KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU"

Transkripsi

1 KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU AHMAD JUAIDI KHAMSANI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2010 Ahmad Juaidi Khamsani C

3 RINGKASAN Ahmad Juaidi Khamsani. C Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Dibawah bimbingan Kadarwan Soewardi dan Arif Wibowo. Ikan belida merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting yang banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Populasi ikan belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar cenderung menurun, diduga karena tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi populasi ikan belida (Chitala lopis) yang berasal dari beberapa lokasi yang berbeda di sungai Kampar. Pengambilan contoh ikan dilakukan pada bulan Mei-November 2009 pada 5 lokasi sampling yaitu, Waduk Kuto Panjang, Sungai Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam. Analisis data meliputi analisis komponen utama (PCA), analisis diskriminan, analisis kelompok (cluster) dan indeks fluktuasi asimetri. Ikan belida yang diperoleh selama penelitian sebanyak 45 ekor dengan kisaran panjang standar antara 28,24 81,00 cm. Berdasarkan Hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter morfometrik dan meristik dari 45 spesimen, total ragam yang dapat dijelaskan kedua komponen utama sangat kecil, maka informasi yang didapat dari hasil PCA tidak optimal sehingga tidak bisa digunakan untuk melihat sebaran populasi dan karakter ikan belida. Bedasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfometrik, terlihat adanya pengelompokkan yang nyata pada populasi ikan belida di setiap stasiun. Pengelompokkan ini diduga disebabkan adanya perbedaan karakteristik habitat dan kondisi lingkungan pada lima stasiun tersebut. Sedangkan untuk karakter meristik, tidak terlihat adanya pengelompokan yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya persamaan karakter pada populasi tersebut. Dari pengelompokan berdasarkan jarak Euclidean terjadi pemisahan kelompok antara populasi ikan belida Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) dengan stasiun Rantau Baru (RB) dan Kuala Tolam (KT), sedangkan stasiun Langgam (LG) memiliki jarak kelompok yang bediri sendiri. Hasil ini diduga karena adanya perbedaan dan kesamaan kondisi lingkungan dan karakteristik perairan pada kelima stasiun tersebut. Berdasarkan indeks fluktuasi asimetri, secara keseluruhan fluktuasi asimetri gabungan dari kelima stasiun pengamatan menunjukkan nilai fluktuasi asimetri yang cukup tinggi. Kajian mengenai karakter morfologi ikan belida diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keragaman jenis ikan ini di alam sehingga dapat membantu dalam memahami kestabilan dan kelangsungan populasi ikan tersebut, sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan di masa mendatang.

4 KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU AHMAD JUAIDI KHAMSANI C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program studi : Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. : Ahmad Juaidi Khamsani : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Arif Wibowo, SP., M.Si. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : 15 April 2010

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei November 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan. Bogor, April 2010 Penulis vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi dan Arif Wibowo, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M. Phil selaku dosen penguji dari komisi pendidikan MSP atas saran, masukan dan perbaikan yang diberikan. 3. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan selama perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 4. Keluarga tercinta; Terutama Ayah dan Mama yang selalu mendukung baik secara moril maupun materiil, Ayahcak, Mamacak, Tante Ica, Bang Yan, Tante Lusi, Tante Pipin, Tante Eci, Om Yadi, Om Supri, Adik adikku (Dwita, Rizki, Ridho) atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya. 5. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan seluruh staf BRPPU (Pak Subagja, Mba Melfa) yang telah banyak membantu penelitian ini. 6. Seluruh staf Laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan ( Pak Ruslan, Ka Selly ) atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 7. Staf tata usaha MSP terutama Mba Widar, serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Team Belida (Muning, Rahmah, dan Octo), Agus, Qq, Ebith, Avie, Endah, Lenggo, Erys, Moro, Tia, Mecin, Bonit dan seluruh teman-teman MSP 42 lainnya atas kesetiaannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan serta memberikan bantuan, dukungan, semangat, saran, kritik, doa dan kebersamaannya selama ini. vii

8 9. Rekan-rekan MSP 40, MSP 41, MSP 43, MSP 44 dan MSP 45 atas dukungan, semangat dan kebersamannya. 10. Rekan-rekan Ikamusi, Wisma Himaja, Serta Rekan-rekan dari Departemen lain atas dukungannya. viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 20 Juni 1988, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Jurinto S.Pd. dan Khomsiah S.Pd. Pendidikan formal pertama diawali SDN 02 Inderalaya ( ), SD Taman Siswa 02 Sungai Gerong ( ), SLTP YKPP 03 Sungai Gerong ( ), SLTP Negeri 01 Inderalaya ( ), dan SMA Negeri 01 Inderalaya (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Pada tahun penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota Bidang Sportainment. Pada tahun penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah IKAMUSI (Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya), sebagai Ketua Divisi Internal periode 2005/2006, Ketua Umum IKAMUSI periode 2006/2007, dan Penasehat Umum IKAMUSI periode 2007/2008. Penulis juga aktif dalam mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkungan maupun di luar lingkungan kampus IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xxiii Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Spesies Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Karakter Morfologis Habitat dan Distribusi Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri Hubungan Kekerabatan Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Metode Kerja Pengambilan ikan contoh Pengamatan karakter morfologi ikan contoh di laboratorium Analisis Data Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Diskriminan Analisis Kelompok (Cluster) Indeks Fluktuasi Asimetri HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tangkapan dan Komposisi Ukuran Ikan Belida Sebaran Populasi dan Karakter Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Diskriminan Analisis Kelompok (Cluster Analysis) Keragaman Karakter Morfometrik dan Meristik Keragaman Karakter Morfometrik Keragaman Karakter Meristik Analisis Indeks Fluktuasi Asimetri Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Belida Secara Umum KESIMPULAN DAN SARAN xxi xxii

11 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... x 43 LAMPIRAN... 48

12 DAFTAR xi TABEL Halaman 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida (Chitala lopis) Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan daerah aliran Sungai Kampar Karakter morfometrik dan meristik Jumlah tangkapan ikan belida per stasiun penangkapan Distribusi ukuran tangkapan setiap stasiun Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida di setiap lokasi Koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida di setiap lokasi... 34

13 DAFTAR GAMBAR xii Halaman 1. Ikan Belida (Chitala lopis) Lokasi penelitian Karakter morfologi ikan tampak samping Karakter morfologi ikan tampak atas Histogram sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang standar Sebaran karakter morfometrik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan Jarak kelompok ikan belida Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter morfometrik bilateral Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter morfometrik bilateral Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik bilateral Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter meristik bilateral Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) overall Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) overall... 38

14 DAFTAR LAMPIRAN xiii Halaman 1. Lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Alat tangkap yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Nilai Partial Lambda hasil analisis diskriminan Total ketepatan klasifikasi dan Jarak Mahalanobis Hasil PCA karakter morfometrik dan meristik Data fluktuasi asimetri karakter morfometrik Data fluktuasi asimetri karakter meristik Nilai rata-rata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik dan meristik Data karakter morfometrik (persentase panjang standar) Data karakter meristik xiv

15 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Kampar merupakan sungai besar yang terletak di Provinsi Riau dengan panjang 400 km dan kedalaman rata-rata sekitar 6 m. Sungai Kampar merupakan habitat berbagai jenis organisme perairan air tawar, diantaranya ikan belida (Chitala lopis). Ikan belida adalah ikan asli perairan Indonesia dengan penyebaran meliputi wilayah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Jawa. Ikan belida merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting. Ikan ini banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias, sehingga banyak diburu oleh masyarakat. Spesies ikan belida telah disadari memiliki arti penting sebagai sumber makanan bagi manusia (Kottelat dan Wijanarti 2006). Penangkapan yang berlebihan dan tidak terkendali dikhawatirkan dapat merusak habitat ikan belida dan dapat menyebabkan populasi ikan tersebut di alam semakin menyusut. Bila hal ini terus dibiarkan maka populasinya akan semakin berkurang dan akhirnya akan punah. Studi mengenai ikan belida (Chitala lopis) sampai saat ini belum banyak dilakukan, khususnya terkait dengan aspek populasi sehingga informasi tentang ikan ini masih sangat minim. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian mengenai aspek populasi pada karakter morfologi, sehingga dapat dilihat karakteristik dan pola fragmentasi ikan belida di Sungai Kampar. Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi, meliputi studi morfometrik dan meristik dari ikan. Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku, sedangkan meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh dari ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jarijari keras dan lemah pada sirip punggung (Affandi et al in Akbar 2008). Adapun fluktuasi asimetri adalah perbedaan rata-rata antara karakteristik bilateral (karakter sebelah kiri dan kanan) dalam suatu populasi (van Valen 1962). Pembatas utama karakter morfologi dalam tingkat intra spesies adalah variasi fenotip yang tidak selalu tepat dibawah kontrol genetik tapi dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Faktor Lingkungan dapat menyebabkan perubahan morfologi,

16 2 reproduksi dan survival pada ikan sebagai hasil modifikasi fisiologi dan perilaku akibat respon adaptif mereka terhadap perubahan lingkungan (Stearns 1983 in Wibowo et al. 2008). Organisme bisa dimasukkan dalam satu grup spesies melalui berbagai pendekatan, salah satunya penampakan luar tubuh atau morfologi (Mayr 1970 in Wibowo et al. 2007). Pengukuran keragaman suatu populasi ikan bisa didekati melalui pengamatan variasi karakter morfometrik (Turan et al. 2004) dan dapat juga dengan menggunakan indeks fluktuasi asimetrik (Palmer 1996 in Wibowo et al. 2008). Sedangkan karakter meristik dan variasinya telah digunakan sebagai suatu alat dasar dalam memisahkan populasi pada spesies ikan yang berbeda (Seymour 1959 in Wibowo et al. 2008). Untuk menghindari ikan belida dari kepunahan dan memastikan kelestarian ikan belida di Sungai Kampar maka perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan berdasarkan kajian stok ikan di perairan. Studi keragaman morfologi ikan belida (Chitala lopis) merupakan salah satu pendukung upaya pengelolaan tersebut. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan ikan belida secara optimal dan berkelanjutan Perumusan Masalah Populasi ikan belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar cenderung menurun. Produksi tahunan ikan belida pada tahun 2003 sebesar 50,2 ton (DKP DT I Riau 2003) menjadi hanya 7,6 ton pada tahun 2007 (DKP DT I Riau 2007). Hal ini diduga karena adanya berbagai tekanan seperti tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Adanya kegiatan eksploitasi yang terus meningkat terhadap ikan ini serta kerusakan habitat alami akibat adanya penangkapan dapat menyebabkan populasi ikan belida di alam semakin berkurang, sehingga dapat menurunkan kekayaan hayati ikan belida. Keberadaan ikan belida yang semakin berkurang dapat menekan fitness populasi yang mengakibatkan kepunahan. Kondisi ini mendatangkan permasalahan dalam kaitannya dengan kelestarian populasi ikan belida serta upaya pengelolaan populasinya di masa mendatang. Dalam rangka merealisasikan upaya pengelolaan sumberdaya ikan belida (habitat dan populasi), dibutuhkan seperangkat data dan informasi baik biologi maupun ekologi ikan belida. Untuk memperoleh informasi yang jelas dari

17 3 permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian berupa kajian populasi mengenai karakter morfologi ikan belida (morfometrik, meristik dan fluktuasi asimetri), sehingga dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keragaman populasi ikan ini di alam yang dapat membantu dalam memahami kestabilan dan kelangsungan populasi ikan tersebut. Sehingga dapat memberikan informasi untuk upaya pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi dan kondisi kesehatan populasi ikan belida (Chitala lopis) yang berasal dari beberapa lokasi yang berbeda di Sungai Kampar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai keragaman populasi dan kesehatan populasi ikan belida di Sungai Kampar, Provinsi Riau. Serta sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan ikan belida baik di Sungai Kampar maupun di perairan Indonesia lainnya di masa mendatang.

18 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in (2009) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Osteoglossiformes Famili : Notopteridae Genus : Chitala Spesies : Chitala lopis Sinonim : Notopterus chitala Nama lokal : Pangaju (Jawa), Lopis (Jawa Barat), Belidah/Blidah (Kalimantan Barat), Pipih (Kalimantan Selatan) (Schuster & Djajadiredja 1952), Belido (Palembang) ( Nama umum : Giant featherback Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) Ikan belida (Chitala lopis) merupakan spesies ikan air tawar yang menghuni perairan umum di Indonesia. Ikan belida tergolong ikan purba dengan bentuk tubuh yang unik. Bersifat predator dan nokturnal pada siang hari mereka

19 5 bersembunyi di antara vegetasi (Kottelat et al. 1993). Sebagai predator air tawar ikan belida hidup di habitat sungai dan daerah yang sering tergenang banjir di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Menurut Robert (1913) in Madang (1999) genus Notopterus hanya terdiri dari satu spesies yaitu Notopterus notopterus. Notopterus chitala merupakan anggota genus Chitala dan N. borneensis digolongkan sebagai junior Chitala lopis. Famili Notopteridae telah direvisi oleh Robert (1992b) in Wibowo et al. (2008) yang menyatakan bahwa semua Chitala yang berasal dari Indonesia merupakan satu spesies yaitu Chitala lopis Karakter Morfologis Ikan belida memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, kepala kecil dan bungkuk di bagian tengkuk. Sirip ekor langsung bersambungan dengan sirip anal. Mulut dapat disembulkan dengan posisi terminal. Posisi sirip perut terhadap sirip dada abdominal. Sirip dorsal kecil seperti bulu. Tubuh agak licin, bagian atas kehitaman agak kelabu sedangkan bagian bawah keperakan. Garis lurus (linea lateralis) satu buah, lengkap tidak terputus (Direktorat Bina Sumberhayati 1990). Morfologi khusus dari ikan belida (Chitala lopis) antara lain memiliki bentuk kepala dekat punggung cekung, rahang semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampui batas belakang mata. Sisik preoperkulum lebih dari 10 baris, jari-jari pada sirip dubur, pasang duri kecil di sepanjang perut. Pola warna berkisar dari 3 fase yaitu, fase maculosus ( mm), dimana seluruh badan ditutupi bintik bulat kecil. Fase borneensis, ( mm), banyak baris miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan badan bagian belakang, dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan. Tidak ada tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal sirip dada pada fase hypselonotus (> 600 mm) dan beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda pada badan pada fase lopis dengan kisaran ukuran tidak dikenal (Kottelat et al. 1993) Habitat dan Distribusi Ikan belida termasuk kategori spesies yang seluruh daur hidupnya berada di air tawar (Adjie et al. 1999) dan hidup pada perairan bersifat reaksi sekitar netral,

20 6 bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah (Adjie dan Utomo 1994). Hidup di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Sjafei et al. in Madang (1999) menyatakan bahwa ikan Notopteridae merupakan contoh ikan yang berdistribusi di dataran rendah. Gambaran kondisi kualitas perairan yang banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak merupakan habitat ikan belida yaitu: Tabel 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida (Chitala lopis) No. Parameter Satuan Nilai 1. Suhu oc Kecerahan cm ph unit 5,5 7,5 4. Oksigen terlarut ppm 1,7 9,4 Sumber: Adjie dan Utomo (1994) in Wibowo dan Sunarno (2006) Sebagian besar ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenangi air, pada saat debit air kecil di musim kemarau, sedangkan pada saat air melimpah di musim hujan mereka menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun mencari makan (Adji dan Utomo 1994 in Wibowo dan Sunarno 2006). Ikan ini menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan, induk ikan belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada m di bawah permukaan air (Adjie dan Utomo 1994). Dalam perikanan, ikan belida memiliki nilai ekonomis sebagai ikan hias dan konsumsi. Ikan belida hidup pada perairan danau, rawa dan sungai yang banyak hutan rawa dataran rendah (Utomo dan Krismono 2006). Ikan belida di Indonesia menghuni perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Penyebaran ikan belida di Sumatra Selatan banyak ditemukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Kotamadya Palembang dan sebagian kecil di Kabupaten Lahat (Widyastuti 1993) Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri Menurut Imron (1998) perbedaan morfologis antar populasi atau spesies digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan

21 7 ciri-ciri anatomis tertentu. Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku, panjang cagak, dan sebagainya sedangkan meristik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung dan sebagainya (Affandi et al in Widiyanto 2008). Afrianto et al. (1996) menyatakan bahwa morfometrik adalah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh luar organisme, sedangkan meristik adalah sifat-sifat yang menunjukkan jumlah bagian-bagian tubuh luar seperti jumlah jari-jari sirip yang digunakan untuk penentuan klasifikasi. Fluktuasi asimetri adalah perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara normal dengan rataan mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal (van Valen 1962). Fluktuasi asimetri sering digunakan sebagai ukuran ketidakstabilan / ketidaksamaan perkembangan, di bawah asumsi bahwa organisme memiliki mekanisme homeostatik yang mengendalikan sifat perkembangan (van Valen 1962). Pada ikan, peningkatan fluktuasi asimetri dapat diamati melalui jari-jari sirip perut, jari-jari sirip dada, tapis insang atas bagian bawah serta pori-pori rahang atau mandibular pores. Dewantoro (2001) in Widiyanto (2008) menyatakan bahwa perbedaan ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu perairan dan salinitas, atau karena faktor genetik yang tidak seimbang. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya dapat berbeda. Pengukuran ciri morfometrik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda yaitu metoda pengukuran baku dan metoda truss morfometrik. Namun metoda baku mengandung kelemahan misalnya pengukuran lebar badan tidak mengikuti anatomi ikan sehingga tidak konsisten dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya dan pengukuran panjang tubuh masih terlalu umum dalam menggambarkan bentuk ikan. Sedangkan metoda truss morfometrik digunakan untuk menggambarkan secara lebih tepat bentuk ikan dengan memilih titik-titik homologus tertentu di sepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut. Dengan cara ini pengukuran lebih konsisten, memberikan informasi yang terinci dengan

22 8 menggambarkan bentuk ikan dan memperkecil kesalahan pengukuran (Nugroho et al in Brojo 1999) Hubungan Kekerabatan Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga manfaat yaitu, membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman morfologis antar populasi atau spesies, serta mengklasifikasikan dan menduga hubungan filogenik (Strauss dan Bond 1990 in Imron 1998). Karakter morfometrik juga dapat digunakan untuk membedakan antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya (Madang 1999), antara jenis ikan yang sama dari geografis atau tempat yang berbeda dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi 1990 in Dewantoro 2001 in Widiyanto 2008). Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Meskipun deskripsi secara kualitatif ini mungkin dianggap cukup memadai, tetapi seringkali diperlukan untuk mengekspresikan perbedaan tersebut secara kuantitatif dengan mengambil berbagai ukuran dari individu-individu dan menyatakan statistik (misalnya ratarata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukuran-ukuran tersebut). Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik dimana ciri-ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan sampai ukuran tubuh mantap tercapai sedang karakter morfometrik (panjang badan dan bobot badan) berubah secara kontinu seiring dengan ukuran dan umur (Strauss & Bond 1990 in Hidayat 2007) Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar Sungai Kampar adalah salah satu sungai besar di Sumatera, tepatnya di Provinsi Riau. Sungai Kampar memiliki panjang 400 km dengan kedalaman ratarata sekitar 6 m, hulunya dari pegunungan Bukit Barisan (Lubuk Bangkul, Payakumbuh) dan bermuara di Selat Malaka (Tanjung Alai) (Sunarno et al. 2005). Sungai Kampar mempunyai dua anak sungai utama yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan (Siregar 1989). Salah satu bentuk badan air dari Sungai

23 9 Kampar adalah rawa banjiran (flood plain) yang merupakan habitat yang sangat sesuai untuk migrasi makan dan reproduksi ikan belida (Adjie dan Utomo 1994 in Sunarno et al. 2005). Daerah Aliran Sungai Kampar terletak antara 0 o 10 LU 0 o 19 LS dan 100 o o 34 BT. Perairan umum Sungai Kampar beserta rawa dan danau yang terdapat di sepanjang aliran sungai ini merupakan salah satu sumber utama hasil ikan air tawar daerah Riau, dan memegang peran penting dalam penyediaan protein hewani terutama bagi penduduk di daerah Kabupaten Kampar yang berdiam di bagian pedalaman dan daerah lain yang berdekatan seperti Kotamadya Pekanbaru (Fauzi 1982 in Siregar 1989).

24 10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai bulan November 2009 di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dan tim peneliti pada 5 lokasi sampling yaitu, Waduk Kuto Panjang, Sungai Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam. Penentuan titik sampling didasarkan pada informasi banyaknya ikan belida yang tertangkap oleh nelayan di lokasi tersebut. Ikan yang tertangkap diawetkan dengan alkohol absolut, kemudian sampel dibawa untuk dianalisis di Laboratorium Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Peta Lokasi Penelitian Sungai Kampar Provinsi Riau 0 45' 0 30' 1 45' LANGGAM WADUK KUTO PANJANG 1 3 SUNGAI TESO 2 RANTAU BARU 4 5 Kuala Tolam Keterangan : Stasiun Sungai Pantai Batas WS Bengkalis Indragiri Kampar Reteh Rokan Siak Inset Sumber : BRPPU Palembang ' ' ' 104 Gambar 2. Lokasi penelitian

25 11 Stasiun Waduk Kuto Panjang memiliki tipe substrat berpasir dan terdapat pohon yang sudah mati. Stasiun Sungai Teso perairannya berwarna coklat, memiliki substrat berpasir, dan di tepi sungai terdapat banyak tumbuhan. Untuk stasiun Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam tipe substratnya berlumpur dan warna perairan agak kecoklatan (Lampiran 1). Parameter fisika dan kimia perairan Sungai Kampar selama penelitian di kelima stasiun pengambilan ikan contoh secara umum dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Parameter A. Fisika Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan daerah aliran Sungai Kampar Kisaran Satuan WD ST LG RB KT 1. Suhu air o C 28,0-33,0 26,6-29,8 27,7-31,5 25,8-29, ,9 2. Kedalaman m 4,1-9,3 0,2-4,6 3,0-19,7 1,2-6,9 4,1-6,1 3. Kecerahan cm 9,0-20,0 9,9-16,5 40,0-53,3 21,7-48,0 27,5-65,8 B. Kimia 1. DO mg/l 5,5-7,3 7,6-7,9 2,3-3,5 2,4-7,9 3,6-7,4 2. ph unit 6,5-8,6 5,0-8,0 5,5-6,9 5,0-6,6 5,0-6,6 Keterangan: WD: Waduk Koto Panjang; ST: Sungai Teso; LG: Langgam; RB: Rantau Baru; KT: Kuala Tolam 3.2. Metode Kerja Pengambilan ikan contoh Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap tiga bulan sekali yaitu pada bulan Mei, Agustus, dan November 2009 di lima lokasi sampling. Pengambilan sampel ikan belida dilakukan oleh nelayan lokal dan juga tim peneliti menggunakan alat tangkap pancing dan lukah pada stasiun Sungai Teso, serok pada stasiun Rantau Baru, sempirai pada stasiun Kuala Tolam, pancing dan lukah pada stasiun Langgam, dan Lukah pada stasiun Waduk Kuto Panjang (Lampiran 2). Ikan yang tertangkap dibawa ke daratan dan langsung diukur panjang dan bobotnya. Panjang ikan diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm, sedangkan bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 gram. Ikan kemudian ditandai dengan Tagging Dynamo Machine berdasarkan stasiun penangkapan. Kemudian tubuh ikan belida diawetkan dengan larutan alkohol 5%, 10%, 20%, 50%, 70% secara gradual agar alkohol meresap ke dlam tubuh ikan

26 12 sehingga bagian dalam tubuh ikan tidak hancur. Selanjutnya ikan belida di analisa karakter morfometrik, meristik, dan fluktuasi asimetrik di Laboratorium Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Pengamatan karakter morfologi ikan contoh di laboratorium Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan di laboratorium adalah alat bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm, electronic digital caliper dengan ketelitian 0,01 mm, dan tissue (Lampiran 3). Bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan belida, alkohol, formalin 5% untuk mengawetkan insang dan aquades. Dalam pengerjaannya ikan yang telah diawetkan dicuci terlebih dahulu, kemudian diukur karakter morfometriknya menggunakan penggaris dan electronic digital caliper dan dihitung karakter meristiknya secara manual. Penentuan karakter morfometrik-meristik dilakukan berdasarkan morfologi ikan. Galman (1987) in Brojo (1999) menentukan 12 karakter morfometrik pada ikan nila (Oreochromis niloticus) sedangkan Priyanie (2006) in Widiyanto (2008) menentukan 34 karakter morfometrik dan 13 karakter meristik pada ikan kurisi (Pristipomoides filamentosus). Hal ini menandakan tidak adanya standar tetap dalam penentuan jumlah karakter morfometrik-meristik yang akan diukur maupun dihitung pada tiap spesies ikan melainkan disesuaikan dengan morfologi ikan. Pada penelitian ini ditentukan 25 karakter morfometrik dan meristik yang didasarkan pada morfologi ikan. Karakter meristik yang dihitung dan morfometrik yang diukur dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 serta pada tabel 3. Tabel 3. Karakter morfometrik dan meristik No Karakter Abreviation Keterangan 1 Panjang standar (Standard length) SL Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan pangkal ekor 2 Jarak ke operculum kedua (Distance to second operculum) 3 Panjang hidung (Snout length) DSO SNL Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan operculum kedua Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan lubang hidung 4 Lebar kepala (Head width) HW Jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup insang pada kedua sisi kepala

27 13 5 Lebar antar mata (Interorbital width) 6 Rahang atas (Upper jaw mouth) 7 Rahang bawah (Lower jaw mouth) 8 Panjang pectoral (Pectoral length) 9 Diameter mata (Eye diameter) 10 Panjang sebelum sirip pectoral (Prepectoral fin length) 11 Panjang sebelum sirip ventral (Prepelfiv length) 12 Panjang sebelum sirip anal (Pre-anal length) 13 Lebar mulut (Mouth width) IOW UJM LJM PTL ED PPFL PPL PAL MW Jarak lurus antara kedua mata Jarak dari ujung terdepan mulut bagian atas dengan ujung terbelakang tulang rahang atas Jarak dari ujung terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terbelakang tulang rahang bawah Jarak dari ujung kepala sampai operculum pertama Panjang garis tengah rongga mata Jarak antara ujung terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terdepan dari sirip pectoral Panjang prepelfiv, jarak antara ujung terdepan mulut dengan pangkal sirip ventral Jarak antara ujung terdepan mulut dengan pangkal sirip anal Bukaan mulut paling lebar, jarak antara sudut sisi kiri dan kanan mulut 14 Lebar tubuh (Body width) BW Jarak paling lebar sisi kanan dan kiri tubuh ikan 15 Panjang sirip pectoral (Pectoral fin length) 16 Panjang sirip ventral (Pelvic fin length) 17 Panjang sirip dorsal (Dorsal fin length) 18 Jumlah duri ventral (Number of ventral spines) PFL PEFL DFL NVS Jarak antara ujung sirip pectoral dengan pangkal sirip pectoral Jarak antara ujung sirip ventral dengan pangkal sirip ventral Jarak tertinggi antara ujung sirip dorsal dengan dasar sirip dorsal Jumlah duri-duri pada bagian ventral di dekat kepala 19 Jumlah jari-jari sepanjang sirip anal (Number of anal fin length rays) 20 Jumlah jari-jari sirip pectoral (Number of pectoral fin rays) 21 Jumlah jari-jari sirip dorsal (Number of dorsal fin rays) NAFL NPF NDF Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip anal Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip pectoral Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip dorsal 22 Tinggi kepala (Head depth) HD Panjang garis tegak antara pangkal kepala bagian atas dengan pangkal kepala bagian bawah 23 Lebar sirip anal (Anal fin width) 24 Panjang kepala (Head length) AFW HL Ukuran paling lebar sirip anal Jarak antara ujung mulut dan ujung operculum terakhir 25 Tinggi badan (Body depth) BD Jarak lurus terpanjang antara bagian atas dan bawah tubuh ikan

28 14 Gambar 3. Karakter morfologi ikan tampak samping Gambar 4. Karakter morfologi ikan tampak atas 14

29 15 Untuk fluktuasi asimetrik, karakter morfometrik dan meristik bilateral yang diukur dan dihitung yaitu : 1. Lengkung insang terluar (Tapis insang) 2. Jari-jari sirip dada 3. Diameter mata (Diameter Panjang dan Lebar mata) 3.3. Analisis Data Selang kelas panjang ditentukan berdasarkan Walpole (1995). Banyaknya selang kelas ditentukan oleh rumus k = 1 + 3,322 log n (n adalah banyaknya data panjang total yang diukur). Wilayah data adalah selisih antara ukuran ikan terpanjang dengan terpendek sedangkan lebar selang kelas ditentukan dengan membagi wilayah data dengan banyaknya selang kelas. Pembandingan besarnya keragaman morfologis antar lokasi dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan rata-rata koefisien keragaman (CV). Data morfometrik dan meristik yang berasal dari metode pengukuran konvensional dianalisis menggunakan program Statistica 6.0. Untuk melihat penyebaran karakter dilakukan dengan Analisis Komponen Utama (PCA) dan Analisis Canonical, untuk melihat keeratan korelasi dengan Analisis Diskriminan. Data bobot tidak disertakan dalam analisis ini. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh akibat perbedaan ukuran sampel (Heales Polzin & Staples 1995 in Imron 1998). Karakter yang mempunyai hubungan korelasi yang dekat dapat dianggap memiliki sifat-sifat yang sama ataupun berlawanan (Rachmawati 1999). Untuk meminimalisir pengaruh perbedaan ukuran sampel, maka sebelum dilakukan analisis, seluruh hasil pengukuran panjang pada tubuh ikan yang merupakan karakter morfometrik distandarisasikan ke dalam bentuk persentase panjang standar Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Komponen Utama merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan sebagian besar informasi yang terdapat dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Berdasarkan hasil analisis dari program PCA, didapatkan suatu komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian

30 16 besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total dengan menggunakan sedikit komponen utama saja. Penggunaan komponen utama sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah (Sartono et al. 2003). Dari hasil analisis akan didapat suatu matriks data yang nilai-nilainya menunjukkan seberapa dekat suatu karakter memiliki keterkaitan dengan karakter lainnya. Dari hasil analisis pula akan didapat penurunan satuan suatu karakter akan diikuti oleh peningkatan satuan dari karakter yang lain (Dewi 2005 in Widiyanto 2008). Selain itu, hasil plot antar komponen utama (grafik score plot) dapat digunakan untuk menentukan banyaknya pengelompokkan secara sederhana Analisis Diskriminan Analisis diskriminan adalah teknik analisis untuk mendeskripsikan, mengelompokkan dan membandingkan grup individu yang dikarakteristikkan oleh sejumlah variabel kuantitatif (Bengen 2000). Pada analisis diskriminan kita dihadapkan dengan dua permasalahan, yaitu : a. Mendefinisikan variabel-variabel yang dapat membedakan dengan baik grupgrup individu yang terbentuk. b. Mengenal karakteristik individu yang tidak terklasifikasi dan menemukan grupnya. Tujuan penggunaan analisis ini antara lain, untuk menguji apakah terdapat perbedaan nyata antar beberapa grup yang ditentukan oleh sejumlah variabel kuantitatif dan mendeterminasi variabel-variabel yang paling mengkarakteristikkan perbedaan-perbedaan Analisis Kelompok (Cluster) Analisis kelompok dimaksudkan untuk mengelompokkan ikan belida dari setiap stasiun ke dalam kelompok masing-masing dari sejumlah variabel atau karakter yang dianalisis. Teknik ini ditujukan untuk membentuk kelompokkelompok individu yang memiliki karakteristik sama (Bengen 2000). Pada prinsipnya analisis ini menggunakan pengukuran jarak Euclidean.

31 Indeks Fluktuasi Asimetri Pendekatan persentase asimetri dan fluktuasi asimetri dilakukan dengan cara menghitung dan membandingkan karakter morfometrik dan meristik bilateral pada sisi kiri dan kanan setiap individu ikan uji (Nurhidayat 2000). Karakter morfometrik bilateral yang diamati adalah diameter panjang dan lebar mata, sedangkan karakter meristik bilateral yang diamati adalah jumlah jari-jari sirip dada dan tapis insang pada lengkung insang bagian luar. Hasil perhitungan selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai fluktuasi asimetrinya, baik besaran maupun bilangan, dengan rumus yang dikemukakan Leary et al. (1985) sebagai berikut : ( Zi) FAn n ( Xi Yi) FAm n Keterangan : FAn FAm Xi Yi Zi n = fluktuasi asimetri bilangan = fluktuasi asimetri besaran = Jumlah karakter sisi kiri = Jumlah karakter sisi kanan = Jumlah individu asimetri untuk ciri meristik tertentu = Jumlah seluruh sampel yang diamati Dari masing-masing karakter yang diamati dapat dicari nilai fluktuasi asimetri gabungan (Overall). Fluktuasi asimetri gabungan merupakan hasil penjumlahan nilai fluktuasi asimetri dari semua karakter morfometri dan meristik bilateral yang diamati. Rumus : FAgab = FAn + Fam Keterangan : FAgab = fluktuasi asimetri gabungan FAn = fluktuasi asimetri bilangan FAm = fluktuasi asimetri besaran

32 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tangkapan dan Komposisi Ukuran Ikan Belida Jumlah ikan belida yang diperoleh di beberapa lokasi penangkapan ikan belida selama penelitian sebanyak 45 ekor. Ikan uji kemudian diberi kode berdasarkan stasiun atau lokasi penangkapan, yaitu KT untuk lokasi Kuala Tolam, RB untuk lokasi Rantau Baru, LG untuk lokasi Langgam, ST untuk lokasi Sungai Teso, dan WD untuk lokasi Waduk Kuto Panjang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan belida pada setiap lokasi pengambilan ikan berbeda-beda, sehingga menyebabkan perbedaan hasil tangkapan pada setiap lokasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh distribusi alami dari ikan tersebut. Pada stasiun Sungai Teso menggunakan alat tangkap pancing dan lukah, pada stasiun Rantau Baru menggunakan serok, sempirai pada stasiun Kuala Tolam, pancing dan lukah pada stasiun Langgam, dan Lukah pada stasiun Waduk Kuto Panjang. Jumlah tangkapan ikan belida selama penelitian berdasarkan stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Jumlah tangkapan ikan belida per stasiun penangkapan Stasiun Hasil Kuala Tolam Langgam Rantau Baru Sungai Teso tangkapan Waduk Kuto Panjang Total Jumlah hasil tangkapan ikan belida tertinggi berasal dari lokasi Rantau Baru sebanyak 19 ekor sedangkan jumlah tangkapan terendah berasal dari Kuala Tolam yaitu 4 ekor. Menurut Kaswadji et al. (1995) in Rosita (2007), perbedaan hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perbedaan jumlah upaya tangkapan (effort), tingkat keberhasilan operasi penangkapan dan keberadaan ikan itu sendiri. Dari hasil pada tabel 4 di atas dapat diduga bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah ikan d stasiun Rantau Baru dipengaruhi oleh alat tangkap. Ikan belida merupakan ikan yang berenang lambat, sehingga mudah tertangkap oleh alat tangkap serok. Selain itu, stasiun Rantau

33 19 Baru mempunyai karakteristik habitat yang disukai ikan belida yaitu perairan sungai yang banyak terdapat tempat berlindung seperti ranting-ranting kayu, karena tempat semacam ini bermanfaat pula untuk menempelkan telur-telurnya. Disamping itu, ikan belida juga menyenangi perairan yang banyak terdapat hutannya, misalnya hutan rawang, dimana ikan-ikan kecil yang merupakan makanan utama bagi ikan belida banyak juga berlindung di daerah tersebut (Adjie dan Utomo 1994). Menurut Effendie (1997) suatu spesies di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan makanan. Ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Shaklee dan Tamaru (1981) in Rizal (2005) menyatakan bahwa perbedaan populasi sering ditandai dengan adaptasi lingkungan dan variabel biologis yang menandai masing-masing lokasi. Ukuran panjang standar ikan belida yang berhasil ditangkap cukup beragam. Beragamnya ukuran ikan yang tertangkap dapat disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang berbeda dan kemampuan tangkap yang berbeda. Ikan belida yang tertangkap memiliki kisaran panjang standar antara 28,24 81,00 cm. Untuk mengetahui distribusi frekuensi panjang standar ikan belida, maka panjang standar dikelompokkan ke dalam 6 selang kelas dengan lebar kelas 8,79 cm. Frekuensi (ekor) Selang kelas panjang standar (cm) Gambar 5. Histogram sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang standar Berdasarkan histogram selang kelas ukuran di atas, ikan belida paling banyak tertangkap pada selang ukuran 37,04 45,83 cm yaitu sebanyak 16 ekor dan pada selang ukuran 45,84 54,62 cm yaitu sebanyak 12 ekor. Sedangkan jumlah

34 20 tangkapan yang paling sedikit terdapat pada selang ukuran 72,22 81,00 cm yaitu sebanyak 2 ekor dan 28,24 37,03 cm yaitu sebanyak 1 ekor. Dari histogram di atas, walaupun jumlah tangkapan paling sedikit terdapat pada selang 28,24 37,03 cm, dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran ikan belida maka semakin kecil frekuensi ikan belida yang tertangkap. Menurut Soumakil (1996) in Makmur (2003) ukuran ikan berbanding terbalik dengan jumlahnya, semakin besar ukuran ikan jumlah tangkapan cenderung semakin sedikit begitu juga sebaliknya. Tabel 5. Distribusi ukuran tangkapan setiap stasiun stasiun Panjang (X + SD) (cm) Berat (X + SD) (gram) KT LG RB ST WD Untuk distribusi panjang dan berat ikan dapat dilihat pada tabel 5. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kisaran distribusi ukuran ikan terbesar baik panjang maupun berat berada pada stasiun Waduk Kuto Panjang, yaitu dengan kisaran panjang 53,10 72,19 cm dan berat 1151, ,63 gram. Dilihat dari hasil tersebut dapat diduga bahwa stasiun Waduk Kuto Panjang mempunyai karakteristik habitat yang baik dan terdapat ketersediaan makanan yang cukup untuk pertumbuhan ikan belida baik panjang maupun berat. Menurut Effendie (1997), besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia di perairan tersebut. Kemudian, adanya makanan yang tersedia dalam perairan amat dipengaruhi pula oleh kondisi biotik (jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudah atau tidaknya mendapatkan makanan, lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut) dan abiotik (suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan) yang terdapat di dalam lingkungan Sebaran Populasi dan Karakter Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Komponen Utama (AKU) atau Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk mereduksi banyaknya peubah (variabel) yang digunakan dalam

35 21 sejumlah data hingga mendapatkan suatu komponen utama yang dapat menggambarkan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total yang terkandung di dalam sejumlah variabel. Hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter morfometrik dari 45 spesimen dan 20 karakter, menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 37,44% dan 10,70% dengan total ragam yang dijelaskan dari kedua komponen tersebut sebesar 48,14% sedangkan hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter meristik dari 45 spesimen dan 4 karakter, menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 42,15% dan 24,10% dengan total ragam yang dijelaskan dari kedua komponen tersebut sebesar 66,25%. Karena total ragam yang dapat dijelaskan kedua komponen utama dari hasil PCA karakter morfometrik maupun meristik sangat kecil, maka kedua komponen utama tersebut tidak mampu memberikan atau mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur, sehingga tidak bisa digunakan untuk melihat sebaran populasi dan karakter ikan belida. Dengan demikian, sebaran populasi dan karakter ikan belida diolah lebih lanjut menggunakan analisis diskriminan untuk menentukan karakter morfometrik dan meristik dominan yang paling berpengaruh dalam persebaran populasi ikan belida di Sungai Kampar Analisis Diskriminan a. Sebaran Karakter Morfometrik Sebaran karakter morfometrik individu kelima populasi ikan belida secara umum menunjukkan hubungan kekerabatan populasi ikan belida tersebut cukup erat antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan dari kelima populasi ikan belida yang diamati. Secara umum populasi Kuala Tolam (KT) lebih dominan mengumpul pada sebelah kiri atas garis axis X, populasi Langgam (LG) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan atas dan kiri atas garis axis Y, populasi Rantau Baru (RB) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kiri bawah garis axis Y, populasi Sungai Teso (ST) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, dan populasi Waduk Kuto Panjang (WD) lebih doniman mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X. Sebaran karakter morfometrik kelima

36 22 populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada gambar 6. 6 Root 1 vs. Root Root Root 1 KT LG RB ST WD Gambar 6. Sebaran karakter morfometrik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan Pada grafik hasil analisis karakter morfometrik, terlihat bahwa terjadi pengelompokkan yang nyata pada populasi ikan belida di setiap stasiun. Pengelompokkan ini diduga disebabkan adanya perbedaan karakteristik habitat dan kondisi lingkungan pada lima stasiun tersebut. Adanya daerah himpitan dari kelima pengelompokan ikan belida yang diamati menunjukkan bahwa ikan belida tersebut berasal dari sumber genetik induk yang sama yang mengalami perubahan akibat adanya perbedaan lingkungan masing-masing populasi (Saputra, 2005). Menurut Mayr (1970) in Wibowo et al. (2007) terbentuknya beberapa kelompok populasi pada ikan belida pada lokasi studi, diduga disebabkan karena faktor lingkungan dan genetik. Populasi ikan belida yang dahulu merupakan satu populasi, kemudian menjadi populasi yang terpisah dan terisolasi di antara Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa karena naiknya permukaan air laut. Populasi yang terisolasi kemudian mengalami perubahan genotip dan atau fenotip, khususnya sifat adaptif yang berkembang melalui seleksi alam yang berbeda sebagai respon kondisi lingkungan yang berbeda pada daerah yang secara geografi terpisah.

37 23 Selanjutnya pengaruh lingkungan, seleksi dan genetik pada tahap ontogeny individu menyebabkan perbedaan morfometrik di dalam suatu spesies (Poulet et al in Wibowo et al. 2007). Berdasarkan hasil analisis diskriminan didapatkan 13 karakter morfometrik dominan yang berpengaruh dalam persamaan fungsi diskriminan dalam menentukan pengelompokan populasi ikan belida berdasarkan kesamaan karakter morfologis dan secara signifikan memberikan kontribusi pada multivariat diskriminan dari kelima populasi yang diamati. Karakter tersebut yaitu PAL (Preanal length), MW (Mouth width), UJM (Upper jaw mouth), ED (Eye diameter), HW (Head width), BW (Body width), PEFL (Pelvic fin length), PPFL (Prepectoral fin length), BD (Body Depth), SNL (Snout length), PPL (Prepelfiv length), HL (Head length), DSO (Distance to second operculum). Berdasarkan nilai Partial Wilks Lambda pada hasil analisis diskriminan karakter morfometrik (Lampiran 4), didapatkan hasil bahwa karakter yang memberikan kostribusi paling besar adalah PEFL (Pelvic fin length). Karena semakin kecil nilai Partial Wilks Lambda maka semakin besar daya diskriminatif suatu karakter atau variabel. b. Sebaran Karakter Meristik Sebaran karakter meristik individu kelima populasi ikan belida secara umum menunjukkan hubungan kekerabatan populasi ikan belida tersebut cukup erat antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan dari kelima populasi ikan belida yang diamati. Secara umum populasi Kuala Tolam (KT) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, populasi Langgam (LG) lebih dominan mengumpul pada sebelah kiri bawah dan kiri atas garis axis X, populasi Rantau Baru (RB) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, populasi Sungai Teso (ST) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan Kiri bawah garis axis Y, dan populasi Waduk Kuto Panjang (WD) lebih doniman mengumpul pada sebelah kiri bawah dan kiri atas garis axis X. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada gambar 7. Adanya variasi karakter meristik ini dapat terjadi karena umur dan ukuran sampel ikan belida bervariasi. Bailey dan

38 24 Gosline (1995) menyatakan bahwa perbedaan meristik diantara populasi ikan mungkin saja dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan, atau keduanya. Berbagai penelitian telah mengidentifikasi perbedaan karakter meristik karena pengaruh lingkungan seperti cahaya, temperatur dan kandungan oksigen terlarut dari periode pembuahan sampai pembukaan telur (Tanning, 1955 in Wibowo et al. 2007). Fowler (1970) in Wibowo et al. (2007) menambahkan perubahan karakter meristik mungkin saja terjadi selama perkembangan awal yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, cahaya dan substansi terlarut. 3.5 Root 1 vs. Root Root Root 1 KT LG RB ST WD Gambar 7. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan Walaupun terdapat variasi karakter meristik, pada gambar 7 tidak terlihat adanya pengelompokan populasi yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya persamaan karakter pada populasi tersebut. Hadie et al. (2002) menyatakan bahwa ukuran bagian tubuh tertentu perkembangannya tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan beberapa ukuran tubuh lainnya berkembang sesuai dengan stress lingkungan di tempat hidupnya. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa di setiap lokasi, variabel tertentu tumbuh dalam laju yang berbeda yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini persamaan ukuran variabel merupakan

39 25 gejala percampuran antar masing-masing lokasi melalui percampuran gen masa lalu (Rizal 2005). Menurut Strauss dan Bond (1990) terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama pertumbuhan setelah ukuran tubuh yang mantap tercapai, sedangkan katrakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur. Berdasarkan hasil analisis diskriminan 4 karakter meristik didapatkan 3 karakter meristik dominan yang secara signifikan memberi konstribusi pada multivariat diskriminan dari kelima populasi yang diamati dan berpengaruh dalam persamaan fungsi diskriminan dalam menentukan pengelompokan populasi ikan belida berdasarkan kesamaan karakter morfologis, yaitu NVS (Number of ventral spines), NPF (Number of pectoral fin rays) dan NDF (Number of dorsal fin rays). Berdasarkan nilai Partial Wilks Lambda pada hasil analisis diskriminan karakter meristik (Lampiran 4), didapatkan hasil bahwa karakter yang memberikan kostribusi paling besar adalah NDF (Number of dorsal fin rays). Karena semakin kecil nilai Partial Wilks Lambda maka semakin besar daya diskriminatif suatu karakter atau variabel. c. Keeratan Korelasi dan Klasifikasi Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel-variabel yang ada. Analisis korelasi dilakukan bila data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel dan perlu untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel itu terjadi (Sudjana 1986 in Suci 2007). Nilai koefisien korelasi dapat berkisar dari -1,00 sampai 1,00. Nilai -1,00 menyatakan korelasi negatif yang sempurna, sementara nilai 1,00 merupakan korelasi positif yang sempurna. Nilai 0,00 menyatakan kurangnya korelasi. Berdasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfometrik kelima populasi yang diamati terdapat variasi korelasi, baik korelasi positif, korelasi negatif, maupun kurangnya korelasi. Nilai korelasi positif tertinggi pada pada populasi ikan belida secara keseluruhan diperoleh antara PAL (Pre-anal length) dengan PPL (Prepelfiv length) dengan korelasi sebesar 0,95 dan korelasi positif terendah antara SNL (Snout length) dengan PEFL (Pelvic fin length), PAL (Pre-anal length) dan BW (Body width) dengan AFW (Anal fin width) dengan korelasi sebesar 0,01. Nilai korelasi negatif

40 26 Tabel 6. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida DSO SNL HW IOW UJM LJM PTL ED PPFL PPL PAL BW PFL PEFL DFL HD AFW HL BD MW DSO 1.00 SNL HW IOW UJM LJM PTL ED PPFL PPL PAL BW PFL PEFL DFL HD AFW HL BD MW

41 27 tertinggi diperoleh antara SNL (Snout length) dan ED (Eye diameter) dengan BD (Body Depth) dengan korelasi sebesar -0,30 dan korelasi negatif terendah antara ED (Eye diameter) dengan BW (Body width) dengan korelasi sebesar -0,01. Serta terdapat karakter dengan korelasi 0,00 yaitu antara HW (Head width) dengan PFL (Pectoral fin length), BD (Body Depth) dengan PTL (Pectoral length) dan PEFL (Pelvic fin length) dengan DFL (Dorsal fin length). Nilai korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah diantara kedua karakter tersebut. Jika pada salah satu karakter terjadi pertambahan maupun pengurangan ukuran panjang, maka karakter yang berkorelasi positif dengan karakter tersebut juga akan bertambah maupun berkurang ukuran panjangnya. Sedangkan nilai korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan diantara kedua karakter yang berkorelasi tersebut. Jika salah satu karakter mengalami pertambahan ukuran panjang, maka karakter yang berkorelasi negatif dengan karakter tersebut akan mengalami pengurangan ukuran panjang, demikian juga sebaliknya (Hadi 1976 in Suci 2007). Brojo (1999) menyatakan bahwa keeratan korelasi positif maupun negatif dapat menunjukkan karakter tersebut dapat diwakili oleh salah satu karakter yang berkorelasi tinggi. Korelasi positif menurut Rachmawati (1999), menunjukan adanya karakter yang berhubungan erat atau suatu karakter bergantung pada karakter yang lain. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 7. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan Asal Klasifikasi lokasi KT LG RB ST WD Total jumlah % jumlah % jumlah % jumlah % jumlah % jumlah % KT LG RB ST WD Tabel 7 menunjukkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan yang terbentuk, hal ini mengindikasikan seberapa besar model diskriminan yang ada dapat mengklasifikasi sampel uji. Pada data awal 4 sampel ikan yang berasal dari Kuala

42 28 Tolam (KT), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 3 (75%) spesimen tetap berada pada kelompok Kuala Tolam (KT) sedangkan 1 (25%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Rantau Baru (RB). Pada data awal 8 sampel ikan yang berasal dari Langgam (LG), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 6 (75%) spesimen tetap berada pada kelompok Langgam (LG) sedangkan 2 (25%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Pada data awal 19 sampel ikan yang berasal dari Rantau Baru (RB), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 18 (95%) spesimen tetap berada pada kelompok Rantau Baru (RB) sedangkan 1 (5%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Pada data awal 5 sampel ikan yang berasal dari Sungai Teso (ST), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 4 (80%) spesimen tetap berada pada kelompok Sungai Teso (ST) sedangkan 1 (20%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Sedangkan pada data awal 9 sampel ikan yang berasal dari Waduk Kuto Panjang (WD), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 9 (100%) spesimen tetap teridentifikasi berada pada kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Total ketepatan klasifikasi model diskriminan yang terbentuk sebesar 89 % (Lampiran 5). Dengan demikian model diskriminan yang terbentuk memiliki ketepatan tingkat prediksi yang tinggi, sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasi sampel ikan belida. Dalam pengklasifikasian berdasarkan fungsi diskriminan yang diperoleh menerangkan bahwa seluruh sampel ikan belida dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok populasi yang ada. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan karakter morfologis yang jelas dari kelima populasi ikan belida di Sungai Kampar. Hal ini dapat diduga terjadi akibat adanya persamaan dan perbedaan kondisi ekologis maupun geografis antara kelima lokasi pengambilan ikan belida Analisis Kelompok (Cluster Analysis) Analisis Kelompok atau juga sering disebut analisis jarak genetik digunakan untuk melihat jauh dekatnya matrik jarak genetik dari masing-masing populasi ikan yang diamati (Hidayat 2007). Analisis kelompok bertujuan untuk membentuk kelompok-kelompok individu atau populasi yang memiliki karakteristik yang

43 29 sama (Bengen 2000). Jarak genetik diantara populasi ikan belida terbentuk berdasarkan matriks Jarak Mahalanobis yang didapat dari hasil analisis diskriminan (Lampiran 5). Semakin kecil jarak antar dua variabel, maka semakin dekat kemiripan antar variabel satu sama lain. Tree Diagram for 5 Cases Complete Linkage Euclidean distances KT RB LG ST WD Linkage Distance Gambar 8. Jarak kelompok ikan belida Berdasarkan hasil analisis jarak kelompok terlihat bahwa pada dasarnya kelima populasi ikan belida cenderung memiliki kemiripan karakter morfometrik karena nilai matriks jarak berkisar antara 0,63 2,86. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi yang digunakan merupakan kelompok populasi yang mempunyai jarak genetik yang dekat, berasal dari populasi dengan sumber genetik yang hampir sama. Bila melihat hasil dari pengelompokan berdasarkan jarak Euclidean yang terbentuk, terlihat bahwa terjadi pemisahan kelompok antara populasi ikan belida Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) dengan stasiun Rantau Baru (RB) dan Kuala Tolam (KT), sedangkan stasiun Langgam (LG) memiliki jarak kelompok yang bediri sendiri ataupun dekat dengan keduanya. Hasil ini diduga disebabkan adanya perbedaan dan kesamaan kondisi lingkungan dan karakteristik perairan pada kelima stasiun tersebut. Defira (2004) menyatakan bahwa karakter morfologi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya. Faktor

44 30 lingkungan selain banyak berpengaruh terhadap fisiologi ikan, juga mempengaruhi variasi morfologi ikan. Variasi morfologi ini dapat terjadi pada individu-individu dalam satu spesies yang hidup dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya variasi morfologi adalah faktor fisik, terutama arus (Nuryanto 2001). Pada stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) memiliki karakteristik substrat perairan yang berpasir. Sedangkan pada stasiun Rantau Baru (RB), Kuala Tolam (KT), dan Langgan (LG) memiliki karakteristik substrat perairan yang berlumpur, akan tetapi pada stasiun Langgam (LG) yang merupakan bagian tengah sungai memiliki kedalaman ratarata yang lebih dalam atau besar dibandingkan dengan keempat stasiun lainnya. Adanya perbedaan dan kesamaan karakteristik substrat dan kedalaman di kelima stasiun tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dan kesamaan kecepatan arus pada lima stasiun pengamatan. Dari uraian tersebut dapat diduga bahwa stasiun WD dengan ST dan RB dengan KT memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif sama serta memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif berbeda pada kelompok stasiun WD dan ST dengan RB dan KT. Sedangkan stasiun LG memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif berbeda dengan kedua kelompok tersebut. Maka, adanya variasi ukuran beberapa bagian atau karakter pada ikan belida yang sebenarnya satu spesies, diduga sebagai variasi yang merupakan hasil adaptasi terhadap kondisi lingkungan perairan seperti substrat dasar sungai, kedalaman, dan lebar sungai yang dapat menyebabkan adanya perbedaan kecepatan arus di kelima lokasi pengambilan ikan belida. Menurut Ehlinger (1991) in Nuryanto (2001) variasi bentuk dan ukuran pada ikan dapat dihasilkan oleh pengaruh lingkungan, terutama arus. Lowe-McConnell (1975) in Nuryanto (2001) menyatakan bahwa peningkatan keragaman tubuh ikan ditentukan oleh penurunan kemiringan dasar sungai dan kenaikan arus air. Turan et al. (2004) menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan fenotip pada ikan. Sifat plastisitas yang dimiliki ikan membuat mereka dapat memberi tanggapan secara adaptif pada perubahan lingkungan dan kondisi lingkungan yang ada dengan cara melakukan modifikasi fisiologi dan perilaku mereka. Hal ini akan membawa perubahan morfologi, reproduksi atau kemampuan bertahan hidup yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan (Jawad 2001). Selain itu, adanya tingkat isolasi yang cukup dengan wilayah geografis yang

45 31 terbatas juga dapat menghasilkan perbedaan morfologi, meristik dan genetik yang nyata di antara stok atau populasi dalam spesies yang sama karena tidak adanya aliran gen di antara populasi tersebut (Turan et al. 2004). Seleksi alam juga memberikan konstribusinya, ketika terjadi isolasi sempurna perbedaan genetik diantara populasi sejalan dengan waktu akan terbentuk (Jawad 2001) Keragaman Karakter Morfometrik dan Meristik Keragaman karakter morfometrik dan meristik dinyatakan dalam bentuk koefisien keragaman (CV) setiap populasi dan koefisien keragaman rata-rata seluruh karakter. Nilai-nilai karakter morfometrik dan meristik yang meliputi ratarata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) disajikan pada lampiran Keragaman Karakter Morfometrik Karakter morfometrik dengan keragaman paling tinggi yaitu Standard length (SL) dan Body depth (BD) dengan masing-masing kisaran antara 41,43-125,48 dan 7,12-25,79. Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga bahwa keragaman karakter morfometrik dipengaruhi oleh ukuran ikan belida tersebut. Sehingga semakin beragam ukuran belida yang tertangkap, maka semakin besar nilai keragaman karakter morfometrik ikan tersebut. Sedangkan karakter morfometrik dengan keragaman paling rendah yaitu Eye diameter (ED) dengan kisaran antara 0,01-0,06. Nilai koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida (Chitala lopis) di setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 8. Dari tabel didapatkan hasil koefisien keragaman rata-rata dari setiap lokasi pengamatan. Koefisien keragaman (CV) rata-rata paling tinggi terdapat pada populasi Sungai Teso (11,87) diikuti oleh populasi Kuala Tolam (9,01), Waduk Kuto Panjang (6,88), Langgam (5,28), dan Rantau Baru (3,21). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum populasi Sungai Teso memiliki pola keragaman morfometrik paling tinggi di antara kelima stasiun pengamatan tersebut. Pola keragaman morfometrik kelima populasi dapat dilihat pada gambar 9.

46 32 Tabel 8. Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida di setiap lokasi Karakter Morfometrik Kuala Langgam Rantau Sungai Waduk Kuto Tolam Baru Teso Panjang Standard length (SL) Distance to second operculum (DSO) Snout length (SNL) Head width (HW) Interorbital width (IOW) Upper jaw mouth (UJM) Lower jaw mouth (LJM) Pectoral length (PTL) Eye diameter (ED) Prepectoral fin length (PPFL) Prepelfiv length (PPL) Pre-anal length (PAL) Body width (BW) Pectoral fin length (PFL) Pelvic fin length (PEFL) Dorsal fin length (DFL) Head depth (HD) Anal fin width (AFW) Head length (HL) Body depth (BD) Mouth width (MW) Rata-rata CV karakter morfometrik KT LG RB ST WD

47 33 Keterangan : 1.Standard length (SL) 2.Distance to second operculum (DSO) 3.Snout length (SNL) 4.Head width (HW) 5.Interorbital width (IOW) 6.Upper jaw mouth (UJM) 7.Lower jaw mouth (LJM) 8.Pectoral length (PTL) 9.Eye diameter (ED) 10.Prepectoral fin length (PPFL) 11.Prepelfiv length (PPL) 12.Pre-anal length (PAL) 13.Body width (BW) 14.Pectoral fin length (PFL) 15.Pelvic fin length (PEFL) 16.Dorsal fin length (DFL) 17.Head depth (HD) 18.Anal fin width (AFW) 19.Head length (HL) 20.Body depth (BD) 21.Mouth width (MW). Gambar 9. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Keragaman Karakter Meristik Karakter meristik dengan keragaman paling tinggi yaitu Number of anal fin length (NAFL) dengan kisaran antara 16,75 33,85. Sedangkan karakter meristik dengan keragaman paling rendah yaitu Number of dorsal fin (NDF) dengan kisaran antara 0,11-0,25. Nilai koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida (Chitala lopis) di setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 9. Koefisien keragaman (CV) rata-rata paling tinggi terdapat pada populasi Rantau baru (10,61) diikuti oleh populasi Langgam (8,27), Kuala tolam (8,05), Waduk kuto panjang (7,11), dan Sungai teso (5,44). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum populasi Rantau baru memiliki pola keragaman meristik paling tinggi di antara kelima stasiun pengamatan tersebut. Pola keragaman meristik kelima populasi dapat dilihat pada gambar 10. Tabel 9. Koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida di setiap lokasi Karakter Meristik Kuala Tolam Langgam Rantau Baru Sungai Teso Waduk Kuto Panjang Number of ventral spines (NVS) Number of anal fin length rays (NAFL) Number of pectoral fin rays (NPF) Number of dorsal fin rays (NDF) Rata-rata

48 CV Karakter Meristik KT LG RB ST WD Keterangan : 1. Number of ventral spines (NVS). 2. Number of anal fin length rays (NAFL). 3. Number of pectoral fin rays (NPF). 4. Number of dorsal fin rays (NDF). Gambar 10. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) 4.5. Analisis Indeks Fluktuasi Asimetri Nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dan besaran (FAm) pada karakter morfometrik dan meristik bilateral ikan belida dianalisis berdasarkan lokasi pengambilan ikan yang terdiri dari lima stasiun, yaitu Kuala Tolam (KT), Langgam (LG), Rantau Baru (RB), Sungai Teso (ST), dan Waduk Kuto Panjang (WD). Nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) merupakan perbandingan jumlah individu yang asimetri (sisi kiri dan kanan berbeda pada setiap karakter morfometrik dan meristik bilateral) dengan jumlah individu contoh ikan (Nurhidayat 2000). a. Hasil Analisis Fluktuasi Asimerti Karakter Morfometrik Bilateral Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa karakter diameter mata panjang ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter diameter mata lebar. Karakter diameter mata panjang mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,50 1,00 sedangkan diameter mata lebar mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,25 1,00. Ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi untuk kedua karakter morfometrik bilateralnya dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun lainnya.

49 D.M. Panjang D.M. Lebar KT LG RB ST WD 1.00 Gambar 11. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter morfometrik bilateral Dari hasil nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang tinggi, dapat dijelaskan bahwa diameter mata panjang dan lebar untuk sisi kiri dan kanan ikan belida pada kelima stasiun berbeda. Dengan asumsi bahwa nilai fluktuasi asimerti bilangan (FAn) merupakan perbandingan jumlah individu yang asimetri dengan jumlah sampel keseluruhan, maka semakin besar nilai fluktuasi asimerti bilangan (FAn) semakin besar pula jumlah individu dengan karakter sisi kiri dan kanan yang asimetri. Dari hasil fluktuasi asimerti bilangan (FAn) yang mencapai nilai 1,00 dapat diasumsikan bahwa dalam 100 sampel ikan, semua individu karakter sisi kiri dan kanannya asimetri D.M. Panjang D.M. Lebar KT LG RB ST WD Gambar 12. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter morfometrik bilateral Pada gambar 12 dapat dilihat bahwa karakter diameter mata lebar ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAm) yang lebih

50 36 tinggi dibandingkan dengan karakter diameter mata panjang. Karakter diameter mata panjang mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,01 0,03 sedangkan diameter mata lebar mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,01 0,04. Pada karakter diameter mata panjang, nilai fluktuasi asimetri besaran ikan belida yang berasal dari stasium Langgam (LG) lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain. Sedangkan pada karakter diameter mata lebar, ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) memiliki nilai fluktuasi asimetri besaran lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain. b. Hasil Analisis Fluktuasi Asimerti Karakter Meristik Bilateral J.J. Sirip Dada J. Tapis Insang KT LG RB ST WD Gambar 13. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik bilateral Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa karakter Tapis Insang ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter Sirip Dada. Karakter Tapis Insang mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,53 0,75 sedangkan sirip dada mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,13 0,50. Ikan belida yang berasal dari stasiun Kuala Tolam (KT) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi untuk kedua karakter morfometrik bilateralnya dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun lainnya. Pada gambar 14 dapat dilihat bahwa karakter Tapis Insang ikan belida yang dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter Sirip Dada. Karakter Tapis Insang mengalami

51 37 fluktuasi asimetri berkisar antara 0,58 0,75 sedangkan sirip dada mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,13 0,38. Pada karakter sirip dada, nilai fluktuasi asimetri besaran ikan belida yang berasal dari stasium Waduk Kuto Panjang (WD) lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain. Sedangkan pada karakter tapis insang, ikan belida yang berasal dari stasiun Sungai Teso (ST) memiliki nilai fluktuasi asimetri besaran lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain J.J. Sirip Dada J. Tapis Insang KT LG RB ST WD Gambar 14. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter meristik bilateral Secara keseluruhan karakter tapis insang mempunyai nilai fluktuasi asimetri yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter sirip dada. Hal ini bisa disebabkan oleh lebih beragamnya fungsi tapis insang dibandingkan dengan sirip dada. Tapis insang berperan dalam fungsi osmoregulasi, respirasi, metabolisme dan ekskresi bahan-bahan yang tidak berguna, sedangkan sirip dada hanya berfungsi untuk bergerak (berenang). Beragamnya fungsi insang tersebut mengakibatkan tapis insang lebih peka terhadap berbagai perubahan dalam proses perkembangannya (Nurhidayat 2000). Handoyo (2002) menyatakan tingginya nilai fluktuasi asimetri jumlah tapis insang dikarenakan faktor genetik, yaitu akibat organ tapis insang mendapat prioritas energi yang lebih kecil dalam perkembangannya sewaktu proses organogenesis dibandingkan dengan karakter meristik bilateral yang lain. Wilkins et al. (1995) pada pengamatan asimetri ikan salmon dan trout memperoleh hasil yang sama, yaitu nilai fluktuasi asimetri bilangan dan besaran karakter tapis insang (0,65 dan 0,86) lebih besar dari karakter sirip dada (0,32 dan 0,68). Demikian pula Sugiarto (1991) pada pengamatan asimetri ikan mas

52 38 mendapatkan hasil fluktuasi asimetri bilangan dan besaran karakter tapis insang (0,94 dan 1,94) lebih besar daripada karakter sirip dada (0,74 dan 0,80). c. Hasil Analisis Fluktuasi Asimetri Gabungan (Overall) Nilai fluktuasi asimetri gabungan (overall) merupakan nilai asimetri keseluruhan kerakter morfometrik dan meristik bilateral untuk setiap nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dan nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) (Wagner 1996) FAn gabungan KT LG RB ST WD Gambar 15. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) overall FAm gabungan KT LG RB ST WD Gambar 16. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) overall Berdasarkan histogram di atas terlihat bahwa ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dan besaran (FAm) gabungan (overall) yang paling tinggi dibandingkan

53 39 dengan 4 stasiun lainnya. Sedangkan ikan belida yang berasal dari stasiun Kuala Tolam (KT) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) gabungan yang paling rendah dibandingkan dengan 4 stasiun lainnya, dan stasiun Rantau Baru (RB) mempunyai nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) paling rendah dibandingkan dengan 4 stasiun lainnya. Tingginya nilai fluktuasi asimetri ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) menunjukkan tingkat homozigositas yang semakin tinggi yang kemungkinan besar adalah sebagai akibat telah mengalami tekanan silang-dalam yang kuat. Tekanan silang dalam yang kuat dapat diakibatkan oleh perkawinan sekerabat dan penggunaan jumlah induk yang terbatas dalam pemijahan (Hardjamulia 1999). Fluktuasi asimetri semakin meningkat dengan meningkatnya homozigositas, hibridisasi, inbreeding, mutasi, kondisi fisik yang ekstrim, dan pencemaran atau kerusakan habitat (Palmer & Strobeck 1986, 1992; Leary & Allendorf 1989; Clarke, 1992; Leary et al. 1992; Muller & Swaddle 1997 in Vollestad et al. 1999). Secara keseluruhan fluktuasi asimetri gabungan karakter meristik dan morfometrik bilateral dari kelima stasiun pengamatan dengan nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang berkisar antara 2,00 2,96 dan nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) yang berkisar antara 0,77 1,19 menunjukkan nilai fluktuasi asimetri yang cukup tinggi. Nilai tersebut mengindikasikan stabilitas perkembangan yang rendah dan tingkat homozigositas yang tinggi akibat telah mengalami tekanan silang-dalam (Nurhidayat 2000). Adapun jika Melihat hubungan antara nilai rata-rata koefisien keragaman karakter morfometrik setiap stasiun dengan nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dengan asumsi bahwa semakin tinggi nilai fluktuasi dan semakin rendah kosfisien keragaman maka populasinya semakin tidak sehat, begitu pula sebaliknya. Mengacu pada uraian diatas dapat diduga bahwa, pada stasiun Langgam, Rantau Baru dan Waduk Kuto Panjang kesehatan populasinya telah menurun. Hasil ini dapat dilihat pada nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang tinggi (gambar 15) dengan didukung oleh nilai koefisien keragaman yang rendah (tabel 8) dari ketiga stasiun tersebut. Sedangkan pada stasiun Kuala Tolam dan Sungai Teso dapat diduga bahwa kesehatan populasinya masih bagus. Hasil ini dapat dilihat pada nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang rendah (gambar 15) dengan didukung oleh nilai koefisien keragaman yang tinggi (tabel 8) dari ketiga stasiun tersebut.

54 Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Belida Secara Umum Pengelolaan sumberdaya merupakan upaya manusia untuk mengelola sumberdaya ikan dengan tujuan untuk memanfaatkannya bagi masyarakat dan tetap mempertahankan kelestariannya. Ikan belida di alam sudah terancam kelestariannya akibat penangkapan yang tidak terkontrol (Kristanto dan Subagja 2008). Meningkatnya permintaan pasar terhadap ikan belida menyebabkan semakin tingginya kegiatan penangkapan dan penggunaan alat tangkap oleh nelayan. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi suatu spesies di alam yaitu terjadinya degradasi lingkungan. Terjadinya kerusakan lingkungan perairan dapat mengganggu pertumbuhan biota perairan terutama ikan. Dengan demikian perlu dibuat strategi pengelolaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kepunahan dan ikan belida dapat tetap lestari. Menurut Dahuri (1996), empat aspek berikut harus benar-benar diperlihatkan secara sungguh-sungguh dalam rangka pembangunan berkelanjutan, yaitu : (1) kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada lokasi yang secara ekologis sesuai tata ruang, (2) laju pemanfaatan sumberdaya pulih tidak melebihi potensi lestari, (3) laju pembuangan limbah ke lingkungan tidak melebihi kapasitas asimilasinya, dan (4) tidak merusak bentang alam. Banyak cara untuk mencegah kepunahan ikan, khusus untuk ikan belida, pendirian suaka perikanan, domestikasi, penebaran kembali, dan pengembangan budidaya menjadi alternatif tindakan pencegahan kepunahan yang strategis. Mengacu pada uraian di atas, serta dikaitkan dengan hasil penelitian ini maka perlu adanya strategi pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar agar tidak merusak kelestarian ikan belida, antara lain : 1. Melakukan penentuan ukuran ikan belida yang boleh ditangkap. Perlu adanya pembatasan penangkapan ikan belida matang gonad dan ikan yang masih berukuran kecil. Sebaiknya ikan belida yang ditangkap adalah ikan yang ukuran panjangnya di atas matang gonad agar ikan yang telah matang gonad diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu sehingga keberadaan ikan belida di alam tetap terjaga. 2. Pengaturan musim dan daerah penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan belida sebaiknya tidak dilakukan pada musim pemijahan. Penutupan musim dan daerah penangkapan bertujuan untuk melindungi ikan belida muda dan

55 41 induk siap memijah, yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi secara keseluruhan. 3. Mengatur jumlah upaya penangkapan atau laju eksploitasi dengan melakukan pembatasan penggunaan alat tangkap dan megatur ukuran alat tangkap, serta pengaturan lokasi dan posisi alat tangkap. 4. Pembangunan suaka perikanan. Khususnya pada daerah pemijahan, menjadi penting dalam tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Pembangunan suaka perikanan akan memberi peluang kepada ikan belida untuk melakukan proses reproduksinya secara normal di alam, sehingga dapat meningkatkan produksi perikanan sekaligus menjaga kelsetarian sumberdaya ikan. 5. Domestikasi ikan belida. Domestikasi merupakan upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar agar dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai keinginan. Proses domestikasi dilakukan dengan cara melakukan pemeliharaan ikan belida kecil yang berasal dari alam di wadah budidaya. 6. Pengembangan budidaya. Berhasilnya upaya domestikasi dapat mendorong pengembangan budidaya sehingga tekanan penangkapan dapat berkurang, sehingga diharapkan populasi ikan belida dapat meningkat dan produksi ikan dapat cepat tercapai. Dengan meningkatnya produksi melalui kegiatan budidaya diharapkan penangkapan di alam dapat diminimalisir sehingga keberadaan sumberdaya ikan belida dapat tetap lestari. Agar upaya pengelolaan dapat diterapkan dan berjalan dengan baik, maka perlu adanya kerjasama dengan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pemerintah setempat.

56 42 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis karakter morfometrik, meristik dan fluktuasi asimetrik di 5 stasiun pengamatan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan karakter morfometrik dan meristik kelima populasi ikan belida di setiap lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan terdapat pengelompokkan populasi di beberapa lokasi penelitian berdasarkan analisis diskriminan dengan sebaran karakter morfometrik individu kelima populasi saling berhimpitan antara satu populasi dengan populasi lainnya. Karakter morfometrik yang paling menentukan untuk membedakan morfologi ikan belida adalah PAL (Pre-anal length), MW (Mouth width), UJM (Upper jaw mouth), ED (Eye diameter), HW (Head width), BW (Body width), PEFL (Pelvic fin length), PPFL (Prepectoral fin length), BD (Body Depth), SNL (Snout length), PPL (Prepelfiv length), HL (Head length), DSO (Distance to second operculum). Sedangkan karakter meristik yang paling menentukan untuk membedakan morfologi ikan belida adalah NVS (Number of ventral spines), NPF (Number of pectoral fin) dan NDF (Number of dorsal fin). Berdasarkan hasil analisis kelompok pada kelima stasiun pengambilan ikan belida mempunyai jarak kelompok yang berdekatan. Lingkungan merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi variasi morfologi ikan. Ikan belida yang berasal dari kelima stasiun pengamatan mempunyai nilai fluktuasi asimetri yang tinggi. Untuk itu perlu dibuat strategi pengelolaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kepunahan dan ikan belida dapat tetap lestari Saran Perlu dilakukan suatu kajian yang lebih mendalam pada aspek genetik, seperti pengujian DNA ikan belida dari setiap stasiun pada lokasi penelitian ataupun lokasi lainnya di perairan Indonesia. Untuk kemudian hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil analisis karakter morfometrik dan meristik, sehingga hasil yang didapat lebih akurat. Juga perlu diadakan penelitian lanjutan dengan membedakan antara populasi jantan dan betina, sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan karakter morfologi antara ikan jantan dan betina.

57 43 DAFTAR PUSTAKA Adjie S dan AD Utomo Aspek biologi ikan belida (Notopterus chitala) di Sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Prosiding Seminar PPEHP Perikanan Perairan Umum Palembang hlm. Adjie S, Husnah dan AK Gaffar Studi biologi ikan belida (Notoptherus chitala) di Daerah Aliran Sungai Batanghari, Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) 5(1) hlm. Afrianto E, Rivai SA, Liviawaty E, Hamdhani E Kamus istilah perikanan. Kanisius. Yogyakarta. 148 p. Akbar H Studi karakter morfometrik meristik ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di DAS Mahakam Tengah, Propinsi Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm. Bailey RM, W Gosline Variation and systematic significance of vertebral counts in the American fishes of the family Percidae. Misc. Publ. Mus. Zool. Univ. Michigan, 93. Bengen DG Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 88 hlm. Brojo M Ciri-ciri morfometrik ikan nila (Oreochromis niloticus) strain chitralada dan strain gift. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, VI (2) : Dahuri R, J Rais, SP Ginting, dan MJ Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradanya Paramita. Jakarta. Defira CN Variasi morfologi, kariotip dan pola isozim ikan lalawak (Barbodes belleroides) dan lalawak jengkol (Barbodes sp.) dari sungai Cikandung dan kolam budidaya desa buah dua kabupaten Sumedang [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor hlm. Direktorat Bina Sumberhayati Identifikasi dan penyebaran beberapa jenis sumberdaya ikan air tawar di perairan umum Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Effendie MI Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantama. Yogyakarta. 159 hlm. Hadie W, S Komar, C Odang, EH Lies Pendugaan jarak genetic populasi udang galah (Macrobranchium rosenbergii) dari Sungai Musi, Sungai Kapuas,

58 44 dan Sungai Citanduy dengan Truss morphometric untuk mendukung program pemuliaan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8(2): 1-7. Handoyo B Fluktuasi asimetri pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur [skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor hlm. Hardjamulia A Pengelolaan dan penyebaran induk penjenis ikan air tawar mendukung pelepasan varietas. Prosiding Pertemuan Perekayasaan Teknologi Perbenihan Agribisnis Ikan Air Tawar, Payau dan Laut. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. Hidayat A Keragaman genetic udang jari (Metapenaeus elegans de Man 1907) berdasarkan karakter morfometrik di Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 64 hlm. Imron Keragaman morfologis dan biokimiawi beberapa stok keturunan udang windu (Penaeus monodon) asal laut yang dibudidayakan di tambak [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hlm. Jawad LA Variation in meristic characters of a tilapian fish, Tilapia zilli (gervais, 1848) from the inland water bodies in Libya. Acta Ichthyol. Piscat. 31 (1): Kottelat MSN, Kartikasari JW, Anthony and Soetikno W Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited Press. 293 hlm. Kottelat, M and E. Widjanarti The fishes of danau sentarum national park and kapuas lake area, West Borneo. The raffles bulletin zoology. Supplemental 13 : Kristanto AH dan Subagja J Penguasaan domestikasi ikan belida. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Tahun Anggaran Departemen Kelautan dan Perikanan hlm. Leary RF, FW Allendorf dan KL Knudsen Development instability as an indicator of reduced genetic variation in hatchery trout. Transaction of the American Fisheries Society, 114: Madang K Morfologi, habitat dan keragaman genetik kerabat ikan belida (Malacopterygii; Notopteridae) di Perairan Sumatera Selatan [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8 hlm. Makmur S Biologi reproduksi, makanan dan pertumbuhan ikan gabus (Channa striata) di Daerah Banjiran Sungai Musi, Sumatera Selatan [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hlm.

59 45 Nurhidayat MA Fluktuasi asimetri dan abnormalitas pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang berasal dari tiga daerah sentra budidaya di pulau Jawa [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor hlm. Nuryanto A Morfologi, kariotip dan pola protein ikan nilem (Osteochilus sp.) dari Sungai Cikawung dan kolam budidaya Kabupaten Cilacap [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor hlm. Rachmawati R Karakter morfologis dan beberapa varietas ikan gurame (Osphronemus gouramy, Lacepede) [Skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 107 hlm. Rizal M Hubungan filogenetik ikan botia (Botia macracanthus Bleeker) dari perairan Sumatera dan Kalimantan [skripsi]. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan. Universitas Padjadjaran Jatinangor. Bandung. 62 hlm. Rosita R Studi kebiasaan makanan ikan tembang (Clupea fimbriata) pada bulan Januari-Juni 2006 di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 98 hlm. Saputra SW Dinamika populasi udang jari (Metapenaeus elegans de Man 1907) dan pengelolaannya di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sartono B, Affendi FM, Syafitri UD, Sumertajaya IM, Angraeni Y Modul teori, analisis peubah ganda. Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. vi p. Schuster WH & Djajadiredja RR Local common name of Indonesian fishes. W.Van Hoeve. Bandung. p Siregar S Kemungkinan pembudidayaan ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr.) dari Sungai Kampar, Riau [tesis]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 19 hlm. Strauss RE and CE Bond Taxonomic Methods : Morphology. Pages In methods for fish biology : C. B. Shreck & P. B Moyle (Eds). Am. Fish. Soc. Bethesda, Maryland, USA. Suci RS Keragaman morfometrik populasi udang windu (Panaeus monodon) keturunan induk alam dan hasil domestikasi [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 37 hlm. Sugiarto Karakter kuantitatif generasi pertama gigogenetik diploid meiotic dan ginogenetik diploid mitotic ikan mas (Cyprinus carpio L.) majalaya [tesis]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 70 hlm.

60 46 Sunarno MT, A Wibowo dan Subagja Belida kuning dari Sungai Kampar. Buletin Warta Penelitian Perikanan Indonesia Volume 11 Nomor 5:8-10. Turan C, E Deniz, F Turan dan M Erguden Genetic and morphologic structure of liza abu (Heckel, 1843) populations from the rivers Orontes, Euphrates and Tigris. Turk J Vet Anim Sci. hlm Utomo AD & Krismono Aspek biologi beberapa jenis ikan langka di Sungai Musi Sumatera Selatan. In: Rahardjo MF, Sjafei DS, Rachmatika I, Simanjuntak CPH, & Zahid A (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, Agustus hlm. Van Valen L A study of fluctuating asymmetry. Evolution 16:p Volesstad LA, K Hindar, AP Moller A meta-analysis of fluctuating asymmetry in relation to heterozygosity. Norwegian Institute for Nature Research. Department of Biology, Division of Zoology, University of Oslo, Norway. Heredity 83 (1999) : Wagner EJ History and fluctuating asymmetry of Utah salmonid broodstocks. The Progressive Fish-Culturist, 58: Walpole RE Pengantar Statistika. Eds ke-3. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm. Wibowo A dan Sunarno MTD Karakteristik habitat ikan belida (Notoptera chitala). In Bawal. Widya Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Utara hlm. Wibowo A, MTD Sunarno dan Subagdja Analisis morfometrik populasi ikan belida (Chitala lopis) dari Pangkalan Buluh DAS Musi. Jurnal staf peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang. 14 hlm. Wibowo A, MTD Sunarno dan Subagdja Status keragaman ikan belida (Chitala spp) di Sungai Tulang Bawang berdasarkan karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik. Jurnal staf peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang. 13 hlm. Wibowo A, MTD Sunarno dan Subagdja Variasi karakter meristik ikan belida (Chitala spp) di Perairan Umum Provinsi Riau. Jurnal staf peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang. 14 hlm. Wibowo A, Sunarno MTD, Makmur S, & Subagja Identifikasi struktur stok ikan belida (Chitala spp.) dan implikasinya untuk manajemen populasi alami in Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Jakarta Utara. 14(1): 32.

61 47 Widiyanto IN Sebaran frekuensi panjang dan ciri morfometrik-meristik beberapa spesies ikan layur (Superfamili trichiuroidea) di perairan Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 72 hlm. Widyastuti YE Flora Fauna Maskot Nasional dan Provinsi. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm. Wilkins NP, E Gosling, A Curatolo, A Linnane, C Jordan, dan HP Courtney fluctuating asymmetry in Atlantic salmon, European trout and their hybrids, including triploids. Aquaculture, 137: Chitala lopis. [terhubung berkala]. =Chitala&speciesname=lopis [24 Feb 2009]. Notopteridae. [terhubung berkala]. T0&Family=Notopteridae [19 Mei 2009].

62 LAMPIRAN 48

63 49 Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Waduk Koto Panjang Sungai Teso Langgam Rantau Baru Kuala Tolam

64 50 Lampiran 2. Alat tangkap yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) Serok Pancing Sempirai Lukah

65 51 Lampiran 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Electronic digital caliper Penggaris (ketelitian 1 mm) Alat bedah Timbangan (ketelitian 1 g) Secchi disc Alat tulis, tagging GPS Kamera digital

66 52 Lampiran 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (lanjutan) Pengawet Tissue

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai bulan November 2009 di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Sampel ikan diperoleh dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009): Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai dari bulan Agustus 2011

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai dari bulan Agustus 2011 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai dari bulan Agustus 2011 hingga April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Juyeuw, DAS Tulang

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh : IRWAN NUR WIDIYANTO C24104077 SKRIPSI

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Abstrak. notopterus, Sungai Sail, morfometrik, meristik, pola. Abstract

Abstrak. notopterus, Sungai Sail, morfometrik, meristik, pola. Abstract STUDI MORFOMETRIK, MERISTIK, DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN BELIDA (Notopterus notopterus Pallas, 1769) DI SUNGAI SAIL KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU Elly Anggriani Purba 1), Deni efizon 2), Ridwan Manda Putra

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANGGA ALAN SURAWIJAYA C02499069 SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN

STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN 100302040 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTARA IKAN LELE DUMB0 DAN LELE AFRIKA (CZarias gariepimus Burchell) \i :*t.,\ Oleh : *,, Imron Hamsyah C SKRIPSI

PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTARA IKAN LELE DUMB0 DAN LELE AFRIKA (CZarias gariepimus Burchell) \i :*t.,\ Oleh : *,, Imron Hamsyah C SKRIPSI PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTARA IKAN LELE DUMB0 DAN LELE AFRIKA (CZarias gariepimus Burchell) \i :*t.,\ Oleh : *,,, < Imron Hamsyah C01499033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH MERTINA RAKHMAWATY SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

JUPE, Volume 1 ISSN Desember 2016 IDENTIFIKASI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANTAI JERANJANG

JUPE, Volume 1 ISSN Desember 2016 IDENTIFIKASI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANTAI JERANJANG IDENTIFIKASI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANTAI JERANJANG Sri Nopita Primawati, Ismail Efendi, Marnita Pendidikan Biologi, FPMIPA, IKIP Mataram Email : then_de@yahoo.com Abstrak: Ikan merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU

PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU Burnawi Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT

KANDUNGAN LOGAM BERAT KANDUNGAN LOGAM BERAT Cu, Zn, DAN Pb DALAM AIR, IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DALAM KERAMBA JARING APUNG, WADUK SAGULING SHITA FEMALA SHINDU DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah

I. PENDAHULUAN. sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perikanan adalah suatu usaha atau kegiatan manusia untuk memanfaatkan sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah suatu usaha atau kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ALTERNATIF PEMANFAATAN DANAU BAGI PENGEMBANGAN WISATA MELALUI KONSEP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN PERIKANAN DI DANAU SINGKARAK, SUMATERA BARAT FITRI EMELIA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR PUNGKY KUMALADEWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014. Pengambilan sampel ikan wader dilakukan di 5 Kecamatan yang ada di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI VARIASI MORFOMETRI IKAN BELANAK (Mugil cephalus) DI PERAIRAN MUARA ALOO SIDOARJO DAN MUARA WONOREJO SURABAYA

STUDI VARIASI MORFOMETRI IKAN BELANAK (Mugil cephalus) DI PERAIRAN MUARA ALOO SIDOARJO DAN MUARA WONOREJO SURABAYA Sidang Tugas Akhir (SB-091358) STUDI VARIASI MORFOMETRI IKAN BELANAK (Mugil cephalus) DI PERAIRAN MUARA ALOO SIDOARJO DAN MUARA WONOREJO SURABAYA Oleh: Alfiyah Rahmatin (1506 100 039) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN i MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN NURALIM PASISINGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai 12 - Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh Kryptopterus spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai Indragiri dianalisis secara multivariat dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG Oleh : Muhammad Reza Cordova C24104056 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur 6 memiliki jari-jari bercabang, jumlah jari-jari sirip ini ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah dua. Sedangkan pada sirip punggung ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci