BAB I PENDAHULUAN. pada awal abad ke-20 memberikan dampak besar bagi museum-museum di Eropa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pada awal abad ke-20 memberikan dampak besar bagi museum-museum di Eropa."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi Rusia, Perang Dunia ke-2 dan kemunduran ekonomi yang terjadi pada awal abad ke-20 memberikan dampak besar bagi museum-museum di Eropa. Selama perang berlangsung, banyak bangunan cagar budaya yang rusak serta koleksi- koleksi museum terpaksa dipindahkan dari tempat aslinya untuk diselamatkan. Hal tersebut memunculkan kesadaran bangsa Eropa terhadap pentingnya cagar budaya beserta memori dan identitas diri bangsa yang terkandung di dalamnya (Rihter, 2011:7). Perang yang terjadi tidak hanya berdampak secara fisik bagi cagar budaya namun juga berdampak secara sosial. Dampak tersebut berakibat kepada perubahan peran museum bagi publik. Museum yang sebelumnya digunakan sebagai sarana untuk memamerkan kemakmuran kini museum lebih berperan sebagai sarana edukasi, media komunikasi, dan sebagai sarana menghabiskan waktu luang (Lewis, Encyclopaedia Britannica 2014). Perubahan paradigma dalam museum mendorong munculnya konsep-konsep baru dalam dunia permuseuman. Pada tahun 1971 muncul konsep Ecomuseum yang dipelopori oleh Hugues de Varine. Ecomuseum adalah terobosan baru bagi dunia permuseuman yang menekankan peran komunitas dalam melindungi, mengintepretasi dan mengatur tinggalan budayanya sendiri. Perkembangan selanjutnya yaitu muncul museummuseum komunitas di berbagai negara di Eropa. Semenjak akhir abad ke 20, konsep tentang gerakan new-museology semakin meluas. Inti dari gerakan ini yaitu 1

2 museum kini berpusat pada manusianya, berorientasi pada tindakan, mengabdi pada perubahan dan pengembangan sosial masyarakat, termasuk di dalamnya demokrastisasi dalam museum dan prakteknya, menekankan pentingnya partisipasi komunitas dalam segala aspek pengoperasian museum (Kerp, 2008:28). Salah satu bentuk pengabdian museum kepada masyarakat adalah menjadi sarana pembelajaran. Pembelajaran dalam museum bukan merupakan hal yang baru. Semenjak museum muncul dalam bentuk cabinet of curiosity pada abad ke-16 museum menyediakan informasi melalui koleksi-koleksinya. Kemudian pada awal pertengahan abad ke-19 museum mulai dikenal sebagai institusi pendidikan (Hooper-Greenhill 1992:2). Seiring dengan perkembangan jaman dan perubahan paradigma dalam museologi, pembelajaran yang didapat oleh pengunjung tidak hanya terbatas dari koleksi museum namun lebih kepada pengalaman yang pengunjung rasakan. Perkembangan permuseuman dunia menjadi tonggak penting perkembangan museum-museum di Indonesia melalui keterkaitan sejarah munculnya kolonialisme bangsa Eropa di Indonesia. Kolonisasi yang dilakukan oleh bangsa Eropa turut berperan dalam munculnya museum di berbagai belahan dunia, termasuk salah satunya museum di Indonesia. Terdapat anggapan bahwa museum di Indonesia dipelopori pertama kali oleh seorang pegawai VOC bernama G. E. Rumpf atau dikenal dengan nama Rumphius. Ia adalah tokoh pertama yang menulis tentang berbagai koleksi flora, fauna dan mineral dari kawasan Ambon dan sekitarnya. Pada tahun 1705 (tiga tahun setelah kematian Rumphius) terbit buku 2

3 berjudul De Amboinsch RariteitKamer berisi tentang jenis-jenis kerang dan siput dari perairan Maluku serta mineral dari kepulauan Nusantara. Buku karya Rumphius lainnya berjudul Het Amboinsch Kruidboek berisi tentang jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di Ambon dan pulau sekitarnya. Jilid pertama dari buku tersebut diterbitkan pada tahun 1741 (Rijoly, 2003:69-71). Kemudian pada tahun 1778 berdiri lembaga Bataviaasch Genootschap Van Kusten en Wetenschappen yang melopori penelitian di bidang seni dan sains. Lembaga ini bertugas untuk mengurusi pembukuan, perlindungan koleksi berupa keramik, koleksi kepurbakalaan, etnografis, naskah- naskah kuno, numismatik, termasuk juga perpustakaan. Pada tahun 1862 dirintislah berdirinya gedung museum yang diberi nama Museum van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen Museum ini kemudian menginspirasi munculnya museum-museum di berbagai wilayah nusantara (Munandar dkk., 2011). Museum di Indonesia pasca kemerdekaan belum berkembang secara signifikan. Museum- museum di Indonesia masih menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mempreservasi benda-benda peninggalan masa lampau dan belum menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Museum di Indonesia mencerminkan museum peninggalan masa kolonial, yaitu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan barang-barang kebudayaan, barang kuno dan ilmu pengetahuan dari wilayah lokal dan/atau nasional. Pada dasarnya museum memiliki fungsi yang penting bagi masyarakat seperti yang tertuang dalam definisi museum secara internasional A museum is a non-profit, permanent institution in the service of society and its development, open to the public, which acquires, 3

4 conserves, researches, communicates and exhibits the tangible and intangible heritage of humanity and its environment for the purposes of education, study and enjoyment. (ICOM Statutes art.3 para.1, 2006) Museum di Indonesia dituntut berperan lebih bagi masyarakat terutama dalam perannya sebagai media pembelajaran. Museum sebagai sarana pembelajaran di Indonesia bukanlah hal yang asing. Museum dapat dikategorikan sebagai lembaga pendidikan non-formal. Beberapa sekolah memiliki program khusus yang mengatur kegiatan kunjungan ke museum. Namun disayangkan bahwa museum di Indonesia masih mengarahkan pengunjung tentang apa yang mereka harus pelajari, secara sistematis, melalui informasi baik dalam teks poster maupun caption. Berdasarkan museum dengan paradigma yang baru, museum tidak lagi hanya sebagai institusi yang memiliki misi untuk memberi pendidikan pada pengunjung dengan menganggap bahwa pengunjung belum berpendidikan, museum lebih berfokus kepada pengunjung sebagai pelajar yang aktif (Mensch, 2011:36). Pembelajaran dalam museum dapat diartikan sebagai proses masuknya informasi kepada pengunjung melalui pengalaman yang dirasakan dan interaksi pengunjung dengan lingkungan yang diciptakan oleh museum (Hein, 1998:6). Berbeda dengan buku, museum menggunakan benda koleksi untuk menjelaskan peristiwa yang diceritakan, sehingga penting bagi perancang museum untuk memilih objek yang tepat agar pesan tersampaikan. Dalam museum, pengunjung bebas memaknai arti dan membangun narasi berdasarkan pengalaman dan minat (Kelly 2011 dalam Mensch 2011:36). Itu sebabnya penting untuk merancang museum yang dapat memberikan informasi kepada pengunjung, dan mengajak 4

5 pengunjung agar aktif dalam proses belajar melalui pemilihan objek koleksi, rancangan desain maupun program-program dalam museum. The purpose of a museum exibition is to transform some aspect of the visitor interest attitude, or values, affectively due to the visitor s discovery of some level of meaning in the objects on display: a discovery that is stimulate and sustained by the visitor s confidence the percerved authenticity of those object (Lord dan Lord, 2001) Museum dapat menjadi salah satu tempat tujuan mempelajari masa lalu. Menurut Nugroho Notosusanto (1979: 35) dalam Luwistiana (2009:19), mempelajari sejarah masa lalu dapat memberikan empat manfaat yaitu manfaat rekreasi, inspirasi, instruksi dan edukasi. Manfaat rekreasi yaitu ketika sejarah disajikan dalam bentuk susuan yang mengalir dan indah, sehingga dapat memberikan pengalaman menyenangkan. Manfaat inspirasi yaitu mempelajari sejarah memberikan inspirasi dari semangat, perjuangan dan segala pengalaman dari masa lalu yang bertujuan untuk mewujudkan identitas diri, bangsa dan kebanggaan kolektif terhadap kelompok. Manfaat instruksi yaitu sejarah memberikan panduan dalam penyampaian pengetahuan seperti teknologi, jurnalistik, dan navigasi yang memiliki dampak besar terhadap peradaban dunia. Manfaat edukasi yaitu dengan mempelajari sejarah, maka seseorang akan mampu mengetahui jati dirinya dan dapat mengetahui proses perubahan jaman dan mengantisipasi masa depan. Dengan mempelajari masa lalu dalam museum, manusia dapat mengerti nilai-nilai penting yang berguna bagi kehidupan saat ini dan generasi yang lebih muda. Nilai-nilai penting itulah yang dimaksudkan oleh museum dapat tersampaikan kepada pengunjung dan dapat menjadi bahan pembelajaran. Nilai-nilai penting dari masa lalu bangsa Indonesia terkandung 5

6 dalam kebudayaan leluhur Bangsa Indonesia. Kolonisasi kepulauan di wilayah Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Salah satu bangsa yang merupakan leluhur Bangsa Indonesia adalah komunitas penutur Austronesia. Komunitas penutur Austronesia merujuk pada komunitas yang menuturkan bahasa-bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Komunitas penutur bahasa Austronesia memiliki jumlah bahasa yang diperkirakan mencapai sekitar bahasa. Bahasa Austronesia merupakan rumpun bahasa yang anggotanya terbesar di dunia sebelum masa kolonial (Bellwood, 2000:142). Bahasa Austronesia hingga saat ini masih digunakan di Indonesia, Malaysia, Filipina, Madagaskar, Taiwan (yang diperkirakan sebagai asal komunitas penutur Austronesia), di bagian selatan Vietnam dan Kamboja, lepas pantai Burma, dan Pulau Hainan di Cina selatan hingga mencapai daerah timur yaitu Kepulauan Fiji dan kawasan Oceania (Bellwood 1976a:153; Bellwood, Fox, Tryon 1995:1 dalam Bellwood, 2006:1). Berdasarkan hasil penelitian Arkeologi di kawasan Indonesia, komunitas penutur Austronesia yang hidup berlayar antar pulau dan tiba di Sulawesi pada sekitar 3600 BP berdasarkan pertanggalan yang diperoleh dari penelitian terakhir di Situs Leang Tuwo Manee Talaud (Tanudirjo, 2014 keterangan lisan). Komunitas penutur Austronesia terkenal dengan teknologi pelayaran yang maju di masanya. Data mengungkapkan bahwa teknologi perakitan sampan bercadik komunitas penutur Austronesia menjadi prinsip bertahan hidup dan kolonialisasi mereka (Horridge, 2006:143). Selain dalam hal pelayaran, leluhur bangsa Indonesia telah mengenal domestikasi hewan, pertanian, perikanan dan 6

7 gerabah (Zorc, 199 dalam Bellwood, 2000). Penutur Austronesia masih dapat dijumpai hingga sekarang, berkembang dan beradaptasi sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya alam yang kemudian memunculkan identitas keunikan lokal di setiap daerah dari segi bahasa, kebudayaan dan teknologi (Simanjuntak, 2008: ). Dalam era globalisasi ini, nilai-nilai luhur kebudayaan lokal dapat memberi pandangan yang berbeda terhadap hubungan antar sesama manusia dan juga hubungan manusia dengan alam. Namun disayangkan, identitas kebudayaan lokal bangsa Indonesia terancam oleh pengaruh kebudayaan dari timur dan barat. Pelestarian menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan oleh generasi sekarang dan diteruskan pada generasi yang lebih muda. Oleh sebab itu sangat diperlukan konsep perancangan Museum Austronesia sebagai media pembelajaran dan pelestarian nilai-nilai luhur budaya Bangsa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut: Seperti apakah rancangan Museum Austronesia dengan paradigma baru (new-museology) yang mengutamakan fungsi museum sebagai media pembelajaran? C. Tujuan Penelitian 1. Terbentuknya konsep Museum Austronesia yang menjadi media pembelajaran bagi masyarakat terhadap nilai-nilai luhur masa lalu. 7

8 2. Terciptanya model perancangan pameran dan program yang dapat menciptakan pengalaman pengunjung sebagai sarana pendukung pembelajaran dalam museum. D. Manfaat Penelitian 1. Rancangan museum ini diharapkan mampu memperlihatkan potensi peninggalan masa lampau yang dimiliki Indonesia yang berhubungan dengan kebudayaan komunitas penutur Austronesia, dan pentingnya hal tersebut untuk dikomunikasikan dan diajarkan kepada masyarakat luas, serta berperan dalam memperkuat identitas bangsa. 2. Karya tulis ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi berbagai pihak dalam proses perancangan museum dari konsep, pengembangan ide, hingga desain. E. Keaslian Penelitian Artikel mengenai museum pada era pascamodern dibahas oleh Noerhadi Magetsari yang menulis tentang perubahan paradigma museum tradisional yang berpusat pada koleksi dan berubah menjadi museum pasca modern yang berpusat pada manusianya (Magetsari, 2011). Konsep perancangan museum pernah ditulis sebagai tesis oleh Sarjiyanto tahun 2010 dengan judul Pembentukan Museum Arkeologi Indonesia. Karya tulis tersebut menjelaskan tentang pembentukan museum yang memanfaatkan hasil penelitian-penelitian arkeologi, dan juga modelmodel kegiatan dalam museum sebagai media komunikasi dengan masyarakat secara timbal balik (Sarjiyanto, 2010). Bentuk peracangan tata pamer museum pascamodern pernah ditulis oleh Dewi Yulianti sebagai tesis dengan judul 8

9 Museum Olahraga Nasional Sebagai Museum Pasca Modern. Karya tulis ini menghasilkan rekomendasi untuk mengubah tata pamer museum nasional olahraga agar lebih komunikatif dan interaktif sebagaimana museum pada pasca modern (Yulianti, 2011). Tulisan-tulisan tersebut membahas tentang museum pada era pasca modern dengan memaparkan konsep museum dengan paradigma baru dan memberikan rekomendasi bagi museum. Perancangan museum mulai dari konsep awal hingga desain sangat menarik untuk dibahas. Sejauh ini belum ada karya tulis yang mengangkat tema konsep perancangan Museum Austronesia di Indonesia, apalagi dengan paradigma baru. Museum Austronesia dengan paradigma baru dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran bagi masyarakat tentang kejayaan leluhur bangsa Indonesia masa lalu sebagai bangsa yang besar. Pendekatan yang digunakan dalam Museum Austronesia adalah konstruktivis yaitu pengunjung bebas untuk membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pada pengalaman yang dialaminya selama di museum. Dengan demikian Museum Austronesia, diharapkan menjadi penyedia sarana dan pembangun situasi dalam proses pembelajaran pengunjung terhadap kebudayaan Austronesia melalui desain museum. F. Metode Penelitian Penelitian dalam karya tulis ini terdiri dari beberapa tahapan, kegiatan dimulai dengan pengumpulan data dan analisis data. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data pustaka mengenai kerangka teoritis yang dapat digunakan untuk konsep museum dengan paradigma baru terutama dalam hal pembelajaran dalam museum, perancangan museum, dan juga penyajian informasi. Pengumpulan 9

10 data selanjutnya yaitu data mengenai tema museum yaitu Austronesia. Data yang dikumpulkan berupa hasil penelitian-penelitian para ahli Austronesia dari dalam dan luar negeri, data tentang teori-teori asal-usul, dan hasil kebudayaan Austronesia. Data tersebut diperoleh dengan cara menelusuri dan membaca buku, artikel, laporan-laporan hasil penelitian dan data online tentang Austronesia. Tahap selanjutnya yaitu analisis data. Pada tahap ini penulis membangun konsep (pameran dan program) berdasarkan teori pembelajaran di museum yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Selain itu, pada tahap ini penulis akan mengkaji hasil-hasil penelitian tentang Austronesia untuk mendapatkan data mengenai nilai-nilai penting dari kebudayaan Austronesia. Data berupa nilai-nilai penting digunakan sebagai inti dari pembelajaran dalam museum, yang selanjutnya digunakan sebagai tema-tema kecil dalam perancangan museum. Setelah tema ditentukan, tahap selanjutnya ialah merancang media pameran dan desain tata pamer. Analisis terhadap data tersebut juga dilakukan untuk mengetahui potensi data hasil budaya Austronesia untuk menjadi bahan koleksi museum. 10

11 Bagan 1.1 Bagan alir penelitian G. Batasan Penelitian Berdasarkan paradigma yang baru (new-museology), museum tidak hanya terbatas sebagai tempat untuk mengkonservasi objek, melainkan juga bertugas untuk menginterpretasikan dan menyajikannya kepada pengunjung dalam bentuk pameran (Greenhill, 2007: 1) untuk kepentingan edukasi pengunjung. Dalam penelitian ini penggunaan istilah edukasi (education) dan pembelajaran (learning) merupakan hal yang berbeda namun berkaitan dan digunakan bersama-sama. Edukasi (education) merupakan kegiatan yang menyeluruh perihal pemindahan ilmu pengetahuan kepada pembelajar yang berperan sebagai penerima secara pasif, terarah dan beralasan. Pembelajaran (learning) merujuk kepada proses aktif 11

12 pembelajar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang di gerakkan oleh rasa ingin tahu dan kesenangan dalam menemukan hal yang baru ( diakses tanggal 29 Juli 2015). Edukasi dan pembelajaran saat ini menjadi prioritas museum. Dalam mencapai sasaran edukasi, museum perlu menentukan acuan dalam merancang pameran dan program. Untuk itu, museum memiliki kebijakan tentang cara belajar seperti apa yang akan digunakan dalam museum. Penelitian ini akan menggunakan teori pembelajaran konstruktivisme yang menuntut pembelajar membangun pengetahuannya sendiri secara individu atau bersama-sama (Ambrose dan Paine, 2006:48). Pembelajaran dalam museum dibahas oleh George, E. Hein dalam bukunya Learning in the Museum dan Eilean Hopper-Greenhill dalam bukunya Museums and Education: purpose, pedagogy, performance yang membahas tentang pembelajaran yang digunakan dalam museum mulai dari teoriteori, perancangan, praktek hingga sampai ke evaluasi. Penelitian ini juga mengkolaborasikan paradigma pembelajaran yang digunakan di Indonesia yaitu dengan karya Ki Hadjar Dewantara (Perguruan Taman Siswa). Karya Ki Hadjar Dewantara membahas tentang sistem pendidikan yang didasarkan oleh nasionalisme dan pendidikan budipekerti. Penelitian ini mengambil tema Austronesia sebagai objek perancangan museum. Sumber penelitian tentang Austronesia diambil dari laporan penelitian, buku dan artikel tentang Austronesia yang dilakukan baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Perihal perancangan museum Lord, dkk dalam bukunya Manual of Museum Planning, terdapat 4 pokok dari perencanaan museum, yaitu perihal manajemen dan operasional museum, komunikasi dan keterlibatan, arsitektural dan 12

13 yang terakhir adalah desain. Karya tulis ini akan difokuskan pada desain museum karena merupakan bagian inti yang sangat penting dalam hal pencapaian tujuan perancangan museum sebagai media pembelajaran. Desain museum yang akan dibahas mencangkup desain program dan desain pameran. MANAJEMEN DAN OPERASIONAL KOMUNIKASI DAN KETERLIBATAN PERENCANAAN MUSEUM ARSITEKTUR DESAIN Bagan Empat inti dari perencanaan museum Sumber: Lord,dkk (2012) Houtgraaf dkk, 2008 menulis dalam buku Mastering A Museum Plan: Strategies For Exhibit Development mengenai langkah-langkah membangun pameran museum dan mengembangkan tema untuk storyline. Perancangan desain pameran Museum Austronesia akan dimulai dari proses membangun konsep awal, pembuatan ide storyline sampai dengan desain pameran, yang dapat dilihat dalam diagram proses dibawah ini: konsep storyline desain produksi Bagan Proses perancangan pameran dan produksi Sumber: Houtgraaf, dkk,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peran edukasi..., Zahir Widadi, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Peran edukasi..., Zahir Widadi, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap museum mempunyai tanggung jawab pelayanan edukasi terhadap masyarakatnya. Ambrose dan Paine (2007:48) menyatakan bahwa secara umum museum mempunyai tiga peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan I La Galigo merupakan intangible heritage yang menjadi identitas masyarakat Sulawesi Selatan dan saat ini masih bertahan di tengah arus globalisasi. Salah satu cara untuk melestarikan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM 2.1 Pengertian dan Sejarah Museum Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat,

Lebih terperinci

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY. Pendekatan Contextual dalam Pembelajaran Sejarah: Pemanfaatan Museum 1 Oleh: Ririn Darini 2 Beberapa Persoalan dalam Pengajaran Sejarah Sejarah merupakan bidang ilmu yang sesungguhnya memiliki nilai penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang tidak lepas dari masa lampau dalam menjalani masa kini dan masa yang akan datang dan tidak mungkin lepas dari budayanya sendiri. Sebagai

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) ini mengambil judul Museum Telekomunikasi di Surakarta. Berikut ini adalah pengertian dari judul tersebut. 1.2 Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Museum merupakan lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi kebudayaan dan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, era pembangunan teknologi sudah sangat cepat berkembang di mana suatu produk dari hari ke hari akan memberikan suatu perkembangan yang mana perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara kepulauan dengan beraneka ragam kekayaan alam dan budaya, berbagai produk agrikultur iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, Daya Tarik Wisata

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, Daya Tarik Wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, Daya Tarik Wisata dijelaskan sebagai Segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya

BAB I PENDAHULUAN. Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya mengandung makna bahwa warisan budaya juga ditampilkan oleh museum kepada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Museum dalam Sejarahnya Keberadaan museum sampai sekarang dipandang sebagai lembaga-lembaga konservasi, ruangan-ruangan pameran atas peninggalan dan tempat-tempat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia membutuhkan hiburan untuk melepaskan diri dari padatnya aktivitas sehari-hari. Pekerjaan dan rutinitas yang dilakukan setiap hari membutuhkan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,

Lebih terperinci

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

BAB 5. Kesimpulan dan Saran BAB 5 Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Pedagogi di museum melibatkan penciptaan narasi di museum dan bagaimana museum menyampaikan narasinya tersebut kepada pengunjung. Tidak adanya pedagogi di museum

Lebih terperinci

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

Lokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK

Lokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK Mei 2012 Sudut pandang tentang batik Konsep pemikiran Museum Batik Indonesia Lokasi pilihan Orientasi bangunan sebagai titik tolak harmonisasi kawasan Situasi tapak Zoning plan Block plan dan konsep bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang memanfaatkan perkembangan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya. Jenis wisata ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan hal penting dalam berbangsa karena sejarah adalah bagian dari kehidupan yang dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi bangsa yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang memiliki jaringan yang luas. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah Fokus Permasalahan Permasalahan Perancangan Maksud dan Tujuan Perancangan...

1.1 Latar Belakang Masalah Fokus Permasalahan Permasalahan Perancangan Maksud dan Tujuan Perancangan... DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Fokus Permasalahan... 6 1.3 Permasalahan Perancangan... 7 1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan... 8 BAB II TINJAUAN TEORI DAN DATA 2.1 Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi.

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi. PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Museum Negeri Provinsi Papua telah dirintis sejak tahun 1981/ 1982 oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jogi Morrison, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jogi Morrison, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah museum di Indonesia dapat dikatakan yang paling tua dalam kegiatan mengumpulkan benda-benda aneh dan ilmu pengetahuan, menyimpan dan memamerkannya kepada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup, seringkali kalangan anak remaja lupa betapa pentingnya untuk mengetahui dan mengenal sejarah dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1: Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara. Sumber: Pusdatin Kemenparekraf & BPS

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1: Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara. Sumber: Pusdatin Kemenparekraf & BPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu primadona sumber pendapatan bagi sebuah negara. Indonesia contohnya, yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan museum berawal dari minat para bangsawan Eropa untuk mengumpulkan bendabenda unik dan langka maupun rampasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tahun Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan

BAB VI PENUTUP. tahun Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan BAB VI PENUTUP Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap museum, pada tahun 2006-2012 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan program publik. Keterlibatan masyarakat dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV, Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Transportasi Darat di Bali 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Transportasi Darat di Bali 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai pandangan awal tentang judul yang diambil yaitu Museum Transportasi Darat di Bali. Adapun hal yang dibahas dalam bab ini yaitu latar belakang

Lebih terperinci

Cucu Nuris Arianto. Kata Kunci: pembangunan berkelanjutan, mobilitas perkotaan, museum komunitas.

Cucu Nuris Arianto. Kata Kunci: pembangunan berkelanjutan, mobilitas perkotaan, museum komunitas. Pembangunan Berkelanjutan Dan Mobilitas Perkotaan rkotaan: Sejauh Mana Museum Berperan? Cucu Nuris Arianto Abstrak Pembangunan, baik di tingkat internasional, nasional, maupun lokal, harus dibuat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum.

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan pariwisata adalah upaya untuk lebih meningkatkan sumber daya yang dim iliki oleh suatu obyek wisata dengan cara melakukan pembangunan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan pada tanggal 4 April 1974. Nama lain dari museum ini adalah Museum Fatahillah. Sesuai dengan nama resminya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Museum dalam Sejarahnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Museum dalam Sejarahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Museum dalam Sejarahnya Museum dikenal sebagai ruang atau tempat yang menampung segala hal yang berkaitan dengan kegiatan mengumpulkan, merawat, dan menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Latar belakang Sejarah pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Tarakan berawal dari lingkungan pulau terpencil yang tidak memiliki peran penting bagi Belanda hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, alam dan sejarah peninggalan dari nenek moyang sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dikenal sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari peristiwa pada masa lampau untuk kemudian diaplikasikan pada masa kini bahkan diproyeksikan untuk

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek Kalimantan merupakan pulau yang sangat kaya ankan flora dan fauna, namun, flora dan fauna endemik yang sangat beragam dan unik yang terancam punah karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik

BAB I PENDAHULUAN. dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum Nasional Republik Indonesia adalah sebuah museum yang terletak dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 102 BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 5.1 Museum dan Pembelajaran Tenun NTT Saat ini museum mulai berkembang dari hanya memamerkan koleksi hingga dapat memberikan kesempatan pengunjung

Lebih terperinci

BAB I. A. Pendahuluan. Museum, menurut International Council of Museums (ICOM), adalah

BAB I. A. Pendahuluan. Museum, menurut International Council of Museums (ICOM), adalah 1 BAB I A. Pendahuluan Museum, menurut International Council of Museums (ICOM), adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layaknya fenomena alam yang telah terjadi di dunia ini, evolusi makhluk hidup termasuk ke dalam subyek bagi hukum-hukum alam yang dapat di uji melalui berbagai

Lebih terperinci

MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN

MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN Oleh : Bayu Aditya Perdana, Resza Riskiyanto, Djoko Indrosaptono Gunung Krakatau terletak ditengah laut. Tepatnya di Selat

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Sejarah merupakan hal penting yang harus dipelajari turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Lewat sejarah generasi muda belajar untuk mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda KONSERVASI PARTISIPASI KOMUNITAS SUNDA TAMAN BUDAYA SUNDA METODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Museum adalah suatu lembaga institusi yang permanen yang melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak mencari keuntungan, yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA

PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA Fauziah Citra Sari Anes Putri fauziahcitras@gmail.com Abstrak Museum Seni Rupa dan Keramik (MSRK) adalah salah satu wisata

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan sosial budaya. Jenis pariwisata ini dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat lokal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1. Alasan Pemilihan Lokasi Lokasi yang tepat untuk merancang Museum Ciliwung berada di Jalan Condet Raya, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. LOKASI TAPAK

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum Kerajinan batik merupakan kerajinan khas Indonesia yang merupakan warisan budaya lokal dan menjadi warisan budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Haryoto Kunto (2000) dalam Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe, Bandung sempat dijadikan Ibu Kota Nusantara Pemerintahan Hindia Belanda pada zaman kolonial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak kebudayaan yang bermacam-macam. Bermula dari Sabang melangkah menuju Merauke begitu banyak kebudayaan di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah yang disusun sebagai kerangka garis besar laporan Tugas Akhir Rancang bangun Aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prima Charismaldy Ramadhan, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Prima Charismaldy Ramadhan, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak daya tarik didalamnya, termasuk pariwisata. Selain memiliki banyak nilai sejarah dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keragaman warisan sejarah, seni dan budaya yang tercermin dari koleksi yang terdapat di berbagai museum di Indonesia. Dengan tujuan untuk mempromosikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koleksi pribadi, keluarga bangsawan atau institusi seni. Barang yang dipamerkan

BAB 1 PENDAHULUAN. koleksi pribadi, keluarga bangsawan atau institusi seni. Barang yang dipamerkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Museum tradisional di Eropa pada awalnya merupakan tempat pameran koleksi pribadi, keluarga bangsawan atau institusi seni. Barang yang dipamerkan berupa benda yang dianggap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Rekontekstualisasi koleksi..., Gunawan Wahyu Widodo, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Rekontekstualisasi koleksi..., Gunawan Wahyu Widodo, FIB UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan museum di Indonesia pada dasarnya cukup meningkat. Perhatian masyarakat pada lembaga museum adalah fenomena perkembangan yang cukup manarik untuk kita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu yang paling populer ialah seni minum teh.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu yang paling populer ialah seni minum teh. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seni sebagai suatu bentuk ekspresi seniman. Ada berbagai jenis kesenian yang dapat dijumpai seperti seni musik, seni tari, seni lukis, dan sebaginya. Salah satu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N BAB I PENDAHULUAN 1.1. Batasan Pengertian 1.1.1. Pengertian Museum Gamelan Jawa a. Museum Ada beberapa pengertian museum, namun menurut esensinya secara umum museum adalah gedung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA KEMENTRIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

KEBIJAKAN DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA KEMENTRIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KEBIJAKAN DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA KEMENTRIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA Kebijakan Direktorat Museum Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, arus penyampaian informasi berkembang dengan cepat, apalagi didukung dengan teknologi canggih melalui berbagai media. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara jelas tertuang dalam definisi museum versi International Council of

BAB I PENDAHULUAN. secara jelas tertuang dalam definisi museum versi International Council of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu fungsi museum adalah sebagai sarana pendidikan. Fungsi ini secara jelas tertuang dalam definisi museum versi International Council of Museum (ICOM) maupun

Lebih terperinci

PROSES PENYAMPAIAN INFORMASI KOLEKSI KEPADA PENGUNJUNG MUSEUM BANK MANDIRI

PROSES PENYAMPAIAN INFORMASI KOLEKSI KEPADA PENGUNJUNG MUSEUM BANK MANDIRI PROSES PENYAMPAIAN INFORMASI KOLEKSI KEPADA PENGUNJUNG MUSEUM BANK MANDIRI MEYRINA MEGASARI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI DEPOK JULI 2011 UNIVERSITAS INDONESIA PROSES

Lebih terperinci

PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1

PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1 PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1 Zahir Widadi, M.Hum Program kekhususan Museologi Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Lebih terperinci

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya berupa perairan. Nenek moyang bangsa Indonesia juga pada mulanya bermigrasi dari daratan China Selatan

Lebih terperinci

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Batasan Pengertian Judul Museum :Gedung yg digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu

Lebih terperinci

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 195) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pariwisata merupakan sektor penting di dunia yang saat ini telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serius melibatkan

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

1.1.2 Perpustakaan dan Museum Budaya Sebagai Fasilitas Belajar Budaya

1.1.2 Perpustakaan dan Museum Budaya Sebagai Fasilitas Belajar Budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia dan Yogyakarta Kaya akan Budaya Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berwisata ke museum selain bertujuan untuk berlibur juga dapat menambah ilmu pengetahuan sekaligus ikut menjaga pelestarian kekayaan budaya bangsa. Menurut situs kebudayaan.kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah lembaga permanen dan tempat terbuka yang bersifat umum. Museum memiliki fungsi sebagai tempat atau sarana untuk merawat, menyajikan, menyimpan, melestarikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permainan tradisional atau sering disebut dengan permainan rakyat yang merupakan permainan anak yang sudah ada pada zaman nenek moyang kita dan kemudian turun menurun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Museum dalam..., Faika Rahima Zoraida, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Museum dalam..., Faika Rahima Zoraida, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya budaya. Keragaman budaya yang dimiliki melalui peristiwa sejarah yang panjang sudah seharusnya diapresiasi masyarakat dan diketahui

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci