EFEK ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP LALAT RUMAH (Musca domestica) RIO ASYARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP LALAT RUMAH (Musca domestica) RIO ASYARI"

Transkripsi

1 EFEK ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP LALAT RUMAH (Musca domestica) RIO ASYARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Rio Asyari B

3 ABSTRACT RIO ASYARI (B ). Coconut Shell Liquid Smoke Effect For House Fly (Musca domestica). Superfised by DWI JAYANTI GUNANDINI. The objective of this research was to measure the coconut shell liquid smoke effect for house fly (Musca domestica). Grade 2 of liquid smoke, resulted from pirolisis process of coconut shell was mixed with alcohol 50% until the concentrat of liquid smoke solution reached 100%, 75%, 50%, 25%, and 0% (50% alcohol without liquid smoke used as a control). Evaporizer used to turn the liquid into vapor. Each treatment was used 50 house flies, age 7-10 days. The treatment was repeated three times. The result of data analyzed with ANOVA and Duncan method. This research conclude the liquid smoke solution at 50% concentration had a highly knockdown effect and 100% concentration had a highly repellent effect for house fly (Musca domestica). Keywords: Coconut Shell Liquid Smoke, House Fly, Musca domestica, Knockdown Effect, Repellent

4 ABSTRAK RIO ASYARI (B ). Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asap cair tempurung kelapa terhadap lalat rumah (Musca domestica). Asap cair grade 2 hasil pembakaran dari tempurung kelapa dicampur dengan pengencer alkohol 50% hingga mencapai larutan asap cair masing-masing konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%, dan 0% (alkohol 50% tanpa dicampur dengan asap cair sebagai kontrol). Digunakan alat evaporizer sebagai alat penguap. Setiap perlakuan digunakan 50 ekor lalat dewasa dengan umur 7-10 hari sebanyak 3 kali ulangan. Data yang diperoleh secara statistik menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan. Hasil pengujian diperoleh, bahwa pada larutan asap cair konsentrasi 50% memiliki efek jatuh (knock down) yang paling tinggi terhadap lalat rumah (Musca domestica) dan pada larutan asap cair konsentrasi 100% memiliki daya kerja yang tinggi dan paling efektif sebagai repelan (pengusir) lalat rumah (Musca domestica). Kata kunci: Asap Cair Tempurung Kelapa, Lalat Rumah, Musca domestica, Efek Jatuh, Repelan

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 EFEK ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP LALAT RUMAH (Musca domestica) RIO ASYARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi : Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica). Nama Mahasiswa : Rio Asyari NRP : B Disetujui Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi. Dosen Pembimbing Diketahui, drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APvet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

8 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Efek Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica). Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah SAW dan para sahabat serta orang-orang yang berjuang di jalan-nya. Skripsi ini merupakan karya kecil yang disusun sebagai tugas akhir dan sumbangsih penulis untuk ilmu pengetahuan serta penulis persembahkan kepada orang-orang tercinta. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas ilmu, bimbingan, arahan dan kesabaran beliau yang telah diberikan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Dr. drh. Hj. Sri Murtini, MSi sebagai pembimbing akademik. Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Entomologi Bagian Parasitologi dan Entomologi FKH IPB atas segala bantuan selama penelitian dilaksanakan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada ayah, ibu, kak ine, kak ica, kak ham, kak resi, alden, raqy, asha, dan seluruh keluarga, teman-teman Gianuzzi 44, sahabat Zusuran (Ridwan, Qiqi, Cholil, Adit, Antok, Daud, dan Rissar) dan Polar Bear, serta Tita, Nova, dan Kenyo yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa kepada teman seperjuangan Sigi (Vully, Putri, Ayu, Nurul, Astri, Ardha, Yunita, dan Windi) serta kakak kelas dan adik kelas yang telah memberikan dorongan dan semangat. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pihak lain yang membutuhkan pada umumnya serta perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Bogor, September 2012 Rio Asyari

9 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 17 Juli 1989 dari pasangan Dr. drh. Kisman A. Rasyid, MM dan Silvia Hayati. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN Inpres Toddopuli Makassar pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Sidoarjo dan lulus pada tahun Kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 8 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti : Himpro HKSA dan KS Steril.

10 iii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Lalat Rumah (Musca Domestica)... 4 Klasifikasi... 4 Morfologi... 4 Siklus Hidup... 6 Lalat Musca domestica sebagai Vektor Penyakit... 8 Pengendalian... 9 Asap Cair (Liquid Smoke) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Ternak Lalat Musca domestica Pengujian Asap Cair Terhadap Hewan Coba Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 24

11 iv DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah volume asap cair dan alkohol yang digunakan Jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair Jumlah lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair Jumlah lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair

12 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Musca domestica dewasa Siklus hidup Musca domestica Produk asap cair : (A) grade 1, (B) grade 2, (C) grade Proses pembuatan asap cair : (A) proses pembakaran (pirolisis), (B) proses destilasi Alat- alat : (A) Kandang lalat, (B) Asap cair, (C) Botol evaporizer, (D) Evaporizer elektrik Proses ternak lalat Musca domestica : (A) Kandang uji yang berisi lalat Musca domestica, (B) Wadah yang diberi ambangan, (C) Sekam yang diberikan di sekitar wadah Kandang uji : (A) Bagian A, (B) Bagian B Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair

13 vi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15 Menit Dengan Asap Cair Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 30 Menit Dengan Asap Cair Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 45 Menit Dengan Asap Cair Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 60 Menit Dengan Asap Cair Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair Konsentrasi 100% Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair Konsentrasi 75% Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair Konsentrasi 50% Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair Konsentrasi 25% Tabel Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15, 30, 45 dan 60 Menit Dengan Asap Cair Konsentrasi 0% (Kontrol)... 40

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lalat rumah (Musca domestica) merupakan jenis lalat yang sering dijumpai di seluruh negara di dunia, tetapi lebih banyak terdapat di negara dengan iklim tropis (Albarrak 2009). Lalat rumah adalah salah satu hama yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia maupun lingkungan, hal ini dikarenakan tingkah lakunya yang dapat menyebarkan virus maupun bakteri patogen ke manusia dan hewan ternak. Hama ini tinggal di lingkungan yang kotor dan berbau, karena merupakan tempat yang cocok untuk perkembangan dan pertumbuhannya. Lalat ini dapat menjadi vektor dari berbagai penyakit patogen seperti virus, bakteri, protozoa, dan cacing. Musca domestica memiliki pulvili atau fleshy-pad like di tiap ujung kaki yang berfungsi untuk menempel di permukaan yg licin (Service 1996). Bakteri maupun kotoran akan menempel pada pulvili sehingga lalat dapat menyebarkan berbagai macam penyakit dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi untuk peternak. Produksi susu sapi dapat menurun karena sapi harus mengeluarkan energi tambahan untuk mengusir lalat, dan susu hasil produksi dapat terkontaminasi oleh lalat sehingga dapat memperluas transmisi penyakit, meningkatkan biaya pengobatan, dan meningkatkan penyebaran penyakit ke manusia (Douglass dan Jesse 2002). Di Turki dilaporkan adanya miasis yang disebabkan oleh larva Musca domestica yang menyerang anak-anak (Ucan et al. 2011). Diketahui larva Musca domestica keluar dari dalam mulut anak berusia 8 tahun. Kasus ini terjadi karena buruknya higienitas mulut, neoplasia, periodontal disease dan bentuk bibir yang tidak sempurna. Untuk menanggulangi pertumbuhan maupun penyebaran Musca domestica, harus dilakukan usaha pengendalian. Di Saudi Arabia telah dilakukan pengendalian Musca domestica dengan cara sticky traps, sticky substance, attractants, dan smooth calcium oxide (Albarrak 2009). Pengendalian lainnya yaitu dengan memakai insektisida. Insektisida adalah salah satu dari pestisida (pembunuh hama) yang lebih spesifik membunuh serangga. Telah banyak dilakukan pengendalian serangga dengan menggunakan berbagai jenis insektisida. Insektisida terdiri dari insektisida kimia dan

15 2 insektisida nabati (Matsumura 1975). Insektisida kimia terbuat dari bahan-bahan kimia yang dapat membunuh maupun mengusir serangga, tetapi mempunyai efek samping dalam hal residu maupun racun yang dapat merugikan lingkungan maupun makhluk hidup lainnya. Sedangkan insektisida nabati adalah insektisida yang mempunyai kandungan bahan-bahan dari tumbuhan yang dapat membunuh maupun mengusir serangga. Insektisida nabati tidak mencemari lingkungan, sehingga pemakaiannya lebih aman. Tetapi penelitian tentang tanaman yang dapat dijadikan insektisida masih tergolong sedikit. Penggunaan insektisida nabati dapat mengurangi dampak negatif tersebut. Insektisida nabati dapat diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya dari bahan alami atau nabati (Sukorini 2003). Jenis insektisida ini dapat terurai di alam (biodegradable) sehingga aman bagi manusia dan tidak meninggalkan residu pada alam. Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton tempurung kelapa, 1,8 juta ton serat sabut dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al. 2003). Tempurung kelapa biasanya hanya dianggap sebagai limbah, tetapi pada saat ini telah ditemukan bahwa tempurung kelapa dapat diproses menjadi asap cair. Asap cair atau liquid smoke adalah insektisida nabati yang terbuat dari asap hasil pembakaran tempurung kelapa dalam suhu tinggi (proses pirolisis) dan pengurangan kadar tar (proses destilasi). Dalam produk asap cair terdapat senyawa fenol, hidrokarbon, dan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon dalam jumlah yang sangat sedikit (Girard 1992). Asap cair hasil pirolisis dan destilasi terbagi ke dalam 3 jenis, yaitu grade 1, grade 2, dan grade 3. Perbedaan ketiga jenis asap cair ini berdasarkan kadar tar, warna, aroma, tujuan pemanfaatan dan harga. Harga asap cair grade 1 dan grade 2 berkisar dari Rp hingga Rp tiap liter. Pada saat ini asap cair banyak digunakan dalam industri makanan sebagai pengawet, pupuk tanaman, pestisida desinfektan, herbisida dan bioinsektisida (Soldera et al. 2008). Insektisida nabati atau bioinsektisida mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan manusia.

16 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asap cair tempurung kelapa terhadap lalat rumah (Musca domestica). Manfaat Penelitian Bila hasil penelitian ini baik, maka diharapkan asap cair dapat digunakan sebagai insektisida nabati yang lebih ramah dan aman terhadap lingkungan pengganti insektisida kimia.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Rumah (Musca Domestica) Klasifikasi Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera Subordo : Cyclorrhapha Family : Muscidae Genus : Musca Species : Musca domestica (West 1951) Morfologi Terdapat lebih dari 60 spesies lalat dalam genus Musca, yang paling dikenal yaitu Musca domestica atau lalat rumah, yang tersebar di seluruh dunia dan terbagi dua dalam subspesies (Musca domestica curviforceps dan Musca domestica calleva). Lalat rumah memiliki ukuran tubuh yang panjangnya 6-9 mm dan memiliki berbagai macam warna dari yang hitam hingga abu-abu gelap. Mereka memiliki empat broadish dorsal yaitu garis gelap pada toraks. Antenanya terdiri dari tiga segmen, segmen terakhir mempunyai ukuran yang lebih besar yang berbentuk silinder dan memiliki rambut prominent, yang biasa disebut arista, arista ini memiliki rambut di kedua sisinya. Antena ini tersembunyi di bagian depan kepala yang sangat sulit terlihat. Mulut dari lalat atau probosis memiliki fungsi dalam menghisap cairan makanan. Tetapi ketika probosis ini tidak digunakan, maka akan dimasukkan kedalam kapsul kepala. Pada ujung dari probosis terdapat pseudotrachea yang dapat menghisap cairan makanan. Sayap dari lalat rumah memiliki pembuluh darah yang saling berhubungan. Ciri dari sayap ini dapat membedakannya dengan jenis spesies

18 5 Musca lainnya (Service 1996). Pada setiap tiga pasang kaki lalat terdapat sepasang cakar dan sepasang fleshy pad-like di tiap ujungnya yang disebut pulvili. Pada pulvili terdapat rambut perekat sehingga lalat dapat hinggap di permukaan yang licin, dan juga dapat membawa kotoran maupun bakteri yang patogen. Gambar 1 Musca domestica dewasa (Sigit et al. 2006) Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain dibanding dengan mata lalat betina (Sigit et al. 2006). Lalat Musca domestica tidak menggigit, karena mempunyai tipe mulut menjilat, lalat ini dominan ditemukan di timbunan sampah dan kandang ternak. Jarak terbang lalat Musca domestica sangat bergantung pada ketersediaan makanan yang ada dilingkungannya, rata-rata memiliki jarak terbang 6-9 km dan dapat mencapai km dari tempat berkembang biak. Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari untuk mencari makan. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia seperti gula, susu dan makanan lainnya. Protein pada makanan sangat diperlukan untuk berkembang biak. Berdasarkan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedangkan makanan yang kering maupun makanan yang berbentuk padat dengan diameter lebih besar dari 0,045 mm, dibasahi atau dicairkan terlebih dahulu oleh ludah dan kemudian dihisap. Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari lalat tidak aktif, namun dapat aktif apabila ada cahaya maupun cahaya buatan. Banyaknya lalat dipengaruhi oleh efek sinar yang akan

19 6 meningkat pada temperatur o C dan akan berkurang pada temperatur < 10 o C atau > 49 o C serta kelembaban yang optimum yaitu 90 % (Ghofar et al. 2011). Siklus Hidup Setiap Musca domestica betina dapat menghasilkan butir telur dalam satu kali bertelur. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab (sampah, kotoran binatang dan lain-lain) atau pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari. Telur lalat berwarna putih dan berukuran 1-1,2 mm, telur dapat menetas menjadi larva setelah 6-12 jam. Larva lalat memiliki 11 segmen tubuh dengan kepala yang kecil. Diujung kepala terdapat sepasang mulut yang terlihat seperti garis hitam diantara integumen kepala dan segmen pertama dari thoraks. Larva lalat memakan cairan dari pembusukan bahan organik. Larva lalat memiliki 3 tahap instar. Larva yang baru menetas, disebut larva instar 1 berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan rakus terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit menjadi instar 2. Pada tahap instar 2, larva memiliki ukuran dua kali dari instar 1, setelah 1-2 hari maka kulit akan mengelupas dan berubah menjadi larva instar 3. Larva instar 3 memiliki ukuran 12 mm atau lebih, tahapan ini berlangsung selama 3 sampai 9 hari hingga menjadi lalat dewasa. Pertumbuhan larva bergantung pada tingkat ketersediaan makanan maupun suhu lingkungan. Temperatur yang ideal untuk pertumbuhan larva pada kisaran suhu o C (Ghofar et al. 2011). Stadium larva dapat terjadi sekitar 3-5 hari. Pada kondisi lingkungan yang buruk dapat mencapai 7-10 hari, sedangkan pada cuaca yang dingin dapat mencapai 24 hari. Jika habitat larva terlalu kering maka mereka akan mati, tapi jika terlalu basah maka larva akan tenggelam (Service 1996).

20 7 Gambar 2 Siklus hidup Musca domestica. (Sigit et al. 2006) Untuk berubah ke tahap pupa, larva instar 3 akan bermigrasi ke daerah yang lebih kering. Pupa atau kepompong lalat berbentuk lonjong dan umumnya berwarna merah atau coklat. Jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa. Stadium ini berlangsung 3-9 hari dan temperatur yang disukai ± 35 o C. Tahap pupa terjadi ketika kulit larva berkontraksi, mengeras dan berubah menjadi warna coklat. Pupa berbentuk seperti tabung yang berukuran 6 mm, bentuk ini disebut puparium. Lalat dewasa akan menetas dari pupa setelah 7 hari, bergantung pada suhu lingkungan. Lalat dewasa keluar dari pupa dengan cara mendorong menggunakan ptilinum dan keluar melalui celah lingkaran pada bagian anterior, lalat akan bergerak keluar dan akhirnya terbang. Ptilinum adalah kantung udara yang menutup bagian dorsal kepala dan akan melepas sempurna setelah keluar dari pupa (West 1951). Lalat dewasa sangat menghindari cahaya matahari langsung, sehingga mereka mencari tempat untuk dijadikan sarang yang terlindung dari sinar matahari. Lalat Musca domestica sebagai Vektor Penyakit Diantara ordo-ordo dalam kelas Hexapoda, maka ordo Diptera mempunyai anggota yang paling banyak berkaitan dengan bidang kedokteran, kesehatan dan

21 8 veteriner. Ordo Diptera terutama lalat mempunyai banyak jenis yang dapat menganggu kenyamanan hidup manusia, menyerang dan bahkan melukai hospesnya (manusia atau hewan) serta menularkan penyakit. Jenis lalat yang paling banyak merugikan kesehatan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica) dan lalat biru (Calliphora vomitura). Lalat rumah dapat menyebarkan berbagai penyakit ke manusia maupun hewan dalam jumlah besar melalui tempat yang di hinggapi, feses, benda yang tidak higienis, dan juga pada makanan manusia. Lalat Musca domestica merupakan hama utama pada peternakan unggas (Axtell 1999). Cara transmisi penyebaran penyakit terdiri dari tiga kemungkinan yaitu melalui kaki lalat yang terkontaminasi, muntahan lalat pada makanan yang dihinggapinya dan melalui defekasi pada makanan (Service 1996). Lebih dari 100 patogen penyakit bakterial, virus dan protozoa yang dibawa oleh Musca domestica. Salah satunya yaitu bakteri penyebab disentri yang disebabkan oleh Shigella dysenteriae dan S. paradysentriae. Penyakit ini ditandai dengan adanya sakit pada intestinal dan diare berdarah. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui kontaminasi dari makanan dan minuman. Di dalam tubuh larva lalat juga terdapat beberapa bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang bersifat patogen maupun nonpatogen (Banjo et al. 2005). Bakteri yang telah diisolasi dari tubuh larva Musca domestica yaitu Streptococcus aureus, S. pyogenes, S. faecalis, dan Bacilius cereus. Tidak hanya bakteri, tetapi ditemukan juga jenis jamur yaitu Fusarium oxysporum dan Cladosporium sp. Di dalam tubuh lalat Musca domestica juga pernah dilaporkan ditemukannya spora Bacillus anthracis, penyebab penyakit antraks (Fasanella et al. 2010). Dari 629 sampel lalat Musca domestica di wilayah Ahvaz Iran, 230 ekor diantaranya ditemukan mengandung bakteri Eschericia coli sebanyak 36,5% dan Staphylococcus aureus sebanyak 12,8% (Vazirianzadeh et al. 2008). Bakteri tersebut adalah bakteri yang paling banyak terdapat dalam tubuh lalat Musca domestica. Selain menjadi vektor berbagai penyakit, lalat juga sebagai pengganggu kenyamanan manusia. Hal ini dikarenakan populasi lalat yang tinggi dapat menganggu manusia

22 9 yang sedang bekerja dan istirahat. Lalat dapat memberikan efek psikologis negatif, karena keberadaanya sebagai tanda kondisi lingkungan yang kurang sehat. Pengendalian Pengendalian Musca domestica dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu pengendalian fisik dan mekanik, sanitasi lingkungan dan pengendalian menggunakan insektisida (Service 1996). Pengendalian fisik pada dasarnya adalah pengendalian yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan, yaitu mencakup segala upaya untuk membuat keadaan lingkungan menjadi tidak sesuai bagi perkembangan serangga. Pengendalian fisik dan mekanik dapat dilakukan dengan cara menggunakan pelindung ventilasi udara yang terbuat dari kain kasa, dan juga dengan menggunakan ultraviolet light trap pada dinding. Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan tempat berkembang biak lalat. Membuang sampah pada tempat sampah yang tertutup dan berada diluar pemukiman maupun kandang. Untuk mencegah terjadi perkembangbiakan, maka sampah tersebut dapat dikubur atau dibakar. Penggunaan insektisida juga dapat mengendalikan populasi lalat dengan efektif (Service 1996). Insektisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan populasi serangga yang merugikan manusia, ternak, tanaman dan sebagainya. Insektisida kimiawi telah dikenal sejak kurang lebih 3000 tahun yang lalu oleh orang Yunani, Romawi dan Cina (Hadi dan Soviana 2010). Menurut macam bahan kimia insektisida dibagi menjadi tiga jenis yaitu insektisida anorganik, insektisida organik dan insektisida organik sintetik (Zulkarnain 2010). Insektisida anorganik terdiri dari sulfur, merkuri, golongan arsenikum, golongan fluor. Insektisida organik terdiri dari peritrum, piretrin, rotenon, nikotin, sabadila, dan golongan insektisida berasal dari bumi (minyak tanah, minyak solar, minyak pelumas). Sedangkan Insektisida organik sintetik terdiri dari golongan organoklorin, golongan organofosfor, golongan organonitrogen, golongan karbamat, dan golongan tiosianat. Di peternakan unggas New York, dilakukan pengendalian lalat rumah dewasa menggunakan piretrin (Kaufman et al. 2005). Piretrin adalah salah satu kandungan pada insektisida yang bersifat neurotoksik dan memiliki efek

23 10 repelan bagi serangga. Zat ini dapat ditemukan pada bunga Chrysantemum dan piretrin ini juga sebagai zat organik yang aman bagi lingkungan (Schleier dan Peterson 2011). Kelemahan insektisida anorganik adalah sifatnya yang tidak spesifik dan tidak terlalu beracun terhadap serangga. Kelemahan ini menyebabkan penggunaan insektisida anorganik diganti dengan insektisida organik maupun sintetik. Senyawa organoklorin adalah salah satu senyawa pada insektisida sintetik. Senyawa ini bekerja sebagai racun syaraf dan sangat mematikan terhadap serangga (Hadi dan Soviana 2010). Tetapi organoklorin mempunyai daya resisten yang tinggi dan dapat meracuni lingkungan disekitar, termasuk manusia. Senyawa fosfat dan karbamat dianggap sebagai insektisida yang lebih aman dan kurang mencemari lingkungan, tetapi senyawa-senyawa ini juga membahayakan manusia karena mempunyai sifat racun pada syaraf. Selain untuk membunuh serangga, insektisida ada juga yang mempunyai fungsi sebagai pengusir (repelan). Repelan adalah bahanbahan yang memiliki kemampuan untuk melindungi manusia, hewan dan tumbuhan dari serangga dengan cara menyamarkan bau sekitar dan memberi efek penolakan. Banyak produk repelan yang telah beredar dipasaran, tetapi masih banyak mengandung zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan kulit dan pernafasan (Thavara et al. 2001). Produk repelan dapat diaplikasikan dengan cara dioles ke kulit maupun dengan media asap. Asap Cair (Liquid Smoke) Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu sekitar 400 o C (Soldera et al. 2008). Pirolisis tanaman atau kayu dapat menghasilkan senyawa kimia yang kompleks. Komponen yang terkandung dalam proses pembakaran itu antara lain terdiri dari selulosa hemiselosa dan lignin yang mengalami pirolisa sehingga menghasilkan asap dengan komposisi yang sangat kompleks. Proses pirolisis berjalan secara bertahap diawali dari tahap pertama penghilangan air biomasa pada suhu o C, diikuti tahap kedua proses pirolisis hemiselulosa pada suhu o C, kemudian tahap ketiga proses pirolisis selulosa pada suhu o C, dilanjutkan tahap ke empat proses pirolisis lignin pada suhu 400 o C.

24 11 Pada tahap lebih lanjut proses pirolisis akan menghasilkan senyawa-senyawa baru hasil pirolisis produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang terjadi pada suhu > 500 o C (Young et al. 2008). Menurut (Mappiratu 2009) model peralatan destilator-pirolisis yang digunakan tidak berpengaruh terhadap kandungan kimia (fenol, karbonil dan asam asetat) dan keasaman (ph) asap cair yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu pirolisis cenderung kadar total fenolnya meningkat dan mencapai optimum pada suhu 505 o C (Gani et al. 2007). Senyawa kimia yang kompleks tersebut mengandung berbagai kelompok senyawa dan beberapa metode pemisahan berdasarkan polaritas, tingkat keasaman, dan volatilitas (Putnam et al. 1999). A B C Gambar 3 Produk asap cair : (A) grade 1, (B) grade 2, (C) grade 3. Proses pirolisis ini menghasilkan asap cair grade 3. Asap cair grade 3 masih memiliki kandungan tar yang sangat tinggi. Untuk mendapatkan asap cair yang memiliki kandungan tar yang lebih sedikit, maka dilakukan proses destilasi dari asap cair grade 3. Proses destilasi adalah proses pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga dihasilkan destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni. Dari hasil destilasi asap cair grade 3, maka akan dihasilkan asap cair grade 2 dan grade 1 dengan kandungan

25 12 tar yang lebih sedikit dan tingkat kejernihan yang lebih tinggi. Pembentukan berbagai senyawa HPA atau tar selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti suhu dan waktu pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu (Fatimah dan Gugule 2009). Asap cair mempunyai fungsi dalam bidang industri dan pangan. Di bidang industri, asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 3. Asap cair grade 3 digunakan untuk pengawetan kayu, penghilang bau pada pengolahan karet dan juga sebagai desinfektan kandang. Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan dalam bidang pangan karena masih memiliki kandungan tar yang sangat tinggi. Dalam bidang pangan, asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 2 dan grade 1. Karena asap cair grade ini tidak mengandung tar dalam jumlah banyak. Asap cair ini dimanfaatkan sebagai pengawet makanan pengganti formalin. Dengan penggunaan asap cair grade 2 (redestilasi), dapat mempertahankan mutu makanan lebih lama dibanding asap cair grade 3 (destilasi) dan juga makanan lebih disukai konsumen (Himawati 2010). A B Gambar 4 Proses pembuatan asap cair : (A) proses pembakaran (pirolisis), (B) proses destilasi. Warna dari asap cair adalah kuning cerah dan akan berubah menjadi gelap apabila asap cair itu disimpan. Senyawa hasil pirolisis adalah kelompok fenol, karbonil dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok senyawa ini mampu mencegah pembentukan

26 13 spora, pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan. Beberapa jenis senyawa yang telah diidentifikasi pada asap cair, yaitu 85 fenolik, 45 karbonil, 35 asam, 11 furan, 15 alkohol dan ester, 13 lakton, dan 21 hidrokarbon alifatik (Girard 1992). Dalam produk asap cair terdapat senyawa fenol, hidrokarbon, dan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon dalam jumlah yang sangat sedikit. Senyawa fenolik berperan sebagai antioksidan dan antifeedant beberapa serangga. Senyawa karbonil berperan sebagai pembentuk cita rasa dan pewarnaan. Asap cair sangat adaptif dan dapat diproduksi secara komersial. Adapun keuntungan yang dapat diperoleh antara lain untuk mengurangi kandungan senyawa karsinogenik yaitu PAH yang tidak diperlukan seperti benzo(a)pirena atau lebih dikenal dengan nama tar. Konsentrasi benzo(a)pirena dapat diturunkan dengan cara redestilasi dan penyerapan menggunakan arang aktif (Fatimah dan Gugule 2009).

27 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai Agustus 2012 dan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu ternak lalat Musca domestica dan pengujian asap cair tempurung kelapa terhadap lalat Musca domestica. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : kandang uji, kandang ternak lalat, gelas plastik, stopwatch, aspirator, evaporizer elektrik (penguap elektrik), botol evaporizer, nampan plastik, kapas dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Musca domestica dewasa, asap cair grade 2, alkohol 50%, air gula, pakan ayam dan dedak. Produk asap cair grade 2 diperoleh dari Pabrik Percontohan Industri Arang dan Asap Cair di Desa Cihideungudik Ciampea. Pabrik percontohan ini dimiliki oleh Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. A B C D Gambar 5 Alat- alat : (A) Kandang lalat, (B) Asap cair, (C) Botol evaporizer, (D) Evaporizer elektrik.

28 15 Ternak Lalat Musca domestica Telur lalat Musca domestica diperoleh dari kandang indukan Laboratorium Entomologi FKH IPB dengan memberi pakan basah yang diletakkan di dalam wadah. Pakan basah ini sebagai media tempat diletakkannya telur oleh lalat dewasa. Pakan basah terdiri dari pelet ikan dan dedak yang dicampur air dengan perbandingan 2:1,5. Setelah satu hari di dalam kandang indukan, wadah pakan yang telah berisi telur lalat dipindahkan keatas wadah kering dan diberikan ambangan (wadah berisi air) agar telur lalat tidak dimakan semut. Setelah 4 hingga 5 hari, telur lalat akan menetas menjadi larva dan larva dipisahkan ke dalam wadah terpisah. Wadah berisi larva di pindahkan kedalam kandang uji. Diberikan air gula yang tempatkan dalam wadah gelas plastik dan kapas. Air gula dan kapas di ganti setiap 2-3 hari sekali agar air gula tidak basi. Perkembangan larva lalat hingga menetas menjadi lalat dewasa diamati. Perubahan dari pupa menjadi lalat sekitar 4-5 hari. Kemudian setelah 7-10 hari dari penetasan, lalat dewasa siap diuji. Lalat dewasa yang diuji adalah 50 ekor untuk setiap perlakuan dan pengulangan. A B C Gambar 6 Proses ternak lalat Musca domestica : (A) Kandang uji yang berisi lalat Musca domestica, (B) Wadah yang diberi ambangan, (C) Sekam yang diberikan di sekitar wadah. Pengujian Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Hewan Coba Asap cair yang digunakan sebanyak 5 ml untuk tiap perlakuan dan pengulangan. Penelitian ini dibagi dalam 5 perlakuan, yaitu asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan 0% sebagai kontrol dengan waktu kontak 15, 30, 45 dan

29 16 60 menit. Alkohol 50% digunakan sebagai pelarut dalam campuran konsentrasi asap cair (Juanda 2006). Cara membuat konsentrasi larutan tersebut menggunakan rumus V 1.C 1 = V 2.C 2. Keterangan : V 1 : Volume yang dicari V 2 : Volume yang diinginkan C 1 : Konsentrasi awal C 2 : Konsesntrasi yang diinginkan Volume yang diinginkan untuk setiap penguap elektrik adalah 5 ml dengan konsentrasi awal dianggap 100%. Tabel 1 Jumlah volume asap cair dan alkohol yang digunakan. No Konsentrasi (%) Rumus V 1.C 1 = V 2.C 2 Alkohol yang digunakan V = 5 ml ml 1,25 ml = 3,75 ml V 1 = 1,25 ml V = 5 ml ml 2,5 ml = 2,5 ml V 1 = 2,5 ml V = 5 ml ml 3,75 ml = 1,25 ml V 1 = 3,75 ml V = 5 ml ml 5 ml = 0 ml V 1 = 5 ml 5. Kontrol V = 5 ml. 0 V 1 = 0 ml 5 ml 0 ml = 5 ml B A Gambar 7 Kandang uji : (A) Bagian A, (B) Bagian B.

30 17 Larutan konsentrasi asap cair dimasukkan kedalam botol evaporizer, kemudian alat tersebut dimasukkan ke dalam kandang uji A. Kandang uji terdiri dari dua bagian, yaitu bagian A dan bagian B yang terhubung oleh kain kasa sepanjang 1 meter. Ukuran kandang A sama dengan kandang B yaitu 40 x40 x40 cm 3. Mula-mula kandang A di isi dengan lalat Musca domestica dewasa sebanyak 50 ekor. Pengambilan lalat dewasa dari kandang ternak lalat menggunakan aspirator. Setelah 50 ekor lalat Musca domestica dewasa terkumpul dan alat evaporizer telah berada di dalam kandang A, maka evaporizer tersebut dinyalakan dan waktu perhitungan dimulai. Pengamatan terhadap lalat dewasa dilakukan berdasarkan tiga kategori, yaitu jumlah lalat yang tetap pada kandang A, pindah ke kandang B dan pingsan dalam kandang setiap 15, 30, 45 dan 60 menit. Tiap perlakuan dilakukan tiga kali pengulangan. Proses pengujian dilakukan diruangan terbuka dan setiap kali melakukan perhitungan jumlah lalat, alat penguap elektrik dan alat penghitung waktu dimatikan dan dinyalakan kembali setelah akan melakukan perlakuan untuk menit selanjutnya. Peubah yang diamati pada penilitian ini adalah : 1. Jumlah Musca domestica yang tetap di kandang A (tidak pingsan maupun tidak pindah ke kandang B) setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. 2. Jumlah Musca domestica yang terusir dari kandang A setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. 3. Jumlah Musca domestica yang pingsan di kandang A maupun kandang B setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Analisis Data Hasil penelitian disajikan dalam bentuk Tabel dan Grafik. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan.

31 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan bentuknya asap cair ini termasuk insektisida nabati berbentuk cair, cara penggunaannya dapat menggunakan tambahan pengencer maupun tanpa pengencer. Berdasarkan sifat dan cara kerjanya, insektisida dapat memberikan efek pingsan/mati, pengusir (repelan), dan penarik (atraktan). Asap cair ini merupakan senyawa yang dapat menguap apabila dipanaskan, sehingga cara kerjanya pun melalui sistem pernafasan atau langsung melalui sistem saraf pusat. Asap cair grade 2 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa dan proses pirolisis berwarna bening kekuningan dan berbau khas seperti asap. Tabel 2 Jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair. Konsentrasi Menit (%) ± 3.21 b ± 1.52 c ± 2.00 c 0.67 ± 1.15 a ± 6.08 b 6.67 ± 1.15 ab 4.33 ± 0.58 b 3.33 ± 1.15 b ± 1.15 a 5.00 ± 2.00 a 1.00 ± 1.00 a 0.67 ± 0.58 a ± 2.30 b 8.67 ± 0.58 b 6.33 ± 2.30 b 5.00 ± 2.00 b Kontrol ± 0.00 c ± 0.00 d ± 0.00 d ± 0.00 c Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05 Tabel 3 Persentase rata- rata jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair. Konsentrasi Menit (%) b 35.2 c 26 c 1.2 a b 13.2 ab 8.6 b 6.6 b a 10 a 2 a 1.2 a b 17.2 b 12.6 b 10 b Kontrol 100 c 100 d 100 d 100 c Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05

32 Persentase Rata-rata Lalat Musca domestica Menit 100% 75% 50% 25% Kontrol Gambar 8 Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang tetap di kandang A setelah berkontak dengan asap cair. Tabel 2 menunjukkan persentase jumlah lalat Musca domestica yang tetap di kandang A setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Secara statistik terlihat pada menit ke-15 konsentrasi 100%, 75% dan 25% berbeda nyata dengan konsentrasi 50%. Pada menit ke-30 konsentrasi 75% terlihat tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50% dan 25%. Konsentrasi 100% terlihat berbeda nyata dengan konsentrasi 75%, 50% dan 25%. Pada menit ke-45 konsentrasi 50% dan 100% terlihat berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya, tetapi konsentrasi 75% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 25%. Pada menit ke-60 konsentrasi 100% dan 50% terlihat berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan 25%. Dari keseluruhan hasil rata-rata, dapat dilihat untuk jumlah lalat yang tetap bertahan di kandang A paling banyak pada konsentrasi 100% pada menit ke-15. Hal ini diduga karena kepekatan asap cair konsentrasi 100% belum memberikan efek untuk lalat. Tetapi pada menit berikutnya, semua konsentrasi dari asap cair menunjukkan jumlah lalat yang tetap di kandang A yang menurun drastis. Semua konsentrasi di setiap waktu terlihat berbeda nyata dengan kontrol, hal ini disebabkan karena kontrol tidak memiliki efek apapun terhadap lalat. Sehingga lalat tidak pingsan maupun tidak pindah ke kandang lain. Pada tahap ini konsentrasi 50% adalah konsentrasi yang terbaik karena lalat yang tetap berada di kandang paling sedikit diantara konsentrasi yang lain.

33 Persentase Rata-rata Lalat Musca domestica 20 Tabel 4 Jumlah lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair. Konsentrasi Menit (%) ± 1.52 b 3.67 ± 0.58 d 4.00 ± 0.00 c ± 6.02 b ± 0.00 b 2.67 ± 0.58 c 4.00 ± 0.00 c 4.33 ± 0.58 a ± 0.58 ab 1.67 ± 0.58 b 2.00 ± 0.00 b 2.00 ± 0.00 a ± 0.58 ab 1.67 ± 0.58 b 1.67 ± 0.58 b 1.67 ± 0.58 a Kontrol 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05 Tabel 5 Persentase rata-rata jumlah lalat Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair. Konsentrasi Menit (%) b 7.2 d 8 c 28.6 b 75 4 b 5.2 c 8 c 8.6 a ab 3.2 b 4 b 4 a ab 3.2 b 3.2 b 3.2 a Kontrol 0 a 0 a 0 a 0 a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0, Menit 100% 75% 50% 25% Kontrol Gambar 9 Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang terusir setelah berkontak dengan asap cair. Tabel 4 menunjukkan persentase jumlah lalat Musca domestica yang terusir dari kandang A setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair

34 21 konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Secara statistik terlihat pada menit ke-15 konsentrasi 100% dan 75%, persentase jumlah lalat yang terusir dari kandang A tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50% dan 25%. Pada menit ke-30 konsentrasi 50% dan 25% berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan konsentrasi 100%. Pada menit ke-45 konsentrasi 50% dan 25% berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan konsentrasi 100%. Pada menit ke-60 konsentrasi 100% berbeda nyata dengan konsentrasi 75%, 50% dan 25%. Dapat dilihat jumlah lalat yang terusir paling banyak terdapat pada konsentrasi 100% dalam waktu 60 menit. Pada penelitian Juanda 2006, uji repelansi menggunakan ekstrak rosemary, didapatkan juga hasil daya repelensi yang paling tinggi pada konsentrasi 20% menit ke-60. Semakin tinggi konsentrasi maka daya repelan akan semakin meningkat (Juanda 2006). Tabel 6 Jumlah lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair. Konsentrasi Menit (%) ± 1.73 b ± 1.52 b ± 2.00 b ± 7.00 b ± 0.58 b ± 1.52 c ± 0.58 c ± 0.58 c ± 0.58 d ± 1.52 d ± 1.00 d ± 0.58 c ± 2.64 c ± 0.58 c ± 1.73 c ± 1.52 c Kontrol 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05 Tabel 7 Persentase rata-rata lalat Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair. Konsentrasi Menit (%) b 57.2 b 66 b 70 b b 81.2 c 83.2 c 84.6 c d 86.6 d 94 d 94.6 c c 79.2 c 84 c 86.6 c Kontrol 0 a 0 a 0 a 0 a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P < 0,05

35 Persentase Rata-rata Lalat Musca domestica % 75% 50% 25% Kontrol Menit Gambar 10 Grafik persentase rata-rata Musca domestica yang pingsan setelah berkontak dengan asap cair. Tabel 6 menunjukkan persentase rata-rata Musca domestica yang pingsan di seluruh kandang setelah 15, 30, 45 dan 60 menit berkontak dengan asap cair konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan kontrol. Secara statistik terlihat pada menit ke-15 konsentrasi 100% dan 75%, persentase rata-rata lalat yang pingsan berbeda nyata dengan konsentrasi 50% dan konsentrasi 25%. Pada menit ke-30 konsentrasi 75% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 25%, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 100% dan 50%. Pada menit ke-45 masih terlihat hasil yang sama seperti menit ke-30. Pada menit ke-60 konsentrasi 100% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa konsentrasi 50% dimenit ke-60 tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan konsentrasi 25%, tetapi pada konsentrasi 50% lalat yang pingsan lebih banyak dibanding dengan konsentrasi lainnya.

36 23 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Asap cair (liquid smoke) memiliki daya kerja sebagai pemingsan dan dapat memberi efek pingsan (knock down) pada lalat Musca domestica. Pada konsentrasi 50% asap cair sangat efektif untuk memberikan efek pingsan (knock down). Tetapi untuk efek repelan, konsentrasi yang terbaik adalah konsentrasi asap cair 100%. Saran 1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut penggunaan asap cair termpurung kelapa terhadap lalat rumah (Musca domestica) dengan konsentrasi dan parameter yang lebih beragam. 2. Perlu dilakukan pengujian efek asap cair terhadap lalat Musca domestica menggunakan ruang tertutup (chamber). 3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut efek asap cair terhadap serangga lain, misanya nyamuk. 4. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut penggunaan jenis asap cair dari bahan yang berbeda.

37 24 DAFTAR PUSTAKA Agustian A, Friyatno S, Supadi, Askin A Analisis Pengembangan Agroindustri Komoditas Perkebunan Rakyat (Kopi dan Kelapa) Dalam Mendukung Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Albarrak AS Comparative Studies On House Fly, Musca Domestica L., Population In Different Animal Farms In Relation To Attractants And Control At Hail Province, Saudi Arabia. Pak. Entomol. 2 : 31. Axtell RC Poultry Intergrated Pest Management Status and Future. Integrated Pest Manage. Rev. 4 : Banjo AD, Lawal OA, Adeduji OO Bacteria and Fungi Isolated From Housefly (Musca domestica L.) Larvae. African J. Biotech. 8(4) : Douglass ES, C Jesse Integrated pest management for fly control in Maine dairy farms. Texas. Agricultural Extension Service. Fasanella A, S Scasciamcchia, G Gorafolo, A Giangaspero, E Tarsitano, R Adone Evaluation of the House Fly Musca domestica as a Mechanical Vector for an Anthrax. Plos One. 5(8): e12219 Fatimah F, S Gugule Penurunan Kandungan Benzo(a)pirena Asap Cair Hasil Pembakaran. Chem. Prog. 1(2). Gani A, ZA Mas ud, BW Lay, SH Sutjahjo, G, Pari Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. J. Tek. Ind. Pert. 3(16) : Ghofar A, W Meikawati, Mifbakhuddin Hubungan Pengetahuan Tentang Higiene Sanitasi dan Kondisi Higiene Sanitasi Dengan Kepadatan Lalat Pada Industri Terasi (Studi di Kelurahan Tanjungsari Kecamatan Rembang). Semarang. UNM Fakultas Kesehatan Masyarakat. Girard JP Smoking In Technology of Meat Products. New York. Clermont Ferrand. Ellis Horwood. Hadi UK, S Soviana Ektoparasit : Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor. IPB press. Himawati E Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan [Skripsi]. Surakarta. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

38 25 Kaufman PE, Reasor C, Rutz DA, Ketzis JK, Arends JJ Evaluation of Beauveria bassiana applications against adult house fly, Musca domestica, in commercial caged-layer pultry facilities in New York state. Biological Control. 33 : Juanda U Uji Repelensi Rosemary (Rosmarinus officinalis L,) Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica L.) [Skripsi]. Bogor. FKH IPB. Mappiratu Kajian Teknologi Produksi Asap Cair Dari Sabut Kelapa. Media Litbang Sulteng. 2(2) : Matsumura F Toxicology of Insecticides. New York. Plenum Press. Putnam KP, Bombick DW, Avalos JT, Doolittle DJ Comparison of The Cytotoxic and Mutagenic Potential of Liquid Smoke Food Flavourings, Cigarette Smoke Condensate and Wood Smoke Condensate. Food Chem Toxicol. 37 : Schleier III JJ, Peterson RKD Pyrethrins and Pyrethroid Insecticides. J Environ Toxicol Chem Chapter 3 : Sigit SH, FX Koesharto, Upik KH, Dwi JG, Susi S, Indrosancoyo AW, Musphyanto C, Mohammad R, Swastiko P, Sulaeman Y, Sanoto U Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Sukorini H Pengaruh Pestisida Organik dan Interval Penyemprotan Terhadap Hama Plutella Xylostella. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang. Service MW Medical Entomology for Student. Liverpool. Chapman & Hall. Soldera S, Sebastianutto N, Bortolomeazzi R Composition of Phenolic Compounds and Antioxidant Activity of Commercial Aqueous Smoke Flavourings. J Agric Food Chem 56 : Thavara U, A Tawatsin, J Chompoosri, W Suwankerd, U Chansang, P Asavadachanukorn Laboratory and field evaluation of the insect repellent 3535 (Ethyl butylacethylaminoproprionate) and deet against mosquito vectors in Thailand. J. Am. Mosq. Control Assoc. 17 : Ucan MC, B Erol, F Balacan, S Atilgan, F Yaman, Z Arslanoglu, SK Agacayak, S Guven, A Gunay Myiasis Caused by Musca domestica Larvae in a Child: A Case Study. Journal of Animal and Veterinary Advances. 10(16) : Vazirianzadeh B, SS Solary, M Rahdar, R Hajhossien, M Mehdinejad Identification of bacteria which possible transmitted by Musca domestica

39 26 (Diptera: Muscidae) in the region of Ahvaz, SW Iran. Jundishapur Journal of Microbiology. 1(1) : West LS The Housefly. Itacha. New York. Comstock Publishing Company. Young-H P, Jinsoo K, Seung-S K, Young-K P Pyrolisis Characteristic and Kinetics of Oak Trees using Thermogravimetric Analyzer and Micro-tubing reactor. Journal of Bioresource Technology. 100 : Zulkarnain I Aplikasi Pestisida dan Analisa Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Beras di Kecamatan Portibi Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2009 [Skripsi]. Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

40 LAMPIRAN 41

41 27 1. Hasil Uji Anova dan Duncan Jumlah Lalat yang Tetap, Terusir dan Pingsan Setelah Berkontak 15 Menit Dengan Asap Cair ANOVA TETAP TERUSIR PINGSAN Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Duncan TETAP PERLAKUA Subset for alpha =.05 N N % % % % kontrol Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat Rumah (Musca Domestica)

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat Rumah (Musca Domestica) 4 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Rumah (Musca Domestica) Klasifikasi Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera Subordo : Cyclorrhapha Family : Muscidae Genus : Musca Species : Musca

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan bentuknya asap cair ini termasuk insektisida nabati berbentuk cair, cara penggunaannya dapat menggunakan tambahan pengencer maupun tanpa pengencer. Berdasarkan sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica) PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica) Oleh : DATTU IFFAH HANIDHAR B04103121 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN Callosobruchus maculatus (F.) (COLEOPTERA: BRUCHIDAE) PADA BENIH KACANG HIJAU (Phaseolus aureus R.) FARRIZA DIYASTI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

DHIOSI OKTAVIA AFRENSI

DHIOSI OKTAVIA AFRENSI PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum forma citratum Back) TERHADAP INFESTASI LARVA LALAT HIJAU (Chrysomya megacephala) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) DHIOSI OKTAVIA AFRENSI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komposisi buah kelapa terdiri dari 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air. Industri pengolahan buah kelapa masih terfokus pada pengolahan hasil daging

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKM-P. ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI REPELAN LALAT HIJAU (Chrysomya sp.) DI TEMPAT PENGASINAN IKAN.

LAPORAN AKHIR PKM-P. ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI REPELAN LALAT HIJAU (Chrysomya sp.) DI TEMPAT PENGASINAN IKAN. 3 LAPORAN AKHIR PKM-P ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI REPELAN LALAT HIJAU (Chrysomya sp.) DI TEMPAT PENGASINAN IKAN Disusun Oleh: Muhammad Viqih B04090066 2009 Nur Hidayat B04090083 2009 Imran Sukri

Lebih terperinci

SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI

SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI Asna Umar, Helina Jusuf, Lintje Boekoesoe 1 asnaumarkesmas@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lingkungan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang relatif besar dalam hal peranannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK *JAKA DARMA JAYA 1, AKHMAD ZULMI 2, DIKY WAHYUDI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli 1 ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Reproduksi Lalat Musca domestica pada Berbagai Media Perkembangbiakan

Pertumbuhan dan Reproduksi Lalat Musca domestica pada Berbagai Media Perkembangbiakan Pertumbuhan dan Reproduksi Lalat Musca domestica pada Berbagai Media Perkembangbiakan Endang Puji Astuti 1, Firda Yanuar Pradani 1 Abstract. Musca domestica was insect that disturbing human and other animal.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id HEWAN AVERTEBRATA SEBAGAI PAKAN IKAN LELE, Suatu Bahan Penyuluhan:" Pemanfaatan Belatung Ampas Tahu Sebagai Pakan PURWOKERTO

bio.unsoed.ac.id HEWAN AVERTEBRATA SEBAGAI PAKAN IKAN LELE, Suatu Bahan Penyuluhan: Pemanfaatan Belatung Ampas Tahu Sebagai Pakan PURWOKERTO HEWAN AVERTEBRATA SEBAGAI PAKAN IKAN LELE, Suatu Bahan Penyuluhan:" Pemanfaatan Belatung Ampas Tahu Sebagai Pakan Alternatif Untuk Peningkatan Produksi lkan Lele Dumbo " Bagi Petani ikan Desa Pingit, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah Serangga yang termasuk dalam Phylum Arthropoda, yaitu hewan yang tubuhnya bersegmen-segmen, mempunyai rangka luar dan anggota garak yang berbuku-buku.

Lebih terperinci

UJI BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ASAP CAIR YANG DIHASILKAN MELALUI PROSES PIROLISIS

UJI BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ASAP CAIR YANG DIHASILKAN MELALUI PROSES PIROLISIS UJI BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ASAP CAIR YANG DIHASILKAN MELALUI PROSES PIROLISIS SKRIPSI RAHMAD KURNIA SIREGAR 060308019 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian

Lebih terperinci

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi. Limbah udang (kulit) 1000 gram. Dibersihkan dari benda asing

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi. Limbah udang (kulit) 1000 gram. Dibersihkan dari benda asing 78 Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi Limbah udang (kulit) 1000 gram Dibersihkan dari benda asing Direndam dengan Filtrat Abu Air Sekam (FAAS) selama 48 jam Dikukus selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke-

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke- LAMPIRAN 1. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Tabel.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis, sangat cocok untuk berkembangnya berbagai flora dan fauna, termasuk vector yang sangat banyak jumlah dan jenisnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes

ABSTRAK. Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK AIR PERASAN HERBA ROSEMARY (Rosmarinus officinalis) SEBAGAI PENGHALAU NYAMUK Aedes aegypti BETINA DEWASA Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan metode eksperimen kuasi dimana rancangan penelitiannya adalah after only with

Lebih terperinci

Global Warming. Kelompok 10

Global Warming. Kelompok 10 Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram pembuatan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi. Paku air. Diletakkan dalam bak. Diberi air. Dibersihkan.

Lampiran 1. Diagram pembuatan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi. Paku air. Diletakkan dalam bak. Diberi air. Dibersihkan. 92 Lampiran 1. Diagram pembuatan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi Paku air Diletakkan dalam bak Diberi air Dibersihkan Ditiriskan Dikering anginkan Digiling Tepung paku air Ditambahkan EM4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian 1.1. Judul Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Eksperimen Dan Pemodelan Kesetimbangan Termodinamika Pada Ekstraksi Fenol Dari Bio-Oil Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa. 1.2. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Konsentrasi ekstrak daun jambu biji merah (Psidium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia cukup besar. Pada tahun 2011 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 8,91 juta ha, dengan rincian luas areal Perkebunan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit. Dioven pada suhu 40 0 C.

Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit. Dioven pada suhu 40 0 C. 79 Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler Kaki Ayam Broiler Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit Tulang dan daging dipisahkan untk mempermudah pengeringan Dioven pada suhu 40 0 C Penggilingan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bonggol Jagung Menjadi Asap Cair Menggunakan Proses Pirolisis Guna Untuk Pengawetan Ikan Layang (Decapterus spp)

Pemanfaatan Bonggol Jagung Menjadi Asap Cair Menggunakan Proses Pirolisis Guna Untuk Pengawetan Ikan Layang (Decapterus spp) LAPORAN TUGAS AKHIR Pemanfaatan Bonggol Jagung Menjadi Asap Cair Menggunakan Proses Pirolisis Guna Untuk Pengawetan Ikan Layang (Decapterus spp) (Clevis Corn Utilization Become Pyrolysis Process Using

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DENGAN PROSES PIROLISA UNTUK MENGHASILKAN INSEKTISIDA ORGANIK

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DENGAN PROSES PIROLISA UNTUK MENGHASILKAN INSEKTISIDA ORGANIK PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DENGAN PROSES PIROLISA UNTUK MENGHASILKAN INSEKTISIDA ORGANIK OLEH : LISA SILVIA NINGSIH NO. BP 06 118 007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel Nyamuk untuk bahan uji dalam penelitian ini berasal dari telur Aedes aegypti yang diperoleh dari wilayah Jakarta Timur yang memiliki kasus demam berdarah tertinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN

UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN Penelitian Kompetitif Institusi UMK UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN Disusun Oleh : SUGENG SLAMET

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN. A. Persiapan Hewan Coba

LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN. A. Persiapan Hewan Coba LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN A. Persiapan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan adalah 25 ekor mencit jantan galur Swiss Webster berumur delapan minggu dengan berat badan 20 25 g, diperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) tanin dan triterpenoid/steroid, dapat dilihat pada Tabel 1.

Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) tanin dan triterpenoid/steroid, dapat dilihat pada Tabel 1. Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol bunga kecombrang dijumpai adanya alkaloida, glikosida, antrakinon,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sekitar 95% dari berbagai jenis lalat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sekitar 95% dari berbagai jenis lalat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalat rumah (Musca domestica) merupakan salah satu spesies serangga yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sekitar 95% dari berbagai jenis lalat yang dijumpai di sekitar

Lebih terperinci

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalat merupakan salah satu insekta Ordo diptera yang merupakan anggota kelas Hexapoda atau insekta mempunyai jumlah genus dan spesies yang terbesar yaitu mencakup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci