KAJIAN EFISIENSI ENERGI PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH BERBAHAN BAKAR KAYU SENGON ELLA RAHMADANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EFISIENSI ENERGI PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH BERBAHAN BAKAR KAYU SENGON ELLA RAHMADANI"

Transkripsi

1 KAJIAN EFISIENSI ENERGI PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH BERBAHAN BAKAR KAYU SENGON ELLA RAHMADANI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ABSTRAK ELLA RAHMADANI. Kajian Efisiensi Energi pada Proses Sterilisasi Media Tumbuh Jamur Tiram Putih Berbahan Bakar Kayu Sengon dibimbing oleh Dr. Ir. IRZAMAN, M.Si dan ABDUL DJAMIL HUSIN, M.Si. Telah dilakukan penelitian dengan tahapan pembuatan bibit jamur tiram, budidaya jamur tiram, perhitungan efisiensi bahan bakar yang digunakan pada proses sterilisasi media tumbuh bibit dan media tumbuh tubuh buah jamur tiram putih. Pembuatan bibit jamur tiram putih meliputi pembuatan potato dextros agar (PDA), pembuatan bibit tanam dan pembuatan bibit sebar dengan perlakuan waktu perebusan kentang selama 5, 10 dan 15 menit dengan sterilisasi 1, 2 dan 3 tingkat. Keberhasilan PDA yang dihasilkan pada setiap perlakuan 100% dan keberhasilan isolasi paling tinggi didapat pada waktu perebusan kentang 15 menit, berhasil sebanyak 7 buah bibit dari cawan petri dan tabung reaksi. Tingkat sterilisasi yang paling bagus didapat pada tingkat 1 dan 2 karena menghasilkan isolasi jamur tiram putih yang paling banyak berhasil. Efisiensi bahan bakar gas pada saat sterilisasi media tanam bibit jamur tiram putih saat waktu pengukusan 5 menit, 10 menit dan 15 menit berturut-turut sebesar 78.40%, 79.70%, 79.37%. Sterilisasi media tumbuh (baglog) tubuh buah jamur tiram putih dengan bahan bakar kayu sengon dilakukan masing-masing selama perlakuan 6 jam, 8 jam dan 10 jam. Hasil efisiensi bahan bakar yang paling bagus terdapat pada waktu sterilisasi 8 jam yaitu sebesar 17.35%. Waktu sterilisasi 6 jam menghasilkan kontaminasi baglog paling sedikit dan massa panen jamur per baglog paling banyak terdapat pada lama sterilisasi 6 jam ulangan 2 yaitu sebanyak gram. Secara kuantitas massa panen jamur tiram putih yang paling baik adalah posisi baglog tidur karena menghasilkan tubuh buah yang lebih bagus daripada posisi tegak Kata kunci : bibit jamur tiram putih, baglog, sterilisasi, efisiensi, jamur tiram putih

3 KAJIAN EFISIENSI ENERGI PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH BERBAHAN BAKAR KAYU SENGON ELLA RAHMADANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Efisiensi Energi pada Proses Sterilisasi Media Tumbuh Jamur Tiram Putih Berbahan Bakar Kayu Sengon : Ella Rahmadani : G Disetujui Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Ir. Irzaman, M.Si NIP Abdul Djamil Husin, M.Si NIP Diketahui Ketua Departemen Fisika Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si NIP Tanggal Lulus :

5 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul Kajian Efisiensi Energi Pada Proses Sterilisasi Media Tumbuh Jamur Tiram Putih Berbahan Bakar Kayu Sengon sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan laporan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda Basri H dan ibunda Elmegawati yang telah memberi nasehat, motivasi, kasih sayang dan doa yang tidak pernah habis kepada penulis 2. Adik Aulia Rahma dan Ulul Azmi yang telah memberi semangat, kasih sayang dan cerita kepada penulis 3. Semua keluarga besar untuk dukungan dan motivasi yang tidak pernah putus 4. Bapak Dr Irzaman, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberi motivasi, kritik dan saran dalam penulisan skripsi 5. Bapak Abdul Djamil, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberi banyak masukan, nasehat dan motivasi dalam penulisan skripsi 6. Bapak Akhiruddin Maddu selaku pembimbing akademik serta semua dosen Departemen Fisika IPB 7. Ibu Mersi Kurniati, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran 8. Bapak Hanedi DS selaku editor yang telah membantu menyempurnakan penulisan skripsi 9. Bapak Firman, Bapak Jun dan semua staf Departemen Fisika IPB 10. Tim jamur tiram Khafit Pratama dan Touwil Umrih yang banyak membantu penelitian ini, telah bersedia di mandorin serta telah mengajarkan banyak hal sehingga semuanya terasa lebih ringan 11. Ibu Maya dan bapak Sugianto yang telah memberikan ilmunya serta ibu Linda untuk semangatnya dan juga bapak dan ibu Maja yang telah membantu di lapangan 12. Program Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional 2010, DP2M Dikti, Republik Indonesia dengan nomor kontrak 550/SP2H/PP/DP2M/VII/2010 yang telah mendanai penelitian ini. 13. Atin, Nissa, Dwi, Novi, Nurul, Nia, Nina, Uwi, Epa, Ajeng, Irma, Ladon, Fery, Roy, Andri, Babun, dan semua teman-teman Fisika 45 yang telah mengenalkan dunia kepada penulis 14. Kakak kelas 43 dan 44 serta adik kelas 46 dan 47 atas keceriannya 15. Ni Yola, ni Wezia, ni Vivi, ni Inggit, Handra, Etri, Ria, Iga, wila dan Santo yang telah menemani dan membantu penulis selama di IPB 16. Keluarga kecil UROSITA (Uti, Oji, Sari, Ima, Tika, dan Arini) untuk semua bantuan dan kebersamaannya kepada penulis 17. Keluarga besar IKMP terutama IKMP 45 (Putri, Arbi, Dalfit, Mia, Mella, dll) untuk semangat dan kebersamaannya Selanjutnya, penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan penelitian ini. Bogor, Desember 2012 Penulis

6 RIWAYAT HIDUP Nama lengkap penulis adalah Ella Rahmadani, penulis dilahirkan di nagari Pulau Sialang, kecamatan Kapur IX, Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat pada tanggal 29 Maret Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara terlahir dari pasangan ibu Elmegawati dan bapak Basri H. Penulis TK selama 1 Tahun di TK Kasih Ibu Koto Bangun. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 30 Muaro Paiti, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP 1 Kapur IX, dan lulus tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Kapur IX. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di IPB lewat jalur USMI (undanagan seleksi masuk IPB) sebagai mahasiswa di Departemen Fisika. Selama menjalani pendidikan penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa dan kepanitian, di antaranya sebagai staf PSDM di HIMAFI, panitia I-SHARE 2009, panitia public speaking, panitia Kompetisi Fisika, panitia MPD (Masa Perkenalan Departemen), Open House angkatan 46, panitia OMI (olimpiade mahasiswa IPB) dan aktif mengikuti seminar-seminar di tingkat FMIPA dan IPB.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 1 Perumusan Masalah... 1 Hipotesis... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Jamur Tiram Putih... 2 Bibit Jamur Tiram Putih... 2 Budidaya Jamur Tiram Putih... 3 Bahan Baku Pembuatan Media Jamur Tiram Putih... 3 Potato dextros agar... 3 Serbuk gergaji... 4 Dedak... 4 Kapur pertanian... 4 Tepung jagung... 4 Gipsum... 4 Sterilisasi... 4 Perpindahan Kalor... 4 Konduksi... 5 Konveksi... 5 Radiasi... 5 Energi yang Terkandung dalam Bahan Bakar... 6 BAHAN DAN METODE... 6 Tempat dan Waktu Penelitian... 6 Alat dan Bahan... 6 Metode Penelitian... 6 Pembuatan bibit jamur tiram putih... 6 Pembuatan potato dekstros agar (PDA)... 6 Pembuatan bibit sebar... 7 Pembuatan bibit tanam... 7 Budidaya jamur tiram putih... 7 Perhitungan efisiensi bahan bakar... 7 Perhitungan statistik menggunakan rancangan acak lengkap... 8 HASIL DAN PENBAHASAN Perbandingan Sterilisasi Potato Dekstros Agar dan Isolasi Tiap Tingkat perbandingan Efisiensi Sterilisasi PDA Berbahan Bakar Gas Perbandingan Efisiensi Hasil Sterilisasi 6 Jam, 8 Jam dan 10 Jam Perbandingan Hasil Massa Panen Sterilisasi 6, 8, 10 jam Perbandingan Hasil Sterilisasi Media pada Baris 1, 2, 3, dan Hasil Analisa Menggunakan Rancangan Acak Lengkap KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii vii vi

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Energi yang terkandung dalam beberapa bahan bakar Tingkat keberhasilan PDA Tingkat keberhasilan isolasi bibit jamur tiram putih Massa air dan bahan bakar yang digunakan Efisiensi bahan bakar gas pada sterilisasi bibit jamur tiram putih Massa air dan bahan bakar kayu sengon yang digunakan Suhu drum saat sterilisasi baglog 6 jam Suhu drum saat sterilisasi baglog 8 jam Suhu drum saat sterilisasi baglog 10 jam Efisiensi bahan bakar kayu sengon pada setiap perlakuan sterilisasi Perbandingan jumlah baglog yang terkontaminasi dan jumlah per baglog pada masing-masing waktu pengukusan Jumlah jamur yang tumbuh di dalam baglog dan massa jamur tiram putih per baglog pada bahan bakar kayu sengon Hasil analisa sidik ragam uji lamanya sterilisasi parameter efisiensi bahan bakar kayu sengon Hasil analisa sidik ragam uji lamanya sterilisasi parameter jumlah Kontaminasi baglog DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Jamur tiram putih Diagram alir penelitian Hubungan massa panen per baglog tiap waktu pengukusan pada bahan bakar kayu sengon DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Perhitungan efisiensi bahan bakar kayu Perhitungan efisiensi bahan bakar kayu 6 jam ulangan Perhitungan efisiensi bahan bakar kayu 8 jam ulangan Perhitungan efisiensi bahan bakar kayu 10 jam ulangan Perhitungan efisiensi bahan bakar gas Perhitungan efisiensi bahan bakar gas 5 menit ulangan Perhitungan efisiensi bahan bakar gas 10 menit ulangan Perhitungan efisiensi bahan bakar gas 15 menit ulangan Analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap Pengaruh lamanya sterilisasi terhadap efisiensi bahan bakar kayu sengon Pengaruh lamanya sterilisasi terhadap jumlah kontaminasi baglog jamur tiram putih vii

9 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam bebas. Jamur dapat tumbuh dengan mudah di batang kayu atau tumbuhan dan sampah organik. Selain memiliki rasa yang enak jamur juga bisa diolah menjadi obat. Para ilmuwan mengakui bahwa kandungan tertentu jamur dapat menurunkan gula darah dan kolesterol, mencegah tumor dan kanker, menetralisir racun dalam makanan olahan, mencegah radang usus, menurunkan tekanan darah, serta antikarsinogen. Bahkan, penelitian terakhir dari Perancis dan Cina membuktikan bahwa jamur dapat membunuh virus HIV 1. Jamur tiram putih atau dikenal dengan nama ilmiah Pleurotus ostreatus (Jacq. Ex. Fr.) merupakan salah satu jamur kayu yang banyak dikonsumsi dan dibudidayakan oleh masyarakat. Jamur ini memiliki kandungan gizi tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain protein, selain itu jamur tiram putih lebih mudah dibudidayakan dibandingkan dengan jenis jamur pangan lainnya seperti jamur merang, jamur kuping, jamur kancing dan jamur shitake. Bibit jamur tiram putih dapat diperoleh dengan cara kultur jaringan, kualitas tubuh buah yang diisolat mempengaruhi mutu bibit yang dihasilkan. Kultur jaringan jamur tiram putih membutuhkan tingkat sterilisasi dan ketekunan yang tinggi dalam mengerjakannya sehingga menyebabkan petani mengalami kendala dalam pembuatan bibit. selain itu, juga mengakibatkan harga pasar menjadi tinggi sehingga menjadikan petani kecil dan petani skala rumah tangga kesulitan dalam memperoleh bibit. Media merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur selain faktor lingkungan dan bibit. Oleh karena itu media harus dibuat menyerupai kondisi tumbuh jamur tiram putih di alam. Produksi yang baik pada budidaya jamur tiram putih dapat dicapai apabila keadaan medium serta kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Lingkungan seperti suhu, ph, cahaya, kelembaban dan aerasi juga turut berpengaruh di dalamnya 2. Sterilisasi media merupakan hal yang sangat penting baik dalam pembuatan bibit maupun budidaya jamur tiram putih. Media yang sudah dibuat biasanya masih banyak mengandung mikroba dan jamur-jamur lainnya. Kegagalan dalam pembuatan bibit dan masalah budidaya banyak disebabkan oleh proses sterilisasi media yang kurang sempurna. Salah satu teknik sterilisasi yang digunakan adalah dengan cara mengukus media tumbuh pada suhu o C 3. Pengukusan media tumbuh bibit dilakukan di dalam dandang dengan bahan bakar gas dan untuk pengukusan media tumbuh jamur dilakukan di dalam drum menggunakan bahan bakar kayu sengon. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pengaruh sterilisasi media tanam bibit terhadap tingkat kontaminasi media. Sterilisasi yang dibandingkan adalah sterilisasi satu tingkat, sterilisasi dua tingkat dan sterilisasi tiga tingkat dan juga untuk membandingkan sterilisasi media tanam (baglog) selama 6 jam, 8 jam dan 10 jam menggunakan bahan bakar kayu sengon. Diharapkan dari penelitian ini petani memperoleh informasi efisiensi waktu, tingkat sterilisasi dan bahan bakar pada saat sterilisasi media tanam jamur tiram putih. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Mempelajari pengaruh tingkatan sterilisasi dan suhu pada pembuatan PDA (potato dexstros agar) dan kultur jaringan jamur tiram putih 2. Mempelajari pengaruh suhu dan lama waktu sterilisasi media tanam jamur tiram putih 3. Menghitung efisiensi bahan bakar kayu sengon dan pada proses sterilisasi media tanam jamur tiram putih dan efisiensi gas pada sterilisasi media bibit jamur tiram putih Rumusan Masalah 1. Apakah tingkatan sterilisasi mempunyai pengaruh penting bagi tingkat kontaminasi media bibit jamur tiram putih dan isolasi jamur tiram putih? 2. Berapa efisiensi energi bahan bakar kayu sengon dan gas pada proses sterilisasi media tanam jamur tiram putih? 3. Apakah suhu dan lama waktu sterilisasi mempengaruhi pertumbuhan dan massa panen jamur tiram putih? Hipotesis Suhu, lama sterilisasi dan tingkatan sterilisasi akan berpengaruh pada jumlah jamur tiram putih yang tumbuh media

10 2 tumbuh bibit serta berpengaruh pada pertumbuhan dan massa panen jamur tiram putih. Lamanya waktu sterilisasi dan efisiensi energi bahan bakar kayu sengon yang paling baik untuk sterilisasi media tumbuh jamur tiram putih adalah waktu sterilisasi 8 jam. TINJAUAN PUSTAKA Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih atau dikenal dengan nama ilmiah Pleurotus Ostreatus (Jacq. Ex. Fr.) merupakan jamur famili agaricaceae yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Secara lengkap sistematika jamur tiram putih digolongkan ke dalam : Kingdom : Fungi Kelas : Basidiomycota Sub kelas : HomoBasidiomycota Ordo : Agaricales Family : Tricholomataceae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus Ostreatus (Jacq. Ex. Fr.) Jamur tiram putih merupakan jamur kayu yang telah banyak dibudidayakan di Indonesia. Nama jamur tiram putih diambil dari bentuk tudungnya yang melengkung, lonjong, dan membulat menyerupai kerang atau cangkang tiram yang bagian tepinya bergelombang seperti ditunjukkan oleh Gambar 1 1. Jamur tiram termasuk golongan jamur kayu karena tumbuh pada substrat kayu yang telah lapuk maupun pada potongan pohon yang telah mati dan limbah pertanian lainnya. Jamur tiram memiliki banyak jenis di antaranya adalah jamur tiram putih (Pleurotus Ostreatus (Jacq. Ex. Fr.)), jamur tiram merah jambu (Pleurotus Flabellatus (Berk. & Br.)), jamur tiram abu-abu (Pleurotus sajorcaju (Berk. & Br.)), jamur tiram coklat (Pleurotus Cystidiosus (Mill.)), jamur tiram kuning (Pleurotus Sadipus (Mill.)). Jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat adalah jamur tiram putih yang memiliki tekstur daging yang lembut 4. Gambar 1 Jamur tiram putih. Jamur tiram putih memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi dengan kadar lemak yang rendah. Jamur tiram putih juga mengandung vitamin penting terutama vitamin B, C dan D. Vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin dan provitamin B2 (ergosterol) dalam jamur tiram putih sangat tinggi. Mineral utama tertinggi adalah Zn, Mn, Mo, Co, dan Pb. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Me mencapai 56%-70% dari total abu dengan kadar K mencapai 45%. Mineral mikro elemen yang bersifat logam dalam jamur tiram putih kandungannya rendah, sehingga jamur ini aman dikonsumsi 2. Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor nutrisi dan kondisi lingkungan. Nutrisi penting yang dibutuhkan oleh jamur tiram putih antara lain adalah karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral. Sumber karbon sebagai unsur dasar pembangunan sel dan sumber energi yang diperlukan oleh jamur, sumber karbon yang digunakan oleh jamur seperti monosakarida, polisakarida, selulosa, dan lignin. Nitrogen diperlukan untuk membuat protein di dalam jamur yang diperoleh dari selulosa dan lignin. Vitamin digunakan sebagai tambahan suplemen dalam pertumbuhan jamur, sedangkan mineral digunakan untuk suplemen pelengkap nutrisi jamur yang diperoleh dari kapur. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi adalah suhu, kelembaban, cahaya, aerasi, dan tingkat keasaman. Suhu yang ideal untuk pertumbuhan jamur tiram putih adalah o C, sedangkan suhu optimum dalam penumbuhan miselium adalah o C dan suhu optimum dalam penumbuhan tubuh buah adalah o C. Kelembaban dan cahaya diperlukan dalam pertumbuhan untuk pembentukan tubuh buah yang maksimum. Pada saat pertumbuhan miselia dibutuhkan konsentrasi karbondioksida yang lebih tinggi sedangkan untuk pertumbuhan tubuh buah diperlukan konsentrasi oksigen yang tinggi sehingga diperlukan aerasi yang bagus 5. Bibit Jamur Tiram Putih Bibit jamur adalah bakal jamur yang digunakan untuk budidaya jamur. Bakal jamur ini merupakan benang miselium cendawan yang tumbuh pada suatu media tumbuh. Wadah yang digunakan untuk tempat tumbuh yaitu segala macam botol atau kantong plastik yang dapat disterilisasi dengan tekanan 1.5 psi (10.341,97 Pa) dan suhu 120 o C.

11 3 Bibit jamur yang baik akan menghasilkan kualitas jamur yang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Mutu bibit jamur ditentukan oleh beberapa kriteria di antaranya kualitas kontaminasi atau kehadiran jamur lain pada bibit tidak ada, stabilitas pertumbuhan bibit atau pertumbuhan miselia merata dan padat, umur penyimpanan bibit tidak terlalu lama (2-3 bulan). Bibit jamur tiram putih terbagi atas biakan murni dan biakan induk (bibit sebar dan bibit tanam). Biakan murni adalah miselium jamur yang tumbuh pada media agar-agar dan akan menjadi inokulum untuk pembuatan bibit induk. Bibit sebar adalah bibit yang dihasilkan dari biakan murni dan digunakan untuk menginokulasi bibit tanam. Bibit tanam adalah hasil akhir dari bibit sebelum menjadi tubuh buah 3. Dalam proses pembuatan kultur induk, para pembuat bibit pada umumnya lebih memilih media biji-bijian dari pada media kayu. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat keberhasilan, murah, dan mudah pembuatannya. Selain itu, keuntungan utama dari biji-bijian adalah ketersediaan nutrisi yang tinggi bagi pertumbuhan jamur. Kekurangannya adalah tingginya kandungan nutrisi ini juga berakibat tingginya resiko kontaminasi dibandingkan bahan-bahan lain. Biji-bijian yang sering digunakan adalah gandum, sorgum, milet, beras, dan jagung 6. Budidaya Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih relatif lebih mudah dibudidayakan dibandingkan dengan jenis jamur lainnya. Pengembangan jamur tiram putih tidak memerlukan lahan yang luas, masa produksi relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen lebih singkat. Secara umum penumbuhan jamur dibagi menjadi dua fase yaitu fase vegetatif dan fese generatif. Fase vegetatif ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran miselia jamur didalam media. Miselia mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan senyawa kompleks seperti lignin menjadi senyawa yang lebih sederhana yang diperlukan untuk pertumbuhan. Setelah beberapa waktu miselia saling bertemu yang selanjutnya berkembang menjadi tubuh buah yang disebut fase gene\ratif. Siklus hidup basidiomycetes akan membentuk tubuh buah atau basidium. Basidiopora membentuk miselium monokariotik yang haploid. Pada awalnya monokarion tersebut tidak tidak bersepta namun terbagi-bagi dalam sejumlah sel berinti tunggal dalam waktu yang cukup singkat. Selanjutnya terjadi plasmogami dengan cara fusi dua hifa monokariotik yang terjadi secara timbal balik yaitu inti hifa yang satu mengalir ke hifa yang lainnya, kemudian hifa akan mempunyai dua tipe genetik dimana masing-masing sel dikarion mempunyai dua inti haploid. Miselium dikariotik melakukan asimilasi tersembunyi jauh di dalam substrat. Saat kondisi sesuai untuk melakukan reproduksi beberapa miselium dikariotik melakukan merfogenesis yang kompleks untuk membentuk basidiokarp yang sudah dapat terlihat oleh mata yang nantinya akan ditransformasikan menjadi tubuh buah. Bahan Baku Pembuatan Media Jamur Tiram Putih Bahan baku yang digunakan terdiri atas dua komponen yaitu bahan baku pembuatan bibit dan bahan baku media tumbuh. Untuk bahan baku pembuatan bibit terdiri atas PDA, jagung, serbuk gergaji, sedangkan untuk bahan baku media tumbuh terdiri atas a. Potato dextros agar Media biakan merupakan suatu bahan yang terdiri dari zat-zat makanan (nutrisi) yang digunakan untuk menumbuhkan jasad renik di laboraturium. Fungsi dari suatu media biakan adalah memberikan tempat dan kondisi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan dari mikroorganisme yang ditumbuhkan. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Pada pembuatan bibit jamur tiram putih media biakan yang digunakan adalah potato dextros agar (PDA), sesuai dengan namanya PDA terdiri dari campuran kentang, dextros dan agar 7. Kentang merupakan tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang. Ekstrak potato (kentang) merupakan sumber karbohidrat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur tiram putih, dextrose (gugusan gula, baik itu monosakarida atau polysakarida) sebagai tambahan nutrisi bagi biakan, sedangkan agar merupakan bahan media atau tempat tumbuh bagi biakan yang baik, karena mengandung cukup air.

12 4 b. Serbuk gergaji Serbuk gergaji merupakan bahan utama media tanam dalam budidaya jamur tiram putih mencapai 70% dari berat total Baglog. Serbuk gergaji merupakan bahan yang ramah lingkungan dan aman dikonsumsi manusia, mengandung selulosa, karbohidrat, serat, dan lignin. Jamur mampu merombak selulosa dan lignin menjadi karbohidrat yang selanjutnya diubah menjadi protein. Agar jamur tumbuh sempurna sebaiknya menggunakan serbuk gergaji kering dan bersih, tidak mengandung getah atau minyak. Bila mengandung keduanya maka pertumbuhan jamur menjadi terhambat. Substrat serbuk kayu gergaji harus bebas polutan dan mempunyai kadar air 65-70% untuk mendukung pertumbuhan optimal miselium dan hasil maksimal jamur tiram putih 8. Jamur tiram putih sebaiknya menggunakan jenis kayu yang berdaya tahan rendah, seperti albasia dan sengon. Jenis kayu yang tidak boleh untuk media jamur tiram putih adalah pinus karena mengandung zat terpenoid atau belerang. Zat tersebut dapat menghambat pertumbuhan jamur. Selain serbuk gergaji juga bisa digunakan ampas tebu, tongkol jagung, limbah kapas, dan daun teh. c. Dedak Bekatul atau dedak ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi pada media tanam, terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon, serta nitrogen yang berfungsi mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tubuh buah jamur. Sebaiknya dipilih bekatul yang masih baru, belum berbau tengik dan tidak rusak. Jumlah bahan nutisi ini yang ditambahkan tidak lebih dari 20%. d. Kapur pertanian Kapur merupakan sumber kalsium (Ca) yang digunakan untuk mengatur tingkat keasaman (ph) media tumbuh jamur dan juga memperkuat batang dan akar supaya tidak rontok. Kapur yang biasanya digunakan adalah kapur pertanian atau kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang sering disebut dengan kaptan. Unsur kalsium dan karbon memperkaya kandungan mineral media tanam, keduanya sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur. e. Tepung jagung Tepung jagung merupakan sumber kalsium dan karbohidrat tambahan, diperlukan untuk memperkuat dan memperkokoh media, agar media tanam tidak mudah hancur atau rusak. f. Gipsum Menurut asalnya gipsum ada 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam, sedangkan gipsum sintetik adalah yang dibuat manusia. Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate dengan rumus kimia (CaSO 4.2H 2 O). Gipsum yang diperoleh dari tempat penambangan dibersihkan dari kotoran kemudian dicuci dengan air lalu dikeringkan. Tepung gips didapat dari perubahan gips (CaSO 4.2H 2 O) menjadi anhidrat (CaSO 4 ) dengan cara dimasukkan ke dalam tungku pemanas. Gips yang dikeluarkan dari tungku pemanas masih dalam bentuk kristal, sedangkan gips yang telah berubah menjadi anhidrat akan menjadi serbuk 9. Sterilisasi Bahan baku substrat jamur banyak mengandung mikroba khususnya jamur liar, apabila media tumbuh jamur tiram putih tidak disterilisasi, maka jamur liar tersebut akan tumbuh terlebih dahulu dan akan menghambat pertumbuhan jamur yang ditanam, oleh karena itu sterilisasi bagi media tanam baik bibit maupun alam budidaya merupakan hal paling penting. Sterilisasi substrat tanam jamur tiram putih bertujuan untuk menghambat pertumbuhan semua jasad hidup yang terbawa bersama bahan baku. Sterilisasi ada beberapa cara di antaranya adalah sterilisasi dengan tekanan tinggi, sterilisasi dengan udara panas dan sterilisasi dengan uap air panas. Perebusan bukanlah metode sterilisasi, cara lain yang dikembangkan untuk sterilisasi adalah sterilisasi basah untuk produk-produk tahan panas. Desinfectants adalah salah satu jenis sterilisasi untuk merusak organisme (bakteri) tetapi tidak mematikan spora bakteri 4. Substrat jamur tiram putih biasanya disterilisasi dengan uap air panas menggunakan autoklaf atau drum bekas. Ketidakberhasilan sterilisasi disebabkan oleh waktu pemanasan yang terlalu singkat dan suhu sterilisasi dibawah 85 o C 10. Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang dipindahkan karena adanya beda temperatur. Sistem perpindahan kalor dibagi menjadi 3 jenis,

13 5 yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Secara umum, ketiga jenis tersebut dibedakan berdasarkan media dalam upaya memindahkan energi kalor. Konduksi menggunakan media padat, konveksi menggunakan media fluida, sedangkan radiasi menggunakan media gelombang elektromagnetik. a. Konduksi Konduksi adalah pengangkutan kalor melalui interaksi antara atom-atom atau molekul tanpa disertai dengan perpindahan atom atau molekul itu sendiri. Arah aliran energi kalor adalah dari temperatur tinggi ke temperatr rendah dan konduksi hanya terjadi jika ada perbedaan temperatur. Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi sehingga energi gerakan termal ditransfer oleh tumbukan molekul sepanjang benda. Pada perpindahan kalor secara konduksi, setiap material mempunyai nilai konduktivitas kalor (k) yang mempengaruhi besar perpindahan kalor yang dilakukan pada suatu material. Zat-zat atau bahan-bahan yang memiliki nilai konduktivitas termal yang besar menghantarkan kalor dengan cepat dan dinamakan konduktor yang baik 12. Persamaan konduksi dapat dirumuskan sebagai :...(1) = laju aliran kalor konduksi (J.s -1 ) k = konduktivitas termal (J.s -1.m C -1 ) A = luas penampang benda (m 2 ) = perbedaan temperatur ( 0 C) L = jarak antar ujung yang memiliki beda temperatur (m) b. Konveksi Konveksi adalah perpindahan kalor oleh gerakan massa pada fluida dari suatu daerah ruang ke daerah lainnya disertai dengan perpindahan molekul fluida tersebut. ada 2 jenis konveksi yaitu konveksi alami dan konveksi buatan, contoh proses konveksi alami yang umum terjadi adalah aliran udara yang panas dan pemanasan pada air Perpindahan kalor secara konveksi merupakan proses yang sangat kompleks. Beberapa fakta percobaan menyatakan bahwa arus kalor karena konveksi berbanding lurus dengan luas permukaan, arus kalor akibat konveksi dapat dianggap sebanding dengan 5/4 daya dari perbedaan suhu antara permukaan dan bagian utama fluida 13. Persamaan konveksi dapat dirumuskan sebagai 21 :...(2) = laju aliran kalor konveksi (J.s -1 ) h = koefisien konveksi (J/s m 2 0 C) A = luas penampang benda (m 2 ) = perbedaan suhu ( 0 C) c. Radiasi Radiasi ialah proses pancaran energi oleh benda-benda dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik. Radiasi ini bergerak melewati ruang dengan kelajuan cahaya. Semua benda memancarkan dan menyerap radiasi elektromagnetik. Bila benda ada dalam kesetimbangan termis dengan sekitarnya, benda memancarkan dan menyerap energi pada laju yang sama. Namun, jika benda dipanaskan sampai temperatur yang lebih tinggi dari pada sekitarnya, maka benda meradiasi keluar lebih banyak energi daripada yang diserapnya. Laju radiasi energi termis benda sebanding dengan luas benda dan dengan pangkat empat temperatur absolutnya. Bila radiasi jatuh pada benda tidak tembus cahaya sebagian radiasi direfleksikan dan sebagian lagi diserap. Benda-benda berwarna terang memantulkan sebagian besar radiasi tampak, sedangkan benda-benda gelap menyerap sebagian besar darinya 14. Persamaan radiasi dapat dirumuskan sebagai : Keterangan : = laju radiasi (watt) = koefisien pemancaran = konstanta Stefan-Boltzman (5.67x10-8 W/m 2 K 4 ) = luas permukaan (m 2 ) = perubahan suhu (K)...(3)

