakeholder akan dipuaskan secara seimbang dengan metode ini. Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique) merupakan model yang dibuat oleh Wang Laboratory dengan menggunakan strategi obyektif sebagai titik awal perancangannya. Perspektif berdasarkan strategi obyektifnya diyakini mampu menunjang operasional perusahaan. Susunan strategi obyektif disusun sesuai tingkatan dalam manajemen perusahaan manufaktur sehingga tersusun seperti piramida. Banyak perusahaan kecil dan menengah tidak memiliki visi dan strategi yang jelas. Orientasi yang lebih terfokus pada kinerja operasional lebih mendominasi. Oleh karena itu, model ini sering dipakai oleh perusahaan kecil dan menengah untuk mengukur kinerja organisasinya. Dalam sistem pengukuran kinerja dikenal adanya indikator sedangkan dalam kumpulan indikator terdapat indikator kunci yang merupakan indikator utama yang sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Jadi Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai indikator kinerja kunci, baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasional pada bisnis (Moeheriono, 2011). Indikator Kinerja Utama (IKU) juga biasa disebut Key Performance Indikator (KPI). Keduanya (IKU dan KPI) pada dasarnya adalah bagian dari Performance Indikators atau indikator kinerja organisasi. Keunggulan IKU dibandingkan dengan indikator-indikator kinerja lainnya, adalah bahwa IKU merupakan indikator kunci yang benar-benar mampu mempresentasikan kinerja organisasi secara keseluruhan. Jumlah indikator kinerja yang dipilih sebagai IKU ini biasanya tidak banyak, namun demikian hasil pengukuran melalui indikator tersebut dapat digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (Asropi, 2007). Sebagai alat ukur kinerja strategis organisasi, IKU dapat mengindikasikan kesehatan dan perkembangan organisasi, dan atau keberhasilan kegiatan, program atau penyampaian pelayanan untuk mewujudkan target-target atau sasaran organisasi. IKU dapat berbentuk ukuran kuantitatif maupun kualitatif. Namun demikian, dalam praktek penyusunan IKU oleh berbagai organisasi publik dan private, sebagian besar IKU berupa ukuran kuantitatif. Hal ini dikarenakan, ukuran kuantitatif relatif lebih

37 21 mudah digunakan dalam proses penggalian data maupun pada saat pengukuran dan evaluasi, sedangkan untuk ukuran kualitatif, biasanya memerlukan survei atau kegiatan penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data kinerja yang diperlukan. Proses penggalian data untuk ukuran kualitatif ini seringkali memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pemilihan terhadap bentuk IKU, apakah kuantitatif atau kualitatif, tergantung pada kebutuhan dan karakter organisasi. Tidak dapat dipaksakan bahwa semua IKU harus kuantitatif atau harus kualitatif. Adapun pertimbangan utama yang harus menjadi dasar dalam pemilihan IKU adalah bahwa indikator tersebut dapat diukur (measurable). Hal ini berarti bahwa untuk setiap IKU baik ukuran kuantitatif maupun kualitatif sudah tersedia informasi tentang jenis data yang akan digali, sumber data, dan cara mendapatkan data tersebut. Selain kriteria dapat diukur, indikator kinerja juga harus memiliki sejumlah kriteria lain. Pada beberapa literatur disebutkan kriteria-kriteria indikator kinerja yang antara lain meliputi: Specific, Achievable, Realistic, dan Timely, yang jika digabungkan dengan kriteria Measurable (dapat diukur) dapat diringkas dalam akronim SMART. Dalam Buku Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan, 2010), dikatakan dalam perumusan IKU seyogyanya memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja menggunakan prinsip SMART-C, yaitu: Specific : harus mampu menyatakan sesuatu yang khas/unik dalam menilai kinerja suatu kerja. Measurable : harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya. Achievable Realistic Time-bounded : harus dapat dicapai oleh penanggung jawab/ In Charge : harus sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategi organisasi : harus memiliki batas waktu pencapaian Continuously Improve : harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi. Pada Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) (Kemeneg PAN, 2004) terdapat syarat-syarat

38 22 yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja. Syarat-syarat yang berlaku untuk semua indikator kinerja tersebut adalah sebagai berikut: 1. Relevan; indikator kinerja harus berhubungan dengan apa yang diukur dan secara obyektif dapat digunakan untuk pengambilan keputusan atau kesimpulan tentang pencapaian apa yang diukur. 2. Penting/menjadi prioritas dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan, kemajuan, atau pencapaian (accomplishment); 3. Efektif dan layak; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang layak. Dalam Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) berdasarkan tipenya, indikator kinerja dapat dibagi menjadi: 1. Kualitatif, menggunakan skala (seperti: baik, cukup, kurang). 2. Kuantitatif absolut: menggunakan angka absolut (seperti: 30 orang, 80 ). 3. Persentase: menggunakan perbandingan angka absolut dari yang diukur dengan populasinya (seperti: 50%, 100%). 4. Rasio: rnembandingkan angka absolut dengan angka absolut lain yang terkait (seperti: rasio jumlah guru dibandingkan jumlah rnurid). 5. Rata-rata: angka rata-rata dari suatu populasi atau total kejadian (seperti: rata-rata biaya pelatihan per peserta dalam suatu diklat). 6. Indeks: angka patokan dari beberapa variabel kejadian berdasarkan suatu rumus tertentu (seperti: indeks harga saham, indeks pembangunan manusia). Untuk tujuan analisis dan perencanaan indikator kinerja juga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, seperti: 1. Gambaran mengenai sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome (kuantitas, kualitas, dan kehematan) 2. Gambaran mengenai langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menghasilkan barang atau jasa (frekuensi proses, ketaatan terhadap jadwal dan ketaatan terhadap ketentuan/standar) 3. Gambaran mengenai output dalam bentuk barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan (kuantitas, kualitas, dan efisiensi) 4. Gambaran mengenai hasil aktual atau yang diharapkan dari barang atau jasa yang dihasilkan (peningkatan kuantitas, perbaikan proses, peningkatan efisiensi,

39 23 peningkatan kualitas, perubahan perilaku, peningkatan efektivitas, dan peningkatan pendapatan) 5. Gambaran mengenai akibat langsung atau tidak langsung dari tercapainya tujuan. lndikator dampak adalah indikator outcome pada tingkat yang lebih tinggi. Menentukan indikator kinerja suatu organisasi memerlukan suatu proses langsung yang meliputi penyaringan yang berulang-ulang, kerjasama, dan pengembangan konsensus serta pemikiran yang hati-hati. Penetapannya wajib menggunakan prinsip kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan, dan transparansi guna menghasilkan informasi kinerja yang handal. Indikator kinerja pada setiap tingkatan organisasi meliputi indikator keluaran (output) dan hasil (outcome). Pada petunjuk penyusunan indikator kinerja utama yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), indikator kinerja ditentukan dengan tatanan sebagai berikut: Pada tingkat kementerian Negara/Departemen/Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya menggunakan indikator hasil (outcome) sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya. Pada organisasi setingkat eselon I menggunakan indikator hasil (outcome) dan atau keluaran (output) yang setingkat lebih tinggi dari keluaran (output) kerja di bawahnya. Pada organisasi setingkat eselon II/ kerja mandiri sekurang-kurangnya menggunakan indikator keluaran (output). Dengan memperhatikan persyaratan dan kriteria indikator kinerja, maka langkah-langkah yang umum dalam penentuan Indikator kinerja organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut: Tahap pertama, klarifikasi apa yang menjadi kinerja utama, pernyataan hasil (result statement) atau tujuan/sasaran yang ingin capai. Suatu indikator kinerja yang baik, diawali dengan suatu pernyataan hasil yang dapat dimengerti atau dipahami orang banyak. Untuk dapat menghasilkan pernyataan hasil yang baik dan dapat dimengerti/dipahami orang banyak, perlu diperhatikan hal-ha1 sebagai berikut: 1. Secara hati-hati tentukan hasil yang akan dicapai. 2. Hindari pernyataan hasil yang terlalu luas/makro. 3. Pastikan jenis perubahan yang dimaksudkan. 4. Pastikan dimana perubahan akan terjadi. 5. ldentifikasikan target khusus perubahan dengan lebih cepat. 6. Pelajari kegiatan dan strategi yang diarahkan dalam mengupayakan perubahan.

40 24 Tahap kedua, menyusun daftar awal Indikator Kinerja Utama. Terdapat beberapa jenis indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur suatu outcome, namun dari indikator-indikator kinerja tersebut biasanya hanya beberapa indikator saja yang dapat digunakan dengan tepat. Daftar awal indikator kinerja ini disusun setelah mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan akan informasi kinerja dan kewajiban-kewajiban pelaporan akuntabilitas, dengan memperhatikan hal-ha1 yang diuraikan di dalam kerangka kerja penyusunan indikator kinerja di atas. Proses identifikasi dapat dimulai dari hal-ha1 yang terkecil, misalnya pada tingkat kegiatan. Penyusunan daftar awal indikator kinerja ini paling tidak sudah dapat menyebut nama atau judul indikator dan untuk apa indikator itu diperlukan (rasional, atau alasan mengapa diperlukan). Dalam menyusun daftar awal indikator kinerja, perlu dilakukan hal-ha1 sebagai berikut: 1. Brainstorming internal oleh tim perumus. 2. Konsultasi dengan para ahli di bidang yang sedang dibahas. 3. Menggunakan pengalaman pihak lain dengan kegiatan yang sama atau sejenis. Tahap ketiga, melakukan penilaian setiap IKU yang terdapat dalam daftar awal indikator kinerja. Setelah berhasil membuat daftar awal IKU, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi setiap indikator yang tercantum dalam daftar awal indikator kinerja. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan setiap indikator kinerja dalam daftar dengan kriterianya. Dengan skala yang sederhana, misalnya satu sampai lima, setiap indikator kinerja yang dievaluasi dapat ditetapkan nilainya. Pemberian nilai ini akan memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap kepentingan masing-masing indikator yang dievaluasi dan membantu proses pemilihan indikator yang paling tepat. Pendekatan dengan metode ini harus diterapkan secara fleksibel dan dengan pertimbangan yang matang, karena setiap kriteria tidak memiliki bobot yang sama. Tahap keempat, memilih IKU. Sumber data kinerja tahap akhir dari proses ini adalah memilih IKU. Indikator-indikator kinerja tersebut, harus disusun dalam suatu set indikator yang optimal yang dapat memenuhi kebutuhan manajemen, yaitu informasi yang berguna dengan biaya yang wajar. Dalam pemilihan ini harus selektif. Pilihlah indikator kinerja yang dapat mewakili dimensi yang paling rnendasar dan penting dari setiap tujuan/sasaran. Kerangka kerja penyusunan seperangkat IKU merupakan keseluruhan pola tindak mulai dari identifikasi dan pengumpulan sejumlah

41 25 indikator pada daftar awal (list) yang diusulkan sampai pada penilaian, seleksi pemilihan, penentuan pemilihan, penetapan resmi dan pengorganisasian penerapannya. Kerangka kerja ini merupakan inti dari petunjuk ini agar dapat dihasilkan indikator-indikator yang baik dalam proses ini. Pencetus dan ahli Balanced Scorecard yaitu Kaplan dan Norton telah menganjurkan bahwa penggunaan IKU tidak boleh lebih dari 20 parameter. Adapun Hope dan Fraser (Moeheriono, 2011) menganjurkan kurang dari 10 parameter. Moeheriono (2011) dalam bukunya Indikator Kinerja Utama mengatakan bahwa dalam pemerintahan penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan dan motivasi birokrat pelaksana untuk melakukan pekerjaan lebih baik lagi. Organisasi publik memiliki stakeholder yang lebih banyak dan kompleks dari pada organisasi privat atau swasta. Stakeholder organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan satu sama lainnya. Akibatnya ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholder akhirnya juga berbedabeda. Banyak birokrasi menempatkan pencapaian target sebagai ukuran kinerja, sedangkan masyarakat sebagai pengguna jasa, lebih suka kualitas layanan sebagai ukuran kinerja. Ada tiga konsep yang dapat digunakan mengukur kinerja organisasi publik (Moeheriono, 2011) yaitu: 1. Responsivitas (responsiveness), yaitu menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 2. Responsibilitas (responsibility), yaitu pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan secara implisit maupun eksplisit. 3. Akuntabilitas (accountability), yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik yang diharapkan dari masyarakat, bisa berupa penilaian dari wakil rakyat, pejabat, dan masyarakat. Pemerintah telah menyusun alat ukur untuk mengukur kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui keputusan Menpan nomor 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Pelayanan Instansi Pemerintah. Berdasarkan keputusan tersebut terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi, yaitu:

42 26 1. Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. 3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). 4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. 5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. 6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. 7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh penyelenggara pelayanan. 8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. 9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. 10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh pelayanan. 11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. 12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. 14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko-risiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

43 27 C. Aplikasi Sistem Pengukuran Kinerja 1. Aspek Pengukuran Kinerja Organisasi Dari beberapa sistem pengukuran yang dibuat para pakar tersebut terlihat aspek pengukuran kinerja yang bervariasi. Beberapa contoh aspek pengukuran kinerja pada sistem pengukuran kinerja yang dibuat para pakar dapat dilihat pada Tabel 3. Perbedaan jumlah dan jenis tinjauan aspek dalam sistem pengukuran kinerja yang telah ada memberikan informasi bahwa aspek pengukuran kinerja tergantung dari sifat, maksud/tujuan pendirian, visi dan misi serta kebutuhan organisasi. Organisasi non profit berbeda dengan organisasi yang berorientasi pada profit. Meskipun aspeknya dapat sama tetapi tinjauannya dapat berbeda seperti aspek keuangan. Aspek keuangan pada organisasi non profit meninjau efisiensi kegiatan, sedangkan aspek keuangan pada organisasi profit menekankan pada penjualan dan laba. Tabel 3 Aspek Pengukuran Kinerja Sistem Pengukuran Kinerja Balance Scorecard Integrated Performance Measurement System (IPMS) Performance Prism Aspek Pengukuran Kinerja 1. Financial 2. Internal Business Processes 3. Learning & Growth 4. Customer 1. Bisnis induk 2. bisnis 3. Proses bisnis 4. Aktivitas 1. Stakeholder Satisfaction 2. Pelanggan 3. Karyawan 4. Pemilik Modal 5. Supplier 6. Pemerintah dan masyarakat 7. Rencana Strategis 8. Proses 9. Capabilities 10. Stakeholder Contribution

44 28 Sistem Pengukuran Kinerja Strategic Management Analysis and Reporting Technique (SMART) Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) / Malcolm Baldrige Criteria for Performance Exellence (MBCfPE) Organisasi Non profit (Moheriono,2011) Manajemen Kinerja koorporasi dan Organisasi (Wibisono, 2011) Aspek Pengukuran Kinerja (David Parmenter dalam Moheriono, 2011) Aspek Pengukuran Kinerja 1. Keuangan 2. Pasar 3. Produktivitas 4. Fleksibilitas 5. Pelanggan 6. Biaya 7. Waktu Proses 8. Pengiriman 9. Kualitas 1. Kepemimpinan 2. Perencanaan Strategis 3. Fokus Pasar dan Pelanggan 4. Pengukuran, Analisis dan Manajemen Pengetahuan 5. Fokus Sumber Daya Manusia 6. Manajemen Proses 7. Keunggulan Kinerja. 1. Pengurus, Pembina, Penasehat Yayasan 2. Keuangan 3. Pelayanan 4. Hubungan Internal 1. Investor 2. Pelanggan 3. Pemerintah 4. Komas 5. Pegawai 1. Keuangan 2. Pelanggan 3. Internal 4. Pembelajaran dan pertumbuhan 5. Lingkungan komas 6. Kepuasan karyawan 2. Indikator Pengukuran Kinerja Organisasi Dari aspek pengukuran kinerja di atas di beberapa literatur penelitian didapatkan indikator sebagaimana tertera pada Tabel 4. Indikator-indikator tersebut merupakan hasil penelitian yang disesuaikan dengan kondisi organisasi setempat dan kebutuhan dari upaya peningkatan kinerja organisasi tersebut. Setiap kondisi dan kebutuhan organisasi yang berbeda akan menghasilkan indikator yang berbeda pula. Begitu pula organisasi satu dengan organisasi lain dalam aspek pengukuran

45 29 kinerja yang sama dapat memiliki indikator yang berbeda. Hal ini juga disebabkan oleh jenis usaha, kondisi ataupun tujuan organisasi yang berbeda. Contoh indikator pada Tabel 4 merupakan alternatif indikator yang dapat dipilih beberapa atau kesemuanya atau ada indikator lainnya. Organisasi dapat memilih indikator sesuai dengan kesepakatan dengan pihak lain yang berkepentingan, baik pihak eksternal maupun internal. Indikator merupakan alat ukur kinerja manajemen organisasi sehingga harus benar-benar mencerminkan kualitas kegiatan yang dilakukan. Di samping itu indikator biasanya disesuaikan dengan prosedur atau dokumen yang ada sehingga tidak menyulitkan pada saat pengukuran. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan indikator baik jumlah dan jenisnya adalah waktu dan biaya pengukuran. Apabila dalam melakukan pengukuran suatu indikator memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar maka harus dikaji ulang seberapa besar manfaatnya. Apalagi untuk usaha kecil, pengukuran indikator diupayakan yang paling sederhana sehingga mudah dan tidak memberatkan. Tabel 4 Macam Indikator Kinerja Organisasi Aspek Pengukuran Indikator Pengukuran Kinerja Kinerja Financial / Keuangan 1. Return on Total Asset (ROA) 2. Return on Investment (ROI) 3. Return on Equity (ROE) 4. Prosentase Profit Margin 5. Prosentase Sales Growth Total Asset Turnover (TATO) 6. Efektivitas penyaluran dana pinjaman dan hibah 7. Tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman Internal Business 1. Supplier Lead Time (SLT) Processes 2. Persentage of Defective (PDU) 3. Number of Transaction proses inovasi (penelitian dan pengembangan produk) 4. Proses inovasi: penelitian dasar dan terapan, pengembangan produk 5. Proses operasi: efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu (time, quality, cost) 6. Pelayanan purna jual

46 30 Aspek Pengukuran Kinerja Learning & Growth Customer/ Pelanggan Karyawan Pemilik Modal Supplier Masyarakat Indikator Pengukuran Kinerja 1. Employee Turnover (ETO) 2. Suggestion Rate (SR) 3. Absenteeisem 4. Tardiness 5. Percentage of New Employee (PNE) 6. Employee Training (ET) 7. Kemampuan karyawan 8. Kemampuan sistem informasi 9. Motivasi, pemberian wewenang dan pembatasan wewenang karyawan 1. Customer Retention (CRe) 2. Customer Acquisition 3. Persentage of Complain (PC) 4. Time Delevery (OTD) 5. Sales Return (SR) 6. Customer satisfaction 7. Prosentase pertumbuhan jumlah pelanggan 8. Customer satisfaction: survei, interview 9. Customer profitability: activity Base Costing (ABC) 10. Rasio jumlah keluhan terlayani 1. Jumlah reward yang diberikan 2. Presentasi absensi karyawan 3. Tingkat kecelakaan kerja 4. Breakdown machine ratio 5. Damage point Ratio 6. Job description 7. Penilaian karyawan umpan balik Ketersediaan Pelatihan 1. Prosentase Total Sales Growth 2. Tingkat perputaran aset total 3. Prosentase net profit margin 4. Return on Equity (ROE) 5. Quick Ratio 6. Current Ratio 1. Jangka waktu pembayaran 2. Keluhan peserta tender 3. Keterlambatan pengiriman barang 1. Frekuensi sosialisasi program ke masyarakat 2. Transparansi 3. Promosi anti KKN

47 31 Aspek Pengukuran Kinerja Rencana Strategis Capabilities Pasar Produktivitas Biaya Waktu Proses Pengiriman Kualitas Pengurus, Pembina, Penasehat Yayasan Administrasi Indikator Pengukuran Kinerja 1. RKA 2. SOP 3. Pembagian tugas yang jelas 4. Struktur Organisasi 1. Penerapan sistem operasional 2. Penerapan sistem manajemen 3. Prosedur pengawasan 1. Pangsa pasar 2. Jumlah order 3. Jumlah produk terjual 1. Persentase produk cacat 2. Konsistensi hasil produksi 3. Jumlah produk yang tidak sesuai QC 4. Jumlah produk inovasi 5. Tingkat produktivitas karyawan 1. Harga pokok produksi 2. Biaya operasional 3. Biaya nonoperasional 4. Efisiensi 1. Lamanya proses produksi 2. Lamanya penanganan keluhan pelanggan 3. Lamanya pembayaran supplier 1. Waktu pengiriman 2. Biaya pengiriman 3. Jumah cacat pada waktu pengiriman 1. Jumlah produk cacat 2. Jumlah keluhan pelanggan karena kualitas 1. Jumah teguran pengurus dari pengawas 2. Laporan periodik 3. Maksimal biaya operasional 1. Laporan periodik 2. Standarisasi dokumentasi 3. Kodefikasi dokumen D. Penelitian Sistem Pengukuran Kinerja Organisasi yang Telah Dilakukan Sampai saat ini telah banyak model sistem pengukuran kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi. Masing-masing sistem pengukuran terdapat kelebihan dan kelemahan. Pemilihan sistem pengukuran kinerja disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang diukur kinerjanya. Terdapat pula sistem pengukuran kinerja yang dikombinasikan dari model-model di atas agar dapat sesuai dengan kebutuhan organisasi.

48 32 Beberapa penelitian pengembangan sistem pengukuran kinerja untuk mencari kesesuaian dengan organisasi, telah dilakukan di berbagai macam organisasi. Berikut disampaikan beberapa penelitian yang dimaksud. 1. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Konsep Balanced Scorecard Studi Kasus pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Solo oleh Dhika Pratiwi Putri (2008). PT. Bank Tabungan Negara Cabang Solo merupakan salah satu bank milik pemerintah (BUMN) yang mempunyai visi menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah. Persaingan domestik dan global mengharuskan perusahaan menaruh perhatian pada penciptaan dan pemeliharaan keunggulan bersaing melalui penyampaian produk dan layanan yang lebih baik pada konsumen. Untuk dapat menjamin suatu organisasi berlangsung dengan baik, maka organisasi perlu mengadakan evaluasi terhadap kinerjanya. Dalam evaluasi tersebut diperlukan suatu standar pengukuran kinerja yang tepat, dalam arti tidak hanya berorientasi pada sektor keuangan saja. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan informasi dari sektor non keuangan, seperti kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang hanya berfokus pada aspek keuangan saja untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu dikembangkan suatu konsep pengukuran kinerja perusahaan yang cukup komprehensif yaitu Balanced Scorecard, yang terdiri dari empat perspektif yang meliputi perspektif keuangan, konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan. (1) Pengukuran kinerja perspektif keuangan Pengukuran kinerja dari perspektif keuangan diukur dengan menggunakan rasio keuangan yaitu: a) Return on Investment (ROI), b) Profit margin, c) Operation Ratio.

49 33 (2) Pengukuran kinerja perspektif pelanggan/konsumen Pengukuran kinerja dari perspektif pelanggan/konsumen menggunakan perhitungan: a) Market share, b) Tingkat kepuasan konsumen, c) Profitabilitas konsumen. (3) Pengukuran kinerja perspektif proses internal bisnis Pengukuran kinerja dari perspektif proses internal bisnis menggunakan perhitungan: a) Inovasi produk, b) Proses operasi, c) Layanan purna jual ditunjukkan dengan penanganan keluhan nasabah, yaitu dengan mengukur jumlah keluhan yang ditangani dibandingkan dengan jumlah keseluruhan keluhan. (4) Pengukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Pengukuran kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan perhitungan: a) Tingkat produktivitas karyawan, b) Tingkat retensi karyawan, c) Tingkat kepuasan karyawan. Analisis pengukuran kinerja PT. Bank Tabungan Negara Cabang Solo dilakukan dengan konsep Balanced Scorecard. Selanjutnya digunakan beberapa metode analisis yaitu mengetahui visi dan misi perusahaan, penetapan target dari masing-masing perspektif, serta pengukuran kinerja dari masing-masing perspektif. Untuk mendukung penelitian ini, disebarkan kuesioner kepada nasabah dan karyawan. Populasinya adalah seluruh nasabah dan karyawan PT Bank Tabungan Negara Cabang Solo, sedangkan sampel yang diambil masing-masing adalah 100 responden untuk nasabah dan 20 responden untuk karyawan. Kuesioner digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen dan karyawan. Kuesioner tersebut juga telah diujicobakan, guna mengukur tingkat validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas kuesioner dengan menggunakan korelasi product moment Pearson, dihasilkan nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item Total

50 34 Correlation lebih besar daripada r-tabel (r-hitung > r-tabel), sehingga masingmasing butir pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid. Uji reliabilitas dengan menggunakan Spearmen Brown dan diperoleh koefisien reliabilitas dengan nilai Cronbach s Alpha > 0,60 sehingga kuesioner dinyatakan reliabel. Dari hasil analisis pengukuran kinerja pada PT Bank Tabungan Negara Cabang Solo dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard dapat disimpulkan bahwa dari keempat perspektif yang dianalisis ada beberapa kinerja yang belum baik atau belum mampu mencapai target yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perusahaan diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerjanya dengan menyeimbangkan antara kinerja dari aspek keuangan dan nonkeuangan guna mewujudkan misi dan visinya. 2. Pengukuran Kinerja Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Surabaya (UBHARA ) Surabaya dengan Menggunakan Kriteria Malcolm Baldrige oleh Kuspijani (2010). Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) merupakan salah satu tool yang digunakan untuk mengukur kinerja institusi pendidikan. Pada penelitian dilakukan pengukuran kinerja sistem penyelenggara program pendididkan di Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara (UBHARA) Surabaya berdasarkan MBNQA. Tujuh kriteria/ kategori MBNQA yang akan dipergunakan untuk menilai yaitu kriteria 1 Leadership, kriteria 2 Strategic Planning, kriteria 3 Student and Stakeholder Focus, kriteria 4 Information and Analysis, kriteria 5 Faculty and staff Focus, kriteria 6 Educational and Support Process Management dan kriteria 7 Organizational Performance Results. Prosedur yang dilakukan untuk mengukur kinerja dengan menggunakan dasar Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA ) sebagai berikut: (1) Melakukan survei guna mengukur kondisi kinerja terkait. (2) Memasukkan data yang didapat dari hasil survei ke dalam bentuk uraian sesuai dengan Kategori dan Subkategori MBNQA. (3) Melaksanakan brainstorming dengan pihak pada terkait dan pihak universitas untuk melakukan penilaian pada masing masing Subkategori. Penilaian dibuat dalam bentuk persentase berdasarkan kriteria-kriteria yang sesuai dengan tabel Scoring Guidelines MBNQA.

51 35 (4) Melakukan perhitungan pada tabel penilaian untuk mendapatkan nilai-nilai yang menunjukkan kinerja yang diukur, yaitu nilai total dan nilai kategori. Dari hasil pengukuran dapat diketahui titik lemahnya untuk kemudian dicari rekomendasi yang tepat sebagai strategi perbaikan yang dapat meningkatkan kualitas Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara (UBHARA) Surabaya. Untuk meningkatkan kinerja Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, dan Jurusan Teknik Elektro disarankan: (1) yang diukur hendaknya melakukan perbaikan untuk meningkatkan Nilai Total dengan mengacu pada hasil rekomendasi yang telah diberikan. (2) Laksanakan prinsip Continuous Improvement pada terkait, diharapkan pengukuran dilakukan secara periodik setiap enam bulan sekali dan bila nilai setiap kategori sudah di atas 50 %, baru dilakukan setiap satu tahun sekali. (3) Pengukuran kinerja ini perlu dilakukan pada yang lain di Universitas Bhayangkara sebagai bahan evaluasi kondisi secara umum perguruan tinggi untuk mencapai visi dan misi universitas. 3. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Corporate Social Responsibility Berdasarkan Integrasi Model Pengukuran Kinerja PRISM dan Indikator Kinerja GRI (Studi Kasus: PT. Semen Gresik, Tbk) oleh Rahmadhani (2011). Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Semen Gresik dilakukan sejak tahun Strategi CSR Semen Gersik adalah : (1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) Meningkatkan kualitas lingkungan, (3) Memperbaiki dan meningkatkan corporate image dan (4) Memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan. Program CSR Semen Gresik adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Pelaksanaan program berada di bawah Departemen Pengelolaan Sosial dan Lingkungan yang bertanggung jawab langsung ke Direktur Utama Semen Gresik. Pengukuran Kinerja CSR Semen Gresik yaitu Sustainability Report (SR) dengan mengacu pada Global Reporting Initiative (GRI). Sustainability Report (SR) Semen Gresik menunjukkan pengungkapan informasi atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders, yaitu karyawan, konsumen, dan masyarakat. Dalam SR Semen Gresik tidak disebutkan indikator-indikator

52 36 kinerja GRI yang digunakan oleh perusahaan. Artinya: Semen Gresik belum memiliki KPI-KPI CSR. Penelitian dilakukan atas dasar permasalahan bagaimana merancang model pengukuran kinerja CSR berdasarkan integrasi model pengukuran kinerja PRISM dan GRI? Untuk itu tujuan penelitian diarahkan untuk: (1) mengintegrasikan model pengukuran kinerja PRISM dan SR-GRI sebagai model pengukuran kinerja CSR, (2) merumuskan Key Performance Indicator CSR perusahaan berdasarkan hasil integrasi model pengukuran kinerja PRISM dan GRI, (3) menerapkan hasil integrasi model pengukuran kinerja PRISM dan GRI pada perusahaan. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi stakeholder want and need (2) Identifikasi stakeholder contribution (3) Identifikasi tujuan (objectives) (4) Perumusan strategi untuk memenuhi tujuan (objectives) (5) Perumusan kemampuan proses untuk memenuhi tujuan (objectives) (6) Perumusan kapabilitas perusahaan untuk mendukung terlaksananya strategi dan proses (7) Identifikasi KPI berdasarkan PRISM (8) Identifikasi indikator kinerja CSR berdasarkan GRI (9) Identifikasi indikator kinerja CSR GRI berdasarkan pemenuhan tujuan (objectives) (10) Rekonsiliasi KPI PRISM dengan indikator kinerja CSR GRI (11) Penyusunan KPI CSR hasil rekonsiliasi berdasarkan perspektif stakeholder. Hasil penelitian didapat 42 Indikator Kinerja CSR Semen Gersik sesuai dengan masing-masing stakeholder sebagai berikut: (1) Stakeholder Pemegang Saham yaitu: Revenue growth, Sales volume growth, EBIT growth, prosentase peningkatan harga saham, volume perdagangan saham, dan tingkat kenaikan pertumbuhan rata-rata deviden (CAGR). (2) Stakeholder Calon Investor yaitu: ROA, ROE, EBITDA, DER, jumlah kegiatan yang dilakukan bersamaan antara perusahaan dengan masyarakat,

53 37 media cetak dan media elektronik, dan jumlah pertemuan antara pihak manajemen dan investor. (3) Stakeholder Karyawan yaitu: Jumlah alokasi anggaran kesejahteraan karyawan, tunjangan yang diberikan kepada karyawan tetap yang tidak diberikan kepada karyawan, nilai asuransi karyawan, rata-rata jam pelatihan pertahun perkaryawan berdasarkan jenis/kategori karyawan, jumlah jam orang pelatihan persiapan pensiun (untuk karyawan akhir karir/pensiun), persentase karyawan yang menerima laporan kinerja dan pengembangan karir, prosentase total tenaga kerja yang menjadi wakil dalam komite keselamatan dan kesehatan kerja, frekuensi kecelakaan kerja, jumlah ketidakpatuhan dalam memperhatikan K3 karyawan berdasarkan kontrak kerja dengan serikat pekerja, jumlah pertemuan dan kegiatan yang dilakukan antara karyawan dengan pihak manajemen perusahaan, presentase karyawan yang dilindungi oleh perjanjian kolektif (melalui serikat pekerja). (4) Stakeholder Konsumen yaitu: Customer satisfaction survey, jumlah komplain konsumen, harga produk, jumlah ketidakpatuhan perusahaan pada regulasi kesehatan dan keamanan produk yang dihasilkan, prosentase produk yang tidak sesuai dengan standar SNI, rasio keluhan konsumen yang terselesaikan terhadap total jumlah keluhan konsumen, dan jumlah fasilitas layanan konsumen. (5) Stakeholder Supplier yaitu: prosentase pembayaran on time, prosentase konsistensi order, prosentase jumlah kontrak kerjasama yang bertahan dan diperpanjang, (6) Stakeholder Pemerintah yaitu: jumlah lapangan kerja per tahun, besarnya anggaran untuk kepentingan lingkungan, besarnya anggaran untuk kepentingan sosial, dan prosentase keterlambatan pembayaran pajak. (7) Stakeholder Masyarakat yaitu: frekuensi bantuan dalam menjaga kelestarian lingkungan, total nilai bantuan (Rp) dalam menjaga kelestarian lingkungan, jumlah tenaga kerja dari masyarakat sekitar, dan frekuensi bantuan untuk pendidikan yang diberikan.

54 38

55 III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi kajian diadakan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta, Gedung Graha SUCOFINDO Jl. Raya Pasar Minggu Kav 34, Jakarta selatan. Wilayah kerja PKBL PT. Sucofindo Jakarta mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan pengelolaan dana terbesar dan mitra binaan terbanyak dibanding dengan PKBL PT. Sucofindo lainnya. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2012 sampai Januari B. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan berbagai macam metode sesuai dengan kegiatan dan kebutuhannya. Terdapat lima kegiatan utama dalam penelitian ini yaitu: (1) Identifikasi sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL saat ini, (2) Studi literatur, (3) Identifikasi harapan stakeholder kepada PKBL, (4) Pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL, dan (5) Pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Diagram alir tahapan kegiatan yang dilakukan, sebagaimana diagram alir pada Gambar 4. Masing-masing kegiatan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan PKBL saat ini Identifikasi dimaksud adalah menelaah sistem kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta saat ini untuk menggali informasi tentang sistem pengukuran kinerja program kemitraan yang sudah diterapkan. Identifikasi dilakukan dengan metode wawancara bertahap dan mendalam (indepth interview) dan metode dokumenter (Bungin, 2007). Dalam bukunya Penelitian Kualitatif Bungin (2007) mengatakan bahwa ada dua karakter obyek penelitian dan penguasaan informasi tentang obyek penelitian, yaitu pertama, sudah dipahami informasi awal tentang obyek penelitian. Kedua, benar-benar buta informasi tentang obyek penelitian. Cara memperoleh informan penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui (1) snowball sampling dan (2) key person. Dalam penelitian ini cara memperoleh informan penelitian melalui key person. Key person adalah tokoh formal atau informal yang diketahui memiliki informasi yang dibutuhkan. Tokoh formal adalah pejabat dalam lingkungan organisasi formal

56 40 sedangkan tokoh informal adalah tokoh masyarakat yang memahami obyek penelitian. Gambar 4 Tahapan Penelitian Metode pengumpulan data tidak terlepas dari bagaimana menentukan sampel. Salah satu metode penentuan sampel adalah purposive sample yaitu sampel yang diambil dengan alasan tertentu. Sampel diambil secara sengaja dengan argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Eriyanto, 2007). Purposive sample dapat dipakai dalam kondisi berikut: Pertama, populasi yang sangat menyebar, dan tidak mempunyai informasi awal tentang populasi. Dengan pertimbangan tertentu akan memilih bagian dari populasi yang akan ditarik sampelnya. Kedua, survei dilakukan dengan tujuan yang spesifik (seperti karakteristik tertentu dari populasi).

57 41 Secara sengaja dipiilih sampel yang sesuai dengan karateristik yang diinginkan (Eriyanto, 2007). Wawancara dilakukan terhadap responden yang ditentukan dengan cara purposive (Eriyanto, 2007) yang merupakan key person dari PKBL yaitu pejabat dalam organisasi formal PKBL PT. Sucofindo. Pejabat dimaksud adalah manajemen PKBL PT. Sucofindo Jakarta dalam hal ini kepala dan para manajer yang ada. Metode dokumenter dilakukan dengan penelaahan pada dokumen dan peraturan tentang kinerja yang berlaku saat ini seperti buku pedoman PKBL PT. Sucofindo dan surat keputusan Menteri Negara BUMN tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara. Kegiatan identifikasi ini menghasilkan informasi sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo yang berlaku saat ini. 2. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan metode dokumenter (Bungin, 2007) yaitu salah satu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis. Data historis tersebut berbentuk bahan dokumenter yang terdiri dari berbagai macam seperti: Otobiografi, surat-surat pribadi, kliping, dokumen pemerintah maupun swasta, buku cerita roman/rakyat, data tersimpan di server/flasdisk/website, dan lain-lain. Dalam penelitian ini metode dokumenter digunakan untuk menggali informasi tentang model-model sistem pengukuran kinerja organisasi yang ada dari buku-buku referensi dan aturan tentang PKBL BUMN. Model-model sistem pengukuran akan menjadi referensi terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL saat ini. Aturan tentang PKBL diharapkan memberi informasi tentang visi, misi dan tujuan pendirian PKBL pada BUMN serta Standard Operating Prosedure (SOP) sebagai pedoman untuk perumusan tujuan utama dari kegiatan PKBL dalam pengembangan sistem pengukuran kinerjanya. 3. Identifikasi Harapan Stakeholder kepada PKBL Pada penelitian yang telah dilakukan seperti Pengukuran Kinerja Corporate Social Responsibility (CSR) di PT. Semen Gresik, Tbk (Rahmadhani, 2011), awal dari pengembangan sistem kinerja dilakukan dengan identifikasi stakeholder want and need. Hal ini sesuai dengan perkembangan fokus perusahaan yang harus mengakomodir semua kebutuhan dan keinginan stakeholder.

58 42 Pada kegiatan ini identifikasi harapan stakeholder diawali dengan pembuatan kuesioner yang didasari oleh kegiatan satu dan dua di atas. Kuesioner terdiri dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka untuk menampung pendapat lain dari stakeholder. Pertanyaan dalam kuesioner mengacu kepada sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL saat ini, peraturan yang ada, dan metode sistem pengukuran organisasi yang telah dibuat para pakar. Kuesioner dibuat untuk masing-masing kelompok stakeholder. Sebelum kuesioner digunakan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji keakuratan dan kehandalan kuesioner agar data yang dihasilkan bisa menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Tahapan proses pengembangan kuesioner seperti dalam Gambar 5. Uji validasi dan uji reliabilitas dilakukan kepada responden yang berbeda dengan responden penelitian. Pemilihan responden untuk pengujian kuesioner adalah secara purposif dimana responden dipilih sesuai kriteria. Kriteria dimaksud adalah orang yang mengerti PKBL dan UKM. Gambar 5 Tahapan Pengembangan Kuesioner

59 43 Uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan untuk kuesioner masyarakat dan kuesioner usaha kecil dengan responden masing-masing sebanyak 30 orang. Hasil uji akan validitas dan reabilitas instrumen ini menentukan apakah kuesioner tersebut layak digunakan atau perlu penyempurnaan. Uji validitas dilakukan untuk menguji kuesioner apakah kuesioner baik sebagai instrumen. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Ada dua macam validitas yaitu validitas eksternal dan validitas internal (Arikunto, 2006). Validitas eksternal yaitu apabila data yang dihasilkan sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel tersebut. Salah satu rumus validitas instrumentasi dinyatakan dengan nilai koefisien validitas korelasi product moment Pearson (r xy ) sebagai berikut: Harga r xy menunjukkan koefisien validitas korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan. Ada tidaknya korelasi ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat dibelakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka dibelakang koma maka dianggap bahwa antara variabel X dengan variabel Y tidak ada korelasi. Validitas internal adalah ukuran kesesuaian antara bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Validitas internal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: dengan analisis faktor dan analisis butir. Analisis faktor dilakukan apabila antara faktor yang satu dengan faktor yang lain terdapat kesamaan, kesinambungan atau tumpang tindih. Hal ini dapat diuji dengan mengkorelasikan jumlah skor-skor yang ada dalam satu faktor dengan jumlah skor pada faktor lain. Analisis butir menganalisis skor-skor yang ada pada butir tersebut dengan skor total. Perbandingan antara jumlah skor butir dengan skor total merupakan indeks validitas.

60 44 Untuk menghitung nilai r xy dalam penelitian ini digunakan aplikasi komputer dengan Statistical Program for Social Science (SPSS) statistik versi SPSS merupakan aplikasi program komputer untuk menyelesaikan permasalahan statistik. Berikut langkah-langkah penggunaan SPSS dalam menghitung r xy: (1) Masukkan data ke dalam data editor SPSS. (2) Berikan nama/label variabel pada variabel view (X2, X3,. Xn dan X1 untuk jumlah X2, X3, Xn) (3) Klik Analyze Correlate Bivariate (4) Muncul kotak bivariate correlation (5) Pindahkan masing-masing X1, X2,...Xn dan Total_X1 ke sebelah kanan pada kolom variabel. (6) Klik OK. Dari langkah di atas didapat nilai r xy hasil perhitungan tiap-tiap item pertanyaan. Nilai r xy hasil hitung dibandingkan dengan r tabel produck moment. Apabila nilai r xy hasil hitung lebih besar dari r tabel produck moment Pearson maka pertanyaan dinyatakan valid. Hasil uji validitas kuesioner yang telah disusun dengan SPSS statistik versi 17.0 untuk kuesioner masyarakat disajikan pada Tabel 5 dan untuk kuesioner usaha kecil pada Tabel 6. Dari tabel produck moment Pearson dengan n = 30 dan kepercayaan 95 %, didapat nilai r = Nilai koefisien korelasi hasil hitung pada Tabel 5 dan Tabel 6 semua berada di atas nilai r tabel produck moment Pearson maka semua item pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan valid. Tabel 5 Nilai Koefisien Korelasi Uji Validitas Kuesioner Masyarakat No. Pertanyaan Nilai Koefisien Korelasi No. Pertanyaan Nilai Koefisien Korelasi No. Pertanyaan Nilai Koefisien Korelasi

61 45 Tabel 6 Nilai Koefisien Korelasi Uji Validitas Kuesioner Usaha Kecil No. Pertanyaan Nilai Koefisien Korelasi No. Pertanyaan Nilai Koefisien Korelasi No. Pertanyaan Nilai Koefisien Korelasi Uji reliabilitas adalah uji instrumen apakah instrumen tersebut dapat cukup dipercaya atau tidak sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang dapat dipercaya akan menghasilkan data yang dapat dipercaya. Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. Uji reliabilitas eksternal dilakukan bila ukuran atau kriteria berada di luar instrumen. Sebaliknya uji reliabilitas internal dilakukan apabila ukuran atau kriteria berada dalam instrumen (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas eksternal dilakukan dengan cara mengulang dua kali, apabila datanya memang benar sesuai kenyataan maka berapa kali pun diulang akan memberi jawaban yang sama. Uji reliabilitas internal dapat dilakukan dengan berbagai teknik yaitu: dengan rumus Spearman-Brown, dengan rumus Flanagan, dengan rumus Rulon, dengan rumus K-R20, dengan rumus K-R21, dengan rumus Hyot, dan dengan rumus Cronbach alpha. Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan nilai Cronbach alpha yang dihitung menggunakan komputer dengan aplikasi SPSS statistik versi Standar nilai Cronbach alpha adalah sebgai berikut: (1) Nilai Cronbach alpha 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel (2) Nilai Cronbach alpha 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel (3) Nilai Cronbach alpha 0,41 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel (4) Nilai Cronbach alpha 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel (5) Nilai Cronbach alpha 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel Program aplikasi komputer SPSS memiliki fasilitas untuk menghitung nilai Cronbach alpha. Berikut langkah-langkah penggunaan SPSS untuk uji reliabilitas : (1) Lanjutkan langkah uji validitas di atas dengan klik analyze Scale Reliability Analysis

62 46 (2) Muncul kotak reliability analysis. (3) Pindahkan masing-masing X1, X2,...Xn ke sebelah kanan pada kolom items. (4) Klik Statistics pada sebelah kanan atas kotak reliability analysis. (5) Muncul kotak Reliability Analysis. (6) Tandai pada kolom scale if item deleted. (7) Klik Continue. Dari langkah di atas didapat nilai Cronbach alpha untuk kuesioner masyarakat dan untuk kuesioner usaha kecil. Nilai-nilai tersebut di atas masuk dalam katagori sangat reliabel sehingga kuesioner dapat digunakan. Data kuesioner, hasil uji validitas dan hasil uji reliabilitas kuesioner masyarakat dan usaha kecil disajikan dalam Lampiran 1,2,3,4,5, dan 6. Selanjutnya dengan kuesioner tersebut dilakukan survei terhadap stakeholder PKBL. Stakeholder PKBL dimaksud adalah masyarakat, usaha kecil, karyawan PKBL, manajemen BUMN, dan kementerian Negara BUMN untuk stakeholder masyarakat dan usaha kecil responden ditentukan dengan cara purposif yaitu responden dipilih dengan sengaja yang dipandang mengerti tentang PKBL BUMN (Key Person). Adapun stakeholder karyawan, manajemen dan Kementerian BUMN dilakukan sensus. Kerangka sampel identifikasi harapan stakeholder disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Kerangka Sampel Identifikasi Harapan Stakeholder Stakeholder PKBL Populasi Sampel Masyarakat (pakar, ketua asosiasi usaha kecil menengah, masyarakat penerima hibah, dll) Usaha Kecil (mantan/calon/mitra binaan PKBL PT. Sucofindo) - 31*) 6.052**) 32*) Karyawan PKBL PT. Sucofindo Jakarta 7 7 Manajemen BUMN yaitu Manajemen PT. Sucofindo PKBL 4 4 Kementerian Negara BUMN 7 7 Keterangan: *) Jumlah sampel minimal penelitian kualitatif adalah 30 responden (Arikunto, 2010) **) PKBL PT. Sucofindo, 2011b

63 47 Dari Tabel 7 stakeholder PKBL yang menjadi responden dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Masyarakat Masyarakat diwakili oleh masyarakat umum, pemerhati usaha kecil yang ada di sekitar Jakarta (pakar/pengurus asosiasi usaha kecil/perkumpulan pedagang). Jumlah sampel masyarakat yang diambil sebagai obyek survei adalah 31 responden yang merupakan key person dalam populasinya. b. Usaha kecil Usaha kecil dimaksud adalah usaha kecil yang sesuai dengan Kementerian nomor 05/MBU/2007, yang pernah menjadi mitra binaan, mitra binaan saat ini dan yang belum pernah menjadi mitra binaan PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Jumlah sampel usaha kecil yang diambil sebagai obyek survei adalah 32 responden. c. Manajemen BUMN Manajemen BUMN dimaksud adalah pejabat struktural PT. Sucofindo yang membawahi PKBL yaitu Direktur Keuangan & Pendukung Strategis dan pejabat struktural di PKBL yaitu Kepala PKBL, Kasubag Keuangan dan Administrasi, Kasubag Operasional. Dari uraian di atas terdapat empat responden yang mewakili manajemen PT. Sucofindo. d. Kementerian Negara BUMN Kementerian Negara BUMN dimaksud adalah pejabat struktural di Kementerian Negara BUMN yang membidangi PKBL yaitu Asisten Deputi Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan, Kepala Bidang Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan I, Kepala Bidang Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan II, dan Kepala Sub Bidang Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan Ia, Kepala Sub Bidang Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan Ib, Kepala Sub Bidang Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan IIa, dan Kepala Sub Bidang Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan IIb. Dari uraian di atas terdapat tujuh responden yang mewakili Kementerian Negara BUMN. e. Karyawan PKBL Karyawan PKBL dimaksud adalah para pekerja yang sehari-hari bekerja melaksanakan kegiatan PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Dimana seluruh karyawan PKBL yang berjumlah tujuh orang, sebagai responden.

64 48 Survei identifikasi harapan stakeholder kepada PKBL dilakukan dengan cara wawancara dan pemberian kuesioner kepada stakeholder PKBL. Identifikasi dengan kuesioner diharapkan dapat menyimpulkan harapan stakeholder terhadap PKBL BUMN. Harapan stakeholder yang teridentifikasi diolah dengan metode ranking untuk melihat harapan stakeholder yang paling diharapkan oleh stakeholder dalam tiap-tiap kelompoknya. Tiap-tiap kelompok diambil maksimal empat harapan dengan ranking tertinggi sehingga didapat 20 harapan stakeholder terpilih. Harapan stakeholder terpilih diklasifikasi untuk mengelompokkan harapan yang sama. Mekanisme identifikasi harapan stakeholder terlihat pada Gambar 6. Gambar 6 Identifikasi Harapan Stakeholder 4. Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan PKBL Pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan diawali dengan penentuan indikator kinerja. Harapan stakeholder yang telah di-ranking dan diklasifikasi, didiskusikan dengan beberapa pakar dan mengacu pada referensi model pengukuran kinerja yang ada untuk menentukan indikator yang digunakan pada mengukur pencapaian harapan tersebut. Indikator dibuat dengan menggunakan Logical Framework Analysis (LFA) yang akan menghasilkan indikator pengukuran kinerja berdasarkan harapan stakeholder. Tahapan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 7.

65 49 Untuk mendapatkan indikator yang sesuai dengan syarat dan kriteria dilakukan analisis menggunakan matriks kesesuaian yaitu kesesuaian antara indikator dengan syarat dan kriterianya. Untuk indikator yang tidak memenuhi syarat dan kriteria maka tidak akan digunakan sebagai indikator. Langkah selanjutnya adalah memilih IKU yang dilakukan dengan perbandingan berpasangan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk dapat menghitung bobot yang sekaligus me-ranking untuk memilih IKU. Pemilihan IKU akan dibatasi maksimal 10 IKU. Dilakukan pembobotan ulang terhadap IKU tersebut, yaitu dengan menghitung secara proporsional dari hasil AHP di atas. Gambar 7 Pembuatan Indikator dan Pemilihan IKU Dari indikator utama yang didapat, dikembangkan pula dokumen sumber verifikasi (sources of verification) yaitu sumber dokumen untuk melakukan

66 50 verifikasi penilaian indikator tersebut. Sumber dokumen untuk verifikasi dikembangkan mengacu pada prosedur yang ada. Hal ini untuk menunjang pelaksanaan penilaian dan memenuhi syarat indikator kinerja yaitu SMART-C. Alur proses pengembangan indikator utama ke sistem pengukuran disajikan pada Gambar 8. Penentuan kriteria penilaian dilakukan dengan pengembangan skor/angka. Sistem pembuatan skor yang digunakan adalah Objective Matrix (OMAX) untuk setiap indikator. Skor OMAX terletak pada rentang nol sampai dengan 10, dimana nilai nol menunjukkan bahwa kinerja sangat jauh di bawah target (kinerja terjelek), dan nilai 10 menunjukkan kinerja tertinggi. Nilai 1-9 adalah nilai interpolasi antara nilai nol dan 10. Penyetaraan nilai dengan skor dilakukan dengan pendapat pakar dalam Focus Group Discussion (FGD). Gambar 8 Pengembangan Indikator Kinerja Utama dengan Objective Matrix

67 51 5. Pengukuran Kinerja Program Kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta Dari hasil pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL dilakukan penerapan langsung di PKBL PT. Sucofindo Jakarta. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan audit dokumen terhadap dokumen sumber verifikasi (sources of verification) yang telah ditetapkan dalam sistem pengukuran kinerja hasil pengembangan. Penilaian dilakukan untuk kinerja program kemitraan PKBL tahun 2011 sehingga dokumen yang menjadi obyek audit adalah dokumen PKBL PT. Sucofindo Jakarta tahun Dengan melakukan perhitungan penilaian dan skor terhadap dokumen sumber verifikasi (sources of verification) maka didapat nilai kinerja program kemitraan PKBL. C. Analisis Data Analisis data dilakukan secara berjenjang dengan beberapa metode untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Logical Framework Analysis (LFA) Logical Framework Analysis (LFA) adalah instrumen analisis, presentasi dan manajemen yang dapat membantu perencana untuk menganalisis situasi existing, membangun hirarki logika dari tujuan yang akan dicapai, mengidentifikasi risiko potensial yang dihadapi dalam pencapaian tujuan dan hasil, membangun cara untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tujuan (output) dan hasil (outcomes), menyajikan ringkasan aktivitas suatu kegiatan serta membantu upaya monitoring selama pelaksanaan implementasi proyek (Ausguidline, 2005 dalam Yantieuyulandh, 2011 ). Metode LFA dilakukan dengan bantuan dikusi dengan pakar dan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis data harapan stakeholder yang diperoleh dari survei dengan kuesioner sehingga didapat indikator untuk mengukur pencapaian harapan tersebut. 2. Analytical Hierarchy Process (AHP) Proses tingkatan analitik (Analytical Hierarchy Process) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judment dalam memilih alternatif yang paling disukai. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise

68 52 comparisons) Kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif (Saaty dalam Marimin, 2005). Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut saaty (1983) dalam Marimin (2005) untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty adalah sebagai berikut: Nilai 1 adalah kriteria/alternatif A sama dengan kriteria/alternatif B Nilai 3 adalah A sedikit lebih penting dari B Nilai 5 adalah A jelas lebih penting dari B Nilai 7 adalah A sangat jelas lebih penting dari B Nilai 9 adalah A mutlak lebih penting dari B Adapun nilai 2, 4, 6, 8 adalah apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan. Berikut penjelasan langkah-langkah metode AHP, yakni: a) Menentukan jenis-jenis kriteria yang akan menjadi persyaratan calon pejabat struktural. b) Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan. c) Menjumlah matriks kolom. d) Menghitung nilai elemen kolom kriteria dengan rumus, masing-masing elemen kolom dibagi dengan jumlah matriks kolom. e) Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus, menjumlah matriks baris hasil langkah ke d dan hasilnya dibagi dengan jumlah kriteria. f) Menentukan alternatif-alternatif yang akan menjadi pilihan. g) Menyusun alternatif-alternatif yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan untuk masing-masing kriteria, sehingga akan ada sebanyak n buah matriks berpasangan antar alternatif. h) Masing-masing matriks berpasangan antar alternatif sebanyak n buah matriks, masing-masing matriksnya dijumlah per kolomnya. i) Menghitung nilai prioritas alternatif masing-masing matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus seperti langkah d dan langkah e. j) Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus, masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah b dikalikan dengan

69 53 nilai prioritas kriteria. Hasilnya masing-masing baris dijumlah, kemudian hasilnya dibagi dengan masing-masing nilai prioritas kriteria sebanyak λ 1, λ 2, λ 3,.., λ n. k) Menghitung Lamda max dengan rumus: λmax = λ / n l) Menghitung Consistensy Index (CI) dengan rumus : CI = λmax / (n-1) m) Menghitung Consistency Ratio (CR) dengan rumus: CR = CI / RI, RI= Random Index dari tabel RI, pada Lampiran 12, Jika CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang. 3. Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion yang lebih terkenal dengan singkatannya FGD merupakan salah satu metode riset kualitatif yang paling terkenal selain teknik wawancara. FGD adalah diskusi terfokus dari suatu group untuk membahas suatu masalah tertentu, dalam suasana informal dan santai. Jumlah pesertanya bervariasi antara 8-12 orang, dilaksanakan dengan panduan seorang fasilitator. FGD dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dalam suatu penelitian terhadap fokus masalah yang diteliti. Kehadiran orang lain menjadi penolong terhadap kelemahan pemikiran pribadi (Bungin, 2007). Dalam proses FGD melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Penentuan peserta FGD berkaitan dengan beberapa hal, yaitu keahlian/kepakaran, pengalaman, pribadi terlibat, tokoh otoritas, dan masyarakat (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini FGD digunakan untuk menetapkan standar nilai yang digunakan untuk menentukan skor penilaian. Standar nilai ditetapkan dalam diskusi dengan memperhatikan data sejarah dari tiap-tiap indikator yang menjadi acuan penilaian.

70 54 4. Objective Matrix (OMAX) Objective Matrix (OMAX) dikembangkan oleh James L. Riggs berdasarkan pendapat bahwa penilaian adalah fungsi dari beberapa faktor kinerja yang berlainan. Konsep dari pengukuran ini yaitu penggabungan beberapa kriteria kinerja ke dalam sebuah matriks. Setiap kriteria kinerja memiliki sasaran berupa jalur khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya terhadap tujuan organisasi. Hasil akhir dari pengukuran ini adalah nilai tunggal organisasi. Dengan menggunakan Omax, pihak manajemen dapat dengan mudah menentukan kriteria apa yang menjadi ukuran. Pada akhirnya pihak manajemen dapat mengetahui organisasi yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan bobot dan skor untuk setiap kriteria. Penentuan kriteria penilaian dilakukan dengan pengembangan skor/angka. Skor OMAX terletak pada rentang nol sampai dengan10, dimana nilai nol menunjukkan bahwa kinerja sangat jauh di bawah target (kinerja terjelek) dan nilai 10 kinerja terbaik atau menunjukkan kinerja telah mencapai target dan jauh melampaui target. Nilai satu sampai dengan sembilan merupakan nilai interpolasi antara nilai nol dan 10. Penentuan target dan nilai pada skor OMAX dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD).

71 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja PKBL PT. Sucofindo Saat Ini 1. Gambaran Umum PT. Sucofindo PT. Superintending Company of Indonesia (PT. Sucofindo) adalah perusahaan inspeksi pertama di Indonesia. Sebagian besar sahamnya, yaitu 95 persen, dikuasai Negara dan lima persen milik Societe Generale de Surveillance Holding SA ( SGS ). PT. Sucofindo sendiri berdiri pada 22 Oktober Bisnisnya bermula dari kegiatan perdagangan terutama komoditas pertanian dan kelancaran arus barang dan pengamanan devisa negara dalam perdagangan ekspor-impor. Seiring dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha, Sucofindo melakukan langkah kreatif dan menawarkan inovasi jasa-jasa baru berbasis kompetensinya. Melalui studi analisis dan inovasi, dilakukan diversifikasi jasa sehingga lahirlah jasa-jasa warehousing dan forwarding, analytical laboratories, industrial and marine engineering, dan fumigation and industrial hygiene. Sampai saat ini telah memiliki 152 jenis jasa yang diklasifikasikan dalam lima jenis yaitu: Inspeksi dan Audit, Pengujian dan Analisa, Layanan Sertifikasi, Layanan Pelatihan, dan Layanan Konsultasi. Keanekaragaman jasa ini dikemas secara terpadu, jaringan kerja laboratorium, cabang dan titik layanan di berbagai kota di Indonesia. Sampai saat ini PT. Sucofindo mempunyai 34 cabang dan 17 Laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah karyawan tetap PT. Sucofindo adalah orang yang tesebar di seluruh cabang dan berasal dari berbagai strata pendidikan dan disiplin ilmu. PT. Sucofindo dipimpin oleh seorang Direktur Utama. Dalam melaksanakan tugasnya Direktur Utama dibantu oleh empat orang direktur yaitu Direktur Operasi I, Direktur Operasi II, Direktur Pengembangan Bisnis dan Direktur Keuangan dan Pendukung Strategis. Di bawah Direksi terdapat Divisi, Bisnis Strategis, Cabang, Laboratorium, Satuan Pengendalian Internal dan Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Struktur organisasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.

72 56 Gambar 9 Struktur Organisasi PT. Sucofindo Sesuai tujuan PT. Sucofindo untuk turut melaksanakan serta menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional maka PT. Sucofindo pada tahun 1986 mulai aktif berperan serta dalam menunjang pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah di bidang ekonomi melalui kegiatan pemeriksaan barang ekspor, pemeriksaan verifikasi daftar induk (masterlist), verifikasi laporan realisasi ekspor dan verifikasi dalam rangka penetapan tingkat kandungan lokal kendaraan bermotor atau komponen buatan dalam negeri.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja PKBL PT. Sucofindo Saat Ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja PKBL PT. Sucofindo Saat Ini IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja PKBL PT. Sucofindo Saat Ini 1. Gambaran Umum PT. Sucofindo PT. Superintending Company of Indonesia (PT. Sucofindo) adalah perusahaan inspeksi

Lebih terperinci

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA bitheula.blogspot.com I. PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu alat negara untuk mendukung perekonomian nasional

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT Sucofindo, Jakarta

Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT Sucofindo, Jakarta Manajemen IKM, Februari - Vol. No. ISSN - http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/ Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Program Kemitraan di PKBL PT Sucofindo, Jakarta Development of the System

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mendorong kegiatan

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER - 02/MBU/7/ 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI BADAN

Lebih terperinci

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) A. Sejarah Ringkas PT Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-05/MBU/2007 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara 1. Gambaran Umum PKBL BUMN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara 1. Gambaran Umum PKBL BUMN II. TINJAUAN PUSTAKA A. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara 1. Gambaran Umum PKBL BUMN Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi bagian penting dari sistem perekonomian Nasional yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan usaha

Lebih terperinci

KUESIONER SURVEI TERKAIT PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) BADAN USAHA MILIK NEGARA

KUESIONER SURVEI TERKAIT PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) BADAN USAHA MILIK NEGARA KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPUTI BIDANG INFRASTRUKTUR BISNIS ASDEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN Jl. Medan Merdeka Selatan No. 13 Jakarta 10110 Indonesia Telp. 021-29935678

Lebih terperinci

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Laporan keuangan tanggal dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut beserta laporan auditor independen LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT TIMAH (PERSERO) TBK LAPORAN KEUANGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013

UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT TIMAH (PERSERO) TBK LAPORAN KEUANGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT TIMAH (PERSERO) TBK LAPORAN KEUANGAN UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN Lampiran 1 LAPORAN POSISI KEUANGAN Catatan ASET LANCAR Kas dan setara kas

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. dalam implementasi Corporate Social Responsibility pada PT PP (Persero) Tbk

BAB 4 PEMBAHASAN. dalam implementasi Corporate Social Responsibility pada PT PP (Persero) Tbk BAB 4 PEMBAHASAN Ruang lingkup audit operasional terhadap pelaksanaan program kemitraan dalam implementasi Corporate Social Responsibility pada PT PP (Persero) Tbk mencakup pelaksanaan dari unit Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia mulai populer setelah ada kewajiban setiap BUMN menyisihkan 1% -3% keuntungan untuk program kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 55 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 BUMN II.1.1.1 Pengertian BUMN BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rintangan seakan ingin menguji kelayakan strategi pembangunan. masyarakat. Beratnya permasalahan ini memang sulit untuk ditawar

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rintangan seakan ingin menguji kelayakan strategi pembangunan. masyarakat. Beratnya permasalahan ini memang sulit untuk ditawar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjalanan panjang perekonomian Indonesia memang tidak mulus. Sejak mengikrarkan diri sebagai bangsa yang merdeka, silih berganti masalah dan rintangan seakan ingin

Lebih terperinci

UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (PERSERO)

UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (PERSERO) Laporan Keuangan Beserta Laporan Auditor Independen UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) 31 Desember 2014 DAFTAR ISI Halaman Laporan Auditor Independen Laporan Keuangan Laporan Posisi Keuangan...

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1998, PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL *35684 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. serius seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi harus menghadapi tantangan yang semakin berat dan serius seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlangsung cepat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan kesejahteraan rakyat. Selain itu akivitas dan keberhasilan pembangunan juga

PENDAHULUAN. dan kesejahteraan rakyat. Selain itu akivitas dan keberhasilan pembangunan juga PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di Indonesia telah menunjukkan hasil nyata bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Selain itu akivitas dan keberhasilan pembangunan juga membawa dampak pada terjadinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN TENTANG PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN TENTANG PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN TENTANG PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DISAMPAIKAN OLEH : ASDEP PEMBINAAN KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PADA ACARA RAKOR PENGUATAN KERJASAMA PENGELOLAAN PELUANG

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENYELENGGARA PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA STRATEGI MENINGKATKAN MINAT CALON DIDIK

STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENYELENGGARA PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA STRATEGI MENINGKATKAN MINAT CALON DIDIK STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENYELENGGARA PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA STRATEGI MENINGKATKAN MINAT CALON DIDIK Yanti Pasmawati, M.T. Program Studi Teknik Industri Universitas Bina Darma, Palembang E-mail: yantipasmawati@mail.binadarma.ac.id

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USALIA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-07/MBU/05/2015 TENTANG

MENTERI BADAN USALIA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-07/MBU/05/2015 TENTANG MENTERI BADAN USALIA MILIK NEGARA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-07/MBU/05/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang direkomendasikan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan melalui. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mewajibkan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan melalui. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mewajibkan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mewajibkan seluruh BUMN untuk melaksanakan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Sejarah PT. Telekomunikasi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Sejarah PT. Telekomunikasi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan 1.1.1 Sejarah PT. Telekomunikasi Indonesia PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk atau yang disingkat PT. Telkom Indonesia adalah satu-satunya BUMN telekomunikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK Ronald

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

Lebih terperinci

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Laporan keuangan tanggal dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut beserta laporan auditor independen LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERUBAHAN DALAM PER 03/MBU/12/2016:

RINGKASAN PERUBAHAN DALAM PER 03/MBU/12/2016: LATAR BELAKANG Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 Pada tanggal 3 Juli 2015, Pemerintah mengundangkan Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah serta perusahaan milik pemerintah dan organisasi sektor publik

Lebih terperinci

PT PERUSAHAAN PENGELOLA ASET (PERSERO) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

PT PERUSAHAAN PENGELOLA ASET (PERSERO) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Laporan Keuangan Untuk Tahun-tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015 dan 2014 d1/february 29, 2016 Paraf : Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Daftar Isi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan akan perkembangan dunia usaha dimanapun sangat. dipengaruhi oleh ada atau tidaknya iklim yang memungkinkan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan akan perkembangan dunia usaha dimanapun sangat. dipengaruhi oleh ada atau tidaknya iklim yang memungkinkan peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan akan perkembangan dunia usaha dimanapun sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya iklim yang memungkinkan peraturan menjamin dan melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Laporan Posisi Keuangan 1 Laporan Aktivitas 2 Laporan Arus Kas 3 Catatan atas Laporan Keuangan 4-15

Laporan Keuangan Laporan Posisi Keuangan 1 Laporan Aktivitas 2 Laporan Arus Kas 3 Catatan atas Laporan Keuangan 4-15 UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (PERSERO) LAPORAN KEUANGAN Tanggal 31 Desember 2016 dan 2015 Untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut Beserta Laporan

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Daftar Isi. Laporan posisi keuangan Laporan aktivitas Laporan arus kas Catatan atas laporan keuangan

Daftar Isi. Laporan posisi keuangan Laporan aktivitas Laporan arus kas Catatan atas laporan keuangan LAPORAN KEUANGAN TANGGAL 31 DESEMBER 2014 DAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL TERSEBUT BESERTA LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN Daftar Isi Halaman Laporan auditor independen Laporan posisi keuangan...

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia sangat besar, terutama karena kontribusinya dalam Produk Domestik Bruto dan tingginya

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas; d. bahwa sel

2016, No Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas; d. bahwa sel BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1928, 2016 BUMN. Program Kemitraan. Program BL. Perubahan. PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER - 03/MBU/12/2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan LAMPIRAN 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan 25 26 27 28 PENGABDIAN PADA MASYARAKAT Peningkatan Kesadaran Hukum Pelaku Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB II PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) akan kekuatan sektor Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

BAB II PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) akan kekuatan sektor Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi BAB II PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) A. Sejarah Ringkas Perjalanan sejarah perkembangan ekonomi di Indonesia, termasuk terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, telah membangkitkan kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam upaya peningkatan kemampuan daya saing perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam upaya peningkatan kemampuan daya saing perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menempati posisi yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Dengan penggunaan asset yang cukup besar dan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul dari perkembangan dan peradaban masyarakat. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul dari perkembangan dan peradaban masyarakat. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab sosial muncul dan berkembang sejalan dengan adanya hubungan antara perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan oleh dampak yang timbul dari perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1.2. Perumusan Masalah... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.4. Manfaat Penelitian... 1.5. Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bekasi, pada awalnya berdiri adalah sebuah lembaga keuangan dengan nama BPR

BAB I PENDAHULUAN. di Bekasi, pada awalnya berdiri adalah sebuah lembaga keuangan dengan nama BPR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian PT Bank Perkreditan Rakyat Danatama Indonesia yang tumbuh dan berkembang di Bekasi, pada awalnya berdiri adalah sebuah lembaga keuangan dengan nama BPR Pundi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. Dalam

Lebih terperinci

2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No.130, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Rencana Jangka Panjang. Rencana Kerja. Anggaran. Persero. Penyusunan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PMK.06/2013

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi lain

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 36 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PADA PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/Per/M.KUKM/VIII/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAWASAN

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 55 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan PKBL PTPN VII Kemitraan adalah pemberian kredit modal kerja yang diberikan oleh PTPN VII kepada usaha mikro, kecil dan koperasi yang memiliki usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara, baik yang dikelola oleh BUMN seperti PTPN 2, PTPN 3, dan PTPN 4

BAB I PENDAHULUAN. Utara, baik yang dikelola oleh BUMN seperti PTPN 2, PTPN 3, dan PTPN 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit saat ini meningkat dengan sangat cepat. Terutama industri pabrik kelapa sawit yang ada di wilayah Sumatera

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEDIAAN DAN PIUTANG USAHA DALAM MANAJEMEN MODAL KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROFITABILITAS (STUDI KASUS PT. XYZ INDONESIA) Oleh :

ANALISIS PERSEDIAAN DAN PIUTANG USAHA DALAM MANAJEMEN MODAL KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROFITABILITAS (STUDI KASUS PT. XYZ INDONESIA) Oleh : ANALISIS PERSEDIAAN DAN PIUTANG USAHA DALAM MANAJEMEN MODAL KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROFITABILITAS (STUDI KASUS PT. XYZ INDONESIA) Oleh : Sapta Juliansyah PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM DI PT KANGSEN KENKO INDONESIA CABANG SURABAYA

PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM DI PT KANGSEN KENKO INDONESIA CABANG SURABAYA PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM DI PT KANGSEN KENKO INDONESIA CABANG SURABAYA Welin Kusuma 1, Patdono Suwignjo 1, Iwan Vanany 1 1 Program Pascasarjana Bidang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PADA UNIT PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI USAHA MIKRO DAN MENENGAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia usaha khususnya sektor industri yang mana akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia usaha khususnya sektor industri yang mana akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian, suatu Negara yang semakin berkembang dan semakin maju, maka kegiatan ekonomi pada Negara tersebut juga akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan mengalami masalah pada tahun Kendati. kerja keras para bankir berhasil meningkatkan kredit hingga tumbuh

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan mengalami masalah pada tahun Kendati. kerja keras para bankir berhasil meningkatkan kredit hingga tumbuh I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan mengalami masalah pada tahun 2005. Kendati kerja keras para bankir berhasil meningkatkan kredit hingga tumbuh 22,6%, perolehan laba perbankan nasional

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia menuju era globalisasi memungkinkan kegiatan perekonomian berkembangan sedemikian rupa sehingga melewati batas-batas wilayah dan antar

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA PT WIJAYA KARYA ( Persero ) Tbk. UNTUK MENILAI TINGKAT KESEHATAN PERIODE ABSTRAK

EVALUASI KINERJA PT WIJAYA KARYA ( Persero ) Tbk. UNTUK MENILAI TINGKAT KESEHATAN PERIODE ABSTRAK EVALUASI KINERJA PT WIJAYA KARYA ( Persero ) Tbk. UNTUK MENILAI TINGKAT KESEHATAN PERIODE 2004-2006 ABSTRAK Krisis ekonomi yang melanda Indonesia memberikan dampak yang cukup besar pada dunia usaha. Kenaikan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Persero atau PT TASPEN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Persero atau PT TASPEN BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Persero atau PT TASPEN (Persero) adalah suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan oleh Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM DAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright 2002 BPHN UU 20/1997, PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK *9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PT PERUSAHAAN PENGELOLA ASET (PERSERO) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

PT PERUSAHAAN PENGELOLA ASET (PERSERO) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Laporan Keuangan Untuk Tahun-tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2016 dan 2015 d1/february 23, 2017 Paraf : Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Daftar Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC TESIS MM PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA DI DINAS PEKERJAAN UMUM DAERAH KOTA BLITAR DENGAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) JAMHARI KASA TARUNA NRP 9106 201 307 DOSEN

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT LEN INDUSTRI (PERSERO)

UNIT PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT LEN INDUSTRI (PERSERO) Laporan Keuangan Beserta Laporan Auditor Independen 31 Desember 2016 dan 2015 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain. DAFTAR ISI Halaman Laporan Auditor Independen Laporan Posisi Keuangan... 1

Lebih terperinci