BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992) dukungan sosial adalah : Something that an individual person processes and which can be assessed by putting certain well-chosen questions to that particular person. Definisi diatas menunjukkan bahwa dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang tepat kepada individu tersebut. Elzion (dalam Farhati & Rosyid, 1996), mengatakan bahwa dukungan sosial adalah hubungan antar pribadi yang didalamnya terdapat satu atau lebih ciri-ciri, antara lain : bantuan atau pertolongan dalam bentuk fisik, perhatian emosional, pemberian informasi dan pujian. Johnsosn & Johnson (dalam Farhati & Rosyid, 1996), mendefenisikan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan, dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro, 2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa 15

2 lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Sarason (dalam Kuntjoro, 2002). Berpendapat bahwa dukungan sosial mencakup 2 (dua) hal, yaitu : a. Jumlah atau sumber dukungan sosial yang tersedia : merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan. b. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima : berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi. Menurut Sarason (dalam Kuntjoro, 2002), dukungan sosial bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut dan memberikan bantuan, dorongan, serta penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Bantuan atau pertolongan tersebut dapat berbentuk fisik, perhatian, emosional, pemberian informasi dan pujian. 16

3 2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial Orford (1992) mengatakan ada 5 (lima) dimensi dukungan sosial, yaitu : a. Dukungan instrumental Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan material. Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992) dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis. Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis. b. Dukungan informasional Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini ke dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat mebantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat, dan bimbingan. c. Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Menurut Cohent & Wils (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa dia dihargai dan diterima, dimana harga diri seseorang dapat 17

4 ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan. d. Dukungan emosi Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut Tolsdorf & Wills (dalam Orford, 1992), tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan emosi. Leavy (dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang memberi perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dan dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman. e. Dukungan integrasi sosial Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Menurut Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, rekreasional di waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Menurut Barren & Ainlay (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat meliputi membuat lelucon, membicarakan minat, melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan. 18

5 3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial Menurut Rook & Dooley (dalam Kuntjoro, 2002), ada 2 (dua) sumber dukungan sosial, yaitu : a. Sumber artifisial Sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam. b. Sumber natural Sumber natural adalah dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi seseorang dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman dekat/relasi. B. KELUARGA INTI 1. Definisi Keluarga Inti Menurut Gunarsa (1995), keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh keturunan dan lingkungan sebagai dimensi penting yang lain bagi anak. Keluarga adalah tempat yang penting dimana anak memperoleh dasar dalam bentuk kemampuannya agar kelak menjadi orang yang berhasil di mata masyarakat. Keluarga inti (keluarga batih) merupakan unti terkecil dalam masyarakat yang mempunyai fungsi-fungsi terentu, keluarga inti lazimnya terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah (Soekanto, 1990). Sedangkan menurut Haviland (1993), keluarga inti (nuclear family) adalah unit dasar yang terdiri atas ibu, ayah, dan anak yang belum berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan 19

6 apa yang dikemukakan oleh Sarwono (2001), bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri, dan menurut Khairuddin (1997), keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain, antara ayah, ibu, dan anak, maupun anak-dengan anak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keluarga inti adalah unti terkecil dalam masyarakat yang dikukuhkan dalam hubungan nikah yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum berdiri sendiri. 2. Fungsi Keluarga Inti Fungsi keluarga menurut Gunarsa (1995) adalah : a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak b. Memberikan afeksi/kasih sayang, dukungan, dan keakraban c. Mengembangkan kepribadian d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung jawab e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, dan sistem moral pada anak. Sejalan dengan fungsi keluarga yang telah dikemukakan sebelumnya, Soekanto (1990) mengemukakan bahwa keluarga inti (keluarga batih) merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang mempunyai fungsi-fungsi pokok, yaitu : 20

7 a. Sebagai wadah berlangsung sosial primer, yakni dimana anak-anak dididik untuk memahami dan menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. b. Sebagai unit yang mengatur hubungan seksual c. Sebagai unit sosial-ekonomis yang membentuk dasar kehidupan sosialekonomis bagi anak-anak. d. Sebagai wadah tempat berlindung, supaya kehidupan berlangsung secara tertib dan tentram, sehingga manusia hidup di dalam kedamaian. Selanjutnya Gunarsa (1995) mengemukakan bahwa syarat utama bagi kelancaran terlaksananya fungsi keluarga adalah terciptanya suasana keluarga yang baik. Suasana keluarga dimana setiap anak bisa mengembangkan dirinya dengan bantuan orangtua dan saudara-saudaranya. C. SIKAP 1. Definisi Sikap Thurstone (dalam Mueller, 1992) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyekobyek psikologis. Lebih khusus lagi, suatu sikap ke arah suatu objek adalah fungsi sedemikian rupa bahwa objek itu diartikan untuk memberi kemudahan pencapaian nilai-nilai penting. Sedangkan menurut Petty dan Cacioppo (dalam Hogg, 2002), sikap merupakan evalusi umum terhadap orang (termasuk diri sendiri), objek ataupun isu. Azwar (1995) mengemukakan bahwa nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut seringkali digunakan dalam defenisi-defenisi mengenai sikap, sedangkan 21

8 Bogardus (dalam Azwar,1995), mengatakan bahwa sikap itu adalah kecenderungan berperilaku. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu perasaan atau penilaian (evaluasi) tentang orang (termasuk diri sendiri), objek, atau isu dan merupakan kecenderungan berperilaku dalam suatu tingkatan afek, baik itu positif maupun negatif. 2. Komponen Sikap Pada hakekatnya, sikap merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Azwar, 1995) ada tiga, yaitu: a. Komponen kognitif Komponen kognitif adalah komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut. b. Komponen afektif Komponen afektif adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilainilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya. c. Komponen konatif Komponen konatif adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. 22

9 3. Karakteristik Sikap Menurut Brigham (dalam Azwar, 1995), ada beberapa ciri sifat (karakteristik) dasar dari sikap, yaitu: a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku b. Sikap ditunjukkan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target objek dimana sikap diarahkan c. Sikap dipelajari d. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu. 4. Pembentukan Dan Perubahan Sikap Middlebrook (dalam Azwar (1995), mengatakan bahwa ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu : a. Pengalaman pribadi Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat, karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk 23

10 apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam stimulus yang melibatkan faktor emosional. b. Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. c. Orang lain yang dianggap penting Seseorang yang kita anggap penting (significant others) akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orangtua, teman sebaya, guru, teman kerja, suami atau istri. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Sikap orangtua dan sikap anak cenderung untuk selalu sama sepanjang hidup. d. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Apabila terdapat suatu hal yang kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau yang diperoleh dari lembaga pendidikan 24

11 atau dari agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. e. Media massa Media massa sebagai alat komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhdap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah dan sikap tertentu. f. Faktor emosi dalam diri individu Tidak sama bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Terkadang sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 5. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation Menurut Sarigiani & Pettersen, remaja puber perempuan yang mengalami early maturation cenderung memiliki sikap negatif terhadap early-maturation. Early-maturation ditandai dengan munculnya ciri-ciri seksual sekunder, yang mengarahkan bentuk tubuh layaknya orang dewasa. Sikap negatif remaja puber perempuan terhadap early-maturation muncul dari penilaian terhadap pengalaman langsung yang mereka terima ketika mereka melihat tubuh mereka menyerupai bentuk tubuh wanita dewasa. Mereka menganggap bahwa mereka sama seperti 25

12 orang dewasa dan membentuk kecenderungan berperilaku layaknya orang dewasa tanpa diikuti kematangan cara berpikir dan kematang sosial yang sudah dimiliki orang dewasa umumnya (dalam Santrock, 2002). Kecenderungan berperilaku mengikuti orang dewasa pada umunya seperti berpacaran, merokok, bermabukan, dan sering pulang malam (Zulkarnain, 2007). Early-maturation menghambat remaja puber perempuan yang mengarahkan mereka untuk berhubungan dengan remaja yang lebih tua yang mendorong mereka untuk memiliki kecenderungan berperilaku mengikuti orang dewasa seperti bermabukan, merokok, dan seks (Kail & Cavanaugh, 2000), sedangkan menurut Elder (dalam Papalia & Olds, 2001), remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation biasanya cenderung kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, cenderung memiliki masalah berperilaku, dan cenderung depresi. Remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation secara psikologis memang sering terganggu dengan perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal yang dialaminya. Perubahan sosial juga memiliki pengaruh yang lebih besar pada penyikapan negatif remaja puber perempuan terhadap early-maturation dibandingkan dengan perubahan-perubahan kelenjar yang terjadi karena ketika memasuki masa pubertas mereka menjadi sangat tidak percaya diri dan sangat bergantung kepada lingkungannya terutama keluarga intinya untuk memperoleh rasa aman. Remaja puber perempuan sangat memerlukan simpati dan pengertian dari orang-orang sekitarnya dalam bentuk dukungan sosial untuk melalui berbagai tugas perkembangan yang dialaminya. Semakin rendah simpati dan pengertian yang diterima remaja puber perempuan 26

13 dari keluarga inti, maka akan semakin negatif sikap yang ditunjukkan terhadap early-maturation yang dialaminya (Hurlock, 1999). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation adalah kecenderungan berperilaku negatif seperti merokok, bermabukan, berpacaran, seks, sering pulang malam, kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, memiliki masalah berperilaku, dan depresi ketika dukungan sosial yang diterima dari keluarga intinya adalah rendah. D. REMAJA PUBER PEREMPUAN 1. Definisi Remaja Puber Perempuan Menurut Hurlock (1999), masa puber merupakan suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Pada anak perempuan, pubertas biasanya ditandai dengan terjadinya menarche (menstruasi pertama). Periode pubertas pada anak perempuan biasanya terjadi pada usia tahun. Sedangkan menurut Sarlito (1999), tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat, dan tingkatan sosial ekonomi, maupun pendidikan. Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia, dapat digunakan batasan usia tahun, dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik). 27

14 b. Usia 11 tahun dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai masa akil balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga mereka tidak diperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial). c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas (ego identity), tercapainya fase genital dari perkembangan kognitif maupun moral. d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka kriteria sampai pada usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang lain, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara tradisi). e. Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Seorang kriteria sudah menikah di usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja puber perempuan adalah masa dimana anak perempuan mengalami kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi yang ditandai dengan menarche pada usia tahun. Remaja puber perempuan yang mengalami menarche sebelum usia 11 tahun termasuk dalam golongan early-maturer, sedangkan yang mengalami menarche setelah usia 15 tahun termasuk dalam golongan latematurer. 2. Ciri-Ciri Remaja Puber Perempuan Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut : a. Masa remaja puber adalah periode tumpang tindih 28

15 Masa puber harus dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Sampai anak matang secara seksual, ia dikenal sebagai anak puber. Setelah matang secara seksual anak dikenal sebagai remaja atau remaja muda. b. Masa remaja puber adalah periode yang singkat Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar tubuh, masa puber relatif merupakan periode yang singkat, sekitar dua sampai empat tahun. Anak masa puber selama dua tahun atau kurang dianggap sebagai anak yang early-maturation, sedangkan yang memerlukan tiga sampai empat tahun untuk menyelesaikan peralihan menjadi dewasa dianggap sebgai anak yang late-maturation. Sebagai kelompok, anak perempuan cenderung lebih sering mengalami early-maturation dibandingkan kelompok anak laki-laki. c. Masa Remaja puber dibagi dalam tahap-tahap Meskipun masa puber relatif singkat dalam rentang kehidupan, namun biasanya dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap prapuber, tahap puber, dan tahap pascapuber. d. Masa remaja puber merupakan fase negatif Terdapat bukti bahwa sikap dan perilaku negatif merupakan ciri dari bagian awal masa puber dan yang terburuk dari fase negatif ini akan berakhir bila individu secara seksual menjadi matang. Perilaku khas dari fase negatif masa puber lebih menonjol pada anak perempuan daripada anak laki-laki. e. Masa remaja puber merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat 29

16 Masa puber atau pubertas adalah salah satu dari dua periode dalam rentang kehidupan yang ditandai oleh pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang mencolok dalam proporsi tubuh. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama masa puber pada umumnya disebut sebagai remaja tumbuh pesat. Lebih tepat lagi, ini adalah pubertas tumbuh pesat karena agak mendahului atau terjadi bersamaan dengan perubahan-perubahan masa puber lainnya. Tumbuh pesat ini berlangsung satu atau dua tahun sebelum anak secara seksual menjadi matang dan berlangsung terus selama enam bulan sampai setahun kemudian. Jadi seluruh periode tumbuh pesat berlangsung hampir selama tiga tahun. 3. Ciri-Ciri Seks Sekunder Yang Penting Pada Remaja Puber Perempuan Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut : a. Pinggul Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit. b. Payudara Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga berkembang. Putting susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. c. Rambut Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua 30

17 rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, dan lebih gelap, dan agak keriting. d. Kulit Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, dan lobang pori-pori bertambah besar. e. Kelenjar Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid. f. Otot Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai kaki. g. Suara Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. Suara serak dan suara yang pecah jarang terjadi pada anak perempuan. 4. Akibat Perubahan Masa Puber Perempuan Pada Sikap Dan Perilaku Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut : a. Ingin menyendiri Kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja puber perempuan biasanya menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga, dan sering bertengkar dengan teman-teman dan anggota keluarga. Remaja puber perempuan kerap melamun betapa seringnya ia tidak dimengerti dan 31

18 diperlakukan dengan kurang baik, dan ia juga mengadakan eksperimen seks melalui masturbasi. b. Bosan Remaja puber perempuan bosan dengan permainan yang sebelumnya amat digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya, remaja puber perempuan sedikit sekali bekerja sehingga prestasinya di berbagai bidang menurun. Remaja puber perempuan menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi khususnya karena sering timbul perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal. c. Inkoordinasi Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, dan remaja puber perempuan akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap. d. Antagonisme sosial Remaja puber perempuan sering kali tidak mau bekerja sama, sering membantah dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, remaja tersebut kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang lain. e. Emosi yang meninggi Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian awal masa puber. 32

19 Pada masa ini, remaja puber perempuan merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah marah dan suasanan hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa prahaid dan awal periode haid. Dengan semakin matangnya keadaan fisik anak, ketegangan lambat laun berkurang dan sudah mulai mampu mengendalikan emosinya. f. Hilangnya kepercayaan diri Remaja puber perempuan yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang perdiri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dan karena kritik yang bertubi-tubi datang dari orangtua dan teman-temannya. Banyak remaja puber perempuan setelah masa puber menjadi rendah diri. g. Terlalu sederhana Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja puber perempuan menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang-orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan memberi komentar yang buruk. E. EARLY-MATURATION 1. Definisi Early-Maturation Pada Perempuan Early-maturation adalah suatu proses kematangan yang berlangsung lebih cepat dari biasanya (Hurlock, 1999). Kematangan ini merupakan suatu proses dinamis secara biologis yang ditandai dengan adanya perubahan yang kelihatan di dalam proporsi tinggi badan, komposisi badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seksual sekunder yang memuncak pada transisi dari pre-productive kepada tahap 33

20 produktif sepanjang rentang kehidupan manusia ( Ellis, 2004). Haid pertama (menarche) sering digunakan sebagai kriteria maturation pada remaja puber perempuan (Hurlock, 1999). Sedangkan Stein (2005), mengatakan bahwa earlymaturation pada perempuan adalah menarche yang dialami sebelum mencapai usia 11 tahun. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa early-maturation adalah suatu proses kematangan secara biologis yang ditandai dengan menarche sebelum mencapai usia 11 tahun diikuti dengan perubahan dalam proporsi tinggi badan, komposisi badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder yang berlangsung lebih cepat dari biasanya. 2. Faktor-Faktor Pembentukan Early-Maturation Menurut Santrock (2002), ada beberapa faktor yang mendorong pembentukan early-maturation pada remaja, yaitu : a. Nutrisi b. Lingkungan c. Globalisasi d. Media Massa F. PENGARUH DIKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP EARLY-MATURATION Pada zaman globalisasi sekarang ini, banyak faktor yang mendukung anakanak perempuan sekarang mangalami early-maturation, seperti, nutrisi, lingkungan, globalisasi, dan media massa (Santrock, 2002) 34

21 Early-maturation yang dialami oleh remaja puber perempuan pada masa sekarang ini sering menjadi sorotan masyarakat. Hal ini disebabkan sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation yang cenderung negatif, seperti, kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, cenderung memiliki masalah berperilaku, dan cenderung depresi (Elder, dalam Papalia & Olds, 2001). Sedangkan menurut Kail & Cavanaugh (2000), penyikapan remaja puber perempuan terhadap early-maturation seperti, bermabukan, merokok, dan seks. Penyikapan yang negatif dari remaja puber perempuan terhadap earlymaturation disebabkan karena kematangan fisik yang cepat dari tubuh mereka secara psikologis menuntut mereka ingin berpenampilan layaknya orang dewasa tanpa diikuti dengan kematangan mental dan sosial yang cukup (Sarigiani & Pettersen dalam Santrock, 2002). Remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation secara psikologis memang sering terganggu dengan perubahanperubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal yang dialaminya. Perubahan sosial juga memiliki pengaruh yang lebih besar pada penyikapan negatif remaja puber perempuan terhadap early-maturation dibandingkan dengan perubahan-perubahan kelenjar yang terjadi. Semakin sedikit simpati dan pengertian yang diterima remaja puber perempuan dari keluarga inti, maka akan semakin negatif sikap yang ditunjukkan terhadap early-maturation yang dialaminya (Hurlock, 1999). Menurut Maharani dan Andayani (2003), remaja puber perempuan membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari keluarganya untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses 35

22 kematangan yang dialami remaja puber perempuan sekarang ini, sehingga remaja puber perempuan dapat melalui dan menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dengan wajar. Bantuan, bimbingan, dan pengarahan merupakan ciri-ciri dari dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada inividu tersebut. Dukungan sosial juga bisa diberi dalam bentuk pemberian materi, pemberian informasi, pemberian penghargaan, pemberian semangat, cinta, dan kasih sayang, serta pemberian perilaku atau kegiatan yang menyenangkan, seperti rekreasi (Orford, 1992). Keluarga inti sebagai wadah dimana anak-anak dididik untuk memahami dan menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat sangat memegang peran penting dalam memberikan bimbingan ataupun perhatian pada setiap tugas perkembangan yang dialami remaja puber perempuan. Bimbingan atau perhatian dalam bentuk dukungan sosial dapat ditunjukkan melalui pemberian informasi atau pengetahuan yang penting berkaitan dengan earlymaturation, melalui penyediaan sarana dan prasarana bagi kebutuhan anak, dan pernyataan-pernyataan positif mengenai kondisi remaja puber perempuan ketika mereka melalui early-maturation (Soekanto, 1990). Sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan terhadap early-maturation tergantung dari perubahan sosial yang ada disekitarnya (Hurlock, 1999). Sikap itu sendiri menurut Middlebrook (dalam Azwar, 1995), bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya 36

23 sehingga sikap bersifat dinamis. Beliau juga mengatakan bahwa kehadiran orang lain yang dianggap penting juga bisa mempengaruhi sikap. Kehadiran keluarga inti merupakan hal terpenting bagi perkembangan diri anak, terutama ketika mereka sedang menginjak masa pubertas. Remaja puber perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri ketika mengalami masa pubertas dan bergantung kepada keluarga inti untuk memperoleh rasa aman. Remaja puber perempuan pada umumnya memerlukan bimbingan dan bantuan dalam menguasai tugas perkembangan early-maturation (Hurlock, 1999). Bimbingan dan bantuan tersebut dapat diperoleh dalam bentuk dukungan sosial yang tinggi dari keluarga intinya. Dukungan sosial keluarga inti besar pengaruhnya dalam membentuk sikap dan perilaku yang ditunjukkan remaja puber perempuan (Soekanto, 1990). Berdasarkan uraian dari berbagai teori para ahli yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga inti sangat berperan penting dalam membentuk sikap remaja puber perempuan terhadap earlymaturation. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga inti yang diterima remaja puber perempuan, maka akan semakin positif sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan terhadap early-maturation. G. HIPOTESA Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif dukungan sosial keluarga inti pada sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation. 37

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Defenisi Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep diri Willoughby, King & polatajko (1996, dalam Wong,et al 2009, hlm 121) mengemukakan bahwa konsep diri adalah bagaimana individu menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah. B. Jenis-Jenis Masalah Siswa Sekolah Lanjutan

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah. B. Jenis-Jenis Masalah Siswa Sekolah Lanjutan A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin sangat mungkin menemui berbagai permasalahan, masalah yang tidak segera dipecahkan atau diselesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN SIKAP STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif Komponen Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia 62 juta remaja sedang tumbuh di tanah air. Artinya satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menginginkan kehidupan yang bahagia dan tubuh yang ideal. Harapan ini adalah harapan semua wanita di dunia, tetapi kenyataannya tidak semua wanita memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun (Siefan, 2008). Dalam proses mencapai dewasa, anak harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008 PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA Nanang E.G. 15 Juli 2008 Siapakah remaja? Masa puber, Adolesensi atau akil baliq Secara biologis 12-21 tahun Banyak mengalami perubahan psikis dan fisik Anak-anak bukan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah dasar. Pada umumnya peserta tingkat pendidikan ini berusia

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PUBERTAS

PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PUBERTAS Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Info Artikel: Diterima01/01/2013 Direvisi12/01/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 hlm. 136-140 PENYESUAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya Fitri Maya Sari Lubis, sedang menjalani pendidikan di program D-IV

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya Fitri Maya Sari Lubis, sedang menjalani pendidikan di program D-IV Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalammualaikum Wr. Wb/Salam Sejahtera Dengan Hormat, Nama saya Fitri Maya Sari Lubis, sedang menjalani pendidikan di program D-IV Bidan pendidik Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja tentang Perubahan Fisik dan Psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam siklus kehidupan manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologinya. Ini dapat dilihat dari semasa bayi sampai dewasa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PADA PERUBAHAN FISIK PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP N 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN JURNAL

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PADA PERUBAHAN FISIK PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP N 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN JURNAL PROFIL PENYESUAIAN DIRI PADA PERUBAHAN FISIK PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP N 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN JURNAL APRIL YULIANTI NPM. 12060020 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa yang lebih dewasa. Ia memandang dunianya seperti apa yang ia inginkan, bukan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S.

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana terjadinya gejolak yang sangat meningkat yang biasa dialami oleh setiap orang. Masa ini dikenal pula sebagai masa transisi, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja Wanita 1. Tumbuh rambut pubik atau bulu kapok di sekitar kemaluan dan ketiak. 2. Bertambah besar buah dada. 3. Bertambah besarnya pinggul. Pria 1. Tumbuh rambut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Jenjang Sekolah : SMP 3 Pajangan Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / I Alokasi waktu : 1 X 40 (1 x Pertemuan) Standar Kompetensi 1. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami suatu tahap perkembangan dalam kehidupannya, dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa dalam tahap-tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

SIKAP REMAJA PUTRI USIA TAHUN TENTANG MENARCHE DI SMP N BANDARKEDUNGMULYO KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK

SIKAP REMAJA PUTRI USIA TAHUN TENTANG MENARCHE DI SMP N BANDARKEDUNGMULYO KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK SIKAP REMAJA PUTRI USIA -5 TAHUN TENTANG MENARCHE DI SMP N BANDARKEDUNGMULYO KABUPATEN JOMBANG Devi Gurita Melati, Septi Fitrah N,SST, Fikri Mubarok, S.Kep.,Ns Program Studi D Kebidanan STIKES Pemkab Jombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Masturbasi Masturbasi adalah suatu aktivitas seksual yang biasanya dilakukan oleh kaum remaja. Bisa juga dikatakan kegiatan melakukan rangsangan terhadap kelamin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. distribusi lemak pada daerah pinggul. Selama ini sebagian masyarakat merasa

BAB I PENDAHULUAN. distribusi lemak pada daerah pinggul. Selama ini sebagian masyarakat merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi anak yang terlahir normal, para orang tua relatif mudah dalam mengasuh dan mendidik mereka. Akan tetapi, pada anak yang lahir dengan berkelainan sangat

Lebih terperinci

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah Oleh: Drs. Agus Supardi, Yusran Fauzi S.Si, M.Kes, Chandra, S.Sos HO mendefinisikan masa remaja sebagai masa peralihan dari masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci