BAB III ANALISIS PERMASALAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS PERMASALAHAN"

Transkripsi

1 BAB III ANALISIS PERMASALAHAN Bab ini menjabarkan proses analisis serta hasil yang didapatkan pada tahap analisis. Pertama, analisis mengenai pembagian mood untuk menentukan bagaimana melodi dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan mood. Kedua, analisis mengenai melodi dan feature-nya. Ketiga, analisis bagaimana mengaitkan karakteristik atau feature dengan pengaruhnya terhadap persepsi mood. III.1 Analisis Klasifikasi Mood Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan pembagian klasifikasi persepsi mood musik yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dari Tesis ini. Sebagai langkah awal, penentuan pembagian mood ini haruslah dilakukan dengan memperhitungkan langkah analisis selanjutnya sehingga tidak mempersulit pelaksanaan langkah selanjutnya. Pembagian mood ini juga harus cukup komprehensif sehingga dapat digunakan untuk dasar pengembangan selanjutnya. Atas dasar tersebut, maka kriteria pembagian mood yang akan ditentukan adalah sebagai berikut: 1. Sederhana Pembagian mood tersebut haruslah tidak kompleks, hanya terdiri dari sedikit kelompok mood yang masing-masing kelompok mudah dideskripsikan serta dibedakan satu sama lain. Walaupun hasilnya lebih spesifik dan detail, pembagian yang terlampau banyak akan membuat analisis menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Pembagian mood dengan lebih detail dapat dilakukan pada pengembangan selanjutnya. 2. Perbedaan ekstrim Perbedaan antar satu kelompok mood dengan kelompok mood lainnya haruslah cukup besar, sehingga mempermudah mengelompokkan melodi ke dengan pembagian mood ini. Perbedaan ini dianalisis secara heuristik dari sudut pandang psikologi musik mengenai persepsi manusia, walaupun tidak menutup kemungkinan jika dilihat dari sudut pandang pengolahan data primitif melodi berupa nada-nada, dua kelompok mood yang berdekatan dipandang dari psikologi musik mengenai persepsi mood oleh manusia memiliki karakteristik sangat berlainan. III 1

2 III 2 3. Cakupan penuh Jangkauan mood yang dicakup oleh pembagian mood tersebut haruslah mencakup seluruh, atau paling tidak sebagian besar, dari kemungkinan mood yang ada. Sehingga pada analisis tahap selanjutnya yang menggunakan contoh melodi, semua contoh melodi dapat dimasukkan dalam kelompok mood yang ada. Terdapat dua referensi model pembagian mood yang banyak digunakan, yaitu model Hevner/Farnsworth dan model Thayer (lihat II.2). Model yang berdasar pada model Hevner mencakup semua mood dengan mengumpulkan kata-kata sifat berkenaan dengan mood, kemudian mengelompokkannya menjadi beberapa cluster. Sedangkan model yang berbasis model Thayer memandang mood sebagai besaran dua dimensi. Model Hevner ini sederhana karena dengan mudah dapat dipahami. Model Hevner ini fleksibel, model yang diturunkan dari model ini dapat memiliki cluster sesuai dengan kebutuhan. Definisi masing-masing cluster mood ditentukan oleh kata sifat mood yang masuk dalam masing-masing cluster. Dengan memasukkan seluruh kata sifat yang ada ke semua cluster, model yang diturunkan dari model Hevner ini dapat memenuhi kriteria ketiga, cakupan penuh. Kriteria kedua, yaitu perbedaan yang ekstrim dapat didapatkan dengan memilih cluster serta memasukkan kata-kata sifat ke dalam cluster tersebut dengan tepat. Masalah ambiguitas yang disinggung pada bagian sebelumnya dapat diatasi dengan memilih sejumlah kecil cluster, seperti yang disarankan oleh Skowronek [SKO06]. Akan tetapi, dari pengamatan terhadap beberapa klasifikasi mood model Hevner, seperti yang dikemukakan Farnsworth (lihat Tabel II.2) dan klasifikasi pada MIREX 2007 (lihat Tabel II.3), ambiguitas ini bukanlah hal yang mudah untuk dihindari. Pada model Thayer, mood dipandang sebagai besaran dua dimensi, yaitu stress dan energi (atau dalam istilah yang digunakan oleh Yang [YAN07b] arousal dan valence). Thayer merumuskan empat cluster sesuai dengan tinggi rendahnya dua dimensi mood tersebut [LIU03a]. Tetapi tidak menutup kemungkinan dua dimensi tersebut dipandang benar-benar sebagai dua dimensi nilai mood. Pembagian mood menjadi dua dimensi tersebut memenuhi kriteria pertama, yaitu kesederhanaan. Dua dimensi mood yang dipaparkan dalam model ini gamblang dan mudah dimengerti. Dimensi arousal berhubungan dengan tingkat mood yang

3 III 3 ditimbulkan, serta dimensi valence berhubungan dengan mood yang ditimbulkan, positif atau negatif. Kriteria kedua bisa dicapai dengan melihat titik-titik ekstrim dari nilai kedua dimensi mood. Musik dengan nilai arousal yang tinggi dapat secara gamblang dibedakan dengan musik dengan nilai arousal yang rendah. Begitu pula musik dengan mood yang sangat positif dapat dibedakan dengan musik dengan mood yang sangat negatif. Sedangkan kriteria ketiga, yaitu ketercakupan sudah dipenuhi oleh model Thayer ini. Kombinasi kedua dimensi mood ini dapat mencakup semua kata sifat mood yang dirumuskan oleh Hevner dalam modelnya. Dengan asumsi bahwa daftar kata sifat mood Hevner cukup lengkap, maka model Thayer ini mencakup seluruh sifat mood yang ada. Berdasarkan analisis di atas, kedua model referensi utama tersebut dapat memenuhi ketiga kriteria pembagian mood. Tingkat pemenuhan kedua model referensi tersebut dapat dilihat pada Tabel III.1. Dengan model yang berbasis pada model Hevner, pemenuhan dua dari tiga kriteria penentuan pembagian mood bergantung pada perumusan cluster dari kata-kata sifat mood, yaitu kriteria perbedaan dan kriteria cakupan. lagi dapat dipenuhi. Jika perumusan tersebut salah, maka kriteria tersebut tidak Kriteria yang paling susah untuk dipenuhi adalah kriteria perbedaan, karena itu pada Tabel III.1, nilai pemenuhan model Hevner terhadap kriteria tersebut kurang. Tabel III.1. Tingkat pemenuhan tiga kriteria pemilihan model mood oleh model mood Hevner dan Thayer. Hevner Thayer Sederhana Terpenuhi Terpenuhi Perbedaan Kurang Terpenuhi Terpenuhi Cakupan Sangat Terpenuhi Terpenuhi Berdasarkan analisis tersebut, pembagian mood yang dipilih berbasiskan pada model Thayer. Pembagian mood yang dipilih berdasarkan pada model yang dikemukakan Yang pada [YAN07b] yang berdasar model Thayer (lihat Gambar II.3). Keempat cluster model Thayer tersebut dibagi menjadi seperti pada Tabel III.2. Nilai tepat masing-masing dimensinya diabaikan, hanya dilihat letaknya pada model dua dimensi Thayer tersebut.

4 III 4 Tabel III.2. Rumusan pembagian mood dari Gambar II.3 Cluster Deskripsi 1 Arousal tinggi, valence positif Kelompok mood ini memiliki emosi yang positif, dengan tingkat mood yang ditimbulkan tinggi. Mood yang masuk pada cluster ini misalnya senang, lagu mars. 2 Arousal tinggi, valence negatif Mood yang masuk pada kelompok ini memiliki tingkat mood yang ditimbulkan tinggi, dengan emosi yang negatif. Cemas, marah dan yang sejenisnya adalah contoh mood yang termasuk pada kelompok ini. 3 Arousal rendah, valence negatif Mood dengan emosi yang negatif dan tingkat mood rendah mencakup sedih, bosan, dsb. 4 Arousal rendah, valence positif Mood pada kelompok ini membawa emosi yang positif, tapi kalem, seperti santai, tenang, damai. III.2 Feature Melodi Berdasarkan prinsip pengenalan pola, seluruh persepsi manusia berdasar pada pola-pola. Begitu pula persepsi mood manusia terhadap suatu melodi. Persepsi mood tersebut juga berdasar pada pola-pola dari karakteristik melodi. Untuk dapat menyimpulkan karakteristik atau feature dari melodi mana yang berhubungan dengan mood tertentu, perlu dilakukan pemilihan feature yang mungkin berpengaruh. Feature dipilih secara heuristik berdasarkan pengamatan terhadap data berupa melodi. Feature yang terlihat mempunyai nilai yang berbeda pada melodi-melodi pada dua kelompok mood yang berbeda dipilih sebagai kandidat feature. Dari suatu melodi dapat diekstrak berbagai macam feature. Dari feature paling dasarnya, yaitu bahwa melodi adalah deretan nada, dapat diekstraksi feature berupa nada-nada tersebut. Nada memiliki dua dimensi, dimensi pitch dan dimensi waktu, yang terbagi dua: timing dan durasi, serta memiliki nilai intensitas (lihat Tabel II.1). Kemudian, berdasarkan teori musik, feature lain yang lebih rumit, seperti tonality (mayor/minornya musik) dibentuk oleh nada tersebut. III.2.1 Tingkatan Feature Feature terkait dengan melodi sangatlah banyak, dari mulai feature yang sederhana, yang dapat dipahami dan diekstraksi dari melodi dengan mudah, sampai feature

5 III 5 yang rumit, yaitu feature yang memerlukan pengetahuan yang cukup atas teori musik ataupun feature yang ekstraksinya memerlukan proses yang tidak sederhana. Feature yang rumit terbentuk dari feature yang sederhana, tetapi terdapat kemungkinan feature yang sederhana tidak cukup untuk membedakan antara satu jenis mood dengan jenis lainnya. Sebagai contoh, semua feature dapat diturunkan dari feature yang paling dasar dan paling sederhana, yaitu feature nada pada melodi. Tidak semua feature tersebut dapat diimplementasikan dalam Tesis ini. Karena itu, untuk mempermudah analisis, feature yang lebih sederhana diutamakan di atas feature yang rumit. Atas dasar tingkat kerumitan feature melodi, sebuah pembagian feature musik dirumuskan agar pemilihan feature untuk tahap berikutnya lebih mudah dilakukan. Melodi adalah deretan nada dalam dua dimensi. Deretan nada dalam melodi merupakan feature melodi yang paling sederhana. Dari feature-feature yang ada, sebagian hanya berkaitan dengan salah satu dimensi dari melodi. Sebagian yang lain berkaitan langsung dengan kedua dimensi melodi. Feature yang berkaitan dengan satu dimensi tentu saja lebih sederhana baik dari segi pemahaman maupun dari kerumitan ekstraksi feature dari data melodi. Rumusan pembagian feature melodi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Feature tingkat 0 Feature pada tingkat ini adalah level terendah, yaitu tingkat primitif dalam melodi: data mengenai nada. Feature pada level ini mencakup daftar nada yang ada pada suatu melodi dan mencakup nilai pitch, durasi serta timing dari setiap nada tersebut. 2. Feature tingkat 1 Feature tingkat 1 ini mencakup feature sederhana yang hanya terkait salah satu dari dimensi nada, yaitu pitch saja atau durasi saja, belum melihat timing dan keterurutan, dan hanya berdasarkan perhitungan yang sederhana. Contoh feature yang dapat masuk ke kelompok ini adalah: rata-rata nilai pitch, jangkauan nada, rata-rata durasi, durasi terpanjang dan terpendek. 3. Feature tingkat 2 Pada kelompok ini, feature-feature yang tercakup merupakan feature-feature sederhana yang lebih rumit dibandingkan pada tingkat 1, yaitu feature sederhana yang dapat melibatkan kedua dimensi nada, yaitu kombinasi antara

6 III 6 dimensi pitch dengan dimensi waktu (baik durasi dan timing nada). Contoh feature pada kelompok ini adalah: interval pitch dan artikulasi. 4. Feature tingkat 3 dan selanjutnya Feature pada tingkat ini adalah feature yang memiliki abstraksi lebih tinggi di atas feature pada tingkat sebelumnya. Contoh feature pada level ini adalah: bentuk melodi dan pergerakan melodi. Berdasarkan pembagian tingkatan feature tersebut, analisis yang dilakukan terhadap feature akan dilakukan pada feature tingkat 1 dan 2. Feature pada tingkat 0 serta 3 dan selanjutnya tidak dipergunakan karena: 1. Feature tingkat 0 adalah tingkat dimana sistem generator melodi yang akan dibuat bekerja. Feature pada tingkat ini, yaitu daftar nada seperti apa adanya terlalu primitif sehingga analisis akan sulit dilakukan. 2. Berkebalikan dengan feature tingkat 0, feature tingkat 3 dan selanjutnya merupakan feature yang benar-benar diambil dari abstraksi teori musik. Hal ini menyebabkan hasil analisis akan susah untuk diterapkan dalam generator musik karena terlalu abstrak. Untuk diimplementasikan, feature ini sudah terwakili oleh feature pada tingkat yang lebih rendah. Misalnya, pergerakan melodi yang disjunct. Jika hanya seperti itu informasinya, maka susah untuk membuat melodi. Feature tersebut terwakili misalnya pada rata-rata nilai interval pitch yang tinggi. Feature rata-rata nilai interval pitch dapat dengan mudah diimplementasikan ke dalam sistem generator melodi. III.2.2 Feature Tingkat 1 Feature tingkat 1 ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pitch dan durasi. Feature pitch hanya berdasar pada pitch dari nada-nada yang ada pada melodi, sedangkan feature durasi hanya berdasar pada durasi dara nada-nada yang ada pada melodi. III Pitch Setiap nada memiliki pitch. Nilai pitch dapat direpresentasikan sebagai nilai pitch dari MIDI, yaitu nilai nominal Nilai pitch ini merepresentasikan tinggi/rendahnya nada. Nilai pitch ini disebut juga nilai pitch absolut. Nada-nada dapat dikelompokkan menjadi oktaf-oktaf. Nilai pitch dapat diterjemahkan menjadi nilai oktaf serta nilai pitch di dalam oktaf tersebut. Nilai pitch di dalam oktaf disebut juga nilai pitch class.

