BAB I PENGANTAR. Syair di atas merupakan sebuah lagu Tetese Eluh karangan. Catur Arum dan Yon s Dd tahun Pada syair tersebut,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. Syair di atas merupakan sebuah lagu Tetese Eluh karangan. Catur Arum dan Yon s Dd tahun Pada syair tersebut,"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sedino-dino mung nangis gawene Sing leren-leren sampek alum matane. Yo mesesegen ilang suaranae Kesuwen nangis sampek nono iluhe. Kepingin seru ketemu, eman Nong kembang hang biso ngudang atine. Kadung urip nong endi sangkane Dung wes mati nong endi paesane. Arep sun kirim kembang hang wangi gandane Arep sun kirim gending nawi tah biso, nentremaken atine 1 Syair di atas merupakan sebuah lagu Tetese Eluh karangan Catur Arum dan Yon s Dd tahun Pada syair tersebut, pengarang berusaha menggambarkan kesedihan seseorang yang telah ditinggal pergi orang terdekat akibat pergolakan pada akhir tahun 1965 di Banyuwangi. 2 Pergolakan ini terjadi pasca peristiwa 1 Alih bahasa dalam Indonesia: Setiap hari hanya menangis, tidak berhenti hingga layu matanya. ya kasihan hilang suaranya, terlampau menangis hingga kering air matanya. Berharap sangat ingin bertemu, sayang, hanya bunga yang dapat menghibur hatinya. Jika masih hidup dimana alamatnya, jika sudah mati dimana pusaranya. Hendak ku kirim bunga yang semerbak wanginya. Akan kukirim nyayian, mungkin bisa menentramkan hatinya. Merupakan sebuah lagu lokal yang dikarang oleh Arum Candra dan Yon s DD. Lagu dipopulerkan Patrol Orkestra Banyuwangi (POB) dengan menggabungkan unsur musik Kendang kempul, Patrol, Keroncong. 2 Dituturkan oleh bapak Suhalik, seorang pemerhati sejarah lokal Banyuwangi (wawancara: 10 Mei 2014, Perum Permata Giri Banyuwangi). 1

2 pembunuhan Perwira Angkatan Darat oleh kelompok yang menamakan dirinya sebagai Gerakan 30 September. 3 Setelah pergolakan berakhir, di Banyuwangi terjadi konversi agama besar-besaran ke Hindu, hingga seorang pendeta Hindu didatangkan dari Bali untuk melayani orang-orang Banyuwangi yang pindah kepercayaan baru. 4 Hal ini memberitahukan bahwa salah satu dampak dari konflik peristiwa Gerakan 30 September, menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap suatu kepercayaan. Apa yang melatarbelakangi sebagian masyarakat Banyuwangi tersebut perlu mendapat perhatian. Sebelum konflik Gerakan 30 September bergejolak, Banyuwangi didominasi oleh partai komunis 3 Setelah peristiwa Gerakan 30 September di Jakarta, terjadi banyak pergolakan hingga pembantaian besar-besaran di Indonesia khususnya di Jawa. Lihat pada Robert Cribb, The Indonesia Killings: Pembantaian di Jawa dan Bali , (Jakarta: Mata Bangsa, 2004); John Roosa, Dahlil pembunuhan Massal, (Jakarta: Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra, 2008). 4 Pada sensus penduduk tahun 1971, terdapat peningkatan pemeluk agama Hindu di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Peningkatan pemeluk hindu hingga sebanyak orang, yang terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, khususnya Gunung Kidul, klaten, Boyolali, and Banyuwangi. M.C. Riklefs. Islamisation and its opponents in java c to the present, (Singapore: NUS Press, 2012), hlm., 139; Andrew Beatty, Varieties of Javanese Religion, (UK: Cambridge University Press, 1999), hlm.,

3 Indonesia. 5 Masyarakat yang plural 6 serta pengaruh partai politik saat itu, memunculkan dua kekuatan yang menonjol di Banyuwangi, yaitu PKI dan NU. Persaingan antar kekuatan utama di Banyuwangi itu sudah sangat terlihat sejak periode pendudukan Belanda. PKI membunuh pemimpin-pemimpin NU sejak masa pendudukan Belanda. Pembunuhan ini berdasar alasan bahwa para pemimpin-pemimpin NU adalah mata-mata Belanda. 7 Selanjutnya menjelang tahun 1960, persaingan dan perselisihan kedua kekuatan ini tidak hilang karena perselisihan diantara kelompok komunis dan non-komunis, merupakan implementasi undang-undang pertanahan (UUPA) dan gerakan anggota PKI ke dalam jabatan-jabatan resmi serta mobilisasi massa. 8 Persaingan juga terlihat pada pemilu tahun 1955, tetapi 5 Pengaruh PKI banyak tersebar di Kecamatan Glagah, Singajuruh, Kabat, Ronggojami, Genteng, Pasanggaran, Cluring, Purwoharjo dan Glenmore. Sedangkan kecamatan Wongsorejo, Giri dan Cluring mendapat pengaruh kuat NU, dan pengikut PNI umumnya terdiri dari pegawai negeri dan pejabat desa yang menyebar di berbagai kecamatan. Dalam Robert Cribb, op. cit., hlm., Terdiri dari beberapa etnis dan kepercayaan, dari unsur etnis dan kepercayaan membuat perbedaan golongan partai, kebanyakan yang memeluk agama islam lebih condong ke NU sedangkan abangan lebih condong ke PKI. Arbit Sanit. Badai revolusi: sketsa kekuatan politik PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Yogyakarta: Putaka Pelajar, 2000). hlm., Robert Cribb, op. cit., hlm., Ibid. 3

4 tidak begitu terlihat secara signifikan. Puncak ketegangan antar kekuatan di Banyuwangi meningkat pada bulan Oktober tahun 1965, bersamaan dengan isu politik Dewan Jendral atau Dewan Revolusi akibat dari peristiwa Gerakan 30 September. 9 Ketegangan yang meningkat di Banyuwangi berimbas pecahnya pergolakan dalam masyarakat. Pergolakan yang terjadi tahun 1965 menimbulkan beberapa rangkaian tindakan kekerasan yang dilatarbelakangi konflik antar golongan, seperti insiden Cemetuk dan Karangasem. Tindakan kekerasan ini dipicu antara pemuda Ansor dan pemuda Marhanisme melawan simpatisan PKI. 10 Di Banyuwangi, kasus-kasus kekerasan berkembang dari isu politik di masyarakat. Pluralitas masyarakat Banyuwangi memberikan nuansa kekerasan semakin memanas. Perbedaan agama, ras dan etnis menjadi sebuah subtansi terjadinya gesekan, hingga tindak kekerasan yang terjadi tahun 1965 di Banyuwangi berdampak kepada keturunan dari korban maupun pelaku. Melihat tindakan kekerasan tahun 1965 sampai menimbulkan dampak yang 9 Kekerasan massa terhadap pengikut PKI menjadi isu politik nasional saat Dewan Jendral terbunuh dalam Gerakan 30 September. Isu politik nasional inilah yang membawa PKI di Banyuwangi dibekukan pada 16 Oktober Pembekuan PKI di Banyuwangi menyebabkan pecahnya konflik antar ras, suku, bahkan agama. Surabaya Minggu, (minggu ke IV, september 1982); Robert Cribb, op. cit., hlm., H. Abdul Mun im DZ, Benturan NU-PKI , (Depok: Langgar Swadaya Nusantara, 2014), hlm., 18. 4

5 signifikan kepada masyarakat Banyuwangi, maka peristiwa kekerasan yang berlangsung tahun 1965 di Banyuwangi begitu penting untuk dikaji. B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Berdasarkan uraian di atas, pokok penelitian ini menjelaskan bagaimana kekerasan arus bawah dapat memberikan dampak secara personal maupun kultural dan mengapa kekerasan arus bawah di Kalangan masyarakat Banyuwangi dapat terjadi. Pembahasan akan difokuskan pada dua hal, pertama menganalisis kekerasan yang melanda arus bawah Banyuwangi selama pergolakan politik 1965 berlangsung. Kedua mengkaji warisan kekerasan arus bawah yang membentuk stigma kiri di tengahtengah masyarakat Banyuwangi. Maka akan dikemukakan beberapa permasalahan. Permasalahan yang pertama, berkaitan dengan kondisi sosial budaya Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi tergolong plural, dihuni dari berbagai macam etnis dan budaya serta beragam kepercayaan yang dianut. Sehubungan hal ini terdapat anggapan bahwa masyarakat plural akan berpotensi terhadap konflik yang berujung pada tindakan kekerasan, 11 maka muncul pertanyaan 11 Kutut Suwondo, Civil Society: Di Atas Lokal, Perkembangan Hubungan Antara Rakyat dan Negara di Pedesaan Jawa, (Salatiga: Pustaka Pelajar dan Pustaka Percik, 2003), hlm.,

6 yang mendasar, apakah Banyuwangi merupakan daerah rawan konflik? Faktor apa yang mudah menyulut konflik di Banyuwangi? apakah terdapat kaitan dengan pluralitas yang ada? Permasalahan kedua, kekerasan langsung terjadi bersamaan dengan perpecahan antar organisasi politik di Banyuwangi. Muncul pertanyaan, mengapa tindakan kekerasan di Banyuwangi terjadi? Momentum apa yang memicunya? Apakah kekerasan yang berlatarbelakang konflik di Banyuwangi merupakan konflik lanjutan dari sebelumnya atau baru terjadi? Bagaimana keterkaitan kekerasan di Banyuwangi dengan politik masa itu? Selain politik, alasan apa yang mendorong masyarakat melakukan tindakan kekerasan? Kondisi sosial psikologi apa yang menyebabkan tindakan kekerasan hingga meluas? Sebuah tindakan akan memunculkan sebuah hasil, ini merupakan korelasi umum mengenai sebab akibat. Begitu juga halnya dengan kekerasan yang berlangsung pada pergolakan politik 1965, banyak warisan dalam masyarakat Banyuwangi yang hadir secara lisan ataupun secara tertulis mengenai cerita masa itu. Sebagai contohnya ialah lagu-lagu lokal Banyuwangi yang dianut dari cerita masa lalu, diantaranya lagu Tetese Eluh. Karya seni tersebut berupaya memunculkan kembali cerita kekerasaan Sehubungan dengan permasalahan ketiga ini, maka muncul pertanyaan seperti apa hasil dari kekerasan langsung di 6

7 Banyuwangi? Bagaimana wujudnya? Mengapa dapat menjadi warisan? Bagaimana bentuk warisannya? Dan bagaimana dampak yang dihasilkan terhadap masyarakat baik secara sosial maupun psikologi? Pergolakan politik 1965 sebagai cakupan waktu dalam studi ini memiliki rentan waktu yang sempit dan sulit diartikan secara tegas. Oleh sebab itu, pergolakan politik 1965 yang dimaksud mencakup kurun waktu Tahun menjadi pilihan waktu, karena kurun waktu tersebut banyak perubahan besar dalam percaturan sosial budaya, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia, yang bukan saja mempengaruhi ragam dan dinamika perpolitikan tetapi juga dorongan masyarakat untuk memberikan respon terhadap situasi saat itu. C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penelitian ini memiliki empat tujuan penting. Pertama, menggambarkan pola kekerasan arus bawah yang berlangsung pada masyarakat Banyuwangi pasca Gerakan 30 September. Kedua, mencari korelasi antara masyarakat arus bawah dengan elit lokal pada kekerasan kolektif di Banyuwangi. Ketiga, menganalisis kondisi yang mendasari individu melakukan perilaku agresif, sehingga terjadi kekerasan yang bersifat jangka panjang. Keempat menjelaskan secara psikologi tentang warisan kekerasan yang terbentuk di tengah-tengah masyarakat Banyuwangi. 7

8 Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah; pertama, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan penelitian terdahulu dan menjadi sumber rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Kedua, penelitian ini dapat menjadi tambahan kasanah dalam memandang kekerasan pada masa pergolakan 1965 pasca Gerakan 30 September. D. Tinjauan Pustaka Sehubungan dengan penelitian ini, pembahasan tentang kekerasan yang berlangsung di dalam masyarakat Banyuwangi pada tahun Oleh sebab itu, diperlukan beberapa karya tulis yang terkait dengan penelitian sebagai perbandingan dan tinjauan, diantaranya adalah Robert Cribb, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali , menjelaskan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Jawa dan Bali, serta pengaruh-pengaruh lokal dan nasional dalam aksi kekerasan tahun Robert Cribb memetakan kembali arti penting pembantaian yang terjadi tahun Dalam karya Robert Cribb mengulas tetang kekerasan kolektif yang terjadi di Banyuwangi. Cribb menjelaskan adanya dua kubu kekuatan yang sangat berpengaruh di Banyuwangi. Insiden gerakan 30 september menjadi ujung konflik antar dua kubu besar yang ada di Banyuwangi. Beberapa insiden di Banyuwangi, seperti 12 Robert Cribb, loc. cit. 8

9 insiden Cemetuk dan Karangasem diulas dalam karya Cribb ini. Karya Robert Cribb ini dianggap membantu dalam menyusun penelitian ini. Selain Robert Cribb terdapat Hermawan Sulistyo, Palu Arit di Ladang Tebu: Sejarah Pembantaian Massal yang terlupakan (Jombang-Kediri ) menjelaskan pembunuhan massal anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun merupakan salah satu terbesar di dunia dan faktorfaktor yang berperan terhadap terjadinya pembantaian. 13 Hermawan Sulistyo memusatkan penelitiannya pada Kediri dan Jombang. Meskipun dalam karya Hermawan Sulistyo tidak banyak memaparkan konfik yang terjadi di Banyuwangi, namun karya ini dapat menjadi pembanding pada pola kekerasan yang terjadi dan meluas di Jawa Timur. Selanjutnya Laporan tentang Studi Mengenai Keresahan Pedesaan pada tahun 1960-an. Laporan yang diterbitkan oleh Yayasan Pancasila Sakti merupakan kumpulan dari studi keresahan pedesaan, terdiri dari Bali, Klaten, dan Banyuwangi. 14 Laporan ini dapat dijadikan acuan karena memberikan gambaran 13 Hermawan Sulistyo, Palu Arit di Ladang Tebu: Sejarah Pembantaian Massal yang terlupakan (Jombang-Kediri ), (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2000). 14 Laporan tentang Studi Mengenai Keresahan Pedesaan pada tahun 1960-an, (Jakarta: Yayasan Pancasila Sakti,1982). 9

10 secara detail keresahan yang sedang berlangsung dalam masyarakat Banyuwangi. Meskipun dalam laporan tersebut terdapat gaya bahasa yang memihak salah satu kelompok, tetapi laporan ini dapat dijadikan tolok ukur sebagai hasil wawancara. Berikutnya ialah karya mahasiswa Universitas Negeri Jember, Firman Samsyudin, Peristiwa Cemetuk Tahun dan Priya Purnama, Konflik Berdarah di Desa Karangasem Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi (18 Oktober 1965). 16 Kedua karya ini merupakan dua hal yang berbeda tetapi keduanya merupakan karya yang berkaitan, karena antara peristiwa Karangasem dan Cemetuk berlangsung secara bersamaan. Secara geografis Karangasem dan Cemetuk pun bersebelahan, tidak mengherankan apabila konflik yang terjadi saling berkaitan. Dari kedua karya tersebut dapat diambil keterkaitan kekerasan yang berlangsung diruang lingkup pedesaan Banyuwangi, hal ini karena keduanya terfokus terhadap konflik yang berlangsung di Karangasem dan Cemetuk. Keduanya saling menjelaskan secara detail bagaimana konflik yang berlangsung di desa tersebut. Walaupun kedua karya tersebut tidak secara langsung berbicara 15 Firman Samsyudin, Peristiwa Cemetuk Tahun 1965 (Universitas Negeri Jember, 2009). 16 Priya Purnama, Konflik Berdarah di Desa Karangasem Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi (18 Oktober 1965), (Universitas Negeri Jember, 2012). 10

11 tentang kekerasan, keduanya dapat membantu peneliti untuk menemukan orang-orang yang dapat berbagi pengalaman hidup selama berlangsungnya pergolakan 1965 di Banyuwangi. Ada juga karya Andrew Beatty, Varieties of Javanese Religion. Karya Beatty ini dianggap sangat membantu penelitian, karena kajian utama penelitiannya berada di Banyuwangi. 17 Beatty menghadirkan kehidupan sosial budaya masyarakat Banyuwangi. Selebihnya Beatty juga membahas tentang ingatan masyarakat Banyuwangi mengenai pahitnya pengalaman dalam pergolakan 1965, sehingga karyanya banyak mengulas tentang dampak kekerasan 1965 yang mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Banyuwangi secara kultural. Selain karya-karya di atas masih banyak karya yang membahas seputar kekerasan dalam pergolakan 1965, namun karya-karya yang lain tidak secara khusus membahas persoalan yang berkaitan langsung dengan penelitian ini. E. Kerangka Konseptual dan Pendekatan Penganut strukturalis memandang pergolakan memiliki unsur konflik dan kekerasan. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini akan terfokus pada penjelasan kekerasan, namun rentetan peristiwa yang diteliti merupakan bagian dari konflik. Maka penelitian ini akan melihat kekerasan dengan konflik sebagai 17 Andrew Beatty, loc. cit. 11

12 latar belakangnya. Menurut Marx, konflik dalam sejarah dan masyarakat kontemporer adalah akibat dari benturan kepentingan kelompok-kelompok sosial. 18 Untuk mencapai kepentingan ini, tidak sedikit kelompok sosial menggunakan kekerasan. Hal ini serupa dengan pendapat Hobes, bahwa kelompok sosial ataupun organisasi sosial mengarahkan dan menentukan tindakan apa saja yang paling tepat untuk mereka, termasuk kapan kekerasan dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan. 19 Bagi Dahrendorf, konflik kekerasan lebih merupakan bentuk manifestasi konflik daripada sebagai sebab akibat, hal ini merupakan masalah senjata yang dipilih pihak berkonflik untuk mengekspresikan permusuhan mereka. 20 Dengan kata lain, terdapat kelompok-kelompok yang berkuasa atau disebut sebagai golongan elit telah memainkan peranan dalam terciptanya kekerasan arus bawah Seperti yang dikutip dalam Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm., Ibid., hlm., Seperti yang dikutip dalam Novri Susan, ibid., hlm, Arus bawah yang dimaksud dalam penelitian ini ialah menunjuk pada praktek dan diskursus masyarakat kelas bawah non-elit. Istilah arus bawah sudah pernah digunakan dalam karya Bagong Suyanto. pada karyanya yang berjudul "Gejolak Arus Bawah", mengumpamakan istilah arus bawah sebagai kelompokkelompok sosial yang tidak memiliki kekuasaan secara formal 12

13 Kekerasan di Banyuwangi merupakan sebuah kekerasan yang terjadi di Kalangan masyarakat dimana dalam penelitian ini disebut dengan arus bawah. Kekerasan terjadi setelah gagalnya upaya PKI melakukan kudeta atau yang lebih dikenal dengan Gerakan 30 September. Beberapa pandangan berupaya memaparkan keadaan yang memicu kuatnya perilaku agresif masyarakat dalam tindakan kekerasan Menurut Arnold Brackman, pada saat kekerasan 1965 masyarakat Indonesia mengalami keadaan amok. Amok dilihat sebagai bentuk reaksi spontan atas keterlibatan PKI dalam Gerakan 30 September. Banyak tindakan kekerasan terhadap simpatisan komunis maupun non-komunis yang dilatarbelakangi unsur balas dendam. 22 Berbeda dengan pandangan Hermawan Sulistiyo. Sulistiyo menganggap amok kurang memiliki dasar pada tindakan kekerasaan Hal ini karena tindakan kekerasan tidak dilakukan oleh individu dalam kondisi mental yang berubah. Dari sudut pandang psikologis, tiap individu yang terkait tindakan kekerasan 1965 telah mempersiapkan kondisi mental dalam kurun waktu yang cukup dalam sistem politik, atau lebih dikenal dengan golongan masyarakat kalangan bawah non-elit (underdog). Lihat pada Bagong Suyanto (dkk), Gejolak Arus Bawah, (Jakarta: Pustaka utama grafity. 1994), hlm., X. 22 Arnold C. Brackman, the Communist Collapse in Indonesia, (New York: Praeger, 1963), hlm.,

14 lama, dengan kata lain bukan merupakan semburan dan ledakan yang tiba-tiba. 23 Robert Cribb hampir sependapat dengan Hermawan Sulistiyo. Menurutnya gagasan amok pada tindakan kekerasan 1965 tidak sesuai dengan sudut pandang psikologis yang dikenal saat ini. Cribb memandang tindakan kekerasan 1965 sebagai upaya menyelamatkan kehormatan. 24 Ketiga pendapat tersebut, antara Brackman, Sulistiyo dan Cribb terdapat pertentangan dalam cara pandang masing-masing. Dari sudut pandang psikologi, Sulistiyo dan Cribb menganggap kekerasan 1965 bukanlah sebuah spontanitas atau ledakan secara tiba-tiba. Cribb menganggap amok tidak sesuai dengan sudut pandang psikologis yang dikenal saat ini. Maka dari itu, penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosio-psikologis untuk mendapati keadaan seperti apa yang dialami oleh masyarakat Banyuwangi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dasar keterkaitan antar individu yang terorganisir untuk melakukan dan membenarkan diri dalam tindakan kekerasan. Pendekatan sosiopsikologis yang digunakan dikhususkan pada tingkah laku (behavioristik). 23 Hermawan Sulistyo, op. cit., hlm., Robert Cribb, op. cit., hlm.,

15 Pada umumnya kekerasan muncul dari situasi konkrit yang sebelumnya didahului oleh gagasan, nilai, tujuan dan masalah bersama dalam periode waktu yang lama. 25 Tetapi, bagaimana kebersamaan dalam situasi konkrit ini dapat terbentuk pada suatu kelompok masyarakat menjadi persoalan sampai saat ini. Seperti halnya, Miller Skiner yang berpendapat bahwa prilaku individu dipengaruhi adanya stimulus. Selanjutnya, individu tersebut yang akan merespon stimulus. Stimulus dapat muncul terhadap manusia karena faktor lingkungan, dengan kata lain lingkungan berperan penuh terhadap perilaku manusia. 26 Stimulus ini dapat berupa isu maupun bentuk keresahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat, dimana hal ini dapat merangsang masyarakat dalam tindakan kekerasan secara berkelompok. Tindakan kekerasan semakin menjadi mana kala terdapat sebuah individu yang menonjol yang dapat menanamkan sebuah nilai penguatan dalam suatu kelompok masyarakat, namun bagaimana masyarakat akhirnya dapat berprilaku sama dalam kelompok. Dalam pandangan sosio-psikologis terdapat faktor yang dapat mendorong individu-individu untuk berprilaku yang sama 25 Jack D. Douglas and Frances Chaput Waksler, Kekerasan, dalam Thomas Santoso, Teori-Teori Kekerasan, (Jakarta; Galia Indonesia, 2002), hlm., Seperti yang dikutip Calvin S. Hall (et.al), Teori-Teori Sifat dan Behavioristik, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm.,

16 dan menjadi kelompok, yaitu faktor konformitas dan kepatuhan (obedience). Konformitas dipahami sebagai suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial yang ada. 27 Dengan kata lain agar individu dapat membaur dengan lingkungannya, maka tindak penyesuaian terhadap individu lain perlu dilakukan atau bisa juga aturan yang berlaku dilingkungan sekitarnya. Sedangkan, kepatuhan lebih bersifat kultural dimana dalam suatu masyarakat sudah tidak asing adanya nilai kepatuhan terhadap orang yang memiliki strata sosial diatasnya, baik secara materi maupun ilmu. 28 Oleh karenanya, manusia cenderung untuk mematuhi perintah yang memiliki strata sosial tinggi. Perilaku individu atau kelompok dalam tindakan kekerasan akan menghasilkan suatu keadaan terhadap individu-individu yang terkait kekerasan. Untuk memahaminya diperlukan sebuah pengertian konsep kekerasan, maka penelitian ini memerlukan konsep kekerasan Galtung, yaitu kekerasan langsung dan struktural. Hal ini bertujuan untuk dapat melihat kekerasan dan 27 Robert A. Baron (dkk), Psikologi Sosial Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm., Sarlito W. Sarwono (dkk), Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm.,

17 dampak yang terjadi ditengah-tengah Kalangan masyarakat Banyuwangi. Kekerasan langsung merujuk pada tindakan yang menyerang fisik atau psikologis seseorang secara langsung. 29 Kekerasan langsung dapat dilihat sebagai bentuk kasus kerusuhan yang menyebabkan individu maupun kelompok mengalami luka-luka atau kematian akibat serangan individu atau kelompok lain, serta ancaman atau teror dari suatu kelompok yang menyebabkan ketakutan dan trauma psikis. 30 Sedangkan kekerasan struktural dipahami sebagai ketidakadilan yang tercipta dari suatu sistem yang menyebabkan individu atau suatu kelompok tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, dapat ditunjukkan dengan rasa tidak aman karena tekanan-tekanan lembaga yang dilandasi kebijakan politik, diantaranya intimidasi. 31 Antara kekerasan langsung dan struktural memiliki keterkaitan secara erat dan tidak terpisahkan. Kedua kekerasan tersebut menghasilkan suatu keadaan yang mana individu ataupun kelompok mengalami kematian, kesengsaraan, alienasi, dan 29 Jamil Salmi, Violence and Democratic Society: Hooliganisme dan Masyarakat Demokrasi, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm., Novri Susan, op. cit., hlm., Ibid., hlm.,

18 represi. 32 Pengalaman keadaan tersebut merupakan dampak yang dihasilkan dari sebuah tindakan kekerasan. F. Metode dan Sumber Penulisan Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang memiliki empat langkah dalam penulisannya. Pertama, heuristik yang merupakan pengumpulan sumber. Kedua, kritik sumber untuk memverifikasi kebenaran dan validitas sumber maupun subtansinya. Ketiga, interpretasi sumber, dan keempat adalah historiografi yang merupakan proses penulisan sejarah. 33 Mengingat penelitian ini bersifat kontemporer, maka sumber yang digunakan selain sumber tertulis juga menggunakan sumber lisan yang diperoleh dari wawancara dengan saksi sejarah dan pelaku sejarah. Dalam sejarah lisan para informan tidak akan hanya menceritakan kembali masa lalu, tetapi juga membuat penilaian atau interpretasi sendiri terhadap masa lalu tersebut Johan Galtung, Kekerasan Budaya dalam Thomas Santoso, op. cit., hlm., 184. Represi adalah perasaan yang menyebabkan kecemasan diasingkan atau diingkari aksesenya ke arah kesadaran, kesadaran dalam hal ini adalah ruang publik sebagai masyarakat bebas. 33 Kuntowidjoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), hlm., Bambang Purwanto, Sejarah Lisan dan Upaya Mencari Format Baru Historiografi Indonesiasentris, dalam buku Sartono Kartodirdjo dkk., Dari Samudra Pasai ke Yogyakarta: persembahan kepada Teuku Ibrahim Alfian (Jakarta: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia. 2002), hlm.,

19 Pencarian sumber lisan dilakukan dengan menggunakan pendekatan wawancara mendalam (in-deep interview). Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dan dengan atau tanpa menggunakan pedoman yang mana pewawancara dan informan terlibat dalam peristiwa seputar penelitian. 35 Penggunaan wawancara dengan in-deep interview dapat menggali kembali ingatan masa lalu masyarakat Banyuwangi dalam kurun waktu Beberapa sumber juga didapatkan dari terbitan berkala dengan kurun waktu , diantaranya Kompas, Nieuwe Rotterdamsche Courant, De Tribune, dan Nieuwsblad Van Het Noorden. Namun karena kurangnya perawatan arsip, maka sumber dari terbitan berkala tahun hanya mendapatkan sebagian. Refrensi lain yang digunakan untuk sumber sekunder penulisan berupa literatur dan kajian akademis yang telah digunakan sebelumnya oleh peneliti lain, diantaranya Peringatan perkembangan Republik Indonesia; propinsi jawa timur tahun 1953, Laporan tentang Studi Mengenai Keresahan Pedesaan pada 35 H.B. Sutopo. Konsep-Konsep Dasar Penelitian Kualitatif, (Surakarta: UNS Press, 2006), hlm.,

20 tahun 1960-an tahun 1982, dan laporan penelitian pemuda rakyat tahun Kritik sumber yang dilakukan melalui perbandingan antara hasil wawancara dan koran-koran sezaman, hal ini agar terdapat kecocokan antar sumber. Perbandingan secara terperinci dikhususkan pada hasil wawancara agar terhindar dari subjektivitas informan dan sebagai validitas informasi yang diberikan oleh informan. Interpretasi sumber dilakukan hampir sama dengan kritik sumber, yaitu melalui perbandingan dengan literatur yang didapat. Selanjutnya historiografi akan terformat dalam sistematika penulisan. G. Sistematika Penulisan Setelah bab pengantar, penulisan tesis ini akan dilanjutkan pada bab II dengan menguraikan tentang kondisi kehidupan masyarakat Banyuwangi yang terpolarisasi dalam beberapa kelompok dan tersusun dari berbagai element masyarakat. Bab ini hendak memaparkan komposisi masyarakat Banyuwangi mulai dari kehidupan sosial hingga politiknya. Perbedaan dalam kehidupan masyarakat Banyuwangi dapat menggambarkan hal-hal yang berpontensi sebagai awal gesekan antar kelompok masyarakat dan memunculkan kekerasan. Pada Bab III menguraikan tentang flash back pertarungan sebelum tahun 1965 dan pertarungan politik meliputi PKI, PNI, 20

21 Nahdlatul Ulama. Selain itu dijelaskan juga mengenai gesekangesekan yang ada pada masyarakat Banyuwangi berupa perebutan kekuasaan tingkat daerah hingga pada rumor yang menciptakan ketegangan antar masyarakat. Bab ini juga akan memaparkan bagaimana masyarakat Banyuwangi dapat terorganisir dan membentuk pola-pola baru dalam tatanan yang baru untuk mendorong terjadinya kekerasan langsung. Selanjutnya pada bab IV, akan diuraikan upaya legitimasi dan intimidasi setelah pergolakan 1965, yang mana legitimasi dan intimidasi tersebut merupakan bagian dari kekerasan struktural. Warisan kekerasan dapat berupa stigmatisasi yang melekat pada suatu kelompok. Maka pada bab ini akan menganalisis aspek-aspek yang mengkonstruk masyarakat Banyuwangi dalam membangun dan memperkuat warisan tersebut hingga sekarang. Sebagai penutup, bab V akan memaparkan jawaban dari permasalahan dan realisasi tujuan penelitian. 21

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat. disimpulkan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah yang rawan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat. disimpulkan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah yang rawan BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah yang rawan konflik. Hal ini tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa konflik yang terjadi jauh

Lebih terperinci

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI Bangga Pramesti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI bangga_108@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran kelompok lain dari masyarakat yang turut bergerak dalam panggung perubahan sosial, peran mahasiswa merupakan unsur yang seolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam penulisan skripsi ini digunakan beberapa macam metode untuk mengumpulkan informasi maupun data berkaitan erat dengan masalah peringatan maulid Nabi Muhammad Saw, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Sedangkan datanya dikumpulkan dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata. 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi dijalani bangsa Indonesia kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara cenderung mengalami kemunduran kualitas, meskipun sistem

Lebih terperinci

Kekerasan dan Konstruksi Keagamaan

Kekerasan dan Konstruksi Keagamaan Kekerasan dan Konstruksi Keagamaan Pasca-Peristiwa 1965 Peristiwa perpindahan agama merupakan salah satu strategi bertahan hidup di kalangan korban, terutama berkaitan dengan tuntutan kejelasan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian, 2 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab 1 peneliti memaparkan yang menjadi pendahuluan penelitian Studi tentang Register Penyiar Radio sebagai Bahan Pembelajaran Berbicara serta Pelaksanaannya pada Siswa Kelas X

Lebih terperinci

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Setelah berakhirnya perang dunia kedua, muncul dua kekuatan besar di dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kedua negara ini saling bersaing untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan suatu kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Skripsi ini berjudul Peranan Pesantren Syamsul Ulum Dalam Revolusi Kemerdekaan di Sukabumi (1945-1946). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65 Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dalam Genosida 65 Majalah Bhinneka April 2, 2016 http://bhinnekanusantara.org/keterlibatan-pemerintah-amerika-serikat-dan-inggris-dalam-genosida-65/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama memiliki pengaruh, yaitu kepemimpinan kiai dan jawara. Kiai merupakan gelar

Lebih terperinci

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, Soekarno tampil dihadapan peserta sidang dengan pidato

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing dalam dirinya, baik untuk menghadapi masalah dalam dirinya sendiri atau dalam bersosialisasi dengan teman-teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Periode ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani

Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnyaa Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani Sofyan Sjaf Kehadiran petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, mulai dari persiapan penelitian sampai dengan pelaksanaan penelitian dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia saat ini telah dijumpai beberapa warga etnis seperti Arab, India, Melayu apalagi warga etnis Tionghoa, mereka sebagian besar telah menjadi warga Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak mentah, batu bara, tembaga, biji besi, timah, emas dan lainnya. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. minyak mentah, batu bara, tembaga, biji besi, timah, emas dan lainnya. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki sumber daya alam dan mineral, seperti minyak mentah, batu bara, tembaga, biji besi, timah, emas dan lainnya. Dampak pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1952 Jepang mulai menata kembali kehidupan politiknya setelah tentara Amerika Serikat mulai menduduki Jepang pada tanggal 2 September 1945 karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) kita mengenal istilah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) kita mengenal istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) kita mengenal istilah kampanye/campaign. Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau yang tak terhitung jumlahnya. Bentuk negara kepulauan tersebutlah yang menghasilkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh pengarang yang menampilkan gambaran kehidupan masyarakat dengan bahasa sebagai mediumnya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

KONFLIK AGRARIA. (Studi Kasus di Desa Bilalang II Kecamatan Kotamobagu Utara) ABSTRAK

KONFLIK AGRARIA. (Studi Kasus di Desa Bilalang II Kecamatan Kotamobagu Utara) ABSTRAK KONFLIK AGRARIA (Studi Kasus di Desa Bilalang II Kecamatan Kotamobagu Utara) ABSTRAK Irfandi Mokoginta, Nim 281 410 032. Konflik Agraria (Studi Kasus di Desa Bilalang II, Kecamatan Kotamobagu Utara) di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Keragaman memang indah dan menjadi kekayaan bangsa yang. dari pada modal bangsa Indonesia (Hanifah, 2010:2).

PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Keragaman memang indah dan menjadi kekayaan bangsa yang. dari pada modal bangsa Indonesia (Hanifah, 2010:2). BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang beragam, masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, ataupun kelompok etnis. Keragaman

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Mimetik Ekspresif Pragmatik Objektif 10/4/2014 Menurut Abrams 2 Pendekatan Mimetik Realitas: sosial, budaya, politik. ekonomi, dan lain-lain. Karya Sastra 10/4/2014

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-20, sewaktu mulai timbul akan kesadaran dan paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan pembuka jalan bagi

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua

BAB I PENDAHULUAN. program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama selalu menjadi isu sensitif bagi pemerintahan Orde Baru. Untuk mendorong keseragaman ideologis, pada tahun 1978 pemerintah memulai satu program indoktrinasi

Lebih terperinci

9 Penyebaran hate..., Gloria Truly Estrelita, FISIP UI, 2009

9 Penyebaran hate..., Gloria Truly Estrelita, FISIP UI, 2009 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah mengenai peristiwa G30S adalah tema yang sudah banyak digarap dan diangkat. Walau begitu, tema yang berkaitan dengan Lekra belumlah banyak. Padahal para anggota Lekra yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nasakom merupakan hasil buah pikiran Presiden Soekarno yang dijadikannya sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial Lolytasari, M.Hum Perilaku Menyimpang Adalah suatu perilaku yang buruk dan dapat menimbulkan masalah, penyakit masyarakat, anti sosial, para ahli menyebutnya dengan disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Novel Tapol merupakan salah satu prosa fiksi atau cerita rekaan yang memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel ini sebagai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA Disusun oleh: Nama Mahasiswa : Regina Sheilla Andinia Nomor Mahasiswa : 118114058 PRODI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin meresahkan. Dalam menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan disertai dengan tindakan kekerasan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara. Kepercayaan agama tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, kemudian mengorganisasikan diri dengan bekerja bersamasama dan merealisasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu partai yang berjaya pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu partai yang berjaya pada masa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu partai yang berjaya pada masa orde lama. PKI memiliki tujuan mengubah ideologi Pancasila menjadi komunis. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. psikosastra b. kesepian c. frustasi d. kepribadian a. Psikologi Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu instansi atau organisasi Pemerintah Kota. (Kesbangpol dan Linmas) Kota Tanjungbalai memiliki tugas melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu instansi atau organisasi Pemerintah Kota. (Kesbangpol dan Linmas) Kota Tanjungbalai memiliki tugas melaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu instansi atau organisasi Pemerintah Kota Tanjungbalai, Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol dan Linmas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Penduduk muslimnya berjumlah 209.120.000 orang atau 13% dari jumlah penduduk Muslim

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

28 Oktober 1928, yaitu sumpah pemuda. Waktu itu, sejarah mencatat betapa masingmasing

28 Oktober 1928, yaitu sumpah pemuda. Waktu itu, sejarah mencatat betapa masingmasing ==============dikirim untuk Harian Kedaulatan Rakyat============== Semangat Sumpah Pemuda, Masihkah Diperlukan? Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd HARI ini bangsa dan rakyat Indonesia memperingati

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aam Amaliah Rahmat, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aam Amaliah Rahmat, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa rezim Orde Baru kebebasan individu, dalam menyatakan pendapat, kebebasan berorganisasi dan kebebasan pers sangat dibatasi oleh aturan yang ketat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terinci mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa memiliki peran penting bagi perkembangan bangsa itu sendiri. Hal ini menunjukkan pentingnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. demikian dimungkinkan munculnya suatu unsur yang penting seperti yang akan

METODE PENELITIAN. demikian dimungkinkan munculnya suatu unsur yang penting seperti yang akan 23 III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Keberhasilan dalam melakukan penelitian banyak tergantung dari keberhasilan perundingan yang dilakukan oleh peneliti dengan mereka yang diteliti. Dengan

Lebih terperinci

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Jurnal Sejarah. Vol. 1(1), 2017: 151 156 Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia DOI: 10.17510/js.v1i1. 59 SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Sumber Gambar: Tempo.co Professor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan masalah yang krusial dalam tatanan pemerintahan Soeharto. Masalah tersebut begitu kompleks

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terlalu sulit untuk dipecahkan. Menurut Joko Subagyo :

BAB III METODE PENELITIAN. terlalu sulit untuk dipecahkan. Menurut Joko Subagyo : 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang digunakan Dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada pada setiap penelitian, berbagai metode digunakan oleh para peneliti. Dengan penggunaan suatu metode,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama sejumlah institusi pendidikan lewat kasus-kasus yang terjadi selama pelaksanaannya. Dari waktu ke waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi

Lebih terperinci