KUALITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA X DAN Y SAPI Limousin SETELAH PROSES SEXING MENGGUNAKAN GRADIEN DENSITAS ALBUMIN PUTIH TELUR ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUALITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA X DAN Y SAPI Limousin SETELAH PROSES SEXING MENGGUNAKAN GRADIEN DENSITAS ALBUMIN PUTIH TELUR ABSTRACT"

Transkripsi

1 KUALITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA X DAN Y SAPI Limousin SETELAH PROSES SEXING MENGGUNAKAN GRADIEN DENSITAS ALBUMIN PUTIH TELUR Aria Mahendra Putra 1), Trinil Susilawati 2), Nurul Isnaini 2) 1) Mahasiswa Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia 2) Dosen Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia ariamahendraputra@gmail.com; trinil_susilawati@yahoo.com ABSTRACT The aim of this research was to know an effect of sexing treatment on the quality and proportion of X and Y sperms of Limousin bull. The method of this reasearch is experiment using density gradient of egg white albumen with CEP-2 plus egg yolk 10% diluent on 10 and 20 minutes incubation with each treatment is replicated ten times and data were subjected using paired t test analysis. The density percentage of egg white albumen is three gradients 10%, 30%, 50%. Sperms quality are observed were motility, viability, abnormality, concentration and total motil of sperms. X and Y sperms proportion is observed by determine the mean of length and width of sperms head. The result of this research showed that motility, viability, concentration and total motil of sperms after sexing process at top layer of 10 minutes incubation has no significant effect (P>0,05) with top layer of 20 minutes incubation and has significant effect (P<0,05) on abnormality. Viability, abnormality, concentration and total motil of sperms after sexing process at bottom layer of 10 minutes incubation has no significant effect (P>0,05) with bottom layer of 20 minutes incubation and has significant effect (P<0,05) on motility. Sperms quality after sexing process at top layer and bottom layer with 10 and 20 minutes incubation has no significant effect (P>0,05) on motility, viability, abnormality and has significant effect (P<0,05) on concentration and total motil of sperms. Highest X sperms proportion achieved at top layer of 20 minutes incubation (72,3 ± 2,06%) and highest Y sperms proportion achieved at bottom layer of 20 minutes incubation (70,9 ± 4,25%). It can be concluded that sexing treatment with 10 and 20 minutes incubation has no significant effect on the quality and proportion of X and Y sperms. Key word: sperms quality, proportion of X and Y sperms, sexing, CEP-2 plus egg yolk 10%. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang reproduksi ternak terus dilakukan demi menyempurnakan dan meningkatkan produktivitas ternak yang mempunyai potensi besar dalam penyediaan daging. Untuk meningkatkan dan mempertahankan potensi ternak yang mampu dalam penyediaan daging yang tinggi maka dilakukanlah pengembangan di bidang teknologi reproduksi ternak, salah satunya rekayasa pemisahan kromosom sel spermatozoa X dan Y atau sering disebut sexing spermatozoa yang bertujuan dapat menghasilkan keturunan-keturunan dengan jenis kelamin yang sesuai harapan 1 nantinya. Teknik pemisahan kromosom sel spermatozoa X dan Y ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan bahan, percobaan yang sering dilakukan antaralain dengan menggunakan metode gradien densitas albumin putih telur, sentrifugasi gradien densitas percoll, filtrasi dengan metode sephadex kolom, manipulasi hormonal, antigen H-Y, isoelektric focusing, elektroforesis dan pemisahan perbedaan muatan deoxyribo nucleic acid (DNA) (Hafez, 2008; de Jonge, Flaherty, Barness, Swann and Mathew, 1997). Disitasi dari penelitian Bianchi (1991) dan Graves (1994) dalam penentuan jenis kelamin anak yang

2 dilahirkan oleh ternak betina, peran penentuan jenis kelamin ditentukan oleh ternak pejantan. Hanya ternak pejantan yang menghasilkan kromosom sel spermatozoa X dan Y, yang masingmasing sel tersebut membawa struktur DNA dan informasi dalam pembeda jenis kelamin jantan maupun betina. Kromosom sel spermatozoa X akan menghasilkan bakal embrio betina sedangkan kromosom sel spermatozoa Y akan menghasilkan bakal embrio jantan, hal ini dikarenakan pada kromosom spermatozoa Y terdapat sex determining region Y (SRY) gen yang akan menentukan terbentuknya testis pada ternak jantan nantinya dan sex determining region Y (SRY) ini tidak dimiliki oleh kromosom sel spermatozoa X. Sexing yang menggunakan bahan albumin yang berasal dari putih telur merupakan metode yang mudah diaplikasikan dan biaya yang dibutuhkan murah. Penggunaan bahan putih telur efektif dalam proses pemisahan spermatozoa X dan Y. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang mulai bulan Juni sampai Agustus Materi penelitian yang digunakan yaitu semen segar dari tiga pejantan sapi Limousin yang dipelihara di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang yaitu dengan kode bull bernama Andi umur 7 tahun berat badan 870 kg, kode bull bernama Arion umur 7 tahun berat badan 850 kg dan kode bull bernama Dodi umur 4 tahun berat badan 800 kg, ditampung rutin dua kali dalam seminggu yaitu hari senin dan kamis, motilitas individu minimal 70% dan motilitas massa ++. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode percobaan. Percobaan dilakukan menggunakan sexing gradien densitas albumin putih telur dengan 10% dan dilakukan 2 perlakuan yang terdiri dari waktu inkubasi selama 10 menit dan 20 menit, setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali. Persentase densitas albumin putih telur yang digunakan dalam 3 gradien yaitu 10%, 30%, 50%. Variabel yang diamati adalah kualitas dan proporsi spermatozoa X dan Y setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10%. Data hasil penelitian yang didapatkan di uji menggunakan uji t berpasangan dan data proporsi spermatozoa X dan Y semen segar di uji menggunakan chi-square terlebih dahulu agar diketahui bahwa semen segar yang akan digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai rasio yang seimbang antara spermatozoa X dan spermatozoa Y yaitu 50 : 50 (Sastrosupadi, 2000; Suciptawati, 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi semen segar perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas semen segar yang didapatkan. Evaluasi semen segar meliputi evaluasi makroskopis yaitu terdiri dari volume, warna dan ph serta evaluasi mikroskopis meliputi evaluasi motilitas, viabilitas, abnormalitas, konsentrasi dan proporsi spermatozoa X dan Y. Hasil pemeriksaan semen segar dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 1 berikut. 2

3 Tabel 1. Rataan Hasil Evaluasi Semen Segar Parameter Rataan ± SD Volume (ml) 5,00 ± 1,5 Warna Putih Kekuningan ph 7 ± 0,00 Motilitas individu (%) 70 ± 0,00 Motilitas massa ++ Viabilitas (%) 92,12 ± 1,42 Abnormalitas (%) 5,54 ± 3,59 Konsentrasi (10 6 /ml) 1437,50 ± 450,31 Spermatozoa X (%) 54,60 ± 10,76 Spermatozoa Y (%) 45,40 ± 10,76 Pada Tabel 1 diatas, didapatkan nilai rataan volume 5,00 ± 1,5ml, warna putih kekuningan, ph 7 ± 0,00, motilitas individu 70 ± 00%, motilitas massa ++. Semen segar dengan ph 7 yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan normal karena menurut Garner and Hafez (2008) rata-rata ph semen yang normal adalah 6,4-7,8. Persentase viabilitas spermatozoa semen segar adalah 92,12 ± 1,42%. Nilai viabilitas tersebut masih termasuk dalam kisaran normal dan tergolong tinggi seperti hasil penelitian Pratiwi, Pamungkas, Affandhy dan Hartati (2006) menunjukkan persentase viabilitas spermatozoa semen segar 93,5 ± 2,1%, sedangkan hasil pengamatan abnormalitas spermatozoa semen segar adalah 5,54 ± 3,59%. Nilai abnormalitas tersebut tergolong rendah karena kurang dari 20%. Jika didapatkan nilai abnormalitas spermatozoa lebih dari 20% hal ini menunjukkan kualitas semen yang rendah dan tidak layak untuk proses lebih lanjut baik pembekuan semen ataupun proses sexing (Hafez and Hafez, 2008). Nilai konsentrasi semen yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 1437,50 ± 450,31x10 6 /ml yang menunjukkan bahwa nilai konsentrasi tersebut tergolong normal, karena menurut Garner and Hafez (2008) konsentrasi spermatozoa sapi adalah 800x10 6 sampai 2000x10 6 /ml, dengan jumlah spermatozoa per ejakulasi 5x x10 9. Proporsi spermatozoa X dan Y pada semen segar didapatkan hasil yaitu spematozoa X sebesar 54,60 ± 10,76% dan spermatozoa Y sebesar 45,40 ± 10,76%. Hasil tersebut didapatkan dengan cara mengukur besar kepala spermatozoa. Spermatozoa X adalah spermatozoa yang mempunyai besar kepala di atas rata-rata dan spermatozoa Y adalah spermatozoa yang mempunyai besar kepala dibawah rata-rata (Saili, 1999). Pengamatan proporsi spermatozoa dalam penelitian ini tidak menunjukkan hasil perbandingan 50% spermatozoa X dan 50% spermatozoa Y, tetapi menurut hasil perhitungan statistik dengan chi-square menunjukkan menunjukkan bahwa perbandingan 54,60% dan 45,40% tidak berbeda nyata (P>0,05) atau dapat dikatakan hasil pengukuran tersebut sama dengan teori bahwa rasio spermatozoa X dan Y yaitu 50 : 50. Graves (1994) berpendapat bahwa perbandingan spermatozoa X dan Y yang dihasilkan dari proses spermatogenesis pada fase meiosis yang secara normal adalah 1 : 1, sehingga masing-masing mempunyai besar peluang yang sama untuk membentuk embryo jantan dan embryo betina. Hasil pengamatan persentase motilitas spermatozoa didapatkan rataan persentase motilitas spermatozoa setelah proses sexing menggunakan gradien 3

4 densitas albumin putih telur dengan 10% pada lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing pada inkubasi 10 dan 20 menit seperti tercantum pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rataan Persentase Motilitas Spermatozoa Setelah Proses Sexing Atas (%) 57,00 ± 4,83 a 57,00 ± 4,83 a Bawah (%) 55,00 ± 7,07 a 52,25 ± 6,71 b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada satu baris yang sama menunjukkan perbedaan Pada Tabel 2 diatas, lapisan atas pada Inkubasi 10 menit tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit. Sedangkan di lapisan bawah pada inkubasi 10 menit berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah pada inkubasi 20 menit. Pada inkubasi 10 menit, persentase motilitas spermatozoa di lapisan atas tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan bawah. Sedangkan pada inkubasi 20 menit persentase motilitas spermatozoa di lapisan atas tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan bawah. Pada inkubasi 10 menit, lapisan atas memiliki rataan persentase motilitas spermatozoa lebih tinggi dibandingkan pada lapisan bawah. Begitupun pada inkubasi 20 menit, lapisan atas memiliki rataan persentase motilitas yang lebih tinggi daripada lapisan bawah. Pada lapisan atas diduga sebagai spermatozoa X dan pada lapisan bawah diduga sebagai spermatozoa Y. Hasil yang didapatkan tersebut diduga disebabkan karena spermatozoa pada lapisan bawah melewati 3 gradein densitas albumin putih telur dengan tiga konsentrasi albumin putih telur yaitu 10%, 30% dan 50%. Semakin tinggi konsentrasi albumin putih telur menyebabkan viskositas larutan meningkat yang menyebabkan gerak dari spermatozoa terhambat dan membutuhkan tenaga ekstra untuk menembus gradien yang berisi konsentrasi albumin putih telur, hal ini sesuai dengan pendapat Sianturi dkk. (2004) bahwa kesulitan pergerakan spermatozoa untuk menembus gradien akan membutuhkan energi lebih banyak untuk dikeluarkan sehingga berakibat pada penurunan motilitas. Sedangkan pada inkubasi 20 menit menghasilkan rataan persentase motilitas spermatozoa lapisan bawah lebih kecil dibandingkan dengan lapisan bawah pada inkubasi 10 menit. Keadaan ini diduga karena semakin lama proses inkubasi akan membuat spermatozoa bergerak lebih lama dalam menembus konsentrasi albumin putih telur, hal tersebut berhubungan dengan jumlah penggunaan energi bagi pergerakan spermatozoa. Spermatozoa yang banyak menggunakan energi maka akan menurun pula nilai persentase motilitasnya bahkan tidak bergerak sama sekali (Saili, 1999). Hasil pengamatan persentase viabilitas spermatozoa didapatkan rataan persentase viabilitas spermatozoa setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan 10% pada lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing pada inkubasi 10 dan 20 menit seperti tercantum pada Tabel 3 berikut. 4

5 Tabel 3. Rataan Persentase Viabilitas Spermatozoa Setelah Proses Sexing Atas (%) 93,30 ± 4,03 89,87 ± 4,77 Bawah (%) 92,90 ± 2,04 93,51 ± 2,27 Pada Tabel 3 diatas, lapisan atas (P>0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit. Begitupula di lapisan bawah inkubasi 20 menit. Pada inkubasi 10 menit, persentase viabilitas spermatozoa di lapisan atas sama tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan bawah. Demikian juga pada inkubasi 20 menit persentase viabilitas spermatozoa di lapisan atas juga tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan bawah. Viabilitas spermatozoa setelah proses sexing menggunakan pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% pada inkubasi 10 menit, lapisan atas memiliki rataan persentase viabilitas spermatozoa lebih tinggi dibandingkan pada lapisan bawah. Hasil ini berbeda dengan rata-rata persentase viabilitas pada inkubasi 20 menit, lapisan atas memiliki rataan persentase viabilitas yang lebih rendah daripada lapisan bawah. Tetapi hal ini masih dikatakan normal seperti hasil penelitian Pratiwi dkk. (2006) bahwa sexing menggunakan pengencer trisaminomethane kuning telur menghasilkan viabilitas spermatozoa pada lapisan atas 85% dan lapisan bawah 84,7% sedangkan dalam penelitian ini masih dalam kisaran diatas >80%. Keadaan ini diduga karena 10% mampu menyediakan lingkungan yang optimal bagi spermatozoa dan melindungi membran sehingga permeabilitas membran tetap normal dan tidak rusak. Pengencer CEP-2 mengandung sorbitol, yang berperan meningkatkan osmolaritas media pengencer dan sebagai sumber energi cadangan yang baik layaknya cauda epididimis sapi, yang mampu menyimpan spermatozoa selama 45 hari (Verberckmoes et al., 2004). Gambar spermatozoa hidup dan mati hasil pewarnaan eosin-negrosin pada saat pengamatan terdapat pada Gambar 1 berikut. Gambar 1. Hasil Pengamatan Viabilitas Spermatozoa Setelah Proses Sexing Keterangan: A: Spermatozoa hidup; B: Spermatozoa mati 5

6 Pengamatan viabilitas spermatozoa menggunakan pewarna eosin-negrosin. Spermatozoa yang menyerap warna manandakan spermatozoa tersebut mati, sedangkan spermatozoa yang tidak menyerap warna atau berwarna jernih berarti spermatozoa itu hidup. Spermatozoa yang mati permeabilitas membrannya meningkat yang mengakibatkan zat warna eosin-negrosin dengan mudah melintasi membran spermatozoa dan masuk ke dalam spermatozoa, sedangkan spermatozoa yang hidup permeabilitas membrannya tetap normal sehingga eosin-negrosin tidak dapat melintasi membran spermatozoa. Hasil pengamatan persentase abnormalitas spermatozoa didapatkan rataan persentase abnormalitas spermatozoa setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% pada lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing pada inkubasi 10 dan 20 menit seperti tercantum pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rataan Persentase Abnormalitas Spermatozoa Setelah Proses Sexing Atas (%) 6,82 ± 3,74 a 9,59 ± 3,46 b Bawah (%) 8,76 ± 4,26 a 8,45 ± 3,51 a Keterangan: Superskrip yang berbeda pada satu baris yang sama menunjukkan perbedaan Pada Tabel 4 diatas, lapisan atas pada inkubasi 10 menit berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit. Sedangkan pada lapisan bawah inkubasi 20 menit. Keadaan ini juga terjadi pada inkubasi 10 menit di lapisan atas tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan bawah, serta pada inkubasi 20 menit di lapisan atas juga tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lapisan bawah. Hasil pengamatan rataan abnormalitas spermatozoa setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% berada pada kisaran normal karena tidak lebih dari 20% (Susilawati, 2011; Toelihere, 1993). Menurut Hafez and Hafez (2008) apabila jumlah spermatozoa abnormal sangat tinggi maka akan menurunkan tingkat fertilitas spermatozoa. Hal tersebut menunjukkan bahwa media pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% menghasilkan abnormalitas spermatozoa hasil sexing sama seperti media pengencer tris-aminomethane kuning telur. Kuning telur telah lama digunakan dalam pengencer semen untuk memberikan perlindungan ekstraseluler spermatozoa selama penyimpanan pada suhu rendah karena kuning telur mengandung lesitin dan lipoprotein. Komponen penyusun kuning telur berupa cairan sebanyak 59,7-60,6%, tersusun dari 34,8-37,8% protein, dan lipid sebesar 62,4-65,2% (Liu et al, 2005). Mekanisme kerja lesitin dalam mempertahankan kualitas spermatozoa yaitu dengan jalan menyelubungi membran plasma. Lesitin dan lipoprotein yang terdapat pada kuning telur memiliki molekul-molekul besar yang tidak dapat melewati membran sel spermatozoa dan memiliki fungsi untuk melindungi dan mempertahankan lipoprotein penyusun membran spermatozoa (Susilawati, 2002; White, 1993). Gambar spermatozoa normal dan abnormal hasil pewarnaan eosin-negrosin pada saat pengamatan terdapat pada Gambar 2 berikut. 6

