EKSPEDISI GALATHEA : MENYINGKAP MISTERI KEHIDUPAN DI LAUT-DALAM
|
|
- Teguh Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EKSPEDISI GALATHEA : MENYINGKAP MISTERI KEHIDUPAN DI LAUT-DALAM Perang Dunia II di panggung Eropa ( ) telah menyebabkan mengendurnya kegiatan eksplorasi laut, tetapi hasrat untuk meneruskannya tak pernah padam. Pasca perang telah ada beberapa ikhtiar untuk mulai melanjutkan lagi eksplorasi laut di samudra besar dunia, tetapi tak mudah untuk bangkit kembali. Di Denmark pada bulan Mei 1948 rencana ekspedisi laut mulai kelihatan bentuknya ketika Panitia Persiapan Ekspedisi dibentuk yang diketuai oleh Pangeran Axel (paman Raja Denmark) dengan anggota terdiri dari tokoh-tokoh ilmuwan terkenal, termasuk Professor Niels Bohr (ahli fisika atom peraih Hadiah Nobel tahun 1922). Tiga tokoh kunci dalam implementasi di lapangan telah disepkati yakni Dr. Anton Bruun yang akan bertindak sebagai pimpinan ekspedisi, Kapten Svend Greve sebagai komandan kapal, dan Hakon Mielche sebagai perwira humas (public relation). Gambar 1. Kiri: Kapal Galathea yang melaksanakan eksepdisi keliling dunia tahun Kanan: Tiga pemeran utama Ekspedisi Galathea, dari kiri ke kanan: Captain Svend Greve sebagai komandan kapal; Dr. Anton Bruun sebagai pimpinan ekspedisi; Hakon Mielche sebagai periwira humas (hubungan masyarakat). Kapal yang akan digunakan bukanlah kapal baru, tetapi kapal bekas yang dulu dimiliki Angkatan Laut Inggris dengan nama HMS Leith. Kapal yang dibangun di Davenport tahun 1943 itu dalam Perang Dunia II yang lalu terlibat dalam operasi-operasi penyapuan ranjau. Setelah perang usai, kapal itu berpindah tangan ke World Friendship Association, suatu badan yang diasuh oleh Pemerintah Denmark dan diberi nama Friendship. Akhirnya kapal ini 1
2 diserahkan untuk melaksanakan ekspedisi ilmiah, yang akan dioperasikan oleh Angkatan Laut Denmark. Sekali lagi namanya berubah diresmikan menjadi Galathea, diambil dari nama kapal layar Denmark dengan nama yang sama, yang lebih dari 100 tahun sebelumnya pernah pula melaksanakan ekspedisi ilmiah keliling dunia. Jadi ekspedisi kelautan yang direncanakan ini sebenarnya merupakan merupakan Ekspedisi Galathea II. Gambar 2. Lintas layar kapal Galathea di perairan Asia Tenggara tahun 1951, dan laut-dalam yang menjadi perhatian khusus ekspedisi (digambar kembali dari Galathea Report) Kapal Galathea (Gambar 1) mempunyai bobot ton, panjang 80 m, lebar 11 m, digerakkan dengan dua mesin berkapasitas daya kuda. Laboratorium dan berbagai alatalat ilmiah pun disiapkan di kapal. Untuk dapat menurunkan alat-alat penelitian ke dalam lautdalam digunakan mesin derek dengan kabel yang panjangnya sampai mencapai meter. Kapal ini dapat menampung sekitar 120 orang termasuk ABK (A nak Buah Kapal) dan para peneliti. Ekspedisi ini tidak hanya diikuti oleh para peneliti Denmark, tetapi juga dari Amerika Serikat dan Swedia. Selain itu juga diikuti oleh wartawan, mahasiswa, dan ilmuwan tamu (visiting scientist) dari berbagai negara yang ikut untuk ruas pelayaran tertentu. Dua peneliti dari Lembaga Penelitian Laut, Pasar Ikan, Jakarta, yakni Dr. Hardenberg dan Veen, ikut serta untuk ruas pelayaran yang melintasi Palung Sunda ( Sunda Trench) di Samudra Hindia, di sebelah selatan Jawa. Hubungan masyarakat (humas/ public relation) mendapat perhatian yang sangat penting dalam ekspedisi ini. Belum pernah sebelumnya ada ekspedisi oseanografi di dunia yang khusus 2
3 mengikut-sertakan dan memfasilitasi para wartawan dan kru (crew) film untuk bisa setiap saat mengirimkan berita, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun internasional. Rakyat di Denmark dapat terus mengikuti perkembangan kegiatan dan temuan-temuan ilmiah penting ekspedisi ini langsung dari lapangan, dari berbagai penjuru samudra dunia. Informasi kehumasan ini sangat berhasil menarik perhatian publik. Tak mengherankan ketika ekspedisi ini berakhir di Copenhagen, kapal Galathea disambut sangat meriah, dielu-elukan oleh masyarakat setempat, bagai pahlawan yang baru pulang membawa kemenangan. Gambar 3. Beberapa jenis biota dari dasar Palung Banda yang semuanya buta, tak bermata. a) Nymphon femorale (dari kedalaman m); b) Leptanthura hendili (dari kedalaman m); c) Microstylis hadalis (dari kedalaman m); d) Macellicephala hadalis (dari kedalaman m). (Galathea Report) Ekspedisi Galatahea dimulai saat kapal ini bertolak dari pelabuhan Langelinie, Copenhagen, tanggal 15 Oktober Tujuan utamanya adalah meneliti lubuk-lubuk (basin) dan palung-palung (trench) laut-dalam di dunia, terutama dari aspek biologinya. Pada kala itu orang masih mempertanyakan apakah di dasar palung-palung laut terdalam di dunia ada hewan yang bisa hidup mengingat lingkungannya yang sangat ekstrim. Selain itu dilakukan pula penelitian tentang plankton, hidrografi, dan sedimen. Kajian khusus dilakukan pula untuk 3
4 magnetisme, sedangkan di beberapa pulau yang sangat terpencil dilakukan pula penelitian etnologi. Beberapa palung yang mempunyai kedalaman lebih dari m mendapat perhatian khusus antara lain Palung Mindanao (Filipina), Palung Jawa/ Sunda di Samudra Hindia sebelah selatan Jawa, Palung Banda (Maluku), dan Lubuk Sulawesi (Gambar 2). Gambar 4. Beberapa jenis teripang dari dasar laut-dalam. a) Periamna naresi (dari Palung Sunda, m; b) Paroriza grevei (dari Palung Banda, m); c) Elpidia sundensis (dari Palung Sunda, m). (Galathea Report) Banyak peristiwa menarik yang ditemukan selama Ekspedisi Galathea. Salah satu peristiwa yang sangat menggemparkan adalah ketika pada bulan Juni 1951 untuk pertama kalinya berhasil dikoleksi hewan hidup dari dasar Palung Mindanao (Filipina), dari kedalaman m, yang merupakan rekor temuan hewan dari dasar palung terdalam di dunia. Ini 4
5 membuktikan bahwa hewan-hewan laut itu dapat hidup dalam lingkungan yang sangat ekstrim, yakni dengan tekanan hidrostatik lebih dari atmosfer, atau sekitar 1 ton/cm 2 (dapat diibaratkan seberat satu mobil kijang yang bertumpu pada ujung jari telunjuk) dan dalam lingkungan yang gelap gulita serta dengan suhu yang sangat dingin pula (sekitar 1 o C). Berbagai jenis hewan tertangkap dengan pukat dasar antara lain teripang, kerang, amphipod, anemun laut, cacing. Sebagian besar di antaranya merupakan jenis-jenis baru bagi ilmu pengetahuan, yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh manusia. Gambar 5. Ikan Typhlonus dengan kepala yang membulat besar, tak mempunyai mata, dengan organ mulut yang dapat dijulurkan bagai sekop untuk mencari makan di dasar laut. Tertangkap di Laut Sulawesi, pada kedalaman m (Galathea Report) Dari dasar Luat Sulawesi sedalam m dapat ditangkap pula sejenis ikan yang bentuknya aneh dari marga Typhlonus (Gambar 5). Kepalanya membulat besar tetapi lunak, tak punya mata, dan mulutnya yang berbentuk tapal kuda dapat dijulurkan bagai sekop ke dalam lumpur di dasar laut untuk mencaari makan. Ikan dengan tampilan aneh ini kemudian diberi julukan the faceless fish (ikan tanpa wajah). Gambar 6. Bassogigas profundissimus (dari Palung Sunda, m). Rekor ikan terdalam yang tertangkap dalam Ekspedisi Galathea (Galathea Report). 5
6 Yang paling menghebohkan adalah ketika di Palung Sunda (di selatan Jawa), dengan sekali tarik pukat dari kedalaman m berhasil diperoleh ribuan spesimen teripang (Holothuroidea), hewan lunak yang mendominasi dasar palung ini. Temuan ini sungguh luar biasa kaya, yang tak pernah terduga sebelumnya. Selain itu juga tertangkap anemun laut, bintang laut, krustasea, cacing, kerang dan lain-lain hanya dengan satu kali penarikan pukat. Yang tak kalah menariknya adalah karena di samping hewan tingkat rendah (avertebrata) tertangkap pula ikan Bassogigas (Gambar 6). Ini merupakan rekor tersendiri karena sebelumnya belum pernah ada hewan tingkat tinggi (vertebrata) yang bisa tertangkap pada kedalaman seperti itu. Dari dasar Palung Laut Banda juga dapat dikoleksi berbagai jenis teripang, cacing, krustasea, dan sebagainya. Krustasea yang ditemukan dari lingkungan yang gelap gulita itu semua buta, tidak mempunyai mata (Gambar 3). Dari pengalaman Galathea dapat diketahui bahwa teripang (Holothuroidea) merupakan hewan yang paling dominan hidup di dasar laut-dalam. Kelangkaan sumber makanan di dasar laut-dalam memang tak dapat menunjang kehadiran hewan-hewan pemangsa. Hanya hewanhewan pemakan detritus atau partikel-partikel organik di dasar laut seperti teripang yang paling cocok dalam lingkungan dasar laut-dalam, Gambar 7. Kiri: Claude Zobell, perintis penelitian bakteri laut, merupakan orang pertama yang meneliti bakteri laut di Indonesia. Kanan: salah satu pojok laboratorium di kapal Galathea. (Galathea Report) Keikutsertaan Professor Claude Zobell dari University of California, Amerika Serikat, seorang tokoh besar dalam bidang mikrobiologi laut (marine microbiology) dalam ekspedisi ini, menorehkan sejarah tersendiri. Penelitiannya dalam ekspedisi ini merupakan terobosan (epoch making) dalam kajian bakteri di bawah tekanan tinggi. Ia adalah ilmuwan pertama yang berhasil 6
7 membiakkan bakteri dalam suatu wadah bertekanan tinggi ( high pressure chamber) yang menyamai tekanan seperti pada kedalaman di palung laut-dalam dengan tekanan atmosfer. Ia membuktikan adanya bakteri barofilik (yang suka pada tekanan tinggi) yang hidup di dasar palung laut-dalam. Bakteri ini juga merupakan sumber karbon yang penting dalam fungsi ekosistem laut-dalam. Ia juga menemukan bahwa bakteri yang hidup dalam kolom air tidak sekaya dengan yang hidup di sedimen dasar laut-dalam. Dari Ekspedisi Galathea Zobell juga merupakan ilmuwan pertama yang meneliti bakteri di lingkungan laut Indonesia, yang hasilnya dituangkannya dalam tulisannya: Occurennce and importance of bacteria in Indonesian waters, yang diterbitkan tahun 1952 dalam Journal of Scientific Research, Indonesia. Pengambilan sampel fauna dasar laut secara kuantitatif untuk Gambar 8. Pengukuran radiasi sinar matahari di geladak kapal Galathea untuk pengukuran produktivitas organik primer di laut. Ekspedisi Galathea adalah yang pertama melakukan pengukuran produktivitas primer di perairan Indonesia (Galathea Report). 7 ini, menunjukkan kerapatannya ( density) bukanlah hal yang mudah dilaksanakan untuk laut yang ribuan meter dalamnya. Para peneliti Ekspedisi Galathea telah mengembangkan alat bottom grab yang merupakan modifikasi dari Pettersen grab untuk dicobakan di laut-dalam. Ternyata Galathea adalah perintis yang pertama kali berhasil melakukan sampling kuantitatif itu pada kedalaman lebih m, dan itu dilaksanakan di Laut Banda (Maluku) pada kedalaman dan m. Terobosan lain dari Ekspedisi Galahea adalah dalam pengukuran produktivitas organik alga fitoplankton di samudra dunia. Steemann Nielsen adalah perintis dalam pengukuran produktivitas organik di laut dengan menggunakan metode perunut (tracer) karbon radio aktif (C 14 ) dalam proses fotosintesis. Dengan metode ini kemampuan samudra untuk menghasilkan bahan organik dapat diukur. Metode ini kemudian hari menjadi metode standar yang digunakan di seluruh dunia. Dari pengukuran produktivitas yang dilakukannya keliling dunia dalam Ekspedisi Galathea, Steemann Nielsen mengindikasikan bahwa produksi total alga fitoplankton di seluruh laut di bumi ini kurang lebih setara dengan produksi total tumbuhan di darat. Informasi ini merupakan suatu terobosan baru karena sebelumnya tidak
8 pernah diketahui seberapa besar kemampuan samudra di bumi ini untuk menghasilkan bahan organik. Penelitian perdananya di perairan Indonesia dalam Ekspedisi Galathea merupakan data awal (base line) bagi penelitian lanjutan mengenai produktivitas organik di laut Nusantara yang di kemudian hari dilanjutkan oleh Lembaga Penelitian Laut, Jakarta (sekarang Pusat Penelitian Oseanografi LIPI) dalam kerjasasama dengan University of Hawaii. Tanggal 29 Juni 1952, atau lebih satu setengah tahun sejak Galathea memulai ekspedisinya keliling dunia, ekspedisi ini pun berakhir. Pelayaran panjang yang telah ditempuhnya mencatat jarak total mil atau km, hampir setara dengan tiga kali keliling bumi di garis katulistiwa. Namun sebagaimana ekspedisi-ekspedisi laut lainnya, pekerjaan besar justru menanti setelah pelayaran usai. Hasil akhir pengolahan data dan informasi dilaporkan dalam Galathea Report sebanyak 18 volume, teridiri dari sekitar 100 naskah (kebanyakan berupa monografi), ditulis oleh sekitar 65 spesialis dari Denmark dan dari berbagai negara lainnya. Di samping itu sekitar 300 makalah ilmiah lainnya, yang menggunakan material dari Ekspedisi Galathea, diterbitkan dalam berbagai media lainnya. Selain penerbitan yang sifatnya teknis ilmiah, telah diterbitkan pula berbagai buku populer untuk konsumsi publik, dan untuk bahan pendidikan. Demkian pula dalam berbagai produk berupa film. PUSTAKA Bruun, A. F General introduction to the reports and list of deep-sea stations. Galathea Report Vol. 1.Scintific Results of the Danish Deep-sea Expedition Round the World Copenhagen Bruun, A. F., S. Greve & H. Mielche The Galathea Deepsea Expedition George Allen and Darwin, London. Nielsen, E. S. & E. A. Jensen Primary oceanic production. The autotrophic production of organic matter in the oceans. Report Vol. 1.Scintific Results of the Danish Deep-sea Expedition Round the World Copenhagen Nontji, A Laut Nusantara. Cetakan keempat (Edisi Revisi). Penerbit Djambatan, Jakarta: 372 hlm. Nontji, A Penjelajahan dan Penelitian Laut Nusantara dari Masa ke Masa. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 433 hlm. Zobell, C. E Occurrence and importance of bacteria in Indonesian waters. Journal of Scientific Research Indonesia, 1:
9 Zobell, C. E. & R. Y. Morita Deep-sea bacteria. Report Vol. 1.Scientific Results of the Danish Deep-sea Expedition Round the World Copenhagen Anugerah Nontji 01/08/2017 9
EKSPEDISI VALDIVIA ( ): RINTISAN PENELITIAN LAUT-DALAM DI BAGIAN NUSANTARA
EKSPEDISI VALDIVIA (1898-1899): RINTISAN PENELITIAN LAUT-DALAM DI BAGIAN BARAT NUSANTARA Menjelang akhir abad 19, beberapa negara maritim di Eropa saling berlomba untuk melaksanakan ekspedisi-ekspedisi
Lebih terperinciEKSPEDISI CHALLENGER ( ): PELETAK FONDASI OSEANOGRAFI MODERN
EKSPEDISI CHALLENGER (1872-1876): PELETAK FONDASI OSEANOGRAFI MODERN Pada paruh kedua abad 19 perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa mulai berkembang dalam berbagai bidang. Charles Darwin dengan bukunya
Lebih terperinciEKSPEDISI PERAHU LAYAR TRADISIONAL PHINISI NUSANTARA, JAKARTA-VANCOUVER 1986
EKSPEDISI PERAHU LAYAR TRADISIONAL PHINISI NUSANTARA, JAKARTA-VANCOUVER 1986 Pemerintah Indonesia pernah mengirim ekspedisi dengan perahu layar tradisional Bugis-Makassar, Phinisi Nusantara, ke Kanada
Lebih terperinciGEOGRAFI REGIONAL INDONESIA 1
GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA 1 LAUT BANDA, CEKUNGAN LAUT TERBESAR DI DUNIA Disusun oleh : Herniyanti Ian K ( K5414025 ) Marina Kurnia H( K5414031 ) Program Studi Pendidikan Geograf Fakultas Keguruan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan
Lebih terperinciRADIOLARIA: KEINDAHAN MAHLUK LAUT RENIK DAN MAKNANYA DALAM KAJIAN LINGKUNGAN PURBA
RADIOLARIA: KEINDAHAN MAHLUK LAUT RENIK DAN MAKNANYA DALAM KAJIAN LINGKUNGAN PURBA Radiolaria merupakan zooplankton yang tergolong dalam Kelas Sarcodina, Filum Protozoa. Hewan ini pada umumnya mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis
Lebih terperinciSAMUEL FALLOURS: PELUKIS BIOTA LAUT YANG IMAJINATIF DARI AMBON
SAMUEL FALLOURS: PELUKIS BIOTA LAUT YANG IMAJINATIF DARI AMBON Samuel Fallours adalah seorang Belanda kelahiran Rotterdam. Pada tahun 1703 ia berlayar ke Hindia Belanda (Nusantara) dan memulai kariernya
Lebih terperinciM. Lutfi Firdaus, Ph.D. PENDAHULUAN
M. Lutfi Firdaus, Ph.D. I. PENDAHULUAN Laut merupakan tempat terjadinya interaksi lintas bidang keilmuan, seperti kimia, fisika, biologi, dan geologi sehingga untuk mempelajari oseanografi dengan baik
Lebih terperinciModul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan
ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan
Lebih terperinciPOTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II
K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,
Lebih terperinciBAB 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas bahkan Indonesia dijuluki sebagai negara maritim karena wilayah lautnya yang lebih luas dibandingkan wilayah
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari
Lebih terperinciOSEANOGRAFI. Pengantar
OSEANOGRAFI Pengantar 1 Apakah Oseanografi itu? Definisi : suatu ilmu yang mempelajari lautan. Bukan merupakan ilmu murni perpaduan berbagai macam ilmu dasar, yaitu geologi, geografi, fisika, kimia, biologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang
Lebih terperinciEKSPEDISI SIBOGA ( ): PELETAK FONDASI OSEANOGRAFI NUSANTARA
EKSPEDISI SIBOGA (1899-1900): PELETAK FONDASI OSEANOGRAFI NUSANTARA Sampai menjelang berakhirnya abad 19 telah banyak (lebih 30) ekspedisi ilimah dari Eropa dan Amerika yang datang mengunjungi Nusantara,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Objek Indonesia adalah negara maritim yang dikatakan sebagai zamrud khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya ikan cukup besar (6.520.100 ton/tahun), seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,
I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.
Lebih terperinciARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA
ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA Salah satu topik penelitian osenografi yang banyak mendapat perhatian dalam beberapa dekade terakhir ini adalah Arlindo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke
Lebih terperinciOSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut
OSEANOGRAFI Morfologi Dasar Laut Outline Teori Continental Drift Teori Plate Tectonic Morfologi Dasar Laut 2 Games!!! Bagi mahasiswa menjadi 3 kelompok. Diskusikan mengenai hal-hal berikut : - Kelompok
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Judul Mata Kuliah : Pengantar Oseanografi Kopel/SKS : Deskripsi singkat : Mata kuliah Pengantar Oseanografi membicarakan tentang laut dengan pendekatan aspek Kompetensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama
Lebih terperinciJOHANNES PAULUS VAN DER STOK: DARI LOG BOOK ANGKATAN LAUT KE POLA ARUS PERMUKAAN DI PERAIRAN NUSANTARA
JOHANNES PAULUS VAN DER STOK: DARI LOG BOOK ANGKATAN LAUT KE POLA ARUS PERMUKAAN DI PERAIRAN NUSANTARA Bagi mereka yang pernah belajar oseanografi fisika, tentu pernah membaca tentang tokoh Matthew Fontaine
Lebih terperinciEKSPEDISI PERAHU BOROBUDUR SAMUDRA RAKSA: JAKARTA-ACCRA
EKSPEDISI PERAHU BOROBUDUR SAMUDRA RAKSA: JAKARTA-ACCRA 2003-2004 Terdapat sejumlah bukti sejarah yang menunjukkan bahwa pada awal milenium pertama Masehi nenek moyang orang Indonesia telah mampu mengadakan
Lebih terperinciGuliano Gema Adi Satria, Bambang Sulardiono 1, Frida Purwanti
KELIMPAHAN JENIS TERIPANG DI PERAIRAN TERBUKA DAN PERAIRAN TERTUTUP PULAU PANJANG JEPARA, JAWA TENGAH Guliano Gema Adi Satria, Bambang Sulardiono 1, Frida Purwanti Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Lebih terperinciBentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut
Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut I. Bentuk-bentukan Dasar Laut Keadaan dasar laut seperti juga di daratan terdapat bentukan-bentukan dasar laut seperti pegunungan,plato, gunung, lembah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, namun merupakan puncak dari suatu proses. Berkembangnya negara-negara fasis
Lebih terperinciFITOPLANKTON LAUT: HUTAN YANG TAK TAMPAK
FITOPLANKTON LAUT: HUTAN YANG TAK TAMPAK Bila Anda sedang berenang di laut, mungkin Anda tak menyadari bahwa pada saat itu Anda sebenarnya tercebur di tengah hutan belantara yang terdiri dari berbagai
Lebih terperinciPERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH
PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH What is a thermocline? A thermocline is the transition layer between warmer mixed water at the ocean's surface and
Lebih terperinci5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial
5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei
Lebih terperinciMelacak Perburuan Mutiara dari Timur
Melacak Perburuan Mutiara dari Timur A. Latar Belakang Masuknya Bangsa Barat Peta diatas merupakan gambaran dari proses kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Nusantara. Garis menggambarkan proses perjalanan
Lebih terperinciSIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT
SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously
Lebih terperinci2. Title Bagian ini akan ditampilkan setelah bulatan menjadi besar kembali dan peta berubah menjadi judul film Djakarta Tempo Doeloe.
1 1.3.3 Treatment 1. Opening Film ini diawali dengan munculnya peta Negara Indonesia, kemudian muncul sebuah bulatan yang akan memfokuskan peta tersebut pada bagian peta Pulau Jawa. Selanjutnya, bulatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.
Lebih terperinci!. Jelaskan tentang teori seleksi alam yang dianut oleh charles darwin!
!. Jelaskan tentang teori seleksi alam yang dianut oleh charles darwin! seleksi alam yang dimaksud dengan teori evolusi adalah teori bahwa makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya
Lebih terperinciJAN HUYGEN VAN LINSCHOTEN: MEMBUKA JALAN BAGI MASUKNYA BELANDA KE NUSANTARA
JAN HUYGEN VAN LINSCHOTEN: MEMBUKA JALAN BAGI MASUKNYA BELANDA KE NUSANTARA Pada abad 15 di Eropa telah berkembang dua super power maritim dari Semanjung Iberia yakni Portugis dan Spanyol. Kapal-kapal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN dan luas perairannya Indonesia adalah Negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim yang mempunyai belasan ribu pulau dengan teritori laut yang sangat luas. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil diantara
Lebih terperinciDi unduh dari : Bukupaket.com
2. Gerak pada Hewan Salah satu sifat makhluk hidup adalah bergerak. Hewan bergerak dengan berbagai cara, misalnya ada hewan yang berjalan, berlari, terbang, berenang, merayap, dan lain sebagainya. Hewan
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.4
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.4 1. Berdasarkan letaknya laut-laut yang berada di Indonesia merupakan contoh laut jenis... transgresi pedalaman pertengahan regresi
Lebih terperinciEKSPEDISI SNELLIUS II ( ): EKSPEDISI OSEANOGRAFI TERBESAR DALAM KERJASAMA INDONESIA-BELANDA
EKSPEDISI SNELLIUS II (1984-1985): EKSPEDISI OSEANOGRAFI TERBESAR DALAM KERJASAMA INDONESIA-BELANDA Ekspedisi Snellius (1929-1930) (selanjutnya disebut Ekspedisi Snellius I) merupakan ekspedisi yang dilaksanakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia. Luas terumbu karang Indonesia
Lebih terperinciLetusan Gunung Agung bisa menghasilkan tanah tersubur
1 of 5 10/7/2017, 5:35 AM Disiplin ilmiah, gaya jurnalistik Letusan Gunung Agung bisa menghasilkan tanah tersubur di dunia Oktober 5, 2017 4.02pm WIB Petani Bali dengan latar Gunung Agung. Wilayah dengan
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,
Lebih terperinciV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru
V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun
Lebih terperinciBAB 6: GEOGRAFI LAUT DAN PESISIR
www.bimbinganalumniui.com 1. Berdasarkan proses terjadinya Laut Banda adalah laut a. Transgresi b. Regresi c. Ingresi d. Tepi e. Pedalaman 2. Karena faktor tenaga endogen, dasar laut yang mengalami penurunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima
Lebih terperinciVEINING-MEINESZ: PENELITIAN GRAVITASI DI NUSANTARA DENGAN KAPAL SELAM
VEINING-MEINESZ: PENELITIAN GRAVITASI DI NUSANTARA DENGAN KAPAL SELAM Teori tentang tektonika lempeng ( plate tectonics) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang baru mendapatkan tempat yang kokoh diterima
Lebih terperincipres-lambang01.gif (3256 bytes)
pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan
Lebih terperinciBAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT
BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan
Lebih terperinciHIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran
KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)
Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya
PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,
Lebih terperinciNegara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, yang terbentang di katulistiwa di antara dua benua : Asia dan Australia, dan dua samudera : Hindia dan Pasifik,
Lebih terperinciOSEANOGRAFI DI AWAL MASA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA: PEMETAAN SALINITAS
OSEANOGRAFI DI AWAL MASA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA: PEMETAAN SALINITAS Ketika Perang Dunia II meluas ke Pasifik tahun 1941, militer Jepang dalam waktu singkat menggilas beberapa negara Asia Tenggara.
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN
Lebih terperinciTEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT
Teknik Pengambilan Sampel Meroplankton.di Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat (Rudi, A & D. Sumarno) TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat
Lebih terperinciEKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA
EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan
Lebih terperinciSejarah Peraturan Perikanan. Indonesia
Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI
V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat
Lebih terperinciMELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT
MELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT Dugong (Dugong dugon) adalah hewan mamalia laut yang makanan utamanya adalah lamun ( seagrass). Hewan ini sangat sering diasosiasikan dengan dongeng atau legenda
Lebih terperinciFORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK
FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan Ilmu Kelautan, Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu
Lebih terperinciAlur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),
Lebih terperinciMenetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 36 TAHUN 2002 (36/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam
Lebih terperinciFENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK
FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciSTUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP
STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan
Lebih terperinciHIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA
HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA PENGUSUL Dr. Eng. NI NYOMAN PUJIANIKI, ST. MT. MEng Ir. I
Lebih terperinciEKSPEDISI SNELLIUS I ( ): PENELITIAN LUBUK LAUT-DALAM DI NUSANTARA
EKSPEDISI SNELLIUS I (1929-1930): PENELITIAN LUBUK LAUT-DALAM DI NUSANTARA Ekspedisi penelitian laut yang dilaksanakan oleh Belanda dengan kapal Siboga di perairan Nusantara pada tahun 1899-1900 telah
Lebih terperinciRingkasan Materi Pelajaran
Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan manusia dengan bumi Kompetensi Dasar 5.1 Menginterpretasi peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi 5.2 Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan
Lebih terperinciApakah terumbu karang?
{jcomments on} Apakah terumbu karang? Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang
Lebih terperinciEKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL
EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata
Lebih terperinciLAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA
LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam
Lebih terperinciPENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN
PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang
Lebih terperinci