KAJIAN PEMBUATAN GAMBIR BUBUK DARI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) KERING MENGGUNAKAN SPRAY DRYER. Oleh : PRAMITA SARI ANUNGPUTRI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PEMBUATAN GAMBIR BUBUK DARI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) KERING MENGGUNAKAN SPRAY DRYER. Oleh : PRAMITA SARI ANUNGPUTRI F"

Transkripsi

1 KAJIAN PEMBUATAN GAMBIR BUBUK DARI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) KERING MENGGUNAKAN SPRAY DRYER Oleh : PRAMITA SARI ANUNGPUTRI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 KAJIAN PEMBUATAN GAMBIR BUBUK DARI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) KERING MENGGUNAKAN SPRAY DRYER SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : PRAMITA SARI ANUNGPUTRI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi Nama Nim : Kajian Pembuatan Gambir Bubuk Dari Daun Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Kering Menggunakan Spray Dryer : Pramita Sari Anungputri : F Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. St. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen, Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP Tanggal Lulus : Agustus 2010

4 Pramita Sari Anungputri. F Kajian Pembuatan Gambir Bubuk dari Daun Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Kering Menggunakan Spray Dryer. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Gumbira Sa id RINGKASAN Gambir merupakan ekstrak getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria Gambir Roxb.) yang telah dikeringkan. Komponen kimia utama yang terdapat dalam gambir yaitu katekin dan tanin. Kedua senyawa kimia tersebut menyebabkan gambir memiliki kegunaan dan nilai tambah yang tinggi. Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor gambir tertinggi di dunia. Kegiatan ekspor gambir Indonesia mengalami beberapa kendala yang disebabkan oleh mutu gambir yang kurang baik dan tidak seragam. Dilain pihak, proses ekstraksi yang dilakukan oleh masyarakat kurang mendukung untuk menghasilkan gambir dengan mutu yang tinggi. Penundaan pengolahan daun gambir segar dapat menyebabkan penurunan mutu gambir yang dihasilkan. Proses ekstraksi gambir harus dikaji lebih lanjut untuk menemukan cara yang tepat agar menghasilkan gambir dengan mutu yang lebih baik. Pengeringan terhadap daun gambir merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu daun gambir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jenis dan konsentrasi pelarut terhadap rendemen, kadar katekin, dan mutu gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut organik serta mengetahui pengaruh perbedaan umur simpan daun gambir kering terhadap mutu gambir bubuk. Proses ekstraksi daun gambir kering dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu penghancuran daun gambir menggunakan Hammer Mill, ekstraksi pelarut pada suhu 50 0 C selama 90 menit pada Shaker Waterbath, maserasi selama 3 x 24 jam, penyaringan, dan pengeringan menggunakan Spray Dryer. Jenis pelarut yang digunakan yaitu etanol, metanol, dan isopropanol pada konsentrasi 100%, 75%, dan 50%. Pengaruh perbedaan umur simpan daun gambir kering dilakukan dengan ekstraksi daun gambir kering menggunakan pelarut etanol 96% pada waktu ekstraksi minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke- 4. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rendemen gambir yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa pelarut etanol pada konsentrasi 75% memberikan rendemen gambir tertinggi (13,43%). Jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap rendemen gambir yang dihasilkan, sedangkan konsentrasi pada setiap pelarut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen gambir. Analisis terhadap kadar katekin produk menunjukan bahwa kadar katekin tertinggi diperoleh pada pelarut isopropanol 100% (93,47% db). Kadar katekin terkecil terdapat pada gambir yang diekstrak dengan pelarut etanol 50% (24,36% db). Jenis pelarut dan konsentrasi pada setiap pelarut memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar katekin gambir bubuk. Ekstraksi dengan pelarut etanol, metanol, dan isopropanol pada konsentrasi 100% menghasilkan gambir mutu 1. Ekstraksi dengan pelarut isopropanol 75% menghasilkan gambir mutu 2. Sedangkan ekstraksi dengan pelarut etanol dan metanol pada konsentrasi 75% dan

5 50%, serta isopropanol pada konsentrasi 50% belum memenuhi persyaratan mutu gambir yang ditetapkan. Analisis mutu gambir bubuk menunjukan bahwa gambir bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air antara 3,47% sampai 6,23%, kadar abu antara 0,54% db sampai 4,66% db, kadar bahan tidak larut dalam air antara 13,04% db sampai 37,93% db, kadar bahan tidak larut dalam alkohol antara 3,96% db sampai 11,96% db, dan memiliki warna kuning kecoklatan hingga coklat kehijauan. Kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut dalam alkohol, dan warna yang terdapat pada gambir bubuk sudah memenuhi persyaratan gambir Mutu 1, sedangkan kadar bahan tidak larut dalam air pada gambir bubuk belum memenuhi persyaratan gambir yang telah ditentukan. Perbedaan umur simpan daun gambir kering memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada waktu penyimpanan daun selama satu bulan. Proses pengeringan daun gambir segar merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu daun gambir. Kadar katekin gambir bubuk berada antara 65,05% db sampai 67,39% db, kadar air antara 3,08% sampai 5,46%, kadar abu 1,53% db sampai 1,89% db, kadar bahan tidak larut dalam air antara 21,23% db sampai 24,16% db, kadar bahan tidak larut dalam alkohol antara 2,01% db sampai 3,51% db, dan memiliki warna kuning kecoklatan. Mutu dari kadar bahan tidak larut dalam air yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan mutu gambir, sedangkan mutu gambir lainnya memenuhi persyaratan gambir Mutu 1.

6 Pramita Sari Anungputri. F Study of Gambier Powder Production from Dried Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Leaves Using Spray Dryer. Supervised by Khaswar Syamsu and Gumbira Sa'id SUMMARY Gambier is the sap of dried leaves and twigs extracts of gambier plant (Uncaria gambir Roxb.) The main chemical components contained in gambier are catechin and tannin. Both of these chemical compounds contribute to the usefulness and high added value. Indonesia is the highest producer and exporter of gambier in the world. Indonesian gambier export has some problems caused by low and different quality of gambier. On the other hand, extraction that has been done by local people did not support to produce high quality of gambier. Delay in fresh leaf gambier extraction can cause the decreasing of gambier quality. The further study of gambier extraction must be done to find the right method to produce high quality of gambier. Drying leaves is one method to keep the quality of gambier. This study aims to determine the influence of type and concentration solvent for the yield, catechin content, and the quality of gambier powder that are extracted by organic solvents from dried gambier leaves, and to measure the effect of difference shelf-life in the quality of gambier powder. The extraction of dried gambier leaves had been done by some stages, that were reduction gambier leaves size using Hammer Mill, solvent extraction in Shaker Waterbath at 50 0 C for 90 minutes, maceration for 3 x 24 hours, filtering, and drying using Spray Dryer. Type of solvent used were ethanol, methanol, and isopropanol at concentration 100%, 75%, and 50%. The effect of difference shelf-life had been done by using ethanol 96% at initial week, first week, second week, third week, and fourth week. Based on calculations on yield gambier, it were obtain that ethanol at a concentration of 75% gave the highest yield gambier (13,43%). Type of solvent significantly affected the yield of gambier, whereas the concentration in each solvent did not affect significantly to the yield of gambier. Analysis of catechin content in the product showed that the highest levels of catechin was obtained in the solvent isopropanol 100% (93.47% db), and the lowest of catechin content in the solvent was ethanol 50% (24,36% db). Solvent type and concentration of each solvent gave a significant effect on the concentration of catechin in gambier powder. The extraction used ethanol, methanol, dan isopropanol at concentration 100% gave the first quality of gambier. The extraction used isopropanol 75% gave the second quality of gambier. Whereas, the extraction used etanol and methanol at 75% and 50%, and also isopropanol at 50% is not qualified. Quality analysis of gambier powder showed that the product had water content from 3,47% to 6,23%, ash content was from 0,54% db to 4,66% db, insoluble material in water content was from 13,04% db to 37,93% db, insoluble material in alcohol content was from 3,96% db to 11,96% db, and had brownish yellow color to greenish brown color. Water content, ash content, insoluble material in alcohol content, and color of gambier powder had qualified as the first quality of gambier, whereas the content of insoluble material in water was not qualified.

7 The effect of difference shelf-life for dried gambier leaves had not been significantly different for a month. Drying process of fresh gambier leaves was one method to maintain the quality of gambier leaves. Catechin content in the product was from 65,05% db to 67,39% db, water content was from 3,08% to 5,46%, ash content was from 1,53% db to 1,895 db, insoluble material in water content was from 21,23% db to 24,16% db, insoluble material in alcohol content was from 2,01% db to 3,51% db, and had brownish yellow color. The quality of insoluble material in water content is not qualified, whereas catechin content, water content, ash content, insoluble material in alcohol content, and color of that product had qualified as the first quality of gambier.

8 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Kajian Pembuatan Gambir Bubuk Dari Daun Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Kering Menggunakan Spray Dryer adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya. Bogor, Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan Pramita Sari Anungputri F

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang tanggal 18 September 1988, penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Anung Riyanta dan Entin Fatimah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di TK Harapan Ibu, tahun 1993 di TK Rodathul Alfa Conggeang, penulis melanjutkan ke SD N Cibubuan 2 tahun Pada tahun 2000, penulis melanjutkan ke SMP N 2 Conggeang dan lulus tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjukan pendidikannya ke SMA N 1 Sumedang dan lulus tahun Penulis diterima di program sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), tahun 2007 penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Analisis Bahan dan Produk Angroindustri (2008), Asisten Praktikum Bioproses (2009), Asisten Praktikum Peralatan Industri Pertanian (2010), dan pernah mengajar kimia pada salah satu Bimbingan Belajar Mahasiswa TPB ( ). Pada saat menjalani kegiatan akademik, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan menjadi pengurus oraganisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) pada departemen Industri tahun , pengurus Forum Bina Islami Fateta divisi Public Relation and Information tahun dan divisi Power of Akhwat tahun Selain itu, penulis juga aktif sebagai pengurus di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) WAPEMALA sebagai Bendahara pada tahun Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2009 di PT. Sawit Mas Sejahtera, Sinar Mas Group, dengan topik Mempelajari Proses Produksi Minyak Kelapa Sawit PT Sawit Mas Sejahtera, PKS Pangkalan Panji, Banyuasin, Sumatera Selatan. Penulis melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana tahun 2010 dengan judul Kajian Pembuatan Gambir Bubuk Dari Daun Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Kering Menggunakan Spray Dryer.

10 KATA PENGANTAR Puji dan sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, ridho serta karunia-nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Kajian Pembuatan Gambir Bubuk Dari Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Kering Menggunakan Spray Dryer. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian penulis selama empat bulan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian ataupun penulisan skripsi, yaitu kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. St, selaku pembimbing akademik pertama penulis yang telah banyak membantu serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama penelitian ataupun penulisan skripsi. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MADev, selaku pembimbing akademik kedua penulis yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk bergabung bersama Tim Peneliti Gambir, serta telah membantu penulis baik dalam pelaksanaan penelitian ataupun penyusunan skripsi. 3. Bapak Ir. Muslich, MSi, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi. 4. Bapak Ir. Alexie Heryandi, MT., Uni Nur Afni Evalia SP, MM, dan Kak Aditya Hadiwijoyo SPt, selaku Tim Peneliti Gambir serta sahabat bagi penulis yang telah meluangkan waktu dan membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi serta memotivasi penulis dalam berbagai hal. 5. Ayah, Ibu, Kakek, Nenek beserta Adik-adik dan Keluarga penulis yang telah banyak membantu, memberikan dorongan, motivasi, serta doa bagi penulis baik selama penelitian dan penyusunan skripsi ataupun diluar hal tersebut. i

11 6. Teman-teman satu Tim Peneliti Gambir, yaitu Oktavia Lestari, Resa Denasta Syarif, dan Shanty Raharjo Pratama yang telah membantu penulis, memotivasi penulis, serta menemani dan menjalani suka duka penelitian bersama-sama. 7. Teman-teman satu bimbingan, yaitu Siti Sartika Hardiyanti dan Akbar Jamalludin Arsyad atas motivasi serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Teman-teman Harmony 2, yaitu Ikrima Nurny dan Nurmameta Ganesya yang telah memberikan dorongan, motivasi serta menemani penulis baik selama pelaksanaan penelitian, penulisan skripsi, ataupun di luar hal tersebut. 9. Bapak dan Ibu Laboran Departemen TIN yang telah membantu penulis selama penelitian beserta teman-teman yang melaksanakan penelitian bersama-sama dengan penulis pada Laboratorium Departemen TIN yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. 10. Kepada seluruh teman-teman penulis yang telah membantu penulis, memberikan masukan serta motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang dapat membantu dalam memperbaikinya. Demikian Skripsi ini penulis susun, mudah - mudahan dapat memberikan banyak manfaat kepada semua pihak yang membacanya. Bogor, Agustus 2010 Penulis ii

12 DAFTAR ISI Kata Pengantar.. Daftar Isi... Daftar Gambar.. Daftar Tabel.. Daftar Lampiran... I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Tujuan... C. Ruang Lingkup.. II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambir.... B. Komponen Kimia Gambir..... C. Proses Pembuatan Gambir.. D. Ekstraksi Pelarut. E. Pengeringan.... III METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan... B. Waktu dan Tempat Penelitian... C. Tata Laksana Penelitian.. D. Analisis Produk.. E. Rancangan Percobaan..... IV HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Karakterisasi Awal Bahan.. B. Pembuatan Produk.. C. Analisis Mutu Produk..... D. Pengaruh Umur Simpan Daun Gambir Kering. V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... B. Saran... Halaman i iii v viii xi iii

13 DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN iv

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Halaman Bentuk Berbagai Jenis Gambir... 6 Struktur Kimia Catechin Struktur Kimia Tanin.. 9 Struktur Kimia Pyrocatechol.. 9 Struktur Kimia Quarsetin Proses Penghancuran Daun Gambir Kering Menggunakan Hammer Mill Proses Ekstraksi Daun Gambir Kering pada Shaker Waterbath Proses Maserasi Daun Gambir Kering selama 72 jam Proses Pengeringan Ekstrak Daun Gambir Kering Menggunakan Spray Dryer Diagram Alir Pembuatan Gambir Bubuk Grafik Rendemen Gambir Bubuk Berdasarkan Pada 23 Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Daun Gambir Segar Grafik Kadar Katekin Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik 26 Grafik Kadar Tanin Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Grafik Kadar Air Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Grafik Kadar Abu Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik.. 32 Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk dalam Konsentrasi dan Jenis Pelarut yang Berbeda Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis v

15 Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Pelarut Organik.. Grafik Nilai Whiteness Gambir Bubuk Berdasarkan Pada Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik. Warna Gambir Bubuk Pada Setiap Konsentrasi Jenis Pelarut Organik.. Grafik Perbandingan Kadar Katekin Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan Grafik Perbandingan Kadar Abu Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan Grafik Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Grafik Kadar Katekin Gambir Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Grafik Kadar Tanin Gambir Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Grafik Kadar Air Gambir Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Grafik Kadar Abu Gambir Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Grafik Tingkat Whiteness Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.... Proses Sonifikasi Pada Pengujian Kadar Katekin... Spektrofotometer Ultraviolet untuk Mengukur Kadar Katekin... Spektrofotometer HACH untuk Mengukur Kadar Tanin... Proses Penyaringan Bahan Tidak Larut Alkohol vi

16 Gambar 35. Gambar 36. Gambar 37. Manggunakan Vacuum Pump... Colerimeter Colertech Untuk Mengukur Warna Gambir... Kurva Standar Katekin.. Kurva Standar Tanin vii

17 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Table 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Standar Muru Gambir Indonesia..... Komponen-Komponen yang Terdapat Dalam Daun Gambir.. Kandungan Proksimat Daun Gambir Kering.. Mutu Gambir Bubuk Pada Setiap Jenis Gambir. Mutu Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data Rendemen Gambir Bubuk. Tabel Analisis Ragam Rendemen Gambir Tabel Pengukuran Standar Katekin Hasil Pengukuran Katekin Gambir Bubuk..... Tabel Analisis Ragam Kadar Katekin Gambir Bubuk.... Tabel Pengukuran Standar Tanin Hasil Pengukuran Kadar Tanin Gambir Bubuk.. Tabel Analisis Ragam Kadar Tanin Gambir Bubuk... Hasil Pengukuran Kadar Air Gambir Bubuk.. Tabel Analisis Ragam Kadar Air Gambir Bubuk... Hasil Pengukuran Kadar Abu Gambir Bubuk. Tabel Analisis Ragam Kadar Abu Gambir Bubuk.. Hasil Pengukuran Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Gambir Bubuk.... Tabel Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Gambir Bubuk. Hasil Pengukuran Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Gambir Bubuk. Tabel Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Gambir Bubuk. Hasil Pengukuran Warna Gambir Bubuk... Tabel Analisis Ragam Nilai Whiteness Gambir Bubuk.. Halaman viii

18 Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30. Tabel 31. Tabel 32. Tabel 33. Tabel 34. Tabel 35. Tabel 36. Tabel 37. Data Rendemen Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.... Tabel Analisis Ragam Rendemen Gambir Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Data Kadar Katekin Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Tabel Analisis Ragam Kadar Katekin Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Data Kadar Tanin Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Tabel Analisis Ragam Kadar Tanin Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering. Data Kadar Air Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Tabel Analisis Ragam Kadar Air Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Data Kadar Abu Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Tabel Analisis Ragam Kadar Abu Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Data Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Tabel Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Tabel Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering ix

19 Tabel 38 Tabel 39 Data Hasil Pengukuran Warna Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering.. Tabel Analisis Ragam Nilai Whiteness Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering x

20 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Halaman Prosedur Analisis Proksimat. 58 Prosedur Analisis Produk.. 61 Data dan Hasil Analisis Ragam Rendemen Gambir Bubuk 67 Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Katekin Gambir Bubuk Perhitungan Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) Kadar Katekin Gambir Bubuk Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Tanin Gambir Bubuk Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Air Gambir Bubuk 76 Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Gambir Bubuk 78 Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Data dan Hasil Analisis Warna Gambir Bubuk Data dan Hasil Analisis Ragam Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Katekin Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Tanin Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Air Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Gambir Bubuk xi

21 Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering... Data dan Hasil Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Data dan Hasil Analisis Ragam Warna Pada Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering xii

22 I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gambir adalah ekstrak getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang telah dikeringkan. Gambir memiliki dua komponen kimia yang terpenting yaitu katekin dan tanin. Kedua senyawa kimia tersebut menyebabkan gambir memiliki banyak kegunaan dan nilai tambah yang tinggi. Kegunaan gambir diantaranya adalah sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, obat penyakit hati, penetralisir nikotin, penawar racun alkaloid dan logam, sebagai zat warna alami, senyawa astringen, dan sebagai zat penyamak kulit (Nazir, 2000). Indonesia merupakan produsen gambir terbesar di dunia. Tanaman gambir banyak tumbuh di daerah Sumatera. Luas perkebunan gambir di Pulau Sumatera mencapai kurang lebih hektar. Sekitar 66% dari luas perkebunan tersebut berada di Sumatera Barat (BPS, 2008). Luasnya perkebunan gambir di Sumatera Barat menjadikan Sumatera Barat sebagai sentra produksi gambir di Indonesia, dengan produksi gambir sebesar 90% dari total produksi gambir di Indonesia (Gumbira-Sa id, et al., 2009 a ). Indonesia merupakan negara pengekspor gambir terbesar di dunia. Negara-negara tujuan ekspor gambir Indonesia diantaranya adalah India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, Filipina, Australia, dan Singapura. India merupakan negara tujuan ekspor gambir terbanyak, yaitu sekitar 84 % dari total volume ekspor gambir Indonesia (Gumbira-Sa id, et al., 2009 a ). Volume dan nilai ekspor gambir Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 jumlah ekspor gambir Indonesia adalah 7,975,891 kg dengan nilai US$ 8,281,991, tahun 2007 adalah 13,589,649 kg dengan nilai US$ 22,871,209, tahun 2008 adalah 16,465,264 kg dengan nilai US$ 33,581,647 dan tahun 2009 meningkat hingga mencapai 18,297,760 kg dengan nilai US$ (Badan Pusat Statistik, 2006, 2007, 2008, dan 2009). Kegiatan ekspor gambir Indonesia mengalami beberapa kendala yang diakibatkan oleh mutu gambir yang kurang baik dan tidak seragam. Penyebab 1

23 permasalahan tersebut diantaranya adalah sistem pengolahan gambir di rumah kempa yang kurang baik sehingga menghasilkan gambir dengan mutu yang rendah (Nazir, 2002). Adanya kendala tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dari negara pengimpor gambir sehingga mengurangi jumlah impor gambir Indonesia. Dalam menanggulangi masalah tersebut, diperlukan teknologi tepat guna yang dapat memperbaiki mutu gambir Indonesia. Mutu gambir ditentukan berdasarkan kandungan katekin yang terkandung di dalamnya. Dalam produksi gambir, mutu gambir yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu bahan baku berupa daun dan ranting gambir. Usia daun dan ranting gambir mempengaruhi kandungan katekin yang terdapat didalamnya. Daun gambir muda memiliki kandungan katekin yang lebih tinggi dibandingkan daun yang tua. Selain itu, mutu gambir yang dihasilkan dipengaruhi oleh penanganan yang dilakukan terhadap daun gambir. Daun gambir yang telah dipanen harus segera diolah, karena penundaan pengolahan terhadap daun dan ranting gambir segar dapat mengurangi mutu gambir yang dihasilkan (Gumbira-Said et al., 2009 a ). Proses ekstraksi gambir yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan secara tradisional yaitu melalui proses perebusan daun dan ranting gambir segar, pengempaan, pengendapan, penirisan, pencetakan dan pengeringan dibawah sinar matahari. Proses pengolahan tersebut dilakukan di rumah kempa yang terdapat di tengah-tengah perkebunan gambir pada daerah perbukitan yang jauh dari sarana transportasi dan tidak terjangkau oleh fasilitas listrik. Pengeringan merupakan salah satu proses penghilangan kadar air yang terdapat dalam bahan. Proses pengeringan yang dilakukan terhadap daun gambir segar diharapkan dapat menjaga mutu dan kuantitas dari komponen yang terdapat dalam daun gambir, terutama katekin dan tanin. Dengan adanya pengeringan terhadap daun gambir segar diharapkan dapat menanggulangi masalah penurunan mutu gambir yang disebabkan karena adanya penumpukan daun gambir segar setelah pemanenan dan penundaan waktu pengolahan daun gambir segar. Dilain pihak, proses ekstraksi terhadap daun gambir kering diharapkan dapat menghasilkan produk gambir dengan mutu baik. 2

24 Proses pengeringan terhadap daun gambir segar dapat mempermudah penanganan daun dalam transportasi menuju pabrik pengolahan gambir yang jauh dari perkebunan gambir tanpa adanya kekhawatiran terhadap penurunan mutu daun gambir. Dengan demikian, daun gambir yang telah dikeringkan dapat diolah pada pabrik pengolahan gambir dengan menggunakan teknologi pengolahan yang lebih baik. Proses pengolahan daun gambir kering telah dilakukan pada pabrik pengolahan gambir milik perusahaan India (Gumbira-Said et.al., 2009 b ). Adanya pabrik ini menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk menjual daun gambir segar daripada mengolah daun gambir pada rumah kempa. Hal ini menyebabkan berkurangnya nilai tambah yang didapatkan oleh petani gambir. Adanya pengetahuan terhadap proses pengolahan daun gambir kering yang dapat diterapkan pada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah yang didapat oleh petani gambir. Selain itu, perbaikan proses ekstraksi daun gambir diharapkan dapat memperbaiki mutu gambir yang dihasilkan. Ekstraksi menggunakan pelarut terhadap daun gambir kering merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengekstrak getah daun gambir yang memiliki komponen utama berupa polifenol, yaitu katekin dan tanin. Perbaikan terhadap proses pengeringan cairan ekstrak gambir dilakukan dengan menggunakan alat pengering semprot (Spray Dryer). Pada umumnya, pengeringan gambir yang dilakukan oleh petani gambir dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Pengeringan tersebut memerlukan waktu tiga sampai lima hari dengan hasil yang kurang baik, yaitu permukaan gambir menjadi hitam (Irwan dan Adjar, 2002). Spray Dryer merupakan alat untuk mengeringkan bahan cairan menjadi bubuk. Pengeringan dengan menggunakan pengering semprot (Spray Dryer) memiliki kelebihan, yaitu dapat digunakan untuk mengeringkan senyawa yang labil terhadap panas (Koswara, 2006). Di lain pihak, pengeringan ekstrak gambir menggunakan Spray Dryer lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan yang dilakukan di bawah sinar matahari serta tidak menyebabkan warna gambir menjadi hitam. Pengeringan gambir menjadi bentuk bubuk menggunakan Spray Dryer diharapkan dapat menjaga 3

25 mutu dari warna dan komponen kimia gambir yang sangat rentan terhadap pengaruh panas serta dapat menambah nilai jual gambir. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan jenis dan konsentrasi pelarut terbaik yang dapat menghasilkan gambir bubuk dari daun gambir kering dengan kadar katekin yang tinggi. 2. Mengetahui pengaruh dari jenis dan konsentrasi pelarut terhadap mutu gambir bubuk yang dihasilkan. 3. Mengetahui pengaruh dari penyimpanan daun gambir kering terhadap mutu gambir bubuk yang dihasilkan. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini adalah pembuatan gambir dalam bentuk bubuk dari daun gambir kering yang diekstrak dengan menggunakan pelarut organik berupa etanol, metanol, dan isopropanol pada konsentrari 50%, 75%, dan 100%, dan pembuatan gambir bubuk dari daun gambir kering yang telah mengalami penyimpanan terlebih dahulu dalam rentang waktu satu minggu, dua minggu, tiga minggu, dan empat minggu setelah dikeringkan dengan menggunakan pelarut etanol 96%, serta analisis mutu gambir bubuk yang dihasilkan. 4

26 II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu tanaman penghasil getah (alkaloid) yang mengandung senyawa kimia berupa Catechine, asam tannat (tanin), Flouresine, Quercetine, lendir, lemak dan lilin (Suherdi, 1995). Tanaman gambir termasuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman gambir adalah seperti pohon bougenvile, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang tua bisa mencapai 45 cm. Daun gambir bernebtuk oval hingga bulat dengan panjang 8-14 cm dan lebar 4-6,5 cm. Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut (Nazir, 2000): Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub-klas : Monocotyledonae Ordo : Rubiales Famili : Rubiceae Genus : Uncaria Spesies : Uncaria gambir Roxb. Secara alami tanaman gambir dapat tumbuh pada semua tanah yang memiliki diantara ph 4.8 dan 5.5 di daerah yang memiliki ketinggian antara meter di atas permukaan laut dengan intensitas sinar matahari terbuka sekitar %, kelembaban berkisar antara 70-85%, suhu berkisar antara o C serta memiliki curah hujan ± 3300 mm/tahun (Hadad et al., 2007). Gambir umumnya sudah dapat dipanen pada umur 1,5 tahun tergantung pada tingkat pertumbuhannya. Pemanenan dilakukan dengan memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang potongan berkisar pada cm dari ujung daun atau 5 cm dari pangkal batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). 5

27 Gambir adalah ekstrak getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang telah dikeringkan. Kegunaan gambir diantaranya adalah sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, obat penyakit hati, penetralisir nikotin, penawar racun alkaloid dan logam, sebagai zat warna alami, senyawa astringen, dan sebagai zat penyamak kulit. (Nazir, 2000). Menurut Gumbira-Said et al., (2009 a ), berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir yang diproduksi di Indonesia dibedakan menjadi gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan stick. Gambir bootch berbentuk tabung silinder, namun karena perubahan bentuk akibat proses pengeringan, maka gambir bootch kering tidak memiliki bentuk silinder yang merata. Gambir lumpang menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder tetapi memiliki cekungan seperti lumpang pada salah satu ujung silinder. Gambir coin menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder, namun gambir coin memiliki ukuran tinggi yang lebih kecil sehingga tampak seperti coin. Gambir wafer block adalah gambir asalan (berupa gambir bootch atau gambir lumpang) yang diproses ulang dan dicetak berbentuk balok. Gambir stick serupa dengan gambir wafer block yang berbentuk balok dan seragam, namun bahan baku yang digunakan adalah daun dan ranting tanaman gambir, bukan gambir asalan seperti pada gambir wafer block. Bentuk dari jenis-jenis gambir tersebut diperlihatkan pada Gambar 1. a b c d e Gambar 1. Bentuk Berbagai Jenis Gambir (Gumbira-Sa id, et al., 2009 a ). a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch; d. Gambir lumpang; e. Gambir wafer block 6

28 Menurut Risfaheri et al. (1993), mutu gambir diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu Mutu I, II, dan III. Gambir Mutu I harus memiliki kandungan katekin minimal 40 %, Mutu II 30 %, dan Mutu III 20%. Sedangkan dalam perdagangan di Indonesia, mutu gambir ditentukan berdasarkan SNI (Tabel 1). Tabel 1. Standar Mutu Gambir Indonesia (SNI ) No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Mutu II 1. a. Bentuk - Utuh Utuh b. Warna - Kuning kecoklatan Kuning kehitaman c. Bau - Khas Khas 2. Kadar Air b/b (%) Maks. 14 Maks Kadar Abu b/b (%) Maks. 5 Maks Kadar Katekin b/b (%) Min. 60 Min a. Kadar bahan tidak b/b (%) Maks. 7 Maks. 10 larut dalam air b. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol b/b (%) Maks. 12 Maks. 16 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000) B. KOMPONEN KIMIA GAMBIR Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun tanaman gambir. Ekstrak tersebut mengandung asam catechin (memberikan pasca rasa manis enak), asam catechu tanat (memberikan rasa pahit), dan quercetine (pewarna kuning) (Tarwiyah, 2001). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa yang khas serta warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Sedangkan katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada keadaan kering berbentuk krital berwarna kuning. Menurut Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Nazir (2000), ekstrak gambir mengandung beberapa komponen yaitu catechin, asam catechu tannat, 7

29 quarsetin, catechu merah, gambir flouresin, abu, lemak dan lilin. Komponen yang terdapat dalam gambir diperlihatkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Komponen-Komponen yang Terdapat Dalam Daun Gambir No Nama komponen Jumlah (%) 1 Catechin Asam catechutannat Pyrocathecol Gambir flouresensi Red Catechu Quersetin Fixed oil Lilin Alkaloid Sedikit Sumber : Thorpe & Whiteley (1921) dalam Nazir (2000) 1. Catechin Catechin (C 15 H 14 O 6 ) atau biasa disebut asam catechoat (Gambar 2) termasuk dalam struktur flavanoid, tidak berwarna dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat. Catechin hampir tidak larut dalam alkohol, benzen dan eter. Apabila catechin dipanaskan pada suhu C atau dipanaskan pada larutan alkalikarbonat, maka akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi asam catechu tannat (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Gambar 2. Struktur Kimia Catechin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000) 8

30 2. Asam Catechu Tannat Asam catechu tannat (C 15 H 12 O 5 ) atau tanin merupakan anhidrat dari catechin dengan struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 3. Asam catechu tannat merupakan serbuk berwarna coklat kemerah-merahan, cepat larut dalam air dingin, alkohol, dan tidak berwarna dalam larutan timah asetat (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). 3. Pyrocatechol Gambar 3. Struktur Kimia Tanin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000) Pyrocatechol (C 6 H 6 O 2 ) memiliki nama lain, yaitu 1,2-benzediol, 1,2-dihidroksi benzen, atau asam pirocatechoat. Struktur kimia Pyrocatechol dapat dilihat pada Gambar 4. Pyrocatechol merupakan hasil penguraian dari zat-zat lain seperti katekin dan bisa larut dalam air, alkohol, ether, benzen, klorofom, dan larut baik dalam piridin, serta larutannya bersifat basa (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Menurut Hepworth, et. al. (2002), pyrocatechol dapat dibentuk dari 2- hydroxybenzaldehide melalui reaksi Dankin yang melibatkan oksidasi pada larutan alkali dengan adanya hidrogen peroksida. Gambar 4. Struktur Kimia Pyrocatechol (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000) 9

31 4. Gambir Flourensi Gambir flourensi merupakan bagian kecil dari gambir yang memberikan flouresensi berwarna yang hijau (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). 5. Catechu merah Catechu merah adalah gambir yang memberikan warna merah (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). 6. Quersetin Quersetin (C 15 H 10 O 6 ) yaitu suatu zat yang berwarna kuning yang terdapat dalam tumbuhan dan berupa turunan flavanol. Quersetin disebut juga sebagai melatin atau superheretin dan larut dalam asam asetat galsial yang memberikan warna kuning serta larut dalam air dan alkohol (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Struktur kimia Quersetin dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur Kimia Quarsetin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000) 7. Fixed Oil Fixed oil merupakan minyak yang sukar menguap (Thorpe Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). & 8. Lilin Lilin merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol. Dalam gambir lilin terletak pada lapisan permukaan daun gambir (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). 10

32 9. Alkaloid. Gambir mengandung tujuh macam alkaloid, yaitu dihidro gambirtaninna, gambidina, gambirtanina, gambirina, isogambirina, auroparina, dan oksogambirtanina (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). C. PROSES PEMBUATAN GAMBIR Gambir komersial diperoleh melalui pengolahan daun gambir segar dengan metoda perebusan, pengepresan, dan pengeringan padatan (Risfaheri et al., 1993). Penanganan terhadap daun yang akan digunakan untuk ekstraksi berpengaruh pada kadar katekin gambir seperti yang terjadi pada penundaan daun gambir selama dua hari yang berpengaruh pada menurunnya kadar katekin dan rendemen proses ekstraksi daun dan ranting gambir (Eaton dan Bishop, 1926 dalam Gumbira-Said et al., 2009 a ). Terdapat dua cara pengolahan gambir, yaitu cara pribumi dan cara Cina. Pengolahan gambir cara pribumi terdiri dari tahap perebusan daun dan ranting, pengempaan bahan dengan alat kempa. Getah yang diperoleh dari hasil pengempaan selanjutnya diendapkan dan ditiriskan hingga membentuk pasta. Pasta tersebut dicetak dengan cetakan bambu dan kemudian dikeringkan (Nazir, 2000). Pada pengolahan gambir cara Cina, daun gambir dipisahkan dari rantingnya dan dicuci dahulu sebelum direbus. Daun direbus selama setengah jam, selama perebusan daun diaduk dan dimemarkan dengan kayu. Ekstrak yang ada dipisahkan dan daun direbus kembali. Ekstrak yang diperoleh dipanaskan untuk menguapkan airnya sehingga menjadi lebih kental. Ekstrak kental tersebut disaring dengan kain halus, kemudian ditaruh ditempat teduh sampai suhunya turun menjadi 35 0 C. Ekstrak kental tersebut dimasukkan ke dalam kain kasar dan dilakukan penirisan sekitar 22 jam hingga menghasilkan bongkahan yang padu. Bongkahan tersebut dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan dijemur di bawah sinar matahari (Disbun Tingkat 1 Sumbar, 1997). 11

33 D. EKSTRAKSI PELARUT Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen - komponen dalam campuran. Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat (Bernasconi et al., 1995). Untuk mendapatkan kinerja ekstraksi yang tinggi, maka bahan padat yang akan diekstrak perlu memiliki permukaan yang seluas mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan memperkecil ukuran bahan ekstraksi. Pada ukuran bahan yang kecil, lintasan-lintasan kapiler yang harus dilalui secara difusi menjadi lebih pendek sehingga dapat mengurangi tahanannya (Bernasconi et al., 1995). Risfaheri dan Yanti (1994) melakukan penelitian terhadap ekstraksi daun gambir yang memperlihatkan bahwa daun yang diiris menghasilkan rendemen gambir yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun utuh. Hal ini dimungkinkan karena pengecilan ukuran akan memperluas permukaan olah, memecah sel dan jaringan daun, sehingga pada waktu pengempaan ekstrak gambir mudah keluar. Proses ekstraksi satu tahap, yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelaut satu kali, pada umumnya tidak memungkinkan untuk melarutkan seluruh ekstrak yang terdapat dalam bahan padat. Hal ini disebabkan adanya kesetimbangan antara ekstrak yang terlarutkan dan ekstrak yang masih tertinggal dalam bahan ekstraksi. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak (Bernasconi et al., 1995). Dalam ekstraksi padat-cair, harus terdapat cukup banyak pelarut untuk melarutkan semua zat terlarut yang terkandung di dalam zat padat yang masuk, dan tidak ada adsorpsi zat terlarut di dalam zat padat, kesetimbangan akan tercapai bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam zat cair 12

34 dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini dapat tercapai dengan mudah ataupun sulit tergantung pada struktur zat padat (Mc Cabe, Smith, dan Harriot, 1999). Jerez, et al. (2009) melakukan ekstraksi terhadap komponen fenol yang terdapat pada pine bark dan menghasilkan kondisi optimum pada rasio antara padatan dan pelarut 1 : 5, pada temperatur 50 0 C selama 90 menit. Sedangkan, Pambayun et al. (2007), melakukan ekstraksi fenol dari gambir dengan maserasi selama 3 x 24 jam yang terlebih dahulu dilakukan homogenisasi menggunakan shaker water bath selama satu jam. E. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengeluaran kandungan air bahan hingga mencapai kandungan air tertentu agar kecepatan kerusakan bahan dapat diperlambat (Suharto, 1991). Pengeringan merupakan proses penurunan kandungan air suatu bahan sampai kadar yang diinginkan melalui operasi pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara simultan. Proses pengeringan dapat terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu proses pengeringan berdasarkan suhu dan tekanan dalam ruang pengering dan berdasarkan mekanisme pindah panas (Sumarsono, 2004). Alat pengering semprot (Spray Dryer) merupakan suatu alat pengering yang menggunakan proses pengeringan secara konvektif dengan menggunakan udara panas sebagai sarana pindah panas untuk menghilangkan dan menguapkan air. Proses pengeringan pada Spray Dryer dapat dikelompokan menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan kabut, pengeringan, dan pemisahan serbuk yang dihasilkan (Mujumdar, 2000). Spray Dryer dilakukan dalam sebuah menara berbentuk silinder. Bahan yang dapat mengalir disemprotkan secara kontinu ke dalam aliran udara panas. Pada saat penghamburan, cairan yang akan dipisahkan segera menguap. Udara dan bahan yang dikeringkan dipisahkan satu dari yang lain dalam alat pemisah (Bernasconi et al., 1995). Alat pengering semprot dipakai untuk mengeringkan bahan yang berbentuk larutan kental (viscous) serta berbentuk pasta (cream). Larutan yang 13

35 akan dikeringkan dimasukan ke dalam injektor pneumatik melalui lubang kecil (nozzle), larutan tersebut dikabutkan dan masuk ke dalam ruang pengering. Arah pergerakan udara panas di dalam ruang pengering dapat searah dan dapat pula berlawanan arah dengan arah jatuhnya bahan. Media pemanas pada alat pengering semprot berupa udara panas yang dipanaskan menggunakan elemen heater listrik atau menggunakan bahan bakar dengan bantuan heat exchanger (Suharto, 1991). Prinsip dalam pengeringan menggunakan Spray Dryer adalah larutan disemprotkan menuju ke ruang pengering. Cairan diatomisasi menggunakan lubang kecil (nozzle), butiran cairan kontak secara mendadak dengan udara panas dalam ruang pengering. Hasil evaporasi yang cepat mengandung suhu butiran yang rendah sehingga suhu pengeringanan yang tinggi dapat digunakan tanpa mempengaruhi mutu produk. Suhu produk yang rendah dan waktu pengeringan yang sangat singkat memungkinkan pengeringan semprot digunakan untuk produk yang peka terhadap panas (Widodo dan Budiharti, 2006). Alat pengering semprot sesuai untuk pengeringan kontinyu dari produk yang sama dalam kuantitas besar. Keuntungan yang khusus adalah terjadinya pengeringan yang sangat cermat karena waktu tinggal yang singkat. Selain itu, tanpa perlu dilakukan pengecilan ukuran bahan dan dari pengeringan ini dapat diperoleh bentuk-bentuk butir yang khusus (Bernasconi et al., 1995). Keuntungan dari pengeringan semprot adalah kemampuannya untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas. (Koswara, 2006). Keunggulan lain dari spray dryer adalah sifat dan mutu produk dapat dikontrol secara efektif, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada tekanan atmosfer dan suhu rendah, menghasilkan produk yang seragam, partikelnya berbentuk bulat mendekati prorporsi yang sama (Widodo dan Budiharti, 2006). Produk hasil spray dryer biasanya mempunyai ukuran partikel yang sangat kecil (umumnya kurang dari 100 mikron) sehingga mempunyai kelarutan yang tinggi (Koswara, 2006). 14

36 III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan gambir bubuk adalah Hammer Mill, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, kain saring, Shaker Waterbath, dan Spray Dryer. Alat yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan analisis produk adalah labu takar, pipet Mohr, cawan alumunium, cawan porselen, labu destruksi, soxlet, Erlenmeyer, corong, sudip, oven, Sonifikator Bronson, Spektrofotometer Ultraviolet, Spektrofotometer HACH dan Colormeter Colertech PCM. Bahan yang digunakan untuk pembuatan gambir bubuk adalah daun gambir kering yang didapatkan dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, etanol, metanol, isopropanol, dan akuades. Bahan yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan analisis produk adalah n-heksan, asam sulfat (H2SO4) pekat, katalis tembaga (II) sulfat (CuSO4) dan natrium sulfat (Na2SO4), asam klorida (HCl), indikator mengsel, NaOH 0.02 N, etil asetat, akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juni 2010, bertempat di Bengkel Kerja Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Instrument, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. C. Tata Laksana Penelitian 1. Karakterisasi Awal Bahan Baku Karakterisasi awal bahan baku dilakukan dengan melakukan analisis proksimat terhadap daun gambir kering, yaitu meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat (by difference). Prosedur analisis proksimat disajikan pada Lampiran 1. 15

37 2. Pembuatan Gambir Bubuk Pembuatan gambir bubuk terlebih dahulu dilakukan dengan pengecilan ukuran daun gambir kering menggunakan Hammer Mill sehingga didapatkan daun gambir dalam ukuran yang kecil, halus, dan seragam pada ukuran 20 mesh. Proses pengecilan ukuran daun gambir kering diperlihatkan pada Gambar 6. Proses ekstraksi terhadap daun gambir kering dilakukan pada bobot 250 gram daun gambir kering untuk setiap sampel. Daun yang akan diekstrak dilarutkan dengan pelarut organik sesuai dengan perlakuan masing-masing percobaan dengan perbandingan padatan dan pelarut sebesar 1 : 5. Daun gambir yang telah ditambahkan pelarut diekstrak melalui beberapa tahapan, yaitu ekstraksi pada Shaker Waterbath selama 90 menit pada suhu 50 0 C, maserasi selama 3 x 24 jam dimana pada setiap harinya dilakukan penggantian pelarut, dan kemudian dilakukan penyaringan. Proses ekstraksi gambir pada Shaker Waterbath diperlihatkan pada Gambar 7, sedangkan proses maserasi diperlihatkan pada Gambar 8. Gambar 6. Proses Penghancuran Daun Gambir Kering Menggunakan Hammer Mill 16

38 Gambar 7. Proses Ekstraksi Daun Gambir Kering pada Shaker Waterbath Gambar 8. Proses Maserasi Daun Gambir Kering selama 72 jam Cairan ekstrak yang didapatkan kemudian dikeringkan menggunakan Spray Dryer pada suhu umpan C dan suhu pemisahan 70 0 C sehingga didapatkan produk berupa gambir bubuk. Proses pengeringan menggunakan Spray Dryer yang didisain sendiri oleh Tim Peneliti Gambir Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB diperlihatkan pada Gambar 9 (Gumbira-Said, et. al., 2009 a ). Diagram alir proses pembuatan gambir bubuk diperlihatkan pada Gambar 10. Gambar 9. Proses Pengeringan Ekstrak Daun Gambir Kering Menggunakan Spray Dryer 17

39 Daun Gambir Kering Perajangan (Hammer Mill) Daun Gambir Rajang 250 gram Pelarut Ekstraksi Pelarut (Padatan : Pelarut 1 :5) Shaker Waterbath T = 50 0 C, t = 90 menit Maserasi 3 x 24 jam Penyaringan Ekstrak Gambir Pengeringan (Spray Dryer) Gambir Bubuk Analisa Mutu Produk Gambar 10. Diagram Alir Pembuatan Gambir Bubuk 18

40 3. Pengaruh Umur Simpan Daun Gambir Kering Pengaruh umur simpan daun gambir dilakukan dengan melakukan ekstraksi terhadap daun gambir kering dengan perbedaan waktu ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut organik etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan pada minggu ke 0, yaitu ketika bahan sampai di Kampus IPB Dramaga setelah dikeringkan selama satu minggu dan tiga hari waktu pengiriman barang, kemudian dilanjuntkan pada minggu ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4. D. Analisis Produk Analisis gambir bubuk yang dihasilkan dilakukan terhadap kadar katekin, kadar tanin, kadar abu, kadar air, kadar bahan tidak larut dalam air, kadar bahan tidak larut dalam alkohol, dan warna gambir. Metode analisis produk disajikan pada Lampiran 2. E. Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Tersarang (Nested) dan Rancangan Acak Lengkap Tunggal. Rancangan tersarang dilakukan dengan dua faktor perlakuan, yaitu jenis pelarut dan konsentrasi pelarut. Konsentrasi pelarut tersarang dalam setiap jenis pelarut. Jenis pelarut yang digunakan adalah etanol, metanol, dan isopropanol pada konsentrasi 50%, 75%, dan 100%. Rancangan Tersarang dijelaskan sebagai berikut (Dixon dan Massey, 1991): Yijk = µ + Ai + Bj(i) + εk(ij) Keterangan : Yijk = Hasil pengamatan pada ulangan ke-j faktor ke-i µ = Rata rata yang sebenarnya Ai = Pengaruh jenis pelarut taraf ke-i (i=etanol, methanol, isopropanol) Bj(i) = Pengaruh konsentrasi pada setiap jenis pelarut taraf ke-j (50%, 75%, dan 100%) εk(ij) = Galat eksperimen. 19

41 Rancangan Acak Lengkap Tunggal dilakukan dengan menggunakan faktor umur simpan daun gambir kering selama satu bulan pada level minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3 dan minggu ke-4. Rancangan Acak Lengkap Tunggal dijelaskan sebagai berikut (Walpole, 1997): Yij = µ + Ai + εj(i) Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke j µ = Rata rata yang sebenarnya Ai = Pengaruh waktu ekstraksi pada taraf ke-i (i= minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3 dan minggu ke-4) εj(i) = Galat eksperimen. 20

42 IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering. Hasil dari analisis proksimat yang dilakukan ditunjukan pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Proksimat Daun Gambir Kering Karakteristik Nilai (%) Kadar Air 9,98 Kadar Abu 2,36 Kadar Serat Kasar 17,62 Kadar Protein 8,91 Kadar Lemak 5,31 Kadar Karbohidrat dan Lainnya (by difference) 55,82 Berdasarkan pada hasil pengujian kadar air yang terdapat dalam daun gambir kering, dapat diketahui bahwa daun gambir yang digunakan untuk proses ekstraksi gambir memiliki kadar air sebesar 9,98%, kadar air yang terkandung dalam daun gambir kering merupakan air sisa pengeringan daun segar yang dilakukan melalui penjemuran di bawah sinar matahari selama satu minggu. Kadar air di dalam daun gambir kering sudah memenuhi standar batas yang ditentukan yaitu di bawah kadar air 14%. Kadar abu yang terdapat dalam daun kering dapat berupa zat pengotor yang termasuk senyawa anorganik yang terdapat dalam daun. Zat pengotor tersebut dapat berupa debu yang menempel pada daun ketika proses penjemuran daun gambir. Meskipun demikian, kadar abu yang terdapat dalam daun gambir kering masing tergolong rendah yaitu 2,36%. Kadar serat kasar yang terdapat dalam daun gambir kering adalah 17,62%. Kadar serat yang tinggi dalam daun gambir kering berasal dari 21

43 karakteristik daun yang merupakan sumber serat yang tinggi. Kadar protein yang terdapat dalam daun gambir kering adalah 8,91 %, pengukuran terhadap kadar protein menunjukan jumlah total nitrogen yang terkandung di dalam daun gambir. Kadar lemak yang terdapat dalam daun gambir adalah 5,31%. Kandungan lemak yang relatif tinggi tersebut disebabkan karena adanya salah satu komponen gambir yang mengandung lemak, yaitu fixed oil dan lilin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Kadar karbohidrat dan senyawa lainnya (by difference) yang terkandung dalam daun gambir merupakan komponen proksimat terbesar yang menyusun daun gambir kering, yaitu 55.82%. Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam daun gambir terdiri atas berbagai macam karbohidrat, seperti monosakarida, disakarida, ataupun polisakarida yang terhitung sebagai karbohidrat total. Selain itu, kandungan karbohidrat dalam gambir bersumber dari kandungan flavanoid dalam bentuk katekin (Flavan-3-ols) yang terdapat di dalamnya. Flavanoid dalam tanaman sering terbentuk sebagai glikosida (Daniel, 2006). Karakterisasi awal bahan baku dilakukan pula terhadap kandungan katekin di dalam daun gambir kering. Hasil analisis kadar katekin terhadap daun gambir kering memperlihatkan bahwa daun gambir kering yang telah dijemur selama satu minggu memiliki kadar katekin sebesar 2,47%. Kadar katekin yang terdapat dalam daun gambir kering tergolong rendah, sehingga dengan adanya proses ekstraksi terhadap daun gambir kering diharapkan dapat mengekstrak semaksimal mungkin komponen katekin dengan tingkat kemurnian yang paling tinggi. B. PEMBUATAN PRODUK Pembuatan gambir bubuk dilakukan menggunakan bahan baku daun gambir yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan dilakukan langsung setelah pemanenan daun gambir segar agar tidak terjadi kerusakan terhadap senyawa yang terdapat di dalam daun. Pengeringan daun gambir dilakukan di bawah sinar matahari langsung selama satu minggu yang dilakukan oleh petani gambir di daerah Payakumbuh, Sumatera Barat. Proses 22

44 pengeringan tersebut menghasilkan daun gambir kering dengan kadar air 9,98%. Pada kadar air tersebut, diharapkan daun gambir lebih aman terhadap kerusakan komponen kimianya. Menurut Suharto (1991), pengawetan bahan dapat dilakukan dengan menurunkan kadar air bahan hingga mencapai kondisi tertentu sehingga tidak memberi kesempatan untuk tumbuhnya mikroba penyebab kerusakan bahan. Proses pembuatan gambir bubuk dari daun gambir kering dilakukan melalui ekstraksi dengan pelarut organik. Penggunaan jenis dan konsentrasi pelarut organik yang berbeda dapat menghasilkan kualitas gambir yang berbeda. Proses ekstraksi pelarut didasarkan pada persamaan nilai polaritas dari pelarut dengan bahan yang diekstrak. Gambir yang sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa polifenol dapat diekstrak menggunakan berbagai pelarut yang berbeda nilai polaritasnya. Proses ekstraksi dilakukan terhadap daun gambir kering yang telah mengalami pengecilan ukuran hingga 20 mesh. Adanya pengecilan ukuran diharapkan dapat memaksimalkan proses ekstraksi. Rendemen gambir yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan pelarut dapat dilihat pada Gambar Rendemen (%) % 75% 100% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 11. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Berdasarkan Pada Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik 23

45 Proses ekstraksi pelarut pada daun gambir kering menghasilkan rendemen gambir bubuk berkisar antara 6,14 % hingga 13,43 %. Hasil perhitungan Analisis Ragam menyatakan bahwa jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap rendemen gambir yang dihasilkan. Pelarut yang berbeda akan menghasilkan nilai rendemen yang berbeda. Namun, konsentrasi pada setiap jenis pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen gambir yang dihasilkan, sehingga penggunaan pelarut pada berbagai konsentrasi akan menghasilkan gambir dengan rendemen yang tidak jauh berbeda. Perbedaan yang nyata pada rendemen gambir dapat disebabkan karena pengaruh dari perbedaan nilai polaritas pelarut yang digunakan. Rendemen gambir mengalami peningkatan mulai dari pelarut isopropanol, metanol, kemudian etanol. Peningkatan nilai rendemen yang dihasilkan seiring dengan peningkatan indeks polaritas dari tiap pelarut. Isopropanol dengan indeks polaritas terkecil yaitu 3,90 (Waston, 2009), menghasilkan rendemen yang paling kecil, sementara itu metanol dengan indeks polaritas 5,1 (Waston, 2009), menghasilkan rendemen yang jauh lebih besar dari pada isopropanol. Etanol dengan indeks polaritas 5,2 (Waston, 2009), menghasilkan rendemen yang tidak jauh berbeda terhadap pelarut metanol. Hal tersebut seiring dengan selisih indeks polaritas antara metanol dan etanol yang kecil. Rendemen gambir yang dihasilkan memberikan nilai tertinggi pada setiap jenis pelarut dengan konsentrasi 75%. Tingginya rendemen pada konsentrasi 75% disebabkan karena komponen utama gambir yang diekstrak berupa polifenol yang memiliki gugus polar dan nonpolar. Sifat polar pada polifenol didapat dari gugus hidroksilnya, sedangkan sifat nonpolar didapat dari gugus fenol yang terdapat pada polifenol. Senyawa dengan gugus polar akan terlarut dalam pelarut yang polar, yaitu berupa air yang terdapat pada pelarut organik dengan konsentrasi rendah (mengalami pengenceran), sedangkan senyawa dengan gugus nonpolar akan ikut terekstrak oleh pelarut organik yang memiliki sifat semipolar. Dengan demikian, pada pelarut organik dengan konsentrasi 75% dapat melarutkan komponen polar dan nonpolar yang terdapat dalam daun gambir. 24

46 Proses ekstraksi daun gambir segar yang dilakukan masyarakat menghasilkan rendemen gambir 4 8 % (Gumbira-Sa id, et al., 2009 a ). Proses pengeringan yang dilakukan terhadap daun gambir segar menghasilkan daun gambir kering sebanyak satu pertiga dari jumlah daun gambir segar (Gumbira- Sa id, 2009 b ). Berdasarkan hasil analisis, apabila rendemen dari hasil ekstraksi terhadap daun gambir kering dikonversi kedalam rendemen daun gambir segar menghasilkan rendemen seperti yang disajikan pada Gambar 12. Rendemen (%) % 75% 100% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 12. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Daun Gambir Segar Rendemen gambir bubuk yang dihasilkan dari daun gambir segar pada penelitian ini memberikan hasil antara 2,05 % sampai 4,48%. Ekstraksi daun gambir dengan pelarut organik memberikan rendemen yang lebih kecil daripada ekstraksi secara tradisional yang dilakukan oleh petani gambir yang dapat menghasilkan rendemen gambir hingga 8%. Penggunaan pelarut etanol pada setiap konsentrasi dan metanol pada konsentrasi 75% menghasilkan rendemen gambir yang tidak jauh berbeda dengan rendemen gambir yang dihasilkan oleh sebagian petani dengan pengolahan cara tradisional yaitu 4%. 25

47 C. ANALISIS MUTU PRODUK 1. Kadar Katekin Kualitas gambir ditentukan oleh kadar katekin yang terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar katekin dalam gambir menunjukan semakin baik kualitas gambir yang dihasilkan dan semakin tinggi pula nilai jual dari gambir tersebut. Hasil pengujian kadar katekin dari gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukan pada Gambar % 93.47% 90.00% 80.00% Katekin (%) 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 64.65% 64.80% 45.08% 44.94% 24.36% 26.43% 59.47% 38.47% 50% 75% 100% 20.00% 10.00% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 13. Grafik Kadar Katekin Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Berdasarkan pada grafik kadar katekin Gambar 13, dapat diketahui bahwa kadar katekin tertinggi terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 100%. Pada setiap tingkat konsentrasi, pelarut ispropanol memiliki kadar katekin yang lebih tinggi daripada pelarut metanol dan etanol. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam dapat diketahui bahwa perbedaan jenis pelarut yang digunakan memberikan hasil kadar katekin yang berbeda nyata. Begitu juga dengan konsentrasi pelarut yang digunakan, perbedaan konsentrasi dalam setiap pelarut menghasilkan gambir dengan kadar katekin yang berbeda nyata. Hasil perhitungan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukan bahwa pada setiap jenis pelarut, perbedaan konsentrasi yang 26

48 digunakan memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar katekin gambir bubuk. Perbedaan yang nyata dari kadar katekin pada setiap jenis pelarut dapat disebabkan karena adanya perbedaan nilai polaritas dari setiap pelarut ataupun dari struktur kimia palarut. Pelarut yang memiliki jumlah atom karbon lebih banyak cenderung melarutkan katekin lebih benyak daripada pelarut yang memiliki atom karbon lebih sedikit. Begitu juga dengan nilai polaritas pelarut, pelarut yang memiliki nilai polaritas lebih kecil cenderung melarutkan katekin lebih besar daripada pelarut yang memiliki nilai polaritas lebih besar. Oleh sebab itu, nilai polaritas dari katekin cenderung mendekati nilai polaritas dari isopropanol, yaitu 3,8. Kadar katekin yang tinggi di dalam gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol dapat disebabkan karena kelarutan katekin yang lebih baik dalam pelarut isopropanol daripada pelarut etanol ataupun metanol. Pada struktur kimia katekin (Gambar 2), dapat dilihat bahwa pada struktur tersebut terdapat ikatan kimia antara atom karbon dan hidrogen dalam rantai siklik serta ikatan dengan gugus hidroksil. Berdasarkan struktur tersebut, katekin dapat terlarut atau berinteraksi dengan senyawa lainnya melalui pembentukan ikatan hidrogen dari gugus hidroksil katekin dengan gugus hidroksil pelarut dan dengan adanya gaya dispersi antara katekin dan pelarut. Isopropanol (C 3 H 8 O) memiliki ikatan hidrogen yang dapat saling berinteraksi dengan ikatan hidrogen dalam senyawa katekin serta dapat berinteraksi melalui gaya dispersi dari gugus hidrokarbon yang terdapat dalam isopropanol. Pelarut etanol (CH 3 CH 2 OH) dan metanol (CH 3 OH) memiliki gugus hidroksil yang lebih sedikit daripada pelarut isopropanol sehingga memiliki gaya dispersi yang lebih kecil untuk melarutkan katekin. Perbedaan yang nyata dari konsentrasi pada setiap jenis pelarut dapat disebabkan karena adanya pengaruh air dalam pelarut. Keberadaan air dalam pelarut dapat mengurangi kelarutan dari katekin. Kadar katekin dalam setiap pelarut mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi pelarut, sehingga konsentrasi 100% pada setiap jenis pelarut 27

49 memberikan hasil yang paling tinggi diantara konsentrasi lainnya. Pelarut dengan konsentrasi rendah memiliki kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut dengan konsentrasi yang tinggi. Kandungan air di dalam pelarut dengan nilai polaritas 10,2, dapat meningkatan kepolaran dari larutan yang digunakan. Pada tingkat polaritas tersebut, katekin cenderung sukar larut yang disebabkan karena struktur kimia dari senyawa katekin yang menunjukan bahwa katekin termasuk senyawa semipolar. Disamping itu, proses maserasi yang dilakukan pada suhu ruang mengurangi kelarutan katekin dalam pelarut yang memiliki kandungan air yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan sifat yang dimiliki oleh katekin yaitu sukar larut dalam air dingin (Thorpe dan Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Susanti (2008), telah melakukan ekstraksi terhadap daun gambir yang dikeringkan dalam Cabinet Dryer pada suhu 40 0 C. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut akudes pada suhu 95 0 C selama 30 menit dan maserasi selama dua jam. Proses pengeringan dilakukan menggunakan Rotary Evaporator. Proses tersebut menghasilkan gambir dengan rendemen 8,06 ± 1.66 % dengan kadar katekin 24.79%. Proses ekstraksi yang dilakukan dengan pelarut air dan pengeringan Rotary Evaporator menghasilkan rendemen yang lebih besar namun memiliki kadar katekin yang jauh lebih kecil dari proses ekstraksi yang telah dilakukan dengan pelarut organik dengan pengeringan Spray Dryer. Ekstraksi menggunakan pelarut terhadap daun gambir kering menghasilkan gambir dengan berbagai klasifikasi mutu. Berdasarkan pada SNI gambir yang mensyaratkan kadar katekin minimal 60% untuk gambir mutu 1 dan minimal 50% untuk gambir mutu 2, maka gambir yang diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol, metanol, dan isopropanol pada tingkat konsentrasi 100% termasuk kedalam gambir mutu 1 dengan kadar katekin 93,47% db atau 87,79% wb pada gambir dengan pelarut isopropanol 100%, 64,80% db atau 62,27% wb pada gambir dengan pelarut metanol 100%, dan 64,65% db atau 62,14% wb pada gambir dengan pelarut etanol 100%. 28

50 Gambir yang diekstrak dengan menggunakan pelarut isopropanol 75% termasuk ke dalam mutu 2, yaitu dengan kadar katekin 55,96% wb atau 59,47% db, sedangkan gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dan metanol pada konsentrasi 75% dan 50%, serta isopropanol pada konsentrasi 50% belum memenuhi persyaratan mutu gambir yang ditetapkan karena masih memiliki kadar katekin dibawah 50%. 2. Kadar Tanin Komponen utama penyusun gambir selain katekin adalah tanin. Katekin dan tanin termasuk kedalam senyawa polifenol yang memberikan banyak manfaat terhadap gambir. Hasil pengukuran kadar tanin gambir bubuk dapat dilihat pada Gambar 14. Tanin (%) 80.00% 78.00% 76.00% 74.00% 72.00% 70.00% 68.00% 66.00% 64.00% 62.00% 60.00% 77.62% 73.16% 71.95% 72.40% 70.85% 69.32% 67.91% 67.55% 66.27% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut 50% 75% 100% Gambar 14. Grafik Kadar Tanin Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Berdasarkan pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa kadar tanin tertinggi terdapat pada gambir yang diekstrak menggunakan pelarut etanol pada konsentrasi 75 %, sedangkan kadar tanin terendah terdapat pada pelarut yang menggunakan isopropanol 50%. Tingginya kelarutan tanin dalam alkohol dapat disebabkan karena struktur kimia tanin yang 29

51 menyebabkan tanin bersifat polar sehingga akan terlarut dalam pelarut yang bersifat polar. Nilai polaritas dari tanin diduga mendekati etanol. Struktur kimia dari tanin sangat kompleks dan tidak seragam, sehingga berdasarkan pada sifat kelarutannya, tanin larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan aseton (Windholz, 1983). Tingginya kelarutan tanin dalam etanol 75% dapat disebabkan karena struktur tanin yang beragam, terdiri dari gugus polar (gugus hudroksil) dan gugus nonpolar yang tidak sama dalam setiap senyawa tanin, sehingga terdapat sebagian tanin yang akan lebih mudah terlarut dalam air atau lebih mudah terlarut dalam etanol. Kadar tanin dalam setiap pelarut memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi 75%. Peningkatan kadar tanin pada kosentrasi 75% memberikan nilai yang berbeda untuk setiap pelarut. Pada konsentrasi 75%, pelarut isopropanol menghasilkan gambir dengan kadar tanin yang lebih tinggi dari pelarut metanol, sedangkan pada konsentrasi 50% dan 100% pelarut metanol memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Perbedaan kadar tanin tersebut dapat disebabkan karena sifat dari senyawa polifenol di dalam gambir yang cenderung tidak stabil, sehingga memudahkan terjadinya perubahan pada struktur kimia dari tanin ataupun dari senyawa lainnya yang terdapat di dalam gambir. Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Nazir (2000) menjelaskan bahwa apabila katekin dipanaskan pada suhu C atau dipanaskan pada larutan alkalikarbonat, maka akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi asam catechu tannat atau disebut tanin. 3. Kadar Air Pengukuran kadar air yang terdapat dalam gambir dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang masih terdapat dalam gambir bubuk setelah proses pengeringan. Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar

52 Kadar Air 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 5.42% 4.78% 4.48% 3.90% 3.89% 3.90% 6.09% 5.89% 6.07% 50% 75% 100% 2.00% 1.00% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 15. Grafik Kadar Air Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan bervarisi antara 3,89% hingga 6,09%. Kadar air tertinggi terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 50%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada gambir dengan pelarut etanol 50%. Menurut Suharto (1991), kadar air dalam bahan yang dikeringkan menggunakan Spray Dryer berkisar antara 3% hingga 5%. Selain dipengaruhi oleh proses pengeringan, kadar air dalam gambir bubuk sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan gambir yang dihasilkan. Gambir cenderung bersifat hidroskopis sehingga mudah sekali menyerap air. Proses penyimpanan gambir yang kurang tepat dapat menyebabkan meningkatnya kadar air dalam gambir. Kadar air yang bervariasi pada gambir bubuk yang dihasilkan disebabkan akibat dari kondisi lingkungan saat menyimpan gambir sebelum dianalisis yang dapat menyebabkan gambir menyerap air dari udara sekitar sehingga menjadikan kadar air gambir yang tidak seragam satu sama lain. Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk tergolong sangat baik. Standar mutu gambir mensyaratkan gambir memiliki kadar air dibawah 14% untuk gambir mutu 1 dan dibawah 16% untuk gambir mutu 2. Kadar 31

53 air semua gambir bubuk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan gambir mutu Kadar Abu Pengukuran kadar abu digunakan untuk mengetahui jumlah bahan anorganik yang tidak terabukan yang terkandung di dalam gambir. Kadar abu merupakan indikator yang menyatakan tingkat ketidakmurnian yang ada di dalam gambir. Hasil pengukuran kadar abu gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar % 4.50% 4.66% 4.44% 4.28% Kadar Abu (%) 4.00% 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 3.52% 3.34% 1.80% 1.81% 2.75% 50% 75% 100% 1.00% 0.50% 0.54% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 16. Grafik Kadar Abu Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk berkisar pada 0,54 % sampai 4,66%. Kadar abu terendah terdapat pada gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol 100%, sedangkan kadar abu tertinggi terdapat pada gambir yang diekstrak dengan pelarut etanol 50%. Tingginya kadar abu dalam gambir menunjukan semakin banyaknya zat-zat anorganik sebagai pengotor yang terdapat dalam gambir yang dihasilkan. Soebito, (1988) menyatakan bahwa kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam produk. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang 32

54 tidak terbakar selama proses pembakaran. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan memenuhi persyaratan dari SNI gambir, yaitu di bawah 5 %. Kadar abu dalam gambir mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut yang digunakan, atau semakin menurun dengan semakin sedikitnya jumlah air yang digunakan untuk mengekstrak gambir. Jumlah abu yang tinggi dalam gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut organik dengan konsentrasi rendah berasal dari adanya senyawa anorganik dalam air yang tidak terabukan. Komponen anorganik tersebut terikutkan kedalam gambir bubuk dan tidak hilang pada saat pengeringan. Kadar abu dalam gambir bubuk akan semakin baik dengan semakin murninya pelarut organik yang digunakan. 5. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pengukuran kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir digunakan untuk mengatahui jumlah bahan yang tidak dapat larut dalam air panas yang terdapat dalam gambir. Komponen utama yang terdapat dalam gambir, yaitu katekin dan tanin memiliki sifat larut dalam air panas, sehingga bahan yang tidak larut dalam air panas termasuk ke dalam zat pengotor yang mengurangi tingkat kemurnian gambir. Kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan pada hasil pengukuran bahan tidak larut dalam air yang disajikan pada Gambar 17, dapat dilihat bahwa kadar bahan tidak larut dalam air pada gambir bubuk yang dihasilkan berkisar pada 13.04% hingga 37,93%. Kadar bahan tidak larut dalam air terendah terdapat pada gambir yang diekstrak menggunakan pelarut metanol 50%, sedangkan kadar bahan tidak larut air tertinggi terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak dengan menggunakan isopropanol 100%. Kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut tergolong sangat tinggi dan jauh diatas standar yang 33

55 ditetapkan, yaitu maksimal 7 % untuk gambir mutu 1 dan maksimal 10 % untuk gambir mutu % 37.93% 35.00% Bahan Tidak Larut Air 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 14.66% 18.01% 22.90% 13.04% 19.23% 23.81% 24.92% 24.27% 50% 75% 100% 5.00% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 17. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk dalam Konsentrasi dan Jenis Pelarut yang Berbeda Tingginya kadar bahan tidak larut dalam air tersebut disebabkan pada proses ekstraksi menggunakan pelarut yang cenderung lebih tidak polar daripada air, sehingga pada proses ekstraksi banyak terekstrak senyawa-senyawa yang memiliki nilai polaritas jauh lebih rendah daripada polaritas air dan cenderung tidak larut dalam air. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya kadar bahan tidak larut dalam air seiring dengan semakin tingginya konsentrasi pelarut yang digunakan, atau semakin rendahnya konsentrasi pelarut yang digunakan, semakin banyak air yang digunakan untuk ekstraksi menunjukan semakin sedikitnya bahan tidak larut dalam air. Selain itu, kadar bahan tidak larut dalam air dapat juga berasal dari kadar abu gambir bubuk. Kadar bahan tidak larut dalam air yang sangat tinggi yang terdapat pada gambir yang diekstrak dengan menggunakan isopropanol 100% kemungkinan dapat berasal dari adanya senyawa klorofil dalam gambir bubuk yang dihasilkan. Adanya klorofil dalam gambir bubuk ditunjukan oleh warna gambir yang cenderung berwarna hijau. Hal ini dapat dilihat 34

56 dari derajat putih warna gambir yang dihasilkan yang terdapat pada Gambar Kadar Bahan Tidak Larut Alkohol Kadar bahan tidak larut dalam alkohol merupakan jumlah bahan pengotor dalam gambir yang tidak dapat larut dalam etanol 96%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol pada gambir bubuk ditunjukkan pada Gambar % Bahan Tidak Larut Alkohol 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 11.96% 11.73% 6.64% 6.58% 4.01% 3.96% 9.96% 5.35% 7.73% 50% 75% 100% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 18. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Kadar bahan tidak larut dalam alkohol dalam gambir bubuk berkisar antara 3,96% hingga 11,96%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol terendah terdapat pada pelarut metanol 100%, sedangkan kadar bahan tidak larut dalam alkohol tertinggi terdapat pada pelarut etanol 50%. Berdasarkan pada persyaratan mutu gambir yang ditentukan, jumlah kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk termasuk kedalam mutu gambir 1, yaitu di bawah 12%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut. Peningkatan kadar bahan tidak larut tersebut berasal pada proses ekstraksi, dimana pada pelarut dengan 35

57 konsentrasi rendah mengandung air yang memiliki polaritas lebih tinggi dari pada etanol yang dapat mengekstrak senyawa tidak larut dalam alkohol. Peningkatan kadar bahan tidak larut dalam alkohol dapat pula berasal dari kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk, dimana kadar abu dalam gambir bubuk meningkat seiring dengan penurunan konsentrasi pelarut yang digunakan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 16. Pada Gambar 18 terlihat bahwa kadar bahan tidak larut dalam alkohol pada gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol 100 % mengalami kenaikan yang berbeda dari pelarut etanol 100% dan methanol 100% yang mengalami penurunan. Kenaikan kadar bahan tidak larut dalam alkohol pada gambir tersebut dapat disebabkan karena perbedaan polaritas yang terjadi pada saat ekstraksi. Isopropanol yang memiliki polaritas lebih tidak polar daripada etanol cenderung melarutkan senyawasenyawa yang relative lebih tidak polar, sehingga senyawa tersebut menambah jumlah bahan tidak dapat larut dalam alkohol. 7. Analisis Warna Warna gambir termasuk kedalam salah satu persyaratan mutu gambir. SNI gambir mensyaratkan gambir memiliki warna kuning kecoklatan untuk gambir mutu 1, dan kuning kehitaman untuk gambir mutu 2. Warna gambir yang dihasilkan berkisar pada warna kuning kecoklatan hingga kehijauan. Untuk melihat perbedaan warna pada gambir yang dihasilkan dilakukan pengukuran warna gambir menggunakan Colormeter Colertech serta dilakukan perhitungan untuk melihat derajat putih (whiteness) dari gambir yang dihasilkan. Gambir dengan mutu warna yang baik cenderung memiliki nilai whiteness yang tinggi. Grafik hasil perhitungan nilai whiteness dari gambir bubuk ditunjukkan pada Gambar

58 Whiteness (%) % 75% 100% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 19. Grafik Nilai Whiteness Gambir Bubuk Berdasarkan Pada Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Berdasarkan hasil perhitungan nilai whiteness dari gambir yang terdapat pada Gambar 19 dapat diketahui bahwa nilai whiteness gambir bubuk berada pada nilai antara 55,72 % hingga 83,34%. Derajat warna gambir cenderung mengalami penurunan pada konsentrasi 100% untuk setiap jenis pelarut. Derajat warna paling rendah dimiliki oleh pelarut isopropanol 100%. Gambir bubuk yang diekstrak dengan isopropanol 100% memiliki warna hijau tua sehingga memiliki nilai whiteness yang rendah. Warna hijau yang terdapat dalam pelarut isopropanol 100%, disebabkan karena pada proses ekstraksi terdapat klorofil daun yang ikut terekstrak bersama gambir sehingga menyebabkan warna gambir hijau. Adanya klorofil daun yang ikut terekstrak tersebut menyebabkan derajat whiteness dari gambir yang semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut. Tingginya konsentrasi pelarut dan semakin rendahnya indeks polaritas dari pelarut menyebabkan penurunan pada derajat putih warna gambir yang dihasilkan. Perbedaan warna pada gambir yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar

59 a. Etanol 100% a. Etanol 75% c. Etanol 50% d. Metanol 100% e. Metanol 75% f. Metanol 50% g. Isopropanol 100% h. Isopropanol 75% i. Isopropanol 50% Gambar 20. Warna Gambir Bubuk Pada Setiap Konsentrasi Jenis Pelarut Organik Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa gambir bubuk memiliki warna hijau gelap pada setiap pelarut dengan konsentrasi 100%. Warna hijau yang sangat tua terlihat pada pelarut Isopropanol 100%. Pada konsentrasi yang semakin rendah dapat dilihat bahwa pada setiap jenis pelarut warna gambir semakin cerah dan cenderung memiliki warna kuning kecoklatan. Warna gambir tersebut sesuai dengan persyaratan yang di tentukan pada SNI gambir. 38

60 Proses ekstraksi daun gambir kering menggunakan pelarut organik menghasilkan gambir bubuk dengan mutu yang beragam. Perbandingan mutu gambir bubuk terhadap SNI Gambir disajikan pada Tabel 4. Jenis Gambir Tabel 4. Mutu Gambir Bubuk Pada Setiap Jenis Gambir Kadar Katekin (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Bahan Tidak Larut dalam Air (%) Bahan Tidak Larut dalam Alkohol (%) SNI Mutu 1 Min. 60 Maks. 14 Maks. 5 Maks. 7 Maks. 12 SNI Mutu 2 Min. 50 Maks. 16 Maks. 5 Maks. 10 Maks. 12 Etanol 96% Etanol 75% Etanol 50% Metanol 100% Metanol 75% Metanol 50% Isopropanol 100% Isopropanol 75% Isopropanol 100% Warna Kuning Kecoklatan Kuning Kehitaman Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Coklat Kehijauan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Berdasarkan pada persyaratan mutu yang ditetapkan oleh BSN (2000), mutu gambir yang dihasilkan tidak dapat memenuhi persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air yang telah ditetapkan. Hal ini dapat disebabkan karena proses ekstraksi yang dilakukan menggunakan pelarut organik, sedangkan standar yang telah ditetapkan didasarkan pada proses ekstraksi gambir yang dilakukan secara tradisional melalui proses perebusan dan pengempaan. 39

61 Standar mutu gambir bubuk yang dihasilkan tanpa memperhitungkan kadar bahan tidak larut di dalam air, gambir yang diekstrak dengan pelarut etanol 96%, metanol 100%, dan isopropanol 100% termasuk kedalam gambir Mutu 1. Walaupun memiliki warna coklat kehijauan, gambir yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 100% memiliki kadar katekin yang paling tinggi yaitu 87,80%. Gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol 75% termasuk ke dalam gambir Mutu 2 karena memiliki kadar katekin dibawah 60% dan diatas 50%. Proses ekstraksi daun gambir kering menggunakan pelarut organik dan pengeringan cairan ekstrak menggunakan Spray Dryer menghasilkan gambir dengan rendemen yang cenderung lebih kecil dibandingkan rendemen dari gambir yang diekstrak secara tradisional dan pengeringan di bawah sinar matahari. Apabila dilihat dari segi kemurnian, gambir tersebut memiliki kualitas yang lebih baik daripada gambir yang dikeringkan secara pengeringan sinar matahari. Tingkat kemurnian gambir dapat dilihat dari kadar katekin dan kadar abu yang terdapat dalam gambir. Kadar katekin dalam gambir merupakan komponen yang terpenting di dalam gambir. Tingginya kadar katekin dalam gambir menunjukan mutu gambir yang lebih baik. Kadar katekin dalam gambir yang di ekstrak dengan pelarut organik dengan pengeringan Spray Dryer menghasilkan kadar katekin yang tinggi dan diatas 60%. Kadar katekin dalam gambir yang diekstrak dengan pelarut metanol 100% memiliki kadar katekin 62.27%, kadar katekin tersebut jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan gambir asalan (Gambir Siguntur Tua) yang telah dimurnikan dengan pelarut metanol 100% dan di keringkan di bawah sinar matahari yang hanya menghasilkan gambir dengan kadar katekin % (Gumbira-Sa id, et al., 2009 c ). Grafik perbandingan kadar katekin pada gambir yang diekstrak dengan pelarut metanol 100% pada pengeringan Spray Dryer dan sinar matahari ditunjukan pada Gambar

62 Kadar Katekin (%) Gambir Bubuk dengan Gambir Hasil Pemurnian Pengeringan Spray Dryer dengan Pengeringan Sinar Matahari Jenis Gambir Gambar 21. Grafik Perbedaan Kadar Katekin Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan Dilain pihak, produk yang disebut sebagai katekin komersial yang diproduksi oleh suatu perusahaan eksportir hanya memiliki kadar katekin sebesar dan % (Gumbira-Sa id, et al., 2009 c ). Kadar katekin tersebut tidak jauh berbeda dengan gambir yang diekstrak dari daun gambir kering yang dikeringkan menggunakan Spray Dryer dengan pelarut etanol 96% dan metanol 100%, bahkan di bawah kadar katekin gambir yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 100%. Kadar abu dalam gambir menunjukan adanya zat pengotor yang terikutkan bersama gambir. Ekstraksi gambir menggunakan pelarut organik dan pengeringan dengan Spray Dryer menghasilkan kadar abu yang cenderung lebih baik dari pada gambir asalan yang diolah secara tradisional. Kadar abu pada gambir yang diekstrak dengan pelarut organik dengan pengeringan Spray Dryer memiliki kadar abu terbesar 4,44%, sedangkan kadar abu pada gambir asalan sangatlah tinggi, seperti pada Gambir Bootch Payakumbuh memiliki kadar abu hingga 75.64%, dan pada Gambir Koin Payakumbuh memiliki kadar abu 38.93% (Gumbira-Sa id, et al., 2009 c ). Selain itu, proses ekstraksi daun gambir kering dengan metanol 100% yang dikeringkan menggunakan Spray Dryer memiliki kadar abu yang lebih baik, yaitu 1.74% daripada gambir asalan (Gambir Siguntur Tua) yang telah dimurnikan dengan metanol 100% 41

63 yang dikeringkan di bawah sinar matahari langsung yaitu 2.25% (Gumbira- Sa id, et al., 2009 c ). Perbandingan kadar abu dalam gambir yang diekstrak menggunakan metanol 100% dengan pengeringan Spray Dryer dan sinar matahari ditunjukan pada Gambar Kadar Anu (%) Gambir Bubuk dengan Gambir Hasil Pemurnian Pengeringan Spray Dryer dengan Pengeringan Sinar Matahari Jenis Gambir Gambar 22. Grafik Perbedaan Kadar Abu Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan Dilain pihak, pembuatan gambir dalam bentuk bubuk dapat mempermudah proses pemurnian berikutnya, yaitu mengurangi satu tahapan proses penghancuran (Milling). Gambir yang dikeringkan di bawah sinar matahari cenderung mengeras sehingga sulit untuk dihancurkan pada proses pemurnian. Pembuatan gambir dalam bentuk bubuk dapat mempermudah proses transportasi gambir daripada gambir yang dicetak dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Proses pencetakan dan pengeringan di bawah sinar matahari menghasilkan gambir dalam bentuk yang tidak seragam sehingga akan mempersulit dalam proses pengemasan dan transportasi. Sealain itu, pengeringan di bawah sinar matahari menghasilkan gambir dengan warna yang sangat tua hingga berwarna hitam. Gumbira-Sa id, et al., (2009 c ) menyatakan bahwa hasil pengukuran warna gambir menunjukkan bahwa penggunaan spray dryer memberikan gambir dengan warna yang lebih cerah daripada metode pengeringan lain. 42

64 D. PENGARUH UMUR SIMPAN DAUN GAMBIR KERING Pengaruh penyimpanan daun gambir kering terhadap mutu gambir bubuk yang dihasilkan diketahui dengan melakukan ekstraksi terhadap daun gambir kering yang telah mengalami penyimpanan selama satu bulan dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Rendemen hasil ekstraksi daun gambir kering pada minggu ke-0 hingga minggu ke-4 dapat dilihat pada Gambar Rendemen (%) Waktu Ekstraksi (Minggu ke-) Gambar 23. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa daun gambir kering yang diekstrak pada minggu ke-0 hingga minggu ke-4 menghasilkan rendemen gambir bubuk yang tidak jauh berbeda, yaitu berkisar pada 12.34% hingga 13.35%. Berdasarkan pada rendemen yang dihasilkan tersebut, dapat diketahui bahwa penyimpanan daun gambir kering hingga waktu satu bulan tidak akan mempengaruhi rendemen gambir yang dihasilkan. Hasil Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan menghasilkan rendemen gambir bubuk yang tidak berbeda nyata. Analisis terhadap gambir yang diekstrak berdasarkan perbedaan waktu dilakukan terhadap kadar katekin, kadar tanin, kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut air, kadar bahan tidak larut alkohol dan warna. 43

65 1. Kadar Katekin Kadar katekin yang terdapat dalam gambir bubuk yang diekstrak pada umur simpan daun yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa kadar katekin yang terdapat dalam gambir bubuk tidak mengalami perubahan yang nyata. Katekin (%) Waktu Ekstraksi (Minggu ke-) Gambar 24. Grafik Kadar Katekin Gambir Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada rendemen gambir yang didapat menunjukan bahwa penyimpanan daun gambir dalam keadaan kering selama satu bulan tidak mempengaruhi kadar katekin gambir yang dihasilkan. Hasil perhitungan Analisis Ragam kadar katekin dalam gambir bubuk menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar katekin gambir. Dengan demikian, pengeringan daun gambir segar merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengawetkan daun gambir segar sampai waktu olah tiba tanpa mengurangi mutu gambir yang dihasilkan. Tuminah (2004), menjelaskan bahwa proses pengeringan dilakukan untuk pemberian panas agar terjadi inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga kerusakan enzimatis fenol dalam daun dapat dihindari. Kadar katekin yang dihasilkan berkisar pada 65,05% hingga 67,39%. Nilai 44

66 kadar katekin tersebut tergolong tinggi dan memenuhi syarat mutu gambir yang telah ditetapkan, yaitu diatas 60% untuk gambir dengan mutu Kadar Tanin Kadar tanin yang terdapat dalam gambir bubuk yang diekstrak pada umur simpan daun yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 25. Berdasarkan pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa gambir yang dihasilkan memiliki kadar tanin yang cenderung menurun. Tanin (%) Umur Simpan (Minggu Ke-) Gambar 25. Grafik Kadar Tanin Gambir Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Pada minggu ke-0 hingga ke-3 kadar tanin dalam gambir relatif tetap pada kisaran 73,71% hingga 76,51%, namun pada waktu ekstraksi minggu ke-3 dan ke-4 cenderung mengalami penurunan, yaitu dengan kadar tanin 66.87% dan 68,71%. Hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar tanin dalam gambir yang diekstrak berdasarkan perbedaan waktu ekstraksi. Perbedaan pengaruh waktu ekstraksi terhadap kadar tanin ditunjukan oleh adanya penurunan kadar tanin yang terjadi pada minggu ke-3 dan ke-4. Penurunan kadar tanin tersebut dapat disebabkan karena pengaruh penyimpanan daun gambir kering yang dapat mengakibatkan rusaknya kandungan tanin di dalamnya. Gambir hasil ekstraksi daun gambir kering cenderung akan mengalami penurunan kadar tanin pada waktu 45

67 penyimpanan tiga minggu. Penurunan kadar tanin yang terdapat pada gambir bubuk yang dihasilkan tidak mengakibatkan penurunan dari mutu gambir tersebut. Hal ini disebabkan karena standar mutu gambir yang telah ditetapkan tidak mensyaratkan kadar tanin dalam gambir. Dilain pihak, gambir yang baik cenderung dilihat dari kandungan katekin daripada kandungan taninnya 3. Kadar Air Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk menunjukan kualitas dari proses pengeringan yang telah dilakukan. Kadar air akan mempengaruhi mutu gambir bubuk yang dihasilkan. Hasil analisis kadar air terhadap gambir bubuk yang dihaslkan ditunjukkan pada Gambar Kadar Air (%) Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 26. Grafik Kadar Air Gambir Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 26 dapat diketahui bahwa kadar air yang terkandung dalam gambir bubuk cenderung mengalami penurunan. Penurunan kadar air tersebut dapat disebabkan karena gambir bubuk yang diekstrak pertama kali mengalami peyimpanan yang lebih lama sebelum dilakukannya analisis kadar air. Penyimpanan gambir bubuk dapat mengakibatkan meningkatnya waktu kontak antara gambir dan udara sekitar yang mengakibatkan terbentuknya keseimbangan kadar air baru 46

68 antara gambir dan lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk. Hasil perhitungan Analisis Ragam menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar air di dalam gambir bubuk. Perbedaan yang nyata tersebut sebagai akibat dari penyimpanan gambir bubuk sebelum pengukuran kadar air. Kadar air yang terdapat pada gambir bubuk berada pada kisaran 5,45% sampai 3,08%. Meskipun kadar air pada gambir bubuk yang diekstrak pada minggu ke-0 lebih tinggi dari gambir bubuk lainnya, namun kadar air pada gambir bubuk tersebut masih memenuhi persyaratan mutu 1 gambir yang telah ditentukan, yaitu lebih kecil dari 14%. 4. Kadar Abu Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk berupa mineralmineral anorganik yang menjadi pengotor dalam gambir bubuk. Hasil pengukuran kadar abu dalam gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar Kadar Abu (%) Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 27. Grafik Kadar Abu Gambir Bubuk Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam gambir bubuk yang diekstrak berdasarkan perbedaan umur simpan daun gambir kering relatif stabil meskipun terjadi sedikit 47

69 penyimpangan pada minggu ke-0 dan minggu ke-1. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu gambir yang dihasilkan. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk tersebut dapat disebabkan karena terikutkannya zat pengotor berupa senyawa mineral anorganik selama proses produksi. Zat anorganik dapat berasal dari kotoran yang terdapat pada daun yang menempel ketika pengeringan. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan cenderung sangat rendah, yaitu berada antara 1,89% hingga 1,53%. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk tersebut sudah memenuhi persyaratan dari standar mutu 1 gambir yang telah ditetapkan, yaitu dibawah 5 %. 5. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Kadar bahan yang tidak larut dalam air merupakan zat yang terkandung dalam gambir bubuk yang tidak larut dalam air panas. Kadar bahan tidak larut dalam air pada gambir bubuk yang diekstrak berdasarkan perbedaan umur simpan daun gambir kering ditunjukan pada Gambar 28. Kadar bahan Tidak Larut Dalam Air (%) Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 28. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 28 dapat diketahui bahwa kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir cenderung stabil. 48

70 Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar bahan tidak larut dalam air yang dihasilkan. Kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir bubuk sangatlah tinggi, yaitu berada pada kisaran 22,09% hingga 24,16%. Kadar bahan tidak larut dalam air tersebut tidak memenuhi persyaratan dari mutu gambir yang telah ditentukan, yaitu maksimal 7 % untuk gambir mutu 1 dan maksimal 10 % untuk gambir mutu 2. Kadar bahan tidak larut dalam air yang sangat tinggi tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan tingkat polaritas yang digunakan untuk mengekstraksi gambir bubuk. Proses ekstraksi gambir yang dilakukan dengan menggunakan pelarut organik pada tingkat polaritas yang jauh lebih rendah dari polaritas air yang digunakan untuk pengujian. Proses ekstraksi cenderung melarutkan senyawa-senyawa yang memiliki nilai polaritas berkisar pada nilai polaritas etanol, yaitu 5,2, sehingga senyawa-senyawa tersebut akan sukar larut dalam air dengan polaritas yang lebih tinggi. Selain itu, kadar bahan tidak larut dalam air lainnya dapat berupa adanya senyawa klorofil yang ikut terekstrak bersama pelarut etanol. 6. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Kadar bahan tidak larut dalam alkohol merupakan senyawasenyawa yang tidak dapat larut pada etanol 96%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk ditunjukkan pada Gambar 29. Berdasarkan pada Gambar 29 dapat diketahui bahwa kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bahan tidak larut dalam alkohol gambir bubuk yang dihasilkan. 49

71 Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol (%) Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 29. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk berkisar antara 2,01% sampai 3,51%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk tersebut sudah memenuhi syarat mutu gambir yang telah ditentukan, yaitu dibawah 12% untuk mutu 1. Bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk dapat berupa kotoran yang terikutkan ketika proses produksi berlangsung, yaitu ketika proses pengeringan. Kotoran yang terikutkan dapat berupa jelaga sisa asap pembakaran yang menempel pada dinding alat dan terikutkan bersama udara panas masuk ke dalam produk. 7. Analisis Warna Analisis warna pada gambir bubuk dilakukan untuk mengetahui derajat warna dan tingkat keputihan (whiteness) dari gambir bubuk yang dihasilkan. Hasil perhitungan terhadap nilai whiteness pada gambir bubuk dapat dilihat pada Gambar 30. Berdasarkan pada Gambar 30 dapat diketahui bahwa gambir bubuk yang diekstrak berdasarkan perbedaan waktu ekstraksi menunjukan nilai whiteness cenderung stabil. Hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa adanya pengaruh yang 50

72 nyata dari perbedaan waktu ekstraksi terhadap warna gambir yang dihasilkan Whiteness (%) Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 30. Grafik Tingkat Whiteness Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Warna yang dimiliki gambir bubuk tersebut berkisar pada warna coklat muda, namun masih memiliki sedikit warna hijau yang diakibatkan karena ikut terekstraknya klorofil pada saat ekstraksi. Tingkat warna yang dihasilkan menunjukan nilai whiteness antara 70.79% hingga 76,97%. Gambir bubuk yang dihasilkan berdasarkan perbedaan umur simpan daun gambir kering selama satu bulan menghasilkan mutu yang tidak berbeda nyata. Mutu gambir bubuk dapat dilihat pada Tabel 5. Mutu gambir bubuk yang dihasilkan pada setiap umur simpan daun gambir kering yang berbeda tidak memenuhi persyaratan mutu bahan tidak larut dalam air. Hal ini dapat disebabkan karena proses ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan penetapan standar gambir didasarkan pada gambir yang diekstrak secara tradisional melalui proses perebusan dan pengempaan. Apabila mengabaikan kadar bahan tidak larut dalam air, mutu gambir yang dihasilkan pada setiap waktu ekstraksi tergolong ke dalam Mutu 1. Perbedaan waktu ekstraksi tidak memberikan perubahan yang nyata terhadap mutu gambir yang dihasilkan. Sehingga, proses pengeringan daun gambir 51

73 merupakan metode yang dapat digunakan untuk mempertahankan mutu gambir yang dihasilkan. Jenis Gambir Tabel 5. Mutu Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Kadar Katekin (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Bahan Tidak Larut dalam Air (%) Bahan Tidak Larut dalam Alkohol (%) SNI Mutu 1 Min. 60 Maks. 14 Maks. 5 Maks. 7 Maks. 12 SNI Mutu 2 Min. 50 Maks. 16 Maks. 5 Maks. 10 Maks. 12 Ekstraksi Minggu Ke Ekstraksi Minggu Ke Ekstraksi Minggu Ke Ekstraksi Minggu Ke Ekstraksi Minggu Ke Warna Kuning Kecoklatan Kuning Kehitaman Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan 52

74 V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Proses ekstraksi yang dilakukan terhadap daun gambir kering dengan menggunakan pelarut organik memberikan hasil rendemen tertinggi pada pelarut etanol 75%. Rendemen gambir yang dihasilkan cenderung memuncak pada konsentrasi 75% untuk setiap pelarut yang digunakan. Perbedaan jenis pelarut memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen gambir bubuk yang dihasilkan. Kadar katekin yang terdapat dalam gambir bubuk menunjukkan hasil yang tertinggi pada pelarut isopropanol 100%. Kadar katekin dalam gambir bubuk meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut pada setiap pelarut organik yang digunakan. Kadar katekin dalam gambir bubuk yang dihasilkan semakin meningkat dengan penurunan indeks polaritas dari pelarut organik yang digunakan. Perbedaan tingkat konsentrasi pelarut dan perbedaan jenis pelarut yang digunakan berpengaruh nyata terhadap gambir bubuk yang dihasilkan. Gambir bubuk yang diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol, metanol, dan isopropanol pada tingkat konsentrasi 100% termasuk kedalam gambir mutu 1. Gambir yang diekstrak dengan menggunakan pelarut isopropanol 75% termasuk ke dalam gambir mutu 2. Sedangkan gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dan metanol pada konsentrasi 75% dan 50%, serta isopropanol pada konsentrasi 50% belum memenuhi persyaratan mutu gambir yang ditetapkan. Kadar air, kadar abu, dan kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat pada gambir bubuk hasil ekstraksi menggunakan pelarut organik sudah memenuhi persyaratan mutu 1 gambir yang telah ditentukan. Kadar bahan tidak larut dalam air pada gambir bubuk yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan gambir yang telah ditentukan. Warna pada gambir bubuk yang dihasilkan cenderung berada pada kisaran warna coklat kekuningan hingga warna hijau. Warna hijau pada gambir bubuk disebabkan karena adanya klorofil yang ikut terekstrak. Gambir bubuk yang memiliki warna hijau adalah yang diekstrak menggunakan pelarut organik pada 53

75 konsentrasi 100%, sedangkan gambir yang diekstrak menggunakan pelarut pada konsentrasi 75% dan 50% sudah memenuhi persyaratan warna gambir yang ditetapkan. Proses penyimpanan yang dilakukan terhadap daun gambir kering tidak mempengaruhi rendemen, kadar katekin, kadar abu, kadar bahan tidak larut dalam air, kadar bahan tidak larut dalam alkohol, dan warna gambir yang dihasilkan. Kadar katekin, kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut dalam alkohol, dan warna gambir yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan gambir mutu 1, sedangkan kadar bahan tidak larut dalam air belum memenuhi persyaratan mutu gambir. Proses penyimpanan terhadap daun gambir tidak menurunkan mutu gambir bubuk yang dihasilkan. Proses pengeringan daun gambir segar merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu daun gambir. B. SARAN Saran yang dapat diberikan terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan ekstraksi dengan pelarut organik terhadap daun gambir segar tanpa adanya proses pengeringan terlebih dahulu sebagai perbandingan terhadap ekstraksi daun gambir kering. 2. Perlu adanya kajian lebih lanjut untuk melakukan ekstraksi dengan menggunakan jenis pelarut lain. 3. Diadakannya penelitian pendahuluan terhadap daun gambir untuk menghilangkan kandungan klorofilnya. 54

76 DAFTAR PUSTAKA AOAC Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC Inc., Washington. Badan Standarisasi Nasional SNI Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional SNI Standarisasi Nasional. Jakarta. Gambir. Badan Badan Pusat Statistik Volume dan Nilai Ekspor Gambir Provinsi Sumatera Barat. BPS. Jakarta. Bernasconi, G., Gerster, H., Stauble, H., dan Schnneiter, E Teknologi Kimia Bagian 2. Diterjemahkan oleh : Lienda Handojo. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Daniel, M Medicinal Plants : Chemistry and Properties. Science Publisher Inc., Enfield, New Hampshire.United State of America. Disbun Tingkat 1 Sumbar Penanganan Pasca Panen Gambir. Makalah Penyuluhan Peningkatan Bokor Gambir di Padang. Padang. Dixon, W dan F. J. Massey Pengantar Analisis Statistika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Gumbira-Sa id, E. K. Syamsu, E. Mardliyati, A.H. Brontoadie, N.A. Evalia, D.L. Rahayu, A.A.A.R. Puspitarini, A. Ahyarudin, dan A. Hadiwijoyo a. Pengembangan Agroindustri Gambir Di Indonesia. IPB Press. Bogor. Gumbira Sa id, E. K. Syamsu, E. Mardliyati, A.H. Brontoadie, dan N.A. Evalia b. Perbaikan Rekayasa Proses, Pengembangan Produk dan Peningkatan Mutu Gambir Ekspor Indonesia: Pendalaman Studi Kasus di Kabupaten Lima Puluh Kota, Propinsi Sumatera Barat. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Strategis Nasional. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gumbira Sa id, E. K. Syamsu, E. Mardliyati, A.H. Brontoadie, dan N.A. Evalia c. Perbaikan Rekayasa Proses, Pengembangan Produk dan Peningkatan Mutu Gambir Ekspor Indonesia: Pendalaman Studi Kasus di Kabupaten Lima Puluh Kota, Propinsi Sumatera Barat. Laporan Akhir Penelitian Hibah Unggulan Strategis Nasional. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55

77 Hadad, M.A., N.R. Ahmad, M. Herman, H. Supriadi dan A.M. Hasibuan Teknologi Budidaya dan Pengolahan Hasil Gambir. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri dan Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian i[ AYA%20DAN%20PENGOLAHAN%20HASIL%20GAMBIR.pdf. [10 November 2009] Hepworth, J. D., David R. W., dan Michael J. W Aromatic Chemistry. The Royal Society of Chemistry. Cambridge. Irwan dan Adjar P Kaji Eksperimental Pengeringan Gambir (Uncaria Gambir Roxb.). Prosiding Seminar. Potensi dan Kendala Pengembangan Gambir Di Sumatera Barat. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. Koswara, S Teknologi Enkapsulasi Flavor Rempah-Rempah. Ebook pangan. ENKAPSULASI%20FLAVOR%20REMPAH.pdf. [10 Januari 2010] Mc.Cabe, W.L., J.C. Smith, P. Harriot Unit Operation Of Chemical Enginering Fourth Edition. Mc Graw Hill. New York. Muchtar Teknologi Pemurnian Gambir. Makalah pada Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian. BPTP Sukarami dan Peragi. Padang. Mujumdar, A. S Drying Technologi in Agriculture and Food Science. Science Publisher Inc., Enfield, New Hampshire. United State of America. Nazir, N Gambir : Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Diversivikasinya. Yayasan Hutanku. Padang. Nazir, N Indonesia Gambir Centre. Prosiding Seminar Potensi dan Kendala Pengembangan Gambir Di Sumatera Barat. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. Pambayun, R., M. Gardjito, S. Sudarmaji, K.R. Kuswanto Kandungan Fenol dan Sifat Antibakteri Dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria Gambir Roxb.). Majalah Farmasi Indonesia edisi 18 halaman , Risfaheri, Emmyzar dan H.Muhammad Budidaya Dan Pasca Panen Gambir. Makalah Pada Temu Tugas Dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Di Solok (Sumatera Barat) 3 5 September Soebito, S Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 56

78 Suharto Teknologi Pengawetan Pangan. Rineka Cipta. Jakarta. Suherdi Pengaruh Cara Pengolahan Gambir (Uncaria Gambir, Roxb) Terhadap Rendemen Dan Mutu Hasil Pengolahan Gambir. Prosiding Seminar Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat No Sub Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. Solok Hal Sumarsono, Kajian Perilaku Suhu Udara Dalam Ruang Pengering. Jurnal Penelitian UNIB, Vol. X, No.1, Hlm Susanti, D. Y Efek Suhu Pengeringan Terhadap Kandungan Fenolik dan Kandungan Katekin Ekstrak Daun Kering Gambir. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian Yogyakarta. Tarwiyah, K Pengolahan Gambir Cara Tradisional. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta. Tuminah, S Teh (Camelia sinesis O K var Assamica Mast) Sebagai Salah Satu Antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran 144: Walpole, R. E Pengantar Statistik Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Waston, D. G Analisis Farmasi : Bahan Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Diterjemahkan oleh : W.R. Syarief. Gramedia. Jakarta. Widodo, P dan Budhiarti, U Pengering Semprot (Spray Dryer) Untuk Membuat Tepung Lidah Buaya. Sinar Tani edisi November [10 Januari 2010]. Windholz, M, S. Budahari, R.F. Blametti, E.S. Ottorbein The Merck Index Tenth Edition. Merc. USA. 57

79

80 Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat a. Kadar Air (SNI ) Pengujian kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan alumunium dalam oven pada suhu C selama 1-2 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram bahan yang dikeringkan disimpan dalam cawan alumunium dan dikeringkan dalam oven pada suhu C selama 3-5 jam. Contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga mendapatkan bobot contoh yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus berikut : Kadar Air (%) = Keterangan : a = bobot bahan sebelum dikeringkan (gr) b = bobot bahan setelah dikeringkan (gr). b. Kadar Abu (SNI ) Sebanyak 2-3 gram contoh ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya dan diarangkan diatas nyala pembakar, kemudian diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimal 550 o C sampai pengabuan sempurna. Contoh kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya sampai konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus berikut : Kadar Abu (%) = Keterangan : a = bobot contoh sebelum diabukan (g) b = bobot contoh ditambah cawan sesudah diabukan (g) c = bobot cawan kosong (g). c. Kadar Protein Kasar (SNI ) Sebanyak 0,1 gram bahan ditimbang, kemudian ditambahkan katalis (CuSO 4 dan Na 2 SO 4 ) dengan perbandingan 1:1,2 dan 2,5 ml H 2 SO 4 pekat. Setelah itu, didekstruksi sampai bening (hijau). Kemudian didinginkan dan 58

81 dicuci dengan aquades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50% sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan HCl 0,02 N. Proses destilasi dihentikan apabila volume destilat telah mencapai dua kali volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian ditritasi dengan NaOH 0,02 N dan indikator mengsel yang merupakan campuran dari metal red dan metal blue. d. Kadar Lemak (SNI ) Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (dalam keadaan kering), kemudian dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet, disertai dengan air pendingin yang dialirkan melalui kondensor. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut hexana selama 6 jam. Selanjutnya, hexana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 C, lalu didinginkan dan ditimbang. Pengeringan ini diulang sampai bobot tetap tercapai. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar Lemak (%) = Keterangan : a = bobot labu setelah ekstraksi (gram) b = bobot labu sebelum ekstraksi (gram) c = bobot sampel (gram). e. Kadar Serat (SNI ) Sebanyak 2 gram contoh dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H 2 SO 4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105 o C selama 15 menit. Dinginkan bahan, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Hidrolisis kembali bahan di dalam autoklaf bersuhu C selama 15 menit. Saring menggunakan kertas saring yang telah 59

82 dikeringkan (diketahui beratnya). Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas dan 25 ml H 2 SO 4 0,325 N kemudian air panas dan 25 ml aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring dan bahan dalam oven bersuhu 110 o C selama ± 1-2 jam. Kadar Serat (%) = Keterangan: A = bobot kertas saring + bahan B = bobot kertas saring C = bobot bahan awal. f. Kadar Karbohidrat Total (by difference) Kadar karbohidrat total dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: A = Kadar Air B = Kadar Abu C = Kadar Protein D = Kadar Lemak E = Kadar Serat. 60

83 Lampiran 2. Prosedur Analisis Produk 1. Kadar Katekin (SNI ) 1.1 Pembuatan Kurva Standar Pembuatan kurva standar dilakukan dengan penimbangan sampel katekin standar sebanyak 25 mg, dimasukan kedalam labu takar 25 ml dan dilarutkan dengan larutan etil asetat hingga tanda tera (Larutan A). Larutan A kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diencerkan kembali menggunakan larutan etil asetat pada berbagai tingkat konsentrasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, 70 ppm, dan 100 ppm. Larutan yang sudah terbentuk diukur dengan Spektrofotometer Ultraviolet pada panjang gelombang 280 nm dengan menggunakan etil asetat sebagai blanko. Nilai absorbansi yang didapat dibuat regresi liniernya sehingga didapat persamaan linier untuk menghitung kadar katekin sampel. 1.2 Pengujian Sampel Gambir Bubuk Sampel gambir yang diuji ditimbang sebanyak 50 mg dan dituangkan kedalam labu takar 25 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan etil asetat sampai tanda tera (Larutan B). Larutan B diletakkan dalam Sonifikator selama 10 menit kemudian disaring. Sebanyak 1,25 larutan B dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan hingga tanda tera (Larutan C). Larutan C kemudian diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer Ultraviolet pada panjang gelombang 280 nm dengan menggunakan etil asetat sebagai blanko. Nilai absorbansi yang didapat dihitung kadar katekinnya menggunakan persamaan linier dari kurva standar. Proses Sonifikasi pada pengujian kadar katekin dapat dilihat pada Gambar 31, sedangkan Spektrofotometer Ultraviolet untuk mengukur kadar katekin ditunjukan pada Gambar

84 Gambar 31. Proses Sonifikasi Pada Pengujian Kadar Katekin Gambar 32. Spektrofotometer Ultraviolet untuk Mengukur Kadar Katekin 2. Kadar Tanin (AOAC, 2005) a. Pembuatan Kurva Standar Pembuatan kurva standar pada pengujian kadar tanin dilakukan dengan menimbang 10 mg asam tanin standar sigma, dimasukan kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml. Larutan asam tanin yang terbentuk diencerkan kembali hingga 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 5 ppm, dan 10 ppm. Pengenceran dilakukan dengan menambahkan 5 ml reagen Folin Ciocalteu, 10 ml larutan sodium karbonat (Na 2 CO 3 ) jenuh, dan akuades hingga tanda tera. Larutan yang terbentuk didiamkan selama 30 menit kemudian diukur dengan menggunakan Spektrofotometer HACH (Gambar 33) pada panjang gelombang 760 nm. Blanko dibuat dengan melarutkan 5 ml reagen Folin Ciocalteu dan 10 ml Na 2 CO 3 jenuh dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuadest hingga tanda tera. Nilai absorbansi yang didapat dibuat regresi liniernya sehingga didapat persamaan linier untuk menghitung kadar tanin sampel. 62

85 Gambar 33. Spektrofotometer HACH untuk Mengukur Kadar Tanin b. Pengujian Sampel Pengujian sampel dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan dilarutkan dengan akuades hingga tanda tera. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang didapat dipipet 1 ml, dimasukan kedalam labu takar 100 ml, ditambahkan 5 ml reagen Folin Ciocalteu, 10 ml larutan Na 2 CO 3 jenuh, dan akuades hingga tanda tera. Larutan yang terbentuk didiamkan selama 30 menit kemudian diukur nilai absorbansinya menggunakan Spektrofotometer HACH pada panjang gelombang 760 nm. 3. Kadar Air (SNI ) Pengujian kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan alumunium dalam oven pada suhu C selama 1-2 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram bahan yang dikeringkan disimpan dalam cawan alumunium dan dikeringkan dalam oven pada suhu C selama 3-5 jam. Contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga mendapatkan bobot contoh yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus berikut : Kadar Air (%) = 63

86 Keterangan : a = bobot bahan sebelum dikeringkan (gr) b = bobot bahan setelah dikeringkan (gr). 4. Kadar Abu (SNI ) Sebanyak 2-3 gram contoh ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya dan diarangkan diatas nyala pembakar, kemudian diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimal 550 o C sampai pengabuan sempurna. Contoh kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya sampai konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus berikut : Kadar Abu (%) = Keterangan : a = bobot contoh sebelum diabukan (g) b = bobot contoh ditambah cawan sesudah diabukan (g) c = bobot cawan kosong (g). 5. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air (SP-SMP ) Sebanyak 1 gram serbuk gambir dilarutkan dengan 100 ml air panas dalam gelas piala dan diaduk hingga larut. Larutan yang didapat disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas. Penyaringan dilakukan menggunakan vacuum pump untuk mempercepat penyaringan. Gelas piala dibilas dengan menggunakan air panas. Kertas saring dikeringkan pada suhu C selama 2-3 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar bahan yang tidak larut dalam air dihitung berdasarkan rumus berikut : Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air = Keterangan : W = bobot contoh (g) W1 = bobot kertas saring dengan bahan tidak larut (g) W2= bobot kertas saring awal (g). 64

87 6. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol (SP-SMP ) Sebanyak 1 gram serbuk gambir dilarutkan dengan 100 ml etanol 95% dan diaduk hingga larut. Larutan yang didapat disaring dengan kertas saring. Penyaringan dilakukan menggunakan vacuum pump untuk mempercepat penyaringan. Gelas piala dibilas dengan menggunakan etanol. Kertas saring dikeringkan pada suhu C selama 2-3 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar bahan yang tidak larut dalam Alkohol dihitung berdasarkan rumus berikut : Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol = Keterangan : W = bobot contoh (g) W1 = bobot kertas saring dengan bahan tidak larut (g) W2 = bobot kertas saring awal (g). Proses penyaringan bahan tidak larut air dan bahan tidak larut alkohol menggunakan vacuum pump ditunjukkan pada Gambar 34. Gambar 34. Proses Penyaringan Bahan Tidak Larut Alkohol Menggunakan Vacuum Pump 65

88 7. Warna (SNI ) Pengujian terhadap warna gambir dilakukan dengan menggunakan Colorimeter Colertec PCM untuk mengetahui tingkat kecerahan dari warna gambir yang dihasilkan. Colorimeter yang digunakan ditunjukan pada Gambar 35. Warna gambir mengacu pada standar warna gambir dalam SNI Gambir Mutu 1 memiliki syarat warna kuning kecoklatan, sedangkan Gambir Mutu 2 memiliki syarat warna kuning kehitaman. Gambar 35. Colorimeter Colertec untuk Mengukur Warna Gambir 66

II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR

II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu tanaman penghasil getah (alkaloid) yang mengandung senyawa kimia berupa Catechine, asam tannat (tanin), Flouresine, Quercetine,

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol.

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol. III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan gambir bubuk adalah Hammer Mill, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, kain saring, Shaker Waterbath, dan Spray Dryer. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

Abstrak. Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun

Abstrak. Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun EKSTRAKSI DAUN GAMBIR MENGGUNAKAN PELARUT METANOL-AIR Olah: Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT, Dr.Ahmad Fadli Abstrak Gambir merupakan sari getah yang diekstraksi dari daun dan ranting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN GAMBIR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN GAMBIR II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN GAMBIR Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan karakteristik morfologinya, tanaman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN J. Ris. Kim. Vol. 1 No.2, Maret PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN Anwar Kasim, Yoli Sub han dan Netty Sri Indeswari Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam perekonomian nasional, baik langsung maupun tidak langsung. Peran secara langsung antara lain berupa kontribusi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari kemiringan rendah hingga sangat curam (Gumbira-Sa id et al., 2009).

I. PENDAHULUAN. dari kemiringan rendah hingga sangat curam (Gumbira-Sa id et al., 2009). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambir merupakan ekstrak daun dan ranting yang berasal dari tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang telah dikeringkan. Produk tersebut telah lama dikenal oleh masyarakat

Lebih terperinci

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less.) DALAM MENGHAMBAT OKSIDASI GULA DENGAN METODE DNS (asam 3,5-dinitrosalisilat) SKRIPSI OLEH: RIBKA STEFANIE WONGSO

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Oleh OKTAVIA LESTARI F

KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Oleh OKTAVIA LESTARI F KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Oleh OKTAVIA LESTARI F34061939 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Drs. Syamsu herman,mt Nip : 19601003 198803 1 003 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004,

Lebih terperinci

ERIK SETIAWAN PENGARUH FERMENTASI TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth.

ERIK SETIAWAN PENGARUH FERMENTASI TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth. ERIK SETIAWAN 10703091 PENGARUH FERMENTASI TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulut tersusun dari beberapa komponen jaringan, yang merupakan pintu masuk utama mikroorganisme atau bakteri. Daerah di dalam mulut yang rentan terhadap serangan bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumya, khususnya untuk komoditi gambir antara lain: Solin (2010), menganalisis tentang pengaruh 1) luas kepemilikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA Dosen Pembimbing : Siti Zullaikah, ST, MT, PhD. Prof. Dr. Ir. H. M. Rachimoellah Dipl. EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi Teknik Kimia FTI-ITS

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

SILIKA GEL DARI ABU TERBANG (FLY ASH) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) (Menentukan Waktu Optimum Untuk Mendapatkan Hasil yang Terbaik )

SILIKA GEL DARI ABU TERBANG (FLY ASH) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) (Menentukan Waktu Optimum Untuk Mendapatkan Hasil yang Terbaik ) SILIKA GEL DARI ABU TERBANG (FLY ASH) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) (Menentukan Waktu Optimum Untuk Mendapatkan Hasil yang Terbaik ) Dibuat Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.)

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.) Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III.1 Alat dan Bahan Dalam pembuatan mouthwash memiliki beberapa tahapan proses, adapun alat dan bahan yang digunakan pada setiap proses adalah : III.1.1 Pembuatan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG Diajukan Oleh : Vincentia Kristiani NRP : 5203011018 Filia

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari Badan Litbang Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : bahan baku pembuatan pati termoplastis yang terdiri dari tapioka dan onggok hasil produksi masyarakat

Lebih terperinci

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb)

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) 172 Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) Eri Aidio Murti 1 *, Sri Handani 1, Yuli Yetri 2 1 Jurusan Fisika Universitas Andalas 2 Politeknik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci