pologi Bahasa Sunda'Bahasa Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "pologi Bahasa Sunda'Bahasa Indonesia"

Transkripsi

1 5 pologi Bahasa Sunda'Bahasa Indonesia DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONA 2001

2 PREPOSISI DAN KONJUNGSI: STUDI TIPOLOGI BAHASA SUNDA-BAHASA INDONESIA

3

4 ,47 /PIc PREPOSISI DAN KONJUNGSI: STUDI TIPOLOGI BAHASA SUNDA--BAHASA INDONESIA Moh. Tadjuddin Waway Tiswaya Wahya H. Abdullah Prijo Utomo Rusnanto PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA 2001

5 Penyunting Penyelia Alma Evita Almanar Penyunting Haryanto Lien Sutini Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun, Jakarta HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG Isi buku mi, baik sebagian maupun selurulmya, dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau karangan ilnuah. Katalog dalain Terbitan (KDT) TAD TADJUDDIN, Moh. let al.] P Preposisi dan Konjungsi: Studi Tipologi Bahasa Sunda-Bahasa Indonesia. --Jakarta: Pusat Bahasa, xii, 134 him.; 21 cm. ISBN Bahasa Sunda-Preposisi 2. Bahasa Sunda-Sintaksis 3. Bahasa Indonesia-Preposisi

6 KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT BAHASA Masalah kebahasaan di Indonesia tidak dapat terlepas dari kehidupan masyarakat penuturnya. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai perubahan baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang barn, globalisasi, maupun sebagai dampak perkembangan teknologi informasi yang amat pesat. Kondisi itu telah mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia. Gerakan reformasi yang bergulir sejak 1998 telah mengubah paradigma tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tatanan kehidupan yang serba sentralistik telah berubah ke desentralistik, masyarakat bawah yang menjadi sasaran (objek) kini didorong menjadi pelaku (subjek) dalam proses pembangunan bangsa. Oleh karena itu, Pusat Bahasa hams mengubah orientasi kiprahnya. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi tersebut, Pusat Bahasa berupaya meningkatkan pelayanan kebahasaan kepada masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan itu ialah penyediaan bahan bacaan sebagai salah satu upaya perubahan orientasi dari budaya dengar-bicara menuju budaya baca-tulis. Untuk mencapai tujuan itu, perlu dilakukan kegiatan kebahasaan, seperti (1) penelitian, (2) penyusunan buku-buku pedoman, (3) penerjemahan karya ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam bahasa Indonesia, (4) pemasyarakatan peningkatan mutu penggunaan bahasa melalui berbagai media, antara lain melalui televisi, radio, surat kabar, dan majalah, (5) pengembangan pusat informasi kebahasaan melalui inventarisasi, penelitian, dokumentasi, dan pembinaan jaringan informasi kebahasaan, serta (6) pengembangan tenaga, bakat, dan prestasi dalam bidang bahasa melalui penataran, sayembara mengarang, serta pemberian penghargaan. Untuk itu, Pusat Bahasa telah melakukan penelitian bahasa Indonesia dan daerah melalui kerja sama dengan tenaga peneliti di perguruan tinggi di wilayah pelaksanaan penelitian. Setelah melalui proses penilaian dan penyuntingan, hasil penelitian itu diterbitkan dengan dana Proyek Penelitian Kebahasaan dan Kesastraan. Penerbitan ml diharapkan dapat memperkaya bacaan hasil penelitian di Indonesia agar kehidupan baca-

7 A tulis makin semarak. Penerbitan mi tidak terlepas dari kerja sama yang baik dengan berbagai pihak, terutama Proyek Penelitian Kebahasaan dan Kesastraan. Untuk itu, kepada para peneliti saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada penyunting naskah laporan penelitian mi. Demikian juga kepada Dra. Yeyen Maryani, M. Hum., Pemimpin Proyek Penelitian Kebahasaan dan Kesastraan beserta staf yang mempersiapkan penerbitan mi saya sampaikan ucapan terima kasih. Mudah-mudahan buku Preposisi dan Konjungsi: Studi Tipologi Bahasa Sunda-Bahasa Indonesia mi dapat memberikan manfaat bagi peminat bahasa serta masyarakat pada umumnya. Jakarta, November 2001 Dr. Dendy Sugono

8 UCAPAN TERIMA KASIII Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah Swt. karena atas perkenan- Nya buku ml dapat penulis selesaikan. Bahasa Sunda adalah salah satu jems kekayaan khazanah budaya bangsa Indonesia, yang lahir, tumbuh, berkembang, dan telah hidup di bumi Nusantara selama berabad-abad. Sejak lahirnya bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Sunda dan bahasa Indonesia telah hidup, tumbuh, dan berkembang secara berdampingan. Dengan demikian, terjadilah kontak antara kedua bahasa tersebut. Kontak antara dua bahasa akan selalu menimbulkan pengaruh timbal balik. Demikian pula yang terjadi dengan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Kontak antara bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, sejauh pengamatan peneliti, pada dasarnya menimbulkan pengaruh positif bagi kedua bahasa tersebut. Pengaruh yang diserap oleh masing-masing mungkin terjadi pada semua tataran; salah satu tataran yang dimaksud adalah tetaran sintaksis, antara lain yang menyangkut masalah kata tugas. Sejalan dengan pengaruh positif tersebut, kedua bahasa tersebut dalam keserasian perkembangannya secara berdampingan akan semakin menyatu dan digunakan secara berganti-ganti. Oleh karena itu, upaya untuk mendeskripsikan perbedaan dalam unsur-unsur tertentu dalam linguistik antara kedua bahasa tersebut sangat perlu segera dilakukan. Karena terbatasnya berbagai unsur pendukung penelitian mi, peneliti pada kesempatan mi mencoba melakukan kajian tipologis tentang preposisi dan konjungsi dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Kajian tipologis mi akan mengungkapkan perbedaan-perbedaan perilaku semantis, perilaku sintaktis, bentuk, serta penggunaan preposisi dan konjungsi dalam kedua bahasa tersebut. Buku ml merupakan hasil pengembangan penelitian dari penelitianpenelitian sebelunmya tentang kedua kategori kata tugas tersebut, yang telah dilakukan secara terpisah, dan dalam bahasa masing-masing. Hasil yang diharapkan dari penelitian mi adalah diperolehnya pemahaman Sejauh mana perbedaan antara preposisi dan konjungsi dalam bahasa Sunda

9 vii' dan bahasa Indonesia. Buku mi terwujud atas peranan berbagai pihak. Pada kesempatan mi, peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada (1) Pimpinan Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, (2) Pimpinan Bagian Proyek PPBISD Provinsi Jawa Barat, (3) Dekan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, dan (4) semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa buku mi masih jauh dari sempurna sehingga penulis sangat mengharapkan masukan-masukan demi penyempurnaannya. Meskipun demikian, penulis berharap agar buku mi dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan kajian tentang bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Peneliti

10 DAVFAR IS! Kata Pengantar V Ucapan Terinia Kasih... Vii DaftarIsi... ix Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah Pembatasan Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Teori Metode dan Teknik Penelitian Sumber Data...9 Bab II Kajian Teori 2.1 Preposisi Pence, R. W. dan D. W. Emery Sidharta, Sri Parwati M Kridalaksana, H Moeliono, A.M Konjungsi Halliday, M.A.K Pence, R.W. dan D. W. Emery Quirk, R., dkk Badudu, J.S Moeliono, A.M... 24

11 'C Bab III Preposisi dan Konjungsi Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia 3.1 Preposisi Bahasa Sunda Bentuk Preposisi Preposisi Monomorfemis Preposisi Polimorfemis Makna Preposisi Preposisi Bahasa Indonesia Bentuk Preposisi Preposisi Monomorfemis Preposisi Polimorfemis Makna Preposisi Konjungsi Bahasa Sunda Bentuk Konjungsi Monomorfemis Konjungsi Polimorfemis Fungsi Konjungsi Intrakalimat Konjungsi Ekstrakalimat Makna Aditif Adversatif Kausal Temporal Konjungsi Bahasa Indonesia Bentuk Konjungsi Monomorfemis Konjungsi Polimorfemis Fungsi Konjungsi Intrakalimat Konjungsi Ekstrakalimat Konjungsi Ekstratekstual Makna Aditif Adversatif... 69

12 Kausal Temporal...71 Bab IV Kaidah Tipologi 4. 1 Pengantar Kaidah Tipologi Konjungsi Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia Posisi di Awal Kalimat Posisi di Tengah Kalimat Kaidah Tipologi Preposisi Bahasa Sunda clan Bahasa Indonesia Bab V Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan Saran...78 Daftar Pustaka...80 Lampiran Lampiran Lampiran xi

13 BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggolongan jenis kata di Indonesia masih memperlihatkan keragaman hasil yang diperoleh. Hal mi terjadi sebagai akibat kriteria yang digunakan dalam penggolongan jenis kata tidak seragam. Kriteria yang digunakan adalah kriteria semantik, sintaksis, morfologis, atau kombinasi kriteria-kriteria tersebut dengan pengutamaan kriteria yang berbeda. Secara kasar, Chaer (1990:11) menyatakan bahwa jenis kata terbagi atas dua golongan besar, yaitu kata penuh clan kata tugas. Kata penuh secara morfologis memiliki kemungkinan untuk diperluas dengan imbuhan atau pengulangan, sedangkan kata tugas tidak memiliki kemungkinan seperti itu. Kata penuh secara semantis memiliki makna leksikal, sedangkan kata tugas tidak memiliki makna seperti itu. Selain itu, kata penuh bersifat terbuka, artinya sewaktu-waktujumlahnya bisa bertambah. Kata tugas bersifat tertutup sehingga berkemungkinan jumlahnya tidak bertambah. Jenis kata yang termasuk kata penuh adalah kata benda, termasuk di dalamnya nomina clan nominal, kata kerja, termasuk di dalamnya verba dan verbal, kata sifat, termasuk di dalamnya adjektiva clan adjektival, clan kata keterangan, termasuk di dalamnya adverbia dan adverbial. Yang termasuk kata tugas adalah kata depan atau preposisi dan kata penghubung atau konjungsi. Kata benda (nomina) adalah kata yang secara semantis menyatakan benda clan secara sintaktis dapat menduduki fungsi subjek atau objek kalimat. Kata kerja (verba) adalah kata yang secara semantis menyatakan kerja dan secara sintaktis dapat menduduki fungsi predikat. Kata sifat (adjektiva) adalah kata yang menerangkan nomina dan secara sintaktis menduduki fungsi penjelas dan dapat menduduki fungsi predikat, antara lain dalam bahasa Sunda dan dalam bahasa Indonesia. Kata keterangan

14 2 (adverbia) adalah kata yang menerangkan semua jenis kata selain nomina dan secara sintaktis berfungsi sebagai penjelas. Preposisi clan konjungsi pada umumnya tidak mengalami perubahan bentuk dan secara sintaktis tidak menduduki fungsi kalimat. Kedua jenis kata itu juga tidak dapat menjadi kalimat. Preposisi dapat menduduki keterangan kalimat apabila digunakan sebagai komponen frasa preposisi, seperti dalam kalimat berikut. (1) Barudak ulin di buruan. (BS) Anak-anak bermain di halaman.' (2) Ayah pergi ke Jakarta. Kata di (di buruan) dalam contoh (1) dan ke (ke Jakarta) dalam contoh (2) merupakan preposisi dan membentuk frasa preposisi yang menduduki fungsi keterangan dalam kalimat tersebut. Jenis preposisi yang digunakan, baik dalam bahasa Sunda maupun dalam bahasa Indonesia, bergantung kepada macam keterangan yang diberikan, misalnya untuk menyatakan keterangan pelaku digunakan preposisi ku dalam bahasa Sunda clan ole/i dalam bahasa Indonesia. Preposisi dalam bahasa Sunda, antara lain, di 'di', ti 'dan', ka 'ke', dma 'pada', tina 'dan (bahan)', dan keur 'untuk'. Selain jenisnya, preposisi dalam bahasa Sunda juga mengenal undak usuk atau tingkatan formal clan tidak formal, misalnya untuk menyatakan 'untuk' digunakan preposisi keur, apabila pembicara berbicara dengan kawannya clan preposisi kanggo, apabila lawan berbicaranya adalah seseorang yang dia hormati. Dalam bahasa Indonesia yang termasuk preposisi di antaranya ialah di, ke, dan, oleh, untuk, clan kepada. Preposisi dapat digolongkan berdasarkan fungsi semantisnya atau hubungan komponen yang dimarkahinya dalam frasa, klausa, atau kalimat. Dalarn hal mi, penggolongan tersebut terdiri atas preposisi direktif, preposisi agentif, clan preposisi konektif (Djajasudarma clan Abduiwahid, 1987: 56) Preposisi adalah suatu kategori yang terletak di depan kategori lain, terutama nomina sehingga membentuk frasa eksosentrik direktif (Kridalaksana, 1986: 93; Djajasudarma, 1993b: 44), Jika perilaku semantis dan sintaktis preposisi bahasa Sunda clan

15 bahasa Indonesia diperhatikan akan terlihat adanya perbedaan yang meliputi dua hal. Yang pertama adalah jumlah preposisi untuk mengungkapkan hubungan dua komponen yang dimarkahinya. Bahasa Sunda cenderung lebih kaya bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Hal lain yang dapat diperhatikan adalah adanya preposisi dalam bahasa Sunda yang digunakan untuk mengungkapkan bentuk undak usuk dalam bentuk sintaktis yang berbeda dari bencuk pengungkapan sintaksis bahasa Indonesia secara umum. Yang dimaksud di sini adalah digunakannya katakata atau ungkapan untuk menunjukkan sikap batin pembicara kepada lawan bicaranya. Bahasa Indonesia tidak memiliki preposisi khusus untuk mengungkapkan suasana tersebut. Konjungsi adalah kata yang berfungsi menghubungkan bagian ujaran, seperti kata dengan kata. frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan bahkan paragraf dengan paragraf. Perhatikan beberapa contoh kalimat berikut. (3) Murid mawa buku jeung patiot. Murid membawa buku dan pensil.' (4) Rumah itu bagus, tetapi pekarangannya tidak terpelihara. (5) Adik saya dan seorang teman sekelasnya pergi ke luar kota. Dalam contoh (3) komponen yang dihubungkan adalah kata buku dan patiot yang merupakan kata. Dalam contoh (4) preposisi tetapi menghubungkan klausa rurnah itu bagus dan pekarangannya tidak terpelihara. Komponen yang dihubungkan dalam contoh (5) adalah frasa adik saya dan seorang tenian sekelasnya. Konjungsi, seperti halnya preposisi, dapat digolongkan berdasarkan fungsi semantisnya, antara lain konjungsi yang menyatakan gabungan, pertentangan. dan pilihan. Beberapa konjungsi dapat digolongkan lebih lanjut ke dalam subklasifikasi berdasarkan isi semantis komponen yang dihubungkan, seperti konjungsi yang menyatakan gabungan, yang dapat dibagi tebih lanjut ke dalam gabungan murni, gabungan amplifikatif, gabungan sekuensial, dan gabungan evaluatif. Perhatikan kalimat-kalimat berikut.

16 4 (6) Ayah dan ibu bernyanyi. (7) Pemuda itu rajin dan ramah. Jenis gabungan dengan dan seperti di atas termasuk gabungan murni. Konjungsi yang menyatakan gabungan amplifikatif terlihat dalam kalimat berikut. 8 Uang tabungan sudah habis dan gajian pun masih lama. Kompoiien kedua dalarn contoh (8) memberikan informasi tambahan dan memperkuat informasi bagi komponen pertama. Konjungsi yang menyatakan gabungan sekuensial tampak dalam kalimat berikut. (9) Pernhantu itu menutup pintu dan menguncinya. Dalarn kalirnat tersebut komponen kedua terjadi setelah komponen per - tama. Konjungsi yang menyatakan gabungan evaluatif terlihat dalam kaliniat berikut. (10) Tulisan dokter tersebut kecil dan tidak jelas. Komponen dalarn contoh (10) memberikan komentar atau ulasan yang bersifat eval uatif terhadap komponen pertama. Pada contoh (7). (8), (9). dan (10) konjungsi dan mengungkapkan perbedaan isi semantis komponen-komponen yang digabungkan dengan komponen masing-masing sebelum digabungkan. Atas dasar pengamatan sementara, perilaku semantis konjungsi dalam bahasa Sunda clan bahasa Indonesia mempunyai ciri yang tidak sepenuhnya sarna. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan tipologis dalam kedua bahasa tersebut perlu diamati clan diteliti. Preposisi clan konjungsi adalah dua kategori yang berbeda secara sintaktis. Perbedaan antara preposisi dan konjungsi terletak pada penggunaannya dalam kalimat. Preposisi menandai hubungan makna antar

17 kata. antarfrasa, clan antarklausa saja. sedangkan konjungsi menandai hubungan komponen-komponen dalam tataran yang sama, yaitu hubungan antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat. clan antarparagraf. serta hubungan komponen-komponen dalam tataran yang berbeda, seperti hubungan antara kata clan frasa dalam saya dan teman-teman sekelas. Kata saya dihubungkan dengan teman-teman sekelas oleh konjungsi dan. Perbedaan lain yang perlu dikemukakan adalah perbedaan yang menyangkut kedudukan fungsinya dalam kalimat. Preposisi lebih banyak berfungsi sebagai penjelas atau keterangan, sedangkan konjungsi terdapat dalam sernua fungsi (Chaer, 1990). Perbedaan selanjutnya antara preposisi dan konjungsi terletak pada hubungannya dengan kategori lain. Gabungan antara preposisi dan kategori lain membentuk frasa eksosentrik. sedangkan gabungan antara konjungsi clan kategori lain membentuk frasa endosencrik. Perhatikan pemakaian preposisi bahasa Sunda jeung 'dengan' dan konjungsi bahasa Indonesia den gan dalam kalimat-kalimat berikut. (11) Murid-muridpariknik ka Sukabumi jeung guru. 'Murid-murid bertamasya ke Sukabumi dengan guru'. (12) Kuring meuli buku jeung pallet. 'Saya membeli buku clan pensil'. (13) Saya dengan adik pergi ke luar kota. (14) Saya menjawab soal itu dengan cermat. Katajeung dalam contoh (11) clan dengan dalam contoh (14) merupakan preposisi karena di samping membentuk frasa eksosentrikjeung guru dan den gan cermat, juga menduduki fungsi keterangan sehingga dapat dipermutasikan ke depan, seperti pada kalimat (15) dan (16). Kata jeung dalam kalirnat (12) clan dengan pada kalimat (13) merupakan konjungsi karena membentuk frasa endosentrik buku jeung pallot dan saya den gan adik sehingga tidak dapat dipermutasikan, seperti yang terlihat dalam contoh (17) dan (18). (15) Jeung guru murid-murid pariknik ka Sukabumi. 'Dengan guru murid-murid bertamasya ke Sukabumi.'

18 Rl (16) Den gan cerrnat saya menjawab soal itu (17) *Jeung patlot kuring meuli buku. *Dengan pensil saya membeli buku. (18) *Dengan adik saya pergi ke luar kota. Kata den gan dalam kalimat (13) dapat bersubstitusi dengan dan sehingga tidak dapat dipermutasikan menjadi seperti pada kalimat (18). 1.2 Identifikasi Masaiah Darl pemerian tentang preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. terlihat adanya beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu: 1. jumlah preposisi dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia untuk rnengungkapkan satu pengertian berbeda; 2. dalam bahasa Sunda terdapat preposisi yang digunakan untuk mengungkapkan undak-usuk; 3. perilaku senlantis preposisi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia tidak sepenuhnya sama; 4. perilaku sintaktis preposisi dan konjungsi, baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia berbeda. 1.3 Pembatasan Masaiah Masaiah yang berhubungan dengan preposisi dan konjungsi, baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain segi tatarannya, seperti tataran morfologis, tataran semantis, dan tataran sintaktis. Dalam penelitian mi, masalah yang diteliti dibatasi pada perilaku preposisi dan konjungsi dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. 1.4 Perumusan Masalah Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dikemukakan sebeiumnya, masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut. 1. Apa ciri perilaku semantis preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia? 2. Apa ciri perilaku sintaktis preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan

19 bahasa Indonesia? 3. Apa perbedaan preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia secara tipologis? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mi dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. mendeskripsikan ciri preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, 2. mendeskripsikan pemakaian preposisi clan konjungsi dalam bahasa Sunda clan bahasa Indonesia, 3. menganalisis perilaku sintaktis preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, 4. menganalisis hubungan semantis antara preposisi dan konjungsi dengan komponen lain dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, dan 5. rnendeskripsikan perbedaan secara tipologis preposisi dan konjungsi dalam bahasa Sunda dengan preposisi clan konjungsi dalam bahasa Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian HasH penelitian tentang tipologis preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia diharapkan dapat 1. melengkapi hasil pengkajian terhadap bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. khususnya dalam mengungkapkan ciri dan perilaku sintaktis seniantis preposisi dan konjungsi daiam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia; 2. memberikan sumbangan pegangan praktis tentang penggunaan kedua kata tugas tersebut sehingga dapat digunakan dengan baik dan benar dalam bahasa Sunda ataupun dalam bahasa Indonesia; 3. memberikan pegangan praktis bagi pembeiajar bahasa Sunda, yang bukan berasal dari suku Sunda, khususnya tentang penggunaan preposisi dan konjungsi bahasa Sunda; 4. memberikan sumbangan pengetahuan bahwa aspek yang sama dalam bahasa yang berbeda rnenunjukkan perbedaan karena setiap bahasa memiliki keunikan di samping keuniversalan; 5. memberikan sumbangan pada perkembangan teori linguistik di In- 7

20 8 donesia. khususnya dalam hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia. 1.7 Kerangka Teori Sebagai kerangka teori untuk pengkajian preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, teori-teori yang diambil adalah teori dan Aiwi. etal. (1993). Badudu (1980), Kridalaksana (1982), Parera (1980), Djajasudarnia (1993), dan Pateda (1988). Preposisi dan konjungsi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia diperikan dan dianalisis berdasarkan perilaku sintaktis dan perilaku semantisnya. Yang dimaksud dengan perilaku sintaktis di sini adalah pengaturan dan hubungan antara unsur sintaksis dalam saw tataran, yaitu antarkata, antarfrasa, antarkiausa, antarkalimat, dan antarparagraf, pengaturan clan hubungan antara unsur sintaksis dalam tataran yang berbeda, seperti antara kata dan frasa. Yang dimaksud dengan perilaku semantis adalah makna yang terkandung dalam pemakaian preposisi dan konjungsi dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. 1.8 Metode dan Teknik Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian mi adalah metode deskriptifkomparatif, dengan perspektif waktu secara sinkronis. Metode deskriptif berhubungan dengan penggambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah data icu sendiri. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya; secara deskriptif peneliti memerikan ciri-ciri dan sifat data, serta ganibaran data melalui pemilihan setelah data terjaring. Data yang dijaring dipertimbangkan dari segi watak data itu sendiri serta hubungannya dengan data lain secara keseluruhan (Djajasudarma, 1993: ). Oleh karena objek penelitian mi dua bahasa, metode perbandingan atau metode komparatifjuga digunakan untuk mengungkap tipologi preposisi dan konjungsi kedua bahasa yang diteliti. Metode kajian yang digunakan adalah metode distribusional, yaitu suatu kaj ian yang unsur-unsur penentunya terdapat dalam bahasa itu sendin (Djajasudarma, 1993: 60). Preposisi dan konjungsi kedua bahasa ter - sebut dikaji secara sintaktis dan semantis, dengan pemahaman bahwa preposisi dan konjungsi berhubungan dengan unsur lain dalam mendu-

21 Ll kung makna di dalam suatu kesatuan. 1.9 Sumber Data Penelitian mi rnenggunakan sumber data tulis sebagai data primer, dan data lisan sebagai data pendukung. Sumber data tulis yang digunakan diangkat darl buku pelajaran bahasa Sunda, buku pelajaran bahasa Indonesia. media cetak berbahasa Sunda dan Indonesia, yaitu majatah dan surat kabar. Buku-buku pelajaran ditetapkan sebagai ancangan pemakaian bahasa standar. sedangkan majalah dan surat kabar ditetapkan sebagai ancangan pemakaian bahasa komunikatif karena lebih banyak diminati rnasvarakat: data lisan digunakan sebagai pelengkap dalam penelitian mi. Data lisan mi dijaring dari penutur bahasa Sunda dan bahasa Indonesia yang berada di Bandung karena bahasa Sunda yang digunakan di Bandung merupakan bahasa Sunda standar. dan Bandung merupakan ibu kota Propvinsi Jawa Barat.

22 BAB II KAJIAN TEOIU 2.1 Preposisi Preposisi adalah salah satujenis kata tugas. Banyak teori yang membahas preposisi dari sudut pandang yang berbeda. Ada pembahasan yang menyangkut bentuk preposisi. ada yang membahas tentang perilaku sintaksisnya, Jan sebagainya. Dalam tinjauan teori tentang preposisi, peneliti bermaksud mengemukakan pandangan atau pendapat beberapa pakar linguisuk. Pemerian pendapat dan pandangan tentang preposisi dalam bahasa asing. bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia diharapkan akan dapat memberikan gambaran umum tencang kategori kata tersebut Pence. R.W. dan D.W. Emery (1963) Pence Jan Emery (1963: ) mengemukakan bahwa preposisi ada- Iah ungkapan yang menencukan sebuah subscantiva berada dalam kasus objektii, yang disebut sebagai objeknya. Selain itu, preposisi juga berfungsi iuenghubungkan sebuah substantiva dengan unsur lain dalam sebuah kalimat. Gabungan preposisi dengan objeknya dan subscantivanya membentuk frasa preposisi. Mereka mengemukakan bahwa preposisi terdin alas dua jenis berikut. 1. Preposisi sederhana (simple preposition) Preposisi sederhana adalah preposisi yang terdiri acas satu kata, seperti about 'tentang', above 'di atas'. across 'di seberang', except 'kecuali'. Frasa preposisi (phrasal preposition) Frasa preposisi terdiri atas satu kata atau lebih, seperti according to 'menurut', because of 'karena', for the sake of 'demi', dan by means of'dengan cara'.

23 Dalam bahasa Inggris terdapat preposisi yang bersifat idiomatis. Preposisi jenis mi tidak dapat disulih tanpa menimbulkan perubahan makna pada unsur intinya atau akan mengakibatkan konstruksi yang berterima. Beberapa contoh preposisi idiomatis, antara lain put down the signature 'membubuhkan tanda tangan', put out the fire 'memadamkan api', put up with someone 'tahan atas (kelakuan) seseorang', clan put someone up for the night 'memberi seseorang tempat untuk bermalam'. Contoh-contoh itu pada dasarnya menggunakan verba put. Perubahan maknanya terjadi bersamaan dengan munculnya preposisi yang lain, yaitu down, our, up with, dan up for. Berbeda dengan preposisi idiomatis, preposisi yang bukan idiomatis dengan verbà, makna verbanya tidak berubah-ubah meskipun preposisinya disulih. Sebagai contoh makna verba put adalah 'meletakkan'. Perhatikan beberapa contoh berikut. (1) Ipur the book on the table. 'Saya meletakkan buku itu di atas meja.' (2) I put the book under the table. 'Saya meletakkan buku itu di bawah meja.' (3) I put the book beside the table. 'Saya meletakkan buku itu di samping meja. Meskipun preposisinya disulih dari on (1), oleh under (2), dan kemudian disulih lagi oleh preposisi beside (3), makna verba put tidak berubah Sidharta, Sri Parwati M. (dalam Nusa, Bangsa, dan Bahasa, 1995) Sidharta, dalam tulisannya tentang preposisi, menyoroti masalah preposisi dalam karya-karya tata bahasa dan penelitian para pakar kebahasaan. Mengawali tulisannya, dia mengemukakan batasan tentang preposisi. Preposisi. dari segi pengelompokan kelas kata termasuk salah satu kelas kata tertutup. Kelompok kelas kata mi berfungsi mengungkapkan hubungan yang ada di antara kata-kata yang termasuk dalam kelompok kelas kata terbuka di dalam kalimat. Kelas kata tertutup hanya berfungsi apabila digunakan dalam kalimat. Oleh karena itu, kata-kata yang tergolong ke 11

24 12 dalam kelas kata mi disebut kata tugas. Huddleston (1984: 91), mengutip pendapat Curme (1953: 87), mengemukakan batasan bahwa preposisi adalah kata yang menunjukkan hubungan di antara kata benda atau kata ganti yang dipengaruhi preposisi sebuah kata lam yang mungkin kata kerja, kata sifat, kata benda lain, atau kata ganti lain. Dalam batasan tersebut tersirat hubungan sintaktis antarkata, yang merupakan hubungan penguasa preposisi atas kata benda atau kata ganti. Hubungan mi juga merupakan perilaku preposisi sebagai unsur penguasa nomina (1) yang mengikutinya (Matthews, 1981: ). Perilaku sintaktis preposisi sebagai unsur pembentuk frasa preposisi dikemukakan oleh Roberts (1956: 222). Frasa preposisi berhubungan dengan objeknya yang berupa nomina (1), pronomina, frasa nomina, klausa, dan infinitif. Fungsi frasa preposisi sebagi pewatas nomina dalam bahasa Inggris terletak di sebelah kiri nominanya. Preposisi on pada frasa on the horse menyatakan spesifikasi hubungan di antara frasa nominal the man pada frasa nominal the man on the horse 'pria yang sedang menunggang kuda'. Dalam contoh tersebut frasa preposisi on the horse menjadi pewatas frasa nominal the man. Frasa prepoisisi juga dapat berfungsi sebagai pewatas verba bila berfungsi sebagai adverbia. Perhatikan kalimat berikut. (4) I'll come in a minute 'Saya akan datang sebentar lagi'. Frasa preposisi in a minute berfungsi sebagai pewatas verba come. Frasa preposisi juga berfungsi sebagai pewatas adjektiva dan adverbia. Perhatikan kalimat berikut. (5) He was ready with an answer 'Dia siap dengan sebuah jawaban.' (6) It was done satisfactorily in part. 'Itu dilakukan sebagian secara memuaskan.' Dalam kedua kalimat tersebut, frasa preposisi with an answer mewatasi adjektiva ready, dan frasa in part mewatasi adverbia satisfactorily. Perilaku sintaktis frasa preposisi lainnya adalah bahwa frasa preposisi

25 13 dapat berfungsi sebagai subjek, seperti dalam (7) Over the fence is out. 'Melewati pagar pembatas adalah keluar.' sedangkan fungsi frasa preposisi sebagai pelengkap subjek terlihat dalam kalimat berikut. (8) The explanation is beyond my understanding. Penjelasannya di luar kemampuan pemahaman saya' Fungsi frasa preposisi sebagai pelengkap objek terlihat dalani (9) We found him in despair. 'Kami temukan dia dalam keadaan berputus asa.' Quirk dkk. mengemukakan batasan tentang preposisi secara!ebih umum (1985: 675) yang mencakup tataran semantik dan sintaksis. Menurut mereka, preposisi secara semantis menghubungkan dua maujud, yang dilambangkan oleh nomina yang menjadi pelengkap preposisi. Dan tataran sintaksis, preposisi berperan sebagai pembentuk frasa, dan bahwa frasa preposisi mempunyai fungsi-fungsi tertentu dalam kalimat Kridalaksana, H. (1994) Dalam bukunya (1994: ), Kridalaksana mengemukakan batasan preposisi dari sudut pandang sintaksis. Preposisi adalah kategori yang terletak di depan atau di sebelah kiri kategori lain, terutama nomina. Selanjutnya, dia membagi preposisi atas tiga jenis, sebagai berikut. 1. Preposisi dasar, yang tidak mengalami proses morfologis. 2. Preposisi turunan, yang terbagi lagi atas a. gabungan antara preposisi clan preposisi, contohnya daripada dan sampai dengan; b. gabungan antara preposisi clan kata yang bukan preposisi, contohnya berbeda den gan clan bertolak dan. 3. Preposisi yang berasal dari kategoni lain, contohnya pada, tanpa, selain, dan sepanjang.

26 Moeliono, A.M. (peny.) (1989) Preposisi secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam kiasifikasi atas dasar jumlah morfem yang terkandung di dalam kata atau frasanya. Oleh karena itu, dia membagi preposisi dalam kiasifikasi sebagai berikut. 1. Preposisi monomorfemis. 2. Preposisi polimorfemis, yaitu preposisi yang berupa bentuk gabungan preposisi dengan afiks, preposisi dengan preposisi, dan preposisi dengan kata yang bukan preposisi. Preposisi bahasa Sunda pada dasarnya juga dapat dikiasifikasikan berdasarkan jumlah morfem yang dikandungnya, yaitu preposisi monomorfemis, contohnya ku 'oleh', jeung 'dengan', clan preposisi polimorfemis berafiks, contohnya gigireun 'di samping', luhureun 'di sebelah atas'. Preposisi polimorfemis juga dibentuk dengan menggabungkan preposisi dengan preposisi lain, contohnya Han ti 'selain dan', iwal ti 'kecuali'. dan dengan menggabungkan preposisi dengan kata yang bukan preposisi, contohnya ku sabab 'karena.' 2.2 Konjungsi Pengertian konjungsi telah diperikan oleh banyak pakar linguistik. Mereka mendasarkan pemenian mereka dari sudut pandang yang berbedabeda. Berikut mi peneliti akan mengemukakan beberapa pendapat tentang konjungsi Halliday, M.A.K (1976, 1985) Menurut Halliday, seperti yang dikutip Sibarani (1994), konjungsi bahasa Inggris terdiri atas konjungsi struktural clan konjungsi kohesif. Yang dimaksud dengan konjungi struktural adalah konjungsi yang digunakan dalam struktur frasa, klausa, clan kalimat dalam relasi parataksis dan relasi hipotaksis. Berbeda dengan penggunaan konjungsi struktural, konjungsi kohesif digunakan dalam konstruksi antarkalimat, yang dengan sendirinya mencakup kedudukannya sebagai penghubung antarparagraf. Konjungsi kohesif dengan klausa yang mengikutinya dapat digunakan untuk mempraduga kalimat sebelumnya sebagai lingkungan tekstual (1985: 302). Dalam fungsinya sebagai penghubung antarklausa, konjungsi dapat dikaji berdasarkan tipe kebergantungan klausa-klausa yang dihubungkan-

27 nya, dan hubungan!ogiko-semantisnya. Tipe yang pertama mengemukakan hubungan antara klausa terikat (dependent) dan klausa bebas (dominant) dalarn relasi hipotaksis, yang menggunakan konjungsi subordinatif, contohnya when ' ketika', where 'di mana/ke mana', dan because 'karena. Relasi parataksis mengemukakan hubungan antara dua klausa yang berkedudukan setara dalam kalimatnya. Relasi parataksis menggunakan konjungsi koordinatif. Halliday tidak menggunakan istilah klausa terikat dan klausa bebas. Dia menggunakan istilah klausa primer dan klausa sekunder untuk klausa-klausa yang terdapat, baik dalam relasi parataksis maupun dalarn relasi hipotaksis. Yang dimaksud dengan klausa primer dalam relasi parataksis adalah klausa pertama, sedangkan klausa sekunder adalah kiausa kedua yang dihubungkan oleh konjungsi koordinatifdengan klausa yang pertama. Dalam relasi hipotaksis, yang dimaksud dengan klausa primer adalah klausa bebasnya, sedangkan klausa yang terikat disebut klausa sekunder. Koniungsi struktural bahasalnggris, berdasarkanlogiko-semantisnya, dibagi atas koniungsi untuk elaborasi, ekstensi, dan keterangan. Ketiga kiasifikasi konjungsi struktural tersebut, masing-masing dibagi lebih lanjut ke dalam subjenis pembagian. Konjungsi struktural elaborasi terdiri atas tiga subjenis pembagian, yaitu eksposisi. misalnya in other words 'dengan kata lain', eksemplifikasi, misalnya for example, for instance 'contohnya', dan kiasifikasi. misainva in fact, as a matter offact 'kenyataannya.' Konjungsi struktural ekstensi terdiri atas subjenis konjungsi adisi, variasi, dan pilihan. Selanjutnya, konjungsi struktural adisi dibagi lagi menjadi konjungsi adisi positif, misalnya and 'dan', konjungsi adisi negatif. rnisalnya nor 'juga tidak', dan konjungsi adisi adversatif, misalnya but 'tetapi.' Konjungsi struktural variasi terdiri atas konjungsi variasi pengganti, misalnya instead, in place of 'sebagai gantinya', dan konjungsi variasi pengurang, misalnya except 'kecuali.' Konjungsi ekstensi pilihan, misalnya or 'atau.' Konj ungsi struktural keterangan terdiri atas konjungsi keterangan temporal. rnisalnya white 'sementara', konjungsi keterangan tempat, misalnya where, konjungsi keterangan cara, misalnyaas 'seperti', konjungsi 15

28 16 keterangan sebab, misalnya because 'karena', dan konjungsi keterangan syarat, niisalnya unless 'kecuali jika tidak.' Secara jelas perincian konjungsi struktural bahasa Inggris dapat disimak pada Bagan 1 yang dikemukakan Sibarani (1994: 32) berikut mi. BAGAN 1 PEMILIHAN KONJUNGSI STRUKTURAL Konjungsi sebab eksposisi I +Leksemplifikasi kiasifikasi r positif t- adisi - negatif L adversatif I pengganti ekstensi variasi - Lpilihan 1 temporal tempat keterangan f_ cara L syarat Lpengurang Konjungsi kohesif bahasa Inggris dipilah menjadi empat jenis konjungsi, yaitu konjungsi aditif, konjungsi adversatif, konjungsi kausal, dan konjungsi temporal. Selanjutnya, setiap konjungsi tersebut dibagi lagi ke dalam subbagian yang lebih spesifik. Konjungsi aditif dibagi menjadi tujuh jenis. yaitu: 1. konjungsi aditif negatif, misalnya nor 'juga tidak', 2. konjungsi aditif gabungan, misalnya and 'dan', 3. konjungsi aditif alternatif, misalnya or 'atau', 4. konj ungsi aditif penekanan, misalnya furthermore 'lebih-lebih lagi'. 5. konjungsi aditif eksposisi, misalnya I mean 'saya maksud', 6. konjungsi aditif pencontohan, misalnyafor instance 'contohnya', dan 7. konjungsi aditif perbandingan, misainya similarly 'sama halnya.'

29 Konjungsi adversatif dibagi lebih lanjut menjadi lima jenis, yaitu: 1. konjungsi adversatif penekanan, misalnya however 'bagaimanapun', 2. konjungsi adversatif pertentangan. misalnya but 'tetapi', 3. konungsi adversatif pengakuan, misalnya in fact 'kenyataannya'. 4. konjungsi adversatifpembetulan, misalnya instead'sebagai gantinya'. dan 5. konjungsi adversatif pembebasan, misalnya in any case 'dalam ha] apa pun.' Koniungsi kausal dibagi lebih lanjut menjadi lima jenis. yaitu: 1. konjungsi kausal sebab, misalnya because of this 'karena hal ii', 2. konjungsi kausal akibat, misalnya as a result 'sebagai akibatnya, 3. konjungsi kausal tujuan, misalnyafor this purpose 'untuk tujuan -ii', 4. konjungsi kausal syarat, misalnya on this basis 'atas dasar ii'. dan 5. konjungsi kausal patokan, misalnya in this respect 'dalam hal mi.' Konjungsi temporal dibagi lebih lanjut menjadi sebelas jenis, yaitu: 1. konjungsi temporal setelah, misalnya then 'kemudian', 2. konjungsi temporal serempak, misalnya at the same time 'secara bersamaan', 3. konjungsi temporal sekarang, misalnya at this time 'pada waktu ii', 4. konjungsi temporal sebelum, misalnya before that 'sebelum itu', 5. konjungsi temporal konklusif, misalnya finally 'akhirnya', 6. koniungsi temporal segera, misalnya at once 'segera', 7. konjungsi temporal berulang, misalnya next time 'pada kesempatan lain'. 8. konjungsi temporal kekhususan, misalnya an hour later 'satu jam kemudian', 9. konjungsi temporal duratif, misalnya meanwhile 'sementara itu'. 10. konjungsi temporal batas akhir, misalnya until then 'sampai kemudian', dan 11. konjungsi temporal ringkasan, misalnya in short 'singkatnya.' Pemilahan konjungsi kohesif bahasa Inggris (Sibarani, 1994: 40) terlihat lebih jelas dalam Bagan 2. 17

30 18 BAGAN 2 PEMILAHAN KONJUNGSI KOHESIF n f an ban ngan Konjungsi In gan an Ian san r an Lir

31 2.2.2 Pence, R.W. dan D.W. Emery (1963) Pence dan Emery (1963: ) mengemukakan bahwa konjungsi adalah kata atau kelompok kata yang berfungsi menghubungkan kata, frasa, dan klausa. Berbeda dari preposisi, konjungsi tidak mewatasi bentuk sebuah substantiva. Selanjutnya, mereka mengemukakan bahwa hanya ada tiga jems konjungsi, yaitu konjungsi koordinasi, konjungsi subordinasi, dan konjungsi korelasi, baik korelasi koordinatif maupun korelatif subordinatif. Konjungsi koordinasi menghubungkan kata, frasa, atau klausa yang berderajat sama, dan biasanya dari jenis kategori yang sama, yaitu kategori benda dengan kategori benda, adjektiva dengan adjektiva, dan Seterusnya. Konjungsi koordinasi pada awal kalimat mengemukakan hubungan logis bagian tersebut dengan kalimat sebelumnya, contohnya He is not here. Nor do I know where you can find him. 'Dia tidak berada di sini. Saya juga tidak mengetahui di mana kamu dapat menemuinya.' Konjungsi subordinasi menghubungkan klausa subordinat dengan klausa subordinat lain yang sifatnya bergantung (dependent) atau yang derajat gramatikalnya tidak sama. Konjungsi korelasi adalah konjungsi yang muncul berpasangan, baik sebagai konjungsi koordinasi, misalnya not only... but also... dan both... and... 'bukan hanya... tetapi juga.' dan 'kedua-duanya... dan...' Quirk, R. et al. (1987) Berbeda dari Halliday, Quirk, dkk. memberi istilah konjungsi sesuai dengan perannya secara spesifik, yaitu sebagai koordinator, sebagai subordinator, atau sebagai konjung. Koordinator berperan sebagai konjungsi koordinatif, subordinator sebagai konjungsi sobordinatif, dan konjung sebagai konjungsi antarkalimat. Konjung menurut istilah Halliday adalah konjungsi kohesif. Selanjutnya, mereka membedakan adanya tiga konstruksi koordinatif dalam kaitannya dengan peranan konjungsi sebagai alat penghubung klausa. Ketigajems koordinasi mi berdasarkanjumlah unsur koordinator yang digunakan sebagai konjungsi antaridausa atau antarkalimat. Mereka menyebutkan bahwajenis koordinasi tanpa koordinator disebut koordmasi asindetik, koordinasi dengan sat' koordinator disebut koordinasi sindetik, 19

32 20 sedangkan koordinasi dengan koordinator dua atau lebih disebut koordinasi polisindetik. Beranalogi pada dengan batasan koordinasi atas dasar jumlah koordinatornya, terdapat pula hubungan subordinasi yang disebut sebagai konstruksi subordinatif. Ketiga bentuk konjungsi tersebut, yaitu koordinator, subordinator, dan konjung, masing-masing mengalami pemilahan secara lebih spesifik sesuai dengan bentuknya. Koordinator terdiri atas koordinator tunggal. misalnya but, and, or, dan koordinator korelatif, misalnya not only but also... 'bukan hanya... tetapi juga...' Subordinator terdiri atas subordinator tunggal, misalnya although 'meskipun', subordinator kompleks, misalnya just as 'tepat pada saat', subordinator korelatif, misalnya no sooner... than, dan subordinator marginal yang lebih lanjut terdiri atas gabungan subordinator dan adverbia, misalnya just before next week 'tepat sebelum minggu depan', berbentuk frasa nominal, misalnya in the morning 'pada pagi han', frasa preposisi, dan bentuk partisipel -ed dan partisipel-ing, misalnya decorated by an expert, the room... 'Karena dihias oleh seorang ahli, ruangan tersebut...', Studying the material carefully, the student... Setelah/Karena telah mempelajari bahan tersebut dengan baik, mahasiswa tersebut'. Sibarani (1994) mengemukakan koordinator mempunyai enam ciri sintaksis sebagai berikut. 1. Koordinator klausa hanya bisa menempati posisi awal klausa. 2. Klausa koordinatif secara sekuensial sifatnya terikat. Koordinator bersama dengan klausanya tidak dapat dipindahkan ke posisi awal. 3. Koordinator tidak dapat didahului konjungsi lain. 4. Koord i nator dapat menghubungkan konstituen-konstituen klausa. 5. Koordinator dapat menghubungkan lebih dari dua klausa. 6. Koordinator dapat menghubungkan klausa subordinatif. Konjung, yang merupakan konjungsi antarkalimat, menurut bentuknya terdiri atas 1. konjung tunggal, misalnya yet 'meskipun demikian', therefore 'oleh karena itu', however 'meskipun begitu', 2. konjung berpasangan dengan subordinator, misalnya no sooner then... 'segera setelah... kemudian...', dan konjung berpasangan dengan koordinator, misalnya and yet... 'dan, meskipun begitu...',

33 21 3. konjung kompleks, misalnya as amatter offact 'pada kenyataannya.' Secara semantis (Quirk, 1987: ), konjung dibagi atas dasar perannya sebagai berikut. 1. Urutan (listing), jenis konjung mi dibagi lagi menjadi konjung enumeratif, misalnya first, second ' kesatu, kedua', dan in the first place 'pada urutan pertama', dan konjung aditif, misalnya on the one hand 'di satu pihak', on the other hand 'di pihak lain', dan finally 'akhirnya.' Selanjutnya, konjung aditif dibagi atas konjung equatif, misalnya likewise 'seperti halnya', similarly sama halnya'. dan konjung penguat, misalnyafirthermore 'lebih-lebih lagi', on top of 'lebih tinggi dan', moreover 'lebih-lebih lagi.' 2. Sumatif, misalnya overall 'secara keseluruhan.' 3. Apositif, misalnyafor example 'contohnya', namely 'yaitu.' 4. Resultif, misalnya accordingly 'sejalan dengan hal itu', consequently 'sebagai konsekuensinya.' 5. Inferensial, inisalnya in other words 'dengan kata lain.' 6. Komrastif, yang dibagi lebih lanjut atas a. reformulatori, misalnya alternatively 'sebagai pilihan', b. replosif. misalnya again 'dan lagi', c. antitetis, misalnya on the contrary 'sebaliknya', by way of comparison 'dengan cara membandingkan', d. konsesif, misalnya however 'bagaimanpun', nevertheless 'meskipun beg itu.' 7. Transisional, yang dibagi atas a. diskorsal, rnisalnya by the way 'oh, ya! atau omong-omong', b. temporal, rnisalnya meanwhile 'sementara itu'. eventually 'pada akhirnya.' Konjung juga dapat berbentuk konjung korelatif yang berfungsi untuk mengungkapkan 1. persyaratan, misalnya if... then... jika... lalu...' 2. konsesi, misalnya while... however... 'sementara... bagaimanapun 3. sebab, misalnya because... then... 'karena... maka dari itu

34 22 4. waktu, misalnya while... in the meantime... 'sementara... pada waktu itu.' Badudu, J.S. (1987) Badudu (1987: ) menggunakan istilah kata sambung sebagai ganti konjungsi dan menyatakan bahwa kata sambung dipakai untuk merangkailcan bagian-bagian kalimat. Ada kata sambung yang menghubungkan kalimat-kalimat setara, yaitu induk kalimat dengan induk kalimat, yang disebut sebagai hubungan setara. Adapula yang menghubungkan kalimat-kalimat yang tak setara, yaitu induk kalimat dengan anak kalimat, yang disebut sebagai hubungan gantung atau hubungan bertingkat. Kata sambung yang merangkaikan induk kalimat dengan induk kalimat digolongkan ke dalam hubungan-hubungan berikut. 1. Hubungan sejajar Beberapa kalimat tunggal dihubungkan dengan kata sambung sehingga membentuk sebuah kalimat majemuk, contoh (10) Semen itu akhirnya menjadi keras dan air pun tertahan. 2. Hubungan berlawanan Bagian yang di awal berlawanan dengan bagian yang kemudian, contoh (11) la pandai, tetapi kurang teliti. 3. Hubungan sebab-akibat Dalam kalimat hubungan sebab-akibat, induk kalimat dapat menjadi sebab dan dapat pula menjadi akibat. Hal mi ditentukan oleh kata sambungnya, contoh (12) Keluarganya besar, oleh sebab itu dia hams bekerja keras. (13) Keluarganya besar, sebab istrinya tidak ikut program KB. Dalam contoh (12), induk kalimat keluarganya besar menjadi sebab apa yang dilakukan oleh subjek dalam anak kalimatnya. Sebaliknya, dalam contoh (13), induk kalimat yang sama tidak lagi menjadi sebab; yang menjadi sebab apa yang terjadi dalam induk kalimat adalah anak kalimat sebab isrrinya tidak Rut program KB. Jadi, dalam contoh (13) induk kaliniatmenjadi akibat dari apa yang terkandung dalam anak kalimatnya.

35 4. Hubungan gantung atau hubungan bertingkat Berbeda dengan kalimat hubungan setara, kalimat majemuk hubungan gantung mernpunyai bagian-bagian yang hubungannya yang sangat rapat, yang sam merupakan bagian dari yang lain. Anak kalirnat menjadi bagian dari induk kalimat sebab sebenarnya anak kalimat itu ialah salah satu jabatan dalam kalimat induk yang diperluas menjadi sebuah kalimat. Perhatikan contoh berikut. (14) Ibu pergi ke pasar ketika adik sedang tidur. Anak kalimat ketika adik sedang tidur sebenarnya adalah bentuk per - luasan penunjuk waktu, rnisalnya kemarin atau tadipagi yang merupakan keterangan waktu. Atas dasar sifat relasi atau hubungan antara induk kalimat dan anak kalimatnva, kalimat dengan hubungan gantung dibagi ke dalam beberapa relasi herikut. 1. Masi waktu (temporal), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sambung. seperti ketika, tatkala, pada masa, dan sementara. Conroh: (15) Ketika dia rnasih kecil, sudah tampak kecerdasannya. 2. Relasi sebab (kausal), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sambung. seperti sebab, oleh sebab, karena, clan lanta ran. Contoh: (16) Sungai itu tidak dapat diseberangi sebab banjir besar. 3. Relasi svarat (kondisional), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sambung, seperti: jika, kalau, jikalau, andaikata, dan umpamanya. Contoh: (17) Andaikata engkau dengarkan nasihatku, mungkin tidak begini jadinya. 4. Relasi tujuan (final), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sambung. seperti agar, supava, untuk, clan guna. Contoh: (18) Saya datang kemari untuk memenuhi undanganmu. 23

36 24 Relasi perlawanan (konsesit), yang secara eksplisit dinyatakan oleh kata sambung, seperti meskipun, biarpun, dan walaupun. Conwh: (19) Walaupun dia kaupaksa dengan kekerasan, tak akan dit.urutnya kemauanmu. 6. Re!asi keadaan (sirkumstansial), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sambung, seperti dengan, tanpa, seraya, dan sambil. Contoh: (20) Dengan bantuan kita, dia akan dapat menyelesaikan laporan itu. 7. Relasi perbandingan (komparatif), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sambung, seperti seperti, sebagai, daripada, clan makin maki ii Contoh: (21) Daripada menunggu tanpa kepastian, lebih baik kita kerjakan a.igas mi. 8. Relasi akibat (konsekutif), yang dinyatakan secara eksplisit oleh kata sanibung, seperti sehingga, sarnpai, maka, clan kin gga. Cornoh: (22) Mereka sudah tampil semua, maka tibalah giliran kita. Selanjutnya. Badudu (1989: 144) mengemukakan bahwa kata ganti penghubung dalam bahasa Indonesia mempunyai dua fungsi, yaitu 1. sebagai kata ganti kata benda yang sudah disebut sebelumnya; 2. sebagai penghubung antara induk kalimat clan anak kalimatnya. Jumlah kata -anti penghubung yang paling banyak dalam bahasa Indonesia adalah kata ganti yang Moeliono, A.M. (Peny.) (1988) Konjungsi bahasa Indonesia terdiri atas empat kelompok, yaitu konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, konjungsi korelatif dalam relasi koordinatifdan relasi subordinatif, clan konjung. Konjungsi koordinatifmenghubungkan dua unsur atau lebih yang mempunyai status sintaktis yang

37 sama, contoh dan, atau, dan tetapi. Konjungsi subordinatif menghubungkan dua klausa atau Iebih yang status sintaktisnya tidak sama. Bila dua klausa dihubungkan oleh konjungsi subordinatif, salah satu klausanya merupakan klausa induk. Dan perilaku sintaktis clan semantisnya, konjungsi subordinatifdibagi menjadi sepuluh kelompok berikut: 1. konjungsi subordinatif waktu, seperti sesudah, sebelum, ketika, dan senientara: 2. konjungsi subordinatif syarat, seperti jika, kalau, asalkan, manakala, dan b/la: 3. konjungsi subordinatif pengandaian, seperti andaikan, seandainya, dan seumpamanya; 4. konjungsi subordinatif tujuan, seperti agar, supaya, dan biar' 5. konjungsi subordinatif konsesi, seperti biarpun, nieskipun, clan sekalipun; 6. konj ungsi subordinatif pemiripan, seperti seakan-akan, seolah-olah, dan sebagaitnana; 7. konjungsi subordinatif penyebaban, seperti sebab, karena, clan ole/i kcirena: 8. konjungsi subordinatif pengakibatan, seperti sehingga, sampai, clan inaka; 9. konjungsi subordinatif penjelasan, seperti bahwa, yaitu, dan yakni; 10. konjungsi subordinatif cara, seperti dengan. Konjungsi korelatif terdiri atas dua unsur konjungsi yang berfungsi menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang mempunyai status sintaktis sarna. Kedua unsur konjungsi tersebut dipisahkan oleh salah satu unsur yang dihubungkannya, contoh baik dia maupun kami. Unsur dia rnemisahkan kedua unsur konjungsinya. Konjung adalah konjungsi antarkalimat, yang dari batasannya jelas bahwa konjung berfungsi menghubungkan kalimat dengan kalimat, Seperti sekalipun demikian, kemudian, clan bahwasanya. Jenis konjung yang lain adalah konjungsi antarparagraf. Konjungsi mi menghubungkan satu paragraf dengan paragraf selanjutnya berdasarkan makna yang terkandung dalarn paragraf sebelumnya. Contoh konjungsi jenis mi di antaranya adalah adapun clan dalam pada itu. 25

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

KESALAHAN PENULISAN KONJUNGTOR DALAM NOVEL GARIS WAKTU: SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA KARYA FIERSA BESARI

KESALAHAN PENULISAN KONJUNGTOR DALAM NOVEL GARIS WAKTU: SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA KARYA FIERSA BESARI p-issn 2086-6356 e-issn 2614-3674 Vol. 8, No. 2, September 2017, Hal. 59-63 KESALAHAN PENULISAN KONJUNGTOR DALAM NOVEL GARIS WAKTU: SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA KARYA FIERSA BESARI Rahmad Hidayat 1,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat adalah gabungan dari beberapa kata yang dapat berdiri sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu maksud dari pembicara. Secara tertulis,

Lebih terperinci

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Konjungsi yang Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro moejid70@gmail.com Abstract Conjunctions are derived from the basic + affixes, broadly grouped into two, namely the coordinative

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Terampil berbahasa Indonesia merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai

I. PENDAHULUAN. Terampil berbahasa Indonesia merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terampil berbahasa Indonesia merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk yang utuh berupa

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk yang utuh berupa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menurut Harimurti Kridalaksana (Sumarlam,2009: 11), wacana merupakan satuan bahasa terlengkap: dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu 1. Frasa Nominal a. Pengertian frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata benda atau nomina. contoh : mahasiswa baru sepeda ini anak itu gedung sekolah b. Struktur Frasa Nomina Secara kategorial

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina (Kata Benda) 10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak. Contohnya, kata rumah adalah nomina

Lebih terperinci

Unsur-unsur Pengait Paragraf 1. KONJUNGSI 2. KATA GANTI

Unsur-unsur Pengait Paragraf 1. KONJUNGSI 2. KATA GANTI Unsur-unsur Pengait Paragraf 1. KONJUNGSI 2. KATA GANTI Definisi Konjungsi kata hubung Kata yang bertugas menghubungkan atau menyambungkan ide atau pikiran yang ada dalam sebuah kalimat dengan ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kata Berikut ini adalah pendapat dari para ahli bahasa mengenai konsep kata. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

KONJUNGSI DAN PREPOSISI

KONJUNGSI DAN PREPOSISI KONJUNGSI DAN PREPOSISI BAYU DWI NURWICAKSONO, M.PD. MATA KULIAH BAHASA INDONESIA LITERASI PROGRAM STUDI PENERBITAN POLITEKNIK NEGERI MEDIA KREATIF 2017 Definisi Konjungsi kata hubung Kata yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke BAB IV SIMPULAN Dan sebagai konjungsi menduduki dua kategori sekaligus yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif. Posisi konjungsi dan berada di luar elemen-elemen bahasa yang dihubungkan.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan selalu diperlukan dalam setiap kegiatan. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

Apa itu sintaksis Sitindoan: Sintaksis ialah cabang dari tata bahasa yang mempelajari hubungan kata atau kelompok kata dalam kalimat dan menerangkan h

Apa itu sintaksis Sitindoan: Sintaksis ialah cabang dari tata bahasa yang mempelajari hubungan kata atau kelompok kata dalam kalimat dan menerangkan h BAHAN AJAR SINTAKSIS BAHASA INDONESIA (FRASA) 4 SKS Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI Apa itu sintaksis Sitindoan: Sintaksis ialah cabang dari tata bahasa yang mempelajari hubungan kata atau kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Unsur-unsur kebahasaan seperti fonem, morfem, frasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi.di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya dengan disertai data-data yang akurat serta kepustakaan yang lengkap sebagai buku acuan

Lebih terperinci

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU Fungsi eterangan dalam alimat Majemuk Bertingkat dalam ompas Minggu FUNGSI ETERANGAN DALAM ALIMAT MAJEMU BERTINGAT DALAM OMPAS MINGGU TRULI ANJAR YANTI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman hidup. Anwar, dkk. (2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KONJUNGSI PADA KARANGAN SISWA KELAS XI KEPERAWATAN 2 SMK N 1 BANYUDONO BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KONJUNGSI PADA KARANGAN SISWA KELAS XI KEPERAWATAN 2 SMK N 1 BANYUDONO BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KONJUNGSI PADA KARANGAN SISWA KELAS XI KEPERAWATAN 2 SMK N 1 BANYUDONO BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI  SKRIPSI 0 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI HTTP://WWW.E-SMARTSCHOOL.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

: Bahasa Indonesia Keilmuan untuk Peguruan Tinggi

: Bahasa Indonesia Keilmuan untuk Peguruan Tinggi Judul Nama Penulis Instansi Email : Bahasa Indonesia Keilmuan untuk Peguruan Tinggi : Puji Rahayu : Mahasiswa Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan : pujirahayu546@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

RELASI FINAL DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA

RELASI FINAL DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA RELASI FINAL DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni

Lebih terperinci

KONJUNGSI KLAUSA OBJEK DALAM KALIMAT SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA

KONJUNGSI KLAUSA OBJEK DALAM KALIMAT SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA Sosiohumaniora, Volume 13, No. 1, Maret 2011 : 76 95 KONJUNGSI KLAUSA OBJEK DALAM KALIMAT SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA Hasnah Faizah AR Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Jl. Binawidya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL DALAM WACANA TAJUK RENCANA HARIAN SINGGALANG EDISI APRIL-MEI 2014 ARTIKEL ILMIAH DESI PATRI YENTI NPM

PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL DALAM WACANA TAJUK RENCANA HARIAN SINGGALANG EDISI APRIL-MEI 2014 ARTIKEL ILMIAH DESI PATRI YENTI NPM PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL DALAM WACANA TAJUK RENCANA HARIAN SINGGALANG EDISI APRIL-MEI 2014 ARTIKEL ILMIAH DESI PATRI YENTI NPM 10080151 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Abstrak Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib di seluruh universitas, termasuk UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KOLOM POLITIK-EKONOMI KOMPAS EDISI JANUARI-APRIL 2013

PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KOLOM POLITIK-EKONOMI KOMPAS EDISI JANUARI-APRIL 2013 PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KOLOM POLITIK-EKONOMI KOMPAS EDISI JANUARI-APRIL 2013 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN GRAMATIKA TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA EDISI PERTAMA DAN EDISI KETIGA. Miftahul Huda, S.Pd. SMA Kanjeng Sepuh, Gresik.

PERBANDINGAN GRAMATIKA TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA EDISI PERTAMA DAN EDISI KETIGA. Miftahul Huda, S.Pd. SMA Kanjeng Sepuh, Gresik. PERBANDINGAN GRAMATIKA TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA EDISI PERTAMA DAN EDISI KETIGA Miftahul Huda, S.Pd. SMA Kanjeng Sepuh, Gresik Abstract The language change could occur at all levels, both phonology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia. Sumpah ini membuktikan bahwa berbangsa satu, bertanah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP oleh: Eliza Ratna Asih Wulandari Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman kehadiran surat kabar semakin dianggap penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman kehadiran surat kabar semakin dianggap penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman kehadiran surat kabar semakin dianggap penting oleh masyarakat. Surat kabar dikatakan sebagai sebuah simbol bagi peradaban masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prosedur ilmiah. Karya ilmiah merupakan suatu tulisan yang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prosedur ilmiah. Karya ilmiah merupakan suatu tulisan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya ilmiah merupakan salah satu bentuk wacana tulis yang dilakukan berdasarkan prosedur ilmiah. Karya ilmiah merupakan suatu tulisan yang dihasilkan oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN 2013-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.) Pada Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

menggunakan konjungsi pada karangan yang dibuatnya.

menggunakan konjungsi pada karangan yang dibuatnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penggunaan bahasa Indonesia dikenal empat kegiatan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat kegiatan berbahasa ini sangat memerlukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci