HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SOSIAL TERHADAP GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR YURIS APRILIA STIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SOSIAL TERHADAP GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR YURIS APRILIA STIAWAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SOSIAL TERHADAP GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR YURIS APRILIA STIAWAN DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Kecerdasan Emosi Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Yuris Aprilia Stiawan NIM. I

4

5 ABSTRACT Relationships between Emotional-Social Intelligence with Leadership Styles and Practice among Student Organization Chairmen at Bogor Agricultural University. Supervised by DIAH KRISNATUTI. This study was aimed to determine the correlation between emotionalsocial intelligence with leadership styles and practices. The research was conducted at IPB during June 2012, involved 94 student s during the period of that chose using census technique (however 2 students could not joint the research). Data was analyzed using descriptive and inference statistics such as Pearson correlation and Chi-Square analysis. Results showed that emotionalsocial intelligence of chairmen were in high category. Styles of leadership were relatively democratic style, while the dominant leadership practice were in high category. Pearson correlation test result showed a positive relationship existed significantly between emotional-social intelligence and leadership practices. In the other hand, emotional intelligence (emotional awareness, emotion management, and total emotional intelligence) and social intelligence (social awareness, social facilities, and total social intelligence) was negatively correlated with laissez faire style of leadership. Keywords: early adulthood, emotional awareness, motivation, social facilities ABSTRAK YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosisosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan. Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB pada bulan Juni Teknik penarikan mahasiswa dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh mahasiswa dengan sengaja sebanyak 94 orang pada periode Pada saat penelitian berlangsung mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia yaitu analisis korelasi Chi-Square dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa tergolong kategori tinggi. Pada gaya kepemimpinan terdapat kecenderungan memiliki gaya demokrasi dan pada praktik kepemimpinan termasuk kategori tinggi. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan positif signikan antara kecerdasan emosi, kecerdasan sosial, dan praktik kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan negatif signifikan antara kecerdasan emosi (kesadaran emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan emosi) dan kecerdasan sosial (kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial) dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Kata kunci : dewasa awal, fasilitas sosial, kesadaran emosi, motivasi

6 RINGKASAN YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI. Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan. Adapun secara khusus bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi kecerdasan emosi, sosial, gaya, dan praktek kepemimpinan, (2) Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi dan sosial, (3) Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan gaya dan praktik kepemimpinan, (4) Menganlisis hubungan kecerdasan emosi dengan gaya dan praktik kepemimpinan, dan (5) Menganalisis hubungan kecerdasan sosial dengan gaya dan praktik kepemimpinan. Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB pada bulan Juni Teknik penarikan mahasiswa dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh mahasiswa dengan sengaja sebanyak 94 lembaga kemahasiswaan yang terdiri atas ketua 94 orang pada perode Pada saat penelitian berlangsung mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia yaitu analisis korelasi Chi-Square dan Pearson. Hampir seluruh mahasiswa (95,7%) laki-laki dan sisanya perempuan. Usia mahasiswa pada penelitian ini berkisar tahun dengan rataan usia 20,6 tahun. Hampir seperempat (22,8%) mahasiswa berasal dari Fakultas Teknik Pertanian (FATETA). Hampir separuh mahasiswa (45,7%) berasal dari suku Sunda dan lebih dari seperempat mahasiswa (27,2%) berasal dari suku Jawa. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa berada kisaran 2.14 sampai 3,82. Lebih dari separuh mahasiswa mempunyai nilai akademik dalam kategori baik(68,5%) dan memiliki pengeluaran kurang dari Rp /bulan (67,4%). Lebih dari sepertiga mahasiswa (34.8%) memiliki dua orang saudara dan lebih dari sepertiga mahasiswa (40,2%) merupakan anak sulung. Pada jumlah organisasi hampir separuh mahasiswa (45,6%) termasuk dalam kategori sedang (4-8 organisasi), sementara lama organisasi berada pada kategori sedang (4,4-6,6 tahun). Hampir sepertiga ayah (30.4%) dan lebih dari sepertiga ibu (33,7%) telah menempuh pendidikan selama 18 tahun tahun atau setara dengan sarjana (S1). Seperempat ayah (25%) bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hampir separuh ibu (47,8%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Besar keluarga mahasiswa berkisar antara 3 sampai 12 orang, lebih dari separuh keluarga mahasiswa (59,8%) memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang yaitu antara 5-7 orang. Kecerdasan emosi dan sosial ketua lembaga termasuk dalam kategori tinggi dengan gaya kepemimpinan lebih dari dua pertiga berupa gaya demokratis dan praktik kepemimpinan berada pada kategori tinggi. Terdapat hubungan antara

7 jenis kelamin laki-laki dengan dimensi kecerdasan emosi yaitu pengelolaan emosi dan hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan dimensi pengelolaan emosi, sementara itu terdapat hubungan positif signifikan lama pendidikan ibu dengan kesadaran emosi. Terdapat hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial total. Hasil uji Pearson menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara IPK dengan gaya kepemimpinan demokratis dan terdapat hubungan positif signifikan antara lama pendidikan ayah dengan gaya kepemimpinan otoriter. IPK berhubungan positif signifikan dengan dimensi manjadi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan. Terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi emosi, dan total kecerdasan emosi terhadap gaya kepemimpinan otoriter. Kesadaran emosi, motivasi diri, dan total kecerdasan emosi berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis, sedangkan kesadaran emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan emosi berhubungan negatif signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi diri dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi tantangan proses dalam praktik kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi inspirasi visi. Terdapat hubungan positif signifikan terdapat antara pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total terhadap dimensi mengajak orang lain bertindak. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi menjadi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan. Motivasi diri dan kecerdasan emosi total menunjukkan hubungan positif signifikan dengan dimensi memotivasi orang lain. Sedangkan kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total memiliki hubungan positif signifikan dengan total pratik kepemimpinan. Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan negatif signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan dimensi tantangan proses, inspirasi visi, mengajak orang lain bertindak, menjadi panutan mahasiswa, memotivasi orang lain, dan total praktik kepemimpinan. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah organisasi mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kecerdasan sosial sehingga diperlukan pengenalan organisasi sejak dini pada generasi muda. IPK dapat menjadikan seorang pemimpin panutan bagi anggotanya sehingga setiap pemimpin dapat terus mengembangkan organisasi tanpa perlu menyampingkan akademik. Kampus sebagai institusi pendidikan memiliki peranan penting sebagai tempat pengembangan softskill kepemimpinan bagi mahasiswa. Kata kunci : kesadaran emosi, fasilitas sosial, motivasi, dewasa awal

8 Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

9

10 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SOSIAL TERHADAP GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR YURIS APRILIA STIAWAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

11

12 Judul Skripsi : Hubungan Kecerdasan Emosi Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor Nama : Yuris Aprilia Stiawan NRP : I Disetujui, Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS. Dosen Pembimbing I Diketahui, Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus :

13

14 PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya serta pertolongannya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Kecerdasan Emosi Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Istilaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar serta Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Ir. M.D. Djamaludin, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dan masukannya untuk menyempurnakan skripsi ini. 3. Ir. Ratnaningsih, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan bimbingan sejak memasuki departemen. 4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Lusiana, dan Titi atas doa dan dukungannya yang tidak pernah berhenti. 5. Teman seperjuangan Amania, Rafida, Dela, Neng, Arin, Ifah, Kiki dan semua teman-teman IKK Sahabat seperjuangan: Yogi, Davi, Indra, Hibatus, dan keluarga besar HIMASURYA PLUS 7. Dr. Abdul Munif, Nazrul SE, Sobari SP, dan para pendekar PPSDMS The next future leaders Regional V Bogor 8. Keluarga besar DPM FEMA yang memberikan pengalaman luar biasa 9. Kosan De Netto: Bang Agus, Bang Zul, dan Bang Heri 10. Ketua LK IPB tahun yang telah membantu dalam kesuksesan pengambilan data. 11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Bogor, Januari 2013 Yuris Aprilia Stiawan

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 6 Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Gaya Kepemimpinan... 7 Praktik Kepemimpinan... 9 Kecerdasan Emosi Kecerdasan Sosial Mahasiswa KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Mahasiswa dan Teknik Penarikan Mahasiswa Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Mahasiswa Karakteristik Keluarga Mahasiswa Kecerdasan Emosi Kecerdasan Sosial Gaya Kepemimpinan Praktik Kepemimpinan Hubungan Antar Variabel Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvi xvii

16 xvi DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis dan cara pengumpulan data Cara pengkategorian variabel Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan umur Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas, suku, dan IPK Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah saudara, urutan kelahiran, jumlah, dan lama organisasi Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua 34 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga Sebaran mahasiswa berdasarkan kecerdasan emosi Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran emosi Sebaran mahasiswa berdasarkan pengelolan emosi Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi diri Sebaran mahasiswa berdasakan kecerdasan sosial Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran sosial Sebaran mahasiswa berdasarkan fasilitas sosial Sebaran mahasiswa berdasarkan kecenderungan gaya kepemimpinan total Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya otoriter Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya demokratis Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya laissez faire Sebaran mahasiswa berdasarkan kecenderungan praktik kepemimpinan total Sebaran mahasiswa berdasarkan tantangan proses Sebaran mahasiswa berdasarkan inspirasi visi Sebaran mahasiswa berdasarkan mengajak bertindak Sebaran mahasiswa berdasarkan mahasiswa panutan Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan sosial... 53

17 xvii 29 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan sosial Hubungan karakteristik mahasiswa dengan gaya kepemimpinan Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan gaya kepemimpinan Hubungan karakteristik mahasiswa dengan praktik kepemimpinan Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan praktik kepemimpinan Hubungan antara kecerdasan emosi dengan gaya kepemimpinan Hubungan kecerdasan emosi dengan praktik kepemimpinan Hubungan kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan Hubungan kecerdasan sosial dengan praktik kepemimpinan DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Gaya kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB Praktik Kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB... 77

18

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahun 2012, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah menetapkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa 1. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia berimplikasi terhadap peningkatan jumlah pemuda sebagai populasi terbesar dari penduduk Indonesia. Menurut data Susenas jumlah pemuda Indonesia pada tahun 2006 sebesar 80,82 juta jiwa 2, sedangkan berdasarkan angka proyeksi BPS pada tahun 2009 sebesar 62,91 juta jiwa (Bappenas 2009). Perbedaan jumlah pemuda dari data Susenas dan BPS disebabkan oleh perubahan kategori umur pemuda yang disahkan oleh Undang-undang No. 40 Tahun 2009, semula dari usia tahun menjadi tahun 3. Walaupun terjadi penurunan tetapi dengan jumlah yang cukup besar, pemuda memiliki potensi yang strategis bagi bangsa Indonesia, terutama adanya jiwa kepemimpinan dalam pemuda. Sejarah dunia dan khususnya Indonesia mencatat bahwa pemuda berperan penting dalam perubahan, sebagai mahasiswa pada tahun 1928 pemuda Indonesia mengguncang dunia dengan adanya Sumpah Pemuda. Pada tahun 1998 pemuda Indonesia melakukan reformasi untuk menggulingkan pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter. Selain itu perwujudan proklamasi Indonesia juga didasarkan atas desakan kaum pemuda. Menurut Hasibuan (2008) keberadaan potensi dan kualitas pemuda dalam berbagai fase sejarah selalu mendapatkan perhatian penting. Pada perspektif sosiologis, biologis, politik, demografis, dan historis memiliki makna yang signifikan. Pertama pada perspektif sosiologis mempunyai peranan dan posisi yang penting yaitu sebagai penghubung antargenerasi, baik generasi yang lebih muda serta generasi tua. Kedua pada perspektif biologis, fase pertumbuhan dan perkembangan pemuda sangat menentukan kualitas Human Development Index (HDI) pada masa yang akan datang. Pada perspektif biologis juga dapat dilihat suatu kaum muda tumbuh menjadi generasi cemerlang (rising generation) atau menjadi generasi yang hilang (loosing generation). Ketiga pada perspektif politik, kppo.bappenas.go.id/files/-1-proyeksi%20jumlah%20pemuda.pdf

20 2 pemuda memiliki pemikiran yang dinamis, responsif, dan sensitivitas yang kuat pada setiap perubahan politik. Saat potensi politik dikembangkan secara maksimal maka kaum pemuda akan menjadi political capital yang luar biasa dalam membangun negara. Keempat perspektif demografis, populasi pemuda yang terbesar pada jumlah penduduk memiliki keunggulan tersendiri. Penyebaran pemuda di berbagai wilayah Indonesia baik di perkotaan atau di pedesaan membawa potensi tersendiri. Kelima perspektif histori, berbagai kejadian sejarah di Indonesia selalu mempunyai hubungan dengan peran pemuda. Peran pemuda baik sebagai pendukung kebijakan pemerintah atau sebagai pihak oposisi terhadap kebijakan pemerintah. Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam gerakan pembaruan negara terutama pada gerakan pembangunan. Para aktivis mahasiswa berperan penting sebagai motor penggerak kekuatan sosial, moral, dan politik. Pembinaan kepemimpinan di kalangan mahasiswa sangat diperlukan dan sesuai dengan minat keilmuan serta aspirasi kepemudaan. Pembinaan juga harus searah dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang ada di tengah masyarakat. Dengan begitu diharapkan adanya peningkatan prestasi ilmiah, dedikasi sosial, dan partisipasi aktif mahasiswa dalam masa pembangunan (Kartono 2011). Para pemimpin besar sering kali menggunakan kata-kata yang menginspirasi dan membakar semangat hidup seseorang (Goleman 2007). Sebagai salah satu presiden Indonesia, Bung Karno sangat mengagumi peranan pemuda dalam melakukan perubahan bahkan untuk melakukan perubahan dunia (Krishna 2010). Pemimpin selalu memainkan peran emosi yang primordial (utama). Para pemimpin yang orisinal mendapatkan kedudukan karena kemampuan yang dapat menggerakkan emosi. Dalam sejarah dan budaya manapun, pemimpin kelompok manusia adalah seorang yang menjadi tumpuan dalam mencari kepastian dan kejelasan ketika menghadapi ketidakpastian, ancaman atau ketika ada suatu tugas yang harus dilakukan. Pemimpin bertindak sebagai pembimbing emosi kelompok (Goleman 2007).

21 3 Goleman menyebutkan bahwa keterampilan dasar kecerdasan emosional menjadi semakin penting untuk kerja tim, bekerjasama, menolong orang agar bisa bekerja secara efektif (Goleman 2002). Psikolog Thorndike dalam Goleman (2006) membuat rumusan orisinal tentang kecerdasaan sosial yaitu kemampuan memahami dan mengelola orang lain serta kemampuan yang dibutuhkan setiap orang untuk hidup dengan baik di dunia. Tead menyatakan dalam Sholehuddin (2008) bahwa leader is the activity influencing people to cooperate toward some goal which they come to find desirable yang mempunyai arti kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Singkatnya, dalam pengertian yag sederhana kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain. Kriteria seorang pemimpin haruslah cerdas. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus mampu dalam memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi kelompok. Kartono (2011) menyebutkan diantara kelompok mahasiswa sebagai suatu unit dengan pemimpin selalu terdapat kaitan yang erat sehingga setiap kelompok akan memilih tipe pemimpin yang cocok dengan ambisi atau visi kelompok. Sebaliknya pribadi pemimpin menentukan semangat kelompok yang dipimpin. Dalam sifat kepemimpinan, seorang pemimpin memiliki sifat otoriter (kekuasan mutlak ditangan pemimpin), demokratis (adanya interaksi kerjasama pemimpin dan anggota), dan laissez faire (tidak ada arahan dari pemimpin). Sementara itu, dalam praktik kepemimpinan seorang pemimpin diharuskan mengubah nilai-nilai menjadi sebuah tindakan, mewujudkan visi kedepan, individual menjadi kerjasama, dan resiko menjadi sebuah peluang, sehingga kepemimpinan dapat menjadikan seseorang untuk mengambil peluang dan mengubahnya menjadi sebuah kesuksesan (Kouzes dan Posner 2007). Adanya keinginan mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan persamaan visi maka terbentuklah Lembaga Kemahasiswaan yang selanjutnya disebut dengan LK. Lembaga Kemahasiswaan IPB mempunyai peranan sebagai wadah untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa (softskill) sehingga mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal. Selain itu,

22 4 peranan LK juga sebagai bentuk interaksi yang saling memahami dan mempunyai perbedaan latar belakang budaya, kepribadian, serta karakteristik lainnya. Pengembangan potensi diri secara langsung berfokus pada pengembangan kecerdasan emosi serta interaksi sesama yang dilakukan berfokus pada kecerdasan sosial. Pengembangan emosi dan sosial tentu memiliki peranan yang penting dalam menentukan gaya dan praktik kepemimpinan seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh kecerdasaan emosi dan kecerdasan sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Perumusan Masalah Dalam kosakata Bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk menyebut pemuda digunakan istilah young human resources sebagai salah satu sumber pembangunan. Pemuda adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan keterampilan. Pemberdayaan yang didukung penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat maju serta berdiri dalam keterlibatan secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa. Mahasiswa sebagai objek pemberdayaan masih memerlukan bantuan, dukungan, dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan diri secara fungsional. Pengembangan kepemimpinan pada mahasiswa diperlukan guna menghadapi persaingan global tentu merupakan suatu kendala yang sulit dihindari. Penurunan kepemimpan pada mahasiswa diduga dikarenakan adanya kecerdasaan emosi dan sosial yang menurun dari waktu ke waktu. Pasal 16 Undang-undang kepemudaan Tahun 2009 menyebutkan bahwa pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Banyak sekali peran dan tindakan positif mahasiswa dalam pembangunan bangsa, pada masa kolonial banyak organisasi kepemudaan yang didirikan oleh mahasiswa untuk mempersatukan pemuda dalam menghadapi penjajah sehingga

23 5 sangat wajar harapan kaum tua terhadap kaum muda (mahasiswa) sebagai pengganti pemimpin bangsa (Hasibuan 2008). Pada saat ini, tindakan negatif juga sering dilakukan oleh mahasiswa khususya dalam pengajuan aspirasi, bentrokan mahasiswa, pembakaran-pembakaran sebagai bentuk pelampiasan kekecewaan, bahkan pemakaian narkoba yang saat ini marak terjadi. Keadaan negatif mahasiswa yang tidak sesuai harapan tentu dapat dipengaruhi oleh keadaan emosi diri sendiri dan hubungan sosial dengan lingkungan. Bagi mahasiswa, kepemimpinan menjadi perhatian serius karena dipundaknya harapan kemajuan bangsa digantungkan, sehingga menjadi seorang pemimpin tidak hanya memerlukan kecerdasan intelektual tetapi yang paling terpenting memiliki kecerdasan emosi dan sosial. Gerungan diacu dalam Sholehuddin (2008) mengungkapkan bahwa kepemimpinan bukanlah sesuatu yang bersifat abstrak melainkan keseluruhan dari keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang diperlukan oleh pemimpin. Keterampilan yang dibutuhkan pemimpin dibagi atas dua hal yaitu keterampilan emosional dan keterampilan sosial. Keterampilan (kecerdasan) emosional bagi pemimpin adalah mengelola emosi yaitu menyadari apa yang ada di balik suatu perasaan dan mempelajari cara untuk menangani kecemasan, amarah, dan kesedihan. Selain itu, kecerdasan emosi akan sangat dibutuhkan dalam memikul tanggung jawab bagi keputusan dan tindakan serta menindaklanjuti kesepakatan. Keterampilan sosial atau lebih dikenal sebagai kecerdasan sosial terbagi atas kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial berbeda dengan kecerdasan emosional yaitu lebih difokuskan pada memelihara hubungan secara baik sesama anggota kelompok. Keberadaan Lembaga Kemahasiswaan (LK) di Institut Pertanian Bogor adalah sebuah tempat untuk dapat mengembangkan keterampilan baik secara emosional dan sosial. Para pimpinan LK yang berasal dari berbagai daerah tentu memiliki karakteristik kepemimpinan yang berbeda. Karakter yang berbeda tentu akan mempunyai peranan dalam pengembangan kecerdasan yang berbeda baik secara emosi dan sosial. Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu:

24 6 1. Bagaimana hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB? 2. Bagaimana hubungan kecerdasan emosi mahasiswa pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB? 3. Bagaimana hubungan kecerdasan sosial mahasiswa pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan kecerdasan emosi - sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan pada ketua lembaga kemahasiswaan IPB Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan karakteristik keluarga mahasiswa 2. Mengidentifikasi kecerdasan emosi-sosial, gaya, dan praktek kepemimpinan pada mahasiswa 3. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa 4. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa 5. Menganlisis hubungan kecerdasan emosi dan sosial dengan gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa Manfaat Penelitian Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengetahui fenomena di masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dibangku kuliah agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Bagi institusi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi kajian ilmu dengan topik praktik kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial para aktivis kampus. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan praktik kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial. Bagi aktivis mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat sebagai landasan mempelajari kecerdasan emosi dan sosial sebagai dasar menjadi kepemimpinan di kampus.

25 7 TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan proses gerakan suatu kelompok dalam arah yang sama. Selain itu, kepemimpinan yang baik menggerakkan orang pada satu arah yang sama dan merupakan minat jangka panjang organisasi tersebut. Gerugan diacu dalam Sholehudin (2008) mengungkapkan bahwa pada umumnya tugas pemimpin adalah mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikan tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerja sama yang produktif dalam kelompok dan membagi menjadi : Structuring the situation adalah pemimpin yang memberikan struktur dengan jelas mengenai situasi-situasi rumit yang dihadapi kelompok. Dalam hal ini seorang pemimpin harus mampu memberikan gambaran secara holistik tentang berbagai situasi yang dihadapi. Selain itu, dalam menjelaskan situasi-situasi sulit pemimpin tetap dituntut untuk mampu membuat skala prioritas yang dihadapi oraganisasi. Skala prioritas inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan organisasi. Controling group behavior adalah pemimpin yang mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Pemimpin dalam hal ini mengawasi berbagai perilaku anggota dan menyalurkan aktivitas-aktivitas anggota sesuai peraturan-peraturan yang telah disepakati. Spokesman of the group adalah pemimpin yang menjadi juru bicara bagi kelompok sehingga harus mampu menjelaskan tentang keorganisasian yang dipimpin kepada berbagi pihak. Penjelasan ini meliputi keanggotaan, visi dan misi organisasi, tujuan, dan rencana startegis. Thoha (1991) diacu dalam Saleh (2009) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang saat mempengaruhi perilaku orang lain. Terdapat dua gaya kepemimpinan yang ekstrim, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan otoriter dipandang sebagai dasar atas kekuatan posisi dan penggunaan kekuasaan. Sementara itu gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan

26 8 dengan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Menurut Terry dalam Siswanto (2009) terdapat enam tipe kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan pribadi (personal leadership) adalah kepemimpinan yang dilakukan dengan cara kontak pribadi dan instruksi disampaikan secara oral atau langsung pada anggota. Gaya kepemimpinan ini sering dianut oleh organisasi kerena kompleksitas bawahan maupun kegiatan sangatlah kecil, sehingga dalam pelaksanaan selain mudah juga sangat efektif dilakukan tanpa mengalami prosedural yang berbelit-belit. Kepemimpinan nonpribadi (nonpersonal leadership) adalah kepemimpinan yang mengacu pada segala peraturan dan kebijakan yang berlaku pada organisasi dengan menggunakan media nonpribadi untuk melaksanakan instruksi dan program yang ada sehingga pendelegasian kekuasaan sangat berperan penting. Kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership) adalah pemimpin yang bertipe otoriter, bekerja secara sungguhsungguh, teliti, cermat, dan sesuai kebijakan yang ada. Meskipun sedikit kaku, segala instruksi harus dipatuhi oleh para anggotanya, para anggota tidak berhak untuk mengomentari karena pemimpin beranggapan bertindak sebagai orang yang akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi. Kepemimpinan demokratis (democratif leadership) adalah kepemimpinan yang beranggapan bahwa setiap anggota organisasi adalah sama dan secara bersama-sama bertanggung jawab pada organisasi. Agar tanggung jawab tersebut dirasakan oleh setiap anggota maka setiap anggota berpartisipasi dalam setiap kegiatan perencanaan, pelaksanan, dan pengevaluasian agar mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership) adalah kepemimpinan yang dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kekerabatan dalam hubungan antara pemimpin dengan organisasi dan bertujuan untuk melindungi dan memberikan arahan, tindakan, dan perilaku. Kepemimpinan bakat (indigenous leadership) merupakan kepemimpinan yang biasanya muncul dari kelompok informal yang didapatkan dari pelatihan meskipun tidak langsung atau diperoleh melalui keturunan. Mouton (1964) diacu dalam Siswanto (2009) membagi lima gaya kepemimpinan, yaitu: Tandus (improverished) adalah gaya kepemimpinan yang

27 9 memakai usaha seminim mungkin untuk menyelesaikan suatu masalah guna mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Perkumpulan (country club) adalah gaya kepemimpinan yang menumpahkan perhatian kepada anggota untuk memuaskan hubungan yang menggairahkan baik secara hubungan sesama anggota dan tempat kerja serta suasana organisasi yang bersahabat. Tugas (task) adalah gaya kepemimpinan yang mengefisiensikan hasil kerja yang diperoleh dari kondisi kerja yang tersusun dengan mengurangi campur tangan elemen manusia sampai pada tingkat minimum. Jalan tengah (middle of road) adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kecakapan organisasi yang memadai dimana usaha dan memungkinkan membuat keseimbangan di antara kerja yang dilakukan sambil memperhatikan semangat anggota pada tingkat memuaskan. Tim (team) adalah gaya kepemimpinan yang diperoleh dari persetujuan (commited) anggota yang saling bergantung pada pegangan umum (common stake) dan sesuai dengan tujuan organisasi sehingga menjurus pada hubungan keyakinan dan penghargaan. Pada mahasiswa setiap kelompok akan memilih tipe pemimpinnya sendiri yang cocok dengan ambisi-ambisi kelompok. Sebaliknya, pribadi pemimpin akan menentukan semangat kelompok yang dipimpinnya. Menurut Kartono (2011) tipe pemimpin mahasiswa dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: otoriter atau otoritatif, demokratis, dan laissez faire. Otoriter adalah kepemimpinan yang bersifat keras, tidak boleh disanggah, dan mengharuskan. Kekuasaan berlangsung lewat kekuatan dan penekanan kepada anggotanya. Komunikasi berlangsung satu arah, yaitu dari atasan kepada bawahan. Demokratis adalah kepemimpinan yang berdasarkan interaksi dan kerjasama, kebebasan yang teratur, pemberian kesempatan kepada semua anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif dan menyumbangkan ide-ide yang konstruktif. Semua keputusan direncanakan dan ditentukan bersama-sama. Laissez faire adalah Kepemimpinan yang membiarkan semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing anggota bergerak sendiri-sendiri. Praktik Kepemimpinan Kouzes dan Posner (2005) menjelaskan seorang pemimpin akan melakukan satu hal yaitu mewujudkan keinginan anggota dengan menghubungkan

28 10 melalui ekspektasi yang ada. Kepemimpinan merupakan proses antara pemimpin dan anggota sehingga setiap keputusan selalu berdasarkan hubungan tersebut. Pemimpin perlu menjalankan kepemimpinan dengan baik dalam sebuah praktik kepemimpinan dan membagi praktik kepemimpinan menjadi lima dimensi yaitu: Tantangan dalam menjalankan proses adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mencari dan mengidentifikasi peluang untuk berubah dan untuk bereksperimen dan mengambil risiko untuk membawa perubahan. Para pemimpin juga menciptakan lingkungan yang baik serta menghasilkan dan mendukung inovasi dalam diri sendiri dan organisasi. Kemampuan menginspirasi visi adalah kemampuan seorang pemimpin, bersama-sama untuk membayangkan masa depan yang membangkitkan semangat yang lebih baik bagi dia atau organisasi. Selain itu, kapasitas seorang pemimpin untuk mendorong, memotivasi, dan menghasilkan kegembiraan pada orang lain tentang tujuan tertentu atau masa depan organisasi. Mengajak orang lain untuk bertindak adalah kemampuan pemimpin untuk menghasilkan suasana saling percaya dan menghormati dalam organisasi. Selain itu, kemampuan seorang pemimpin untuk menciptakan lingkungan tim yang terasa seperti keluarga sehingga anggota merasa menjadi bagian dari organisasi. Mahasiswa sebagai panutan adalah kemampuan pemimpin sebagai panutan seperangkat prinsip dan nilai-nilai, serta mendorong individu dalam organisasi untuk menerima prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ada pada anggota organisasi. Selain itu, pernyataan ini berhubungan dengan kemampuan seorang pemimpin untuk merencanakan prestasi tambahan yang mengatur tempat untuk kesuksesan masa depan dan pencapaian tujuan. Memotivasi adalah kemampuan pemimpin untuk mengakui kontribusi individu dan menunjukkan kebanggaan pada prestasi tim. Memotivasi ditandai dengan petunjuk ringkas, dorongan yang cukup besar, perhatian pribadi, dan membangun umpan balik Kecerdasan Emosi Kecerdasan akademis atau kognitif tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang tinggi juga tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, dan kebahagiaan hidup. Sekolah

29 11 dan kebudayaan saat ini lebih menitikberatkan pada kemampuan akademis, mengabaikan kecerdasaan emosional yaitu serangkaian ciri-ciri karakter yang juga mempunyai pengaruh besar pada nasib manusia. Menurut Salovey dan Mayer diacu dalam Papalia et al. (2008) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan perasaan orang lain. Seorang peneliti bernama Gardner dalam Goleman (2002) menyebutkan tentang adanya kecerdasan pribadi. Menurut Gardner kecerdasan pribadi dibagi menjadi kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain. Sedangkan untuk kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang saling berhubungan, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan intrapribadi dimaksudkan mencari jati diri dan menggunakan jati diri tersebut sebagai alat untuk menempuh hidup dengan efektif. Hatch dan Gardner dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa dalam kecerdasan antarpribadi tersusun atas komponen dasar, yaitu: mengorganisir kelompok, merundingkan pemecahan, hubungan pribadi, dan analisis sosial. Mengorganisasi kelompok adalah keterampilan dasar seorang pemimpin yang dapat mengoordinasikan pergerakan seseorang. Merundingkan pemecahan adalah kamampuan seseorang untuk mencegah konflik dan menyelesaikan konflik yang terjadi. Hubungan pribadi adalah kemampuan yang dapat mengenali serta merespon dengan tepat perasaan dan keprihatinan orang lain. Analisis sosial adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi perasaan, motif, dan keprihatinan seseorang. Komponen antarpribadi dibangun atas kecerdasan emosional sehingga seseorang dapat menggunakan keterampilan lain, termasuk intelektual yang belum terasah. Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovero yang berarti bergerak menjauh dan semua emosi pada dasarnya berupa dorongan untuk bertindak. Thorndike diacu dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa salah satu aspek kecerdasan emosional, yaitu kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Hal ini menunjukkan dalam kesuksesan hidup seseorang memerlukan adanya kecerdasan emosi dan sosial yang saling berdampingan. Goleman (2002) membagi kecerdasan emosional menjadi lima bagian utama, yaitu:

30 12 1. Kesadaran emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan atau emosi diri sendiri serta dapat memantau perasaan dari waktu ke waktu dan merupakan dasar kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri sendiri yang sesungguhnya membuat seseorang berada dalam kekuasaan perasaan. Seseorang yang memiliki keyakinan lebih mengenai perasaan diri dapat memiliki kepekaan akan emosi diri. Selain itu, mengenali emosi diri sangat berperan dalam pengambilan keputusan masalah pribadi dan orang lain (Goleman 2002). 2. Mengelola emosi merupakan penanganan perasaan agar dapat terungkap dengan tepat dan sangat tergantung pada kesadaran emosi. Kemampuan ini meliputi cara menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan dan kemurungan. Seseorang yang tidak mampu mengelola emosi akan terus berada pada perasaan murung, sedangkan bagi yang mampu akan dapat bangkit dari keterpurukan dalam menjalani kehidupan. Pengelolaan emosi diri juga mampu menahan diri pada kepuasan yang berlebihan dan dapat mengendalikan dorongan hati (Goleman 2002). 3. Memotivasi diri adalah alat yang sangat penting dan berkaitan dengan memberikan perhatian, memotivasi dan menguasai diri sendiri serta berkreasi. Selain itu, penempatan emosi dapat menjadi landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Memotivasi juga mampu menyesuaikan diri melalui kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Seseorang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun (Goleman 2002). 4. Mengenali emosi orang lain (empati) adalah kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain. Goleman (200) menyebutkan empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang pada emosi diri maka semakin terampil membaca perasaan. Pada masa remaja rasa empati menjadi dasar dorongan keyakinan moral untuk melawan ketidakadilan. Setiap hubungan kepedulian berasal dari perasaan emosional yaitu berempati. Empati berbeda dengan simpati, Goleman (2002) menyebutkan bahwa berempati merupakan penempatan diri pada perasaan orang lain dan ikut merasakannya. Seseorang yang berempatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang

31 13 tersembunyi dan mengisyaratkan sesuatu yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain (Goleman 2002). 5. Membina hubungan merupakan kemampuan menangani emosi orang lain. Dasar membina hubungan berasal dari pengungkapan dan pengendalian emosi diri. Membina hubungan merupakan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi sehingga mampu menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang lain merasa nyaman (Goleman 2002). Kecerdasan Sosial Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan memahami orang lain sehingga memunculkan sikap kepedulian pada orang lain (Buzan 2002). Goleman (2007) berpendapat bahwa kecerdasan sosial terbagi atas dua bagian, yaitu: kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial merujuk pada sesuatu yang merentang secara langsung sehingga dapat merasakan keadaan batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikiran dalam situasi sosial yang rumit. Kesadaran sosial meliputi empat hal yaitu empati, penyelarasan, ketepatan empatik, dan kognisi sosial. Empati merupakan bagian dari kecerdasan emosi. Empati dasar yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain serta dapat merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal. Dalam sebuah penelitian dijelaskan bahwa perempuan cenderung lebih baik pada dimensi empati daripada laki-laki. Selain itu, empati dapat terasah oleh keadaan hidup dari waktu ke waktu. Penyelarasan adalah keadaan sesaat setelah empati yang berguna untuk memperlancar hubungan baik dengan orang lain. Ketepatan empatik adalah kecakapan paling esensial dari kecerdasan sosial. William Ickes dalam Goleman (2002) menyatakan bahwa ketepatan empatik dibangun diatas empati dasar namun dapat merasakan dan memikirkan perasaan orang lain. Kognisi sosial adalah pengetahun seseorang untuk dapat memahami lingkungan sosial bekerja. Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial sehingga memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasiltas sosial meliputi empat hal, yaitu: sikronisasi, presentasi diri, pengaruh, dan kepedulian.

32 14 Sikronisasi adalah sutau bentuk interaksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Sebagai landasan fasilitas sosial, sikronisasi adalah batu pondasi yang menjadi landasan dibangunnya apsek-aspek lain. Presentasi diri adalah mempresentasikan diri seseorang secara efektif. Salah satu aspek dari mempresentasikan diri adalah adanya karisma. Karisma seseorang pemimpin yang hebat terletak pada kemampuan untuk menyalakan emosi dalam diri sendiri dan orang lain. Pengaruh adalah hasil dari interaksi sosial yang memadukan pengendalian diri dengan empati (merasakan perasaan orang lain) dan kognisi sosial (mengetahui norma-norma yang berlaku dalam suatu situasi). Kepedulian adalah perasaan peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal tersebut. Mahasiswa Mahasiswa adalah sebutan seseorang yang sedang mengikuti pendidikan tinggi setelah lulus pada pendidikan sekolah menengah atas. Menurut Sarwono (2010) mendefinisikan mahasiswa secara umum adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh status selalu berkaitan dengan perguruan tinggi. Selain itu menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) menjelaskan seseorang memasuki usia mahasiswa pada usia 18 tahun dan termasuk dalam tahapan remaja lanjut. Pada mahasiswa tidak ada batasan usia karena seseorang yang menjalani pendidikan pada program ekstensi ataupun pascasarjana yang sebagian besar termasuk dalam tahapan usia dewasa juga disebut mahasiswa. Mahasiswa merupakan bagian dari fase dewasa awal. Dewasa berasal dari bahasa latin yaitu adultus yang mempunyai arti telah menjadi dewasa. Dewasa awal dimulai pada umur tahun dan mulai menunjukkan adanya perubahan fisik dan psikologis (Hurlock 1980). Pada fase dewasa awal banyak sekali perubahan yang dialami seseorang, antara lain perubahan emosi dan sosial. Pada perubahan emosi seseorang yang memasuki tahap dewasa awal terutama saat menjadi mahasiswa lebih cenderung memiliki sifak sebagai pemberontak dan ingin menjadikan hal ideal menurutnya. Perubahan sosial yang dialami seseorang pada fase dewasa awal adalah lebih banyak kelompok sosial yang dimiliki. Pada saat remaja seseorang memiliki kelompok tersendiri dan adanya faktor keterbukaan maka pada fase dewasa awal akan lebih banyak (Hurlock 1980).

33 15 Menurut Erikson diacu dalam Santrock (2003) menjelaskan bahwa fase dewasa merupakan fase intimasi versus isolasi, yaitu fase seseorang yang memiliki tugas perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain. Saat seseorang tidak bisa menemukan jati diri maka sebagai akibatnya adalah isolasi diri yang menyebabkan kehilangan jati diri pada orang lain.

34 16

35 17 KERANGKA PEMIKIRAN Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang. Gaya kepemimpinan merupakan sifat seseorang yang cenderung dugunakan untuk mempengaruhi seseorang. Dalam pelaksanaan organisasi terdapat berbagai macam gaya yang sering kali melandasi kepemimpinan pimpinan lembaga kemahasiswaan. Gaya kepemimpinan pada mahasiswa secara umum dibagi atas tiga gaya yaitu: gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, dan laissez faire. Selain memiliki gaya kepemimpinan, seseorang juga memiliki praktik kepemimpinan yang berbeda dalam menjalankan sebuah organisasi. Praktik kepemimpinan terbagi menjadi lima dimensi, antara lain: tantangan dalam menjalankan proses, kemampuan menginspirasi visi, mengajak orang lain untuk bertindak, mahasiswa sebagai panutan, dan motivasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi praktik kepemimpinan, diantaranya kecerdasan emosional-sosial pada diri seseorang. Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam pengembangan hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi terbagi atas lima bagian yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (kesadaran sosial), dan membina hubungan dengan orang lain (fasilitas sosial). Perkembangan kecerdasan emosi-sosial pada ketua kelembagaan dapat dipengaruhi oleh diri sendiri dan lingkungan luar. pada faktor diri sendiri dipengaruhi oleh jenis kelamin, pengetahuan (IPK), asal suku, usia, jumlah dan lama organisasi, pengeluaran mahasiswa, jumlah saudara, dan urutan kelahiran. Pada lingkungan luar dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.

36 18 KERANGKA PEMIKIRAN 18 Karakteristik mahasiswa Usia Jenis kelamin IPK Suku Kesadaran Jumlah organisasi sosial Fasilitas Lama sosial organisasi Pengeluaran Mahasiswa Jumlah Saudara Urutan Kelahiran Kecerdasan emosi : Kesadaran Emosi Pengelolaan Emosi Motivasi Kesadaran sosial Fasilitas sosial Praktik Kepemimpinan: 1. Tantangan dalam menjalankan proses 2. Kemampuan menginspirasi visi 3. Mengajak orang lain untuk bertindak 4. Mahasiswa sebagai panutan 5. Motivasi orang lain Karakteristik keluarga mahasiswa Tingkat pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Besar keluarga Gambar 1 Kerangka Pemikiran Gaya Kepemimpinan 1. Otoriter 2. Demokratis 3. Laissez faire

37 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cepat, lengkap serta dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan (Arikunto 2010). Lokasi penelitian dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IPB merupakan salah satu perguruan tinggi negeri terbaik dan memiliki berbagai prestasi di bidang non-akademik. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juni 2012 berupa pengambilan data. Contoh dan Teknik Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah para pemimpin lembaga mahasisiwa S1 kampus IPB Darmaga, Kabupaten Bogor. Ketua diambil sebagai contoh dikarenakan tugas ketua sebagai penentu kebijakan dan keputusan pada sebuah organisasi. Populasi diperoleh dari daftar lembaga kemahasiswaan yang dimiliki Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM). Teknik penarikan contoh dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh contoh dengan sengaja sebanyak 94 lembaga kemahasiswaan yang terdiri atas ketua 94 orang pada perode Pada saat penelitian berlangsung contoh yang dapat diambil sebanyak 92 ketua. Dua lembaga yang lainnya tidak dapat diambil dikarenakan satu lembaga sudah tidak aktif dan satu lembaga tidak mengembalikan kuesioner yang sudah dikirim sampai batas kesepakatan. Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi dari mahasiswa yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kuesioner dikembangkan oleh peneliti berdasarkan berbagai penelitian terdahulu yang serupa dan melalui konsep teoritis. Data sekunder adalah gambaran umum lokasi penelitian dan data mengenai mahasiswa yang diperoleh dari literatur. Cara pengumpulan data dilakukan melalui self report oleh mahasiswa secara langsung.

38 20 Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1 dengan menggunakan kuesioner. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Jenis Data Variabel Skala Data Sumber Primer Karakteristik Mahasiswa Usia Rasio Jenis kelamin Nominal IPK Rasio Jurusan Nominal Suku Nominal Primer Karakteristik Keluarga Mahasiswa Lama pendidikan orangtua Rasio Pekerjaan orangtua Nominal Urutan kelahiran Nominal Besar keluarga Rasio Primer Kecerdasan Emosi Dikembangkan Kesadaran emosi dari Latifah Ordinal Pengelolaan emosi (2009) Ordinal Motivasi diri Ordinal Primer Kecerdasan Sosial Dikembangkan Kesadaran sosial oleh Wulandari Ordinal Fasilitas sosial (2011) Ordinal Primer Praktik Kepemimpinan Tantangan proses Ordinal Dikembangkan Inspirasi visi Ordinal dari Kouzes & Mengajak bertindak Ordinal Posner (2005) Mahasiswa panutan Ordinal Motivasi Ordinal Primer Gaya Kepemimpinan Dikembangkan Otoriter Ordinal dari Dubrin Demokratis Ordinal (2002) Laissez faire Ordinal Kecerdasan emosi diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran kecerdasan emosi remaja yang dikembangkan oleh Latifah (2009), yang terdiri dari lima subskala, yaitu kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan. Pada penelitian ini hanya menggunakan tiga subskala yaitu kesadaran emosi diri yang terdiri atas 12 pertanyaan (enam pertanyaan positif dan enam pertanyaan negatif), pengelolaan emosi diri yang terdiri atas 12 pertanyaan (enam pertanyaan positif dan enam pertanyaan negatif), dan motivasi diri terdiri atas 12 pertanyaan (delapan pertanyaan positif dan empat pertanyaan negatif). Kecerdasan sosial diukur dengan menggunakan alat ukur

39 21 yang diadaptasi dari instrumen pengukuran kecerdasan sosial yang dikembangkan oleh Wulandari (2009), terdiri atas 20 item pernyataan yang termasuk ke dalam unsur kesadaran sosial ( delapan penyataan negatif dan 13 pernyataan positif) dan 23 item pernyataan yang termasuk ke dalam unsur fasilitas sosial (enam penyataan negatif dan 17 pernyataan positif). Alat ukur praktik kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen S-LPI ( Student Leadership Practices Inventory) yang diciptakan oleh Kouzes dan Posner (2005) yang dimodifikasi, terdiri atas 30 pernyataan positif. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entry, cleaning, dan analyzing. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excell dan SPSS. Data pengukuran dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan uji korelasi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui sebaran usia, jenis kelamin, IPK, suku, usia keluarga, pekerjaan anggota keluarga, pendapatan keluarga, besar keluarga mahasiswa. Uji Crosstabs (untuk data nominal) dan uji korelasi Pearson (untuk data rasio) digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dan keluarga dengan skor total kecerdasan emosi dan kecerdasan sosial. Selain itu, uji korelasi akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa. Sebelum penggunaan kuesioner dilakukan uji coba kuesioner untuk mengetahui reliabilitas kuesioner. Pengukuran reliabilitas dilihat dari nilai Alpha Cronbach. Pada hasil reliabilitas kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut, dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur kecerdasan emosi sebesar 0,835, dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur kecerdasaan sosial sebesar 0,866, dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur praktik kepemimpinan atau inventori kepemimpinan sebesar 0,883, dan dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur gaya kepemimpinan sebesar 0,627. Kecerdasaan emosi terdapat lima bagian, yaitu: kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan. Pada penelitian ini bagian yang digunakan adalah kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, dan motivasi diri. Sedangkan empati dan seni membina hubungan

40 22 telah tergabung pada kecerdasan sosial berupa kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan emosi diukur dengan menggunakan jawaban yang dikelompokkan menjadi sangat setuju (skor 5), setuju (skor 4), ragu-ragu (skor3), setuju (skor2), dan sangat tidak setuju (skor 1). Kecerdasan sosial diukur dengan menggunakan jawaban yang dikelompokkan menjadi tidak pernah (skor 1), hampir tidak pernah (skor 2), kadanga-kadang (skor 3), sering (skor 4), dan sangat sering (skor 5). Pada gaya kepemimpinaan terbagi atas empat jawaban, yaitu : tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3), dan sangat sering (skor 4). Praktik kepemimpinan terbagi menjadi lima jawaban, yaitu: Jarang (skor 1), sesekali (skor 2), kadang-kadang (skor 3), sering (skor 4), dan sangat sering (skor 5). Pada setiap pengkategorian (interval) setiap variabel dilakukan dengan membagi manjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan interval kategori tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut : Selanjutnya, pembagian kategori adalah sebagai berikut: a. Rendah: skor minimum x skor minimum + IK b. Sedang: skor minimum + IK x skor minimum + 2 IK c. Tinggi: skor minimum + 2 IK x skor maksimum Variabel Jenis Kelamin Usia (tahun) Fakultas Tabel 2 Cara pengkategorian variabel Kategori Karakteristik Mahasiswa 1=laki-laki 2=perempuan 1=remaja akhir (19-20th) 2=dewasa awal ( 21th) 0=TPB 1=FAPERTA 2=FKH 3=FPIK 4=FAPET 5=FAHUTAN 6=FATETA 7=MIPA 8=FEM 9=FEMA

41 23 Variabel Suku Indeks Prestasi Komulatif Kategori 1=sunda 2=jawa 3=batak 4=Bugis 5=aceh 6=lainnya - kurang ( 2,50) - cukup (2,51-2,75) - baik (2,76-3,50) - sangat baik ( 3,51) Pengeluaran (Rp.) - rendah (Rp ) - sedang (Rp ) - tinggi (Rp ) Jumlah organisasi - rendah (1-4,6) - sedang (4,7-8,2) - tinggi (8,3-12) Lama organisasi (tahun) - rendah (2-4,3) - sedang (4,4-6,6) - tinggi (6,7-9) Karakteristik Keluarga Mahasiswa Pendidikan Orangtua (tahun) Pekerjaan Orangtua Besar keluarga Urutan kelahiran - rendah ( 6thn) - sedang (7-12th) - tinggi (>12th) 1=PNS/IRT 2=karyawan 3=wiraswasta 4=guru 5=dosen 6=petani 7=buruh 8=pensiunan 9=lainnya - kecil ( 4 orang) - sedang (5-7 orang) - besar (>7 orang) -1=sulung -2=tengah -3=bungsu -4=tunggal Kecerdasan Emosi - rendah (36-84) - sedang (85-133) - tinggi ( ) Kecerdasan Sosial - rendah (43-100) - sedang ( ) - tinggi ( ) Praktik Kepemimpinan - rendah (30-70) - sedang (71-110) - tinggi ( )

42 24 Definisi Operasional Mahasiswa adalah seseorang usia tahun yang berada minimal pada semester satu dan menduduki jabatan sebagai ketua lembaga kemahasiswaan Usia adalah usia mahasiswa pada saat pengambilan data ketika penelitian dilakukan (dalam tahun) Jenis Kelamin adalah identitas biologi yang membedakan tiap individu (laki-laki atau perempuan) Indeks Prestasi Akademik (IPK) adalah gambaran mengenai penguasaan mahasiswa terhadap materi kuliah yang diberikan. Prestasi akademik diukur dengan meggunakan Indeks Prestasi Kumulatif mahasiswa hingga semester terakhir dengan skor 1-4. Semakin tinggi nilai maka semakin baik prestasi akademik mahasiswa. Lembaga kemahasiswaan adalah organisasi mahawasiswa S1 yang resmi diakui oleh IPB sebanyak 94 organisasi. Jumlah saudara adalah banyaknya anak dalam satu keluarga inti. Jumlah organisasi adalah banyaknya organisasi yang pernah diikuti oleh pimpinan kelembagaan sejak SMP sampai dengan perguruan tinggi. Lama organisasi adalah lama (tahun) para pimpinan kelembagaan pernah berkecipung dalam suatu organisasi. Urutan kelahiran adalah susunan anak lahir hidup dalam keluarga mahasiswa. Tingkat pendidikan orangtua adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh ayah dan ibu mahasiswa. Pengeluaran mahasiswa adalah jumlah pengeluaran mahasiswa tiap bulan yang digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup selama kuliah. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengetahui dan menangani perasaan sendiri dengan baik serta yang mampu membaca dan menghadapi perasaan

43 25 orang lain dengan efektif. Goleman (2002) membagi kecerdasan emosi dalam lima wilayah yaitu: Kesadaran emosi diri adalah kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Pengelolaan emosi diri dalah kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, dimana hal ini sangat bergantung pada kesadaran diri. Motivasi diri adalah menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Empati adalah kemampuan untuk mengenali emosi orang lain. Seni membina hubungan adalah keterampilan mengelola emosi orang lain. Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Unsur kecerdasan sosial meliputi kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Praktik kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dengan segala kelebihan dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan visi misinya dengan perasaan tidak terpaksa. Kouzes dan Posner (2007) membagi praktik kepemimpinan menjadi lima subskala yaitu mahasiswa panutan, membangun motivasi, mengajak orang lain bertindak, menginspirasi visi, dan tantangan dalam menjalankan proses. Gaya Kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Kartono (2011) membagi gaya kepemimpinan menjadi tiga yaitu : Otoriter adalah kepemimpinan yang bersifat keras, tidak boleh disanggah, dan mengharuskan.

44 26 Demokratis adalah kepemimpinan yang berdasarkan intraksi dan kerjasama, kebebasan yang teratur, pemberian kesempatan kepada semua anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif dan menyumbangkan ide-ide yang konstruktif. Laissez faire adalah kepemimpinan yang membiarkan semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing anggota bergerak sendiri-sendiri.

45 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kampus IPB Dramaga mempunyai luas 267 hektar yang digunakan sebagai kantor rektorat dan pusat kegiatan belajar-mengajar S1, S2, dan S3. Kampus IPB Baranangsiang Bogor dengan luas 11,5 hektar digunakan sebagai pusat kegiatan penelitian dan pemberdayaan masyarakat serta pendidikan pascasarjana eksekutif. Kampus IPB Gunung Gede Bogor (14,5 ha) digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan manajemen dan bisnis yang akan dilengkapi dengan techno-park. Kampus IPB Cilibende Bogor (3,2 ha) sebagai pusat kegiatan pendidikan vokasional diploma dan kampus IPB Taman Kencana Bogor (3,4 ha) direncanakan untuk pendirian rumah sakit internasional. IPB juga menyediakan student dormitory sebagai bentuk perhatiaan kepada mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dengan kapasitas orang. Mahasiswa selain TPB disediakan asrama dengan kapasitas mencapai 500 orang. Selain itu, IPB mempunyai fasilitas penunjang lainnya yaitu bus kampus, sepeda, sarana ibadah, gedung olahraga (Gymnasium), Pusat Kegiatan Mahasiswa (Student Centre), Plaza Akademik, peralatan kesenian, poliklinik, serta terdapat beberapa Bank, ATM, dan Kantor Pos yang terletak di sekitar kampus IPB. IPB selain memberikan perhatian pada mahasiswa TPB juga menyediakan sarana pengembangan diri bagi mahasiswa secara keseluruhan. Pembentukan organisasi sesuai minat bertujuan untuk memberikan pembekalan keterampilan softskill guna menunjang keberadaan keterampilan hardskill yang didapat pada saat kuliah. Pada Tahun 1998 di Cisarua Bogor terjadi kongres mahasiswa IPB yang menghasilkan sistem pemerintahan mahasiswa yang dikenal sebagai Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (KM IPB). Undang-undang Dasar Keluarga Mahasiswa IPB (UUD KM IPB) menyebutkan bahwa KM IPB merupakan wadah mahasiswa di tingkat perguruan tinggi dan merupakan kelengkapan non-struktural pada perguruan tinggi yang berhubungan secara kemitraan dengan institusi. Dalam pembentukan KM IPB sistem pemerintahan mahasiswa tidak menganut secara penuh sistem trias politica yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif (MPM KM IPB 2012).

46 28 Saat ini untuk mahasiswa S1, IPB memiliki 94 lembaga kemahasiswaan yang terdiri dari 12 lembaga legislatif yaitu satu Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (MPM KM IPB), satu Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM KM IPB), dan 10 DPM yang berada di fakultas dan TPB. Sebelas lembaga eksekutif atau BEM yang terdiri dari satu BEM KM IPB dan sepuluh BEM yang berada di fakultas dan TPB. Tiga puluh tiga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang terbagi atas keagamaan, bela diri, kesenian, olahraga, dan bidang khusus. Tiga puluh delapan Himpunan Profesi (Himpro) berada pada setiap jurusan di semua fakultas yang digunakan untuk menyalurkan minat serta profesi mahasiswa. Karakteristik Mahasiswa Jenis Kelamin Hampir seluruh mahasiswa (95,7%) berjenis kelamin laki-laki dan sisanya (4,3%) berjenis kelamin perempuan. Tabel 3 menunjukkan mahasiswa laki-laki masih mendominasi dan dipercaya untuk memegang kursi kepemimpinan. Hal ini diduga karena ketua kelembagaan cocok dipegang oleh seorang laki-laki daripada perempuan. Menurut Santrock (2003), perempuan sering distereotipekan kurang berkompeten daripada laki-laki. Selain itu, banyak perempuan yang lebih disosialisasikan dengan peran mengurus keluarga dibandingkan dengan peran yang berhubungan dengan prestasi atau karir. Hurlock (1980) menyebutkan bahwa kurangnya rasa percaya diri, tidak adanya motivasi yang kuat untuk menjadi pemimpin menyebabkan lebih sedikit pemimpin perempuan pada setiap bidang kehidupan orang dewasa. Usia Rentang umur mahasiswa berkisar 19 sampai 23 tahun. Tabel 3 menunjukkan hampir duapertiga mahasiswa (60,9%) memiliki umur lebih dari sama dengan 21 tahun atau memasuki fase dewasa awal sedangkan lebih dari sepertiga mahasiswa (39,2%) berada pada fase remaja akhir dengan kisaran umur antara tahun. Banyak ahli perkembangan menyatakan bahwa kisaran umur tersebut merupakan fase remaja akhir atau late adolescence (18-22 tahun) menuju fase dewasa awal atau early adulthood (20-30 tahun). Fase perubahan tersebut membawa dampak dalam pembentukan kemandirian pribadi sehingga

47 29 perkembangan karir menjadi lebih penting daripada waktu remaja (Santrock 2003). Menurut Mappiare (1983), dewasa awal merupakan fase yang memiliki minat dan keinginan untuk lebih berarti dan berguna bagi lingkungan masyarakat sehingga pada fase tersebut sering kali memiliki peranan sebagai pemimpin, pengatur, atau sebagai anggota dalam sebuah organisasi. Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan umur Variabel Jumlah n % Jenis Kelamin Laki-laki 88 95,7 Perempuan 4 4,3 Total ,0 Umur (tahun) Remaja akhir (19-20) 36 39,2 Dewasa awal ( 21) 56 60,9 Total ,0 Min-Maks (tahun) Rata-rata±SD (tahun) 20,6±0,85 Asal Fakultas Fakultas menurut kamus bahasa Indonesia adalah bagian perguruan tinggi yang mempelajari suatu bidang ilmu yang terdiri atas beberapa jurusan. Hampir seperempat (22,8%) mahasiswa berasal dari Fakultas Teknik Pertanian (FATETA) sedangkan persentase terendah (2,2%) berasal dari TPB. Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas dapat dilihat pada Tabel 4. Suku Persentase terbesar suku bangsa mahasiswa yang mendominasi adalah suku Sunda dan Jawa. Hampir separuh mahasiswa (45,7%) berasal dari suku Sunda dan lebih dari seperempat mahasiswa (27,2%) berasal dari suku Jawa. Hal ini dikarenakan keberadaan kampus IPB di wilayah Jawa Barat yang mayoritas bersuku Sunda. Sebaran mahasiswa berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 4.

48 30 Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas, suku, dan IPK Variabel Jumlah n % Asal Fakultas TPB 2 2,2 FAPERTA 9 9,8 FKH 7 7,6 FPIK 10 10,9 FAPET 6 6,5 FAHUTAN 8 8,7 FATETA 21 22,8 FMIPA 10 10,9 FEM 13 14,1 FEMA 6 6,5 Total ,0 Suku Sunda 42 45,7 Jawa 25 27,2 Batak 4 4,3 Bugis 4 4,3 Aceh 4 4,3 Lainnya 13 14,1 Total ,0 Indeks Prestasi Komulatif (IPK) Kurang ( 2,50) 7 7,6 Cukup (2,51-2,75) 11 12,0 Baik (2,76-3,50) 63 68,5 Sangat baik ( 3,51) 11 12,0 Total ,0 Min-Maks 2,14-3,82 Rata-rata±SD 2,85±0,73 Indeks Prestasi Abdullah (2008) diacu dalam Nurhayati (2011) menjelaskan bahwa prestasi akademik adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Selain itu, Santrock (2003) menjelaskan bahwa tes prestasi adalah tes yang memperlihatkan keterampilan yang sudah dipelajari atau dikuasai seseorang. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah salah satu alat ukur untuk mengetahui prestasi seseorang. IPK merupakan salah satu bentuk hasil penilaian belajar yang diperoleh mahasiswa dalam kurun waktu dan mata kuliah tertentu berdasarkan huruf serta angka selama perkuliahan di kampus IPB (Nurhayati 2011)

49 31 Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa berada kisaran 2.14 sampai 3,82. Lebih dari separuh mahasiswa (68,5%) mempunyai nilai akademik dalam kategori baik, sedangkan persentase terendah (7,6%) mahasiswa mempunyai IPK yang berada pada kategori kurang. Hal ini diduga karena waktu antara organisasi dan akademik yang sering berbenturan. Menurut Santrock (2003) bahwa minat sosial sering kali menyita waktu pada kegiatan akademik atau ambisi pada bidang tertentu dalam menghadapi pencapaian prestasi di bidang lain. Sebaran mahasiswa menurut IPK dapat dilihat pada Tabel 4 di atas. Pengeluaran Pengeluaran mahasiswa diasumsikan dari total pengeluaran pada setiap bulan yang besarnya berkisar antara Rp sampai Rp Biaya pengeluaran mahasiswa berasal dari orangtua dan beasiswa. Lebih dari dua pertiga mahasiswa (67,4%) memiliki pengeluaran kurang dari Rp /bulan, hanya sebagian kecil mahasiswa (3,3%) memiliki pengeluaran lebih dari Rp /bulan. Persentase pengeluaran mahasiswa diduga berhubungan dengan pekerjaan ayah sebagai pensiunan dan ibu sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Pengeluaran mahasiswa sebagian digunakan untuk pangan dan kebutuhan perkuliahan (foto copy dan ATK). Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran mahasiswa perbulan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran Pengeluaran n % Rendah (Rp Rp ) 62 67,4 Sedang (Rp Rp ) 27 29,3 Tinggi (Rp Rp ) 3 3,3 Total ,0 Min-Maks (Rp/bulan) Rata-rata±SD (Rp/bulan) ±274146,46 Jumlah Saudara Lebih dari sepertiga mahasiswa (34.8%) memiliki dua orang saudara. Sementara itu, lebih dari seperempat mahasiswa (29,3%) memiliki satu saudara yang termasuk keluarga kecil dan 2,2 % mahasiswa menjadi anak tunggal. Sebaran jumlah saudara mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 6.

50 32 Urutan Kelahiran Berdasarkan urutan kelahiran, mahasiswa dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu anak tunggal, anak sulung (anak pertama), anak tengah (anak yang lahir diantara anak pertama dan anak terakhir), anak bungsu (anak terakhir). Lebih dari sepertiga mahasiswa (40,2%) merupakan anak sulung. Posisi anak sulung merupakan panutan bagi saudara kandung yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock (2003) yang menyatakan bahwa individu yang lahir terlebih dahulu digambarkan lebih berorientasi dewasa, penolong, mengalah, lebih cemas, mampu mengendalikan diri daripada saudara kandung yang lain. Tuntutan orangtua dan standar yang tinggi dan diterapkan bagi anak sulung dapat membuat anak sulung meraih prestasi yang lebih baik daripada saudara kandung lain. Sebaran mahasiswa berdasarkan urutan kelahiran dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah saudara, urutan kelahiran, jumlah, dan lama organisasi Variabel Jumlah n % Jumlah Saudara Total Urutan Kelahiran Sulung Tengah Bungsu Tunggal Total Jumlah Organisasi Rendah (1-4,6) 41 44,7 Sedang (4,7-8,2) 42 45,6 Tinggi (8,3-12) 9 9,7 Total ,0 Min-Maks 1-12 Rata-rata±SD 5,12±2,39 Lama Organisasi Rendah (2-4,3) 29 31,5 Sedang (4,4-6,6) 42 45,7 Tinggi (6,7-9) 21 22,8 Total ,0 Min-Maks (tahun) 2-9 Rata-rata±SD (tahun) 5,24±1,7

51 33 Jumlah dan Lama Organisasi Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa jumlah organisasi yanng pernah diikuti sejak SMP, hampir separuh mahasiswa (45,6%) termasuk dalam kategori sedang dan 44,7 persen mahasiswa termasuk dalam kategori rendah. Sementara itu, hanya 9,7 persen mahasiswa termasuk dalam kategori tinggi. Lama organisasi yang pernah diikuti mahasiswa berkisar antara 2 sampai 9 tahun. Hampir separuh mahasiswa (45,7%) berada pada kategori sedang, namun hampir seperempat mahasiswa (22,8%) berada pada kategori tinggi. Mappiare (1983) menyebutkan bahwa perkembangan jabatan (kepemimpinan) akan seirama dengan terjadinya perkembangan dalam diri manusia. Karakteristik Keluarga Mahasiswa Pendidikan Orangtua Tabel 7 menunjukkan pendidikan orangtua mahasiswa berkisar dari tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Hampir sepertiga ayah mahasiswa (30.4%) telah menempuh pendidikan selama 18 tahun atau setara dengan sarjana (S1) dan 1,1% ayah mahasiswa tidak bersekolah. Lebih dari sepertiga (33,7%) ibu mahasiswa berlatar belakang sarjana (S1) atau menempuh pendidikan selama 8 tahun. Sementara itu, hampir seperempat ibu mahasiswa (23,9%) berlatar belakang SMA dan 1,1% tidak tamat SD. Pendidikan ayah dan ibu paling tinggi berada pada jenjang S3 dengan kisaran lama pendidikan adalah 20 tahun. Pada jenjang pendidikan ayah terendah adalah tidak sekolah dan jenjang pendidikan ibu terendah adalah tidak tamat SD dengan lama pendidikan empat tahun. Pendidikan ayah mahasiswa memiliki persentase yang sama antara pendidikan tamat SD dengan SMA sebesar 18,5 persen. Sedangkan pada pendidikan ibu persentase tersebar antara pendidikan SMP sampai sarjana sehingga pendidikan ibu lebih baik daripada pendidikan ayah tetapi untuk jenjang pendidikan lanjut S2 dan S3 lebih besar diperoleh ayah mahasiswa daripada ibu mahasiswa. Lebih dari separuh ayah dan ibu mahasiswa memiliki lama pendidikan dalam kategori tinggi. Gunarsa & Gunarsa (2008) menyatakan tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, kerangka berpikir persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Tingkat pendidikan secara langsung dan

52 34 tidak langsung akan menentukan kualitas komunikasi dalam keluarga. Orangtua yang berpendidikan tinggi akan lebih mampu mengikuti perkembangan masyarakat dan informasi daripada orangtua yang berpendidikan rendah. Selain itu, orangtua dengan pendidikan yang tinggi mampu memberikan kualitas pengasuhan yang baik sehingga berkembangan dengan baik. Pekerjaan Orangtua Seperempat ayah mahasiswa (25%) bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan lebih dari sepertiga ayah mahasiswa (37%) bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta. Hampir separuh ibu mahasiswa (47,8%) bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan hampir sepertiga ibu mahasiswa (32,6%) bekerja sebagai PNS dan wiraswasta. Sebaran pekerjaan orangtua disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua Variabel Ayah Ibu n % n % Pendidikan Orangtua Tidak sekolah / Lulus SD SMP SMA Diploma S S S Total Pekerjaan Orangtua PNS 23 25, ,7 Karyawan ,4 Wiraswasta ,9 Guru ,8 Dosen ,0 Petani ,1 Buruh ,0 Pensiunan ,0 IRT 0 0, ,8 Lainnya ,3 Total ,0 Besar Keluarga Menurut Burgess dan Locke (1960) diacu dalam Guhardja et al. (1992) menyebutkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang

53 35 terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, pernikahan, dan adopsi. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Berdasarkan BKKBN (1998) besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang, keluarga sedang dengan anggota keluarga antara lima sampai tujuh orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga lebih dari tujuh orang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besar keluarga mahasiswa berkisar antara 3 sampai 12 orang. Lebih dari separuh keluarga mahasiswa (59,8%) memiliki keluarga dengan kategori sedang, hampir sepertiga mahasiswa (31,5%) pada keluarga kecil, dan sisanya (8,7%) berada pada keluarga dengan kategori besar. Sebaran besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Jumlah n % Keluarga Kecil ( 4 orang) Keluarga Sedang (5 s/d 7 orang) Keluarga Besar (>7 orang) Total Kecerdasan Emosi Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang individu dalam mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan (Goleman 2002). Konsep dasar kecerdasan emosi adalah kesuksesan dan kesenangan lebih dari kecerdasan intelektual. Cherniss (1998) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual hanya menyumbangkan 20 persen faktor keberhasilan dalam menjalankan kehidupan. Bradberry dan Greaves (2009) dalam Ingram dan Cangemi (2012) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor utama yang mempengaruhi kemampuan dalam hal pekerjaan dan sekitar 58 persen kemampuan kerja di seluruh dunia dipengaruhi oleh kecerdasan emosi. Tabel 9 memperlihatkan lebih dari dua pertiga mahasiswa (68,5%) memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tinggi, sedangkan kurang dari seperempat mahasiswa memiliki kecerdasan emosi dalam kategori sedang (31,5%). Hal ini berbeda dengan penelitian Nurhayati (2011) yang menyatakan

54 36 bahwa sebagian besar mahasiswa (penerima beasiswa dan reguler) berada pada ketegori sedang. Tabel 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecerdasan emosi Kecerdasan emosi total Jumlah n % Rendah (36-84) 0 0,0 Sedang (85-133) 29 31,5 Tinggi ( ) 63 68,5 Total ,0 Mean±SD 139,73±12,12 Kesadaran emosi Kesadaran diri adalah perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam kesadaran diri, seseorang dapat mengamati dan menggali pengalaman termasuk emosi. Kesadaran diri akan emosi merupakan kecakapan emosional dasar yang melandasi terbentuknya kecakapan-kecakapan lain. Kepekaan akan kesadaran emosi diri akan memudahkan seseorang dalam mengambil keputusan. Seseorang dengan kesadaran emosi diri dapat mengungkapkan emosi yang sedang terjadi sehingga dapat melakukan tindakan untuk mengungkapkan emosi tersebut (Goleman 2002). Tabel 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran emosi Kategori (%) No Pernyataan Raguragu Setuju Tidak Setuju 1 Mengetahui penyebab sedih yang dirasakan 23,9 21,7 3,3 2 Mengungkapkan perasaan sedih/marah 45,7 21,7 32,6 3 Menyadari kekurangan dan kelebihan 92,4 5,4 2,2 4 Mempunyai harga diri walaupun tidak selalu berprestasi 92,4 3,2 4,4 5 Mengungkapkan rasa takut yang dialami 44,6 27,2 28,2 6 Mengetahui hal-hal yang menjadi penyebab rasa 77,2 19,6 3,3 bosan pada diri sendiri 7 Mengetahui penyebab kekesalan yang dirasakan 62 16,3 21,7 8 Percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki 76,1 17,4 6,5 9 Dapat mengungkapkan rasa bahagia yang dialami 69,6 17,4 13,1 10 Menyadari sifat jelek yang dimiliki 52,2 22, Mudah merasa putus asa 5,4 21,7 72,8 12 Sulit mencari kata-kata untuk menjelaskan perasaan yang sedang dirasakan 32,6 23,9 43,5 Tabel 10 diatas menunjukkan hampir seluruh pimpinan kelembagaan (92,4%) setuju untuk menyadari kekurangan dan kelebihan serta mempunyai

55 37 harga diri walaupun tidak berprestasi. Lebih dari tiga perempat mahasiswa mengetahui hal-hal yang menjadi penyebab rasa bosan pada diri sendiri dan percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki. Pengelolaan Emosi Pengelolaan emosi merupakan kemampuan untuk menghadapi badai emosional. Tujuan utama dari pengelolan emosi adalah membentuk keseimbangan emosi bukan menekan emosi sehingga setiap perasaan yang terjadi dapat menimbulkan nilai dan makna. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi (Goleman 2002). Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengelolan emosi Kategori (%) No Pernyataan Raguragu Setuju Tidak Setuju 1. Ingin terlarut dalam kesedihan untuk waktu lama walau memiliki banyak masalah 3,3 4,3 92,4 2. Dapat mengatasi kesedihan yang dialami tanpa melampiaskannya pada hal-hal negatif 75,0 18,5 6,5 3. Membuat perencanaan setiap kegiatan 75,0 20,7 4,4 4. Menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan amarah muncul ketika sedang bad mood 83,7 12,0 2,2 5. Jika melakukan kesalahan, akan menerima hukuman yang diberikan dengan lapang dada 91,3 7,6 1,1 6. Ketika sedang sedih, akan mencari kesibukan lain untuk mengalihkan perhatian dan berusaha 89,2 9,8 1,1 menghibur diri 7. Membalas jika ada teman yang menyakiti 5,4 20,7 73,9 8. Merasa sangat putus asa apabila gagal dalam memimpin organisasi 31,5 15,2 53,2 9. Berteriak/merengek/menangis/marah setiap kali permintaan tidak terpenuhi 2,2 6,5 91,3 10. Sangat kesal jika teman yang telah membuat janji tiba-tiba membatalkan janjinya 52,2 28,3 19,6 11. Dapat menerima perubahan yang terjadi pada diri sendiri ketika menginjak dewasa 85,9 12,0 2,2 12. Jika sedang sedih, seringkali diperlihatkan kesedihan yang sebenarnya di depan umum 10,9 18,5 70,6 Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa tidak mau terlarut lama dalam kesedihan walau memiliki banyak masalah (92,4%), tidak setuju untuk berteriak/menangis/merengek/marah setiap permintaan tidak terpenuhi (91,3%) dan jika melakukan kesalahan, akan menerima hukuman yang diberikan dengan lapang dada (91,3%). Sebagian besar mahasiswa menghindari

56 38 hal-hal yang dapat menimbulkan amarah muncul ketika sedang bad mood (83,7%), ketika sedang sedih, akan mencari kesibukan lain untuk mengalihkan perhatian dan berusaha menghibur diri (89,2%), dan dapat menerima perubahan yang terjadi pada diri sendiri ketika menginjak dewasa (85,9%). Tiga perempat mahasiswa (75%) dapat mengatasi kesedihan yang dialami tanpa melampiaskannya pada hal-hal negatif dan membuat perencanaan setiap kegiatan. Motivasi diri Motivasi adalah kemampuan seseorang untuk mengatur dan menata emosi guna mencapai tujuan. Pada banyak penelitian menyebutkan bahwa keberadaan emosi mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan atau prestasi seseorang. Keberhasilan ini dikarenakan adanya motivasi positif yaitu kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri. Keberadaan etos diri diterjemahkan sebagai bentuk motivasi diri yang lebih tinggi, semangat, dan ketekunan sehingga menjadikan seseorang unggul dalam kecerdasan emosi (Goleman 2002). Tabel 12 memperlihatkan bahwa hampir seluruh mahasiswa menyatakan bahwa akan mendampingi dan berpartisipasi dalam setiap program yang ada di organisasi (99,0%), meskipun pekerjaan tersebut sulit akan terus berusaha menyelesaikannya dengan tekun (91,3%), anggota yang berprestasi adalah dorongan dan semangat untuk memimpin lebih baik lagi (97,8%), dan menemukan solusi suatu masalah maka akan berdiskusi dengan teman untuk mencari solusi (97,8%). Sebagian besar mahasiswa memberikan arahan di lapang walaupun sedang sakit (82,6%) dan menciptakan organisasi yang baik, maka akan mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi (86,9%). Lebih dari tiga perempat mahasiswa tidak setuju akan pesimis dalam menghadapi segala persoalan, baik di perkuliahan maupun di organisasi (79,4) dan patah semangat apabila mendapatkan kritikan pedas (78,3%). Nurhayati (2011) menyatakan bahwa mahasiswa penerima beasiswa berprestasi dan reguler berada pada kategori sedang, sedangkan pada uji beda T-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p 0,05) antara mahasiwa penerima beasiswa dan reguler dalam memotivasi diri.

57 39 Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi diri Kategori (%) No Pernyataan Raguragu Setuju Tidak Setuju 1 Memberikan arahan di lapang walaupun sedang sakit. 82,6 14,1 3,3 2 Memiliki jadwal/agenda harian yang akan dilakukan setiap hari 72,8 14,1 13,1 3 Meskipun pekerjaan tersebut sulit, akan terus berusaha menyelesaikannya dengan tekun 91,3 8,7 0,0 4 Menciptakan organisasi yang baik, maka akan mendahulukan kepentingan organisasi daripada 86,9 12,0 1,1 kepentingan pribadi 5 Bekerja sama pada setiap orang meskipun pada orang yang tidak disukai 68,5 27,2 4,3 6 Anggota yang berprestasi adalah dorongan dan semangat untuk memimpin lebih baik lagi 97,8 1,1 1,1 7 Setiap kali ada program /kegiatan organisasi, akan berpartisipasi untuk mengawasi dan 99,0 0,0 1,1 mendampingi agar kegiatan tersebut sukses 8 Menemukan solusi suatu masalah maka akan berdiskusi dengan teman untuk mencari solusi 97,8 2,2 0,0 9 Organisasi lebih penting daripada kuliah 12 34,8 53,2 10 Pesimis dalam menghadapi segala persoalan, baik di perkuliahan maupun di organisasi 3,3 17,4 79,4 11 Patah semangat, apabila mendapatkan kritikan pedas 5,4 16,3 78,3 12 Berusaha untuk memimpin dengan lebih baik jika orang lain memuji saya 58,7 13,0 28,3 Kecerdasan Sosial Hatch dan Gardner diacu dalam Goleman (2002) menjelaskan bahwa komponen-komponen kecerdasan sosial antara lain : mengorganisir kelompok, merundingkan pemecahan, mempunyai hubungan pribadi, dan analisis sosial. Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan sosial yang baik dapat menjalin hubungan dengan orang lain cukup lancar, peka membaca reaksi dan perasaan, mempu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam sebuah organisasi. Selain itu, Thorndike (1920) dalam Shields (2008) menjelaskan definisi kecerdasaan sosial sebegai kemampuan untuk memahami dan mengelola pria dan wanita, laki-laki dan perempuan dalam aktivitas hubungan manusia. Tabel 13 memperlihatkan lebih dari dua pertiga mahasiswa (71,7%) memiliki tingkat kecerdasan sosial yang tinggi. Sedangkan

58 40 kurang dari seperempat mahasiswa memiliki kecerdasan sosial masuk dalam ketegori sedang (28,3%). Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasakan kecerdasan sosial Kecerdasan sosial Jumlah n % Rendah (43-100) 0 0,0 Sedang ( ) 26 28,3 Tinggi ( ) 66 71,7 Total ,0 Mean±SD 167,17±12,67 Gunarsa dan Gunarsa (2008) menyebutkan bahwa pergaulan adalah suatu kebutuhan untuk memperkembangkan aspek sosial anak. seorang anak melalui hubungan dengan lingkungan sosial secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian anak. Kesadaran sosial Kesadaran sosial adalah keadaan seseorang yang dapat merasakan perasaan orang lain. Kesadaran sosial ini terbagi atas empati dasar, kemampuan mendengarkan, ketepatan empatik, dan pengertian sosial. Kemampuankemampuan kesadaran sosial saling berinteraksi satu sama lain: ketepatan empatik bertumpu pada kemampuan mendengarkan dan empati dasar sehingga secara bersama-sama ketiga bagian tersebut meningkatkan kognisi sosial atau pengertian sosial. Eisenberg dan Fabes (1992) diacu dalam Rotenberg (1995) menyatakan bahwa empati merupakan respon emosional yang didasarkan atas kondisi emosi seseorang. Tabel 14 menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa setuju bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda (98,9%), senang bisa menjadi tempat curhat teman (92,4%), suka berteman dengan siapa saja (90,2%), merasa senang apabila mempunyai teman baru (93,5%), dan merasa senang jika melihat kegembiraan orang lain (92,4%). Menurut Goleman, Boyatzis, dan Mckee (2007) menyebutkan bahwa pemimpin yang terbaik adalah seseorang yang bisa dipercaya, empatik, mempunyai hubungan yang baik dengan orang lain, dan bagi anggota dapat merasakan ketenangan, dihargai, serta terinspirasi.

59 41 Tabel 14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran sosial Kategori (%) No Pernyataan Raguragu pernah Tidak Sering 1. Sulit menerima dan memahami pandangan teman yang berbeda 5,4 48,9 45,6 2. Menerima suatu kesepakatan rapat, walaupun tidak sesuai dengan keinginan 68,5 28,3 3,3 3. Senang bisa menjadi tempat curhat teman 92,4 6,5 1,1 4. Menyimpan rahasia teman 88,0 12,0 0,0 5. Suka berteman dengan siapa saja 90,2 8,7 1,1 6. Mempunyai banyak teman 89,1 8,7 2,2 7. Teman-teman terlihat nyaman 83,7 13,0 3,3 8 Dapat berteman dengan siapa saja 85,9 12,0 2,2 9 Dapat mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain 54,4 32,6 13,1 10 Merasa gengsi untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan 2,2 27,2 70,6 11 Merasa senang apabila mempunyai teman baru 93,5 6,5 0,0 12 Lebih suka menyendiri daripada berada di tengah orang banyak 18,4 51,1 30,4 13 Keinginan pribadi ingin diikuti oleh teman-teman 26,1 42,4 31,5 14 Merasa senang jika melihat kegembiraan orang lain 92,4 6,5 1,1 15 Merasa senang terlibat dalam suatu pergaulan dengan siapa saja 87,0 10,9 2,2 16 Bersama teman adalah saat-saat yang 84,8 14,1 1,1 menyenangkan 17 Yang terpenting adalah kenyamanan diri sendiri 19,5 31,5 48,9 18 Suka melakukan hal-hal yang disenangi 77,2 17,4 5,4 19 Suka dibantah 50,0 39,1 10,9 20 Memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda 98,9 1,1 0,0 Fasilitas Sosial Kesadaran sosial merupakan landasan bagi fasilitas sosial. Fasilitas sosial merupakan kemampuan untuk melakukan interaksi yang mulus pada tingkat nonverbal, menampilkan diri secara efektif sehingga seseorang dapat membentuk interaksi sosial melalui pengaruh diri sehingga membuat orang nyaman dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. Tabel 15 menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa setuju berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain (96,8%), bersedia mendengarkan keluh kesah teman (93,5%), berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan (94,5%), mengucapkan salam (permisi) ketika lewat didepan orang lain (91,3%), tersenyum ketika bertemu dengan orang yang

60 42 dikenal (90,2%), berupaya memahami orang lain (90,3%), dan siap membantu ketika teman membutuhkan bantuan (93,4%). Tabel 15 Sebaran mahasiswa berdasarkan fasilitas sosial Kategori (%) No Pernyataan Raguragu Setuju Tidak Setuju 1 Bersedia mendengarkan keluh kesah teman 93,5 6,5 0,0 2 Berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan 94,5 5,4 0,0 3 Seringkali tidak menyadari ketika teman mengalami kesulitan 16,3 52,2 31,5 4 Senang berada dalam situasi sosial 82,6 15,2 2,2 5 Mampu menyelesaikan perselisihan antar teman dengan adil 64,1 32,6 3,3 6 Mudah untuk memulai suatu pembicaraan dengan orang dewasa 62,0 29,3 8,7 7 Di lingkungan baru, tidak dapat beradaptasi dengan cepat 16,3 35,9 47,9 8 Bila teman murung, segera bertanya 61,9 32,6 5,4 9 Mengucapkan salam (permisi) ketika lewat didepan orang lain 91,3 6,5 2,2 10 Menyapa ketika bertemu dengan orang yang dikenal di jalan 89,1 9,8 1,1 11 Merasa mudah untuk bekerjasama dengan orang lain 78,3 20,7 1,1 12 Tersenyum ketika bertemu dengan orang yang dikenal 90,2 9,8 0,0 13 Sulit bersikap ramah dengan orang yang baru ditemui 13,1 27,2 59,8 14 Sering merasa sendiri di tengah kerumunan orang banyak 9,8 37,0 53,3 15 Berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain 96,8 2,2 1,1 16 Sering mendamaikan teman yang sedang bermusuhan 56,5 35,9 7,6 17 Berupaya memahami orang lain 90,3 8,7 1,1 18 Berbagi makanan dengan teman saya 73,9 21,7 4,3 19 Siap membantu ketika teman membutuhkan bantuan 93,4 6,5 0,0 20 Selalu manjaga perasaan teman 88,0 10,9 1,1 21 Merasa bersalah jika menyakiti hati orang lain 89,1 10,9 0,0 22 Termasuk orang yang sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang yang baru dikenal 20,7 29, Orang yang sulit meminta maaf 2,2 23,9 74

61 43 Gaya Kepemimpinan Thoha (1991) diacu dalam Saleh (2009) menjelaskan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Sedangkan menurut Pasolong (2008) dalam Bahri (2010) menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Tabel 16 menunjukkan bahwa dari dua pertiga dari mahasiswa memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan demokratis, sedangkan sisanya memiliki gaya kepemimpinan otoriter. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan di kelembagaan IPB tidak hanya berpusat dari ketua tetapi adanya partisipasi aktif yang terjalin antara ketua dan anggota. Kecenderungan gaya kepemimpinan disajikan pada Lampiran 1. Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecenderungan gaya kepemimpinan total Gaya kepemimpinan total Jumlah n % Otoriter 31 33,70 Demokratis 60 65,21 Laissez faire 0 0 Campuran 1 1,09 Total ,0 Otoriter Gaya kepemimpinan otoriter dipandang sebagai dasar atas kekuatan posisi dan penggunaan kekuasaan. Pada dasarnya gaya kepemimpinan otoriter terbagi atas dua jenis, yaitu positif dan negatif. Gaya otoriter yang positif merupakan gaya kepemimpinan bersifat tegas, teliti, dan tanggap dalam menghadapi segala keadaan terutama dalam membuat keputusan. Kecenderungan gaya otoriter yang negatif merupakan gaya kepemimpinan yang bersifat sewenang-wenang dalam menjalankan kepemimpinan. Tabel 17 memperlihatkan bahwa sebagian besar ketua (86,9%) sering memberi perintah kepada anggota kelompok dengan metode yang harus dipakai untuk menyelesaikan tugas, sedangkan seluruh mahasiswa (100%) menolak untuk tidak mendengarkan pendapat ketua divisi. Sementar itu, hampir seluruh ketua (98,9%) menyatakan bahwa tidak marah jika ada anggota

62 44 yang memberikan usulan yang bertentangan dengan padangan pribadi ketua dan akan menerima kritikan anggota (97,9%). No Tabel 17 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya otoriter Pernyataan 1 Menangani sendiri tugas yang berdampak besar pada organisasi daripada menyerahkan kepada orang lain 2 Tidak mendengarkan pendapat ketua divisi karena ketua organisasi 3 Memberi perintah kepada anggota kelompok bagaimana atau metode yang harus mereka pakai untuk menyelesaikan tugas 4 Sebagai seorang ketua, tidak menerima kritikan dari anggota 5 Sangat marah jika ada anggota yang memberikan usulan yang bertentangan dengan pandangan pribadi 6 Setiap perintah yang diberikan harus segera dikerjakan 7 Organisasi adalah tempat atasan dan bawahan tanpa adanya jalinan keluarga 8 Suka jika ada anggota yang menentang pandangan mengenai suatu permasalahan 9 Lebih suka aspek analitik (mengamati) sebagai tugas ketua daripada bekerja langsung bersama anggota kelompok 10 Pemimpin tetap menjaga jarak dengan kelompok, sehingga bisa membuat keputusan yang tegas saat dibutuhkan tanpa adanya intervensi Demokratis Kategori (%) Sering Tidak Pernah 60,8 39,2 0,0 100,0 86,9 13,0 2,2 97,9 1,1 98,9 75,0 25,0 2,2 97,8 96,7 3,3 14,1 85,9 32,6 67,4 Gaya kepemimpinan demokratis beranggapan bahwa setiap anggota organisasi adalah sama dan secara bersama-sama bertanggung jawab pada organisasi. Agar tanggung jawab tersebut dirasakan oleh setiap anggota maka setiap anggota berpartisipasi dalam setiap kegiatan perencanaan, pelaksanan, dan pengevaluasian agar mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Tabel 18 menyatakan bahwa hampir seluruh mahasiswa saat anggota kelompok membawa persoalan, maka cenderung ingin membantunya dengan menawarkan solusi (96,7%), mengutarakan masalah pada anggota dan mengambil usulan solusi yang terbaik (95,6%), dan mendapatkan masukan dari kelompok sebelum mengambil keputusan, bahkan pada masalah-masalah yang sudah jelas sekalipun (90,2%). Sebagian besar mahasiswa menyatakan mengubah keputusan jika beberapa

63 45 anggota kelompok memberi bukti bahwa keputusan yang diambil keliru (89,2%), perbedaan opini didalam kelompok kerja (87,0%), dan beberapa ide terbaik mungkin berasal dari anggota kelompok daripada ketua (88,1%). Tabel 18 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya demokratis No Pernyataan Kategori (%) Sering Tidak Pernah 1 Mengutarakan masalah pada anggota dan mengambil usulan solusi yang terbaik 95,6 4,3 2 Mendapatkan masukan dari kelompok sebelum mengambil keputusan, bahkan pada masalahmasalah yang sudah jelas sekalipun. 90,2 9,8 3 Mengubah keputusan jika beberapa anggota kelompok memberi bukti bahwa keputusan yang 89,2 10,9 diambil keliru. 4 Perbedaan opini didalam kelompok kerja 87,0 13,1 5 Aktivitas membangun spirit tim seperti berolahraga pagi adalah investasi waktu yang baik 72,9 27,2 6 Jika merekrut anggota baru, maka calon tersebut diwawancarai oleh semua anggota 22,8 77,1 7 Jika mengadakan acara makan-makan, maka akan mencari masukan dari masing-masing anggota soal 78,3 21,7 makanan yang akan dipilih 8 Tanpa arahan, sebagian tugas penting di organisasi akan tetap diselesaikan 51,0 48,9 9 Pendelegasian adalah sesuatu yang kadang-kadang menyulitkan anggota 42,4 57,6 10 Ketika anggota kelompok membawa persoalan, maka cenderung ingin membantunya dengan 96,7 3,3 menawarkan solusi 11 Bagian penting dari pendekatan dalam mengelola suatu kelompok adalah membuat anggota setiap hari selalu mendapatkan informasi yang 76,1 23,9 berpengaruh pada pekerjaan mereka. 12 Beberapa ide terbaik mungkin berasal dari anggota kelompok daripada ketua 88,1 12,0 13 menanyakan Apa solusi alternatif yang kamu pikirkan sejauh ini? pada anggota kelompok yang membawa persoalan 79,3 20,7 Laissez faire Gaya kepemimpinan laissez faire adalah gaya kepemimpinan yang membiarkan semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing anggota bergerak sendiri-sendiri. Hampir seluruh mahasiswa pernah menegur jika ada anggota yang salah (92,4%), tidak berdiam diri saat rapat (92,3%), tidak

64 46 membiarkan masalah organisasi berlarut-larut (97,8%), dan pemimpin tidak hanya bentuk formalitas tanpa mempunyai pengaruh (95,7%). Sebagian besar mahasiswa tidak jarang memberikan motivasi pada anggotanya (88,1%), tidak banyak terjadi persaingan antar divisi dalam organisasi (81,5%), dan sebagai pemimpin tidak jarang berani mengambil keputusan meskipun itu keputusan yang berpengaruh pada organisasi (88,1%). Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya kepemimpinan laissez faire dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya laissez faire No Pernyataan Kategori (%) Sering Tidak Pernah 1 Pada saat rapat sering berdiam diri 7,6 92,3 2 Membebaskan anggota untuk bekerja tanpa memberi pengarahan kerja terlebih dahulu 26,0 73,9 3 Pernah menegur jika ada anggota yang salah 92,4 7,6 4 Jarang memberikan motivasi pada anggota saya 12,0 88,1 5 Membiarkan masalah organisasi berlarut-larut 2,2 97,8 6 Pemimpin hanya bentuk formalitas tanpa mempunyai pengaruh 4,4 95,7 7 Kebanyakan progran kerja pada organisasi tidak tepat waktu 29,3 70,7 8 Banyak terjadi persaingan antar divisi dalam organisasi 18,5 81,5 9 Sebagai pemimpin jarang berani mengambil keputusan meskipun itu keputusan yang 12,0 88,1 berpengaruh pada organisasi 10 Lebih suka membiarkan organisasi saya berjalan apa adanya 26,1 73,9 Praktik Kepemimpinan Kouzes dan Posner (2005) menjelaskan seorang pemimpin akan melakukan satu hal yaitu menghubungkan keinginan anggota dengan ekspektasi yang ada. Kepemimpinan merupakan proses antara pemimpin dan anggota sehingga setiap keputusan selalu berdasarkan hubungan tersebut. Pemimpin perlu menjalankan kepemimpinan dengan baik dalam sebuah praktik kepemimpinan. Tabel 20 memperlihatkan bahwa lebih dari dua pertiga mahasiswa (83,7%) memiliki total praktik kepemimpinan pada kategori tinggi sedangkan sisanya berada pada ketegori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ketua kelembagaan mampu menerapkan setiap dimensi pada praktik kepemimpinan

65 47 dengan baik serta menyampaikan pada para anggota organisasi. Praktik kepemimpinan ditunjukkan pada Lampiran 2. Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecenderungan praktik kepemimpinan total Praktik Kepemimpinan Total Jumlah n % Rendah 0 0,0 Sedang 15 16,3 Tinggi 77 83,7 Total ,0 Tantangan proses Setiap pemimpin yang hebat selalu berani mengambil tantangan. Tantangan tersebut dapat berupa inovasi produk baru, adanya keputusan, dan pelayanan. Tantangan sendiri merupakan perubahan keadaan pada status aman. Pada setiap pemimpin yang hebat tidak selalu menunggu adanya keberuntungan pada waktu dan tempat yang tepat tetapi bagaimana sikap berani dalam mengambil tantangan yang ada. Pemimpin merupakan pioner dalam melakukan langkah untuk mencari kesempatan dalam mengembangkan inovasi, menumbuhkan, dan mengembangkannya. Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tantangan proses Kategori (%) No Pernyataan Raguragu Setuju Tidak Setuju 1 Selalu tertantang untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan diri 76,1 17,4 6,5 2 Mencari cara agar anggota dapat menemukan metode baru dalam hal melakukan tugas 73,9 19,6 6,5 organisasi 3 Sebagai seorang ketua, terus mengikuti acara dan kegiatan luar yang mungkin berpengaruh pada organisasi. 82,6 13 4,4 4 Ketika sesuatu tidak berjalan seperti yang diharapkan, maka akan bertanya, "Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman ini? " 68,5 18,5 13,1 5 Bahwa anggota menetapkan tujuan dan membuat rencana khusus untuk program yang akan 77,2 21,7 1,1 dilakukan 6 Mengambil inisiatif langkah kerja dalam melakukan suatu hal dalam organisasi. 94,5 4,3 1,1

66 48 Pada tabel 21 menunjukkan lebih dari tiga perempat mahasiswa setuju selalu tertantang untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan diri (76,1%) dan anggota menetapkan tujuan dan membuat rencana khusus untuk program yang akan dilakukan (77,2%). Sebagian besar mahasiswa setuju sebagai seorang ketua, terus mengikuti acara dan kegiatan luar yang mungkin berpengaruh pada organisasi (82,6%) dan hampir seluruh mahasiswa (94,5%) setuju untuk mengambil inisiatif langkah kerja dalam melakukan suatu hal dalam organisasi. Inspirasi visi Setiap organisasi berawal dari sebuah mimpi. Mimpi atau pada saat ini sering dikatakan visi merupakan bentuk investasi pada masa depan. Kouzes dan Posner (2007) menyatakan bahwa seorang pemimpin harus bisa menginspirasi visi. Adanya visi membuat pemimpin memiliki rasa percaya diri pada kemampuan yang dimiliki sehingga memotivasi agar visi tersebut terwujud. Seseorang tanpa memiliki pegangan bukanlah seorang pemimpin dan orang lain tidak akan menjadi pengikut sampai adanya penerimaan visi sebagai jalan kedepan. No Tabel 22 Sebaran mahasiswa berdasarkan inspirasi visi Pernyataan 1 Memandang ke depan (visi) dan mengomunikasikannya tentang apa visi ke masa depan. 2 Menjelaskan kepada anggota tentang apa yang seharusnya tujuan yang akan diwujudkan. 3 Memberikan penjelasan pada anggota mengenai visi organisasi yang ingin dicapai. 4 Berbicara dengan para anggota mengenai bagaimana pentingnya para anggota bekerja sama menuju tujuan bersama 5 Optimis dan berpikir positif tentang cita-cita yang ingin organisasi dapat capai. 6 Berbicara dengan keyakinan yang tinggi tentang tujuan dan memaknai apa yang kita lakukan Kategori (%) Raguragu Setuju Tidak Setuju 76,1 18,5 5,4 78,3 17,4 4,3 85,9 13 1,1 84,8 13 2,2 65,2 28,3 6, ,9 2,2 Tabel 22 menunjukkan sebagian besar mahasiswa setuju untuk berbicara dengan keyakinan yang tinggi tentang tujuan dan memaknai apa yang kita lakukan (87%), memberikan penjelasan pada anggota mengenai visi organisasi

67 49 yang ingin dicapai (85,9%), dan berbicara dengan keyakinan yang tinggi tentang tujuan dan memaknai apa yang kita lakukan (87,0%). Lebih dari tiga perempat mahasiswa setuju untuk memandang ke depan (visi) dan mengomunikasikannya tentang apa visi ke masa depan (76,1%) dan menjelaskan kepada anggota tentang tujuan yang akan diwujudkan (78,3%). Mengajak bertindak Kouzes dan Posner (2007) menyatakan bahwa mimpi besar tidak akan menjadi kenyataan tanpa adanya aksi nyata setiap orang. Dalam melakukan tindakan diperlukan adanya kerjasama tim, kepercayaan yang tinggi, hubungan emosi dan sosial yang kuat, kompetensi yang baik serta adanya kolaborasi antar anggota. Untuk mewujudkan seluruh tindakan tersebut dalam sebuah organisasi maka diperlukan pemimpin yang mengajak sesama dalam bertindak. Tabel 23 menunjukkan bahwa seluruh mahasiswa (100%) setuju memberikan orang lain banyak kebebasan dan pilihan dalam memutuskan bagaimana melakukan pekerjaan mereka, hampir seluruh memperlakukan anggota dengan bermartabat dan hormat (91,3%), dan lebih dari tiga perempat mendukung keputusan yang diusulkan anggota dan disepakati bersama di organisasi (77,2%). No Tabel 23 Sebaran mahasiswa berdasarkan mengajak bertindak Pernyataan 1 Menumbuhkan semangat kooperatif bukan kompetitif pada orang-orang yang bekerja sama 2 Terbuka untuk mendengarkan sudut pandang yang berbeda. 3 Memperlakukan anggota dengan bermartabat dan hormat. 4 Mendukung keputusan yang diusulkan anggota dan disepakati bersama di organisasi 5 Memberikan orang lain banyak kebebasan dan pilihan dalam memutuskan bagaimana melakukan pekerjaan mereka. 6 Memberikan kesempatan bagi orang lain untuk memimpin rapat jika berhalangan hadir. Kategori (%) Raguragu Setuju Tidak Setuju 72,8 21,7 5,4 70,6 21,7 7,6 91,3 7,6 1,1 77,2 21,7 1,1 100,0 0,0 0,0 66,3 23,9 9,8

68 50 Mahasiswa panutan Seorang pemimpin harus mengetahui bahwa untuk memiliki komitmen dan penghargaan dengan kualitas tertinggi, maka diperlukan mahasiswa panutan dalam berperilaku pada sebuah organisasi. Model berperilaku dapat lebih efektif jika pemimpin menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasar berupa nilai-nilai yang dijunjung pemimpin. Pada sebuah organisasi seorang pemimpin juga menjadi aktor utama dalam organisasi yang dipimpin. Tabel 24 menunjukkan hampir seluruh mahasiswa setuju untuk menindaklanjuti janji-janji dan komitmen yang dibuat dalam organisasi ini (94,5%), menemukan cara agar tindakan berpengaruh pada kinerja anggota (94,5%) dan berbicara tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menuntun tindakan (91,3%). Sebagian besar mahasiswa memberi mahasiswa pribadi dari apa yang diharapkan pada orang lain (81,6%) dan menghabiskan waktu dan energi untuk memastikan bahwa setiap anggota organisasi mematuhi prinsip-prinsip dan standar yang telah disepakati (89,2%), selain itu tiga perempat mahasiswa membangun suatu nilai-nilai yang disepakati organisasi (75,0%). No Tabel 24 Sebaran mahasiswa berdasarkan mahasiswa panutan Pernyataan 1 Memberi contoh pribadi dari apa yang diharapkan pada orang lain. 2 Menghabiskan waktu dan energi untuk memastikan bahwa setiap anggota organisasi mematuhi prinsip-prinsip dan standar yang telah disepakati. 3 Menindaklanjuti janji-janji dan komitmen yang dibuat dalam organisasi ini 4 Menemukan cara agar tindakan berpengaruh pada kinerja anggota. 5 Membangun suatu nilai-nilai yang disepakati organisasi 6 Berbicara tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menuntun tindakan. Kategori (%) Raguragu Setuju Tidak Setuju 81,6 14,1 4,3 89,2 9,8 1,1 94,5 4,3 1,1 94,5 4,3 1,1 75,0 22,8 2,2 91,3 5,4 3,3 Motivasi Motivasi adalah cara yang tepat untuk melindungi dan menjaga semangat para anggota organisasi. Penyampaian motivasi bisa pada personal atau kepada

69 51 seluruh anggota dalam waktu yang bersamaan. Motivasi dapat disampaikan melalui gerakan gestur atau aksi sederhana yang ditunjukkan kepada anggota. salah satu bagian dari pemberian empati adalah dengan merayakan keberhasilan kontribusi anggota malalui memberikan apresiasi yang layak. Tabel 25 menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa setuju untuk memberikan dukungan pada anggota organisasi dan mengekspresikan penghargaan atas kontribusi anggota (97,8%) dan menemukan cara untuk mengapresiasikan prestasi baik secara perorangan atau kelompok dalam organisasi (95,7%). Sebagian besar mahasiswa mendorong (memberikan semangat) pada anggota dalam melakukan program dan kegiatan organisasi (88,0%) dan lebih dari tiga perempat memuji seseorang untuk tugas yang dikerjakan dengan baik (78,2%). No Tabel 25 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi Pernyataan 1 Memuji seseorang untuk tugas yang dikerjakan dengan baik 2 Mendorong (memberikan semangat) pada anggota dalam melakukan program dan kegiatan organisasi. 3 Memberikan dukungan pada anggota organisasi dan mengekspresikan penghargaan atas kontribusi anggota 4 Berempati terhadap orang yang menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai yang disepakati 5 Menemukan cara untuk mengapresiasikan prestasi baik secara perorangan atau kelompok dalam organisasi. 6 Semua anggota dalam organisasi secara kreatif diakui atas kontribusi mereka. Kategori (%) Raguragu Setuju Tidak Setuju 78,2 12,0 9,8 88,0 9,8 2,2 97,8 2,2 0,0 48, ,1 95,7 3,3 1,1 72,9 21,7 5,4 Hubungan Antar Variabel Karakteristik Mahasiswa dan Keluarga Mahasiswa Terhadap Kecerdasan Emosi Hasil uji korelasi Pearson dan uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik mahasiswa (jenis kelamin, usia, IPK, suku, lama organisasi, dan besar biaya hidup) dengan antar dimensi dan total

70 52 kecerdasan emosi. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara dimensi kecerdasan emosi yaitu pengelolaan emosi dengan jenis kelamin dan jumlah organisasi. Pada jenis kelamin laki-laki lebih mampu mengelola emosi daripada perempuan, hal ini sesuai dengan pernyataan Brown dkk (1993) dalam Santrock (2003) bahwa pemahaman emosi pada perbedaan jenis kelamin sering kali muncul pada peran sosial dan suatu hubungan. Sedangkan pada jumlah organisasi, hal ini diduga bahwa semakin banyak organisasi yang diikuti maka semakin banyak interaksi dengan orang lain sehingga membawa dampak yang baik pada pengelolaan emosi. Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi Karakteristik Kecerdasan Emosi Mahasiswa Kesadaran emosi Pengelolaan emosi Motivasi diri Total Jenis Kelamin (kategori) 0,545 0,010** 0,087 0,643 Usia -0,103-0,002 0,041-0,032 IPK 0,055-0,144-0,023-0,044 Suku (kategori) 0,402 0,180 0,409 0,719 Jumlah organisasi 0,153 0,210* 0,064 0,175 Lama organisasi 0,080 0,104-0,009 0,075 Biaya hidup 0,106-0,052-0,005 0,023 Jumlah saudara 0,044-0,025 0,002-0,005 Urutan kelahiran -0,009 0,004-0,016-0,016 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik keluarga mahasiswa (lama pendidikan ayah, besar keluarga, jumlah saudara, dan urutan kelahiran) dengan tiap dimensi kecerdasan emosi dan kecerdasan emosi total. Namun pada lama pendidikan ibu memperlihatkan adanya hubungan positif signifikan dengan kesadaran emosi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan ibu maka semakin baik kesadaran emosi pada seorang pemimpin. Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi dapat dilihat pada Tabel 27.

71 53 Tabel 27 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi Kecerdasaan emosi Karakteristik Pengelolaan keluarga Kesadaran emosi Motivasi diri Total emosi Pendidikan ayah 0,068-0,054-0,019-0,005 Pendidikan ibu 0,213* 0,115 0,056 0,150 Besar keluarga 0,044-0,025 0,002-0,005 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Karakteristik Mahasiswa dan Keluarga Mahasiswa Terhadap Kecerdasan Sosial Hasil uji korelasi Pearson dan uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik mahasiswa (jenis kelamin, usia, IPK, suku, lama organisasi, dan besar biaya hidup) dengan tiap dimensi kecerdasan sosial dan kecerdasan sosial total. Sedangkan pada jumlah organisasi terdapat hubungan postif signifikan dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial total. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak organisasi yang diikuti maka semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial total. Hal sesuai dengan hasil penelitian Wulandari (2009) yang menyebutkan bahwa semakin banyak organisasi yang diikuti oleh mahasiswa maka semakin baik kecerdasan sosial yang dimiliki. Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan sosial Karakteristik Kecerdasan Sosial Mahasiswa Kesadaran Sosial Fasilitas Sosial Total Jenis Kelamin 0,919 0,614 0,913 Usia 0,000-0,027-0,017 IPK 0,048-0,032 0,003 Suku 0,720 0,972 0,728 Jumlah organisasi 0,210* 0,214* 0,231* Lama organisasi 0,111 0,120 0,127 Biaya hidup 0,047 0,087 0,076 Jumlah saudara -0,054 0,040 0,000 Urutan kelahiran -0,074 0,030-0,014 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

72 54 Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik keluarga mahasiswa (lama pendidikan orangtua dan besar keluarga) dengan tiap dimensi kecerdasan sosial dan kecerdasan sosial total. Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan sosial dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan sosial Karakteristik keluarga Kecerdasan sosial Kesadaran sosial Fasilitas sosial Total Pendidikan ayah -0,052-0,154-0,104 Pendidikan ibu -0,021-0,174-0,108 Besar keluarga -o,054 0,040 0,000 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Karakteristik Mahasiswa dan Keluarga Mahasiswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Hasil uji korelasi Pearson dan uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara IPK dengan tipe gaya kepemimpinan demokratis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IPK seorang pemimpin maka semakin tinggi gaya kepemimpinan demokratis. Hubungan karakteristik mahasiswa dengan gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan gaya kepemimpinan Karakteristik Gaya Kepemimpinan Mahasiswa Otoriter Demokratis Laissez faire Jenis Kelamin 0,877 0,423 0,498 Usia -0,152-0,086 0,103 IPK 0,068 0,228* -0,003 Suku 0,628 0,431 0,527 Jumlah organisasi 0,101-0,091-0,141 Lama organisasi 0,040 0,037 0,099 Biaya hidup 0,003 0,016-0,193 Jumlah saudara 0,017 0,041 0,044 Urutan kelahiran 0,913 0,927 0,908 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara lama pendidikan ayah dengan gaya kepemimpinan otoriter. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan yang ayah tempuh maka

73 55 semakin tinggi gaya kepemimpinan otoriter seseorang. Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan gaya kepemimpinan Karakteristik Keluarga Gaya Kepemimpinan Mahasiswa Otoriter Demokratis Laissez faire Total Pendidikan ayah 0,232* 0,026 0,078 0,134 Pendidikan ibu 0,138 0,102 0,024 0,117 Besar keluarga 0,017 0,041 0,044 0,056 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Karakteristik Mahasiswa dan Keluarga Mahasiswa Terhadap Praktik Kepemimpinan Hasil uji korelasi Pearson dan uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik mahasiswa (jenis kelamin, usia, suku, lama organisasi, jumlah organisasi, dan besar biaya hidup) dengan tiap dimensi praktik kepemimpinan dan paraktik kepemimpinan total. Sedangkan pada IPK terdapat hubungan positif signifikan dengan dimensi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IPK yang diperoleh seorang pemimpin maka akan memberikan mahasiswa panutan yang semakin baik pada anggotanya. Hubungan karakteristik mahasiswa dengan praktik kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan praktik kepemimpinan Praktik Kepemimpinan Karakteristik Tantangan Inspirasi Mengajak Mahasiswa Motivasi Total Mahasiswa proses visi bertindak panutan Orang lain praktik Jenis Kelamin 0,783 0,437 0,455 0,194 0,345 0,493 Usia 0,021 0,088 0,082 0,153 0,063 0,104 IPK 0,035 0,027 0,148 0,219* 0,054 0,113 Suku 0,706 0,628 0,086 0,652 0,085 0,234 Jumlah organisasi 0,038 0,115 0,008 0,035 0,027 0,050 Lama organisasi 0,034 0,081 0,133-0,015-0,051 0,037 Biaya hidup 0,131 0,152 0,061 0,157 0,112 0,152 Jumlah saudara 0,105-0,031-0,064-0,041-0,068-0,011 Urutan kelahiran -0,015-0,053 0,068 0,073 0,071 0,048 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

74 56 Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara karakteristik keluarga mahasiswa (lama pendidikan orangtua, besar keluarga, jumlah saudara, dan urutan kelahiran) dengan tiap dimensi praktik kepemimpinan dan praktik kepemimpinan total. Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan sosial dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan praktik kepemimpinan Karakteristik Praktik Kepemimpinan Keluarga Mahasiswa Tantangan proses Inspirasi visi Mengajak bertindak Mahasiswa panutan Memotivasi orang lain Total praktik Pendidikan ayah -0,274-0,210-0,308-0,237-0,145-0,286 Pendidikan ibu -0,215-0,126-0,166-0,155-0,192-0,200 Besar keluarga 0,105-0,031-0,064-0,041-0,068-0,011 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Kecerdasaan Emosi dengan Gaya dan Praktik Kepemimpinan Tabel 34 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara seluruh dimensi kecerdasan emosi dengan gaya kepemimpinan otoriter. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi gaya kepemimpinan otoriter. Hampir seluruh dimensi kecerdasan emosi berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis. Hal ini berarti semakin tinggi kesadaran emosi, motivasi diri, dan total kecerdasan emosi maka semakin tinggi gaya kepimimpinan demokratis. Hampir seluruh dimensi kecerdasan emosi berhubungan negatif signifikan dengan gaya laissez faire. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran emosi maka semakin rendah kepemimpinan laissez faire. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi diri dan kecerdasaan emosi total terhadap tantangan proses dalam praktik kepemimpinan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya motivasi diri dan kecerdasan emosi total maka semakin tinggi tantangan dalam menjalankan proses kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap inspirasi visi. Hal ini menunjukkan bahwa

75 57 semakin tinggi kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total maka semakin tinggi pemimpin menujukkan visi kedepan. Tabel 34 Hubungan antara kecerdasan emosi dengan gaya kepemimpinan Variabel Otoriter Demokratis Laissez Faire Kesadaran Emosi 0,237* 0,262* -0,276** Pengelolaan Emosi 0,240* 0,078-0,211* Motivasi Diri 0,268** 0,294** -0,193 Total Emosi 0,292** 0,243* -0,272** Keterangan: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Sementara itu, pada uji yang sama menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan terdapat antara pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total terhadap mengajak orang lain bertindak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total pemimpin maka semakin tinggi pemimpin mengajak orang lain bertindak. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap sebagai mahasiswa panutan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total maka semakin tinggi pemimpin sebagai mahasiswa panutan. Motivasi diri dan kecerdasan emosi total menunjukkan hubungan positif signifikan dengan rasa empati. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi diri dan kecerdasan emosi total maka semakin tinggi empati. Sedangkan kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total memiliki hubungan positif signifikan dengan total pratik kepemimpinan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total maka semakin tinggi pula total praktik kepemimpinan seseorang. Menjadi seorang pemimpin dalam fase dewasa awal timbul dari dorongan untuk mendapatkan prestise sosial, pengembangan citra diri, pengembangan rasa percaya diri yang berarti untuk lingkungan masyarakat (Mappiare 1983). Hubungan kecerdasan emosi dengan praktik kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 35.

76 58 Variabel Tabel 35 Hubungan kecerdasan emosi dengan praktik kepemimpinan Tantanga n Proses Inspirasi Visi Mengajak Orang Lain Bertindak Mahasis wa Panutan Memoti vasi orang lain Total Praktik Kesadaran Emosi 0,133 0,211* 0,144 0,323** 0,158 0,218* Pengelolaan Emosi 0,187 0,313** 0,224* 0,321** 0,189 0,282** Motivasi Diri 0,306** 0,367** 0,270** 0,459** 0,362** 0,409** Total Emosi 0,237* 0,344** 0,245* 0,426** 0,267* 0,348** Keterangan: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Kecerdasan Sosial dengan Gaya dan Praktik Kepemimpinan Pada uji Pearson menunjukkan hubungan negatif signifikan antara kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Hal ini menujukkan semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial maka semakin rendah gaya kepemimpinan laissez faire pada pemimpin. Hubungan kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Hubungan kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan Variabel Otoriter Demokratis Laissez Faire Kesadaran Sosial 0,121 0,196-0,283** Fasilitas Sosial 0,091 0,171-0,318** Total Sosial 0,114 0,199-0,330** *. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Pada hasil uji Pearson, menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial dengan tantangan proses. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial maka akan semakin tinggi tantangan proses dalam menjalankan kepemimpinan. Selain itu, kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial juga menunjukkan hubungan positif signifikan dengan inspirasi visi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial maka semakin tinggi pemimpin menginspirasi visi kepada anggota.

77 59 Fasilitas sosial dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan mengajak orang lain bertindak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi fasilitas sosial dan total kecerdasan sosial maka semakin tinggi kemampuan pemimpin untuk mengajak anggota bertindak. Sementara itu, kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial menunjukkan hubungan positif signifikan terhadap mahasiswa panutan. Hal ini berarti, semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial maka semakin tinggi pula pemimpin menunjukkan cocok sebagai mahasiswa panutan. Variabel Tabel 37 Hubungan kecerdasan sosial dengan praktik kepemimpinan Tantangan Proses Inspirasi Visi Mengajak Orang Lain Bertindak Kesadaran Sosial Fasilitas Sosial Total Sosial Keterangan: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Mahasiswa Panutan Motivasi Orang Lain Total Praktik 0,207* 0,284** 0,143 0,494** 0,213* 0,302** 0,347** 0,403** 0,365** 0,556** 0,346** 0,464** 0,313** 0,384** 0,294** 0,578** 0,316** 0,431** Pada penelitian yang sama kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan rasa memotivasi. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial maka semakin tinggi rasa memotivasi yang ditunjukkan oleh pemimpin. Tabel 37 menunjukkan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan total praktik kepemimpinan. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial maka semakin tinggi praktik kepemimpinan pada seorang pemimpin. Hal ini sesuai dengan penelitian Havighurst (1957) dalam Mappiare (1983) yang menyebutkan bahwa kemampuan memimpin yang hebat tampak dari aktivitas sosial pemimpin yang aktif dalam menjalin hubungan dan memainkan peranan sebagai seorang pemimpin dalam sebuah organisasi atau kegiatan sosial.

78 60 Pembahasan Bronfenbrenner diacu dalam Goleman (2002) menjelaskan keluarga saat ini tidak lagi berfungsi dengan baik untuk meletakkan anak pada landasan yang kuat bagi kehidupan dimasa depan. Ketidakberfungsian keluarga memiliki dampak tertentu dalam mekanika kecerdasan emosi dan sosial. Keberadaan keluarga memiliki peran yang penting dan mendasar dalam membangun keterampilan emosi anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pengelolaan emosi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gilligan dalam Goleman (2002) yang menyebutkan bahwa laki-laki bangga karena kemandirian dan kemerdekaan dalam berpikir ulet sementara perempuan melihat dirinya sebagai bagian dari jaringan suatu hubungan. Goleman (2002) menyebutkan bahwa perbedaan pendidikan emosi pada setiap anak menghasilkan keterampilan emosi yang berbeda. Laki-laki lebih pandai dalam meredam emosi yang berkaitan dengan rasa salah, takut, dan sakit. Perempuan lebih pandai dalam membaca sinyal verbal dan nonverbal serta mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasaan yang dialami. Jumlah organisasi berpengaruh positif signifikan dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial secara keseluruhan. Hal ini selaras dengan penelitian Nurhayati (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kematangan sosial dengan jumlah organisasi yang diikuti. Hurlock (1980) menyatakan bahwa pada fase dewasa awal memiliki kesempatan untuk melibatkan diri pada berbagai kegiatan organisasi baik secara sosial atau agama. Terdapat hubungan positif signifikan antara IPK dengan dimensi menjadi panutan pada praktik kepemimpinan. Menurut Hurlock (1980) menyebutkan bahwa pemimpin mempunyai peranan penting dalam mewakili kelompok dalam masyarakat. Pemimpin terpilih seseorang yang memiliki kemampuan tinggi yang akan dihormati dan dikagumi oleh anggota kelompok. Pada fase dewasa awal seorang pemimpin dipilih karena memiliki kualitas kemampuan dan pengalaman yang beragam, selain itu tingkat intelegensi dan kematangan pemimpin diatas rata-rata serta memiliki prestasi akademik yang baik. Pada penelitian ini

79 61 didapatkan hubungan positif signifikan antara IPK dengan tipe gaya kepemimpinan demokratis. Hal ini berbeda dengan penelitian Adebayo, Olayide, dan Saheed (2012) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan nyata signifikan antara IPK dengan gaya kepemimpinan tranformasi (gaya kepemimpinan demokratis). Terdapat hubungan positif signifikan pendidikan ibu dengan dimensi kesadaran emosi pada kecerdasan emosi. Pada penelitian Harrod dan Scheer (2005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kecerdasaan emosi dengan pendidikan ibu. Goleman (2002) menjelaskan bahwa anak perempuan lebih banyak mendapat informasi tentang emosi daripada anak laki-laki. Pada bayi perempuan seorang ibu lebih memperlihatkan rangkaian emosi yang lebih luas serta membahas keadaan emosi lebih detail dari pada bayi laki-laki. Hasil berbeda dihasilkan pada penelitian Nurhayati (2011) bahwa tidak ada hubungan antara dimensi kesadaran emosi pada kecerdasan emosi dengan tingkat pendidikan ibu. Alegre dan Benson (2010) menyebutkan bahwa seorang anak akan mengalami perkembangan emosional yang rendah jika orangtua mengasuh tanpa memperdulikan perasaan anak. Pada pendidikan ayah terdapat hubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan otoriter. Goleman (2002) menyebutkan bahwa orangtua memiliki peranan penting dalam menanamkan kebiasaan emosional pada anak. kebiasaan dalam membangun emosi melalui pengasuhan otoriter akan membuat anak tumbuh menjadi seorang yang memiliki karakter otoriter. Artinya bahwa sosok ayah dalam keluarga sering kali memiliki peran yang tegas dan bersifat otoriter dibandingkan ibu. Hal ini didukung pernyataan Gunarsa & Gunarsa (2008) menyatakan tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, kerangka berpikir persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara total kecerdasan emosi dengan total praktik kepemimpinan. Hasil penelitian Cavins (2005) menyatakan bahwa kecerdasan intrapersonal berhubungan positif signifikan dengan menjadi mahasiswa panutan, memberikan inspirasi visi, mengajak orang lain bertindak, dan proses menjadikan tantangan. Lebih lanjut Cavins (2005) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi-sosial bagian dari hubungan

80 62 kompetensi emosi dan sosial, kemampuan, dan fasilitas untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang lain, menjalin hubungan serta dapat bertahan dalam setiap keadaan yang sulit. Kouzes dan Posner (2007) menjelaskan bahwa dalam praktik kepemimpinan seseorang diperlukan adanya kecerdasan emosi karena dengan adanya kecerdasan emosi seorang pemimpin dapat menjelaskan dan mengekspresikan maksud dan tujuan pada anggotanya. Goleman, Boyatzis, & Mckee (2007) menyebutkan bahwa pemimpin selalu memainkan peran emosi yang primordial yaitu menggerakkan emosi kolektif ke arah positif artinya banwa seorang pemimpin mampu menjadi pengendali emosi diri sendiri dan orang lain serta mengarahkan emosi tersebut untuk mampu mencapai visi organisasi. Harris (2004) menjelaskan bahwa adanya perasaan percaya diri dan pemahaman emosi merupakan dasar kebutuhan untuk merasakan orang sekitar. Total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan total praktik kepemimpinan. Artinya kecerdasan sosial mempunyai peran yang penting untuk menentukan tindakan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan. Elias, et all (2006) menyebutkan bahwa bentuk kepemimpinan memiliki peranan penting untuk membentuk kecerdasan emosi-sosial. Hal ini didukung pernyataan Goleman (2007) yang menyebutkan bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah ragkaian pertukaran sosial dimana sang pemimpin bisa menggerakkan emosi-emosi orang lain ke dalam keadaan lebih baik atau lebih buruk. Pada kepemimpinan yang bermutu tinggi, anggota merasakan perhatian, empati, dukungan, dan sikap positif dari pemimpin. Pada kepemimpinan yang bermutu rendah, anggota merasakan terisolasi dan terancam. Dimensi motivasi diri berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis. Pada penelitian Siligman menunjukkan optimisme (salah satu bagian dari motivasi diri) merupakan sikap cerdas secara emosional. Pada kecerdasan emosional mempunyai motivasi diri merupakan hal yang sangat penting. Tingkat emosi pada kecerdasan emosi mampu menghambat dan menaikkan kemampuan seseorang untuk berpikir dan merencanakan, mengerjakan berbagai latihan demi sasaran jangka panjang, menyelesaikan berbagai permasalahan. Adanya berbagai motivasi membuat seseorang termotivasi pada berbagai keadaan untuk berprestasi. Hal ini membuat dimensi motivasi pada

81 63 kecerdasan emosi menjadi prioritas utama untuk mempengaruhi kemampuan lainnya (Goleman 2007). Menurut Siddique et al (2011) seorang pemimpin tidak harus memiliki semua kualitas kepemimpinan tapi pemimpin yang efektif adalah pemimpin dapat membuat keputusan yang tepat pada waktu yang tepat. Seorang pemimpin dapat memotivasi anggota melalui penghargaan dan keuntungan berdasarkan nilai-nilai yang telah disepakati bersama pada sebuag organisasi. Selain gaya kepemimpinan pada pemimpin, motivasi anggota juga memiliki peranan penting untuk menciptakan keefektifan organisasi. Goleman, Boyatzis, & Mckee (2007) menjelaskan bahwa jika seorang pemimpin yang kuat, gaya demokratis akan sangat bermanfaat untuk memancing ide-ide tentang cara terbaik menerapkan visi tersebut. Kecerdasaan emosi secara keseluruhan berhubungan positif signifikan dengan dimensi otoriter pada gaya kepemimpinan. Goleman, Boyatzis, & Mckee (2007) menyatakan bahwa pemimpin yang cerdas secara emosi akan membangun hubungan dengan mendengarkan dan menyelaraskan diri dengan perasaan orang lain serta membimbing kearah yang benar. Lebih lanjut Goleman membagi kepemimpinan menjadi enam jenis, salah satunya adalah kepemimpinan otoriter. Goleman berpendapat bahwa kepemimpinan otoriter membangun keselarasan dengan menenangkan rasa takut dengan memberi arah yang jelas di dalam keadaan darurat. Pada sisi emosi sering kali membawa dampak negatif dan dalam menggunaan yang tepat dapat digunakan pada saat kritis atau melakukan perubahan arah jika dalam masalah. Hampir seluruh dimensi kecerdasan emosi berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis. Goleman (2002) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi dapat membawa dampak positif terhadap keberlangsungan organisasi. Seorang pemimpin dengan kecerdasan emosi yang lengkap akan lebih efektif dan fleksibel untuk menghadapi berbagai jenis tuntutan dalam mengelola organisasi. Gaya demokratis akan sangat bermafaat untuk memancing ide-ide untuk menerapkan visi yang telah disusun pada sebuah organisasi. Harris (2004) menjelaskan banwa aspek dasar keberhasilan perubahan adalah perkembangan optimal dalam interpersonal dan energi emotional.

82 64 Kesadaran emosi berhubungan negatif signifikan dengan dimensi kepemimpinan laissez faire. Mayer dalam Goleman (2002) menjelaskan bahwa kesadaran diri merupakan kepekaan suasana hati dan dapat dimengerti oleh orang sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Kejernihan emosi manjadi landasan kepribadian yang lain. Pemimpin seperti ini akan mandiri, sadar akan batas-batas kehidupan yang dibangun, memiliki kesehatan jiwa yang bagus, cenderung berpikir positif, dan saat suasana hati sedang buruk maka akan mampu mengendalikan dengan cepat. Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial secara keseluruhan memiliki hubungan negatif signifikan dengan dimensi kepemimpinan laissez faire. Artinya seorang pemimpin melalui kecerdasan sosial akan memimpin anggotanya dengan sangat peduli. Goleman (2007) menjelaskan bahwa pemimpin yang baik adalah seseorang yang bisa dipercaya, empatik, punya hubungan baik dengan orang lain sehingga dapat menciptakan suasana tenang, diharga, dan menginspirasi bagi anggota. Furtner, Rauthman, & Sachse (2010) menjelaskan bahwa seorang pemimpin yang kuat diharuskan memiliki kemampuan sosialemosi khususnya kepekaan sosial dan ekspresi emosi untuk mengejar kebutuhan dan tujuan dalam lingkungan sosial (organisasi). Keterbatasan penelitian ini adalah tidak melihat adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan praktik kepemimpinan. Disarankan untuk penelitian selanjutnya melihat hubungan gaya kepemimpinan seseorang dengan paraktik kepemimpinan yang digunakan. Selain itu, penelitian berikutnya dapat lebih mengembangakan kuisoner secara spesifik terutama pada gaya kepemimpinan. Pengembangan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nilai validitas data

83 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hampir seluruh ketua lembaga kemahasiswaan berjenis kelamin laki-laki berumur 21 tahun dan merupakan anak sulung dengan mayoritas suku sunda. Lebih dari separuh mahasiswa mempunyai nilai akademik dalam kategori baik, dengan pengeluaran kurang dari Rp /bulan. Sepertiga ayah mahasiswa berpendidikan selama 18 tahun atau setara dengan sarjana (S1) dan sepertiga ibu mahasiswa berlatar belakang sarjana (S1) serta lebih dari separuh keluarga mahasiswa memiliki besar keluarga dengan kategori sedang ( 4 orang). Lebih dari dua pertiga mahasiswa mempunyai kategori kecerdasan emosi dan sosial tinggi. Kurang dari dua pertiga mahasiswa mempunyai kecenderungan gaya kepemimpinan demokratis dan praktik kepemimpinan termasuk dalam kategori tinggi. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan jenis kelamin lakilaki dengan pengelolaan emosi serta hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan dimensi pengelolaan emosi, sedangkan lama pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dengan kesadaran emosi. Jumlah organisasi berhubungan positif signifikan dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IPK berhubungan positif signifikan dengan tipe gaya kepemimpinan demokratis dan lama pendidikan ayah berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan otoriter, selain itu IPK berhubungan positif signifikan dengan dimensi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan. Pada setiap dimensi kecerdasan emosi (kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi emosi) berhubungan positif signifikan dengan seluruh dimensi kecerdasan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial). Seluruh dimensi kecerdasan emosi berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan otoriter dan hampir seluruh dimensi kecerdasan emosi berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis. Hampir seluruh dimensi kecerdasan emosi berhubungan negatif signifikan dengan gaya laissez faire dan terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi diri dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi tantangan proses dalam praktik kepemimpinan. Terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi,

84 66 pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi inspirasi visi serta terdapat hubungan positif signifikan terdapat antara pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total terhadap dimensi mengajak orang lain bertindak. Kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total berhubungan positif signifikan dengan dimensi mahasiswa panutan sedangkan motivasi diri dan kecerdasan emosi total menunjukkan hubungan positif signifikan dengan dimensi memotivasi orang lain. Kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total memiliki hubungan positif signifikan dengan total pratik kepemimpinan. Terdapat hubungan negatif signifikan antara kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Selain itu, kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan dimensi tantangan proses. Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial juga menunjukkan hubungan positif signifikan dengan dimensi inspirasi visi. Fasilitas sosial dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan dimensi mengajak orang lain bertindak. Sementara itu, kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial menunjukkan hubungan positif signifikan terhadap dimensi mahasiswa panutan. Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan dimensi memotivasi orang lain pada praktik kepemimpinan. Saran Berdasarkan hasil penelitian diketahui jumlah organisasi mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kecerdasan sosial sehingga diperlukan pengenalan organisasi sejak dini pada generasi muda. IPK dapat menjadikan seorang pemimpin panutan bagi anggotanya sehingga setiap pemimpin dapat terus mengembangkan organisasi tanpa perlu menyampingkan akademik. Pengasuhan orangtua yang berkualitas memiliki peranan penting dalam pengembangan kecerdasan emosi dan gaya kepemimpinan. Pengasuhan yang baik dapat dimiliki oleh setiap orangtua melalui pendidikan dan menambah wawasan. Orang tua yang berpendidikan rendah harus terus belajar melalui berbagai media sehingga pengetahun mengenai pengasuhan akan bertambah.

85 67 Kecerdasaan emosi dan kecerdasan sosial berhubungan dengan praktik kepemimpinan dan juga memiliki peranan penting untuk meminimalis adanya gaya kepemimpinan laissez faire dalam sebuah kepempimpinan. Setiap orang yang ingin menjadi pemimpin wajib memiliki kecerdasan emosi-sosial dan mengikuti berbagai organisasi yang sesuai dengan minat dan keinginan sehingga dapat mengembangkan kecerdasan emosi dan kecerdasan sosial. Sementara itu, kampus sebagai institusi pendidikan memiliki peranan penting sebagai tempat pengembangan softskill kepemimpinan bagi mahasiswa. Pengembangan softskill dapat berupa pelatihan kepemimpinan yang diadakan setiap tahun pada regenerasi ketua kelembagaan kemahasiswaan...

86

87 DAFTAR PUSTAKA Adebayo JY, Olayide R, Saheed O Influence of Leadership Styles and Emotional Intelligence in Job Performance of Local Goverment Workers in Osum State Nigeria. Journal of Alternative in the Social Science, 3(4). Alegre A, Benson MJ Parental Behaviour and Adolescent Adjusment: Mediation via Adolescent Trait Emotional Intelligence. Journal of Individual Differences Research, 8(2), Arikunto S Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bahri S Hubungan gaya kepemimpinan dengan kinerja pegawai pemerintah (kasus suku dinas peternakan, perikanan, dan kelautan kota admiistrasi Jakarta Utara) [skripsi]. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009a. Proyeksi Jumlah Pemuda [internet]. [13 Maret 2012]. Tersedia dari: b. Jumlah Pemuda Menurut Propinsi dan Jenis Kelamin [internet]. [13 Maret 2012]. Tersedia dari: kppo.bappenas.go.id/files/-1- Proyeksi%20Jumlah%20Pemuda.pdf. Buzan T The Power of Social Intelligence: 10 Ways to Tap Into Your Social Genius. New York: Harper Collins Publisher Inc. Cavins BJ The relationship between emotional-social intelligence and leadership practices among collage student leaders [disertasi]. Ohio: Bowling Green State University. Cherniss C Social and emotional learning for leaders. Association for Supervision and Curriculum Development. Dubrin AJ The Complete Ideal s Guides: Leadership 2nd Edition. Jakarta: Prenada Media Elias MJ, O Brien MU, Weissberg RP Transformative Leadership for Social-Emotional learning. Student services. Furtner MR, Rauthmann JF, Sachse P The Socioemotionally intelligent self-leader: examining relations between self-leadership and socioemotional intelligence. Social Behavior and Personality, 38(9), doi: /sbp Goleman D Kecerdasan Emosional:Mengapa EI Lebih Penting dari IQ. Hermaya T, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Emotional Intelligence The Socially Intelligence. E-journal of Educational Leadership

88 Kecerdasan Sosial: Ilmu Baru Tentang Hubungan Antar- Manusia. Imam HS, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Social Intelligence. Goleman D, Boyatzis R, Mckee A Primal Leadership: Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Purwoko S, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Primal Leadership: Realizing the Power of Emotional Intelligence. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D Petunjuk Laboratorium Manajemen Sumberdaya Keluarga [diktat]. Bogor: IPB Gunarsa S, Gunarsa YS Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Harris B Leading by Heart. School Leadeership & Management, Vol 24,4. doi: : / Harrod NR, Scheer SD An exploration of adolescent emotional intelligence in relation to demographic characteristics. E-journal of Adolescence. Vol(40), Hasibuan MUS Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Hidayat K, Widjanarko P Reinventing Indonesia. Jakarta: Mizan. Hurlock EB Psikologi perkembangan anak: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Silabat RM, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psycology: A Life Span Approach. Ingram J, Cangemi J Emotions, emotional intelligence and leadership: a brief, pragmatic perspective. E-journal of Education. Vol.132 No 4, [IPB] Institut Pertanian Bogor Panduan Program Sarjana Edisi Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kartono K Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Krishna A Youth Challenges and Empowerment. Jakarta: Gramedia. Kouzes JM, Posner BZ The Leadership Challenge. Callifornia: Jossey- Bass Publishing Company. Latifah M Instrumen Pengukuran Kecerdasan Emosional Remaja. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Mappiare A Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. [MPM KM IPB] Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Laporan kegiatan akhir tahun. Bogor: MPM KM IPB. Nurhayati S Analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) IPB [skripsi]. Bogor: Departemen

89 71 Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Papalia DE, Old SW Psikologi Perkembangan Ed.9. Jakarta: Kencana Rotenberg KJ Disclosure Processes in Children And adolescents. New York: Cambridge University Press. Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press Santrock JW Perkembangan Remaja, Adelar SB, Saragih S, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence. Saleh R Hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial (kasus organisasi kemahasiswaan BEM IPB) [skripsi]. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Shields D Leaders emotional intelligence and discipline of personal mastery: a mixed methods analysis [disertasi]. Wisconsin: College of Education and Leadership, Cardinal Stritch University. Sholehuddin Kepemimpinan Pemuda dalam Berbagai Perspektif. Jakarta: Intimedia Ciptanusantara. Siddique A, Aslam HD, Khan M, Fatima U Impact of academic leadership on faculty s motivation and organizational effectiveness in higher education system. International Journal of Academic Research. Vol (3), No 4. Siswanto HB Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Wulandari A Analisis persepsi gaya pengasuhan orang tua, keterampilan sosia, prestasi akademik, dan self-esteem mahasiswa tingkat persiapan bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

90 72

91 LAMPIRAN

92 74

93 Lampiran 1 Gaya kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB Nores skor tot Otoriter (%) Demokratis (%) Laissez faire (%) Kecenderungan Gaya ,00 65,38 50, ,00 76,92 55, ,00 61,54 45, ,50 71,15 50, ,50 76,92 57, ,00 73,08 42, ,50 59,62 37, ,50 65,38 55, ,50 73,08 45, ,00 73,08 47, ,00 71,15 42, ,50 84,62 50, ,50 65,38 57, ,50 69,23 40, ,50 75,00 50, ,50 65,38 32, ,00 67,31 42, ,00 59,62 60, ,00 71,15 52, ,00 73,08 40, ,00 63,46 37, ,00 73,08 32, ,50 73,08 47, ,50 67,31 55, ,50 63,46 50, ,00 71,15 60, ,00 78,85 57, ,00 86,54 37, ,50 71,15 52, ,00 82,69 30, ,50 71,15 45, ,00 76,92 55, ,00 69,23 45, ,50 67,31 52, ,50 92,31 87, ,00 78,85 45, ,00 78,85 45, ,00 65,38 57,50 2

94 76 Nores skor tot Otoriter (%) Demokratis (%) Laissez faire (%) Kecenderungan Gaya ,50 69,23 52, ,50 73,08 55, ,00 69,23 42, ,00 65,38 47, ,50 78,85 32, ,50 61,54 50, ,50 73,08 47, ,00 76,92 50, ,50 73,08 50, ,50 82,69 35, ,00 73,08 52, ,50 65,38 32, ,50 80,77 30, ,50 67,31 42, ,00 76,92 35, ,00 63,46 37, ,50 69,23 35, ,50 73,08 55, ,00 76,92 47, ,50 71,15 55, ,00 73,08 40, ,00 80,77 30, ,50 75,00 57, ,50 65,38 50, ,00 67,31 50, ,50 75,00 37, ,00 76,92 30, ,50 76,92 30, ,00 73,08 32, ,00 71,15 45, ,50 76,92 42, ,50 63,46 47, ,00 67,31 50, ,00 65,38 35, ,00 78,85 50, ,00 78,85 47, ,00 82,69 50, ,50 75,00 57, ,00 65,38 32,50 1

95 77 Nores skor tot Otoriter (%) Demokratis (%) Laissez faire (%) Kecenderungan Gaya ,50 67,31 42, ,00 76,92 50, ,00 82,69 45, ,50 78,85 50, ,00 92,31 47, ,00 76,92 45, ,50 73,08 52, ,00 75,00 40, ,00 61,54 35, ,00 67,31 45, ,50 73,08 52, ,50 80,77 47, ,50 75,00 42, ,50 73,08 30, ,50 84,62 42,50 2 Keterangan Gaya Kepemimpinan 1 = Otoriter 2 = Demokratis 3 = Leissez Faire Lampiran 2 Praktik Kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB Nores skor tot Kategori Nores skor tot Kategori

96 78 Nores skor tot Kategori Nores skor tot Kategori Keterangan : 1. Rendah (30-70) 2. Sedang (71-110) 3. Tinggi ( )

97 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 16 April Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Rachman dan Siti Ngaisah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Wates 6 pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Mojokerto dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Puri Mojokerto dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan. Pada tahun kedua di IPB penulis masuk ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah Asal) HIMASURYA Plus, ketua Badan Pelaksana (BP) MPM KM IPB yang membawahi UKM pada periode , Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEMA sebagai ketua periode , serta menjadi ketua angkatan 45 di departemen IKK. Penulis merupakan penerima Program Beasiswa PPSDMS (Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Strategis) Nurul Fikri pada tahun Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan membentuk komunitas Sanggar Juara.

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan 7 TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahun 2012, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah menetapkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa 1. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia berimplikasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cepat, lengkap serta dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip 1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecerdasan emosional menjadi bahan pembicaraan yang semakin hangat diperbincangkan. Dalam berbagai teori, kecerdasan emosional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan strategi yang tepat agar dapat bersaing di lingkungan industri yang semakin ketat dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman dimana pertukaran budaya, seni dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para manajer memiliki peran strategis dalam suatu organisasi. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Para manajer memiliki peran strategis dalam suatu organisasi. Peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Para manajer memiliki peran strategis dalam suatu organisasi. Peran manajer dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA Ulil Nurul Imanah, M.Pd. Universitas Islam Majapahit ulil_math11@yahoo.co.id Abstrak Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa dimana usianya berkisar antara 12-21 tahun. Pada masa ini individu mengalami berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K KONTRIBUSI IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : SITI FATIMAH NIM

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT ULFAH MUSHLIHA ADHANI PUARADA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung menganggap bahwa Intelligence Quotient (IQ) yang sangat berpengaruh penting dalam prestasi

Lebih terperinci

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH HUSFANI ADHARIANI PUTRI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT Husfani

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepemimpinan Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting diperusahaan dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan, dimana terdapat sekelompok orang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena melibatkan berbagai elemen dalam sebuah organisasi; yaitu

BAB I PENDAHULUAN. karena melibatkan berbagai elemen dalam sebuah organisasi; yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini sumber daya manusia dianggap sebagai sumber daya yang penting bagi organisasi,karena tanpa sumber daya manusia yang berkualias,maka organisasi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab itu perguruan tinggi khususnya akuntansi dituntut untuk meningkatkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017 Triwik Sri Mulati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Abstract: Emotional Intelligence,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill Modul ke: 07 Dra. Fakultas FIKOM Interpersonal Communication Skill Kecerdasan Emosi Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising Emotional Equotion (Kecerdasan Emosi) Selama ini, yang namanya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN 1 PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN Rosimiati 1, Helma 2, Yasrial Chandra 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosi 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kompetensi a. Pengertian Kompetensi Menurut Wibowo (2011:95) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yakni data yang dikumpulkan pada suatu waktu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUHAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUHAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset penting organisasi karena perannya dalam implementasi strategi sangat penting yaitu sebagai subjek pelaksana dari strategi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS 1 PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawahannya untuk senantiasa produktif sebab semangat keberadaan seorang

BAB I PENDAHULUAN. bawahannya untuk senantiasa produktif sebab semangat keberadaan seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam suatu organisasi atau unit usaha baik itu formal atau informal, membutuhkan seorang pemimpin yang dapat memberikan semangat kepada bawahannya untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efektivitas Kelompok tani Kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria atau wanita maupun petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kepemimpinan Pembahasan tentang kepemimpinan secara umum dapat dijelaskan bahwa Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh orang untuk mempengaruhi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase

Lebih terperinci

GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ARYANI DELANITA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice

BAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengasuhan merupakan pengalaman manusia yang penting, yang dapat mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice Balson, 1993: 102) apa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi kerja 1. Pengertian motivasi kerja Menurut Anoraga (2009) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan (Hasibuan, 2008).

Lebih terperinci

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK Nurlaili 1) Trisnaningsih 2) Edy Haryono 3) This research aimed to find out correlation between university

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang dipekerjakan dalam suatu badan tertentu, baik pada lembaga pemerintah maupun badan usaha merupakan seorang pegawai (A.W. Widjaja, 2006). Pegawai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin pesat, hal ini mengharuskan setiap perusahaan untuk dapat mengambil keputusan dalam hal strategi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global, perlu mempersiapkan sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang unggul diperlukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan sosial 2.1.1 Definisi kecerdasan sosial Kecerdasan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka segala upaya terus dilakukan untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka segala upaya terus dilakukan untuk menciptakan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan yang serba modern ini setiap perusahaan dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat mengatasi persaingan yang semakin ketat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa merupakan bagian dari civitas akademika yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa merupakan bagian dari civitas akademika yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan bagian dari civitas akademika yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa yang berada pada jenjang pendidikan di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Husni El Hilali Abstraksi Pengelolaan kelas memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1 Dosen: Ati Harmoni 1 PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah memelajari Bab ini mahasiswa dapat memahami tentang teori dan tipe kepemimpinan SASARAN BELAJAR: Setelah memelajari Bab

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

MATERI TAMBAHAN KEWIRAUSAHAAN PTIK

MATERI TAMBAHAN KEWIRAUSAHAAN PTIK MATERI TAMBAHAN KEWIRAUSAHAAN PTIK Etika, hubungannya dengan norma agama dan budaya: Etika adalah sebuah studi tentang moralitas yang benar dan yang salah dan pilihan moral yang dipilih oleh individu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan motor

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan motor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi atau unit usaha baik itu formal ataupun informal, membutuhkan seorang pribadi pemimpin yang dapat memberikan semangat kepada bawahannya untuk

Lebih terperinci