7 Gambar 2. Hasil Pengamatan Abnormalitas Spermatozoa Setelah Proses Sexing Keterangan: A: Spermatozoa normal; B: Spermatozoa abnormal Pengamatan abnormalitas spermatozoa difokuskan pada bagian kepala, leher, dan ekor yang abnormal. Adapun abnormalitas spermatozoa terbagi menjadi dua macam yaitu abnormalitas primer meliputi kepala tanpa ekor, ekor ganda, macrocephalus, microcephalus dan ekor melingkar, sedangkan abnormalitas sekunder meliputi tidak ada ekor, kerusakan ekor, ekor melipat, kepala tanpa ekor atau sebaliknya. Hasil pengamatan konsentrasi spermatozoa didapatkan rataan konsentrasi spermatozoa setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% pada lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing pada inkubasi 10 dan 20 menit seperti tercantum pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Rataan Konsentrasi Spermatozoa Setelah Proses Sexing Atas (10 6 /ml) 732 ± 241,15 a 768 ± 243,67 a Bawah (10 6 /ml) 527 ± 141,27 b 517 ± 146,59 b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan Pada Tabel 5 diatas, lapisan atas (P>0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit. Begitupula di lapisan bawah inkubasi 20 menit. Sedangkan pada inkubasi 10 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah dan pada inkubasi 20 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah. 7 Konsentrasi spermatozoa pada inkubasi 10 menit lapisan atas yang diduga spermatozoa X lebih tinggi daripada lapisan bawah yang diduga spermatozoa Y. Demikian pula pada inkubasi 20 menit, konsentrasi pada lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawah. Hal ini diduga karena perbedaan motilitas antara spermatozoa X dan Y yang menyebabkan ketidaksamaan distribusi spermatozoa. Spermatozoa X lebih lambat bergerak dikarenakan pula memiliki besar kepala

8 yang lebih besar daripada spermatozoa Y (Hafez and Hafez, 2008). Spermatozoa X berusaha menembus gradien densitas albumin putih telur pada lapisan tengah tetapi tidak mampu atau hanya sedikit yang dapat mencapai lapisan tengah, sehingga sebagian besar tetap berada pada lapisan atas. Sedangkan spermatozoa Y mempunyai sifat lebih progresif, lebih mudah bergerak menembus gradien densitas albumin putih telur pada lapisan tengah dan lapisan bawah, sehingga spermatozoa Y tersebar pada lapisan atas, tengah dan bawah. Ketidakmerataan distribusi spermatozoa juga dapat dikarenakan tingginya volume gradien sehingga spermatozoa sulit mencapai dasar tabung (Udrayana, 2009). Hasil pengamatan total spermatozoa motil didapatkan rataan total spermatozoa motil setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% pada lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing pada inkubasi 10 dan 20 menit seperti tercantum pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Rataan Total Spermatozoa Motil Setelah Proses Sexing Atas (10 6 /ml) 209,08 ± 73,08 a 219,23 ± 70,93 a Bawah (10 6 /ml) 144,68 ± 40,62 b 135,68 ± 45,51 b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan Pada Tabel 6 diatas, lapisan atas (P>0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit. Begitupula di lapisan bawah inkubasi 20 menit. Sedangkan pada inkubasi 10 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah dan pada inkubasi 20 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah. Total spermatozoa motil pada lapisan atas yang diduga sebagai spermatozoa X lebih tinggi daripada lapisan bawah yang diduga sebagai spermatozoa Y baik diinkubasi 10 menit maupun 20 menit. Hal ini sesuai dengan tingginya konsentrasi spermatozoa pada lapisan atas dibandingkan dengan konsentrasi spermatozoa pada lapisan bawah dikarenakan perbedaan motilitas spermatozoa X dan spermatozoa Y, tingginya volume dan konsentrasi gradien albumin putih telur (Susilawati, 2002). Hasil pengamatan proporsi spermatozoa X dan Y didapatkan rataan proporsi spermatozoa X dan Y setelah proses sexing menggunakan gradien densitas albumin putih telur dengan 10% pada lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing pada inkubasi 10 dan 20 menit seperti tercantum pada Tabel 7 dan Tabel 8 berikut. 8

9 Tabel 7. Rataan Proporsi Spermatozoa X Setelah Proses Sexing Atas (%) 71,50 ± 2,88 a 72,30 ± 2,06 a Bawah (%) 29,80 ± 3,12 b 29,10 ± 4,25 b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan Pada Tabel 7 diatas, lapisan atas (P>0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit dan di lapisan bawah pada inkubasi 10 menit tidak berbeda nyata inkubasi 20 menit. Sedangkan pada inkubasi 10 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah dan pada inkubasi 20 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah. Tabel 8. Rataan Proporsi Spermatozoa Y Setelah Proses Sexing Atas (%) 28,50 ± 2,88 a 27,70 ± 2,06 a Bawah (%) 70,20 ± 3,12 b 70,90 ± 4,25 b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan Pada Tabel 8 diatas, lapisan atas (P>0,05) dengan lapisan atas pada inkubasi 20 menit dan di lapisan bawah pada inkubasi 10 menit tidak berbeda nyata inkubasi 20 menit. Sedangkan pada inkubasi 10 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah dan pada inkubasi 20 menit di lapisan atas berbeda nyata (P<0,05) dengan lapisan bawah. Proporsi spermatozoa X dan Y pada inkubasi 10 menit dan 20 menit tidak mengalami perbedaan yang nyata. Hasil pengamatan dalam waktu inkubasi 10 menit dan 20 menit yang membedakan adalah proporsi spermatozoa X terdapat pada lapisan atas sedangkan spermatozoa Y terdapat pada lapisan bawah. Menurut Hafez (2008) hal ini disebabkan oleh perbedaan massa dan ukuran kepala spermatozoa, yaitu spermatozoa Y lebih kecil daripada spermatozoa X, sehingga berdampak langsung terhadap pergerakan spermatozoa Y yang lebih cepat dan 9 mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi untuk menembus konsentrasi gradien albumin putih telur. Persentase spermatozoa Y tertinggi pada lapisan bawah dalam waktu inkubasi 20 menit. Hal ini diduga spermatozoa Y semakin lama waktu inkubasi yang dilakukan akan membuat pergerakan menembus konsentrasi gradien putih telur akan optimal. Dan pernyataan tersebut sama bagi spermatozoa X yang cenderung lebih banyak proporsinya dalam waktu inkubasi 20 menit tetapi pada lapisan yang berbeda yaitu pada lapisan atas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafez and Hafez (2008) bahwa besar kepala spermatozoa X lebih besar daripada spermatozoa Y yang memungkinkan spermatozoa Y dapat menembus kebawah yaitu ke lapisan bawah. Dapat disimpulkan bahwa proporsi spermatozoa X dan Y tertinggi pada inkubasi 20 menit, walaupun hasil tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi 20 menit tidak berpengaruh terhadap proporsi spermatozoa X dan Y, kemudian

10 telah mampu dalam mempertahankan kualitas spermatozoa tetap baik. Gambar pengukuran panjang dan lebar kepala spermatozoa hasil pewarnaan eosin-negrosin pada saat pengamatan terdapat pada Gambar 3 berikut. Gambar 3. Hasil Pengamatan Proporsi Spermatozoa X dan Y Setelah Proses Sexing Keterangan: A: Pengukuran panjang kepala spermatozoa; B: Pengukuran lebar kepala spermatozoa KESIMPULAN DAN SARAN Didapatkan bahwa persentase motilitas, viabilitas, abnormalitas, konsentrasi dan total spermatozoa motil setelah proses sexing dalam inkubasi 10 menit maupun inkubasi 20 menit secara umum mengalami penurunan jika dibandingkan dengan semen segar dan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas dan proporsi spermatozoa X dan Y setelah proses sexing. Proporsi spermatozoa X dan Y setelah proses sexing tertinggi terdapat pada perlakuan inkubasi 20 menit yaitu dengan nilai spermatozoa X sebesar 72,3 ± 2,06% pada lapisan atas dan spermatozoa Y sebesar 70,9 ± 4,25% pada lapisan bawah. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap pembekuan semen setelah proses sexing dan aplikasi semen beku setelah proses sexing pada ternak betina. DAFTAR PUSTAKA Bianchi, N.O Sex Determination in Mammals. How Many Genes Are Involves?. Biology of Reproduction 44: De, Jonge C.J., S.P. Flaherty, A.M. Barness, N.J. Swann and Mathew Failure of multitube sperm swim up for pre selection fertility and sterility 6: Garner, D.L. and E.S.E. Hafez Spermatozoa and Seminal Plasma. Reproduction in Farm Animals ed by E.S.E. Hafez 7 th Edition. Blackwell Publishing Professional USA: Graves, J.A.P Mammalian Sex Determining Genes in the Differences Between The sexes. Cambridge University Press: Hafez, E.S.E Preservation and Cryopreservation of Gamet and Embryos. Reproduction in Farm Animal ed by E.S.E. Hafez 7 th Edition. Blackwell Publishing Professional USA: Hafez, E.S.E. and B. Hafez X and Y 10

11 Chromosome Bearing Spermatozoa. Reproduction in Farm Animals ed by E.S.E. Hafez 7 th Edition. Blackwell Publishing Professional USA: Liu, L.Y., M.H. Yang, J.H. Lin and M.H. Lee Lipid Profile and Oxidative Stability of Commercial Egg Product. Journal of Food and Drug Analysis 13: Pratiwi, W.C., D. Pamungkas, L. Affandhy dan Hartati Evaluasi Kualitas Spermatozoa Hasil Sexing pada Kemasan Straw Dingin yang Disimpan pada Suhu 5 C selama 7 Hari. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Verteriner 2006: Saili, T Efektifitas Penggunaan Albumin Sebagai Medium Separasi dalam Upaya Mengubah Rasio Alamiah Spermatozoa Pembawa Kromosom X dan Y Pada Sapi. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastrosupadi, A Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisus. Yogyakarta. Sianturi, R.G., P. Situmorang, E. Triwulaningsih, T. Sugiarti dan D.A. Kusumaningrum Pengaruh Isobutil Metilxantina (IMX) dan Waktu Pemisahan terhadap Kualitas dan Efektivitas Pemisahan Spermatozoa dengan Metode Kolom Albumin Telur. JITV. 9.4: Suciptawati, N.L.P Metode Statistika Nonparametrik. Udayana University Press. Bali. Susilawati, T Sexing Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah Menggunakan Gradien Putih Telur. Widya Agrika 10: Susilawati, T Spermatology. UB Press. Malang. ISBN: Toelihere, M.R Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Udrayana, S.B Proteksi Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah Menggunakan Fosfatidil dalam Proses Sexing dengan Gradien BSA dan Pembekuan. Disertasi Program Studi Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Verberckmoes, S., A. Van Soom, J. Dewulf and A. De Kruif Comparison of Three Diluents For The Storage of Fresh Bovine Semen. Journal Theriogenology White, I.G Lipid and Calcium Uptake of Sperm in Relation Cold Shock and Preservation: A. Review. Reproduction and Fertility Development 5:

PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C

PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C Feri Eka Wahyudi 1), Trinil Susilawati 2) dan Nurul Isnaini 2) 1)

Lebih terperinci

THE COMPARITION OF MOTILITY AND PROPORTION OF SEXING AND WITHOUT SEXING SPERMS OF ONGOLE CROSS-BRED BULL

THE COMPARITION OF MOTILITY AND PROPORTION OF SEXING AND WITHOUT SEXING SPERMS OF ONGOLE CROSS-BRED BULL PERBANDINGAN MOTILITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA SEXING DAN TANPA SEXING PADA SEMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) Prinsner Umbu Njukambani, Enike Dwi Kusumawati, Waluyo Edi Susanto Fakultas Peternakan, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE PENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE PADA PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI LIMOUSIN SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG Rahman Maulana 1), Nurul Isnaini 2 dan

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA PENGENCER YANG BERBEDA SELAMA PENDINGINAN

KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA PENGENCER YANG BERBEDA SELAMA PENDINGINAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA PENGENCER YANG BERBEDA SELAMA PENDINGINAN Veronica Devita Bunga Wiratri, Trinil Susilawati dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SANTAN

KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SANTAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SANTAN Pramudya Annisa Firdausi, Trinil Susilawati dan Sri Wahyuningsih Bagian Produksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Sentrifugasi, Sexing Gradien Densitas Percoll, Kualitas Spermatozoa, Proporsi Spermatozoa, CEP-2+10%KT ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : Sentrifugasi, Sexing Gradien Densitas Percoll, Kualitas Spermatozoa, Proporsi Spermatozoa, CEP-2+10%KT ABSTRACT PENGARUH LAMA SENTRIFUGASI TERHADAP KUALITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA X-Y SAPI LIMOUSIN HASIL SEXING DENGAN GRADIEN DENSITAS PERCOLL MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2+10%KT Fatahillah 1), Trinil Susilawati 2)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA

MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA (CEP-2) PADA LAMA DAN SUHU SIMPAN YANG BERBEDA Philipus Pati Pelang Sekosi, Enike

Lebih terperinci

PROPORSI X DAN Y, VIABILITAS DAN MOTILITAS SPERMATOZOA DOMBA SESUDAH PEMISAHAN DENGAN PUTIH TELUR

PROPORSI X DAN Y, VIABILITAS DAN MOTILITAS SPERMATOZOA DOMBA SESUDAH PEMISAHAN DENGAN PUTIH TELUR PROPORSI X DAN Y, VIABILITAS DAN MOTILITAS SPERMATOZOA DOMBA SESUDAH PEMISAHAN DENGAN PUTIH TELUR THE PROPORTION OF X AND Y, VIABILITY AND MOTILITY OF RAM SPERMATOZOA SEPARATED USING ALBUMEN Mohammad Takdir

Lebih terperinci

Proporsi X dan Y, Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Domba Sesudah Pemisahan dengan Albumin Putih Telur

Proporsi X dan Y, Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Domba Sesudah Pemisahan dengan Albumin Putih Telur Proporsi X dan Y, Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Domba Sesudah Pemisahan dengan Albumin Putih Telur Moh. Takdir 1, Ismaya 2, Sigit Bintara 2 dan M. Syarif 3 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER M Fajar Agustian, M Nur Ihsan dan Nurul Isnaini Bagian Produksi Ternak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP 2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI KUNING TELUR

KUALITAS SEMEN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP 2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI KUNING TELUR KUALITAS SEMEN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP 2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI KUNING TELUR Ani Atul Arif 1), Trinil Susilawati 2), Sri Wahyuningsih 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH AIR KELAPA MERAH YANG MUDA DAN TUA SEBAGAI PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

PENGARUH AIR KELAPA MERAH YANG MUDA DAN TUA SEBAGAI PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA PENYIMPANAN DINGIN PENGARUH AIR KELAPA MERAH YANG MUDA DAN TUA SEBAGAI PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Mugiyati 1), Muhamad Ade Salim 1), Nurul Isnaini 2) dan Trinil Susilawati 2)

Lebih terperinci

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN (Artificial Insemination Using Sexing of Semen After Freezing) TRINIL SUSILAWATI Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRACT Alternative

Lebih terperinci

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI Oleh : Abdul Rhochim NIM. 135050100111049 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS SPERMATOZOA HASIL SEXING PADA KEMASAN STRAW DINGIN YANG DISIMPAN PADA SUHU 5 C SELAMA 7 HARI

EVALUASI KUALITAS SPERMATOZOA HASIL SEXING PADA KEMASAN STRAW DINGIN YANG DISIMPAN PADA SUHU 5 C SELAMA 7 HARI EVALUASI KUALITAS SPERMATOZOA HASIL SEXING PADA KEMASAN STRAW DINGIN YANG DISIMPAN PADA SUHU 5 C SELAMA 7 HARI (Evaluation on Sexed Sperm Quality in Chilling Straw Which was Kept Chilling at 5 C Along

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA SEMEN SEXING MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PUTIH TELUR DENGAN PENGENCER YANG BERBEDA

MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA SEMEN SEXING MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PUTIH TELUR DENGAN PENGENCER YANG BERBEDA MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA SEMEN SEXING MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PUTIH TELUR DENGAN PENGENCER YANG BERBEDA Enike Dwi Kusumawati, Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, YanPiterson Umbu Lele

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C (Observation on Sperm Quality

Lebih terperinci

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT (Artificial Insemination Application Using Sexed Sperm in West Sumatera) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN dan BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Dedi Muhammad 1), Trinil Susilawati 2), Sri Wahjuningsih 2) ABSTRAK

Dedi Muhammad 1), Trinil Susilawati 2), Sri Wahjuningsih 2)   ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN CEP-2 DENGAN SUPLEMENTASI KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SAPI FH (FRISIAN HOLSTEIN) KUALITAS RENDAH SELAMA PENYIMPANAN SUHU 4-5 O C Dedi Muhammad 1), Trinil Susilawati 2),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA SAPI PO HASIL SEXING DENGAN TEKNIK SENTRIFUGASI MENGGUNAKAN GRADIEN PUTIH TELUR DALAM BEBERAPA IMBANGAN Tris-buffer: SEMEN

KUALITAS SPERMATOZOA SAPI PO HASIL SEXING DENGAN TEKNIK SENTRIFUGASI MENGGUNAKAN GRADIEN PUTIH TELUR DALAM BEBERAPA IMBANGAN Tris-buffer: SEMEN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI PO HASIL SEXING DENGAN TEKNIK SENTRIFUGASI MENGGUNAKAN GRADIEN PUTIH TELUR DALAM BEBERAPA IMBANGAN Tris-buffer: SEMEN (The Sexed Sperm Quality of PO Cattle Using Centrifugation

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA 81 Buana Sains Vol 12 No 1: 81-86, 2012 PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA Fitrik dan N. Supartini PS. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Yulianto Nugroho 1), Trinil Susilawati 2), dan Sri Wahjuningsih 2)

Yulianto Nugroho 1), Trinil Susilawati 2), dan Sri Wahjuningsih 2) KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI KUNING TELUR DAN SARI BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava) Yulianto Nugroho 1), Trinil Susilawati

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN CAIR SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SARI KEDELAI

KUALITAS SEMEN CAIR SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SARI KEDELAI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN MENGGUNAKAN PENGENCER CEP-2 DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SARI KEDELAI Nanang Sugiarto, Trinil Susilawati, Sri Wahyuningsih Bagian Produksi

Lebih terperinci

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C IDEAL GLUCOSE DOSAGE ON EGG YOLK PHOSPHATE BUFFER FOR MAINTAINING SEMEN TURKEYS QUALITY IN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya PENGARUH PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN (BSA) DENGAN PUTIH TELUR DALAM PENGENCER DASAR Cep-2 TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER PADA SIMPAN DINGIN Ayu Sulvi Istanty 1), M. Ade Salim 1), Nurul Isnaini

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TAHUN I PROGRAM VUCER MULTITAHUN

LAPORAN AKHIR TAHUN I PROGRAM VUCER MULTITAHUN LAPORAN AKHIR TAHUN I- 2009 PROGRAM VUCER MULTITAHUN PENGUATAN AGRIBISNIS PEMBIBITAN KAMBING MELALUI APLIKASI MANAJEMEN KELEMBAGAAN UKM, INOVASI MANAJEMEN REPRODUKSI DAN PRODUKSI SERTA TEKNOLOGI PROSES

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

SEPARASI SPERMATOZOA X DAN Y MENGGUNAKAN LEVEL ALBUMIN YANG BERBEDA SEBAGAI MEDIA PEMISAH SPERMATOZOA BABI

SEPARASI SPERMATOZOA X DAN Y MENGGUNAKAN LEVEL ALBUMIN YANG BERBEDA SEBAGAI MEDIA PEMISAH SPERMATOZOA BABI Jurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: 37-43 ISSN : 2355-9942 SEPARASI SPERMATOZOA X DAN Y MENGGUNAKAN LEVEL ALBUMIN YANG BERBEDA SEBAGAI MEDIA PEMISAH SPERMATOZOA BABI (SEPARATION X AND

Lebih terperinci

Nisa us Sholikah, Nurul Isnaini, Aulia Puspita Anugra Yekti, Trinil Susilawati

Nisa us Sholikah, Nurul Isnaini, Aulia Puspita Anugra Yekti, Trinil Susilawati Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 7-15 ISSN: 0852-3681 E-ISSN: 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Pengaruh penggantian Bovine Serum Albumin (BSA) dengan putih telur pada pengencer

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

Motility of Spermatozoa Brahman Bull in CEP-D Diluent with Egg Yolk Suplementation of Gallus sp. of Hisex Brown Strain during Refrigerator Storage

Motility of Spermatozoa Brahman Bull in CEP-D Diluent with Egg Yolk Suplementation of Gallus sp. of Hisex Brown Strain during Refrigerator Storage ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Motilitas Spermatozoa Sapi Brahman dalam Pengencer CEP-D dengan Suplementasi Kuning Telur Ayam (Gallus sp.) Strain Hisex Brown Selama Penyimpanan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT Penelitian ini dilaksanakan di BBIB Singosari yang berada di Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin Media Peternakan, April 2004, hlm. 16-20 ISSN 0126-0472 Vol. 27 N0. 1 Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin F. Afiati Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jl. Raya Bogor

Lebih terperinci

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN EPIDIDIMIS, ABNORMALITAS SPERMATOZOA DAN VOLUME SEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (The

Lebih terperinci

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 72-76 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) Enike Dwi Kusumawati, Henny Leondro, Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Trinil Susilawati,

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and

Lebih terperinci

OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA

OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA (Observation of Chilled Semen Quality of the Ongole Crossbred Cattle at Different

Lebih terperinci

Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 10 No. 2, September 2016 P-ISSN : X; E-ISSN :

Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 10 No. 2, September 2016 P-ISSN : X; E-ISSN : P-ISSN : 1978-225X; E-ISSN : 2502-5600 PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA PENGENCER CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI DAN PUTIH TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR SAPI LIMOUSIN SELAMA PENDINGINAN The Substitution

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 43-48 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI BALI HASIL SEPARASI DALAM KOLOM ALBUMIN BSA (Bovine Serum Albumin)

PROPORSI DAN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI BALI HASIL SEPARASI DALAM KOLOM ALBUMIN BSA (Bovine Serum Albumin) PROPORSI DAN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI BALI HASIL SEPARASI DALAM KOLOM ALBUMIN BSA (Bovine Serum Albumin) NI MADE ANDRY KARTIKA ABSTRAK Fakultas Peternakan Univ. Nahdlatun Wathan Mataram e-mail : andry.

Lebih terperinci

Proporsi Spermatozoa Y Hasil Pemisahan Dengan Fraksi Albumen Telur dan Lama Penyimpanan Semen Domba Lokal

Proporsi Spermatozoa Y Hasil Pemisahan Dengan Fraksi Albumen Telur dan Lama Penyimpanan Semen Domba Lokal Proporsi Spermatozoa Y Hasil Pemisahan Dengan Fraksi Albumen Telur dan Lama Penyimpanan Semen Domba Lokal Tedi Akhdiat 1 1 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya Intisari

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN Abdul Rhochim 1), Muhammad Ade Salim 2), Nurul Isnaini 3) dan Trinil

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP Cindy Alvionita* Siti Darodjah Rasad** Nurcholidah Solihati** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA Enike Dwi Kusumawati dan Henny Leondro Fakultas Peternakan Universitas Kanjuruhan Malang Email: enikedwikusumawati@ymail.com

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

Motilitas Spermatozoa Sapi Brahman dengan Berbagai Konsentrasi dalam Pengencer CEP-D yang Disimpan dalamrefrigerator

Motilitas Spermatozoa Sapi Brahman dengan Berbagai Konsentrasi dalam Pengencer CEP-D yang Disimpan dalamrefrigerator ISSN: Fiqri dkk.: 2252-3979 Motilitas spermatozoa sapi brahman 1 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Motilitas Spermatozoa Sapi Brahman dengan Berbagai Konsentrasi dalam Pengencer CEP-D yang

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Proporsi Sperma Pembawa Kromosom X-Y dan Kualitas Semen Kambing Peranakan Etawah...Rina Ferlianthi

Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Proporsi Sperma Pembawa Kromosom X-Y dan Kualitas Semen Kambing Peranakan Etawah...Rina Ferlianthi PENGARUH LAMA INKUBASI TERHADAP PROPORSI SPERMA PEMBAWA KROMOSOM X-Y DAN KUALITAS SEMEN KAMBING PERANAKAN ETAWAH EFFECT OF INCUBATION TIME ON PROPORTION OF SPERM X-Y CHROMOSOME AND QUALITY OF ETAWAH CROSSBREED

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING

ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING Analysis Quality of Simmental Semen Using Andromed Extender with Variations of Pre Freezing

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SEGAR DAN PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL PADA UMUR YANG BERBEDA

KUALITAS SEMEN SEGAR DAN PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL PADA UMUR YANG BERBEDA KUALITAS SEMEN SEGAR DAN PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL PADA UMUR YANG BERBEDA Annisa Nyuwita 1), Trinil Susilawati 2), Nurul Isnaini 2) Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C (MOTILITY AND VIABILITY SPERMATOZOA OF CHICKEN IN DILUENTGLUCOSE EGG YOLK PHOSPHAT IN STORAGE3-5

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG THE INFLUENCE OF AGE AND SEMEN COLLECTION FREQUENCY ON THE VOLUME

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

KORELASI KADAR ph SEMEN SEGAR DENGAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

KORELASI KADAR ph SEMEN SEGAR DENGAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG KORELASI KADAR ph SEMEN SEGAR DENGAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG (CORRELATION OF ph OF FRESH SEMEN WITH SEMEN QUALITY OF LIMOUSIN BULL IN LEMBANG ARTIFICIAL INSEMINATION

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015. 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015. Berlokasi di Laboratorium Reproduksi, Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI

Lebih terperinci

Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen

Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen The Effect of Diluent Combination of Soy Extract and Tris on the Microscopic Quality

Lebih terperinci

Effect of Quality Chilled Semen of Cross Bred Goat (Nubian and Ettawa) which Dilluted with Skim Milk and Yolk Citrate Extender

Effect of Quality Chilled Semen of Cross Bred Goat (Nubian and Ettawa) which Dilluted with Skim Milk and Yolk Citrate Extender Pengaruh Pengencer Susu Skim dengan Sitrat Kuning Telur dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Semen Kambing Persilangan Nubian dengan Peranakan Ettawa Effect of Quality Chilled Semen of Cross Bred Goat

Lebih terperinci

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 10 (1):52-58 ISSN 1410 5020 Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer Quality of Semen Crossbreed Boer Goat M. Hartono Universitas Lampung ABSTRACT The research was

Lebih terperinci

J. Ternak Tropika Vol. 15, No.1:

J. Ternak Tropika Vol. 15, No.1: PENGARUH WAKTU SIMPAN SEMEN SEGAR DENGAN PENGENCER ANDROMED PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER Try Puji Sri Lestari, M. Nur Ihsan dan Nurul Isnaini Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, April 2017, Vol. 17 No. 1 : ISSN

J. Sains & Teknologi, April 2017, Vol. 17 No. 1 : ISSN J. Sains & Teknologi, April 2017, Vol. 17 No. 1 : 96 102 ISSN 1411-4674 PENGARUH ALBUMIN TELUR MEDIUM SEXING TERHADAP MOTILITAS, PERESENTASE HIDUP, DAN ABNORMALITAS SPERMATOZO Y SETELAH PEMBEKUAN PADA

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL YANG DIKOLEKSI DENGAN INTERVAL YANG BERBEDA DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL YANG DIKOLEKSI DENGAN INTERVAL YANG BERBEDA DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL YANG DIKOLEKSI DENGAN INTERVAL YANG BERBEDA DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG (THE QUALITY OF FRESH SEMEN OF SIMMENTAL BULLS COLLECTED WITH DIFFERENT INTERVAL AT THE

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SPERMATOZOA SAPI BALI SETELAH SEXING MENGGUNAKAN METODE KOLOM ALBUMIN DENGAN LAMA WAKTU SEXING YANG BERBEDA

KARAKTERISTIK SPERMATOZOA SAPI BALI SETELAH SEXING MENGGUNAKAN METODE KOLOM ALBUMIN DENGAN LAMA WAKTU SEXING YANG BERBEDA KARAKTERISTIK SPERMATOZOA SAPI BALI SETELAH SEXING MENGGUNAKAN METODE KOLOM ALBUMIN DENGAN LAMA WAKTU SEXING YANG BERBEDA Sunarti 1), Takdir Saili 2) dan La Ode Nafiu 2) 1) Alumnus Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMA SAPI BEKU DALAM MEDIA TRIS KUNING TELUR DENGAN KONSENTRASI RAFFINOSA YANG BERBEDA

KUALITAS SPERMA SAPI BEKU DALAM MEDIA TRIS KUNING TELUR DENGAN KONSENTRASI RAFFINOSA YANG BERBEDA KUALITAS SPERMA SAPI BEKU DALAM MEDIA TRIS KUNING TELUR DENGAN KONSENTRASI RAFFINOSA YANG BERBEDA (Quality of Cattle Sperm Cryopreserved in Tris Egg Yolk With Several Concentration of Raffinose) MUHAMMAD

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C

PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C (The Effect of Combination Egg Wolk with Coconut Water on

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental M. Adhyatma, Nurul Isnaini dan Nuryadi Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot badan pejantan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p 126 133 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KUALITAS SEMEN BERDASARKAN UMUR PADA SAPI JANTAN JAWA (Semen Quality of Java Bull at

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci