KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR"

Transkripsi

1 KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya mengatakan bahwa Tesis Kajian Retensi Nitrogen dan Fosfat Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) pada berbagai Kecepatan Aliran Air adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Fahmy Djafar C

3 RINGKASAN FAHMY DJAFAR. Kajian retensi nitrogen dan fosfat rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada berbagai kecepatan aliran air. Dibimbing oleh ENANG HARRIS dan IRZAL EFFENDI. Retensi didefinisikan sebagai jumlah nutrisi yang meningkat dalam tubuh organisme per banyaknya nutrisi yang dimanfaatkan. Banyaknya nitrogen dan fosfat yang diserap sangat menentukan pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur retensi nitrogen dan fosfat serta pertumbuhan rumput laut pada berbagai kecepatan aliran air. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang digunakan berasal dari Desa Sidangoli Gam, Kabupaten Halmahera Barat. Bibit rumput laut diikatkan pada tali ris dan ditempatkan pada kedalaman 10 cm dari permukaan air bak glass fiber (100 x 30 x 30 cm) sebanyak 9 unit. Perlakuan kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik diberikan kepada bak tersebut. Pengamatan retensi nitrogen dan fosfat dalam rumput laut dilakukan dengan beberapa tahap : (1) mengukur thallus rumput laut. (2) Menghitung volume air laut yang melewati permukaan thallus. (3) menghitung volume air laut yang menyentuh badan thallus rumput laut selama 28 hari. (4) menghitung konsentrasi nitrogen dan fosfat dalam air. (5) menghitung nitrogen dan posfat yang melewati permukaan thallus rumput laut selama 28 hari dan (6) menghitung retensi nitrogen dan fosfat. Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan menimbang rumput laut seminggu sekali. Fisika dan kimia air (nitrogen, fosfat, suhu, salinitas, dan ph) diamati setiap minggu sekali. Hasil penetian menunjukan bahwa pergerakan aliran air berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada aliran air 10 cm/detik dengan nilai rata-rata 66.08±0.14 g/ikat dan terendah pada 0 cm/detik dengan nilai rata-rata 28.04±0.04 g/ikat. Retensi nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut tertinggi terjadi pada aliran air 10 cm/detik, masing-masing dengan nilai rata-rata 0.09%± dan 0.28%± dan terendah pada 0 cm/detik tidak ada retensi. Kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada aliran air 20 cm/detik dengan nilai rata-rata 0.53 mg/l dan terendah terjadi pada 0 cm/detik dengan nilai rata-rata 0.34 mg/l. Fosfat tertinggi terjadi pada aliran air 10 cm dengan nilai ratarata 0.15 mg/l dan terendah berada pada 0 cm/detik dengan nilai rata-rata 0.09 mg/l. Kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas dan ph pada aliran air 10 cm/detik dengan 20 cm/detik tidak terlalu berpengaruh kecuali pada aliran air 0 cm/detik. Hal ini disebabkan karena pada 0 cm/detik tidak ada aliran air. Kata kunci : retensi nitrogen dan fosfat, pertumbuhan, aliran air.

4 ABSTRACT FAHMY DJAFAR. Study of nitrogen retention and seaweed phosphate (Kappaphycus alvarezii) to various water flow. Under direction of ENANG HARRIS dan IRZAL EFFENDI. The experiment conducted to examine the effect of sea water flow on the retention of nitrogen and phoshate by the seaweed. Growth of seaweed as a conseqwencies of it s nutrient retention was also observed. Nine fiber glass boxes, 30 cm with 30 cm high and 100 cm length each were used in this experiment. Each box was filled with sea water and 50 gram of seaweed was tied in the middle of the box 10 cm below the water surface and reared for 28 days. Electrical pump were used for running the flow of seawater for cm/sec and the treatments were replicated 3 times. Nitrogen and phosphate retention on growth of the seaweeds in those treatments were significantly different (P<0.05). The highest mean of nitrogen and phosphate retention was observed at water flow of 10 cm/sec with average biomass of 66.08±0.14 g/bunch. Keyword : water flow. retention. nitrogen. phosphate. growth.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Eddy Supriyono M.Sc.

8 Judul Nama NIM Program Studi : : : : Kajian Retensi Nitrogen dan Fosfat Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) pada berbagai Kecepatan Aliran Air. Fahmy Djafar C Ilmu Perairan Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. Ketua Ir. Irzal Effendi, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr. Tanggal Ujian : 4 Juli 2011 Tanggal Lulus :.

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kajian retensi nitrogen dan posfat rumput laut (Kappaphycua alvarezii) pada berbagai kecepatan aliran air. Penelitian dilaksanakan sejak Oktober hingga Desember Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr. Ir. Enang Harris MS dan Bapak Ir. Irzal Effendi M.Si selaku Pembimbing, serta Bapak Dr. Kardio Praptokardiyo yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada saudara Saldi Sandi M. Soamole S.Pi, Irameta Iskandar S.Pd, Masri Buamona S.Pi, Masri Tuara S.Pi dan Irfan Gafur S.Pi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda H. Djafar Hamza, SH dan Ibunda Hj. Hamsia Hi. Yusup, serta Adik-adikku tersayang atas segala kasih sayang dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2011 Fahmy Djafar

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ternate pada 18 Februari 1979 dari ayah H. Djafar Hamza, SH dan Hj. Hamsia Hi, Yusup. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Tahun 1998 Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kota Ternate. Pada 2003 Penulis lulus dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Menajemen Sumberdaya Perairan Universitas Khairun Ternate. Pada 2005 penulis masuk IPB dan memilih Jurusan Ilmu Perairan, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taksonomi Rumput Laut... 3 Aspek Biologi dan Reproduksi... 3 Aspek Biologi... 3 Aspek Reproduksi... 3 Habitat dan Penyebaran... 5 Habitat... 5 Penyebaran... 5 Teknik Budidaya... 5 Medode Rakit... 6 Metode Long-line... 6 Metode Tanam Dasar... 6 Metode Bak... 7 Teknik Pemelihan Bibit... 7 Pengaruh Fisika-Kimia Kultur... 8 Pengaruh Fisika... 8 Cahaya... 8 Suhu... 8 Pengaruh Kimia... 8 Salinitas... 8 ph... 9 Pergerakan Air... 9 Fosfat Nitrogen METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Persiapan Wadah dan Pergerakan Aliran Air Persiapan Wadah Pergerakan Aliran Air Teknik Budidaya Penanaman Bibit Perawatan Bibit Rancangan Percobaan Alat dan Bahan Pelaksanaan Percobaan i ii iii

12 Analisis Data Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data Analisis Pertumbuhan Analisis Retensi Nitrogen dan Fosfat Pengumpulan Data Data Bobot Rumput Laut Data Kualitas Air Data Nitrogen dan Fosfat HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Retensi Nitrogen dan Fosfat Fisika-Kimia Media Kultur Kandungan Nitrogen Kandungan Fosfat Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 37

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Bobot biomasa rata-rata rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dipelihara pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Retensi nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik 23

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezi (Sumber Foto : Neish 2003) Peta lokasi penelitian (Sumber: Peta RBI Ternate, 2006-Modifikasi) 13 3 Bentuk dan ukuran bak penelitian rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diberi kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Tata letak bak penelitian rumput laut Kappaphycus alvarezii yang di tempatkan dalam rumah pelindung dengan kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik 22 6 Kandungan nitrogen (mg/l) pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik 24 7 Kandungan fosfat (mg/l) pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik 25

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air Pengukuran nitrogen dan fosfat dalam rumput laut Hasil pengukuran pertumbuhan, diameter thallus, nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik pada awal dan akhir percobaan (28 hari) Bobot biomasa rumput laut (g) Kappaphycus alvarezii setiap minggu selama percobaan pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Kandungan nitrogen (mg/l) dalam bak penelitian setiap minggu selama percobaan pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Kandungan fosfat (mg/l) di dalam bak penelitian setiap minggu selama percobaan pada kecepatan aliran air 0,10 dan 20 cm/detik Perhitungan retensi nitrogen dan fosfat thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Salinitas (ppm) dan ph yang terukur setiap minggu selama percobaan pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Pengukuran suhu air rata-rata di dalam bak penelitian pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Hasil analisis ragam bobot biomasa rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Hasil analisis ragam laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Hasil analisis ragam retensi nitrogen dalam rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Hasil analisis ragam retensi fosfat dalam rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Hasil analisis ragam nitrogen dalam air pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik Hasil analisis ragam fosfat dalam air pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik... 53

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut Kappaphycus alvarezii memiliki nilai ekonomis yang penting karena sebagai penghasil kandungan kappa karaginan yang diperlukan industri sebagai bahan stabilisator, pengental, pembentukan jel, pengstabil, pengemulsi, dan sebagainya (Winarno 1990). Besarnya pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan budidaya rumput laut secara intensif tanpa memperhatikan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut di perairan salah satunya aliran air. Secara alami aliran air memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan rumput laut karena berfungsi sebagai pembawa unsur hara (Amin et al, 2005). Aliran air yang tinggi akan menyebabkan tanaman rumput laut mudah stress, karena terjadi perpindahan unsur hara yang begitu cepat dan sebaliknya pergerakan aliran air yang lambat mengakibatkan unsur hara tidak dapat dimanfaatkan dengan baik (Lobban dan Horrison 1994). Aliran air yang terlalu tinggi maupun rendah tentunya akan mempengaruhi penyerapan unsur hara, sehingga berpengaruh juga terhadap retensi. Retensi diartikan sebagai jumlah nutrisi yang meningkat dalam tubuh organisme per banyaknya nutrisi yang dimanfaatkan (Watanabe 1988). Semakin banyak rumput laut menyerap unsur hara yang lewat permukaan thallus maka diperkirakan semakin banyak unsur hara yang tersimpan di dalam thallus rumput laut, dengan demikian laju pertumbuhan semakin meningkat. Sebagai contoh, pemeliharaan udang dengan rumput laut pada sistim polikultur memberikan pertumbuhan tertinggi pada rumput laut yang di budidayakan bersama dengan udang ketimbang rumput laut tanpa udang, hal ini disebabkan karena thallus mendapat pasokan unsur hara dari sisa pakan dan feses dari udang yang cukup untuk tumbuh (Sakdiah 2009). Keterkaitan aliran air diperairan yang berfungsi sebagai pembawa unsur hara untuk nutrien rumput laut guna pertumbuhannya menjadi bagian penting dalam

17 penelitian ini. Lunning (1990) menyatakan bahwa arus yang baik untuk pemeliharaan rumput laut diperairan adalah cm/detik tetapi informasi yang terkait dengan pengaruh aliran air yang ideal terhadap retensi nitrogen dan posfat untuk pertumbuhan rumput laut tidak terlalu banyak yang tersedia. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penelitian ini dipandang perlu untuk dilakukan kajian aliran air memberikan retensi nitrogen dan fosfat untuk meningkatkan pertumbuhan rumput laut. Perumusan Masalah Rumput laut Kappaphycus alvarezii menyerap atau menangkap unsur hara dari media dimana dia hidup. Karena medianya adalah air laut yang selalu kontak dengan permukaan rumput laut maka unsur hara yang terkandung di dalam air laut dan banyaknya air laut yang melewati permukaan dari rumput laut tersebut akan menentukan pertumbuhan rumput laut. Dari uraian tersebut jelas bahwa pergerakan aliran air adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi penyerapan unsur hara terhadap pertumbuhan rumput laut. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui retensi nitrogen dan fosfat dalam rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada berbagai kecepatan aliran air. Dari penelitian ini diharapkan sebagai dasar acuan di dalam menentukan lokasih budidaya rumput laut. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pergerakan aliran air yang optimal akan menetukan retensi nitrogen dan fosfat untuk menunjang pertumbuhan. Dengan asumsi bahwa semua faktor lingkungan pada setiap perlakuan dianggap homogen.

18 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rumput Laut Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil agar-agar. Keduanya jenis ini termasuk rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit rumput laut mengandung polisakarida alginat dan termasuk berwarna coklat (Phaeophyceae). Ketiga jenis rumput laut ini, karaginofit dibutuhkan pada berbagai industri seperti : makanan, kertas, kosmetik hingga obat-obatan. Klasifikasi rumput laut Kappaphycus alvarezii menurut Doty (1985) yang diacu dalam Neish (2003) sebagai berikut : Kingdom Devisi Kelas Ordo Famili Genus Species : Plantae : Rhodophyta : Rhodophyceae : Gigartinales : Solieracea : Kappaphycus : Kappaphycus alvarezii Menurut Neish (2003), Eucheuma cottonii berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena kandungan karaginan yang dihasilkan kappakaraginan. Nama cottonii umumnya lebih dikenal dan dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Aspek Biologi dan Reproduksi Aspek Biologi Ciri-ciri fisik dari Kappaphycus alvarezii ini adalah mempunyai thallus silindris dan permukaannya licin. Warnannya tidak selalu tetap, kadang-kadang hijau, kuning, abu-abu, dan merah. Perubahan warna ini terjadi karena faktor

19 lingkungan. Adaptasi krematik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas cahaya (Aslan 1998). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii berbentuk runcing memanjang dan agak jarang-jarang dan tidak tersusun rapi melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke arah basal (pangkal). Untuk melekatkan thallusnya di subtrat dengan alat perekat berupa cangkang. Cabangcabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari (Anggadiredja et al, 2002). Gambar 1. Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Sumber Foto, Neish 2003) Aspek Reproduksi Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara vegetatif dan secara generative. Perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik alami maupun budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit. Secara vegetatif dikembangkan dengan cara setek, yaitu potongan thallus yang kemudiaan tumbuh menjadi tanaman baru (Anggadiredja et al, 2002).

20 Kadri dan Atmajaya (1988) mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, cahaya, gerakan air, unsur hara dan faktor biologi seperti binatang laut berpengaruh penting pada reproduksi rumput laut. Selain itu, faktor morbiditas dan mortalitas juga menjadi penghambat produktivitas rumput laut. Morbiditas dapat disebabkan oleh penyakit akibat dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan perairan (fisik dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan hewan-hewan herbivore (Anggadiredja et al, 2002). Habitat dan Penyebaran Habitat Subtrat yang paling umum untuk tempat hidup rumput laut pada daerah terumbu karang dan pasir (Anggadiredja et al, 2002). Hal ini disebabkan karena pada derah tersebut mengandung kapur atau kata lain kalsium karbonat dimana bahan ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, mudah tererosi dan memiliki warna yang jelas sehingga sinar matahari dapat terpantulkan (Apriyana 2006). Pada penjelasan yang lain mengatakan bahwa tempat yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah pada daerah yang memiliki campuran antara patahan karang dan pasir, hal ini di sebabkan karena pada daerah tersebut di lalui aliran air yang tidak terlalu kuat (Syahputra 2005). Penyebaran Penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti salinitas, suhu, intensitas cahaya, dan nutrisi (Anggadiredja et al, 2002). Bila akan memilih lokasih untuk budidaya, kita harus mengetahui dulu daerah penyebaran rumput laut, karena dengan mengetahui daerah penyebaran rumput laut berarti kita dengan mudah melakukan kegiatan budidaya pada daerah tersebut, namun lokasi budidaya belum tentu merupakan daerah penyebaran rumput laut secara alami (Indriyani dan Suminarsi 2005).

21 Teknik Budidaya Metode budidaya rumput laut dibagi menjadi 3 yakni : (1) rakit apung. (2) long-line dan (3) tanam dasar (Iksan 2005). Tetapi seiring dengan banyaknya penelitian maka pengembangan tekinik pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki atau bak disyaratkan untuk penelitian. Metode Rakit Metode rakit apung digunakan dengan cara mengikat rumput laut pada tali ris (seperti pada metode lepas dasar) yang diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu. satu unit rakit apung berukuran 2,5 x 5,0 meter. Satu rakit maksimal 5 unit dengan jarak antara rakit sekitar 1,0 m. Kedua ujung rangkaian diikat dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut terbawa ombak atau arus. Jarak tanam antara rumput laut 25 x 25 cm dengan berat bibit 100 gram untuk setiap ikatan. Kelebihan dari metode ini adalah lebih banyak diterapkan pada kondisi perairan yang lebih dalam (Anggadiredja et al, 2002). Metode Long-line Metode long-line merupakan cara paling banyak diminati oleh petani rumput laut karena pemilihan lokasihnya fleksibel juga biaya yang dikeluarkan lebih murah. Teknik budidaya dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut : Ikat bibit pata tali ris dengan jarak 25 cm dan panjang tali ris kira-kira meter, pada ujuang tali ris diikat tali jangkar. Untuk mengapung rumput laut, ikatkan pelampung dengan jarak cm agar rumput laut berada pada kedalaman cm dari permukaan air. Sewaktu memasang tali utama harus di perhatikan arsh arus untuk menghindari terjadi belitan tali satu dengan yang lain. Bibit rumput laut yang digunakan biasanya 100 gram per ikat (Ditjen Budidaya 2003). Metode Tanam Dasar Metode ini biasanya dilakukan pada daerah yang berpasir atau pasir berlumpur. Hal ini penting untuk memudahkan penancapan patok/pacing. Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm. Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris 2,5 m. Setiap patok dipasang berjajar dan dihubungkan

22 dengan tali ris polythylen berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 cm. Tal ris yang telah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm diatas dasar perairan (Ditjen Budidaya 2003). Metode Bak Budidaya sistim bak adalah cara pemeliharaan yang bertujuan untuk memanfaatkan lahan yang efisiensi. Sistim budidaya ini selain meningkatkan efisiensi penggunaan lahan juga dapat mengurangi kebutuhan akan rumput laut. Menurut Israel et al, (2008) bahwa pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan budidaya tradisional. Pertama, pertumbuhan rumput laut dapat dimanipulasi dengan memperkaya unsur hara didalam tangki untuk mempercepat proses pertumbuhan. Kedua, adalah perubahan kondisi lingkungan yang sifatnya mendadak dapat dihindari. Sebagai contoh, ujicoba penanaman Gigartina skottbergii di dalam tangki menunjukan tingkat pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang ditanam di perairan laut. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yaitu : suhu, cahaya, salinitas dan pergerakan aliran air dapat diatur dengan baik (Buschman et al, 2004). Penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii di dalam tangki masih sedikit informasi yang tersedia. Hal ini disebabkab karena berkaitan dengan jenis rumput laut itu sendiri (Buschman et al, 2004). Teknik Pemilihan Bibit Kegiatan penyediaan bibit dari alam maupun dari hasil budidaya perlu direncanakan (Amiluddin 2007). Untuk memperoleh bibit yang baik perlu di perhatikan asal usul dari bibit yang akan di budidayakan. Menurut Anggadiredja et al, (2002) bibit rumput laut yang baik adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bibit yang digunakan merupakan thallus mudah yang bercabang banyak. (2) bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atau terkelupas sebagai akibat terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran, seperti minyak. (3) bibit rumput laut harus terlihat segar dan berwarna cerah. (4) bibit harus seragam

23 dan tidak boleh tercampur dengan bibit yang lain. (5) berat bibit awal di upayakan seragam. Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pada pagi hari atau sore hari menjelang malam (Amiluddin 2007). Pengaruh Fisika-Kimia Kultur Pengaruh Fisika Cahaya Kemampuan adaptasi rumput laut terhadap cahaya sangat baik. Intensitas penyinaran merupakan faktor utama menentukan laju produktifitas primer dalam perairan. Sebagai contoh, pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp dapat tumbuh dengan baik ketika cahaya yang masuk ke dalam perairan sesuai dengan kebutuhannya. Intensitas cahaya maksimum untuk pertumbuhan adalah 4750 lux (Iksan 2005). Suhu Umumnya kemampuan adaptasi jenis-jenis rumput laut terhadap suhu perairan sangat berfariasi, tergantung pada habitat dan daerah penyebaran dari pada rumput laut itu sendiri. Sebagai contoh, rumput laut yang hidup di daerah Norwegia dapat hidup pada suhu 3 0 C di musim dingin dan pada musim panas rumput laut tersebut dapat hidup pada suhu C (Patadjal 1999). Pada perairan Atlantik rumput laut dapat hidup pada suhu 7 0 C di musim dingin dan 30 0 C di musim panas (Hoyle 1975). Di Negara Asia khususnya Taiwan pertumbuhan rumput laut menjadi lambat apabila suhu air berada di bawa 8 0 C (Apriyana 2006). Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii berkisar C (Neish 2005). Pengaruh Kimia Salinitas Salinitas adalah jumlah (garam) zat-zat yang larut dalam kilogram air laut dimana dianggap semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan ion

24 diganti dengan klor dan semua baha-bahan organik telah teroksidasi sempurna. Toleransi rumput laut cukup tinggi dan berfariasi menurut jenisnya (Patadjal 1999). Mekanisme toleransi rumput laut terhadap perubahan salinitas berbeda antara rumput laut yang satu dengan yang lain. Misalnya Eucheuma spinosum dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas ppt. Eucheuma cottonii dapat tumbuh dengan baik pada salinitas ppt. Trono (1986) mengatakana bahwa kisaran salinitas untuk pertumbuhan Kappaphycus alvarezii berkisar pada ppt. Syahputra (2005) mengatakan salinitas yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp berkisar pada ppt. ph Derajat keasaman juga merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan rumput laut. Aslan (2005) mengatakan kisaran ph maksimum untuk pertumbuhan untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5-8,5. Syahputra (2005) derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp adalah antara 7-9 dengan kisaran optimal 7,3-8,2. Kondisi ini menggambarkan bahwa setiap alga mempunyai torelansi yang berbeda-beda terhadap ph. Pergerakan Air Secara umum yang dimaksudkan dengan aliran air adalah gerakan massa air yang di tiupkan oleh angin (Wibisono 2005). Makin besar kecepatan angin maka semakin kuat aliran air yang di timbulkan. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) angin juga dapat menimbulkan gelombang yang besar di perairan. Pada budidaya rumput laut, pergerakan aliran air merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut (Lobban dan Horrison 1994). Pergerakan aliran air yang tinggi dapat menyebabkan tanaman mudah stress karena terjadi perpindahan unsur hara yang terlalu cepat (Marseila et al, 2007). Sebaliknya, pergerakan aliran air yang lambat dapat menyebabkan rumput laut tidak dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pergerakana aliran air yang baik untuk pemeliharaan rumput laut diperairan cm/detik (Lunning 1990). Aliran air dan gelombang memiliki pengaruh yang besar terhadap transportasi unsur hara dan pengadukan air (Apriyana 2006). Menurut Thamrin

25 (2006) bahwa sirkulasi air disebabkan oleh pergerakan air sangat penting bagi organisme yang berada di dalamnya, baik itu pada perairan darat maupun perairan laut. Penjelasan yang lain dari pergerakan arus adalah untuk menghindari endapan lumpur dan epifit yang melekat pada thallus rumput laut (Apriyana 2006). Fosfat Fosfat merupakan unsur penting bagi semua mahluk hidup terutama berfungsi sebagai transformasi energi metabolik yang mana peranannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Patadjal 1999). Unsur ini merupakan penyusun ikatan pirototal total posfat dari adenosin triposfat (ATP) yang kaya akan energi dan merupakan penyusun bahan bakar bagi semua kegiatan didalam sel, serta merupakan penyusun sel penting lain. Ikatan fosfat organik ini digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia (Noggle dan Fritz 1986). Kandungan fosfor dalam sel alga dapat mempengaruhi laju serapan posfat dan sebaliknya kandungan fosfat di dalam sel akan meningkat seiring dengan berkurangnya kandungan fosfor (Patadjal 1999). Sebagai contoh, alga mampu menyerap fosfat melebihi kebutuhannya (Luxury consumtion) dan selain itu juga mampu menyerap fosfat pada konsentrasi yang sangat rendah. Ini disebabkan karena dia (alga) mempunyai enzim alkaline fosfatase yang mana dapat mengubah fosfat menjadi ortoposfat yang siap di pakai. Hal inilah, yang merupakan salah satu penyebab kandungan ortoposfat di perairan cepat habis. Kekurangan fosfat akan lebih kritis bagi tanaman akuatik termasuk alga. Pada hal, ketersediaan fosfor di perairan cukup melimpah tetapi, tidak dalam bentuk ortofosfat (PO 4 ). Hal inilah yang membedakan antara fosfat dengan nitrogen. Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan alga akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk garam ammonium dan sebaliknya jika nitrogen dalam bentuk nitrat maka konsentrasi fosfat yang dibutuhkan lebih tinggi. Konsentrasi fosfat yang di butuhkan untuk pertumbuhan alga berkisar antara ppm dan batas tertinggi adalah ppm (P-PO 4 ) jika nitrogen dalam bentuk nitrat. Sedangkan nitrogen dalam bentuk ammonium maka batas tertinggi berkisar pada 1.78 ppm (P-PO 4 ).

26 Nitrogen Nitrogen adalah satu unsur utama penyusun sel organisme di dalam pembentukan protoplasma. Pada perairan nitrogen hadir dalam bentuk nitrat, nitrit, amonium dan aminia, serta senyawa-senyawa N-organik seperti urea dan asam amino (Andrias 1991). Menurut Lobban dan Horrison (1994) nitrat dan amonia yang lebih banyak dimanfaatkan rumput laut. Sehingga keterbatasan nitrogen di perairan akan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik (Patadjal 1999). Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Proses difusi adalah perpindahan ion dari satu tempat ke tempat yang lain (Salusbury dan Ross 1992). Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan yaitu : fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi. Proses fiksasi, nitrifikasi, denitrifikasi dan amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri, sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Iksan 2005).

27 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pesisir Rua Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dengan lama waktu penelitian 3 bulan yang di mulai dari Oktober 2008 sampai dengan Desember Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Sumber: Peta RBI Lembar Ternate, 2006 Modifikasi). Persiapan Wadah dan Pergerakan Aliran Air. Persiapan Wadah. Wadah percobaan dibersihkan dan dicuci dengan air untuk menghindari kemungkinan adanya kotoran atau bahan-bahan yang tidak diinginkan berpengaruh terhadap pelaksanaan percobaan. Bak percobaan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 100 x 30 x 30 cm. Bak tersebut diberi label dan ditempatkan serta ditata menurut hasil pengacakan ( Gambar 4) dan ditempatkan di dalam rumah pelindung yang beratapkan plastik berwarna bening untuk menghindari pengaruh air hujan selama percobaan berlangsung.

28 Pergerakan Aliran Air. Pergerakan aliran air yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0 cm/detik, 10 cm/detik dan 20 cm/detik. Untuk menciptakan pergerakan aliran air maka digunakan pompa air. Pompa air yang digunakan pada penelitin sebanyak 6 unit masing-masing terdiri dari 1000 L/menit sebanyak 3 unit dan 500 L/menit sebanyak 3 unit. Untuk pergerakan aliran air 20 cm/detik maka pompa air yang digunakan adalah 1000 L/menit dan untuk pergerakan aliran air 10 cm/detik diguanakan pompa air dengan kecepatan 500 L/detik. Sementara untuk pergerakan aliran air 0 cm/detik tidak menggunakan pompa air. Teknik Budidaya Penanaman Bibit. Bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang digunakan berasal dari hasil budidaya masyarakat Dehe Kabupaten Halmahera Barat. Penanaman bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii kedalam setiap bak percobaan dilakukan dengan bobot awal 50 gram per bak. Tetapi, sebelum ditanam terlebih dahulu diseleksi bedasarkan pemelihan bibit yang dikemukan Anggadiredja et al. (2002) yaitu : (1) thallus mudah dan bercabang banyak (2) sehat dan tidak terlihat bercak sebagai akibat terserang penyakit ice-ice (3) berwarna cerah. Perawatan Bibit. Perawatan bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii dilakukan setiap hari, dengan cara membersihkan kotoran yang menempel pada thallus saat terbawa aliran. Rancangan Percobaan. Percobaan dirancang menurut pola rancangan acak lengkap (RAL). Untuk pengujian hipotesis yang telah ditetapkan yaitu menguji pengaruh aliran air terhadap retensi nitrogen dan fosfat, pertumbuhan serta fisik dan kimia air maka dilakukan uji hipotesis menurut (Mattjik dan Sumertajaya 2002) dengan model rangcangan acak lengkap (RAL) sebagai berikut :

29 Yij = µ + πi + Є ij Dimana : Yij : respon µ : nilai tengah πi : pengaruh aditif dari perlakuan ke i Є ij : pengaruh galat acak i : perlakuan ke (i = 1,2,3) j : ulangan ke (j = 1,2,3) Kompulasi data untuk sidik ragam (Anova) diolah dengan menggunakan program komputer Excel Uji respon rata-rata antara perlakuan dengan respon perlakuan yang dianggap terbaik digunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam percobaan sembilan buah bak yang terbuat dari bahan fibbe class berukuran 100 x 30 x 30 cm dan dikelompokan menjadi tiga kelopok. Untuk menimbang rumput laut digunakan timbangan digital dengan ketelitian 2000 g. Pengamatan kualitas air meliputi suhu, salinitas, ph, nitrogen dan fosfat. Suhu diukur dengan termometer batang dan diamati setiap hari. Salinitas diukur dengan hand refraktometer dan diamati seminggu sekali pada jam 9-10 pagi. ph, nitrogen dan fosfat diukur seminggu sekali dengan menggunakan ph-meter sedangkan untuk mengukur kandungan nitrogen dan fosfat digunakan alat spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii yang berasal dari Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara. Pelaksanaan Percobaan Percobaan ini menggunakan rumah pelindung yang berukuran 2 x 3 meter. Penggunaan rumah pelindung ini bertujuan untuk menghindari air hujan agar tidak masuk ke dalam bak dan bercampur dengan air penelitian saat percobaan

30 berlangsung. Bak yang terbuat dari bahan fibbre class berukuran 100 x 30 x 30 cm di masukan dalam rumah pelindung dan dikelompokan menjadi tiga kelompok (ABC, CAB dan BAC). Bak-bak yang telah ditata tersebut diberikan label dan selanjutnya diisi air laut setinggi 30 cm dari total tinggi bak 34 cm dengan menggunakan pompa air (Water Pump). Kelebihan 4 cm ini dimaksudkan agar air tidak mengalami penumpahan ke luar. Penanaman bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii pada setiap bak percobaan sebelumnya diseleksi berdasarkan standar pemelihan bibit. Bobot rumput laut yang digunakan pada awal pemeliharaan 50 g/ikat. Banyaknya bibit rumput laut yang digunakan pada setiap bak terdiri dari satu rumpun. Penanaman bibit rumput laut dilakukan dengan cara diikatkan pada tali utama dan digantung pada kedalaman 10 cm dari permukaan air bak. Jarak tanam yang digunakan 30 cm dari pipa air yang masuk ke dalam bak percobaan, dengan pertimbangan bahwa ketika jarak tanam melebihi dari 30 cm nilai debit air akan berkurang dari 9,25 cm/detik dan sebaliknya apabila kecepatan air kurang dari 30 cm maka debit air akan melebihi dari nilai aliran air 9,25 cm/detik. Pengukuran kimia air dilakukan dengan cara mengambil sampel air pada bagian depan rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan pertimbangan bahwa unsur hara yang terbawa oleh aliran air pada saat diambil bisa terwakilkan, ketika air laut yang masuk dan menyentuh badan thallus rumput laut. Sampel air diambil menggunakan botol sampel ukuran 125 ml dan diberikan bahan kimia (H 2 SO 4 ) sebanyak 4 tetes dan H g CL sebanyak 2 tetes. Sampel air ini kemudian dikirim ke laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis kandungan nitrogen dan fosfat. Adapun prosedur analisis nitrogen dan fosfat dapat dilihat pada (Lampiran 1). Analisis Data Parameter yang diuji secara statistik adalah bobot rumput laut, laju pertumbuhan rumput laut, retensi nitrogen dan fosfat oleh rumput laut serta kandungan nitrogen dan fosfat di media budidaya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk

31 melihat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut Tukey (Steel & Torrie 1993) menggunakan perangkat komputer excel Data kualitas air dianalisis secara deskriptif sesuai dengan acuan literatur. Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data Analisis Pertumbuhan Analisis pertumbuhan rumput laut dilakukan dengan menggunakan rumus (Hutomo 2005). Keterangan : Wt Wo To Tt : Berat akhir rumput laut hari t : Berat awal rumput laut : Waktu awal pengamatan : Lama waktu pengamatan 3,22 : Nilai konstantan Analisis Retensi Nitrogen dan Fosfat. Untuk menghitung retensi nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut maka, dilakukan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut : Mengukur diameter rumput laut. Menghitung banyaknya air laut yang melewati badan thallus rumput laut. Menghitung kecepatan aliran air dalam 28 hari. Menghitung rata-rata nitrogen dan fosfat dalam air bak Menghitung nitrogen dan fosfat yang melewati badan thallus rumput laut. Menghitung nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut.

32 Analisis retensi nitrogen dan fosfat dihitung berdasarkan persamaan rumus yang dikemukakan oleh Watanabe (1988). Pengumpulan Data Data Bobot Rumput Laut Data bobot rumput laut di peroleh dengan cara mengambil thallus rumput laut di dalam wadah percobaan, kemudian ditimbang. Pengukuran bobot rumput laut dilakukan dengan menimbang (bobot basah) rumput laut pada masing-masing perlakuan. Cara penimbangan, yaitu rumput laut diangkat dan ditiriskan sampai air berhenti menetes, kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan di tempat terlindung dari sinar matahari langsung, yang dimaksudkan untuk menjaga agar thallus rumput laut tidak mengalami kekeringan dan mengalami kerusakan. Data bobot rumput laut diamatin diawal dan setiap seminggu sekali selama masa pemeliharaan. Data Kualitas Air Data kualitas air meliputi salinitas, ph, nitrogen dan fosfat dilakukan penggukuran seminggu sekali. Suhu dilakukan pengukuran tiga kali sehari yaitu pada pagi hari jam , siang hari jam dan sore hari jam Data Nitrogen dan Fosfat Analisis nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut dilakukan pada awal sebelum pemeliharaan dan akhir pemeliharaan (28 hari). Analisis kandungan nitrogen dan fosfat saja, ini dilakukan untuk mengetahui jumlah nitrogen dan fosfat yang terdapat di dalam thallus rumput laut. Analisis nitrogen dan fosfat

33 dalam thallus rumput laut dilakukan dengan metode Kjeldahl (Lampiran 2). Analisis nitrogen dalam thallus rumput laut dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fosfat dilakukan di Laboratorium Departement Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Bagian Nutrisi Ternak Perah. Institut Pertanian Bogor.

34 10 cm 4 cm 30 cm 30 cm 34 cm In Out 2,5 Inch 2,5 Inch 1 meter rumput 30 laut cm 20 cm Gambar 3. Bentuk dan ukuran bak penelitian rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diberi kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. C1A B2B A3C A2C C2A B1B C3B A3A B3C Talang air keluar Pipa plastik Pompa air Wadah Penelitian Keterangan : A, B, C = Perlakuan 1,2,3 = Ulangan Gambar 4. Tata letak bak penelitian rumput laut Kappaphycus alvarezii yang di tempatkan dalam rumah pelindung dengan diberi aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik

35 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 56.12±0.07 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 44.64±0.06 g/ikat. Minggu ke dua bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 65.46±0.07 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 36.58±0.06 g/ikat. Diminggu ke tiga bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 70.52±0.07 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 21.08±0.12 g/ikat. Selanjutnya diminggu ke empat bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 72.23±0.56 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 9.86±0.03 g/ikat. Tabel 1. Bobot biomasa rata-rata rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dipelihara pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Aliran air (cm/detik) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.04 Berdasarkan data bobot biomasa rumput laut yang disajikan pada Tabel 2 diatas menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 66.08±0.14 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0

36 cm/detik dengan nilai rata-rata 28.04±0.04 g/ikat. Hasil analisis pertumbuhan pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan berbeda nyata (P>0.05) dari minggu pertama hingga minggu ke empat pemeliharaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya pertambahan bobot biomasa dari waktu ke waktu yang di amati setiap minggunya. Hasil pengukuran bobot biomasa rata-rata rumput laut di lakukan setiap minggu disajikan pada Tabel 1 dan hasil perhitungan laju pertumbuhan rumput laut disajikan pada Gambar 5. Aliran Air (cm/detik) Gambar 5. Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Berdasarkan data laju pertumbuhan yang disajikan pada Gambar 5, menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata ±0.01% dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata ±0.06%. Tingginya nilai laju pertumbuhan pada perlakuan aliran air 10 cm/detik disebabkan karena pergerakan aliran air pada perlakuaan tersebut lebih lambat dari perlakuan aliran air 20 cm/detik, sementara pada perlakuan aliran air 0 cm/detik tidak ada pergerakan aliran air. Rumput laut yang di peliharaan pada pergerakan aliran air yang berbeda menunjukan pertumbuhan berbeda. Retensi Nitrogen dan Fosfat Dalam percobaan ini, luas permukaan diameter thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii berkisar antara 5.57 hingga 7.77 cm 2. Permukaan thallus rumput laut dilewati aliran air (yang mengandung nitrogen dan fosfat), masing-

37 masing sebanyak mg/28 hari dan mg/28 hari dengan perlakuan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Retensi nitrogen dan fosfat berkisar antara (0-0.09%) dan (0-0.28%). Tabel 2. Retensi nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kecepatan aliran air 20, 10 dan 0 cm/detik. Aliran air (cm/detik) Nitrogen Retensi (%) Fosfat 0 0 a 0 a ± a 0.28± a ± b 0.17± b Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antara perlakuan pada taf uji 5% Pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa retensi nitrogen oleh rumput laut selama 28 hari pemeliharaan di dalam bak penelitian pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) (Lampiran 12). Retensi nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.09± % dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0 atau tidak ada retensi. Retensi fosfar pada ketiga perlakuan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.28± % dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0 atau tidak ada retensi. Hasil analisis fosfat pada ketiga perlakuan aliran menunjukan berbeda nyata (P>0.05). Fisika-Kimia Media Kultur Kandungan Nitrogen Pengukuran nitrogen di dalam bak penelitian selama 28 hari menunjukan nilai yang berbeda. Pada minggu pertama kandungan nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan

38 Kandungan Nitrogen (mg/l) nilai rata-rata 0.27 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.07 mg/l. Pada minggu ke dua kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai ratarata 0.63 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.53 mg/l. Minggu ke tiga kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.98 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.65 mg/l. Selanjutnya diminggu ke empat kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.49 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.35 mg/l. Sedangkan diminggu ke lima kandungan nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.62 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai ratarata 0.36 mg/l. Hasil analisis rata-rata kandungan nitrogen pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tidak berbeda nyata (P<0.05). 20 cm/detik 10 cm/detik 0 cm/detik Minggu ke.- Gambar 6. Kandungan nitrogen (mg/l) dalam media pemeliharaan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada kecepatan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik.

39 Kandungan Fosfat Kandungan posfat di dalam bak penelitian selama 28 hari menunjukan nilai yang berbeda. Pada minggu pertama kandungan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai ratarata 0.12 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.10 mg/l. Pada minggu ke dua kandungan fosfat tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.14 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.09 mg/l. Minggu ke tiga kandungan nitrogen tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.20 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.10 mg/l. Selanjutnya diminggu ke empat kandungan fosfat tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 20 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.29 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.19 mg/l. Sedangkan diminggu ke lima kandungan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.10 mg/l dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata 0.05 mg/l. Hasil analisis rata-rata kandungan fosfat pada ketiga perlakuan aliran air menunjukan tidak berbeda nyata (P<0.05).

40 Kandungan Posfat (mg/l) 20 cm/detik 10 cm/detik 0 cm/detik Minggu ke.- Gambar 7. Kandungan fosfat (mg/l) dalam media pemeliharaan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) pada perlakuan aliran air 0, 10 dan 20 cm/detik. Pengamatan suhu, salinitas dan ph pada perlakuan aliran 0 cm/detik, 10 cm/detik dan 20 cm/detik dilakukan seminggu sekali selama 4 minggu pemeliharaan. Pengamatan ketiga parameter tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut terutama pada perlakuan aliran air 10 cm/detik dan 20 cm/detik.. Hal ini disebabkan karena pada kedua perlakuan tersebut ada pergerakan aliran. Pada perlakuan aliran air 0 cm/detik ketiga parameter sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan ini tidak adanya pergerakan aliran air. Nilai ketiga parameter kimia dan fisik pada perlakuan aliran air 10 cm/detik dan perlakuan aliran air 20 cm/detik masih dalam kisaran normal untuk hidup rumput laut (Lampiran 7). Pembahasan Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diukur pada penelitian ini penambahan bobot biomasa thallus setiap minggunya. Hasil penelitian menunjukan penambahan bobot biomasa rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diberi kecepatan aliran air yang berbeda ternyata memberikan pertambahan bobot, laju pertumbuhan, retensi nitrogen dan fosfat yang berbeda. Hasil pengukuran bobot biomasa rumput laut selama 4 minggu pemeliharaan menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik,

41 dengan nilai rata-rata 66,08±0.14 g/ikat dan terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik dengan nilai rata-rata 28.04±0.04 g/ikat. Tingginya bobot biomasa rumput laut pada perlakuan aliran air tersebut disebabkan karena kandungan nitrogen dan fosfat di dalam thallus meningkat. Hal ini sesuai pendapat Yu dan Yang (2008) bahwa pasokan gizi yang meningkat dapat meningkatkan proses fisiologis dari rumput laut, yang pada gilirannya dapat meningkatkan asimilasi dan mempercepat pertumbuhan rumput laut. Meningkatnya bobot thallus pada perlakuan aliran air 10 cm/detik ternyata diikuti juga oleh peningkatan laju pertumbuhan harian rata-rata pada perlakuan aliran air tersebut yaitu, dengan nilai rata-rata 0.184±0.0111% dan terendah pada perlakuan aliran air 0 cm/detik, dengan nilai rata-rata -0,0811±0604%. Walaupun nilai laju pertumbuhan harian ini lebih kecil dari penelitian yang dilakukan Iksan (2005), tetapi nilai laju pertumbuhan harian ini masih dalam kisaran normal untuk laju pertumbuhan 1,08-2,09%. Perbedaan laju pertumbuhan yang diperoleh pada penelitian ini disebabkan karena bobot bibit dan sistem budidaya rumput laut yang digunakan berbeda. Nitrogen dan fosfat yang terbawa pergerakan aliran air dan masuk ke dalam wadah penelitian dimanfaatkan oleh rumput laut. Rumput laut dapat memanfaatkan nitrogen dan fosfat melalui proses difusi pada seluruh bagian tubuhnya. Semakin sering rumput laut menyerap nitrogen dan fosfat yang terbawa aliran air yang masuk ke dalam media pemeliharaan, maka semakin meningkat nilai pertumbuhan dalam artian akan semakin meningkat juga kandungan nitrogen dan fosfat di dalam tubuh rumput laut. Hasil pengukuran kandungan nitrogen dan fosfat di dalam thallus rumput laut menunjukan tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata masing-masing (0,0749 g dan 0,0874 g) terendah terjadi pada perlakuan aliran air 0 cm/detik yaitu 0. Nitrogen dan fosfat sangat penting bagi rumput laut dalam pengaturan metabolisme dan reproduksi. Pertumbuhan dapat tercapai dengan baik bila rumput laut tercukupi akan nitrogen dan fosfat. Pengambilan nitrogen dan fosfat oleh rumput laut bukan hanya fungsi dari konsentrasi nitrogen dan fosfat di lingkungan tetapi juga dengan konsentrasi nitrogen dan fosfat internal di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rumput Laut Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Nitrogen - Distilasi dari 50 ml ke 25 ml - Tambahkan MnSO4 1 tetes - Tambahkan Clorox 0,5 ml - Tambahkan Phenat 0,6 ml - Diamkan ± 15 menit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput laut Rumput laut atau seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang banyak di panen di laut. Rumput laut atau alga yang sering kali di terjemahkan

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia. Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 31-35 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00066

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii 3 Kerangka Pemikiran Penempatan posisi tanam pada kedalaman yang tepat dapat meningkatkan produksi rumput laut dan kualitas kandungan karaginan rumput laut. Untuk lebih jelas, kerangka pemikiran penelitian

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: PENGARUH JARAK LOKASI PEMELIHARAAN TERHADAP MORFOLOGI SEL DAN MORFOLOGI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DI DESA LOBUK KECAMATAN BLUTO, KABUPATEN SUMENEP Ardiansyah Rozaki 1, Haryo Triajie 2, Eva Ari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput laut jenis S. duplicatum yang diperoleh dari petani rumput

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo 1,2 Alfandi Daud, 2

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian Materi Bahan Bahan yang digunakan untuk budidaya adalah rumput laut S. polycystum yang diambil dari Pantai Karangbolong (Cilacap), NaOH 0,5%,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi 1.1.Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum duplicatum, sampel air laut, kertas Whatman no.1, larutan sulfanilamida,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kegiatan observasi awal (pendahuluan) dan penelitian utama. Observasi awal dilakukan pada

Lebih terperinci

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA J. Agrisains 12 (1) : 57-62, April 2011 ISSN : 1412-3657 PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA Irawati Mei Widiastuti 1) 1) Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit S. duplicatum, sampel air laut, kertas whatman no.1, HCL 1N, Phenolpthaelin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di 15 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe

Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe (The growth of seaweed (Kappaphycus alvarezii) cultured

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi 8 III. METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan September-Oktober

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau (FAH) terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan 1 B. D. Putra et al. / Maspari Journal 03 (2011) 36-41 Maspari Journal 03 (2011) 36-41 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda

Lebih terperinci

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) Standar Nasional Indonesia Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Maspari Journal 03 (2011) 58-62 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Reza Novyandi, Riris Aryawati

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian A. Materi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum polycystum (Lampiran 3), sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar,

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan taksonomi rumput laut Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Tanaman ini biasanya melekat pada substrat dan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai

3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai 3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi sumber devisa non migas. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang Budidaya rumput laut di Ketapang di mulai pada tahun 1990. Awalnya budidaya rumput laut dimiliki pengusaha asal Cina, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe (The growth of Kappaphycus alvarezii under different depth and initial

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA Abdul Qadir Jailani, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci