BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan Membaca 1. Pengertian Tunanetra Salah satu jenis kecacatan adalah cacat netra atau tunanetra atau cacat penglihatan. Pengertian Tunanetra menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (DEPDIKBUD, 1990: 971) Tuna artinya rusak, luka, kurang, tidak memiliki, sedangkan Netra artinya mata (DEPDIKBUD, 1990:631), jadi Tunanetra artinya orang yang rusak matanya, atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihataannya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sutjihati (2006:65) yang mengungkapkan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (ke dua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Sedangkan menurut Anggaran Rumah Tangga PERTUNI Bab 1, pasal 1 (2004:12), bahwa : Tunanetra adalah mereka yang berindera penglihatan lemah pada ke dua matanya sehingga tidak memiliki kemampuan membaca tulisan atau huruf cetak ukuran normal (ukuran huruf ketik pita) pada keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata, sampai dengan mereka yang buta total Sabinus ngadu, 2012 Pengaruh Teknik Mangold Terhadap Kecepatan MembacaTulisan Braille Anak Tunanetra Kelas 1 Tingkat SDLB Di SLBN A Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 14 Berdasarkan pengertian tersebut, tunanetra atau cacat netra bukan hanya seseorang yang tidak dapat melihat namun kemampuan jarak pandangnya terbatas. Sehingga dengan keterbatasannya, penyangdang cacat netra memerlukan usaha yang lebih besar untuk belajar dibandingkan orang awas. Secara khusus dalam kemampuan membaca cepat, seorang tunanetra memerlukan usaha yang lebih besar, waktu yang lebih lama dan teknik pembelajaran yang tepat dibandingkan dengan orang awas. Menurut DIT. PLB (2006) bahwa tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain: a. tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu meter; b. ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki c. bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20 derajat. Menurut WHO (dalam Tarsidi, 2002) yang dimaksud dengan kebutaan adalah kehilangan medan pandang pada mata yang lebih baik setelah mendapatkan koreksi terbaik, atau sama dengan kehilangan penglihatan yang cukup untuk mampu berjalan-jalan. Sedangkan seseorang dikatakan kurang awas (low vision) apabila ada: a. mengalami gangguan fungsi penglihatan meskipun sudah memperoleh perawatan atau b. telah mendapat koreksi pembisaan standar, atau

3 15 c. memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 0,3 (6/18) hingga hanya memiliki persepsi cahaya atau d. medan pandangnya kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi menggunakan atau berpotensi untuk dapat menggunakan penglihatan guna merencanakan dan melaksanakan suatu tugas. Berdasarkan pengertian tunanetra di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tunanetra adalah orang yang kehilangan penglihatannya sedemikian rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan dengan metode yang bisaanya dipergunakan di sekolah bisaa. Sebenarnya anak tunanetra dalam pendidikan tidak saja mempergunakan metode khusus, melainkan juga alat Bantu khusus yang digunakan untuk membaca dan menulis di antaranya adalah huruf Braille, riglet, dan pen. Menurut Tarsidi (2003), secara edukasional, tunanetra dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : tunanetra berat yakni mereka yang dalam kegiatan pendidikannya menggunakan tulisan Braille atau dengan media audio, dan tunanetra ringan yiatu mereka yang dalam kegiatan pendidikannya menggunakan tulisan cetak besar (large print) dan juga media audio.

4 16 Sedangkan Menurut Sutjihati (2006:66) tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu a. Buta (Tunanetra Total) Dikatakan buta jika individu sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0) b. Low Vision Bila anak masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar. Kemampuan dan kebutuhan anak tunanetra berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan layangan dalam aktivitas pendidikannya. Anak tunanetra berat (buta) memerlukan bukubuku Braille, media/alat-alat pendidikan taktual dan rekaman-rekaman audio, sedangkan anak-anak yang low vision memerlukan buku-buku cetak yang diperbesar, berwarna kontras, alat bantu magnifikasi, dan juga rekaman-rekaman audio. Tentu saja anak-anak yang low vision akan memperoleh keuntungan yang lebih, disamping menggunakan buku-buku yang diperbesar mereka juga memahami tulisan Braille. Hal yang paling penting untuk diingat adalah pelajar yang mengalami kebutaaan dan kurang awas bisaanya membutuhkan teknik pembelajaran, cara dan alat Bantu yang berbeda.

5 17 2. Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan Membaca Dengan adanya hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan akan membawa dampak terhadap berbagai bidang perkembangan. Menurut Tarsidi (Nawawi, 2007) bahwa kehilangan penglihatan memiliki dampak terhadap perkembangan anak dalam empat bidang perkembangan, yaitu perkembangan sosial dan emosi, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, serta perkembangan motorik, orientasi dan mobilitas. Adanya ganggunan pada ke empat bidang perkembangan tersebut akan menghambat proses belajar tunanetra baik secara langsung maupun tidak langsung. Berhubungan dengan belajar, ketunanetraan memiliki dampak terhadap keterampilan membaca. Dalam kasus tunanetra pembaca Braille, fungsi mata digantikan oleh fungsi ujung-ujung jari. Braille merupakan sistem tulisan yang terdiri dari konfigurasi titik-titik timbul yang diciptakan oleh Louis Braille untuk dibaca secara taktual melalui ujung-ujung jari. Telah diungkap oleh berbagai penelitian bahwa membaca melalui saluran penglihatan lebih cepat daripada membaca melalui saluran perabaan. Kecepatan rata-rata membaca dari pembaca Braille yang terampil adalah kata per menit, berbanding kata per menit untuk mereka yang membaca secara visual (Simon & Huertas, 1998). Dapat diasumsikan bahwa penyebab utama dari perbedaan ke dua jenis membaca tersebut terletak pada jumlah informasi yang dapat diserap melalui ke dua alat indera tersebut. Pembaca awas menyerap informasi

6 18 tertulis melalui "visual fixation" (tatapan mata), di mana bidang persepsi dari masing-masing tatapan mata itu meliput sekurang-kurangnya 15 huruf (Simon & Huertas, 1998, dalam Tarsidi, 2007). Dalam hal membaca Braille, "tactile fixation" (rabaan ujung jari) tidak dapat dibandingkan dengan visual fixation, karena membaca taktual melibatkan koordinasi gerak jari, tangan dan lengan. Yang memungkinkan didapatnya informasi tertulis oleh pembaca Braille adalah gerakan tangan yang kontinyu, bukan sentuhan ujung-ujung jari pada tulisan itu saja. Di samping itu, bila gerakan mata memungkinkan orang melewatkan beberapa kata dari teks yang dibacanya, (meskipun terdapat sedikit fiksasi pada sebagian besar dari kata-kata itu), tetapi pembaca Braille tidak dapat melakukan hal yang sama, karena ujung jari-jarinya harus menyusur di atas semua huruf dari teks yang dibacanya. Keadaan tersebut di atas mengakibatkan pembaca tunanetra menghadapi hambatan sensorial yang lebih besar, karena tactile field (bidang rabaan) dalam Braille ditentukan oleh informasi (setiap karakter Braille) yang dapat ditangkap oleh ujung-ujung jari. Simon & Huertas (Tarsidi (2007) mengemukakan bahwa hasil beberapa eksperimen menunjukkan bahwa coverage time pada umumnya lebih besar daripada synthesis time. Mereka mengemukakan bahwa pembaca Braille harus mengidentifikasi masing-masing karakter yang

7 19 membentuk sebuah kata, menyimpan karakter-karakter itu di dalam ingatannya hingga keseluruhan kata itu teridentifikasi. Menurut Foulke (Tarsidi, 2007), pada umumnya pembaca Braille harus mengidentifikasi dan mengingat semua huruf dalam sebuah kata dan kemudian mengintegrasikannya agar dapat mengidentifikasi ke seluruhan kata itu. B. Sistem Tulisan Braille 1. Pengembangan sistem tulisan Braille Sebuah usaha untuk menciptakan tulisan bagi orang tunanetra telah dimulai sejak abad ke-4, yaitu ketika seorang cendikiawan tunanetra Jepang mengukir huruf-huruf pada kayu dan mendirikan sebuah perpustakaan yang cukup besar untuk menghimpun karya-karya itu (Tarsidi, 2007:6). Pada tahun 1676, seorang tunanetra katolik di Roma, Italia, bernama Francesco Terzi, menciptakan sejenis abjad tali. Dia membentuk huruf-huruf dari berbagai variasi simpul tali, dan menggunakan abjad talinya itu untuk mentranskripkan kitab injil. Seorang musisi wanita tunanetra dari Wina, Maria Theresa Von Paradis (lahir tahun 1741), belajar membaca dengan alat bantu berupa paku-paku yang ditancapkan pada sebuah bantalan untuk membentuk huruf-huruf. Dengan cara ini dia berhasil belajar membaca partitur music (Andersen, 2000). Upaya yang terkonsentrasikan untuk menciptakan sistem tulisan bagi tunanetra terjadi di paris pada tahun 1780-an. Valentine Hauy (1745-

8 ), pendiri dan direktur sekolah pertama bagi tunanetra di dunia, menghasilkan huruf-huruf timbul pada kertas tebal yang dapat diraba dan dibaca dengan ujung-ujung jari. Untuk menghasilkan huruf timbul tersebut, pertama-tama dia membuat cetakan huruf dari logam (tarsidi, 2007:7). Kurun waktu dari tahun 1825 hingga 1835 tampaknya merupakan masa dimana terdapat kegiatan yang universal untuk menciptakan dan mencetak tulisan timbul, di Inggris ada Gall, Alston, Moon, Fry, Frere, dan Lucas yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan mempunyai pendukungnya masing-masing, dan di Amerika ada Friedlander, Howe dan lain-lain (shodorsmall, 2000 dalam Tarsidi, 2007:9). Yang paling menonjol di antara mereka adalah Dr. William Moon seorang tunanetra Inggris. Pada tahun 1845 dia menciptakan sebuah sistem huruf timbul yang menggunakan abjad romawi, dengan beberapa huruf dimodifikasi atau disederhanakan. Prinsip yang digunakan adalah bahwa sedapat mungkin huruf timbul itu sama dengan bentuk aslinya (abjad romawi) tetapi harus mudah dikenali dengan perabaan. Dalam abjad Moon ini, 8 huruf tetap sama, 14 huruf disederhanakan, dan 5 huruf dirancang sama sekali baru. Sistem Moon ini dipergunakan oleh relatif banyak orang tunanetra untuk jangka waktu yang cukup panjang. Abjad ini masih dipergunakan hingga awal abad ke 20 (tarsidi, 2007:9).

9 21 Gambar2.1 Abjad Moon Pada tahun 1815, dalam peperangan Napoleon, Barbier menciptakan tulisan sandi yag terdiri dari titik-titik dan garis-garis timbul yang dinamakan tulisan malam. Dia menggunakan tulisan ini untuk memungkinkan pasukannya membaca perintah-perintah militer dalam kegelapan malam dengan merabanya melalui ujung-ujung jari. Sistem ini didasarkan atas metodologi fonetik (atau sonografi). Setiap kata diuraikan menjadi bunyi, dan setiap bunyi dilambangkan dengan konfigurasi titiktitik dan garis-garis tertentu (Davidson,2005; shodorsmall, 2000 dalam Tarsidi 2007:10) Barbier menggunakan pola 12 titik yang terdiri dari dua deretan vertikal yang masing-masing terdiri dari enam titik. Titik-titik tersebut dibuat dengan menusukkan sebuah alat tajam pada kertas tebal yang diletakkan pada sebuah cetakan logam. Alat yang inovatif ini masih bertahan hingga kini sebagai alat tulis Braille yang paling banyak digunakan. Akan tetapi, sistem tulisan malam ini memiliki banyak kekurangan. Sistem ini tidak membedakan huruf capital dan huruf kecil, tidak ada

10 22 tanda-tanda untuk angka ataupun tanda-tanda baca; membutuhkan banyak ruang, dan sulit dipelajari. Tulisan maslam mungkin efektif untuk menuliskan pesan-pesan singkat seperti maju atau musuh ada di belakang kita, tetapi tidak bagus dipergunakan untuk membuat buku bagi tunanetra (Davidson, 2005; Tarsidi, 2007:11). Sistem tulisan malam inilah yang mendasari sitem tulisan Braille yang kita kenal sekarang ini. 2. Sistem Tulisan Braille a. Sejarah Perkembangan sistem Braille Sistem tulisan bagi tunanetra yang kita kenal sekarang ini diberi nama pencipta, yaitu Braille. Louis Braille lahir pada tanggal 4 Januari 1809 di Coupvray. Dia menjadi buta pada usia tiga tahun sebagai akibat kecelakaan dengan pisau milik ayahnya yang seorang pembuat pelana kuda. Dia masuk sekolah bisaa di daerah tempat tinggalnya. Ayahnya membantu Louis Braille dengan membuat tulisan yang dapat dibacanya, yaitu dengan membentuk huruf dari paku-paku yang ditancapkan pada papan kayu. Pada usia sepuluh tahun, Louis dimasukkan ke sekolah khusus bagi tunanetra di paris, dimana dia bertemu dengan kapten Charles Barbier dan diperkenalkan dengan sistem tulisan Barbier. Louis Braille menyadari bahwa sistem tulisan Barbier kurang baik sebagai media baca/tulis, tetapi dia sangat menyukai gagasan

11 23 penggunaan titik-titik untuk tulisan bagi tunanetra, maka setelah pertemuannya dengan Charles Barbier, Louis Braille selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk membuat titik-titik dan garis-garis pada kartu-kartu untuk berusaha menciptakan tulisan yang cocok bagi tunanetra (Tarsidi, 2007:13). Dia selalu mencoba hasil tulisan-tulisannya kepada temannya. Temannya lebih peka terhadap titik-titik daripada garis, maka dia memutuskan untuk hanya menggunakan titik-titik saja dan mengesampingkan garis-garis bagi tulisannya itu. Kemudian dia mengurangi jumlah titiknya dari dua belas hanya menjadi enam saja. Pada tahun 1834, ketika Louis Braille berusia awal 20-an, setelah bereksperimen dengan inovasinya itu selama lebih dari sepuluh tahun, sempurnalah sistem tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul itu. Louis Braille hanya mengunakan enam titik domino sebagai kerangka sistem tulisannya itu tiga titik ke bawah dan dua titik ke kanan (lihat gambar 2.2). untuk memudahkan pendeskripsian, tiga titik di sebelah kiri diberi nomor 1, 2 dan 3 (dari atas ke bawah), dan tiga titik disebelah kanan diberi nomor 4, 5, dan 6. Satu atau beberapa dari enam titik itu divariasikan letaknya sehingga dapat membentuk sebanyak 63 macam kombinasi yang cukup untuk menggambarkan abjad, angka, tanda-tanda baca, matematika, musik, dan lain-lain (Tarsidi, 2007 :14)

12 24 Gambar 2.2 Kerangka Abjad Braille Pada tahun 1851 Dr. Dufau mengajukan ciptaan Braille itu kepada Pemerintah Perancis dengan permohonan agar ciptaan tersebut mendapat pengakuan pemerintah, dan agar Louis Braille diberi tanda jasa. Tetapi hingga dia meninggal pada tanggal 6 januari 1852, tanda jasa ataupun pengakuan resmi terhadap ciptaannya itu tidak pernah diterimanya. Baru beberapa bulan setelah wafatnya, ciptaan Louis Braille itu diakui secara resmi di L Institute Nationale des Jeunes Aveugles, dan beberapa tahun kemudian dipergunakan di beberapa sekolah tunanetra di negara-negara lain. Baru menjelang akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diterima secara universal dengan nama tulisan Braille. b. Perkembangan alat tulis Braille Braille dapat diproduksi menggunakan beberapa macam alat, yaitu (1) reglet dan pen, (2) mesin tik Braille, dan (3) komputer dengan printer Braille. 1) Reglet dan Pen

13 25 Reglet dan pen (slate and stylus) merupakan alat tertua yang dipergunakan untuk menulis Braille. Prototype alat ini diciptakan oleh Charles Barbier (Shodorsmall, 2000). Gambar 2.3 Reglet Reglet ini terdiri dari dua plat logam atau plastik yang digunakan dengan engsel. Satu plat logam (plat bawah) mempunyai lubang-lubang tak tembus berfungsi sebagai cetakan titik-titik, sedangkan satu plat lainnya (plat atas) mempunyai lubang-lubang tembus yang berfungsi untuk mengarahkan penggunanya dalam membentuk titik-titik itu. Lubang-lubang pada plat atas itu disebut petak. Dalam keadaan plat bawah dan plat atas ditutupkan, setiap petak merupakan pedoman untuk mengarah pada enam lubang titik yang membentuk kerangka tulisan Braille. 2) Mesin Tik Braille Mesin tik Braille (Braille writer atau Brailler) adalah alat yang dipergunakan untuk menghasilkan tulisan Braille dengan cara yang banyak persamaannya dengan mesin tik bisaa menghasilkan tulisan awas. Prototype mesin ini diciptakan pada tahun 1951 oleh David Abraham, seorang guru di Perkins School

14 26 for the Bling, Amerika Serikat (perkins School for the Blind, 2007). Terdapat beberapa macam mesin tik Braille yang diproduksi oleh beberapa negara, tetapi prinsip kerjanya sama. Mesin tik Braille yang paling banyak dipergunakan di seluruh dunia adalah Perkins Brailler buatan Howe Press, Amerika serikat. Berbeda dari mesin tik bisaa, mesin tik Braille hanya mempunyai enam tombol untuk menghasilkan karakter Braille, satu tombol spasi (di tengah), dan dua tombol lainnya (masingmasing satu tombol di pinggir kiri dan kanan mesin) untuk menggerakkan kertas. Gambar 2.4 Perkins Braille 3) Komputer dengan printer Braille Printer Braille (yang juga dikenal dengan istilah Braille embosser), mencetak data yang dikirim dari komputer. Braillo merupakan satu dari banyak produsen printer Braille di dunia. Printer ini banyak terdapat di Indonesia sebagai kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia untuk mengembangkan pendidikan bagi tunanetra di Indonesia.

15 27 Untuk dapat mencetak data menggunakan printer Braille, terlebih dahulu data itu dibuat menggunakan program pengolah data seperti Microsoft Word. Kemudian data Word itu dikonversi ke dalam format Braille menggunakan program aplikasi penerjemah Braille. Program inilah yang mengirim data Braille dari komputer ke Braille Embosser itu. Inovasi ini telah membuat pencetakan Braille menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Gambar 2.5 Printer Braille c. Abjad Braille Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa karakter Braille dibentuk berdasarkan kerangka enam titik: dua titik ke kanan dan tiga titik ke bawah,. Untuk memudahkan perujukan pada titik-titik dalam kerangka tersebut, masing-masing titik diberi nomor sebagai berikut: Gambar 2.6 kerangka Braille

16 28 Jadi, dihitung mulai dari atas, titik-titik di sebelah kiri di beri nomor 1, 2, dan 3, sedangkan titik-titik di sebelah kanan di beri nomor 4, 5, dan 6. Penomoran ini akan mempermudah dalam belajar menulis Braille dengan menggunakan reglet maupun mesin tik. Abjad Braille dibentuk dengan pola yang logis sehingga mudah dihafal. Sepuluh huruf pertama (a sampai j) hanya menggunkan titik 1, 2, 4, dan 5. Dengan kata lain, sepuluh huruf pertama tersebut hanya menggunakan tanda atas. Dengan melafalkan sepuluh huruf pertama ini, huruf-huruf lainnya dapat dikalkulasi dengan mudah. Kesepuluh huruf pertama itu dapat dilihat pada table 2.1 sebagai berikut. Table 2.1 Huruf A-J A B C D E F G H I J a b c d e f g h i j Nomor titik huruf-huruf di atas adalah sebagai berikut a = titik 1 b = titik 1-2 c = titik 1-4 d = titik e = titik 1-5 f = titik 1-2-4

17 29 g = titik h = titik i = titik 2-4 j = titik Sepuluh huruf berikutnya (k hingga t) dibentuk dengan menambahkan titik 3 pada ke sepuluh huruf pertama sebagai berikut: Table 2.2 Huruf K-T K L M N O P Q R S T k l m n o p q r s t Nomor titik huruf-huruf di atas adalah sebagai berikut: k = titik 1-3 l = titik m = titik n = titik o = titik p = titik q = titik r = titik s = titik t = titik

18 30 Lima huruf berikutnya (u,v, x, y, z) dibentuk dengan menambahkan titik 3-6 dari huruf a, b, c, d, dan e. Bagaimana dengan huruf w? huruf ini tidak dikenal dalam bahasa perancis (sekurang-kurangnya hingga tahun 1860), sehingga huruf w tidak tercantum dalam abjad Braille yang asli. Huruf w baru ditambahkan kemudian setelah abjad Braille dibawa ke Amerika Serikat. Oleh karena itu, konfigurasinya pun tidak mengikuti pola di atas. Huruf u hingga z selengkapnya adalah sebagai berikut: Table 2.3 Huruf U-Z U V W X Y Z u v w x y z Nomor titik-titik untuk huruf u hingga z adalah sebagai berikut: u = titik v = titik w = titik x = titik y = titik z = titik Seperti telah diketahui bahwa anak tunanetra lambat dalam membaca. Untuk meningkatkan keterampilan membaca maka anak tunanetra

19 31 perlu dikenalkan dengan sistem tulisan Braille sedini mungkin. Pengenalan huruf Braille bukan hanya pada pengenalan titik-titik yang membentuk huruf, tetapi harus juga dikenalkan dengan tulisan Braille dan cara membaca tulisan Braille agar taktil anak terlatih sejak dini untuk meraba dan membaca tulisan Braille. Salah satu teknik yang dapat memberikan pembelajaran pengenalan huruf dan melatih taktil anak dalam membaca tulisan Braille adalah teknik Mangold. C. Teknik Mangold Teknik Mangold merupakan sebuah program pembelajaran membaca yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan membaca yang baik dengan menggunakan ke dua belah tangan. Beberapa riset telah menunjukkan bahwa beberapa pembaca Braille yang baik hanya menggunakan sebelah tangan akan tetapi kebanyakan pembaca yang cepat menggunakan ke dua belah tangan. Dalam buku karya Sally Mangold, yang berjudul The Mangold Developmental Program of Tactual Perception and Braille letter Recognition (yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), disebutkan bahwa bahan bacaan Mangold terutama berusaha mengatasi kekurangan-kekurangan yang serius, seperti diperolehnya gerakan yang dapat dan ringan di atas halaman Braille melihat secara horizontal dan vertikal, dan teknik-teknik menyusur serta dapat menggunakan ke dua belah tangan secara efesien.

20 32 Teknik Mangold terdiri dari beberapa pelajaran. Adapun ringkasan pelajaran-pelajaran dalam teknik Mangold adalah sebagai berikut: 1. Pelajaran 1 Untuk pelajaran 1 terdiri dari kegiatan 1-5 memberikan latihan menggunakan ke dua tangan bersama-sama. Cara menggunakan tangan sendiri dimulai dari kegiatan adapun kegiatan-kegiatan dalam pelajaran pertama adalah sebagai berikut: a. Kegiatan 1 Dalam pelajaran berikut ini lebih menekankan pada pengenalan apakah garis itu tebal, tipis, panjang, pendek. Letakkan tangan murid hingga semua jari-jarinya ada di atas halaman. Bantulah dia menemukan ujung kiri garis di atas. Bantulah dia menyusuri garis hingga ke ujung kanan. Tunjukkan cara menyusuri kembali garis tadi keujung kiri. Sekarang Bantu dia menyusuri garis vertikal ke bawah hingga menemukan garis ke dua. Tekanan permulaan dan ujung setiap garis dan atas serta bawah dari halaman. Gambar Halaman garis tebal dan tipis

21 33 b. Kegiatan 2 Bantulah murid untuk menyusuri dari kiri ke kanan hingga menemukan ujung kanan garis atas. Lalu katakan bahwa ia bisa memotong ke garis berikutnya. Bantu ia menyusuri garis diagonal hingga menemukan permulaan garis berikutnya. Gambar 2.8. gambar garis memotong diagonal c. Kegiatan 3 Dengan cara memotong, gerakan jari di atas tiap garis secepat mungkin. Perhatikan apakah garis-garis itu berbeda dari garis pada halaman sebelumnya. Gambar 2.9. gambar halam garis panjang pendek

22 34 d. Kegiatan 4 Mengenalkan Pad. Pemakaian pad ini akan memperkuat otot-otot yang ia gunakan waktu membaca dan menulis Braille, yang nantinya akan membantu dia bekerja sendiri. Letakkan jarum/paku pada ujung-ujung atas. Suruh siswa berlatih menyusuri semua garis pada halaman. Aaaaaaaaaaaaaaaaa Gggggggggg Cccccccccccccc Llllllllllllllllllll Iiiii Ffffffffffffffff bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb Gambar Halaman Pad

23 35 e. Kegiatan 5 Gerakkan jarimu secepat mungkin di atas pad. Hitunglah jumlah kotak-kotak pada setiap garis. Halaman garis dengan kotak seperti pada gambar berikut. # Gambar 2.11 gambar halaman garis dengan kotak

24 36 f. Kegiatan 6 Tunjukkan pada siswa cara menyusuri garis-garis pendek dengan ke dua tangannya bersamaan dengan mengikuti halamn kiri kemudian barulah halaman kanan. Suruh siswa kembali kebagian atas dari halaman. Suruh siswa menyusuri garis-garis pendek sebelah kiri dengan ke dua tangan, berhenti pada garis vertikal. Lalu telusuri bagian kanan dengan tangan kanan saja. Aaaaaaaaaaaaaaa Ccccccccccccccc Ggggggggggggggg Ggggggggggggggg ############### bbbbbbbbbbbbbbb Aaaaaaaaaaaaaaa Ccccccccccccccc aaaaaaaaaaaaaaa bbbbbbbbbbbbbbb bbbbbbbbbbbbbbb ############### Gambar 2.12 halaman garis huruf dengan garis di tengah

25 37 g. Kegiatan 7 Kegiatan ini sama seperti pada kegiatan 6. suruh siswa menyusuri garis garis pendek sebelah kiri dengan ke dua tangan, berhentilan pada bagian kosong di tengah dan dengan tangan kanan menyelesaikan garis-garis Aaaaaaaaaaaaaaa Ccccccccccccccc Ggggggggggggggg Ggggggggggggggg ############### bbbbbbbbbbbbbbb Aaaaaaaaaaaaaaa Ccccccccccccccc aaaaaaaaaaaaaaa bbbbbbbbbbbbbbb bbbbbbbbbbbbbbb ############### Gambar2.13. halaman baris huruf tanpa garis Untuk kegiatan 8-10 hampir sama dengan kegiatan 6 dan 7

26 38 h. Kegiatan 11 Kegiatan 11 merupakan permainan zigzag. Dalam kegiatan ini anak disuruh mencari ujung garis yang dekat dengan garis tebal di tengah. Ketika guru menyebut mulai siswa mengikuti zig-zag sampai pada ujung lainnya sebelum guru menyuruh berhenti. Permainan dimainkan oleh tangan kiri saja atau tangan kanan saja atau dengan ke dua tangan Gambar 2.14 halaman garis zig-zag

27 39 2. Pelajaran II Dalam pelajaran ke dua ini terdiri dari 4 kegiatan. Setiap kegiatan hampir sama dengan kegiatan pada pelajaran yang pertama. Tapi pada pelajaran ke dua ini, huruf-huruf sudah bervariasi pada setiap barisnya. Sedangkan pada pelajaran satu tiap baris terdiri dari satu huruf atau satu tanda. Adapun kegiatan dari pembelajaran ke dua di antaranya sebagai berikut: a. Kegiatan 1 Menyusuri dari arah kiri ke kanan di atas huruf-huruf yang berdempetan tanpa jarak Afyxprtihtvajlghobcksrhgfmsfpr Alhgbdetpoqmnzxbslhaewrtnmeklpep Sdlejqwlepebhhfmdfqdq Mnaksphailgsbiwtdinlksdafl; Gnklzgoaplhld Fskdioagl;amhsksl Bsldjnl;sj;fnjjfhgoajpohgh Gsdki hggfuhosjgpagorgjognih Gambar 2.15 halaman baris huruf tanpa jarak

28 40 b. Kegiatan 2 Telusuri secepat mungkin dari kiri ke kanan pada semua garis pada halaman ini. Sekarang kembali ke garis atas. Letakkan jarum pada permulaan dan ujung setiap garis. Halaman ini hampir sama dengan halaman pada kegiatan 1 c. Kegiatan 3 untuk kegiatan ke tiga hampir sama dengan kegiatan 7 pelajaran 1. hanya pada kegiatan ini huruf-huruf pada setiap baris lebih bervariasi. Amwhakfcjlsqpos njagtlwosymdhge iyslamlpoqwdmgk trwqljmpsgosgka bcjaklsuoqgmahg Tqriqpuuwpqm,eo Dosmxgtrakmagfp Bdlslgwtmabmalo Kpqhjdenbaoqyer Fiafyfqoqyhioyu Gambar halaman baris huruf-huruf bervariaasi tanpa garis di tengah d. Kegiatan 4 Untuk kegiatan 4 hampir sama petunjuknya dengan kegiatan 6 pada pelajaran 1, yang membedakan hanya pada huruf-hurufnya yang lebih bervariasi pada kegiatan ini. Untuk gambar hampir sama dengan gambar 2.7, hanya pada kegiatan ini memakai garis tengah.

29 41 3. Pelajaran III Pada pelajaran ke tiga ini terdiri dari 4 kegiatan. Adapun kegiatan dari pelajaran ke tiga adalah sebagai berikut: a. Kegiatan 1 Telusuri setiap garis pada halaman ini secepat mungkin. Sekarang kembali ke garis atas. Letakkan jarum pada ujung tiap garis Eeeeeeee#eeeeeeeeeeeeee Bbbbbbbbbbbb#bbbbbbbb#b Aa#aaaaa#aaaaaaaa#aaaaa Lllll#lllllllllllll#lll Ffffffffff#ffff#fffffff #sssssssssssssssssssss# Oooooooooooooooooooo#o# Gambar halaman baris huruf dengan kotak b. Kegiatan 2 Untuk kegiatan 2 hampir sama dengan kegiatan 1. hanya pada kegiatan 2 semua huruf sama tanpa ada tanda kotak

30 42 c. Kegiatan 3 Letakkan sebuah paku pada permulaan dan akhir setiap baris Ccccccc Cccccccccccccc Ccc Ccccccccccc Cccccccccccccccccccc Ccccc Cccccccc cccccccccccccccc Gambar halaman baris huruf yang sama d. Kegiatan 4 Letakkan paku pada permulaan setiap baris. Spasi di antara tandatanda. Halamn untuk kegiatan ini hampir sama dengan halaman kegiatan 3, hanya saja ada jarak atau spasi untuk tiap baris.

31 43 4. Pelajaran IV Pelajaran ke empat ini terdiri dari 4 kegiatan. Adapun salah satu dari kegiatan ke empat ini adalah sebagai berikut: menelusuri dari kiri ke kanan pada huruf-huruf dengan satu atau dua spasi. A f y x p r t I h t v a j A l h g b d e t p o q m n z x b S d l e j q w l e p e M n a k s p h a I l g s b I w F s k d I o a g B s l d j n l ; s j ; f G s d k I f g t u e y e s H g g f u h o s j g p a g o r g fgjsgjagadjteriuioeqwyijf hifuyuyhw Gambar halaman baris huruf yang bervariasi dengan jarak atau spasi

32 44 5. Pelajaran V Pelajaran v terdiri dari delapan kegiatan. Tetapi pada pelajaran ke lima ini mengajarkan cara menelusuri garis atau tanda-tanda secara vertikal. Salah satu contoh dari pelajaran ke lima ini adalah kegiatan pertama yaitu: menyusuri dari atas ke bawah pada huruf-huruf berurutan dan berdekatan. Posisi tangan yang betul adalah tempatkan ke dua telunjuk pada ujung atas garis vertikal pertama. Telunjuk tangan yang dominan dalam meraba harus bergerak menuruni kolom lebih dahulu. Bagian lain dari tangan kiri harus menyentuh halaman sebelah kiri yang vertikal. L g c L g c L g c L g c L g c L g c L g c Gambar 2.20 halaman huruf vertikal

33 45 6. Pelajaran VI Pada pelajaran ke enam ini hampir sama dengan pelajaran ke lima yaitu tentang menyusuri dari atas ke bawah. Pelajaran ke enam ini terdiri dari empat kegiatan. Kegiatan pertama menyusuri rentetan tanda-tanda yang berbeda-beda yang terletak berdekatan tanpa spasi. Kegiatan ke dua yaitu meletakkan jarum pada ujung atas dan ujung baris dari tiap-tiap lajur secepat mungkin. Kegiatan ke tiga yaitu letakkan satu jarum di dalam garis yang terpendek dan letakkan dua jarum di garis yang terpanjang. Kegiatan ke empat yaitu cobalah meletakkan jarum di tiap tempat yang kosong selagi menyusuri ke bawah. Adapun contoh halaman dari pelajaran ke enam kegiatan ke empat seperti gambar di bawah ini: l s w v h q s j f j s m j g d c t q e u d f j d x f h t d a Gambar halaman huruf vertikal dengan tempat yang kosong

34 46 7. Pelajaran VII Pelajaran ke tujuh masih sama tentang menyusuri dari atas ke bawah. Pelajaran ke tujuh terdiri dari 4 kegiatan. Kegiatan pertama adalah menyusuri rentetan tanda-tanda yang sama yang dipisahkan antara huruf dengan satu spasi. Kegiatan ke dua yaitu membaca lajur ke bawah secepat mungkin dan gunakan garis bantu. Kegiatan ke tiga yaitu memasang jarum pada ujung atas dan ujung bawah dari tiap-tiap lajur selama sepuluh hitungan yang dilakukan. Kegiatan ke empat adalah menemukan semua kotak kecil dan letakkan sebuah paku pada masing-masing tanda kotak. Adapun contoh halaman dari pelajaran ke tujuh kegiatan ke dua seperti gambar di bawah ini l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l Gambar halaman huruf vertikal dengan garis Bantu

35 47 8. Pelajaran VIII Pelajaran ke delapan masih tentang menyusuri dari atas ke bawah. Pelajaran ke delapan terdiri dari 3 kegiatan. Kegiatan pertama yaitu menyusuri dari atas ke bawah tanda-tanda yang berbeda-beda, yang masingmasing dipisahkan satu spasi. Kegiatan ke dua adalah mula-mula letakkan sebuah paku pada puncak dan kemudian pada dasar setiap kolom. Kegiatan ke tiga gerakan jari-jari secepat mungkin dari puncak ke dasar dari setiap kolom. Letakkan sebuah paku dalam setiap tanda kotak kecil Adapun contoh dari pelajaran ke delapan kegiatan ke tiga seperti gambar di bawah ini: l s w v h q s # e h j k b m r g f y t # a r n x z d o Gambar halaman huruf vertikal dengan kotak kecil (tanda pagar)

36 48 9. Pelajaran IX Dalam pelajaran sembilan ini menemukan 2 bentuk yang sama. Pelajaran ke sembilan terdiri dari tiga kegiatan. Kegiatan pertama temukan dua bentuk yang sama atau berbeda. Bila bentuknya berbeda jangan meletakkan sebuah paku pada akhir garis itu. Kegiatan ke dua sama dengan kegiatan pertama, dengan hanya saja menggunakan garis-garis dari bentuk tersebut. kegiatan ke tiga sama dengan kegiatan pertama, hanya bentukkanya yang berbeda. Adapun contoh halaman dari pelajaran ke sembilan kegiatan pertama seperti gambar berikut: Gambar halaman bentuk

37 Pelajaran X Pelajaran tentang menemukan dua tanda yang berbeda. Pelajaran ke sepuluh terdiri dari dua kegiatan. Kegiatan pertama adalah menemukan dua tanda-tanda Braille yang sama atau berbeda. Kegiatan ke dua hampir sama dengan kegiatan pertama, tapi pada kegiatan ke dua ini menaruh sebuah paku/jarum pada tanda yang sama dan pada kegiatan ke dua memakai garis pemisah di tengah-tengah halaman. Gy Mm Ss Hy Pz Nn Rm tz bj hh qq kk tu iw Gambar halaman dua tanda sama dengan garis di tengah

38 Pelajaran XI Pelajaran sebelas masih menemukan dua tanda-tanda Braille yang sama. Tapi pada pelajaran sebelas ini tanda-tanda berada pada garis Braille ll gy pp rr jj qy tt Fq jj--- Gambar halaman dua tanda pada garis Braille 12. Pelajaran XII Pelajaran dua belas ini adalah menemukan satu tanda yang berbeda setiap baris (tanda 1 dan c) Cccccccccccccccccccclccccc Cccccccccccccccccccccccclc Ccclcccccccccccccccccccccc Llllllllllllllclllllllllll Llllllclllllllllclllllllll Llllllllllllllllllclllllll Cccccccccccccclccccccccccc llllllllllllllllllllllllcl Gambar halaman huruf l dan c

39 Pelajaran XIII Menemukan sebuah tanda yang berbeda dari yang lainnya. ggggggggggggwggggggggggg bbbbbbbbbbbbbbbbbbbobbbb ffffyfffffffffffffffffff aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaata yyyyybyyyyyyyyyyyyyyyyyy eeeeeeeeeeeeeeeereeeeeee sssssssssbssssssssssssss cccccccgcccccccccccccccc Gambar halaman baris huruf dengan satu tanda yang berbeda D. Pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, huruf Braille dikenalkan bagi anak tunanetra sejak duduk di kelas persiapan. Pada umumnya pengenalan huruf pada siswa tunanetra kelas persiapan menggunakan media papan pantule. Akan tetapi penggunaan media pantule tidak dapat melatih taktik anak tunanetra, karena huruf yang berada pada papan pantule ukurannya terlalu besar jika dibandingkan dengan ukuran tulisan Braille yang sebenarnya. Sehingga anak tunanetra harus belajar lagi untuk dapat meraba tulisan Braille yang ditulis dengan riglet. Sebuah teknik yang dapat digunakan dalam mengenalkan huruf Braille sekaligus melatih kemampuan taktil anak tunanetra adalah teknik Mangold.

40 52 Pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold, yaitu dengan cara menyusuri barisan huruf pada halaman huruf. Setiap halaman hanya terdiri dari satu huruf. Barisan pertama huruf tanpa jarak, barisan selanjutnya diberi jarak satu spasi dan barisan selanjutnya diberi dua spasi. Pengenalan huruf melalui teknik Mangold dibagi menjadi empat kegiatan. Kegiatan pertama pengenalan huruf Braille A-G. kegiatan ke dua pengenalan huruf Braille H-N. kegiatan ke tiga pengenalan huruf Braille O-T. kegiatan ke empat pengenalan huruf Braille U-Z. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa A a a a a a a a a a a a A a a a a a a a a a a a A a a a a a a a A a a a a a a a Gambar halaman garis huruf a E. Kecepatan membaca Membaca adalah suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok kata yang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandang sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan membaca berhubungan erat dengan

41 53 kecepatan dan pemahaman isi bacaan seperti yang diungkapkan oleh Supriyadi (Soedarso, 1999) menyatakan: Keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat. Rumus yang menghitung kecepatan membaca adalah : jumlah kata yang dibaca, dibagi waktu yang dibutuhkan untuk membaca. Jika kecepatan membaca itu diandaikan A, jumlah kata yang dibaca diandaikan B, dan waktu yang dibutuhkan untuk membaca diandaikan C, maka rumusnya menjadi A=B/C=Kpm (kata per menit) Seandainya waktu yang dibutuhkan untuk membaca itu terdapat detiknya (misalnya 3 menit 20 detik) maka waktu itu dikonversikan dulu ke detik; kemudian rumus di atas dikali 60 detik A=B/C x 60 detik= Kpm (kata per menit) Contoh Jumlah kata yang dibaca adalah 1500 kata; lama membaca adalah 4 menit 10 detik (=250 detik); maka kecepatan membacanya adalah 1500/250= 6 x 60 = 360 Kpm. Pemahaman terhadap teks yang dibaca dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman pembaca, ada teks yang tingkat kesulitannya rendah, sedang dan tinggi. Oleh karena itu

42 54 tingkat keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam memilih teks. Selain itu kemenarikan dan keotentikan teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik. Karakteristik membaca juga dapat mempengaruhi pemahaman IQ, minat baca, kebisaaan membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca cepat dan efektif. Kecepatan membaca bergantung pada kebutuhan dan bahan yang dihadapinya. Untuk menentukan standarisasi kecepatan efektif membaca harus diikuti oleh pemahaman isi bacaan. Mengenai hal ini Nurhadi (1987:40) mengatakan kecepatan membaca bisaanya diukur dengan berapa banyaknya kata yang terbaca pada setiap menitnya dengan pemahaman rata-rata 50% dengan kata lain berkisar 40%-60% Tarigan (1985:29) mengatakan kemampuan membaca cepat siswa SD adalah sbb: Jumlah kata yang terbaca dalam permenit, yaitu kelas kpm kelas kpm kelas kpm kelas kpm kelas kpm kelas kpm

43 55 F. Kerangka berpikir Dalam penelitian ini memiliki dua variabel yaitu teknik Mangold dan kemampuan mengenali tulisan huruf Braille. Teknik Mangold merupakan program dasar membaca yang akan membantu pembaca Braille awal dari segala usia dengan memberikan dasar yang kokoh untuk membangun kemampuan membaca masa depan. (sumber: programs.html). Teknik ini melatih tunanetra untuk dapat membaca cepat. Karena setiap pelajaran yang termuat dalam teknik Mangold melatih kecepatan jari, menempatkan posisi ke dua tangan, menemukan tanda-tanda serta membedakan tanda atau huruf Braille. Secara tidak langsung ketunanetra memiliki dampak terhadap keteramnpilan. Pada umumnya anak tunanetra cukup lambat dalam membaca. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata membaca dari pembaca Braille yang terampil adalah kpm. Selain itu, metode maupun teknik yang dipakai oleh guru SLB A, terutama guru tingkat dasar maupun persiapan dalam mengenalkan huruf Braille kurang memperhatikan keterampilan membaca anak tunanetra. Pada umumnya pengenalan huru bagi siswa tunanetra kelas persiapan menggunakan media pantule. Penggunaan media pantule tidak dapat melatih taktil anak tunanetra, karena huruf yang dibuat di atas pantule ukurannya tertlalu besar jika dibandingkan dengan ukuran tulisan huruf Braille yang

44 56 sebenarnya, sehingga anak tunanetra harus belajar lagi untuk dapat meraba tulisan huruf Braille yang ditulis dengan menggunakan alat tulis Braille. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan sebuah teknik pengenalan tulisan Braille yang dapat mengenalkan tulisan huruf Braille sebenarnya serta memberikan latihan taktil dan penggunaan posisi tangan yang tepat dalam meraba tulisan Braille. Oleh sebab itu, teknik pembelajaran Mangold diterapkan dalam pengenalan huruf Braille bagi kelas persiapan. Dengan adanya pengenalan huruf Braille melalui teknik Mangold bagi anak tunanetra kelas persipaan, maka diduga kemampuan mengenali tulisan huruf Braille anak tunanetra kelas persiapan lebih baik.

Modul 1 Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan bagi Tunanetra

Modul 1 Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan bagi Tunanetra Modul 1 Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan bagi Tunanetra Pendahuluan Deskripsi Singkat Dalam modul ini, anda akan diperkenalkan pada evolusi system tulisan bagi tunanetra sejak masa pra-braille hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah luar biasa sangatlah penting artinya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sejak dini. Pembelajaran bahasa

Lebih terperinci

Buku Braille yang Diharapkan oleh Pembaca Tunanetra

Buku Braille yang Diharapkan oleh Pembaca Tunanetra Buku Braille yang Diharapkan oleh Pembaca Tunanetra Oleh Drs. Didi Tarsidi, M.Pd. Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Makalah Disajikan pada Kegiatan

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMAT BRAILLE

PEDOMAN FORMAT BRAILLE PEDOMAN FORMAT BRAILLE Makalah Oleh Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung Disajikan pada Seminar Nasional tentang Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak semua manusia dilahirkan dalam keadaan sempurna. Beberapa dilahirkan dengan keadaan indra penglihatan yang tidak dapat berfungsi sama sekali. Sehingga

Lebih terperinci

Modul 3 Penggunaan Alat-alat Tulis Braille dan Format Braille

Modul 3 Penggunaan Alat-alat Tulis Braille dan Format Braille Modul 3 Penggunaan Alat-alat Tulis Braille dan Format Braille Pendahuluan Anda akan dapat menguasai Braille dengan lebih baik apabila anda tidak hanya mampu membacanya tetapi juga menulisnya dengan format

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan untuk digunakan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan untuk digunakan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan untuk digunakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan karakteristik anak yang beragam penyelenggaraan pendidikan harus mampu

Lebih terperinci

Pentingnya Simbol Fonetik Braille. Bagi Para Tunanetra Indonesia. Drs. Didi Tarsidi. Desember 1999

Pentingnya Simbol Fonetik Braille. Bagi Para Tunanetra Indonesia. Drs. Didi Tarsidi. Desember 1999 Pentingnya Simbol Fonetik Braille Bagi Para Tunanetra Indonesia Drs. Didi Tarsidi Desember 1999 Para ahli berpendapat bahwa hilangnya penglihatan tidak mengubah secara signifikan kemampuan seseorang untuk

Lebih terperinci

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut: A. Pokok-Pokok Perkuliahan Low Vision Oleh Drs. Ahmad Nawawi Sub-sub Pokok Bahasan : 1. Definisi dan Prevalensi 2. Ciri-ciri Anak Low Vision 3. Klasifikasi Low Vision 4. Latihan Pengembangan Penglihatan

Lebih terperinci

Model Bimbingan Belajar Kolaboratif dalam Pengajaran Membaca Braille Permulaan bagi Anak Tunanetra. Rencana Penelitian untuk Desertasi

Model Bimbingan Belajar Kolaboratif dalam Pengajaran Membaca Braille Permulaan bagi Anak Tunanetra. Rencana Penelitian untuk Desertasi Model Bimbingan Belajar Kolaboratif dalam Pengajaran Membaca Braille Permulaan bagi Anak Tunanetra Rencana Penelitian untuk Desertasi A. Latar Belakang Masalah Hasil penelitian Rosa et al (1994) menunjukkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN BERUPA KIT PERCOBAAN PEGAS BAGI SISWA TUNANETRA KELAS XI SEMESTER 1. Wiyogi Waskithaningtyas Utami, Sri Budiwanti

PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN BERUPA KIT PERCOBAAN PEGAS BAGI SISWA TUNANETRA KELAS XI SEMESTER 1. Wiyogi Waskithaningtyas Utami, Sri Budiwanti PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN BERUPA KIT PERCOBAAN PEGAS BAGI SISWA TUNANETRA KELAS XI SEMESTER 1 Wiyogi Waskithaningtyas Utami, Sri Budiwanti Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universiontas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGEMBANGAN. Sugiono ( 2009 ) penelitian pengembangan adalah penelitian yang digunakan

BAB III METODE PENGEMBANGAN. Sugiono ( 2009 ) penelitian pengembangan adalah penelitian yang digunakan BAB III METODE PENGEMBANGAN 3.1. Jenis Pengembangan Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan. Menurut Sugiono ( 2009 ) penelitian pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA BLOCK CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MEMBUAT DENAH PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati, S.

PENGGUNAAN MEDIA BLOCK CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MEMBUAT DENAH PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati, S. JRR Tahun 23, No. 2, Desember 204 06-2 PENGGUNAAN MEDIA BLOCK CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MEMBUAT DENAH PADA SISWA TUNANETRA Oleh: Siti Rachmawati, S.Pd SLB N Semarang ABSTRAK Kemampuan

Lebih terperinci

Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra

Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra I. Pendahuluan Benarkah?: 1) Bila orang kehilangan penglihatannya, maka hilang pulalah semua persepsinya. 2) Secara

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA A. Jarimatika Ama (2010) dalam http://amapintar.wordpress.com/jarimatika/ mengemukakan bahwa jarimatika merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah didapat di lapangan, dan sebagaimana yang sudah diuraikan dalam pembahasan BAB IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Kemampuan membaca permulaan mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah salah satu hal penting bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensinya melalui pembelajaran. Melalui pendidikan

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Keyboard : 1.) QWERTY 2.) DVORAK 3.) KLOCKENBERG

Jenis-Jenis Keyboard : 1.) QWERTY 2.) DVORAK 3.) KLOCKENBERG 1. Perangkat Input Perangkat input komputer ( perangkat masukan atau input devices) adalah perangkat yang digunakan untuk memasukkan data - data dan memberikan perintah pada komputer untuk digunakan pada

Lebih terperinci

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNANETRA Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUS MATA

PEMERIKSAAN VISUS MATA PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA TULISAN BRAILLE DENGAN TEKNIK DUA TANGAN BAGI TUNANETRA KELAS V SLB NEGERI 2 PADANG

PENINGKATAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA TULISAN BRAILLE DENGAN TEKNIK DUA TANGAN BAGI TUNANETRA KELAS V SLB NEGERI 2 PADANG PENINGKATAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA TULISAN BRAILLE DENGAN TEKNIK DUA TANGAN BAGI TUNANETRA KELAS V SLB NEGERI 2 PADANG Jumaidi, Atmazaki, Harris Effendi Thahar Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bilangan merupakan hal yang sering anak-anak jumpai disekolah. Menurut hasil penelitian seorang ahli pada surat kabar Kompas dikatakan bahwa 46 % anak-anak

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM DESAIN GAMBAR BRAILLE SEBAGAI UPAYA MENGENALKAN OBJEK BINATANG SECARA VISUAL PADA ANAK PENDERITA TUNA NETRA BIDANG KEGIATAN: PKM - KC Diusulkan oleh:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR 12/IT3/TU/2014 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SALINAN PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR 12/IT3/TU/2014 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SALINAN PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR 12/IT3/TU/2014 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan fisik tidak lepas dari otot-otot yang mempengaruhi kemampuan motorik. Namun tidak cukup hanya otot yang dapat mempengaruhi kemampuan motorik. Kematangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan perkenan-nya kami dapat menghadirkan bahan ajar yang disusun berdasarkan pada Standar Isi tahun 2006

Lebih terperinci

TATA TULIS BUKU TUGAS AKHIR. Fakultas Teknik Elektro 1

TATA TULIS BUKU TUGAS AKHIR. Fakultas Teknik Elektro 1 TATA TULIS BUKU TUGAS AKHIR Fakultas Teknik Elektro 1 Kertas Jenis kertas : HVS A4 (210 mm x 297 mm) dan berat 80 g/m2 (HVS 80 GSM), khusus untuk gambar yang tdk memungkinkan dicetak di kertas A4 dapat

Lebih terperinci

Putri Nur Hakiki, Endro Wahyuno. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Malang, Malang

Putri Nur Hakiki, Endro Wahyuno. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Malang, Malang JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LUAR BIASA, 4(1): 69-74 The Effect of Perception Exercise of Tactual Sally Mangold toward Early Reading Capability for Students with Hearing Impairment (Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia diberikan kepercayaan dan keyakinan terhadap suatu kekuatan yang berada diluar dirinya untuk menyalurkan kepercayaan

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan perkenan-nya kami dapat menghadirkan bahan ajar yang disusun berdasarkan pada Standar Isi tahun 2006

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 3 September 05 E-JPEKhu (JRNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHSS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :9-5 EFEKTIVITAS PAPAN TLIS BRAILLE NTK MENINGKATKAN PEMAHAMAN HRF BRAILLE PADA

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN Pada bab ini akan dijelaskan proses pengujian, hasil, dan analisis dari hasil pengujian. Ada tiga bagian yang diuji, yaitu perangkat keras, perangkat lunak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Metode Al-Barqy a. Pengertian Al-Barqy Metode Al-Barqy ditemukan oleh dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, Muhadjir Sulthon pada tahun 1965. Al-Barqy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG POLA INTERAKSI URU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUN Rany Widyastuti IAIN Raden Intan, Lampung, Indonesia Email: rany_2302@yahoo.com Abstrak Siswa tunanetra merupakan siswa yang memiliki

Lebih terperinci

Transkrip Video Modul 2.4. Kursus Membaca Cepat Online

Transkrip Video Modul 2.4. Kursus Membaca Cepat Online Transkrip Video Modul 2.4. Kursus Membaca Cepat Online http://www.membacacepat.com Modul 2 Bagian 4 Menguasai Membaca Beberapa Kata Sekaligus Terimakasih Anda menyaksikan kembali Kursus Membaca Cepat Online,

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG TATA NASKAH DINAS UNIVERSITAS DIPONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG TATA NASKAH DINAS UNIVERSITAS DIPONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG TATA NASKAH DINAS UNIVERSITAS DIPONEGORO Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO, bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu peranan penting dalam kemajuan suatu. bangsa, karena maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada kualitas

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu peranan penting dalam kemajuan suatu. bangsa, karena maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa, karena maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada kualitas pendidikanya. Kualitas

Lebih terperinci

KOMPUTER DAN KETUNANETRAAN. Bagaimana Orang Tunanetra Dapat Mengakses Komputer Dan Apa yang Dapat Dilakukan oleh Orang Tunanetra dengan Komputer

KOMPUTER DAN KETUNANETRAAN. Bagaimana Orang Tunanetra Dapat Mengakses Komputer Dan Apa yang Dapat Dilakukan oleh Orang Tunanetra dengan Komputer KOMPUTER DAN KETUNANETRAAN Bagaimana Orang Tunanetra Dapat Mengakses Komputer Dan Apa yang Dapat Dilakukan oleh Orang Tunanetra dengan Komputer Didi Tarsidi Universitas Pendidikan Indonesia Disajikan pada

Lebih terperinci

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN 1. Syarat-syarat Pemeriksaan. a. Pemeriksaan. 1) Mempunyai kewenanganan

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR Menimbang

Lebih terperinci

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer HUMAN Manusia merasakan dunia nyata dengan menggunakan piranti yang lazim dikenal dengan panca indera -mata, telinga, hidung, lidah dan kulit- sehingga lewat komponen inilah kita dapat membuat model manusia

Lebih terperinci

Interaksi Manusia dan Komputer (Pengantar User Interface) Dosen : Agus Aan Jiwa Permana, S.Kom, M.Cs

Interaksi Manusia dan Komputer (Pengantar User Interface) Dosen : Agus Aan Jiwa Permana, S.Kom, M.Cs Interaksi Manusia dan Komputer (Pengantar User Interface) Dosen : Agus Aan Jiwa Permana, S.Kom, M.Cs Gambar Ilustrasi CONTENTS: 1 2 3 PENGANTAR ANTARMUKA INPUT-OUTPUT PC JENIS PERANGKAT INPUT-OUTPUT PC

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2014 27 Maret 2014. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA Tumirah. SLB Negeri 1 Pemalang. Tumirah@yahoo.com. 085642269893 ABSTRACT The aim of the study is improving

Lebih terperinci

MATEMATIKA NALARIA REALISTIK

MATEMATIKA NALARIA REALISTIK MATEMATIKA NALARIA REALISTIK Oleh : Ir. R. RIDWAN HASAN SAPUTRA, M.Si Disampaikan : Drs. H.M. ARODHI Sesi 1 : Pemahaman Konsep, Makna PEMAHAMAN KONSEP Pemahaman Konsep Matematika adalah kemampuan siswa

Lebih terperinci

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR 1. MEJA GAMBAR Meja gambar yang baik mempunyai bidang permukaan yang rata tidak melengkung. Meja tersebut dibuat dari kayu yang tidak terlalu keras

Lebih terperinci

BAB II TUNANETRA (LOW VISION)

BAB II TUNANETRA (LOW VISION) BAB II TUNANETRA (LOW VISION) 2.1. Difabel. Difabel adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan masyarakat non-difabel, ada yang memiliki kelaianan pada fisiknya saja, ada

Lebih terperinci

BAHASA DAN KETUNANETRAAN

BAHASA DAN KETUNANETRAAN BAHASA DAN KETUNANETRAAN Juang Sunanto Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Secara umum, hilangnya penglihatan sejak kecil dapat mempengruhi perkembangan

Lebih terperinci

Walikota dan Wakil Walikota;

Walikota dan Wakil Walikota; Wakil Gubernur, Bupati Walikota dan Wakil Walikota; dan Wakil Bupati, dan/atau Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai mata pelajaran berisikan konsep pelajaran berhitung amat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, sebab menguasai matematika berarti memiliki

Lebih terperinci

Pezi Awram

Pezi Awram 315 PROBLEMATIKA MEMBACA CEPAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Pezi Awram Pezi.awram@yahoo.com ABSTRAK Makalah ini disusun untuk menjelaskan problema apa saja dalam membaca cepat khususnya siswa

Lebih terperinci

KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA. Irham Hosni PLB FIP UPI

KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA. Irham Hosni PLB FIP UPI KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA Irham Hosni PLB FIP UPI A. Modifikasi Pembelajaran TUNANETRA Dalam merancang pembelajaran atau Bimbingan Rehabilitasi Tunanetra maka kita harus menemukan

Lebih terperinci

Panduan penggunamu. NOKIA SU-27W

Panduan penggunamu. NOKIA SU-27W Anda dapat membaca rekomendasi di buku petunjuk, panduan teknis atau panduan instalasi untuk. Anda akan menemukan jawaban atas semua pertanyaan Anda pada di manual user (informasi, spesifikasi, keselamatan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN BRAILLE MELALUI SISTEM MANGOLD PADA SISWA TUNANETRA

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN BRAILLE MELALUI SISTEM MANGOLD PADA SISWA TUNANETRA PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN BRAILLE MELALUI SISTEM MANGOLD PADA SISWA TUNANETRA Tri Maryatun SLB N 16 Arga Makmur, Jl. Kol Alamsyah, Gunung Selan, Arga Makmur e-mail: trimaryatun@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I BAB 1. PENDAHULUAN BAB I BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata konversi dalam pengertian etimologi berasal dari bahasa latin conversion, yang berarti pindah atau berubah ( keadaan). Kata tersebut selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai. berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai. berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan suatu kebutuhan yang fundamental bagi seorang siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB III PENATAAN SURAT JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB III PENATAAN SURAT JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BAB III PENATAAN SURAT JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN A. Ketentuan Penyusunan Surat Jabatan Presiden dan Wakil Presiden 1. Setiap surat jabatan Presiden dan Wakil Presiden harus disusun dan ditata

Lebih terperinci

APLIKASI ELEKTRONIK BRAILLE MENGGUNAKAN PERANGKAT LAYAR SENTUH BERBASIS ANDROID SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENYANDANG TUNA NETRA

APLIKASI ELEKTRONIK BRAILLE MENGGUNAKAN PERANGKAT LAYAR SENTUH BERBASIS ANDROID SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENYANDANG TUNA NETRA APLIKASI ELEKTRONIK BRAILLE MENGGUNAKAN PERANGKAT LAYAR SENTUH BERBASIS ANDROID SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENYANDANG TUNA NETRA Muhammad Fauzan 1), Abdurrahman Jundullah 2), Syara Zhuhriyami 3), Mahmud

Lebih terperinci

Paten Pengertian Paten Prosedur Permohonan Dan Pendaftaran Paten

Paten Pengertian Paten Prosedur Permohonan Dan Pendaftaran Paten Paten Pengertian Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang

Lebih terperinci

YANTIN WIJAYANTI PUTRI NIM

YANTIN WIJAYANTI PUTRI NIM ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN SISWA TUNANETRA DALAM MEMAHAMI SEGIEMPAT DI SLB TAMAN PENDIDIKAN DAN ASUHAN JEMBER DAN KAITANNYA DENGAN TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI VAN HIELE SKRIPSI Oleh YANTIN WIJAYANTI PUTRI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang terjadi antara kondisi ideal dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kondisi

BAB III METODE PENELITIAN. yang terjadi antara kondisi ideal dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kondisi 63 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan memecahkan masalah yang muncul dalam dunia pendidikan bagi tunanetra. Penelitian biasanya berangkat dari adanya kesenjangan yang terjadi antara kondisi

Lebih terperinci

Definisi, Tujuan, dan Manfaat Desain Grafis

Definisi, Tujuan, dan Manfaat Desain Grafis Definisi, Tujuan, dan Manfaat Desain Grafis 1. Definisi Desain Grafis Desain grafis dapat diartikan sebagai media penyampaian informasi kepada yang membutuhkan (masyarakat) yang disampaikan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata,

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata, 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang tepat untuk penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Deskriptif

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Suatu Observasi Lapangan di SDLB Desa Labui, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh) Oleh: Qathrinnida, S.Pd Suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata sebagai indera penglihatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati ABSTRAK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA TUNANETRA Oleh: Siti Rachmawati seandinda@g.mail.com ABSTRAK Hambatan peningkatan kemampuan berhitung pada siswa tunanetra terjadi karena

Lebih terperinci

PENGENALAN DAN PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN

PENGENALAN DAN PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN DAN PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN OLEH DONNI HELIPRIYANTO PENDAHULUAN Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting dalam mendukung keberhasilan proses belajar mahasiswa, disamping

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 2 Juni 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :40-49 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN 1-10 MELALUI MEDIA WADAH

Lebih terperinci

Bagaimana Menemukan Apa yang Saudara Inginkan Dalam Alkitab

Bagaimana Menemukan Apa yang Saudara Inginkan Dalam Alkitab Bagaimana Menemukan Apa yang Saudara Inginkan Dalam Alkitab Tak seorang pun dapat menemukan apa yang diperlukannya dalam dapur nenek. Tepung disimpan dalam kaleng yang bertuliskan "gula" dan teh dalam

Lebih terperinci

BAB IV PRODUKSI MEDIA

BAB IV PRODUKSI MEDIA BAB IV PRODUKSI MEDIA 4.1 Gambaran Media Produksi Berdasarkan data dan informasi lapangan yang penulis dapat, maka penulis kemudian menggunakan beragam elemen desain grafis (garis, bidang, ruang gempal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH ( SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, ARTIKEL, MAKALAH, DAN LAPORAN PENELITIAN )

BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH ( SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, ARTIKEL, MAKALAH, DAN LAPORAN PENELITIAN ) BAB I PENDAHULUAN SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI Skripsi, tesis, dan disertasi hasil penelitian lapangan adalah jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di lapangan. Ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB 2 FAKTOR MANUSIA - PENGELIHATAN - PENDENGARAN - SENTUHAN. Interaksi Manusia dan Komputer Faktor Manusia 8

BAB 2 FAKTOR MANUSIA - PENGELIHATAN - PENDENGARAN - SENTUHAN. Interaksi Manusia dan Komputer Faktor Manusia 8 BAB 2 FAKTOR MANUSIA - PENGELIHATAN - PENDENGARAN - SENTUHAN Interaksi Manusia dan Komputer Faktor Manusia 8 BAB 2 FAKTOR MANUSIA PENDAHULUAN Sistem komputer terdiri atas 3 aspek, yaitu perangkat keras

Lebih terperinci

KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017

KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017 KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017 Sub Sub Tema untuk presentasi makalah : 1. Manajemen Informasi Kesehatan 2. Manajemen Mutu Informasi Kesehatan 3. Kodifikasi Klasifikasi Penyakit dan Tindakan 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal ataupun anak yang memiliki kebutuhan khusus, karena pendidikan itu sendiri ialah segala usaha

Lebih terperinci

Aspek Manusia dalam IMK

Aspek Manusia dalam IMK Minggu 3 Rima Dias Ramadhani, S.Kom., M.Kom Coba Diskusikan Hal Berikut ini: 1. Bagaimana membuat sebuah desain antarmuka yang efektif? 2. Aspek apa saja yang mempengaruhi manusia dalam IMK? Bagaimana

Lebih terperinci

Perseptual motorik pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan. dengan maksud meningkatkan kognitif dan kemampuan akademik.

Perseptual motorik pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan. dengan maksud meningkatkan kognitif dan kemampuan akademik. Mata Kuliah Kode Mata Kuliah : IOF 220 : Perkembangan Motorik Materi 9: Peseptual Motorik HAKIKAT PERSEPTUAL MOTORIK Perseptual motorik pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

2015 MODIFIKASI PERMAINAN SCRABBLE UNTUK MENAMBAH PERBENDAHARAAN PERMAINAN BAGI SISWA TUNANETRA DI SLB AYPLB MAJALENGKA

2015 MODIFIKASI PERMAINAN SCRABBLE UNTUK MENAMBAH PERBENDAHARAAN PERMAINAN BAGI SISWA TUNANETRA DI SLB AYPLB MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses pembelajaran yang tidak hanya mentransformasi ilmu pengetahuan saja, melainkan proses transformasi nilai, sikap, keterampilan,

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING 3.1. STRATEGI KOMUNIKASI Media komunikasi visual, merupakan media yang tepat dan efektif dalam menyampaikan sebuah informasi. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pengembangan Kotak dan Kartu Misterius (KOKAMI) Penelitian ini menghasilkan produk permainan pembelajaran dalam bentuk Kotak dan Kartu Misterius (KOKAMI) pada materi Tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai lingkungan, baik lembaga formal maupun lembaga informal. Pendidikan di sekolah mengarahkan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak normal pada umumnya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siti Rahayu, 2014 Pengembangan aksara Lampung braille Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Siti Rahayu, 2014 Pengembangan aksara Lampung braille Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang memberikan kontribusi dalam perkembangan bahasa Indonesia, baik itu ditinjau dari unsur fonologi,

Lebih terperinci

Pengembangan Alat Bantu Komunikasi Antar Tunanetra- Tunarungu Menggunakan Kode Braille Dan Pengenalan Pola Suara Per Kata

Pengembangan Alat Bantu Komunikasi Antar Tunanetra- Tunarungu Menggunakan Kode Braille Dan Pengenalan Pola Suara Per Kata ISBN 978-979-3541-25-9 Pengembangan Alat Bantu Komunikasi Antar Tunanetra- Tunarungu Menggunakan Kode Braille Dan Pengenalan Pola Suara Per Kata Syahrul 1, Seliwati 1, Sri Supatmi 1 1 Jurusan Teknik Komputer,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD Pertiwi Laboro Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Bahasa merupakan saran yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka hanya berupa kertas kosong kadang-kadang tanpa identitas, hanya

BAB I PENDAHULUAN. mereka hanya berupa kertas kosong kadang-kadang tanpa identitas, hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini belum ada lembar jawaban pilihan ganda khusus bagi siswa tunanetra. lembar jawaban pilihan ganda yang digunakan pada saat ini oleh mereka hanya berupa

Lebih terperinci

Hitung Jumlah Titik Bilangan Biner

Hitung Jumlah Titik Bilangan Biner Aktivitas 1 Hitung Jumlah Titik Bilangan Biner Ringkasan Data di dalam sebuah komputer disimpan dan dikirimkan dengan sejumlah angka nol dan satu. Bagaimanakah caranya kita dapat mengirimkan kata-kata

Lebih terperinci

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA A. Perlengkapan Gambar 1. Drawing Pen ukuran 0,3 dan 0,5 mm 2. Maal 3 mm 3. Penggaris /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nera Insan Nurfadillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nera Insan Nurfadillah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tertulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Menulis

Lebih terperinci

PEMBERIAN UKURAN DIMENSI

PEMBERIAN UKURAN DIMENSI PEMBERIAN UKURAN DIMENSI Dodi Sofyan Arief, ST., MT 17 Desember 2008 Tujuan Pembelajaran : Menggunakan teknik-teknik pemeberian dimensi untuk menguraikan dan bentuk secara baik pada gambar teknik. Membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar

Lebih terperinci

PERAN PERCEPTUAL MOTORIC TERHADAP PERKEMBANGAN GERAK ANAK

PERAN PERCEPTUAL MOTORIC TERHADAP PERKEMBANGAN GERAK ANAK PERAN PERCEPTUAL MOTORIC TERHADAP PERKEMBANGAN GERAK ANAK Asep Ardiyanto, S. Pd, M. Or Universitas PGRI Semarang ardiyanto.hernanda@gmail.com Abstrak Gerak merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PERANCANGAN

BAB 4 METODE PERANCANGAN 1 BAB 4 METODE PERANCANGAN 4.1 Strategi kreatif 4.1.1 Key fact - 90% dari total penderita gangguan pengelihatan di dunia adalah penduduk Negara berkembang. - Indonesia adalah salah satu Negara dengan resiko

Lebih terperinci