EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA"

Transkripsi

1 EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA 1 Nyoman Adi Hanggara, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Ni Kadek Sinarwati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja,Indonesia {hanggararaprock@gmail.com, Anantawikramatunggaatmadja@gmail.com, Abstrak Ngaben merupakan ritual kematian yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali yang pelaksanaannya membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga dengan kondisi tersebut masyarakat Bali mencari suatu alternatif yaitu ngaben di krematorium. Ritual ngaben di krematorium ini difasilitasi oleh Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) dengan beberapa paket yang dapat dipilih oleh masyarakat. YPUH menggunakan Weda dan Lontar Yama Purwana Tattwa sebagai dasar dan teknik sederhana upacara ngaben yang dulunya boros biaya kini menjadi lebih efisien. Latar belakang inilah yang menjadikan ngaben di YPUH menarik untuk dikaji untuk mengetahui: 1). Latar belakang masyarakat memilih ngaben di YPUH, 2). Metode yang digunakan YPUH dalam mencapai efisiensi biaya pada upacara ngaben, 3). Dampak yang ditimbulkan dari penyederhanaan biaya terhadap hakikat upacara ngaben. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang dititikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yakni: 1). Reduksi Data, 2). Penyajian Data, dan 3). Pemaknaan Data berdasarkan teori yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Latar belakang masyarakat memilih ngaben di YPUH mayoritas didasari oleh faktor biaya dan didukung oleh faktor lain seperti Faktor Sosial Budaya, Faktor Struktur Sosial, Faktor Ekonomi, Faktor Tenaga dan Waktu, dan masyarakat Bali sebagai agen budaya. 2). Efisiensi biaya dalam upacara ngaben di YPUH menggunakan metode cost reduction dengan analisis aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah. 3). Pelaksanaan upacara ngaben yang disederhanakan tidak mempengaruhi hakikat ngaben karena sudah sesuai dengan Weda dan lontar-lontar kamoksan. Kata kunci: Ngaben, krematorium, biaya ngaben, efisiensi biaya, penyederhanaan ngaben. Abstract Ngaben is a death ritual performed by Hindus in Bali that its implementation requires a high cost, so that with these conditions Balinese people looks for an alternative way that is Ngaben in crematorium. Ngaben ritual in crematorium was facilitated by YPUH by several packages available for the public. YPUH used Vedas and Lontar (manuscript) Yama Purwana Tattwa as basic and simple technique of Ngaben ceremony in which it was once lavishly ceremony has become more cost efficient. This background made Ngaben ceremony interesting to study to know: 1). the background of people choosing Ngaben in YPUH, 2). the method used by YPUH in achieving cost efficiency in Ngaben ceremony, 3). the impact caused by the cost simplification to the nature of Ngaben ceremony.

2 This research was conducted using qualitative method by focusing on the description and interpretation of human behavior. This study was conducted in three stages, they were: 1). data reduction, 2). data presentation, and 3). the data interpretation based on the theory determined. The result showed that: 1). the background of people choosing Ngaben in YPUH was mostly caused by cost factor and other factors such as socio-cultural factor, social structure factor, economic factor, energy and time factor, and Balinese people as cultural agent, 2). the cost efficiency in Ngaben ceremony in YPUH used cost reduction method by an analysis of value-added activity and no value-added activity. 3). The implementation of Ngaben ceremony simplified did not affect the nature of Ngaben because it was in accordance with Vedas and lontar-lontar kamoksan. Key Word: Ngaben, crematorium, ngaben cost, cost efficiency, simplification of ngaben. PENDAHULUAN Upacara dalam rangka pelaksanaan ajaran Agama Hindu dapat digolongkan menjadi lima kelompok besar berdasarkan sasarana dalam pelaksanaannya yang disebut Panca Yadnya yaitu: 1). Dewa Yadnya adalah korban suci yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas ke hadapan Hang Widhi, 2). Pitra yadnya adalah korban suci yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas kepada para leluhur dengan memujakan keselamatan mereka di akhirat, memelihara keturunan mereka dengan mengikuti segala tuntutannya, 3). Manusa yadnya adalah korban suci yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas demi keselamatan keturunan kita dan kesejahteraan manusia lain, 4). Rsi yadnya adalah korban suci yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas untuk kesejahteraan para rsi, 5). Butha yadnya adalah korban suci yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas kepada sekalian makhluk bawahan. (Pendit, 2001: 197) Kelima kelompok upacara tersebut ritual upacara kematian yang termasuk dalam kelompok pitra yadnya merupakan jenis upacara yang wajib dilakukan oleh umat hindu sebagai wujud cinta bakti kepada orang tua atau leluhur. Penyelenggaraan upacara setelah kematian menurut Agama Hindu di Bali, dapat dialkukan melalui upacara Ngaben atau Pelebon. Upacara ini adalah penyelesaian terhadap jasmani orang yang telah meninggal. Upacara ngaben disebut pula upacara pelebon atau atiwatiwa dan hanya dapat dilakukan satu kali saja terhadap seseorang yang meninggal. Tujuannya adalah untuk mengembalikan unsur-unsur jasmani kepada asalnya yaitu Panca Maha Bhuta yang ada di Bhuana Agung. (Win, 2010: 18) Kenyataannya upacara ngaben selalu membutuhkan biaya yang besar, biaya ini terdiri atas biaya banten, wadah/bade, serta perawatan jenazah semenjak orang tersebut meninggal hingga proses kremasi. Pelaksanaan upacara ngaben di Bali sering kali rumit dan menimbulkan masalah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa ritual ngaben hanya dapat dilaksanakan oleh masyarakat kaya secara harta saja. Seiring berjalanya waktu, akhirnya tercetuslah gagasan ngaben masal yang memberi angin segar bagi umat Hindu di Bali. Biaya ngaben yang mulanya ratusan juta rupiah kini dapat dihemat dan dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Namun upacara ngaben secara masal ini masih memiliki kekurangan. Dilihat dari segi waktu pelaksanaannya, ngaben masal biasanya hanya dilaksanakan pada jangka waktu tertentu saja misalnya beberapa tahun sekali sehingga sawa/mayat harus dikuburkan dalam jangka waktu yang cukup lama hingga ngaben masal diadakan. Selain itu urutan proses ngaben masal yang dilakukan mulai dari mempersiapkan banten serta sarana dan prasarana lainnya tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.

