KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU"

Transkripsi

1 KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU OLEH CHANDRA JOEI KOENAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU OLEH CHANDRA JOEI KOENAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Kajian Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Anambas, Kabupate Natuna, Provinsi Kepulauan Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain selain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2007 Chandra Joei Koenawan NRP. C

4 ABSTRAK CHANDRA JOEI KOENAWAN. Kajian Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Anambas Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Dibimbing oleh SETYO BUDI SUSILO dan ERNAN RUSTIADI. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Kepulauan Anambas yang merupakan daerah hasil pemekaran, dimana pemanfaatan ruang pesisir dan laut harus ditata secara baik dan benar sesuai dengan daya dukung lingkungan, karakteristik wilayah dan keingingan stakeholder dalam hal ini pelaku didalam masyarakat, sehingga nantinya tidak menimbulkan permasalah kedepan dalam pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang pesisir tidak mungkin dilakukan secara seragam untuk setiap wilayah laut dan pulau. Pemanfaatan harus sesuai dengan kondisi sosial dan kultur masyarakat yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan, maka diperlukan pula prioritas pengembangan dan pemanfaatan secara sinergis sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Secara umum pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan di Kepulauan Anambas saat ini, ke arah pemanfaatan sumberdaya laut, dimana hasil kesesuaian lahan memperlihatkan bahwa wilayah Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan di Kepulauan Anambas memungkinkan untuk peruntukan kawasan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan (keramba), perikanan tangkap, dan kawasan pariwisata. Karakteristik tipologi desa pesisir Kepulauan Anambas memiliki tiga bentuk karakteristi desa sesuai dengan potensi yang ada antara lain; wilayah tipologi I dimana wilayah dengan kepadatan tinggi dan ekonomi yang baik, namun minim sarana infrastruktur. Tipologi II dimana wilayah dengan sarana infrastruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan dan Tipologi III dimana wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi yang didominasi nelayan prasejahtera, Selanjutnya persepsi stakeholder mengambarkan keinginan dan peran stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) dalam arahan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir dan lautan di Kepulauan Anambas cenderung memilih pemukiman sebagai prioritas pertama, kedua budidaya perikanan, ketiga pariwisata, keempat perikanan tangkap, dan kelima konservasi pantai.

5 Judul Tesis : Kajian Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau N a m a : Chandra Joei Koenawan N R P : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M. Sc Ketua Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr Anggota Diketahui Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 18 Desember 2006 Tanggal Lulus : 19 Februari 2007

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam betuk apa pun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

7 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2006 ini adalah Kajian Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Lautan Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. H. Setyo Budi Susilo, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku pembimbing, kepada Bapak Ir. Santoso Rahardjo, M.Sc dam Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku dosen penguji. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayahanda Softianur Kamiroedin, Bc.Hk (Alm), Ibunda tercinta Kartina Wahab, Ka Eka Hartika Komariah, AMd, Bang Ade Kameswara Satriawan, SE, Ka Tri Kartika Winasari, AMd dan Mayrianti Annisa Anwar, SP yang telah memberikan doa, semangat dan pengorbanannya. Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan DFW - Indonesia, IKKNS Anambas, Conoco Phillips, Premier Oil dan Star Energy, juga saudarasaudaraku yang ada di Terempa yang selalu menjaga dan membantu dalam penelitian. Patnerku Awaludin, Alam, Idol, Ratih, Yanin, dan Iyek. Terima kasih kepada rekan-rekan daerah yang sama-sama berjuang, FOMPASRI Bogor, temanteman UGM, Lamtek UI, UNRI, P4W, Bangwil, dan adik-adik IKPMR Bogor. Teman-teman SPL Angkatan X, Angkatan XI, dan alumni SPL yang selalu memberikan motivasi bersama, juga rekan-rekan Pascasarjana PSL, DAS, IKL, ITK, MIT, dan PWD. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat Bogor, Februari 2007 Chandra Joei Koenawan

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 28 Juni 1977 dari pasangan Softianur Kamiroedin (Alm) dan Kartina Wahab. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan dari SD sampai SLTA di Pekanbaru. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan dan diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menyelesaikan pendidikan pada Tahun Disamping itu penulis juga pernah bekerja di beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antara lain; Yayasan Hakiki pada tahun 2001, Yayasan Pesisir tahun 2003 dan DFW-Indonesia tahun 2005, juga dipercaya sebagai team leader dan tenaga ahli pada beberapa proyek pesisir dan lautan bersama DKP di Jakarta. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus Wacana IPB dan pengurus Forum Pascasarjana Riau, Bogor (FOMPASRI).

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil... 5 Kesesuaian Lahan... 7 Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil... 8 Pemanfaatan Ruang... 9 Konflik Pemanfaatan Tata Ruang dalam Pengembangan Wilayah Sistem Informasi Geografis (SIG) Proses Hirarki Analisis (AHP) METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Waktu dan Lokasi Penelitian Teknik Pengumpulan Data Analisis Spasial Analisis Karakteristik Tipologi Desa Analisis Persepsi Stakeholder Terhadap Prioritas Pengembangan Pemanfaatan Ruang GAMBARAN UMUM WILAYAH Letak Wilayah dan Administrasi Pemerintahan Kondisi Fisik Wilayah Geologi dan Kemiringan Lahan Tutupan Lahan Klimatologi Hidro-oseanografi Pola Tata Guna Lahan Sumberdaya Mineral dan Tambang Kondisi Sosial Ekonomi dan Kependudukan... 41

10 Bentuk Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Kepulauan Anambas Potensi Sumberdaya Teresterial di Kepulauan Anambas Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Karakteristik Tipologi Pesisir Menurut Analisis Komponen Utama Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang berdasarkan AHP Arahan Pemanfaatan Ruang Pesisir Kepulauan Anambas KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Skala angka Saaty Tabel alur metode penelitian Jenis dan sumber data primer yang dikumpulkan Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan Kriteria yang diperlukan untuk zona kegiatan perikanan tangkap Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya perikanan laut (keramba) Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai Variabel-variabel analisis komponen utama Data hasil pengukuran parameter hidro-oseanografi bulan Juni Tahun Konstanta pasang surut Terempa Kepulauan Anambas Luas lahan menurut penggunaan di Kepulauan Anambas 2003 (ha) Persensentase menurut suku di Kepulauan Anambas Penduduk kecamatan Siantan dan Palmatak menurut agama Penduduk kecamatan Siantan dan Palmatak menurut pekerjaan Bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir di Kecamatan Siantan dan Palmatak Luas dan sebaran terumbu karang di perairan Kepulauan Anambas Luas dan sebaran mangrove di Kepulauan Anambas Jenis ikan yang bernilai ekonomis di Kepulauan Anambas Produksi perkebunan menurut jenis di Kepulauan Anambas... 50

12 22. Luas kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi di Kepulauan Anambas (ha) Luas kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas (ha) Luas kesesuaian kawasan budidaya perikanan laut (keramba) di Kepulauan Anambas (ha) Luas kesesuaian lahan untuk kawasan perikanan tangkap di Kepulauan Anambas (ha) Kesesuian lahan untuk kawasan pariwisata di Kepulauan Anambas (ha) Akar ciri (eigenvalue) hasil analisis komponen utama Penyederhanan variabel analisis komponen utama Hasil analisis cluster pada desa di Kepulauan Anambas Karakteristik tipologi desa di Kecamatan Siantan Karakteristik tipologi desa di Kecamatan Palmatak Indikator penciri tipologi wilayah Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak Jumlah dan kondisi bangunan di Kepulauan Anambas Tahun Luas Lahan Menurut Penggunaan Di Kepulauan Anambas 2003 (ha) Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Kecamatan di Kepulauan Anambas Data dan Produksi Budidaya Perikanan di Kepulauan Anambas Menurut Kecamatan, Tahun Sebaran, tipologi, jenis dan atraksi obyek wisata di Kepulauan tahun Dugaan potensi sumberdaya ikan di Kepulauan Anambas Volume produksi perikanan menurut kecamatan, Tahun (Ton)... 91

13 42. Potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Cina Selatan Jumlah alat penangkap ikan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan, tahun Armada kapal/perahu penangkap ikan yang beroperasi menurut kecamatan tahun Kegiatan program ComDev, Konsorsium Natuna Barat di Kepulauan Anambas... 95

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Batas wilayah pesisir Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas Peta Kepulauan Anambas pada posisi di Laut Cina Selatan Hirarki kesesuaian lahan untuk konservasi pantai Hirarki kesesuaian lahan untuk pemukiman Hierarki kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan (keramba) Hirarki kesesuaian lahan untuk pariwisata pantai Struktur hirarki pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Peta administrasi Kepulauan Anambas Mawar angin daerah Terempa, Kepulauan Anambas Kabupaten Natuna selama tahun 2001-Juli Grafik hasil peramalan pasang surut perairan Terempa Kepulauan Anambas Terumbu karang dan mangrove yang ada di Kepulauan Anambas Beberapa jenis ikan laut yang ditangkap oleh nelayan di Kepulauan Anambas Potensi sumberdaya teresterial di Kepualauan Anambas Peta kesesuaian untuk kawasan konservasi pantai Peta kesesuian unuk kawasan pemukiman Peta kesesuaian untuk kawasan budidaya laut (keramba) Peta kesesuaian untuk kawasan perikanan tangkap Peta kesesuaian untuk kawasan pariwisata pantai Korelasi variabel sumbu utama F1 dan F2, sumbu utama F1 dan F3.. 66

15 21. Grafik nilai tengah kelompok variabel cluster desa di Kepulauan Anambas Peta karakteristik tipologi desa pesisir Nilai bobot prioritas aspek dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Nilai bobot prioritas kriteria aspek ekonomi dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Nilai bobot prioritas kriteria aspek lingkungan dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Nilai bobot prioritas stakeholder pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Struktur hirarki pemanfaatan ruang hasil analisis gabungan AHP Pemukiman di Kecamatan Siantan dan Palmatak di Kepulauan Anambas Keramba jaring apung (KJA) dan ikan-ikan yang dibudidayakan Kem masyarakat (KJT) di Dusun Airsena, Desa Air asuk, Kecamatan Palmatak Armada kapal nelayan dan kapal Thailand di Kepulauan Anambas Transplantasi karang, penangkaran penyu, dan kawasan konservasi laut Tanjung momong di Kepulauan Anambas... 94

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rekapitulasi hasil kuisioner responden di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Palmatak, Kepulauan Anambas Data klimatologi stasiun Terempa tahun Data hasil analisis prediksi gelombang tahun Salinan Kepmen Pertanian RI tentang jalur-jalur penangkapan ikan Hasil olahan data PCA, cluster dan DFA

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia. Di wilayah ini bukan saja terkandung sumber pangan yang diusahakan melalui kegiatan perikanan dan pertanian, tetapi juga berbagai jenis sumberdaya alam dan jasa lingkungan, seperti sumberdaya mineral, gas dan minyak bumi, pemandangan alam yang indah, dan media perhubungan laut yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil saat ini berkembang dengan pesat sesuai dengan kebutuhan pembangunan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan cenderung belum secara menyeluruh mengkaji dampaknya terhadap kondisi sumberdaya alam yang menjadi obyek pengelolaan sehingga terlihat terjadi penurunan kualitas sumberdaya alam tersebut (Dahuri et al, 2001) Pada dasawarsa terakhir ini telah banyak terjadi perubahan-perubahan perkembangan, baik untuk perkembangan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan global maupun regional. Hal ini tentunya memberikan dampak yang kuat bagi perubahan-perubahan paradigma pembangunan sekaligus penataan ruang yang terjadi pada tingkat nasional maupun regional. Setelah terjadi krisis multidimensi sejak pertengahan tahun 1997 hingga sekarang, fenomena yang berkembang mengarah pada pengakomodasian paradigma tersebut serta dalam upaya mengantisipasi isu global dan pemulihan khususnya pada bidang ekonomi. Sesuai dengan jiwa Undang-Undang No 32 dan 33 Tahun 2004, mengenai upaya pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi ditingkat kabupaten serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mengisyaratkan perlunya upaya peningkatan kemampuan daerah dalam menghadapi persaingan global, merebut peluang pertumbuhan ekonomi melalui kerjasama regional dengan memanfaatkan comparative advantage melalui kegiatan produksi, pemasokan bahan baku, kegiatan ekspor produk unggulan dan lainnya. Sejalan dengan hal tersebut Provinsi Kepulauan Riau melalui UU No. 53

18 2 Tahun 1999 telah memekarkan Kabupaten Kepulauan Riau menjadi 4 (empat) kabupaten, yaitu, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna. dan Kabupaten Kepulauan Riau sendiri. Pemekaran tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan sesuai dengan potensi daerah, luas wilayah serta kebutuhan pada masa yang akan datang. Untuk pencapaian akselerasi pembangunan tersebut diperlukan kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan lautan yang holistik dalam bentuk penataan dan pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang pesisir dan lautan menggaris bawahi koordinasi keseluruhan pembangunan di daerah yang mencakup segi spasial dan persepsi masyarakat sesuai dengan sosial budaya. Produk rencana tata ruang Kabupaten Natuna belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala dalam optimalisasi pemanfaatan rencana tata ruang, yaitu: (1) Rencana tata ruang belum merupakan suatu kesatuan dengan produk rencana pembangunan daerah lainnya seperti renstra, RTRW, dan lain-lain; (2) Rencana tata ruang terlambat dibandingkan dengan perkembangan pembangunan; (3) Rencana tata ruang belum diperkuat oleh aturan perundangan dan lemahnya penegakan hukum dalam menangani konflik kepentingan antar stakeholder; (4) Kualitas sumberdaya manusia perencanaan di daerah yang masih perlu peningkatan, sehingga belum bisa memahami dan memanfaatkan rencana tata ruang secara optimal; (5) Rendahnya kesadaran publik akan nilai strategis sumberdaya kelautan, khususnya sumberdaya hayati; dan (6) Masih terlihat rencana tata ruang yang tidak memenuhi kriteria baik dilihat dari segi ekologis, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam. Secara administratif Kepulauan Anambas termasuk dalam wilayah Kabupaten Natuna, dimana Kepulauan Anambas terdiri 3 (tiga) kecamatan antara lain; Kecamatan Siantan, Kecamatan Palmatak, dan Kecamatan Jemaja. Kecamatan Siantan yang ibukotanya Terempa, dulunya merupakan suatu Kewedanaan, dimana menjadi pusat bandar kota pelabuhan di tahun 1813 M. Kampung Terempa merupakan kota perdagangan, sehingga dari dulu sampai sekarang Terempa merupakan daerah penyuplai bahan kebutuhan pokok bagi daerah di sekitarnya.

19 3 Perumusan Masalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kepulauan Anambas saat ini belum ada secara rinci, pemanfaatan ruang saat ini masih bersifat alamiah, dimana pemanfaatan ruang masih dititik beratkan kepada wilayah darat dan masih dalam konteks pemanfaatan jasa-jasa lingkungan seperti perhubungan laut dan pariwisata. Adapaun potensi sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan pesisir belum termanfaatkan secara optimal. Disisi lain pemanfaatan sumberdaya perairan laut di kawasan Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Siantan dan Palmatak, selama ini secara nyata dilakukan tanpa perencanaan dan pengawasan yang baik, seperti aktifitas tangkap lebih pada beberapa kawasan yang hanya termanfaatkan. Degradasi sumberdaya alam terjadi akibat pencemaran, penangkapan ikan dengan menggunakan bom, bahan kimia, pengambilan karang yang berlebihan dan lain-lain. Salah satu bukti lain pengelolaan dan pengaturan pemanfaatan perairan Kepulauan Anambas belum dilakukan secara baik dan benar seperti timbulnya berbagai konfik pemanfaatan ruang, antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang, nelayan lokal dengan nelayan asing dan antara nelayan lokal itu sendiri, juga kegiatan penangkapan ikan dan pembuangan limbah, Kepulauan Anambas yang merupakan daerah hasil pemekaran, dimana pemanfaatan ruang pesisir dan laut harus ditata secara baik dan benar sesuai dengan daya dukung lingkungan, karakteristik wilayah dan keinginan stakeholder dalam hal ini pelaku di dalam masyarakat, sehingga nantinya tidak menimbulkan permasalahan ke depan dalam pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang pesisir tidak mungkin dilakukan secara seragam untuk setiap wilayah laut dan pulau. Pemanfaatan harus sesuai dengan kondisi sosial dan kultur masyarakat, selain itu sehubungan dengan banyaknya sektor-sektor pemanfaatan (seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengelolaan perikanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, perhubungan, dan industri maritim) yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan, maka diperlukan pula prioritas pengembangan dan pemanfaatan secara sinergis sesuai dengan dimensi ruang dan waktu.

20 4 Berdasarkan uraian di atas, maka akar permasalahan dapat dirumuskan : 1. Bagaimana kesesuaian fisik sumberdaya untuk berbagai peruntukan kawasan konservasi pantai, kawasan pemukiman, kawasan budidaya perikanan laut (keramba), kawasan perikanan tangkap dan kawasan pariwisata pantai, 2. Bagaimana karakteristik desa pesisir dan keterkaitan pemanfaatan ruang pesisir di Kepulauan Anambas, 3. Apakah bentuk kebijakan pemanfaatan ruang yang dikembangkan di Kepulauan Anambas sudah sesuai dengan persepsi stakeholder. Tujuan dan Manfaat Penelitian Pemanfaatan yang sejalan dengan pembangunan di Kepulauan Anambas menjadikan suatu bentuk permasalahan baru dalam segi pemanfaatan, sehingga diperlukan kajian terhadap pemanfaatan ruang pesisir dan laut di Kepulauan Anambas. Ada paun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Menganalisis kesesuaian penggunaan ruang untuk peruntukkan kawasan konservasi pantai, kawasan pemukiman, kawasan budidaya perikanan laut, kawasan perikanan tangkap, dan kawasan pariwisata pantai. 2. Menganalisis karakteristik dan tipologi desa-desa pesisir 3. Menganalisis persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi daerah dalam pembangunan wilayah dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dan acuan, baik dari pemerintah daerah dan pihak swasta dalam menentukan kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan lautan.

21 5 TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km 2 dan 75 persen adalah Zona Ekonomi Eksklusif (Dahuri, 1998). Sejumlah besar (lebih dari buah) dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang tersebar di Kepulauan Indonesia. Definisi pulau-pulau kecil disini adalah kumpulan pulau-pulau secara fungsional, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdaya (DKP, 2001b). Sebagai kawasan kecil keberadaan pulau-pulau kecil baik dari segi ekosistem pulau itu sendiri maupun keragaman hayati (biodiversity) yang ada di dalam ekosistem sekitar pulau yang sangat rentan terhadap berbagai aktivitas manusia yang terjadi di kawasan daratan. Pulau kecil juga dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas areanya kurang dari km 2 dan mempunyai penduduk berjumlah kurang dari jiwa (Beller et al 1990 diacu dalam Retraubun, 2001). Sementara itu, menurut Dahuri (1998) pulau-pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut. Keterisolasian ini juga dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu pulau juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Pulau kecil juga mempunyai tangkapan air tawar yang relatif kecil. Selajutnya dilihat dari aspek budaya, masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan. Dalam suatu wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdapat sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya. Ekosistem tersebut bersifat alamiah atau buatan. Ekosistem alami yang terdapat di pulau-pulau kecil, antara lain adalah : terumbu karang (coral reef), mangrove, pantai berbatu (rocky beach), estuaria, laguna, delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa kawasan pariwisata, kawasan budidaya (marine culture) dan kawasan pemukiman (Dahuri et al. 2001).

22 6 Sumber: Pernetta dan Milliman, 1995 diacu dalam DKP (2000) Gambar 1 Batas wilayah pesisir Secara umum, sumberdaya alam di kawasan pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya yang tidak dapat pulih (non renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan (environmental service). Sumberdaya dapat pulih, terdiri berbagai ikan, plankton, benthos, molusca, mamalia laut, rumput laut (seaweeds), lamun (seagrass), mangrove, terumbu karang, dan krustasea. Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi minyak bumi dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya. Jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan antara lain adalah pariwisata dan perhubungan laut. Selama ini potensi sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil belum banyak digarap secara optimal. Hal tersebut diakibatkan upaya masyarakat dan pemerintah lebih banyak terkuras untuk mengelola sumberdaya yang ada di darat yang mempunyai luas hanya sepertiga dari luas negeri ini (Kusumastanto, 2000). Sumberdaya ikan di kawasan pulau-pulau kecil terkenal sangat tinggi. Hal ini karena didukung oleh ekosistem yang komplek dan sangat beragam seperti ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun. Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil, seperti: pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi yang mempunyai nilai tinggi bagi

23 7 peningkatan pendapatan masyarakat sekitar maupun pendapatan nasional. Keanekaragaman dan keindahan yang terdapat di pulau-pulau kecil tersebut merupakan daya tarik tersendiri di dalam pengembangan pariwisata. Kesesuaian Lahan Ekosistem pulau-pulau kecil juga memilki peran dan fungsi yang sangat menentukan, bukan saja kesinambungan ekonomi tetapi juga kelangsungan hidup umat manusia. Faktor paling utama adalah fungsi sebagai pengatur iklim global temasuk dinamika lanina, siklus hidrologi dan biokimia, penyerap limbah, sumberdaya plasma nuftah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan (Dahuri, 1998). Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dilakukan dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan. Permasalahan umum penggunaan lahan yang sering terjadi di wilayah pesisir adalah degradasi lingkungan seperti degradasi habitat, kerusakan ekosistem pesisir, pencemaran, konflik pemanfaatan ruang sumberdaya dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang tidak efisien. Diantara penyebab utama timbulnya masalah tersebut adalah karena belum adanya penataan ruang yang komprehensif pada wilayah pesisir dan menyebabkan terjadi penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan terhadap tata ruang yang ada (Bengen, 2002). Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna tanah. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk jenis penggunaan lahan tersebut (Widiatmaka, 2001) Menurut Widiatmaka (2001), tujuan evaluasi kesesuaian lahan adalah menentukan nilai (kelas) untuk tujuan tertentu, dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan dan berkaitan dengan perencanaan tata guna tanah.

24 8 Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, konsep ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sebagai suatu sistem, ruang wilayah memiliki struktur dan fungsi, dimana struktur wilayah adalah susunan (arrangement) dari berbagai penggunaan ruang (kegiatan ekonomi) dalam ruang fisik. Fungsi wilayah adalah aliran (transport) barangbarang/komoditas (economic goods), orang, dan bahan pencemar antara penggunaan ruang. Dilihat dari jangka waktu, pelaksanaan rencana tata ruang juga bervariasi. Suatu rencana tata ruang merupakan suatu produk dari kegiatan perencanaan tata ruang yang disusun pada suatu saat tertentu untuk kurun waktu tertentu pula. Jangka waktu perencanaan tata ruang wilayah pesisir terdiri dari beberapa tingkatan menurut UU No. 24 tahun Untuk rencana tata ruang wilayah pesisir kabupaten/kota, jangka waktu perencanaan adalah 10 tahun. Tata ruang pesisir dapat dikelompokan melalui pengaturan lahan wilayah ke dalam unit-unit yang homogen ditinjau dari keseragaman fisik, nonfisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan. Wilayah Pesisir paling dikenal sebagai daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan dimana merupakan kawasan di permukaan bumi yang paling padat dihuni oleh umat manusia (Dahuri, 1997). Perencanaan tata ruang wilayah pesisir adalah lebih komplek bila dibandingkan dengan perencanaan tata ruang daratan, karena (a) perencanaan di wilayah pesisir harus mengikutsertakan semua aspek yang berkaitan, baik dengan wilayah darat maupun wilayah lautan, (b) aspek daratan dan lautan tersebut tidak dapat dipisahkan secara fisik oleh garis pantai, karena kedua aspek tersebut saling berinteraksi secara terus menerus dan bersifat dinamis, seiring dengan prosesproses fisik dan biogeokimia yang terjadi, dan (c) bentang alam (geomorfologi dan fisiografi) wilayah pesisir berubah secara cepat bila dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini merupakan interaksi yang dinamis antara daratan dan lautan (Dahuri, 1997).

25 9 Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan ruang diartikan sebagai rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Menurut UU No. 24 tahun 1999 Pasal 15 tentang Penataan Ruang, pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaan, yang didasarkan atas rencana tata ruang. Adapun yang dimaksud dengan struktur pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hirarki dan saling berhubungan satu sama lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya dalam mewujudkan penguasaan penggunaan, pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya. Menurut Sugandhy (1999), permasalahan dalam pemanfaatan ruang wilayah di Indonesia dicirikan dengan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan serta permasalahan kependudukan lainnya yang semakin besar karena tanah kehutanan dan tanah pertanian dikonversi untuk pemukiman, industri dan pemanfaatan lainnya. Oleh karena itu kecenderungan merosotnya sumberdaya alam dan lingkungan hidup selain diakibatkan oleh menurunnya kualitas pemanfaatan ruang, juga dipacu oleh kualitas wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang merupakan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hierarki dan sruktural pemanfaatan ruang tersusun antara lain meliputi pusat-pusat pelayanan (kota, lingkungan, pemerintahan); prasarana jalan; rancangan bangun kota seperti ketinggian bangunan, jarak antara bangunan dan sebagainya. Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang mengambarkan ukuran, fungsi dan karakter kegiatan atau kegiatan alam. Pola pemanfaatan ini ditandai dengan pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, pertanian serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.

26 10 Beberapa hal yang terkait dengan pemanfaatan ruang tercantum dalam pasal 15 dan 16, UU. N0 24 Tahun 1992, yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pasal Pemanfaatan ruang dilakukan melalui program pemanfaatan ruang beserta pembiayaan yang didasarkan atas rencana tata ruang, 2. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. b. Pasal Dalam Pemafaatan ruang dikembangkan : a. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2; b. Perangkat yang bersifat insentif dan disentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara. 2. Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan pemanfaatan ruang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu dalam penyusunan komposisi pemanfaatan ruang secara optimal selain bertujuan untuk meningkatkan produktivitas juga diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungannya Konflik Pemanfaatan Mitchell et al, 2000 diacu dalam Darwin (2005), juga menyebutkan beberapa penyebab dasar konflik. Pertama, perbedaan pengetahuan atau pemahaman dapat mengarahkan timbulnya konflik. Berbagai kelompok mungkin menggunakan model, perkiraan atau informasi yang berbeda. Perbedaan fakta menimbukan konflik tentang apakah telah muncul persoalan dan penyelesaian persoalan, manakah yang paling tepat. kedua, konflik dimungkinkan muncul karena perbedaan nilai. Dalam hal ini, mungkin ada kesepakatan tentang bentuk

27 11 suatu persoalan serta cara penyelesaiannya, akan tetapi terjadi perbedaan yang pokok pada titik akhir yang dituju. Kelompok lain mungkin meyakini bahwa sejumlah air tertentu harus tetap dialokasikan untuk kepentingan lain, terutama untuk menjamin kehidupan ikan dan berbagai air lainnya. Ketiga, perbedaan kepentingan dapat menimbulkan konflik meskipun berbagai kelompok menerima fakta dan interpretasi yang sama, serta mempunyai kesamaan nilai. Keempat, konflik muncul karena adanya persoalan pribadi atau karena latar belakang sejarah. Konflik tidaklah sesuatu yang berkonotasi kurang baik, dalam banyak hal, dapat membantu dalam mengidentifikasi permasalahan apabila suatu proses atau prosedur mengalami jalan buntu. Konflik juga dapat merupakan rambu-rambu bagi penganalisa atau manager untuk senantiasa menyadari akan adanya perbedaan, baik pandangan maupun nilai-nilai (Mitchell et al, 2000 diacu dalam Darwin, 2005). Tata Ruang dalam Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah adalah suatu upaya mendorong perkembangan wilayah secara mendasar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. Upaya tersebut antara lain: (a) meningkatkan kemampuan masyarakat yang meliputi kelembagaan, akses, informasi teknologi dan keterampilan, (b) meningkatkan efisiensi produksi yang meliputi kemampuan teknologi investasi dan trasportasi, (c) pengendalian dampak lingkungan, (d) peningkatan kemampuan pemerintah daerah. Selanjutnya pembangunan dengan pendekatan pengembangan wilayah yang dilakukan selama ini memiliki intensitas tinggi, hal ini seringkali menyebabkan rusaknya kawasan lindung yang pada akhirnya menyebabkan lingkungan di sekitar terancam rusak. Kerusakan-kerusakan tersebut antara lain: pencemaran, degradasi fisik, habitat, over-eksploitasi sumberdaya alam serta konflik penggunaan lahan pembangunan. Selain itu, di daerah hinterland relatif kurang berkembang akibat keterbatasan akses yang akhirnya menimbulkan kesenjangan wilayah.

28 12 Oleh karenanya perlu dilakukan suatu rencana pengembangan wilayah yang dilakukan secara holistik, sinergis, koordinatif, efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat melalui penataan ruang (Deni, 2000). Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan. Pengambilan, analisis data dan tampilan data geografis yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. SIG adalah sistem komputer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan personal (manusia) yang dirancang untuk secara efisien memasukan, menyimpan, memperbaharui, menanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua jenis informasi yang berorentasi geografis. (ESRI, 1990). Perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah lebih komplek bila dibandingkan dengan perencanaan spasial di daerah daratan. Hal ini dikarenakan (a) perencanaan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil harus mengikut sertakan semua aspek yang berkaitan baik dengan wilayah darat maupun lautan; (b) aspek daratan dan lautan tersebut tidak dapat dipisahkan secara fisik oleh garis pantai. Kedua aspek tersebut saling beriteraksi secara terus menerus dan bersifat dinamis seiring dengan proses-proses fisik dan biogeokimia yang terjadi; dan (c) bentang alam daerah pesisir berubah secara cepat bila dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini merupakan hasil interaksi yang dinamis antara daratan dan lautan (Dahuri, 1997). Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan di bidang pertanian, kehutanan serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Hanya dalam beberapa tahun penggunaan SIG telah tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan, perairan dan sosial ekonomi. SIG juga telah digunakan di bidang militer, permodelan perubahan iklim global dan geologi. Proses Hirarki Analisis (AHP) Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan pembangunan adalah AHP (The Analytic Hierarchy Process). Metode

29 13 AHP ini dapat menentukan prioritas dari beberapa kegiatan atau proyek. Namun apabila jumlah kegiatan yang akan ditentukan prioritasnya sangat banyak (lebih dari 10 kegiatan), maka perlu ada modifikasi dalam metode AHP tersebut atau yang disebut MAHP (Modifikasi AHP). Sebenarnya dapat saja digunakan metode AHP secara murni, yaitu dibuat jenjang penilaian, misalnya dari seluruh kegiatan tersebut dikelompokan berdasarkan program, dan kemudian dikelompokkan lagi dalam sub-program atau sub-sub program, sehingga jumlah kegiatan dalam subsub program tersebut kurang atau sama dengan 10 kegiatan. Kemudian dibuat prioritas proyek atau kegiatan yang ada dalam sub-sub program tersebut. Namun metode AHP dengan banyak hirarki ini akan semakin rumit, sedangkan kita memerlukan metode yang mudah namun secara akademis dapat dipertanggung jawabkan, sehingga pilihan modifikasi AHP ini merupakan salah satu alternatif yang dipilih. Disamping itu dengan menentukan prioritas kegiatan atau proyek hanya dalam suatu sub-sub program, maka kita tidak dapat membandingkan suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dalam keseluruhan kegiatan yang ada dalam suatu departemen atau pemerintah daerah. Modifikasi AHP ini terletak pada penilaian dengan menggunakan skor (misalnya 0,1,2, dan 3) untuk masing-masing kegiatan dikaitkan dengan misalnya kedekatannya dengan sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, jadi bukan dengan membandingkan antar kegiatan mengingat jumlah kegiatan yang akan ditentukan prioritasnya sangat banyak. Metode AHP maupun MAHP ini dapat digunakan disamping untuk menentukan prioritas kegiatan juga dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan/proyek dari beberapa bahkan ribuan proyek. AHP adalah salah satu alat analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika aspek kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didisain untuk sampai kepada suatu skala preferensi di antara berbagai set alternatif. Dengan demikian dapat dianggap sebagai model multy objective multy criteria. Untuk menggunakan alat analisis ini, suatu masalah yang rumit dan tak

30 14 berstruktur perlu terlebih dahulu dipecah ke dalam berbagai komponennya. Setelah menyusun komponen-komponen ini ke dalam sebuah urutan hirarki, maka diberikan nilai dalam bentuk angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian terhadap relatif pentingnya setiap bagian itu. Untuk sampai kepada hasil akhir, penilaian tersebut disintesiskan (melalui penggunaan eigen vector) guna menentukan variabel mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Asumsi-asumsi yang digunakan oleh AHP adalah sebagai berikut: Pertama, harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas) kemungkinan tindakan, yakni: 1, 2, 3,,n yang adalah tindakan positif, (n) adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) pentingnya atribut-atribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan responden dan situasi yang relevan, walaupun demikian mengikuti pendekatan AHP dipergunakan metode skala angka Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan antara satu atribut terhadap atribut lainnya sama penting dan untuk atribut yang sama selalu bernilai satu, sampai dengan 9 (sembilan) yang menggambar satu atribut ekstrim penting terhadap atribut lainnya. Pada Tabel 1 disajikan skala angka Saaty beserta definisi dan penjelasannya. Tabel 1 Skala angka Saaty Intensitas/ Pentingnya Definisi 1 Sama penting 3 Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain 5 Sifat lebih pentingnya kuat 7 Menunjukkan sifat sangat penting 9 Ekstrim penting 2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua penilaian Keterangan Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai dari pada yang lain Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain. Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. Diperlukan kesepakatan (kompromi)

31 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah ini, semakin menambah permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, untuk mengatasi permasalahan tersebut kerjasama antar sektor sangat diperlukan dalam setiap tahap pembangunan wilayah pesisir mulai dari proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sejalan dengan desentralisasi, daerah mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan dan pengembangan wilayahnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengunaan lahan yang tidak optimal serta pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang tidak efisien merupakan permasalahan utama yang sering ditemukan dalam pembangunan wilayah pesisir. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah institusi yang sangat berperan dalam membidangi masalah ini, telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut seperti penataan ruang wilayah pesisir. Namun seringkali kebijakan tersebut menjadi tidak berarti, karena ketidak terlibatan masyarakat, dimana masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan wilayah pesisir. Permasalahan yang sering muncul dalam perencanaan pembangunan wilayah pesisir adalah terabaikannya peran masyarakat lokal dalam setiap tahapan pembangunan sehingga kepentingan mereka terhadap sumberdaya pesisir dan laut tidak terakomodir dalam suatu perencanaan pembangunan yang terpadu dengan stakeholder yang lain. Kepulauan Anambas yang merupakan daerah hasil pemekaran, dimana pemanfaatan ruang pesisir dan laut harus ditata secara baik dan benar sesuai dengan daya dukung lingkungan, karakteristik wilayah dan keinginan stakeholder dalam hal ini pelaku di dalam masyarakat, sehingga nantinya tidak menimbulkan permasalah kedepan dalam pemanfaatan ruang. Analisis diawali dengan mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengelolaan pesisir dan lautan yang mencakup aspek biofisik, sosial ekonomi dan budaya. Analisis biofisik dan lingkungan diawali dengan menumpangsusunkan

32 16 peta-peta tematik seperti penggunaan lahan, peta kontur dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, penggunaan analisis karakteristik dan tipologi desa adalah untuk mengambarkan karakteristik wilayah dan tipologi desa pesisir di kawasan Kepulauan Anambas. Hasil dari kedua analisis tersebut akan dipadukan dengan persepsi stakeholder yang mengunakan Proses Hirarki Analisis (AHP). AHP dapat mengambarkan keinginan dan persepsi stakeholder terhadap prioritas keinginan stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) dalam pengembangan pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kepulauan Anambas dimasa mendatang. Pemilihan responden untuk analisis ini harus memperhitungkan pengetahuan yang luas dan keterkaitan dengan pembangunan di Kepulauan Anambas. Keluaran dari studi ini akan menjadikan masukan bagi kebijakan daerah dalam pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas dengan tetap mempertimbangkan rencana induk pembangunan di Kabupaten Natuna. Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang dan alur metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2. masuk Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kepulauan Anambas Potensi dan Permasalahan Biofisik dan Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya Persepsi Stakeholder Overlay Karakteristik Biofisik Kriteria Kesesuaian Peruntukan Lahan Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Karakteristik & Tipologi Desa Pesisir Proses Hirarki Analisis Analisis Pemanfaatan Lahan Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Gambar 2 Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas.

33 Tabel 2. Tabel alur metode penelitian 17

34 18 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Palmatak yang merupakan gugusan Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Selama 6 bulan penelitian ini mulai dari bulan Januari 2006 Juni 2006 yang meliputi pengumpulan data primer dan sekunder serta studi pustaka. Letak wilayah Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber : Microsoft corporation all rights reserved, 2003 diacu dalam Darwin (2005) Gambar 3 Peta Kepulauan Anambas pada posisi di Laut Cina Selatan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Kebutuhan data primer biofisik dilakukan dengan cara metode survei dengan pengambilan contoh di lapangan secara acak. Kegiatan di lapangan meliputi survei tentang data sekunder dan kegiatan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Responden yang terdiri atas: Aparat pemerintah, tokoh masyarakat, dan pihak swasta dikedua kecamatan di Kepulauan Anambas yang merupakan stakeholder. Jenis data primer yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.

35 19 Tabel 3 Jenis dan sumber data primer yang dikumpulkan No Jenis Data Sumber Data 1. Data Sosial dan Kelembagaan (Adat istiadat, perekonomian rakyat, stuktur pemerintahan dan lembaga masyarakat) 2. Data Pemanfaatan Ruang (Pemukiman, Perikanan, Budidaya, Koservasi dan Pariwisata) Bappeda Kabupaten dan Pemerintah Kecamatan Survei dan Bappeda Kabupaten 3. Persepsi Stakeholders Kuisioner dan Wawancara Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian seperti; Bappeda, Kimpraswil Kabupaten, Pemda Kabupaten Natuna, Dinas Perhubungan, Bakosurtanal, dan Dinas Hidro-Oseanografi dan lain sebagainya, serta hasil studi dan penelitian yang sudah ada yang berkaitan dengan kegiatan di kawasan Kepulauan Anambas, maupun hasil studi kepustakaan. Jenis data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan No Jenis Data Sumber Data 1. Demografi Kependudukan Bappeda Kabupaten Natuna dan Pemerintah Kecamatan Siantan dan Palmatak 2. Sarana dan Prasarana Bappeda dan Kimpraswil Kabupaten Natuna 3. Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Terempa 4. Peta Administrasi Wilayah Pemda Kabupaten Natuna dan Kecamatan Siantan 5. Peta Rupa Bumi Bappeda Natuna dan Bakosurtanal 6. Peta Lingkungan Laut Nasional Dihidros-oseanografi 7. Peta Penggunaan Lahan Bappeda Kabupaten Natuna 8 Data Oseanografi Studi Pustaka dan Dinas Perhubungan 9 Vegetasi Mangrove dan Terumbu Karang Studi Pustaka Analisis Spasial Penggunaan analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi sumberdaya alam baik di darat maupun lautan, sehingga diperoleh luasan yang sesuai untuk pemanfaatan ruang yang sesuai bagi peruntukan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan laut, perikanan tangkap, dan pariwisata

36 20 pantai. Penggunaan SIG dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) antara seluruh tema-tema peta akan didapatkan seleksi tata ruang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, pembobotan (weighting), pengharkatan (scoring), dan kelas (class). Prosedur kerja SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah perangkat keras, perangkat lunak dari data geografis untuk mendayagunakan sistem penyimpanan, manipulasi, analisis dan penyajian seluruh bentuk informasi geografis. Data atribut maupun data informasi terkait pada aspek keruangan lokasional disajikan dalam bentuk peta sebagai basis data. Untuk memperoleh hasil analisis spasial dilakukan teknik penampalan (overlaying), dari beberapa peta tematik baik dalam bentuk vektor maupun raster. Pada prinsipnya informasi spasial yang dihasilkan didasarkan pada nilai-nilai digit yang baru sebagai hasil perpaduan antara nilainilai digit yang lama. Software yang digunakan adalah software untuk SIG. Analisis spasial dilakukan pada 5 (lima) analisis kesesuaian lahan, yaitu: masing-masing adalah, (1) kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai, (2) kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman (3) kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan laut, (4) kesesuaian lahan untuk zona perikanan tangkap dan, (5) kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai. Untuk setiap kesesuaian lahan urutan prosesnya berbeda berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, sebagaimana disajikan pada Gambar Kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai Jarak dari pantai Vegetasi Jarak pemukiman Peta kesesuaian lahan untuk Konservasi Ketinggian Gambar 4 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai

37 21 2. Kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman Kriteria yang diperlukan untuk kawasan permukiman dan perkotaan dari aspek alokasi penetapan ruang adalah sebagaimana pada Gambar 5. Jarak dari pantai Jarak sumber Air tawar Aksesibilitas Peta kesesuaian lahan untuk Pemukiman Ketinggian Gambar 5 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman 3. Kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan dan zona perikanan tangkap Berdasarakan karakteristik pulau-pulau kecil, maka arahan pemanfaatan potensi sumberdaya tersebut diantaranya adalah budidaya perikanan (keramba) dan perikanan tangkap, Kriteria yang diperlukan untuk zonasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 5 Keterlindungan Jenis dasar perairan Kedalaman Suhu perairan Peta kesesuaian lahan untuk Keramba Kecerahan Gambar 6 Hirarki kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan (keramba)

38 22 4. Kesesuaian lahan untuk zona perikanan tangkap Kriteria lahan untuk kegiatan perikanan tangkap dilihat dari zona-zona perikanan tangkap yang ada di Kepulauan Anambas, penentuan zonasi juga melihat kondisi kawasan di sekitarnya, sebagaimana dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria yang diperlukan untuk zona kegiatan perikanan tangkap Kegiatan Perikanan Tangkap 1. jauh dari zona budidaya Kriteria 2. jarak aman dari kawasan-kawasan lain, yang didasarkan atas tipe pasang surut. 3. jauh dari daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground). Sumber : Bengen (2002), Modifikasi Peneliti (2006) 5. Kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai Kriteria wilayah yang diperlukan untuk menentukan kawasan kegiatan pariwisata, adalah sebagi berikut: 1. mempunyai keindahan yang menarik untuk dilihat dan dinikmati, 2. keaslian panorama alam dan keaslian budaya, 3. keunikan ekosistem, 4. di dalam lokasi wisata tidak ada gangguan binatang buas, arus berbahaya, angin besar dan topografi dasar laut yang curam, 5. tersedia sarana dan prasarana yang menujang pariwisata. Selanjutnya dilakukan penentuan pemanfaatan lahan pulau dan perairan untuk kegiatan wisata yang disusun berdasarkan parameter biofisik dimana dapat dilihat pada Gambar 7. Kedalaman Kecerahan Substrat dasar Perairan Peta kesesuaian lahan untuk Pariwisata Jarak sumber Air tawar Gambar 7 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai

39 23 Penyususan matrik kesesuaian lahan dengan berbagai peruntukan didasarkan pada matrik kriteria penentuan kesesuaian lahan dari FAO, Bakosurtanal maupun hasil modifikasi kriteria peneliti dari studi pustaka. Struktur kerja analisis kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 6,7,8 dan 9 matrik berikut ini: Tabel 6 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Jarak dari pantai (m) 3 > < Jarak dari sumber air tawar (m) 3 < > Aksesibilitas (jalan), (m) 2 < > Ketinggian (m) > Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006) Tabel 7 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Jarak dari pantai (m) 3 < > Vegetasi 3 Mangrove Non Mangrove Jarak dari pemukiman (m) 2 > < Ketinggian (m) >21 1 Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006) Tabel 8 Matrik kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan laut (Keramba) No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor N Skor 1 Keterlindungan 3 Sangat terlindung 4 Terlindung 3 Tidak terlindung 1 2 Substrat dasar perairan 3 Karang Berpasir 4 Pasir 3 Berlumpur 1 3 Kedalaman (m) <4 dan >15 4 Suhu perairan ( 0 C) <24 dan > Kecerahan 2 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 1 Sumber : Tiensongrusme 1986, diacu dalam DKP (2001a), Modifikasi Peneliti (2006)

40 24 Tabel 9 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai No Parameter Bobot (%) Kategori S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Kedalaman Perairan (m) > Kecerahan 3 Tinggi 4 Sedang Rendah 1 3 Subsrat dasar perairan 2 Karang 4 Pasir, terumbu Lumpur 1 4 Jarak dari sumber air tawar (m) 2 < Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006) 2 > Kesesuaian lahan dalam pemanfaatan ruang dianalisis berdasarkan kriteria dan persyaratan masing-masing, dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi kedalam 3 kelas yang didefinisikan sebagai berikut: Kelas S1 : Sangat sesuai (Higly Suitable): Kawasan/lahan ini mempunyai pembatas yang serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi daerah tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari biasa dilakukan dalam pengusahaan lahan tersebut, Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable) Kawasan/lahan ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau pembatas tersebut akan mengurangi tingkat produktivitas kawasan/lahan dengan keuntungan yang diperoleh, serta pembatas ini akan meningkatkan masukan untuk mengusahakan daerah/lahan tersebut, Kelas S3 : Tidak sesuai saat ini (Currently Not Suitable) yaitu kawasan/lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat serius akan tetapi masih memungkinkan diatasi atau diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi yang sebih tinggi serta tambahan biaya yang lebih rasional, Kelas N : Tidak sesuai (Not Suitable) Kawasan/lahan mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap suatu pengguna secara lestari.

41 25 Pembobotan (Weighting) dan Skoring Analisis overlay yang digunakan adalah indeks overlay model (Benham dan Carter, diacu dalam Candra, 2003). Pembobotan pada setiap faktor pembatas ditentukan berdasarkan dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditujukan pada suatu parameter untuk seluruh analisis lahan misalnya; parameter jarak pantai mempunyai bobot lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian untuk kesesuaian pemukiman. Model matematis disajiakan sebagai berikut: dimana : S x Sij Wi S x = Sij Wi x Wi = Indeks terbobot poligon terpilih = Nilai kelas ke-j dalam peta ke-i = Bobot peta ke-i Besarnya bobot dan skoring tidak memiliki nilai mutlak, karena hanya digunakan untuk memudahkan analisis terhadap evaluasi kesesuaian lahan. Adapun penetuan nilai kelas kesesuaian lahan untuk setiap peruntukkan adalah: 3,26 4 : Sangat Sesuai 2,51 3,25 : Sesuai 1,76 2,50 : Tidak Sesuai Bersyarat 1,00 1,75 : Tidak Sesuai Dari hasil analisis kesesuaian lahan akan diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukkan kawasan/zona tersebut. Dengan adanya teknik SIG, diharapkan kendala-kendala pengembangan kawasan ini dapat diperkecil, disamping itu perubahan luas jenis penggunaan lahan kegiatan tertentu pada setiap tempat dapat berbeda tergantung lokasi. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah daerah.

42 26 Analisis Karakteristik Tipologi Desa Penggunakan metode Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis /PCA), dimaksud untuk melihat karakteristik dan tipologi terhadap keseluruhan desa di Kecamatan Siantan dan Palmatak dengan menggunakan data sekunder yaitu data potensi desa (PONDES), yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun Analisis komponen utama merupakan teknik analisis multivariabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang menginformasikan secara linier suatu set variabel kedalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi (Bengen, 2001). Adapun variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Variabel-variabel analisis komponen utama No Variabel Notasi 1. Jumlah penduduk, Invers Jarak dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kecamatan yang Membawahi (km) JRK-KK 2. Kepadatan penduduk PADAT 3. Rasio Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I (keluarga) dengan Jumlah Keluarga (keluarga) PRASEJAH 4. Jumlah SD/100 Penduduk SD 5. Jumlah SLTP/100 Penduduk SLTP 6. Jumlah SLTA/100 Penduduk SLTA 7. Rasio Ladang/Kebun dengan Luas Desa LADANG 8. Rasio Perumahan dan Pemukiman dengan Luas Desa RUMAH 9. Rasio Jumlah Keluarga yang Menangkap Ikan di Laut dengan Jumlah Keluarga KEL-IKAN 10. Rasio Jumlah Keluarga yang Mengusahakan Budidaya Perikanan di Laut dengan Jumlah Keluarga KEL-BUD Pengunaan analisis kelompok (Cluster Analysis) dimana berfungsi untuk melihat pengelompokkan suatu desa terhadap faktor-faktor yang mencirikan karakteristik tipologi wilayah. Analisis faktorial diskriminan (Discriminant Analysis / DFA) diperlukan untuk melihat apakah ketepatan dari masing-masing analisis dan penyusun model tipologi wilayah.

43 27 Analisis Persepsi Stakeholder Terhadap Prioritas Pengembangan Pemanfaatan Ruang. AHP adalah salah satu metode analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel, terutama sekali membantu pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika aspek kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan. Metode MAHP merupakan metode AHP yang dimodifikasi untuk menjangkau dalam penentuan prioritas salah satu kegiatan dengan banyak alternatif pilihan (> 10 kegiatan pilihan). Adapun permasalahan yang dibahas diantaranya persepsi stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang, sebagai responden yang dianggap berperan aktif dan memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang pengembangan pemanfaatan ruang (Lampiran 1). Responden tersebut terdiri dari 5 orang disetiap kecamatan, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pemerintah (pengambil keputusan), swasta dan tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Siantan dan Palmatak dengan teknik wawancara yang menggunakan kuisioner, struktur hirarki yang digunakan dalam analisis ini dapat dilihat pada Gambar 8.

44 Gambar 8. Struktur hirarki pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas 28

45 29 GAMBARAN UMUM WILAYAH Letak Wilayah dan Administrasi Pemerintahan Kecamatan Siantan dan Palmatak merupakan gugusan dari Kepulauan Anambas terdiri dari pulau-pulau Siantan, Matak dan Jemaja, yang terletak di Laut Cina Selatan, Secara geografis Kepulauan Anambas terletak pada Lintang Utara Bujur Timur (Gambar 9). Secara administratif wilayah kedua kecamatan berbatasan antara lain dengan: Sebelah Utara : Vietnam dan Kamboja, Sebelah Selatan : Kecamatan Tambelan Kabupaten Kepulauan Riau, Sebelah Barat : Kecamatan Jemaja dan Semenanjung Malaysia, Sebelah Timur : Kabupaten Buguran Barat dan Midai Kabupaten Natuna. Kecamatan Siantan dengan luas wilayah 19,226 km 2 (97,68% adalah lautan) terdiri dari 74 buah pulau dan hanya 24 pulau yang berpenghuni, demikian halnya dengan Kecamatan Palmatak yang luas wilayahnya km 2 (95,73% adalah lautan) terdiri dari 66 buah pulau dan hanya 20 pulau yang berpenghuni. (BPS Kab. Natuna, 2004). Kondisi Fisik Wilayah Kondisi fisik wilayah di Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Siantan dan Palmatak umumnya hampir sama, kondisi ini dibagi menjadi beberapa aspek diantaranya adalah: geologi dan kemiringan lahan, tutupan lahan, klimatologi, hidro-oseanografi, pola tata guna lahan dan sumberdaya mineral yang memuat berbagai data sekunder dan observasi di lapangan, dapat dilihat pada penjelasan berikut ini. Geologi dan Kemiringan Lahan Berdasarkan kondisi fisiknya, gugusan Kepulauan Anambas merupakan tanah berbukit dan bergunung batu, dataran rendah dan landai banyak ditemukan dipinggir pantai. Ketinggian wilayah antar pulau cukup beragam, yaitu berkisar antara 3 sampai dengan 959 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 5% sampai 25 %, akan tetapi kemiringan lahan di gugusan Kepulauan Anambas cukup terjal.

46 Gambar 9 Administrasi 30

47 31 Pada umumnya struktur geologi gugusan Kepulauan Anambas terdiri 4 jenis yakni Aluvial (kerikil pasir, lanau dan gambut), Batuan Mafik/Ultramafik (peridotit, gabro dan basal), Endapan Pantai (pasir, kerikil dan sisa tumbuhan sebagai endapan pantai), Granit (granit, putih, kasar, porforitik, holokristalin, kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit, yang unik terdapat pada Pulau Siantan dan Pulau Matak yang mempunyai struktur geologi dari keempat jenis tersebut. Tutupan Lahan Gugusan Kepulauan Anambas umumnya banyak ditumbuhi pepohonan yang cukup beraneka ragam jenisnya. Khusus di pulau-pulau besar seperti Siantan, Matak, dan Mubur, banyak tumbuh pohon kelapa baik yang ditanam oleh penduduk maupun yang tumbuh dengan sendirinya. Selain itu banyak juga tanaman cengkeh maupun pohon durian (terutama Pulau Matak). Sebaran pohon tersebut baik di daerah pesisir maupun di daerah-daerah perbukitan dan pegunungan. Selain itu untuk pulau-pulau tersebut pada daerah pesisirnya banyak juga tumbuh ekosistem mangrove, sedangkan pada pulau-pulau yang lebih kecil tutupan lahannya lebih beragam. Klimatologi Iklim di Kepulauan Anambas sangat dipengaruhi oleh perubahan angin. Musim kemarau biasanya terjadi pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Juli. Berdasarkan data pengamatan dari Stasiun Meteorologi Tarempa, selama Tahun 2001 Juli 2005 (Lampiran 2), menunjukkan angin yang bertiup di daerah ini hanya dua arah yakni utara dan selatan, dimana kecepatan angin berkisar dari 1 m/s 17,5 m/s dan minimum 1 m/s. Suhu udara berkisar 25,8 35,2 o C. Sedangkan curah hujan berkisar 18,8 596,9 mm. Gambar 10 menunjukkan distribusi angin maksimum selama Tahun 2001 Juli 2005, terlihat kecepatan angin dominan berkisar antara 10,8 22 m/s (sebesar 68,7%) dengan arah angin dari selatan sebesar 40,3% dan dari utara sebesar 28,4%. Secara keseluruhan angin dari arah selatan sebesar 53,7% sedangkan dari arah utara sebesar 46,3%. Pada umumnya angin maksimum yang terbesar terjadi pada musim timur (Juni Agustus) dan musim barat (Desember Februari)

48 32 sedangkan pada musim peralihan I (April Mei) dan peralihan II (September Nopember) Sumber : DKP (2006) Gambar 10 Mawar angin daerah Tarempa, Kepulauan Anambas Kabupaten Natuna selama tahun 2001 Juli Hidro-Oseanografi Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan merupakan tempat pertemuan pengaruh daratan dan lautan, memiliki sifat yang sangat dinamis. Hidrooseanografi sebagai peran dan fungsi lautan yang paling dominan mempengaruhi karakteristik wilayah ini. Dengan demikian dalam menentukan kebijakan penggunaan ruang wilayah pesisir dan laut, faktor hidro-oseanografi harus menjadi pertimbangan utama. Studi menyangkut parameter tersebut sangat berguna dalam memprediksi pergeseran gerakan pantai akibat pengaruh gaya-gaya hidro-oseanografi seperti arus dan gelombang yang bervariasi pada setiap perubahan musim. Perubahan garis pantai dapat menjadi indikator kerusakan ekosistem pesisir dan laut, sehingga harus menjadi pertimbangan dalam pemanfaatan ruang pesisir dan laut. Hal ini terutama untuk kepentingan desain atau lay out peruntukan dan penggunaan lahan, seperti pertambakan, budidaya KJA/KJT, budidaya rumput laut, wisata pantai, pembangunan industri pantai, pemukiman pantai dan berbagai kepentingan pembangunan di kawasan pantai.

49 33 Gugusan Kepulauan Anambas sebagai main-land merupakan pulau yang memiliki banyak keunggulan sehingga menjadikan pusat pertumbuhan dan perekonomian di kawasan ini. Kepulauan Anambas yang dikelilingi oleh banyak pulau, baik yang telah berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni memegang peranan yang sangat penting kedepan. Sebagai suatu gugusan pulau, daerah ini memiliki sumberdaya alam yang cukup besar dan beranekaragam, baik sumberdaya hayati maupun non-hayati. Besarnya sumberdaya ini memberikan peluang untuk diolah dalam segala dimensi pembangunan, akan tetapi fakta di lapangan bahwa optimalisasi sektor pembangunan belum dilakukan khususnya pembangunan di sektor kelautan, perikanan, dan wisata bahari, dalam penataan ruang wisata bahari, akan menghasilkan zonasi pemanfaatan keruangan yang sesuai dengan fungsinya, terutama diarahkan untuk lokasi pengembanagan sektor kelautan, perikanan, dan wisata bahari yang mendukung perekonomian dan ketahanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gambaran kondisi hidro-osenografi dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Data hasil pengukuran parameter hidro-oseanografi bulan Juni tahun 2005 Stasiun Bujur Posisi Lintang Salinitas ppm Suhu o C ph Kecerahan (m) Kedalaman (m) o 16,564 3 o 10,629 20,8 29,7 8, o 17,148 3 o 11,41 27,3 29,3 7, o 18,724 3 o 12, o 18,994 3 o 12, ,2 7, o 18,212 3 o 14,192 28,3 29,5 8, o 17,736 3 o 13,969 28,3 29, o 17,484 3 o 14,679 28,8 29,5 8,4 15 > o 17,275 3 o 14,206 29,2 29,5 8,2 15 > o 14,38 3 o 13,67 29,9 29,4 8, o 14,616 3 o 17,355 30,4 29,9 7, Sumber: DKP (2006)

50 34 1. Pasang Surut Pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut ( sea level ) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari. Fenomena ini memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. (Dahuri et al, 1996 dan Triatmodjo, 1999 diacu dalam DKP, 2006). Permasalahan mengenai kondisi pasut di Indonesia sangat penting artinya bagi Indonesia yang memiliki garis pantai sepanjang sekitar km, untuk berbagai kegiatan yang berkaitan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, reklamasi pantai (dermaga/pelabuhan dan pemecah ombak), budidaya laut, pencemaran laut dan pertahanan nasional. (Ongkosongo dan Suyarso, 1989 diacu dalam DKP, 2006). Pergerakan pasang surut suatu daerah memegang peranan sangat penting dalam mempertahankan sumberdaya alam seperti terumbu karang, mangrove, lamun, daerah estuaria dan sebagainya. Selain pengaruh arus, pasang surut juga berperan dalam mempengaruhi pergerakan berbagai bahan pencemar seperti polutan kimia, limbah organik, minyak dan lain-lain. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Dishidros diacu dalam DKP (2006), diperoleh konstanta pasut di gugusan Kepulauan Anambas sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 12 di bawah ini. Berdasarkan data ini diperoleh bilangan Formzal sebesar 3,58 dan merupakan tipe pasut tunggal (diurnal), yakni dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Tabel 12 Konstanta pasang surut Tarempa Kepulauan Anambas Konstanta M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0 Pasut a (cm) g (cm) Sumber: Dishidros Tahun 2003, diacu dalam DKP (2006)

51 35 Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan amplitudo pasut KI dan O1 (komponen diurnal tides akibat pengaruh matahari) lebih besar/dominan yakni 38 cm dan 30 cm dibandingkan amplitudo M2 dan S2 (komponen semi-diurnal tides akibat pengaruh bulan) yakni 16 cm dan 3 cm. Komponen inilah yang mempengaruhi tipe pasang surut di perairan ini. Selain itu pasut di daerah ini juga sangat dipengaruhi oleh aliran massa air dari Samudera Pasifik yang melalui perairan Laut Cina Selatan. Grafik peramalan pasut di perairan Tarempa dapat dilihat pada Gambar Elevasi Muka Air (cm) Waktu (Jam) Sumber: DKP (2006) Gambar 11 Grafik hasil peramalan pasang surut perairan Tarempa Kepualauan Anambas. 2. Karakteristik Gelombang Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfir (khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi bumi), dan tegangan permukaan. Gelombang merupakan salah satu faktor utama dalam penentuan morfologi dan komposisi pantai serta penentuan proses perencanaan dan desain pembangunan pelabuhan, terusan (waterway), struktur pantai, alur pelayaran, proteksi pantai, kegiatan penangkapan, riset ilmu pengetahuan dan wisata bahari terutama wisata laut.

52 36 Menurut DKP (2006) berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan pada umumnya gelombang yang terjadi di perairan dalam Kepulauan Anambas sangat besar bisa mencapai 3 m. Hal ini disebabkan karena perairan Anambas relatif terbuka, yakni langsung berhadapan dengan laut bebas (Laut Natuna dan Laut Cina Selatan di sebelah utara dan Laut Natuna di sebelah selatan). Apabila angin bertiup dari arah utara maka pantai bagian utara akan terlihat lebih besar dibandingkan bagian selatan, sebaliknya jika angin bertiup dari selatan maka gelombang dibagian selatan akan lebih besar dibandingkan dengan pantai utara. Sedangkan perairan teluk dan selat relatif tenang (< 0,5 m), hal ini disebabkan gelombang tersebut telah mengalami refraksi maupun difraksi. Berdasarkan peramalan gelombang dari konversi data angin maksimum selama Tahun 2001 Juli 2005 (Lampiran 3), menunjukkan tinggi gelombang besar umumnya terjadi pada musim timur yakni berkisar 1,71 m 4 m dengan periode geombang 7,14 detik 9,47 detik dan musim barat (Desember Februari) berkisar 1,71 m 3,2 m dengan periode geombang 7,14 detik 8,79 detik, sedangkan saat musim peralihan I (April Mei) dan musim peralihan II (September Nopember) lebih kecil yakni masing-masing berkisar 1,37 m 1,37 m dan 1,14 m 3,89 m dengan periode gelombang 6,63 9,29 detik dan 6,24 9,38 detik. Gerakan gelombang yang cukup tinggi memberikan indikasi ketidak terlindungan lokasi untuk kegiatan wisata bahari dan memberikan efek yang dapat menghambat kegiatan wisata dan kegiatan penangkapan. Efek ini akan lebih terasa pada kegiatan budidaya yang dilakukan dipermukaan seperti kegiatan budidaya ikan dengan menggunakan KJA atau KJT. Sehingga daerah-daerah yang relatif tenang dapat diperuntukkan bagi pemanfaatan pembudidayaan perikanan yang membutuhkan kondisi gelombang yang lebih kecil. 3. Karakteristik Arus Pola arus di perairan gugusan Kepulauan Anambas umumnya mengikuti pola arus dari Laut Cina Selatan dimana sangat tergantung dari angin muson. Pada bulan Februari angin musom barat laut arus bergerak dari laut Cina Selatan menuju Pulau Jawa. Kedua pola arus besar tersebut akan berubah pada saat

53 37 berputar di perairan gugusan Kepulauan Anambas. Hal ini dapat terjadi akibat gugusan pulau-pulau disekitarnya berfungsi sebagai pelindung. Arus merupakan pergerakan massa air yang sangat vital dalam perencanaan pengembangan budidaya perairan. Pergerakan massa air memungkinkan terjadinya pendistribusian nutrien di lingkungan perairan sehingga menjaga kesuburan perairan (dampak positif), akan tetapi dapat juga sebagai media penyebaran bahan-bahan pencemar sehingga penyebarannya lebih luas di lingkungan perairan (dampak negatif). Pada batasan tertentu fungsi arus sangat dibutuhkan untuk melakukan pencucian dan penetralisir massa air di lokasi budidaya. Selain itu peran arus sangat penting untuk mencegah terjadinya akumulasi partikel sedimen halus pada permukaan komoditas yang di budidayakan seperti rumput laut sehingga proses respirasinya dapat berjalan sempurna sedangkan untuk budidaya biota yang bersifat filter feeder seperti Holoturidea sp (teripang), Molusca (kerang mutiara, kerang hijau dan lain-lain) arus sangat penting sebagai media penyuplai pakan. Karakteristik pergerakan massa air (arus) mesti diketahui untuk perencanaan pembudidayaan perairan, disebabkan peran arus sabagai faktor pembatas fisiologis biota yang dibudidayakan dan pertimbangan pembangunan konstruksi budidaya yang tepat. Karakteristik arus di wilayah ini sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut permukaan air laut, selain pengaruh arus global yang dipengaruhi oleh faktor iklim. Pola arus yang dipengaruhi oleh pasang surut permukaan perairan gerakannya relatif bolak balik, yang secara umum digambarkan bahwa pada permukaan air saat mengalami surut, maka pola arus relatif menjauhi garis pantai sedangkan pada saat pasang arah arus relatif mendekati garis pantai. Pada beberapa daerah dengan karakteristik khusus, seperti pada selat-selat sempit, pergerakan massa air (arus) akan mengalami percepatan pergerakan. Karakteristik arus pada daerah selat umumnya sangat dipengaruhi oleh pola pergerakan pasang surut saat peralihan dari pasang tertinggi ke surut umumnya kecepatan arus sangat besar demikian juga sebaliknya, sedangkan pada saat menjelang/mencapai pasang tertinggi atau surut terendah, maka kecepatannya melemah. Demikian halnya juga terjadi pada daerah teluk. Biasanya pada daerah

54 38 ini perairannya sangat bagus untuk dikembangkan menjadi daerah budidaya, oleh karena adanya pengadukan massa air yang banyak mempengaruhi dan mengandung unsur-unsur hara maupun plankton yang sangat dibutuhkan organisme-organisme disekitarnya. 4. Suhu Perairan Suhu perairan merupakan salah satu faktor penentu kehidupan organisme. Bahkan beberapa organisme biota laut sangat sensitif terhadap fluktuasi suhu. Kenaikan suhu 10 o C sampai batas yang dapat ditoleransi oleh organisme akan meningkatkan proses metabolisme organisme sebesar dua kali lipat, sehingga memacu kecepatan pertumbuhan biota yang dibudidaya. Dengan demikian suhu sangat berpengaruh pada peningkatan total nilai produksi budidaya. Nilai suhu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor musim. Pada musim hujan dimana banyak terdapat gumpalan awan hujan yang menghalangi penetrasi sinar matahari ke perairan menyebabkan rendahnya suhu permukaan perairan. Sedangkan pada musim kering, dimana penetrasi sinar matahari terjadi maksimum, berakibat pada meningkatnya suhu permukaan perairan. Suhu perairan relatif homogen pada perairan yang dangkal dimana pengaruh penetrasi sinar matahari bisa sampai ke dasar perairan. Kisaran rata-rata suhu adalah antara 29,2 o C 32,9 o C. Kisaran suhu tersebut pada umumnya masih berada toleransi yang cukup baik. 5. Salinitas Salinitas merupakan faktor pembatas yang menyebabkan terjadinya stratifikasi penyebaran biota laut baik secara horizontal maupun vertikal. Hal ini berkenaan dengan kemampuan adaptasi dan toleransi biota untuk proses alamiah yang terjadi pada tubuhnya (proses osmoregulasi). Fluktuasi salinitas sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh organisme yang dibudidayakan. Fluktuasi salinitas di perairan laut terjadi secara signifikan apabila ada suplai air tawar yang berasal dari sungai. Dengan demikian peranan musim juga sangat berperan, dimana disaat musim hujan suplai air tawar melalui sungai akan melimpah sehingga berpengaruh nyata pada penurunan nilai salinitas perairan pesisir atau

55 39 sekitar sungai. Demikian pula sebaliknya pada saat musim kemarau aktivitas penguapan akan sangat tinggi sehingga mempengaruhi salinitas perairan secara umum khususnya salinitas permukaan perairan. Hasil pengamatan dan konversi data dari berbagai instansi penelitian terdahulu, diperoleh kisaran salinitas 27 o / oo, 28 o / oo, dan 31 o / oo dimana umumnya sebaran salinitas yang hampir homogen dan masih berada dalam kisaran yang ideal untuk kegiatan budidaya dan parawisata bahari (DKP, 2006). 6. Kecerahan Perairan Kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang menentukan kesuburan suatu perairan. Dimana kecerahan perairan sangat tergantung pada kondisi sedimen tersuspensi, kepadatan alga, fitoplankton dan bahan cemaran (polutan) serta arah datangnya cahaya pada perairan. Berdasarkan pengamatan lapangan dapat dijelaskan bahwa kondisi kecerahan masing-masing stasiun pengamatan berbeda-beda. Pada umumnya tingkat kecerahan pada semua stasiun berkisar antara %. Hal ini menggambarkan rata-rata semua perairan memiliki tingkat kecerahan cukup tinggi. Kondisi ini dapat memberikan peluang lebih besar untuk berbagai kegiatan budidaya. Kecerahan perairan dikenal pula sebagai kejernihan perairan, parameter kecerahan pada kesesuaian lahan untuk parawisata digunakan sebagai jarak pandang dalam penyelaman. 7. Batimetri Kedalaman perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting diketahui dalam berbagai kepentingan pembangunan di wilayah pesisir dan laut. Pengembangan sektor wisata bahari tergantung kondisi geografis dan kedalaman perairannya terutama yang berhubungan dengan kegiatan wisata laut. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Dishidros diacu dalam DKP (2006), pada umumnya perairan dalam Anambas kedalamannya berkisar meter, sedangkan pada daerah dangkal 0 20 meter. Pada daerah antara Pulau Matak dan Pulau Batu Garam hanya berkisar 0 4 meter. Pada umumnya gugusan Kepulauan Anambas, mempunyai bentuk profil kedalaman pantai pada daerah

56 40 dangkal lebarnya sangat kecil, karena langsung kedalamannya menurun drastis (slope). Pola Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Kepulauan Anambas mencakup: perkebunan seluas ha, permukiman dan bangunan ha, sawah 20 ha dan lain-lain ha. Lebih jelasnya mengenai penggunaan lahan di Kabupaten Natuna dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Luas lahan menurut penggunaan di Kepulauan Anambas 2003 (ha) No Kecamatan Sawah Perkebunan Pemukiman Lain-lain 1. Siantan Palmatak J u m l a h Sumber: BPS Kab. Natuna (2003) Sumberdaya Mineral dan Tambang Bongkahan biji sulfida seperti Pirit, Arsenopirit dan Hematit tersebar pada granit di Pulau Siantan, jejak emas, perak dan timah di laporkan beberapa tempat di kota Terempa, salah satunya jenis kaisterit, magnetik dan ilmenit. granit yang menguasai batuan di daerah ini baik untuk ornamen karena warnanya beragam. Air terjun Temburun di Pulau Siantan dapat didayagunakan sebagai sumber pembangkit listrik mikrohidro dan pariwisata. Sumberdaya tambang lainya yang sangat penting adalah gas dan minyak bumi. Produksi minyak bumi dihasilkan oleh perusahaan pertambangan minyak di ladang-ladang produksi lepas pantai menghasilkan 39,53 juta barrel, dan gas bumi mencapai 57,05 juta MSCF. Usaha bahan galian yang potensial banyak diusahakan pengalian batu yang tersebar hampir disetiap kecamatan di Kepulauan Anambas (Bappeda, dan Puslit UGM, 2001).

57 41 Kondisi Sosial Ekonomi dan Kependudukan Kependudukan dan Sosial Budaya Mayoritas penduduk Kecamatan Siantan dan Palmatak adalah suku Melayu (85%). Suku kedua terbanyak adalah China (10%) dan diikuti oleh Jawa, Sunda dan Batak. Suku lainnya adalah Minang, Bugis, dan Banjar. Data terperinci dapat dilihat pada Tabel 14. Kelurahan Terempa sebagai ibukota Kecamatan Siantan lebih heterogen dari pada Palmatak, karena hampir semua suku bangsa terdapat disana. Statusnya sebagai pusat pemerintahan tempat berbagai lembaga pemerintahan berkantor, seperti Kantor Camat, Pangkalan TNI-AL, Koramil, Polsek, Imigrasi, Kantor Cabang Kejaksaan, Kantor Pos, Telkom, Syahbandar sampai Kantor BMG. Tabel 14 Persensentase menurut suku di Kepulauan Anambas No Suku Siantan Persentase Palmatak Persentase 1. Melayu , ,54 2. China , ,67 3. Jawa 42 0, ,03 4. Sunda 46 0, ,09 5. Batak 3 0, ,14 6. Lainnya 249 1, ,53 Jumlah , ,00 Sumber: BPS Kab. Natuna, 2003 diacu dalam Darwin (2005) Peran kota Terempa sebagai kota perdagangan dan kota pelabuhan semakin memperkuat daya tarik masuknya berbagai suku bangsa, beda dengan Kecamatan Palmatak yang baru dimekarkan pada tahun 2001, sampai sekarang belum mengalami perkembangan yang signifikan, dalam arti tingkat pembangunan, perkembangan ekonomi maupun jumlah penduduk. Masyarakat Kecamatan Palmatak secara ekonomi masih berorientasi ke kota Terempa. Untuk berbelanja berbagai keperluan dari primer, sekunder bahkan tersier yang tersedia di Terempa. Demikian pula halnya dengan sarana perhubungan dimana kapal-kapal PELNI yang menghubungkan Ibukota Kabupaten dan Ibukota Provinsi, hanya berlabuh di Terempa. Saat ini Kecamatan Palmatak belum memiliki pelabuhan laut sendiri yang dapat disandar oleh kapal besar seperti PELNI.

58 42 Menurut agama yang dianutnya, dengan mayoritas penduduk etnis Melayu maka demikian pula agama rata-rata dianut oleh penduduk Kecamatan Siantan dan Palmatak adalah Islam (90%). Agama kedua terbanyak adalah Budha (2%) diikuti Katholik (1%) dan Protestan (0,9%), dianut oleh penduduk suku China. Secara terperinci data penduduk menurut agama yang dianut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Penduduk kecamatan Siantan dan Palmatak menurut agama No Agama Siantan Persentase Palmatak Persentase 1. Islam , ,36 2. Protestan 124 0,96 0 0,00 3. Katholik 447 3, ,03 4. Hindu 6 0,05 0 0,00 5. Budha 633 4, ,59 6. Konghucu 36 0,28 2 0,02 Jumlah , ,00 Sumber: BPS Kab. Natuna, 2004 diacu dalam Darwin (2005) Mayoritas penduduk Kecamatan Siantan dan Palmatak bekerja sebagai nelayan, jumlahnya diyakini mencapai 70%. Namun ketika didata, yang menyatakan dirinya nelayan hanya 14,7%. Hal ini dikarenakan pertama, para golongan muda tidak menganggap nelayan sebagai jenis pekerjaan. Pada KTP mereka selalu mencantumkan swasta sebagai jenis pekerjaan. Kedua, mereka yang terdata sebagai petani/pekebun umumnya bekerja rangkap sebagai nelayan, demikian juga belum/tidak bekerja dan beberapa PNS, dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasar tingkat pendidikannya, mayoritas penduduk Kecamatan Siantan dan Palmatak (89,20%) masih pada tingkat tidak/belum sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD, kemudian SLTP (5,38%) dan diikuti SLTA (4,42%). Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Kondisi ini terasa sangat ironi mengingat dari sini minyak dan gas berasal dan berkontribusi yang tidak kecil kepada negara. Selama tiga dasawarsa Konsorsium Natuna Barat (Conoco Phillips, Premier Oil dan Star Energy) mengeksploitasi sumberdaya alam (migas) ternyata belum memberikan kontribusi yang nyata, khususnya bagi pendidikan masyarakat Kecamatan Siantan dan Palmatak.

59 43 Tabel 16 Penduduk Kecamatan Siantan dan Palmatak menurut pekerjaan No Pekerjaan Siantan Persentase Palmatak Persentase 1. Belum/Tidak Bekerja , ,42 2. Pelajar/Mahasiswa , ,76 3. Mengurus Rumah Tangga , ,70 4. Pensiunan 40 0,31 4 0,04 5. Petani/Pekebun 984 7, ,96 6. Peternak 15 0,12 9 0,08 7. Nelayan , ,61 8. Industri 34 0, ,28 9. Konstruksi 5 0, , Perdagangan 142 1, , Transportasi 10 0,08 4 0, PNS 195 1, , TNI 35 0,27 1 0, Polri 1 0,01 0 0, Jasa lainnya 564 4, , Lain-lain 611 4, ,41 Jumlah , ,00 Sumber: BPS Kab. Natuna, 2003 diacu dalam Darwin (2005) Kondisi Ekonomi Sebagian besar Kecamatan Siantan dan Palmatak penduduk bekerja pada sektor perikanan dan pertanian. Sektor lainnya yang cukup menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa. Struktur perekonomian wilayah ke dua kecamatan dapat dikatakan bertumpu pada sektor perikanan dan pertanian dengan sektor pendukung perdagangan dan jasa. Budidaya perikanan laut sebagai sektor perikanan menjadi primadona nelayan setempat karena hasil panen yang bernilai tinggi, nilai ekonomis ikan hidup di wilayah Kepulauan Anambas cukup tinggi tergantung jenis ikan yang diperlihara, untuk ikan karang jenis kerapu sunu dan macan dengan harga Rp /kg dan ikan napoleon Rp /kg. Kapal kapal penampung ikan dari Hongkong masuk ke Dusun Air sena (Desa Air asuk) sebagai tempat pengusaha kem terbesar di Kepulauan Anambas, omset nelayan penampung ikan di kem tersebut mencapai milyaran rupiah.

60 44 Bentuk Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir yang dapat ditemui di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Palmatak paling utama adalah penangkapan dan budidaya ikan disamping pemanfaatan lainya seperti pemanfaatan infrastuktur, pariwisata dan rekreasi juga pemanfaatan konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati. Pemanfaatan sumberdaya pertambangan di Kepulauan Anambas belum termanfaatkan secara optimal, dari hasil wawancara dengan instansi terkait pemanfaatan sektor tersebut masih dalam kajian, seperti pasir laut, batuan granit dan lain sebagainya. Sedangkan gas dan minyak bumi kewenangannya masih diatur dan dikelola oleh provinsi dan pemerintah pusat. Secara lengkap sebagaimana tertera dalam Tabel 17. Tabel 17 Bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir di Kecamatan Siantan dan Palmatak No Katagori Pemanfaatan Jenis kegiatan 1. Eksploitasi sumberdaya Penangkapan ikan oleh nelayan tradisional (tempatan), nelayan komersial (luar daerah dan asing) Pemeliharaan ikan (aquaculture) yang disebut kem. Penangkapan makhluk laut lainnya seperti teripang, kerang dan terumbu karang Pengambilan kayu mangrove 2. Infrastruktur Pembangunan rumah dan perkantoran Pembangunan jalan Pembangunan pelabuhan dan dermaga kapal penumpang Pembangunan pelabuhan lapor kapal penangkap ikan di Antang, Kelurahan Terempa Kecamatan Siantan Panduan navigasi laut Fasilitas pendukung operasinal eksploitasi migas Konsorsium Natuna Barat (Matak Base) di Palmatak 3. Pariwisata dan rekreasi Penginapan Berenang dan menyelam Pemancingan 4. Konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati Sumber : Bappeda dan Puslit UGM (2001) Cagar alam dan konservasi satwa laut (kura-kura) di Pulau Mangkai, Pulau Durai dan Pulau Pahat

61 45 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Kepulauan Anambas Kepulauan Anambas yang terdiri 140 buah pulau besar dan kecil, tersebar diantara Laut Natuna dan Laut Cina Selatan yang merupakan gugusan pulau-pulau yang memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar seperti, terumbu karang, mangrove, sumberdaya ikan, pariwisata dan lain sebaginya. Wilayah Kepulauan Anambas yang memiliki luas daratan yang lebih kecil dibanding luas lautan, dimana 90 % merupakan wilayah lautan dan sebagiannya merupakan wilayah daratan, wilayah ini sudah barang tentu dipengaruhi oleh hukum dan yuridiksi sebagai wilayah perairan. Secara teritorial sejauh 12 mil laut dari garis pangkal pantai kepulauan merupakan kewenangan provinsi, artinya kapal asing mempunyai hak damai untuk lewat dengan aman, dalam perairan ini tetapi dibatasi oleh alur di lautan yang sudah ditetapkan. Sedangkan berdasarkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditetapkan maksimum sejauh 200 mil laut dari garis pangkal pantai, didalamnya Indonesia mempunyai kekuasaan hukum terhadap eksploitasi dan pengawasan sumberdaya laut yang ada. Kepulauan Anambas yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yang diantaranya terdiri dari Kecamatan Siantan, Kecamatan Palmatak, dan Kecamatan Jemaja, namun dalam penelitian ini Kecamatan Jemaja tidak termasuk dalam kawasan penelitian, hal ini dilakukan karena jarak Kecamatan Jemaja sangat jauh dengan dua kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder, pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian, didapat sejumlah potensi pada masing-masing kecamatan di Kepulauan Anambas. 1. Terumbu Karang Berdasarkan data Puslitbang P3O-LIPI (1997) dan Bakosurtanal (1997) diacu dalam Bappeda Kabupaten Natuna dan Lamtek UI (2005), terdapat 3 (tiga) jenis terumbu karang yang melingkupi wilayah Kepulauan Anambas, yaitu terumbu karang tepi (fringging reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terumbu karang cincin (atoll), dapat dilihat pada Gambar 12. Kondisi terumbu

62 46 karang di Kepulauan Anambas menunjukkan bahwa wilayah ini mempunyai terumbu karang dalam kondisi sedang sampai kondisi baik, hal ini dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut Dutton et al. (2001), kriteria kondisi ekosistem terumbu karang di katakan buruk apabila persentase tutupan karang hidup antara 0-25%. kondisi sedang 26 50%, kondisi baik 51 75%, dan kondisi sangat baik %. Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Anambas masih terlihat di beberapa lokasi, umumnya berada di kawasan yang jauh dari pemukiman nelayan. Kerusakan terumbu karang diakibatkan dari pencemaran, penangkapan ikan dengan menggunakan bom, bahan kimia dan pengambilan karang yang berlebihan. Tabel 18 Luas dan sebaran tebumbu karang di perairan Kepulauan Anambas No. Lokasi Mati (km²) % Hidup (km²) % Luas (km²) 1. Kec. Palmatak 9, ,96 12, ,04 21, Kec. Siantan 18, ,87 27, ,13 46,0542 Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM7, 2002 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2006). Gambar 12 Terumbu karang dan mangrove yang terdapat di Kepulauan Anambas 2. Mangrove Ekosistem mangrove tersebar disemua kecamatan dalam Kepulauan Anambas, ekosistem mangrove merupakan ekosistem penopang dari ekosistem penting lainnya seperti ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Sebaran mangrove (bakau) di daerah ini mulai dari kerapatan vegetasi yang rapat sampai

63 47 vegetasi jarang. Total luas hutan mangrove hasil interpretasi dari citra satelit Landsat 7 TM adalah km 2. Kondisi hutan mangrove di Kepulauan Anambas dapat diketahui persentase tutupannya yang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Luas dan sebaran mangrove di Kepulauan Anambas No Lokasi Rapat (km²) % Sedang (km²) % Jarang (km²) % Luas (km²) 1. Kec. Palmatak Kec. Siantan Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM7, 2002 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2006) Berdasarkan data Puslitbang P3O-LIPI (1997) dan Bakosurtanal (1997) diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2005). Lokasi mangrove dengan kondisi yang rapat ditemukan di Kecamatan Palmatak (47,78 %). Kondisi kerapatan mangrove yang sedang hampir sama disemua kecamatan di Kepulauan Anambas. Fungsi dari ekosistem mangrove adalah sebagai tempat bertelur bagi ikan-ikan (hatching ground), sebagai tempat pembesaran (spowning ground) dan sebagai tempat mencari makan (feeding ground), dari ketiga fungsi ekologis tadi dapat menggambarkan pentingnya ekosistem mangrove terhadap organismeorganisme yang berasosiasi di dalamnya. Kerusakan hutan mangrove masih dijumpai beberapa kawasan, yang dulu merupakan kawasan mangrove dikonvesi menjadi kawasan pemukiman dan pelabuhan nelayan. Kerusakan lainnya juga diakibatkan pemanfaatan mangrove yang dijadikan sebagai bahan bakar (arang) dan sebagian digunakan sebagai bahan bangunan. Dampak pontensial dari aktivitas manusia pada ekosistem mangrove akan mengakibatkan regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai dan terjadinya pendangkalan perairan pantai serta abrasi pantai. 3. Sumberdaya Ikan Ikan merupakan salah satu biota laut yang paling banyak diminati oleh berbagai pihak pemanfaat sumberdaya, selain karena nilai ekonominya yang begitu tinggi, ikan juga relatif mudah untuk ditangkap. Jenis biota ini dapat dijumpai hampir seluruh bagian wilayah perairan di Kepulauan Anambas. Secara umum, ikan dikategorikan kedalam 2 (dua) kelompok besar berdasarkan pola

64 48 ruaya dan bentuk perilakunya, yaitu pertama, kelompok ikan demersal, merupakan jenis ikan yang hidup dan berkembang biak didasar perairan seperti terumbu karang, akar-akar mangrove dan pantai berpasir, contoh ikan kelompok ini adalah ikan Kerapu sunu, ikan Kepe-kepe, ikan Kakap, ikan Kelinci, Kepiting, Cumi-cumi dan lain sebagainya. Kedua adalah kelompok Ikan Pelagis, merupakan jenis ikan yang bermigrasi atau beruaya secara dinamis dari satu tempat ke tempat lainnya, seperti ikan Kembung, Tuna, Tenggiri, Marlin dan lain sebagainya. Kedua kelompok ikan ini cukup banyak di perairan Kepulauan Anambas, dapat dilihat pada Tabel 20 dan Gambar 13. Potensi perikanan Kepulauan Anambas menjadi sangat strategis karena merupakan kawasan laut Cina Selatan dan berada pada daerah perbatasan dimana merupakan potensi pemasaran yang baik. Berdasarkan data perikanan setempat tahun 2004, tercatat volume produksi sebesar 405,12 ton. Potensi perikanan Kepulauan Anambas sampai saat ini belum tercatat dengan baik, salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya jumlah kapal dari luar Natuna yang ikut melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan tetapi melanggar ketentuan pencatatan hasil perikanan. Faktor lain adalah pembeli ikan hidup yang berasal dari negara tetangga yang langsung melakukan transaksi didalam kantong-kantong nelayan budidaya ikan (kem) tanpa proses administrasi. Gambar 13 Beberapa jenis ikan laut yang ditangkap oleh nelayan di Kepulauan Anambas

65 49 Tabel 20 Jenis ikan yang bernilai ekonomis di Kepulauan Anambas No Nama Ikan Nama Latin Musim 1. Cumi-cumi Sepia spp & sepiateuthis sp Timur, Barat dan Selatan 2. Ekor Kuning Caesio spp Timur dan Barat 3. Hiu Carcharhinus spp Timur, Barat dan Selatan 4. Kembung Rastrelliger spp Timur dan Barat 5. Kerapu macan Ephinephelus fuscoguttatus Sebelum musim Utara 6. Kerapu sunu Plectopomus leopardus Sebelum musim Utara 7. Mayu/kewe Caranx spp Timur dan Barat 8. Merah Lutjanus spp Timur, Barat dan Selatan 9. Napoleon wrasse/ketipas Chelinius undulatus Sebelum musim Utara 10. Selar kuning Selaroides leptolepis Timur dan Barat 11. Sotong Sepia sp Timur, Barat dan Selatan 12. Tenggiri Scomberemorus Utara 13. Tongkol Eutynnus Sepanjang tahun Sumber: Hasil survei lapangan (2006) 4. Pariwisata Pemanfaatan pariwisata di Kecamatan Siantan dan Palmatak, sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Beberapa pantai dan laut dengan panorama terumbu karang dan ikan karang merupakan lokasi yang ideal untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Di Kecamatan Siantan dan Palmatak merupakan potensi wisata bahari dimana wisata penyelaman (diving), memancing (fishing), pengamatan ekosistem bawah laut (snorkling) juga panorama air terjun, pohon kelapa, pasir putih dan situs sejarah menjadi daya tarik utama dalam pariwisata. Potensi Sumberdaya Teresterial di Kepulauan Anambas 1. Perkebunan Perkebunan di Kecamatan Siantan dan Palmatak memiliki komoditi antara lain berupa cengkeh, kelapa, karet dan lada. Menurut hasil survei komodiatas yang memiliki nilai jual tertinggi saat ini adalah cengkeh yang mencapai Rp /kg. komoditas ini mampu menjadi pengganti bagi masyarakat sebagai mata pencarian setelah perikanan. Sedangkan komoditas karet, kelapa dan lada

66 50 belum diusahakan secara maksimal baik dari segi jumlah, luas perkebunan, maupun produksinya (Tabel 21). Tabel 21 Produksi perkebunan menurut jenis di Kepulauan Anambas No Kecamatan Produksi Perkebunan (Ton) Jumlah Karet Kelapa Kopi Cengkeh Lada 1. Siantan 815, ,0 0,9 108,0 0, Palmatak 169,0 776,0 1,3 32,0 0, Sumber: BPS Kab. Natuna (2004) 2. Industri Sektor Industri sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan karena wilayah Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Palmatak memiliki sumberdaya yang sangat pontensial pada bidang minyak dan gas alam, ada tiga perusahan besar migas di Kepulauan Anambas antara lain: Conoco phillips, Premier oil dan Star energy. Namun masih menjadi pertentangan alot terhadap wilayah ekploitasi yang berada pada kawasan ZEE, dimana eksplorasi dan eksploitasi sumber minyak dan gas cukup memberikan peranan bagi perkembangan dan pembangunan wilayah, dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Potensi sumberdaya terseterial di Kepulauan Anambas.

67 51 3. Pertanian dan Kehutanan Pertanian dan Kehutanan di Kecamatan Siantan dan Palmatak sangat sedikit dimanfaatkan ini karena topografi kepulauan yang bukit dan berbatuan. Pengadaan kebutuhan pokok dan kehutanan banyak didapatkan dari luar kota, yaitu Tanjung pinang, Letung, dan Kalimatan. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuian lahan dititik beratkan pada kawasan lindung dan kawasan budidaya, langkah ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya arahan pengembangan kegiatan di kawasan berfungsi lindung. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisa kesesuaiannya berdasarkan kriteria dan syarat penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang dianalisa antara lain; kawasan lindung (konservasi pantai) dan kawasan budidaya (kawasan pemukiman, kegiatan budidaya perikanan, perikanan tangkap, dan pariwisata pantai). Semua analisis ini identifikasi secara terpisah-pisah dengan memperhatikan parameter pembatas berupa kriteria. Kriteria ini merujuk dari Departemen Kelautan dan Perikanan, FAO, Bakosurtanal, dan hasil penelitian lainnya. Kriteria yang ada pada masing-masing instansi ini mutlak harus dipergunakan Tetapi dapat dilakukan proses deliniasi, karena kawasan pulau kecil mempunyai lingkungan yang unik, tidak selalu sama dengan keadaan di daratan. Langkah selajutnya adalah melakukan klasifikasi, dimana kriteria bagi peruntukan penggunaan lahan diberi pembobotan, skoring (kelas). Sistem Informasi geografis (SIG) mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis), dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun, karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Analisis kesesuian lahan Kepulauan Anambas yang terdiri dari 10 desa di 2 kecamatan di Kepulauan Anambas. Secara keseluruhan luas wilayah yang dianalisis sebesar ha. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan pendekatan SIG menggunakan metode overlay diperoleh hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan laut (keramba), perikanan tangkap, dan pariwisata pantai.

68 52 Kesesuaian Kawasan Konservasi Pantai Pengembangan wilayah untuk berbagai peruntukan dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semestinya menyisakan wilayah dengan luas tertentu dengan membiarkan secara alami tanpa perlakuan yang sifatnya merusak. Konservasi pantai di Kepulauan Anambas perlu dilakukan mengingat kondisinya sudah sangat menghawatirkan, disebabkan oleh berbagai aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Konservasi pantai salah satunya ádalah konservasi mangrove di pesisir dan laut dimana berfungsi mempertahankan dan melindungi keanekaragaman hayati, mengingat hasil perikanan, pariwisata, memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir, serta memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem mangrove. Kawasan konservasi ini diharapkan salah satunya mampu mengatasi dampak permasalahan over-eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal dengan persentase 4,04 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas, dengan wilayah kesesuaian banyak terdapat di Kecamatan Palmatak. Kategori sesuai meliputi 24,13 %, kategori sesuai bersyarat meliputi 69,20 % dan kategori tidak sesuai meliputi 2,61 % yang terdistribusi diseluruh desa di Kepulauan Anambas. Setiap kategori disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi di Kepulauan Anambas (ha). No. Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%)

69 53 Data di atas mengambarkan, setiap kecamatan umumnya dapat dijadikan peruntukan kawasan konservasi pantai (konservasi mangrove), hal ini dikarenakan jarak dari pantai dan vegetasi mangrove merupakan salah satu kriteria utama (bobot tertinggi) dalam kriteria kesesuaian kawasan konservasi mangrove. Kondisi ekosistem mangrove di Kepulauan Anambas belum mengalami kerusakan, namun perlu langkah-langkah untuk menjaga dan mempertahankan ekosistem tersebut dari kerusakan. Kecamatan Palmatak dari hasil analisis memperlihatkan kategori sangat sesuai terdapat diseluruh pesisir Pulau Mubur, di Pulau Matak terdapat pada sebagian utara pesisir Pulau Matak (Desa Ladan), dan sebagian pesisir selatan (Desa Air asuk). Kategori sesuai terdapat di sepanjang wilayah pesisir pulau di Kecamatan Palmatak yang umumnya kawasan mangrove, namun tingkat kerapatan mangrove cukup sedikit dibandingkan dengan kategori sangat sesuai. Pada Kecamatan Siantan kategori sangat sesuai terdapat disepanjang pesisir pulau Siantan, Pulau Telaga besar, Pulau Ayerabu dan Pulau Bajau. Kawasan tersebut dinilai belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga penggunaan lahan cenderung belum mempertlihatkan tumpang tindih untuk suatu peruntukan. Setiap kategori untuk kawasan konservasi pantai dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan Gambar 15. Kategori sesuai bersyarat dan tidak sesuai bagi peruntukan wilayah konservasi, umumnya terdapat di sekitar wilayah pemukiman dimana kerapatan vegetasi mangrove dilihat jarang dan bahkan tidak ada, hal ini memperlihatkan, pembukaan lahan untuk kawasan pemukiman memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove. Pemanfaatan kawasan konservasi di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Kecamatan Palmatak, di Pulau Pahat (Desa Mubur) saat ini dijadikan wilayah konservasi oleh masyarakat setempat, dimana terdapat perlindungan biota-biota laut seperti wilayah penangkaran penyu dan Pulau Mubur dijadikan kawasan lindung hutan mangrove dimana berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning groud) bagi bermacam biota perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

70 54 Secara umum, suatu kawasan konservasi dapat dikelompokan atas tiga zona, yaitu : zona inti atau perlindungan, zona penyangga dan zona pemanfaatan. Zona inti memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktifitas manusia. Zona penyangga berada di belakang zona inti, dimana zona ini bersifat terbuka, tetapi tetap dikontrol dan beberapa bentuk pemanfaatan masih diizinkan untuk dilakukan. Sedangkan zona pemanfaatan sebaiknya berada disekitar pemukiman penduduk, pemanfaatan yang direkomendasikan terbatas hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kayu bakar dan bukan dalam skala produksi secara besar-besaran. Kesesuaian Kawasan Pemukiman Peran kawasan pemukiman dalam pengembangan wilayah sangatlah strategis, mengingat kawasan pemukiman merupakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah (center of growth) sekaligus merupakan pusat koleksi distribusi produkproduk unggulan wilayah serta pusat pelayanan jasa pemerintahan dan jasa-jasa lainnya. Melalui keterkaitan yang sangat erat antar pusat pemukiman, diharapkan dapat tercipta pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan kesejahteraan masyarakat pada kawasan yang lebih luas. Menurut Dahuri (2000), bentuk dan hakekat pemukiman khususnya di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologi pesisir secara menyeluruh. Hal yang sangat prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut pengaturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan meyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan seperti erosi, sedimentasi, pencemaran, dan banjir.

71 Gambar 15 Peta kesesuaian kawasan konservasi 55

72 56 Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal 7,87 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas. Kategori sesuai meliputi %, kategori sesuai bersyarat meliputi 38,46 % dan kategori tidak sesuai meliputi 14,42 % yang terdistribusi diseluruh desa di Kepulauan Anambas, yang umumnya berada pesisir pantai di Kepulauan Anambas. Setiap kategori disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas (ha). No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%) Data tersebut memperlihatkan kesesuaian kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas sangat minim, dari kategori sangat sesuai hanya 7.87 %, faktor jarak dari pantai, sumber air tawar dan ketinggian merupakan salah satu kriteria utama bagi peruntukan kawasan pemukiman. Kategori sesuai umunya berada di daerah berbukitan, dimana untuk mencapai kawasan tersebut cukup sulit, sehingga pemukiman yang ada dikawasan tersebut sangat sedikit. Setiap kategori untuk kawasan pemukiman dapat dilihat pada peta kesesuaian Gambar 16. Pemanfaatan kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas saat ini masih dalam kondisi normal dimana pemukiman di kawasan ini belum tumpang tindih dengan kawasan yang lainnya. Perkembangan kawasan pemukiman harus terus diperhatikan dan ditingkatkan, hal ini dikarenakan tiap tahun kebutuhan akan wilayah pemukiman akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.

73 Gambar 16 Peta kesesuaian kawasan pemukiman 57

74 58 Kesesuaian Kawasan Budidaya Perikanan Laut (Keramba) Hasil analisis SIG mengambarkan peruntukan kawasan kesesuaian keramba didapati kategori sangat sesuai meliputi areal 1,72 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas. Wilayah kesesuaian banyak terdapat di Kecamatan Palmatak. Kategori sesuai meliputi areal 3,97 %, kategori sesuai bersyarat meliputi areal 8,29 % dan kategori tidak sesuai meliputi areal 86 %. Setiap kategori disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Luas kesesuaian kawasan budidaya perikanan laut (keramba) di Kepulauan Anambas (ha) No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%) Secara deskriptif dari hasil analisis digambarkan bahwa kecamatan Palmatak merupakan kecamatan yang sangat sesuai untuk peruntukan budidaya perikanan (keramba), karena keterlindungan wilayah dan dasar perairan yang umumnya adalah terumbu karang dengan berpasir halus dan kedalaman tertentu. Di Kecamatan Palmatak kategori sangat sesuai, antara lain: Desa Ladan, Desa Tebang dan Desa Air asuk yang umumnya berada di kawasan teluk yang merupakan daerah terlindung dari arus dan gelombang. Potensi sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Anambas sangat tinggi begitu juga kebutuhan akan ikan hidup, sehingga pengembangan budidaya perikanan (keramba) umumnya pembesaran ikan sangat baik dikembangkan. Namun saat ini pemanfaatan budidaya perikanan di Kepulauan Anambas masih banyak kendala, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup berpengaruh, baik dari segi budaya, ilmu dan teknologi juga sumberdaya manusianya sendiri.

75 59 Kecamatan Siantan, kategori sangat sesuai bagi peruntukan keramba adalah sebelah barat Pulau Siantan antara lain; Desa Batu belah dan Desa Nyamuk, sebagian terdapat di Pulau Ayerabu dan Pulau Telaga besar. Setiap kategori untuk kawasan budidaya perikanan laut dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan Gambar 17. Kesesuaian Kawasan Perikanan Tangkap Secara fisik perairan dangkal umumnya sangat sesuai untuk daerah penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai macam alat penangkapan ikan, seperti pancing, jaring, bubu, pukat dan lain-lain. Salah satu parameter pembatas untuk kesesuaian kawasan perikanan tangkap adalah jarak penangkapan dengan kawasan pemanfaatan lainnya seperti zona budidaya laut dan kawasan lindung. Penetuan kawasan perairan kedalam kelas kesesuaian lahan tidak berdasarkan metode penangkapan ikan yang digunakan ataupun jenis ikan yang sesuai untuk ditangkap, tapi secara umum didasarkan pada kemampuan fisik daerah penelitian. Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masingmasing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal 99,45 % dan kategori tidak sesuai 0,54% dan setiap kategori disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan perikanan tangkap di Kepulauan Anambas (ha) No Jalur Penagkapan Ikan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Ia Ib IIa Jumlah Persentase (%) Kategori sangat sesuai untuk kawasan penangkapan ikan, umumnya berada pada wilayah yang jauh dari kegiatan budidaya perikanan. Kategori sangat sesuai ini dibagi menjadi beberapa jalur penangkapan ikan yang merujuk dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 392 tahun 1999 Tentang Jalur Penangkapan Ikan (Lampiran 4), dimana jalur penagkapan ikan (JPI) I

76 60 meliputi perairan pantai dari garis pantai sampai dengan 6 (enam) mil kearah dalam. Penerapannya dibagi menjadi perairan 0-3 mil (JPI Ia), 3-6 mil (JIP Ib) dan 6-12 mil (JIP IIa). Dapat dilihat pada peta kesesuaian pada Gambar 18. Pada jalur penangkapan ikan JPI Ia, alat tangkap yang boleh beroperasi adalah alat tangkap ikan yang menetap serta kapal perikanan tanpa motor. Pada jalur penangkapan ikan Ib, alat tangkap yang boleh beroperasi diantaranya alat tangkap yang tidak menetap yang dimodifikasi, kapal perikanan tanpa/dengan bermotor tempel ukuran kurang dari 12 m atau kurang dari 5 GT, dengan alat tangkap pukat cincin ukuran kurang dari 150 m dan jaring insang hanyut ukuran kurang 1000 m Kelas kesesuian kategori tidak sesuai, berada pada areal perairan yang digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan/keramba. Luas areal yang tidak sesuai untuk penangkapan ikan ha. Pelarangan penangkapan di wilayah budidaya sudah merupakan tradisi lokal di Kepulauan Anambas, secara langsung dapat menggangu lalu lintas kapal juga limbah dari pembuangan air balans mesin kapal yang dapat mencemari kawasan budidaya.

77 Gambar 17 Peta kesesuaian Keramba 61

78 Gambar 18 Peta kesesuian Tangkap Ikan 62

79 63 Kesesuaian Kawasan Pariwisata Pantai Berdasarkan hasil analisis pendekatan SIG dengan memasukan kriteria kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata didapatkan beberapa kesesuaian lahan antara lain; Kategori sangat sesuai 0,23 %, sebagian besar berada di Kecamatan Siantan berada sebelah barat Pulau Siantan kategori sesuai 1,58 %, sesuai bersyarat 3,10 % dan tidak sesuai 95,07 %. Berdasarkan hasil survei lapangan pada wilayah penelitian pengembangan wisata yang cocok adalah wisata pantai. Pengembangan wisata ini salah satu kriteria didasarkan pada keindahan pantai yang ada dan substrat dasar perairan. Setiap kategori disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Kesesuian lahan untuk kawasan pariwisata di Kepulauan Anambas (ha) No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%) Kecamatan Palmatak kategori sangat sesuai terdapat di Desa Air asuk, sedangkan kategori sesuai terdapat di Desa Ladan, Desa Tebang, Desa Air asuk dan Desa Mubur, sedangkan di Kecamatan Siantan kategori sangat sesuai terdapat di Kelurahan Terempa dan Desa Batu belah dan sebagian di Desa Nyamuk. Kesesuaian lahan peruntukan pariwisata pantai merupakan penyediaan basis data dan informasi yang penting bagi pengembangan sumberdaya wilayah pesisir di Kepulauan Anambas, kedepan akan memerlukan prioritas dalam pengembangan. Pembangunan pariwisata pantai yang pada hakekatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisatawan di wilayah pesisir, berupa kekayaan alam yang indah, flora dan fauna dan peninggalan bersejarah. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Anambas memiliki bentuk pantai yang indah, desa-desa yang berdekatan dengan pantai memiliki kekayaan alam yang cukup berpotensi, semuanya itu menjadikan produk dalam pengembangan pariwisata pantai sebagaimana yang dijelaskan Kusumastanto (2002), bahwa yang menjadi produk-produk pariwisata pantai, wisata pesiar, wisata alam, wisata bisnis, wisata budaya dan wisata olah raga.

80 64 Lokasi Kesesuain lahan untuk pariwisata dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan untuk pariwisata dapat dilihat pada Gambar 19. Analisis Karateristik Tipologi Desa Pesisir Menurut Analisis Komponen Utama Proses analisis komponen utama terhadap karakteristik tipologi desa-desa kecamatan di wilayah Kepulauan Anambas yang didasarkan pada data potensi desa (PONDES) tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dimana menghasilkan 3 faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Ketiga faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 85,117% dan ini merupakan nilai akar ciri (eigenvalues), hal ini merupakan suatu gambaran yang cukup baik karena nilai akar ciri berada diatas 80%. Secara jelas 3 faktor utama tersebut sebagai berikut: 1. Faktor utama 1 berkorelasi positif dengan invers jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kecamatan yang membawahinya, dengan jumlah SD/100 penduduk, jumlah SLTP/100 penduduk, jumlah SLTA/100 penduduk dan rasio ladang/ kebun dengan luas desa, 2. Faktor utama 2 berkorelasi negatif dengan kepadatan penduduk, namun faktor utama 2 berkorelasi positif dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I (keluarga) dengan jumlah keluarga (keluarga), 3. Faktor utama 3 berkorelasi positif dengan rasio perumahan dan pemukiman dengan luas desa dan rasio jumlah keluarga yang menangkap ikan di laut dengan jumlah keluarga. Adapun arti korelasi positif adalah faktor utama berbanding lurus dengan variabel penjelas, korelasi negatif adalah faktor utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Selengkapnya hasil analisis ini dapat dilihat dari nilai Eigenvalue pada Tabel 27.

81 Gambar 19 Peta KesesuianWisata Pantai 65

82 66 Tabel 27 Akar ciri (eigenvalue) hasil analisis komponen utama % Total Kumulatif Kumulatif Eigenval Variance (Akar Ciri) (Ragam) Akar Ciri % F F F Kenyataan ini mengambarkan wilayah desa dan kecamatan yang ada di Kepulauan Anambas termasuk wilayah yang sedang berkembang, dimana faktor utama 1 kedekatan variabel JRK-KK, SD, SLTP, SLTA dan LADANG mengambarkan aksesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan baik dan dengan ketersediaan lahan yang luas. Faktor utama 2 mengambarkan kedekatan variabel PADAT dan PRASEJAH, dimana kepadatan penduduk yang tinggi dengan tingkat masyarakat prasejahtera. Sedangkan faktor utama 3 memiliki variabel RUMAH dan IKAN dimana kepadatan pemukiman yang dominasi nelayan. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 20 dan Tabel 28 Gambar 20 Korelasi variable sumbu utama F1 dan F2, sumbu utama F1 dan F3

83 67 Tabel 28 Penyederhana variabel analisis komponen utama Variabel Awal Invers Jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kecamatan yang membawahi Notasi Faktor loding JRK-KK Faktor utama Penciri Asesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan baik dengan ketersediaan lahan yang luas. Jumlah SD/100 penduduk, SD Jumlah SLTP/100 penduduk, SLTP Jumlah SLTA/100 penduduk SLTA Rasio ladang/kebun dengan luas desa LADANG Kepadatan penduduk PADAT Rasio jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I (keluarga) dengan jumlah keluarga (keluarga) PRASEJAH Kepadatan penduduk yang rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahteraan tinggi Rasio perumahan dan pemukiman dengan luas desa Rasio jumlah keluarga yang menangkap ikan di laut dengan jumlah keluarga RUMAH IKAN Kawasan pemukiman dengan dominasi nelayan Analisis Kelompok (Cluster Analysis) Setelah didapatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan dengan mengunakan analisis kelompok (cluster). Analisis kelompok yang dilakukan menggunakan metode K-Means. Faktor utama yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 kelompok besar pada desa di dua kecamatan di Kepulauan Anambas, seperti dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok desa yang mengambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masingmasing kelompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masing-masing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing kelompok.

84 68 Tabel 29 Hasil cluster pada desa di Kepulauan Anambas Kecamatan Desa Cluster Palmatak Air asuk I Ladan II Tebang II Mubur II Siantan Terempa Barat I Terempa II Nyamuk II Batu Belah II Telaga III Kiabu III Hasil analisis gerombolan yang mengungkapkan adanya karakteristik tiga kelompok desa pada masing-masing kecamatan di Kepulauan Anambas, desa-desa yang termasuk tipologi I (cluster I) merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan tinggi, tipologi II (cluster II) dan III (cluster III) merupakan desadesa dengan tingkat perkembangan sedang dan rendah, dapat dilihat Gambar Plot of Means for Each Cluster FACTOR_1 FACTOR_2 FACTOR_3 Variables Cluster No. 1 Cluster No. 2 Cluster No. 3 Gambar 21 Garfik nilai tengah kelompok variabel cluster desa di Kepulauan Anambas

85 69 Masing masing cluster dapat dijelaskan sebagai berikut : Cluster 1 memiliki nilai rata-rata terendah untuk faktor utama kedua. dan faktor utama ke satu kondisi ini menunjukan bahwa kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah. Cluster 2 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada faktor utama kesatu dan faktor utama ketiga, kondisi ini menunjukan bahwa kondisi aksesibilitas prasarana yang tinggi, kawasan pemukiman terbatas dan jumlah keluarga nelayan yang rendah. Cluster 3 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada faktor utama ketiga dan kedua, dimana kawasan sentra pemukiman dengan kepadatan rendah didominasi nelayan prasejahtera tinggi. Analisis Tipologi Wilayah Kecamatan Siantan Kecamatan Siantan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kepulauan Anambas, kecamatan ini terdiri dari 5 desa dan 1 kelurahan dengan Kota Terempa merupakan ibukota kecamatan. Luas wilayah Kecamatan Siatan 19,226 km 2 (97,68% adalah lautan) terdiri dari 74 buah pulau dan hanya 24 pulau yang berpenghuni. Masing-masing desa di Kecamatan Siantan memiliki tingkat keragaman wilayah. Keragaman wilayah di kecamatan dapat dilihat melalui hasil analisis karakteristik tipologi desa-desa pesisir. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan analisis tipologi wilayah berbasis desa ditingkat Kecamatan Siantan teridentifikasi 3 (tiga) tipologi wilayah, yaitu wilayah dengan perkembangan maju (tipologi I), wilayah dengan tingkat perkembangan sedang (tipologi II) dan wilayah dengan tingkat tipologi rendah (tipologi III). Untuk melihat karakteristik desa di kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 22.

86 70 Tabel 30 Karakteristi tipologi desa di Kecamatan Siantan No Desa Tipologi Kesimpulan 1. Terempa barat 2. Terempa 3. Batu belah 4. Nyamuk 5. Kiabu 6. Telaga I II III Wilayah dengan kepadatan tinggi dan ekonomi yang baik, namun minim infrastruktur Wilayah dengan infratruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan Wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi, dan dominasi nelayan prasejahtera Hasil analisis memperlihatkan karakteristik desa pada tipologi I dimana Desa Terempa barat merupakan wilayah dengan kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah, dari hasil survei lapangan desa di Terempa barat merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi jika dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Siantan, disisi lain Desa Terempa barat berdekatan dengan ibukota kecamatan (Kelurahan Terempa), sehingga cukup mendukung desa tersebut terhadap minimnya asesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan yang ada. Desa Nyamuk, Batu belah dan Kelurahan Terempa digambarkan dari hasil analisis karakteristik termasuk dalam tipologi II, wilayah ini tergolong dengan tingkat perkembangan sedang, dimana wilayah dengan infrastruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan, hal ini dikarenakan kecendrungan masyarakat bermukim di luar pusat pemerintahan dan masyarakat umumnya banyak berkerja sebagai pegawai negeri, buruh dan jasa. Desa Kiabu dan Desa Telaga, termasuk dalam tipologi III, merupakan wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi, dan dominasi nelayan prasejahtera, sehingga desa tersebut tergolong wilayah dengan tingkat perkembangan rendah.

87 Gambar 22 Peta tipologi desa pesisir di Kepulauan Anambas 71

88 72 Analisis Tipologi Wilayah Kecamatan Palmatak Kecamatan Palmatak merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Siantan dimana Kecamatan Palmatak dengan luas wilayahnya km 2 (95,73% adalah lautan) terdiri dari 66 buah pulau dan hanya 20 pulau yang berpenghuni. Hasil analisis komponen utama mengambarkan bahwa karakteristi tipologi desa di wilayah Kecamatan Palmatak terdapat dua tipologi wilayah, tipologi I dan tipologi II, dapat dilihat pada Tabel 31 berikut. Tabel 31 Karakteristi tipologi desa di Kecamatan Palmatak No Desa Tipologi Kesimpulan 1. Air Asuk 2. Tebang 3. Ladan 4. Mubur I II Wilayah dengan kepadatan tingg dan ekonomi yang baik, namun minim infrastruktur Wilayah dengan infratruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan Desa Air asuk merupakan wilayah kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah, desa ini sangat terkenal di Kepulauan Anambas sebagai desa kaya dengan pendapatannya, hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai nelayan budidaya ikan hidup, dimana tingkat pendapatan masyarakat sangat baik. Desa-desa lain merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan yang sedang adalah Desa Ladan, Tebang dan Desa Mubur, dimana wilayah dengan prasarana tinggi, pemukiman rendah dengan keluarga nelayan yang minim. Uraian diatas dapat digambarkan wilayah Kecamatan Palmatak cukup baik dibandingkan dengan Kecamatan Siantan. Keberadaan perusahaan pengeboran minyak yang berada di wilayah Palmatak juga mempengaruhi tingkat perkembangan suatu wilayah. Analisis Fungsi Diskriminan (Diskriminant Fuction Analysis/DFA) Analisis ini dilakukan setelah analisis kelompok. Pada analisis ini akan diketahui faktor-faktor yang paling mencirikan karakteristik tipologi wilayah dari analisis kelompok, artinya penciri faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap tipologi wilayah, masing-masing akan teridentifikasi

89 73 (Lampiran 5). Adapun tujuan adalah untuk mencari dan mengidentifikasi faktorfaktor yang paling berpengaruh pada masing-masing tipologi. Fungsi klasifikasi menjelaskan bahwa, pada tipologi I terdapat suatu penciri kelompok yang saling berpengaruh yaitu faktor utama kedua. Tipologi wilayah ke II terdapat dua penciri yang saling berpengaruh yaitu faktor utama kesatu dan faktor utama kedua. Sedangkan untuk tipologi wilayah III terdapat dua penciri kelompok yang saling perpengaruh yaitu faktor utama kedua dan faktor utama ketiga, indikatornya dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Indikator penciri tipologi wilayah G_1:1 G_2:2 G_3:3 p= p= p= F 1 = Jarak kantor desa ke kecamatan, jumlah sarana pendidikan dan rasio ladang/kebun F 2 = Kepadatan dan jumlah keluarga prasejahtera F 3 = Rasio pemukiman dan rasio jumlah keluarga nelayan Constant Persepsi Stakeholder Terhadap Arah Pengembangan Pemanfaatan Ruang berdasarkan AHP Untuk mengetahui persepsi stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) terhadap prioritas arah pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, digunakan metode AHP. Melalui metode ini, dari persepsi stakeholder diketahui berdasarkan hasil kuisioner untuk masing-masing penilaian responden didua kecamatan di Kepulauan Anambas. Hasil kuisioner akan menunjukan pilihan responden terhadap alternatif-alternatif yang ada. Responden akan dapat memberikan nilai pada pilihan yang ditentukan dibandingkan terhadap pilihan lain. Nilai-nilai hasil perbandingan sesuai dengan skala nilai Saaty. Pada hasil analisis ini terdapat lima bagian, terdiri atas tujuan dan empat level. Keempat level tersebut terdiri atas aspek (level 1), kriteria (level 2) stakeholder (level 3) dan pengembangan (level 4). Untuk mendapatkan solusi yang diinginkan, perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan suatu kebijakan.

90 74 Analisis AHP pada Tiap Kecamatan Penilaan AHP ini didasarkan atas dua kecamatan yang ada di Kepulauan Anambas, hal ini memperlihatkan bagaimana persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan pemanfaatan ruang yang ada disetiap kecamatan. Hasil analisis yang diperoleh di Kecamatan Siantan, mengambarkan keinginan stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang pada level kriteria untuk lingkungan prioritas utama pada ketersediaan lahan (0,221%) dari pada pencegahan degradasi (0,114%), untuk kriteria ekonomi lebih prioritas utama pada peningkatan pendapatan (0,183%), dan kriteria sosial prioritas utama pada pelestarian budaya (0,026%). Sedangkan arah prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan, prioritas utama pada kawasan pemukiman (0,371%), kedua kawasan perikanan tangkap (0,270%), ketiga kawasan pariwisata pantai (0,119%), keempat kawasan budidaya perikanan (0,083%) dan prioritas terakhir pada pengembangan kawasan konservasi pantai (0,063%), dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Aspek Bobot Prioritas Lingkungan 0,367 P2 Ekonomi 0,447 P1 Sosial 0,090 P3 Kriteria Lingkungan Bobot Prioritas Pencegahan Degradasi Lingkungan 0,114 P2 Ketersediaan Lahan 0,221 P1 Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas Peningkatan lapangan Kerja 0,093 P2 Peningkatan Pendapartan 0,183 P1 Produktivitas pemanfaatan Sumberdaya 0,063 P3 Kriteria Sosial Bobot Prioritas Pemerataan Pembangunan 0,019 P2 Pelestarian Budaya 0,026 P1 Kelembagan 0,018 P3 Stakeholder Bobot Prioritas Pemerintah 0,519 P1 Masyarakat 0,259 P2 Swasta 0,174 P3 Pengembangan Bobot Prioritas Pemukiman 0,371 P1 Pariwisata 0,119 P3 Konservasi 0,063 P5 Perikanan Tangkap 0,083 P4 Budidaya Perikanan 0,270 P2

91 75 Secara umum persepsi stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak hampir sama dengan Kecamatan Siantan, hal ini menunjukan tingkat pemahaman yang sama atas prioritas pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, namun ada perbedaan pada kriteria sosial dimana pemerataan pembangunan (0,047%) menjadi prioritas utama, prioritas kedua pada pelestarian budaya (0,018%) dan prioritas ketiga pada kelembagaan (0,013%), dapat dilihat pada Tabel 34. Perbedaan ini dapat dimengerti bahwa pembangunan di wilayah di Kecamatan Palmatak ini belum sepenuhnya terlaksana, hal ini dilihat pada dari pola administrasi pemerintahan dengan belum terbentuknya kelurahan sebagai suatu ibukota kecamatan, sebelum pemekaran kecamatan tersebut masih bergabung dengan Kecamatan Sientan. Peran kota Terempa secara historis masih berlaku di Kepulauan Anambas dimana sebagai pusat sentral perdagangan dan ekonomi. Mengenai faktor pelestarian budaya dan kelembagaan masih sangat perlu dikembangkan di wilayah Kecamatan Palmatak, hal ini terlihat mulai lunturnya ciri khas kebudayaan di Kepulauan Anambas, dimana dulunya cukup terkenal sebagai kawasan melayu yang khas dengan keislamannya. Lunturnya nilai kebudayaan tersebut lebih diakibatkan dari masyarakat pendatang yang masuk dari berbagai etnis kebudayaan dimana Kepulauan Anambas dapat dikatakan sebagai daerah transit/persinggahan sementara, hal ini cukup memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan adat dan kebiasan masyarakat Kepulauan Anambas dan tingginya pengaruh kemajuan zaman. Untuk itu diperlukan peningkatan pelestarian budaya dan kelembagaan guna mempertahankan dan meningkatkan pelestarian budaya dari kepunahan.

92 76 Tabel 34 Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak Pengembangan Pemanfaatan Ruang Aspek Bobot Prioritas Lingkungan 0,313 P2 Ekonomi 0,447 P1 Sosial 0,094 P3 Kriteria Lingkungan Bobot Prioritas Pencegahan Degradasi Lingkungan 0,080 P2 Ketersediaan Lahan 0,208 P1 Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas Peningkatan lapangan Kerja 0,101 P2 Peningkatan Pendapartan 0,197 P1 Produktivitas pemanfaatan Sumberdaya 0,060 P3 Kriteria Sosial Bobot Prioritas Pemerataan Pembangunan 0,047 P1 Pelestarian Budaya 0,018 P2 Kelembagan 0,013 P3 Stakeholder Bobot Prioritas Pemerintah 0,474 P1 Masyarakat 0,286 P2 Swasta 0,196 P3 Pengembangan Bobot Prioritas Pemukiman 0,432 P1 Pariwisata 0,137 P3 Konservasi 0,071 P5 Perikanan Tangkap 0,061 P4 Budidaya Perikanan 0,288 P2 Hasil Analisis Gabungan Secara Keseluruhan Aspek Ekonomi Terhadap Level Pengembangan Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas berdasarkan aspek ekonomi, disajikan pada Gambar 23. Berdasarkan Gambar 24 tersebut dapat ditentukan bahwa aspek ekonomi merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka peningkatan pendapatan masyarakat menjadi prioritas utama (0,190%), diikuti peningkatan lapangan kerja (0,097 %) dan pendapatan daerah (0,062 %).

93 77 Sosial Ekonomi Aspek Lingkungan Gambar 23 Nilai bobot prioritas aspek dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Pendapatan Daerah Peningkatan Pendapatan Masyarakat 0.19 Krite ria Peningkatan Lapangan kerja Gambar 24 Nilai bobot prioritas kriteria aspek ekonomi dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas. Sebagian besar penduduk Kepulauan Anambas bekerja pada sektor Pertanian dan Perikanan, dimana persentase jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut di Kecamatan Siantan 19,43 % dan Kecamatan Palmatak 24,57 %. Sektor lain yang cukup menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa, hal ini dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian wilayah Kepulauan Anambas bertumpu pada sektor pertanian, perikanan dengan sektor pendukung perdagangan dan jasa. Sektor industri sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan karena pada wilayah Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Palmatak terdapat Matak Base yang merupakan kawasan operasional dari perusahaan minyak dan gas alam. Perusahaan ini mengeksplorasi dan eksploitasi sumberdaya minyak dan gas yang ada di wilayah perairan Kepulauan, dimana cukup berperan bagi perkembangan wilayah dan menciptakan lapangan kerja dimana nantinya dapat memberikan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

94 78 Kerjasama regional yang dilakukan Pemerintah pusat adalah kerjasama Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Sinagpura (IMS-GT), yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari segitiga pertumbuhan SIJORI (Singapura, Johor dan Riau). Perkembangan yang terjadi sampai saat ini terpusat di wilayah Kota Batam dan Pulau Bintan. Perkembangan selanjutnya diharapkan dapat terjadi pula diseluruh wilayah Kepulauan Riau termasuk Kepulauan Anambas. Adapun kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kerjasama tersebut: 1. Keterbatasan saran dan prasarana pendukung, 2. Kurangnya akses ke wilayah Kepulauan Anambas, 3. Masih rendahnya kualitas tenaga kerja yang tersedia. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran Kepulauan Anambas dalam konstelasi regional belum terlihat secara jelas karena belum optimalnya pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya alam. Pendapatan masyarakat di Kepulauan Anambas terlihat masih minim, dengan sumberdaya alam yang cukup berlimpah. Hasil wawancara dan survei lapangan, terlihat pendapatan masyarakat di Kepulauan Anambas yang umumnya bekerja dari hasil pendapatan perikanan hanya sebatas untuk satu hari saja. dan ini juga dilihat tingginya penduduk dengan tingkat prasejahtera. Sumberdaya manusia dan penerapan teknologi merupakan salah satu kendala dalam pencapaian pendapatan masyarakan di Kepulauan Anambas. Aspek Lingkungan Terhadap Level Pengembangan Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan, untuk mencapai tujuan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas disajikan pada Gambar 25. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek lingkungan merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka ketersediaan lahan menjadi prioritas utama (0,214%), diikuti pencegahan degradasi lingkungan (0,096%).

95 79 Ketersediaan lahan Kriteria Pencegahan Degradasi Lingkungan Gambar 25 Nilai bobot prioritas kriteria aspek lingkungan dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Aspek Sosial Terhadap Level Pengembangan Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan untuk mencapai tujuan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek sosial merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka pemerataan pembangunan menjadi prioritas utama (0,030%),diikuti adat kebiasaan (0,022%) dan kelembagaan (0,016%). Kelembagaan Adat dan Kebiasaan Kriteria Pemerataan Pembangunan Gambar 26 Nilai bobot prioritas kriteria aspek sosial dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Stakeholder yang Berperan dalam Pengembangan Ditinjau dari persepsi gabungan dalam melaksanakan aspek kebijakan untuk mencapai pengembangan pemanfaatan ruang pesisir kepulauan Anambas dapat disajikan pada Gambar 27. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek ekonomi yang menjadi penekanan utama dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka peran pemerintah disini

96 80 sangat diutamakan dalam pencapaiannnya (0,496%), kemudian pihak masyarakat (0.272%) dan pihak swasta (0.185%). Swasta Masyarakat Stakeholder Pemerintah Gambar 27 Nilai bobot prioritas stakeholder pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Prioritas Pengembangan Hasil analisis persepsi stakeholder gabungan untuk semua level dan stuktur hierarki AHP beserta setiap nilai bobotnya disajikan pada Gambar 28. Berdasarkan hasil analisis persepsi gabungan, maka secara umum dapat dikatakan prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, dimana pengembangan pemukiman merupakan prioritas utama dengan bobot 0,444%. Arahan pengembangan sektor pemukiman ini dipengaruhi oleh aspek lingkungan, dan sosial dimana ketersediaan lahan memiliki bobot 0,214% dan pemerataan pembagunan 0,030%, merupakan hal yang paling kuat mempengaruhi pengambil keputusan. Hasil wawancara dan observasi lapangan yang dilakukan terlihat level aspek lingkungan dan aspek sosial sangat menentukan keberlanjutan pemanfaatan ruang wilayah pesisir, dan dapat menjawab ketersediaan lahan dan pemerataan pembangunan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang terarah. Prioritas kedua dalam pengembagan pemanfaatan ruang adalah pengembangan budidaya perikanan dengan bobot 0,279%, ini merupakan hal yang wajar, dimana Kepulauan Anambas kaya akan sumberdaya ikan, jenis ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang banyak terdapat di perairan Anambas. Prioritas ketiga dan seterusnya dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir di Kepualaun Anambas berturut-turu adalah: pengembangan pariwisata dengan bobot 0,128%, pengembangan perikanan tangkap 0,071% dan pengembangan kawasan konservasi pantai dengan bobot 0,067%.

97 Gambar 28 Struktur hirarki pemanfaatan ruang hasil analisis gabungan AHP 81

98 82 Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Pesisir Kepulauan Anambas. Arahan Pengembangan Kawasan Pemukiman Pemukiman di wilayah penelitian umunya terletak di pesisir pantai, hal ini dikarenakan sebagian besar topografi Kepulauan Anambas merupakan kawasan perbukitan batu dengan keberadaan tanah datar relatif terbatas. Pemukiman yang ada sekarang ini terlihat tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan, hal ini tergambar dari banyaknya pemukiman yang dibangun di pesisir pantai, sehingga aksesibilitas terhadap pembangunan pemukiman terabaikan, seperti sarana air bersih, jalan dan MCK, ini dapat dilihat dari rendahnya nilai kesesuaian lahan yang hanya 7.87% untuk kawasan pemukiman, terlebih lagi kerusakan ekosistim di wilayah pesisir yang diakibatkan dari konversi lahan untuk pemukiman dan pencemaran yang bersumber dari pembuangan limbah rumah tangga yang langsung ke laut. Hasil kesesuaian lahan didapatkan kategori sesuai masih dapat dijumpai di daratan yang jauh dari pantai namun aksesibilitas dan kebudayaan pesisir masih mendominasi masyarakat di Kepulauan Anambas. Menurut Dahuri et al (2001) Bentuk hakekat pemukiman dan perkotaan khususnya di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis secara menyeluruh. Hal yang prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut peraturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu yang berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan yaitu erosi, sedimentasi, pencemaran lingkungan dan banjir. Kondisi pemukiman saat ini di Kepulauan Anambas pada tahun 2003, umumnya masih terkosentrasi di jalur jalan, tepi pantai dan pusat-pusat pemerintahan, dapat dilihat pada Gambar 29. Kondisi bangunan pada umumnya dalam kondisi baik, dimana sekitar 72,3% dari bangunan yang ada merupakan bangunan permanen sedangkan sisanya sebanyak 27,7% merupakan bangunan non permanen. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi penyebaran perumahan di dua kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 35.

99 83 Tabel 35 Jumlah dan kondisi bangunan di Kepulauan Anambas tahun 2003 No Kecamatan Permanen Kondisi Bangunan Non Permanen Jumlah 1. Siantan Palmatak Sumber: Kimpraswil Kepulauan Anambas 2003 diacu dalam Bappeda Kabupaten Natuna dan Lemtek UI (2005) Gambar 29 Pemukiman di Kecamatan Siantan dan Palmatak di Kepulauan Anambas Penggunaan lahan di Kepulauan Anambas yang diperoleh mencakup perkebunan seluas ha, permukiman dan bangunan 2052 ha, sawah 20 ha dan lain-lain ha. Untuk Iebih jelasnya mengenai penggunaan lahan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Luas lahan menurut penggunaan di Kepulauan Anambas tahun 2003 (ha) No Kecamatan Sawah (ha) Perkebunan (ha) Pemukiman (ha) Lain-lain (ha) 1. Siantan Palmatak J u m l a h Sumber: BPS Kab. Natuna (2003) Petumbuhan penduduk di Kepulauan Anambas memperlihatkan rata-rata di Kecamatan Siatan 1.58% dan di Kecamatan Palmatak 8.75%, sehingga kebutuhan akan pemukiman juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan pengunaan lahan pemukiman di kedua kecamatan merupakan prioritas utama, sehingga pengembangan untuk kawasan pemukiman kedepan harus mempertimbangkan

100 84 kesesuaian dan daya dukung lahan, sehingga dapat terlaksana sesuai kelayakan sebuah pemukiman yang sehat dan teratur. Tingkat perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk disetiap kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 37 Tabel 37 Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk per-kecamatan di Kepulauan Anambas tahun No Kecamatan Tahun ( Jiwa) Rata-rata Pertumbuhan 1. Siantan % 2. Palmatak NA NA NA NA NA NA % Sumber: BPS Kab. Natuna (2003) Pengembangan ruang pusat pemukiman sebaiknya harus bercirikan lokal dan tidak menghancurkan tatanan sosial yang sudah ada. Tatanan sosial yang dimaksud adalah; (1) adat istidat dan sosial budaya, nilai-nilai yang hidup dimasyarakat, (2) potensi sumberdaya manusia yang dimiliki, termasuk didalamnya individu yang mampu membuat perencanaan tata ruang detail. Selanjutnya didalam pengembangan kawasan pemukiman masalah kependudukan perlu diperhatikan. Baik dilihat dari subyek maupun obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan potensi penduduk merupakan ujung tombak untuk mempercepat peningkatan kearah kehidupan yang lebih baik. Sedangkan obyek pembangunan, kedudukan penduduk perlu mendapatkan tekanan, kerena pembangunan yang hanya bertujuan fisik saja, tanpa diiringi dengan mempersiapkan perangkat pendukungnya, akan menimbulkan kesenjangan. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Perikanan Kegiatan budidaya perikanan di Kepulauan Anambas dilihat cukup berhasil, ini dilihat dari nilai ekonomi ikan hidup dikedua kecamatan sangat bagus, permintaan akan ikan hidup oleh negara-negara tetangga terlihat semakin tinggi, dapat dilihat dari masuknya kapal-kapal penampung ikan hidup, baik kapal lokal maupun kapal asing (dari Hongkong) yang datang ke Kepulauan Anambas. Budidaya laut yang dilakukan oleh nelayan di Kepulauan Anambas adalah

101 85 pembesaran ikan hidup yang umumnya dengan menggunakan keramba tancap (KJT) biasanya disebut kem, dapat dilihat pada Gambar 30 dan 31. Kawasan budidaya laut banyak terdapat di kawasan teluk yang merupakan kawasan yang terlindung dari arus dan gelombang. Kawasan budidaya perikanan di Kecamatan Siantan lebih sedikit jika dibandingkan dengan Kecamatan Palmatak, hal ini dikarenakan wilayah perairan Palmatak lebih cenderung terlindung dan masih terdapat banyak terumbu karang dan perairannya tidak begitu dalam, namun sampai sejauh ini informasi mengenai budidaya perikanan yang telah dikembangkan di kedua kecamatan belum seakurat dimana dapat memprediksi pengembangan kemasa yang akan datang. Sumber: Darwin (2005) Gambar 30 Keramba jaring apung (KJA) dan ikan-ikan yang dibudidayakan Budidaya perikanan laut menjadi primadona nelayan setempat karena hasil panen yang bernilai tinggi, nilai ekonomis ikan hidup di wilayah Kepulauan Anambas cukup tinggi tergantung jenis ikan yang di perlihara, untuk ikan karang jenis kerapu sunu dan macan dengan harga Rp /kg dan napoleon Rp /kg. Kapal kapal penampung ikan dari Hongkong masuk ke Dusun Air sena, Desa Air asuk sebagai tempat pengusaha ikan kem terbesar di Kepulauan Anambas, omset nelayan penampung ikan di kem tersebut mencapai milyaran rupiah.

102 86 Sumber: Darwin 2005 Gambar 31 Kem masyarakat (KJT) di Dusun Airsena, Desa Air asuk, Kecamatan Palmatak Keuntungan lain dari budiaya perikanan terletak dari kondisi geografis Kepulauan Anambas yang merupakan kawasan Laut Cina Selatan yang berdekatan dengan Negara Singapura, dan Cina yang menjadi pasaran ikan hidup yang cukup tinggi. Hasil produksi perikanan tahun dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Data dan produksi budidaya perikanan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan, tahun 2004 No Kecamatan Jumlah RTP Jumlah Produksi (Ton) Karamba Siantan ,56 117,90 2. Palmatak Jumlah ,56 117,90 Sumber: BPS Kab. Natuna (2004) Kondisi topografi wilayah Kepualauan Anambas merupakan perairan terbuka menjadikan kawasan budidaya laut cukup sulit untuk kembangkan. Hasil analisis kesesuaian lahan memperlihatkan rendahnya persentase dimana hanya 1.72% dengan kategori sangat sesuai, dengan penerapan teknologi dimana menggunakan keramba tancap nelayan budidaya dapat mengembangkan budidaya laut dengan melihat jadwal musim. Penjagaan mutu lingkungan juga harus dipertahankan volume dan kualitas air serta hama berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan usaha keramba. Dalam kegiatan budidaya perikanan, pengaruh utama yang perlu diperhatikan antara lain

103 87 adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya lokasi budidaya termasuk aktivitas dilahan atas dan pengaruh kegiatan budidaya terhadap lingkungan. Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata Hampir disemua daerah Kepulauan Anambas mempunyai obyek wisata alam yang sangat menarik, terutama pada daerah pantainya dan terumbu karang di dua kecamatan, obyek wisata dengan pesona pantai yang menarik, berupa pemandangan yang indah serta pantai yang berpasir putih. Pantai-pantai tersebut adalah Pantai Terempa, Pantai Tanjung momong, Air terjun Temburun, Teluk Bayat, Pantai Semut, Pantai Mangkian, Pantai Selat, Pulau Penjalin Kecil, Pulau Tokong Belayar dan kawasan Oil Rig (Tabel 39.) Uraian mengenai kepariwisataan Kepulauan Anambas akan mencakup tinjauan tipologi, sebaran dan atraksi obyek wisata, kondisi visual obyek-obyek wisata serta aspek permintaan pariwisata. Tipologi, Sebaran, dan Atraksi Obyek Wisata Undang-Undang No. 09 Tahun 1990 tentang pariwisata dijelaskan bahwa atraksi wisata adalah segala perwujudan dan sajian alam dan/atau kebudayaan yang secara nyata dapat kunjungi, disaksikan, dan dinikmati di suatu kawasan wisata atau di daerah tujuan wisata. Pada dasarnya definisi tersebut terkait dengan potensi obyek wisata alam, budaya dan sejarah. Daya tarik obyek wisata di Kepulauan Anambas terletak pada bentuk/pola yang heterogen sehingga dapat menjadi salah satu faktor penarik (pull factor) bagi kunjungan wisatawan. Pull factor adalah keunikan serta ciri khas setiap obyek yang dipadu oleh ekosistem, keanekaragaman flora dan fauna sebagai salah satu kesatuan bentang alam yang berwujud hutan, pertanian/perkebunan, lingkungan tata perkampungan/perdesaan, serta dikelilingi oleh sejumlah pulau-pulau kecil dengan karakteristik yang berbeda.

104 88 Secara umum, obyek-obyek wisata di Kepulauan Anambas dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) tipologi yaitu: 1. Wisata Alam Obyek wisata alam terdiri dan wisata pantai/bahari, gunung/pegunungan termasuk air terjun dan gua-gua, serta cagar alam, 2. Wisata Budaya Obyek wisata budaya terdiri dan obyek peninggalan sejarah, dan pementasan kesenian tradisional, 3. Wisata Sejarah Objek peninggalan penjajahan Belanda dan Jepang Berdasarkan rencana induk pariwisata pengembangan daerah (RIPPDA) kabupaten Kepulauan Riau 1989/1999. objek wisata di Kepulauan Anambas termasuk ke dalam wilayah pengembangan pariwisata (WPP) I mempunyai 20 objek wisata potensial terdiri dari Kecamatan Jemaja, Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan dengan pusat pengembangan di Jemaja. Pemanfaatan pariwisata di Kepulauan Anambas belum dilakukan secara optimal, ini terlihat dari tingkat wisatawan yang berkunjung kesana, terlebih lagi saran dan prasarana yang menunjang seperti penginapan, trasportasi, data informasi yang masih minim. Hasil kesesuaian lahan juga mengambarkan rendanya persentase kategori sangat sesuai (0,23%), namun dengan pemanfaatan yang optimal dan didukung dengan sarana prasarana dan informasi pariwisata dapat menjadi andalan bagi pendapatan daerah dan masyarakat setempat..

105 89 Tabel 39 Sebaran, tipologi, jenis dan atraksi obyek wisata di Kepulauan Anambas Tahun 2005 No Sebaran/ Kecamatan 1 Siantan dan Palmatak Tipologi Obyek Wisata a. Alam Jenis Wisata Atraksi Wisata Pantai : Tarempa Rekreasi Pantai Berenang Tanjung Momon Keindahan Alam Pantai Rekreasi Pantai Teluk Bayat Keindahan Alam Pantai Diving, Taman Laut Langok Keindahan Alam Pantai Semut TamanLaut (Marine Park) Diving fhising Pelestarian Burung Layang-layang Penjalin kecil Keindahan dasar laut Pulau bawah Fising dan diving Pantai dan PulauSelat Keindahan Alam Pantai Hiking, Swimming Taman Laut Karang Egeria Terumbu Karang Diving Kawasan PulauTelibang Terumbu Karang Diving Pulau Durai Cagar alam konservasi satwa laut (kura-kura) Fising Divimg Pulau Tokang Berlayar Keindahan Alam Pantai Taman Laut (Marline park) Diving, Fising Pelestarian burung Layanglayang Pulau Pahat Kawasan Hutan Lindung Konservasi Kura- Kura b. Budaya c.minat Khusus Peninggalan Sejarah : Meriam Benteng Keramat Makam Nahkoda alang Kesenian Gendang Joged Selatan Zapin Marak Siantan Hadrah Ziarah Makam Nahkoda alang (matak) Makam Sahid Yahya Olah raga dan Rekreasi Air terjun Temurun Oil Rig Belanja Handicraf Air Asuk Handicraf Air Sena Peninggalan Sejarah Zarah/tempat pemujaan Event Budaya Ziarah Panorama air terjun Panorama Pantai Hutan Wisata Outbond/Penjelajahan Keindahan Taman Laut Diving dan Fising Wisata Belanja Sumber: Dinas pariwisata dan survei lapangan Tahun 2005 diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI, (2006) dan foto hasil survei lapangan (2006)

106 90 Arahan Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap Sektor perikanan tangkap di Kepulauan Anambas masih menggunakan teknologi penangkapan ikan secara tradisional, ini merupakan suatu kemunduran mengingat sebagian besar wilayah Kepulauan Anambas adalah lautan, baik yang merupakan laut dangkal maupun perairan lepas pantai yang sangat kaya akan sumberdaya perikanan. Berdasarkan data perikanan pada tahun 2004 tercatat volume produksi sebesar 405,12 ton, tingkat produksi perikanan ini masih dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi yang tepat. Stock assessment atau pendugaan stock ikan di Kepulauan Anambas telah dilakukan oleh Suhendar, 2000 diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005), dengan menggunakan metode aplikasi echo sounder, echo integrator terhadap ikan pelagis. Hasil pendugaan menunjukkan adanya stock untuk berbagai jenis ikan pelagis. Analisis hasil penggunaan metode pendugaan stock tersebut, maka dapat diketahui identifikasi ikan dalam jumlah rata-ratanya pada Tabel 40. Tabel 40 Dugaan potensi sumbedaya ikan di Kepulauan Anambas No Potensi (Ton/Mil²) MSY*) (Ton/Mil²) 1. < > > Sumber : Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005) *) Dihitung dengan menggunakan Rumus : Py = 0,5 Mbo (1) (0 10) x ton/mil² atau <5.46 ton/mil² (2) (10 30) x ton/mil² atau ton/mil² (3) (30 60) x ton/mil² atau ton/mil² (4) > 60 x ton/mil² atau > ton/mil² Pengelolaan perikanan di Kepulauan Anambas umumnya masih menggunakan teknologi yang sifatnya tradisional, dengan pola pengelolaan seperti ini, dimana volume tangkap relatif kecil, areal penangkapan terbatas serta waktu jelajah yang digunakan relatif singkat, sehingga perolehan hasil produksi menjadi tidak maksimal. Meskipun secara ril, nilai potensi deposit sumberdaya perikanan di Kepulauan Anambas kecil, tetapi berdasarkan dari beberapa hasil studi mendeskripsikan, bahwa sesungguhnya volume produksi dapat diperoleh dengan

107 91 angka yang lebih besar, apabila pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan secara efektif. Bahkan diproyeksikan, volume produksi dapat mencapai beberapa kali lipat dari volume produksi perikanan tangkap seperti yang tertera pada Tabel 41. Tabel 41 Volume produksi perikanan menurut kecamatan, tahun (Ton) No. Kecamatan Volume Produksi Siantan , ,4 2. Palmatak - - Sumber: Natuna dalam Angka (2004) Sedangkan menurut Azis, (2000) diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005), maka sumberdaya perikanan di perairan laut Cina Selatan, yang sebagian besar wilayahnya meliputi perairan Kepulauan Anambas, disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Cina Selatan No Kelompok Sumberdaya Potensi (000 Ton) 1. Ikan Pelagis Besar * 2. Ikan Pelagis Kecil Ikan Demersal Ikan Karang Konsumsi Udang Paneid Lobster Cumi Cumi 2.70 Keterangan Sumber : * = data tidak tersedia : Pemetaan potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mengantisipasi kegiatan penambangan pasir laut yang dilakukan oleh Sub Pokja 1 TP4L /Program Zonasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Jenis alat tangkap nelayan lokal tergambar pola penangkapan dengan menggunakan peralatan tangkap tradisional, dengan demikian hasil yang diperoleh akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nelayan-nelayan dari luar yang telah menggunakan peralatan yang lebih modern. Implikasi positif dari alat tangkap ini adalah terjaminnya keberlanjutan ekosistem perikanan yang ada. Namun perlu perhatian yang lebih besar dari pemerintah setempat untuk mengatur

108 92 regulasi daerah tangkapan karena nelayan-nelayan dari luar daerah akan cenderung melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya perikanan yang ada, jenis alat tangkap di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43 Jumlah alat penangkap ikan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan, tahun 2004 No Kecamatan Pancing Ulur Pancing Tonda Bagan Jaring Pantai Kelong Rawai Bubu 1. Siantan Palmatak Sumber: BPS Kab. Natuna (2004) Tabel 44 dan Gambar 32, berikutnya menjelaskan bahwa armada laut (armada semut) nelayan lokal masih relatif sederhana. Dengan demikian optimalisasi dari peralatan dan zona penangkapan ikan sangat berpengaruh pada hasil perikanan tagkap daerah ini. Tabel 44 Armada kapal/perahu penangkap ikan yang beroperasi menurut kecamatan tahun 2004 No. Kecamatan Perahu Tanpa Motor (PTM) Perahu Bermotor Diesel Perahu Tempel Jumlah 1 Siantan Palmatak Sumber: Natuna dalam Angka (2004) Gambar 32 Armada kapal nelayan dan kapal Thailand di Kepulauan Anambas.

109 93 Arahan Pengembangan Kawasan Konservasi/Lindung Pemantapan Kawasan Konservasi/Lindung Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan untuk fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan ini harus dilindungi dari kegiatan produksi dan kegiatan manusia lainnya yang dapat merusak fungsi lindung. Kawasan lindung tersebut dapat dibedakan ke dalam 4 (empat) kawasan, yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, meliputi kawasan hutan lindung, kawasan konservasi laut dan kawasan resapan air, 2. Kawasan perlindungan setempat, mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk atau danau dan kawasan sekitar mata air, 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, meliputi kawasan suaka alam, taman nasional, taman wisata dan cagar budaya, 4. Kawasan rawan bencana, kawasan yang diidentifikasikan sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti banjir dan lainnya, Untuk pemantapan kawasan lindung dalam rencana, maka dilakukan langkah-langkah tindak lanjut sesuai dengan jenis kawasan lindung berikut pemantapannya. Penetapan kawasan lindung berdasarkan kriteria-kriteria yang tertera dalam Keppres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung. Penetapan tersebut disertai beberapa tindak lanjut yang berkaitan dengan adanya penggunaan dan pemanfaatan pada kawasan lindung tersebut pada saat ini. Untuk itu terdapat 3 (tiga) pilihan langkah penanganannya, yaitu: 1. Membiarkan kegiatan budidaya tersebut pada kawasan lindung, selama kegiatan fungsi tersebut tidak mengubah fungsi lindung dari kawasan lindung tertentu, 2. Membatasi perkembangan kegiatan budidaya dalam areal tertentu di dalam kawasan lindung, 3. Mengeluarkan kegiatan budidaya tersebut, apabila terdapat indikasi adanya kemungkinan merusak fungsi lindung kawasan,

110 94 Penetapan kawasan konservasi saat ini di Kepulauan Anambas sebagian besar belum tampak, namun dibeberapa tempat kawasan konservasi telah terbentuk, hal ini dapat dilihat dari keinginan masyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem yang merupakan tempat bergantung hidup para nelayan guna memenuhi kebutuhannya. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukan Kepulauan Anambas masih merupakan wilayah yang belum mengalami kerusakan lingkungan yang berarti, di Pulau Mubur misalnya terdapat kawasan penangkaran penyu yang merupakan langkah maju dari masyarakat yang ingin menjaga kelestarian satwa yang dilindungi. Sebagai salah satu contoh kongkrit dengan dibuatnya suatu peraturan pemerintah (Perdes) setempat yang melindungi kawasan dan segala isinya dari perusakan dan kepunahannya dengan menetapkan zona-zona perlindungan. Motivasi ini dilihat juga oleh pihak swasta yaitu perusahaan migas yang berada di Kepulauan Anambas yang tergabung dalam Konsorsium Natuna Barat (West Natuna Consortium/WNC), beberapa program ComDev yang menekankan kepada wujud konservasi berupa pendidikan lingkungan seperti pelatihan trasplantasi karang dan bantuan alat tangkap yang ramah lingkungan. Dapat dilihat pada Gambar 33 dan Tabel 45. Gambar 33 Transplantasi karang, penangkaran penyu dan kawasan konservasi laut Tanjung momong di Kepulauan Anambas.

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU OLEH CHANDRA JOEI KOENAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KAJIAN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 5 TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km 2 dan 75 persen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengalaman paradigma pembangunan bangsa Indonesia selama kurun waktu pembangunan jangka panjang I yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek penting

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan telcnologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam pengertian lingkungan hidup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci