PERBANDINGAN MATERIAL ATAP DAK BETON DAN ASBES DALAM ASPEK KARAKTERISTIK TERMAL (DI KOMPLEK PERUMAHAN PURI ASIH PASAR KEMIS KABUPATEN TANGERANG)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN MATERIAL ATAP DAK BETON DAN ASBES DALAM ASPEK KARAKTERISTIK TERMAL (DI KOMPLEK PERUMAHAN PURI ASIH PASAR KEMIS KABUPATEN TANGERANG)"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN MATERIAL ATAP DAK BETON DAN ASBES DALAM ASPEK KARAKTERISTIK TERMAL (DI KOMPLEK PERUMAHAN PURI ASIH PASAR KEMIS KABUPATEN TANGERANG) Ridho Handayani dan Muji Indarwanto Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia ABSTRACT The roof of the building has a very important role both functionally and aesthetically. Functionally, the roof is the most substantial role in providing protection against the climate as part of the building most exposed to heat and rain. Thermal comfort at home is very influential in the comfort of the occupants of the residence. Especially the people who live in tropical areas such as Indonesia country. At the present time many factors causing temperature changes comfort, one of which is the building on the roof covering material used. The purpose of this study is to determine the ratio of the thermal characteristics of the building that uses materials and asbestos concrete roof of the two types of the house which has the higher thermal characteristics. This study uses quantitative methods to the processing of various aspects of temperature measurement in the analysis using graphs with many measurement points room temperature, kelembababan, surface temperature roof, walls, windows, floors and ceilings. The results of this study is the kind of house that uses the roof material does have a higher thermal characteristics Keywords: roof, thermal characteristics, thermal comfort ABSTRAK Atap bangunan mempunyai peran yang sangat penting baik secara fungsional maupun secara estetis. Secara fungsional atap merupakan bagian yang paling besar perannya dalam memberikan perlindungan terhadap iklim karena merupakan bagian bangunan yang paling banyak terpapar panas dan hujan. Kenyamanan termal pada rumah sangat berpengaruh dalam kenyamanan bagi penghuni rumah tinggal. Terlebih masyarakat yang tinggal di daerah tropis seperti negara indonesia. Di masa kini banyak faktor penyebab perubahan suhu kenyamanan, salah satunya yaitu pada material bangunan pada penutup atap yang digunakan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan karakteristik termal pada bangunan yang memakai material atap dak beton dan asbes dari kedua jenis rumah tersebut manakah yang memiliki karakteristik termal yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pengolahan dari berbagai aspek pengukuran suhu yang di analisis menggunakan grafik dengan banyak titik-titik pengukuran suhu ruangan, kelembababan, suhu permukaan atap, dinding, jendela, lantai, plafon. Hasil dari penelitian ini adalah jenis rumah yang memakai material atap apakah yang memiliki karakteristik termal yang lebih tinggi Kata Kunci: atap, karakteristik termal, kenyamanan termal

2 1 PENDAHULUAN Atap bangunan mempunyai peran yang sangat penting baik secara fungsional maupun secara estetis. Secara fungsional atap merupakan bagian yang paling besar perannya dalam memberikan perlindungan terhadap iklim karena merupakan bagian bangunan yang paling banyak terpapar panas dan hujan (Soegijanto, 1999) Dalam upaya mencapai kenyamanan termal bangunan, semua material komponen bangunan (lantai, dinding, atap dan komponen pelengkapnya), bentuk massa bangunan, dan orientasi bangunan terhadap matahari, masing-masing memiliki kontribusi. Semua itu pada akhirnya akan berdampak terhadap bagaimana perilakunya dalam menghadapi iklim setempat. Dalam hal ini faktor iklim yang berperan penting antara lain ialah karakter radiasi matahari, kecepatan angin rata-rata, suhu, kelembaban, dan curah hujan. Dampak yang paling signifikan akan terjadi pada permukaan bangunan yang paling banyak terekspos sinar matahari, sehingga hasilnya akan berbeda pada jenis bangunan yang berbeda. Sebagai contoh, pada bangunan berlantai banyak, selubung bangunan vertikal atau dinding terluarnya akan cenderung lebih diperhatikan untuk meninjau kenyamanan termalnya. Sedangkan pada bangunan bentang lebar dan landed seperti perumahan, atap menjadi aspek penting dalam menentukan kenyamanan termal bangunannya. Seperti yang telah diutarakan di atas, atap sebagai komponen penutup bangunan rumah, khususnya di daerah tropis, merupakan permukaan bangunan yang paling banyak terekspos oleh radiasi sinar matahari.(lippsmeier, George 1994) Untuk penelitian ini, penulis akan mengambil studi kasus pada rumah tinggal yang berada di komplek perumahan yang memiliki pemakaian material atap yang berbeda sebagai perbandingan dalam penelitian ini. Perkembangan tuntutan kehidupan manusia memerlukan tempat hunian sebagai tempat perlindungan dari pengaruh cuaca, keamanan, kesehatan dan keberlangsungan kehidupan. (Hidayat, 2008), Untuk itu, pemilihan material penutup atap dan konstruksi yang tepat menjadi penting dalam mengoptimalkan perannya dalam membendung dan mengangkut panas. 1.1 Pengertian Atap Atap adalah penutup bangunan untuk mencegah masuknya air hujan, salju, cahaya matahari dan lain-lain. Atau, merupakan suatu tempat tinggal manusia atau anggota keluarga yang tinggal di bawah suatu atap atau rumah. Dibagian atas rumah akan selalu ada bagian yang melindungi setiap orang yang tinggal didalamnya yang diebut atap. (Prianto, dan Dwiyanto. 2013) 1.2 Genteng Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap). Berikut ada beberapa jenis genteng yang popular saat ini diantaranya: 1. Genteng Metal Bentuk dari genteng metal ini mirip seng yang berupa lembaran. Genteng ini ditanam pada balok gording rangka atap, menggunakan sekrup, bentuk lain berupa genteng lembaran.

3 2. Seng Atap ini sebenarnya dibuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan zinc secara elektrolisa. Tujuannya untuk membuatnya menjadi tahan karat. Jadi, kata seng berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan zinc ini belum hilang, yang terjadi sekitar 30 tahun. 3.. Genteng Keramik Bahan dasar genteng keramik ini berasal dari tanah liat. Namun genteng ini telah mengalami proses finishing yaitu lapisan glazur pada permukaannya. Lapisan ini dapat diberi warna yang beragam dan melindungi genteng dari lumut. Umurnya bisa tahun. 4. Genteng beton Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya bahan dasarnya adalah campuran semen PC dan pasir kasar, kemudian diberi lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan antara 30 tahun hingga 40 tahun. (Aryadi, Y., 2010) 1.3 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses terjadinya transport energi, bila dalam suatu sistem tersebut terdapat gradien temperatur, atau bila dua sistem yang temperaturnya berbeda disinggungkan, maka akan terjadi perpindahan energi. Energi yang dipindahkan dinamakan kalor atau panas. (Kreith, F., 1976) 1. Perpindahan panas secara konduksi Perpindahan panas konduksi adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi dengan suatu aliran atau rambatan proses dari suatu benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah atau dari suatu benda ke benda lain dengan kontak langsung dengan kata lain proses perpindahan panas secara molekuler dengan perantara molekul-molekul yang bergerak. Perpindahan panas konduksi dapat berlangsung pada zat padat, cair dan gas. (Prianto, dan Dwiyanto. 2013) 2. Perpindahan panas secara konveksi Perpindahan panas konveksi ialah mekanisme perpindahan panas yang terjadi dari satu benda ke benda yang lain dengan perantaraan benda itu sendiri. 3. Perpindahan panas radiasi Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas dari suatu benda ke benda lain dengan bantuan gelombang elektromagnetik, dimana tenaga ini akan diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda yang lain. 1.4 KENYAMANAN TERMAL Kenyamanan termal dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho, 2006).. ASHRAE (American Society of Heating Refrigating Air Conditioning Engineer) memberikan definisi kenyamanan thermal sebagai kondisi pikir yang meng ekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya. Dengan pemaknaan kenyamanan thermal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya maka berarti kenyamanan thermal akan melibatkan tiga aspek yang meliputi fisik, fisiologis dan psikologis,

4 sehingga pemaknaan kenyamanan termal berdasarkan pendekatan psikologis adalah pemaknaan yang paling lengkap. 1.5 faktor perantara dan faktor fisik termal Variable iklim yang dapat mempengaruhi kondisi termal adalah (Lippsmeier, 1994) 1) Temperatur udara (Air Temperature) 2) Kelembaban udara (Humidity) 3) Pergerakkan udara (Air Movement) 1.6 Batas /Standar kenyamanan Termal Menurut Lipsmeier (1994) menunjukkan beberapa penelitian yang membuktikan batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif/TE) berbeda-beda tergantung kepada lokasi geografis dan subyek manusia (suku bangsa) yang diteliti seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif/TE) Sumber: Bangunan Tropis, Georg.Lippsmeier Sementara itu, Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh Yayasan LPMB-PU membagi suhu nyaman untuk orang Indonesia atas tiga bagian sebagai berikut: Tabel 2.2. Suhu Nyaman menurut Standar Tata Cara PerencanaanTeknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier Menurut Humphreys (1981) bahwa suhu nyaman sangat diperlukan agar produktifitas maksimal, dengan suhu tubuh konstan + 37 C (tubuh tidak melakukan usaha apapun, seperti : menggigil atau berpeluh untuk mencapai 37 C). Sekali lagi untuk memenuhi prinsip

5 sustainable design, lebih baik memakai cara yang alami yaitu, mengalirkan udara dalam ruangan sehingga tercapai kenyamanan yang diiginkan. 2 METODE Menurut Fanger (2005) menyatakan aspek yang berpengaruh dalam kenyamanan thermal adalah: - Rentang temperatur : (24-28) C, - Kelembaban (RH) : (40-60)%, - Aliran udara (air velocity): 0 0,20 m/dtk, - Laju metabolisme tubuh/aktivitas, - Tahanan pakaian 2.1 JENIS PENELITIAN Jenis metode penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. 2.2 LOKASI PENELITIAN Lokasi studi kasus pada penelitian ini berada di Komplek Perumahan Puri Asih - Pasar kemis Kabupaten Tangerang yang mengangkat dua bangunan rumah tinggal yang memiliki jenis penutup atap yang berbeda yaitu atap yang menggunakan material atap berupa Dak Beton dan Genteng Asbes yang akan diteliti tingkat kenyamanan Termalnya yang lebih baik di kedua bangunan tersebut. 2.3 PERALATAN PENELITIAN Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa peralatan penelitian yaitu: 1. Infrared thermometer (untuk mengukur suhu permukaan) 2. Hygrometer thermometer (untuk mengukur suhu ruang dalam dan luar) 3. Anemometer untuk mengukur kecepatan angin. 2.4 METODE PENGOLAHAN DATA Metode Pengolahan Data dilakukan untuk mendapatkan nilai dari variabel yang akan diamati. Pada metoda ini menggunakan perhitungan Matematis dan grafik data, dari beberapa faktor kenyamanan termal yaitu suhu udara (Ta), kecepatan udara ( Va), kelembaban (Rh). 2.5 VARIABEL YANG DIAMATI : Variabel penelitian dimaksudkan untuk memberikan batasan pembahasan didalam penelitian. Variabel Penelitian yang akan diamati adalah sebagai berikut : Suhu Udara (Ta) Kecepatan Udara (Va) Kelembaban (Rh) Suhu Permukaan 2.6 VARIABEL-VARIABEL TERIAKAT YAITU : Karakteristik Termal Ruang 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Termal pada bangunan rumah tinggal Pengukuran pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan karakteristik suhu di kedua rumah yang memiliki atap yang berbeda yaitu atap dak dan atap asbes.

6 SUHU C Pada tahap pengukuran langsung di lapangan yaitu pengukuran yang berlokasi di komplek perumahan Puri Asih Pasar Kemis - Kabupaten Tangerang. Pengukuran dimulai pada pukul ,.00 WIB yang diukur selama 1 jam sekali secara berturut turut selama 2 hari, dimulai pada hari sabtu tanggal 29 November 2014 sampai dengan 30 November Lokasi studi kasus pada rumah tinggal ini memiliki jarak yang berdeketan dengan luasan bangunan yang sama yaitu 6 x 8 m² namun memiliki jenis atap yang berbeda. Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kondisi karakteristik termal dikedua rumah tersebut yaitu meliputi pengukuran suhu, kelembaban, suhu permukaan lantai, dinding di setiap sisi ruangan, plafond, kaca/ jendela dan permukaan pada atap, serta pengukuran kecepatan angin, semua tahap pengukuran tersebut dilakukan secara bersamaan pada waktu yang sama di kedua tempat yang berbeda untuk mendapatkan keakuratan hasil yang akan di peroleh dari kedua karakteristik termal rumah tersebut. Berikut merupakan hasil dari pengukuran yang telah dilakukan selama dua hari yang akan di jelaskan melalui daftar table dan dalam bentuk grafik untuk mengetahui tingkat perbandingan suhu dikedua atap yang bervbeda tersebut. 3.2 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Ruangan Pada pengukuran suhu dilakukan di beberapa titik pengukuran yang terdiri dari 3 titik disetiap rumahnya yaitu pada ruangan kamar tidur, ruang tamu, dan teras. Gambar 5.1 Denah titik pengukuran suhu KARAKTERISTIK SUHU RUANGAN DAK ASBES Gambar 5.2 Grafik hasil pengukuran suhu ruang Setelah memperoleh hasil rata-rata dari hasil pengukuran suhu karakteristik termal pada kedua rumah tersebut maka dapat diperoleh hasil bahwa rumah yang memakai material atap asbes memiliki tingkat suhu yang lebih panas dibandingkan dengan suhu rumah yang memakai material atap dak. Suhu tertinggi terjadi pada pukul WIB pada suhu ruangan rumah yang beratap asbes hingga mencapai 32.2 C sedangkan pada suhu ruangan rumah yang beratap dak memiliki suhu tertinggi WIB yang mencapai suhu hingga 31.1 C. Suhu terendah terjadi pada pukul WIB 28.8 C pada rumah yang beratap dak,

7 KELEMBABAN (%) sedangkan pada suhu ruangan rumah yang beratap asbes memiliki suhu ruangan terendah yaitu terjadi pada pukul WIB 29.1 C. Dari hasil tersebut terlihat bahwa karateristik termal pada rumah yang beratap asbes yang lebih memiliki tingkat suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah yang memakai material atap dak. 3.3 Hasil Pengukuran Karakteristik Kelembaban Pada pengukuran kelembaban dilakukan dibeberapa titik pengukuran untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing rumah, sama halnya dengan pengukuran yang dilakukan pada pengukuran suhu ruangan, pada pengukuran kelembaban juga dilakukan dengan 3 titik yang sama yaitu, kamar tidur, ruang tamu, dan teras. Gambar 5.4 Denah titik pengukuran kelembaban KARAKTERISTIK KELEMBABAN 100% 80% 60% 40% 20% 0% KELEMBABAN DAK KELEMBABAN ASBES Gambar 5.5 Grafik hasil pengukuran kelembaban Dari hasil pengukuran dapat diperoleh hasil grafik bahwa tingkat kelembaban yang tinggi adalah rumah yang memakai atap dak beton sedangkan rumah yang memakai atap asbes tingkat kelembabannya lebih rendah. Kelembaban tertinggi terjadi pada rumah yang memakai material atap dak beton pada pukul WIB dengan tingkat kelembaban 85% sedangkan kelembaban tertinggi pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul WIB dengan tingkat kelembaban 84%. Kelembaban terendah terjadi pada rumah yang memakai material asbes terjadi pada pukul WIB dengan kelembaban 68%. sedangkan kelembaban terendah pada rumah yang memakai material atap dak beton pada pukul WIB dengan kelembaban 78%. 3.4 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Dinding Pada tahap pengukuran karakteristik termal suhu permukaan dinding dilakukan disetiap sisi dinding, dimana disetiap sisinya diukur tingkat suhunya yang akan mempengaruhi pula

8 SUHU ( C) suhu di dalam ruangan tersebut, maka dari itu pembagian pengukuran dilakukan di beberapa titik yaitu sebagai berikut : Gambar 5.7 Denah titik pengukuran suhu permukaan dinding Pada gambar 5.7 denah yang telah dibuat di bagi menjadi 15 titik pengukuran permukaan dinding di setiap masing-masing rumah. Berikut ini merupakan hasil dari pengukuran KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN DINDING PERMUKAAN DINDING DAK PERMUKAAN DINDING ASBES Gambar 5.8 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan dinding Dapat dilihat bahwa suhu permukaan dinding pada rumah yang memakai material atap asbes memiliki tingkat suhu lebih tinggi pada jam WIB yang mencapai suhu 31.2 C, sedangkan suhu tertinggi pada rumah yang memakai material atap dak terjadi pada pukul WIB 31.6 C. Suhu terendah pada pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul WIB yang mencapai 28.4 C dan suhu terendah pada rumah yang memakai material atap dak terjadi pada pukul WIB 28.5 C. 3.5 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Kaca Pada pengukuran suhu permukaan kaca dilakukan setiap 1 jam sekali mulai dari pukul WIB WIB, pengukuran suhu permukaan kaca dilakukan di 2 titik pengukuran di setiap rumahnya, berikut ini adalah denah titik pengukuran suhu permukaan kaca :

9 SUHU ( C) Gambar 5.10 Denah titik pengukuran suhu permukaan kaca KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN KACA KACA ATAP DAK KACA ATAP ASBES Gambar 5.11 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan kaca Dari hasil grafik pengukuran suhu permukaan kaca dapat terlihat bahwa suhu permukaan kaca pada rumah yang memakai atap asbes yang lebih tinggi suhunya dibandingkan dengan rumah yang memakai atap dak. Suhu paling tinggi terdapat di suhu permukaan kaca pada atap asbes pada pukul WIB yang mencapai suhu 34.1 C dan suhu tertinggi pada permukaan kaca atap dak pada pukul dan yang mencapai suhu C. Suhu terendah permukaan kaca pada rumah yang memakai material atap dak terjadi pada pukul WIB yang mencapai suhu 26.2 C sedangkan suhu terendah permukaan pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul WIB 26.7 C. 3.6 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Plafon Pada pengukuran suhu permukaan plafon dilakukan selama dua hari mulai pukul WIB WIB. Pengukuran suhu permukaan plafon dilakukan di 3 titik pengukuran, berikut ketiga titik pengukurannya.

10 SUHU ( C) Gambar 5.13 Denah titik pengukuran suhu permukaan plafon Pengukuran dilakukan di 3 letak titik pengukuran, setelah melalui proses pengukuran maka dapat diperoleh hasil pengukuran suku permukaan plafon sebagai berikut. 39 KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN PLAFON PLAFOND DAK PLAFOND ASBES Gambar 5.14 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan plafon Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan maka dapat terlihat bahwa suhu permukaan plafon pada rumah yang beratap asbes lebih tinggi di bandingkan dengan suhu permukaan plafon pada rumah yang beratap dak. Suhu tertinggi permukaan plafon pada rumah yang beratap asbes terjadi pada pukul WIB yang mencapai C, sedangkan suhu tertinggi pada permukaan plafon pada rumah yang beratap dak terjadi pada pukul WIB yang mencapai 34.9 C. Suhu terendah permukaan plafon pada rumah yang memakai material atap dak beton terjadi pada pukul WIB yang mencapai suhu 25.7 C sedangkan suhu terendah pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul WIB yang mencapai 28.3 C. 3.7 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Lantai Pengukuran suhu plafon dilakukan selama 2 hari untuk mengetahui karakteristik termal di masing-masing rumah tersebut, pengukuran dilakukan mulai pukul WIB secara berturut-turut. Pengukuran permukaan suhu lantai dilakukan di 5 titik disetiap masingmasing rumah. Berikut ini adalah 5 letak titik pengukuran suhu permukaan lantai :

11 SUHU ( C) Gambar 5.16 Denah titik pengukuran suhu permukaan lantai Setelah melakukan pengukuran di 5 titik pengukuran maka diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut : KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN LANTAI LANTAI DAK LANTAI ASBES Gambar 5.17 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan lantai Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa karakteristik termal suhu permukaan lantai pada rumah yang memakai material atap asbes yang lebih memiliki tingkat suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan lantai pada rumah yang memakai material atap dak. Suhu permukaan lantai tertinggi pada rumah yang memakai atap asbes terjadi pada pukul WIB hingga mencapai tingkat suhu C sedangkan suhu tertinggi pada rumah yang memakai atap dak terjadi pada pukul WIB hingga mencapai tingkat suhu C. Maka dapat dipastikan bahwa karakteristik termal suhu permukaan lantai tertinggi pada kedua rumah tersebut adalah rumah yang memakai material atap asbes Suhu permukaan lantai terendah pada rumah yang memakai material atap dak terjadi pada pukul WIB yang mencapai suhu C, sedangkan suhu permukaan lantai terendah pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul WIB yang mencapai suhu C. 3.8 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Atap Pengukuran suhu permukaan atap dilakukan selama 2 hari dimulai pukul pukul WIB WIB di kedua rumah untuk mengetahui karakteristik termal di masing-masing rumah dengan titik pengukuran permukaan atap di titik tengah atap. Berikut adalah letak titik pengukurannya.

12 SUHU ( C) Gambar 5.19 Denah titik pengukuran suhu permukaan atap asbes dan dak Setelah melakukan pengukuran suhu permukaan atap di kedua titik pengukuran pada kedua atap rumah tersebut maka diperoleh hasil sebahgai berikut ini KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN ATAP ATAP DAK ATAP ASBES Gambar 5.20 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan atap Dari hasil pengukuran di terlihat bahwa hasil suhu permukaan atap rumah yang memakai material asbes memilki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan atap rumah yang memakai material atap dak. Karakteristik termal di kedua rumah memiliki suhu yang berbeda tingkat suhu permukaan atap tertinggi terjadi pada rumah dengan material atap dak beton dengan tingkat suhu tertinggi pukul WIB yang mencapai 51.9 C dan suhu tertinggi pada atap asbes terjadi pukul WIB yang mencapai 49.2 C. Tingkat suhu terendah permukaan atap pada rumah yang memakai material atap dak beton terjadi pada pukul WIB yang mencapai suhu 25.7 C, sedangkan suhu permukaan atap terendah pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul dan WIB yang mencapai suhu 25.2 C. Dari hasil pengukuran terlihat bahwa suhu permukaan atap dak lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan atap asbes sedangkan pada hasil pengukuran yang terjadi pada pengukuran yang lainnya menyatakan bahwa semua suhu yang lebih tinggi terjadi pada rumah beratap asbes namun di suhu permukaan atap, atap dak yang lebih tinggi menurut hasil penilitian saya atap dak bila telah terkena panas sulit untuk menurunkan panasnya sedangkan atap asbes bila terkena panas dan suhu cuaca telah turun atap asbes lebih cepat mengikuti suhu cuaca jadi lebih cepat menurunkan panas dibandingkan dengan atap dak. 3.9 Hasil Pengukuran Karakteristik Kecepatan Angin Pengukuran kecepatan angin dilakukan selama dua hari dimulai pukul WIB WIB, pengkuran dilakukan di 5 titik untuk mengetahui kecepatan angin di setiap rumahnya, berikut ini letak titik pengukuran kecepatan angin : Gambar 5.22 Denah letak titik pengukuran kecepatan angin

13 KECEPETAN ANGIN (M/S) Setelah melakukan proses pengukuran di 5 titik di masing-masing rumah yang berbeda maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut : KARAKTERISTIK KECEPATAN ANGIN ANGIN DAK 1 ANGIN ASBES 1 Gambar 5.23 Grafik hasil pengukuran kecepatan angin Dari hasil pengukuran terlihat bahwa kecepatan angin yang lebih tinggi terdapat pada rumah yang memakai material atap dak dan pada rumah yang memakai material atap asbes lebih rendah kecepatan anginnya. Kecepatan angin tertinggi pada rumah beratap dak terjadi pada pukul WIB yang mencapai 0.26 M/S dan terendah pada pukul WIB yang mencapai 0.1 M/S saja. Sedangkan pada rumah yang beratap asbes kecepatan angina tertinggi terjadi pada pukul WIB yang mencapai 0.22M/S dan terendah pada pukul 07.00, dan WIB yang mencapai 0.1 M/S saja. Maka dapat disimpulkan bahwa angin pada rumah yang beratap dak lah yang lebih sejuk dibandingkan dengan rumah yang beratap asbes Hasil Pengukuran Karakteristik Keseluruhan Suhu Hasil pengukuran rata-rata keseluruhan dari segala aspek yang telah di ukur dinyatakan tidak nyaman mencapai suhu ruangan C pada rumah beratap dak dan C pada rumah beratap asbes. RATA-RATA ATAP DAK BETON ATAP ASBES SUHU RUANGAN SUHU PERMUKAAN KACA SUHU PERMUKAAN PLAFON SUHU PERMUKAAN LANTAI SUHU PERMUKAAN DINDING SUHU PERMUKAAN ATAP

14 SUHU C 38 KESELURUHAN KARAKTERISTIK SUHU RATA RATA HARI PERTAMA ATAP DAK BETON ATAP ASBES PERBANDINGAN SUHU Grafik hasil pengukuran keseluruhan aspek suhu. 4 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN A. Kesimpulan dari semua data pengukuran yang telah di dapat menyatakan bahwa karakteristik termal dari rumah yang menggunakan jenis material atap asbeslah yang lebih panas. Hasil pengukuran rata-rata keseluruhan dari segala aspek yang telah di ukur hari pertama dinyatakan tidak nyaman mencapai suhu ruangan C pada rumah beratap dak dan C pada rumah beratap asbes.dan di hari kedua suhu rata-rata ruang C pada rumah beratap dak dan pada rumah beratap asbes. B. Suhu kelembaban tertinggi terdapat pada rumah beratap dak dan kecepetan angin lebih banyak pada rumah yang beratap dak dibandingkan dengan asbes. C. Dari segala aspek yang telah di teliti dan diukur terlihat bahwa semua hasil penelitian menyatakan bahwa semua pengukuran menyatakan karakteristik termal dari rumah yang beratap asbeslah yang lebih tinggi tingkat panasnya dibandingkan dengan rumah yang memakai material atap dak namun pada aspek pengukuran pada permukaan atap suhu yang lebih tinggi terjadi pada rumah yang memakai material atap dak, menurut hasil penilitian saya atap dak bila telah terkena panas sulit untuk menurunkan/ meninggalkan panasnya sedangkan atap asbes bila terkena panas dan kondisi cuaca telah turun atap asbes lebih cepat mengikuti kondisi cuaca jadi lebih cepat menurunkan panas dibandingkan dengan atap dak. SARAN A. Pemasangan plafon yang tinggi, sehingga udara yang ada di dalam dapat berputar dan keluar masuk angina lebih baik dengan demikian ruang terasa lebih dingin dan sejuk. Pemasangan plafon yang ideal setidaknya mencapai ketinggian 4m dari permukaan lantai. B. Gunakanlah alumunium foil pada rekonstruksi atap sebab bahan ini mampu memberikan banyak manfaat pada atap. Sinar matahari dapat dipantulkan dan

15 diserap oleh atap dengan demikian, setiap ruangan yang ada dibawahnya terasa panas oleh karena itu dapat digunakan alumunium foil dengan daya serap dan daya pantul panas yang tinggi. C. Sebaiknya bagian keliling rumah diberi pepohonan, agar dapat meredam panas dan juga sebagai peneduh. D. Sebaiknya beri bukaan jendela pada bagian belakang rumah karena sangat berpengaruh terutama ventilasi terhadap keluar masuknya udara dalam ruangan, sehingga ruangan dapat menurun suhu udara panasnya. 5 RREFERENSI Ariyadi, Yulli Pengujian Karakteristik Mekanik Genteng. Program Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. ASHRAE Model, United States 16 April / why the roof.htm Sustainable energy authority Victoria, 2002, Choosing a Cooling System, Fanger, P.O Menciptakan Kenyamanan Thermal Dalam Bangunan /15895/1/sti-jul2005-%2520(26).pdf. Program Studi Arsitektur USU. Sumatera Utara. 18 Mei Humphreys, Peter and Williamson Nicole Faktor Kenyamanan Thermal. uploads/2012/12/faktorkenyamanan- TERMAL1.doc. Universitas Narotama Surabaya. Surabaya, 19 Mei Hidayat. (2008). ANALISIS KONSERVASI ENERGI LISTRIK PADA BANGUNAN RUMAH TINGGAL SKALA MENENGAH Kreith, F., 1976, Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas, edisi ketiga, (Alih Bahasa: A Prijono), Erlangga:Jakarta Lippsmeier, Georg Tropenbau Building in the Tropics, Bangunan Tropis (terj.), Jakarta: Erlangga. Nugroho, M.A A Preliminary Study of Thermal Environment in Malaysia s Terraced Houses, Journal and Economic Engeneering: 2(1), Prianto, and Dwiyanto. (2013), Profil Penutup Atap Genteg Beton Dalam efisiensi Energi Listrik Pada Skala Rumah Tinggal. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. Soegijanto, Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung. Hal : 2;124)

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Damalia Enesty Purnama 1, Agung Murti Nugroho 2, Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN)

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN) PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN) Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur Oleh SOFIANDY

Lebih terperinci

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan Variasi bahan dan warna atap bangunan untuk Menurunkan Temperatur Ruangan akibat Pemanasan Global Nasrul Ilminnafik 1, a *, Digdo L.S. 2,b, Hary Sutjahjono 3,c, Ade Ansyori M.M. 4,d dan Erfani M 5,e 1,2,3,4,5

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UNTUK MENENTUKAN KONDUKTIVITAS PLAT SENG, MULTIROOF DAN ASBES

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UNTUK MENENTUKAN KONDUKTIVITAS PLAT SENG, MULTIROOF DAN ASBES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UNTUK MENENTUKAN KONDUKTIVITAS PLAT SENG, MULTIROOF DAN ASBES Ersi Selparia *, Maksi Ginting, Riad Syech Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Tugas Akhir Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas Diponegoro Semarang. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

Pengaruh Konfigurasi Atap pada Rumah Tinggal Minimalis Terhadap Kenyamanan Termal Ruang

Pengaruh Konfigurasi Atap pada Rumah Tinggal Minimalis Terhadap Kenyamanan Termal Ruang Pengaruh Konfigurasi Atap pada Rumah Tinggal Minimalis Terhadap Kenyamanan Termal Ruang Yogi Misbach A 1, Agung Murti Nugroho 2, M Satya Adhitama 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memaparkan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematis

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA 100406077 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI TINGKAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mencapai kenyamanan termal bangunan, semua material komponen bangunan (lantai, dinding, atap dan komponen pelengkapnya), bentuk massa bangunan, dan orientasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

PENGUJIAN KARAKTERISTIK MEKANIK GENTENG

PENGUJIAN KARAKTERISTIK MEKANIK GENTENG TUGAS AKHIR PENGUJIAN KARAKTERISTIK MEKANIK GENTENG Disusun : YULLI ARIYADI NIM : D.200.02.0067 NIRM : 02.6.106.03030.50067 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Juni

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bangunan terdiri dari 3 (tiga) pelindung; yaitu atap, dinding, dan lantai. Atap merupakan bagian terpenting pada sebuah bangunan karena atap merupakan bidang yang paling

Lebih terperinci

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI Muhammad Faisal Jurusan Teknil Planologi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Malang Jl. Bendungan Sigura-Gura Nomor 2 Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan suhu akibat pemanasan global menjadi faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007: 28). Isu pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Krisis Energi Kebutuhan energi di segala aspek kehidupan manusia saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN Krisis Energi Kebutuhan energi di segala aspek kehidupan manusia saat ini semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Krisis Energi Kebutuhan energi di segala aspek kehidupan manusia saat ini semakin meningkat dengan pesat, sedangkan persediaan sumber energi semakin berkurang.

Lebih terperinci

STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT

STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT Tuti Purwaningsih dan M Syarif Hidayat Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail: tutipurwa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK ATAP TERHADAP KARAKTERISTIK THERMAL PADA RUMAH TINGGAL TIGA LANTAI

PENGARUH BENTUK ATAP TERHADAP KARAKTERISTIK THERMAL PADA RUMAH TINGGAL TIGA LANTAI ISSN: 2088-8201 PENGARUH BENTUK ATAP TERHADAP KARAKTERISTIK THERMAL PADA RUMAH TINGGAL TIGA LANTAI Afrizal Kholiq 1, M. Syarif Hidayat 2 Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Survey (Observasi) Lapangan Dalam penelitian ini, secara garis besar penyajian data-data yang dikumpulkan melalui gambar-gambar dari hasil observasi lalu diuraikan

Lebih terperinci

Foam Concrete Sebagai Alternatif Material Dinding Terkait Perencanaan Kenyamanan Termal Pada Rumah Hunian

Foam Concrete Sebagai Alternatif Material Dinding Terkait Perencanaan Kenyamanan Termal Pada Rumah Hunian Jurnal Reka Karsa Jurusan Teknik Arsitektur Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2015 Foam Concrete Sebagai Alternatif Material Dinding Terkait Perencanaan Kenyamanan Termal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu,

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney Moch Fathoni Setiawan (1), Eko Budi Santoso (1), Husni Dermawan (1)

Lebih terperinci

PENGARUH MATERIAL DAN BENTUK ATAP RUMAH TINGGAL TERHADAP SUHU DI DALAM RUANG THE EFFECT OF HOUSE MATERIAL AND ROOF SHAPE ON INDOOR TEMPERATURE

PENGARUH MATERIAL DAN BENTUK ATAP RUMAH TINGGAL TERHADAP SUHU DI DALAM RUANG THE EFFECT OF HOUSE MATERIAL AND ROOF SHAPE ON INDOOR TEMPERATURE Nila Rury: Pengaruh Material dan Bentuk Atap Rumah Tinggal terhadap Suhu di dalam Ruang (52-63) PENGARUH MATERIAL DAN BENTUK ATAP RUMAH TINGGAL TERHADAP SUHU DI DALAM RUANG THE EFFECT OF HOUSE MATERIAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu dan memudahkan penulisan dalam penelitian ini, adapun penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu dan memudahkan penulisan dalam penelitian ini, adapun penulis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Upaya penulis dalam mengembangkan dan membahas mengenai hubungan pokok permasalahaan yang terkait dengan judul penelitian. Hal tersebut untuk membantu dan memudahkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Pengertian Tema 3.1.1. Green Architecture (Arsitektur Hijau) Banyak orang memiliki pemahaman berbeda-beda tentang Green Architecture, ada yang beranggapan besaran volume bangunan

Lebih terperinci

Pengaruh Bukaan Jendela Terhadap Kinerja Termal Rumah Tinggal Tipe 40 di Kota Malang, Studi Kasus Rumah Tinggal Tipe 40 di Perumahan Griya Saxophone

Pengaruh Bukaan Jendela Terhadap Kinerja Termal Rumah Tinggal Tipe 40 di Kota Malang, Studi Kasus Rumah Tinggal Tipe 40 di Perumahan Griya Saxophone Pengaruh Bukaan Jendela Terhadap Kinerja Termal Rumah Tinggal Tipe 40 di Kota Malang, Studi Kasus Rumah Tinggal Tipe 40 di Perumahan Griya Saxophone Sofyan Surya Atmaja, Agung Murti Nugroho, Subhan Ramdlani

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Radiasi Matahari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jansen (1995) menyatakan bahwa posisi matahari diperlukan untuk menentukan radaisi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, dimana

Lebih terperinci

Kinerja Material Bata Kapur terhadap Kenyamanan Termal Rumah Tinggal di Kabupaten Tuban

Kinerja Material Bata Kapur terhadap Kenyamanan Termal Rumah Tinggal di Kabupaten Tuban Kinerja Material Bata Kapur terhadap Kenyamanan Termal Rumah Tinggal di Kabupaten Tuban Linda Nailufar 1 dan Eryani Nurma Yulita 2 1 Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Jurusan

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS 105 KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS Farid Firman Syah, Muhammad Siam Priyono Nugroho Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Simulasi 3.1.1. Lokasi Ke-1 Lokasi Ke-1 merupakan ruang semi tertutup yang terletak di Jalan Tambak Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada umumnya apartemen menggunakan sistem pengondisian udara untuk memberikan kenyamanan termal bagi penghuni dalam ruangan. Namun, keterbatasan luas ruangan dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan

Lebih terperinci

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM James Rilatupa 1 ABSTRACT This paper discusses the thermal comfort for room as a part of comfort principles in architecture design. This research

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N

B A B 1 P E N D A H U L U A N B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Fungsi utama dari arsitektur adalah mampu menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan unsurunsur iklim yang

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada wilayah kerja Puskesmas Nuangan Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Transfer Termal pada Selubung Bangunan SMPN 1 Plandaan Jombang

Transfer Termal pada Selubung Bangunan SMPN 1 Plandaan Jombang Transfer Termal pada Selubung Bangunan SMPN 1 Plandaan Jombang Bagus Widianto 1, Beta Suryokusumo Sudarmo 2, Nurachmad Sujudwijono A.S. 3 123 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY 81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental

Lebih terperinci

Jendela sebagai Pendingin Alami pada Rusunawa Grudo Surabaya

Jendela sebagai Pendingin Alami pada Rusunawa Grudo Surabaya Jendela sebagai Pendingin Alami pada Rusunawa Grudo Surabaya Aisyah Adzkia Yuliwarto 1 dan Agung Murti Nugroho 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Arsitektur/Fakultas

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN

Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HUNIAN TRADISIONAL TORAJA (Studi kasus Tongkonan dengan material atap Seng) Muchlis Alahudin E-mail: muchlisalahudin@yahoo.co.id Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL Fadhil Muhammad Kashira¹, Beta Suryokusumo Sudarmo², Herry Santosa 2 ¹ Mahasiswa Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan iklim tropis, ada beberapa kriteria yang diterapkan yaitu : 1. Sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami Teguh Prasetyo Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang Po

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Salah satu reaksi dari krisis lingkungan adalah munculnya konsep Desain Hijau atau green design yang mengarah pada desain berkelanjutan dan konsep energi. Dalam penelitian ini mengkajiupaya terapan

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

EBOOK PROPERTI POPULER

EBOOK PROPERTI POPULER EBOOK PROPERTI POPULER RAHASIA MEMBANGUN RUMAH TANPA JASA PEMBORONG M.FAIZAL ARDHIANSYAH ARIFIN, ST. MT User [Type the company name] M.FAIZAL ARDHIANSYAH ARIFIN, ST. MT Halaman 2 KATA PENGANTAR Assalamu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyamanan thermal adalah salah satu hal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik selain faktor kenyamanan lainnya yaitu kenyamanan visual,

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL A. TUJUAN 1. Mengukur konduktivitas termal pada isolator plastisin B. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pengukuran dapat diperhatikan pada gambar 1.

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pintu Masuk Kendaraan dan Manusia Dari analisa yang telah dibahas pada bab sebelumnya pintu masuk kendaraan dan manusia akan

Lebih terperinci

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM Lisa Novianti dan Tri Harso Kayono Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail: sha.lisa2@yahoo.com

Lebih terperinci

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL KELOMPOK II BRIGITA O.Y.W. 125100601111030 SOFYAN K. 125100601111029 RAVENDIE. 125100600111006 JATMIKO E.W. 125100601111006 RIYADHUL B 125100600111004

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS III.1 TROPIS Iklim tropis merupakan iklim yang terjadi pada daerah yang berada pada 23,5 lintang utara hingga 23,5 lintang selatan.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI OTTV DI LABTEK IXC

LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI OTTV DI LABTEK IXC AR 3121 FISIKA BANGUNAN LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI DI LABTEK IXC KELOMPOK 2 Indra Rhamadhan 15213025 Raudina Rahmi 15213037 Shafira Anjani 15213027 Putri Isti Karimah 15213039 Estu Putri 15213029 Fajri

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BAHAN PENUTUP ATAP TERHADAP KONDISI TERMAL PADA RUANG ATAP

STUDI PENGARUH BAHAN PENUTUP ATAP TERHADAP KONDISI TERMAL PADA RUANG ATAP STUDI PENGARUH BAHAN PENUTUP ATAP TERHADAP KONDISI TERMAL PADA RUANG ATAP Amat Rahmat 1, Eddy Prianto 2, Setia Budi Sasongko 3 1 Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas 2 Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo Persepsi Kenyamanan Termal Penghuni Rumah Tinggal di Daerah Pegunungan dan Pantai (Studi Kasus Rumah Tinggal di Pegunungan Muria, Pantai Jepara dan Pantai Pati) Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB H.1 STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB Mufidah *, Farida Murti, Benny Bintarjo DH, Hanny Chandra Pratama, Yunantyo Tri Putranto Prodi Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan di paparkan mengenai kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan mengenai kualitas dalam ruang pada kantor PT. RTC dari aspek termal dan pencahayan

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil)

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil) ARSITEKTUR DAN ENERGI Tri Harso Karyono Harian Kompas, 21 September 1995, Jakarta, Indonesia. Pengamatan para akhli memperlihatkan konsumsi energi dunia meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini.

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian

BAB III Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian Bab ini menguraikan mengenai kerangka pemikiran dari studi ini, metode dan pelaksanaan penelitian, Penetapan lokasi penelitian, rumah uji, penentuan variable penelitian, Pengujian

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Gedung pusat kebugaran ini direncanakan untuk menjadi suatu sarana yang mewadahi kegiatan olahraga, kebugaran, dan relaksasi. Dimana kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas)

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas) Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas) Iman Syahrizal ), Seno Panjaitan ), Yandri ) ) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

A. GAMBAR ARSITEKTUR. A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM Krisanto Elim 1, Anthony Carissa Surja 2, Prasetio Sudjarwo 3, dan Nugroho Susilo 4 ABSTRAK : Tujuan penelitian sistem tata udara

Lebih terperinci

NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang)

NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang) NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang) Augi Sekatia *) *) Mahasiswa Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan,

Lebih terperinci