7 III 7 Pada tingkatan pitch, tinggi-rendahnya nilai pitch berkaitan dengan mood. Nada-nada tinggi memiliki kecenderungan mood yang berbeda dengan nada-nada rendah. Sebagai contoh, suatu melodi ketika dimainkan pada oktaf yang berbeda memiliki rasa mood yang berbeda juga. Dalam setiap oktaf pun, setiap pitch class memiliki karakteristik tersendiri dalam membentuk melodi. III Durasi Setiap nada memiliki durasi. Nilai durasi merepresentasikan berapa lama nada tersebut ada atau terdengar. Terkait dengan tempo dan ketukan dari melodi, nilai durasi dapat direpresentasikan dalam dua cara. Pertama, dengan menggunakan nilai ketukan dari nada. Kedua, dengan menggunakan ukuran waktu, misalnya dalam milidetik. Durasi erat kaitannya dengan dimensi arousal dari mood. Misalnya, dua buah lagu seperti pada Gambar III.1 memiliki nilai durasi yang berbeda. Lagu Burung Kakaktua memiliki durasi yang panjang-panjang, sedangkan Cing Cang Keling berdurasi pendek-pendek. Gambar III.1. (a) Melodi lagu Burung Kakaktua (b) Melodi lagu Cing Cang Keling. III.2.3 Feature Tingkat 2 Pada bagian sebelumnya, masing-masing dari dimensi pitch dan dimensi waktu dari melodi dibahas tersendiri. Padahal pada satu melodi, kedua dimensi tersebut tidak bisa dipisahkan. Bagian ini membahas feature yang bisa diturunkan dari gabungan keduanya. III Interval Interval didefinisikan sebagai jarak pitch antar dua nada yang berurutan dalam melodi. Terdapat dua cara mengukur interval, yang perbedaannya hanya terletak pada pengikutsertaan durasi. Cara pertama, durasi diabaikan, informasi waktu yang dipergunakan hanya urutan kemunculan nada. Cara kedua, nilai durasi

8 III 8 diperhitungkan, sehingga interval pitch akan berbentuk vektor yang terdiri atas panjang dan sudut kemiringan vektor. Interval adalah feature utama yang menentukan sifat pergerakan melodi, apakah satu melodi bersifat conjunct atau disjunct. Dua jenis pergerakan melodi tersebut berpengaruh pada mood, seperti dapat dibandingkan antara dau melodi pada Gambar III.1. Melodi Burung Kakaktua lebih bersifat disjunct, sedangkan melodi Cing Cang Keling lebih bersifat conjunct. Jarak interval pada melodi Burung Kakaktua lebih jauh dibandingkan dengan jarak interval pitch pada melodi Cing Cang Keling. III Deretan Not Melodi pada awalnya dibuat untuk dinyanyikan. Oleh karena itu, banyak dijumpai runtutan atau deretan nada yang memiliki interval kecil yang sama pada melodi, baik runtutan nada yang naik, maupun yang turun. Runtutan nada ini berpengaruh pada melodi secara keseluruhan. Hal yang dapat diukur pada feature ini adalah jumlah nada yang ada pada setiap deretan yang ada di melodi, interval pada deretan tersebut, dan banyaknya jumlah deretan naik dan turun. III.3 Analisis Translator Parameter Mood ke Feature Pengenalan adalah salah satu atribut dasar manusia dan organisme hidup lainnya. Suatu pola adalah deskripsi dari suatu benda. Manusia melakukan proses pengenalan setiap saat dalam hidup. Manusia dapat mengenali manusia lainnya di tengah keramaian dan menangkap apa yang dikatakan, memisahkan perkataan dari derau suara; mengenali suara-suara yang pernah didengar; mengenali nada dan mendengar musik; mengenali tema yang dibawa musik dan merasakannya; dan dapat membedakan senyuman dengan gestur marah. Dari sudut pandang psikologi kognitif, seorang manusia dapat dipandang sebagai sistem informasi yang sangat canggih, salah satunya karena kemampuan pengenalan polanya yang ulung [RUS03][TOU74]. Manusia mengenali karakter, gambar, dan musik dengan menggunakan panca indera. Pengenalan ini melibatkan identifikasi dan klasifikasi pola-pola spasial dan temporal. Pengenalan pola oleh manusia dapat dipandang sebagai masalah psikofisiologi yang melibatkan hubungan antara seorang manusia dengan stimulus fisik. Ketika seorang manusia merasakan suatu pola, ia melakukan penyimpulan

9 III 9 secara induktif dan menghubungkan persepsi ini dengan konsep umum yang didapatkannya dari pengalaman sebelumnya. Pengenalan pola oleh manusia pada kenyataannya adalah perkiraan apakah suatu input data berhubungan dengan salah satu himpunan populasi statistik yang didapatkan dari pengalaman manusia sebelumnya. Sehingga, permasalahan pengenalan pola dapat dipandang sebagai proses mencocokkan input data dengan populasi-populasi dengan mencari dan mencocokkan feature atau atribut dasar yang sama dalam anggota dari populasi tersebut [TOU74]. III.3.1 Pendekatan Pengenalan Pola Terdapat tiga konsep pendekatan sebuah sistem untuk melakukan pengenalan pola: 1. Daftar Pola Mendaftarkan dan menyimpan semua anggota dari setiap kelompok pola. Ketika satu buah benda yang tidak diketahui diperlihatkan ke sistem, benda tersebut dicocokkan dengan pola yang tersimpan satu demi satu. Sistem kemudian mengelompokkan benda tersebut sesuai dengan pola yang cocok dengannya. 2. Kesamaan Sifat Menentukan karakteristik sebuah kelompok pola yang benar dari kesamaan sifat antara semua anggota dari kelompok tersebut. Asumsi dasar pada pendekatan ini adalah bahwa semua anggota dari sebuah kelompok pola mempunyai kesamaan sifat/feature. Karakteristik setiap kelompok tersebut dapat disimpan, dan kemudian jika suatu benda diperlihatkan ke sistem, maka feature diekstraksi dari benda tersebut kemudian dicocokkan dengan karakteristik feature yang tersimpan. Sistem kemudian mengelompokkan benda tersebut sesuai dengan karakteristik feature yang cocok dengan feature benda tersebut. 3. Konsep Clustering Apabila anggota dari masing-masing kelompok pola adalah vektor yang memiliki komponen berupa bilangan bulat, maka suatu kelompok pola dapat dikenali dari kedekatan setiap anggotanya pada ruang vektornya. Ketiga konsep pendekatan tersebut dapat diimplementasikan dengan menggunakan tiga metodologi utama:

10 III Metode Heuristik Pendekatan heuristik berdasarkan pada intuisi dan pengalaman manusia, menggunakan konsep daftar anggota atau konsep kesamaan sifat. Sebuah sistem yang didesain dengan menggunakan prinsip ini biasanya terdiri dari himpunan prosedur yang khusus dibuat untuk masalah pengenalan yang spesifik. Pendekatan heuristik ini sangat bergantung pada desain sistem dan tidak dapat dibuat secara generik. 2. Metode Matematis Pendekatan matematis didasari pada aturan-aturan klasifikasi yang diformulasikan dan diturunkan dalam kerangka matematis. Konsep yang dapat digunakan adalah konsep kesamaan sifat dan konsep clustering. Metode matematis ini dapat dibagi dua: deterministik dan statistik. Pendekatan deterministik tidak menggunakan secara eksplisit sifat-sifat statistik dari kelompok pola. 3. Metode Linguistik (Sintaktik) Karakterisasi pola dengan menggunakan elemen-elemen primitif (atau subpola) dan hubungan antar elemen tersebut menjadi dasar dari pendekatan metode linguistik atau sintaktik ini, dengan menggunakan konsep kesamaan sifat. Sebuah pola dapat dideskripsikan sebagai struktur hirarkis dari subpola dengan beranalogi pada struktur sintaktik dari bahasa. Dengan begitu, teori bahasa formal dapat diaplikasikan pada permasalahan pengenalan pola. III.3.2 Analisis Data Melodi Analisis pengenalan pola dilakukan terhadap data melodi untuk mendapatkan kesimpulan mengenai karakteristik atau feature dari melodi yang berpengaruh pada mood. Terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh untuk dapat mendapatkan keterkaitan antara mood dengan feature. Pertama, dengan menggunakan data berupa melodi-melodi dari musik yang sudah ada. Kedua, dengan menggunakan data berupa melodi-melodi hasil dari generator melodi. Kedua pendekatan tersebut memerlukan data tambahan berupa label mood yang harus dilabeli secara manual oleh manusia. Pendekatan yang pertama memiliki kelemahan dibandingkan pendekatan kedua pada titik ekstraksi feature. Pendekatan kedua (lihat Gambar III.2) tidak memerlukan pengekstrak feature karena nilai feature sudah didapatkan dari parameter masukan ke sistem generator melodi.

11 III 11 (a) (b) Gambar III.2. Proses analisis data melodi dengan pendekatan (a) data melodi berasal dari lagu-lagu yang sudah ada dan (b) data melodi berasal dari pembangkitan oleh generator melodi Kelebihan pendekatan pertama dibandingkan dengan yang kedua adalah pada pemilihan data melodi yang akan menjadi data masukan. Karena melodi berasal dari lagu-lagu yang sudah ada, melodi dapat dipilih sedemikian sehingga mewakili seluruh label mood yang mungkin. Pada pendekatan kedua, kombinasi nilai parameter bagi generator melodi menjadi patokan dalam membuat data masukan. Kombinasi nilai tersebut bisa sangat banyak, karena jumlah feature yang cukup besar. Dari data set berupa kumpulan melodi diekstraksi featurenya menjadi feature vector dari setiap melodi. Kemudian dari data berupa feature vector dilakukan analisis menggunakan algoritma-algoritma yang terdapat pada kakas WEKA [THE08]. Penggunaan kakas analisis data melodi dilakukan untuk mempermudah pengenalan pola pada data melodi. Dari semua kakas yang ada, WEKA dipilih karena: 1. Merupakan perangkat lunak open source, yang dirilis dalam lisensi GPL (General Public License). 2. Mengimplementasikan banyak teknik dan algoritma preproses data serta algoritma pemrosesan data. 3. Mudah digunakan karena antarmukanya sederhana dan mudah dipahami.

12 III 12 Tidak semua algoritma yang diimplementasikan di WEKA akan dicoba. Dari algoritma-algoritma yang diimplementasikan di WEKA, berikut ini adalah algoritma-algoritma yang dipilih, beserta dasar pemilihan algoritma tersebut: 1. Decision Tree (J48) Algoritma pembentuk pohon keputusan (decision tree) dipilih karena algoritma tersebut merupakan algoritma yang mudah dipelajari, juga hasil pembelajarannya dapat dengan mudah dipahami oleh manusia. Algoritma pembentuk pohon keputusan J48 pada WEKA secara khusus dipilih karena kemampuannya untuk menangani nilai feature berupa nilai numerik. 2. Jaringan Saraf Tiruan (MultilayerPerceptron) Algoritma jaringan saraf tiruan banyak dipakai pada kasus-kasus pemetaan sebuah fungsi yang rumit yang tidak dapat secara intuitif dideskripsikan. Penggunaan algoritma ini dalam bidang komposisi musik cukup berhasil [AME08]. 3. Bayesian Network Algoritma yang berdasar pada teorema Bayes ini sudah banyak diterapkan pada pemodelan pengetahuan pada bidang-bidang terkait dengan klasifikasi, misalnya klasifikasi dokumen, sistem temu-balik informasi, dsb [AME08]. 4. SVM Algoritma Support Vector Machine dipilih karena kemampuannya untuk tidak overfit terhadap data pelatihan. SVM dapat dipakai karena kemampuannya memodelkan sebuah fungsi tanpa mengetahui fungsi derifatif dari fungsi tersebut. SVM juga cukup banyak dipakai dalam bidang klasifikasi musik [POH05][LI04][POL05]. Pengenalan pola dengan cara analisis terhadap data melodi yang sudah ada dan terklasifikasikan memerlukan ekstraksi feature dari melodi tersebut. Setiap melodi perlu ditransformasikan menjadi suatu vektor feature yang mewakili melodi tersebut. Berdasarkan analisis feature pada bagian sebelumnya, maka dipilihlah feature-feature yang harus diekstraksi dari melodi untuk menjadi vektor feature. Daftar feature tersebut dapat dilihat pada Tabel III.3. III.3.3 Analisis Hasil Pengujian Jika berhasil, algoritma pada WEKA akan menghasilkan model klasifikasi translasi antara feature melodi dengan mood. Model ini secara langsung dapat digunakan

13 III 13 Tabel III.3. Daftar feature Tingkat 1 Tingkat 2 Pitch Durasi Interval Kemiringan Deretan Not Nilai maksimum dari pitch absolut Nilai minimum dari pitch absolut Rata-rata nilai pitch absolut Rata-rata nilai pitch class Pitch class yang paling banyak muncul Oktaf rata-rata Durasi maksimum Durasi minimum Durasi yang paling banyak muncul Durasi rata-rata Jarak interval pitch maksimum Jarak interval pitch minimum Jarak rata-rata interval pitch Persentase interval naik Persentase interval turun Persentase interval datar Maksimum kemiringan interval Minimum kemiringan interval Rata-rata kemiringan interval Jumlah deretan not Jumlah deretan not naik Jumlah deretan not turun Rata-rata jumlah not pada deretan nada Rata-rata jumlah not pada deretan nada naik Rata-rata jumlah not pada deretan nada turun untuk mengklasifikasikan data melodi ke dalam klasifikasi mood. Pada sistem generator melodi yang diinginkan dapat menerima parameter masukan berupa mood, diperlukan sebuah translator yang bekerja pada arah sebaliknya, yaitu translator yang dapat menerjemahkan nilai mood menjadi parameter detail yang mengatur feature dari melodi yang akan dihasilkan. Translator tersebut dapat dibuat dengan menganalisis lebih lanjut masing-masing feature yang berpengaruh terhadap mood dari melodi. Analisis tersebut dapat dibantu pula dengan menggunakan algoritma-algoritma pembelajaran. Misalnya, dengan menggunakan jaringan saraf tiruan dengan input dua dimensi mood (arousal dan valence), dicari fungsi untuk menghasilkan nilai parameter rata-rata interval. Pengujian terhadap pembuatan model keterkaitan feature terhadap mood telah dilaksanakan, dan hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada bagian V.2. Dari

14 III 14 hasil pengujian untuk menentukan feature melodi yang memiliki pengaruh dalam menentukan mood, didapatkan bahwa dengan pendekatan pembelajaran dengan seluruh feature yang dipilih pada bagian sebelumnya, model pembelajaran yang didapatkan selalu overfit. Artinya, tidak diperoleh model mengenai feature yang mempengaruhi mood yang dapat digunakan secara umum. Model yang didapatkan hanya berjalan dengan baik untuk data pelatihan. Terkait dengan pemilihan feature, keadaan seperti ini dapat bersumber dari pemilihan feature yang kurang baik. Pada kasus melodi ini, aspek musik lainnya sama sekali diabaikan, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa feature yang diperlukan ikut terabaikan. Kemungkinan kedua adalah bahwa menurut psikologi, manusia cenderung melengkapi informasi yang diterimanya [DOB93]. Karena itu, ketika mengklasifikasikan melodi, nada-nada serta harmoni cenderung timbul pada otak manusia, kemudian klasifikasi yang dihasilkan akan terpengaruh oleh hal tersebut. Karena itu, feature yang diekstraksi tidak cukup untuk mengklasifikasikan melodi dengan benar. Karena pembentukan model tersebut tidak berhasil dilaksanakan, maka proses selanjutnya yaitu pemetaan lebih lanjut mood terhadap feature tidak dapat dilakukan. Perlu diusahakan dalam penelitian selanjutnya untuk mendapatkan pemetaan antara mood dengan feature.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Musik adalah seni, hiburan, dan aktivitas manusia yang melibatkan suara-suara yang teratur [KLE07]. Istilah musik juga digunakan untuk mengacu pada permainan musik,

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini berisi perancangan terhadap prototipe sistem generator melodi, hasil implementasi dari rancangan tersebut serta pengujian, baik berkenaan dengan keterkaitan mood

Lebih terperinci

BAB IV RANCANGAN GENERATOR MELODI

BAB IV RANCANGAN GENERATOR MELODI BAB IV RANCANGAN GENERATOR MELODI Bab ini menjabarkan proses perancangan sistem generator melodi beserta hasilnya. Pertama, dibahas mengenai analisis skema dasar umum sistem untuk menyusun melodi dari

Lebih terperinci

TESIS ALI AKBAR NIM : (Program Studi Informatika)

TESIS ALI AKBAR NIM : (Program Studi Informatika) STUDI AUTOMATIC GENERATOR MELODI BERDASARKAN PARAMETER MOOD TERTENTU TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ALI AKBAR NIM : 23507042

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat hubungan langsung antara musik dan emosi (Samira Pouyanfar, dkk,

BAB I PENDAHULUAN. terdapat hubungan langsung antara musik dan emosi (Samira Pouyanfar, dkk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan sarana yang ampuh dan memiliki banyak kebaikan bagi tubuh dan jiwa manusia, musik dapat menenangkan bahkan membangkitkan semangat seseorang yang mendengarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik kajian. Pada bab ini dipaparkan seputar perkembangan keilmuan dan hasil penelitian sebelumnya untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan dosen pembimbing tugas akhir masih dilakukan secara manual di Jurusan Teknik Informatika UMM yang hanya mengandalkan pengetahuan personal tentang spesialisasi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 1.1. Analisa Masalah 3.1.1. Analisa Algoritma Midi (Musical Instrument Digital Interface) merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan alat musik elektrik, komputer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Education data mining merupakan penelitian didasarkan data di dunia pendidikan untuk menggali dan memperoleh informasi tersembunyi dari data yang ada. Pemanfaatan education

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data Mining Data Mining adalah proses yang mempekerjakan satu atau lebih teknik pembelajaran komputer (machine learning) untuk menganalisis dan mengekstraksi pengetahuan (knowledge)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting bagi kehidupan manusia, yang dapat mempengaruhi manusia itu sendiri, juga menjadi faktor pendukung dalam setiap sektor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Data Mining Data mining adalah proses yang menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine learning untuk mengekstrasi dan mengidentifikasi informasi

Lebih terperinci

BAB III Analisis. Gambar III.1 Rancangan Pemrosesan

BAB III Analisis. Gambar III.1 Rancangan Pemrosesan BAB III Analisis Bab ini memuat analisis yang dilakukan dalam penulisan Tugas Akhir, berupa analisis terhadap rancangan pemrosesan, yang dibagi menjadi bagian Preprosesor, Algoritma Genetika, dan bagian

Lebih terperinci

Studi Automatic Generator Melodi Berdasarkan Parameter Mood Tertentu

Studi Automatic Generator Melodi Berdasarkan Parameter Mood Tertentu Studi Automatic Generator Melodi Berdasarkan Parameter Mood Tertentu PROPOSAL TESIS oleh: Ali Akbar / 23507042 PROGRAM STUDI MAGISTER INFORMATIKA SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM METODOLOGI DATA MINING

BAB IV GAMBARAN UMUM METODOLOGI DATA MINING BAB IV GAMBARAN UMUM METODOLOGI DATA MINING A. Metodologi Data Mining Metodologi Data Mining Komponen data mining pada proses KDD seringkali merupakan aplikasi iteratif yang berulang dari metodologi data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI penelitian. Pada bab ini akan dibahas literatur dan landasan teori yang relevan dengan 2.1 Tinjauan Pustaka Kombinasi metode telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Persiapan Data BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan tugas akhir ini data yang digunakan adalah kalimat tanya Berbahasa Indonesia, dimana kalimat tanya tersebut diambil dari soal-soal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DESAIN PENELITIAN Dalam melakukan penelitian, dibutuhkan desain penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Berikut ini merupakan desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Musik, Mood, Klasifikasi, K-NN, K-Means

ABSTRAK. Kata Kunci : Musik, Mood, Klasifikasi, K-NN, K-Means ABSTRAK Musik erat kaitannya dengan psikologi manusia, kenyataan ini mengindikasikan bahwa musik dapat terkait dengan emosi dan mood/ suasana hati tertentu pada manusia. setiap musik yang telah tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I-1 Jaringan Regulatori Genetik

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I-1 Jaringan Regulatori Genetik BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan latar belakang pelaksanaan Tesis, rumusan masalah, tujuan pelaksanaan Tesis, dan batasan masalah yang dikaji pada Tesis. Selain itu, dijelaskan pula metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertukaran informasi di zaman modern ini telah sampai pada era digital. Hal ini ditandai dengan semakin dibutuhkannya teknologi berupa komputer dan jaringan internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengenalan ucapan (speech recognition) merupakan sistem yang dirancang untuk dapat mengenali sinyal suara, sehingga menghasilkan keluaran berupa tulisan. Input dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Saham 2.1.1 Pengenalan Saham Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha terhadap suatu perusahaan (Athanasius, 2012). 2.1.2 Pengenalan

Lebih terperinci

Penggolongan Musik Terhadap Suasana Hati Menggunakan Metode K-Means

Penggolongan Musik Terhadap Suasana Hati Menggunakan Metode K-Means Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penggolongan Musik Terhadap Suasana Hati Menggunakan Metode K-Means I Gede Harsemadi 1), I Made Sudarma 2) Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sebuah aplikasi berupa Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) mulai dikembangkan pada tahun 1970. Decision Support Sistem (DSS) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh pelanggan. Alat ini biasa diletakkan di rumah-rumah yang menggunakan penyediaan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI Bab ini berisi perancangan perangkat lunak pembentuk pola improvisasi musik jazz bernama JazzML dan bagaimana impelemntasi hasil rancangan ke dalam kode program. 4.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet saat ini merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari segenap sendi kehidupan. Berbagai pekerjaan ataupun kebutuhan dapat dilakukan melalui media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh manusia menikmati musik, mulai dari bayi, remaja, dewasa sampai lansia. mengenali dan menguasai nada (Supriansah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. seluruh manusia menikmati musik, mulai dari bayi, remaja, dewasa sampai lansia. mengenali dan menguasai nada (Supriansah, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik merupakan bahasa universal, alunan-alunan nada pada musik dapat menyalurkan berbagai emosi seperti kebahagiaan, semangat, cinta bahkan kesedihan bagi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas teori-teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang algoritma.

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas teori-teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang algoritma. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas teori-teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang algoritma. 2.1. Deteksi Bola 2.1.1. Colorspace Colorspace adalah model abstraksi matematis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat mempermudah akses terhadap informasi tekstual yang sangat besar jumlahnya, baik yang terdapat pada Internet maupun pada koleksi dokumen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan 175 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Gerak dan irama dalam bentuk lagu dapat digunakan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pelaku seni khususnya di bidang seni musik, baik sebagai seorang pengajar, praktisi,

Lebih terperinci

Sistem Tonjur untuk Menentukan Pasangan Main Angklung ke Pemain dengan Memanfaatkan MusicXML

Sistem Tonjur untuk Menentukan Pasangan Main Angklung ke Pemain dengan Memanfaatkan MusicXML Sistem Tonjur untuk Menentukan Pasangan Main Angklung ke Pemain dengan Memanfaatkan MusicXML Hafid Inggiantowi Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha no. 10 Bandung, 40132, Indonesia hafidinggiantowi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Bab ini berisi penjelasan mengenai analisis sistem pencarian melodi pada file

BAB III ANALISIS. Bab ini berisi penjelasan mengenai analisis sistem pencarian melodi pada file BAB III ANALISIS Bab ini berisi penjelasan mengenai analisis sistem pencarian melodi pada file MIDI yang akan dikembangkan. Secara garis besar, sistem akan menerima masukan query berupa melodi monofonik,

Lebih terperinci

( ) ( ) (3) II-1 ( ) ( )

( ) ( ) (3) II-1 ( ) ( ) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Naïve Bayes Classifier 2.1.1 Teorema Bayes Bayes merupakan teknik prediksi berbasis probabilistik sederhana yang berdasar pada penerapan teorema Bayes (atau aturan Bayes) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar yang telah dilakukan mengakibatkan anak didik

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar yang telah dilakukan mengakibatkan anak didik BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar yang telah dilakukan mengakibatkan anak didik cenderung menghafalkan materi sebagai cara yang mudah untuk memahami. Pemahaman atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

Ali Akbar NIM : Program Studi Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Ali Akbar NIM : Program Studi Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung Feature Melodi dalam Pengolahan Musik Digital Ali Akbar NIM : 23507042 Program Studi Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if27042@students.if.itb.ac.id Abstrak Melodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada tiga, yaitu association rules, classification dan clustering.

BAB I PENDAHULUAN. ada tiga, yaitu association rules, classification dan clustering. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data mining adalah serangkaian proses untuk menggali nilai tambah berupa informasi yang selama ini tidak diketahui secara manual dari suatu basis data. Informasi yang

Lebih terperinci

PENERAPAN DATA MINING UNTUK EVALUASI KINERJA AKADEMIK MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES CLASSIFIER

PENERAPAN DATA MINING UNTUK EVALUASI KINERJA AKADEMIK MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES CLASSIFIER PENERAPAN DATA MINING UNTUK EVALUASI KINERJA AKADEMIK MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES CLASSIFIER I. PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan salah satu aspek penting dalam evaluasi keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB3. Tinjauan Karakter Musik

BAB3. Tinjauan Karakter Musik -.J Music Center di Yogyakarta 27 BAB3 Tinjauan Karakter Musik Pokok tinjauan pada bab ini adalah pemahaman tentang karakter musik mencakup elemen-elemen pembentuknya, sehingga akan didapatkan suatu landasan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS Teknik Improvisasi Melodi dengan Memodifikasi Melodi Asli

BAB III ANALISIS Teknik Improvisasi Melodi dengan Memodifikasi Melodi Asli BAB III ANALISIS Bab ini membahas analisis yang dilakukan pada Tugas Akhir ini, mencakup analisis permasalahan secara garis besar, yaitu bagaimana menggunakan sistem pembelajaran mesin untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan suasana tertentu seperti senang, sedih, tenang, bergejolak, meriah hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan suasana tertentu seperti senang, sedih, tenang, bergejolak, meriah hingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia hiburan yang telah menjadi salah satu industri terbesar sekarang ini, seakan tidak terpisahkan dengan keberadaan dan peran serta musik di dalamnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak. diselenggarakan pada jalur formal, nonformal maupun informal.

BAB I PENDAHULUAN. membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak. diselenggarakan pada jalur formal, nonformal maupun informal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi belajar anak adalah bagaimana anak fokus dalam mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi belajar anak adalah bagaimana anak fokus dalam mengerjakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Konsentrasi belajar anak adalah bagaimana anak fokus dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu, hingga pekerjaan itu dikerjakan dalam waktu tertentu (Alim,

Lebih terperinci

Moch. Ali Machmudi 1) 1) Stmik Bina Patria

Moch. Ali Machmudi 1) 1) Stmik Bina Patria UJI PENGARUH KARAKTERISTIK DATASET PADA PERFORMA ALGORITMA KLASIFIKASI Moch. Ali Machmudi 1) 1) Stmik Bina Patria 1) Jurusan Manjemen Informatika-D3 Email : 1 aliadhinata@gmail.com 1) Abstrak Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu pelayanan dalam dunia perbankan adalah pemberian pinjaman kredit kepada nasabah yang memenuhi syarat perbankan. kredit merupakan sumber utama penghasilan

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM PENGELOMPOKAN MUSIK TERHADAP SUASANA HATI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR DAN K-MEANS

REKAYASA SISTEM PENGELOMPOKAN MUSIK TERHADAP SUASANA HATI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR DAN K-MEANS TESIS REKAYASA SISTEM PENGELOMPOKAN MUSIK TERHADAP SUASANA HATI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR DAN K-MEANS I GEDE HARSEMADI NIM 1191761015 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara manual dari suatu kumpulan data. Defenisi lain data mining adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. secara manual dari suatu kumpulan data. Defenisi lain data mining adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Data mining merupakan serangkaian proses untuk menggali nilai tambah dari suatu kumpulan data berupa pengetahuan yang selama ini tidak diketahui secara manual dari

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis cluster merupakan salah satu alat yang penting dalam pengolahan data statistik untuk melakukan analisis data. Analisis cluster merupakan seperangkat metodologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era persaingan yang semakin ketat pada saat sekarang ini telah menyebabkan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri khususnya dalam bidang industri makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran, dan warna ketika suatu citra digambarkan meskipun dalam ruang 2D (dua

BAB I PENDAHULUAN. ukuran, dan warna ketika suatu citra digambarkan meskipun dalam ruang 2D (dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu citra memiliki beragam bentuk tekstur dan warna yang berbeda. Citra dapat dikenali dengan mudah oleh manusia dikarenakan manusia sudah memiliki persepsi atau

Lebih terperinci

Jurnal TIMES, Vol. III No 2 : 1-5, 2014 ISSN : Character Recognition Dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Jurnal TIMES, Vol. III No 2 : 1-5, 2014 ISSN : Character Recognition Dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Jurnal TIMES, Vol III No 2 : 1-5, 2014 Character Recognition Dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Hendri, SKom MKom STMIK TIME, Jl Merbabu No 32 AA-BB Medan Email : h4ndr7@hotmailcom Abstrak Jaringan

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN TINGKAT DANGEROUS DRIVING BEHAVIOR MENGGUNAKAN DATA ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG) DENGAN PENDEKATAN MACHINE LEARNING

PENGKLASIFIKASIAN TINGKAT DANGEROUS DRIVING BEHAVIOR MENGGUNAKAN DATA ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG) DENGAN PENDEKATAN MACHINE LEARNING PENGKLASIFIKASIAN TINGKAT DANGEROUS DRIVING BEHAVIOR MENGGUNAKAN DATA ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG) DENGAN PENDEKATAN MACHINE LEARNING Nama : Alisca Damayanti NPM : 50412648 Jurusan : Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gelombang Bunyi Menurut Anwar, et al (2014), gelombang bunyi atau lebih khusus dikenal sebagai gelombang akustik adalah gelombang longitudinal yang berada dalam sebuah medium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, istilah politik pada konteks ini berarti kekuasaan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, istilah politik pada konteks ini berarti kekuasaan. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah ekologi politik secara etimologis berasal dari dua kata, yaitu ekologi dan politik. Ekologi di sini difokuskan pada konteks sumberdaya alam. Artinya

Lebih terperinci

Task III : Data Transformation (Transformasi Data) Beberapa Pendekatan Transformasi Data. Smoothing. Normalization (#2) Normalization (#1)

Task III : Data Transformation (Transformasi Data) Beberapa Pendekatan Transformasi Data. Smoothing. Normalization (#2) Normalization (#1) Knowledge Discovery in Databases (IS704) dan Data Mining (CS704) Kuliah #4: Data Preprocessing (Bagian 2) Task III : Data Transformation (Transformasi Data) Mengubah / mentransformasikan data ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV Perancangan dan Implementasi

BAB IV Perancangan dan Implementasi BAB IV Perancangan dan Implementasi Bab ini memuat perancangan dan implementasi yang dilakukan dalam penulisan Tugas Akhir, mencakup deskripsi dan lingkungan implementasi perangkat lunak, rancangan dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Logika fuzzy didefinisikan sebagai suatu jenis logic yang bernilai ganda dan berhubungan dengan ketidakpastiaan dan kebenaran parsial. Salah satu algoritma

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Klasifikasi topik menggunakan..., Dyta Anggraeni

LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Klasifikasi topik menggunakan..., Dyta Anggraeni BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dijelaskan landasan teori dari pekerjaan dan metode yang digunakan dalam tugas akhir untuk melakukan klasifiksi topik. Pembahasan ini dimulai dengan penjelasan klasifikasi

Lebih terperinci

BAB V EKSPERIMEN TEXT CLASSIFICATION

BAB V EKSPERIMEN TEXT CLASSIFICATION BAB V EKSPERIMEN TEXT CLASSIFICATION Pada bab ini akan dibahas eksperimen untuk membandingkan akurasi hasil text classification dengan menggunakan algoritma Naïve Bayes dan SVM dengan berbagai pendekatan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA A. Pengantar Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dijarkan di SD. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama meningkatnya jumlah kendaraan di kota Medan sebagai dampak dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertama meningkatnya jumlah kendaraan di kota Medan sebagai dampak dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kemacetan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan di kota Medan. Banyak faktor yang menyebabkan mengapa kemacetan belum teratasi. Pertama meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan dewasa ini tidak bisa dipisahkan dengan teknologi yang terus berkembang. Pengembangan teknologi yang erat kaitannya dengan dunia kesehatan atau dunia

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan BAB II DASAR TEORI 2. 1 Suara Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitude tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sudut struktual maupun jenisnya dalam kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:602) Musik adalah ilmu atau

BAB I PENDAHULUAN. dari sudut struktual maupun jenisnya dalam kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:602) Musik adalah ilmu atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda tangan dengan sifat uniknya merupakan salah satu dari sekian banyak atribut personal yang diterima secara luas untuk verifikasi indentitas seseorang, alat pembuktian

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graf adalah suatu himpunan simpul yang dihubungkan dengan busurbusur. Pada sebuah graf hubungan antar simpul yang dihubungkan oleh busur memiliki sebuah keterkaitan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Literatur BAB II LANDASAN TEORI Penelitian yang berkaitan dengan klasifikasi kalimat tanya berdasarkan Taksonomi Bloom telah dilakukan oleh Selvia Ferdiana Kusuma dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

02FDSK. Persepsi Bentuk. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

02FDSK. Persepsi Bentuk. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Persepsi Bentuk Fakultas 02FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi agregasi adalah suatu fungsi yang menerima sebuah koleksi (set atau multiset) nilai sebagai masukan dan mengembalikan sebuah nilai [SIL02]. Beberapa fungsi agregasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tangan dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM).

BAB III METODE PENELITIAN. tangan dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Di dalam desain penelitian ini akan menggambarkan proses pengenalan tulisan tangan dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM). Praproses Input

Lebih terperinci

Terkait dengan klasifikasi trafik jaringan komputer, beberapa penelitian telah dilakukan dengan fokus pada penerapan data mining. Penelitian tentang

Terkait dengan klasifikasi trafik jaringan komputer, beberapa penelitian telah dilakukan dengan fokus pada penerapan data mining. Penelitian tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini komunikasi data pada jaringan internet telah mencapai kemajuan yang sangat pesat, ditandai oleh pemakaiannya yang lebih beragam dan teknologi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman maka tingkat pendidikan pada masyarakat mengalami peningkatan. Oleh karena itu masyarakat memandang bahwa pendidikan pada tingkat

Lebih terperinci

Unsur Musik. Irama. Beat Birama Tempo

Unsur Musik. Irama. Beat Birama Tempo Unsur- Unsur Musik Unsur Musik Bunyi Irama Notasi Melodi Harmoni Tonalitas Tekstur Gaya musik Pitch Dinamika Timbre Beat Birama Tempo Musik adalah bagian dari bunyi, namun bunyi dalam musik berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

Sistem Tonjur untuk Membantu Menentukan Pasangan Main Angklung ke Pemain dengan Memanfaatkan MusicXML

Sistem Tonjur untuk Membantu Menentukan Pasangan Main Angklung ke Pemain dengan Memanfaatkan MusicXML Sistem Tonjur untuk Membantu Menentukan Pasangan Main Angklung ke Pemain dengan Memanfaatkan MusicXML Hafid Inggiantowi / 13507094 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengenalan lafal manusia agar dapat dilakukan oleh sebuah mesin telah menjadi fokus dari berbagai riset selama lebih dari empat dekade. Ide dasar yang sederhana

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN NADA TUNGGAL KEYBOARD (ORGEN) PADA PC BERBASIS MATLAB

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN NADA TUNGGAL KEYBOARD (ORGEN) PADA PC BERBASIS MATLAB PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN NADA TUNGGAL KEYBOARD (ORGEN) PADA PC BERBASIS MATLAB Supriansyah 1, Dr. Yeffry Handoko Putra, MT 2 1 Jurusan Teknik Komputer Unikom, 2 Jurusan Magister Sistem Informasi Unikom

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi media penyimpanan elektronik, setiap organisasi dapat menyimpan

I.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi media penyimpanan elektronik, setiap organisasi dapat menyimpan BAB. I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi media penyimpanan elektronik, setiap organisasi dapat menyimpan datanya secara elektronik dan bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Mining 2.1.1 Pengertian Data Mining Dengan semakin besarnya jumlah data dan kebutuhan akan analisis data yang akurat maka dibutuhkan metode analisis yang tepat. Data mining

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang menjadi latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian penelitian, mangaat yang diharapkan, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode enam tahun terakhir (tahun 2007 2012), jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah

Lebih terperinci

Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia

Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia Tjong Wan Sen #1 # Fakultas Komputer, Universitas Presiden Jln. Ki Hajar Dewantara, Jababeka, Cikarang 1 wansen@president.ac.id Abstract Pengenalan ucapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

PERBANDINGAN AKURASI KLASIFIKASI DARI ALGORITMA NAIVE BAYES, C4.5, DAN ONER (1R)

PERBANDINGAN AKURASI KLASIFIKASI DARI ALGORITMA NAIVE BAYES, C4.5, DAN ONER (1R) Arifin, Perbandingan Akurasi Klasifikasi Dari Algoritma Naïve Bayes, C4.5, PERBANDINGAN AKURASI KLASIFIKASI DARI ALGORITMA NAIVE BAYES, C4.5, DAN ONER (1R) M Zainal Arifin Abstrak : Artikel ini menjabarkan

Lebih terperinci

Aplikasi Tree Dalam Penulisan Notasi Musik Dengan Notasi Angka yang Disederhanakan

Aplikasi Tree Dalam Penulisan Notasi Musik Dengan Notasi Angka yang Disederhanakan Aplikasi Tree Dalam Penulisan Notasi Musik Dengan Notasi Angka yang Disederhanakan Ecko Fernando Manalu Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak cipta adalah sebuah hak eksklusif untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Naïve Bayes untuk Sistem Klasifikasi Emosi Musik Otomatis TUGAS AKHIR

Implementasi Algoritma Naïve Bayes untuk Sistem Klasifikasi Emosi Musik Otomatis TUGAS AKHIR Implementasi Algoritma Naïve Bayes untuk Sistem Klasifikasi Emosi Musik Otomatis TUGAS AKHIR Sebagai Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Strata 1 Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Malang Oleh

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 1, Februari ISSN

Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 1, Februari ISSN Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 1, Februari 2017 50 APLIKASI KLASIFIKASI ALGORITMA C4.5 (STUDI KASUS MASA STUDI MAHASISWA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan teknologi informasi seperti saat ini, kebutuhan akan informasi dan sistem yang dapat membantu kebutuhan manusia dalam berbagai aspek sangatlah penting.

Lebih terperinci

Pembersihan Data Lingkungan Pengembangan Sistem HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembersihan Data Lingkungan Pengembangan Sistem HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Nilai fuzzy support bagi frequent sequence dengan ukuran k diperoleh dengan mengkombinasikan frequent sequence dengan ukuran k-1. Proses ini akan berhenti jika tidak memungkinkan lagi untuk membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK 1. Pendahuluan Kebutuhan akan aplikasi penunjang latihan menyanyi anggota VOM (Voice Of Maranatha) Ministry, maka berdasarkan permintaan anggota VOM (Voice Of Maranatha) Ministry,

Lebih terperinci