Abstrak Etiologi penyebab gangguan sendi temporomandibula belum jelas diketahui. Etiologi GSTM adalah kompleks dan multifaktorial. Selama ini diagnosa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstrak Etiologi penyebab gangguan sendi temporomandibula belum jelas diketahui. Etiologi GSTM adalah kompleks dan multifaktorial. Selama ini diagnosa"

Transkripsi

1 INDEKS ETIOLOGI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA Dr. drg. Ira Tanti, SpPros (K) Prof. drg. Laura Susanti, SpPros (K) Prof. Dr. drg. M Lindawati S Kusdhany, SpPros(K)

2 Abstrak Etiologi penyebab gangguan sendi temporomandibula belum jelas diketahui. Etiologi GSTM adalah kompleks dan multifaktorial. Selama ini diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda klinis dan gejala. Tujuan pembuatan indeks adalah untuk menghasilkan suatu indeks berdasarkan etiologi dalam penetapan diagnosis. Hasil pengukuran dapat digunakan sebagai skrining adanya GSTM, yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan pada masyarakat yang mempunyai faktor risiko namun belum terjadi gangguan sendi temporomandibula. Pada masyarakat yang sudah mengalami gangguan sendi temporomandibula, hasil pengukuran dapat digunakan sebagai acuan perawatan yang sesuai dengan etiologinya. Indeks ini terdiri dari beberapa komponen pemeriksaan yaitu identitas pasien (jenis kelamin), kuesioner kebiasaan buruk dan stres serta pengukuran free way space. Latar Belakang Etiologi GSTM merupakan hal yang kompleks dan multifaktorial, karena beberapa faktor dapat memberikan kontribusi sehingga gangguan ini terjadi. Okeson membagi lima faktor mayor yang berhubungan dengan terjadinya GSTM, yaitu kondisi oklusal, trauma, stres emosional, deep pain input, kebiasaan buruk dan aktivitas parafungsional. 1 Wadhwa membagi tiga etiologi penyebab GSTM, yaitu trauma atau beban mekanik yang berulang, faktor hormon, dan faktor genetik. 2 Dimitroulis mengatakan bahwa maloklusi, trauma akut, trauma kronis yang berulang seperti tooth grinding atau clenching dan faktor psikogenik merupakan faktor penyebab terjadinya GSTM. 3 Namun, ketiga faktor ini menurut Dimitroulis lebih sering merupakan faktor yang menyebabkan eksaserbasi daripada faktor primer, karena tidak semua penderita yang mempunyai maloklusi, trauma dan gangguan psikogenik mengalami GSTM. Hal itu disebabkan oleh beberapa pengamatan. Penderita yang mengalami GSTM akan timbul rasa nyeri atau disfungsi setelah mengalami kejadian eksaserbasi seperti trauma, sedangkan penyebab utama yang dapat mengidentifikasi terjadi GSTM masih belum jelas diketahui. Beberapa ahli membuat berbagai desain pemeriksaan untuk GSTM karena etiologi GSTM yang luas dan multifaktorial, antara lain, adalah Helkimo index, Craniomandibular index dan RDC/TMD. Di Indonesia telah dikembangkan suatu indeks yang dikembangkan oleh 1

3 Himawan dkk., yaitu TMD Diagnostic index (TMD-DI). Tujuan TMD-DI adalah untuk memperoleh suatu acuan yang mudah, sederhana, cepat, dan akurat untuk skrining awal GSTM. 4 Pada tahun 1974, Helkimo, di dalam Himawan dkk., menjadi pelopor dalam mengembangkan pemeriksaan derajat keparahan nyeri GSTM dan disfungsi. Suatu indeks yang disebut Helkimo index, terdiri atas anamnestic index, clinical dysfunction index, dan occlusal index. 4 Craniomandibular index diperkenalkan oleh Fricton dan Schiffman, untuk menciptakan standardisasi pemeriksaan berdasarkan tingkat keparahan pergerakan mandibula, keletuk sendi, nyeri otot dan sendi secara epidemiologi dan studi klinis. 4,5 Research Diagnostic Criteria/Temporomandibular Disorders (RDC/TMD) diperkenalkan oleh Dworkin dkk., di dalam Schiffman dkk., diterima sebagai standar internasional untuk pemeriksaan GSTM. RDC/TMD terdiri atas dua bagian, yaitu axis I yang merupakan tata cara pemeriksaan klinis dan axis II yang merupakan kuesioner riwayat penyakit dan faktor psikologis. 4,6 Indeks-indeks tersebut sebagian besar mengacu ke arah tanda dan gejala GSTM. Berdasarkan literatur di atas, etiologi penyebab GSTM belum jelas diketahui. Selama ini penentuan diagnosis biasanya ditentukan berdasarkan indeks yang mengacu ke arah tanda klinis dan gejala, kecuali RDC/TMD axis II yang merupakan instrumen untuk melakukan skrining yang berhubungan dengan depresi, somatisasi, dan ketidakmampuan. 7 Walaupun RDC/TMD sudah banyak digunakan dalam pemeriksaan GSTM di beberapa negara, indeks itu masih sulit digunakan dan belum mencakup pemeriksaan beberapa faktor risiko lainnya. Indeks GSTM yang mudah digunakan dan mencakup faktor-faktor risiko GSTM diperlukan untuk penentuan diagnosis GSTM sehingga tindakan pencegahan dan perawatan yang tepat dapat dilakukan. Tinjauan Pustaka Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot-otot pengunyahan, sendi temporomandibula, atau kedua-duanya. Gejala utama GSTM adalah nyeri pada kepala dan leher, adanya bunyi sendi, keterbatasan buka mulut, dan deviasi pada saat buka mulut. 8 Hal itu dapat menyebabkan terganggunya aktivitas penderita akibat sakit yang dideritanya sehingga dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Studi epidemiologis potong lintang menurut Turp dkk., di dalam Tabbara, menunjukkan bahwa 40-75% populasi dewasa mempunyai paling sedikit satu tanda yang berhubungan dengan GSTM. Peningkatan kasus GSTM diperkirakan sebanyak 2% per tahun. Himawan (2007) 2

4 melakukan survei pada mahasiswa FKG UI di Indonesia yang menunjukkan sebanyak 96% mahasiswa mempunyai satu tanda yang berhubungan dengan GSTM. 7,9,10 Gangguan sendi temporomandibula masih merupakan gangguan yang sulit didiagnosis dan diterapi. Hal itu disebabkan oleh etiologi dan patogenesis GSTM masih sulit dimengerti. Pendekatan terapi yang diberikan pada penderita GSTM sebagian besar adalah terapi palliative, yaitu hanya meringankan gejala yang ada dan tidak menyembuhkan penyakit. 11 Dengan demikian, terapi yang diberikan kepada penderita kurang maksimal sehingga kemungkinan terjadinya rekurensi menjadi besar yang pada akhirnya akan memengaruhi kinerja penderita dan berkurangnya kualitas hidup. Gangguan sendi temporomandibula lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Studi epidemiologis menyatakan bahwa GSTM pada populasi umum prevalensinya dua kali lebih banyak pada wanita jika dibandingkan dengan pria (2:1). 12 Beberapa peneliti mengatakan bahwa GSTM banyak terjadi pada umur tahun. 12 Etiologi GSTM merupakan hal yang kompleks dan multifaktorial karena beberapa faktor dapat memberikan kontribusi gangguan ini terjadi. Okeson membagi lima faktor mayor yang berhubungan dengan terjadinya GSTM, yaitu kondisi oklusal, trauma, stres emosional, deep pain input, kebiasaan buruk dan aktivitas parafungsional. 12 Dimitroulis mengatakan bahwa maloklusi, trauma akut, trauma kronis yang berulang seperti tooth grinding atau clenching dan faktor psikogenik merupakan faktor penyebab terjadinya GSTM. 1 Konsep lain tentang etiologi GSTM yang dikemukakan oleh para fisioterapis, chiropractors dan dokter gigi mengatakan bahwa hubungan postur kepala dan leher yang tidak baik dapat menyebabkan GSTM. 3 Lunes dkk., membandingkan posisi kepala dan leher pada penderita GSTM dan tanpa GSTM dengan menggunakan foto, radiografi dan secara visual. 13 Puspita dkk. (2004) melakukan analisis radiografik mengenai hubungan GSTM dengan postur kepala dan leher. 14 Akhir-akhir ini banyak diteliti pengaruh faktor psikologi dan biologi terhadap terjadinya GSTM, dengan cara memeriksa kadar hormon kortisol atau hormon stres. Jones dkk. menyatakan adanya dua macam hubungan antara terjadinya GSTM dan faktor psikologi dan biologi. Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan penderita GSTM dengan gangguan psikologis dan kortisol tinggi selain penderita GSTM dengan gangguan psikologis dan kortisol yang rendah. 15 Garofalo dkk., menyatakan bahwa terdapat hubungan antara faktor psikologi dan 3

5 neuroendocrine terhadap terjadinya peningkatan nyeri kronik. 16 Ariadno dkk. (2010) menyatakan bahwa kadar hormon kortisol dalam darah pada subjek umur produktif yang mengalami GSTM cenderung lebih tinggi daripada normal. 17 Beberapa tahun terakhir para peneliti menggunakan Heart rate variability (HRV) untuk mengetahui keadaan mental stres seseorang. Heart rate variability memberikan informasi mengenai aktivitas saraf parasimpatik dan simpatik, yang memungkinkan didapatnya proses hambat dan rangsang dalam pengaturan emosi. 18 Pengaruh faktor genetik terhadap terjadinya GSTM banyak diteliti pula oleh para ahli, tetapi masih kontroversial. 19,20 Pada tahun 1974, Helkimo, di dalam Himawan dkk., menjadi pelopor dalam mengembangkan pemeriksaan derajat keparahan nyeri GSTM dan disfungsi. Suatu indeks yang disebut Helkimo index, terdiri atas anamnestic index, clinical dysfunction index, dan occlusal index. 21 Craniomandibular index diperkenalkan oleh Fricton dan Schiffman, untuk menciptakan standardisasi pemeriksaan berdasarkan tingkat keparahan pergerakan mandibula, keletuk sendi, nyeri otot dan sendi secara epidemiologi dan studi klinis. Di Indonesia telah dikembangkan suatu indeks yang dikembangkan oleh Himawan dkk., yaitu TMD Diagnostic index (TMD-DI). TMD-DI adalah suatu acuan yang mudah, sederhana, cepat, dan akurat untuk skrining awal GSTM. 4,21 Research Diagnostic Criteria/ Temporomandibular Disorders (RDC/TMD) diperkenalkan oleh Dworkin dkk., di dalam Schiffman dkk., diterima sebagai standar internasional untuk pemeriksaan GSTM. RDC/TMD terdiri atas dua bagian, yaitu axis I yang merupakan tata cara pemeriksaan klinis dan axis II yang merupakan kuesioner riwayat penyakit dan faktor psikologis. 5,21 Indeks Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula Indeks etiologi GSTM terdiri dari komponen stres, jenis kelamin, kebiasaan buruk, dan free way space adalah indeks yang mudah, sederhana, dan akurat dalam penentuan etiologi GSTM. Komponen kebiasaan buruk dan komponen stres diukur menggunakan kuesioner yang didapat dari proses ekploratif kualitatif terutama mencakup konsensus pakar. Kuesioner ini adalah valid (sahih) dan reliable (andal) untuk digunakan dalam penentuan etiologi GSTM. 22 Kuesioner kebiasaan buruk menunjukkan nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,815. Korelasi antara setiap item dengan total item adalah sedang-kuat, r=0,274-0,633. Korelasi antar item dalam kuesioner kebiasaan buruk lemah sampai kuat yaitu berkisar 0,170-0,652. Uji validitas 4

6 kuesioner stres menunjukkan korelasi antara setiap item dengan total item yang sedang sampai kuat, r=0,510-0,788. Rentang nilai korelasi Pearson antar setiap item berkisar antara lemah-kuat, yaitu 0,145-0,698. Hasil uji reliabilitas alat ukur kuesioner stress menunjukkan nilai koefisien alpha Cronbach 0,915. Validasi komponen kebiasaan buruk menegaskan bahwa setiap pertanyaan dapat masuk ke dalam komponen kebiasaan buruk sehingga dapat digunakan untuk menentukan adanya kebiasaan buruk sebagai etiologi GSTM. Variabel yang dikeluarkan ada dua pertanyaan yaitu kebiasaan menghisap jempol dan tongue thrust. Hal ini menunjukkan item/pertanyaan tersebut tidak valid sehingga tidak dapat masuk ke dalam komponen kebiasaan buruk. Pertanyaan kebiasaan tidur satu sisi dan mendengkur sebenarnya bisa dikeluarkan untuk meningkatkan nilai koefisien alpha Cronbach. Namun, mengingat item tersebut sering dialami oleh subjek dengan GSTM sehingga secara substansi item tersebut dipertahankan. Selain itu, nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,815 sudah mempunyai konsistensi internal yang baik. Hal ini sesuai dengan analisis faktor yang dilakukan, yaitu pertanyaan kebiasaan mengisap jempol dan tongue thrust yang dibuang dari komponen kebiasaan buruk. Validasi kuesioner stres menegaskan bahwa setiap pertanyaan dapat masuk ke dalam komponen stres sehingga dapat digunakan untuk menentukan adanya stres emosional sebagai etiologi GSTM. Pada variabel ini ada enam pertanyaan yang dikeluarkan. Keenam pertanyaan yang dikeluarkan yaitu pertanyaan kedua (merasa rasa sakit di kepala Anda?), 14 (makan berlebihan?), 13 (merasa hidup telah berakhir?), 4 (merasakan sakit di jantung atau dada?), 21 (terbangun saat tidur?), dan 11 (mengalami masalah dengan tidur?), disebabkan oeh pertanyaan tersebut tidak dapat masuk dalam komponen kuesioner stres dan tidak bisa menggambarkan keadaan stres pada seseorang karena pertanyaan tersebut tidak spesifik mengarah ke stres. Indeks etiologi GSTM yang diperoleh berdasarkan penelitian kuantitatif dengan desain kasus kontrol memiliki nilai sensitivitas 47,8%, spesifisitas 88,2%, dan area under curve 79,2. Artinya alat ukur ini cukup baik untuk digunakan sebagai alat skrining. Apabila hasil penskoran yang dilakukan menunjukkan pasien mempunyai risiko tinggi terjadinya GSTM pasien tersebut dapat dirujuk untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter gigi yang kompeten untuk mengatasi gangguan sendi temporomandibula. Kelebihan lain dari alat ukur ini adalah juga berfungsi sebagai materi penyuluhan kepada pasien mengenai hal hal yang dapat dilakukan pasien untuk mencegah terjadinya GSTM. 5

7 PANDUAN PENGISIAN UNTUK DOKTER GIGI INDEKS ETIOLOGI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tanggal datang : Tempat dan Tanggal lahir: Jenis kelamin : Pekerjaan : Alamat / telp: Pendidikan : Ira Tanti Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 6

8 INDEKS ETIOLOGI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA Definisi : Indeks yang digunakan untuk mengetahui etiologi terjadinya GSTM. Tujuan indeks : Sebagai alat ukur untuk menentukan diagnosis serta melakukan tindakan pencegahan dan perawatan yang tepat berdasarkan etiologi GSTM. Dimensi dan Indikator : 1. Jenis kelamin dengan indikator perempuan dan laki-laki. 2. Kuesioner kebiasaan buruk terdiri dari 21 indikator. 3. Kuesioner stres terdiri dari 18 indikator. 4. Free way space terdiri dari 2 indikator. Validitas dan reliabilitas kuesioner : 1. Kuesioner kebiasaan buruk mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik dengan nilai korelasi Pearson antara setiap item dengan total item adalah sedang-kuat, r=0,274-0,633. Nilai koefisien alfa Cronbach = 0, Kuesioner stres mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik dengan nilai korelasi Pearson antara setiap item dengan total item adalah kuat, r=0,510-0,788. Nilai koefisien alfa Cronbach = 0,915 Petunjuk Pengisian Indeks Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula 1. Isi identitas pasien dengan lengkap pada kolom identitas pasien. Apabila pasien perempuan, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1. Apabila pasien laki-laki, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode Isi kuesioner kebiasaan buruk tanpa ada nomer yang terlewatkan. (Tabel1) Skor total kebiasaan buruk berkisar antara

9 Apabila skor kebiasaan buruk pasien 13, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1. Apabila skor kebiasaan buruk pasien <13, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode Isi kuesioner stres tanpa ada nomer yang terlewatkan. (Tabel 2) Skor total stres berkisar antara Apabila skor stres pasien 15, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1. Apabila skor stres pasien <15, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode Periksa Free way space pasien dengan cara : Free way space = Dimensi vertikal fisiolgis Dimensi vertikal oklusal Apabila Free way space sebesar 2-4mm, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 0. Apabila Free way space sebesar <2 mm atau >4 mm, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode Kalikan kode dengan bobot masing-masing variabel etiologi, sehingga didapat skor masing-masing etiologi. Jumlah skor total dari Indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula berkisar 0 14.(Tabel 3) Apabila skor total indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula 7, berarti pasien mempunyai risiko tinggi terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Apabila skor total indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula < 7, berarti pasien mempunyai risiko rendah terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula. 8

10 Kuesioner Etiologi GSTM Diisi oleh pasien Jangan ada nomer yang dilewatkan KEBIASAAN BURUK No Pertanyaan Kode Petunjuk Pengisian 1 Apakah Anda mengunyah pada satu sisi rahang? 2 Apakah Anda mempunyai kebiasaan menggigit-gigit kuku? 3 Apakah Anda mempunyai kebiasaan menggigit-gigit benda keras, misal: Jarum jahit, pensil, dll? 4 Apakah Anda suka mengunyah permen karet? 5 Apakah Anda suka bertopang dagu? 6 Apakah Anda suka menghisap pipi? 7 Apakah Anda mempunyai kebiasaan tidur miring ke satu sisi saja? 8 Apakah Anda suka menggerak-gerakkan rahang bawah Isilah Kode Dengan : tanpa mengontakkan gigi- geligi (jaw play)? 9 Apakah Anda suka menggigit-gigit bibir atas? 10 Apakah Anda suka menggigit-gigit bibir bawah? 0 = Tidak Pernah 11 Apakah Anda suka menghisap hisap lidah? 1 = Jarang 12 Apakah Anda suka menghisap lidah dan pipi secara 2 = Sering bersamaan? Apakah Anda mempunyai kebiasaan memainkan alat 13 (dental appliance) atau gigi palsu yang ada dalam mulut Anda? 14 Apakah bila Anda bernapas melalui mulut / bila Anda bernapas mulut Anda terbuka? 15 Apakah Anda suka mendengkur bila sedang tidur? 16 Apakah Anda suka mengantuk pada siang hari? 17 Apakah Anda suka mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras pada siang hari? 18 Apakah Anda suka mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras pada malam hari? 19 Apakah Anda suka menggerak-gerakkan rahang bawah pada saat gigi berkontak pada siang hari? 20 Apakah Anda suka menggerak-gerakkan rahang bawah pada saat gigi berkontak pada malam hari? Apakah teman tidur Anda sering mengeluh bahwa Anda 21 menggerak-gerakkan rahang bawah sehingga menimbulkan suara berisik pada saat tidur? Total skor kebiasaan buruk 0 9

11 Jangan ada nomer yang dilewatkan Kuesioner Etiologi GSTM Diisi oleh pasien STRES EMOSIONAL No Pertanyaan Kode Petunjuk Pengisian Apakah Anda merasa sedih karena sesuatu yang tidak 1 diharapkan terjadi? 2 Apakah Anda merasa lemah atau hilang keseimbangan? 3 Apakah Anda merasa khawatir yang berlebihan? 4 Apakah Anda merasa kurang energi atau kemunduran? 5 Apakah Anda menyalahkan diri sendiri? 6 Apakah Anda mudah menangis? 7 Apakah Anda merasa kesepian? 8 Apakah Anda merasa tidak tertarik terhadap apapun? Isilah Kode Dengan : 9 Apakah Anda merasa tidak punya harapan untuk masa depan? 10 Apakah Anda merasa tidak dapat mengendalikan sesuatu hal yang penting dalam hidup Anda? 11 Apakah Anda merasa gugup, bingung dan tertekan? 12 Apakah Anda merasa ada sesuatu yang hilang dari Anda? 13 Apakah Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat mengatasi sesuatu hal yang harus dilakukan? 14 Apakah Anda marah karena sesuatu hal terjadi di luar kontrol Anda? 15 Apakah Anda merasa sangat sulit dalam menghadapi sesuatu yang tidak dapat Anda atasi? 16 Apakah Anda merasa semua susah? 17 Apakah Anda merasa tidak berharga? 18 Apakah Anda merasa bersalah? Total Skor stres emosional 0 0 = Tidak Pernah 1 = Jarang 2 = Sering 10

12 Diisi oleh petugas Indeks Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula Etiologi Kode Bobot Skor (kode x bobot) Jenis kelamin - Perempuan Laki-laki 0 Stres - Ya Tidak 0 Kebiasaan buruk - Ya Tidak 0 Free way space - 2-4mm <2mm atau >4mm 1 Jumlah skor Simpulan : Risiko GSTM rendah ( < 7 ) Risiko GSTM tinggi ( 7 ) 11

13 Daftar Pustaka 1. Okeson JP. Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion. 7 th ed. St. Louis: Mosby Inc 2013: Wadhwa S, Kapila S. TMJ Disorders : Future Innovation in Diagnostics and Therapeutics. J Dent Educ 2008;72(8): Dimitroulis G. Temporomandibular Disorders: A Clinical Update. BMJ 1998;317: Himawan LS, Kusdhany L, Ismail I. Diagnostic Index for Temporomandibular Disorders in Indonesia. Thai J Oral Maxillofac Surg 2006;20(2): Cunha SCd, Nogueira RVB, Duarte ÂP, Vasconcelos BCdE, Almeida RdAC. Analysis of helkimo and craniomandibular indexes for temporomandibular disorder diagnosis on rheumatoid arthritis patients. Rev Bras Otorrinolaringol 2007;73(1): Schiffman EL, Truelove EL, Ohrbach R, Anderson GC, John MT. The Research Diagnostic Criteria fortemporomandibular Disorders. I: Overview and Methodology for Assessment of Validity. J Orofac Pain 2010;24(1): Ohrbach R, Turner JA, Sherman JJ, et al. Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders:Evaluation of Psychometric Properties of the Axis II Measures. J Orofac Pain 2010;24(1): McNeill C. History and evolution of TMD concepts. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 1997;83(1): McNeill C. Temporomandibular Disorders Guidelines for Classification, Assessment, and Management. 2 nd ed. Quintessence 1993: Tabbara N. Temporomandibular disorders (TMDs): a note from the field. J the Lebanese Dent Ass 2009 ; 46(1): Himawan LS. Meningkatkan Kualitas Hidup Dengan Mengenal Gangguan Sendi Rahang. Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Prostodonsia pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2008 : Wadhwa S, Kapila S. TMJ Disorders : Future Innovation in Diagnostics and Therapeutics. J Dent Educ 2008 ; 72(8) : Klasser GD, Greene CS. The Changing Field of Temporomandibular Disorders : What Dentists Need to Know. JCDA 2009; 75(1) : Lunes DH, Carvalho LCF, Oliveira AS, Bevilaqua-Grossi D. Craniocervical posture analysis in patients with temporomandibular disorder. Rev Bras Fisioter 2009; 13(1): Puspitasari S. Hubungan Gangguan Sendi Temporomandibula dengan Postur Kepala dan leher (suatu kajian analisis radiografik).tesis Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia 2004: 35 12

14 16. Jones DA, Rollman GB, Brooke RI. The Cortisol Response to Psychological Stress in Temporomandibular Dysfunction. Pain 1997; 72: Garafalo JP, Robinson RC, Gatchel RJ, Wang Z. A Pain Severity Hypothalamic-Pituitary- Adrenocortical Axis Interaction: The Effect on Pain Pathway. J Appl Biobehav Res 2007;12(1): Ariadno D. Kadar Hormon Kortisol pada Kelompok Usia Produktif yang Mengalami Temporomandibular Disorders (TMD). Tesis Faculty of Dentistry: Universitas Indonesia 2010: Taelman J, Vandeput S, Spaepen A, Huffel SV. Influence of Mental Stress on Heart Rate and Heart Rate Variability. IFMBE Proceed 2008; 22: Roda RP, Bagan JV, Fernandez JMD. Review of Temporomandibular Joint pathology. Part I: Classification, epidemiology and risk factors. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007;12: E Oral K, Kucuk BB, Ebeoglu B, Dincer S. Etiology of temporomandibular disorder pain. AGRI 2009;21(3): Tanti I, Himawan LS, Kusdhany L. Development of Questionnaire to determine the Etiology of Temporomandibular Disorders. Int J Clin Prev Dent 2014;10(2):

15

16

17

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan suatu unit fungsional yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1. Universitas Kristen Maranatha 83 LAMPIRAN 1 84 LAMPIRAN 2 85 LAMPIRAN 3 Anamnestic index (Ai) Nama Tanggal lahir Jenis Kelamin L P Alamat Address and phone 1. Apakah Anda terdapat suara clicking di area YA TMJ 2. Apakah Anda mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

Relationship of Occlusal Schemes with the Occurrence of Temporomandibular Disorders

Relationship of Occlusal Schemes with the Occurrence of Temporomandibular Disorders ORIGINAL ARTICLE Relationship of Occlusal Schemes with the Occurrence of Temporomandibular Disorders Dina H. Sugiaman 1, Laura S. Himawan 2, Sitti Fardaniah 2 1 Prosthodontics Residency Program, Faculty

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMPERTEMUKAN GIGI ATAS DAN GIGI BAWAH (CLENCHING) DENGAN NYERI KEPALA SKRIPSI. Jovian Purnomo

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMPERTEMUKAN GIGI ATAS DAN GIGI BAWAH (CLENCHING) DENGAN NYERI KEPALA SKRIPSI. Jovian Purnomo HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMPERTEMUKAN GIGI ATAS DAN GIGI BAWAH (CLENCHING) DENGAN NYERI KEPALA (Pada Mahasiswa Program Akademik FKG UI Tahun 2007 2008) SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi/Siang Bapak/Ibu Saya Shinta Agustina, mahasiswa FKG USU yang sedang menjalani penelitian

Lebih terperinci

Job Stress and Temporomandibular Disorders in Productive Age

Job Stress and Temporomandibular Disorders in Productive Age 1 Job Stress and Temporomandibular Disorders in Productive Age (Study on Accountants in Jakarta) Cindy M. Saputra, Laura S. Himawan, Ira Tanti Corresponding address : Department of Prosthodontia, Faculty

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION Problems in temporomandibular joint, can be a pain and clicking mostly called by temporomandibular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA

HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar akademis Sarjana Kedokteran Gigi Yansen 0204000989 Departemen Prostodonsia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN 0 Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN Selamat Pagi, Nama saya Michiko, NIM 110600131, alamat saya di jalan Majapahit no 69, nomor telepon 08126223933. Saya adalah mahasiswi di Program

Lebih terperinci

Bab 3. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan yang

Bab 3. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan yang Bab 3 Metode Penelitian A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan yang digunakan adalah cross-sectional. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi untuk

Lebih terperinci

Penetapan diagnosis gangguan sendi berdasarkan Research Diagnostic Criteria for temporomandibular joint disorders tahun 2010

Penetapan diagnosis gangguan sendi berdasarkan Research Diagnostic Criteria for temporomandibular joint disorders tahun 2010 Penetapan diagnosis gangguan sendi berdasarkan Research Diagnostic Criteria for temporomandibular joint disorders tahun 2010 Rasmi Rikmasari Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa infertilitas merupakan masalah utama dalam kesehatan kesuburan yang memiliki dimensi fisik, psikologis dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL 0 PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 7 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii

DAFTAR ISI. PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii DAFTAR ISI Hal PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah.. 1 B. Identifikasi dan Rumusan Masalah. 6 C. Tujuan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut

Lebih terperinci

Gambaran temporomandibular disorders pada lansia di kecamatan wanea

Gambaran temporomandibular disorders pada lansia di kecamatan wanea Jurnal e-gigi (eg), Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 20 Gambaran temporomandibular disorders pada lansia di kecamatan wanea Johannis Gabrila 2 Lydia Tendean Kustina Zuliari Kandidat Skripsi Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan dimensi vertikal maxillomandibular merupakan satu tahapan penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah kehilangan gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi pada perempuan dengan rentang usia 48 sampai 55 tahun. Masa ini sangat kompleks bagi perempuan karena berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Validitas dan Reliabilitas Pada penelitian ini, telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner nyeri leher aksial. Pengujian dilakukan dengan uji Cronbach s

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

UJI VALIDITAS INSTRUMEN B-IPQ VERSI INDONESIA PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

UJI VALIDITAS INSTRUMEN B-IPQ VERSI INDONESIA PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK 41 UJI VALIDITAS INSTRUMEN B-IPQ VERSI INDONESIA PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK Robiyanto*, Ammy Okta Prayuda, Esy Nansy Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik dan emosi (Lubis, 2005). Stres fisik dan stres psikis dapat dialami oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik dan emosi (Lubis, 2005). Stres fisik dan stres psikis dapat dialami oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres adalah respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu fenomena yang kompleks, dialami secara primer sebagai suatu pengalaman psikologis. Penelitian yang berlangsung selama bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection ORIGINAL ARTICLE Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection Nadia Surjadi 1, Rahmi Amtha 2 1 Undergraduate Program, Faculty of Dentistry Trisakti University, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. Penampilan fisik terutama dapat dilihat dari penampilan wajah, tidak terlepas dari penampilan

Lebih terperinci

Perawatan gangguan sendi temporomandibular: pertimbangan dalam bidang prostodontik

Perawatan gangguan sendi temporomandibular: pertimbangan dalam bidang prostodontik Perawatan gangguan sendi temporomandibular: pertimbangan dalam bidang prostodontik 1 Erwin Sutono, 2 Edy Machmud 1 PPDGS Prostodonsia 2 Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum yang digunakan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem stomatognatik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga organ utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan,

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, 4 BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER 2.1 Defenisi Temporomandibula disorder merupakan istilah kolektif yang mencakup sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, sendi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut anak, banyak hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah melakukan perawatan rutin ke dokter gigi. Perawatan rutin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : 1. Variabel ( X ) : Kesepian (loneliness) 2. Variabel ( Y ) : Kesehjateraan

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN 105 LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu/Adik Yth, Saya dr. Toety Maria Simanjuntak, saat ini menjalani pendidikan spesialis Neurologi di FK USU dan sedang melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara oleh Departemen Kesehatan sebesar 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2005, penyakit ini menyebabkan 17,5 juta kematian, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Penelitian Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus - 1 September 2016. Data dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menurun pada usia 10 tahun (Hoffbrand, 2005). Berdasarkan data tahun 2010 dari American Cancer Society, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dan menurun pada usia 10 tahun (Hoffbrand, 2005). Berdasarkan data tahun 2010 dari American Cancer Society, jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan kondisi yang mempengaruhi fungsi seharihari selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi dari 1 bulan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA 2.1 Defenisi Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad ABSTRAK Fungsi otot orofasial berperan penting dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoartritis (OA) lutut adalah suatu kondisi inflamasi, keadaan reumatik kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. Osteoartritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dimana ciri- ciri penelitian ini adalah menggunakan perhitungan statistik, memiliki subjek yang banyak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas), edema dan tanda objektif adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kerja bagi tubuh dalam aspek ergonomi (Windi, Rasmidar Samad 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kerja bagi tubuh dalam aspek ergonomi (Windi, Rasmidar Samad 2015). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat melaksanakan profesi sehari-hari dokter gigi melakukan perawatan yang memerlukan ketelitian di area perawatan yang relatif kecil, yaitu daerah mulut, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 dengan menggunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 dengan menggunakan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 48 anak untuk kelompok tanpa aksesoris dental

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

Lebih terperinci

PENGARUH GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA TERHADAP KUALITAS HIDUP (TERKAIT KESEHATAN GIGI DAN MULUT) PADA LANSIA

PENGARUH GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA TERHADAP KUALITAS HIDUP (TERKAIT KESEHATAN GIGI DAN MULUT) PADA LANSIA PENGARUH GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA TERHADAP KUALITAS HIDUP (TERKAIT KESEHATAN GIGI DAN MULUT) PADA LANSIA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga 1 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) dan Provinsi DI Yogyakarta berada sedikit

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Pertemuan ke 9

BAHAN AJAR Pertemuan ke 9 UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI Jl. Denta No.1 Sekip Utara Yogyakarta BAHAN AJAR Pertemuan ke 9 ASUHAN KEPERAWATAN ORTODONSIA I Semester V/ 1 SKS (1-0) /KKG 5313 Oleh: drg. Christnawati,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tahun 2005-2008,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan peringkat kedua penyebab kematian di dunia. 1 Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik menggunakan metode cross sectional karena pengambilan data dilakukan dalam sekali waktu pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Skema 3.1 Kerangka Konsep Gangguan pernafasan/oksigenasi 1. Usia 2. Jenis Kelamin pasien terpasang ventilasi mekanik Nyeri Painfull procedur (Penghisapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. 3.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat penelitian : Poli Rawat Jalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional. Sastroasmoro dan Ismael (2011) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan oleh adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif dan progresif yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang melindungi ujung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah satu aspek penting terhadap kepercayaan diri seseorang. Gigi-geligi teratur dan senyum indah

Lebih terperinci