14 6 Energi yang Terkandung dalam Bahan Bakar Jumlah kalor yang dilepaskan saat pembakaran atau heat value fuel setara dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar tersebut. Jumlah kalor yang dilepaskan saat pembakaran bahan bakar kayu sebesar 3355 kcal/kg lebih besar dibandingkan jumlah kalor pada pembakaran bahan bakar bensin, minyak tanah, diesel dan arang kayu. Tabel 1 menunjukkan jumlah kalor yang dilepaskan pada saat pembakaran beberapa bahan bakar yang sering digunakan. Tabel 1 Energi yang terkandung dalam beberapa bahan bakar. 11 Ekuivalen bahan bakar Rapat energi yang terkandung dalam bahan bakar (kcal/kg) LPG Kayu 3355 Arang Kayu 5893 Minyak Tanah Bensin Diesel * Konversi langsung menggunakan nilai pemanasan dari 3300 kcal per kg ** 1 tangki = 140 kg BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan laboratorium skala kecil di Babakan Raya 3 pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Desember Alat dan Bahan Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih, dekstros, agar, kentang, clorang penicolt, biji jagung, dedak, tepung jagung, tepung gipsum, kapur pertanian (kaptan), dan serbuk gergaji serta dibantu menggunakan peralatan seperti cawan petri, labu erlenmeyer, tabung reaksi, pinset, pembakaran bunsen, dandang, kompor gas, tabung reaksi, botol kaca, spatula inokulasi, spatula, masker. Metode Penelitian Tahapan penelitian ini meliputi tahapan pembuatan bibit jamur tiram putih, tahapan budidaya jamur tiram putih, perhitungan efisiensi bahan bakar, perhitungan persebaran panas pada dandang. Pembuatan bibit jamur tiram putih 1. Pembuatan potato dekstros agar (PDA) a. Menyediakan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan PDA (kentang 200 gram, dekstros 20 gram dan agar 20 gram, clorang fenicolt 1 kapsul). b. Kentang dikupas dan dicuci sampai bersih, kemudian dipotong seperti dadu dan direbus dalam panci menggunakan 1 liter aquades. Waktu perebusan kentang divariasikan yaitu 5 menit, 10 menit dan 15 menit dalam dua kondisi yaitu sebelum air mendidih dan setelah air mendidih. c. Air rebusan kentang disaring dan ditambahkan dengan aquades sampai menjadi 1 liter. d. Memasukkan dekstros, agar dan clorang penicolt, selanjutnya masak hingga larut dan mendidih. e. Larutan yang telah dimasak dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil. f. Larutan dalam labu erlenmeyer disterilisasi dalam autoklaf atau dandang selama 1 jam. Sterilisasi divariasikan menjadi satu tingkat, dua tingkat dan tiga tingkat serta di ukur suhu sterilisasinya. g. PDA yang telah disterilisasi dituangkan kedalam cawan petri di dekat api yang berasal dari lampu bunsen dan didiamkan selama dua hari h. Isolasi (mengkultur jaringan jamur tiram putih). i. Menyiapkan tubuh buah jamur yang sehat dan layak yang akan digunakan. j. Menyiapkan ruang inokulasi dan alat-alat yang akan digunakan, serta sterilisasi dengan cara penyemprotan alkohol. k. Lampu bunsen dinyalakan selama 15 menit sebelum digunakan dan bakal induk jamur disiapkan secara aseptik. l. Tubuh buah jamur diambil menggunakan pinset dan ditanam di dalam cawan petri yang berisi media (PDA) yang telah didiamkan selama dua hari, penanaman dilakukan di dekat api yang berasal dari lampu bunsen

15 7 m. Tubuh buah yang ditanam di dalam PDA diinkubasi selama 4 hari pada suhu kamar. n. Isolasi dianggap berhasil bila disekitar eksplan tumbuh miselia jamur berwarna putih dan akan merata setelah dua minggu. o. Biakan murni siap digunakan untuk pembuatan bibit induk. 2. Pembuatan bibit sebar a. Jagung yang akan digunakan untuk media terlebih dahulu dicuci dan direndam semalam dan pisahkan biji jagung yang terapung. b. Jagung dicuci dan direbus selama menit dan tiriskan samapai dingin. c. Bibit jagung dimasukkan ke dalam botol (isi botol 2/3 bagian saja), sumbat botol dengan kapas dan bungkus dengan alumunium foil. d. Komposisi bibit tidak hanya berupa jagung tapi juga dicampur dengan dekstros, untuk 1 kg jagung menggunakan 100 gram dextros. e. Bibit yang telah dimasukkan kedalam botol disterilisasi dalam autoklaf selama satu jam dengan tekanan 15 psi (120 o C). f. Bibit didinginkan kemudian didiamkan selama 24 jam. g. Inokulasi dengan subkultur jamur. Media yang telah ditubuhi jamur (PDA) diambil menggunakan spatula yang telah disterilisasi, kemudian dipindahkan ke dalam botol yang telah berisi bibit jagung. h. Bibit jamur akan tumbuh dalam waktu 2-3 minggu. 3. Pembuatan bibit tanam a. Serbuk gergaji dicampur dengan kapur tanah, tepung jagung, dedak dan air. b. Media yang telah dicampur dimasukkan ke dalam botol dan disterilisasi selama 1 jam pada tekanan 15 psi dan suhu 120 o C didalam autoklaf. c. Bibit di diamkan selama 24 jam, di inokulasi dengan bibit induk sebar yang telah disiapkan sebelumnya. d. Inkubasi selama hari pada suhu ruang dan siap digunakan untuk bibit tanam. Budidaya jamur tiram putih Budidaya jamur tiram putih dimulai dengan pembuatan media tanam yang dikenal dengan nama baglog. Komposisi baglog ini hampir sama dengan komposisi media pada bibit tanam bedanya hanya terletak pada penambahan gipsum pada baglog, untuk pembuatan baglog sebanyak 450 buah membutuhkan campuran serbuk gergaji sebanyak karung, tepung jagung 1.5 kg, gipsum 1.5 kg, dedak 42 kg, kaptan 5.4 kg dan air sebanyak L. Campuran media tersebut di masukkan kedalam plastik polypropilen 17x35 cm dengan ketebalan 0.5 cm sebanyak 1 kg kemudian dipadatkan dan dimasukkan ring. Ring pada mulut plastik ditutup menggunakan kapas dan kertas koran kemudian diikat menggunakan karet gelang. Baglog yang telah jadi disterilisasi menggunakan teknik sterilisasi pengukusan dalam drum untuk meninaktifkan mikroba, bakteri, kapang ataupun khamir yang ada pada media. Pengukusan dilakukan pada tungku kayu dengan variasi lama waktu sterilisasi 6 jam, 8 jam, dan 10 jam. Suhu dasar dan atas drum dihitung setiap jam nya sehigga dapat diperoleh kalor yang dihasilkan. Penggunaan bahan bakar juga dihitung untuk mendapatkan efesiensi bahan bakar yang digunakan dalam sterilisasi media jamur tiram putih. Tahap berikutnya dalm proses budidaya adalah inokulasi dan inkubasi dan pemanenan. Inokulasi adalah kegiatan memasukkan bibit ke dalam baglog yang telah disterilisasi. Baglog didiamkan 24 jam setelah proses sterilisasi selesai kemudian media yang telah ditanami bibit ditutup dengan kapas dan koran serta diikat menggunakan karet gelang kembali. Proses inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan media pada ruangan inkubasi dengan kondisi tertentu sampai miselium jamur tiram putih merata menyelimuti media biasanya selama hari. Pemanenan dilakukan setelah proses inkubasi selesai, kapas, koran, dan ring pada plastik dibuka dan dipanen setelah bakal jamur telah menjadi tubuh buah yang matang. Perhitungan efisiensi bahan bakar Air digunakan dalam proses pengukusan media tanam jamur tiram putih. Volume air sebelum pengukusan dihitung dan volume air setelah pengukusan juga dihitung, serta suhu pada bagian bawah dan atas drum juga dihitung. Hasil perhitungan tersebut dimaksud untuk mengetahui laju energi yang digunakan selama proses sterilisasi dengan memakai persamaan :..(4)

16 8 Keterangan : = laju energi yang dibutuhkan (kcal/hari) = massa air awal (kg) = massa air yang menguap (kg) = kalor jenis air (kcal/kg C ) = kalor jenis uap air (kcal/kg C ) = kalor laten uap air (kcal/kg) = perubahan suhu ( C ) = waktu pemasakan (hari) Laju energi yang dibutuhkan selama pengukusan dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi bahan bakar. Pemasukan energi mengacu pada jumlah energi yang diperlukan, dalam istilah bahan bakar, energi yang harus dimasukkan ke dalam kompor 15,16,17. Laju bahan bakar yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan persamaan :... (5) Keterangan : FCR = (Fuel consumption rate ) laju bahan bakar yang dibutuhkan (kg/jam) Qn = laju energi yang dibutuhkan (kcal/jam) HVF = (Heat value fuel) energi yang terkandung dalam bahan bakar (kcal/kg) = efisiensi kompor (%) Perhitungan statistik menggunakan rancangan acak lengkap Metode rancangan acak lengkap merupakan suatu metode statistik yang digunakan untuk menduga keterkaitan dua buah variabel. Pada penelitian ini metode rancangan acak lengkap digunakan untuk melihat hubungan lama sterilisasi media tanam jamur tiram putih dengan jumlah kontaminasi baglog. Data yang akan dibandingkan diolah untuk mendapatkan F hitung. F hitung yang didapat dibandingkan dengan F tabel sehingga dapat dianalisis pengaruh dari perlakuan tersebut. Rancangan acak lengkap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Faktor koreksi (FK) FK = y 2 + t + r...(6) Jumlah kuadrat total (JKT) JKT = FK...(7) Jumlah kuadrat perlakuan (JKP) JKP = (r x ) FK...(8) Jumlah kuadrat galat (JKG) JKG = JKT JKP...(9) Db P = t-1...(10) Db G = t(r-1)...(11) Kuadrat tengah perlakuan (KTP) KTP = JKP : Db P...(12) Kuadrat tengah galat (KTG) KTG = JKG : Db G...(13) sehingga didapat F hitung : F hitung = KTP : KTG...(14) Keterangan : t = perlakuan r = ulangan y = rata-rata umum Dbp = derajat bebas perlakuan DbG = derajat bebas galat

17 9 Mulai Penyediaan bahan Penyediaan bahan Pembuatan baglog Pembuatan PDA Budidaya jamur tiram Sterilisasi Inokulasi Isolasi Pembuatan bibit sebar Pembuatan bibit jamur tiram Inkubasi Pembuatan bibit tanam Pemanenan Pemindahan ke baglog Pengolahan data Analisa data Penulisan laporan Selesai Gambar 2 Diagram alir penelitian Gambar 2 menunjukkan diagram alir penelitian yang dilakukan dari awal persiapan bahan sampai pengolahan dan analisa data.

18 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Sterilisasi Potato Dextros Agar dan Isolasi Tiap Tingkat Pembuatan potato dekstros agar (PDA) memerlukan kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi sehingga diperlukan sterilisasi yang berulang atau sering juga disebut dengan sterilisasi bertingkat. Sterilisasi bertingkat menunjukkan jumlah ulangan sterilisasi media PDA, tingkat 1 menunjukkan bahwa sterilisasi dilakukan sebanyak 1 kali dan lansung di tuang ke cawan petri atau tabung reaksi untuk diamati, sterilisasi tingkat 2 menyatakan bahwa sterilisasi dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak antara sterilisasi pertama dan kedua selama 24 jam, dan sterilisasi tingkat 3 menyatakan sterilisasi PDA dilakukan sebanyak 3 kali dengan jarak sterilisasi pertama dan kedua selama 24 jam dan sterilisasi kedua dengan ketiga selama 24 jam. Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah media PDA bibit jamur tiram putih yang berhasil. PDA perebusan kentang sebelum mendidih menghasilkan PDA yang lebih bagus sebanyak 100% dibandingkan perebusan kentang setelah mendidih dengan suhu air 100 o C hanya 64.8% hal itu terjadi karena suhu air setelah mendidih lebih tinggi daripada sebelum mendidih sehingga kentang lebih cepat hancur. Kentang yang hancur menyebabkan PDA mengandung remahan kentang yang bisa membuat mikroba menempel saat proses pemindahan ke dalam cawan petri dan tabung reaksi, mikroba yang menempel menyebabkan terjadinya pembusukan dan kontaminasi secara cepat pada PDA karena tersedianya nutrisi bukan cuma buat jamur tiram putih tetapi juga untuk mikroba sehingga tidak bisa digunakan untuk media tumbuh jamur tiram putih. Isolasi atau kultur jaringan merupakan teknik atau cara untuk mengisolasi bagian dari jamur tiram putih seperti jaringan atau sel yang ditumbuhkan secara aseptik sehingga bisa memperbanyak diri dan menjadi tanaman utuh lagi. Bagian yang diambil dalam mengisolasi jamur tiram putih adalah bagian dalam tubuh buah yang tidak memiliki spora, karena kualitas bibit akan dipengaruhi oleh bagian yang diambil saat isolasi. Spora jamur tiram putih akan menghasilkan bibit yang memilki kualitas kurang baik. Tabel 2 Tingkat keberhasilan PDA Waktu Sebelum mendidih perlakuan (menit) Ulangan Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat cawan petri tabung reaksi cawan petri tabung reaksi cawan petri tabung reaksi Keterangan : = sampel yang berhasil Setelah mendidih Tingkat Tingkat Tingkat

19 11 Tabel 3 Tingkat keberhasilan isolasi bibit jamur tiram putih Waktu perlakuan (menit) cawan petri tabung reaksi cawan petri tabung reaksi cawan petri tabung reaksi Keterangan : = sampel yang berhasil Ulangan Sebelum mendidih Tingkat Tingkat Tingkat Setelah mendidih Tingkat Tingkat 1 2 Tingkat Pada Tabel 3 dapat dilihat tingkat keberhasilan isolasi bibit jamur tiram putih pada perlakuan sebelum mendidih dan setelah mendidih, pada tiap-tiap perlakuan terdapat tiga tingkat sterilisasi yaitu tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3 dengan masing-masing waktu pengukusan tingkat perbandingan 5 menit, 10 menit, dan 15 menit untuk media cawan petri dan tabung reaksi. Waktu perebusan kentang 5 menit, 10 menit, dan 15 menit menghasilkan tingkat keberhasilan isolasi yang paling tinggi pada waktu pengukusan 15 menit, isolasi bibit yang berhasil yaitu sebanyak 7 buah baik itu cawan petri maupun tabung reaksi, sedangkan untuk perebusan kentang sebelum dan sesudah mendidih yang paling banyak menghasilkan isolasi adalah saat perebusan kentang sebelum mendidih yaitu 42.5% sedangkan setelah mendidih sebanyak 31.4% dari total PDA yang berhasil hal ini dikarenakan suhu setelah mendidih yang tinggi bisa merusak kandungan nutrisi sehingga menyebabkan jamur tiram putih lebih sulit tumbuh. Tingkat sterilisasi PDA 1 dan 2 menghasilkan isolasi jamur tiram putih yang paling baik, berhasil sebanyak 12 buah dari total PDA yang baik itu cawan petri maupun tabung reaksi. Sterilisasi tingkat 3 tidak menghasilkan isolasi terlalu bagus karena pemanasan yang sering menyebabkan nutrisi PDA juga rusak. Faktor keberhasilan isolasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor luar seperti udara dan lingkungan yang kotor karena pada saat isolasi dilakukan tutup tabung reaksi dan cawan petri dibuka sehingga terjadi kontak lansung antara PDA dengan udara luar yang tidak steril. Perbandingan Efisiensi Sterilisasi PDA Berbahan Bakar Gas Sterilisasi merupakan proses penting dalam budidaya jamur tiram putih. Sterilisasi media dilakukan dengan cara pengukusan sehingga dibutuhkan panas yang tinggi untuk menguapkan air yang bisa membunuh mikroorganisme yang terdapat pada media. Secara umum pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses atau reaksi oksidasi yang sangat cepat antara bahan bakar (fuel) dan oksidator dengan menimbulkan panas atau nyala api dan panas. bahan bakar (fuel) merupakan segala subtansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S). Sementara oksidator adalah segala

20 12 substansi yang mengandung oksigen misalnya udara yang bereaksi dengan bahan bakar 18. Dua unsur tersebut bereaksi dengan gas oksigen maka menghasilkan energi yang dirumuskan sebagai berikut: 2H 2 + O 2 2H 2 O + energi C + O 2 CO 2 + energi 2C + O 2 2CO + energi 19 Tabel 4 menunjukkan volume air dan massa bahan bakar yang digunakan untuk sterilisasi PDA selama satu jam. Volume air awal yang digunakan sama yaitu m 3 pada sterilisasi selama satu jam dan massa bahan bakar gas yang digunakan juga hampir sama yaitu 0.1 kg per satu jam. Efisiensi bahan bakar gas pada saat sterilisasi media bibit jamur tiram putih sangat baik yaitu terjadi pada rentang 70%-88%. Pada sterilisasi dengan waktu perlakuan 5 menit didapat efisiensi sebesar 78.40%, perlakuan 10 menit didapat efisiensi sebesar 79.70% dan untuk perlakuan 15 menit diperoleh efisiensi bahan bakar sebesar 79.37%. Pada penelitian ini massa bahan bakar yang habis sama yaitu 0.1 kg dengan lama sterilisasi selama 1 jam. Massa air yang dikukus juga sama yaitu sebesar 450 ml selama satu jam sehingga didapatkan nilai efisiensi yang tidak berbeda jauh seperti yang terlihat pada Tabel 5. Tabel 4 Massa air dan bahan bakar gas yang digunakan Waktu perlakuan (menit) Ulangan Volume air awal (m³) Volume air akhir (m³) Volume air uap (m³) Massa air awal (kg) Massa air uap (kg) Massa gas (kg) Waktu mendidih (menit) Tabel 5 Efisiensi bahan bakar gas pada sterilisasi bibit jamur tiram putih Waktu perlakuan (menit) Tingkat Qn kcal/hari FCR (kg/hari) HVF (kcal kg) (%) rata-rata (%) Keterangan : FCR = (Fuel consumption rate ) laju bahan bakar yang dibutuhkan (kg/jam) Qn = laju energi yang dibutuhkan (kcal/jam) HVF = (Heat value fuel) energi yang terkandung dalam bahan bakar (kcal/kg) = efisiensi kompor (%)

21 13 Efisiensi bahan bakar sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai laju energi yang dibutuhkan, energi yang terkandung dalam bahan bakar dan nilai laju bahan bakar yang dibutuhkan. Energi rata-rata yang dibutuhkan pada masing-masing perlakuan 5, 10, dan 15 menit pada saat sterilisasi berturut-turut adalah kcal/hari, kcal/hari dan kcal/hari. Ternyata semakin besar laju energi bahan bakar pada saat sterilisasi maka efisiensi energi pembakaran semakin besar pula dan sebaliknya jika semakin kecil energi bahan bakar pada saat sterilisasi maka semakin kecil efisiensi energi bahan bakarnya. Pada Tabel 5, waktu perlakuan 10 menit memiliki laju energi bahan bakar gas paling tinggi sehingga efisiensi bahan bakarnya juga paling tinggi. Perhitungan efisiensi bahan bakar kayu terdapat pada Lampiran 3. Perbandingan Efisiensi Hasil Sterilisasi 6 Jam, 8 Jam dan 10 Jam Strilisasi media tanam jamur tiram putih memanfaatkan uap air. Tabel 6 menunjukkan massa air yang dikukus untuk sterilisasi media, dapat dilihat bahwa semakin lama pengukusan maka akan semakin sedikit massa air yang tersisa pada drum karena semakin banyaknya air yang menjadi uap. Tabel 6 juga menunjukkan massa bahan bakar kayu yang dipakai selama sterilisasi, semakin lama waktu sterilisasi maka semakin banyak bahan bakar yang dihabiskan. Suhu sterilisasi pada bagian bawah dan atas drum diukur setiap 1 jam sekali, pada waktu sterilisasi baglog 6 jam yang ditunjukkan Tabel 7 ternyata pada waktu ke 0 (suhu saat pertama kali api dihidupkan konstan) suhu pada bagian atas drum tidak jauh berbeda dengan suhu ruang yaitu sekitar 32 o C dan 33 o C. Sedangkan suhu pada bagian bawah drum (paling dekat dengan api) pada waktu 0 mencapai 83 o C pada ulangan 1 dan 92 o C pada ulangan 2. Semakin lama waktu sterilisasi maka suhu pada drum semakin meningkat, suhu bagian bawah mengalami konduksi ke bagian atas drum dan ke bagian dalam drum, konduksi terjadi lewat dinding logam drum dan lewat baglog yang ada pada dalam drum sehingga semakin jauh posisi suhu yang diukur dari api maka akan semakin kecil suhu di tempat tersebut. Pada Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan suhu pada saat sterilisasi 8 jam dan 10 jam yang diukur setiap 1 jam pada bagian bawah dan atas drum. Suhu pada drum awalnya akan sama dengan suhu ruang saat sterilisasi dilakukan makin lama suhu drum semakin naik dan pada waktu pemanasan diatas 5 jam suhu pada drum akan menjadi konstan. Laju konsumsi bahan bakar (FCR) rata-rata pada sterilisasi diperoleh dari jumlah bahan bakar yang habis digunakan selama sterilisasi, semakin banyak bahan bakar yang dipakai maka nilai laju konsumsi bahan bakar yang didapat akan semakin besar. Nilai kalor rata-rata yang didapat berturut-turut pada sterilisasi 6, 8, dan 10 jam adalah kcal/hari, kcal/hari dan kcal/hari. Dari Tabel 10, ternyata pada bahan bakar kayu sengon waktu pengukusan tidak mempengaruhi energi rata-rata yang dihasilkan karena pada hasil akhir diperoleh bahwa waktu sterilisasi selama 8 jam menghasilkan energi rata-rata lebih besar dibandingkan sterilisasi 6 jam dan 10 jam. Tabel 6 Massa air dan bahan bakar kayu yang digunakan Bahan bakar Kayu Waktu pengukusan (jam) ulangan Volume air awal (m³) Volume air akhir (m³) Volume air menguap (m³) Massa air awal (kg) Massa air menguap (kg) Massa kayu bakar (kg) Waktu air mendidih (menit) 1 0,0396 0,0285 0, ,6 11,1 21, ,0396 0,0246 0,015 39, , ,0396 0,0111 0, ,6 28, ,0396 0,006 0, ,6 33,6 36, ,0129 0, ,5 36,6 46, ,0048 0, ,5 34,8 43,2 125

Efisiensi Energi Bahan Bakar Sekam dan Kayu pada Proses Sterilisasi Media Tumbuh Jamur Tiram Putih

Efisiensi Energi Bahan Bakar Sekam dan Kayu pada Proses Sterilisasi Media Tumbuh Jamur Tiram Putih Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 2012 Vol. 17 (2): 5 9 ISSN 053 4217 Efisiensi Energi Bahan Bakar Sekam dan Kayu pada Proses Sterilisasi Media Tumbuh Jamur Tiram Putih (Efficiency Energy

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru,

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru, III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Ravi Nursery, di Jl. Kubang Raya Kab. Kampar, dan di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) UIN Suska Riau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima kali

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. ostreatus)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sari Sehat Multifarm didirikan pada bulan April tahun 2006 oleh Bapak Hanggoro. Perusahaan ini beralamat di Jalan Tegalwaru No. 33 di

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SB091358

TUGAS AKHIR SB091358 TUGAS AKHIR SB091358 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Oleh: Hanum Kusuma Astuti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI. Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru.

III. BAHAN DAN METODE. Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI. Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru. III. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan AprilAgustus 2013, di Rumah Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di kayu-kayu yang sudah lapuk. Jamur ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN DI SUSUN OLEH : NAMA : FAHDI ARDIYAN NIM : 11.11.5492 KELAS : 11-S1T1-12 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK Jamur tiram merupakan salah

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak 3000 tahun yang lalu, telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Cina, pemanfaatan jamur sebagai bahan obat-obatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH 5.1. Sejarah dan Perkembangan P4S Nusa Indah Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah adalah sebuah pusat pelatihan usaha jamur tiram dan tanaman hias

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ENERGI BAHAN BAKAR SEKAM DAN KAYU SENGON PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH TOUWIL UMRIH

ANALISIS EFISIENSI ENERGI BAHAN BAKAR SEKAM DAN KAYU SENGON PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH TOUWIL UMRIH ANALISIS EFISIENSI ENERGI BAHAN BAKAR SEKAM DAN KAYU SENGON PADA PROSES STERILISASI MEDIA TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH TOUWIL UMRIH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. H.R. Soebrantas KM 15

I. METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. H.R. Soebrantas KM 15 I. METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni sampai Oktober 2013 di CV. Ravi Nursery Kubang Raya Kampar Riau dan di Laboratorium Patologi, Entomologi,

Lebih terperinci

KAJIAN LAMANYA PROSES STERILISASI MEDIA JAMUR TIRAM PUTIH TERHADAP MUTU BIBIT YANG DIHASILKAN DESNA

KAJIAN LAMANYA PROSES STERILISASI MEDIA JAMUR TIRAM PUTIH TERHADAP MUTU BIBIT YANG DIHASILKAN DESNA KAJIAN LAMANYA PROSES STERILISASI MEDIA JAMUR TIRAM PUTIH TERHADAP MUTU BIBIT YANG DIHASILKAN DESNA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih dikenal sebagai jamur yang mudah dibudidayakan didaerah tropik dan subtropik. Jamur tiram ini juga termasuk dalam kelompok jamur yang sering

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan,

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM Oleh : Masnun, S.Pt, M.Si I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya jamur tiram adalah salah satu usaha pertanian yang saat ini sangat prospektif karena beberapa faktor yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena adanya perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian eksperimen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai, hal ini dikarenakan jamur dapat tumbuh disemua habitat (alam terbuka) sesuai dengan lingkungan hidupnya. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

BAB III REKAYASA PENURUNAN GENERASI PDA KE GENERASI BIBIT INDUK F1 3.1. Pembuatan Bibit Induk F1 Bibit induk F1 adalah hasil turunan generasi dari bibit PDA. Media yang digunakan bisa dari serbuk gergajian,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI MEMBUAT MEDIA PDA Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN

TEKNOLOGI MEMBUAT MEDIA PDA Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN TEKNOLOGI MEMBUAT MEDIA PDA Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media merupakan bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme diatas atau didalamnya, media tersebut harus

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) E-144

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) E-144 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-144 Efektifitas Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Variasi Media Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Lebih terperinci

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH Disusun oleh : Andrianta Wibawa 07.11.1439 BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH I. PENDAHULUAN Jamur terdiri dari bermacam-macam jenis, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang sempurna, dan diciptakannya manusia di bumi sebagai kholifah yang seharusnya kita memperhatikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang merupakan jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi dan ekonomis yang tinggi, serta permintaan pasar yang meningkat. Menurut Widyastuti

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurutus ostreatus) termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Jamur ini dinamakan jamur tiram karena tudungnya berbentuk setengah lingkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah tanaman berspora yang bersifat biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Jamur merupakan organisme tidak berkhlorofil. Terdapat empat macam sifat hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap daerah memiliki potensi sumber daya yang berbeda, baik alam maupun manusia. Hal ini dapat mengakibatkan adanya hubungan atau keterkaitan antara daerah satu dengan

Lebih terperinci

Pengumpulan daun apu-apu

Pengumpulan daun apu-apu 58 Lampiran 1. Pembuatan Tepung Daun Apu-apu Pengumpulan daun apu-apu Pencucian daun apu-apu menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun Penyortiran, daun dipisahkan dari

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH 1 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Hanum Kusuma Astuti, Nengah Dwianita Kuswytasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni dilaboratorium Agronomi (laboratorium jamur) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa-timur,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Kecamatan Percut Sei TuanKabupaten Deli Serdang, Pemilihan lokasi di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme eukariota (sel-selnya mempunyai inti sejati) yang digolongkan ke dalam kelompok cendawan sejati. Tubuh atau soma jamur dinamakan hifa yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat di alam bebas, misalnyadi hutan atau di kebun, jamur dapat tumbuh sepanjang tahun, terutama

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) digolongkan ke dalam organisme yang berspora, memiliki inti plasma, tetapi tidak berklorofil. Tubuhnya tersusun dari sel-sel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM NASKAH PUBLIKASI A 420090101 Disusun Oleh: NUNING PURI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan salah satu sumber hayati, yang diketahui hidup liar di alam. Selama ini, jamur banyak di manfaatkan sebagai bahan pangan, dan dapat di manfaatkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan Home industri jamur

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan keberadaannya banyak dijumpai, seperti pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun di berbagai tanaman

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM disusun oleh : Nama : Fandi Hidayat Kelas : SI TI-6C NIM : 08.11.2051 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH PERTANIAN JERAMI PADI dan BATANG JAGUNG

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH PERTANIAN JERAMI PADI dan BATANG JAGUNG PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH PERTANIAN JERAMI PADI dan BATANG JAGUNG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: NOVITA DWI INDRIYANI A 420

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 2 faktor dan 12 perlakuan kombinasi media tumbuh dengan 3 kali ulangan dan tiap

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jamur telah digunakan selama ribuan tahun, baik sebagai makanan maupun obat herbal. Studi-studi menunjukkan bahwa jamur bisa meningkatkan produksi dan aktivitas sel-sel darah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

OPTIMASI SEBARAN PANAS PADA RUANG STERILISASI JAMUR TIRAM PUTIH MENGGUNAKAN SATU PIPA KONVEKSI ROFIQUL UMAM

OPTIMASI SEBARAN PANAS PADA RUANG STERILISASI JAMUR TIRAM PUTIH MENGGUNAKAN SATU PIPA KONVEKSI ROFIQUL UMAM OPTIMASI SEBARAN PANAS PADA RUANG STERILISASI JAMUR TIRAM PUTIH MENGGUNAKAN SATU PIPA KONVEKSI ROFIQUL UMAM DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Madya I. PENDHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yan sangat penting dalam kehidupan manusia, karena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram Nama : Enggar Abdillah N NIM : 11.12.5875 Kelas : 11-S1SI-08 ABSTRAK TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

IV. KULTIVASI MIKROBA

IV. KULTIVASI MIKROBA IV. KULTIVASI MIKROBA PENDAHULUAN Untuk memperoleh kultur murni hasil isolasi dari berbagai tempat maka dibutuhkan alat, bahan dan metode seperti ilistrasi di bawah ini : Media Umum Diferensial Selektif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci