PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN TESIS.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN TESIS."

Transkripsi

1 1 PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN TESIS Oleh NAOMI NOVITA SEMBIRING /TI S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2009

2 2 PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Industri pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh NAOMI NOVITA SEMBIRING /TI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2009

3 3 Judul Tesis : PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nama Mahasiswa : Naomi Novita Sembiring Nomor Pokok : Program Studi : Teknik Industri Menyetujui Komisi Pembimbing ( Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) ( Ir. Harmein Nasution, MSIE) Ketua Anggota Ketua Program Studi Direktur (Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc) Tanggal lulus : 16 Maret 2009

4 4 Telah diuji pada Tanggal : 16 Maret 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. Ir. Harmein Nasution, MSIE 2. Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng 3. Ir. Mangara M. Tambunan, MSc 4. Ir. Rosnani Ginting, MT

5 5 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis bahan pengemas terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor yaitu: Jenis Bahan Pengemas (P): daun pisang (P 1 ), kertas stensil (P 2 ), LDPE (P 3 ), dan stretch film (P 4 ); dan Lama Penyimpanan (L): 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu. Parameter yang dianalisa adalah susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik (tingkat kepedasan, tekstur, warna, dan aroma), dan pertambahan nilai. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik tekstur, warna, dan aroma. Jenis larutan garam jenuh memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kepedasan. Lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik tekstur, warna, dan aroma. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tingkat kepedasan. Kombinasi perlakuan antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik tekstur, warna, dan Aroma. Kombinasi perlakuan antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap susut bobot dan kadar air. Kombinasi perlakuan antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar vitamin C dan tingkat kepedasan. Pertambahan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan daun pisang sebagai pengemas dan penyimpanan selama 4 minggu, sedangkan pertambahan nilai terendah diperoleh pada perlakuan penggunaan kertas stensil sebagai pengemas dan penyimpanan selama 1 minggu. Daun pisang sebagai pengemas dan lama penyimpanan 4 minggu memberikan kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan yang masih dapat diterima oleh panelis selama penyimpanan dingin dan memberikan pertambahan nilai tertinggi. Kata Kunci: jenis bahan pengemas, daun pisang, kertas stensil, Low Density Poly Ethylene (LDPE), stretch film, lama penyimpanan, pertambahan nilai.

6 6 ABSTRACT This research is aimed to analyze the relation of package varians on the quality of fresh red chili (Capsicum annuum L.) packaged product during cold storage. The research had been performed by using Factorial Completely Randomized Design (CRD), with two factors i.e. package varians (P): banana leaves (P 1 ), Stencil paper (P 2 ), LDPE (P 3 ), and stretch film (P 4 ); and time of storage (L): 1 week, 2 weeks, 3 weeks, and 4 weeks. Parameters observed were weight loss, moisture content, vitamin C content, organoleptic value (spicy degree, textur, colour, and smell), and value added. The result showed that package varians had highly significant effect on weight loss, moisture content, vitamin C content, organoleptic value of textur, clour, and smell. Package varians had high significant effect on spicy degree. Time of storage had highly significant effect on weight loss, moisture content, vitamin C content, organoleptic value of textur, colour, and smell. Time of storage had no significant effect on spicy degree. The combination of package varians and time of storage had highly significant effect on organoleptic value of textur, colour, and smell. The combination of package varians and time of storage had high significant effect on weight loss and moisture content. The combination of package varians and time of storage had no significant effect on vitamin C content and spicy degree. Banana leaves and 4 weeks of storage had the highest value added and stencil paper and 1 weeks storage had the lowest value added. Banana leaves and 4 weeks of storage showed more acceptable quality of fresh red chili (Capsicum annuum L.) packaged product by panelist during cold storage. Key words: package varians, banana leaves, stencil paper, Low Density Poly Ethylene (LDPE), stretch film, time of storage, value added.

7 7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah penanganan pasca panen dan analisis nilai tambahnya, dengan judul Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Segar Kemasan Selama Penyimpanan Dingin. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: Prof. Dr. Ir. A.R. Matondang, MSIE, selaku ketua komisi pembimbing atas arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan tesis ini. Ir. Harmein Nasution, MSIE, selaku anggota komisi pembimbing, atas arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan tesis ini. Dr.Ir. Elisa Julianti, MSi, selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Pertanian dan kepala laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang telah membimbing penulis dalam menyusun tesis ini dan pada saat seminar hasil. Ir. Rona J. Nainggolan, SU, yang memotivasi penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang keunggulan daun pisang sebagai pengemas.

8 8 Prof. DR. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng, selaku ketua Program Studi Teknik Industri dan komisi penguji saat ujian tesis. Ir. Mangara Tambunan, MSc, selaku komisi pembanding sejak kolokium hingga seminar hasil, dan selaku komisi penguji saat ujian tesis. Ir. Rosnani Ginting, MT selaku komisi penguji saat ujian tesis. Aulia Ishak, ST, MT selaku komisi pembanding saat seminar hasil. Ir. Nazlina, MT selaku komisi pembanding saat kolokium. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Teknik Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas semua pengetahuan yang telah diberikan. Kedua orang tua penulis, kakanda Evi Fluorentina Sembiring dan Binanta Sembiring, adinda Thori Titani Sembiring, sahabatku Ripho Richardo Tarigan, STP, Devy A. Rahayu, dan Rosmidah. Teman-teman S2 Teknik Industri SPs USU angkatan 6,7, dan 8. Seluruh pihak yang pernah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Medan, Maret 2009 Penulis, Naomi Novita Sembiring

9 9 RIWAYAT HIDUP Naomi Novita Sembiring, dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 20 November Anak ketiga dari empat bersaudara, anak dari Drs. Simon Sembiring, MBA dan Nurmiaty Kaban, beragama Kristen Protestan. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Medan dan melanjutkan pendidikan strata 1 di Universitas Sumatera Utara Jurusan Teknologi Pertanian dengan IPK 3,69. Pada September 2006, melanjutkan pendidikan strata 2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Teknik Industri. Selama menempuh pendidikan di strata 1, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Hasil Tanaman Industri, Teknologi Fermentasi, dan Enzimologi. Penulis akan memulai karirnya sebagai CPNS di Kabupaten Karo sebagai Instruktur Pertanian pada tahun Selama menempuh pendidikan strata 2, penulis pernah bekerja paruh waktu pada perusahaan jasa konsultasi manajemen Proactive Management Service (PMS) di Hotel Best Western Medan. Penulis pernah mengikuti beberapa seminar tentang ISO dan pengembangan pribadi. Medan, 16 Maret 2009 Naomi Novita Sembiring

10 10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii RIWAYAT HIDUP... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Hipotesis Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Cabai Merah Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai Merah Pascapanen Cabai Segar Penyimpanan Dingin Pengemasan Perubahan Yang Terjadi Setelah Panen Perubahan Berat Perubahan Kadar Vitamin C Perubahan Tekstur Perubahan Warna, Aroma, dan Rasa Aspek Organoleptik BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Variabel Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Bahan Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Alat Penelitian Metode Penelitian Model Rancangan Pelaksanaan Penelitian... 42

11 Parameter Penelitian Susut Bobot Kadar Air (dengan Metode Oven) Kadar Vitamin C Nilai Organoleptik Tingkat Kepedasan Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai Jadwal Penelitian Skema Penelitian BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Susut Bobot (%) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Kadar Air (%) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Tingkat Kepedasan (SU) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan... 75

12 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

13 13 DAFTAR TABEL No. Judul Halaman 1. Kandungan Gizi Buah Cabai dalam tiap 100 gram Standar Nasional Indonesia Cabai Merah Segar Kombinasi Perlakuan Jenis Bahan Pengemas (P) dan Lama Penyimpanan (L) Skala Uji Hedonik Tekstur Skala Uji Hedonik Warna Skala Uji Hedonik Aroma Jadwal Penelitian Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Parameter yang Diamati Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot (%) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot (%) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot (%) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air (%) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)... 66

14 Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan (SU) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Hasil Perhitungan Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai Berbagai Bahan Pengemas yang Efektif dalam Mempertahankan Kesegaran Cabai Merah Tingkat Kualitas dari Parameter yang Dianalisa yang Diperoleh dari Setiap Pengemas

15 15 DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 1. Skema Penanganan Pascapanen Cabai Merah/Skema Penelitian Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan... 81

16 Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan Terhadap Pertambahan Nilai Produk Cabai Merah Segar Kemasan Hubungan antara Parameter yang Dianalisa dengan Tingkat Kualitas yang Diperoleh dari Setiap Pengemas

17 17 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Data Pengamatan Susut Bobot (%) Data Pengamatan Kadar Air (%) Data Pengamatan Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Data Pengamatan Tingkat Kepedasan (SU) dalam ribuan Data Pengamatan Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Data Pengamatan Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Data Pengamatan Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Kuisioner Uji Organoleptik Kuisioner Uji Kepedasan Kuisioner Data Pengamatan Susut Bobot, Kadar Air, dan Kadar Vitamin C Kuisioner Uji Organoleptik Tekstur (Pengeriputan) Kuisioner Data Pengamatan Susut Bobot Kuisioner Data Pengamatan Kadar Air Kuisioner Data Pengamatan Kadar Vitamin C Data Pendukung Spesifikasi Lemari Pendingin Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 1 Minggu

18 Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 2 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 3 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 4 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Kertas Stensil Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 1 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan LDPE Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 1 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan LDPE Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 2 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 1 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 2 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 3 Minggu Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 4 Minggu Informasi Seputar Kemasan Plastik dan Keamanannya

19 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu dari enam jenis komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Besarnya minat masyarakat dunia terhadap komoditi cabai merah ini karena penggunaannya yang relatif sering dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penambah cita rasa makanan. Menurut Rukmana (1996) bahwa cabai menempati urutan paling atas di antara delapan jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia. Cabai merah (Capsicum annuum L.) biasanya diekspor dalam bentuk segar dan bentuk kering (serbuk dan utuh). Ada satu fenomena yang biasanya terjadi pada saat panen raya cabai merah, yaitu harga cabai merah yang turun drastis sedangkan jumlah panennya sangat tinggi, sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga rendah tersebut dan biasanya modal tanamnya tidak kembali. Petani cabai tetap menanggung resiko usaha yang sangat tinggi, yang tercermin dari lebarnya kesenjangan harga terendah dan tertinggi, yaitu antara Rp 2000/kg pada saat panen raya dan Rp 20000/kg (sampai 10 kali lipatnya) pada saat paceklik (Hutabarat dan Rahmanto, 1998), pada tahun 2007 harga terendah yaitu Rp. 7000/kg dan tertinggi Rp /kg, dan pada tahun 2008 menurut pengamatan di lapangan bahwa harga terendah Rp /kg dan tertinggi

20 20 Rp /kg. Meskipun harga pasar cabai sering naik dan turun cukup tajam, minat petani yang membudidayakannya tidak pernah surut. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, bahwa seluruh cabai merah yang dipasarkan di pusat pasar Medan (sepanjang jalan sutomo) berasal dari daerah penanaman tanah Karo dan Aceh. Adapun daerah penghasil cabai di propinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo, Simalungun, Deli Serdang, Asahan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Kotamadya Medan. Berdasarkan data Lampiran 15 Tabel 1 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Utara, 1993) dapat dilihat bahwa musim tanam dan panen di Sumatera Utara adalah sepanjang tahun. Hal ini memberikan fakta bahwa cabai tersedia sepanjang tahun di propinsi Sumatera Utara, hanya saja sering terjadi kelebihan cabai merah segar di pasaran dan bila tidak habis terjual maka cabai tersebut akan dijual dengan harga yang lebih murah dari harga awalnya (Rp /kg hingga Rp /kg) dan bisa saja dibiarkan membusuk di pasar. Berdasarkan data Lampiran 15 Tabel 2 dan 3 (Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Utara, 2006) dapat dilihat bahwa produksi cabai pada tahun 2006 di Provinsi Sumatera Utara mencapai ton, sedangkan jumlah konsumsinya hanya ,6 ton. Ini menunjukkan telah terjadinya kelebihan produksi cabai sebesar ,4 ton dan akan menyebabkan harga jualnya rendah baik ditingkat petani maupun distributor (pengumpul maupun pedagang). Kelebihan cabai ini bila tidak ditangani atau diolah dengan cepat dan tepat akan menyebabkan harga jualnya semakin menurun dan akhirnya bisa saja tidak ada harganya, dibuang akibat

21 21 busuk/tidak dapat diolah lagi. Ditingkat petani, biasanya cabai dijual sekaligus setelah pemanenan selesai dalam satu hari, karena berdasarkan hasil pengamatan bahwa cabai merah hanya tahan disimpan selama 2-3 hari, setelah itu maka cabai akan mengalami penurunan mutu yaitu pelayuan yang berakibat pada menurunkan berat cabai yang akan dijual. Menurut Anonimous 7 (2008) bahwa pada saat harga cabai merah turun karena panen yang melimpah dan distribusi kurang cepat, maka cara yang dilakukan oleh petani adalah membuang hasil panen cabai merahnya ke jalan raya. Adanya silo-silo untuk menyimpan hasil panen sangatlah diperlukan agar komoditas pertanian (cabai merah) yang disimpan dapat awet. Silo merupakan tempat untuk menyimpan komoditas pertanian agar tetap awet. Silo untuk produk hortikultura biasanya berupa ruang pendingin agar mengefektifkan pengawetan yang akan dilakukan. Pendinginan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran hasil pertanian, khususnya sayuran. Pendinginan akan memperlambat atau mencegah terjadinya kerusakan tanpa menimbulkan gangguan pada proses pematangan dan memperlambat perubahan yang tidak diinginkan (pelayuan), sehingga penerimaan konsumen terhadap produk tersebut dapat dipertahankan selama mungkin. Teknologi pascapanen yang biasanya diterapkan pada produk sayuran segar adalah teknologi pendinginan dalam lemari pendingin (Refrigerated Air Cooling). Menurut Pantastico (1997) bahwa penanganan pascapanen seperti pendinginan, disarankan untuk daerah tropis. Untuk cabai merah segar, disarankan disimpan pada suhu o F ( o C) dan kelembaban 90-95% agar dapat bertahan selama dua minggu. Agar lebih

22 22 mengefektifkan pengawetan yang akan dilakukan, biasanya selain ruang pendingin, produk hortikultura perlu dikemas agar mutunya tidak menurun drastis selama penyimpanan yang akan dilakukan. Pengemasan merupakan kegiatan untuk melindungi kesegaran produk pertanian saat pengangkutan, pendistribusian, dan atau penyimpanan agar mutu produk tetap terpelihara (Anonimous 3, 2004). Fungsi pengemasan adalah untuk melindungi komoditi dari kerusakan fisis, mekanis, dan mikrobiologis; menciptakan daya tarik bagi konsumen; dan memberikan nilai tambah pada produk; serta memperpanjang daya simpan produk (Anonimous 4, 2004). Komoditas cabai sangat besar peranannya dalam menunjang usaha pemerintah meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani cabai, memperluas kesempatan kerja, menunjang pengembangan agribisnis, meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor, dan melestarikan sumber daya alam. Di samping itu, cabai penting artinya bagi penyediaan kebutuhan gizi masyarakat (Rukmana, 1996). Untuk mengatasi masalah diatas serta mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani maka perlu ditemukan suatu jenis bahan pengemas yang paling efisien dan efektif dalam menambah umur simpan cabai merah segar sampai harga jual cabai merah segar kembali normal bahkan meningkat. Dengan tercapainya tujuan tersebut maka diharapkan pendapatan dan taraf hidup petani cabai meningkat. Dengan teknologi pascapanen maka diharapkan dapat: 1. Mencegah kehilangan hasil produk pertanian, misalnya akibat penguapan dari produk yang berlebihan (over transpiration)

23 23 2. Memperpanjang umur simpan (storage time) produk pertanian 3. Mempermudah penyimpanan dan distribusinya 4. Memberi nilai estetika untuk menarik konsumen, misalnya dari penampilannya dengan adanya pengemasan 5. Meningkatkan value added produk pertanian, misalnya karena telah dikemas dan karena bentuknya telah berubah menjadi serbuk instan. Berdasarkan kesamaan tujuan dari teknologi pascapanen pendinginan dan fungsi pengemasan yaitu dapat memperpanjang umur simpan maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan jenis bahan pengemas terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin. 1.1 Perumusan Masalah Pada kenyataannya bahwa produksi cabai merah berlebih pada tahun 2006 yaitu sebesar ton. Kelebihan ini bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan merugikan petani dan distributor karena harga jual cabai merah akan menurun akibat membusuknya cabai merah tersebut. Petani cenderung membuang hasil panenannya bila harga cabai merah menurun akibat panen yang melimpah dan distribusi yang kurang cepat. Pada kondisi seperti ini petani sangat rugi, bahkan bisa saja modal penanaman tidak kembali. Sayuran merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis. Padahal sebagian besar dari produk tersebut lebih disukai untuk dikonsumsi dalam keadaan segar dalam

24 24 waktu yang lebih lama setelah panen (Pantastico, 1997). Oleh karena itu perlu penanganan pasca panen yang memadai untuk mempertahankan kesegaran, mencegah susut dan kerusakan. Menurut Anonimous 7 (2008) bahwa dengan adanya silo dapat membantu petani keluar dari masalah tersebut. Tetapi pada kenyataannya, silo-silo ini belum ditemukan di Sumatera Utara. Dengan adanya silo ini, petani tidak lagi membuang hasil panennya ke jalan raya, tetapi dapat disimpan di dalam silo-silo agar awet dan akan dijual bila situasi pasar kembali normal. Kondisi lingkungan silo juga perlu diatur agar tujuan pengawetan tersebut dapat tercapai. Dengan silo maka cabai merah dapat tetap awet hingga beberapa waktu, sampai akhirnya akan dilepas ke pasaran bila kondisi pasar sudah normal (petani bisa mendapatkan untung). Silo yang biasanya digunakan untuk menyimpan produk hortikultura adalah ruang pendingin. Tujuan pendirian silo (ruang pendingin) ini akan lebih efektif bila cabai merah dikemas agar cabai terhindar dari segala pengaruh yang dapat mempercepat penurunan mutunya. Pengemasan adalah proses perlindungan komoditi dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi umur simpan komoditi dengan memakai bahan tertentu. Selama pengemasan akan digunakan bahan pengemas yang berfungsi sebagai pelindung komoditi pertanian dari gangguan faktor luar. Menurut hasil pengamatan bahwa pengemas yang biasanya digunakan sebagai pelindung produk hortikultura adalah daun pisang, kertas, dan plastik. Menurut Anonimous 5 (2004) daun pisang biasanya digunakan sebagai pelindung produk pertanian karena dianggap dapat mencegah penguapan dari produk pertanian (akibat pengaruh udara panas dari lingkungan luar atau selama distribusi). Menurut Anonimous 6 (2007) kertas biasa

25 25 digunakan untuk membungkus sayuran karena dapat mencegah pelayuan komoditi selama penyimpanan di lemari pendingin (rumah tangga). Menurut Winarno (1993) plastik memiliki sifat yang kuat, ringan, inert (dapat melindungi bahan yang dikemas dari pengaruh buruk lingkungan luar), fleksibel (dapat mengikuti bentuk bahan yang dikemas), dan transparan. Semua jenis bahan pengemas di atas mudah ditemukan dan sudah biasa digunakan untuk mengemas produk pertanian. Identifikasi masalahnya yaitu: 1. Pada periode tertentu, produksi cabai berlebihan sehingga banyak yang menumpuk di pasar dan busuk. 2. Kesegaran cabai merah hanya mampu bertahan selama 2-3 hari bila dibiarkan di pasar. 3. Belum ada metode pengemasan yang tepat dalam mempertahankan kualitas kesegaran cabai merah, sehingga masalah di atas belum dapat diatasi dengan tepat. Adapun batasan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Bahan Pengemas yang digunakan yaitu daun pisang, kertas stencil, Low Density Poly Ethylene (LDPE), dan Stretch film, yang akan digunakan untuk mengemas cabai merah segar. 2. Pengemasan ini akan dilakukan pada kondisi penyimpanan dingin menggunakan lemari pendingin dengan suhu 6 o C. 3. Kualitas yang akan dianalisa adalah aspek organoleptis cabai merah segar.

26 26 4. Sumber harga yang digunakan dalam perhitungan analisis ekonomi berasal dari review harga dan wawancara dengan pengusaha pada bulan Mei 2008, dan dianggap tetap. 5. Analisis ekonomi yang akan dibahas hanya berupa pertambahan nilai. 6. Penelitian ini ditujukan untuk petani dan tidak mengkaji aspek implementasinya di lapangan. Dari identifikasi dan batasan masalah tersebut maka masalah di atas dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin? 2. Bagaimana pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin? 3. Bagaimana pengaruh jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin? 1.3 Tujuan Penelitian

27 27 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Sebagai sumber informasi pada penanganan pascapanen cabai merah (Capsicum annuum L.) secara penyimpanan dingin dengan menggunakan berbagai bahan pengemas. b. Memberikan sumbangan penting dan memperluas kajian ilmu penanganan pascapanen yang menyangkut kualitas produk hortikultura. c. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu pascapanen produk hortikultura. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi petani cabai merah untuk dapat mempertahankan kualitas cabai merah segarnya selama beberapa waktu. Dengan demikian petani dapat menjual cabai merah segarnya saat harga kembali normal atau naik. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan usulan bahan pengemas yang terbaik untuk mengemas cabai merah segar, sehingga kualitasnya dapat

28 28 dipertahankan sampai beberapa waktu dan sekaligus dapat memberikan nilai tambah bagi produk cabai merah segar. 1.5 Hipotesis Penelitian a. Jenis bahan pengemas berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan. b. Lama penyimpanan berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan. c. Jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan.

29 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Cabai Merah Tanaman cabai menurut sejarahnya berasal dari Ancon dan Huaca Prieta di Peru. Berikut ini merupakan klasifikasi botanis tanaman cabai: Divisio Subdivisio Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Sympetale : Tubiflorae : Solanaceae : Capsicum : Capsicum annuum L. (Cabai besar) C. frustescens L. (Cabai kecil) (Rukmana, 1996). Sebagian besar masyarakat di dunia hampir dapat dipastikan telah mengenal cabai. Cabai lazim disebut pepper, hot pepper, chili, atau sweet pepper (paprika), dengan nama ilmiah Capsicum spp. Di beberapa daerah di Indonesia cabai sering disebut lombok atau cabe. Pendayagunaan cabai dalam kehidupan sehari-hari

30 30 umumnya untuk keperluan bumbu dapur ataupun rempah-rempah penambah cita rasa makanan atau masakan (Rukmana, 1996). Menurut Apandi (1984), bahwa cabai secara botanis termasuk dalam golongan buah. Atas dasar kebiasaan dan kesepakatan umum, komoditi yang biasanya dimakan sebagai teman nasi yaitu kentang, kangkung, cabai, dan tomat termasuk dalam golongan sayuran. Sedangkan komoditi yang biasanya dimakan dalam bentuk segar dan terpisah dari nasi termasuk golongan buah-buahan. Cabai merupakan komoditas yang akrab di telinga masyarakat Indonesia dari lapisan terbawah sampai kelas elit ini memang sering menjadi isu nasional. Pasalnya, harga cabai sangat fluktuatif. Suatu ketika dijual dengan harga Rp. 300,00/Kg, namun pernah pula ditawarkan dengan harga Rp ,00/Kg. Hasil penelitian IPB tahun 1997 membuktikan harga cabai lebih banyak dipengaruhi suplai. Bila suplai kurang maka harga langsung naik (Trubus, 1999). Hortikultura terbagi menjadi tiga golongan tanaman yaitu tanaman buahbuahan, tanaman sayuran, dan tanaman hias. Hasil panen tanaman hortikultura mampu untuk disimpan dalam jangka waktu lama asalkan dipikirkan faktor tanamannya. Seperti juga kandungan air tanaman, temperatur lingkungan penyimpanan, makin besar terjadinya penyusutan kandungan air hasil panen (Arief, 1990). Temperatur lingkungan penyimpanan yang tidak terkendali akan menyebabkan penyusutan kandungan air hasil panen. Salah satu indikator penurunan mutu hasil panen yaitu terjadinya penyusutan kandungan airnya (kelayuan).

31 31 Di pasaran, dikenal cabai merah keriting, cabai merah besar, dan cabai hijau. Sesuai dengan namanya, buah cabai merah keriting berbentuk panjang mengeriting dan rasanya relatif lebih pedas dibandingkan dengan cabai merah besar dan cabai hijau. Cabai merah besar adalah cabai besar yang bentuknya bulat memanjang dan lurus. Sementara itu, cabai hijau adalah cabai merah besar atau cabai keriting yang dipetik ketika masih muda dan belum berubah menjadi merah (Anonimous 7, 2008). Cabai merah buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, kurang tahan simpan, dan tidak begitu pedas. Cabai keriting buahnya bergelombang atau keriting, ramping, kulit buah tipis, lebih tahan simpan, dan pedas. Cabai mempunyai nilai ekonomis yang baik karena penggunaannya yang cukup luas. Selain itu, cabai juga merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial. Di pasaran internasional, tiap tahunnya diperdagangkan sekitar ton cabai (Santika, 2007). 2.2 Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai Merah Dewasa ini, penggunaan cabai tidak hanya untuk konsumsi segar, tetapi sudah banyak diolah menjadi berbagai produk olahan seperti saus cabai, sambal cabai, pasta cabai, bubuk cabai, obat anestesi, dan salep. Selain dicampur dalam bumbu masakan, cabai juga dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar dan dicampur dengan berbagai makanan. Penggunaan cabai sebagai appetizer banyak dimanfaatkan oleh orang Meksiko. Cabai dimakan bukan sebagai bumbu melainkan sebagai penggugah selera makan (Anonimous 7, 2008).

32 32 Cabai merah dapat dipasarkan dalam berbagai bentuk, misalnya buah muda atau cabai hijau, buah tua atau cabai merah, buah segar atau bahan industri (giling, kering, tepung), olahan (sambal, variasi bumbu), dan hasil industri (oleoresin, pewarna, dan rempah). Adapun pasar ekspor memiliki permintaan yang tinggi terhadap kombinasi cabai segar, cabai kering, dan cabai beku. Peluang pemasaran cabai merah menempati urutan teratas dibandingkan dengan cabai keriting dan cabai rawit. Mencermati indikator permintaaan pasar, maka pengembangan agribisnis cabai merah harus diarahkan pada sasaran pemenuhan kebutuhan pasar, yang meliputi konsumen rumah tangga, lembaga (hotel, restoran, rumah sakit), dan industri pengolahan bahan makanan, serta ekspor (Rukmana dan Yuniarsih, 2005). Cabai mengandung capsaicin dan dihidrocapsaicin yang menyebabkan rasa pedas. Pada saat ini, sudah ditemukan kandungan karotenoid (capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein), lemak (9-17%), protein (12-15%), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil minyak menguap. Kandungan dalam minyak menguap mencapai 125 komponen dan 24 diantaranya sudah dapat diidentifikasi, diantaranya adalah 4 metil- 1 pentil-2-metil butirat, 3 dimetil-1-pentil-3-metil butirat, dan isohexyl isocaproat (Santika, 2007). Selain sebagai bumbu dan penggugah selera, cabai juga banyak digunakan untuk terapi kesehatan. Dari berbagai hasil penelitian, ternyata buah cabai dapat membantu menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi. Cabai juga dapat melancarkan sirkulasi darah dalam jantung. Khasiat cabai juga begitu banyak disebabkan oleh senyawa capsaicin (C 18 H 27 NO 3 ). Capsaicin yang merupakan

33 33 unsur aktif dan unsur pokok yang berkhasiat terdiri dari lima komponen capsaicinoid, yakni nordihidro capsaicin, capsaicin, dihidro capsaicin, homo-capsaicin, dan homo dihidro capsaicin (Anonimous 7, 2008). Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Cabai dalam tiap 100 gram Jenis Cabai Komposisi Gizi Merah besar Merah besar Hijau besar Keriting segar Rawit segar Kalori (kal) 23,0 311,0 31,0 103,0 Protein (gr) 0,7 15,9 1,0 4,7 Lemak (gr) 0.3 6,2 0,3 2,4 Karbohidrat (gr) 5,2 61,8 7,3 19,9 Kalsium (mg) 14,0 160,0 29,0 45,0 Fosfor (mg) 23,0 370,0 24,0 85,0 Zat besi (mg) 0,4 2,3 0,5 2,5 Vitamin A (SI) 260,0 576,0 470, ,0 Vitamin B 1 (mg) 0,1 0,4 0,1 0,2 Vitamin C (mg) 84,0 50,0 18,0 70,0 Air (gr) 93,4 10,0 90,9 71,2 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1981). Senyawa tersebut dapat digunakan untuk pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar pada tangan, kaki, dan jantung. Sewaktu anda mengkonsumsi cabai yang berasa pedas (buah cabai merah mempunyai tingkat kepedasan unit scoville), terutama cabai merah dan cabai rawit, suhu tubuh akan meningkat sehingga merangsang metabolisme tubuh. Akibatnya, sirkulasi darah lancar dan aliran nutrisi pada jaringan tubuh meningkat. Jika digunakan sebagai obat luar, misalnya dioleskan

34 34 pada kulit, cabai bersifat analgesik yang dapat meringankan rasa pegal dan dingin akibat rematik dan encok (Anonimous 7, 2008). Capsicol yang merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam buah cabai juga bisa menggantikan fungsi minyak kayu putih untuk mengurangi rasa pegalpegal, rematik, sakit gigi, sesak napas, dan gatal-gatal. Salah satu obat luar yang mengandung cabai adalah koyo. Di negara-negara yang mempunyai musim dingin, cabai banyak dimanfaatkan bersama rempah-rempah lain untuk menghangatkan tubuh dengan cara mencampurnya dalam masakan (Anonimous 7, 2008). 2.3 Pascapanen Cabai Segar Produk cabai merah bersifat mudah rusak, menyusut, dan cepat membusuk; sehingga kegiatan penanganan panen dan pascapanen merupakan salah satu mata rantai yang sangat penting. Teknik penanganan panen dan pasca panen cabai merah yang baik akan dapat meningkatkan daya simpan dan daya guna semaksimal mungkin (Rukmana dan Yuniarsih, 2005). Tujuan utama penanganan pascapanen adalah memperkecil kehilangan dan kerusakan produk panen. Besarnya kehilangan pascapanen sangat bervariasi menurut komoditi dan tempat penghasil. Di negara berkembang diperkirakan sekitar 20% sampai 50% terjadi kehilangan pascapanen. Sedangkan di negara maju sekitar 5% sampai 25%. Perbedaan jumlah kehilangan itu disebabkan karena negara maju telah menggunakan teknologi pascapanen yang memadai. Sebaliknya di negara berkembang, Indonesia misalnya, penelitian terhadap kehilangan pascapanen belum

35 35 banyak diperhatikan. Keberhasilan penanganan tidak hanya dirasakan oleh produsen, karena memperkecil kehilangan panen, tapi juga dirasakan oleh konsumen karena mendapatkan komoditi sayuran dalam mutu terbaik (Anonimous 1, 1992) Penanganan pascapanen cabai segar melalui tahapan sebagai berikut: 1. Pemilihan buah (seleksi dan sortasi) 1). Pilihlah buah cabai berdasarkan warna merah dan masih kehitaman. 2). Pisahkan buah cabai yang sehat dari buah yang sakit atau rusak (busuk). 2. Pengkelasan (klasifikasi) 1). Klasifikasikan buah cabai berdasarkan ukuran tertentu. 2). Jika untuk sasaran ekspor, pilihlah buah cabai yang panjangnya minimal 11 cm, bentuknya lurus, dan tidak terlalu matang. 3. Pengemasan 1). Kemaslah buah cabai dalam karung plastik yang tembus udara atau keranjang bambu atau dos karton. 2). Jika buah cabai untuk sasaran pasar ekspor, tatalah buah cabai tersebut secara rapi dalam kardus-kardus ukuran 30 cm x 40 cm x 50 cm berisi kurang lebih 20 kg; kardus tersebut harus berventilasi atau berlubang kecil. 4. Penyimpanan 1). Simpanlah buah cabai yang telah dikemas di tempat (ruang) yang teduh dan cukup lembab, serta sirkulasi udaranya baik.

36 36 2). Jika fasilitas penyimpanan memungkinkan, simpanlah buah cabai dalam ruang dingin (colt storage) yang suhunya rendah (antara 2 o C 15 o C) dan kelembabannya tinggi (sekitar 90-95%) agar tetap segar selama ± 20 hari (Rukmana, 1996). Panen buah cabai untuk sasaran ekspor dipilih pada tingkat kematangan 85% - 90% saat warna buah merah kehitaman. Panen cabai untuk sasaran pasar lokal dipilih buah-buah yang telah berwarna merah saja karena jarak pemasarannya relatif dekat (Rukmana, 1996). 2.4 Penyimpanan Dingin Penyimpanan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mempertahankan kualitas komoditas hasil pertanian selama disimpan dengan upaya memperpanjang daya tahan kesegaran, pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi jamur, dan lain-lain (Anonimous 4, 2004). Menurut Roedyarto (1997), ruang pendingin adalah suatu ruangan yang dilengkapi dengan alat pendingin udara. Temperatur di dalam ruangan ini bisa diatur sesuai dengan keinginan. Pada ruang pendingin biasanya dilengkapi juga dengan termometer dan higrometer. Penyimpanan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya mempertahankan mutu saja, oleh karena itu sayuran yang akan disimpan pada suhu rendah harus memenuhi syarat seperti sehat, karena sayuran yang sakit akan menulari yang lain, seragam kematangannya, dan dikemas dalam kemasan yang baik untuk menghindari

37 37 menjalarnya penyakit, dan tidak boleh disimpan dengan bahan atau sayuran yang berbau menyengat (Anonimous 1, 1992). Menurut Purba dan Karo-karo (1997), pendinginan sangat efektif untuk pengawetan jangka pendek, karena dengan pendinginan dapat: 1. memperlambat pertumbuhan mikroba 2. memperlambat proses metabolisme pada jaringan tanaman dan hewan yang telah dipotong 3. memperlambat reaksi-reaksi pencoklatan 4. memperlambat kehilangan air. Negara tropis seperti Indonesia yang menghasilkan berbagai jenis buah dan sayuran termasuk hasil kelautan sangat membutuhkan sarana pendinginan untuk mengurangi kehilangan pasca panen dan menjaga kesegaran produk yang dihasilkan (Kamaruddin, et.al., 2003). Suhu rendah mampu menghambat susut berat, mempertahankan kadar air dan vitamin C dan memperpanjang umur simpan (Darsana, et.al., 2003). Umur simpan yang pendek dapat mengakibatkan kerugian yang cukup dan bahkan sangat besar baik secara ekonomis maupun pemanfaatannya. Umumnya pendinginan digunakan untuk mengawetkan sayur-sayuran, temperatur sekitar o F, untuk menjaga zat makanan, vitamin, dan mineral dalam sayuran terpelihara. Proses ini hampir berhubungan dengan proses respirasi, pada temperatur rendah kegiatan enzim berhenti bekerja (Arief, 1990). Dengan penyimpanan suhu rendah diharapkan dapat menekan kecepatan laju respirasi dan transpirasi. Penyimpanan suhu rendah tersebut dilakukan di atas suhu

38 38 titik beku, yaitu antara (-2 o ) 10 o C. Penyimpanan suhu rendah sebaiknya harus diimbangi dengan kelembaban nisbi yang optimal, agar kesegaran buah tetap terjaga dan pengeriputan yang dapat mengakibatkan kehilangan bobot buah dapat ditekan (Zuhairini, 1997). Pendinginan buah dengan cepat setelah panen adalah cara yang sangat efektif untuk menghilangkan panas lapang, karena dapat menurunkan kecepatan laju respirasi, pematangan dan kemerosotan buah. Perbedaan temperatur antara air dan buah, ukuran buah dan pengemasan akan menentukan laju respirasi/kecepatan pendinginan dan waktu yang dibutuhkan untuk pendinginan (Chen, 1988). Menurut Sitinjak, et al., (1993), pendinginan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun pada umumnya dengan prinsip yang sama yaitu memindahkan kalor dari bahan ke suatu media pendingin seperti udara, air atau es. Waktu yang diperlukan adalah 30 menit atau kurang, tetapi mungkin juga lebih dari 24 jam. Laju pendinginan tiap komoditi tergantung atas 4 faktor, yaitu : a. jumlah bahan b. beda suhu bahan dengan media pendingin c. kecepatan aliran media pendingin, dan d. macam dari media pendingin. Pendinginan mekanis tidak hanya mendinginkan makanan saja, akan tetapi juga mengkondensasikan air pada evaporator dari sistem pendinginan. Air ini berasal dari makanan. Oleh karena itu, perlu melindungi bahan pangan sedemikian rupa

39 39 sehingga suhu dapat terkendali dan kehilangan air pada tingkat minimum (Buckle, et al., 1987). Penurunan temperatur yang sedang-sedang saja, pada umumnya efektif untuk memperpanjang daya simpan (storage life). Suhu rendah memperlambat aktivitas fisiologis dari produk-produk, dan juga memperlambat aktivitas mikroorganisme perusak. Tiap buah dan sayur ternyata memerlukan temperatur optimum bagi penyimpanan, baik sewaktu transportasi maupun penggudangan. Temperatur yang lebih rendah daripada temperatur optimum ini dapat menyebabkan kerusakan pendinginan (Apandi, 1984). Lemari es merupakan tempat menyimpan sayuran yang paling tepat, karena hampir semua sayuran segar akan tahan lama di simpan di dalam suhu yang rendah dan dalam kelembaban yang tinggi. Banyak lemari es yang suhunya telah memadai tetapi udaranya terlalu kering. Oleh karena itu sayuran menjadi mudah rapuh (Sumoprastowo, 2004). 2.5 Pengemasan Pengemasan adalah kegiatan untuk melindungi kesegaran komoditas hasil pertanian saat pengangkutan, pendistribusian, dan atau penyimpanan agar mutu komoditas tetap terpelihara. Pengemasan harus memenuhi kaidah/prinsip penanganan pasca panen yang baik dan tidak menimbulkan susut hasil atau sampah yang tinggi (Anonimous 4, 2004)

40 40 Pengemasan hasil pertanian ditujukan untuk membantu mencegah atau mengurangi kerusakan selama penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan. Disamping itu dapat pula untuk mencegah atau mengurangi serangan mikroba dan serangga dengan menjaga tetap bersih. Kemasan juga dimaksudkan untuk melindungi bahan/barang dari kemungkinan kerusakan fisik dan mekanis (memar, lecet, pecah, belah, penyok, rusak oleh cahaya, dan lain-lain). Bahan/barang yang akan dikemas hendaklah bersih dan bebas dari kotoran, cacat, atau rusak agar setelah dikemas benar-benar tahan lama dan tidak cepat rusak (Wijandi, 2003). Kemasan adalah suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk. Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan. Selain itu pengemasan juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi dan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persiapan dalam pemasaran. Dalam usaha sayur-sayuran banyak jenis kemasan yang umum digunakan. untuk pengangkutan dari lahan ke pasar atau toko swalayan biasanya digunakan peti kayu atau keranjang, baik yang terbuat dari anyam-anyaman maupun dari plastik. Di toko swalayan, kemasan sayuran lebih canggih lagi, misalnya kotak plastik atau lembaran plastik. Pada prinsipnya kemasan-kemasan tersebut berfungsi sebagai wadah atau tempat, penunjang cara penyimpanan dan transportasi, alat pelindung dalam pemasaran, dan memperindah penampilan (Rahardi, et al., 2006). Bahan kemasan yang digunakan adalah bahan alami maupun buatan. Bahan kemas alami seperti daun, bambu, peti kayu, dan goni masih banyak digunakan

41 41 terutama untuk kemasan hasil pertanian dan produk agroindustri tradisional, seperti keranjang dan bongsang bambu, peti kayu, karung goni, daun kelapa/pisang, pandan, dan lain-lain. Penggunaan bahan kemas yang bersifat alami ini memberikan nilai estetika tersendiri, baik dari segi penampilan maupun ciri khas produk yang dikemasnya. Ditinjau dari segi keberadaannya, bahan kemasan alami masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga relatif murah lagi pula tidak memberikan dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah, sehingga dapat berfungsi sebagai produk lain (kompos). Akan tetapi bilamana tidak segera ditangani, maka limbah bahan kemas alami ini dapat pula memberikan dampak negatif, dengan memberikan cemaran karena aroma yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut dapat menghasilkan bau yang tidak sedap (Wijandi, 2003). Daun pisang, daun kelapa, daun pandan, daun jati, dan daun raru dahulu sering digunakan untuk mengemas hasil pertanian. Hanya saja saat ini, semua daun tersebut selain daun pisang sudah jarang digunakan karena sulit diperoleh dan daundaun tersebut memiliki permukaan yang sempit, sehingga sulit mengemas hasil pertanian yang berukuran besar. Beberapa persyaratan bagi wadah untuk makanan yang perlu dipertimbangkan antara lain permeabilitasnya terhadap udara/oksigen dan gas lain, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari bahan, tidak bereaksi (inert) dengan bahan, wadah harus tahan oksidasi, tidak mudah bocor dan tahan panas, serta mudah dikerjakan secara maksimal dan relatif murah (Purba dan Karo-Karo, 1997).

42 42 Efek pengawetan kemasan terhadap bahan pangan disebabkan oleh kemampuan kemasan tersebut untuk mengisolasi bahan pangan dan melindungi bahan pangan dari pengaruh luar/lingkungan. Efektifitas kemasan dalam pengawetan tidak hanya tergantung dari kondisi kemasan, tetapi juga kondisi bahan pangan yang akan dikemas dan perlakuan yang diberikan. Secara ideal, kemasan dapat mengawetkan bahan pangan dengan mencegah terjadinya kerusakan mekanis, keruskan kimiawi, dan kerusakan mikrobiologis. Namun demikian, tidak semua kemasan dapat mencegah ketiga tipe keruskan tersebut dengan baik, karena masingmasing kemasan mempunyai ambang batas kemampuan dan spesifikasi kegunaan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan penilaian dan pemilihan kemasan yang tepaat jika ingin memdapatkan efek pengawetan yang optimum. Fungsi pengemasan adalah untuk melindungi/mencegah komoditi dari kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen, dan memberikan nilai tambah produk serta memperpanjang daya simpan produk. Kemasan harus disesuaikan dengan jenis produk atau komoditi yang akan dikemas (Anonimous 3, 2004). Jenis kemasan yang memanfaatkan bahan botanis (daun-daunan) berfungsi bukan saja sebagai pelindung isinya dari debu atau agar tahan lama, tapi juga merupakan upaya untuk membereskan, mengatur, merapikan makanan itu agar mudah dan praktis dibawa-bawa, dipegang atau dibuka ketika hendak disantap. Selain itu kemasan tersebut juga memberikan aroma tertentu pada makanannya (Sabana, 2005). Sejak dahulu kala daun pisang dikenal sebagai pembungkus alami untuk

43 43 makanan Indonesia. Selain tahan bocor, mudah didapat, daun pisang juga memberikan aroma harum yang khas pada makanan. Agar daun pisang tidak mudah robek atau pecah saat dilipat, biasanya digunakan jenis daun pisang batu. Kertas sebagai bahan pengemas banyak digunakan dan masih akan mempertahankan posisinya untuk jangka waktu yang lama karena harganya yang murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya luas. Sifat-sifat pengemasan dari kertas bervariasi tergantung dari proses pembuatannya dan perlakuan tambahan yang diberikan. Kekuatan dan sifat-sifat mekanis dari kertas bergantung pada perlakuan tambahan yang diberikan. Kekuatan dan sifat-sifat mekanis dari kertas tergantung pada perlakuan pengisi dan pengikat. Sifat-sifat fisiko-kimia kertas, seperti permeabilitas terhadap cairan, uap, dan gas, dapat dimodifikasi dengan penjenuhan, pelapisan atau laminating karena kertas yang mudah sobek, tidak tahan air dan tidak dapat dipanaskan (Winarno, 1993). Kertas dibuat dari serat sellulosa dan merupakan bahan penyerap tinta, dapat digunakan untuk menulis, membungkus dan mengemas. Pada umumnya kertas dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kertas kultural atau kertas halus dan kertas industri atau kasar. Kertas kultural terdiri atas kertas cetak (misalnya kertas cetak putih, kertas cetak berwarna, kertas gambar, dan kertas offset) dan kertas tulis (misalnya kertas cek, kertas buku tulis, dan kertas cetak ketikan). Kertas industri umumnya terdiri dari kertas untuk membungkus dan mengemas, misalnya kertas kraft, kertas manila, kertas glassin, kertas kedap lemak, kertas anti-tornish, kertas permanen, kertas pounch, kertas tissue, kerta krep, kertas lilin, kertas tahan basah dan

44 44 kertas koran. Manfaat kertas dalam industri pengemasan antara lain, sebagai kantong amplop, mengemas produk yang akan dikapalkan, mengemas perak, photographi, mengemas produk farmasi, dapat menjaga flavor produk yang dikemas, mengemas keju, dan untuk tujuan dekorasi tergantung dari jenis kertas yang digunakan (Susanto dan Saneto, 1994). Penggunaan kertas sebagai bahan pembungkus telah meluas di masyarakat. Biasanya digunakan kertas koran atau kertas bekas. Mulai dari untuk membungkus sayuran, ikan kering, bumbu dapur, sampai aneka gorengan, peuyeum, dan sebagainya. Padahal, jika bagian kertas yang bertinta terkena panas dari makanan, minyak dari gorengan atau bagian cair dari makanan, maka tinta akan terlarut dalam makanan. Tinta tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, thermoplastis, dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, oksigen, CO 2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1993). Harga plastik untuk kemasan relatif cukup murah, dan tidak dapat dimungkiri lagi, bahwa bahan baku kemasan dari jenis plastik tersebut sangat fleksibel, kuat, dan praktis (ringan sehingga mudah dibawa ke mana saja) (Amrin, 1999). Sifat mekanis jenis plastik Polietilen Densitas Rendah (PDR) atau Light Density Poly Ethylene (LDPE) adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel, dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 o C sangat resisten terhadap

45 45 senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen (Nurminah, 2002). Film didefiniskan sebagai lembaran fleksibel, yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan metalik. Film terbuat dari turunan sellulosa dan sejumlah resin termoplastik. Film terdapat dalam bentuk roll, lembaran, dan tabung. Kemasan film dapat digunakan sebagai pembungkus, kantong, tas, dan sampul, mengemas tembakau, biskuit, mentega, dan obat-obatan (Susanto dan Saneto, 1994). Film kemasan yang cocok untuk buah-buahan dan sayuran, terutama untuk pembentukan atmosfir di dalam kemasan adalah film yang lebih permeabel terhadap oksigen daripada terhadap karbondioksida. Penggunaan kemasan film dalam penyimpanan dingin yang menguntungkan melalui respirasi produk yang dikemas, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain suhu, kelembaban, waktu selama produk berada dalam kemasan, jenis dan berat produk (Syarief dan Halid, 1993). 2.6 Perubahan Yang Terjadi Setelah Panen Proses kehidupan berupa proses kimiawi, proses fisika, proses biokimia, dan proses mikrobiologis masih terus berlangsung setelah hasil pertanian dipanen. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghambat keberlanjutan proses-proses tersebut, di antaranya adalah dengan pengaturan suhu penyimpanan dan pembungkusan untuk mengurangi kecepatan respirasi. Respirasi menyebabkan kehilangan kadar air, sehingga hasil-hasil pertanian menjadi layu (Shakty, 2008).

46 46 Sayuran dan buah-buahan yang dipanen merupakan bentuk benda hidup. Oleh karena itu komposisinya dan mutunya mengalami perubahan-perubahan karena berlanjutnya kegiatan metabolisme setelah panen. Ketika masih terdapat pada tanaman hidup, kehilangan karena transpirasi dapat diganti oleh cairan tanaman yang mengandung air, mineral-mineral, dan bahan-bahan hasil fotosintesis. Sesudah panen dan tidak ada penggantian, maka kehilangan substrat dan air tidak dapat diganti dan mulailah proses kemunduran (Apandi, 1984) Perubahan Berat Aktivitas fisiologis pada buah-buahan dan sayuran dalam beberapa hal biasa menyebabkan kemunduran kualitas, dan dalam hal lain biasa menyebabkan derajat kematangan yang dikehendaki. Misalnya pengurangan air, tidak dikehendaki karena akan mengakibatkan kekeringan atau kelayuan (Apandi, 1984). Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari uadara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Bila suhu bahan lebih rendah (dingin) daripada sekitarnya akan terjadi kondensasi uap air udara pada permukaan bahan dapat dapat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kapang atau perkembangbiakan bakteri (Winarno, dkk., 1980). Hasil tanaman pertanian yang telah dipanen merupakan struktur-struktur hidup, oleh karena itu masih tetap melangsungkan berbagai aktivitas metabolisme. Aktivitas metabolisme tersebut antara lain proses respirasi, yaitu proses pemecahan

47 47 oksidatif dari buah-buahan yang kompleks seperti pati, gula dan asam-asam organik dalam sel menjadi molekul kecil seperti CO 2, H 2 O, dan energi yang digunakan oleh sel itu sendiri dan proses transpirasi (penguapan air). Besarnya tingkat respirasi adalah petunjuk atau indikasi kecepatan perubahan-perubahan komposisi di dalam buah (Sitinjak, dkk., 1993). Susut pascapanen dapat dibedakan menjadi tiga macam kategori yang masingmasing mempunyai implikasi ekonomis, yaitu : a. susut fisik, yang diukur dengan berat. b. susut kualitas, karena adanya perubahan wujud (appearance), cita rasa, warna, atau tekstur yang menyebabkan bahan menjadi kurang disukai oleh konsumen. c. susut nilai gizi. Susut pascapanen karena proses fisiologis adalah akibat terjadinya proses transpirasi, respirasi dan reaksi-reaksi lain yang ditimbulkan oleh suhu tinggi, suhu rendah, atau kondisi lain yang tidak cocok (Purba, 1996). Secara umum, penyusutan bahan hasil pertanian dibedakan atas penyusutan kuantitatif dan penyusutan kualitatif. Penyusutan kuantitatif dinyatakan dalam susut jumlah atau susut bobot. Penyusutan kualitatif berupa penyimpangan mutu bahan seperti adanya penyimpangan rasa, warna, bau, nilai gizi (Syarief dan Irawati, 1988). Proses respirasi dan transpirasi mengakibatkan kehilangan substrat dan air sehingga terjadi perubahan susut bobot. Berat buah senantiasa menurun selama pematangan dan penyimpanan buah (Winarno dan Aman, 1991).

48 48 Penurunan berat disebabkan karena masih berlangsungnya proses-proses pemecahan karbohidrat menjadi sukrosa dan akhirnya menjadi glukosa dan fruktosa yang kemudian akan dipecah menjadi CO 2 dan H 2 O yang menguap sedangkan penggantian substansi tidak ada, karena tidak terjadi lagi sintesa seperti pada waktu hidup (Wills, et al., 1981) Perubahan Kadar Vitamin C Vitamin yang tergolong larut dalam air adalah vitamin C. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, dan oksidator. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah (Winarno, 1992) Perubahan Tekstur Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Vakuola itu mengandung berbagai asimilat dan metabolat terlarut, yang mengakibatkan konsentrasi osmotik dalam sel. Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi yang lebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zat yang

49 49 terlarut didalamnya; sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam sel. Difusi terusmenerus meningkatkan jenjang energi sel dan berakibat naiknya tekanan, yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantastico, 1997). Perubahan dari keras menjadi lunak disebabkan terjadinya perubahan senyawa kimia dinding sel buah yang terdiri dari selulosa, hemisellulosa, lignin dan juga pektin. Zat-zat pektin berfungsi sebagai perekat. Zat-zat tersebut merupakan derivat asam poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat, pektin dan asam-asam pektat. Jumlah zat-zat bertambah selama perkembangan buah. Sewaktu buah matang, kandungan pektat seluruhnya menurun (Wills, et al., 1981). Tingkat kekerasan seringkali dipertimbangkan dalam menilai mutu fisik buahbuahan dan biji-bijian serta hasil pertanian lainnya. Sifat kekerasan erat kaitannya dengan komposisi bahan dan tingkat kematangan khususnya buah-buahan (Syarief dan Irawati, 1988). Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan, kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa, dan warna. Karena kebanyakan makanan merupakan sistem dispersi rumit, sangat sukar dalam menentukan kriteria objektif untuk pengukuran tekstur. Dalam banyak kasus sukar juga untuk mengaitkan hasil yang diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan instrumen dengan jenis tanggapan yang diperoleh dengan uji panel indra. Kerapuhan ialah sifat keretakan atau kepatahan (deman, 1997).

50 50 Perubahan yang nyata pula pada pemasakan buah-buahan dan penyimpanan sayuran adalah menjadi lunaknya buah-buahan dan jaringan sayuran. Hal ini disebabkan terutama oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lain-lain substansi pektin, yaitu oleh larutnya dan depolimerisasi substansi pektin secara progresif. Yang termasuk substansi pektin adalah protopektin, pektin, asam pektinat, dan asam pektat. Struktur utama (basis) dari bahan-bahan pektin ini adalah rantai panjang dari asam poligalakturonat. Pektin yang tidak larut, dikenal dengan nama protopektin, terdapat di dalam buah-buahan yang mentah, kemudian diubah dengan pertolongan berbagai enzim menjadi pektin yang larut pada waktu terjadi pemasakan buah-buahan. Pektin yang larut ini kemudian didepolimerisasi lagi menjadi unit-unit yang lebih kecil dan mungkin akhirnya menjadi asam galakturonat. Enzim yang aktif ini adalah pektin esterase, poligalakturonase, dan mungkin protopektinase. Perubahan ini menyebabkan perubahan tekstur (Apandi, 1984). Aktifnya enzim-enzim pektinmetilesterase dan poligalakturonase yaitu pada hasil tanaman (buah) berada dalam proses masak, ternyata telah melangsungkan pemecahan atau kerusakan pektin menjadi senyawa-senyawa lain, pemecahan/kerusakan tersebut menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman, biasanya hasil tanaman yang tadinya keras akan berubah menjadi lunak. Perubahan tekstur akan berlangsung lebih cepat ketika hasil tanaman berada dalam penyimpanan (Kartasapoetra, 1994) Perubahan Warna, Aroma, dan Rasa

51 51 Saat ini pada cabai sudah ditemukan kandungan karotenoid (Capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein), lemak (9-17%), protein (12-15%), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil minyak menguap (Santika, 2007). Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas. Rasa pedas tersebut terutama disebabkan oleh kandungan capsaicin dan dihidrocapsaicin. Kandungan homocapsaicin dan homodihidro capsaicin terdapat dalam konsentrasi sangat kecil (Santika, 2007). Umur pemasaran buah cabai merah segar dapat diperpanjang dengan melakukan penyimpanan tepat dalam kondisi lingkungan yang dapat mempertahankan mutu. Kondisi lingkungan optimal bagi penyimpanan cabai merah adalah kondisi yang memungkinkan cabai merah dapat disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan sifat-sifat mutu, misalnya cita rasa, warna, tekstur, dan kadar air (Rukmana dan Yuniarsih, 2005). Menurut Andrew (1979), rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh Capsaicin. Zat ini kelarutannya rendah dalam air tetapi larut dalam lemak dan tidak mudah rusak oleh proses oksidasi. Capsaicin terdiri dari unit vanil amin dengan asam dekanoat yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai bagian asam. Derajat kepedasan cabai biasanya diukur dengan satuan Scoville unit (SU). 2.7 Aspek Organoleptik Mutu dan keamanan komoditas hasil pertanian adalah nilai yang ditentukan atas dasar kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah komoditas hasil

52 52 pertanian dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan keselamatan dan atau kesehatan manusia, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap komoditas hasil pertanian (Anonimous 4, 2004). Adapun beberapa atribut kualitas berdasarkan aspek organoleptis yaitu: 1. Penampilan dengan cara melihat, meliputi besar dan bentuknya, cacat, warna, dan kilap 2. Flavor dengan cara mencium dan merasa, meliputi bau dan rasa 3. Tekstur dengan cara merasa dan meraba, meliputi perasaan tangan dan perasaan di mulut (Apandi, 1984). Uji pembedaan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Uji pembedaan dengan pembanding ( menggunakan acuan ), pengujian ini bertujuan untuk mengukur atau menilai pengaruh perlakuan 2. Uji pembedaan tanpa pembanding ( tanpa acuan ), pengujian ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidak ada pebedaan antara dua atau lebih contoh yang disajikan ( Wagiyono, 2003).

53 53 Tabel 2. Standard Nasional Indonesia Cabai Merah Segar Karakteristik Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Keseragaman Warna % Merah > 95 Merah > 95 Merah > 95 Keseragaman Bentuk % 98 seragam 98 seragam 98 seragam Keseragaman Ukuran % 98 normal 96 normal 95 normal Cabai Merah Besar Panjang Buah cm < 9 Garis tengah pangkal cm 1,5-1,7 1,3-1,5 < 1,3 Tingkat kerusakan buah % Cabai Merah Keriting Panjang Buah cm > < 12 <10 Garis Tengah Pangkal cm >1,3-1,5 1,0- <1,3 <1,0 Tingkat kerusakan buah % Kadar Kotoran % Sumber : Pusat Standardisasi dan Akreditasi (PSA, Departemen Pertanian RI (2001). Catatan: Mutu II, 5 % dari jumlah buah atau panjang dan diameter buah tidak boleh tidak memenuhi syarat mutu I, tetapi masih memenuhi syarat mutu II. Mutu III dari jumlah buah atau panjang dan diameter boleh tidak memenuhi syarat mutu II, tetapi memenuhi syarat mutu III

54 54 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menunjukkan hubungan antara dua variabel dalam bentuk hubungan pengaruh, untuk itu akan dijabarkan variabel yang akan digunakan, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Menurut Suryabrata (1983) variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau dinyatakan variabel penelitian adalah faktor berperan dalam peristiwa yang akan diteliti. Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Variabel bebas (independen) yaitu jenis bahan pengemas (P) dan lama penyimpanan (L). b. Variabel terikat (dependen) yaitu kualitas cabai merah segar. Adapun indikator penelitian yang digunakan adalah: a. Jenis bahan pengemas, yaitu: daun pisang, kertas stensil, kantong plastik LDPE (Low Density Poly Ethylene), dan Stretch film. b. Lama penyimpanan, yaitu : 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu. c. Kualitas cabai merah segar, yaitu: susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, Nilai organoleptis (tekstur, warna, aroma, tingkat kepedasan).

55 55 d. Analisis eknonomi yaitu pertambahan nilai, yang akan dilakukan bila kualitas cabai merah segar dapat dipertahankan. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Yousda (1993) populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, dan nilai maupun hal-hal yang terjadi. Keseluruhan objek yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah petani cabai merah, pedagang cabai merah, cabai merah yang diperoleh dari area pemanenan, daun pisang, kertas stensil, LDPE, Stretch film, daftar harga barang-barang yang diperlukan dalam perhitungan analisis ekonomi, dan literatur. Jadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah cabai merah segar, daun pisang, kertas stensil, LDPE, dan Stretch film. Kertas stensil digunakan dalam penelitian ini hanya sebagai pembanding jenis pengemas yang lain. Kertas stensil biasa digunakan masyarakat sebagai pengemas alternatif karena pengemas seperti daun pisang, LDPE, dan stretch film biasanya tidak selalu tersedia di rumah, sedangkan kertas stensil atau kertas koran selalu ada. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Riduwan (2005) bahwa purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan, ialah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Dalam penelitian ini adapun pertimbangan

56 56 yang diambil oleh peneliti yaitu asal cabai merah yaitu dari area pemanenan langsung, ukuran cabai merah ± 11 cm, berwarna merah kehitaman, bentuknya lurus, dan bebas dari penyakit/tidak rusak. Adapun alasan peneliti mengambil pertimbangan tersebut adalah berdasarkan data dari mutu cabai merah segar tingkat II sehingga mudah untuk memperolehnya di lapangan. 3.3 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabai merah, yang mana diperoleh dari area pemanenan cabai merah yaitu daerah Berastagi. Diperkirakan bahwa waktu transportasi dari area pemanenan sampai ke tempat penelitian adalah 1 jam. Bahan lain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun pisang dan LDPE (Low Density Poly Ethylene) atau sering disebut sebagai plastik gula yang diperoleh dari pasar tradisional Pancur Batu; Kertas koran (yang belum dicetak) yang diperoleh dari perusahaan percetakan di Medan; dan Stretch film (yang biasanya diperdagangkan) yang diperoleh dari Hipermarket Carrefour Medan. 3.4 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2008 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu penelitian ini bersifat penelitian eksperimen.

57 Alat Penelitian a. Cawan petri b. Desikator c. Termohigrometer d. Lemari pendingin e. Mortar dan Alu f. Oven g. Pisau stainless steel h. Timbangan i. Erlenmeyer j. Kotak plastik bertirisan k. Beaker glass ( gelas piala ) l. Sendok Pengaduk m. Isolasi n. Gunting o. Aluminium foil 3.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan perlakuan sebagai berikut (Bangun, 1991): Faktor I : Jenis Bahan Pengemas terdiri dari 4 taraf, yaitu: P 1 = Daun Pisang

58 58 P 2 = Kertas Stencil P 3 = LDPE P 4 = Stretch film Faktor II : Lama Penyimpanan terdiri dari 4 taraf, yaitu: L 1 = 1 minggu L 2 = 2 minggu L 3 = 3 minggu L 4 = 4 minggu Sehingga kombinasi perlakuan (t c ) adalah 4 x 4 = 16, dan banyaknya ulangan perlakuan (n) adalah : t c ( n 1 ) ( n 1 ) 15 16n n 31 n 1,94 Untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

59 59 Tabel 3. Kombinasi Perlakuan Jenis Bahan Pengemas (P) dan Lama Penyimpanan (L) Jenis Bahan Lama Penyimpanan (L) Pengemas (P) Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 1. Daun Pisang P1L1 P1L2 P1L3 P1L4 2. Kertas Stencil P2L1 P2L2 P2L3 P2L4 3. LDPE P3L1 P3L2 P3L3 P3L4 4. Stretch film P4L1 P4L2 P4L3 P4L4 3.7 Model Rancangan Model Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan model (Bangun, 1991): Yˆ ijk i j ( αβ ) ε ijk = μ + α + β + + ij di mana: Ŷ ijk = Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j dan ulangan ke-k μ α i β j = Efek nilai tengah = Efek dari faktor P pada taraf ke-i = Efek dari faktor L pada taraf ke-j (αβ) ij = Efek interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dengan faktor L pada taraf ke-j ε ijk = Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dengan faktor L pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

60 Pelaksanaan Penelitian 1. Penyediaan Bahan dan sortasi Bahan yang digunakan adalah cabai merah segar yang diambil langsung dari kebun cabai di daerah Berastagi. Cabai merah yang diambil adalah cabai yang berwarna merah kehitaman dengan ukuran minimal 11 cm, bentuknya lurus, dan bebas dari penyakit/tidak rusak. Adapun alasan dalam pemilihan cabai ini adalah mengingat bahwa cabai yang rusak bila disimpan dengan cabai yang bagus akan menulari cabai yang bagus sehingga akan ikut rusak walaupun sudah disimpan dengan metode yang tepat. 2. Trimming Dilakukan trimming terhadap cabai merah segar dengan cara membuang daun yang terikut saat pemanenan. Hal ini dilakukan agar mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba yang terdapat pada daun cabai merah. 3. Penyiapan bahan pengemas Bahan pengemas yang akan digunakan yaitu daun pisang, kertas Stencil, LDPE, dan stretch film. Daun pisang dipisahkan dari tulang daunnya, daun pisang yang digunakan adalah daun pisang batu (Musa brachycarpa) dari pelepah ketiga dan keempat. Adapun alasan pemilihan dari pelepah ketiga dan keempat karena pada daun yang berasal dari pelepah tersebut tidak mudah sobek dan sudah memiliki zat lilin yang cukup banyak. Pemisahan

61 61 tulang daun dilakukan agar mempermudah dalam pembungkusan sehingga tidak mudah sobek. Daun pisang akan dipotong sesuai dengan ukuran cabai merah yang akan dikemas. Kertas Stencil akan dipotong sesuai dengan ukuran cabai merah yang akan dikemas. LDPE yang digunakan adalah LDPE yang berukuran 0.5 Kg. Adapun alasan pemilihan LDPE 0.5 Kg karena LDPE jenis ini biasanya digunakan dalam mengemas cabai merah segar dan kapasitas 0.5 Kg mampu menyimpan bahan pertanian seperti cabai merah segar maksimal sebesar setengah kali kapasitasnya. Stretch film akan dipotong sesuai dengan ukuran cabai merah. Pemotongan/pengkondisian ukuran pengemas masing-masing dilakukan agar perlakuan yang diberikan terhadap semua sampel adalah sama/seragam, sehingga penyimpangan hasil penelitian akibat ukuran bahan tidak ditemukan/tidak nyata. 4. Penimbangan bahan Cabai merah yang akan dikemas memiliki berat sebesar 200 gr untuk tiap kemasan. 5. Pengemasan bahan Cabai merah yang telah ditimbang seberat 200 gr dikemas satu per satu dengan berbagai jenis bahan pengemas. Apabila diperlukan dapat digunakan stapler atau isolasi untuk menutup kedua ujung bahan pengemas tadi. 6. Penyimpanan bahan yang telah dikemas

62 62 Bahan yang telah dikemas selanjutnya akan disimpan ke dalam lemari pendingin yang bersuhu 5 o C kemudian disusun agar mempermudah pengeluaran bahan apabila akan dianalisa. Bahan disimpan sesuai dengan perlakuan yang telah diberikan. 7. Analisa dan Pengamatan Analisa dan pengamatan dilakukan setelah penyimpanan sesuai dengan perlakuan. Parameter yang diamati adalah: 1. Susut Bobot 2. Kadar Air 3. Kadar Vitamin C 4. Nilai Organoleptik (Tekstur, Warna, Aroma, dan Tingkat Kepedasan) 5. Analisis Pertambahan Nilai 3.9 Parameter Penelitian Susut Bobot Pengukuran susut bobot dapat dilakukan dengan cara menimbang daun pisang sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan. Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut : X - Y % Susut Bobot = x 100% X di mana:

63 63 X = Berat bahan sebelum penyimpanan Y = Berat bahan sesudah penyimpanan Kadar Air (dengan Metode Oven) Ditimbang bahan sebanyak 5 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 O C selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan lagi di dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan sebagai berikut (AOAC, 1984): Kadar air Berat awal - Berat akhir = Berat awal x100% Kadar Vitamin C Ditimbang bahan sebanyak gr dan dihancurkan dengan menggunakan waring blender sampai diperoleh slurry. Ditimbang slurry sebanyak gr, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda. Kemudian disaring dengan menggunakan krus Gooch atau dengan sentrifug untuk memisahkan filtratnya. Diambil filtrat sebanyak 5 25 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml. Ditambahkan 2 ml larutan amilum 1% (soluble starch) dan ditambahkan 20 ml aquadest kalau perlu. Kemudian dititrasi dengan 0,01 N standard yodium (Sudarmadji, dkk., 1984).

64 64 Perhitungan: 1 ml 0,01 N Yodium = 0,88 mg asam askorbat Nilai Organoleptik Nilai organoleptik terhadap tekstur dan warna dari cabai merah segar, diuji oleh 15 panelis yang semi terlatih dari mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (Apandi, 1984 dan Soekarto, 1981). Nilai organoleptik tekstur ditentukan dengan uji pembanding. Cara penentuannya yaitu membandingkan nilai organoleptik cabai merah segar yang telah disimpan sesuai dengan perlakuan dengan nilai organoleptik cabai merah segar. Tabel 4. Skala Uji Hedonik Tekstur Skala Hedonik Skala Numerik Tidak dapat patah 1 Sangat sulit patah 2 Sulit patah 3 Mudah patah 4 Sangat mudah patah 5 Tabel 5. Skala Uji Hedonik Warna Skala Hedonik Skala Numerik Coklat 1 Merah bintik coklat 2 Merah seluruh bagian 3 Merah tua 4 Merah bergalur hitam ¼ bagian 5

65 65 Tabel 6. Skala Uji Hedonik Aroma Skala Hedonik Skala Numerik Menyimpang 1 Agak Menyimpang 2 Agak Mirip Seperti Segar 3 Mirip Seperti Segar 4 Sangat Mirip Seperti Segar Tingkat Kepedasan Penentuan tingkat kepedasan cabai merah dilakukan dengan Scoville Rating British Standard (SRBS) 4585 part 7:1977, yaitu uji organoleptik terhadap satu seri larutan sangat encer dari bahan yang diuji. Pengujian dapat dilakukan sebagai berikut: Buah cabai merah dihancurkan dan ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml. Ke dalam erlenmeyer tersebut dimasukkan etanol 95% sampai tanda tera. Larutan tersebut dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam, digojok sekali-kali dan dibiarkan mengendap, setelah mengendap akan diperoleh supernatan. Supernatan yang diperoleh diencerkan dengan larutan sukrosa 5% dengan tingkat pengenceran mulai 1/30.000; 1/29.000; 1/28.000; 1/27.000; 1/26.000; 1/25.000; 1/24.000; 1/23.000, 1/22.000; 1/21.000; 1/20.000; 1/19.000; 1/18.000; 1/17.000; 1/16.000; dan 1/ Pengujian kepedasan dilakukan oleh panelis berjumlah 15 orang dengan mencicipi supernatan yang telah diencerkan tersebut. Pengujian dianggap sah apabila paling sedikit 3 orang dari panelis memberikan nilai yang sama. Bila nilai yang diberikan panelis bervariasi besar, pengujian terhadap contoh yang bersangkutan harus diulang kembali. Nilai kepedasan satuan SU

66 66 (Scoville unit) ialah bilangan penyebut dari angka pengenceran tertinggi pada saat mana rangsangan mulai dirasakan di mulut dan kerongkongan panelis. Misalnya pada pengenceran 1/ dirasakan adanya pedas, maka dapat dinyatakan nilai kepedasan cabai = SU (SRBS, 1984) Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai Analisis ekonomi yang akan dilakukan berupa analisis pertambahan nilai. Asumsi umur ekonomi usaha yaitu 5 tahun. Rumus yang digunakan sehubungan dengan perhitungan dalam analisis ekonomi penyimpanan cabai merah segar yaitu: 1. Biaya Tetap (Soekartawi, 1995) FC = n i= 1 x i. Px i Keterangan: FC = biaya tetap x i = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Px i = Harga input n = Macam input 2. Biaya Tidak tetap VC = n i= 1 y i. Py Keterangan: VC = biaya tidak tetap i

67 67 y i = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tidak tetap Py i = Harga input n = Macam input 3. Total Biaya (Soekartawi, 1995) TC = FC + VC Keterangan: TC = Total Biaya FC = Biaya Tetap VC = Biaya tidak Tetap 4. Harga Pokok Penjualan (HPP) ( Hambali, et.al., 2005) Total biaya per tahun HPP = Total produksi per tahun 5. Pertambahan Nilai (PN) PN =Harga jual produk setelah dikemas Harga jual produk sebelum dikemas

68 Jadwal Penelitian No. Kegiatan 1 Studi Pustaka 2 Usulan Judul Penelitian 3 Penulisan Proposal 4 Kolokium Tabel 7. Jadwal Penelitian Bulan Penyelesaian Tahun III IV V VI VII VIII IX X XI XII I II III 5 Penelitian 6 Pengolahan Data 7 Penulisan Tesis 8 Seminar Hasil 9 Perbaikan Tesis 10 Sidang Magister 11 Perbaikan Tesis 12 Penyerahan Tesis

69 Skema Penelitian Cabai Merah Disortasi dan Ditrimming Pengaturan jenis bahan pengemas (Variabel indepeden 1): P 1 = Daun Pisang P 2 = Kertas stencil P 3 = LDPE P 4 = Stretch film Ditimbang sebanyak 200 gr lalu dikemas Penyimpanan Dingin ( Suhu 6 o C ) Lama Penyimpanan (Variabel independen 2): L 1 = 1 minggu L 2 = 2 minggu L 3 = 3 minggu L 4 = 4 minggu Analisa 1.Kualitas (Variabel dependen) Susut Bobot Kadar Air Kadar Vitamin C Nilai Organoleptik (Tekstur,Warna, Aroma, dan Tingkat Kepedasan) 2.Analisis pertambahan nilai Gambar 1. Skema Penanganan Pascapanen Cabai Merah

70 70 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Aspek Teknis Pengaruh jenis bahan pengemas selama penyimpanan dingin cabai merah segar kemasan terhadap susut bobot (%), kadar air (%), kadar vitamin C (mg/100 gram bahan), Nilai organoleptik (tekstur, warna, dan aroma), dan tingkat kepedasan (SU) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Parameter yang Diamati P 1 Jenis Bahan Pengemas P (Daun Pisang) P 2 (Kertas Stencil) P 3 (LDPE) P 4 (Stretch film) Susut Bobot (%) Kadar Air (%) Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Nilai Organoleptik (Numerik) Tekstur Warna Aroma Tingkat Kepedasan (SU) x ,51 85,97 29,59 4,40 4,46 4,64 116,25 19,03 77,36 19,79 3,27 3,18 3,39 131,25 12,87 81,60 28,59 3,96 3,37 4,26 127,50 9,03 82,64 28,58 4,40 4,07 4,61 126,25 Dari Tabel 8 dapat dilihat persentase kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik (tekstur, warna, dan aroma) tertinggi diberikan oleh pengemas daun pisang (P 1 ) dan persentase susut bobot dan tingkat kepedasan tertinggi diberikan oleh pengemas kertas stencil (P 2 ). Pengaruh lama penyimpanan cabai merah segar kemasan selama penyimpanan dingin terhadap susut bobot (%), kadar air (%), kadar vitamin C (mg/100 gram

71 71 bahan), Nilai organoleptik (tekstur, warna, dan aroma), dan tingkat kepedasan (SU) dapat dilihat pada Tabel 9. Lama Penyimpanan L Tabel 9. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati Susut Bobot (%) Kadar Air (%) Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Nilai Organoleptik (Numerik) Tekstur Warna Aroma Tingkat Kepedasan (SU) x 1000 L 1 (1 Minggu) 83,19 86,20 34,04 4,65 4,34 4,75 120,00 L 2 (2 Minggu) 86,09 81,88 29,65 4,24 3,97 4,36 124,38 L 3 (3 Minggu) 88,22 80,93 24,19 3,76 3,53 4,07 126,88 L 4 (4 Minggu) 94,11 78,58 18,69 3,47 3,24 3,73 130,00 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan cabai merah segar kemasan maka persentase susut bobot dan tingkat kepedasan akan semakin meningkat; Sedangkan persentase kadar air, kadar vitamin C, dan nilai organoleptik (tekstur, warna, dan aroma) akan semakin menurun. Hasil analisis statistik terhadap masing-masing parameter yang diamati dari setiap perlakuan dapat dilihat pada uraian berikut. 4.2 Susut Bobot (%) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut bobot cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap susut bobot, dapat dilihat pada Tabel 10.

72 72 Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot (%) Jarak LSR Jenis Bahan Rataan Notasi 0,05 0,01 Pengemas 0,05 0,01 Keterangan : P 1 = Daun Pisang 6,51 c C 2 2,6219 3,6095 P 2 = Kertas Stensil 19,03 a A 3 2,7530 3,7931 P 3 = LDPE 12,87 b B 4 2,8229 3,8892 P 4 = Stretch film 9,03 c C Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda sangat nyata terhadap P 2 dan P 3, dan berbeda tidak nyata terhadap P 4. Perlakuan P 2 berbeda sangat nyata terhadap P 3 dan P 4. Perlakuan P 3 berbeda sangat nyata terhadap P 4. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 19,03% dan terendah diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 6,51%. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap susut bobot dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 19,03% dan terendah diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 6,51%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan daun pisang dalam pengemasan cabai merah segar selama penyimpanan dingin, dapat menekan laju penguapan air dari cabai merah tersebut sehingga laju susut bobot tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan bahan pengemas yang lain (yang digunakan dalam penelitian ini). Menurut Rans (2005), daun pisang dapat digunakan selama pengangkutan produk pertanian untuk mengurangi penguapan. Kemampuan daun

73 73 pisang dalam memperlambat penguapan air dari cabai yang dikemas tersebut disebabkan oleh zat lilin yang terdapat pada permukaan daun pisang. Zat lilin saat ini sudah banyak digunakan pada berbagai produk pertanian, untuk mencegah terjadinya penguapan air yang berlebihan dari produk pertanian. Gambar 2. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut bobot cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh lama penyimpanan terhadap susut bobot, dapat dilihat pada Tabel 11.

74 74 Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot (%) Jarak LSR Lama Rataan Notasi 0,05 0,01 Penyimpanan 0,05 0, L 1 = 1 Minggu 5,89 d C 2 2,6219 3,6095 L 2 = 2 Minggu 10,83 c B 3 2,7530 3,7931 L 3 = 3 Minggu 13,91 b AB 4 2,8229 3,8892 L 4 = 4 Minggu 16,81 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan L 1 berbeda sangat nyata terhadap L 2, L 3, dan L 4. Perlakuan L 2 berbeda nyata terhadap L 3 dan berbeda sangat nyata terhadap L 4. Perlakuan L 3 berbeda nyata terhadap L 4. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 16,81% dan terendah pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 5,89%. Hubungan pengaruh lama penyimpanan terhadap susut bobot dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai susut bobot cabai merah segar kemasan tertinggi diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 16,81% dan terendah pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 5,89%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka susut bobot cabai merah segar kemasan akan semakin meningkat. Hal ini karena cabai merah segar merupakan struktur yang masih hidup, yang mana akan tetap melakukan kegiatan metabolismenya sebelum maupun setelah dipanen. Menurut Apandi (1984), setelah dipanen sayuran dan buah-buahan akan mengalami perubahan komposisi dan mutu karena proses metabolisme masih

75 75 berlanjut. Proses metabolisme yang terjadi tersebut adalah respirasi dan transpirasi. Menurut Winarno dan Aman (1991), bahwa proses respirasi tersebut akan mengeluarkan air, disamping itu juga akan terjadi proses transpirasi dari permukaan jaringan yang dapat meningkatkan susut bobot cabai merah segar kemasan. Peningkatan susut bobot biasanya dapat ditandai dengan terjadi pelayuan dan kekeringan pada bahan yang disimpan. Gambar 3. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda nyata (0,01<P<0,05) terhadap susut bobot cabai merah segar kemasan.

76 76 Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap susut bobot, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot (%) Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0, P 1 L 1 4,17 g EF 2 5, ,21905 P 1 L 2 5,54 fg EF 3 5, ,58613 P 1 L 3 7,60 efg DEF 4 5,6459 7,7784 P 1 L 4 8,74 efg DEF 5 5, ,93572 P 2 L 1 10,36 def CDEF 6 5, ,04059 P 2 L 2 15,36 cd BCD 7 5, ,16295 P 2 L 3 22,02 b AB 8 5, ,25035 P 2 L 4 28,39 a A 9 5, ,32027 P 3 L 1 5,97 efg EF 10 5, ,37271 P 3 L 2 11,42 def CDEF 11 5, ,42514 P 3 L 3 15,59 cd BCD 12 6, ,4601 P 3 L 4 18,48 bc BC 13 6, ,49506 P 4 L 1 3,05 g EF 14 6, ,53002 P 4 L 2 10,99 def CDEF 15 6, ,56498 P 4 L 3 10,44 def CDEF 16 6, ,58246 P 4 L 4 11,64 de CDE Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa susut bobot tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P 2 L 4 sebesar 28,39% dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan P 4 L 1 sebesar 3,05%.

77 77 Hubungan pengaruh kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap susut bobot dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik Hubungan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai susut bobot tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P 2 L 4 sebesar 28,39% dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan P 4 L 1 sebesar 3,05%. Hal ini menunjukkan bahwa P 2 (kertas stensil) kurang efektif dibandingkan ketiga jenis bahan pengemas yang lain, jika digunakan sebagai pengemas cabai merah segar karena kurang mampu menghambat terjadinya kenaikan susut bobot yang sangat besar pada cabai merah. Pelayuan cabai merah segar yang dikemas dengan kertas stensil mulai tampak pada pengamatan minggu ke 2. P 4 (Stretch film) dianggap baik dalam mengemas cabai merah segar karena kemampuannya untuk menghambat terjadinya susut bobot yang sangat besar dari cabai merah selama pengamatan minggu pertama. Pada minggu berikutnya, terjadi

78 78 kenaikan susut bobot yang cukup besar yaitu sebesar 7,94%. P 1 (daun pisang) tetap menjadi yang terbaik dalam mengemas cabai merah segar, ini dapat dibuktikan dengan kemampuannya dalam menghambat kenaikan susut bobot yang cukup besar setiap minggunya, walaupun pada minggu pertama daun pisang hanya mampu menghambat kehilangan bobot cabai merah segar sebesar 4,17%. LDPE dianggap lebih baik dibandingkan kertas stensil dalam mengemas cabai merah segar karena dapat mampu mencegah kenaikan susut bobot lebih baik dari kertas stensil. Pada Minggu pertama, susut bobot cabai merah segar yang dikemas dengan LDPE sebesar 5,97%, dan kemudian mengalami kenaikan susut bobot yang cukup besar setiap minggunya. Kemampuan menghambat kenaikan susut bobot cabai merah segar dari keempat jenis bahan pengemas yang digunakan ini, berkaitan dengan karakteristik bahan pengemas masing-masing. Daun pisang merupakan pengemas alami, yang mana memiliki kemampuan alami untuk mengatur kondisi penyimpanan yang dibutuhkan oleh bahan yang dikemas dan kondisi ruang penyimpanan. Daun pisang merupakan struktur yang hidup, dan masih mengandung air yang mana dapat dimanfaat sebagai pengatur kelembaban dari bahan yang dikemas. Selain itu daun pisang juga tahan air dan mampu melindungi bahan yang dikemas (cabai merah segar) dari penguapan air yang berlebihan akibat rendahnya kelembaban ruang penyimpanan, yaitu karena daun pisang memiliki zat lilin yang merupakan zat alami yang sangat efektif untuk menghambat terjadinya kehilangan air dari bahan yang dikemas.

79 79 Kertas stensil merupakan produk olahan bahan alami, dimana memiliki sifat sangat mudah sobek, mudah menyerap air, sangat mudah dilewati (permeabel) oleh gas dan uap air sehingga cabai merah mudah kehilangan bobotnya (layu). LDPE merupakan salah satu jenis kemasan plastik yang tidak mudah sobek, tahan air, tidak mudah dilewati (permeabel) oleh gas dan uap air, oleh karena itu perlu dilakukan pembolongan pada kedua sisinya agar lebih permeabel. Hanya saja masalahnya adalah air dari cabai merah sangat mudah hilang dari bahan dan keluar melalui bolongan tersebut. Stretch film merupakan salah satu jenis kemasan plastik yang memiliki sifat lentur dan mudah dibentuk sesuai dengan bahan yang akan dikemas. Stretch film tahan air dan sangat permeabel terhadap gas saja, sehingga uap air cabai merah tidak mudah keluar tetapi tetap saja kurang dapat mencegah kerusakan cabai merah segar selama penyimpanan jika dibandingkan dengan daun pisang. Daun pisang merupakan kemasan yang terbaik dalam mencegah hilangnya bobot cabai merah segar selama penyimpanan dingin. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan yang hanya sedikit mungkin tidak akan mengganggu tetapi kehilangan yang besar akan menyebabkan pelayuan dan pengkriputan (Thahir, et.al., 2005).

80 Kadar Air (%) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kadar air, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air (%) Jarak LSR Jenis Bahan Rataan Notasi 0,05 0,01 Pengemas 0,05 0, P 1 = Daun Pisang 86,09 a A 2 1,2965 1,7849 P 2 = Kertas Stensil 76,48 d D 3 1,3614 1,8756 P 3 = LDPE 80,43 c C 4 1,3959 1,9232 P 4 = Stretch film 82,64 b B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda sangat nyata terhadap P 2, P 3, dan P 4. Perlakuan P 2 berbeda sangat nyata terhadap P 3 dan P 4. Perlakuan P 3 berbeda sangat nyata terhadap P 4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 86,09% dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 76,48%. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.

81 81 Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 86,09% dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 76,48%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan daun pisang dalam pengemasan cabai merah segar selama penyimpanan dingin, dapat menekan laju penguapan air dari cabai merah tersebut sehingga kehilangan kadar air cabai merah segar dapat ditekan jika dibandingkan dengan bahan pengemas yang lain (yang digunakan dalam penelitian ini). Menurut Rans (2005), daun pisang dapat digunakan selama pengangkutan produk pertanian untuk mengurangi penguapan. Kemampuan daun pisang dalam memperlambat penguapan air dari cabai yang dikemas tersebut disebabkan oleh zat lilin yang terdapat pada permukaan daun pisang. Gambar 5. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan

82 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air, dapat dilihat pada Tabel 14. Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan L 1 berbeda sangat nyata terhadap L 2, L 3, dan L 4. Perlakuan L 2 berbeda tidak nyata terhadap L 3 dan berbeda sangat nyata terhadap L 4. Perlakuan L 3 berbeda sangat nyata terhadap L 4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 85,10% dan terendah pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 78,13%. Tabel 14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air(%) Jarak LSR Lama Rataan Notasi 0,05 0,01 Penyimpanan 0,05 0, L1 = 1 Minggu 85,10 a A 2 1,2965 1,7849 L2 = 2 Minggu 81,88 b B 3 1,3614 1,8756 L3 = 3 Minggu 80,53 b B 4 1,3959 1,9232 L4 = 4 Minggu 78,13 c C Keterangan : Gambar 6. Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Hubungan pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air dapat dilihat pada Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai kadar air cabai merah segar kemasan tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 85,10% dan terendah pada

83 83 perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 78,13%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka kadar air cabai merah segar kemasan akan semakin berkurang. Hal ini karena cabai merah segar merupakan struktur yang masih hidup, yang mana akan tetap melakukan kegiatan metabolismenya sebelum maupun setelah dipanen. Menurut Apandi (1984), setelah dipanen sayuran dan buah-buahan akan mengalami perubahan komposisi dan mutu karena proses metabolisme masih berlanjut. Proses metabolisme yang terjadi tersebut adalah respirasi dan transpirasi, yang mana tidak ada pergantian terhadap substrat yang telah dirombak, sehingga akan terjadi terus proses kemunduran mutu (Apandi, 1984). Dalam hal ini yang terus terjadi adalah proses turunnya kadar air pada cabai merah segar. Gambar 6. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan

84 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda nyata (0,01<P<0,05) terhadap kadar air cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap kadar air, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%) Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0, P 1 L 1 88,38 a A 2 2, ,56978 P 1 L 2 86,32 ab AB 3 2, ,75129 P 1 L 3 85,63 ab ABC 4 2, ,84637 P 1 L 4 84,01 bc BCD 5 2, ,92416 P 2 L 1 79,91 def DEFG 6 2, ,97603 P 2 L 2 78,08 efg EFG 7 2, ,03653 P 2 L 3 76,71 g G 8 2, ,07975 P 2 L 4 71,22 h H 9 2, ,11432 P 3 L 1 83,81 bc BCD 10 2, ,14025 P 3 L 2 81,17 cd DEF 11 2, ,16618 P 3 L 3 79,04 defg EFG 12 2, ,18347 P 3 L 4 77,69 fg FG 13 2, ,20076 P 4 L 1 88,31 a A 14 2, ,21804 P 4 L 2 81,93 cd CDE 15 2, ,23533 P 4 L 3 80,73 de DEFG 16 2, ,24397 P 4 L 4 79,59 defg EFG Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

85 85 Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P 1 L 1 sebesar 88,38% dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan P 2 L 4 sebesar 71,22%. Hubungan pengaruh kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P 1 L 1 sebesar 88,38% dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan P 2 L 4 sebesar 71,22%. Hal ini menunjukkan bahwa P 1 (daun pisang) merupakan pengemas terbaik dibandingkan Stretch film, LDPE, dan kertas stensil. Ini pengaruhi oleh zat lilin dan air yang hanya dimiliki oleh P 1 saja. Zat lilin dapat

86 86 mencegah penguapan air dari bahan yang dikemas dan air pada daun pisang itu sendiri dapat melindungi bahan dari pengaruh buruk ruang penyimpanan, seperti rendahnya kelembaban ruang penyimpanan. Air tidak dimiliki oleh LDPE dan Stretch film, sedangkan kertas stensil hanya sedikit sekali mengandung air. Kelembaban ruang penyimpanan yang terlalu rendah akan mengakibatkan penyerapan air dari bahan yang disimpan oleh ruang penyimpanan, sehingga bahan yang disimpan akan menjadi kering (kadar airnya menurun). Jika tidak ada penghalang (barrier), tentu saja air yang diserap adalah air yang berasal dari cabai merah dan akhirnya cabai merah akan kering. Jika ada barrier yaitu pengemas yang mengandung air maka penyerapan air dari cabai merah tersebut dapat diminimisasi, karena ruang penyimpanan akan menyerap air dari kemasan yang berkadar air tersebut (daun pisang). Sehingga yang kering bukanlah cabai merah segar tetapi kemasan itu sendiri. 4.4 Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kadar vitamin C, dapat dilihat pada Tabel 16.

87 87 Tabel 16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) Jarak LSR Jenis Larutan Rataan Notasi 0,05 0,01 Garam Jenuh 0,05 0, P 1 = Daun Pisang 37,34 a A 2 5,7348 7,8949 P 2 = Kertas Stensil 21,99 c C 3 6,0215 8,2963 P 3 = LDPE 28,59 b BC 4 6,1745 8,5066 P 4 = Stretch film 32,93 ab AB Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda sangat nyata terhadap P 2 dan P 3, dan berbeda tidak nyata terhadap perlakuan P 4. Perlakuan P 2 berbeda nyata terhadap P 3 dan berbeda sangat nyata terhadap P 4. Perlakuan P 3 berbeda tidak nyata terhadap P 4. Kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 37,34 mg/100g bahan dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 21,99 mg/100g bahan. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 8. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 37,34 mg/100g bahan dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 21,99 mg/100g bahan. Hal ini menunjukkan bahwa daun pisang sebagai pengemas cabai merah segar selama penyimpanan dingin, dapat mempertahankan kadar vitamin C cabai merah segar kemasan lebih baik jika dibandingkan dengan bahan pengemas yang lain (yang digunakan dalam penelitian ini). Ini berkaitan dengan kemampuan pengemas yang digunakan dalam melindungi

88 88 produk yang dikemas. Daun pisang memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan pengemas yang lain yaitu air yang terkandung di dalamnya dan zat lilin pada permukaan daun, yang dapat melindungi bahan yang dikemas dari pengaruh buruk lingkungan luar seperti kelembaban ruang penyimpanan yang rendah. Gambar 8. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Kadar vitamin C cabai merah akan semakin menurun dengan bertambahnya tingkat kerusakan yang terjadi pada cabai merah. Pada pengemas kertas stensil, tingkat kerusakan cabai merah lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pengemas yang lain. Oleh karena itu, dapat dilihat kadar vitamin C terendah diperoleh pada perlakuan yang menggunakan pengemas kertas stensil. Hal ini disebabkan karena kertas stensil tidak memiliki suatu zat/komponen yang dapat melindungi cabai merah

89 89 segar dari kerusakan akibat suhu yang rendah dan kelembaban ruang penyimpanan yang rendah Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kadar vitamin C, dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) Jarak LSR Lama Rataan Notasi 0,05 0,01 Penyimpanan 0,05 0, L1 = 1 Minggu 38,44 a A 2 5,7348 7,8949 L2 = 2 Minggu 32,94 ab AB 3 6,0215 8,2963 L3 = 3 Minggu 27,49 bc BC 4 6,1745 8,5066 L4 = 4 Minggu 21,99 c C Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan L 1 berbeda tidak nyata terhadap L 2, dan berbeda sangat nyata terhadap L 3 dan L 4. Perlakuan L 2 berbeda tidak nyata terhadap L 3 dan berbeda sangat nyata terhadap L 4. Perlakuan L 3 berbeda tidak nyata terhadap L 4. Kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 38,44 mg/100g bahan dan terendah diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 21,99 mg/100g bahan.

90 90 Hubungan pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 38,44 mg/100g bahan dan terendah diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 21,99 mg/100g bahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama cabai merah segar kemasan disimpan maka semakin menurun kadar vitamin C nya. Penurunan kadar vitamin C ditandai dengan bertambahnya tingkat kerusakan yang terjadi. Dapat dilihat selama pengamatan bahwa semakin lama disimpan maka tingkat kerusakan cabai merah semakin tinggi, ini ditandai dengan terjadinya pengeriputan dan melunaknya tekstur cabai merah, yang apabila dibiarkan disimpan lebih lama lagi, akan terjadi pembusukan.

91 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C cabai merah segar kemasan sehingga pengujian dengan LSR tidak dilanjutkan. 4.5 Tingkat Kepedasan (SU) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda nyata (0,01<P<0,05) terhadap tingkat kepedasan cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap tingkat kepedasan, dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan (SU) Jarak LSR Jenis Bahan Rataan Notasi 0,05 0,01 Pengemas x ,05 0, P 1 = Daun Pisang 116,25 b A 2 10, ,3718 P 2 = Kertas Stensil 131,25 a A 3 10, ,1026 P 3 = LDPE 127,50 a A 4 11, ,4853 P 4 = Stretch film 126,25 ab A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

92 92 Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda nyata terhadap P 2 dan P 3 dan berbeda tidak nyata terhadap P 4. Perlakuan P 2 berbeda tidak nyata terhadap P 3 dan P 4. Perlakuan P 3 berbeda tidak nyata terhadap P 4. Tingkat kepedasan tertinggi diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 131,25 SU dan terendah diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 116,25 SU. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap tingkat kepedasan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa tingkat kepedasan tertinggi diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 131,25 SU dan terendah diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 116,25 SU. Menurut Andrew (1979), rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh capsaicin. Zat ini kelarutannya rendah dalam air dan tidak mudah rusak oleh proses oksidasi. Menurunnya kadar air dari cabai merah dapat menyebabkan tingkat kepedasan meningkat karena kadar capsaicin tidak berkurang

93 93 (capsaicin tidak mudah larut dalam air), sedangkan komponen lain yang mudah larut dalam air ikut berkurang dengan hilangnya air dari cabai merah tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin menurun kadar air cabai merah maka semakin tinggi tingkat kepedasan cabai merah tersebut Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tingkat kepedasan cabai merah segar kemasan sehingga pengujian dengan LSR tidak dilanjutkan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa kombinasi jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tingkat kepedasan cabai merah segar kemasan sehingga pengujian dengan LSR tidak dilanjutkan. 4.6 Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 5, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik tekstur cabai merah segar kemasan.

94 94 Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap nilai uji organoleptik tekstur, dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Jarak LSR Jenis Bahan Rataan Notasi 0,05 0,01 Pengemas 0,05 0, P 1 = Daun Pisang 4,49 a A 2 0,0884 0,1217 P 2 = Kertas Stensil 3,27 c C 3 0,0928 0,1279 P 3 = LDPE 3,96 b B 4 0,0952 0,1311 P 4 = Stretch film 4,40 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda sangat nyata terhadap P 2 dan P 3, dan berbeda tidak nyata terhadap P 4. Perlakuan P 2 berbeda sangat nyata terhadap P 3 dan P 4. Perlakuan P 3 berbeda sangat nyata terhadap P 4. Nilai uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 4,49 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 3,27. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap nilai uji organoleptik tekstur dapat dilihat pada Gambar 11. Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 4,49 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 3,27. Hal ini menunjukkan bahwa daun pisang merupakan pengemas yang terbaik dalam mempertahankan tekstur cabai merah segar selama penyimpanan dingin, dibandingkan dengan pengemas lain yang digunakan

95 95 dalam penelitian ini. Nilai uji organoleptik tekstur yang tinggi ini juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi, yang dikandung oleh cabai merah. Semakin tinggi kadar air cabai merah maka semakin tinggi nilai uji organoleptik teksturnya. Menurut Purnomo (1995) kadar air suatu bahan pangan dapat mempengaruhi teksturnya. Gambar 11. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 5, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik tekstur cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik tekstur, dapat dilihat pada Tabel 20.

96 96 Tabel 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Jarak LSR Lama Rataan Notasi 0,05 0,01 Penyimpanan 0,05 0,01 Keterangan : L1 = 1 Minggu 4,65 a A 2 0,0884 0,1217 L2 = 2 Minggu 4,24 b B 3 0,0928 0,1279 L3 = 3 Minggu 3,76 c C 4 0,0952 0,1311 L4 = 4 Minggu 3,47 d D Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa perlakuan L 1 berbeda sangat nyata terhadap L 2, L 3, dan L 4. Perlakuan L 2 berbeda sangat nyata terhadap L 3 dan L 4. Perlakuan L 3 berbeda sangat nyata terhadap L 4. Nilai uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 4,65 dan terendah diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 3,47. Hubungan pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik tekstur dapat dilihat pada Gambar 12. Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 4,65 dan terendah diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 3,47. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama cabai merah segar disimpan maka terjadi penurunan nilai uji organoleptik teksturnya. Penurunan ini berhubungan dengan kadar air yang dikandung oleh cabai merah segar tersebut, dimana semakin lama cabai merah segar disimpan maka semakin menurun kadar air yang dikandung oleh cabai merah tersebut. Air dari bahan hilang akibat

97 97 proses respirasi dan transpirasi yang terjadi dari permukaan jaringan (Winarno dan Aman, 1991). Gambar 12. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 5, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik tekstur cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik tekstur, dapat dilihat pada Tabel 21.

98 98 Tabel 21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0, P 1 L 1 4,90 a A 2 0, ,24336 P 1 L 2 4,80 a A 3 0, ,25574 P 1 L 3 4,20 bc B 4 0, ,26222 P 1 L 4 4,07 bc B 5 0, ,26752 P 2 L 1 4,07 bc B 6 0, ,27106 P 2 L 2 3,43 e E 7 0, ,27518 P 2 L 3 2,93 e F 8 0, ,27813 P 2 L 4 2,63 e G 9 0, ,28049 P 3 L 1 4,73 a A 10 0, ,28225 P 3 L 2 4,00 c BC 11 0, ,28402 P 3 L 3 3,67 d DE 12 0,2027 0,2852 P 3 L 4 3,43 e E 13 0,2027 0,28638 P 4 L 1 4,90 a A 14 0, ,28756 P 4 L 2 4,73 a A 15 0, ,28874 P 4 L 3 4,23 b B 16 0, ,28932 P 4 L 4 3,73 d CD Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P 1 L 1 dan P 4 L 1 yaitu masing-masing sebesar 4,90 dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan P 2 L 4 sebesar 2,63. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik tekstur dapat dilihat pada Gambar 13.

99 99 Gambar 13. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P 1 L 1 dan P 4 L 1 yaitu masing-masing sebesar 4,90 dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan P 2 L 4 sebesar 2,63. Hal ini menunjukkan bahwa pada penyimpanan selama 1 minggu, pengemas daun pisang dan Stretch film dapat mempertahankan tekstur cabai merah segar, sedangkan pengemas lain tidak dapat mempertahankan tekstur cabai merah segar. Dan pada penyimpanan selama 2 minggu, sudah mulai tampak perbedaan hasil tekstur yang diperoleh dari perlakuan dengan pengemas daun pisang dan Stretch film, dimana Stretch film kurang mampu mempertahankan tekstur dari cabai merah segar. Bagaimanapun, nilai uji

100 100 organoleptik tekstur cabai merah segar akan semakin menurun jika terus-menerus disimpan. Hanya saja daun pisang mampu menjaga akan penurunan nilai tersebut tidak terlalu drastis yang akhirnya dapat ditandai dengan timbulnya pengeriputan dan pelunakan daging buah cabai merah segar tersebut. Semua ini ada hubungannya dengan kadar air yang dikandung oleh cabai merah segar, semakin lama disimpan maka kadar airnya semakin menurun, hanya saja daun pisang mampu menjaga penurunan kadar air tersebut agar tidak terlalu cepat. 4.7 Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 6, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik warna cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap nilai uji organoleptik warna, dapat dilihat pada Tabel 22. Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda sangat nyata terhadap P 2, P 3, dan P 4. Perlakuan P 2 berbeda sangat nyata terhadap P 3 dan P 4. Perlakuan P 3 berbeda sangat nyata terhadap P 4. Nilai uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 4,46 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 3,18.

101 101 Tabel 22. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Jarak LSR Jenis Bahan Rataan Notasi 0,05 0,01 Pengemas 0,05 0, P 1 = Daun Pisang 4,46 a A 2 0,0740 0,1018 P 2 = Kertas Stensil 3,18 d D 3 0,0776 0,1070 P 3 = LDPE 3,37 c C 4 0,0796 0,1097 P 4 = Stretch film 4,07 b B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap nilai uji organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 14. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 4,46 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 3,18. Hal ini menunjukkan bahwa pengemas daun pisang lebih baik dalam mempertahankan warna merah pada cabai merah segar dibandingkan dengan jenis pengemas lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Perubahan/degradasi warna yang terjadi pada cabai merah selama penyimpanan yaitu berasal dari perombakan klorofil (hijau) menjadi anthocyanin (merah). Selama penyimpanan, cabai merah segar akan mengalami penuaan walaupun telah dipanen dari tanaman induknya karena mengingat bahwa cabai merah tersebut akan tetap melakukan kegiatan metabolismenya. Jika sudah mencapai tahap penuaan, yang biasanya terjadi sehubungan dengan degradasi warna adalah anthocyanin akan berubah menjadi warna merah kecoklatan, dan apabila sudah mencapai tahap kerusakan/kebusukan akan menjadi warna coklat. Sehingga dapat dikatakan bahwa

102 102 pengemas daun pisang mampu lebih baik mencegah proses penuaan dibandingkan bahan pengemas yang lain. Gambar 14. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 6, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik warna cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik warna, dapat dilihat pada Tabel 23.

103 103 Tabel 23. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Jarak LSR Lama Rataan Notasi 0,05 0,01 Penyimpanan 0,05 0, L1 = 1 Minggu 4,34 a A 2 0,0740 0,1018 L2 = 2 Minggu 3,97 b B 3 0,0776 0,1070 L3 = 3 Minggu 3,53 c C 4 0,0796 0,1097 L4 = 4 Minggu 3,24 d D Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa perlakuan L 1 berbeda sangat nyata terhadap L 2, L 3, dan L 4. Perlakuan L 2 berbeda sangat nyata terhadap L 3 dan L 4. Perlakuan L 3 berbeda sangat nyata terhadap L 4. Nilai uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 4,34 dan terendah diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 3,24. Hubungan pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 15. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan L 1 (1 minggu) sebesar 4,34 dan terendah diperoleh pada perlakuan L 4 (4 minggu) sebesar 3,24. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama cabai merah segar disimpan maka terjadi penurunan nilai uji organoleptik warnanya, dimana warna dari merah bergalur hitam seperempat bagian menjadi merah seluruh bagian. Semakin lama cabai merah disimpan maka semakin besar kemungkinan terjadinya proses penuaan, karena walaupun sudah terpisah dari tanaman induknya, cabai merah tetap akan melakukan kegiatan metabolismenya, dan akhirnya akan

104 104 mengalami proses penuaan apabila tidak segera dikonsumsi. Proses penuaan biasanya ditandai dengan berubahnya warna merah menjadi merah berbintik coklat dan akhirnya akan menjadi warna coklat bila sudah mencapai tahap pembusukan. Gambar 15. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 6, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik warna cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik warna, dapat dilihat pada Tabel 24.

105 105 Tabel 24. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0, P 1 L 1 4,90 a A 2 0,1479 0,20361 P 1 L 2 4,67 b AB 3 0,1553 0,21396 P 1 L 3 4,20 cd C 4 0, ,21939 P 1 L 4 4,07 cde CD 5 0, ,22383 P 2 L 1 3,93 ef DE 6 0, ,22678 P 2 L 2 3,47 h F 7 0, ,23023 P 2 L 3 2,90 j H 8 0, ,2327 P 2 L 4 2,43 k I 9 0, ,23467 P 3 L 1 4,03 de CD 10 0,1691 0,23615 P 3 L 2 3,50 h F 11 0,1691 0,23763 P 3 L 3 3,17 i G 12 0, ,23862 P 3 L 4 2,77 j H 13 0, ,2396 P 4 L 1 4,50 b B 14 0, ,24059 P 4 L 2 4,23 c C 15 0, ,24157 P 4 L 3 3,83 fg DE 16 0, ,24207 P 4 L 4 3,70 g EF Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 L 1 sebesar 4,90 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 L 4 sebesar 2,43. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap nilai uji organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 16.

106 106 Gambar 16. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 L 1 sebesar 4,90 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 L 4 sebesar 2,43. Hal ini menunjukkan bahwa pengemas daun pisang tetap merupakan pengemas yang terbaik dibandingkan pengemas lain yang digunakan dalam penelitian ini, dalam hal mempertahankan nilai uji organoleptik warna cabai merah segar kemasan selama penyimpanan 4 minggu. Dapat dilihat bahwa pengemas daun pisang mampu mempertahankan warna merah tua selama 4 minggu, sedangkan pengemas Stretch film hanya mampu mempertahankan warna merah tua selama 2 minggu, LDPE selama 1 minggu, sedangkan kertas stensil sama sekali tidak mampu mempertahankan warna merah tua cabai merah segar kemasan tersebut, yang mana

107 107 pada minggu keempat mencapai warna merah berbintik coklat (sudah memasuki tahap penuaan). Sehingga dapat dikatakan bahwa daun pisang merupakan pengemas yang terbaik bagi cabai merah segar karena mampu mempertahankan warna merah tua yang merupakan ciri khas cabai merah segar. 4.8 Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 7, dapat dilihat bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik aroma cabai merah segar kemasan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap nilai uji organoleptik aroma, dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Jarak LSR Jenis Bahan Rataan Notasi 0,05 0,01 Pengemas 0,05 0, P 1 = Daun Pisang 4,64 a A 2 0,0559 0,0770 P 2 = Kertas Stensil 3,39 c C 3 0,0587 0,0809 P 3 = LDPE 4,26 b B 4 0,0602 0,0829 P 4 = Stretch film 4,61 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa perlakuan P 1 berbeda sangat nyata terhadap P 2 dan P 3, dan berbeda tidak nyata terhadap P 4. Perlakuan P 2 berbeda sangat nyata

108 108 terhadap P 3 dan P 4. Perlakuan P 3 berbeda sangat nyata terhadap P 4. Nilai uji organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 4,64 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 3,39. Hubungan pengaruh jenis bahan pengemas terhadap nilai uji organoleptik aroma dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (daun pisang) sebesar 4,64 dan terendah diperoleh pada perlakuan P 2 (kertas stensil) sebesar 3,39. Hal ini menunjukkan bahwa pengemas daun pisang mampu lebih baik dalam mempertahankan nilai uji organoleptik aroma cabai merah segar kemasan dibandingkan dengan jenis bahan pengemas lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Berkurangnya aroma khas cabai merah segar

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BISULFIT DAN JENIS KEMASAN TERHADAP MUTU JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA PENYIMPANAN SUHU RENDAH SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BISULFIT DAN JENIS KEMASAN TERHADAP MUTU JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA PENYIMPANAN SUHU RENDAH SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BISULFIT DAN JENIS KEMASAN TERHADAP MUTU JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA PENYIMPANAN SUHU RENDAH SKRIPSI OLEH: DODI PRATAMA 080305045/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

SUATU KAJIAN TENTANG PENGAWETAN IKAN MENGGUNAKAN LARUTAN GARAM DINGIN SKRIPSI. Oleh: KORNEL LUMBANTORUAN / THP

SUATU KAJIAN TENTANG PENGAWETAN IKAN MENGGUNAKAN LARUTAN GARAM DINGIN SKRIPSI. Oleh: KORNEL LUMBANTORUAN / THP SUATU KAJIAN TENTANG PENGAWETAN IKAN MENGGUNAKAN LARUTAN GARAM DINGIN SKRIPSI Oleh: KORNEL LUMBANTORUAN 040305010 / THP DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan tingkat sosial. Komoditas ini berprospek

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH WORTEL DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU NUGGET

PENGARUH JUMLAH WORTEL DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU NUGGET PENGARUH JUMLAH WORTEL DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU NUGGET OLEH : ARVITA ANGGERAINI 070305006/THP PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN MEDAN 2012 PENGARUH JUMLAH WORTEL DAN LAMA

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Oleh: RAHMI RANGKUTI 060305010/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai Cabai adalah tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 1 meter, merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH TERASI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP PEMBUATAN PRODUK SAMBAL TERASI

PENGARUH JUMLAH TERASI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP PEMBUATAN PRODUK SAMBAL TERASI PENGARUH JUMLAH TERASI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP PEMBUATAN PRODUK SAMBAL TERASI SKRIPSI OLEH : RAFIKA FITRIA NASUTION 070305047/THP PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN MEDAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG JAGUNG DAN KONSENTRASI NATRIUM PROPIONAT TERHADAP MUTU ROTI TAWAR

PENGARUH PENCAMPURAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG JAGUNG DAN KONSENTRASI NATRIUM PROPIONAT TERHADAP MUTU ROTI TAWAR PENGARUH PENCAMPURAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG JAGUNG DAN KONSENTRASI NATRIUM PROPIONAT TERHADAP MUTU ROTI TAWAR SKRIPSI OLEH : TIMOTIUS T. GULO 040305034/THP DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh. tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh. tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia sia dalam ciptaan Nya. Manusia

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN WADAH PENGEMASAN TERHADAP MUTU CABE RAWIT (Capsicum frutescens) YANG DISIMPAN PADA RUANG PENDINGIN ABSTRACT

KAJIAN PENGGUNAAN WADAH PENGEMASAN TERHADAP MUTU CABE RAWIT (Capsicum frutescens) YANG DISIMPAN PADA RUANG PENDINGIN ABSTRACT KAJIAN PENGGUNAAN WADAH PENGEMASAN TERHADAP MUTU CABE RAWIT (Capsicum frutescens) YANG DISIMPAN PADA RUANG PENDINGIN Diliyanti Oktavia Kapoh 1) Frans Wenur 2), Douwes D. Malik 3 ), Stella M.E.Kairupan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PERANGSANG PEMATANGAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea)

PENGARUH JENIS PERANGSANG PEMATANGAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea) PENGARUH JENIS PERANGSANG PEMATANGAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea) SKRIPSI Oleh : EFRIDA YANTI ANNA P 080305029/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK SKRIPSI Oleh: CHERIA LESTARI 090305017/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DAN JENIS PENSTABIL DALAM PEMBUATAN COOKIES UBI JALAR

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DAN JENIS PENSTABIL DALAM PEMBUATAN COOKIES UBI JALAR PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DAN JENIS PENSTABIL DALAM PEMBUATAN COOKIES UBI JALAR SKRIPSI Oleh : FERDINAND 050305039 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK SKRIPSI OLEH: JOHANRIS SITANGGANG 030305038/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... ix HALAMAN PENGESAHAN... x RIWAYAT HIDUP... xi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH :

PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : RIZKI ANNISA 110305031 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON LUTHFI HADI CHANDRA 050305033 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR SKRIPSI Oleh: PRITA LESTARI NINGRUM 080305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis umbi-umbian banyak terdapat di Indonesia. Salah satu jenis umbi yang dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi dengan masa panen

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PATI UBI JALAR MERAH SEBAGAI EDIBLE COATING DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU BUAH STRAWBERRY SELAMA PENYIMPANAN

PEMANFAATAN PATI UBI JALAR MERAH SEBAGAI EDIBLE COATING DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU BUAH STRAWBERRY SELAMA PENYIMPANAN PEMANFAATAN PATI UBI JALAR MERAH SEBAGAI EDIBLE COATING DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU BUAH STRAWBERRY SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : DESNOVIANI PUTRI UTAMI LASE 110305005 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) TERHADAP MUTU ROTI TAWAR

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) TERHADAP MUTU ROTI TAWAR PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) TERHADAP MUTU ROTI TAWAR SKRIPSI OLEH : RIA JULIANTI H. SIREGAR 050305047 / THP DEPARTEMEN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEMPELAJARI PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN PENYANGRAIAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO JANNER P. SITUMORANG 050305025 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SARI NENAS DENGAN SARI DAUN KATUK DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELLY

PENGARUH PERBANDINGAN SARI NENAS DENGAN SARI DAUN KATUK DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELLY PENGARUH PERBANDINGAN SARI NENAS DENGAN SARI DAUN KATUK DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELLY SKRIPSI Oleh: MISYE A. LUMBANGAOL 110305028/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEMANASAN dan KONSENTRASI GAS CO 2 PADA PEMBUATAN KITOSAN KULIT UDANG LARUT AIR

PENGARUH SUHU PEMANASAN dan KONSENTRASI GAS CO 2 PADA PEMBUATAN KITOSAN KULIT UDANG LARUT AIR PENGARUH SUHU PEMANASAN dan KONSENTRASI GAS CO 2 PADA PEMBUATAN KITOSAN KULIT UDANG LARUT AIR SKRIPSI OLEH : BOYDO R. PARDEDE 050305038 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH TOMAT DENGAN SARI UBI JALAR ORANYE DAN KONSENTRASI KALIUM SORBAT TERHADAP MUTU SAOS PEPAYA SKRIPSI

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH TOMAT DENGAN SARI UBI JALAR ORANYE DAN KONSENTRASI KALIUM SORBAT TERHADAP MUTU SAOS PEPAYA SKRIPSI PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH TOMAT DENGAN SARI UBI JALAR ORANYE DAN KONSENTRASI KALIUM SORBAT TERHADAP MUTU SAOS PEPAYA SKRIPSI Oleh : SRI NOVITA SARI 090305006/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS GULA DAN KONSENTRASI EKSTRAK RUMPUT LAUT TERHADAP MUTU JELLI ASAM JAWA (Tamarindus indica L.)

PENGARUH JENIS GULA DAN KONSENTRASI EKSTRAK RUMPUT LAUT TERHADAP MUTU JELLI ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) PENGARUH JENIS GULA DAN KONSENTRASI EKSTRAK RUMPUT LAUT TERHADAP MUTU JELLI ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) SKRIPSI OLEH : VIVI SABRINA 070305008/THP PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENGARUH PERBANDINGAN ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI KUNING TELUR TERHADAP MUTU REDUCED FAT MAYONNAISE SKRIPSI OLEH : CHRISTIAN ADITYA HUTAPEA 110305051/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1)

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 KONTRAK PERKULIAHAN KEHADIRAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN DAUN PANDAN DENGAN GULA AREN DAN KONSENTRASI GUM ARAB TERHADAP MUTU BANDREK INSTAN

PENGARUH PERBANDINGAN DAUN PANDAN DENGAN GULA AREN DAN KONSENTRASI GUM ARAB TERHADAP MUTU BANDREK INSTAN PENGARUH PERBANDINGAN DAUN PANDAN DENGAN GULA AREN DAN KONSENTRASI GUM ARAB TERHADAP MUTU BANDREK INSTAN SKRIPSI Oleh : AGUS SURANTO 060305001 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA

DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA SKRIPSI OLEH EKA FITRI RAHMADANI 040305004 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUHPERBANDINGAN SARIMENGKUDU DENGAN SARI NENAS DANLAMA PEMANASAN TERHADAP MUTU PERMEN MENGKUDU MIX SKRIPSI OLEH: MELINA FARIDA SIANTURI

PENGARUHPERBANDINGAN SARIMENGKUDU DENGAN SARI NENAS DANLAMA PEMANASAN TERHADAP MUTU PERMEN MENGKUDU MIX SKRIPSI OLEH: MELINA FARIDA SIANTURI PENGARUHPERBANDINGAN SARIMENGKUDU DENGAN SARI NENAS DANLAMA PEMANASAN TERHADAP MUTU PERMEN MENGKUDU MIX SKRIPSI OLEH: MELINA FARIDA SIANTURI 080305028 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN SUSUT BERAT CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN SUSUT BERAT CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN SUSUT BERAT CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) Sri Wulandari, Yusnida Bey dan Kartini Desyani Tindaon Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH JUMLAH AIR DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI

STUDI PENGARUH JUMLAH AIR DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI STUDI PENGARUH JUMLAH AIR DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI SKRIPSI Oleh: WILLY AGUSTINUS CHANDRA 050305010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI FRANSISWA GINTING /TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI FRANSISWA GINTING /TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI Oleh : FRANSISWA GINTING 070305035/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Buahnya dapat digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terkandung dalam sayur dan buah. Sayuran dan buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terkandung dalam sayur dan buah. Sayuran dan buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap sayuran dan buah-buahan semakin meningkat. Hal ini bukan hsanya karena meningkatnya jumlah penduduk namun juga oleh meningkatnya pengetahuan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN JUMLAH INOKULUM MIKROBA TERHADAP MUTU KOPI BUBUK

PENGARUH JENIS DAN JUMLAH INOKULUM MIKROBA TERHADAP MUTU KOPI BUBUK PENGARUH JENIS DAN JUMLAH INOKULUM MIKROBA TERHADAP MUTU KOPI BUBUK DOMPAK MANURUNG 060305042 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 PENGARUH JENIS DAN JUMLAH

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN

STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN SKRIPSI OLEH : MAJU PARADONGAN SIAHAAN 050305029/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOPI KOMBUCHA BERBAHAN BAKU KOPI SIDIKALANG SKRIPSI OLEH : MARNI OTACE WULAN NAPITUPULU

PEMBUATAN KOPI KOMBUCHA BERBAHAN BAKU KOPI SIDIKALANG SKRIPSI OLEH : MARNI OTACE WULAN NAPITUPULU PEMBUATAN KOPI KOMBUCHA BERBAHAN BAKU KOPI SIDIKALANG SKRIPSI OLEH : MARNI OTACE WULAN NAPITUPULU 080305016 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Lebih terperinci

PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL

PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL SKRIPSI OLEH : NIA NAZRAH HASIBUAN 110305002 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN Skripsi sebagai salah satu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BERAT KACANG KEDELAI TERGERMINASI DAN BIJI NANGKA DAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TEMPE SKRIPSI. Oleh:

PERBANDINGAN BERAT KACANG KEDELAI TERGERMINASI DAN BIJI NANGKA DAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TEMPE SKRIPSI. Oleh: PERBANDINGAN BERAT KACANG KEDELAI TERGERMINASI DAN BIJI NANGKA DAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TEMPE SKRIPSI Oleh: LELY SEPRYDA PURBA 070305009/Teknologi Hasil Pertanian DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SARI BUAH MENGKUDU DENGAN SARI BUAH DURIAN DAN JUMLAH GUM ARAB TERHADAP MUTU PERMEN JELLY MENGKUDU

PENGARUH PERBANDINGAN SARI BUAH MENGKUDU DENGAN SARI BUAH DURIAN DAN JUMLAH GUM ARAB TERHADAP MUTU PERMEN JELLY MENGKUDU PENGARUH PERBANDINGAN SARI BUAH MENGKUDU DENGAN SARI BUAH DURIAN DAN JUMLAH GUM ARAB TERHADAP MUTU PERMEN JELLY MENGKUDU SKRIPSI Oleh: RINA SIDAURUK 100305018/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SARI BUAH NENAS DAN MELON SERTA KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU PERMEN JAHE (HARD CANDY)

PENGARUH PERBANDINGAN SARI BUAH NENAS DAN MELON SERTA KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU PERMEN JAHE (HARD CANDY) PENGARUH PERBANDINGAN SARI BUAH NENAS DAN MELON SERTA KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU PERMEN JAHE (HARD CANDY) SKRIPSI OLEH : CONNIE DANIELA 100305033/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI MINYAK NABATI TERHADAP MUTU MENTEGA KACANG (PEANUT BUTTER)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI MINYAK NABATI TERHADAP MUTU MENTEGA KACANG (PEANUT BUTTER) PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI MINYAK NABATI TERHADAP MUTU MENTEGA KACANG (PEANUT BUTTER) HASRINA SIJABAT 060305007/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau ovster mushroom. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN SUHU PEMBEKUAN TERHADAP MUTU KEMIRI YANG DIPECAH SECARA MEKANIS

PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN SUHU PEMBEKUAN TERHADAP MUTU KEMIRI YANG DIPECAH SECARA MEKANIS PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN SUHU PEMBEKUAN TERHADAP MUTU KEMIRI YANG DIPECAH SECARA MEKANIS SKRIPSI Oleh: FATIMAH SINAGA 060308039 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BUBUK KUNYIT TERHADAP MUTU TAHU SEGAR SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG

PENGARUH JUMLAH BUBUK KUNYIT TERHADAP MUTU TAHU SEGAR SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG PENGARUH JUMLAH BUBUK KUNYIT TERHADAP MUTU TAHU SEGAR SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG SKRIPSI Oleh: CHANDRA GINTING 090305039/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI YOGHURT TERHADAP MUTU PERMEN JELLY BELIMBING WULUH

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI YOGHURT TERHADAP MUTU PERMEN JELLY BELIMBING WULUH PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI YOGHURT TERHADAP MUTU PERMEN JELLY BELIMBING WULUH SKRIPSI Oleh: INDAH NOVITA SARI MANURUNG 110305050/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BUBUR BUAH MANGGA DAN CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSE) TERHADAP MUTU SORBET AIR KELAPA

PENGARUH KONSENTRASI BUBUR BUAH MANGGA DAN CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSE) TERHADAP MUTU SORBET AIR KELAPA PENGARUH KONSENTRASI BUBUR BUAH MANGGA DAN CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSE) TERHADAP MUTU SORBET AIR KELAPA SKRIPSI OLEH TETTY ULI OKTAVIANA SITUMEANG 050305032 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG SKRIPSI OLEH : DANIEL 100305029 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GUM ARAB DENGAN KARAGENAN DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP MUTU JELLI MARKISA

PENGARUH PERBANDINGAN GUM ARAB DENGAN KARAGENAN DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP MUTU JELLI MARKISA PENGARUH PERBANDINGAN GUM ARAB DENGAN KARAGENAN DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP MUTU JELLI MARKISA SKRIPSI Oleh: DIMAS IWANDA 100305011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015 PENGARUH LETAK DAUN DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU TEH DAUN GAHARU SKRIPSI Oleh: FATHIA RAHMADINI 100305015 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SARI MENGKUDU DENGAN SARI NANAS DAN JUMLAH SUKROSA TERHADAP MUTU MINUMAN SERBUK MENGKUDU INSTAN

PENGARUH PERBANDINGAN SARI MENGKUDU DENGAN SARI NANAS DAN JUMLAH SUKROSA TERHADAP MUTU MINUMAN SERBUK MENGKUDU INSTAN PENGARUH PERBANDINGAN SARI MENGKUDU DENGAN SARI NANAS DAN JUMLAH SUKROSA TERHADAP MUTU MINUMAN SERBUK MENGKUDU INSTAN SKRIPSI Oleh : NENNY MEIYANTI SITOMPUL 080305043/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012).

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012). I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang memiliki nilai ekonomis penting. Cabai termasuk ke dalam salah satu di antara

Lebih terperinci

UJI LAMA PENGERINGAN DAN TEBAL TUMPUKAN PADA PENGERINGAN UBI JALAR DENGAN ALAT PENGERING SURYA TIPE RAK

UJI LAMA PENGERINGAN DAN TEBAL TUMPUKAN PADA PENGERINGAN UBI JALAR DENGAN ALAT PENGERING SURYA TIPE RAK UJI LAMA PENGERINGAN DAN TEBAL TUMPUKAN PADA PENGERINGAN UBI JALAR DENGAN ALAT PENGERING SURYA TIPE RAK SKRIPSI Oleh JONDI HARRYS PARLINDUNGAN MARBUN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci