BAB I PENDAHULUAN. berkembang, serta masih diakrabi oleh masyarakat pemilik tradisi lisan tersebut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berkembang, serta masih diakrabi oleh masyarakat pemilik tradisi lisan tersebut."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai etnis di Indonesia mempunyai tradisi lisan yang masih hidup dan berkembang, serta masih diakrabi oleh masyarakat pemilik tradisi lisan tersebut. Akan tetapi, tradisi lisan tersebut semakin lama semakin berkurang karena berkurangnya masyarakat pendukungnya. Salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah mobilitas, globalisasi, dan teknologi yang terjadi di dalam masyarakat. Penyebab lainnya lagi karena adanya gerakan modernisasi yang dilakukan oleh negara dan pasar dalam berbagai bentuk (Abdullah, 2007: 73). Sekarang ini, tradisi lisan semakin menghilang disebabkan sulitnya mempertahankan tradisi penikmatan dengan cara berkumpul bersama-sama, yang membutuhkan waktu dan tempat untuk menikmati penyampaian tersebut (lihat juga Ritzer, 2008: ). Padahal menurut Habermas, hanya melalui interaksi dan komunikasilah orang dapat menguasai masyarakat, membentuk gerakan sosial, dan meraih kekuasaan (Agger, 2008: 189). Dinamika kehidupan masyarakat pun sangat berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada tradisi lisan yang dimilikinya. Perubahan-perubahan 1 yang terjadi di dalam masyarakat disebabkan oleh terjadinya 1 Pola perubahan tersebut ada dua macam, yaitu yang datang dari negara (state) dan yang datang dari bentuk pasar bebas (free market). Potensi pasar cukup menentukan perubahan yang terjadi di masyarakat, pasar mempunyai sejumlah potensi untuk mengubah dan mengatur selera masyarakat (Salim, 2002: 13-14). 1

2 perkembangan di berbagai sektor seperti pendidikan, politik, ekonomi, ataupun kepercayaan. Masyarakat telah berubah secara cepat disebabkan oleh berbagai kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar. Menurut Abdullah (2007: 16-19), ada tiga tahap perubahan yang terjadi secara meluas di dalam masyarakat. Pertama, masuknya pasar ke dalam masyarakat yang berkultur agraris yang mengubah sistem barter menjadi sistem upah. Kedua, terjadinya intergrasi pasar yang semakin kuat sejalan dengan terikatnya penduduk ke dalam tatanan ide, nilai, dan praktik yang bersifat nasional yang lebih luas. Ketiga, ekspansi pasar, yakni perubahan pusat kekuasaan ke pasar dalam penataan sistem sosial (lihat juga Polanyi 2003: 92). Perubahan tidak lagi bersifat nasional, tetapi sudah global dengan serangkaian nilai dan norma baru. Ketiga perubahan ini dapat dilihat melalui berbagai fakta 2 yang ada di dalam masyarakat (bandingkan dengan Fukuyama, 2000: 19). Agger (2008: 183) mengatakan bahwa budaya masa kini hanya memerlukan alat pengontrol jarak jauh untuk mencari saluran dan mengklik dari satu website ke website lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat berakibat juga pada tradisi yang ada dan dipunyainya, tidak terkecuali pada tradisi lisan. Keberadaan tradisi lisan tidak bisa dilepaskan dari sejarah serta aspek tertentu dalam kehidupan 2 Berbagai macam fakta tersebut, yakni; (1) munculnya mode produksi baru dalam kehidupan penduduk dengan berbagai pilihan telah menyebabkan terjadinya diferensiasi; (2) melemahnya ikatanikatan tradisional seperti hubungan antargenerasi dan perkawinan mengalami perubahan, kultur kehilangan kontrol terhadap sistem sosial; (3) posisi mesin dan teknologi semakin penting yang cara kerja dan nilai-nilainya sangat mempengaruhi ritme kehidupan dan norma-norma yang terbentuk (Abdullah, 2007: 20). 2

3 masyarakatnya. Jika dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa kini, tradisi lisan harus diakui mempunyai kekuatan dan sumber daya yang besar artinya, dan tidak dapat dilepaskan baik dari wawasan nilai, konsepsi ideologis, maupun konsepsi budaya yang tumbuh dalam masyarakat pendukungnya (Aminuddin, 1999: 3). Dengan demikian, kekayaan budaya yang terpendam di dalam tradisi lisan dari berbagai daerah harus diangkat dan disajikan secara terbuka agar dapat dipelajari. Hal ini karena di dalam tradisi lisan yang dapat digolongkan sebagai produk masa lampau tersimpan berbagai informasi yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan, seperti sosial, budaya, hukum, adat-istiadat, politik, pemerintahan, pengobatan, ekonomi, ajaran agama, ajaran moral, dan sebagainya (Chamamah- Soeratno, 2011: 44). Di antara sekian banyak bentuk tradisi lisan yang ada di Indonesia, salah satunya adalah tradisi sastra lisan yang ada pada suku bangsa Makassar 3 di Sulawesi Selatan. Semua tradisi lisan tersebut lahir dalam bahasa daerah yang menjadi media pengucapan tradisi lisan itu. Bahasa daerah yang digunakan tentulah merupakan bagian dari kebudayaan daerah tradisional dan dianggap sebagai bahasa yang paling 3 Kata Makassar dipakai sebagai nama suku bangsa dan nama daerah yang didiami, kata ini pun bermakna sebagai nama bahasa yang dipakai oleh suku bangsa tersebut sebagai alat komunikasi (Arif dan Hakim, 1993: 1-2). Makassar dalam penelitian ini adalah wilayah atau bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan yang menggunakan bahasa Makassar dan dipakai secara luas. Daerah-daerah tersebut adalah kabupaten Pinrang (sebagian pesisir); kabupaten Pangkajene dan Kepulauan bagian barat; kabupaten Maros bagian barat dan selatan; Kota Ujung Pandang (sekarang Makassar); kabupaten Gowa; kabupaten Takalar; kabupaten Jeneponto; kabupaten Bantaeng; kabupaten Bulukumba (sebagian besar); kabupaten Selayar; kabupaten Sinjai bagian barat dan tenggara; perbatasan selatan kabupaten Bone (Basang dan Arief, 1981: 2). 3

4 tepat untuk mengekspresikan isi dari kebudayaan daerah yang bersangkutan (Rosidi, 1995: ). Sastra lisan tersebut disampaikan dan diwariskan turun-temurun secara lisan dan diakui sebagai milik bersama (komunal) yang anonim (Soekono, 1985: 3). Dalam masyarakat semacam ini, tukang cerita mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui cerita yang dipentaskannya terkandung nilai-nilai dan informasi yang relevan untuk masyarakat yang bersangkutan (Teeuw, 1994: 22). Di samping itu, sastra lisan tersebut mungkin memuat berbagai peristiwa yang terjadi ataupun kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut (Finnegan, 1977: 3). Karya sastra yang diciptakan tersebut dipakai sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, gagasan, serta kepercayaan mereka. Oleh sebab itu, melalui sastra lisan Makassar --dalam hal ini Sinrilik-- dapat dijajaki dan dipelajari sejumlah aspek kehidupan masyarakat Makassar yang selama ini membentuk perilaku, nilai, pikiran, serta sikap mereka secara berkelanjutan. Hal ini diperlukan dalam kaitannya dengan pembangunan budaya bangsa. Pengenalan, pemahaman, serta penghayatan terhadap nilai-nilai, yang pernah hidup dalam masyarakat tersebut, dianggap sebagai modal utama untuk melihat relevansi antara produk masa lampau, masa kini, dan masa depan (Chamamah-Soeratno, 2002:3). Tradisi lisan tidak hanya menyimpan nilai-nilai budaya dari suatu masyarakat tradisional, tetapi dapat menjadi akar budaya dari suatu masyarakat baru, dan sekaligus dapat menjadi sumber dari sebuah proses penciptaan baru (Esten, 1998: 1). Dalam kesusastraan Makassar, dikenal tiga cara penyampaian pikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk prosa, puisi, dan di tengah-tengahnya adalah bentuk 4

5 prosa lirik (lihat juga Robson, 1994: 45). Yang termasuk ke dalam bentuk prosa ialah (1) rupama (dongeng), (2) pau-pau (cerita), (3) patturioloang (silsilah orang dahulu). Yang termasuk ke dalam bentuk puisi yaitu (1) doangang (mantra), (2) pakkiok bunting (memanggil pengantin), (3) dondo (puisi untuk anak kecil), (4) aru (ikrar setia), dan (5) kelong (puisi/ nyanyian). Yang termasuk ke dalam prosa lirik ialah royong dan sinrilik (Nur, 1973: 27 61). Kesemua bentuk kesusastraan Makassar ini ada yang sudah ditulis dan dibukukan, tetapi sebagian besar masih tersebar secara lisan. Melihat semakin pesatnya perkembangan modernisasi yang berlangsung dewasa ini, Ikram (1980/1981: 62) mengatakan bahwa sastra lisan pun semakin terancam punah karena hilangnya perhatian masyarakat terhadapnya. Hal ini disebabkan oleh nilai-nilai dan sikap hidup yang juga telah berubah. Kenyataan ini pun terjadi pada tradisi lisan yang ada dalam kesusastraan Makassar khususnya sinrilik. Sastra lisan yang telah disebutkan tersebut biasa digunakan pada upacaraupacara adat, misalnya, pada upacara kelahiran anak, khitanan, pesta perkawinan, upacara pelamaran, hendak memulai suatu pekerjaan (misalnya: naik rumah baru, turun sawah, melaut), atau pun pada upacara pelantikan dan yang paling banyak dan sering adalah sebagai hiburan pada waktu senggang. Seiring dengan perjalanan waktu serta pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, sastra lisan yang ada pada suku Makassar pun mengalami proses pengasingan. Pada saat ini, penyampaian sinrilik sudah sangat jarang dilakukan begitu pula dengan pasinrilik (orang yang membawakan sinrilik) semakin berkurang 5

6 jumlahnya, bahkan anak-anak muda ada yang sudah tidak mengetahui lagi apa sinrilik itu. Sementara itu, regenerasi pasinrilik bisa dikatakan tidak berlangsung lagi. Ikram (1980/1981: 63) mengatakan perlunya perhatian terhadap pemilik sastra lisan yang biasanya sudah lanjut usia sehingga di banyak daerah, sastra tersebut sudah mendekati kemusnahan. Dengan demikian, sangat diperlukan perhatian dan penanganan yang segera. Penelitian ini berjudul Sinrilik Kappalak Tallumbatua: Suntingan Teks, Nilai-Nilai, Fungsi, dan Resepsinya. Sastra lisan Makassar yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah sinrilik. Sinrilik merupakan sastra lisan yang berbentuk prosa lirik 4 yang penyampaiannya dengan cara dilagukan/diiramakan, baik dengan alat musik maupun tanpa alat musik. Sinrilik adalah cerita yang tersusun secara puitis berirama dan diceritakan/ dinyanyikan oleh seorang yang ahli yang dinamakan pasinrilik. Alat musik yang biasanya digunakan ialah sejenis rebab yang dinamakan dengan kesok-kesok. Alat ini digesek sendiri oleh si pasinrilik mengikuti irama dan nada penuturan yang agak monoton. Ada dua bentuk cara penyampaian sinrilik, yakni tanpa alat musik (Sinrilik Bosi timurung) dan dengan alat musik (Sinrilik Kesok- Kesok). Sinrilik Bosi timurung adalah sinrilik yang berisi dan dikaitkan dengan kedukaan. Sinrilik Bosi timurung ini pada umumnya melukiskan perasaan sedih 4 Menurut Matthes (1885: 777), sinrilik sejenis puisi dan dapat disamakan dengan syair dalam bahasa Melayu. Akan tetapi, dari beberapa penelitian terhadap sinrilik disimpulkan bahwa sinrilik tidak sama dengan puisi atau pun syair karena tidak ditemukan pola persajakan maupun bait. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sinrilik adalah sejenis prosa dan digolongkan ke dalam prosa lirik/ prosa berirama (Basang, 1965; Inriati-Lewa, 1996). 6

7 seseorang yang ditinggalkan kekasih atau sebagai pencurahan rasa seorang duda atau janda yang baru kematian istri atau suami. Sinrilik ini tidak dinyanyikan dengan iringan kesok-kesok dan tidak disampaikan di tempat ramai, melainkan dipilih waktu yang sepi dan lengang, yakni pada saat orang mulai beranjak untuk tidur. Sinrilik Kesok-Kesok adalah sinrilik untuk hiburan. Sinrilik kesok-kesok pada umumnya berisi nyanyian kepahlawanan (Mangemba: 1994). Penyampaian sinrilik yang dibawakan oleh pasinrilik selalu disesuaikan dengan cerita yang dibawakan serta irama kesok-kesok yang dimainkan. Pada penyampaian cerita yang berupa deskripsi dan narasi, suara pasinrilik terdengar agak biasa saja dan cenderung monoton. Akan tetapi, jika cerita berada pada beberapa bagian yang bersifat klimaks untuk menceritakan mengenai peperangan terdengar lagu/ nada yang tinggi, cepat dan keras, serta bersemangat. Pada saat pertunjukan dibawakan, penonton/ pendengar akan terhanyut oleh irama lagu serta cerita yang disampaikan oleh pasinrilik. Jika pasinrilik berhasil memancing semangat para pendengar/ penonton, mereka pun turut bersemangat dan bersorak-sorak. Sweeney (1987: 108) mengatakan bahwa pencerita yang profesional dapat disamakan dengan pengusaha yang mampu menyiapkan bahan kebutuhan yang diperlukan oleh pembeli. Dengan kata lain, cerita yang dibawakan hendaknya dapat dinikmati oleh penonton/ pendengar. Dalam kesusastraan Makassar, jika orang mengatakan sinrilik, yang dimaksud adalah sinrilik kesok-kesok. Dalam penelitian ini, sinrilik yang dijadikan objek penelitian adalah sinrilik kesok-kesok. 7

8 Nilai dalam penelitian ini merupakan sesuatu yang dipandang berharga oleh orang atau kelompok orang dan dijadikan sebagai acuan tindakan maupun pengarti arah hidup (Sutrisno, 2005: 67). Nilai-nilai begitu pula norma-norma serta pengalaman-pengalaman yang dimiliki mengikat individu dan kelompok tersebut. Fukuyama (2002: 20) mengatakan, semakin kuat mereka memegang nilai-nilai bersama tersebut semakin kuat pula rasa komunitasnya. Nilai-nilai yang diyakini bersama, disepakati, serta tertanam dalam suatu masyarakat dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat itu. Warisan budaya yang menjadi milik masyarakatnya diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cara-cara pewarisan nilai-nilai budaya dalam suatu masyarakat menurut Sedyawati (2006: 412) dapat melalui; (1) pola pengasuhan anak serta semua upaya enkulturasi yang terjadi dalam lingkungan keluarga; (2) sistem pendidikan yang bersifat formal; (3) kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang dapat diikuti oleh umum, seperti pembacaan sastra, pagelaran seni pertunjukan, upacara-upacara tertentu, dan lain-lain. Di samping nilai yang dapat ditemukan di dalam sebuah karya sastra, terdapat pula fungsi yang juga dimiliki oleh karya sastra terutama sastra lisan. Dalam studi ini, fungsi dimaksudkan dan dihubungkan sebagai hubungan guna antara sesuatu dengan sesuatu lainnya yang didasari atas tujuan tertentu. Sesuatu dapat dikatakan memiliki fungsi jika dapat digunakan sebagai alat ataupun sarana guna mencapai tujuan. Fungsi dalam penelitian ini pun berkaitan dengan seni pertunjukan. Dalam seni pertunjukan, fungsi dapat dilihat dari dua aspek, yakni fungsi primer dan 8

9 fungsi sekunder (Soedarsono, 2001: 170). Fungsi primer jika seni pertunjukan itu hanya digunakan untuk dinikmati, sedangkan fungsi sekunder seni pertunjukan tidak hanya sekedar dinikmati saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Nilai-nilai dan fungsi yang terdapat di dalam sebuah karya, kemudian diresepsi oleh masyarakat yang menerima karya tersebut. Yang dimaksud resepsi dalam penelitian ini adalah penerimaan dan sambutan pembaca atau masyarakat pembaca terhadap teks sastra. Sambutan pembaca dengan melihat reaksinya dalam menghadapi suatu teks merupakan fenomena kesastraan yang sangat menarik. Penerimaan dan sambutan pembaca tersebut berhubungan dengan keberadaan suatu teks sastra dalam rangka fungsinya kepada masyarakat (Chamamah-Soeratno, 1992: 3-6). Judul penelitian ini dipilih karena beberapa alasan. Pertama, pada awalnya, Sinrilik merupakan cerita yang sangat popular pada masyarakat Sulawesi Selatan sebelum masuknya teknologi dan alat-alat elektronik. Setelah teknologi modern, khususnya elektronik, telekomunikasi, dan komputer berkembang dengan pesat pada masyarakat, perubahan yang sangat besar pun terjadi. Sistem nilai pun telah berubah dewasa ini. Sistem nilai modern mulai menggantikan sistem nilai tradisional. Acuannya tidak lagi pada tradisi, tetapi pada nilai-nilai modernitas. Abdullah (2007: 58-59) mengatakan tiga hal yang berkaitan dengan perubahan tersebut, yaitu: (1) proses transformasi keluarga tradisional ke modern dengan nilai-nilai dan hubunganhubungan sosial yang berubah; (2) berubahnya tata nilai dalam masyarakat yang tidak 9

10 hanya bersifat lokal dan nasional, tetapi juga global; dan (3) melemahnya peran pusat-pusat kebudayaan sebagai pengendali dan pewaris sistem nilai. Hal ini berdampak pula pada kondisi masyarakat di Sulawesi Selatan. Sinrilik yang dulunya populer, kini tergantikan oleh jenis hiburan baru yang lebih bervariasi dan lebih memikat. Televisi 5, film, VCD, DVD, elekton, begitu pula dengan komputer dan internet telah menggantikan kedudukan sinrilik sebagai sarana hiburan di desa, terlebih lagi di kota (lihat juga Ritzer, 2008: 61-62). Generasi muda banyak yang sudah tidak mengenal apa sinrilik itu, terlebih cerita-cerita yang ada di dalamnya. Demikian pula dengan pencerita (pasinrilik), tidak terjadi regenerasi lagi. Dengan demikian, jika tidak ada penelitian mengenai sinrilik ini, dikhawatirkan sastra lisan itu akan hilang dan tidak lagi dikenal. Pada hal, seperti dikatakan sebelumnya, di dalam teks-teks sinrilik termuat berbagai macam nilai, pandangan hidup, ajaran, adat-istiadat, gagasan, kepercayaan serta perasaan masyarakat Sulawesi Selatan yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah ingin mengungkapkan makna serta fungsi sinrilik pada umumnya dan teks Sinrilik Kappalak Tallumbatua khususnya; nilai-nilai apa sebetulnya yang ingin ditanamkan oleh pencerita kepada pendengarnya melalui sinrilik tersebut. 5 Mulyana, et. Al. (1997: 228) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian LIPI yang dilakukan di Sulawesi Selatan terlihat betapa kekuatan televisi telah bereinkarnasi menjadi tirani baru dan bukan lagi sebatas potensi. Di wilayah tersebut, kekuatan televisi terbukti mampu mengubah bahkan mengatur jadwal kegiatan kehidupan masyarakat. Setelah televisi hadir, para petani mengubah waktu tidur mereka karena kerajinan menonton acara film terakhir. 10

11 Kedua, di Sulawesi Selatan, terdapat sekitar dua puluh judul Sinrilik belum termasuk Sinrilik yang merupakan kreasi baru. Sinrilik kreasi baru biasanya dihubungkan dengan pesan-pesan pembangunan, terutama pada masa Orde Baru seperti Sinrilikna P4, Sinrilikna Panca Sila, Sinrilikna KB, Sinrilikna Pammileang Umunga, Sinrilikna Manipol Usdek, saat ini tidak tercipta lagi sinrilik dengan cerita dan judul baru. Di antara sekian banyak Sinrilik yang ada, empat di antaranya merupakan yang paling populer dan dikatakan sebagai puncak sinrilik, yakni: (1) Sinrilikna Kappalak Tallumbatua; (2) Sinrilikna I Datu Museng; (3) Sinrilikna I Makdik Daeng Rimakka; dan (4) Sinrilikna I Manakkuk Cakdi-Cakdi (Parawansa, dkk dan Arief dan Hakim (ed.), 1993). Sinrilik meskipun sudah ditulis, tetapi penyampaiannya tetap masih dalam bentuk lisan. Sinrilik ditulis bukan disiapkan untuk dibaca oleh masyarakat, tetapi tetap untuk dipertunjukkan sebagai bentuk penyampaian lisan. Ketiga, Sinrilik Kappalak Tallumbatua dipilih sebagai objek kajian karena di dalamnya terdapat informasi mengenai kebesaran kerajaan Gowa di bawah pemerintahan raja Gowa XVI, yang bernama I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, atau lebih dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin, sikap heroisme, ajaran moral, adat-istiadat, gagasan, serta kepercayaan yang merupakan pencerminan masyarakat Sulawesi Selatan. Pada masa pemerintahan beliau, berlangsung perang dengan Belanda yang dikenal dengan Perang Makassar. Gowa menjadi salah satu kerajaan terkuat dan terbesar pada pertengahan abad ke-17 dalam sejarah nusantara. Masa kejayaan kerajaan Gowa berakhir dengan jatuhnya 11

12 Sombaopu yang menjadi benteng ibu kota kerajaan yang sangat kuat dan merupakan simbol kejayaan Gowa. Hal ini disebabkan oleh kerja sama antara kompeni dengan orang Bugis yang merupakan musuh Gowa (Andaya, 2004: 2). Di dalam sinrilik ini, diceritakan kehebatan perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda yang berlangsung selama bertahun-tahun. Hal tersebut sekaligus sebagai sarana untuk menumbuhkan dan mengembangkan jiwa nasionalisme dan semangat anti penjajahan pada masa itu. Banyak korban yang berjatuhan selama perang tersebut, baik dari pihak kerajaan Gowa maupun pihak Belanda. Perang tersebut melahirkan perjanjian yang bernama Perjanjian Bongaya tahun 1667 (Patunru, 1969). Keempat, di dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua terjadi perebutan kekuasaan (power struggle) antara Makassar, Bugis, dan Belanda. Menurut Andaya, abad ke-17 dipenuhi dengan perburuan hegemoni antara kerajaan Bugis Bone dan kerajaan Makassar Gowa. Persaingan ini terus tumbuh, baik dalam hal intensitas maupun ancaman untuk menguasai seluruh Sulawesi Selatan (2004: 14). Di samping itu, dipertentangkan antara dua tokoh dari dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan (Gowa dan Bone; Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka). Salah satu tokohnya sampai sekarang masih diperdebatkan ketokohannya oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai pahlawan atau penghianat. Bagi masyarakat kabupaten Bone, Arung Palakka adalah seorang pembebas dan pahlawan kemanusiaan karena telah membebaskan mereka dari penjajahan kerajaan Gowa (Ali dan Amal: 1989). Akan tetapi, untuk masyarakat Gowa dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, 12

13 Arung Palakka dianggap sebagai penghianat karena telah bekerja sama dengan Belanda untuk berperang melawan kerajaan Gowa 6. Kelima, di dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua terdapat aspek-aspek intertekstual yang mengacu kepada analogi tokoh dan kerajaan yang dihubungkan dengan legitimasi kekuasaan pada dua raja dan kerajaan di Sulawesi Selatan. Keenam, dalam proses penerimaannya, Sinrilik Kappalak Tallumbatua telah mengalami tanggapan berupa transformasi dalam beberapa bentuk dari lisan ke tulisan dan rekaman. Yang tidak kalah penting adalah satu syair yang ditulis oleh Entji Amin yang berjudul Sja ir Perang Mengkasar (Skinner, 1963). Transformasi ke dalam berbagai bentuk tersebut menandakan bahwa Sinrilik Kappalak Tallumbatua tersebut telah mengalami sejarah resepsi yang cukup panjang. Unsur transformasi sastra, melalui tanggapan dan penciptaan yang akan ditinjau dalam penelitian ini dianggap sebagai salah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan. Begitupula dengan masalah intertekstual yang terdapat di dalam teks Sinrilik Kappalak Tallumbatua. Teeuw (1991: 64) mengatakan bahwa sastra mempunyai gesellschaftsbildende function (membina atau ikut membina fungsi kemasyarakatan), entah dengan cara memberontaki sistem lama, ataupun justru 6 Menurut Andaya, banyak orang Makassar mengenang kejatuhan Gowa dengan perasaan getir. Mereka menganggap bahwa sebuah kerajaan Indonesia sejati, telah dikhianati oleh kelompok Indonesia lainnya, dan menjadikan Belanda, sang kolonial, sebagai pemenang utamanya. Jalan pikiran seperti itulah yang dominan, khususnya setelah Indonesia meraih kemerdekaan dari Belanda sesudah melampaui pertempuran sengit sepanjang Orang Bugis dan Makassar saling memperdebatkan peran tokoh masing-masing, Sultan Hasanuddin dari Goa dan Arung Palakka dari Bone-Soppeng, sebagai Pahlawan Nasional Indonesia yang sejati (Andaya, 2004: 2). 13

14 dengan cara mempertahankan sistem yang mapan. Dengan kata lain, sebuah karya sastra tidak akan bersifat tetap sepanjang sejarah. Memang, terdapat suatu identitas yang mendasar pada struktur karya sastra tersebut yang tetap sepanjang zaman. Namun, struktur tersebut terlihat bersifat dinamis. Struktur karya sastra itu akan selalu berubah sepanjang sejarah pada saat melalui pikiran pembaca, kritikus, dan sesama seniman (Wellek dan Warren, 1993: 342). Meskipun sastra lisan Makassar telah mengalami berbagai resepsi dari penikmat dengan terciptanya berbagai bentuk teks, tetapi penelitian yang mendalam dan menyeluruh terhadap teks itu belum mendapat perhatian. Dengan demikian, masih terbuka kesempatan untuk melakukan hal tersebut, terlebih lagi terhadap sambutan penikmat sebagai resepsi terhadap sastra lisan dengan menciptakan kembali teks-teks tersebut ke dalam berbagai bentuk. Penelitian yang demikian tentunya sangat menarik karena melihat kekhasan teks dalam resepsi yang cukup panjang. Teks-teks itu tentulah memuat pikiran dan pandangan serta nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya serta masyarakat Makassar khususnya. Teks-teks ini pun mencerminkan perilaku sosial budaya masyarakat tersebut. B. Masalah Penelitian Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah nilai-nilai, fungsi, formula pembentukan baris, dan resepsi sinrilik dalam kesusastraan Makassar. 14

15 Secara rinci, permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) aspek-aspek sosial dan budaya apa saja yang melatari masyarakat pemilik sinrilik dan yang terdapat di dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua; (2) masalah transkripsi dan terjemahan Sinrilik Kappalak Tallumbatua yang diambil dari hasil pertunjukan lisan; (3) bagaimana nilai-nilai dan fungsi serta amanat sastra lisan Sinrilik Kappalak Tallumbatua dalam perspektif masyarakatnya dulu dan kini; (4) bagaimana formula pembentukan barisbaris beserta aspek-aspeknya dalam kaitannya dengan proses penciptaan sastra lisan; (5) bagaimanakah transformasi sinrilik melalui tanggapan dan penciptaan ke dalam beberapa bentuk --tulisan, rekaman, drama, novel-- serta interteks yang terdapat di dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada masalah penelitian yang telah dikemukakan, secara umum tujuan teoretis penelitian ini adalah untuk menerapkan teori filologi dan sastra, yakni sastra lisan yang ada pada masyarakat Sulawesi Selatan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hal-hal mengenai (1) aspek sosial dan budaya yang terdapat dalam sastra lisan SKT dan masyarakat pemiliknya; (2) transkripsi dan terjemahan Sinrilik Kappalak Tallumbatua. Penelitian ini pun bertujuan untuk menghasilkan suntingan teks SKT yang dijadikan sebagai dasar kajian sastra; (3) formula yang membentuk baris-baris serta aspek lainnya yang digunakan pencerita dalam membangun cerita SKT dalam hubungannya dengan penciptaan sastra lisan; (4) fungsi dan nilai-nilai serta amanat sastra lisan SKT dalam perspektif dulu dan kini; 15

16 (5) transformasi teks-teks sastra lisan Makassar melalui tanggapan dan penciptaan kembali ke dalam bentuk teks-teks dalam genre sastra lainnya, serta interteks yang terdapat di dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua. D. Kegunaan Penelitian 1. Sastra adalah salah satu bentuk sarana komunikasi untuk menyampaikan buah pikiran dengan menggunakan bahasa. Dengan demikian, terjadi transmisi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat melalui pembelajaran atas pikiran dan pengalaman yang terdapat di dalam sinrilik kepada orang lain. Dalam kaitan itu, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam kaitannya dengan kesinambungan pembelajaran nilai-nilai untuk pembangunan manusia Indonesia. Nilai-nilai yang ada tersebut dapat digunakan sebagai acuan perilaku dalam menghadapi kehidupan dewasa ini. Nilainilai itulah yang menjadi akar budaya bangsa bagi kehidupan masa kini dan sekaligus memperlihatkan jati diri bangsa (Chamamah-Soeratno, 2011: 31). 2. Berkaitan dengan aspek keilmuan, penelitian ini berguna untuk; (a) memperkenalkan salah satu genre sastra lisan Makassar untuk meningkatkan apresiasi, pemahaman, penghayatan terhadap sastra daerah, dan menambah wawasan serta menumbuhkan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan terhadap warisan budayanya yang berbentuk karya sastra. Warisan budaya tersebut berfungsi untuk memperkuat rasa identitas nasional (Koentjaraningrat, 1987: 4); (b) untuk memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia, khususnya sastra lisan Makassar yang masih hidup, tetapi semakin terpinggirkan oleh masyarakat pendukungnya. Dengan 16

17 demikian, penelitian ini dapat melestarikan seni pertunjukan ini yang perlahan-lahan mengalami kepunahan; (c) mengajak dan mendorong para peneliti untuk melakukan penelitian terhadap sastra lisan Makassar yang belum banyak dilakukan. 3. Dalam rangka perwujudan otonomi daerah, kebudayaan daerah termasuk tradisi lisan dengan berbagai bentuknya, termasuk sinrilik, perlu dilestarikan dan dikembangkan. 4. Hasil penelitian ini pun dari segi pragmatisnya dapat digunakan dalam bidang pendidikan sebagai bahan pembelajaran untuk muatan lokal di semua jenjang pendidikan mengingat banyaknya nilai yang terdapat di dalamnya. Keragaman bacaan tradisi lisan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan untuk memperkaya pemahaman anak didik terhadap budayanya. 5. Selain itu, deskripsi watak tokoh yang teguh pada pendirian dan sikap pantang menyerah dalam membela negerinya seperti yang diperlihatkan oleh Sultan Hasanuddin (SKT versi 2) berguna untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air terhadap generasi sekarang. E. Tinjauan Pustaka Pembicaraan mengenai sinrilik sudah banyak dilakukan. Jika dirunut ke belakang, orang pertama yang membicarakan sinrilik adalah B.F. Matthes dalam buku Makassaarsche Chrestomathie (1860). Dalam buku tersebut, Matthes membicarakan hal-hal mengenai kesusastraan Makassar dan jenis-jenisnya dengan melakukan transkripsi dan terjemahan ke dalam bahasa Belanda. Buku Matthes 17

18 tersebut menjadi sumber rujukan pada beberapa penelitian selanjutnya. Bahkan, buku ini pun menjadi sumber belajar bagi pasinrilik yang beraksara. Di dalam buku ini terdapat beberapa cerita sinrilik seperti I Makdi Daeng RiMakka, Datu Museng, Jayalangkara, Bosi Timurung. Di dalam buku ini pun, terdapat teks sinrilik Kappalak Tallumbatua, tetapi hanya ditranskripsi dan diterjemahkan saja. Kajian tentang sinrilik selanjutnya dilakukan oleh Parawansa (1965) dengan judul Sinrili Datoe Moeseng Sebuah Epos Makassar dan Sumbangannya Kepada Kesusastraan Indonesia. Penelitian tersebut mengenai pengertian sinrilik dan sinrilik Datu Museng sebagai sebuah cerita sejarah serta sumbangannya terhadap pendidikan, selanjutnya dibicarakan gaya bahasa dan perwatakan. Penelitian Basang (1965) berjudul Pencerminan Rasa Kebangsaan dalam Kesusastraan Daerah Makassar Chusus dalam Sinrilik. Pembicaraan yang dilakukan adalah menghubungkan sinrilik dengan pendidikan serta pencerminan rasa kebangsaan yang terdapat dalam cerita sinrilik. Penelitian Nyompa dkk. (1981) berjudul Transkipsi Sure Galigo dan Sinrilik di Sulawesi Selatan. Tulisan ini hanya dalam bentuk transkripsi dan terjemahan tanpa dilakukan analisis. Penelitian Hakim (1990) berjudul Kedudukan dan Fungsi Sinrilik I Datu Museng. Pembicaraannya hanya melihat pada fungsi dan kedudukan sinrilik I Datu Museng dalam kesusastraan Makassar. Penelitian Parawansa dkk. (1992) berjudul Sastra Sinrilik Makassar. Pembicaraannya berupa deskripsi singkat terhadap unsur-unsur alur, penokohan, dan latar terhadap beberapa buah sinrilik. Penelitian Hakim (2001) berjudul Nilai-Nilai Kepahlawanan dalam Sinrilik Makassar. Yang dibicarakannya adalah hal-hal mengenai nilai-nilai kepahlawan 18

19 yang terdapat dalam sinrilik. Penelitian Sikki dkk. (1991) berjudul Nilai-Nilai Budaya dalam Susastra Daerah Sulawesi Selatan dengan melihat nilai-nilai budaya apa saja yang terdapat dalam kesusastraan Sulawesi Selatan secara umum, termasuk sinrilik. Semua pembicaraan tentang sinrilik tersebut sumber teksnya berasal dari buku Matthes (1860). Penelitian yang dilakukan di atas meskipun telah mengungkap aspek fungsi dan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita sinrilik, tetapi memperlihatkan perbedaan dengan yang dilakukan dalam penelitian ini. Perbedaan tersebut terletak pada objek cerita yang berbeda dengan SKT sehingga fungsi dan nilai-nilai yang ditemukan memperlihatkan perbedaan pula. Dalam disertasi ini, fungsi dan nilai-nilai SKT dilihat dalam perspektif dulu dan kini. Fungsi dan nilai-nilai yang ditemukan dalam SKT tersebut dipandang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Selanjutnya, beberapa artikel mengenai sinrilik ditulis oleh Mangemba (1994) dengan judul Sinrilik Nyanyian Rapsodi Sulawesi Selatan, Yusmanizar (1992) dengan judul Mengenal Sinrili - Sinrili Tak Akan Mati dan Sinrili Bukan Keahlian Turunan, Huda dan Syamsurijal (2006) berjudul Mitos Sinrilik dan Narasi Kolonial, Huda (2006) berjudul Ketika Sinrilik Berdialog dengan Islam. Keseluruhan pembicaraan masih merujuk pada teks yang terdapat dalam buku Matthes. Pembicaraan berikutnya terhadap sinrilik adalah dengan melihat pada aspek pertunjukannya, tanpa melakukan analisis terhadap teks ditulis oleh Sutton (1995) 19

20 dengan judul Makassarese Epic Singing dalam buku Performing Arts and Cultural Politics in South Sulawesi. Penelitian Sutton (2002) berjudul Sinrilik and Kacaping: Persistence and Adaptation of Two Makassarese Musical Genre dalam buku Calling Back the Spirit: Music, Dance, and Cultural Politicsin Lowland South Sulawesi. Penelitian Gibson (2008) berjudul From Stranger-King To Stranger- Shaikh Austronesian Symbolism and Islamic Knowledge dalam buku Indonesia and the Malay World. Penelitian yang berkaitan dengan pertunjukan dan alat musik yang digunakan melalui kajian etnomusikologi dilakukan oleh Hafid (2011) dengan meneliti seni resitasi sinrilik yang dihubungkan dengan konteks upacara perkawinan adat Makassar di Kabupaten Gowa serta sejauh mana fungsi sinrilik dalam konteks upacaranya. Selain hal tersebut, dilihat juga bentuk penyajian dan struktur musikal serta bentuk instrumennya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertunjukan sinrilik dalam upacara perkawinan hanya digunakan dan berfungsi sebagai hiburan saja. Semua penelitian di atas berbeda dengan penelitian ini, karena dalam kajian disertasi ini SKT tidak dikaitkan dengan pertunjukan atau alat musik serta instrumennya. Penelitian terhadap sinrilik berikutnya adalah dengan melihat aspek tradisi dan pewarisan sinrilik dengan judul Sinrilik Datumuseng: Tradisi, Teks, dan Pewarisannya ditulis oleh Inriati-Lewa (1996). Kajiannya berdasarkan pada sinrilik sebagai salah satu ragam sastra lisan yang ada di Sulawesi Selatan. Fokus penelitian yang dilakukan adalah melihat tradisi penyampaian sinrilik serta pewarisan tradisi tersebut berdasarkan aspek pertunjukan dan cerita yang disampaikannya. Dalam 20

21 penelitian itu, analisis terhadap struktur teks sinrilik Datumuseng dilakukan dengan memanfaatkan teori formula. Meskipun sama-sama menggunakan teori formula, kajiannya memiliki perbedaan dengan yang dilakukan dalam disertasi ini. Perbedaannya terletak pada pemanfaatan formula dan unsur formulaik yang digunakan pada teks lisan SKT yang berasal dari pasinrilik buta huruf dan melek huruf dengan melihat perbedaan di antara keduanya. Penelitian ataupun tulisan berikutnya adalah mengenai sinrilik Kappalak Tallumbatua berdasarkan naskah dilakukan oleh Parawansa dkk. (1992) berjudul Nilai-Nilai Budaya dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua. Yang dilihat dalam tulisan ini adalah nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan terutama yang berkaitan dengan budaya siri. Penelitian yang dilakukan oleh Parawansa (dkk.) ini, dapat dikatakan terkait langsung dengan nilainilai yang terdapat di dalam SKT. Akan tetapi, penelitian ini memiliki perbedaan dengan yang dilakukan dalam disertasi ini. Perbedaannya terletak pada beberapa perspektif yang dipakai untuk melihat tujuan utama, yakni menemukan latar belakang penciptaan, fungsi, dan sambutan yang terdapat dalam sastra lisan SKT pada masyarakat Makassar melalui aspek formula pembentuk baris dan intertekstual SKT tersebut. Dengan demikian, berdasarkan teori-teori yang digunakan di dalam penelitian disertasi ini, pikiran, perasaan, serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam SKT dapat diketahui dan diharapkan dapat digunakan dan diteladani oleh masyarakat sekarang. Faisal (1995) menulis tesis dengan judul Sinrilik Kappalak Tallumbatua: Suatu Telaah Filologis Sastra Makassar Klasik. Penelitiannya dengan 21

22 cara membuat transliterasi, terjemahan, ringkasan isi, dan analisis isi. Objek yang dijadikan sebagai dasar penelitian adalah naskah yang ditulis pada tahun Penelitian yang dilakukan oleh Faisal, berbeda dengan yang dilakukan dalam penelitian ini. Perbedaan yang pertama adalah penyediaan objek yang berbeda, yaitu teks SKT yang didasarkan pada naskah, sedangkan dalam disertasi ini teksnya disediakan dari sumber lisan. Kedua, analisis yang dilakukan oleh Faisal tidak membahas mengenai teknik yang dipakai oleh pencerita untuk membangun ceritanya, yakni pemanfaatan formula dan unsur formulaik. Ketiga, meskipun penelitian tersebut memberikan suatu analisis terhadap isi cerita, tetapi tidak melakukan analisis terhadap teknik penciptaan lisan yang digunakan oleh pasinrilik seperti teknik perulangan ataupun tema dalam membangun cerita. Buku yang ditulis oleh Arief dan Hakim (ed.) (1993) dengan judul Sinrilikna Kappalak Tallumbatua merupakan hasil transkripsi dan terjemahan dari sinrilik tersebut. Transkripsi serta terjemahan yang dilakukan berdasarkan naskah yang berasal dari buku Matthes, tanpa melakukan analisis. Penelitian Rasyid (2001) berjudul Ekspresi Semiotik Tokoh Legendaris dalam Sinrilik Kappalak Tallung Batua, sumbernya masih dari naskah yang terdapat dalam buku Matthes. Fokus penelitian ini adalah pada tokoh cerita terutama tokoh Andi Patunru yang berperan di dalam cerita tersebut dengan menggunakan kajian semiotik. Kajian ini menyimpulkan bahwa tokoh-tokoh di dalam sinrilik ini terutama tokoh utama merupakan tokoh yang melegenda bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Penelitian Suyatno (1997) berjudul Tak Tertaklukkan: Sinrilik Kappalak Tallung Batuwa dengan melihat kedudukan 22

23 serta kehebatan sinrilik tersebut di antara sinrilik lainnya. Dalam penelitian ini yang dilakukan adalah membandingkan beberapa cerita sinrilik yang terkenal dan disukai ceritanya. Suyatno menyimpulkan bahwa di antara sekian banyak cerita sinrilik yang ada, sinrilik Kappalak Tallung Batuwa yang paling disukai. Hal ini karena kehebatan cerita dan tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Penelitian selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Esteban (2010) dengan judul The Narrative of War in Makassar: Its Ambiguities and Contradictions. Penelitian yang dilakukannya adalah ingin mengintegrasikan sejarah lisan dan etnografi dengan melihat kesamaan dan perbedaan tentang Perang Makassar yang terdapat dalam Sinrilikna Kappalak Tallumbatua dan memori kolektif dari perang tersebut. Memori kolektif dari Perang Makassar tersebut diambil dari pasinrilik yang mengetahui cerita itu dan teks yang telah ditranskripsikan dan diterjemahkan oleh Arief dan Hakim (1993). Penulis beranggapan bahwa Sinrilikna Kappalak Tallumbatua yang terbit tahun 1993 merupakan prosa naratif yang tidak sama dengan Perang Makassar. Sinrilikna Kappalak Tallumbatua hanyalah artepak kesusastraan naratif yang berkaitan dengan Kerajaan Gowa di bawah pemerintahan raja Gowa ke-16 Sultan Hasanuddin. Penelitian yang dilakukan oleh Esteban ini berdasarkan pada sejarah Perang Makassar dan teks Sinrilikna Kappalak Tallumbatua. Kajian yang dilakukan oleh Esteban memperlihatkan perbedaan dengan yang dilakukan dalam disertasi ini. Hal ini karena perbedaan sudut pandang yang dilakukan untuk melihat cerita SKT tersebut, begitu pula dengan objek analisis dalam disertasi yang berasal dari teks dan pertunjukan lisan. 23

24 Berdasarkan pada tinjauan pustaka tersebut, tampak bahwa topik yang dibicarakan dalam penelitian ini belum dibahas dan diteliti. Terlihat bahwa beberapa penelitian menggunakan objek material yang sama, tetapi cara mendapatkan objek tersebut berbeda. Penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini difokuskan pada penelitian lisan dengan menggunakan kerangka teori formula dalam sastra lisan, resepsi, dan intertekstual yang tentu saja berbeda sudut pandang pembahasannya. Dengan demikian, kehadiran penelitian yang dilakukan ini diperlukan guna menjawab permasalahan yang telah dikemukakan dan diharapkan dapat menambah kajian yang telah ada sebelumnya. Di samping penelitian tentang Sinrilik Kappalak Tallumbatua yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa penelitian sastra lisan di Indonesia yang sudah dilakukan dan dianggap relevan dengan penelitian disertasi ini. Penelitian sastra lisan itu menggunakan konsep formula dan tema yang dikembangkan oleh Lord seperti berikut. Penelitian tentang cerita epik Kaba Sijobang di Sumatera Barat yang dilakukan oleh Nigel Phillips (1981). Penelitian ini mengungkapkan mengenai peranan formula dalam penciptaan cerita, hubungan sosial, teknik dan metode penceritaan dan penciptaan, serta variasi yang terdapat dalam cerita Sijobang. Teknik formula yang digunakan dapat ditemukan pada dominannya penggunaan pengulangan serta paralelisme, begitu pula dengan pemanfaatan sejumlah adegan siap pakai yang digunakan dalam Kaba Sijobang untuk merakit cerita. Penelitian terhadap puisi keagamaan yang terdapat di Pulau Roti oleh James J. Fox (1986). Dalam penelitian 24

25 ini, ia mengungkapkan ciri khas puisi keagamaan tersebut yang menggunakan pasangan wajib yang mengarah dan menunjukkan adanya kesejajaran tema dalam puisi keagamaan itu (Fox, 1986). Penggunaan semacam formula dan tema dari Lord dalam penelitian terhadap cerita kentrung di Tuban oleh Saripan Sadi Hutomo (1987). Ia mengatakan bahwa dalam penciptaan cerita ada semacam formula yang memperlancar dalang kentrung dalam bercerita. Di samping itu, terdapat unsur-unsur bahasa yang sewaktu-waktu dapat difungsikan untuk menceritakan peristiwa tertentu yang berulang dan dapat disamakan dengan istilah tema oleh Lord. Akan tetapi, karena cerita kentrung tidak berbentuk puisi yang terikat oleh aturan yang ketat seperti puisi, ada kebebasan bagi dalang kentrung untuk menggunakan kata dan kelompok kata khusus tersebut. Kebebasan tersebutlah yang menyebabkan dalang cerita kentrung terlihat lincah pada saat pertunjukan berlangsung. Istilah formula dan tema yang terdapat dalam cerita kentrung tidak identik dengan pengertian yang diberikan oleh Lord (Hutomo, 1987). Selanjutnya, dalam sastra lisan Tanggomo yang berasal dari Gorontalo, ditemukan adanya formula dari Lord pada pengulangan pola, baik pola kata maupun pola baris. Sistem formula yang digunakan dalam Tanggomo ternyata dapat mempermudah dan menampilkan cerita. Formula dalam Tanggomo terdiri atas satu kata, kelompok kata (frasa), dan juga satu baris. Begitu pula dengan penggunaan rima dan gaya bahasa paralelisme yang sangat dominan dalam penceritaan Tanggomo. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pola formula yang digunakan dalam Tanggomo adalah pola baris yang mengikuti sistem sintaksis dan ritme tertentu yang digunakan 25

26 untuk menciptakan baris-baris formulaik yang salah satu unsurnya atau semua unsurnya sama (Tuloli, 1990). Tuloli berkesimpulan bahwa penelitian terhadap Tanggomo secara umum terdapat persamaan dengan temuan Lord, yakni adanya sistem formulaik. Akan tetapi, secara khusus terdapat perbedaan antara sistem formulaik yang ada di dalam cerita lisan Yugoslavia yang diteliti oleh Lord dan sistem formulaik yang terdapat dalam Tanggomo, yaitu tidak ditemukannya sistem formulaik yang didukung oleh matra yang tetap pada suku kata tertentu (Tuloli, 1990: 337). Penelitian Tuloli (1990) terhadap sastra lisan Tanggomo dianggap relevan dengan penelitian yang dilakukan terhadap SKT dalam disertasi ini. Hal tersebut karena di samping penggunaan teori formula dari Lord seperti yang diutarakan di atas, dilihat pula nilai-nilai budaya dan fungsi dari Tanggomo. Dikatakan bahwa sastra lisan Tanggomo memiliki fungsi historis, fungsi heroik, dokumen peristiwa penting, dan nilai didik. Nilai didik yang terdapat dalam Tanggomo diilhami oleh ideide dan pikiran masyarakat, ajaran agama, dan pengalaman-pengalaman. Formula juga terlihat digunakan pada penyampaian hikayat dalam tradisi sastra Aceh seperti yang terdapat di dalam Hikayat Meukuta Alam. Cara penikmatan hikayat yang lisan telah menyebabkan sistem puisi dalam hikayat sangat dekat dengan ciri-ciri puisi lisan meskipun teksnya telah diturunkan ke dalam bentuk tertulis. Unsur repetisi (perulangan) dan paralelisme digunakan dalam berbagai bentuk seperti perulangan kata, kelompok kata, larik, sampai kepada perulangan adegan dan deskripsi bagian-bagian cerita yang disebut tema oleh Lord sangat 26

27 dominan digunakan dalam Hikayat Meukuta Alam. Bentuk perulangan yang digunakan tersebut merupakan jaringan formula yang dimanfaatkan penyair untuk membangun larik-larik puisi sehingga dapat merangkai cerita secara lancar. Penyair hikayat tampaknya sangat menguasai kerangka adegan siap pakai yang dirakitnya setiap kali diperlukan. Kerangka itulah yang digunakan menjadi sistem jaringan formula yang menyeluruh mulai dari unsur yang terkecil, yaitu teknik pembentukan larik sampai kepada kerangka yang lebih besar, yakni sistem pembangun cerita. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri sistem puisi yang tedapat dalam teori formula seperti yang dikemukakan oleh Milman-Parry (Abdullah, 1991: ). Penelitian selanjutnya terhadap sastra lisan, dilakukan oleh Wigati (2008) terhadap sastra lisan Sentani di Papua. Penelitian yang dilakukan oleh Wigati ini lebih difokuskan pada tradisi kelisanan yang terdapat dalam sastra lisan Helaehili dan Ehabla yang lebih ditekankan pada fungsi dan peran perempuan yang direfleksikan dalam sastra lisan tersebut pada masyarakat Sentani di Papua. Menurut Wigati, Helaehili dan Ehabla adalah puisi lisan Sentani yang semakin jarang ditemukan karena orang yang melantunkannya hanya dikuasai oleh generasi tua yang semakin sedikit jumlahnya. Berdasarkan aspek kelisanan, Helaehili dan Ehabla yang diteliti oleh Wigati memperlihatkan bahwa puisi lisan ini komposisinya dilantunkan secara spontan pada saat dibawakan oleh para pelantunnya tanpa adanya catatan dan hafalan. Pelantun hanya menyiapkan kerangka cerita dan alur cerita dalam pikirannya yang kemudian dielaborasi pada saat pertunjukan. Hal selanjutnya yang disiapkan oleh pelantun 27

28 adalah membekali dirinya dengan kata atau frasa, baik yang diciptakannya sendiri maupun yang sudah disiapkan oleh adat yang digunakannya untuk merakit larik-larik lantunannya. Selain melihat pada aspek tradisi kelisanan, penelitian terhadap puisi lisan Helaehili dan Ehabla juga melihat fungsinya dalam masyarakat Sentani. Fungsi puisi lisan ini di daerah pedesaan masih bertahan dan bisa diterima oleh generasi muda, tetapi untuk masyarakat perkotaan puisi lisan ini sudah ditinggalkan. Yang bertahan dari puisi lisan Helaehili dan Ehabla ini di masyarakat sekarang adalah fungsinya sebagai hiburan saja. Penelitian yang dilakukan oleh Wigati tersebut memperlihatkan persamaan dengan kajian yang dilakukan terhadap SKT karena tradisi lisan ini pun semakin jarang dipertunjukkan dan orang yang membawakannya (pasinrilik) semakin sulit ditemukan. Begitu pula dengan fungsi SKT pada masyarakat dewasa ini, yakni sebagai media hiburan dan penyimpan pengetahuan saja. Berdasarkan uraian tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, terlihat bahwa pemanfaatan pola formula pada beberapa sastra lisan yang ada di Indonesia menampakkan perbedaan pada penerapannya. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh perbedaan sistem bahasa, sastra, dan budaya yang terdapat pada masing-masing masyarakat pemilik tradisi lisan tersebut. Begitu pula yang terjadi dengan tradisi lisan sinrilik yang ada pada suku Makassar di Sulawesi Selatan. Untuk melihat hal itu, dalam penelitian ini digunakan teks hasil rekaman lisan yang berasal dari pasinrilik melek huruf dan buta huruf untuk melihat kelisanan di antara keduanya. 28

29 F. Landasan Teori Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, studi mengenai Sinrilik Kappalak Tallumbatua dipandang perlu untuk menggunakan sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dilakukan sehubungan dengan penelitian. Teori merupakan unsur penting untuk digunakan dalam menuntun peneliti memahami objek material dan objek formal dalam penelitian. Mengenai pengertian teori, dikatakan oleh Snelbecker (Moleong, 2008:57, lihat juga Nasution, 2008: 3-10) bahwa ada empat fungsi suatu teori, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian; (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotetis dan dengan hipotetis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban; (3) membuat ramalan atas dasar penemuan; (4) menyajikan penjelasan dan dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan mengapa. Berdasarkan pada pandangan yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Sinrilik Kappalak Tallumbatua merupakan salah satu hasil karya sastra lisan yang berbahasa Makassar dan disampaikan oleh seorang pasinrilik. Pasinrilik yang biasa membawakan sinrilik ini terdiri atas dua golongan, yaitu pasinrilik yang melek huruf dan yang buta huruf latin. Sinrilik Kappalak Tallumbatua ini pun telah mengalami tanggapan berupa transformasi dari lisan ke tulisan dan sebaliknya dari tulisan ke lisan, terjemahan, dan dalam bentuk rekaman. Dengan demikian, di dalam penelitian ini diperlukan beberapa teori yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian Sinrilik Kappalak Tallumbatua ini adalah teori filologi dan teori sastra. Dalam hubungannya dengan 29

30 penelitian sastra lisan, teori filologi digunakan untuk menyajikan teks tulisan yang berasal dari teks lisan. Selanjutnya, digunakan teori formula dalam penelitian sastra lisan untuk melihat pola pembentukan baris-baris cerita SKT. Teori resepsi dan intertekstual digunakan untuk melihat aspek interteks yang terdapat dalam Sinrilik Kappalak Tallumbatua, sambutan, dan transformasinya dalam beberapa bentuk. 1. Teori Filologi Selama ini, Filologi dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan. Penelitian terhadap karya-karya masa lampau dilakukan karena anggapan bahwa di dalam tulisan tersebut terkandung nilainilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini (Baried dkk., 1994: 1). Filologi biasanya dikaitkan dengan pengkajian mengenai isi atau makna teks suatu naskah lama (Sudjiman, 1995: 97). Melalui pengkajian filologis, dapat diketahui latar belakang suatu suku bangsa yang berkaitan dengan pandangan hidupnya, kepercayaan, perasaan, pikiran, gagasan, serta adat-istiadat suku bangsa pemilik naskah tersebut. Baried dkk. (1994: 4) mengatakan filologi merupakan suatu disiplin yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya manusia pada masa lampau, yang tersimpan dalam peninggalan berupa karya lama agar dapat diketahui oleh masyarakat sekarang. Sehubungan dengan hal tersebut, pandangan hidup, perasaan, buah pikiran, serta nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi lisan SKT bisa diungkap dan diketahui oleh masyarakat sekarang bahkan dapat diteladani. 30

31 Studi filologi di Indonesia, sampai dengan permulaan abad ke-20, masih mengikuti konsepnya, yakni studi teks dengan tujuan melacak bentuk mula teks. Studi filologi di Indonesia mengalami perkembangan mulai akhir abad ke-20 dengan mulai mempertimbangkan kondisi teks dan naskah (lihat juga Junus, 1981: 6). Dengan demikian, tujuan awalnya untuk melacak bentuk mula teks tidak lagi menjadi tujuan utamanya (Baried dkk., 1994:4). Oleh karena itu, penelitian dengan menggunakan alat bantu studi filologi semakin terbuka untuk digunakan, terutama terhadap semua bentuk karya sastra. Studi filologi dan penelitian literer tidak dapat dipisah-pisahkan secara mutlak (Sulastin, 1981: 17). Tidak perlu dan tidak patut membedakan antara kritik teks dan kritik sastra, kedua-duanya saling berkaitan (Robson, 1978: 4). Bagaimanakah kedudukan studi filologi dalam penelitian sastra lisan? Jika disimak lebih mendalam kedudukan filologi dalam penelitian sastra lisan, tampak adanya hubungan timbal-balik dan saling membutuhkan. Studi filologi sangat membantu dalam studi dan penelitian terhadap sastra lisan, begitu pula sebaliknya. Seperti yang dikatakan oleh Sulastin (1981: 1), pengertian filologi dalam arti terbatas, menurut pandangan studi ilmu sastra, adalah ilmu bantu studi sastra, dan dapat dikatakan merupakan taraf pendahuluan yang sangat penting bagi ilmu sastra. Dalam hubungannya dengan penelitian sastra lisan, Filologi ternyata sangat diperlukan, terutama terhadap penelitian sastra lisan di Indonesia. Oleh karena ternyata bahwa penceritaan lisan adalah ciri dari sebagian besar kesusastraan 31

BAB VII KESIMPULAN. masyarakat suku Makassar telah difungsikan oleh pencerita atau pasinrilik sebagai

BAB VII KESIMPULAN. masyarakat suku Makassar telah difungsikan oleh pencerita atau pasinrilik sebagai BAB VII KESIMPULAN A. Kesimpulan Sinrilik Kappalak Tallumbatua (SKT) sebagai hasil tradisi sastra lisan dari masyarakat suku Makassar telah difungsikan oleh pencerita atau pasinrilik sebagai alat untuk

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair. ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Violeta Inayah Pama, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Violeta Inayah Pama, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri karena adanya bukti-bukti berupa tradisi dan peninggalan-peninggalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Apresiasi Puisi 1. Definisi Belajar Pengertian belajar menurut Dimyati dkk (2002 : 5), menyebutkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum masyarakat tersebut mengenal keberaksaraan. Setiap bentuk sastra lisan, baik cerita maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 440 BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Simpulan dalam penelitian ini berkenaan dengan 7 hal, yaitu: (1) pencipta dihubungkan dengan proses penciptaan gambang rancag, (2) teks dikaitkaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia menyimpan limpahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih hidup dan berkembang cukup baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEBUDAYAAN. Bahasa. Sastra. Pengembangan. Pembinaan. Perlindungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5554) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di tengah masyarakat dan merupakan sistem yang tidak terpisahkan. Kesenian yang hidup dan berkembang

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 279 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan secara umum diakui sebagai unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Lebih-lebih suatu bangsa yang sedang membangun watak dan kepribadiannya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi estetika. Apapun bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan tersebut terlihat pada berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain sebagai negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah suku bangsa terbanyak di dunia, yaitu terdapat lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dengan warisan kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan aset tidak ternilai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK Ermi Adriani Meikayanti 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003 pada pasal 3 yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan 173 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan Teater Dul Muluk di Kota Palembang-. Penelitian ini memaknai nilai peruntuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi sebuah daya tarik tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Budaya pada umumnya di wariskan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang menjadi media pengucapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Dayak Ngaju merupakan suku Dayak yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya, suku Dayak Ngaju tinggal di sepanjang sungaisungai besar seperti

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA Kompetensi Utama Pedagogik St. Inti/SK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA Rizky Imania Putri Siswandari 1, Muh. Ariffudin Islam 2, Khamadi 3 Jurusan Desain Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang menimbulkan kondisi dan tuntutan berbeda sesuai dengan zamannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dan diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci