BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan dan Lahan Gambut Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 Tahun 1999). Hutan adalah suatu wilayah luas yang ditumbuhi pepohonan, termasuk juga tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. Pohon merupakan bagian yang dominan diantara tumbuh-tumbuhan yang hidup di hutan. Berbeda letak dan kondisi suatu hutan, berbeda pula jenis dan komposisi pohon yang terdapat pada hutan tersebut. Sebagai contoh adalah hutan di daerah tropis memiliki jenis dan komposisi pohon yang berbeda dibandingkan dengan hutan pada daerah temprate (Rahman 1992 dalam Bakri 2009). Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohon yang tinggi (Hairiah dan Rahayu 2007). Daniel et a. (1992) menyatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi kehidupan manusia antara lain: (1) pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, (2) produksi bahan bakar fosil (batu bara), (3) pengembangan dan proteksi lapisan tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai terhadap erosi, (5) penyediaan habitat dan makanan untuk binatang, serangga, ikan, dan burung, (6) penyediaan material bangunan, bahan bakar dan hasil hutan, (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan taman. Semua manfaat tersebut kecuali produksi bahan bakar fosil, berhubungan dengan pengolahan hutan. Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3.5 milliar ton karbon (FWI 2003).

2 5 Terdapat beberapa kondisi hutan yaitu primary forest, logged over area, secondary forest, dan degraded forest. Hutan Primer (primary forest) adalah seluruh kenampakan hutan yang belum menampakan dilakukannya kegiatan penebangan (belum dieksploitasi), dan telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan kematangannya. Pada umumnya hutan primer berisi pohon-pohon besar berumur panjang, berseling dengan batangbatang pohon mati yang masih tegak, tunggul, serta kayu-kayu rebah. Robohnya kayu-kayu tersebut biasa membentuk celah atau rumpang tegakan, yang memungkinkan masuknya cahaya matahari ke lantai hutan, dan merangsang pertumbuhan vegetasi lapisan bawah. Hutan primer yang minim gangguan manusia biasa disebut hutan perawan (virgin forest) (Anonim 2011). Hutan bekas tebangan (logged over area) adalah hutan yang pernah dan atau sedang dieksploitasi secara terencana. Menurut Kaffka (1990) dalam Irwanto (2010) mengemukakan bahwa hutan-hutan bekas tebangan (logged over area) yang kemudian dibiarkan tanpa gangguan-gangguan dapat berkembang menjadi hutan sekunder. Hutan sekunder (secondary forest) adalah seluruh kenampakan hutan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur pembalakan & bercak bekas penebangan) dan sudah dieksploitasi yang tampak dengan adanya jalan angkutan kayu. Selain itu, hutan sekunder merupakan hasil regenerasi (pemulihan) setelah sebelumnya mengalami kerusakan ekologis yang cukup berat, misalnya akibat pembalakan, kebakaran hutan, atau pun bencana alam (Anonim 2011). Definisi degradasi hutan menurut FAO (1993) dalam Wayana (2011) adalah perubahan yang terjadi di dalam hutan yang memberi efek negatif pada struktur ataupun fungsi tegakan sehingga dapat menurunkan kapasitas produksi. Perubahan yang terjadi di dalam hutan yang masih masuk kategori terdegradasi tidak melampaui batasan area yang ditentukan sebagai hutan. UNFCCC menyatakan bahwa degradasi dapat didefinisikan sebagai penurunan stok karbon hutan yang masih termasuk sebagai lahan hutan. Sedangkan IPCC mendefinisikan degradasi adalah emisi bersih akibat kegiatan manusia selama periode tertentu dari hutan yang menyebabkan berkurangnya tutupan tajuk tetapi belum disebut sebagai deforestasi.

3 6 Indonesia memiliki berbagai tipe hutan yaitu Hutan Hujan Tropis, Hutan Musim, Hutan Gambut, Hutan Rawa, Hutan Payau, Hutan Kerangas, dan Hutan Pantai (Soerianegara dan Indrawan 2005) Hutan rawa gambut terbentuk di daerah pesisir sebagai lahan basah pesisir, maupun di darat sebagai lahan basah daratan. Tipe lahan basah ini berkembang terutama di dataran rendah dekat daerah pesisir, di belakang hutan bakau, di sekitar sungai atau danau (Wetland International-Indonesian Programme 1997, dalam Wahyunto et al 2005). Hutan rawa gambut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan tipe vegetasi hutan dataran rendah lainnya di daerah tropika. Keanekaragaman jenis tumbuhan hutan rawa gambut setara dengan keanekaragaman jenis tumbuhan hutan kerangas dan hutan sub pegunungan daerah tropika tetapi masih lebih tinggi daripada keanekaragaman jenis hutan pegunungan dan bakau (Simbolon dan Mirmanto 2000 dalam Arsil 2009). Lahan rawa gambut merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Oleh karena itu harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan pemanfaatannya. Dalam penggalian dan pemanfaatan sumberdaya alam termasuk lahan rawa gambut serta dalam pembinaan lingkungan hidup perlu penggunaan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat sehingga mutu dan kelestarian sumber alam dan lingkungannya dapat dipertahankan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan dan pemanfaatannya memerlukan perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat. Dengan mengetahui sifat-sifat sumberdaya lahan rawa gambut, dan penggunaan lahan pada saat sekarang (existing landuse) akan dapat dibuat perencanaan yang lebih akurat untuk optimalisasi pemanfaatan dan usaha konservasinya (Wahyunto 2003 dalam Arsil 2009). Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organic (C-organik >18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan

4 7 gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno 1986). Pembentukan gambut diduga terjadi antara tahun yang lalu (pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara tahun yang lalu (Andriesse 1994). Gambut ialah bahan atau serasah tanaman yang terdekomposisi secara parsial dan telah terakumulasi di lahan-lahan tergenang dalam kondisi kekurangan oksigen, dimana laju pemasukan bahan atau serasah tanaman lebih cepat daripada laju dekomposisinya (Radjagukguk 1991 dalam Yuono 2009) Gambut ialah tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% atau 30% (tergantung tekstur tanah mineralnya) dan mempunyai ketebalan lebih dari 40 cm. tingkat dekomposisi bahan organik bervariasi dari kasar (fibrist) sampai halus (saprist), tetapi pada umumnya mempunyai tingkat dekomposisi sedang (hemist) (Tim Fakultas Pertanian IPB 1992). Tanah gambut (organik) adalah tanah yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 50% pada kedalaman 80 cm (Andriesse 1998). Hasil penelitian yang dilakukan IPB di beberapa lokasi di Sumatera, menunjukkan bahwa kerapatan lindak tanah gambut bervariasi sesuai dengan tingkat dekomposisi bahan organik dan kandungan bahan mineral (Hardjowigeno 1989). Tanah gambut dengan kandungan lebih dari 65% bahan organik (>38 % C- organik) mempunyai kerapatan lindak untuk jenis fibrik g/cm 3, untuk hemik g/cm 3, dan untuk saprik g/cm 3. Bila kandungan bahan organik antara 30-60%, kerapatan lindak untuk jenis hemik adalah g/cm 3 dan untuk saprik g/cm 3.

5 8 2.2 Biomassa dan Karbon Hutan Biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup, termasuk bahan organik baik yang hidup maupun yang mati, baik yang ada di atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah, misalnya pohon, hasil panen, rumput, serasah, akar, hewan dan sisa/kotoran hewan (EPA Glossary dalam Sutaryo 2009). Biomassa digunakan untuk memperkirakan karbon tersimpan, karena sekitar 50% dari biomassa tanaman adalah karbon (Brown 1997). Untuk mengukur besarnya karbon tersimpan di atas permukaan tanah digunakan persamaan alometrik dengan menduga biomassa suatu pohon dari pengukuran diameter dan tinggi pohon. Parameter biomassa atas permukaan dan metode pengukuran yang biasa disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter-parameter biomassa di atas permukaan tanah dan metode pengukurannya Parameter Metode Tumbuhan bawah Serasah kasar dan halus Arang dan abu Tumbuhan berkayu Pohon-pohon hidup Pohon mati masih berdiri Pohon mati sudah roboh Tunggak pohon Sumber : Hairiah et al (2001) Destruktif Destruktif Destruktif Destruktif Non-destruktif, persamaan alometrik Non-destruktif, persamaan alometrik Non-destruktif, rumus silinder Non-destruktif, rumus silinder Jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan di seluruh dunia mencapai 830 milyar ton. Jumlah ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfer yang terikat dalam CO 2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan (Gardner dan Engelman 1999 dalam Suhendang 2002). Jumlah karbon dalam tegakan dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi dari tegakan yang akan mempengaruhi jumlah CO 2 bebas di atmosfer.

6 9 Hubungan timbal balik ini merupakan proses pengikatan dan pelepasan karbon bebas di atmosfer menjadi karbon yang terikat oleh tegakan. Umumnya karbon menyusun 45%-50% bahan kering dari tanaman. Hutan tropika mengandung biomassa dalam jumlah besar, oleh karena itu Hutan Tropika dapat menyediakan simpanan penting karbon (Deley 1970 dalam Hidayat et al 1998). Hutan tropis dataran rendah areal bekas tebangan menyimpan karbon di atas permukaan tanah sebesar tonc/ha dan di hutan primer sebesar tonc/ha (Junaedi 2007). Whitmore (1985) menyatakan hutan gambut merupakan salah satu hutan yang memiliki potensi dalam penyimpanan karbon. Karbon dapat tersimpan dalam material yang sudah mati sebagai serasah, batang pohon yang jatuh ke permukaan tanah, dan sebagai material sukar lapuk di dalam tanah. Berdasarkan keberadaannya di alam, karbon ditemukan di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Proporsi terbesar penyimpanan C daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan siklus karbon. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran /perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi. Siklus karbon sesungguhnya merupakan suatu proses yang rumit dan setiap proses saling mempengaruhi proses lainnya. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati (nekromassa dan serasah) dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo 2009). Menurut keberadaannya komponen karbon daratan dapat dibedakan menjadi dua yaitu di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Simpanan karbon di atas permukaan tanah meliputi : 1. Biomassa pohon. Biomassa pohon dapat dibedakan menjadi biomassa daun, ranting, kulit, cabang, dan batang.

7 10 2. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput, dan gulma. 3. Nekromassa yaitu batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang. 4. Serasah yaitu bagian tanaman/tumbuhan yang gugur berupa daun dan ranting. Simpanan karbon di bawah permukaan tanah terdiri dari : 1. Biomassa akar. Pada tanah hutan biomassa akar lebih terkonsentrasi pada akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih terpusat pada tanah pertanian lebih terpusat pada akar-akar halus yang memiliki daur hidup lebih pendek. 2. Bahan organik tanah. Bahan organik tanah meliputi sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi (Hairiah dan Rahayu 2007) Lasco (2002) dan Butler (2007) dalam Rahayu et al (2005), menyatakan bahwa kegiatan pemanenan kayu berperan dalam menurunkan cadangan karbon di atas permukaan tanah minimal 50%. Di hutan tropis Asia penurunan cadangan karbon akibat aktifitas pemanenan kayu berkisar antara 22% 67%. Teknik pemanenan berdampak rendah dapat dilakukan untuk mengurangi cadangan karbon yang hilang. Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, serasah di bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah gambut (substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut dan biomassa tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanaman pada tanah mineral. Perbandingan kandungan karbon di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral disajikan pada Tabel 2.

8 11 Tabel 2 Kandungan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (ton/ha) Komponen Hutan gambut Hutan primer tanah mineral (ton/ha) (ton/ha) Atas permukaan tanah Bawah permukaan tanah Sumber : Agus dan Subiksa (2008) Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan cara destruktif dan non destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur. Chapman (1976) dalam Triantomo (2004) mengelompokkan metode pendugaan biomassa diatas tanah kedalam dua kelompok besar yaitu : 1. Metode destruktif (pemanenan) a. Metode pemanenan individu tanaman. Metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. b. Metode pemanenan kuadrat. Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversikan berat bahan organic tumbuhan yang dipanen ke dalam suatu unit area tertentu. c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar ratarata. Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran seragam. 2. Metode non destruktif (tidak langsung) a. Metode hubungan allometrik. Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon (diameter, tajuk, dan tinggi) dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. Persamaan allometrik tersebut digunakan untuk menduga berat semua individu pohon dalam pohon dalam suatu unit area. b. Crop meter. Penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakan diatas permukaan tanah pada jarak tertentu.

9 12 Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan disimpan dalam bentuk biomassa. Tingkat penyerapan karbon di hutan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain iklim, topografi, karakteristik lahan, umur dan kerapatan vegetasi, komposisi jenis serta kualitas tempat tumbuh. Tempat penyimpanan utama karbon adalah terdapat dalam biomassanya (termasuk bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah serta bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati, tanah dan yang tersimpan dalam produk kayu yang nantinya dapat diemisikan untuk produk jangka panjang. 2.3 Sifat Fisik dan Kimia Kayu Sifat fisika kayu adalah sifat-sifat asli dari kayu (wood inheren factors) yang dapat berubah-ubah karena adanya pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sifat fisika kayu ini antara lain kadar air, berat jenis/kerapatan, perubahan dimensi kayu, sifat termis kayu, sifat elektris, sifat resonansi dan sifat akustik (Istikowati 2010) Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang terdapat di dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Perhitungan kadar air dapat digunakan untuk menduga biomassa pohon. Dalam penentuan uji kadar air digunakan 2 metode oven yaitu metode temperature rendah 103±2 o C dan metode temperature tinggi o C. Kedua metode tersebut dapat digunakan dalam penentuan kadar air (Bonner 1995). Tumbuhan hidup mengandung 70-80% air. Setelah mati, kandungan airnya akan dipengaruhi temperatur, kelembaban dan angin. Yang sangat besar mempengaruhi kadar air bahan bakar adalah hujan. Kadar air bahan bakar dibedakan sebagai berikut : sangat kering (<20%), kering (10-20%), agak kering (20-30%), basah (30-50%), dan sangat basah (>50%). Kandungan air atau tingkat kebasahan menentukan mudah tidaknya terjadi ignasi atau penyalaan bahan bakar hutan (Balai Teknologi Reboisasi Banjar Baru 1992 dalam Baskara 2011) Besarnya perubahan kadar air sangat terkait erat dengan perubahan suhu harian dibanding fluktuasi kelembaban udara maupun kadar air tanah. Bahan bakar mati seperti serasah bersifat dapat menyerap air dari atmosfer sekitarnya (higroskopis) atau sebaliknya melepaskan kelengasan sampai terjadi kesetimbangan. Kadar air pada kondisi kesetimbangan ini disebut kadar air

10 13 setimbang (equilibrium moisture content, EMC) yang ditentukan oleh suhu dan kelembaban relatif udara, serta oleh sifat-difat internal bahan bakar (Asril 2002). Berat Jenis adalah rasio antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis 1991 dalam Iswanto 2008). Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung dari kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu. Berdasarkan volume basahnya, berat jenis kayu akan mencerminkan berat kayunya. Klasifikasi yang ada terdiri dari : a. Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu <0.3 b. Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu c. Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu >0.56 Menurut Brown et al (1952) dalam Adipedia (2011), berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu tersebut terhadap benda standart. Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Air pada temperatur 40 C atau 32,5 0 F mempunyai kerapatan sebesar 1 g/cm3 dalam kondisi anomali air (4.4 o C). Berat kayu meliputi berat zat kayu sendiri, berat zat ekstraktif dan berat air yang dikandungnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah air berubah-ubah. Oleh karna itu berat jenis dari sepotong kayu bervariasi tergantung dari kadar air yang dikandungnya. Untuk mendapat keseragaman, maka pada umumnya dalam penentuan berat jenis kayu, berat ditentukan dalam keadaan kering tanur. Dalam keadaan kering tanur, volume kayu akan mencapai minimum sedangakan air yang dikandungnya sangat kecil, kurang lebih 1% dari berat kayu. Brown et al (1952) menyatakan bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis yang sama. Variasi ini juga terjadi pada posisi yang berbeda dari satu pohon. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume. Kayu sering mengandung banyak bahan-bahan ekstraktif dan infiltrasi meliputi terpen, resin, polifenol seperti tannin, gula, minyak, senyawa anorganik, silikat, karbonat, dan fosfat. Bahan ekstraktif yang dikandung mempengaruhi

11 14 kerapatan dan berat jenis. Selain itu kerapatan kayu dipengaruhi factor spesies, laju pertumbuhan, umur pohon setelah menghasilkan kayu, dan letak kayu (Haygreen dan Bowyer 1989) Kadar zat terbang adalah persen kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 o C yang terkandung pada arang terhadap berat kering dan bebas air. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen dan Bowyer 1982). Kadar abu didefinisikan sebagai berat sisa yang tertinggal, dinyatakan sebagai persen terhadap berat bahan air setelah pembakaran pada suhu tinggi dengan tersedianya oksigen yang melimpah. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis ialah kalsium, kalium, magnesium, dan silica. Dalam abu persen kandungan mineral terhadap berat kayu kering oven masingmasing dapat lebih rendah dari 0.2% atau bahkan lebih dari 1%. Galat dalam penetapan kadar abu dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan garam-garam amonia serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah (Achmadi 1990). Besarnya kandungan karbon terikat ditentukan oleh besarnya nilai kadar abu dan kadar zat terbang dimana semakin besar kandungan kadar zat terbang dan kadar abu maka makin rendah kandungan karbon terikat yang ada dalam kayu tersebut. Kadar abu merupakan kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan yang tinggi yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Sedangkan kadar zat terbang merupakan kandungan zat-zat yang mudah menguap atau hilang pada suhu pemanasan 950ºC yang tersusun dari senyawa alifatik, terfana dan fenolik. 2.4 Bahan Organik Mati Bahan organik mati mencakup kayu mati yang masih tegak / berdiri, kayu mati yang sudah tumbang, tunggul atau tunggak (nekromassa) dan serasah. Kayu mati yang masih berdiri diperlakukan seperti pohon hidup dengan memperhatikan tingkat dekomposisinya. Kayu mati dengan diameter 10 cm diambil sampelnya

12 15 dengan metode pemanenan kuadrat seperti halnya pohon. Sedangkan untuk serasah dan kayu mati dengan diameter <10 cm dilakukan pengumpulan sample dengan metode pemanenan kuadrat. Berikut adalah tabel tingkat dekomposisi untuk kayu mati tumbang atau roboh. Tabel 3 Kelas dekomposisi kayu mati tumbang dan ciri-ciri pengenalnya Kelas Struktur Dekomp osisi 1 Segar, baru tumbang, kayu bulat utuh. Tekstur Bagian yang Membusuk Utuh, tidak membusuk Warna kayu Warna asli Akar yang menginvasi Tidak ada Cabang dan ranting Cabang ada, ranting masih menyatu dan mempunyai kulit yang kencang 2 Segar Nyaris utuh, lunak atau hampir membusuk tetapi tidak bisa dilepas-kan dengan tangan Warna asli Tidak ada Cabang ada, bebrapa ranting terlepas, yang masih ada mempunyai kulit yang terlepas 3 kayu bagian dalam segar, potongan dapat menahan beratnya sendiri Keras, potongan berukuran besar, bagian luar kayu dapat dilepas dengan tangan atau tidak ada Coklat kemerah an atau warna asli Hanya pada kayu bagian luar Cabang yang ada tidak bias dilepas dengan tangan 4 Bagian dalam kayu membusuk, potongan tidak bisa menahan beratnya sendiri tetapi bisa mempertahankan bentuknya Lunak,potongan kecil, paku logam dapat di tekan dengan tangan hingga bagian tengah kayu Kemera han atau coklat muda Hampir keseluruhan Cabang yang masih ada bisa di lepas dengan tangan 5 Tidak ada, potongan tidak lagi dapat mempertahankan bentuknya, tersebar di tanah Sumber : Woodall &Monleon (2008) Lunak, berupa serbuk ketika kering Merah coklat sampai coklat tua Hampir keseluruhan Cabang yang masih ada umumnya sudah membusuk

13 16 Kayu Mati merupakan semua biomasa kayu mati, baik yang masih tegak (mati berdiri dan tunggak), rebah maupun di dalam tanah dengan diameter lebih 10 cm. Pohon mati berdiri adalah pohon berkayu yang mempunyai batang jelas, berdiri di atas tanah dengan tinggi minimal 5 meter. Tunggak adalah bagian pangkal batang yang ditinggalkan setelah penebangan. Tinggi tunggak pada pohon-pohon rimba sekitar cm terkadang karena kondisi lapangan, tinggi tunggak bisa sekitar 40 cm bahkan ada yang mencapai 1 m atau lebih. Dalam garis besar kerusakan kayu yang timbul pada nekromassa disebabkan oleh 3 hal antara lain akibat penyusutan kayu, serangan jamur pembusuk, dan bahan kimia di dalam kayu (zat ekstraktif). Sedangkan faktor pelapukan yang berperan pada perubahan yang terjadi di permukaan kayu nekromassa yaitu radiasi sinar matahari (ultra violet, sinar tampak, dan infra merah), air (embun, hujan, salju, dan kelembaban), suhu, dan oksigen. Secara alami tanaman memiliki waktu pelapukan yang lambat, misalnya untuk non legum membutuhkan waktu lebih dari 24 bulan (2 tahun), sementara untuk tanaman legum adalah 12 bulan (Santoso 2011). Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan rantingranting yang terletak di atas permukaan tanah, serasah juga dikenal dengan istilah nekromasa tak berkayu yang dibedakan menjadi serasah kasar dan serasah halus. Serasah kasar mencakup ranting-ranting dan dedaunan yang masih utuh yang tergeletak di permukaan tanah, sedangkan serasah halus berupa bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran lebih dari 2 mm. Sedangkan produksi serasah adalah berat dari seluruh bagian material yang mati yang diendapkan di permukaan tanah pada suatu waktu. Serasah didefinisikan sebagai tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah. Kayu mati yang ukurannya >2 mm dan diameternya <10 cm dikategorikan sebagai serasah. Serasah umumnya diestimasi biomassanya dengan metode pemanenan/pengumpulan. Serasah bisa saja dipilahkan lagi menjadi lapisan atas dan bawah. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan lapisan di lantai hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, serpihan kulit

14 17 kayu, lumut dan lumut kerak mati, dan bagian-bagian buah dan bunga. Lapisan dibawah serasah disebut dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah terdekomposisi dengan baik (Sutaryo 2009). Menurut Sunarto (2003) dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, (2) penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan (3) aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi. Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan komposisi bahan kimia, baik pada serasah maupun lingkungan. Kecepatan dekomposisi serasah daun hingga dapat menyatu ke dalam tanah juga tergantung pada faktor fisik dan jenis tumbuhan itu sendiri. Pada komunitas tumbuhan tertentu, produksi serasah akan tinggi sedangkan kecepatan pelapukan serasah akan berlangsung lambat. Dalam hal ini, serasah dapat terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa centimeter (Dix and Webster 1995). Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas

15 18 serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat proses pelapukan maka keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama. Setiadi (1989) menyatakan bahwa proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adanya variasi produksi serasah antara lain dipengaruhi oleh kerapatan tajuk dan persaingan dalam mendapatkan cahaya. Peningkatan suhu tanah dapat merangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO 2 ). Perbandingan potensi karbon tersimpan pada bahan organik mati (nekromasa dan serasah) dengan penelitian lain pada tipe hutan dan lokasi berbeda yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan potensi karbon bahan organik mati pada berbagai tipe hutan No Tipe Hutan Potensi Karbon (tonc/ha) Peneliti Nekromasa Serasah 1 Hutan Kerangas Lahan Gambut, Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat 2 Hutan Rakyat Agroforestri, Ciamis Jawa Barat (pada umur rata-rata tegakan 1-12 tahun) Hutan Alam, Papua a. Hutan Pegunungan Rapat b. Hutan Pegunungan Sedang c. Hutan Perbukitan Rapat d. Hutan Perbukitan Sedang e. Hutan Dataran Rendah Rapat f. Hutan Dataran Rendah Sedang g. Hutan Rawa Rapat h. Hutan Rawa Sedang i. Non-Hutan (Kelapa Sawit) Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar, Sumatra Selatan Hutan Tanaman Kayu Serat Lahan Gambut, PT RAPP Riau a. KU b. KU Keterangan : (-) = tidak dilakukan penelitian pada nekromasa Onrizal (2004) Yudhistira (2006) Maulana (2009) Widyasari (2010) Yuniawati (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI KARBON BAHAN ORGANIK MATI BERDASARKAN TINGKAT DEKOMPOSISI DI BERBAGAI KONDISI HUTAN GAMBUT

PENDUGAAN POTENSI KARBON BAHAN ORGANIK MATI BERDASARKAN TINGKAT DEKOMPOSISI DI BERBAGAI KONDISI HUTAN GAMBUT PENDUGAAN POTENSI KARBON BAHAN ORGANIK MATI BERDASARKAN TINGKAT DEKOMPOSISI DI BERBAGAI KONDISI HUTAN GAMBUT (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau) PUTI FITRIA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. Pohon merupakan bagian yang dominan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitro oksida (N 2 O) dan uap air membiarkan

Lebih terperinci

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR Daur Air/H 2 O (daur/siklus hidrologi) 1. Air di atmosfer berada dalam bentuk uap air 2. Uap air berasal dari air di daratan dan laut yang menguap (evaporasi) karena panas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat dari aktivitas manusia.

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

Company LOGO ILMU TANAH. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc

Company LOGO ILMU TANAH. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Company LOGO ILMU TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Topik: Konsepsi Tanah Isi: 13 23 3 4 Pendahuluan Pengertian Tanah Susunan Tanah Fungsi Tanah 1. PENDAHULUAN Gambar 1 Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Masalah yang sering timbul adalah

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca yang utama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR Oleh : Sunarto Gunadi *) Abstrak Lahan pesisir sesuai dengan ciri-cirinya adalah sebagai tanah pasiran, dimana dapat dikategorikan tanah regosal seperti

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

INDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN

INDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN SUMBERDAYA PENGERTIAN SUMBER DAYA MERUPAKAN UNSUR LINGKUNGAN HIDUP YANG TERDIRI DARI SUMBERDAYA MANUSIA, SUMBERDAYA HAYATI, SUMBERDAYA NON HAYATI DAN SUMBERDAYA BUATAN. (UU RI NOMOR 4 TAHUN 1982) SEHINGGA

Lebih terperinci

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efisiensi Pembakaran Efisiensi pembakaran menunjukkan sampai sejauh mana suatu bahan dapat terbakar dalam satuan persen. Bila pembakaran tidak sempurna, sebagian dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada pohon, kayu mati, kayu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci