BAB I Pendahuluan. ( ), peletak dasar linguistik modern dalam dikotominya mengistilahkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I Pendahuluan. ( ), peletak dasar linguistik modern dalam dikotominya mengistilahkan"

Transkripsi

1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa terdiri atas tanda-tanda. Tanda itu sendiri mempunyai dua aspek yang tidak dapat dipisahkan, yaitu konsep dan citra bunyi. Ferdinand de Saussure ( ), peletak dasar linguistik modern dalam dikotominya mengistilahkan citra bunyi dengan signifier (penanda) dan konsep dengan signified (petanda). Penanda adalah lambang bunyi itu, sedangkan petanda adalah konsep yang dikandung oleh penanda. Tak satupun dari keduanya itu tanda karena tanda itu merupakan kesatuan dari keduanya yang tidak dapat diceraikan. Bagan berikut ini menjelaskan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah sistem tanda. Bahasa Signifier Signified (penanda) (petanda) Tanda Linguistik Hal penting yang perlu di garisbawahi adalah hubungan antara penanda dengan petanda itu disebut bersifat arbitrer dan konvensional. Arbitrer berarti sewenang-wenang, atau tidak ada hubungan wajib di antara keduanya. Lambang yang berupa bunyi itu tidak memberi saran atau petunjuk apa pun untuk mengenal konsep yang diwakilinya. Konvensional berarti hal yang mengabsahkan hubungan kearbitreran itu adalah mufakat (konvensi). Oleh sebab itu, bahasa sebagai sebuah sistem dapat dikatakan lahir dari kemufakatan. Gambar berikut ini

2 mengilustrasikan perbedaan antara penanda dan petanda serta hubungan yang bersifat sewenang-sewenang antara keduanya. ~ [p h n] Petanda Penanda Citra akustik [p h n] (bagi penutur bahasa Indonesia) berkorespondensi dengan konsep semacam tumbuh-tumbuhan yang mempunyai batang, dahan, dan ranting serta daun atau kadang-kadang tidak berdaun. Urutan bunyi [p h n] adalah penanda untuk membicarakan konsep pohon. Urutan bunyi [p ŋ], [pada], atau [p t] akan sama baiknya sebagai penanda konsep tersebut jika diterima oleh anggota masyarakat bahasa Indonesia. Tidak ada alasan instrinsik mengapa penanda [p h n] dikaitkan dengan konsep pohon, dan bukan penanda lain. Konsep ini bagi penutur bahasa Inggris dilambangkan dengan bunyi [tri:]. Ini secara gamblang menunjukkan kesewenang-wenangan yang kemudian menjadi konvensi yang dipatuhi oleh masyarakat pemakai bahasanya. Jadi kearbitreran bahasa terletak pada hubungan antara lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya. Sedangkan kekonvesionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan lambang itu sesuai dengan

3 konsep yang dilambangkannya. Sekelumit konsep inilah yang dianut oleh kaum konvensionalis. Namun demikian, apakah benar hubungan tiap petanda dan penanda dalam bahasa selalu sewenang-wenang dan tidak tersentuh oleh faktor instrinsik? Para ahli filsafat dan ahli bahasa sejak masa Plato telah memikirkan hubungan non-arbitrer antara lambang bunyi dan maknanya. Hal inilah yang menuntun pada teori simbolisme bunyi, yang mencakup banyak bidang kajian bawahan tentang hubungan non-arbitrer antara bunyi dan makna. Salah satu bidang cakupan dari simbolisme bunyi adalah onomatope, kata peniru bunyi. Disini kata-kata yang disebut onomatope, lambang bunyinya memberi saran atau petunjuk bagi konsep yang dilambangkan. Dengan demikian hubungan antara lambang dengan konsep yang dilambangkan tidak bersifat arbitrer. Namun, kalau diteliti lebih jauh, yang disebut onomatope ini pun, ternyata tidak persis sama antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya karena sistem fonologi setiap bahasa berbeda. Itulah sebabnya, orang Indonesia menirukan bunyi letusan senjata api sebagai [d r], sedangkan orang Inggris sebagai [bæŋ]. Selain onomatope, dikenal pula istilah mimetik yang juga termasuk dalam kelas kajian simbolisme bunyi, yaitu kata-kata yang secara fonetik mengungkapkan keadaan yang tidak menghasilkan bunyi, seperti emosi, gerakan dan keadaan benda-benda. Bahasa Jepang terbukti kaya akan mimetik (Tamori & Schourup:1999). Contoh, kata shiinto berarti kesunyian atau keheningan yang kemudian kata ini banyak dipinjam oleh bahasa-bahasa lain yang tidak

4 mempunyai perbendaharaan kosakata mimetik: siing dalam bahasa Indonesia dan shiin dalam bahasa Inggris. Terkait dengan onomatope, pakar-pakar semantik memastikan bahwa setiap bahasa tentu mempunyai kata-kata onomatope, tetapi dalam jumlahnya yang lebih sedikit dari bentuk-bentuk lingual yang bersifat arbitrer. Porsi yang sedikit itu seakan-akan membuatnya menjadi kelompok yang marjinal dalam langue sehingga tidak banyak peneliti bahasa yang menaruh perhatian secara khusus pada objek ilmiah ini. Terbukti, hasil penelitian dan karangan di Indonesia yang membahas onomatope masih bisa terhitung dengan jari sebelah tangan saja. Sementara itu, kajian mimetik bahasa Indonesia dan bahasa Inggris belum ada sejauh ini mengingat kedua bahasa itu tidak cukup kaya dengan khasanah mimetik. Sejalan dengan hal itu, dalam rangka pengkajian bahasa, ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan perihal kepentingan penelitian simbolisme bunyi, khususnya onomatope dan mimetik. Pertama, penelitian simbolisme bunyi berupaya mengimbangi penelitian linguistik masa kini yang perhatiannya lebih banyak terkonsentrasi pada bentuk-bentuk simbolik lingual yang bersifat arbitrer. Kedua, simbolisme bunyi mempunyai hak hidup yang sama dengan kata-kata yang arbitrer, perlu dibicarakan, dibahas, dikuasai oleh pemakai bahasa. Ketiga, sebagai salah satu dari sekian banyak kajian simbolisme bunyi yang memposisikan diri sebagai oposisi terhadap keadaan status quo - kepercayaan yang menjunjung tinggi dalil hubungan kearbitreran antara tanda-tanda linguistik, dalam rangka menata kembali pengetahuan akan peran bunyi dan makna khususnya dalam onomatope dan mimetik.

5 Adapun onomatope dan mimetik yang diselidiki dalam penelitian ini adalah onomatope dan mimetik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan kedua bahasa tersebut sebagai bahasa sasaran penelitian. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris adalah dua bahasa yang berasal dari rumpun bahasa yang berbeda. Bahasa Indonesia (yang kemudian akan disingkat B.Indo disepanjang pembahasan) adalah bahasa yang berada dikawasan keluarga bahasa-bahasa rumpun Austronesia, sedangkan bahasa Inggris (akan disingkat B.Ing) adalah anggota bahasa-bahasa germanic yang termasuk ke dalam keluarga besar rumpun bahasa-bahasa Indo-Eropa. Diduga kedua bahasa ini memiliki kosakata onomatope yang bersifat konvergen karena faktor kesemestaan bahasa, khususnya kesemestaan fonologis dan divergen karena perbedaan asal mula rumpun bahasa. Hal yang bersifat konvergen dapat diamati pada stratum fonologi. Misalnya B.Ing mempunyai onomatope meow, knock knock yang maknanya berturut-turut adalah suara kucing, dan aktivitas mengetuk (pintu). Apabila ditranskrip secara fonemik menjadi /miau/, dan /n k n k/ yang hampir mirip dengan onomatope B.Indo meong /meoŋ/, dan tok tok /tok tok/. Kata-kata kognat ini bukan karena kedua bahasa diturunkan dari bahasa induk yang sama, atau B.Indo meminjam kata dari B.Ing dan sebaliknya, tetapi lebih karena sifat dasar onomatope itu adalah suka meniru bunyi-bunyi sehingga bahasa-bahasa yang hubungannya jauh, potensial memiliki lambang yang identik atau hampir mirip untuk fenomena bunyi yang sama.

6 Oleh karena itu, tugas utama penelitian ini adalah membuktikan faktafakta tersebut untuk menyoroti perbedaan dan persamaan karakteristik dari onomatope dan mimetik B.Indo dan B.Ing yang bertujuan untuk menemukan unsur-unsur simbolisme bunyi yang ada dalam tiap bahasa, baik yang bersifat konvergen maupun divergen. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini merumuskan masalah seputar onomatope dan mimetik, dengan menjawab pertanyaan; Bagaimana korespondensi bunyi onomatope dan mimetik antara B.Indo dan B.Ing? Mengapa terdapat persamaan pada onomatope dan mimetik antara B.Indo dan B.Ing? Mengapa terdapat perbedaan pada onomatope dan mimetik antara B.Indo dan B.Ing? 1.3 Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan latar belakang penelitian dan masalah yang telah dirumuskan diatas, penelitian ini bertujuan untuk: mendeskripsikan korespondensi bunyi onomatope dan mimetik B.Indo dan B.Ing

7 1.3.2 menjelaskan sebab-sebab adanya persamaan pada onomatope dan mimetik B.Indo dan B.Ing menjelaskan sebab-sebab adanya perbedaan pada onomatope dan mimetik B.Indo dan Bing 1.4 Manfaat Penelitian Manakala masalah-masalah yang dirumuskan telah dijawab, penelitian ini akan membawa dua manfaat sebagai berikut. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kajian linguistik pada umumnya, terutama pada ranah simbolisme bunyi. Lebih khusus lagi, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi typologist/ahli tipologi untuk upaya lanjutan dalam pengelompokkan bahasa-bahasa ke dalam kekhasan ciri fonemik simbolisme bunyi dari aspek fonologi. Secara praktis, hasil penelitian ini potensial bermanfaat untuk: (1) kepentingan komunikasi antar penutur yang berbahasa ibu berbeda, yakni penutur yang mempelajari B.Ing sebagai bahasa kedua atau sebaliknya penutur yang mempelajari B.Indo sebagai bahasa kedua, (2) kepentingan alih bahasa dalam komik atau cerita-cerita karena beberapa di antara kata-kata onomatope dan mimetik tidak tercantum dalam kamus biasa, (3) kepentingan penelitian selanjutnya mengenai pembentukan kata-kata konvensional yang berasal dari tiruan-tiruan bunyi langsung.

8 1.5 Tinjauan Pustaka Kajian mengenai simbolisme bunyi, khususnya onomatope dan mimetik telah banyak dilakukan oleh para ahli yang mencakup mikrolinguistik dan makrolinguistik. Khusus kajian mimetik, pembahasan bahasa Jepang cukup banyak mendominasi. Beberapa di antara penelitian-penelitian itu dapat dipaparkan di sini. Sebuah monograf yang berjudul Onomatopoeia in Tamil oleh Gnanasundaram (2008). Monograf ini merupakan kumpulan leksikon onomatope dalam bahasa Tamil. Gnanasundaram mengumpulkan leksikon bahasa Tamil sebanyak leksikon yang 580 leksikonnya merupakan kata-kata onomatope. Penelitian kuantitatif ini berhasil membuktikan bahwa 0,5% kosakata dalam bahasa Tamil adalah onomatope. Reuven Tsur (2001) dengan makalahnya berjudul Onomatopoeia: Cuckoo Language and Tick-tocking, The Constraints of Semiotic Systems, menguraikan tentang pengkodean akustik dalam pembentukan kata-kata onomatope khususnya kata cuckoo dan tick tock dengan menggunakan analisis instrument spektograf. Dalam kajian fonetik akustis ini, Reuven Tsur mengamati dan mengukur ciri-ciri tinggi rendahnya bunyi-bunyi akustik yang dikonversikan dalam potongan-potongan cahaya dan corak pada spektograf. Tsoi Wan Chuen Thomas & Chung Hoi Wai Clara (2004), dalam penelitian yang berjudul Characteristics of Onomatopoeia berupaya menemukan ciri kesemestaan bahasa. Adapun bahasa yang diteliti berjumlah dua belas bahasa dari rumpun yang berbeda-beda, diantaranya bahasa Kanton, Mandarin, Italia, Spanyol, Jerman, Inggris, Lithuania, Finlandia, Turki, Swahili, Korea dan Jepang.

9 Akan tetapi, jumlah onomatope yang menjadi data hanya tiga puluh kata onomatope, dan tidak semua bahasa yang diteliti itu mempunyai kelengkapan data. Pamela J. Tonge (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Basic Reading of Sound Words Onomatopoeia mengkaji onomatope dari perspektif pedagogik. Pamela memanfaatkan onomatope untuk mengajarkan anak-anak kemampuan membaca dan menulis dengan media pembelajaran puisi dan lagu. Khusus mengenai analisis kontrastif, ditemukan tiga kajian onomatope yang memanfaatkan analisis ini, yaitu Dedi Yanti (2007) dalam thesisnya yang berjudul Analisis Kontrastif Onomatope Gerakan Manusia Bahasa Jepang dan B.Indo. Thesis Dedi menelisik onomatope bahasa Jepang dan Indonesia khusus gerakan manusia dengan memanfaatkan teori komponen makna. Penelitian lain oleh Tamori Ikuhiro dan Lawrence Schourup (1999) yang berjudul Onomatope: Keitai To Imi. Tamori dan Lawrence meneliti onomatope bahasa Jepang dan B.Ing yang beroperasi pada subsistem fonologis/morfologis dan subsistem sintaksis beserta aspek-aspek semantisnya. Onomatope juga telah di kontrastifkan oleh Dofs Elin (2008) dengan judul Onomatope and Iconicity: A Comparative Study of English and Swedish Animal Sounds. Elin mengkontrastifkan onomatope B.Ing dan Swedia khusus tentang bunyi-bunyi hewan saja. Ada Sembilan belas bunyi hewan yang diteliti oleh Elin. Untuk penelitian mimetik, tidak semua penelitian yang ada tentang bahasa Jepang akan dipaparkan disini. Beberapa di antaranya adalah penelitian Hiroko Inose yang berjudul Translating Japanese Onomatopoeia and Mimetic Words. Dalam penelitiannya Hiroko mengidentifikasi dan menganalisis metode

10 yang digunakan untuk menerjemahkan kata-kata mimetik dan onomatope bahasa Jepang ke dalam bahasa Spanyol dan B.Ing. Phonomimesis and Directional Predication in the Acquisition of L1 Japanese and L2 English oleh David Stringer. David Stringer mengusung sebuah perspektif baru dari segi sintaksis simbolisme bunyi dengan menguji pengetahuan pembelajar bahasa dengan batasan-batasan universal yang dimiliki pembelajar bahasa atas penggabungan onomatope ( phonomimesis) kedalam sintaksis simbolisme bunyi. Selain bahasa Jepang, terdapat satu penelitian tentang bahasa Turki, dengan judul Turkish Mimetic Word Formation oleh Shinji Ghaeyri Ido (2006). Penelitian Shinji berkisar pada korespondensi sistematis yang ada dalam kata-kata mimetik bahasa Turki. Hasil temuan penelitiannya berupa korespondensi fonologis seperti alternasi seperangkat vokal dan konsonan. Sementara itu, penelitian ini mempunyai misi yang sama dengan penelitian-penelitian terdahulu, yakni berusaha untuk menempatkan onomatope dan mimetik sejajar dengan derap ramainya penelitian satuan-satuan lingual yang bersifat arbitrer, tetapi dengan sedikit perbedaan dalam penekanannya. Sebuah disertasi yang berjudul What s in a Word? Studies in Phonosemantics (2001) oleh Margaret Magnus menjadi acuan utama dalam penelitian ini tentang bagaimana fonem berhubungan dengan makna. Data yang digunakan dalam disertasi Magnus hanya mencakup kata-kata arbitrer saja, dan tidak mengikutsertakan onomatope dan mimetik. Maka penelitian kontrastif simbolisme bunyi ini memadukan semuanya, simbolisme bunyi dalam onomatope dan mimetik antara dua bahasa yang tidak sama asal.

11 1.6 Landasan Teori Menentukan suatu dasar teoretis yang kokoh adalah penting sekali bagi setiap usaha deskriptif. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori analisis kontrastif, teori tentang onomatope, mimetik, teori fonologi B.Indo dan B.Ing Analisis Kontrastif Sifat universal bahasa memungkinkan adanya persamaan dan sebaliknya idiosinkresi tiap bahasa menciptakan adanya perbedaan. Untuk menemukan persamaan dan perbedaan antara dua bahasa atau lebih, dilakukanlah penelitian dengan memanfaatkan metode analisis kontrastif. Analisis kontrastif adalah disiplin bawahan linguistik yang menelaah perbandingan dua bahasa (subsistem bahasa) atau lebih untuk menentukan persamaan dan perbedaan diantara bahasabahasa (Fisiak,1971:7). Fisiak membedakan analisis linguistik kontrastif atas linguistik kontrastif teoretis dan linguistik kontrastif terapan. Analisis kontrastif teoretis umum mengkaji secara mendalam perbedaan dan persamaan dua bahasa dengan tujuan untuk mencari kategori tertentu yang ada atau tidak ada dalam kedua bahasa. Dengan demikian, hasil analisis ini harus dapat memberikan keterangan lengkap dari perbedaan dan persamaan antara dua sistem bahasa. Telaah linguistik terapan adalah bagian dari linguistik terapan yang bertujuan mencari suatu kerangka perbandingan dari dua sistem bahasa dengan menyeleksi informasi yang

12 diperlukan untuk suatu tujuan khusus, misalnya untuk pengajaran bahasa, penerjemahan dan penulisan kamus. Sementara Trager dalam Fisiak (1980) m engadakan pengelompokkan sendiri linguistik kontrastif atas interlingual dan intralingual, yang masingmasingnya terbagi lagi atas analisis sinkronis dan diakronis. Analisis kontrastif intralingual meliputi perbedaan dan persamaan dalam satu bahasa, sedangkan analisis kontrastif interlingual meliputi dua bahasa atau lebih. Intralingual sinkronis misalnya dialek bahasa, sedangkan intralingual diakronis misalnya perkembangan penguasaan bahasa seseorang. Sementara itu, interlingual sinkronis misalnya tipologi bahasa, interlingual diakronis misalnya aspek historis komparatif. Analisis kontrastif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kontrastif teoretis interlingual karena cakupan analisis meliputi, yaitu B.Indo dan B.Ing. Pendekatan yang digunakan adalah sinkronis karena fakta B.Indo dan B.Ing yang diteliti merupakan fakta dalam suatu masa yang terbatas, dan tidak melibatkan telaah perkembangan historis Onomatope dan Mimetik Seperti yang tersurat pada judul penelitian ini, maka perlulah kiranya dikemukakan definisi simbolisme bunyi dan wilayah cakupannya sebelum masuk pada pembahasan onomatope dan mimetik. Simbolisme bunyi adalah kajian mengenai hubungan langsung antara bunyi dan makna. Ada berbagai istilah yang dipakai untuk merujuk pada simbolisme bunyi. Bagi orang Perancis kajian ini

13 dikenal sebagai mimologique sedangkan orang Afrika lebih suka menyebutnya ideophone karena istilah ideophone diciptakan oleh seorang Afrika, Clement Doke pada tahun Roger Williams Wescott menyebut simbolisme bunyi dengan phonesemics, sedangkan Margareth Magnus menamainya dengan phonosemantics dalam disertasinya. Terlepas dari varian penanda tersebut, hal yang mendasar tentang petandanya adalah hubungan non-arbitrer antara bunyi dan makna dalam bahasa. Leanne Hinton, Johanna Nichols dan John J. Ohala dalam buku mereka yang berjudul Sound Symbolism (1994:1-5) membagi konsep simbolisme bunyi kedalam empat kategori yang tersusun menurut skala tingkat hubungan antara bunyi dan makna, dari yang non-arbitrer ke paling arbitrer. Penjelasan dibawah ini disadur dari buku tersebut, dan meliputi beberapa ulasan tambahan. 1. Corporeal Sound Symbolism, adalah penggunaan bunyi-bunyi tertentu atau pola-pola intonasi untuk mengungkapkan keadaan internal penutur; keadaan emosi dan fisik. Kategori ini meliputi bunyi-bunyi simtomatik yang tidak disengaja seperti batuk, sedakan, suara perasaan, interjeksi, dan bunyi-bunyi yang erat kaitannya dengan keadaan emosional dan fisik. Di dalam komik, intonasi perasaan dan kualitas suara dilukiskan dengan efek visual seperti ukuran huruf, bentuk dan warna,dan bentuk-bentuk seperti Aaaargh, auw, brrr adalah upaya untuk menuliskan ungkapan-ungkapan corporeal. 2. Imitative Sound Symbolism. Kategori ini terdiri dari kata-kata onomatope dan frasa-frasa yang mewakili bunyi-bunyi alam dan lingkungan sekitar, seperti bang, woof-woof, knock ( dor, guk guk, tok : dalam B.Indo). Dalam terminologi Richard Rhodes kategori imitatif ini diistilahkan dengan onomatope liar ( wild) dan onomatope jinak (tame) (Hinton,1994:279).

14 Onomatope liar secara akustik lebih akurat tapi menyangkut bunyi-bunyi yang tidak terdapat dalam inventarisasi bunyi yang digunakan dalam bahasa konvensional (conventional speech) sehingga sulit untuk diungkapkan dalam bentuk tulisan, sedangkan onomatope jinak adalah kebalikan dari onomatope liar, secara akustik tidak akurat tapi menyangkut bunyi-bunyi yang digunakan dalam bahasa konvensional. Contoh: seorang penutur bahasa Jepang dan seorang penutur B.Ing yang mencoba menirukan bunyi babi, akan menghasilkan bunyi yang sama tetapi onomatope jinak untuk bunyi babi dalam kedua bahasa tersebut berbeda: B.Ing oink-oink dan bahasa Jepang buu-buu. Gejala ini muncul karena adanya proses pembentukan bunyi yang berbeda antara onomatope liar dan onomatope jinak untuk peniruan bunyi babi. Bunyi meniru suara babi pada onomatope liar dihasilkan dari arah udara masuk kedalam paru-paru melalui rongga mulut dan rongga hidung. Bunyi ini disebut bunyi ingresif. Kebalikannya adalah bunyi egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung. Onomatope jinak yang sifatnya bisa dituliskan, dihasilkan melalui bunyi egresif ini. 3. Synesthetic Sound Symbolism, adalah penggunaan bunyi untuk menyimbolkan fenomena non-akustik seperti gerakan, ukuran dan bentuk. Gerakan sering disertai dengan bunyi, dan benda-benda dengan ukuran dan bentuk tertentu sering mendapatkan bunyi-bunyi yang khas, sehingga katakata onomatope seringkali diperluas pada penggunaan non-akustik. Contoh, banyak bahasa-bahasa didunia nampak memanfaatkan hubungan antara ukuran kecil dengan vokal /i/, dan antara ukuran besar dengan vokal /a/. Jadi, hubungan ikonik didasarkan pada sinyal akustik yang dihasilkan dari cara pengucapan atau pergerakan artikulatoris. 4. Conventional Sound Symbolism, adalah asosiasi analogis atas fonem dan gugus tertentu dengan makna tertentu. Kategori ini bersifat arbitrer dan konvensional. Contoh dalam B.Ing, gugus gl dalam kata glitter, glow, glisten, glimmer, dihubungkan dengan makna cahaya. Kasus ini tidak

15 ditemui pada bahasa-bahasa yang tidak mempunyai gugus konsonan. Oleh karena itu kasus ini bersifat language-specific. Fenomena ini biasa disebut fonestemik. Khusus berkenaan dengan onomatope, Stephen Ullman (Semantic Universals) dalam buku Universals of Language (Greenberg,1961:225) membedakan onomatope menjadi onomatope primer dan onomatope sekunder. Tipe primer adalah peniruan bunyi oleh bunyi, sedangkan tipe sekunder adalah ketika pengalaman-pengalaman non-akustik seperti gerakan, ukuran, nada emotif dilambangkan dengan bunyi. Apabila ditarik garis linear dengan tipologi Hinton, Nichols dan Ohala di atas, tipe onomatope primer sama dengan imitative sound symbolism atau yang lebih sering dikenal dengan onomatope, sedangkan tipe sekunder sepadan dengan synesthetic sound symbolism atau mimetik. Dari tipologi itu, penelitian ini memanfaatkan kategori kedua, ketiga dan keempat; imitative, synesthetic dan conventional sound symbolism dan tidak mencakup kategori pertama. Khusus mengenai simbolisme bunyi imitatif, terkait dengan dikotomi istilah Richard Rhodes, ruang lingkup onomatope dalam penelitian ini hanya mengenai onomatope jinak, yakni yang dapat ditulis sehingga dapat ditranskripsikan secara fonetik. Salah satu kajian bawahan lainnya dari simbolisme bunyi adalah mimetik. Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani mím sis yang artinya mimicry, imitation, art 1. Secara tradisional kata B.Ing imitation dipakai untuk 1 Lihat Peters F.E dalam Philosophical Terms: A historical Lexicon, halaman

16 menerjemahkan kata mím sis dan pembahasan filsafat atas perilaku yang ditunjukkan oleh mím sis biasa disebut teori imitasi/peniruan (Sorbom,2002:19). Dalam ranah simbolisme bunyi, mimetik sering disebut-sebut dalam kajian bahasa Jepang karena bahasa Jepang sangat kaya akan kata-kata mimetik. Mimetik bahasa Jepang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama, yaitu: 1. giseigo atau phonomimes, kata-kata yang meniru bunyi-bunyi nyata, yakni bunyi manusia, suara hewan dan macam-macam suara yang sifatnya dapat didengar. Contoh: rintik hujan zaa zaa, anjing menggonggong wan wan 2. gitaigo atau phenomimes, kata-kata mimetik yang mewaliki fenomena non-akustik. Contoh: kilau kira kira, tersenyum lebar niko niko 3. gishougo atau psychomimes, kata-kata mimetik yang mewakili keadaan psikologis atau perasaaan. Contoh : perasaan gugup ira ira, perasaan bahagia uki uki Ketiga istilah di atas sepadan dengan istilah-istilah Hinton, Nichols dan Ohala yaitu phonomimes dengan imimative sound symbolism atau yang biasa disebut dengan onomatope, phenomimes dengan synesthetic sound symbolism, dan psychomimes hampir sama dengan corporeal sound symbolism. Penelitian ini tidak akan mengikut-sertakan psychomimes karena B.Indo dan B.Ing diduga tidak mempunyai perbendaharaan ini, yang berbeda dari B.Jepang, dan juga tidak mengikut-sertakan corporeal sound symbolism karena kata-kata yang mewakili keadaan fisik seperti batuk, sedakan, interjeksi, pasti mempunyai unsur-unsur universal pada bahasa-bahasa manusia dan pada semua rumpun manusia (Hinton,1994:2).

17 Definisi Onomatope Dalam Penelitian Ini Istilah Onomatope ( Onomatopoeia) berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Onomatopoiía, yang berarti pembentukan nama atau kata yang berbunyi menyerupai acuannya, seperti buzz, crack, cuckoo (Peters dalam Clark:2000). Kata Onomatopoeia tersusun dari dua kata ónoma yang berarti name dan poieín yang berarti to act, action 2. Ini segaris dengan definisi onomatope oleh Kridalaksana (2008:167), bahwa onomatope adalah penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda atau perbuatan itu; misalnya, berkokok, suara dengung, deru, aum, cicit, dsb. Kata-kata yang dicetak tebal menunjukkan persamaan pada kedua definisi, yaitu persamaan konsep pada pembentukan nama atau kata dari definisi Peters dan konsep penamaan benda atau perbuatan dari definisi Kridalaksana. Konsep ini mengacu onomatope pada kata-kata/nama-nama yang sudah dibentuk setelah melalui fase peniruan bunyi, jadi bukan merupakan tiruan bunyi langsung. Bunyi alam Tiruan bunyi Kata bentukan Bahasa ngung ngung de + ngung = dengung (Indonesia) buzz buzz (Inggris) Skema di atas menjelaskan tentang konsep onomatope yang terkandung dalam kedua definisi bahwa yang disebut dengan onomatope adalah kata yang berada dalam kolom kata bentukan. Ini mengisyaratkan bahwa onomatope Lihat Peters F.E dalam Greek Philosophical Terms: A Historical Lexicon, halaman162

18 menurut Peters dan Kridalaksana adalah kata yang telah jadi, bukan bunyi-bunyi yang mencoba meniru bunyi acuan secara langsung. Kata dengung dalam B.Indo adalah nama bunyi yang dibentuk dengan proses prefiksasi de-, sama seperti denting, dentum, deru. Sementara kata buzz dalam B.Ing dibentuk dari tiruan bunyi buzz, sehingga dapat dikatakan kata buzz mengalami suatu proses morfologi derivasi kosong. Dalam B.Ing, terdapat banyak kata-kata yang seperti ini - tiruantiruan bunyi yang berderivasi kosong menjadi verba dan nomina, contoh: crack, clap, slap, smash, sniff, dsb. Selain dua definisi di atas, terdapat definisi lain yang bersifat dikotomis. Didalam grammar.about.com, ditemukan pembedaan atas onomatope dan onomatopoeia. Onomatope adalah kata yang meniru bunyi yang diacu, sedangkan onomatopoeia adalah pembentukan kata atau penggunaan kata yang meniru bunyi, terkait dengan benda atau perbuatan yang diacu. Definisi ini sama dengan definisi yang terdapat dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan yang juga membuat dikotomi atas definisi onomatope. Onomatope adalah kata yang dibentuk berdasarkan suara-suara di alam, misalnya kata kokok merupakan tiruan bunyi ayam, kata cicit merupakan tiruan bunyi tikus, sedangkan onomatopea adalah pembentukan kata dengan meniru bunyi-bunyi alamiah, misalnya: dengung lebah, meong kucing, aum harimau, deru angin (Dagun, 2000:744). Apabila dikaitkan dengan dua definisi sebelumnya, yakni definisi Peters dan Kridalaksana, maka definisi mereka itu sepadan dengan onomatopoeia (grammar.about.com) dan onomatopea (Dagun,2007:744).

19 Berdasarkan dualitas definisi onomatope dari grammar.about.com dan Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, penelitian ini hanya berkonsentrasi pada onomatope yaitu kata yang meniru bunyi acuan secara langsung, bukan onomatopea/onomatopoeia Mengapa Onomatope Tiap Bahasa Berbeda? Semua bahasa di dunia mempunyai kosakata onomatope. Meskipun onomatope ditegaskan sebagai pengecualian terhadap hal yang bersifat arbitrer, penciptaan kata-kata ini ternyata harus melalui proses mufakat bersama, yakni konvensi yang harus dipatuhi oleh segenap masyarakat bahasa yang bersangkutan. Untuk suara lebah yang berdengung, B.Ing menirukannya dengan [b z] atau [b zzzzz] sebagai pengaruh unsur prosodi, sedangkan B.Indo menirukan dengan [ŋuŋ ŋuŋ] atau [ŋuuuŋŋŋ] ketika dipengaruhi pula oleh unsur prosodi. Pada B.Ing, peniruan suara lebah melibatkan bunyi [z] yang bersifat frikatif bersuara, sedangkan B.Indo tidak mempunyai bunyi ini dalam sistem fonologi awal yang berasal dari bahasa Melayu. Oleh karena itu, suara lebah ditirukan dengan menggunakan bunyi konsonan nasal [ŋ] untuk menciptakan efek resonansi. Terkait dengan adanya variasi fisik onomatope pada bahasa-bahasa yang berbeda untuk satu acuan bunyi yang sama, pada dasarnya mencakup tiga aspek. Pertama, aspek fisik bunyi. Kedua, aspek persepsi bunyi. Ketiga, aspek produksi bunyi. Rangkaian tiga aspek ini dapat diamati pada gambar berikut.

20 [ŋuuuuŋ ŋuuuuuŋ] Skema fase pengonomatopean bunyi Gambar di atas mengilustrasikan pengonomatopean bunyi lebah bagi penutur B.Indo. Bunyi lebah di sini adalah salah satu contoh dari segala suara alam yang merupakan bunyi fisik ditangkap oleh indra pendengaran, kemudian ditransmisikan ke otak. Di dalam otak, terjadilah proses kognitif, yang dalam proses ini bunyi lebah tersebut dikonversikan kedalam serangkaian kategori fonetik, dengan mengadaptasi seperangkat fonem yang ada dalam sistem fonologi bahasa terkait. Apabila tidak ditemukan padanan fonem yang tepat untuk bunyi alam/bunyi yang terdengar tersebut, maka diambillah fonem yang dianggap paling dekat atau cukup merepresentasi bunyi tersebut. Setelah fonem-fonem itu dirangkai lalu dionomatopekan. Dengan demikian, citra akustik untuk acuan bunyi lebah bagi penutur B.Indo adalah [ŋuuuŋ] Fungsi Onomatope dan mimetik Berikut ini adalah fungsi onomatope dan mimetik yang diadaptasi dari fungsi onomatope yang dipaparkan oleh Thomas & Clara (2004).

21 1. Untuk memperkaya kandungan tulisan dengan cara memberikan deskripsi suasana yang hidup. 2. Untuk meningkatkan tingkat musikalitas mengingat onomatope adalah kata-kata yang meniru suara-suara alam. 3. Untuk memperdalam kesan pembaca terhadap pesan karena onomatope dan mimetik mengubah citra visual menjadi citra akustik. 4. Untuk memaksimalkan realitas situasi sehingga pembaca dapat memperoleh citra akustik yang nyata atas keseluruhan citra visual yang meliputi serangkaian gambar dan balon kata-kata. Ini segaris dengan salah satu fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Buhlersi (Newmark, 1988:42), yakni fungsi estetik. Fungsi ini bermain untuk menyenangkan indra. Dalam puisi, sajak anak-anak, iklan televisi, kreasi cerita gambar seperti komik, efek bunyi onomatope memainkan peran yang sangat penting. Kata-kata kerja yang mendeskripsikan gerakan dan tindakan, biasanya kaya dalam efek bunyi, seperti menggaruk, menendang, tidur, jatuh ke air, makan, dll. Demikian halnya seperti bunyi-bunyi yang dihasilkan dari mesin, hewan, alat musik dan benda-benda lain yang berpadu dan berbenturan Sistem Fonologi B.Indo dan B.Ing Setiap bahasa mempunyai khasanah bunyi yang dipilih dari semua kemungkinan bunyi yang bisa diucapkan manusia, dan berbeda dengan khasanah bunyi bahasa-bahasa lain. Jadi, B.Ing mempunyai bunyi dental frikatif [ ] dan [ð], sedangkan B.Indo tidak memilikinya. Pada dua bahasa yang tidak memiliki hubungan genetik ini, di samping terdapat perbedaan-perbedaan pola bunyi, juga terdapat kesamaan-kesamaan yang dinamakan kesemestaan fonologis. Misalnya,

22 dalam sistem konsonan, kedua bahasa sama-sama mempunyai bunyi hentian, dan dalam sistem vokal sama-sama mempunyai bunyi oral depan tinggi, tidak bulat [i], bunyi oral belakang tinggi bulat[u], dll. Sebelum menjelaskan kesemestaan fonologis dari kedua bahasa, sistem konsonan dan vokal masing-masing bahasa akan dipaparkan disini sedangkan pemerian alofon tidak akan diikutsertakan Inventarisasi Fonem B.Indo Dalam buku Generative Approach to the Phonology of Bahasa Indonesia, dikatakan bahwa fonem B.Indo berjumlah sekitar enam fonem vokal, dua puluh tiga fonem konsonan dan tiga diftong. Fonem-fonem tersebut terklasifikasi dalam peta berikut (Lapoliwa, 1981:12-28). 1. Fonem Vokal Tabel 1. Fonem vokal B. Indo 2. Fonem Konsonan Stop Cara artikulasi Afrikatif Bilabial Labio dental Dental/ Alveolar Frikatif (f) s (z) p b t d Palatoalveolar palatal Velar k g Glotal c j ( ) (x) h?

23 Lateral l Flap r Nasal m n ñ ŋ Semi vokal w y Tabel 2. Fonem konsonan B. Indo Perhatikan simbol-simbol yang diapit tanda kurung. Fonem-fonem tersebut adalah fonem-fonem yang sebenarnya bukan fonem B.Indo asli. Keempat fonem itu masuk kedalam sistem bunyi B.Indo karena kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Inggris. 3. Diftong B.Indo mempunyai tiga diftong, yaitu /ai/, /au/ dan /oi/, seperti dalam kata-kata berikut ini. pandai damai sampai [ai] [au] [ i] kerbau pulau kemarau Tabel 3. Diftong B. Indo sepoi amboi koboi Inventarisasi Fonem B.Ing Khasanah fonem berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dan juga dari satu aksen ke aksen yang lain. Dalam sistem konsonan B.Ing, jumlah fonemnya relatif sama diseluruh B.Ing aksen manapun. Perbedaan hanyalah terkait dengan sistem vokal. Giegerich dalam bukunya English Phonology:An Introduction (1992:43-87) memberikan ulasan yang komprehensif mengenai sistem fonem fonologi dari tiga aksen B.Ing, yaitu B.Ing yang dituturkan di Britania disebut Received Pronunciation (RP), yang dituturkan di Skotlandia

24 disebut Scottish Standard English (SSE) dan yang dituturkan di Amerika disebut General American (GA). Penelitian ini tidak akan berkiblat pada ketiga aksen tersebut, melainkan salah satu dari ketiganya yakni RP. RP mempunyai dua belas fonem vokal, dua puluh empat fonem konsonan dan delapan diftong (Oxford Learner s Dictionary:1991). 1. Fonem Vokal Tabel 4. Fonem vokal B. Ing (RP) 2. Fonem Konsonan Stops Affricates Fricatives Bilabial p b Labiod dental f v Dental ð Alveolar t d s z Alveo palatal t dʒ ʒ palatal Velar k g Glottal h Lateral l Nasals m n ŋ Semi vowels w r j Tabel 5. Fonem konsonan B. Ing (RP)

25 3.Diftong Dalam Giegerich (1992:45) diterangkan bahwa RP mempunyai enam diftong, sedangkan dalam Oxford Learner s Dictionary delapan diftong. Pemerian Giegerich dianggap kurang memadai karena dua diftong tidak dimasukkan, yakni /ei/ dan /ə /. Oleh karena itu, diftong RP dalam penelitian ini akan diperikan dalam delapan diftong seperti dalam kata-kata berikut ini. /ei/ /ə / /ai/ /a / / I/ /Iə/ /eə/ / ə/ page rate home open bite buy bout brow coin boy Tabel 6. Diftong B. Ing (RP) near weird hair bear pure tour Persamaan Sistem Fonologis Dari sistem fonologi B.Indo dan B.Ing (RP) yang telah dijabarkan, untuk sistem konsonan, B.Indo tidak mempunyai fonem frikatif / /, /ð/ dan /ʒ/, sedangkan B.Ing tidak mempunyai fonem nasal palatal /ñ/. Untuk sistem vokal, B.Indo secara signifikan tidak mempunyai fonem /æ/, /D/, dan / /. Kemudian untuk diftong, B.Ing mempunyai khasanah diftong yang lebih kaya dari B.Indo. Berikut ini dapat dicermati tabel korespondensi yang mengilustrasikan kesamaan fonem B.Indo dan B.Ing. B.Indo B.Ing /a/ ~ /α /i/ ~ /i/ /I/ /e/ ~ /e/

26 /ə/ ~ /ə/ / / /u/ ~ /u/ / / /o/ ~ / / /ai/ ~ /ai/ /au/ ~ /a / /oi/ ~ /oi/ /p/ ~ /p/ /b/ ~ /b/ /t/ ~ /t/ /d/ ~ /d/ /k/ ~ /k/ /g/ ~ /g/ /c/ ~ /t / /j/ ~ /dʒ/ /h/ ~ /h/ /s/ ~ /s/ /r/ ~ /r/ /l/ ~ /l/ /m/ ~ /m/ /n/ ~ /n/ /ŋ/ ~ /ŋ/ /w/ ~ /w/ /y/ ~ /j/ Tabel 7. Persamaan Fonem

27 Beberapa dari fonem-fonem dalam tabel 7 mempunyai realisasi pengucapan yang berbeda antara B.Indo dan B.Ing. Contoh fonem-fonem afrikat dalam B.Ing diartikulasikan sedikit berbeda dari padanannya dalam B.Indo, yaitu diartikulasikan dengan bibir yang lebih ditonjolkan keluar (lip protrusion). Fonem lain yang juga mengalami perbedaan pengucapan adalah fonem /r/. B.Ing cenderung menggolongkan fonem /r/ ke dalam kategori fonem hampiran (approximant), yakni kira-kira menghampiri konsonan dan kira-kira menghampiri fonem vokal. Sementara itu, B.Indo cenderung menggolongkannya dalam fonem konsonan yang bersifat flap. Jadi, /r/ dalam B.Indo diartikulasikan secara lebih bergetar (flap) daripada trill seperti dalam B.Ing Fonotaktik B.Indo dan B.Ing B.Indo dan B.Ing adalah dua bahasa yang mempunyai khasanah fonem yang hampir mirip, tapi penyusunan fonem-fonem itu untuk membentuk silabe dan kata sangat mematuhi tata aturan yang dimiliki masing-masing bahasa, seperti: gugus konsonan dan rangkaian vokal konsonan apa saja yang diperkenankan, dan pada posisi apa gugus dan rangkaian ini di tempatkan dalam silabe dan kata. Aspek fonologi yang mengurusi persoalan ini disebut dengan fonotaktik, yang menjadi pijakan dasar dalam bab III dan IV untuk dapat menjawab mengapa terdapat persamaan dan perbedaan rangkaian bunyi pada onomatope dan mimetik pada B.Indo dan B.Ing.

28 1. Silabe Silabe termasuk dalam ranah kajian fonotaktik, yakni satuan runtutan bunyi yang ditandai dengan satu satuan bunyi yang paling nyaring, yang dapat disertai atau tidak oleh bunyi lain di depannya, di belakangnya atau sekaligus di depan dan di belakangnya (Chaer, 1994:101). Adanya puncak kenyaringan atau sonoritas inilah yang menandai silabe itu. Puncak kenyaringan itu biasanya ditandai dengan sebuah bunyi vokal. Berdasarkan struktur organisasi internal pembentuk silabe, puncak kenyaringan yang selalu ditandai dengan bunyi vokal ini disebut nukleus. Berikut ini adalah skala sonoritas yang mensyaratkan susunan fonem dalam suatu silabe. Tan suara Stop Ber suara Afri katif Frikatif Nasal Likuida Semi vokal Tan Ber suara suara Tinggi Vokal Rendah p b f v m t d c * *ð n *j i a k g j s z l r w u *α / o Sonoritas Tabel 8. Skala sonoritas Skala sonoritas ini diadaptasi dari buku Giegerich (1992:133) dan berlaku juga untuk B.Indo. Keterangan selanjutnya yang membedakan berlakunya skala tersebut bagi B.Indo dan B.Ing adalah fonem yang didampingi dengan tanda asterisk adalah bukan fonem B.Indo, melainkan fonem B.Ing, sedangkan fonem tanpa tanda asterisk adalah fonem B.Indo yang beberapa di antaranya juga

29 termasuk fonem B.Ing. Skala tersebut dapat dibaca sebagai berikut: fonem paling kiri adalah fonem hambat yang merupakan kelompok yang paling tidak sonoran/tidak nyaring, dan fonem paling kanan yang berupa vokal merupakan fonem dengan tingkat sonoritas yang paling tinggi dari semua bunyi. Jadi, semakin ke kiri, semakin tidak sonoran, dan semakin ke kanan, akan semakin sonoran. 2. Fonotaktik Onset Onset adalah satu konsonan atau serangkaian konsonan yang mengawali suatu silabe atau mendahului nukleus. Gugus konsonan biasanya menempati posisi ini. Berikut ini adalah tabel gugus konsonan yang diperkenankan dalam onset yang berlaku pada B.Ing. Awal l r p t k m n Contoh p pl pr pj play, prey, pure b bl br bj blue, break, beauty f fl fr fj floor, frog, few v vj view m mj mute, amuse n nj new t tr tw tj try, twin, tune d dr dw dj dry, dwarf, due r w throw, thwart s sl sw sp st sk sm sn sf slow, swan, spot, stick, skip, small, sniff, sphere r shrink k kl kr kw kj clue, crew, queen, cute

30 g gl gr gw glue, grey, Gwen, h hj huge, human Tabel 9. Gugus konsonan B.Ing Gugus konsonan awal yang mengisi onset dalam B.Ing dapat terdiri dari tiga segmen bunyi. Pola gugusnya dapat dirumuskan sebagai berikut. s p t k l r j w Dari rumusan itu, dapat dibaca bahwa apabila gugus konsonan terdiri atas tiga segmen bunyi, segmen pertama adalah pasti bunyi [s], segmen kedua [p], [t] atau [k] dan segmen ketiga [l], [r], [j] atau [w]. Susunannya adalah sebagai berikut: [spl] splash, split, splendid [skl] sclerosis [spr] spring, spray [str] strong, structure [skr] screen, screw [skw] squeak, squeeze [spj] spew [stj] steward [skj] skewer Untuk B.Indo, berikut ini adalah tabel gugus konsonan yang diperkenankan dalam onset.

31 Awal l r p t k m n Contoh p pl pr taplak, pria b bl br gamblang, obral f fl fr flu, frustasi t tr sastra d dr dw drama, dwibahasa s sr sw sp sk Sriwijaya, swasembada, spanduk, skala c cl kinclong k kl kr kw klinik, krupuk, kwitansi g gl gr global, granat Tabel 10. Gugus konsonan B.Indo Sementara itu, inventarisasi gugus konsonan awal yang terdiri dari tiga segmen bunyi dalam B.Indo tidak lain adalah akibat pengaruh dari unsur serapan. Jika tiga segmen bunyi konsonan berderet pada posisi onset, maka konsonan pertama selalu [s], yang kedua [p], [t], atau [k] dan segmen ketiga [l], atau [r]. Pola gugusnya dapat dirumuskan sebagai berikut. s p t k l r [spr] [str] [skr] [skl] sprei struktur, strategi skripsi sklerosis

32 3. Fonotaktik Nukleus Giegerich mengistilahkan nukleus dengan sebutan puncak (peak), yakni batas volume bunyi tertinggi yang dibentuk oleh vokal. Dalam sebuah silabe, keberadaan nukleus bersifat wajib karena keberadaannya merupakan tanda bunyi puncak sonoritas suatu suku kata. Dengan demikian, bunyi vokal dan diftong apapun dapat menempati posisi nukleus sesuai dengan khasanah fonem vokal dan diftong masing-masing bahasa. 4. Fonotaktik Koda Koda adalah akhir dari silabe yang selalu berupa konsonan atau konsonan yang mengikuti nukleus. Dalam B.Ing, koda yang berupa gugus konsonan dapat terdiri dari dua hingga empat segmen bunyi 3. Contoh koda yang terdiri dari empat segmen bunyi seperti dalam kata texts [teksts]. Sementara itu, B.Indo tidak mempunyai gugus konsonan yang menempati akhir silabe atau kata (Dardjowidjojo,2009:55). Pemerian kesemestaan fonologis ini akan menjadi acuan utama dalam upaya penelitian untuk melakukan generalisasi empiris tentang perilaku dan pola onomatope dan mimetik dari B.Indo dan B.Ing. Untuk penjelasan yang panjang dan lengkap, lihat Hultzén, Lee S. (1965) Consonant Clusters in English.

33 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini memanfaatkan metode analisis kontrastif yang termasuk dalam cakupan penelitian kualitatif. Penelitian menempuh tiga tahapan strategis, yaitu tahapan penyediaan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data Metode Pengumpulan Data Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mencari persamaan dan perbedaan onomatope dan mimetik antara B.Indo dan B.Ing, maka sumber data dalam penelitian ini adalah sumber tertulis yang diperkuat dengan sumber lisan. Sumber tertulis adalah komik dan sumber lisan adalah wawancara dengan beberapa informan. Data onomatope dan mimetik B.Ing dijaring dari sumber tertulis yang berupa komik dan dari sumber lisan yang berupa wawancara dengan dua orang informan penutur asli B.Ing berkewarganegaraan Australia. Komik berbahasa Inggris yang dijadikan sumber data adalah The Adventures of Tintin edisi 1-30, Asterix 17 edisi, Donald Duck edisi 3-37, Franquis Black Ideas, dan Garfield. Demikian halnya dengan penjaringan data pada B.Indo. Beberapa komik berbahasa Indonesia yang dijadikan sebagai sumber data adalah Kungfu Komang 20 komik, Kungfu Boy edisi 20, dan Fight Ippo edisi 1. Komik-komik yang bertema kekerasan ini dipilih karena mengandung tiruan-tiruan bunyi yang lebih banyak daripada komik-komik serial cantik. Selanjutnya, data B.Indo diperkuat/didukung oleh hasil wawancara dengan 26 informan yang terdiri dari sebelas informan dewasa berusia antara dengan latar belakang daerah

34 yang berbeda-beda dan lima belas informan anak-anak kelas 3 dan 4 di suatu sekolah dasar swasta di kota Yogyakarta. Hasil wawancara ini dimaksudkan untuk memperkuat data yang diperoleh dan juga untuk menggugurkan beberapa satuan lingual yang dicurigai merupakan hasil pinjaman dari bahasa asing. Langkah ini diambil karena adanya kendala dalam mencapai tingkat kesempurnaan data yang sahih. Sebagai sumber data tambahan, sumber-sumber tertulis lain seperti artikel, dan hasil penelitian terdahulu, juga dimanfaatkan. Adapun onomatope dan mimetik yang dihimpun dalam penelitian ini adalah bunyi-bunyi yang sering digunakan dalam pemakaian sehari-hari, misalnya data onomatope hewan hanya mencakup hewan-hewan yang suaranya dapat didengar yang sering dijumpai dan sering muncul dalam cerita bergambar atau dongeng. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan teknik catat dan metode wawancara dengan teknik catat. Adapun langkahlangkah penjaringan data untuk sumber tertulis adalah sebagai berikut: 1. Scanning adalah upaya pengamatan cepat pada komik-komik/cerita dongeng yang dijadikan sebagai sumber pengambilan data. 2. Skimming adalah upaya pengamatan cepat dengan secara khusus memperhatikan kata-kata onomatope dan mimetik, dan disini dilakukan pencatatan sekaligus. Pencatatan pada tahap ini dilakukan dengan menggunakan traskripsi ortografis. 3. Klasifikasi data berdasarkan kategori onomatope dan mimetik yang telah ditentukan lalu dilakukan transkripsi fonetik.

35 Selanjutnya langkah-langkah penjaringan data melalui wawancara adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan daftar tanyaan sejumlah data yang telah diperoleh melalui sumber tertulis 2. Mencatat jawaban yang diberikan oleh informan 3. Setelah semua terkumpul, lalu satuan-satuan lingual yang dicurigai merupakan pinjaman dari bahasa daerah dan bahasa asing disisihkan atau tidak diikutsertakan dalam analisis Metode Analisis Setelah data terhimpun dalam kategorinya, langkah selanjutnya menangani masalah yang terkandung dalam data. Penanganan masalah memanfaatkan teknik hubung banding, yaitu teknik analisis data dengan cara membandingkan satuan-satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur satuan kebahasaan yang ditentukan (Mastoyo,2007:53). Tujuan hubung banding dalam penelitian ini adalah untuk mencari (a) kesamaan, (b) perbedaan, dan (c) kesamaan hal-hal pokok diantara kosakata onomatope dan mimetik B.Indo dan B.Ing. Tahap analisis adalah sebagai berikut: 1. setelah setiap satuan-satuan lingual ditranskrip secara fonetik, dilakukan segmentasi silabe dengan tujuan mempermudah identifikasi fonem-fonem, dan gugus konsonan/vokal yang terdapat dalam tiap struktur internal tersebut

36 2. mengkorespondensikan fonem atau gugus konsonan/vokal dengan mengacu pada sistem fonologi dua bahasa yang bersifat universal 3. dari hasil korespondensi, kemudian akan diketahui pola onomatope dan mimetik yang bersifat sama dari kedua bahasa, dilihat dari distribusi fonem yang sama, atau gugus fonem yang sama pada posisi yang sama dalam struktur internal pembentuk silabe Metode Penyajian Hasil Analisis Dalam tahapan penyajian hasil analisis data, hasil analisis data disajikan dengan menggunakan lambang-lambang seperti lambang fonetik, lambang fonemik, diagram pohon segmentasi silabe, dan tabel-tabel. Selain itu, hasil analisis didukung pula dengan penjelasan-penjelasan yang memadai. 1.8 Sistematika Penyajian Masalah, analisis dan pemaparan hasil analisis ditata dalam susunan bab per bab. Bab I mengandung pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan hasil analisis data terhadap rumusan masalah yang pertama, yaitu deskripsi korespondensi bunyi onomatope dan mimetik B.Indo dan B.Ing.

37 Bab III membahas hasil analisis data terhadap rumusan masalah kedua, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi onomatope dan mimetik antara B.Indo dan B.Ing. Bab IV berisi pembahasan hasil analisis data terhadap rumusan masalah ketiga, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya divergensi onomatope dan mimetik antara B.Indo dan B.Ing. Bab V berupa penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab V. Kesimpulan dan Saran Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan B.Indo dan B.Ing adalah dua bahasa yang saling berjauhan secara geografis yang memustahilkan terjadinya penyerapan. Akan tetapi, persamaanpersamaan onomatope dan

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

Analisis Kontrastif Simbolisme Bunyi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Analisis Kontrastif Simbolisme Bunyi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Analisis Kontrastif Simbolisme Bunyi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S2 diajukan oleh: Ruli Hapsari 08/275454/PSA/01980 Kepada PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 2008: 24). Bahasa merupakan kemampuan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 2008: 24). Bahasa merupakan kemampuan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.

Lebih terperinci

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M.

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. FONOLOGI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. Pd oleh: Konsentrasi Bahasa Indonesia Semester 7 Kelompok

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

Bab IV. Divergensi Onomatope dan Mimetik Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Bab IV. Divergensi Onomatope dan Mimetik Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Bab IV Divergensi Onomatope dan Mimetik Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Selain onomatope dan mimetik yang mempunyai persamaan-persamaan bunyi dan sebab-sebab adanya persamaan itu telah dijelaskan dalam

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 diuraikan bagian pendahuluan penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,

Lebih terperinci

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN Pendahuluan Pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1950-an fonologi adalah cabang linguistik yang banya dibicarakan di antara cabang-cabang linguistik lainnya. Pada

Lebih terperinci

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Program Strata 1 THE DIFFICULTY OF PRONOUNCING ENGLISH FRICATIVES BY SPEAKERS OF INDO-EUROPEAN LANGUAGE Cristine Natalia

Lebih terperinci

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : 1402408303 BAB 4 FONOLOGI Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyibunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya,

Lebih terperinci

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI NAMA : TAUFIQ SHOFYAN HADI NIM : 1402408291 BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Nama : Nugraheni Widyapangesti NIM : 1402408207 TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra FONOLOGI Pengantar Linguistik Umum 13 November 2013 Nadya Inda Syartanti PENGANTAR 1 2 Aspek Fisiologis Bahasa Bagaimana bunyi ujaran terjadi; Darimana udara diperoleh; Bagaimana udara digerakkan; Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa Pertemuan Ketiga By Munif Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik Berdasarkan Pembidangannya Berdasarkan Sifat Telaahnya Beradasarkan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Lebih terperinci

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Oeh: Theresia Budi Sucihati, M.Pd. Dosen Tetap Yayasan STKIP PGRI NGAWI Mahasiswa dalam peraturan dipungkiri bahasa Inggris

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat untuk membentuk hidup masyarakat. Bahasa merupakan sarana pikir bagi manusia. Berbagai unsur kelengkapan hidup manusia seperti kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

Tugas bahasa indonesia

Tugas bahasa indonesia Tugas bahasa indonesia Nama:sidiq pratista hadi Nim:1402408252 BAB III OBJEK LINGUSTIK BAHASA 3.1 PENGERTIAN BAHASA Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari masyarakat. Dalam bahasa Indonesia contoh onomatope misalnya

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari masyarakat. Dalam bahasa Indonesia contoh onomatope misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Onomatope secara tidak sadar sangat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakat. Dalam bahasa Indonesia contoh onomatope misalnya suara ayam, suara anjing,

Lebih terperinci

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang FONETIK Pengantar Linguistik Jepang Fonetik 10 Maret 2014 DEFINISI Definisi dari Para Linguis Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana 1. Ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau Javanese Learners of English (JLE), dikatakan menguasai bahasa Inggris (BI) tidak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

lebih mudah bagi perkembangan bahasa daripada setiap alternatif yang tersedia.

lebih mudah bagi perkembangan bahasa daripada setiap alternatif yang tersedia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa yang digunakan manusia di dunia tidak hanya satu macam, hal ini disebabkan oleh masing-masing bangsa minimal memiliki satu bahasa. Pada umumnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah Oto Plus adalah majalah yang mengupas tentang berbagai bidang otomotif, diantaranya adalah bidang modifikasi, modif balap dan masih banyak lagi bidang

Lebih terperinci

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI BAB 4 Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komik. Komik berasal dari Jepang, dalam bahasa Jepang komik di kenal

BAB I PENDAHULUAN. komik. Komik berasal dari Jepang, dalam bahasa Jepang komik di kenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman film kartun sekarang semakin bervariasi. Berbagai macam film kartun kini bisa dinikmati melalui stasiun televisi. Munculnya

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sarana utama dalam berkomunikasi antar sesama manusia. Sebagian besar mengambil bentuk lisan/ tertulis, dan verbal/ ucapan. Tanpa bahasa, manusia akan

Lebih terperinci

DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd

DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd Bicara Pemerolehan Bahasa,kesiapan Bicara DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd Pengertian Bicara suatu proses pengucapan bunyi-bunyi bahasa dengan alat ucap manusia. merupakan produksi suara secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat pengungkapan pikiran maupun perasaan (Sutedi, 2003 :

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat pengungkapan pikiran maupun perasaan (Sutedi, 2003 : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Bahasa adalah alat pengungkapan pikiran maupun perasaan (Sutedi, 2003 : 2). Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan apa yang dipikirkan ataupun menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini membuat instrumentasi untuk mendeteksi gangguan artikulasi dan pedoman terapi berbicara. Setelah menemukan instrumen yang tepat, penelitian ini juga menyajikan pola gangguan

Lebih terperinci

Anna Maria Ilvi Ciptohartono C Universitas Dian Nuswantoro PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Anna Maria Ilvi Ciptohartono C Universitas Dian Nuswantoro PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang KESEPADANAN BENTUK FONOLOGIS DAN MAKNA BUNYI VOKAL KONSONAN GIONGO BAHASA JEPANG PADA MANGA DEATH NOTE VOLUME 5 DENGAN BAHASA INDONESIA PADA MANGA TERJEMAHANNYA Anna Maria Ilvi Ciptohartono C12.2008.00195

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA Tri Wahyu Retno Ningsih 1 Endang Purwaningsih 2 Fakultas Sastra Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina Depok 1 t_wahyu@staff.gunadarma.ac.id Abstrak Sistem

Lebih terperinci

Hakikat Bahasa. Beberapa pendapat bahasa para ahli yakni,

Hakikat Bahasa. Beberapa pendapat bahasa para ahli yakni, Hakikat Bahasa Bahasa memiliki pengertian yang sangat luas. Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri yang sekaligus menjadi hakikat setiap bahasa adalah bersifat dinamis (Chaer, 2003: 53). Dinamis dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK Deni Nofrina Zurmita 1, Ermanto 2, Zulfikarni 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga 320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir semua anak yang dilahirkan. Kemampuan itu dapat diperoleh tanpa harus memberikan pengajaran khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara sesamanya, berlandaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Menurut Felicia (2001), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA FON PENDAHULUAN Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas retno.hdyn@gmail.com Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi terasa mudah

Lebih terperinci

Tahap Pemrolehan Bahasa

Tahap Pemrolehan Bahasa Tahap Pemrolehan Bahasa Setelah Anda mempelajari KB 2 dengan materi teori pemerolehan bahasa, Anda dapat melanjutkan dan memahami materi KB 3 mengenai tahapan pemerolehan bahasa. Tahapan ini biasa disebut

Lebih terperinci

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai Sistem Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai sebuah sistem Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Adalah suatu kenyataan bahwa manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

fonem, kata dan rangkaian kata, misalnya bunyi [0 dilafalkan [0], bunyi [oe]

fonem, kata dan rangkaian kata, misalnya bunyi [0 dilafalkan [0], bunyi [oe] BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Mengingat bahasa yang dipelajari mahasiswa adalah bahasa Perancis yang mempunyai sistem bunyi yang sangat berbeda dengan bahasa yang telah mereka kuasai, yaitu bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi yang disampaikan manusia menggunakan suatu bahasa sebagai perantaranya. Bahasa merupakan simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalamnya

Lebih terperinci

PRODUKSI FONOLOGIS ANAK DOWN SYNDROME USIA TAHUN BERDASARKAN TINGKAT KECERDASAN DAN MASA TERAPI

PRODUKSI FONOLOGIS ANAK DOWN SYNDROME USIA TAHUN BERDASARKAN TINGKAT KECERDASAN DAN MASA TERAPI PRODUKSI FONOLOGIS ANAK DOWN SYNDROME USIA 10 12 TAHUN BERDASARKAN TINGKAT KECERDASAN DAN MASA TERAPI Elva Febriana Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia-Daerah Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN > Pengertian Filsafat Bahasa Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat.ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.pada bidang linguistic yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia baik berupa huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya mengalami stroke (Afasia

Lebih terperinci

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese BAB I I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese Learners of English or JLE) rata-rata mempunyai kebiasaan untuk mengucapkan bunyibunyi bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komunikasi merupakan aspek yang paling penting dan memegang peranan besar dalam kehidupan manusia. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh suku, daerah dan bangsa dalam bersosial. Tanpa adanya bahasa, komunikasi antar manusia akan terhambat. Manusia

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori

BAB 2. Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori Pada Bab 2 ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan penulis pakai dalam menganalisa data pada Bab 4. Teori-teori ini adalah teori fonologi, teori fonetik dan teori fonem.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa

Lebih terperinci

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN D PENDAHULUAN Modul 1 Hakikat Fonologi Achmad H.P. Krisanjaya alam modul linguistik umum, Anda telah mempelajari bahwa objek yang dikaji oleh linguistik umum adalah bahasa. Bidang-bidang kajian dalam linguistik

Lebih terperinci

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM Nota Kuliah BBM3202 Pendahuluan Fitur Distingtif (ciri pembeza) ialah unit terkecil nahu yang membezakan makna. Cth: Pasangan minimal [pagi] dan [bagi] yang dibezakan maknanya pada fitur tak bersuara [p]

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

Lebih terperinci