PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Peningkatan produksi pertanian di Indonesia tidak lepas kaitannya dengan penggunaan pestisida. Pestisida telah lama digunakan sebagai pengendali hama, penyakit tumbuhan, serta gulma. Seiring dengan peningkatan kebutuhan akan produk pertanian, penggunaan pestisida semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan oleh sistem pertanian yang terlalu bergantung pada penggunaan pestisida sintetik (Sudarmo 1991). Gusfi (2002) melaporkan, sebanyak 95.5% petani sayuran di Jawa Barat bergantung pada pestisida sintetik dalam pengendalian hama dan penyakit. Kebergantungan ini dinilai karena pestisida sintetik memiliki keunggulan seperti lebih praktis dalam aplikasi, hasil pengendalian lebih cepat diketahui, dan lebih efisien dari segi waktu dan ekonomi, serta karena kurangnya ketersediaan teknik/strategi pengendalian lain (Dadang & Prijono 2005). Pemakaian pestisida sintetik dengan frekuensi yang tinggi dan aplikasi yang tidak bijaksana dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, pengguna, serta konsumen. Dampak tersebut antara lain residu yang berbahaya terhadap organisme bukan sasaran, ledakan hama, serta timbulnya resistensi terhadap pestisida tersebut. Salah satu upaya memecahkan masalah ini, khususnya penggunaan insektisida sintetik, adalah dengan meningkatkan kualitas biopestisida (insektisida) melalui pengembangan formulasi insektisida nabati (Dadang & Prijono 2005). Insektisida nabati memiliki kelebihan seperti mudah terurai di lingkungan (biodegradabel), aman terhadap makhluk bukan sasaran, tidak menimbulkan resistensi, serta dapat dipadukan dengan cara pengendalian hama lain (Prijono 2005a). Lima famili tanaman yang banyak menghasilkan insektisida nabati dan telah dikomersialkan adalah Solanaceae, Compositae, Leguminosae, Labiatae, dan Chenopodiceae (Feinstein 1952). Famili Meliaceae, Rutaceae, Asteraceae, Annonaceae, Labiatae, dan Cannellaceae juga mempunyai prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan pestisida nabati. Bahan nabati lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama serangga adalah tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri dilaporkan tidak hanya sebagai penolak serangga, tetapi memiliki efek kontak dan fumigan terhadap serangga tertentu serta memiliki aktivitas fungisida (Isman 2000). Beberapa penelitian menyebutkan minyak atsiri famili Lauraceae, khususnya kayu manis (Cinnamomum spp.), memiliki potensi sebagai insektisida nabati (Kim et al. 2003; Jantan et al. 2005). Jantan et al. (2005) melaporkan adanya aktivitas insektisida minyak atsiri dari 8 jenis daun Cinnamomum spp. terhadap nyamuk Aedes aegypti dan A. Albopictus. Efek yang kuat ditunjukkan terhadap larva dewasa setelah pemaparan selama 3 jam. Kandungan benzil benzoat dan benzil salisilat yang tinggi dari C. rhynchophyllum diduga menjadi sumber utama aktivitas insektisida tersebut. Pada C. osmopholeum kandungan sinamaldehida dapat menghambat pertumbuhan larva A. albopictus. Kandungan α-metil sinamaldehida, benzaldehida, dan transsinamaldehida menunjukkan aktivitas larvasida yang kuat (Cheng et al. 2003). Aktivitas insektisida nabati dari Cinnamomum spp. terhadap serangga pemakan daun belum pernah dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui potensi minyak atsiri kayu manis sebagai sumber pestisida nabati untuk mengendalikan serangga pemakan daun. Kerugian produksi pertanian akibat serangan hama, termasuk produksi tanaman sayuran, sangat besar. Salah satu hama perusak adalah Crocidolomia pavonana, yang lazim menyerang tanaman kubis-kubisan dan serangannya bersamaan dengan Plutella xylostella dapat menurunkan produksi hingga 100% (Rukmana 2001). Penelitian ini bertujuan mengetahui komponen minyak atsiri kulit kayu manis C. burmanii, minyak atsiri C. cassia komersial dan daun kayu manis (Cinnamomum spp.) dari 13 spesies dengan kromatografi gas spektroskopi massa (GC-MS) serta membandingkan aktivitas insektisidanya terhadap hama ulat kubis (C. pavonana) dan fitotoksisitasnya terhadap bibit brokoli. Aktivitas insektisida minyak mimba digunakan sebagai pembanding. TINJAUAN PUSTAKA Kayu Manis (Cinnamomum spp.) Kayu manis merupakan tanaman tahunan yang termasuk famili Lauraceae. Kayu manis dibudidayakan secara vegetatif dengan stek, cangkok, cabang air, maupun pemeliharaan tunas yang tumbuh pada tunggul bekas tebangan pohon. Pembiakan secara generatif dapat dilakukan dengan penanaman biji yang 1

2 diperoleh dari pohon induk berumur minimum 10 tahun dan telah masak sempurna (Towaha & Indriarti 2008). Kendala budi daya tanaman ini adalah serangan penyakit bengkak dan bercak daun yang disebabkan oleh Aecidium cinnamon, Pestalotia cinnamon, dan Cephaleuros virescens yang menyebabkan daun membusuk dan gugur. Penanaman kayu manis menghendaki tanah yang subur, gembur dengan pengairan yang baik, serta kaya bahan organik. Ketinggian daerah tanam berpengaruh pada produk kulit kayu manis yang dihasilkan. Semakin tinggi tempat tumbuh, warna kulit akan berubah mendekati cokelat sampai kecokelatan. Ketinggian terbaik adalah m dpl. Jenis kayu manis yang dikenal di dunia sebanyak 300 spesies dan beberapa spesies kayu manis di Indonesia antara lain C. burmanii, C. camphora, C. cassia, C. celebicum, C. grandiflorum, C. iners, C. javanicum, C. kinabaluense, C. sintoc, C. multiflorum, C. verum, C. subavenium, dan C. porrectum. Hasil utama tanaman kayu manis adalah kulit (Gambar 1), batang, dan dahan, sedangkan hasil sampingannya adalah ranting dan daun. Beberapa produk yang dihasilkan tanaman kayu manis adalah kulit utuh (stik), kayu manis, minyak atsiri, oleoresin, dan pestisida botani (Towaha & Indriarti 2008). Gambar 1 Daun dan kulit kayu manis. Kulit batang, dahan, dan ranting dapat digunakan untuk bahan minyak dan obat, serta dapat dihasilkan minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri kosmetika, farmasi, dan makanan. Maxwell & Tran (2007) menyatakan bahwa kayu manis tidak hanya digunakan sebagai pemberi aroma, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam bidang farmakologi seperti antimikrob, antiradang, antioksidan, dan antijamur. Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma dan memiliki komponen atsiri yang khas pada beberapa tumbuhan. Minyak tersebut hanya dihasilkan oleh tumbuhan yang memiliki sel kelenjar, yang terbentuk di dalam protoplasma sel serta tersimpan dalam bentuk mikrodroplet dalam sel kelenjar (Agusta 2000) Famili tumbuhan yang umumnya dapat menghasilkan minyak atsiri antara lain: Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae (Ketaren 1985). Tumbuhan dari famili Lauraceae seperti kayu manis menghasilkan minyak atsiri dengan komponen kimia bergantung pada spesiesnya. Perbedaan komponen minyak atsiri pada spesies Cinnamomum yang sama dapat disebabkan oleh faktor genotipe, ontogeni, pencahayaan, air, suhu, dan hara tanaman tersebut (Lin et al. 2007). Aroma yang dimiliki oleh minyak atsiri umumnya spesifik sesuai kandungan kimianya. Komposisi kimia tersebut mendasari penentuan aroma, kegunaan, ataupun mutu dari suatu minyak atsiri. Agusta (2000) melaporkan bahwa minyak atsiri dari jenis C. burmanii memiliki komponen utama sinamaldehida (Gambar 2), sedangkan spesies lain seperti C. zeylanicum memiliki kadar sinamaldehida lebih rendah dengan kadar eugenol lebih besar (Hidayat & Ma mun 1996). Minyak atsiri tanaman kayu manis dapat diperoleh dari daun, ranting, kulit, dan serbuk kayu dengan cara melakukan proses distilasi uap, distilasi air, maupun proses ekstraksi. Rendemen minyak kulit kayu dahan berkisar 0.16% 1.26% dan kulit ranting 0.15% 1.18% berdasarkan bobot kering (Towaha & Indriarti 2008), sedangkan pada daun kayu manis segar dan kering berturut-turut ± 0.015% dan ± 0.027%. Cara pengeringan berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri yang diperoleh (Windono et al. 1996). Kandungan minyak atsiri ditentukan pula oleh umur tanaman. Kandungan minyak atsiri pada tanaman yang berumur 6 12 tahun masih rendah, sedangkan kandungan tertinggi (3.5% 4.5%) ada pada tanaman dengan umur >15 tahun. Komponen Kimia Minyak Atsiri Komponen kimia minyak atsiri sangat kompleks, komponen yang berjumlah besar ialah terpena dan fenilpropena. Biosintesis turunan terpena berawal dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat, sedangkan senyawa fenilpropena (senyawa aromatik) terbentuk dari asam sikimat melalui jalur fenilpropenoid. 2

3 Terpena. Senyawa yang termasuk dalam golongan terpena antara lain mirsena, pinena, terpinena, limonena, p-simena, serta α dan β feladrena. Senyawa terpenoid merupakan golongan terpena yang mengandung oksigen seperti kelompok monoterpena alkohol (geraniol, linalool, borneol, mentol), aldehida alifatik (sitral, sitronelal), keton monosiklik, dan keton monoterpena bisiklik (verbenona, fenchona) Fenilpropena. Senyawa yang termasuk dalam fenilpropena antara lain golongan fenol aromatik seperti sinamaldehida, eugenol, anetol, safrol, dan metil salisilat. Kelompok asam dalam minyak atsiri antara lain asam sinamat dan asam sitronelat. Seskuiterpena. Senyawa ini memiliki rantai karbon C 15 seperti nerolidol, seskuifeladrena, farnesol, dan zingiberena. Monoterpena dan seskuiterpena merupakan komponen minyak atsiri yang dibentuk oleh kondensasi dari unit isopentenil pirofosfat. Golongan senyawa diterpena jarang ditemukan dalam minyak atsiri, namun terkadang dijumpai sebagai produk samping(koul et al.2008). Beberapa struktur kimia komponen minyak atsiri disajikan pada Gambar 2. Minyak atsiri sering dimanfaatkan karena bioaktivitas komponennya, seperti mentol sebagai antiradang, eugenol sebagai germisida dan fungisida. Beberapa jenis minyak atsiri lain juga dikenal psikoaktif (psikotropika), antara lain karena kandungan safrol. Sinamaldehida pada kayu manis bersifat fungisida dan insektisida terhadap hama Blattella germanica L (Towaha & Indriarti 2008). Senyawa sinamaldehida juga memberikan efek antifeedant untuk melawan hama pengganggu saat proses penyimpanan gandum seperti Tribolium castaneum dan S. zeamais (Ravidran et al. 2004). Eugenol dalam minyak kayu manis juga memiliki aktivitas fitotoksik, yaitu bersifat racun bagi daun, karena merusak lapisan lilin pada bagian epikutikula, yang diujikan pada tanaman brokoli (Isman et al. 2007). Mirsena α Terpinena β Feladrena Limonena p-simena Linalool Geraniol Nerol Sitronelol 4-Terpineol Eugenol Isoeugenol Safrol β Zingiberena ar-d-kurkumena β Seskuifeladrena Gambar 2 Struktur kimia komponen minyak atsiri (Koul et al. 2008). 3

4 Insektisida Nabati Insektisida nabati merupakan salah satu pestisida yang diperuntukan membasmi hama khususnya serangga. Pestisida dapat diartikan secara luas sebagai zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan dan perkembangan, memengaruhi tingkah laku, perkembangbiakan, dan kesehatan, memengaruhi hormon, menghambat bertelur, menghambat makan, membuat mandul, memikat, menolak, atau memiliki aktivitas lainnya yang memengaruhi organisme pengganggu tanaman (OPT) (Kardinan 1998). Pestisida digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu pestisida sintetik dan alami. Aplikasi pestisida sintetik umum digunakan dalam pengendalian hama karena dianggap paling praktis, mudah diperoleh, hasilnya cepat terlihat, dan mudah dikerjakan. Namun, aplikasi pestisida sintetik yang berlebihan menimbulkan dampak negatif karena sifatnya yang non-spesifik sehingga memiliki spektrum daya bunuh yang luas terhadap organisme lain. Di samping itu, terdapat kemungkinan dampak pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan, serta resistensi dan resurgensi pada hama serangga (Dadang & Prijono 2005). Pestisida nabati relatif lebih aman dibandingkan dengan pestisida sintetik. Kurang stabilnya bahan aktif pestisida nabati di lingkungan merupakan suatu kelebihan untuk mengatasi masalah residu (Soetopo 1996). Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji, atau akar yang memiliki senyawa atau metabolit sekunder bersifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu (Sitepu 1999). Insektisida nabati dapat mengakibatkan satu atau lebih pengaruh berikut: mematikan langsung serangga dan bekerja sebagai racun saraf, sebagai repelen, antifeedant, mencegah proses penetasan telur, mengacaukan sistem hormon, atau sebagai atraktan, serta memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama. Syarat insektisida nabati yang baik antara lain efektif pada konsentrasi cukup rendah, tidak meracuni tanaman, aman terhadap musuh alami dan hewan bukan sasaran, serta sumber tanaman mudah ditemukan dan dibudidayakan (Prijono 2005a). Ravidran et al. (2004) melaporkan hasil uji laboratorium terhadap minyak kayu manis untuk pengendalian hama. Penelitian tersebut menunjukkan adanya efek toksisitas, menolak, menghambat pertumbuhan, pada hama kacang Callosobruchus chinensis. Ekstrak petroleum eter dari kulit kayu manis dan minyaknya ditemukan bersifat racun bagi hama kacang tersebut dengan LD 50 kurang dari 200 mg/ml. Senyawa sinamaldehida juga memberikan efek antifeedant untuk melawan hama pengganggu saat proses penyimpanan gandum seperti Tribolium castaneum dan S. zeamais (Ravidran et al. 2004). Eugenol dalam minyak kayu manis juga memiliki aktivitas fitotoksik, yaitu bersifat racun bagi daun, karena merusak lapisan lilin pada bagian epikutikula, yang diujikan pada tanaman brokoli (Isman et al. 2007). Kim et al. (2003) melaporkan adanya aktivitas insektisida pada ekstrak minyak atsiri akar C. siboldii hingga mencapai kematian 100% pada S. oryzae setelah 2 jam perlakuan. C. cassia juga dilaporkan memberikan efek fumigan yang kuat terhadap hama tersebut (Lee et al. 2008). Ekstraksi Komponen Ekstraksi merupakan proses pengambilan senyawa tunggal atau majemuk dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu berdasarkan distribusinya pada fase yang tidak bercampur. Metode ekstraksi yang tepat secara alamiah bergantung pada tekstur dan kandungan air serta jaringan tumbuhan yang akan diisolasi. Pengambilan minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode distilasi, ekstraksi dengan pelarut, dan metode pengempaan. Metode distilasi paling umum digunakan. Pada distilasi air, bahan yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Distilasi ini disebut distilasi langsung, sedangkan distilasi uap disebut distilasi tidak langsung. Perbedaannya, air penghasil uap ditempatkan secara terpisah kemudian uap dialirkan ke bagian bawah bahan tanaman yang akan didistilasi (Lutony & Rahmawati 1994). Untuk mempermudah proses pengambilan minyak, ukuran bahan harus diperkecil namun tidak terlampau halus. Ukuran bahan yang terlampau kecil (halus) akan mempersempit ruang antarpartikel yang menyebabkan proses distilasi berlangsung lama dan tidak efektif. Sebaliknya, jika bahan tidak diperkecil, minyak akan tetap tinggal di dalam jaringan tanaman. Menurut Ketaren (1985), bahan berupa bunga dan daun yang tidak berserat dapat disuling tanpa dirajang terlebih dahulu karena jumlah total minyak dapat berkurang akibat penguapan selama proses perajangan. Minyak 4

5 akan berubah dan memengaruhi aroma yang dihasilkan. Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GCMS) Kromatografi gas spektroskopi massa (GCMS) mengombinasikan peralatan kromatografi gas-cair dengan spektroskopi massa. Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan komponen organik atsiri dan semiatsiri dalam campuran yang kompleks. Selain itu, metode ini dapat menentukan bobot molekul dan komposisi dasar, serta struktur komponen organik yang tidak diketahui dengan mencocokkan spektrum dengan spektrum rujukan dan menginterpretasinya. Metode ini telah lama digunakan untuk analisis minyak atsiri. Komponen minyak atsiri juga dapat diidentifikasi dengan kombinasi GC dengan detektor ionisasi nyala (FID) dan penentuan indeks bias, atau GC dengan deteksi unsur selektif. Identifikasi komponen minyak atsiri dengan GCMS didasarkan pada data spektrum massa dan waktu retensi, menggunakan screener library (David et al. 2002). Spektroskopi massa menyediakan informasi struktur lengkap untuk hampir semua komponen yang dapat diidentifikasi secara tepat, namun tidak dapat memisahkannya. Pada aplikasinya, spektrum komponen diterima oleh MS setelah keluar dari kolom GC, dan kemudian terfragmentasi menjadi bentuk ionnya (Skoog et al. 1998). Kombinasi 2 teknik ini berkembang setelah perkembangan GC pada pertengahan GCMS digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan menganalisis kromatogram GC dan spektrum massa dari masing-masing puncak kromatogram tersebut. Analisis kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan area puncak atau dari pemantauan ion selektif. Namun, dengan cara kedua ini MS tidak dapat menganalisis massa keseluruhan. Instrumen akan berpindah dari massa terpilih ke massa yang lain. Keuntungan pendekatan ini adalah efisiensi waktu, nisbah sinyal dan derau dapat dikurangi, dan meningkatnya kepekaan (Skoog et al. 1998). Crocidolomia pavonana C. pavonana merupakan salah satu hama umum tanaman famili Brassicaceae (kubiskubisan) yang dikenal dengan nama ulat krop kubis. Hama ini bersifat oligofag, tersebar di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Kepulauan di Pasifik, serta menyerang tanaman pada fase vegetatif dan generatif (Kalshoven 1981). Serangan hama ini bersama P. xylostella dapat menurunkan produksi hingga 100% pada musim kemarau (Rukmana 2001). Metamorfosis ulat ini sampai mencapai pupa membutuhkan waktu ±27 hari, dengan siklus hidup ±4 minggu. Telur ulat yang berwarna kehijauan tersusun secara tumpang tindih pada permukaan bawah daun. Larva terdiri dari 5 instar, dengan instar awal hidup berkelompok di sekitar tempat telur diletakkan. Pada tahap selanjutnya instar masuk ke dalam krop dan memakan bagian dalamnya, namun apabila tanaman kubis belum membentuk krop, larva lebih suka makan bagian pucuk. Pupa terbentuk dalam tanah dalam kokon yang terbuat dari benang sutera dan butiran tanah, sedangkan imago berwarna putih kelabu dengan sepasang bercak cokelat pada sayap depan, dan bersifat nokturnal. Pengendalian hama ulat kubis ini umumnya menggunakan pestisida sintetik. Namun, penggunaan pestisida dalam menekan populasi hama dengan cepat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan introduksi musuh alami (parasitoid) seperti Inareolata argentopilosa dan Stnermia incospianoides (Sastrosiswojo & Setiawati 1992). Namun, pengendalian ini belum dapat menekan populasi hama secara efektif. Insektisida nabati merupakan salah satu alternatif pengendalian yang cukup aman dan sesuai konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Beberapa penelitian telah melaporkan adanya aktivitas insektisida terhadap hama C. pavonana, antara lain dari ekstrak biji Aglaia harmsiana (Meliaceae), ranting Dysoxylum acutangulum (Meliaceae), biji D. mollissimum (Meliaceae), serta daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) (Abizar & Prijono 2010, Prijono 2005b, Wiyantono et al. 2001). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan ialah daun kayu manis 13 spesies (C. burmanii, C. camphora, C. iners, C. multiflorum, C. cassia, C. celebicum, C. rhyncophyllum, C. porrectum, C. javanicum, C. grandiflorum, C. 5

AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI

AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI CATUR HERTIKA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Sifat Fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Sifat Fisik Minyak atsiri ditimbang dan ditambahkan campuran metanol:tween-8 dalam labu takar 25 ml dan ditera dengan akuades. Konsentrasi akhir campuran metanol:tween- 8 dalam larutan adalah 1.2% (v/v), sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan bertambahnya luas perkebunan kakao. Menurut Karmawati, Mahmud, Syakir, Munarso,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama utama tanaman kubis selain Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Di Jawa Barat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Allah SWT yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara. Hutan yang dapat memberikan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG Oleh: Nur Isnaeni A44101046 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Pertanian Indonesia ini tidak lepas dari sumber produksi

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii 1 TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii Kacang babi Tephrosia vogelii J. D. Hooker (Leguminosae) merupakan tumbuhan asli Afrika. Tanaman kacang babi berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi sayuran. Serangan OPT terjadi di semua tahap pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetis dilingkungan pertanian khususnya tanaman Hortikultural menjadi masalah yang dilematis. Rata-rata petani sayuran masih melakukan penyemprotan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Plutella xylostella Arti Ekonomi Siklus Hidup

TINJAUAN PUSTAKA Plutella xylostella Arti Ekonomi Siklus Hidup TINJAUAN PUSTAKA Plutella xylostella Arti Ekonomi Plutella xylostella merupakan hama penting di daerah pertanaman kubis di seluruh dunia (Kalshoven 1981). Hama tersebut dapat ditemukan hampir di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor serangga dikenal sebagai arthropodborne diseases atau sering disebut sebagai vektorborne disease. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode 2 PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil hasilnya. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang, dahan, ranting, dan daun. Selain

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan kondisi tempat penyimpanan rata-rata suhu harian 27,05*'C dan kelembaban 84,3%, dengan hasil setiap parameter pengamatan sebagai berikut: 4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk AgroinovasI FLORA RAWA PENGENDALI HAMA SERANGGA RAMAH LINGKUNGAN Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk mengendalikan hama serangga karena hasilnya cepat terlihat dan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengendalian produk hasil pertanian berupa biji-bijian di Indonesia sebagian besar menggunakan cara mekanik dan pestisida sintesis. Hama yang menyerang produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada penelitian digunakan tembakau limbah puntung rokok yang terdapat pada kampus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia, nesia, karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menggantungkan gantun gkan hidupnya pada beras yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan berkembang pada suatu tempat dan waktu, tidak lepas dari hubungannya dengan perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Minyak atsiri yang juga dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN PEMANFAATAN AGENS HAYATI AKTINOMISET UNTUK MENGENDALIKAN ULAT KUBIS (Crocidolomia pavonana) DAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida sintetik telah menimbulkan banyak efek yang membahayakan bagi kesehatan. Salah satunya adalah timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) I. PENDAHULUAN Diantara penyebab rendahnya produktivitas kakao di Indonesia adalah serangan organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pemulihan kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanaman banyak

BAB I PENDAHULUAN. serta pemulihan kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanaman banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit, penyembuhan, serta pemulihan kesehatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman(opt). Hama merupakan salah satu OPT yang penting karena hama mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi Indonesia yang memiliki bagi perekonomian Nasional dalam berbagai bidang. Kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. non kayu diantaranya adalah daun, getah, biji, buah, madu, rempah-rempah, rotan,

BAB I PENDAHULUAN. non kayu diantaranya adalah daun, getah, biji, buah, madu, rempah-rempah, rotan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu merupakan hasil hutan dimana produk yang diambil bukan kayu atau hasilnya bukan berasal dari penebangan pohon. Produk hasil hutan non kayu diantaranya

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu yang dihasilkan dari pengolahan hutan, contohnya produk ekstraktif. Produk ekstraktif merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue, penyebab penyakit demam berdarah juga pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya (Borror dkk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam famili solanaceae. Cabai berguna sebagai penyedap masakan dan pembangkit selera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak ditanam oleh para petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor) Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu bahan sayuran yang banyak dibudidayakan oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di Indonesia. Di Indonesia, kubis

Lebih terperinci

O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA

O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA OH OH HO O OH OH S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA PESTISIDA PENDAHULUAN Pestisida membunuh serangga, rumput, dan jamur Pestisida Insektisida Hidrokarbon terklorinasi Membunuh serangga (insektisida)

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F.

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 124 Jurnal Agrotek Tropika 2(1):124-129, 2014 Vol. 2, No. 1: 124 129, Januari 2014 AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F.

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 124 Jurnal Agrotek Tropika 2(1):124-129, 2014 Vol. 2, No. 1: 124 129, Januari 2014 AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan hama yang umum menyerang tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak atsiri lazim dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud cair dan diperoleh dari

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010

Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010 MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH Citrus grandis, Citrus aurantium (L.) dan Citrus aurantifolia (RUTACEAE) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI DAN INSEKTISIDA Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini (1406100015) Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit tropis yang mengancam manusia di berbagai negara tropis dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuaca yang berubah dari musim kemarau ke musim hujan dan sebaliknya merupakan saat-saat yang harus diantisipasi oleh semua pihak termasuk oleh Dinas Kesehatan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya dapat menyebabkan rasa gatal saja, nyamuk juga mampu menularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu jenis penyakit yang berkembang di daerah tropis. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum, PENDAHULUAN Latar Belakang Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum, jagung, dan beras. Di banyak negara, kentang berfungsi sebagai makanan pokok karena gizi yang sangat baik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DANBATANG SERAI (Andropogon nardus L) UNTUK INSEKTISIDA ALAMI PEMBASMI KUTU BERAS (Sitophilus oryzae) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : NITA OKTAVIA A 420

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan. Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan ( 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan keagungan dan kekuasaan Allah Swt., di antaranya adalah dari dunia tumbuhan yang hasilnya dapat kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya

Lebih terperinci

SKRIPSI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR

SKRIPSI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR SKRIPSI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains OLEH MAGDALENA

Lebih terperinci