LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI SPRAY DRYER UNTUK PEMBUATAN SERBUK PEWARNA ALAMI DARI KESUMBA, MAHONI, DAN SECANG. Disusun Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI SPRAY DRYER UNTUK PEMBUATAN SERBUK PEWARNA ALAMI DARI KESUMBA, MAHONI, DAN SECANG. Disusun Oleh :"

Transkripsi

1 LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI SPRAY DRYER UNTUK PEMBUATAN SERBUK PEWARNA ALAMI DARI KESUMBA, MAHONI, DAN SECANG Disusun Oleh : 1. NORMA SARI FITRIANI I PRIMASARI NOVIANI I PROGRAM STUDI DIII TENIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Lembar Konsultasi... iii Kata Pengantar... v Daftar Isi... vi Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... ix Intisari... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan... 2 D. Manfaat... 2 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Alat pengering hambur (spray dryer) Kriteria pemilihan alat pengering Perpindahan panas pada pengering Perpindahan massa pada pengering Ekstraksi Jenis tanaman yang mengandung zat pewarna alami Proses pembuatan batik BAB III METODOLOGI A. Perbaikan Alat Spray Dryer B. Kerangka Pemikiran C. Alat dan Bahan D. Lokasi E. Perancangan Alat F. Desain Alat vi

3 G. Spesifikasi Alat H. Cara kerja I. Analisa J. Blok Diagram Pembuatan Serbuk Ekstrak Zat Warna Alami BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Desain Alat B. Hasil Spesifikasi Spray Dryer C. Data Percobaan D. Pembahasan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka LAMPIRAN vii

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Skema pengeringan spray dryer tipe counter current... 5 Gambar 2.2. biji kesumba Gambar 2.3. pohon mahoni Gambar 2.4. pohon secang Gambar 2.5. kayu secang diserut Gambar 4.1. Rangkaian Alat Spray Dryer Secara Overall Gambar 4.2. Tangki Pengering pada Spray Dryer Gambar 4.3. Cyclone pada Spray Dryer Gambar 4.4. Bahan Baku dan Larutan Ekstrak Zat Warna Gambar 4.5. Rangkaian Alat Spray Dryer Gambar 4.6. Hasil Serbuk Zat Warna Gambar 4.7. Proses Pencelupan Kain Batik Pada Ekstrak Zat Warna Gambar 4.8. Larutan Fikser Untuk Proses Fiksasi Gambar 4.9. Hasil Akhir Kain Batik Yang Sudah Diwarnai viii

5 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Hasil Pembuatan Serbuk Dari Ekstrak Kesumba tabel 4.2. Hasil Pembuatan Serbuk Dari Ekstrak Mahoni tabel 4.3. Hasil Pembuatan Serbuk Dari Ekstrak Secang tabel 5.1. Data Hasil Percobaan ix

6 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Sumber zat warna alam yang diperoleh dari tumbuhan, antara lain kunyit (Curcuma), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (psidium guajava), daun jarak (jatropha curcas linneaus), daun jati (Tectona gradis sp) dan kayu ulin (Eucideroxylon zwageri). Zat warna alami telah digunakan sebagai pewarna makanan sejak dahulu dan sampai sekarang penggunaannya secara umum dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Zat warna sintetis sangat praktis digunakan serta dapat menimbulkan warna yang mencolok pada produk yang diwarnai. Hal ini membuat zat warna sintetis sering digunakan dalam industri makanan dan minuman, farmasi serta tekstil. Namun limbah buangan atau residu dari zat warna sintetis dapat mencemari lingkungan selain itu penggunaan zat warna sintetis sering disalahgunakan, seperti penggunaan zat warna sintetis non pangan pada produk makanan, sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen. Dewasa ini selain untuk pewarna makanan, zat warna alami sudah dikembangkan menjadi pewarna tekstil. Salah satu kendala pewarnaan dengan menggunakan zat warna alam adalah kesulitan dalam hal pengemasan dan transportasi serta daya tahan zat warna alami. Zat warna alami sebelum digunakan harus diekstraksi terlebih dahulu dari bahan bakunya. Ekstraksi biasanya dilakukan dengan perebusan, soxhlet, ataupun dengan menggunakan alat ekstraktor. Hasil ekstrak zat warna alami tersebut masih dalam bentuk cair sehingga kurang praktis. Untuk memudahkan pemasaran dan pemakaian, pewarna perlu diubah bentuknya menjadi serbuk. Pembuatan serbuk ekstrak zat warna alami memerlukan alat pengering. Dalam tugas akhir ini digunakan alat spray dryer. Spray dryer 1

7 2 merupakan alat yang digunakan untuk menghasilkan bubuk kering dari umpan yang awalnya berbentuk cairan atau bubur menggunakan udara panas sebagai media pemanas.(dhika dkk, 2009). B. PERUMUSAN MASALAH Spray dryer dapat digunakan untuk membuat serbuk dari berbagai macam ekstrak zat warna, misalnya ekstrak daun jarak, daun jati, biji kesumba, kunyit, kulit kayu mahoni, kayu secang dan lain-lain. Pada perancangan alat spray dryer ini bahan yang digunakan sebagai sampel adalah ekstrak dari biji kesumba, ekstrak dari kayu mahoni dan ekstrak dari kayu secang. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana menyempurnakan alat spray dryer untuk membuat serbuk zat warna alami dari ekstrak zat warna biji kesumba, kulit kayu mahoni dan kayu secang. 2. Bagaimana unjuk kerja spray dryer yang telah dimodifikasi. C. TUJUAN Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Menyempurnakan alat pengering zat warna alami spray dryer sehingga dapat digunakan untuk mengeringkan ekstrak zat warna alami dari biji kesumba, kayu mahoni dan kayu secang. 2. Mengetahui unjuk kerja spray dryer yang telah dimodifikasi. D. MANFAAT Pembuatan rangkaian alat spray dryer ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam mengaplikasikan disiplin ilmu Teknik Kimia yang didapat terutama tentang proses pengeringan (spray dryer). 2. Masyarakat dapat memanfaatkan spray dryer yang diperoleh untuk membuat serbuk ekstrak zat warna.

8 BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA Pengeringan adalah pemisahan cairan dari suatu bahan padat yang lembab dengan cara menguapkan cairan tersebut dan membuang uap yang terbentuk. Karena memerlukan panas, proses ini disebut pengeringan termal. Setiap pengeringan termal ditandai oleh adanya perpindahan panas dan massa yang berlangsung bersamaan. (Bernasconi, dkk.,1995). 1. Alat pengering hambur (Spray Dryer) Pada spray dryer bahan yang akan dikeringkan (berupa bahan yang dapat mengalir, suspensi, atau pasta) disemprotkan dengan alat hambur khusus ke dalam suatu menara berbentuk silinder dan dikontakkan dengan aliran udara panas bersuhu C sehingga cairan akan menguap dan partikel yang dikeringkan akan jatuh ke bawah dalam bentuk butiran padatan. Spray dryer dapat digunakan untuk mengeringkan bahan yang peka terhadap suhu tinggi karena waktu tinggalnya sangat singkat. Dengan menggunakan spray dryer, tidak perlu dilakukan lagi pengecilan ukuran produk. Alat hambur yang digunakan dapat berupa alat hambur cakram (disc atomizer) dan alat hambur nosel. Alat hambur cakram memiliki diameter mm dan dapat berputar dengan kecepatan tinggi, sesuai untuk bahan dalam bentuk pasta dan suspensi yang dapat menyumbat nosel. Sedangkan alat hambur nosel sesuai untuk pengeringan emulsi dan suspensi halus. Nosel dapat menghamburkan bahan dalam bentuk kabut dengan memanfaatkan tekanan cairan (pada nosel tunggal) dan dengan bantuan udara tekan (pada nosel ganda). Waktu tinggal di dalam menara pengering cukup singkat karena bahan yang dikeringkan terdistribusi halus sehingga luas permukaan kontak antara udara 3

9 4 panas dan bahan sangat besar. Udara panas dapat dialirkan searah atau berlawanan arah dengan aliran bahan. Pada spray dryer aliran searah, produk kering dipisahkan dari udara yang sudah lembab di bagian bawah menara (pemisahan kasar), sedangkan pemisahan halus dilakukan dalam alat pemisah debu berupa siklon atau filter debu yang dihubungkan dengan pengering. (Bernasconi, 1995) Berdasarkan arah alirannya spray dryer dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Aliran searah Dalam spray dryer cairan atau pasta akan terdistribusi halus, maka bidang kontak dengan udara panas sangat besar, sehingga waktu maksimum pengeringan hanya beberapa detik. Dengan demikian waktu tinggal di dalam menara pengering juga beberapa detik lamanya karena partikel yang akan dikeringkan mempunyai kecepatan jatuh yang relatif besar maka diperlukan menara yang tinggi. Kecepatan jatuhnya dapat dikurangi dan waktu tinggal dapat diperpanjang dengan membiarkan udara panas mengalir masuk secara tangensial di bagian atas menara (aliran searah), dengan cara ini dapat digunakan menara yang rendah (10-20 m). Pada alat pengering aliran searah, pemisahan kasar produk kering dari udara lembab berlangsung dari bagian bawah menara (misalnya dengan perlengkapan yang menyerupai siklon). Pemisahan halus dilakukan dalam alat pemisah debu yang dihubungkan dengan alat pengering (misalnya siklon filter). Sebuah kemungkinan lain untuk dapat menggunakan menara rendah (3-5 m) ialah dengan melakukan pengeringan dalam dua tahap. Tahap pertama (penghilangan kelembaban permukaan) berlangsung di dalam menara, sedangkan tahap kedua ( penghilangan kelembaban kapiler) dilakukan dalam alat pengering, pneumatik yang berada di luar menara dan dihubungkan dengan menara tersebut. Pemisahan produk dari udara panas yang telah menjadi lembab terjadi di bagian akhir pengering dengan bantuan siklon dan atau filter debu. (Bernasconi, dkk,1995).

10

11 6 2. Kriteria pemilihan alat pengering Di samping berdasarkan pertimbangan ekonomi, pemilihan alat- alat pengering ditentukan oleh faktor- faktor berikut: a. Kondisi bahan yang akan dikeringkan (bahan padat yang dapat mengalir, pasta, suspensi). b. Sifat- sifat bahan yang dikeringkan (misalnya kemungkinan terbakar, ketahanan panas, kepekaan terhadap pukulan, bahaya ledakan debu, sifat oksidasi). c. Jenis cairan yang terkandung dalam bahan yang dikeringkan (air, pelarut organik, dapat terbakar, beracun, korosif). d. kuantitas bahan yang dikeringkan. e. Operasi kontinue atau tak continue. 3. Perpindahan panas pada pengeringan Kuantitas panas yang diperlukan untuk pengeringan terdiri atas : Panas untuk memanaskan bahan yang dikeringkan hingga mencapai suhu pengeringan. Panas penguapan untuk mengubah cairan ke fase uap. Panas yang hilang ke lingkungan. Panas diberikan pada bahan yang akan dikeringkan dengan konduksi, konveksi atau radiasi. Pertukaran panas dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Media pemanas yang digunakan antara lain : udara dan steam. Berdasarkan pada cara perpindahan panas, proses pengeringan terbagi menjadi : 1. Pengeringan konveksi Panas yang diperlukan dipindahkan langsung ke bahan yang akan dikeringkan oleh suatu gas atau udara panas. Pengeringan konveksi dengan udara pada umumnya hanya dapat digunakan untuk bahan- bahan yang tidak peka terhadap pengaruh kimia (tidak teroksidasi, tidak dapat terbakar, tidak membentuk campuran yang dapat meledak).

12 7 2. Pengeringan konduksi Panas yang dibutuhkan diberikan pada bahan dengan penghantaran panas tak langsung. Pengeringan ini biasanya dilakukan dalam kondisi vakum. Pada tekanan yang rendah, titik didih cairan menjadi turun sehingga bahan- bahan yang peka terhadap suhu dan mudah terbakar atau yang mudah terdegradasi juga dapat dikeringkan. Pengeringan konduksi sesuai untuk pasta- pasta, untuk bahan yang berbentuk granulat atau yang berupa cairan dengan viskositas rendah. 3. Pengeringan radiasi Panas yang diperlukan dipindahkan secara langsung sebagai radiasi infra merah dari suatu sumber panas ke bahan yang akan dikeringkan. Radiasi infra merah hanya dapat menyusup ke dalam bahan dalam jumlah kecil. oleh karenanya cara pengeringan ini hanya digunakan untuk lapisan- lapisan yang tipis. (Bernasconi, dkk.,1995). 4. Perpindahan massa pada pengering Pada partikel-partikel padat yang lembab, cairan yang dipisahkan dapat berada sebagai : Cairan bebas, tak terikat pada permukaan partikel. Cairan yang terikat oleh gaya kapiler dan diadsorpsi di dalam pori-pori partikel (pada bahan yang higroskopis). Air kristal yang diikat oleh gaya valensi dalam struktur kristal bahan padat. Berdasarkan keadaan cairan di atas maka proses pengeringan (waktu dan energi) yang diperlukan untuk mengeluarkan cairan juga berbeda-beda. Pada umumnya proses pengeringan dibagi menjadi sedikitnya dua tahap yaitu : a. Laju pengeringan yang konstan Pada tahap ini cairan pada permukaan partikel menguap atau mengabut dengan segera secara merata. Sebagai akibatnya terjadi penurunan kelembaban di dalam partikel, dan cairan berpindah dari bagian dalam partikel ke permukaan dengan cara difusi.

13 8 b. Laju pengeringan yang menurun. Pada tahap ini dimulai ketika cairan yang berasal dari bagian dalam partikel tidak lagi cukup untuk membasahi permukaan. (Bernasconi, dkk.,1995) 5. Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau beberapa komponen dari suatu bahan baik berupa padatan maupun cairan berdasarkan perbedaan kelarutan dengan menggunakan bantuan pelarut. Ekstraksi zat warna sebaiknya menggunakan pelarut anorganik, karena apabila digunakan pelarut organik yang terekstrak bukan hanya zat warna melainkan semua zat yang terkandung di dalamnya terlebih lagi kandungan minyaknya. Senyawa anorganik yang sering digunakan adalah air. - Ekstraksi Padat-Cair Ekstraksi padat-cair merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan padat dengan menggunakan bantuan pelarut cair. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar terutama bidang industri bahan alami dan makanan, misalnya untuk memperoleh bahan-bahan yang diinginkan dari tumbuhan dan organ binatang untuk keperluan farmasi (Mc Cabe dkk, 1993). Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Proses Ekstraksi: a. Jenis Pelarut Syarat-syarat pelarut yang baik antara lain : 1. Selektivitas Pelarut tidak boleh melarutkan komponen-komponen lain selain komponen yang diinginkan. 2. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan yang besar dalam melarutkan komponen yang diinginkan. 3. Titik didih Titik didih pelarut tidak boleh terlalu tinggi untuk memudahkan proses destilasi (memisahkan pelarut dari ekstrak).

14 9 4. Kriteria lain Pelarut yang digunakan sebaiknya murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracuntidak korosif, tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak menyebabkan terjadinya emulsi, stabil secara kimia dan termal (Bernasconi, 1995) b. Ukuran bahan padat yang diekstraksi Semakin kecil ukuran bahan, maka semakin besar bidang antarmuka untuk transfer massa antara pelarut dengan bahan yang diekstraksi, dan jarak yang harus ditempuh untuk proses difusi semakin pendek sehingga laju transfer massanya semakin besar. (Bernasconi, 1995) c. Suhu Semakin tinggi suhu ekstraksi maka kelarutan ekstrak dalam pelarut semakin besar sehingga dapat mempercepat laju ekstraksi. d. Waktu Semakin lama waktu ekstraksi maka kontak antara solvent dan bahan yang diekstraksi juga semakin lama sehingga solvent semakin banyak melarutkan solute. e. Kecepatan pengadukan Semakin besar kecepatan pengadukan maka kontak antara pelarut dengan zat terlarut semakin besar sehingga hasil yang diperoleh akan semakin besar. Adapun syarat pemilihan pelarut, antara lain : a. Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen- komponen lain dari bahan ekstraksi. b. Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit). c. Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi. d. Sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. e. Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponenkomponen bahan ekstraksi.

15 10 f. Pelarut dan ekstrak harus mempunyai selisih titik didih yang besar. Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi semua syarat diatas, maka untuksetiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang sesuai. Beberapa pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik (Bernasconi, 1995). 6. Jenis Tanaman Yang Mengandung Zat Pewarna Alami a. Tanaman Kesumba (Bixa Orellana Linn) Kesumba merupakan salah satu tanaman yang dijadikan penelitian mengenai kandungan zat warna yang terkandung dalam bijinya. Biji kesumba ini dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pewarna sintetis. Kesumba dikenal juga dengan nama kunyit jawa, galinggem, paparada, atau galuga. Biji kesumba berbentuk bulat atau seperti buah pir. Warna bijinya bergaris hijau yang terdapat dalam buah kotak berbulu.(anonim.2009) Tanaman kesumba (Bixa Orellana ), termasuk family bixaceae, berasal dari Amerika. Tanaman ini sudah banyak ditanam di pekarangan- pekarangan rumah dan di pinggir- pinggir jalan sebagai tanaman hias atau peneduh. Kadang tanaman ini tumbuh secara liar diantara semak belukar. Keistimewaan dari tanaman ini adalah pada buahnya yang sepintas menyerupai buah rambutan yang berwarna merah darah. Biji- bijinya yang mengandung zat berwarna merah cerah dinamakan annatto.pemanfaatan biji kesumba saat ini masih terbatas, padahal dalam biji kesumba terdapat zat warna yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi zat warna alami. Zat warna alami pada biji buah kesumba dapat digunakan sebagai zat pewarna merah, misalnya seperti untuk lipstick juga dapat memberikan warna kuning seperti mentega dan keju karena dapat menghasilkan warna kuning alami (biksin). (Suryowinoto, 1997). Berdasarkan taksonomi tumbuhan, kesumba diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotylodoneae

16

17 Tumbuhan mahoni diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae Ordo : Rutales Famili : Meliaceae Genus : Swietenia Spesies : Swietenia mahagoni (Gembong Tjitrosoepomo, 2000) c. Tanaman Secang Tanaman secang berupa perdu berbatang tegak yang tingginya antara 4-8 m, memiliki duri-duri yang sangat tajam. Daunnya berupa daun majemuk menyirip, panjang mencapai 50 cm, dengan 8-16 pasang sirip daun, anak daun berbentuk lonjong, kecil berwarna hijau. Bunga majemuk, tumbuh diketiak daun, lebar 2-2,5 cm, berwarna kuning. Kayu secang yang telah dibelah merupakan irisan-irisan kecil tidak menunjukkan bau yang khas. Belahan-belahan kecil tadi tampak berwarna merah, dengan keadaan keras dan padat. Ternyata mempunyai kandungan brazillin yaitu zat warna merah sappan, asam tanat, dan asam galat. (G.Kartasapoetra, 1996). Gambar 2.4 pohon Secang Gambar 2.5 Kayu Secang diserut

18 13 Tumbuhan secang diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicolyledonae : Rosales : Cesalpiniaceae : Caesalpinia 7. Proses Pembuatan Batik : Caesalpinia sappan L a. Proses Persiapan (Mordanting) alam agar memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada tiga jenis larutan fixer yang (Dirjen Perkebunan, 2010). Proses persiapan pembatikan meliputi proses mordanting kain. Proses ini sangat menentukan keberhasilan pewarnaan dengan zat warna alam. Tujuan mordanting adalah memperbesar daya serap kain terhadap zat warna alam. b. Proses Pembuatan Motif Batik ( Pembatikan) Proses pembuatan motif batik di atas kain yang sudah dimordanting dapat dikerjakan melalui berbagai cara, misalnya dengan memakai canting tulis, dengan canting cap, dengan kuas atau dengan ketiga alat tersebut dikombinasikan. (Wasilah, 1979 ). c. Proses Pewarnaan Proses pewarnaan batik zat warna alam dilakukan dengan pencelupan. Gambaran sederhana mengenai pencelupan ini adalah memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan zat warna alam, setelah zat warna masuk ke dalam bahan tekstil, bahan tersebut diambil, dikeringkan, difiksasi, lalu dicuci sehingga didapatkan kain yang berwarna sesuai dengan warna yang dikehendaki (Hasanudin, M. dkk, 2001) d. Fiksasi Pada pecelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna

19 14 biasa digunakan yaitu tawas (Al 2 (SO 4 ) 3 ), kapur tohor (Ca(OH) 2 ) dan tunjung (FeSO 4 ). Dosis yang disarankan adalah 7% untuk tawas, 5% untuk kapur, dan 1% - 2% untuk tunjung. Tawas akan memberikan arah warna sesuai dengan warna aslinya atau warna natural, kapur memberikan arah warna yang lebih muda, dan tunjung memberikan arah warna yang lebih tua. e. Proses Penghilangan Lilin Batik Untuk menghilangkan lilin batik dari bahan dasar ada dua macam, yaitu: - Menghilangkan lilin dari bagian- bagian tertentu dapat dilakukan dengan cara mengerok lilin tersebut dengan alat pisau. Atau dapat pula dilakukan dengan cara meremuknya. - Menghilangkan lilin batik secara keseluruhan dari permukaan kain, dilakukan dengan cara melorod, yaitu dengan memasukan batik tersebut ke dalam air yang mendidih sampai semua lilin meleleh dan lepas dari kain. Melorod biasanya dilakukan pada akhir proses pembuatan kerajinan batik atau pada tengah- tengah proses, setelah pewarnaan dasar ( Wasilah,1979).

20 BAB III METODOLOGI A. Perbaikan Alat Spray Dryer Spray dyer ini dirancang oleh Mahasiswa Diploma 3 angkatan 2007 dengan proses pengeringan secara batch dan arah aliran udara dengan bahan adalah searah. Tetapi perancangan spray dryer tipe batch searah ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, antara lain : 1. Pada tangki pengering diameter tangki terlalu besar dan tinggi tangki pengering juga terlalu tinggi, sehingga kapasitas panas yang mengalir tidak dapat maksimal. 2. Pada pengeringan searah, kontak udara dengan bahan lebih lama tetapi antara nebulizer dengan pipa udara panas masuk arahnya tegak lurus dan berdekatan, jadi saat ekstrak zat warna keluar dari nebulizer akan tertekan oleh udara panas yang berasal dari blower, maka arah ekstrak menuju ke samping atau kedinding tangki pengering. Sehingga menyebabkan serbuk zat warna yang menempel pada dinding tangki lebih besar. 3. Pada blower udara yang dialirkan menuju heater menurunkan suhu heater dan suhu pada tangki dryer, sehingga suhu udara panas yang masuk tangki pengering belum maksimal dan belum bisa mengeringkan umpan maka untuk blower sebaiknya diganti dengan hair dryer karena hair dryer mengalirkan udara panas, sehingga akan dapat membantu menaikan suhu. 4. Nebulizer berfungsi mengkabutkan umpan menjadi droplet (kabut) tetapi kapasitasnya kecil dan tidak bisa menahan tekanan yang ada didalam tangki akibatnya umpan tidak bisa masuk kedalam tangki dryer melainkan kembali kedalam nebulizer, untuk itu sebaiknya untuk proses pengkabutan digunakan nozzle karena memiliki kapasitas yang lebih besar dari nebulizer dan memiliki tekanan yang lebih besar sehingga droplet dapat turun kebawah. 15

21 16 5. Spray dryer ini menggunakan sistem batch, jadi produk dapat diambil jika prosesnya harus berhenti dan tidak ada penambahan bahan pada tangki penampungan feed. Hal ini menyebabkan produk yang dihasilkan tidak maksimal, sehingga perancangan selanjutnya dianjurkan dengan sistem kontinyu. 6. Mengganti filter yang tadinya hanya berupa kain dengan merancang filter berupa cyclone. B. Kerangka Pemikiran Model pembentukan partikel dalam spray dryer dibangun dengan mengasumsikan pembentukan droplet (kabut) yang sangat cepat dari larutan ekstrak kemudian menghilangkan kandungan uap air dalam kabut melalui pemanasan dengan mengabaikan distribusi ukuran dari partikel utama. Proses pengkabutan tersebut menghasilkan droplet (kabut) yang kemudian dimasukkan pada tangki dryer dimana udara panas dihembuskan dari heater dengan menggunakan hair dryer. Pemanasan ini akan menghilangkan kadar air dalam droplet (kabut) dan menghasilkan partikel solid yang akan ditangkap oleh filter yang berupa cyclone separator. C. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan : a. Nozzle b. Heater c. Hair dryer d. Pipa Kaca e. Selang f. Karet sumbat g. Gelas ukur h. Kuas i. Cyclone j. Tangki

22 17 k. Kompresor l. Gypsum m. Kertas aluminium foil 2. Bahan yang digunakan : a. Kulit kayu mahoni diekstrak dengan pelarut air b. Kayu secang diekstrak dengan pelarut air c. Biji kesumba diekstrak dengan pelarut NaOH 0,25 % D. Lokasi Tempat yang digunakan untuk pelaksanaan pengujian alat dilakukan di Laboratorium Dasar Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret. E. Perancangan Alat dalam pembuatan alat pengering (spray dryer) ini memerlukan perancangan alat yang meliputi kapasitas tangki, diameter, tebal bahan dan perancangan cyclone yang akan digunakan. F. Desain alat

23 18 G. Spesifikasi Alat 1. nozzle Kapasitas Merk Fungsi 2. Heater Daya Fungsi 3. Pipa Kaca : 400 ml : Rujica : Menyemprotkan larutan umpan menjadi partikel-partikel kecil : 600 Watt Daya Tahan Panas : 700ºC Fungsi 4. Hair dryer Daya Fungsi 5. cyclone Fungsi 6. tangki pengering Fungsi : Sumber panas : Untuk mengalirkan udara panas : 450 Watt : Meniup udara panas : Memisahkan partikel padatan dengan uap pembawanya : Sebagai tempat pemanasan doplet (kabut) H. Cara Kerja 1. Mengekstrak zat warna a. Menimbang bahan yaitu kayu secang 500 gram, kulit kayu mahoni 500 gram dan biji kesumba sebanyak 50 gram. b. Untuk kulit kayu mahoni dan kayu secang, proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat ekstraktor dan ditambahkan air sebanyak 5 L kemudian diekstrak ±2jam(sampai warnanya pekat). Sedangkan biji kesumba diekstak dengan larutan NaOH 0,25% sebanyak 500 ml dengan menggunakan labu leher tiga dan masing-masing diekstrak selama 2 jam.

24 19 c. Memisahkan padatan dari ekstrak dengan cara dilakukan penyaringan. d. Memekatkan ekstrak yang diperoleh dengan menguapkan sebagian pelarut hingga konsentrasi larutan menjadi 25%bv, 30%bv, 50%bv. 2. Menentukan kadar padatan ekstrak zat warna a. Menimbang sampel ekstrak zat warna sebanyak 10 ml dan memasukkan ke dalam cawan. b. Memasukkan cawan ke dalam oven. c. Mengatur suhu oven sekitar 80 0 C. d. Melakukan pemanasan di dalam oven selama 30 menit sekali. e. Setelah itu mengambil dan memasukkan dalam desikator selama 5 menit kemudian menimbang dan mencatat perubahan massa ekstrak zat warna. f. Memasukkan kembali ekstrak zat warna tersebut ke dalam oven. g. Mengulangi percobaan sampai berat ekstrak zat warna konstan. 3. Cara pengoperasian alat spray dryer a. Merangkai alat dan menyiapkan ekstrak zat warna. b. Menghidupkan heater untuk memanasi penyedia udara pengering dalam tangki pengering, di set pada suhu C. c. Menghidupkan hairdryer untuk mengalikan udara panas ke dalam tangki pengering sampai suhu udara dalam tangki pengering konstan (± 100 C). d. Menghidupkan kompresor dan mengisi udara pada kompresor. e. Mengatur kran kompresor dan kran nozzle untuk menyepray larutan ekstrak zat warna ke dalam tangki pengering dalam bentuk partikelpartikel kecil. f. Memasukkan ekstrak zat warna ke dalam nozzle sedikit demi sedikit sebanyak 25 ml (dari total larutan 300 ml )saat suhu tangki konstan. g. Menutup kran nozzle dan kran kompresor jika suhu di tangki pengering turun menjadi dibawah 70 C (hairdryer dan heater tetap dinyalakan).

25 20 h. Membuka kembali kran nozzle dan kran kompresor jika suhu udara pengering telah mencapai 100 C. i. Mengulangi langkah f i sampai ektrak zat warna habis. 4. Menghitung massa padatan yang hilang a. Menghitung kadar air dan padatan dalam umpan. b. Menghitung berat jenis umpan. c. Menghitung massa umpan yang akan dikeringkan. d. Menghitung massa padatan yang terkandung dalam umpan. e. Menghitung massa padatan yang hilang. %kehilangan padatan = massa padatan dalam umpan massaق prosuk serbuk x 100% massa padatan dalam umpan 5. Menentukan efisiensi alat a. Menghitung panas yang diserap untuk menguapkan air pada bahan. b. Menghitung panas yang dilepaskan udara pemanas. Efisiensi alat 蝠 panas yang diserap panas yang dilepas x 100% 6. Menguji serbuk yang dihasilkan pada kain batik a. Memotong kain yang sudah diberi pola batik dengan ukuran 15 x15 cm. b. Melarutkan 2 gram TRO (Turkish Red Oil) dalam 1 liter air kemudian merendam kain dalam larutan tersebut untuk membuka pori-pori pada kain. c. Melarutkan serbuk zat warna pada kain sebanyak 5 gram dalm 100 ml air. d. Merendam kain dalam larutan zat warna selama 15 menit kemudian dijemur dan seterusnya sampai 5 kali pencelupan (minimal 3 kali pencelupan). e. Melarutkan 7 gram tawas dalam 100 ml air, 2 gram FeSO 4 kedalam 100 ml air (larutan tunjung) dan 5 gram CaCO 3 kedalam 100 ml air.

26 21 f. Setelah proses perendaman selesai maka kain di fiksasi dengan larutan fixer( larutan e) selama 20 menit. g. Mengeringkan kain dengan setrika dan dicuci dengan air hangat (±60 C) I. Analisa yang bertujuan untuk menghilangkan lilin pada kain. Ekstrak yang didapat dianalisa kandungan zat warna dengan cara mengoven larutan sample zat warna sampai kering kemudian ditimbang berat zat warna kering untuk mengetahui kandungan zat warna per ml sampel. Sedangkan produk hasil dari spray dryer ditimbang dan dibandingkan dengan jumlah zat warna secara teoritis untuk mencari efisiensi alat dari jumlah produk yang hilang. Dan masing-masing serbuk zat warna diaplikasikan pada kain batik.

27 22 J. Blok Diagram Pembuatan Serbuk Ekstrak zat warna alami Studi literatur / pustaka tentang spray dryer Studi literatur tentang spray dryer yang dirancang oleh angkatan 2007 Merancang perbaikan alat spray dryer Fabrikasi peralatan yang dibutuhkan untuk menyempurnakan alat spray dryer Merangkai peralatan antara lain nozzle, heater, serta hair dryer dan Menguji kerja spray dryer yang sudah dilengkapi dengan cyclone dan tangki pengering. Pembuatan larutan zat warna alami berbagai jenis dan konsentrasi Menganalisa bahan dan produk Membuat laporan

28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Desain Alat 1. Rangkaian Alat Overall Keterangan : 1. Hairdryer 6. Cyclone 2. Pipa Kaca 7. Selang 3. Heater 8. Kompresor 4. nozzle 9. Selang pengeluaran udara pengering 5. Tangki pengering Gambar 4.1 Rangkaian Alat Spray Dryer Secara Over all 23

29 24 2. Konstruksi spray dryer Tinggi : 94 cm Diameter : 14 cm Tebal : 0,05 cm Gambar 4.2 Tangki Pengering pada Spray Dryer

30 25, 3. Konstruksi cyclone separator Tinggi : 0,64 m Diameter Tebal : 0,16 m : 0,05 cm Gambar 4.3 Cyclone pada Spray Dryer

31 26 B. Hasil Spesifikasi spray dryer 1. Kapasitas total tangki pengering = 16 L 2. Volume efektif = 13 L 3. Diameter tangki = 14 cm 4. Tebal bahan = 0,05 cm 5. Diameter cyclone = 0,16 m 6. Tinggi total cyclone = 0,64 m 7. % Padatan bahan baku = 6,44 % 8. % Kehilangan padatan = 46,66 % 9. Panas yang diserap = 72,895 cal/detik 10. Panas yang dilepas = 102,194 cal/detik 11. Efisiensi alat = 71,33 % C. Data Percobaan Kondisi operasi Suhu Heater : 550 C Suhu tangki pengering : maks. 111 C Kecepatan blower : 10 m/s Laju umpan rata-rata : 0,13 m/s 1. Data Pembuatan serbuk dari ekstrak kesumba No. Jumlah bahan sekali ekstrak Volume sekali ekstrak (larutan NaOH 0,25%) Konsentrasi sebelum dievaporasi : 50 gram : 500 ml : 0,0335 gram/ml Suhu saat umpan masuk : C Evaporasi ekstrak (%bv) Tabel 4.1 Hasil pembuatan serbuk dari ekstrak kesumba Volume hasil evaporasi (ml) Konsen trasi (gram/ ml) Umpan spray dryer (ml) Berat kesumba total yang digunakan untuk umpan (gram) Hasil serbuk spray dryer (gram) Tangki pengering Cyclone Total Rendemen (gram serbuk /gram biji kesumba) , ,06 0,12 20,16 0, , ,67 35,61 0,18 35,79 0, , ,99 0,28 43,28 0,2164

32 27 2. Data Pembuatan Serbuk dari Ekstrak Mahoni No. Jumlah bahan sekali ekstrak Volume sekali ekstrak (Air) : 500 gram : 5000 ml Konsentrasi sebelum dievaporasi : 0,011 gram/ml Suhu saat umpan masuk : C Evaporasi ekstrak (%bv) Tabel 4.2 Hasil pembuatan serbuk dari ekstrak mahoni Volume hasil evaporasi (ml) Konsen trasi (gram/ ml) Umpan spray dryer (ml) Berat mahoni total yang digunakan untuk umpan (gram) Hasil serbuk spray dryer Tangki pengering (gram) Cyclone Total Rendemen (gram serbuk/ gram , kulit kayu mahoni) , ,33 25,19 14,57 39,76 0, , ,40 9,64 32,04 0, Data Pembuatan Serbuk dari Ekstrak Secang Jumlah bahan sekali ekstrak : 500 gram Volume sekali ekstrak (Air) : 5000 ml Konsentrasi sebelum dievaporasi : 0,0045 gram/ml Suhu saat umpan masuk : C Tabel 4.3 Hasil pembuatan serbuk dari ekstrak secang No. Berat secang Hasil serbuk spray dryer Volume Konsen Umpan Rendemen Evaporasi total yang (gram) hasil trasi spray (gram ekstrak digunakan evaporasi (gram/ dryer Tangki serbuk/ gram (%bv) untuk umpan Cyclone Total (ml) ml) (ml) pengering kayu secang) (gram) , ,50 1,90 8,40 0, , ,31 3,56 11,87 0, , ,95 29,95 0,0405

33 Bahan baku dari kulit kayu mahoni Bahan baku dari kayu secang Bahan baku dari biji kesumba Ekstrak kulit kayu mahoni Ekstrak kayu secang Ekstrak biji kesumba

34

35 Hasil serbuk dari kulit ekstrak mahoni Hasil serbuk dari ekstrak secang Hasil serbuk dari ekstrak kesumba

36 Proses perendaman pada ekstrak mahoni,secang dan kesumba

37 Larutan fikser dari CaCO 3 (kapur) Larutan fikser dari FeSO 4 (tunjung) Larutan fikser dari Al2(SO4) 3 (tawas)

38 Kain batik yang sudah diwarnai dengan ekstrak mahoni dan sudah difiksasi Kain batik yang sudah diwarnai dengan ekstrak kesumba dan sudah difiksasi Kain batik yang sudah diwarnai dengan ekstrak secang dan sudah difiksasi

39 , BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan antara lain : 1. Penyempurnaan spray dryer telah berhasil membuat serbuk pewarna alami dari biji kesumba, kayu secang dan kulit kayu mahoni. Penyempurnaan tersebut antara lain mengecilkan ukuran tangki pengering, penggunaan filter yang berupa cyclone, penambahan isolator, dan penggantian nozzle. a. Tangki pengering Diameter tabung (D 1 ) : 14 cm Tinggi tabung (H 1 ) : 80 cm Diameter kerucut (D 2 ) : 14 cm Tinggi kerucut (H 2 ) : 14 cm b. Cyclone Tinggi total : 64 cm Diameter : 16 cm c. Kondisi operasi Suhu Heater : 550 C Suhu tangki pengering : maks. 111 C Kecepatan hair dryer : 10 m/s Panas diserap : 72,895 cal/detik Panas dilepas : 102,194 cal/detik Efisiensi alat : 71,33% 34

40 35 perpustakaan.uns.ac.id, 2. Hasil percobaan menggunakan ekstrak zat warna Tabel 5.1 Data hasil percobaan No Zat warna Pelarut 1. Kesumba NaOH 2. Mahoni Air 3. Secang Air Konsen Volume Umpan Evaporasi trasi hasil spray ekstrak umpan evaporasi dryer (%bv) (gram/ (ml) (ml) ml) Berat bahan total yang digunakan untuk umpan (gram) Total serbuk terbentuk (gram) Rendemen (gram hasil/gram bahan baku) , ,16 0, , ,67 35,79 0, , ,28 0, , , ,33 39,76 0, , ,04 0, , ,40 0, , ,87 0, , ,95 0, Semakin pekat umpan maka rendemen yang diperoleh semakin besar sehingga serbuk yang terbentuk akan semakin banyak. B. Saran 1. Pada bagian nozzle, sering terjadi penyumbatan karena konsentrasi umpan yang cukup pekat dan menggangu proses pengeringan zat warna alami sehingga diharapkan nozzle diganti dengan alat hambur cakram (disc atomizer). Alat hambur cakram sangat cocok untuk umpan jenis suspensi dan pasta sedangkan alat hambur nozzle digunakan untuk emulsi dan suspensi - suspensi halus. 2. Untuk pengeringan zat warna yang partikelnya kecil seperti pada secang, diharapkan untuk merancang kembali cyclone yang akan digunakan agar tidak banyak serbuk yang keluar dari filter. 3. Proses pengeringan pada spray dryer yang telah dimodifikasi adalah semi kontinyu sehingga perbaikan selanjutnya diharapkan bisa kontinyu.

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan 1. Bahan Bahan yang Digunakan a. Buah mangrove jenis Rhizophora stylosa diperoleh dari daerah Pasar Banggi, Rembang b. Air diperoleh dari Laboratorium Aplikasi Teknik

Lebih terperinci

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY Pendahuluan Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA Oleh: Widihastuti Staf Pengajar Prodi Teknik Busana FT UNY widihastuti@uny.ac.id Pendahuluan Tanaman alpukat

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu EKSPLORASI WARNA ALAM MENGGUNAKAN KULIT BATANG, AKAR, DAUN DAN BUAH DARI TANAMAN MANGROVE (RHIZOPORA STYLOSA) SEBAGAI PEWARNA BATIK DENGAN PENGGUNAAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR Bayu Wirawan D. S.

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL digilib.uns.ac.id BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL Hasil uji coba/eksperimen dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa kategori sesuai dengan jenisnya yaitu tentang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI MAKALAH PENELITIAN PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI Oleh : Arnoldus Yunanta Wisnu Nugraha L2C 005 237

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Inovasi Pembuatan Free Germs Hand sanitizer (Fertz) yang Praktis dan Ekonomis dari Ekstrak Daun Kersen BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Inovasi Pembuatan Free Germs Hand sanitizer (Fertz) yang Praktis dan Ekonomis dari Ekstrak Daun Kersen BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Dalam pembuatan hand sanitizer ini memiliki beberapa tahapan proses yaitu pembuatan ekstrak, pembutan hand sanitizer dan analisa hand sanitizer, adapun alat dan bahan

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT 372 PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT Zahra Fona 1, Syafruddin 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe,

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa Disusun Oleh : 1. Asrina Nurul Aini (I8311005) 2. Vaykotul Chusnayni (I8311062) PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) yang sudah banyak digunakan oleh masyarakat Paraguay sejak ratusan tahun yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun waktu pelaksaan penelitian ini dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang, manusia tidak dapat lepas dari bahan-bahan kimia, hampir disemua aspek kehidupan manusia dapat ditemukan bahan-bahan kimia. Mulai dari aspek kesehatan

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal ICS 91.100.50 Badan Standardisasi Nasional SNI 2438:2015 BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8. PENGERINGAN DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.04 FILTRASI I. Tujuan Praktikum: Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Secang atau Caesalpinia sappan L merupakan tanaman semak atau pohon rendah dengan ketinggian 5-10 m. Tanaman ini termasuk famili Leguminoceae dan diketahui

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN C GAMBAR C.1 PEMBUATAN SELULOSA 1. PEMBERSIHAN, PENGERINGAN, DAN PREPARASI SERAT

LAMPIRAN C GAMBAR C.1 PEMBUATAN SELULOSA 1. PEMBERSIHAN, PENGERINGAN, DAN PREPARASI SERAT LAMPIRAN C GAMBAR C.1 PEMBUATAN SELULOSA 1. PEMBERSIHAN, PENGERINGAN, DAN PREPARASI SERAT a. Enceng gondok yang digunakan berasal dari sungai di kawasan Golf. Gambar 16. Enceng Gondok Dari Sungai di Kawasan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SERBUK ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI DAUN JATI DENGAN METODE SPRAY DRYER

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SERBUK ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI DAUN JATI DENGAN METODE SPRAY DRYER LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SERBUK ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI DAUN JATI DENGAN METODE SPRAY DRYER Disusun Oleh : A. PADMITASARI K.A I 8307006 DEWI NOVITASARI I 8307011 PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Cara uji kelarutan aspal 1 Ruang lingkup Cara uji kelarutan aspal secara khusus menguraikan alat dan bahan yang digunakan serta prosedur kerja untuk mendapatkan hasil kelarutan aspal. Cara uji ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: BAB VII LAMPIRAN Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: Ukuran buah jambu biji merah: - Diameter = + 10 cm - 1kg = 7-8 buah jambu biji merah (berdasarkan hasil pengukuran)

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses evaporasi telah dikenal sejak dahulu, yaitu untuk membuat garam dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi matahari dan angin. Evaporasi adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan pokok makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air bersih masih menjadi salah satu persoalan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO (The Period s effect to increase Patchouli

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegunaan Produk Kuprisulfatpentahidrat Kegunaan kupri sulfat pentahidrat sangat bervariasi untuk industri. Adapun kegunaannya antara lain : - Sebagai bahan pembantu fungisida

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO (Enhancement of Patchouli Alcohol Degree in Purification

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN PARTIKULAT DAN BUTIRAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang digunakan untuk bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian a. Motor diesel 4 langkah satu silinder Dalam penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengujian adalah motor disel 4-langkah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang terdapat di Kecamatan Kemiling,

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

BAB III ZAT DAN WUJUDNYA

BAB III ZAT DAN WUJUDNYA BAB III ZAT DAN WUJUDNYA 1. Apa yang dimaksud dengan massa jenis suatu zat? 2. Mengapa massa jenis dapat dipakai sebagai salah satu ciri dari suatu zat? 3. Apa perbedaan zat padat, cair dan gas? 4. Bagaimana

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA (LAPORAN ) PRAKTIKUM IPA SD PDGK 4107 MODUL 5. KALOR PERUBAHAN WUJUD ZAT dan PERPINDAHANNYA PADA SUATU ZAT

LEMBAR KERJA (LAPORAN ) PRAKTIKUM IPA SD PDGK 4107 MODUL 5. KALOR PERUBAHAN WUJUD ZAT dan PERPINDAHANNYA PADA SUATU ZAT LEMBAR KERJA (LAPORAN ) PRAKTIKUM IPA SD PDGK 4107 MODUL 5 KALOR PERUBAHAN WUJUD ZAT dan PERPINDAHANNYA PADA SUATU ZAT NAMA NIM : : KEGIATAN PRAKTIKUM A. PERCOBAAN TITIK LEBUR ES 1. Suhu es sebelum dipanaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit jagung dan bulu ayam merupakan contoh limbah hasil pertanian dan peternakan yang jumlahnya sangat melimpah. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir diseluruh daratan

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

Macam-macam Pengering. TBM ke 9

Macam-macam Pengering. TBM ke 9 Macam-macam Pengering TBM ke 9 Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas sehingga kadar air dalam bahan menurun. Dalam proses pengeringan biasanya disertai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Jenis Bahan Rataan Nilai Kalor (kal/gram) Kayu 4.765 Batubara 7.280 Fuel Oil 1) 10.270 Kerosine (Minyak Tanah) 10.990 Gas Alam 11.806 Sumber

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik Beauty Suestining Diyah D. *), Susinggih Wijana,Danang Priambodho Jurusan

Lebih terperinci

Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM

Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM TUJUAN Mengetahui cara membersihkan, mengeringkan dan menggunakan berbagai alat gelas yang digunakan di laboratorium kimia. Mengatur nyala pembakar Bunsen

Lebih terperinci

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3. Preparasi Sampel Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3 siti_marwati@uny.ac.id Penarikan Sampel (Sampling) Tujuan sampling : mengambil sampel yang representatif untuk penyelidikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci