BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan adalah suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik (menyakitkan pada telinga pekerja) dan psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan bagi lingkungan, sehingga kebisingan didefinisikan sebagai polusi lingkungan yang disebabkan oleh suara (Sihar Tigor B.T., 2005). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran ( PER.13/MEN/X/2011). Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di 6

2 7 luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara (Suma mur,2009). Seorang cenderung mengabaikan kebisingan yang dihasilkannya sendiri bila kebisingan itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti kebisingan mesin kerja. Sebagai patokan, kebisingan mekanik atau elektrik, yang disebabkan kipas angin, transformator, motor, pompa, pembersih vakum atau mesin cuci, selalu lebih mengganggu daripada kebisingan yang hakekatnya alami (angin, hujan, dan air terjun) (Riyadi,2011). 2. Sumber Bising Menurut Subaris dan Haryono (2008) sumber kebisingan dibedakan menjadi tiga yaitu : a. Bising Industri Industri besar termasuk di dalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat di sekitar industri dan juga setiap orang yang secara tidak sengaja berada di sekitar industri tersebut. Sumber kebisingan bising industri dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : 1) Mesin Kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin. 2) Vibrasi Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidakseimbangan

3 8 gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, dan lain-lain. 3) Pergerakan udara, gas dan cairan Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, dan lain-lain. b. Bising Rumah Tangga Bising disebabkan oleh rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya, misalnya pada saat proses masak di dapur. c. Bising Spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan. Menurut Subaris dan Haryono (2008) sumber bunyi dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Sumber kebisingan statis seperti pabrik, mesin, tape dan lain-lain. 2) Sumber kebisingan dinamis seperti mobil, pesawat terbang, kapal laut dan lainnya. 3. Jenis Kebisingan Menurut (Suma mur, 2009) berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dibagi atas : a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise),

4 9 misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent noise), misalnya bising lalu- lintas suara kapal terbang di bandara. d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan. e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan. Menurut Sihar Tigor B.T (2005) klasifikasi kebisingan di tempat kerja dibagi dalam dua jenis golongan besar, yaitu : a. Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu : 1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam. 2) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi (bukan nada murni) b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu : 1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. 2) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya

5 10 dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas. 3) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api. 4. Tingkat Kebisingan Terdapat dua karakterisitik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya. Sesuatu frekuensi benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi. Nada suatu kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber bunyi (Suma mur,2009). Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel (db) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne) /cm 2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga normal (Suma mur,2009). Karena ada kisaran sensitivitas, telinga dapat mentoleransi bunyi- bunyi yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah dibanding pada frekuensi tinggi. Kisaran kurva-kurva pita oktaf dikenal sebagai kurva tingkat kebisingan (NR = noise rating) pernah

6 11 dibuat untuk menyatakan analisis pita oktaf yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising yang diukur yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005). Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992, 1994/1995), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut : a. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (steady noise) dalam ukuran db (A), berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran. b. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari. c. Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.

7 12 5. Pengukuran Kebisingan Menurut Suma mur, 2009 maksud pengukuran kebisingan adalah: a. Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau di mana saja. b. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat atau tujuan lainnya. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan pada intensitas db dan dari frekuensi Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya dapat diatur oleh amplifier atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut, yang tergantung dari tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 db) lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi (Suma mur, 2009). Sebagaimana telah dinyatakan untuk mengukur intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan peralatan khusus yang

8 13 berbeda bagi jenis kebisingan dimaksud. Jika tujuan dari pengukuran kebisingan hanya untuk mengendalikan kebisingan, seperti misalnya untuk melakukan isolasi mesin atau pemasangan perlengkapan dinding yang mengabsorbsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga, pengukuran tidak perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan dalam rangka lokalisasi secara tepat sumber kebisingan pada suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut, melalui pembuatan desain yang dipakai dasar konstruksi bentuk mesin dengan tingkat kebisingan (Suma mur, 2009). Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat pengukur kebisingan adalah tersedianya tenaga pelaksana untuk melakukan pengukuran terhadap kebisingan dan juga waktu yang dialokasikan untuk hal tersebut. Sebagaimana sering dialami kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang kebisingan secara merekamnya (recording) yang kemudian data rekaman dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis (Suma mur, 2009). Survei pendahuluan masalah kebisingan menetap berkelanjutan, biasanya diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan dengan db (A), pengukuran intensitas menyeluruh demikian menggunakan jaringan A dari Sound Level Meter. Menggunakan jaringan tersebut berarti bahwa kepekaan alat pengukur kebisingan sesuai dengan garis kepekaan sama yaitu 40 db, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas kebisingan rendah, melainkan memungkinkan diukurnya intensitas kebisingan tinggi

9 14 berbahaya kepada alat pendengaran (Suma mur, 2009). 6. Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas kebisingan. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER PER.13/MEN/X/2011). Nilai Ambang Batas kebisingan adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata- rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/2011, tanggal 16 april 1999 tentang nilai ambang batas kebisingan ditempat kerja adalah 85 db (A), dan merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja. SNI dimaksud juga memberikan informasi tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat paparan sebagaimana substansinya dimuat pada Tabel 1 yang mengatur lamanya waktu paparan terhadap tingkat intensitas kebisingan (Suma mur, 2009).

10 15 Standar kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/2011 adalah sebagai berikut : Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan (db) 8 Jam 4 Jam 2 Jam 1 Jam 30 Menit 15 Menit 7,5 Menit 3,75 Menit 1,88 Menit 0,94 Menit 28,12 Detik 14,06 Detik 7,03 Detik 3,52 Detik 1,76 Detik 0,88 Detik 0,44 Detik 0,23 Detik 0,11 Detik Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 7. Pengaruh Kebisingan PER.13/MEN/X/2011 Keterangan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dba, walaupun sesaat. Menurut Tarwaka, dkk (2004) pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan kedua, adalah pengaruh pemaparan

11 16 kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB). a. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi 1) Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang permanen, biasanya didahului dengan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat mengganggu kehidupan yang bersangkutan baik di tempat kerja maupun di lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya. 2) Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui. 3) Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan. 4) Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dll. b. Pengaruh kebisingan intensitas rendah Tingkat intensitas kebisingan rendah atau di bawah NAB banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Intensitas kebisingan yang masih di

12 17 bawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Secara spesifik stres karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain : 1) Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala dan gangguan tidur. 2) Gangguan reaksi psikomotor. 3) Kehilangan konsentrasi. 4) Gangguan komunikasi antara lawan bicara. 5) Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktivitas. Menurut Depnakertrans R.I., 2009 Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan- gangguan seperti dibawah ini: 1) Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising. Dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Pembicara terpaksa

13 18 berteriak - teriak, selain memerlukan tenaga ekstra juga menimbulkan kebisingan. Kebisingan juga dapat mengganggu cardiac out put dan tekanan darah. Contoh gangguan fisiologis : naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vasokontriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Menurut Sarwono, dkk (2002) semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan. 2) Gangguan psikologis Gangguan fisiologis lama-lama bisa menimbulkan gangguan psikologis. Suara yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan stres, gangguan jiwa, sulit konsentrasi dan berfikir dan lain-lain. Menurut Budiono, dkk (2003) pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengganggu konsentrasi, dan menurut Sarwono, dkk (2002) kebisingan dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-

14 19 kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma mur, 2009). 3) Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Menurut Budiono, dkk (2003) kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif. Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk efek kebisingan sementara (Suma mur,2009). Ditempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80 s/d 90 db (A) atau lebih dapat membahayakan pendengaran). Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian. Menurut Sarwono, dkk (2002) ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus menerus dibagi menjadi dua yaitu : 1) Temporari deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara.

15 20 2) Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen atau disebut ketulian saraf. Pada pekerja permanent deafness harus dapat dikompensasi oleh jamsostek atau rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan Menurut Tambunan (2005) secara umum tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan bagi pekerja dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti : 1) Intensitas dan frekuensi kebisingan. 2) Jenis kebisingan (steady atau non steady noise). 3) Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration). 4) Umur pekerja. 5) Penyakit-penyakit atau ketidaksempurnaan pendengaran pada pekerja (yang bukan disebabkan oleh kebisingan). 6) Kondisi lingkungan seperti angin, suhu, kelembaban udara di mana bahaya kebisingan tersebut berada. 7) Jarak antara pekerja dan sumber kebisingan. 8) Posisi telinga terhadap gelombang suara (kebisingan) 8. Rencana dan langkah pengendalian kebisingan Menurut Tarwaka, dkk (2004) sebelum dilakukan langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen

16 21 risiko kebisingan. Manajemen risiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistemik untuk mengendalikan risiko yang mungkin timbul. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah : a. Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cedera akibat kerja. b. Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cedera akibat kerja. c. Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan. Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah melaksanakan langkah pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek (Short-term gain) dan pendekatan jangka panjang (Long-term gain) dari hirarki pengendalian. Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara administrative dan terakhir penggunaan alat pelindung diri. Sedangkan untuk orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara berurutan.

17 22 a. Eliminasi sumber kebisingan 1) Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan. 2) Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru. 3) Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin dll. b. Pengendalian Kebisingan Secara Teknik 1) Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran. Namun demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam prakteknya sulit diimplementasikan. 2) Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan. Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah

18 23 dengan menambah atau melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan penyerap suara. Menurut Tarwaka, dkk (2004) cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 db. c. Pengendalian Kebisingan Secara Administratif Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan teknik pengendalian secara administratif. Teknik pengendalian ini lebih difokuskan pada manajemen pemaparan. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima pada tabel 1. d. Pengendalian Kebisingan Pada Penerima atau Pekerja Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengendalian di atas (eliminasi, pengendalian teknik dan administratif) belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga). Menurut Tarwaka, dkk (2004) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 db, sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikit lebih besar yaitu antara db. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaanperusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih murah.

19 24 Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat kedisiplinan pekerja, mengurangi kenyamanan kerja, mengganggu pembicaraan dll. Berikut adalah alat pelindung telinga menurut Tarwaka (2008) : 1) Sumbat telinga (Ear plug) Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plug harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis. Untuk ear plug yang terbuat dari kapas, spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (Disposable). Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak (Molded rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (Non Disposable). Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 db (A). 2) Tutup Telingan (Ear muff) Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 (dua) buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara

20 25 frekuensi tinggi. Pada pemakaian untuk waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurunkan karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 db (A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia. Menurut Tarwaka (2008) perlu di perhatikan beberapa kriteria di dalam pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri sebagai berikut : 1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja. 2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya. 3) Bentuknya cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya. 4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian. 5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali. 6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam

21 26 waktu yang cukup lama. 7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tandatanda peringatan. 8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran. 9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan. 10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan Di samping pemenuhan terhadap kriteria-kriteria tersebut, pekerja juga harus terus-menerus diberikan penyadaran, diberikan instruksi baik secara tertulis maupun lisan tentang kapan dan dalam keadaan bagaimana alat pelindung diri wajib dipakai. Penyadaran melalui tulisan atau gambar dan poster tentang kewajiban memakai alat pelindung diri yang dipasang di tempat-tempat kerja juga sangat baik untuk mengingatkan pekerja (Tarwaka, 2008). B. Tekanan Panas 1. Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Selama aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dalam tubuh. Lingkungan kerja panas terdiri

22 27 dari unsur suhu udara (kering dan basah), kelembaban nisbi, panas radiasi dan kecepatan gerak udara (Suma mur, 2009). 2. Sumber Panas Lingkungan Kerja Di dalam industri lingkungan kerja fisik khususnya panas lingkungan memegang peranan penting, oleh karena itu lingkungan kerja harus diciptakan lebih nyaman supaya didapatkan efisiensi kerja dan peningkatan produktivitas. Pada dasarnya ada 3 sumber panas yang penting (Suma mur,2009) yaitu : a. Iklim kerja adalah keadaan suhu panas udara ditempat kerja yang ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara, suhu radiasi. b. Proses produksi dan mesin akan mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi lebih panas. c. Kerja otot tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya memerlukan energi yang diperoleh dari bahan nutrisi yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen yang diperlukan dalam proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang merupakan panas yang disebut metabolisme. 3. Pertukaran Panas Tubuh Dengan Lingkungan Sekitar Menurut Suma mur (2009) ada beberapa cara pertukaran panas tubuh dengan lingkungan sekitarnya maupun panas dari lingkungan terhadap tubuh antara lain :

23 28 a. Konduksi Konduksi adalah pertukaran panas diantara tubuh dan benda sekitar dengan melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda di sekitar rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada tubuh, apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh. b. Konveksi Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh. c. Radiasi Pertukaran panas secara radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk tenaga elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang dari sinar matahari. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi.

24 29 d. Penguapan (Evaporasi) Pertukaran panas secara radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk tenaga elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang dari sinar matahari. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi. 4. Parameter Tekanan Panas Untuk mengetahui keadaan lingkungan kerja dalam hubungan dengan pengaruh tekanan panas perlu dilakukan pengukuran dengan menyatakan berbagai faktor yang mempengaruhi pertukaran panas dengan lingkungannya ke dalam indeks tunggal. Terdapat beberapa cara untuk menempatkan besarnya tekanan panas berikut (Suma mur,2009) : a. Suhu efektif Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak memperhitungkan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Evectife Temperature Scale).

25 30 b. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted-4 Hour Sweetrate) Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam yaitu keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi, dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan. c. Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index) Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index) adalah standar kemampuan berkeringat dari seseorang yaitu seseorang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond dalam keadaan sehat dan memiliki kesehatan jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas. Dalam lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting untuk keseimbangan termis, maka Belding dan Heatch mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang dikeluarkan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. d. ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) ISBB merupakan cara pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat. Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan panas dengan rumus:

26 31 1) ISBB Outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1 suhu kering). 2) ISBB Indoor = (0,7 suhu basah alami) + (0,3 suhu radiasi). (Suma mur,1996) Nilai Ambang Batas untuk Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) tekanan panas lingkungan kerja yang diperkenankan, tergantung dari pengaturan waktu kerja dan beban kerja yang berdasarkan pengukuran denyut nadi, menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/2011 adalah sebagai berikut : Tabel 2. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Variasi ISBB ºC Kerja Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat Kerja terus menerus 31,0 28,0 - Kerja 75% Istirahat 25% 31,0 29,0 27,5 Kerja 50% istirahat 50% 32,0 30,0 29,0 Kerja 25% istirahat75% 32,0 31,1 30,5 Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/2011 Peralatan modern yang digunakan untuk mengukur ISBB adalah Area Heat Stress Monitor. Dimana alat tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB atau WBGT in dan WBGT out

27 32 yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan C atau F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan sekitar sumber panas dimana pekerja melakukan pekerjaannya (Tarwaka dkk, 2004). Selain alat tersebut, terdapat alat ukur ISBB yang lebih modern seperti Questtemp Heat Stress Monitor. Alat tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan C dan F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan disekitar sumber panas dimana pekerja melakukan pekerjaannya. Dari hasil pengukuran ISBB tersebut. Selanjutnya disesuaikan dengan beban kerja yang diterima pekerja dan kriteria waktu kerja serta istirahat, dalam pengaturan dapat menggunakan aturan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja ISBB (Tarwaka dkk, 2004). 5. Suhu Nikmat Kerja Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24 C- 26 C bagi orang Indonesia. Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29 C-30 C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti

28 33 suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu pertama berada di tempat kerja. Setelah minggu pertama berada di tempat panas tenaga kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas. Hal ini tergantung dari aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi kerja sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/2011 (Suma mur,2009). Keputusan Menteri Tenaga Kerja tersebut diadopsi dari WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang merupakan suatu indeks atau alat ukur untuk memperkirakan efek suhu, kelembaban dan radiasi matahari pada manusia, yang dikeluarkan oleh ACGIH (American Conference of Govermentan Industrial Hygienist) organisasi sosial profesional non pemerintah dari Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja ditetapkan sebagai NAB (Nilai Ambang Batas) untuk tekanan panas. Pengertian dari NAB sendiri adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.13/MEN/X/201).

29 34 Tabel 3. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) Acclimatized Unacclimatized ( C) ( C) Work Ligt Moderate Heavy Very Light Moderate Heavy Very Demand Heavy Heavy 100% Work 75% Work, 25% rest 50% work 50% rest 25% work 75% rest 29,5 27, , ,5-30,5 28,5 27,5-29,5 26,5 24,5-31,5 29,5 28,5 27, , , , ,5 Sumber : American Conference of Govermentan Industrial Hygienist, Mekanisme dalam menghadapi panas Manusia dapat mempertahankan suhu tubuhnya sendiri dari kondisi lingkungannya yang selalu berubah-ubah dan diatur oleh suatu sistem pengatur suhu, karena manusia termasuk makhluk homotermis. Suhu menetap ini adalah akibat kesetimbangan diantara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan sekitar (Suma mur,2009). Bila suhu tubuh diturunkan terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang menyebabkan suhu kulit mendekati suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat diraba atau dirasakan tidak hanya didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu

30 35 lingkungan, makin banyak pula panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran ini seimbang dan serasi, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja (Depkes RI, 2003). Menurut Suma mur 2009 ada 3 cara tubuh dalam menghadapi panas, yaitu : a. Pengaturan peredaran darah Keadaan udara lingkungan yang panas maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah tepi dan vasokontraksi pembuluh darah dalam, tetapi di lingkungan dingin akan terjadi vasokontraksi pembuluh darah tepi dan vasodilatasi pembuluh darah dalam. b. Dengan memproduksi keringat dan mekanisme penguapan sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh. c. Menggigil dimaksudkan suhu udara yang dingin dengan menggigil akan menyebabkan metabolisme dan produksi panas akan menurunkan laju metabolisme tubuh. 7. Gangguan Kesehatan Karena Pengaruh Tekanan Panas Menurut Suma mur, 2009, jenis gangguan akibat tekanan panas yang berlebihan sebagai berikut :

31 36 a. Heat Stroke Jarang sekali terjadi dalam industri, namun bila terjadi sangatlah hebat. Biasanya terjadi pada seorang laki-laki yang bekerja berat dalam keadaan emosi dalam situasi yang sangat panas dan belum beraklimatisasi sehingga produksi panas dalam tubuh tinggi yang dapat terjadi dalam suhu diatas 30 C, karena orang Indonesia biasa bekerja pada suhu 24 C-26 C, dengan kelembaban sekitar 85%-95%. b. Heat Cramps Di dalam lingkungan yang bersuhu tinggi, sebagai akibat bertambahnya keringat yang keluar menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh, dan sebagai akibat banyak minum air, tetapi tidak diberi garam natrium yang hilang bersama keringat yang dapat menyebabkan dehidrasi. c. Heat Exhaustian Terjadi oleh karena cuaca kerja yang sangat panas, terutama bagi mereka yang belum beraklimatisasi terhadap udara panas, dapat terjadi karena berkeringat sangat banyak, sedangkan suhu badan normal atau subnormal, tekanan darah menurun dan nadi lebih cepat. d. Heat Syncope Merupakan bentuk cidera panas yang paling ringan, dapat terjadi karena terkena panas matahari secara langsung.

32 37 e. Dehidrasi Suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan (Tarwaka dkk, 2004). Menurut Grandjean (1988) jika suhu lingkungan meningkat, maka efek fisiologis yang terjadi adalah : peningkatan kelelahan, peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, mengurangi aktivitas organ pencernaan, sedikit peningkatan suhu inti dan peningkatan tajam suhu shell (suhu kulit akan naik dari 32 C ke C), peningkatan aliran darah melalui kulit, dan peningkatan produksi keringat yang menjadi berlebihan jika suhu kulit mencapai 34 C atau lebih. 8. Faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh tenaga kerja dalam lingkungan kerja yang panas Menurut Tarwaka, dkk (2004) faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh tenaga kerja antara lain : a. Umur Daya tahan badan terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lamban keluar keringatnya dibandingkan dengan orang muda, karena orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas, karena denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-

33 38 angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur. b. Jenis Kelamin Terdapat perbedaan kecil dalam kapasitas antara laki-laki dan perempuan untuk berkeringat secara cukup, dalam iklim panas tidak dapat beraklimatisasi secara baik seperti laki-laki. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin dari pada suhu panas. Hal tersebut di sebabkan karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap panas bila di bandingkan dengan laki-laki. c. Masa Kerja Lamanya bekerja seseorang dari pertama bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian. d. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya yang ditandai dengan penurunan detak nadi dan suhu mulut atau suhu badan sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi ini ditujukan pada suatu pekerjaan dan suhu tertentu sehingga bersifat khusus. Biasanya aklimatisasi terhadap panas akan tercapai sesudah 2 minggu, sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu badan. 9. Pengendalian Panas Menurut Tarwaka, dkk (2004) pengendalian terhadap panas dapat dilakukan dengan cara :

34 39 a. Isolasi terhadap sumber panas Isolasi terhadap sumber panas adalah memisahkan sumber panas dari tenaga kerja untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan, bertujuan untuk mencegah keluarnya panas kelingkungan. Dapat dilakukan dengan cara membalut pipa-pipa yang panas, menutup tangki-tangki yang berisi air panas sehingga dapat mengurangi aliran panas yang timbul. b. Tirai radiasi Tirai radiasi adalah tirai atau penutup yang terbuat dari lempengan alumunium, baja anti karet, atau dari bahan metal yang permukaannya mengkilat, bertujuan untuk mencegah terjadinya efek radiasi dari bahan atau alat yang memicu terjadinya radiasi. c. Ventilasi setempat Ventilasi setempat adalah proses untuk meningkatkan pergerakan udara dengan cara mengurangi temperatur dan kelembaban. Bertujuan untuk mengendalikan panas konveksi yaitu dengan menghisap keluar udara yang panas. d. Pendinginan lokal Pendinginan lokal adalah cara mengalirkan udara yang sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan menggantikan udara yang panas dengan udara yang sejuk dan dialirkan dengan kecepatan tinggi.

35 40 e. Ventilasi umum Ventilasi umum adalah cara yang digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara yang tinggi tetapi tidak dapat menanggulangi panas radiasi yang tinggi. f. Pengaturan lama kerja Pengaturan lama kerja adalah pembagian waktu kerja sesuai dengan beban kerja yang diterima, bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi. C. Tekanan Darah 1. Pengertian Tekanan Darah Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Ethel, 2003). Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (Joyce dkk, 2008). Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut dapat dirasakan, sedangkan tekanan

36 41 diastolik adalah tekanan di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau denyut arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghilang. Perbedaan tekanan antara sistole dan diastole disebut tekanan nadi dan normalnya adalah mmhg (Hull, 1986). Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir melalui sistem pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan (Ethel, 2003). a. Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmhg saat sistole sampai serendah 0 mmhg saat diastole. b. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmhg saat sistole sampai serendah 80 mmhg saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmhg. Perubahan tekanan sirkulasi sistemik. Darah mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmhg) menuju arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmhg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmhg di ujung arteri sampai 10 mmhg di ujung vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmhg ke 5 mmhg) menuju vena cava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmhg) dan sampai ke atrium kanan (dengan tekanan 0 mmhg) (Ethel, 2003).

37 42 2. Penggolongan Tekanan Darah a. Tekanan darah normal Tekanan darah normal bila tekanan darah sistolik menunjukkan kurang dari 140 mmhg dan diastolik kurang dari 90 mmhg (Guyton dan Hull, 2008). Nilai tekanan darah normal berdasarkan umur : 1) Pada usia tahun : sistolik mmhg, diastolik mmhg. 2) Pada usia tahun : sistolik mmhg, diastolik mmhg. 3) Pada usia >50 tahun : sistolik mmhg, diastolik mmhg (Woro, 1999). Menurut Evelyn (2007), standar nilai tekanan darah normal pada seseorang adalah sebagai berikut : Tabel 4. Standar Tekanan Darah Normal No. Usia Diastole Sistole 1 Pada masa bayi Pada masa anak Masa remaja Dewasa muda Lebih tua Sumber : Evelyn, 2007

38 43 Tekanan Darah b. Tekanan darah rendah Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah rendah bila tekanan darah untuk yang normal tetap di bawah 100/60 mmhg, tekanan sistolik kurang dari 100 mmhg dan diastolik kurang dari 60 mmhg (Watson, 2002). c. Tekanan darah tinggi Catatan tekanan darah untuk yang normal tetap di atas 100/90 mmhg, tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan diastolik lebih dari 90 mmhg (Watson, 2002). Berikut adalah tabel untuk kategori tekanan darah : Tabel 5. Tabel Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik ( angka bacaan di atas) mmhg Tekanan Darah Distolik (angka bacaan di bawah) mmhg Normal Di bawah 120 Di bawah 80 Pre-Hipertensi Darah Tinggi atau Hipertensi (Stadium 1) Darah Tinggi atau Hipertensi (Stadium 2 atau berbahaya) Sumber : Joint National Committe-VII, Di atas 160 Di atas Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah a. Olahraga Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu : Respon fisiologis terhadap olahraga adalah meningkatnya curah jantung yang akan disertai meningkatnya distribusi oksigen ke bagian tubuh yang membutuhkan, sedangkan pada bagian-

39 44 bagian yang kurang memerlukan oksigen akan terjadi vasokonstriksi, misal traktus digestivus. Meningkatnya curah jantung pasti akan berpengaruh terhadap tekanan darah (Ridjab, 2005). Olahraga sangat bermanfaat bagi tubuh. Diantara banyak manfaat olahraga, salah satunya adalah bahwa olahraga dapat meningkatkan kerja jantung dan pembuluh darah. Respon fisiologis terhadap olahraga adalah meningkatnya curah jantung yang akan disertai meningkatnya distribusi oksigen ke bagian tubuh yang membutuhkan, sedangkan pada bagian-bagian yang kurang memerlukan oksigen akan terjadi vasokonstriksi, misal traktus digestivus. Meningkatnya curah jantung pasti akan berpengaruh terhadap tekanan darah. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (Ridjab, 2005). b. Emosi Saat manusia mempersepsikan sesuatu sebagai stres, bagian otak yang menangani pikiran mengirimkan sinyal ke sistem saraf melalui hipotalamus. Sistem saraf lalu mempersiapkan tubuh untuk menghadapi stres tersebut. Terjadi perubahan detak jantung dan tekanan darah, serta pupil melebar. Juga ada hormon dan zat-

40 45 zat kimia yang dikeluarkan atau disekresi, seperti adrenalin. Sekresi adrenalin ini yang membuat tubuh siap, namun jika terjadi berkepanjangan akan menimbulkan kerugian misalnya terhambatnya pertumbuhan dan pemulihan tubuh, pencernaan dan reaksi kekebalan tubuh (imunologik). Dapat terjadi penyakit terkait stres; sebagai contoh penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) akibat meningkatnya tekanan darah yang merusakkan jantung dan pembuluh darah (arteri) serta meningkatnya kadar gula darah (Selye, 2010) Emosi, kecemasan, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan tekanan darah oleh karena rangsangan terhadap saraf simpatis menghasilkan peningkatan cardiac output dan vasokonstriksi arteri (Selye, 2010). c. Stres Keadaan pikiran juga berpengaruh terhadap tekanan darah sewaktu mengalami pengukuran (Vita, 2004). d. Umur Tekanan darah akan cenderung tinggi bersama dengan peningkatan usia. Umumnya sistolik akan meningkat sejalan dengan peningkatan usia, sedangkan diastolik akan meningkat sampai usia 55 tahun, untuk kemudian menurun lagi (Vita, 2004).

41 46 Semakin tua umur seseorang tekanan sistoliknya semakin tinggi. Biasanya dihubungkan dengan timbulnya arteriosclerosis (Guyton dan Hall, 2008). e. Jenis Kelamin Tekanan darah pada perempuan sebelum menopause adalah 5-10 mmhg lebih rendah dari pria seumurnya, Tetapi setelah menopause tekanan darahnya lebih meningkat (Vita, 2004). f. Obesitas Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan sehingga berat badan telah melebihi batas ambang normal dan dapat membahayakan kesehatan (Taufik,2007). Timbunan lemak dalam tubuh memicu tekanan darah tinggi dan meningkatkan kadar kolesterol darah dan insulin. Kondisi kegemukan yang dialami anak-anak sejak kecil jelas meningkatkan resiko kematian dini (Taufik,2007) Bila mempunyai ukuran tubuh termasuk obesitas memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Vita, 2004). Indeks Massa Tubuh (IMT) yang kurang dari 18,5 termasuk dalam kategori kurus, untuk IMT antara 18,5-22,9 termasuk dalam kategori normal, untuk IMT 23,0-27,4 termasuk dalam kategori over weight dan untuk IMT lebih dari 27,5 termasuk dalam kategori obesitas (Taufik, 2007).

42 47 g. Minum alkohol Minuman alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi (Vita, 2004). Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol serta diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak bila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes RI, 2003). h. Merokok Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap (Vita, 2004). Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (Eny,2011) Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu rokok juga dapat mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik mmhg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit (Eny, 2011)

43 48 4. Faktor Eksternal Selain faktor dari pribadi sendiri orangnya, ada juga faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Faktor tersebut adalah faktor yang berasal dari lingkungan, khususnya lingkungan kerja, seperti : a. Tekanan Panas Pada lingkungan kerja panas, tubuh mengatur suhunya dengan penguapan keringat yang dipercepat dengan pelebaran (vasodilatasi) pembuluh darah tepi dan vasokontraksi pembuluh darah dalam yang disertai meningkatnya denyut nadi dan tekanan darah, sehingga beban kardiovaskuler bertambah (Suma mur,2009). Jika seseorang merasakan panas yang berlebih dan secara terus-menerus, maka orang tersebut akan cepat merasakan lelah dan peningkatan emosi juga terjadi. b. Kebisingan Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, lebih-lebih yang terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga (Suma mur,2009). Kebisingan mengganggu perhatian, sehingga konsentrasi dan kesigapan mental menurun. Efek pada persyarafan otonom terlihat sebagai kenaikan tekanan darah, percepatan denyut jantung, pengerutan pembuluh darah kulit, bertambah cepatnya metabolisme, menurunnya

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi : BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan Bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki (WHO, 1995). Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Iklim Kerja 1. Pengertian Iklim kerja Iklim kerja adalah keadaan udara di tempat kerja. 2 Iklim kerja merupakan interaksi berbagai variabel seperti; temperatur, kelembapan udara,

Lebih terperinci

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) KEPMENAKER NO.51 TAHUN 1999 TENTANG NAB FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA 1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan 2.1. Tekanan Darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tenaga yang diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang kemudian dipadankan

Lebih terperinci

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Lingkungan Kerja Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Definisi Kebisingan Adalah bunyi yang tidak menyenangkan, bunyi yg menggangu. Pengukuran : - Sound level meter - Mikrofon - Sound Analyzer ALAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara atau media lain 5). Apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat

Lebih terperinci

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja adalah faktor-faktor termis dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Manusia mempertahankan suhu tubuhnya antara 36-37 0 C dengan berbagai cara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tekanan Panas a. Definisi Iklim kerja adalah suatu bentuk kombinasi dari suhu di tempat kerja, kelembaban pada udara, kecepatan gerakan udara, serta suhu radiasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas Menurut Suma mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki 3). Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan tenaga kerja telah diatur dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN DI UNIT FERMENTASI PT. INDO ACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN DI UNIT FERMENTASI PT. INDO ACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR LAPORAN KHUSUS HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN DI UNIT FERMENTASI PT. INDO ACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR Dian Pitaloka Ika Dewi R.0008033 PROGRAM DIPLOMA III

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Kerja 2.1.1. Definisi Iklim Kerja Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat. Dinamisnya mobilitas penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Definisi Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang kemudian dipadankan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN UNIT COMPRESSOR PT. INDO ACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN UNIT COMPRESSOR PT. INDO ACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR LAPORAN KHUSUS HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN UNIT COMPRESSOR PT. INDO ACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR Dinar Hartanto R.0008035 PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat tertentu.temperature kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan

Lebih terperinci

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana pekerja beraktifitas sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap gangguan bahaya baik langsung dan tidak langsung bagi keselamatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja terpapar panas di atas dan. di bawah NAB di PT. Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten.

BAB V PEMBAHASAN. A. Perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja terpapar panas di atas dan. di bawah NAB di PT. Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten. BAB V PEMBAHASAN A. Perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja terpapar panas di atas dan di bawah NAB di PT. Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten. Hasil penelitian menunjukkan setelah bekerja untuk sistole

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Denny Dermawan 1, Mochamad Luqman Ashari 2, Wiediartini 3 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri textile merupakan industri yang sebagian proses produksinya menggunakan mesin dengan teknologi tinggi, misalnya seperti mesin winding, warping, zising, riching,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pembangunan di Indonesia telah membawa kemajuan pesat disegala bidang kehidupan seperti sektor industri, jasa, properti, pertambangan, transportasi, dan lainnya.

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 11 LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 www.labdske-uii.com Lingkungan Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, bahan serta peralatan yang semakin rumit dan kompleks tersebut sering tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, bahan serta peralatan yang semakin rumit dan kompleks tersebut sering tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dunia Industri akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi yang tinggi, penggunaan bahan serta peralatan yang semakin rumit dan kompleks. Namun demikian, penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2 Iklim kerja atau cuaca kerja yang terlalu panas atau dingin dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri dengan produk dan distribusinya telah menimbulkan suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode analitik observasional dengan cara pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mencari hubungan

Lebih terperinci

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Masa Kerja Masa kerja dihitung dari hari pertama masuk kerja sampai dengan saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bising merupakan faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory seperti stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi. Namun dalam penerapan teknologi tinggi tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UPT. Balai Yasa Yogyakarta merupakan satu dari empat Balai Yasa yang dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). UPT. Balai Yasa Yogyakarta adalah industri yang

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Belajar Menurut Suwarno (2006) lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar yang melengkapi terjadinya proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana pekerja beraktifitas sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap gangguan bahaya baik langsung dan tidak langsung bagi keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang penyebab utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin,

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim kerja yang kurang sesuai, seperti suhu lingkungan kerja yang terlalu panas atau dingin, dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja. Iklim kerja panas

Lebih terperinci

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author: Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.4 No.1 (2015) 36-41 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Penentuan Pola Kebisingan Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant Di

Lebih terperinci

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu kulit (shell temperature) Suhu kulit menggambarkan suhu kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Permukiman Lingkungan pemukiman/perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

Lebih terperinci

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011 ERGONOMI - TEMPERATUR - Universitas Mercu Buana 2011 Tubuh Manusia dan Temperatur Kroemer & Kroemer,, 2001) Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Nugroho Dwi Prasetyo, Rizki Gusti, Alfi Torich, Denny Dermawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya,

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO Akmal Dwiyana Kau, Sunarto Kadir, Ramly Abudi 1 akmalkau@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang ada di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan industri di indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sebagian besar waktu usia produktif akan dilewatkan di tempat kerja. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang mengakibatkan pengaruh buruk terutama apabila tidak dikelola dengan baik. Berbagai sumber berbahaya di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin 1 BAB I PENDAHULUAN Teknologi dalam industri diterapkan untuk mempermudah pekerjaan dan meningkatkan hasil kerja. Mesin-mesin dalam industri merupakan terapan dari teknologi canggih yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya perubahan proses produksi. Sebelum kemajuan teknologi, pekerjaan di bidang industri hanya menggunakan alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun. BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah Seluruh responden pada penelitian ini memiliki rentang usia 45-65 tahun di posyandu Lansia RW 18 dan RW 19 Kelurahan Jebres,

Lebih terperinci

Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja

Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja Standar Nasional Indonesia Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja ICS 13.100 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandara Adisutjipto Yogyakarta berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan R.I. Nomor KM 90/19991 ditetapkan sebagai bandara internasional. Kegiatan, frekuensi, dan jenis

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya Bab V Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya V.1 Identifikasi Bahaya Teknik yang digunakan untuk penentuan bahaya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panas adalah faktor pekerjaan yang dihadapi oleh banyak pekerja hutan di seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di bidang kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya pembangunan industri tentunya akan semakin meningkat pula risiko yang berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja. Bahaya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah keadaan sekitar baik secara fisik dan non fisik yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi keadaan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan Banyakprodo Tirtomoyo. Jumlah remaja laki- laki yang dilakukan pengukuran berjumlah

Lebih terperinci

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang KEBISINGAN Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan efek yang negatif yaitu berupa gangguan kesehatan dan keselamatan bagi tenaga kerja maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan lingkungan menyatakan bahwa setiap manusia mengupayakan kesehatan lingkungan yang salah satunya, lingkungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan merugikan manusia

Lebih terperinci

Suma mur (2009) dalam bukunya menyatakan faktor-faktor yang

Suma mur (2009) dalam bukunya menyatakan faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah upaya kesehatan lingkungan yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Bunyi dapat dihasilkan oleh dua benda yang saling berbenturan, alat musik, percakapan manusia, suara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikis terhadap tenaga kerja (Tarwaka, 2014). Dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikis terhadap tenaga kerja (Tarwaka, 2014). Dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden Penelitian mengambil tempat di dalam ruangan kerja karyawan kantor dan ruang guru di sekolah-sekolah negeri. Responden dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17% - 21% dari keseluruhan populasi orang dewasa artinya, 1 di antara 5 orang dewasa menderita hipertensi. Penderita hipertensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN 2013 Hamdani STIKES Harapan Ibu Jambi Prodi IKM Korespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air adalah kebutuhan utama pada makhluk hidup, terutama manusia.tidak ada makhluk hidup bisa hidup tanpa adanya air yang di konsumsi. Karena pada proses metabolisme,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusaan. Pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Salah satu diantaranya adalah lingkungan kerja yang bebas dari kebisingan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat pada pengurangan kapasitas dan ketahanan tubuh. Kelelahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN:

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: Organisasi Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Organisasi Kerja Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja; waktu istirahat;

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA KEPUTUSAN T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA Menimbang: a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, perlu

Lebih terperinci