3 Beberapa tahun belakangan muncul alternatif pilihan pelaksanaan upacara ngaben, yaitu ngaben di krematorium yaitu sebuah tempat khusus untuk membakar mayat sehingga menjadi abu. Jika dibandingkan dengan Ngaben massal (Ngerit) yang juga bernuansa irit biaya, ngaben sistem krematorium ini punya kelebihan antara lain: 1) dapat dilaksanakan segera setelah wafat, kalau ngaben massal mesti menunggu jadwal karena kolektif (bisa tahunan), 2) lebih praktis karena semua kebutuhan ditangani penyelenggara (sejenis event organizer/eo) sehingga pihak keluarga tidak terlalu disibukkan dengan berbagai keperluan, 3) waktu pelaksanaannya lebih singkat sehingga tidak banyak mengganggu kegiatan ekonomi/menyita waktu kerja, 4) tidak banyak masyarakat/krama yang terlibat sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi mikro masyarakat, 5) secara psikologis lebih memberi rasa puas karena mengabukan jenasah sesuai dengan konsep ngaben sedangkan ngaben massal umumnya membakar sekah sementara jazad masih terkubur, 6) lebih ekonomis karena waktunya lebih singkat dan massa yang terlibat tidak terlalu banyak, 7) konflik-konflik adat bisa ditekan karena tensi kegiatannya tidak terlalu tinggi. (Bali Post, Ngaben Efisien dan Irit Biaya, 20 Juli 2011 : 6) Salah satu penyedia jasa ngaben di krematorium yang ada di Buleleng adalah Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Kabupaten Buleleng, Singaraja. Yayasan ini didirikan untuk membantu umat hindu dalam hal tattwa dan penyederhanaan upakara-upacara. Upacara yang disederhanakan tersebut menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan upacara ngaben akan lebih efisien. Menurut Taswan (2006) konsep efisiensi tertuju pada bagaimana penciptaan barang atau jasa dengan menggunakan biaya yang paling rendah yang mungkin dapat dicapai, serta mampu mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada penggunaan yang paling bernilai. Merujuk pada hal tersebut diatas, maka efisiensi biaya dalam upacara ngaben yang dilaksanakan di Yaysan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Kabupaten Buleleng menarik untuk diangkat dalam penelitian ini. Berkaitan dengan hal tersebut, adapun beberapa permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini, antara lain: 1). Latar belakang masyarakat memilih ngaben di YPUH, 2). Metode yang digunakan YPUH dalam mencapai efisiensi biaya pada upacara ngaben, 3). Dampak yang ditimbulkan dari penyederhanaan biaya terhadap hakikat upacara ngaben. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif, menurut Alwasilah (2003), memiliki kelebihan adalah adanya fleksibilitas yang tinggi bagi peneliti ketika menentukan langkah-langkah penelitian. Peneliti menggunakan dua sumber data dalam proses penggalian data, yaitu: sumber primer dan sumber sekunder. Data primer adalah data yang sangat diperlukan dalam melakukan penelitian atau istilah lain data yang utama (Hikmat, 2011). Data sekunder adalah keterangan yang diperoleh dari pihak kedua, baik berupa orang maupun catatan, seperti buku, laporan, bulletin, dan majalah yang sifatnya dokumentasi (Waluya, 2007:79). Langkah-langkah yang digunakan peneliti untuk menggumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh diolah dengan metode analisis data yang dikemukakan oleh Suprayogo (2001), yaitu: 1) Reduksi Data, 2) Penyajian Data, dan 3) Pemaknaan Data. Setelah data mengenai proses efisiensi biaya pada masing-masing paket ngaben yang terdapat di YPUH telah dideskripsikan dengan jelas maka akan dapat ditarik kesimpulan yang didasarkan pada rumusan masalah penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Latar belakang masyarakat memilih ngaben di YPUH Upacara Ngaben merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan Pitra

4 Yadnya. Pitra Yadnya adalah korban suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas yang ditujukan kepada Pitra yaitu roh-roh suci para leluhur, orang tua atau keluarga yang telah meninggal dan telah disucikan. Ngaben merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan para keturunan sebagai wujud bhakti kepada yang telah mendahului mereka (Suadityawan, 2015). Upacara Ngaben biasanya dilakukan secara besar-besaran, ini semua memerlukan waktu lama, tenaga kerja yang banyak dan juga biaya yang tidak sedikit dan bisa mengakibatkan Ngaben sering dilakukan dalam waktu yang lama setelah kematian. Dengan penggunaan biaya yang tidak sedikit, sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa ritual Ngaben hanya dapat dilaksanakan oleh masyarakat kaya secara harta saja (Pratiwi, 2015). Suka Arjawa (dalam Suadityawan, 2015) dalam penelitannya menjelaskan upacara Ngaben yang dilakukan oleh masyarakat Hindu-Bali telah bergeser dibandingkan dengan ritual yang ada yakni Ngaben konvensional. Pergeseran terjadi karena situasi ketika menyelenggarakan Ngaben konvensional dilakukan serta perkembangan intelektual masyarakat Hindu di Bali. Akibatnya muncul pikiran-pikiran baru tentang pelaksanaan upacara. Dari konstruksi sosial dan intepretasi, maka tercipta sikap rasionalitas terhadap bagaimana upacara dilakukan. Muncullah ide Ngaben di krematorium. Cara ini tidak bergantung banyak pada desa atau banjar pakraman. Fungsi desa sebagai pelaksana upacara digantikan oleh krematorium. Melaksanakan upacara Ngaben di krematorium lebih efisien ekonomi, waktu untuk melakukan upacara serta untuk menghindari krisis saat melakukan kremasi (Suadityawan, 2015). Mayoritas umat hindu yang melaksanakan Ngaben di YPUH dilatarbelakangi oleh berbagai alasan, yang paling banyak adalah karena biaya yang murah dan waktu upacara yang singkat. Seperti pada kutipan wawancara dengan Ketut Oka yang pernah melaksanakan ngaben di YPUH berikut:.alasan tiange Ngaben di YPUH, kapertama masalah biaya ane kapertama, kedua tiang ngelah nyama braya masi akedik, ketiga tongos tiange masi cenik yen ngelaksanayang upacara Ngaben nenten mersidayang nika ring jumah duaning tongos tiange nak cupek Artinya:.alasan saya Ngaben di YPUH, yang pertama masalah biaya yang pertama, kedua saya mempunyai sanak saudara Cuma sedikit, ketiga tempat (rumah) saya juga kecil sehingga kalau melaksanakan upacara Ngaben tidak bisa dilaksanakan di rumah karena tempat tinggal saya sempit. Alasan biaya menjadi faktor utama dalam mendorong masyarakat untuk melaksanakan Ngaben di Krematorium. Namun selain faktor biaya masih ada faktor lain yang mendorong masyarakat melaksanakan Ngaben di Krematorium seperti yang dijelaskan Suadityawan (2015) bahwa ada 4 (empat) faktor yang mendorong masyarakat melaksanakan Ngaben di Krematorium yaitu: 1. Faktor Sosial Budaya Sebagai sistem disposisi, upacara Ngaben berdasarkan jejak-jejak historisnya merupakan kecenderungan yang bersifat ajeg. Walaupun bersifat ajeg, upacara Ngaben dapat dilihat sebagai struktur yang bersifat lentur dan dapat diubah. Artinya, upacara Ngaben masih menyediakan ruang adaptasi bagi individu-individu masyarakat Hindu-Bali sesuai dengan kedudukan, status sosial dan status ekonominya di masyarakat. Upacara Ngaben di krematorium, misalnya, merupakan salah satu cara baru model pelaksanaan upacara Ngaben. Setelah melalui sosialisasi, upacara Ngaben di krematorium dapat diterima dimasyarakat Hindu-Bali dari berbagai ragam kedudukan, status sosial dan status ekonomi. 2. Faktor Struktur Sosial Pada masa lalu, ketika masyarakat Hindu-Bali masih bersifat homogen dan

5 hidup sebagai petani secara komunal, mereka merancang dan melaksanakan berbagai macam upacara keagamaan termasuk upacara Ngaben secara bersama-sama dalam komunitas tertentu yang terwujud dalam sistem ngayah atau nguopin. Adanya pengaruh global menyebabkan Bali mengalami perubahan dan budaya progresif berkembang, dimana lebih mengedepankan budaya material yang menimbulkan tuntutan untuk dapat bertindak efektif serta efisien, termasuk dalam hal menyiapkan dan menjalankan upacara keagamaannya, dalam hal ini upacara Ngaben. Keluarga duka yang mengingikan pelaksanaan upacara Ngaben dilaksanakan dengan efektif dan efisien cenderung memilih upacara Ngaben di krematorium. 3. Faktor Ekonomi Secara umum dalam pelaksanaan upacara Ngaben di krematorium kategori biaya yang dibutuhkan tidak berbeda dengan Ngaben konvensional, yaitu ke upakara dan konsumsi. Hanya saja, dalam pelaksanaan upacara Ngaben di krematorium, biaya upakara sudah pasti karena ada paket-paket yang disediakan oleh pihak yayasan dan pihak keluarga duka bisa memperhitungkan tamu yang akan diundang saat puncak acara serta jumlah konsumsi yang akan disuguhkan. 4. Faktor Tenaga dan Waktu Dalam penyelenggaraan upacara Ngaben di krematorium, secara umum tenaga kerja juga tetap diperlukan. Tenaga kerja yang terlibat dalam pelaksanaan upacara Ngaben di krematorium disebut dengan kru. Semua kru yang ada dikoordinir oleh ketua kru dari awal hingga akhir upacara Ngaben di krematorium. Ketua Kru bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan upacara Ngaben di krematorium. Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara Ngaben di krematorium relatif cukup singkat jika dibandingkan dengan pelaksanaan upacara Ngaben konvensional. Dari keempat faktor tersebut di atas, faktor lain yang muncul adalah masyarakat Bali sebagai agen budaya. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Atmadja (2015) yang menyatakan bahwa alasan orang Bali sebagai agen budaya dalam memilih Ngaben di krematorium adalah sebagai berikut: 1. Ngaben di Krematorium = Ngaben Ter- McDonalisasi. Ngaben sebagai bagian dari kebudayaan Bali tidak terlepas dari McDonalisasi atau secara lebih luas disebut teknologisasi. Pemikiran yang ter-mcdonalisasi mengakibatkan orang Bali menggantikan sistem pengabenan konvensional dengan pengabenan gaya baru, yakni pengabenan di krematorium. Ngaben di Krematorium dianggap sebagai ngaben ter- McDonalisasi karena didasari oleh adanaya asas Kalkulabilitas, asas Prediktabelitas, dan Teknologisasi. 2. Ngaben di Krematorium = Agen Hiperkomodifikasi Produk yang dihasilkan lewat efisiensi pada pengabenan di krematorium adalah barang (peralatan ritual, banten pengabenan) dan jasa (pelayanan ritual Ngaben). Produk ini diperjualbelikan sehingga komodifikasi menjadi keniscayaan. Komodifikasi jasa keagamaan terlihat pada penggunaan, sulinggih (orang suci) sebagai pemimpin ritual Ngaben yang diberikan honorarium (daksina) secara standar. Komodifikasi barang-barang keagamaan terlihat pada jual-beli peralatan ritual termasuk di dalamnya banten. 3. Mengatasi Kesulitan Investasi Modal Sosial Alasan lain yang mendorong orang Bali memilih Ngaben di krematorium berkaitan dengan ciri Ngaben konvensional, yakni bersifat masal selalu melibatkan banyak orang. Polanya ada dua yakni: pertama, maserah ke banjar/desa pakraman dan kedua, maserah ke dadia. Apapun bentuk pengerahan tenaga, apakah maserah ke banjar atau maserah ke dadia esensinya sama, yakni seseorang harus menanam modal

6 sosial dan ekonomi agar partisipasi anggota banjar dan anggota dadia terjalin secara optimal. 4. Mengatasi Kesulitan Karena Kasepekang dan Kanorayang Kasepekang berarti seseorang diberhentikan sementara sebagai anggota desa pakraman. Sedangkan kanorayang berarti seseorang diberhentikan secara tetap sebagai anggota desa pakraman. Sanksi adat ini bisa berujung pada pelarangan menggunakan kuburan milik desa pakraman untuk penyelenggaraan ritual kematian, termasuk Ngaben, karena kuburan adalah milik desa pakraman (Windia dalam Atmadja, 2015). Dalam konteks inilah Ngaben memakai jasa krematorium adalah pilihan bagi mereka yang dianggap maladaptasi pada desa pakraman. 5. Mengatasi Kesulitan Miskin Modal Finansial Pelaksanaan upacara Ngaben membutuhkan investasi modal finansial untuk pengadaan peralatan ritual, dana konsumsi, dan lain-lain. Jumlah dana ritual pengabenan bisa tems meningkat, tidak semata-mata karena bahan baku perlengkapan ritual Ngaben tunduk pada hukum pasar, tetapi meminjam gagasan dan bisa pula karena ritual Ngaben berbaur dengan nilai simbolik atau nilai tanda. Bertolak dari gagasan ini maka kepuasan bagi pengaben tidak lagi hanya terletak pada kemampuan mereka menunaikan kewajiban agama, tetapi bertumpu pula pada aspek kepenontonan. 6. Mengatasi Kesulitan Karena HIV/AIDS Orang tertular HIV/ADIS menimbulkan masalah baik pada saat dia masih hidup maupun ketika dia mati. Misalnya, kasus di kota, Singaraja, yakni mayat terkena HIV/AIDS, enggan dirawat oleh angggota keluarga dan atau warga dadia- nya. Dengan demikian mayat tersebut tidak dibawa pulang ke rumahnya, tetapi dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buleleng, langsung dibawa ke krematorium dan langsung dibuatkan upacara Ngaben. 7. Pengaben Mengatasi Warga Mengambang di Desa Pakratnan Urbanisasi merupakan suatu keniscayaan bagi masyarakat modern. Gejala ini terlihat dari adanya kenyataan bahwa semakin banyak orang desa bermukim di kota, misalnya di kota Denpasar. Kondisi ini bisa melahirkan orang-orang Bali terjangkiti oleh mental kura-kura dalam perahu atau pura-pura tidak tahu tentang eksistensi desa pakraman yang terkadang menimbulkan masalah. Metode Efisiensi Biaya yang Diterapkan Pada Paket Ngaben di Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Kabupaten Buleleng Upacara Ngaben umumnya menghabiskan biaya yang cukup besar sehingga perlu dilakukan penyederhanaan upacara agar upacara ngaben yang dulunya membutuhkan biaya yang tinggi bisa diubah menjadi upacara ngaben yang efisien. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh utuk mengefisiensikan biaya ngaben adalah dengan ngaben di YPUH. Efisiensi biaya yang dilakukan oleh yayasan ini sudah diperhitungkan secara matang agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan yayasan yaitu penyederhanaan upacara. Efisiensi biaya yang dilakukan oleh YPUH yaitu dengan cara menghilangkan proses upacara yang kurang berdaya guna dan menimbulkan biaya yang seharusnya tidak perlu terjadi. Pengeliminasian biaya tersebut didasarkan pada lontar Yama Purwana Tattwa yang merupakan lontar yang menjelaskan proses Ngaben dan banten yang digunakan. Namun apakah paket upacara Ngaben yang ditawarkan oleh YPUH sudah efisien jika dipandang dari sudut akuntansi. Cost Efficiency adalah ukuran seberapa efisien suatu aktivitas mengkonsumsi sumber daya dalam menghasilkan keluaran (Mulyadi, 2003:42). Semakin kompleks aktivitas perusahaan semakin berpeluang besar terjadinya pemborosan, utamanya akibat dari aktivitas yang tak bernilai tambah (non value added activity) dan aktivitas yang bernilai tambah (value added activity) yang tidak efisien. Salah satu cara

7 untuk menekan biaya dari aktivitasaktivitas yang tidak efisien yaitu dengan implementasi Cost reduction Program. Cost reduction Program merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dengan cara menekan biaya perusahaan untuk mencapai tingkat tertentu (Mulyadi dalam Kristyanto, 2013). Cost reduction memfokuskan pengurangan biaya pada penyebab timbulnya pemborosan yaitu kualitas. Strategi cost reduction mampu mengurangi biaya dalam jumlah yang signifikan dan untuk jangka waktu panjang. Kunci keberhasilan penerapan Cost reduction Program yaitu dengan Activity Based Management. Activity Based Management adalah suatu sistem yang luas, pendekatan terintegrasi yang memfokuskan perhatian manajemen pada aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai pelanggan dan keuntungan (Ahmad, 2005). Efisiensi biaya dapat dilakukan dengan menetapkan aktivitas mana yang memberikan nilai tambah dan aktivitas mana yang tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Aktivitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu, aktivitas bernilai tambah dan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Pengelolaan aktivitas bisa dilakukan dengan empat cara (Hansen dan Mowen, 2004) yaitu: Efisiensi pelaksanaan aktivitas bernilai tambah dapat dikendalikan dengan 1). Pemilihan aktivitas, pengurangan biaya dilakukan dengan melakukan pemilihan diantara berbagai jenis aktivitas yang berasal dari strategi bersaing, strategi yang berbeda akan menghasilkan aktivitas yang berbeda. Setiap strategi memiliki berbagai aktivitas dan biaya sendiri. Jika semua strategi hasilnya sama maka strategi yang harus dipilih untuk biaya yang paling rendah. 2). Pembagian aktivitas, pembagian aktivitas dapat meningkatkan efisiensi dari aktivitas yang diperlukan dengan menggunakan skala ekonomis sehingga dengan cara ini dapat menurunkan biaya per unit. Efisiensi pelaksanaan aktivitas yang tidak bernilai tambah dapat dikendalikan dengan: 1. Pengurangan aktivitas, pengurangan biaya dilakukan dengan menurunkan waktu dan sumber daya yang diperlukan oleh aktivitas. Pendekatan terhadap pengurangan biaya ini harus ditunjukan terutama pada peningkatan efisiensi dari aktivitas yang diperlukan atau strategi jangka pendek untuk memperbaiki aktivitas tidak bernilai tambah hingga aktivitas tersebut dapat dieliminasi, disini aktivitas tetap ada tetapi waktu yang digunakan dan sumber daya yang dibutuhkan ditekan atau dikurangi sedemikian rupa. 2. Penghapusan aktivitas, pengurangan biaya memfokuskan pada aktivitas tidak bernilai tambah, setelah aktivitas tidak memberikan nilai tambah diidentifikasi, pengukuran harus dilakukan untuk menghilangkan aktivitas tersebut dari organisasi. Rangkaian upacara Ngaben secara konvensional sangat kompleks sehingga menyebabkan timbulnya biayabiaya yang disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan. Biaya-biaya tersebut timbul dari adanya aktivitas yang bernilai tambah dan juga aktivitas yang tidak bernilai tambah. Berikut adalah analisis aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah pada upacara Ngaben secara Konvensional dibandingkan dengan ngaben di YPUH berdasarkan hasil pengamatan peneliti: 1. Analisis Aktivitas Bernilai Tambah yang kurang Efisien Dari hasil pengamatan di lapangan, berikut adalah aktivitas bernilai tambah yang dinilai kurang efisien dalam upacara Ngaben Konvensional jika dibandingkan dengan upacara Ngaben di YPUH: a. Mempersiapkan Sarana Upacara. Persiapan Perlengkapan upacara pada ngaben konvensional menimbulkan pemborosan biaya dan waktu karena dipersiapkan secara pribadi sehingga membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Namun jika melaksanakan ngaben di YPUH, semua perlengkapan akan disiapkan oleh pihak YPUH, sehingga pemborosan biaya, tenaga, dan waktu dapat diminimalkan. b. Mempersiapkan Sarana Upacara.

8 Selain persiapan perlengkapan, persiapan sarana upacara berupa banten dalam upacara ngaben konvensional dilaksanakan dengan membuat sendiri atau membeli ke griya. Jika membuat sendiri tentu ada biaya yang ditimbulkan akibat pembelian bahan banten dan juga memerlukan tenaga kerja. Jika membeli ke griya biasanya biaya yang dikenakan cukup tinggi, karena banyak banten yang diperlukan. Sebaliknya biaya-biaya yang berlebihan tersebut akan dikurangi oleh YPUH, karena semua banten disiapkan oleh YPUH, dan banten yang digunakan juga hanya menggunakan banten utama saja dan ditambah dengan beberapa banten pelengkap. c. Nyiramang/Mabersih. Pada umumnya upacara mabersih dilaksanakan di rumah duka dengan menggunakan pepaga kaki carang dadap, tikar sebagai alas nyiramang layon, Leluwur, eteh - eteh Paresikan, pengangge, base jeriji, kwangen, eteh eteh pengelelet dan yang lainnya menyebabkan aktivitas ini dianggap kurang efisien jika disiapkan secara pribadi. Namun jika melaksanakan upacara ngaben di YPUH peralatanperalatan dalam proses mabersih akan disiapkan oleh YPUH, dan penggunaan pepaga dan tikar akan dihilangkan karena di YPUH sudah ada bak untuk proses nyiramang layon, sehingga biaya yang dikeluarkan bisa ditekan. d. Pegesengan. Aktivitas megeseng/kremasi dilakukan dengan menggunakan bantuan kompor mayat agar sawa lebih cepat menjadi abu sehingga akan menimbulkan biaya sewa kompor dan biaya bahan bakar kompor. Biaya yang ditimbulkan dari penyewaan kompor mayat tersebut akan dihilangkan karena pembakaran sawa di YPUH menggunakan krematorium milik YPUH, sehingga cukup membayar biaya bahan bakar. 2. Analisis Aktivitas Tidak Bernilai Tambah yang Menimbulkan Biaya Berikut ini dijelaskan aktivitas-aktivitas yang dianggap tidak bernilai tambah dalam upacara Ngaben Konvensional jika dibandingkan dengan upacara Ngaben di YPUH: a. Mempersiapkan Bade / Wadah dan Petulangan. Dalam upacara ngaben secara konvensional diperlukan alat pengusung jenazah berupa bade dan tempat untuk membakar jenazah yaitu petulangan. Pembuatan bade dan petulangan membutuhkan biaya yang tinggi, semakin megah bade atau petulangan yang dibuat maka biaya yang dikeluarkan juga makin tinggi. Berbeda dengan upacara ngaben di YPUH penggunaan petulangan digantikan dengan penggunaan kerematorium, dan penggunaan bade dihapuskan karena lokasi ngaben di YPUH berada dalam satu tempat. b. Melaspas Bade/Wadah, Petulangan. Upacara melaspas bade dan petulangan membutuhkan banten yang besar, sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar. Karena penggunaan bade dan petulangan dihilangkan jika ngaben di YPUH, maka upacara melaspas bade dan petulangan juga dihilangkan sehingga biaya yang timbul bias dihapus. c. Banten Bebangkit dan Menarikan Tari Baris. Penggunaan Banten Bebangkit dan Tari Baris dalam upacara Ngaben tentu menyebabkan biaya tambahan berupa biaya untuk babi guling dan juga biaya untuk jasa penari. Biaya yang muncul tersebut dapat didireduksi dengan menghilangkan Tari Baris pengiring jenazah dan mengganti Banten Bebangkit dengan Pras Pengambean, atau udel kurenan. d. Pengutangan Ke Setra. Biaya-biaya yang timbul akibat aktivitas pengutangan ke setra yaitu biaya penggunaan bade, biaya pengusung bade, biaya jasa pecalang untu mengamankan jalannya pengutangan, biaya sekaha gong untuk mengiringi pengutangan. Jadi semakin banyak memerlukan orang akan semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan. Namun biaya yang timbul tersebut akan dieliminasi jika melaksanakan Ngaben di YPUH karena lokasi upacara berada

9 dalam satu lokasi sehingga proses pengutangan tidak diperlukan lagi. 3. Analisis Efisiensi Biaya dalam Upacara Ngaben dari Implementasi Cost reduction Dari hasil analisis biaya-biaya aktivitas yang pada upacara Ngaben, terlihat adanya biaya yang bernilai tambah dan tidak bernilai tambah yang menyebabkan upacara ngaben secara konvensional membutuhkan biaya yang besar. Sebagai pembanding peneliti menggunakan data dari hasil wawancara dengan Ketut Oka mengenai biaya yang dikeluarkan pada upacara ngaben secara konvensional berikut:.ngaben pribadi daweg ring Banjar Tegal nika tiang ngelah meme, biayane akeh sajan daweg nika kanti telah 60 jutaan, nika ampun wenten sumbangansumbangan uli cucu, uli keponakan, uli misan-misan. Yen itung aji jinah nika barang-barange ane merupa punia 112 juta telah. Artinya:.Ngaben pribadi di Banjar Tegal saat ibu saya (diaben), biayanya banyak sekali sampai habis 60 jutaan, itu sudah dibantu sumbangan dari cucu, dari keponakan, dari sepupu. Kalau dihitung dengan uang untuk barang-barang yang berupa sumbangan tersebut habis 112 juta. Berikut adalah hasil perubahan keseluruhan biaya pada upacara Ngaben secara konvensional dan upacara Ngaben di YPUH. Tabel 1. Efisiensi Biaya pada Masing-masing Paket Ngaben di YPUH A. Efisiensi Biaya pada Paket Umat Terdaftar Biaya upacara Ngaben secara konvensional Rp Biaya upacara Ngaben di YPUH (Paket 3) Rp Biaya tidak bernilai tambah Rp Efisiensi biaya diperoleh = X 100 % = 88,3 % B. Efisiensi Biaya pada Paket Umat Tidak Terdaftar Biaya upacara Ngaben secara konvensional Rp Biaya upacara Ngaben di YPUH (Paket 3) Rp Biaya tidak bernilai tambah Rp Efisiensi biaya diperoleh =.... X 100 % = 87,4 % C. Efisiensi Biaya pada Paket Tamu Asing Biaya upacara Ngaben secara konvensional Rp Biaya upacara Ngaben di YPUH (Paket 3) Rp Biaya tidak bernilai tambah Rp Efisiensi biaya diperoleh = X 100 % = 84,96 %

10 Dampak yang Ditimbulkan dari Penyederhanaan Biaya Terhadap Hakikat Upacara Ngaben. Menurut Bahasa Bali kata Ngaben berarti membekali atau memberi bekal. Bekal yang dimaksud adalah sesuatu yang berwujud material yang diwujudkan dalam upakara-upakara dan benda-benda materi lainnya, dan juga bekal immaterial yang berwujud Puja Mantra dari Ida Pedanda serta doa-doa dari sanak saudara. Dari kata ngaben yang berarti membekali ini mungkin timbul anggapan yang bersifat berlebihan, sehingga Ngaben itu harus secara besar-besaran sebagai bukti rasa terima kasih dan hormatnya kepada almarhum, dan terselip suatu anggapan yang keliru bahwa perlunya orang meninggal itu diberikan bekal sebanyak-banyaknya dalam perjalanannya kedunia sana. Sebenarnya upacara ngaben tidak harus dilaksanakan secara mewah, cukup dilaksanakan sesuai dengan kemampuan asalkan upacara ngaben berjalan sesuai dengan tatwa. Ida Pedanda Made Gunung dalam tulisannya menjelaskan bahwa upacara ngaben dari sisi tattwa adalah sebuah prosesi pengembalian unsur Panca Maha Bhuta, yang bertujuan rokh bisa terlepas dari badan kasarnya. Maka dari itu marilah kita lakukan upacara tersebut dengan penuh keikhlasan, yang disesuaikan dengan kemampuan yang ada (satwika yadnya). Adapun tattwa yang dimaksudkan disini adalah sumber ajarannya. Jadi ngaben itu sendiri bersumber dari ajaran Veda dan lontarlontar kamoksan seperti Yama Purwana Tattwa. Lontar inilah yang menjadi salah satu dasar melaksanakan ngaben yang sederhana seperti ngaben pada Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Kabupaten Buleleng. Dalam lontar tersebut dijelaskan bahwa ngaben dilakukan sesuai dengan kemampuan baik secara sederhana, menengah dan utama, seperti berikut: Ssi tingkah angupakara sawa sang mati, agung, alit, nista, madya, utama, maka patuting wulah sang magama tirtha ring Bali rajia, kewala wang mati bener tan wnang mapendem, mangda mgeseng juga, saika supacarania, prasida sang atma polih ring bhatara brahma, apitwi tan pabia, swasta ring sang hyang agni sida amanggih rahayu sang hyang atma. Artinya: Bila melakukan upacara kematian sesuai dengan kemampuan yang disebut sederhana, menengah dan utama. Agar tidak menyimpang dari petunjuk bagi umat yang beragama Hindu di pulau Bali. Hanya orang yang mati wajar tidak boleh dikuburkan, agar dibakar saja (ngaben), disertai dengan upacara agar roh orang tersebut mendapat tempat disisi Dewa Brahma, walaupun tanpa biaya, dengan jalan upacara swasta gni, atma akan berhasil mendapatkan kebahagiaan yang abadi Nilai tattwa yang terkandung dalam lontar Yama Purwana Tattwa adalah Upacara Ngaben secara filosofis memiliki makna sebagai proses untuk mempercepat pengembalia nunsur-unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya atau ke sumbernya masing-masing. Upacara Ngaben juga mempunyai makna sebagai membantu perjalanan atman menuju Brahman. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan dari Ketua YPUH sebagai berikut:.tiang sering menyampaikan bahwa sorga neraka itu ten dadi pegedenin bayu (tidak bisa dengan besar-besaran tenaga/biaya), tidak bisa dengan kekuatan besar kecilnya banten. Jadi kecil besarnya banten tidak menjadi tolok ukur. Dari kutipan dharma wacana tersebut terlihat jelas bahwa pelaksanaan upacara Ngaben secara besar-besaran tidak akan menjamin seseorang itu akan mendapatkan sorga ataupun neraka. Jadi pelaksanaan upacara ngaben secara sederhana dan efisien tidak akan mengubah hakikat inti dari upacara ngaben itu sendiri asalkan sesuai dengan aturan-aturan dan pedoman yang tertulis

11 di Weda maupun di lontar-lontar kamoksan seperti Yama Purwana Tattwa yang sampai saat ini tetap relevan di pakai sebagai pedoman upacara pitra yadnya bagi masyarakat Hindu khususnya di Bali. Karena dapat memberikan gambaran ataupun tata cara upacara kematian bagi masyarakat Hindu, terutama membakar mayat. Berarti tanpa adanya sebuah sumber dan pedoman, maka umat tidak berani melaksanakan upacara tersebut. Hal ini mesti diperkenalkan kepada umat Hindu, sehingga mampu meningkatkan sradha dan bhaktinya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi- Nya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Masyarakat memilih ngaben di Yayasan pengayom Umat Hindu (YPUH) Kabupaten Buleleng karena didasari oleh beberapa faktor yaitu faktor sosial budaya, faktor struktur sosial, faktor ekonomi, faktor tenaga dan waktu. Faktor lain yang muncul selain keempat faktor tersebut adalah masyarakat bali sebagai agen budaya. Alasan orang Bali sebagai agen budaya dalam memilih Ngaben di krematorium adalah Ngaben di Krematorium = Ngaben Ter-McDonalisasi, Ngaben di Krematorium = Agen Hiperkomodifikasi, Mengatasi Kesulitan Investasi Modal Sosial, Mengatasi Kesulitan Karena Kasepekang dan Kanorayang, Mengatasi Kesulitan Miskin Modal Finansial, Mengatasi Kesulitan Karena HIV/AIDS, Pengaben Mengatasi Warga Mengambang di Desa Pakratnan. Efisiensi upacara ngaben yang dilaksanakan oleh YPUH menggunakan metode cost reduction program yang didukung oleh Activity Based Management yaitu proses pengurangan biaya dengan mengendalikan aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah dalam upacara ngaben. Aktivitas-aktivitas dalam upacara ngaben yang dianggap bernilai tambah namun kurang efisien yaitu mempersiapkan perlengkapan upacara, mempersiapkan sarana upacara, nyiramang / mabersih, pegesengan. Kemudian, aktivitas-aktivitas yang dianggap tidak bernilai tambah yaitu Mempersiapkan Bade / Wadah, Petulangan; Melaspas Bade / Wadah, Petulangan; Banten Bebangkit dan Menarikan Tari Baris; Pengutangan Ke Setra. Upacara ngaben yang di sederhanakan dengan mengurangi biaya yang ditimbulkan dari aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah. Walaupun demikian pelaksanaan upacara ngaben secara sederhana dan efisien tidak akan mengubah hakikat inti dari upacara ngaben itu sendiri asalkan sesuai dengan aturan-aturan dan pedoman yang tertulis di Weda maupun di lontar-lontar kamoksan seperti Yama Purwana Tattwa yang sampai saat ini tetap relevan di pakai sebagai pedoman upacara pitra yadnya. Saran Penelitian ini masih memiliki keterbatasan karena data yang diperoleh peneliti masih berfokus pada pihak yang setuju terhadap pelaksanaan upacara ngaben di krematorium sehingga perlu penggalian data lebih lanjut terhadap pihak yang tidak setuju terhadap upacara ngaben di krematorium. Peneliti juga tidak memperoleh data keuangan mengenai laporan biaya secara rinci pada masing-masing paket ngaben di YPUH karena pihak YPUH menghitung biaya yang dikeluarkan secara global (keseluruhan) sehingga biaya yang dicatat hanya harga per paket ngaben. Sehingga, diharapkan untuk penelitian selanjutnya keterbatasan ini dapat diatasi dengan menggali informasi lebih mendalam untuk setiap komponen dalam paket ngaben. Masyarakat diharapkan agar lebih bijak lagi dalam melaksanakan upacara ngaben di krematorium karena upacara ngaben merupakan salah satu budaya masyarakat Bali, dan jika budaya tersebut tidak dilestarikan maka dapat menyebabkan hilangnya budaya ngaben yang telah turun temurun dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Kamaruddin Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar Konsep Biaya dan Pengambilan

12 Keputusan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Alwasilah, A. Chaedar Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Atmadja, Nengah Bawa, dkk [Ngaben+Mamukur] + [Uparengga+Mantra] = [Dewa Pitara + Surga]. Singaraja: Pustaka Larasan bekerja sama dengan IBIKK BCCC Undiksha Hansen, Don R dan Mowen, Maryanne M Akuntansi Manajemen. Jakarta: Erlangga. Hikmat, Mahi M Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kristyanto, Andrias Dimas Implementasi Cost Reduction Program pada Usaha Kecil Menengah (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan 57 Salatiga). Skripsi. Salatiga: Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Kristen Satya Wacana. Pendit, Nyoman S Nyepi: Kebangkitan, Toleransi, dan Kerukunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Pratiwi, G. A. Made Firma Eksistensi Pelaporan Keuangan pada Upacara Ngaben Masal di Banjar Pakraman Banyuning Tengah dan Banyuning Barat, Desa pakraman Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Skripsi. Singaraja: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Pendidikan Ganesha. Suadityawan, I Putu Interaksi Sosial dalam Pelaksanaan Ritual Keagamaan Masyarakat Hindu-Bali (Studi Pada Ritual Ngaben Di Krematorium). Jurnal Ilmiah Sosiologi (SOROT). Universitas Udayana. Vol 1, No 3. Hal Suprayogo, Imam Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya. Win, Bu Mengenal Sepintas Seni Budaya Bali. Jakarta: Mitra Aksara Panaitan.

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium)

INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium) INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium) I Putu Suadityawan, Ni Luh Nyoman Kebayantini, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Every human being is obliged to pay the debt

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI Gusti Ayu Putu Ardiyanti 1*, Ida Bagus Rai Putra 2, I Nyoman Supatra 3 [123] Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Unud 1

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018

SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018 SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018 Berdasarkan hasil evaluasi pendaftaran donatur yang umumnya berusia diatas 60 tahun dan pelayanan Yayasan Pitra Yadnya Indonesia tahun 2017 yang berdampak

Lebih terperinci

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Dewa Ayu Putu Warsiniasih Institut Hindu Dharma

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI Oleh : DEWA AYU EKA PUTRI 1101605007 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan I Gst. Ayu Agung Cupu Tyasningrum 1), Ni Luh Nyoman Kebayantini 2), Gede Kamajaya 3) 123 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI DALAM MENETAPKAN HARGA JUAL PRODUK DUPA TRIDATU PASUPATI PADA KAORI GROUP DI KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI DALAM MENETAPKAN HARGA JUAL PRODUK DUPA TRIDATU PASUPATI PADA KAORI GROUP DI KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI DALAM MENETAPKAN HARGA JUAL PRODUK DUPA TRIDATU PASUPATI PADA KAORI GROUP DI KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR 1 I Wayan Sukresna, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent,

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent, yaitu Tuhan yang digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari I Ketut Sudarsana > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari Ajaran Tri Kaya Parisudha dapat dilaksanakan dengan cara memberikan arahan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava)

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava) Jl. Pondok Bambu Batas No 14 RT 001 RW 012 Kelurahan Pondok Bambu Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur Email : pitra2014@yahoo.com Website : SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda Oleh: TIM Ashram Vaisnava

Lebih terperinci

BAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji

BAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji 82 BAB IV Kesimpulan Komersialisasi seni pertunjukan yang menurut para tokoh sosiologis maupun antropologis yang lebih menekankan bahwa komersialisasi seni pertunjukan di Bali telah memberikan banyak dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut Wirta Griadhi A.A. Gde Oka Parwata. Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut Wirta Griadhi A.A. Gde Oka Parwata. Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN SENGKETA ADAT DI BALI (STUDI KASUS SENGKETA TANAH SETRA ANTARA DESA PAKRAMAN CEKIK DENGAN DESA PAKRAMAN GABLOGAN, KECAMATAN SELEMADEG, KABUPATEN TABANAN) Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Pelebon PENCIPTA : I Kadek Puriartha, S.Sn., M.Sn PAMERAN : Pameran Seni Rupa Truly Bagus II Harmony in Diversity Cullity Gallery, Faculty of Architecture,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA Jl. M. Khafhi I/99 Rt 07/02 Ciganjur, Jagakarsa Jakarta Selatan Email : pitra2014@yahoo.com dan Website : www.pitrayadnya.com MAKSUD DAN TUJUAN 1. Memperkenalkan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89 UPACARA MAPAG TOYA DI PURA BEDUGUL DESA PAKRAMAN NYANGLAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) Oleh I Nyoman Hari Mukti Dananjaya, I Pt. Sudharma, I Md. Adi Surya Pradnya Institut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

ACTIVITY EVALUATION PADA PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN (AP) TABANAN

ACTIVITY EVALUATION PADA PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN (AP) TABANAN ACTIVITY EVALUATION PADA PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN (AP) TABANAN Oleh : NI AYU MADE ASTHITI 0315351209 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2008 1 ACTIVITY EVALUATION PADA

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2 HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2 Pemahaman agama Hindu bisa didekati dengan tiga cara yaitu dengan mempelajari dan melaksanakan tattwa atau filsafat, bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci

Pedoman Upacara Pitra Yadnya Ngaben dan Atma Wadana. Yayasan Pitra Yadnya Indonesia

Pedoman Upacara Pitra Yadnya Ngaben dan Atma Wadana. Yayasan Pitra Yadnya Indonesia Pedoman Upacara Pitra Yadnya Ngaben dan Atma Wadana Oleh Ida Rsi Agung Jambe Dharmakerti Kenaka. Trikona, hukum absolut TYME Lahir, hidup dan mati merupakan hukum alam, hukum absolut Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA Dalam mengemban amanat masyarakat desa, pemerintah desa melakukan upaya terencana dan terprogram yang tersusun dalam dokumen perencanaan desa baik RPJMD maupun

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN Abstract Oleh Dewa Made Pancadana A.A. Gede Oka Parwata Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PENDEKATAN METODE KONVENSIONAL DAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM MENENTUKAN TARIF SEWA KAMAR PADA HOTEL KUTA PURI BUNGALOWS DI KUTA

PENDEKATAN METODE KONVENSIONAL DAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM MENENTUKAN TARIF SEWA KAMAR PADA HOTEL KUTA PURI BUNGALOWS DI KUTA PENDEKATAN METODE KONVENSIONAL DAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM MENENTUKAN TARIF SEWA KAMAR PADA HOTEL KUTA PURI BUNGALOWS DI KUTA Skripsi Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

Implementasi Struktur Data tree pada Sistem Informasi Upacara yadnya Berbasis Android

Implementasi Struktur Data tree pada Sistem Informasi Upacara yadnya Berbasis Android Implementasi Struktur Data tree pada Sistem Informasi Upacara yadnya Berbasis Android I Made Wahyu Saputra, A.A. Kompiang Oka Sudana, I Made Sukarsa Jurusan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48 ESENSI TRADISI UPACARA DALAM KONSEP YAJÑA NI PUTU SUDEWI BUDHAWATI STAHN. Gde Pudja Mataram ABSTRAK Tri Kerangka Dasar Agama Hindu, aspek upacara ( ritual ) merupakan aspek yang lebih ekspresif dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Ardani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar made.ardani6@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

Gusti Ayu Made Firma Pratiwi, 1. Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Gusti Ayu Made Firma Pratiwi, 1. Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia EKSISTENSI PELAPORAN KEUANGAN PADA UPACARA NGABEN MASAL DI BANJAR PAKRAMAN BANYUNING TENGAH DAN BANYUNING BARAT, DESA PAKRAMAN BANYUNING, KECAMATAN BULELENG, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI 1 Gusti Ayu

Lebih terperinci

PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NO.2 KUTUH KUTA SELATAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TUGAS AKHIR

PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NO.2 KUTUH KUTA SELATAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TUGAS AKHIR PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NO.2 KUTUH KUTA SELATAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TUGAS AKHIR Disusun oleh : Ni Wayan Lina Riyani 1221503014 PROGRAM STUDI D3 PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PEMAKAIAN BAHASA BALI DALAM DHARMA WACANA IDA PEDANDA GEDE MADE GUNUNG. Ni Ketut Ayu Ratmika

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PEMAKAIAN BAHASA BALI DALAM DHARMA WACANA IDA PEDANDA GEDE MADE GUNUNG. Ni Ketut Ayu Ratmika 1 CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PEMAKAIAN BAHASA BALI DALAM DHARMA WACANA IDA PEDANDA GEDE MADE GUNUNG Ni Ketut Ayu Ratmika Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract Research on

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya menurut Supriyono (2000:16) adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan dan akan dipakai

Lebih terperinci

Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan

Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan (Kajian Antropologi Agama) Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian sebagai salah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si Art Exhibition Indonesian Institute of the Arts Denpasar Okinawa Prefectural University of Art OPUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

PARTISIPASI DAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN UPACARA NGABEN NGERIT SERTA DAMPAKNYA PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT

PARTISIPASI DAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN UPACARA NGABEN NGERIT SERTA DAMPAKNYA PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT PARTISIPASI DAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN UPACARA NGABEN NGERIT SERTA DAMPAKNYA PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT Oleh : Made Mulyadi 1 I Nyoman Rasmen Adi 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Pulau Bali Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia 1. Sebelum dimekarkan menjadi Provinsi tersendiri, Pulau Bali merupakan wilayah dari Provinsi

Lebih terperinci

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR Oleh : Ni Komang Ayu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar I Ketut Sudarsana Institut Hindu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG Ni Made Sri Windati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar sriwindati95@gmail.com

Lebih terperinci

Wisuda XIV Universitas Pendidikan Ganesha

Wisuda XIV Universitas Pendidikan Ganesha Wisuda XIV Universitas Pendidikan Ganesha I Wayan Muderawan Universitas Pendidikan Ganesha, Jl. Udayana No. 11 Singaraja Bali 81117 Indonesia Email: wayanmuderawan@yahoo.com.au Universitas Pendidikan Ganesha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI Oleh I Wayan Budeyasa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Caru palguna tradition which

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa sebagai akibat pertambahan penduduk dan untuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

DRAFT MATERI SANGKEP 11 JUNI 2017

DRAFT MATERI SANGKEP 11 JUNI 2017 DRAFT MATERI SANGKEP 11 JUNI 2017 I. EVALUASI PROGRAM BANJAR YG SUDAH BERJALAN 1.1. KEGIATAN YANG SDH DILAKSANAKAN 18-19 Maret 2017 : Serasehan dengan Bimas Hindu Kanwil Depag Jabar 19 Maret 2017 : Baksos

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayuk Denyka Mayrina Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

PERAWATAN DAN PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DI PERPUSTAKAAN FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

PERAWATAN DAN PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DI PERPUSTAKAAN FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA PERAWATAN DAN PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DI PERPUSTAKAAN FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH : NI NYOMAN ERNA CAHYANI NIM. 1221503003 PROGRAM STUDI D3 PERPUSTAKAAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Informasi Gamelan Bali Menggunakan Tree Diagram

Pemodelan Sistem Informasi Gamelan Bali Menggunakan Tree Diagram Pemodelan Sistem Informasi Gamelan Bali Menggunakan Tree Diagram Wayan Galih Pratama, A.A. Kompiang Oka Sudana, A.A.K. Agung Cahyawan W. Jurusan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract 1 PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI Ida Bagus Gede Candra Prayoga Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Abstract Cultural values are

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci