BAB IV PEMBAHASAN. kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah."

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Pembahasan Pendapatan Asli Daerah Secara umum pendapatan asli daerah Kota Tangerang terdiri dari 4 (empat) jenis, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah. Dibawah ini akan dijelaskan tentang bagaimana pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah selama tahun , dan bagaimana kontribusi sumber-sumbernya terhadap total pendapatan asli daerah. IV.1.1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Pertumbuhan dari masing-masing sumber pendapatan asli daerah Kota Tangerang selama tahun cenderung bersifat fluktuatif. Selama tahun 2007 hingga 2009 ada sumber Pendapatan Asli Daerah yang mengalami pertumbuhan positif, negatif, ataupun mengalami keduanya. Pada Tabel IV.1 dibawah ini akan ditampilkan tingkat pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah pada tahun : 43 43

2 44

3 Secara keseluruhan pendapatan asli daerah mengalami pertumbuhan yang cukup stabil pada tahun 2007 hingga 2009 sebesar 16,18% dan 6,45%. Jika dirata-ratakan pendapatan asli daerah Kota Tangerang mengalami pertumbuhan sebesar 7,54%. Pada tahun 2007 hingga tahun 2009, sumber pendapatan asli daerah yang mengalami pertumbuhan rata-rata paling tinggi hingga yang paling rendah yaitu lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, pajak daerah sebesar, retribusi daerah, dan penerimaan badan usaha milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pertumbuhan pendapatan pajak daerah cenderung mengalami pertumbuhan yang stabil dari tahun 2007 hingga 2009, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 5,09%. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008, dimana pajak daerah mengalami peningkatan mencapai 10,65%. Peningkatan tersebut dipengaruhi pendapatan pajak hotel dan restoran dan pajak reklame yang mengalami peningkatan yang terbesar pada tahun tersebut. Walaupun pada tahun 2008 pendapatan pajak penerangan jalan umum mengalami penurunan sebesar -4,55%, namun hal itu tetap membuat pendapatan pajak daerah mengalami peningkatan. Retribusi Daerah merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah yang mengalami pertumbuhan rata-rata kedua paling rendah setelah penerimaan Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, yaitu sebesar 2,24%. Pada tahun 2008 Retribusi Daerah mengalami peningkatan sebesar -25,51% dan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar -18,80%. Rendahnya pertumbuhan retribusi daerah pada tahun 2009 disebabkan oleh penurunan yang dialami hampir seluruh jenis retribusi daerah. Penurunan yang sangat besar dialami retribusi gudang, retribusi pemakaian kekayaan daerah, dan retribusi penggantian cetak KTP dan akte CASIP. Walaupun pada tahun 2009 ada 1 (satu) jenis retribusi yang baru diberlakukan yaitu retribusi pemakaian 45

4 kekayaan daerah (sewa lahan untuk reklame), namun jenis retribusi tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan retribusi daerah pada tahun Pendapatan hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mengalami tingkat rata-rata pertumbuhan yang paling rendah, yaitu sebesar - 7,09%. Rendahnya penurunan rata-rata tersebut ditandai dengan penurunan yang cukup besar pada tahun 2008 yaitu sebesar -22,71%. Penurunan tersebut disebabkan menurunnya laba atas penyertaan modal /investasi kepada pihak ketiga. Laba atas penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga meningkat sehubungan dengan adanya penurunan pendapatan dividen PDAM yang cukup besar, meskipun pada tahun yang sama pendapatan dividen Bank Jabar dan pendapatan dividen PD Pasar mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan terbesar diberikan oleh lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yaitu sebesar 69,45%. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 139,21%. Hal tersebut dikarenakan penerimaan lain-lain pada lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mengalami peningkatan yang pesat pada tahun 2008, sehingga peningkatan penerimaan lain-lain tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selain itu, pertumbuhan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah juga terjadi karena adanya penerimaan yang tidak diperoleh pada tahun sebelumnya, diantaranya penerimaan hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan pada tahun 2008 yang terdiri dari penjualan bahan-bahan bekas bangunan/lelang bangunan dan hasil penjualan kompos, denda atas keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan, pendapatan dari hasil eksekusi atas jaminan, serta pendapatan dari pengembalian taspen. 46

5 Dengan tingginya pertumbuhan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan rendahnya pertumbuhan pajak daerah, retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah dan kekayaan daerah yang dipisahkan, maka secara langsung akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah pada tahun-tahun berikutnya. IV.I.2. Kontribusi Jenis-Jenis Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Pendapatan Asli Daerah. Tingkat kontribusi sumber-sumber pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan asli daerah dapat diperoleh dengan cara membandingkan sumber-sumber pendapatan asli daerah dengan total pendapatan asli daerah. Setelah dibandingkan, maka akan diketahui sumber pendapatan asli daerah apa saja yang memberikan kontribusi terbesar dan terkecil terhadap total keseluruhan pendapatan asli daerah. Tinggirendahnya penerimaan masing-masing bagian dari sumber pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap tingkat kontribusi masing-masing sumber penerimaan pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan asli daerah. Dibawah ini akan ditampilkan tingkat kontribusi sumber-sumber pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan asli daerah Kota Tangerang tahun : 47

6 48

7 Secara umum, setiap jenis pendapatan asli daerah memberikan kontribusi yang tidak merata terhadap total pendapatan asli daerah, dengan penerimaan pajak daerah memberikan kontribusi terbesar, jauh mengungguli ketiga sumber Pendapatan Asli Daerah lainnya. Dari sisi kontribusinya terhadap total pendapatan asli daerahnya, pada tahun 2007 hingga 2009 sumber penerimaan yang memberikan kontribusi rata-rata terbesar hingga terkecil terhadap total pendapatan asli daerah adalah pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dan hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kontribusi terbesar diberikan oleh sumber penerimaan pajak daerah, yaitu ratarata sebesar 67,42% terhadap total pendapatan asli daerah tahun 2007 hingga Nilai kontribusi tersebut menjadikan sumber penerimaan pajak daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah yang memiliki kontribusi terbesar dalam periode 2007 hingga Walaupun selama periode tersebut penerimaan pajak daerah selalu mengalami penurunan, namun kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah tetap jauh lebih tinggi daripada sumber-sumber pendapatan asli daerah lainnya. Penerimaan retribusi daerah memberikan kontribusi yang tidak terlalu besar terhadap pendapatan asli daerah pada tahun 2007 hingga Hal tersebut dipengaruhi oleh dihapuskannya 10(sepuluh) jenis retribusi kota Tangerang pada tahun 2007, yaitu retribusi parkir tepi jalan umum, retribusi pasar, retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi izin dispensasi jalan, retribusi penggantian biaya SIUP dan TDP, retribusi izin pengambilan air bawah tanah, retribusi ketenagakerjaan, retribusi izin tenaga kerja asing/dpkk, dan retribusi izin pembuangan limbah cair. 49

8 Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah juga memberikan kontribusi yang kecil terhadap pendapatan asli daerah, yaitu dengan rata-rata sebesar 9,85%, diatas penerimaan hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pada tahun 2007 lain-lain pendapatan asli daerah yang sah memberikan kontribusi sebesar 4,67%, namun pada tahun 2008 dan tahun 2009, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah memberikan kontribusi yang lebih baik sebesar 9,61% dan 15,27% dari total pendapatan asli daerah, sehingga lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dapat memberikan kontribusi rata-rata yang lebih tinggi. Penerimaan hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan memberikan kontribusi rata-rata paling rendah terhadap pendapatan asli daerah. Hal tersebut dipengaruhi oleh menurunnya kontribusi penerimaan hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan setiap tahunnya dari tahun 2007 hingga 2009 sebesar 8,77%, 5,83%, dan 5,56%. Rendahnya kontribusi tersebut juga ditunjukkan dengan sangat kecilnya kontribusi rata-rata yang diberikan oleh pendapatan dividen PD Pasar terhadap pendapatan asli daerah, yang kontribusinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kedua sumber lainnya, yaitu pendapatan dividen dari Bank Jabar dan pendapatan dividen dari PDAM. IV.2. Pembahasan Retribusi Jasa Usaha Kota Tangerang Pemerintah Kota Tangerang mempunyai 6 (enam) jenis retribusi yang termasuk dalam retribusi jasa usaha, yaitu retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi terminal, retribusi parkir khusus, retribusi penyedotan kakus, dan retribusi rumah potong hewan. Berikut ini akan dibahas tingkat pencapaian target dan pertumbuhan retribusi jasa usaha Kota Tangerang tahun , serta kontribusinya terhadap total retribusi daerah dan Pendapatan Asli Daerah. 50

9 IV.2.1. Tingkat Efektivitas Efektif sebagaimana dimaksud pada Permendagri nomor 13 tahun 2006 pasal 4(4) merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Sehingga, dari hasil perbandingan tersebut dapat ditentukan tingkat efektivitasnya. Untuk mengetahui tingkat efektivitas retribusi daerah jasa usaha, dapat diketahui dengan cara membandingkan antara target dan realisasi retribusi jasa usaha yang telah ditetapkan pemerintah. Semakin tinggi tingkat efektivitasnya, maka semakin baik pula kinerja pemungutan retribusinya. Target yang telah ditentukan pemerintah didasarkan oleh beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan agar realisasi yang dihasilkan tidak meleset terlalu jauh dari target. Pemerintah Daerah Kota Tangerang dalam hal ini Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Tangerang selalu menetapkan target untuk Pendapatan Asli Daerah khususnya retribusi daerah dengan dasar-dasar pertimbangan sebagai berikut: 1. Potensi penerimaan yang akan dihasilkan Potensi merupakan kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Potensi retribusi jasa usaha dapat diketahui dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada, seperti jumlah penduduk yang akan menjadi wajib retribusi, atau jumlah dan kualitas fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk dikembangkan menjadi obyek retribusi. 2. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi sangat menentukan seberapa besar target yang akan ditetapkan. Faktor Ekonomi yang dimaksud adalah faktor ekonomi yang saat ini sedang 51

10 berkembang ataupun yang akan terjadi di masa yang akan datang yang akan mempengaruhi nilai realisasi. 3. Realisasi penerimaan pada tahun-tahun sebelumnya. Melihat realisasi penerimaan pada tahun sebelumnya merupakan langkah yang paling sederhana dibandingkan dengan kedua pertimbangan diatas. Jika pada tahun sebelumnya realisasi penerimaan mengalami penurunan, maka pada tahun setelah realisasi tersebut target dapat diturunkan, untuk menghindari rendahnya tingkat pencapaian targetnya. Ketiga hal tersebut diatas tentunya merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat diabaikan dalam menetapkan target penerimaan retribusi jasa usaha demi mencapai realisasi yang selalu mencapai target dan mencapai tingkat efektivitas yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tiap tahunnya. Pada penelitian ini tingkat efektivitas yang dimaksud hanya berdasarkan pertimbangan dalam tingkat pencapaian targetnya. Untuk mengukur tingkat efektivitas retribusi jasa usaha Kota Tangerang, dapat digunakan rumus sebagai berikut: Efektivitas Realisasi Retribusi asa Usaha Target Retribusi asa Usaha x Setelah diketahui hasil perhitungan dari rumus diatas, maka dapat diklasifikasikan tingkat efektivitasnya sesuai dengan kriteria efektivitas menurut Gozzali Ar Rozaq (2010) sebagai berikut: a. Lebih dari 100% = sangat efektif. b. 90% - 100% = efektif. c. 80% - 90% = cukup efektif. 52

11 d. 60% - 80% = kurang efektif. e. Kurang dari 60% = tidak efektif. Tabel IV.3 Tingkat Efektivitas Retribusi Jasa Usaha Kota Tangerang Tahun 2007 No Jenis Efektivitas Target (Rp) Realisasi (Rp) Retribusi (%) Kriteria Pemakaian , ,00 117,73 Sangat 1 Kekayaan Efektif Daerah 2 Terminal , ,00 102,22 Sangat Efektif 3 Parkir Khusus , ,00 104,53 Sangat Efektif 4 Penyedotan , ,00 118,41 Sangat Kakus Efektif 5 Rumah Potong , ,00 125,63 Sangat Hewan Efektif Total , ,00 107,40 Sangat Efektif Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Tabel IV.4 Tingkat Efektivitas Retribusi Jasa Usaha Kota Tangerang Tahun 2008 No Jenis Efektivitas Target (Rp) Realisasi (Rp) Retribusi (%) Kriteria Pemakaian , ,00 92,90 Efektif 1 Kekayaan Daerah 2 Terminal , ,00 103,82 Sangat Efektif 3 Parkir Khusus , ,00 112,83 Sangat Efektif 4 Penyedotan , ,00 106,64 Sangat Kakus Efektif 5 Rumah Potong , ,00 137,48 Sangat Hewan Efektif Total , ,00 103,91 Sangat Efektif Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah 53

12 Tabel IV.5 Tingkat Efektivitas Retribusi Jasa Usaha Kota Tangerang Tahun 2009 No Jenis Efektivitas Target (Rp) Realisasi (Rp) Retribusi (%) Kriteria Pemakaian , ,00 92,28 Efektif 1 Kekayaan Daerah 2 Terminal , ,00 75,86 Kurang Efektif 3 Parkir Khusus , ,00 65,05 Kurang Efektif 4 Penyedotan , ,00 99,81 Efektif Kakus 5 Rumah Potong , ,00 104,49 Sangat Hewan Efektif Total , ,00 77,57 Kurang Efektif Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Tabel IV.6 Tingkat Efektivitas Rata-Rata Retribusi Jasa Usaha Kota Tangerang Tahun No Jenis Efektivitas Target (Rp) Realisasi (Rp) Retribusi (%) Kriteria Pemakaian , ,00 100,10 Sangat 1 Kekayaan Efektif Daerah 2 Terminal , ,33 93,20 Efektif 3 Parkir Khusus , ,33 91,68 Efektif 4 Penyedotan , ,00 106,16 Sangat Kakus Efektif Rumah Potong , ,67 119,96 Sangat 5 Hewan Efektif Total , ,33 95,75 Efektif Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Dari tabel IV.3, IV.4, IV.5 dan IV.6 diatas, secara keseluruhan tingkat efektivitas masing-masing jenis retribusi jasa usaha sudah efektif, dan hanya pada tahun 2009 saja 54

13 beberapa jenis retribusi jasa usaha mengalami tingkat efektivitas yang kurang efektif, yaitu retribusi terminal dan retribusi parkir khusus. Pada tahun 2007 semua jenis retribusi jasa usaha mencapai tingkat efektivitas yang tertinggi, dimana semua jenis retribusi daerah sudah sangat efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2007, pemungutan dan pengelolaan retribusi jasa usaha Kota Tangerang sudah dilakukan secara optimal dan efektif, sehingga kelima sumber penerimaan retribusi jasa usaha selalu mencapai dan melebihi target. Pada tahun 2008, keseluruhan penerimaan retribusi jasa usaha masih sangat efektif, walaupun tidak semua penerimaan retribusi jasa usaha mencapai target. Penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah hanya mencapai realisasi 92,9% dari target, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kriteria retribusi jasa usaha pada tahun 2008 yang sangat efektif. Pada tahun 2009 secara keseluruhan retribusi jasa usaha kurang efektif dibandingkan dua tahun sebelumnya, dimana hanya retribusi rumah potong hewan yang sangat efektif dan mencapai target. Penerimaan retribusi terminal dan retribusi parkir khusus merupakan retribusi yang kurang efektif. Kedua jenis retribusi jasa usaha tersebut hanya mencapai realisasi sebesar 75,86% dan 65,05% dari target. Sedangkan, jenis retribusi pemakaian kekayaan daerah dan retribusi penyedotan kakus berkriteria efektif. Jika dirata-ratakan dari masing-masing penerimaan retribusi jasa usaha dari tahun 2007 hingga tahun 2009, penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi penyedotan kakus, dan retribusi rumah potong hewan adalah penerimaan retribusi yang sangat efektif, sedangkan 2 (dua) jenis retribusi lainnya efektif. Berdasarkan perhitungan 55

14 diatas juga dapat diketahui bahwa hanya penerimaan retribusi rumah potong hewan yang merupakan retribusi yang sangat efektif di setiap tahunnya. IV.2.2. Tingkat Pertumbuhan Retribusi jasa usaha merupakan salah satu golongan retribusi yang selalu mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Fluktuasi yang terjadi pada retribusi jasa usaha setiap tahunnya dapat mencerminkan berbagai kondisi yang dialami oleh masing-masing jenis retribusi golongan jasa usaha itu sendiri. Untuk mengukur tingkat pertumbuhan retribusi jasa usaha dapat menggunakan rumus berikut ini: n (n ) n ) x Keterangan: P Xn X(n - 1) = Pertumbuhan = Realisasi Tahun Saat ini = Realisasi Tahun Sebelumnya Hasil Perhitungan dari rumus tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: 56

15 57

16 Dari tabel IV.4 diatas, secara keseluruhan retribusi jasa usaha mengalami pertumbuhan yang cenderung fluktuatif dan kurang stabil. Pada tahun 2008 retribusi jasa usaha mengalami peningkatan sebesar 13,48%, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar -25,71%. Hal ini ditandai dengan penurunan tajam dari retribusi pemakaian kekayaan daerah. Jenis retribusi jasa usaha yang mengalami pertumbuhan rata-rata terbesar hingga yang paling rendah adalah retribusi penyedotan kakus sebesar 22,96%, retribusi rumah potong hewan sebesar 7,78%, retribusi parkir khusus sebesar -3,14%, retribusi terminal sebesar -5,25% dan retribusi pemakaian kekayaan daerah sebesar -8,21%. Secara keseluruhan retribusi jasa usaha mengalami perkembangan yang beragam. Selama tahun 2007 hingga tahun 2009, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi terminal, dan retribusi parkir khusus mengalami peningkatan dan penurunan, sedangkan penerimaan retribusi penyedotan kakus dan retribusi rumah potong hewan yang selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, kelima jenis retribusi jasa usaha mengalami pertumbuhan positif, yang artinya tidak ada jenis retribusi jasa usaha yang mengalami penurunan pada tahun Pertumbuhan yang sangat besar dialami retribusi penyedotan kakus sebesar 60,10 diikuti retribusi pemakaian kekayaan daerah sebesar 22,51%, retribusi parkir khusus sebesar 19,67%, retribusi rumah potong hewan sebesar 9,43% dan retribusi terminal sebesar 1,57%. Pada tahun 2009, beberapa jenis retribusi jasa usaha mengalami pertumbuhan yang negatif, yaitu retribusi pemakaian kekayaan daerah sebesar -47,13%, retribusi parkir khusus sebesar -29,10%, dan retribusi terminal sebesar -17,32%. Sedangkan hanya dua jenis retribusi jasa usaha yang mengalami pertumbuhan positif, yaitu retribusi 58

17 rumah potong hewan sebesar 13,91% dan retribusi penyedotan kakus sebesar 8,79%. Hal ini menunjukkan bahwa retribusi jasa usaha Kota Tangerang mengalami kondisi yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan di tahun 2008 yang selalu mengalami pertumbuhan positif. IV.2.3. Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Total Retribusi dan Pendapatan Asli Daerah Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi retribusi jasa usaha terhadap total retribusi daerah, dapat menggunakan rumus sebagai berikut: ontribusi enerimaan Retribusi asa Usaha x Total Retribusi Hasil persentase dari rumus tersebut dapat menentukan seberapa besar tingkat kontribusi yang diberikan masing-masing penerimaan retribusi daerah terhadap total retribusi. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel IV.8 Tingkat Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Retribusi Daerah Kota Tangerang Tahun 2007 No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Total Retribusi Daerah (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 3,41 2 Terminal ,00 6,32 3 Parkir Khusus ,00 3, ,00 4 Penyedotan Kakus ,00 0,52 5 Rumah Potong Hewan ,00 0,50 Total ,00 14,39 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah,

18 Tabel IV.9 Tingkat Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Retribusi Daerah Kota Tangerang No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Tahun 2008 Total Retribusi Daerah (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 3,33 2 Terminal ,00 5,11 3 Parkir Khusus ,00 3, ,00 4 Penyedotan Kakus ,00 0,66 5 Rumah Potong Hewan ,00 0,44 Total ,00 13,01 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah, 2011 Tabel IV.10 Tingkat Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Retribusi Daerah Kota Tangerang No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Tahun 2009 Total Retribusi Daerah (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 2,17 2 Terminal ,00 5,21 3 Parkir Khusus ,00 3, ,00 4 Penyedotan Kakus ,00 0,88 5 Rumah Potong Hewan ,00 0,62 Total ,00 11,91 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah,

19 Tabel IV.11 Tingkat Kontribusi Rata-Rata Retribusi Jasa Usaha Terhadap Rata-Rata Retribusi No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Daerah Kota Tangerang Tahun Total Retribusi Daerah (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 2,99 2 Terminal ,33 5,51 3 Parkir Khusus ,33 3, ,67 4 Penyedotan Kakus ,00 0,68 5 Rumah Potong Hewan ,67 0,52 Total ,33 13,09 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah, 2011 Dari tabel IV.8, IV.9, IV.10, IV.11 diatas, secara keseluruhan retribusi jasa usaha cenderung memberikan kontribusi yang sangat rendah terhadap pendapatan asli daerah selama tahun Rata-rata kontribusi retribusi jasa usaha terhadap retribusi daerah mulai dari yang terbesar hingga terkecil antara lain retribusi terminal, retribusi parkir khusus, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi penyedotan kakus dan retribusi rumah potong hewan. Secara umum tidak ada perbedaan mencolok pada kontribusi retribusi jasa usaha secara keseluruhan dan kontribusi masing-masing kontributor dari tahun 2007 hingga tahun Sehubungan dengan pembahasan kontribusi retribusi jasa usaha terhadap total retribusi daerah, maka akan berpengaruh pula terhadap pendapatan asli daerah kota Tangerang. Untuk menghitung kontribusi retribusi jasa usaha terhadap pendapatan asli daerah, dapat menggunakan rumus sebagai berikut: ontribusi enerimaan Retribusi asa Usaha endapatan Asli aerah x 61

20 Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, maka akan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel IV.12 Tingkat Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun 2007 No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Total PAD (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 0,56 2 Terminal ,00 1,04 3 Parkir Khusus ,00 0, ,02 4 Penyedotan Kakus ,00 0,09 5 Rumah Potong Hewan ,00 0,08 Total ,00 2,38 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah, 2011 Tabel IV.13 Tingkat Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Total PAD (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 0,59 2 Terminal ,00 0,91 3 Parkir Khusus ,00 0, ,61 4 Penyedotan Kakus ,00 0,12 5 Rumah Potong Hewan ,00 0,08 Total ,00 2,32 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah,

21 Tabel IV.14 Tingkat Kontribusi Retribusi Jasa Usaha Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun 2009 No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Total PAD (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 0,30 2 Terminal ,00 0,71 3 Parkir Khusus ,00 0, ,00 4 Penyedotan Kakus ,00 0,12 5 Rumah Potong Hewan ,00 0,08 Total ,00 1,62 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah, 2011 Tabel IV.15 Kontribusi Rata-Rata Retribusi Jasa Usaha Terhadap Rata-Rata Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun No Jenis Retribusi Realisasi (Rp) Total PAD (Rp) Kontribusi (%) 1 Pemakaian Kekayaan Daerah ,00 0,48 2 Terminal ,33 0,88 3 Parkir Khusus ,33 0, ,88 4 Penyedotan Kakus ,00 0,11 5 Rumah Potong Hewan ,67 0,08 Total ,33 2,09 Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah, 2011 Dari tabel IV.12, IV.13, IV.14, IV.15 diatas, secara keseluruhan kontribusi retribusi jasa usaha terhadap pendapatan asli daerah selalu mengalami penurunan selama tahun Retribusi jasa usaha cenderung memberikan kontribusi yang sangat rendah terhadap pendapatan asli daerah, hanya berkisar dibawah 2% selama tahun

22 2009. Rata-rata retribusi jasa usaha yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah dari yang terbesar hingga terkecil antara lain retribusi terminal, retribusi parkir khusus, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi penyedotan kakus, dan retribusi rumah potong hewan. Rendahnya kontribusi retribusi jasa usaha ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah perlu lebih giat dan kreatif dalam pengelolaannya untuk meningkatkan penerimaan setiap jenis retribusi jasa usaha, agar dapat lebih berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Pada penelitian ini kontribusi retribusi jasa usaha terhadap retribusi daerah dan pendapatan asli daerah tidak dijelaskan berdasarkan jenis-jenisnya disebabkan secara umum tidak ada perbedaan mencolok pada kontribusi masing-masing retribusi jasa usaha dari tahun 2007 hingga tahun Rendahnya tingkat kontribusi jasa usaha terhadap retribusi daerah dan pendapatan asli daerah dipengaruhi oleh masalah-masalah antara lain: 1. Terbatasnya jumlah petugas retribusi daerah yang memungut retribusi jasa usaha. 2. Sosialisasi kebijakan pemerintah mengenai retribusi jasa usaha masih kurang. 3. Fasilitas dan infrastruktur yang mendukung pemungutan retribusi masih sangat terbatas. 4. Kurangnya perencanaan yang matang dalam menentukan lokasi pemungutan retribusi jasa usaha. 5. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa yang diberikan pemerintah. 6. Kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan retribusi jasa usaha. 64

23 IV.3. Pembahasan Efektivitas dan Pertumbuhan Retribusi Jasa Usaha Berdasarkan Jenis-Jenis Retribusinya IV.3.1. Tingkat Efektivitas Efektivitas suatu jenis retribusi sebagaimana definisi efektif menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006 pasal 4(4), dapat ditentukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasinya. Dari tingkat pencapaian realisasi terhadap target retribusi jasa usaha tersebut dapat ditentukan tingkat efektivitasnya. Pada bagian dibawah ini akan dijelaskan tentang pembahasan tingkat efektivitas setiap jenis retribusi jasa usaha Kota Tangerang tahun yang analisis datanya telah dihitung dan diuraikan pada bagian sebelumnya. IV Tingkat Efektivitas Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Selama tahun 2007 hingga 2009 target yang ditetapkan pemerintah daerah untuk retribusi pemakaian kekayaan daerah merupakan target yang tertinggi ketiga setelah retribusi terminal dan parkir khusus. Terbatasnya fasilitas yang dimiliki pemerintah yang dapat digunakan oleh masyarakat menjadi salah satu hal yang mempengaruhi besarkecilnya target yang ditetapkan. Pada grafik dibawah ini akan ditampilkan perbandingan antara target dan realisasi retribusi pemakaian kekayaan daerah: 65

24 Grafik IV.1 Target dan Realisasi Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Kota Tangerang Tahun , , , , , , Target Realisasi Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Dari besarnya target dan realisasi diatas, dapat dibandingkan antara keduanya sehingga dapat ditentukan tingkat efektivitasnya. Perkembangan tingkat efektivitas retribusi pemakaian kekayaan daerah dapat dilihat pada grafik IV.2 berikut ini: Grafik IV.2 Tingkat Efektivitas Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Kota Tangerang Tahun ,00% 120,00% 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 117,73% 92,90% 92,28% Rata-rata = 100,97% Sumber : DPKAD Kota Tangerang, data diolah 66

25 Selama tahun 2007 hingga tahun 2009, penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah dapat dikatakan sangat efektif. Pada tahun 2007 retribusi pemakaian kekayaan daerah mencapai tingkat efektivitas sebesar 117,73%, kemudian dua tahun berikutnya penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah tidak mencapai target yaitu sebesar 92,90% dan 92,28%. Walaupun pada tahun 2008 dan tahun 2009 penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah tidak mencapai target 100%, namun jika dirataratakan tingkat pencapaian target dari tahun 2007 hingga tahun 2009, maka akan mencapai tingkat efektivitas rata-rata sebesar 100,97%, atau tergolong sangat efektif. Selama tiga tahun retribusi pemakaian kekayaan daerah terbilang sangat efektif dikarenakan adanya kesadaran yang cukup tinggi bagi wajib retribusi untuk membayar retribusinya saat akan menggunakan atau memanfaatkan kekayaan daerah selama tahun 2007 hingga 2009, khususnya pada tahun Pada tahun 2009 sebenarnya terjadi penurunan realisasi pada penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah, namun sebelum tahun 2009 pemerintah daerah telah mengetahui potensi penerimaan retribusinya akan semakin berkurang, sehingga pada penetapan targetnya, pemerintah daerah menetapkan target yang lebih rendah daripada target di tahun sebelumnya. IV Tingkat Efektivitas Retribusi Terminal Selama tahun 2007 hingga 2009 target yang ditetapkan pemerintah daerah untuk retribusi terminal merupakan target yang tertinggi dibandingkan dengan keempat jenis retribusi jasa usaha lainnya. Banyaknya perusahaan jasa transportasi bus dan angkutan umum di Kota Tangerang adalah salah satu hal yang mempengaruhi tingginya target yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pada grafik dibawah ini akan ditampilkan perbandingan antara target dan realisasi retribusi terminal: 67

26 Grafik IV.3 Target dan Realisasi Retribusi Terminal Kota Tangerang Tahun , , , , , , Target Realisasi Sumber: DPKAD Kota Tangerang Dari besarnya target dan realisasi diatas, dapat dibandingkan antara keduanya sehingga dapat ditentukan tingkat efektivitasnya. Perkembangan tingkat efektivitas retribusi terminal selama tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat pada grafik IV.4 berikut ini: Grafik IV.4 Tingkat Efektivitas Retribusi Terminal Kota Tangerang Tahun ,00% 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 102,22% 103,82% 75,86% Rata-rata = 93,96% 0,00% Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah 68

27 Selama tahun 2007 hingga tahun 2009, penerimaan retribusi terminal dapat dikatakan relatif efektif. Pada tahun 2007 dan 2008 retribusi terminal tergolong sangat efektif dengan tingkat efektivitas sebesar 102,22%, dan 103,82%. Namun pada tahun 2009 penerimaan retribusi terminal merosot cukup tajam dalam hal tingkat efektivitasnya sebesar 75,86%, atau tergolong kurang efektif. Dengan rendahnya tingkat efektivitas pada tahun 2009 mengakibatkan tingkat efektivitas rata-rata penerimaan retribusi terminal menjadi 93,96% atau tergolong efektif, tidak seefektif penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah. Selama tiga tahun retribusi terminal hanya tergolong efektif, yang dipengaruhi rendahnya pencapaian target pada tahun 2009 sebesar 75,86% atau tergolong kurang efektif. Rendahnya tingkat efektivitas tersebut disebabkan pada tahun 2009 Terminal Ciledug sudah tidak difungsikan lagi karena sudah dijadikan lahan pasar, sehingga berpengaruh besar terhadap tingkat efektivitas retribusi terminal pada tahun Selain itu, kondisi dan kinerja masing-masing terminal yang beroperasi di kota Tangerang juga berpengaruh terhadap tingkat efektivitas retribusi jasa usaha pada tahun Tingkat keramaian suatu terminal mempengaruhi pendapatan retribusi yang diperoleh. Saat ini Kota Tangerang memiliki 4 (empat) terminal yang menjadi titik orientasi angkutan umum, yaitu Terminal Poris Plawad, Cimone, Pasar Baru dan Cibodasari. Dari keempat terminal tersebut, Terminal Poris Plawad merupakan terminal yang kurang beroperasi secara maksimal dibandingkan ketiga terminal lainnya. Hal ini terlihat dari suasana terminal yang paling sepi diantara ketiga terminal lainnya. Sepinya Terminal Poris Plawad tersebut dipengaruhi oleh letak Terminal Poris Plawad yang kurang strategis dan jauh dari keramaian kota. Dengan sepinya Terminal Poris Plawad tersebut, maka dapat menyebabkan potensi pendapatan retribusi terminal menjadi kurang maksimal, dan 69

28 mengakibatkan realisasi pendapatan retribusi terminal menjadi jauh dibawah target yang telah ditetapkan Pemerintah Kota Tangerang, dan tergolong kurang efektif dari sisi efektivitasnya. IV Tingkat Efektivitas Retribusi Parkir Khusus Selama tahun 2007 hingga 2009 target yang ditetapkan pemerintah daerah untuk retribusi parkir khusus merupakan target yang tertinggi kedua setelah retribusi terminal. Banyaknya lahan parkir yang dikelola oleh pemerintah daerah dan banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang tercatat di pemerintah daerah adalah salah satu hal yang mempengaruhi tingginya target yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pada grafik dibawah ini akan ditampilkan perbandingan antara target dan realisasi retribusi parkir khusus: Grafik IV.5 Target dan Realisasi Retribusi Parkir Khusus Kota Tangerang Tahun , , , , , , Target Realisasi Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Dari besarnya target dan realisasi diatas, dapat dibandingkan antara keduanya sehingga dapat ditentukan tingkat efektivitasnya. Perkembangan tingkat efektivitas 70

29 retribusi parkir khusus dari tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat pada grafik IV.6 berikut ini: Grafik IV.6 Tingkat Efektivitas Retribusi Parkir Khusus Kota Tangerang Tahun ,00% 100,00% 80,00% 104,53% 112,83% Rata-rata = 94,14% 60,00% 65,05% 40,00% 20,00% 0,00% Sumber : DPKAD Kota Tangerang, data diolah Selama tahun 2007 hingga 2009, penerimaan retribusi parkir khusus dapat dikatakan cukup efektif. Seperti halnya retribusi terminal, pada tahun 2007 dan 2008 retribusi parkir khusus tergolong sangat efektif dengan tingkat efektivitas sebesar 104,53% dan 112,83%. Dengan tercapainya target pada tahun 2007 dan 2008, maka pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk menaikkan target yang harus dicapai. Namun ketika target dinaikkan sebesar 23% pada tahun 2009, penerimaan retribusi parkir khusus pada tahun 2009 justru mengalami penurunan yang cukup tajam yang akhirnya tingkat pencapaian target menjadi jauh dari tercapai, sebesar 65,05% atau tergolong kurang efektif. Dengan rendahnya tingkat efektivitas pada tahun 2009 mengakibatkan tingkat efektivitas rata-rata penerimaan retribusi parkir khusus menjadi 94,14% atau hanya tergolong efektif. 71

30 Selama tiga tahun retribusi parkir khusus hanya tergolong efektif, yang dipengaruhi penurunan tajam pada tahun 2009 menjadi 65,05% dikarenakan ada beberapa kendala yang semakin berpengaruh terhadap rendahnya tingkat efektivitas retribusi parkir khusus, salah satunya adalah jumlah juru parkir liar atau preman parkir yang semakin banyak sehingga semakin sulit menghadapi juru parkir liar tersebut, yang menimbulkan penerimaan retribusi parkir khusus yang masuk ke kas daerah menjadi terhambat. Selain itu, rendahnya tingkat efektivitas retribusi parkir khusus pada tahun 2009 juga disebabkan beberapa lahan parkir yang ada telah dikelola perusahaan pengelolaan parkir swasta, yang pendapatannya merupakan obyek dari pajak atas penyelenggaraan parkir swasta. Pada tahun 2009, tempat khusus parkir yang dikelola pemerintah hanya terdapat di Komplek Pasar Anyar dan Komplek perkantoran Cikokol, sedangkan tempat parkir yang dikelola oleh pengelola parkir swasta semakin banyak sehubungan dengan didirikannya bangunan seperti mall dan pasar swalayan. Pada tahun 2009 realisasi penerimaan pajak atas penyelenggaraan parkir swasta mengalami peningkatan sebesar 11,97%, sehingga menyebabkan penerimaan retribusi parkir khusus berkurang sedangkan pajak atas penyelenggaraan parkir swasta mengalami peningkatan, seperti pada tabel berikut ini: Tabel IV.16 Perbandingan Realisasi Retribusi Parkir dan Pajak Parkir Kota Tangerang Retribusi parkir Pajak atas penyelenggaraan parkir swasta Tahun Tahun Realisasi (Rp) Selisih (Rp) Selisih (%) , , ,00-29,10% , , ,00 11,97% Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah,

31 IV Tingkat Efektivitas Retribusi Penyedotan Kakus Selama tahun 2007 hingga 2009 target yang ditetapkan pemerintah daerah untuk retribusi penyedotan kakus merupakan target yang terrendah kedua setelah retribusi rumah potong hewan. Walaupun jumlah perumahan dan gedung di Kota Tangerang terhitung banyak, namun jarangnya tingkat penggunaan jasa penyedotan kakus dari masing-masing perumahan dan gedung di Kota Tangerang mempengaruhi rendahnya target yang ditetapkan pemerintah daerah untuk retribusi penyedotan kakus. Pada grafik dibawah ini akan ditampilkan perbandingan antara target dan realisasi retribusi penyedotan kakus: Grafik IV.7 Target dan Realisasi Retribusi Penyedotan Kakus Kota Tangerang Tahun , , , , , , Target Realisasi Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Perkembangan tingkat efektivitas retribusi penyedotan kakus selama tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat pada grafik IV.8 berikut ini: 73

32 Grafik IV.8 Tingkat Efektivitas Retribusi Penyedotan Kakus Kota Tangerang Tahun ,00% 115,00% 118,41% 110,00% 105,00% 100,00% 95,00% 106,64% Rata-rata: 108,29% 99,81% 90,00% Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Selama tahun 2007 hingga 2009, retribusi penyedotan kakus dapat digolongkan sebagai retribusi yang sangat efektif. Walaupun selalu mengalami penurunan, namun retribusi penyedotan kakus selalu memberikan tingkat efektivitas yang tinggi selama tahun 2007 hingga Realisasi retribusi jasa usaha melebihi target pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 118,41% dan 106,64%, sedangkan pada tahun 2009 retribusi penyedotan kakus hampir mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 99,81%. Dengan tingkat pencapaian target atau tingkat efektivitas yang sangat tinggi selama tahun 2007 dan 2009, maka secara rata-rata tingkat efektivitas retribusi penyedotan kakus mencapai 108,29% atau tergolong sangat efektif. Tingginya tingkat efektivitas retribusi penyedotan kakus, banyak dipengaruhi oleh terus bertambahnya wajib retribusi penyedotan kakus sehingga realisasi penerimaannya juga terus bertambah. Penambahan wajib retribusi penyedotan kakus ini ditandai dengan kebijakan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan penyedotan kakus kepada masyarakat Kota Tangerang dan masyarakat diluar Kota Tangerang, 74

33 sehingga dengan adanya penambahan ini realisasi penerimaan retribusi penyedotan kakus meningkat. IV Tingkat Efektivitas Retribusi Rumah Potong Hewan Selama tahun 2007 hingga 2009 target yang ditetapkan pemerintah daerah untuk retribusi rumah potong hewan sangat rendah dibandingkan dengan target pada keempat jenis retribusi lainnya. Rendahnya target retribusi rumah potong hewan ditetapkan pemerintah daerah dipengaruhi oleh pertimbangan jumlah fasilitas rumah potong hewan yang dimiliki pemerintah dan jumlah peternak di Kota Tangerang yang membuat potensi yang akan ditimbulkan dari penerimaan retribusi rumah potong hewan. Pada grafik dibawah ini akan ditampilkan perbandingan antara target dan realisasi retribusi rumah potong hewan: Grafik IV.9 Target dan Realisasi Retribusi Rumah Potong Hewan Kota Tangerang Tahun , , , , , , Target Realisasi Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah 75

34 Dari target dan realisasi tersebut, dapat dihitung perbandingannya untuk mengetahui tingkat efektivitasnya. Adapun perkembangan tingkat efektivitas retribusi rumah potong hewan selama tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat pada grafik IV.10 berikut ini: Grafik IV.10 Tingkat Efektivitas Retribusi Rumah Potong Hewan Kota Tangerang Tahun ,00% 140,00% 120,00% 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 137,48% Rata-rata: 122,53% 125,63% 104,49% Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Retribusi rumah potong hewan merupakan retribusi yang tergolong sangat efektif, dimana jika dilihat pada tingkat efektivitas setiap tahunnya, jenis retribusi ini merupakan yang paling efektif atau yang selalu mencapai target yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Besarnya tingkat efektivitas retribusi rumah potong hewan selama tahun 2007 hingga tahun 2009 adalah sebesar 125,63%, 137,48%, dan 104,49%. Dengan selalu tercapainya target retribusi rumah potong hewan maka dapat dihitung tingkat efektivitas rata-ratanya sebesar 122,53% atau tergolong sangat efektif. 76

35 Selama tiga tahun retribusi retribusi rumah potong hewan tergolong sangat efektif, yang disebabkan selama tahun 2007 hingga 2009 masyarakat Kota Tangerang khususnya dari kalangan pedagang dan peternak lebih memilih untuk menyembelih hewan ternaknya di rumah potong hewan yang disediakan pemerintah, dikarenakan fasilitas yang diberikan pemerintah daerah sudah cukup lengkap, yaitu disediakan tempat pemotongan serta disediakan kandang istirahatnya sebelum dipotong. Selain itu, tingkat kesadaran wajib retribusi untuk membayar retribusi sesuai tarif yang berlaku juga berpengaruh terhadap tingkat efektivitas retribusi rumah potong hewan. IV.3.2. Tingkat Pertumbuhan Selama tahun 2007 hingga 2009, retribusi jasa usaha di Kota Tangerang merupakan golongan retribusi yang mengalami pertumbuhan paling rendah dibandingkan dengan kedua golongan retribusi yang lainnya. Hal ini disebabkan pertumbuhan dari masing-masing jenis retribusi golongan jasa usaha yang cenderung fluktuatif. Di bawah ini akan diuraikan pembahasan mengenai pertumbuhan retribusi jasa usaha berdasarkan sub-sub retribusinya. IV Tingkat Pertumbuhan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi pemakaian kekayaan daerah merupakan jenis retribusi jasa usaha yang mengalami pertumbuhan rata-rata -8,21%, paling rendah sebesar diantara keempat jenis retribusi lainnya. Walaupun pada tahun 2007 hingga 2008 retribusi pemakaian kekayaan daerah mengalami pertumbuhan yang cukup besar sebesar 22,51%, namun tahun mengalami penurunan yang sangat rendah sebesar -47,13. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini: 77

36 Grafik IV.11 Tingkat Pertumbuhan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun ,00 22,51% ,00-47,13% rata-rata = -8,21% , Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah, 2011 Retribusi pemakaian kekayaan daerah mengalami penurunan yang cukup tajam pada tahun 2009 dikarenakan pada tahun 2009 ada beberapa pengurangan alat berat yang dapat disewakan kepada masyarakat luas khususnya kepada perusahaan di kota Tangerang. Pengurangan alat berat yang terjadi pada tahun 2009 terdiri dari alat untuk pembangunan jalan seperti mesin gilas, shovel loader, dan alat berat lainnya. Pengurangan tersebut terjadi disebabkan alat-alat berat yang sudah rusak atau tidak layak untuk disewakan. Selain pengurangan alat-alat berat yang dimiliki pemerintah kota Tangerang, rendahnya pertumbuhan retribusi pemakaian kekayaan daerah tahun 2009 juga disebabkan banyaknya pihak swasta yang menyediakan jasa penyewaan alat-alat berat dan gedung pertemuan pada tahun 2009, seperti PT. Centra Trio Mitra dan PT. Kharisma Esa Unggul di Cibodas untuk penyewaan alat berat, Gedung Jiwa Sraya di Cikokol, Gedung Graha Kirana di Cipondoh dan Gedung Heartline di Karawaci untuk penyewaan gedung pertemuan. 78

37 IV Tingkat Pertumbuhan Retribusi Terminal Retribusi terminal merupakan jenis retribusi yang mengalami pertumbuhan ratarata sebesar -5,25%, kedua paling rendah setelah retribusi pemakaian kekayaan daerah. Besarnya penurunan retribusi terminal antara tahun 2008 dan 2009 sebesar -17,32% menjadi hal yang cukup mencolok dikarenakan rendahnya peningkatan retribusi terminal antara tahun 2007 dan 2008 sebesar 1,57%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini: Grafik IV.12 Tingkat Pertumbuhan Retribusi Terminal Tahun ,57% , ,00-17,32% rata-rata = -5,25% , Retribusi Terminal Sumber: DPKAD Kota Tangerang Seperti halnya tingkat efektivitas, penurunan retribusi terminal pada tahun 2009 juga dikarenakan belum optimalnya pendapatan retribusi terminal dari masing-masing terminal yang ada di kota Tangerang. 79

38 IV Tingkat Pertumbuhan Retribusi Parkir Khusus Retribusi parkir khusus merupakan jenis retribusi yang mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar -3,14% atau ketiga paling rendah setelah retribusi pemakaian kekayaan daerah dan retribusi terminal. Penurunan yang cukup besar pada tahun 2009 sebesar - 29,10% sangat mempengaruhi rendahnya pertumbuhan rata-rata retribusi parkir khusus pada tahun 2009, walaupun pada tahun 2008 retribusi parkir khusus mengalami kenaikan sebesar 19,67%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini: Grafik IV.13 Tingkat Pertumbuhan Retribusi Parkir Khusus Tahun ,00 19,67% ,00-29,10% rata-rata = -3,14% , Retribusi Parkir Khusus Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Seperti halnya tingkat efektivitas retribusi parkir, penurunan tajam retribusi parkir khusus pada tahun 2009 juga disebabkan beberapa kendala yang berpengaruh terhadap penurunan realisasi retribusi parkir khusus, antara lain sulitnya menghadapi juru parkir liar atau preman parkir yang semakin banyak beroperasi di Kota Tangerang dan beberapa lahan parkir di Kota Tangerang yang telah dikelola perusahaan 80

39 pengelolaan parkir swasta dan menjadi obyek dari pajak atas penyelenggaraan parkir swasta. IV Tingkat Pertumbuhan Retribusi Penyedotan Kakus Retribusi Penyedotan Kakus merupakan jenis retribusi yang mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 22,96%, paling tinggi diantara keempat jenis retribusi jasa usaha lainnya. Tingginya pertumbuhan retribusi penyedotan kakus dipengaruhi oleh peningkatan yang selalu dialami retribusi penyedotan kakus selama tahun 2007 hingga 2009, yaitu pada tahun 2008 sebesar 60,10% dan pada tahun 2009 sebesar 8,79%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Grafik IV.14 Tingkat Pertumbuhan Retribusi Penyedotan Kakus Tahun rata-rata = 22,96% 60,10% ,00 8,79% , , Retribusi Penyedotan Kakus Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Peningkatan yang sangat besar pada tahun 2008 disebabkan adanya pengalihan lahan kosong yang sebagian besar berasal dari lahan perkebunan dan lahan pertanian untuk dibangun perkantoran, pusat perbelanjaan, pemukiman dan kawasan industri. 81

40 Dengan adanya pengalihan dan pembangunan tersebut maka pelayanan penyedotan kakus pun mengalami peningkatan sangat pesat, baik pelayanan yang langsung diberikan oleh pemerintah daerah ataupun pelayanan yang diberikan oleh badan hukum atau pihak swasta yang bergerak di bidang yang sama dan memiliki izin dari pemerintah daerah, yang berimbas pada meningkatnya penerimaan retribusi penyedotan kakus pada tahun IV Tingkat Pertumbuhan Retribusi Rumah Potong Hewan Retribusi rumah potong hewan merupakan jenis retribusi yang mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,78%, atau paling besar kedua setelah retribusi penyedotan kakus. Sama seperti retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan merupakan retribusi yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun jika dilihat dari tingkat pertumbuhannya, tidak ada pertumbuhan yang mencolok pada tahun 2008 dan tahun 2009, pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 9,43% dan tahun 2009 sebesar 13,91%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini: 82

41 Grafik IV.15 Tingkat Pertumbuhan Retribusi Rumah Potong Hewan Tahun rata-rata = 7,78% 9,43% 13,91% , , , Retribusi Rumah Potong Hewan Sumber: DPKAD Kota Tangerang, data diolah Peningkatan yang konsisten terus dialami oleh retribusi rumah potong hewan. Seperti halnya penyebab tingkat pencapaian target retribusi rumah potong hewan, halhal yang menyebabkan peningkatan retribusi rumah potong hewan adalah meningkatnya permintaan para pedagang hewan ternak untuk memotong hewan ternaknya selain hewan unggas untuk konsumsi masyarakat luas. Selain itu, jumlah fasilitas rumah potong hewan dan kandang istirahat hewan ternak di Kota Tangerang juga terus ditambah keberadaannya untuk meningkatkan penerimaan retribusi rumah potong hewan. 83

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. memberikan keleluasaan kepada daerah, dalam menggali potensi pendanaan dalam

BAB IV PEMBAHASAN. memberikan keleluasaan kepada daerah, dalam menggali potensi pendanaan dalam BAB IV PEMBAHASAN 1V.1 Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah, dalam menggali potensi pendanaan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN ANGGARAN 2014 PER SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN ANGGARAN 2014 PER SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (dalam rupiah) Pemerintah Kabupaten Klungkung Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Bulan : Oktober 2014 LAPORAN REALISASI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN ANGGARAN 2014 PER SATUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 708 TAHUN : 2005 SERI : D ERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN UPAH PUNGUT PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2005 A. PENDAPATAN 1. dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2005 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1 Pajak Daerah 5.998.105.680,00 6.354.552.060,00

Lebih terperinci

BAB IV. Pembahasan. IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi

BAB IV. Pembahasan. IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi BAB IV Pembahasan IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi IV.1.1. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DI KABUPATEN DEMAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 LAMPIRAN XIV PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 KODE 4 1 PENDAPATAN ASLI

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur Pada bab ini dikemukakan deskripsi dan analisis hasil penelitian yang diperoleh melalui pengukuran dan pengujian

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5

PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5 RETRIBUSI JASA USAHA 2012 PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5 ABSTRAK : - bahwa retribusi daerah digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

Lebih terperinci

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun A. Struktur APBD Kota Surakarta 2009 2013 APBD Kota Surakarta Tahun 2009-2013 Uraian 2009 2010 2011 1 PENDAPATAN 799,442,931,600 728,938,187,952 Pendapatan Asli Daerah 110,842,157,600 101,972,318,682 Dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan Daerah dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran pembangunan daerah. Pemerintah Daerah diberi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Tengah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Tengah IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kinerja Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Tengah Kinerja Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lampung Tengah dihitung dengan menggunakan tiga indikator kinerja yaitu

Lebih terperinci

REALISASI PAD KOTA DENPASAR TAHUN 2007

REALISASI PAD KOTA DENPASAR TAHUN 2007 No REALISASI PAD KOTA DENPASAR TAHUN 2007 Uraian Target Tahun 2007 Realisasi I BAGIAN P A D 125.037.127.310,16 138.481.391.182,44 A Pos Pajak Daerah 75.200.000.000,00 85.524.066.401,52 34.000.000.000,00

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL KEPUTUSAN WALIKOTA TEGAL NOMOR / 164 / 2011 TENTANG PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH KOTA TEGAL TAHUN 2012

WALIKOTA TEGAL KEPUTUSAN WALIKOTA TEGAL NOMOR / 164 / 2011 TENTANG PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH KOTA TEGAL TAHUN 2012 SALINAN WALIKOTA TEGAL KEPUTUSAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 188.8 / 164 / 2011 TENTANG PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH KOTA TEGAL TAHUN 2012 WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Proses penelitian apapun bentuknya, secara ilmiah adalah untuk dapat memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena proses penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Kondisi Pendapatan Saat Ini a. Pendapatan Asli Daerah Secara akumulatif, Pendapatan Asli Daerah kurun waktu 2006-2010 mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Dalam undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 15 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENJABARAN TARGET APBD INDUK DAN PENETAPAN PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PER TRIWULAN TAHUN ANGGARAN 2012

Lebih terperinci

PENGANTAR. Djoko Sartono, SH, M.Si Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo

PENGANTAR. Djoko Sartono, SH, M.Si Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kami atas nama Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyusun Buku Saku Tahun 2013. Buku Saku adalah merupakan publikasi rangkuman data

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001 PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 21 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 21 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR.%. TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR.%. TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR.%. TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG 1 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Realisasi Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : bahwa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Secara keseluruhan penerapan retribusi daerah DKI Jakarta pada tahun 2008-

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Secara keseluruhan penerapan retribusi daerah DKI Jakarta pada tahun 2008- BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan pada tujuan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan penerapan retribusi daerah DKI Jakarta pada tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013 c. Pengukuran Aset Tetap Biaya administrasi dan biaya umum lainnya sampai dengan aset tersebut dapat dipergunakan untuk operasional telah diakui sebagai suatu komponen biaya aset tetap. Setiap potongan

Lebih terperinci

INSTRUKSI WALIKOTA PEKALONGAN TAHUN 2000 S/D TAHUN 2015

INSTRUKSI WALIKOTA PEKALONGAN TAHUN 2000 S/D TAHUN 2015 No. Urut Nomor Instruksi INSTRUKSI WALIKOTA PEKALONGAN TAHUN 2000 S/D TAHUN 2015 Tanggal Instruksi Judul Instruksi I. TAHUN 2000 1. 1 29-01-2000 Pelaksanaan Kegiatan Pendataan Keluaraga Tahun 2000 2. 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan akhir menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah salah satu kabupaten di Sulawesi

Lebih terperinci

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA KOTA PONTIANAK NO.1,LD.2011/NO

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA KOTA PONTIANAK NO.1,LD.2011/NO RETRIBUSI JASA USAHA PERDA KOTA PONTIANAK NO.1,LD./NO.1 SETDA KOTA PONTIANAK : 30 HLM PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA ABSTRAK : Dengan berlakunya UU No.28 Th 2009 tentang Pajak

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016 SEBELUM PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TA 2016 SESUDAH PERUBAHAN BERTAMBAH (BERKURANG) A. Dinas Kesehatan 51.190.390.000,00 51.690.390.000,00 500.000.000,00 1 - Persalinan umum 710.000.000,00 520.000.000,00

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 2013 PERDA KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 13 HLM, LD No. 23 ABSTRAK : -

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 87 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN /PENUNJUKAN SKPD PEMUNGUT RETRIBUSI DAERAH

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 87 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN /PENUNJUKAN SKPD PEMUNGUT RETRIBUSI DAERAH 1 WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 87 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN /PENUNJUKAN SKPD PEMUNGUT RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 09 Tahun 2012 Seri A

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 09 Tahun 2012 Seri A LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 09 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI BULUNGAN DIBIDANG PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI

Lebih terperinci

TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAD KOTA MALANG TAHUN 2007 s/d 2009

TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAD KOTA MALANG TAHUN 2007 s/d 2009 TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAD KOTA MALANG TAHUN 2007 s/d 2009 NO JENIS PAJAK RETRIBUSI JUMLAH TARGET REALISASI PENERIMAAN ( Rp ) 2007 2008 2009 2007 2008 2009 1 2 3 4 5 6 7 8 I PAJAK DAERAH 1 PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : 1. Laba Usaha Daerah Adalah keuntungan yang diperoleh oleh daerah yang bergerak dibidang usaha barang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deaerah otonom dibentuk dimaksudkan guna meningkatkan pelaksanaan pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom berwenang untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

T A R G E T % LEBIH ( KURANG ) BULAN INI S.D BULAN LALU S.D BULAN INI

T A R G E T % LEBIH ( KURANG ) BULAN INI S.D BULAN LALU S.D BULAN INI 1 PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAFTAR : TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TAHUN ANGGARAN 2016 SAMPAI DENGAN JULI 2016 KODE 1 1 PENDAPATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

KODE REKENING PENDAPATAN PROVINSI

KODE REKENING PENDAPATAN PROVINSI LAMPIRAN A.III.a : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 21 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 MEI 2011 KODE REKENING PENDAPATAN PROVINSI Kode 4 PENDAPATAN DAERAH 4 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4 1 1 Pajak Daerah 4

Lebih terperinci

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG 1 BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KATALOG PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 1999 S.D 2007 DENGAN STATUS/APEK LEGALITASNYA NO NOMOR/TGL TENTANG SUMBER STATUS PERATURAN

KATALOG PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 1999 S.D 2007 DENGAN STATUS/APEK LEGALITASNYA NO NOMOR/TGL TENTANG SUMBER STATUS PERATURAN NO NOMOR/TGL TENTANG SUMBER STATUS PERATURAN TAHUN 1999 1 NO.1 TAHUN 1999 LAMBANG DAERAH KOTA DUMAI BAGIAN HUKUM 11 NOPEMBER 1999 2 NO.2 TAHUN 1999 PENGUNDANGAN PERATUTAN PERATURAN BAGIAN HUKUM 11 NOPEMBER

Lebih terperinci