AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI"

Transkripsi

1 AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI CATUR HERTIKA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ABSTRAK CATUR HERTIKA. Aktivitas Insektisida Minyak Atsiri Daun Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Crocidolomia pavonana dan Pengaruh Fitotoksisitas pada Bibit Brokoli. Dibimbing oleh GUSTINI SYABIRIN dan DADANG. Aktivitas insektisida minyak atsiri daun 13 spesies Cinnamomum terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana diuji dengan metode celup daun. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri daun C. celebicum, C. multiflorum, C. sintoc, dan C. verum pada konsentrasi 1% (b/v) mengakibatkan mortalitas berturut-turut 21.45, 93.65, 60.30, dan 76.10%. Berdasarkan hasil uji fitotoksisitas dan aktivitas insektisida, dilakukan uji lanjutan terhadap C. multiflorum dalam 6 taraf konsentrasi. Pada semua perlakuan, mortalitas larva sudah terjadi pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) dan meningkat pada 48 JSP. LC 50 minyak atsiri C. multiflorum pada 24 dan 48 JSP masingmasing dan 0.396%. Perlakuan dengan minyak atsiri C. multiflorum pada konsentrasi 0.31% tidak menghambat perkembangan larva C. pavonana. Identifikasi komponen minyak atsiri 13 spesies Cinnamomum dilakukan dengan GCMS. Total komponen yang teridentifikasi mencapai 345 senyawa. Metileugenol merupakan senyawa yang paling banyak ditemukan dalam minyak atsiri C. multiflorum dan diduga sebagai senyawa aktif yang memiliki aktivitas insektisida terhadap ulat C. pavonana. LC 50 metileugenol murni diperoleh pada 0.365% (48 JSP) dan 0.363% (72 JSP). Hasil pengujian menunjukkan bahwa C. multiflorum lebih efektif dengan nilai LC 50 ekuivalen dengan kandungan metileugenol sebesar 0.32% (24 JSP) dan 0.24% (48 JSP). ABSTRACT CATUR HERTIKA. Insecticidal Activity of Essential Oils Leaves of Cinnamomum spp. (Lauraceae) against Crocidolomia pavonana and Their Phytotoxicity on Broccoli Seedlings. Supervised by GUSTINI SYABIRIN and DADANG. Essential oils from leaves of 13 species of Cinnamomum were tested for their insecticidal activity on the cabbage head caterpillar Crocidolomia pavonana with leaf immerse method. The results showed that the treatment with 1% (w/v) essential oils leaves of C. celebicum, C. multiflorum, C. sintoc, and C. verum caused 21.45, 93.65, 60.30, and 76.10% mortality, respectively. Based on the results of phytotoxicity and insecticidal activity tests, C. multiflorum oil was further tested at 6 concentration levels. In all treatments, larval mortality has occurred at 24 hours after treatment (HAT) and increased at 48 HAT. LC 50 of C. multiflorum oil at 24 and 48 HAT was and 0.396%, respectively. The treatment with C. multiflorum oil at 0.31% did not inhibit the development of C. pavonana larvae. Determination of the chemical constituents of Cinnamomum oils were carried out by gas chromatography-mass spectrometry (GCMS). Totally, 345 compounds were identified. Methyleugenol constituted the main component (49.4%) of leaf essential oil of C. multiflorum and was assumed to be responsible for the insecticidal activity of the oil against C. pavonana larvae. LC 50 of pure methyleugenol obtained at 0.365% (48 HAT) and 0.363% (72 HAT). The results showed that C. multiflorum was more effective with LC 50 value equivalent to methyleugenol content of 0.32% (24 HAT) and 0.24% (48 HAT). 2

3 AKTIVITAS INSEKTISIDA MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum spp. (LAURACEAE) TERHADAP Crocidolomia pavonana DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS PADA BIBIT BROKOLI CATUR HERTIKA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

4 Judul : Aktivitas Insektisida Minyak Atsiri Daun Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Crocidolomia pavonana dan Pengaruh Fitotoksisitas pada Bibit Brokoli Nama : Catur Hertika NIM : G Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Gustini Syabirin, MS. NIP Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP Diketahui Ketua Departemen Kimia Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS. NIP Tanggal Lulus : 4

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 24 April 1987 dari Ayah Karnen dan Ibu Sri Utami. Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Bogor dan pada tahun yang sama lulus ujian seleksi masuk Program Keahlian Analisis Kimia Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB). Lulus pada tahun 2008, penulis kemudian diterima di Departemen Kimia Program Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis melakukan magang kerja di Laboratorium Fisik BPPPT Lemigas pada bulan Juni Agustus Bulan Februari Juni 2008 penulis melaksanakan praktik kerja lapangan di Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian dengan materi Penentuan Waktu Optimum pada Hidrolisis Pati Sagu (Metroxilon sp.) oleh Enzim Alfa-Amilase. Penulis juga aktif sebagai anggota Komisi Pelayanan Siswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB serta Forum Mahasiswa Kristen Diploma. Penulis menjadi asisten praktikum Kromatografi I tahun ajaran 2008/2009, Manajemen Laboratorium dan Keselamatan Kerja (2008/2009 dan 2009/2010), Pengenalan Bahan dan Alat (2009/2010), Kimia Dasar (2008/2009 dan 2010/2011), dan Kimia Lingkungan (2008/2009) di Program Diploma 3. 5

6 PRAKATA Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan kasih, anugerah, berkat yang tercurah, dan pertolongan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Aktivitas Insektisida Minyak Atsiri Daun Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Crocidolomia pavonana dan Pengaruh Fitotoksisitas pada Bibit Brokoli. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Gustini Syahbirin, MS dan Dr. Ir. Dadang, MSc. selaku pembimbing serta Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku Kepala Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB atas bimbingan, kepercayaan, arahan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Organik Pak Sobur dan Bu Aah, serta kepada Pak Asep, Pak Didi, dan Pak Saefudin serta staf Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, kepada staf Bagian Pembibitan & Kesekretariatan Kebun Raya Bogor (KRB) atas bantuan pengadaan sampel, Pak Jaswanto dan Ibu Eva di Bagian Analisis Instrumental Puslabfor, serta pihak Balittro atas segala kerja sama yang diberikan. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Papah, Ibu, Mbak, dan Mas serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, kepercayaan dan kasih sayang yang diberikan. Kepada Rina, Paul, Tetty, Lia, Rima, Ricky, Asha, Yoga, dan teman-teman Ekstensi angkatan 2008, penulis ucapkan terima kasih untuk segala bantuan, semangat, dan pengorbanan yang diberikan. Pun kepada rekan-rekan tim penelitian Kak Nella, Astri, Siva, Ridho, Tito, Ibu Eka, Mbak Herma, Mbak Nia, dan Kak Elsa yang telah membantu memberi tenaga, motivasi, doa, dan saran, penulis ucapkan terima kasih. Data yang dilaporkan dalam karya ilmiah ini berasal dari penelitian yang merupakan bagian dari proyek penelitian berjudul Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbasis Ekstrak Tanaman Tephrosia vogelii untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana dan Hama Kutu Paracoccus marginatus dengan Peneliti Utama Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. Proyek ini dibiayai oleh Program Insentif Riset Terapan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Republik Indonesia. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana yang diberikan. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Mei 2011 Catur Hertika 6

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kayu Manis (Cinnamomum spp.)... 1 Minyak Atsiri... 2 Komponen Kimia Minyak Atsiri... 2 Insektisida Nabati... 4 Ekstraksi Komponen... 4 Kromatografi Gas Spektroskopi Massa... 5 Crocidolomia pavonana... 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 5 Metode Penelitian... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sifat Fisik... 7 Uji Fitotoksisitas... 9 Aktivitas Insektisida... 9 Pengaruh Minyak Atsiri Terpilih terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva C. pavonana Identifikasi Komponen Minyak Atsiri dan Kegunaannya Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Aktif SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Indeks bias dan warna minyak atsiri 15 jenis sampel Cinnamomum spp 8 2. Gejala fitotoksisitas pada bibit brokoli yang diberi perlakuan minyak atsiri Cinnamomum spp. 1% (b/v) 9 3. Pendugaan hubungan konsentrasi-mortalitas minyak atsiri C. multiflorum, minyak mimba, dan metileugenol terhadap larva instar II C. pavonana dengan metode celup daun Pengaruh minyak atsiri C. multiflorum dan minyak mimba pada konsentrasi tertentu terhadap perkembangan larva C. pavonana DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Daun dan kulit kayu manis Struktur kimia komponen minyak atsiri Rendemen minyak atsiri daun Cinnamomum spp 8 4 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan 15 jenis minyak atsiri Cinnamomum spp Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan minyak atsiri daun C. multiflorum Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan minyak mimba Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan metileugenol Struktur metileugenol

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian Daftar spesies Cinnamomum spp.yang digunakan dalam penelitian Kadar air & rendemen minyak atsiri daun Cinnamomum spp. dan kulit kayu C. burmanii Warna minyak atsiri Cinnamomum spp. hasil distilasi dengan metode uap air Pengaruh fitotoksisitas minyak atsiri Cinnamomum spp konsentrasi 1% pada bibit brokoli Hasil uji pendahuluan pengaruh minyak atsiri C. multiflorum terhadap mortalitas larva C. pavonana instar II Hasil uji lanjutan pengaruh minyak atsiri Cinnamomum spp. dan minyak mimba terhadap mortalitas larva C. pavonana instar II berdasarkan pengamatan pada fase perkembangan instar Hasil uji lanjutan pengaruh minyak atsiri Cinnamomum spp. terhadap mortalitas larva C. pavonana instar II Komponen utama minyak atsiri dari 15 spesies Cinnamomum spp Kromatogram minyak atsiri C. multiflorum menggunakan GCMS Fragmentasi senyawa metileugenol Hasil uji aktivitas insektisida metileugenol terhadap mortalitas larva C. pavonana instar II Kurva standar hubungan konsentrasi metileugenol dan kelimpahan (m/z)

10 PENDAHULUAN Peningkatan produksi pertanian di Indonesia tidak lepas kaitannya dengan penggunaan pestisida. Pestisida telah lama digunakan sebagai pengendali hama, penyakit tumbuhan, serta gulma. Seiring dengan peningkatan kebutuhan akan produk pertanian, penggunaan pestisida semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan oleh sistem pertanian yang terlalu bergantung pada penggunaan pestisida sintetik (Sudarmo 1991). Gusfi (2002) melaporkan, sebanyak 95.5% petani sayuran di Jawa Barat bergantung pada pestisida sintetik dalam pengendalian hama dan penyakit. Kebergantungan ini dinilai karena pestisida sintetik memiliki keunggulan seperti lebih praktis dalam aplikasi, hasil pengendalian lebih cepat diketahui, dan lebih efisien dari segi waktu dan ekonomi, serta karena kurangnya ketersediaan teknik/strategi pengendalian lain (Dadang & Prijono 2005). Pemakaian pestisida sintetik dengan frekuensi yang tinggi dan aplikasi yang tidak bijaksana dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, pengguna, serta konsumen. Dampak tersebut antara lain residu yang berbahaya terhadap organisme bukan sasaran, ledakan hama, serta timbulnya resistensi terhadap pestisida tersebut. Salah satu upaya memecahkan masalah ini, khususnya penggunaan insektisida sintetik, adalah dengan meningkatkan kualitas biopestisida (insektisida) melalui pengembangan formulasi insektisida nabati (Dadang & Prijono 2005). Insektisida nabati memiliki kelebihan seperti mudah terurai di lingkungan (biodegradabel), aman terhadap makhluk bukan sasaran, tidak menimbulkan resistensi, serta dapat dipadukan dengan cara pengendalian hama lain (Prijono 2005a). Lima famili tanaman yang banyak menghasilkan insektisida nabati dan telah dikomersialkan adalah Solanaceae, Compositae, Leguminosae, Labiatae, dan Chenopodiceae (Feinstein 1952). Famili Meliaceae, Rutaceae, Asteraceae, Annonaceae, Labiatae, dan Cannellaceae juga mempunyai prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan pestisida nabati. Bahan nabati lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama serangga adalah tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri dilaporkan tidak hanya sebagai penolak serangga, tetapi memiliki efek kontak dan fumigan terhadap serangga tertentu serta memiliki aktivitas fungisida (Isman 2000). Beberapa penelitian menyebutkan minyak atsiri famili Lauraceae, khususnya kayu manis (Cinnamomum spp.), memiliki potensi sebagai insektisida nabati (Kim et al. 2003; Jantan et al. 2005). Jantan et al. (2005) melaporkan adanya aktivitas insektisida minyak atsiri dari 8 jenis daun Cinnamomum spp. terhadap nyamuk Aedes aegypti dan A. Albopictus. Efek yang kuat ditunjukkan terhadap larva dewasa setelah pemaparan selama 3 jam. Kandungan benzil benzoat dan benzil salisilat yang tinggi dari C. rhynchophyllum diduga menjadi sumber utama aktivitas insektisida tersebut. Pada C. osmopholeum kandungan sinamaldehida dapat menghambat pertumbuhan larva A. albopictus. Kandungan α-metil sinamaldehida, benzaldehida, dan transsinamaldehida menunjukkan aktivitas larvasida yang kuat (Cheng et al. 2003). Aktivitas insektisida nabati dari Cinnamomum spp. terhadap serangga pemakan daun belum pernah dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui potensi minyak atsiri kayu manis sebagai sumber pestisida nabati untuk mengendalikan serangga pemakan daun. Kerugian produksi pertanian akibat serangan hama, termasuk produksi tanaman sayuran, sangat besar. Salah satu hama perusak adalah Crocidolomia pavonana, yang lazim menyerang tanaman kubis-kubisan dan serangannya bersamaan dengan Plutella xylostella dapat menurunkan produksi hingga 100% (Rukmana 2001). Penelitian ini bertujuan mengetahui komponen minyak atsiri kulit kayu manis C. burmanii, minyak atsiri C. cassia komersial dan daun kayu manis (Cinnamomum spp.) dari 13 spesies dengan kromatografi gas spektroskopi massa (GC-MS) serta membandingkan aktivitas insektisidanya terhadap hama ulat kubis (C. pavonana) dan fitotoksisitasnya terhadap bibit brokoli. Aktivitas insektisida minyak mimba digunakan sebagai pembanding. TINJAUAN PUSTAKA Kayu Manis (Cinnamomum spp.) Kayu manis merupakan tanaman tahunan yang termasuk famili Lauraceae. Kayu manis dibudidayakan secara vegetatif dengan stek, cangkok, cabang air, maupun pemeliharaan tunas yang tumbuh pada tunggul bekas tebangan pohon. Pembiakan secara generatif dapat dilakukan dengan penanaman biji yang 1

11 diperoleh dari pohon induk berumur minimum 10 tahun dan telah masak sempurna (Towaha & Indriarti 2008). Kendala budi daya tanaman ini adalah serangan penyakit bengkak dan bercak daun yang disebabkan oleh Aecidium cinnamon, Pestalotia cinnamon, dan Cephaleuros virescens yang menyebabkan daun membusuk dan gugur. Penanaman kayu manis menghendaki tanah yang subur, gembur dengan pengairan yang baik, serta kaya bahan organik. Ketinggian daerah tanam berpengaruh pada produk kulit kayu manis yang dihasilkan. Semakin tinggi tempat tumbuh, warna kulit akan berubah mendekati cokelat sampai kecokelatan. Ketinggian terbaik adalah m dpl. Jenis kayu manis yang dikenal di dunia sebanyak 300 spesies dan beberapa spesies kayu manis di Indonesia antara lain C. burmanii, C. camphora, C. cassia, C. celebicum, C. grandiflorum, C. iners, C. javanicum, C. kinabaluense, C. sintoc, C. multiflorum, C. verum, C. subavenium, dan C. porrectum. Hasil utama tanaman kayu manis adalah kulit (Gambar 1), batang, dan dahan, sedangkan hasil sampingannya adalah ranting dan daun. Beberapa produk yang dihasilkan tanaman kayu manis adalah kulit utuh (stik), kayu manis, minyak atsiri, oleoresin, dan pestisida botani (Towaha & Indriarti 2008). Gambar 1 Daun dan kulit kayu manis. Kulit batang, dahan, dan ranting dapat digunakan untuk bahan minyak dan obat, serta dapat dihasilkan minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri kosmetika, farmasi, dan makanan. Maxwell & Tran (2007) menyatakan bahwa kayu manis tidak hanya digunakan sebagai pemberi aroma, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam bidang farmakologi seperti antimikrob, antiradang, antioksidan, dan antijamur. Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma dan memiliki komponen atsiri yang khas pada beberapa tumbuhan. Minyak tersebut hanya dihasilkan oleh tumbuhan yang memiliki sel kelenjar, yang terbentuk di dalam protoplasma sel serta tersimpan dalam bentuk mikrodroplet dalam sel kelenjar (Agusta 2000) Famili tumbuhan yang umumnya dapat menghasilkan minyak atsiri antara lain: Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae (Ketaren 1985). Tumbuhan dari famili Lauraceae seperti kayu manis menghasilkan minyak atsiri dengan komponen kimia bergantung pada spesiesnya. Perbedaan komponen minyak atsiri pada spesies Cinnamomum yang sama dapat disebabkan oleh faktor genotipe, ontogeni, pencahayaan, air, suhu, dan hara tanaman tersebut (Lin et al. 2007). Aroma yang dimiliki oleh minyak atsiri umumnya spesifik sesuai kandungan kimianya. Komposisi kimia tersebut mendasari penentuan aroma, kegunaan, ataupun mutu dari suatu minyak atsiri. Agusta (2000) melaporkan bahwa minyak atsiri dari jenis C. burmanii memiliki komponen utama sinamaldehida (Gambar 2), sedangkan spesies lain seperti C. zeylanicum memiliki kadar sinamaldehida lebih rendah dengan kadar eugenol lebih besar (Hidayat & Ma mun 1996). Minyak atsiri tanaman kayu manis dapat diperoleh dari daun, ranting, kulit, dan serbuk kayu dengan cara melakukan proses distilasi uap, distilasi air, maupun proses ekstraksi. Rendemen minyak kulit kayu dahan berkisar 0.16% 1.26% dan kulit ranting 0.15% 1.18% berdasarkan bobot kering (Towaha & Indriarti 2008), sedangkan pada daun kayu manis segar dan kering berturut-turut ± 0.015% dan ± 0.027%. Cara pengeringan berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri yang diperoleh (Windono et al. 1996). Kandungan minyak atsiri ditentukan pula oleh umur tanaman. Kandungan minyak atsiri pada tanaman yang berumur 6 12 tahun masih rendah, sedangkan kandungan tertinggi (3.5% 4.5%) ada pada tanaman dengan umur >15 tahun. Komponen Kimia Minyak Atsiri Komponen kimia minyak atsiri sangat kompleks, komponen yang berjumlah besar ialah terpena dan fenilpropena. Biosintesis turunan terpena berawal dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat, sedangkan senyawa fenilpropena (senyawa aromatik) terbentuk dari asam sikimat melalui jalur fenilpropenoid. 2

12 Terpena. Senyawa yang termasuk dalam golongan terpena antara lain mirsena, pinena, terpinena, limonena, p-simena, serta α dan β feladrena. Senyawa terpenoid merupakan golongan terpena yang mengandung oksigen seperti kelompok monoterpena alkohol (geraniol, linalool, borneol, mentol), aldehida alifatik (sitral, sitronelal), keton monosiklik, dan keton monoterpena bisiklik (verbenona, fenchona) Fenilpropena. Senyawa yang termasuk dalam fenilpropena antara lain golongan fenol aromatik seperti sinamaldehida, eugenol, anetol, safrol, dan metil salisilat. Kelompok asam dalam minyak atsiri antara lain asam sinamat dan asam sitronelat. Seskuiterpena. Senyawa ini memiliki rantai karbon C 15 seperti nerolidol, seskuifeladrena, farnesol, dan zingiberena. Monoterpena dan seskuiterpena merupakan komponen minyak atsiri yang dibentuk oleh kondensasi dari unit isopentenil pirofosfat. Golongan senyawa diterpena jarang ditemukan dalam minyak atsiri, namun terkadang dijumpai sebagai produk samping(koul et al.2008). Beberapa struktur kimia komponen minyak atsiri disajikan pada Gambar 2. Minyak atsiri sering dimanfaatkan karena bioaktivitas komponennya, seperti mentol sebagai antiradang, eugenol sebagai germisida dan fungisida. Beberapa jenis minyak atsiri lain juga dikenal psikoaktif (psikotropika), antara lain karena kandungan safrol. Sinamaldehida pada kayu manis bersifat fungisida dan insektisida terhadap hama Blattella germanica L (Towaha & Indriarti 2008). Senyawa sinamaldehida juga memberikan efek antifeedant untuk melawan hama pengganggu saat proses penyimpanan gandum seperti Tribolium castaneum dan S. zeamais (Ravidran et al. 2004). Eugenol dalam minyak kayu manis juga memiliki aktivitas fitotoksik, yaitu bersifat racun bagi daun, karena merusak lapisan lilin pada bagian epikutikula, yang diujikan pada tanaman brokoli (Isman et al. 2007). Mirsena α Terpinena β Feladrena Limonena p-simena Linalool Geraniol Nerol Sitronelol 4-Terpineol Eugenol Isoeugenol Safrol β Zingiberena ar-d-kurkumena β Seskuifeladrena Gambar 2 Struktur kimia komponen minyak atsiri (Koul et al. 2008). 3

13 Insektisida Nabati Insektisida nabati merupakan salah satu pestisida yang diperuntukan membasmi hama khususnya serangga. Pestisida dapat diartikan secara luas sebagai zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan dan perkembangan, memengaruhi tingkah laku, perkembangbiakan, dan kesehatan, memengaruhi hormon, menghambat bertelur, menghambat makan, membuat mandul, memikat, menolak, atau memiliki aktivitas lainnya yang memengaruhi organisme pengganggu tanaman (OPT) (Kardinan 1998). Pestisida digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu pestisida sintetik dan alami. Aplikasi pestisida sintetik umum digunakan dalam pengendalian hama karena dianggap paling praktis, mudah diperoleh, hasilnya cepat terlihat, dan mudah dikerjakan. Namun, aplikasi pestisida sintetik yang berlebihan menimbulkan dampak negatif karena sifatnya yang non-spesifik sehingga memiliki spektrum daya bunuh yang luas terhadap organisme lain. Di samping itu, terdapat kemungkinan dampak pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan, serta resistensi dan resurgensi pada hama serangga (Dadang & Prijono 2005). Pestisida nabati relatif lebih aman dibandingkan dengan pestisida sintetik. Kurang stabilnya bahan aktif pestisida nabati di lingkungan merupakan suatu kelebihan untuk mengatasi masalah residu (Soetopo 1996). Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji, atau akar yang memiliki senyawa atau metabolit sekunder bersifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu (Sitepu 1999). Insektisida nabati dapat mengakibatkan satu atau lebih pengaruh berikut: mematikan langsung serangga dan bekerja sebagai racun saraf, sebagai repelen, antifeedant, mencegah proses penetasan telur, mengacaukan sistem hormon, atau sebagai atraktan, serta memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama. Syarat insektisida nabati yang baik antara lain efektif pada konsentrasi cukup rendah, tidak meracuni tanaman, aman terhadap musuh alami dan hewan bukan sasaran, serta sumber tanaman mudah ditemukan dan dibudidayakan (Prijono 2005a). Ravidran et al. (2004) melaporkan hasil uji laboratorium terhadap minyak kayu manis untuk pengendalian hama. Penelitian tersebut menunjukkan adanya efek toksisitas, menolak, menghambat pertumbuhan, pada hama kacang Callosobruchus chinensis. Ekstrak petroleum eter dari kulit kayu manis dan minyaknya ditemukan bersifat racun bagi hama kacang tersebut dengan LD 50 kurang dari 200 mg/ml. Senyawa sinamaldehida juga memberikan efek antifeedant untuk melawan hama pengganggu saat proses penyimpanan gandum seperti Tribolium castaneum dan S. zeamais (Ravidran et al. 2004). Eugenol dalam minyak kayu manis juga memiliki aktivitas fitotoksik, yaitu bersifat racun bagi daun, karena merusak lapisan lilin pada bagian epikutikula, yang diujikan pada tanaman brokoli (Isman et al. 2007). Kim et al. (2003) melaporkan adanya aktivitas insektisida pada ekstrak minyak atsiri akar C. siboldii hingga mencapai kematian 100% pada S. oryzae setelah 2 jam perlakuan. C. cassia juga dilaporkan memberikan efek fumigan yang kuat terhadap hama tersebut (Lee et al. 2008). Ekstraksi Komponen Ekstraksi merupakan proses pengambilan senyawa tunggal atau majemuk dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu berdasarkan distribusinya pada fase yang tidak bercampur. Metode ekstraksi yang tepat secara alamiah bergantung pada tekstur dan kandungan air serta jaringan tumbuhan yang akan diisolasi. Pengambilan minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode distilasi, ekstraksi dengan pelarut, dan metode pengempaan. Metode distilasi paling umum digunakan. Pada distilasi air, bahan yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Distilasi ini disebut distilasi langsung, sedangkan distilasi uap disebut distilasi tidak langsung. Perbedaannya, air penghasil uap ditempatkan secara terpisah kemudian uap dialirkan ke bagian bawah bahan tanaman yang akan didistilasi (Lutony & Rahmawati 1994). Untuk mempermudah proses pengambilan minyak, ukuran bahan harus diperkecil namun tidak terlampau halus. Ukuran bahan yang terlampau kecil (halus) akan mempersempit ruang antarpartikel yang menyebabkan proses distilasi berlangsung lama dan tidak efektif. Sebaliknya, jika bahan tidak diperkecil, minyak akan tetap tinggal di dalam jaringan tanaman. Menurut Ketaren (1985), bahan berupa bunga dan daun yang tidak berserat dapat disuling tanpa dirajang terlebih dahulu karena jumlah total minyak dapat berkurang akibat penguapan selama proses perajangan. Minyak 4

14 akan berubah dan memengaruhi aroma yang dihasilkan. Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GCMS) Kromatografi gas spektroskopi massa (GCMS) mengombinasikan peralatan kromatografi gas-cair dengan spektroskopi massa. Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan komponen organik atsiri dan semiatsiri dalam campuran yang kompleks. Selain itu, metode ini dapat menentukan bobot molekul dan komposisi dasar, serta struktur komponen organik yang tidak diketahui dengan mencocokkan spektrum dengan spektrum rujukan dan menginterpretasinya. Metode ini telah lama digunakan untuk analisis minyak atsiri. Komponen minyak atsiri juga dapat diidentifikasi dengan kombinasi GC dengan detektor ionisasi nyala (FID) dan penentuan indeks bias, atau GC dengan deteksi unsur selektif. Identifikasi komponen minyak atsiri dengan GCMS didasarkan pada data spektrum massa dan waktu retensi, menggunakan screener library (David et al. 2002). Spektroskopi massa menyediakan informasi struktur lengkap untuk hampir semua komponen yang dapat diidentifikasi secara tepat, namun tidak dapat memisahkannya. Pada aplikasinya, spektrum komponen diterima oleh MS setelah keluar dari kolom GC, dan kemudian terfragmentasi menjadi bentuk ionnya (Skoog et al. 1998). Kombinasi 2 teknik ini berkembang setelah perkembangan GC pada pertengahan GCMS digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan menganalisis kromatogram GC dan spektrum massa dari masing-masing puncak kromatogram tersebut. Analisis kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan area puncak atau dari pemantauan ion selektif. Namun, dengan cara kedua ini MS tidak dapat menganalisis massa keseluruhan. Instrumen akan berpindah dari massa terpilih ke massa yang lain. Keuntungan pendekatan ini adalah efisiensi waktu, nisbah sinyal dan derau dapat dikurangi, dan meningkatnya kepekaan (Skoog et al. 1998). Crocidolomia pavonana C. pavonana merupakan salah satu hama umum tanaman famili Brassicaceae (kubiskubisan) yang dikenal dengan nama ulat krop kubis. Hama ini bersifat oligofag, tersebar di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Kepulauan di Pasifik, serta menyerang tanaman pada fase vegetatif dan generatif (Kalshoven 1981). Serangan hama ini bersama P. xylostella dapat menurunkan produksi hingga 100% pada musim kemarau (Rukmana 2001). Metamorfosis ulat ini sampai mencapai pupa membutuhkan waktu ±27 hari, dengan siklus hidup ±4 minggu. Telur ulat yang berwarna kehijauan tersusun secara tumpang tindih pada permukaan bawah daun. Larva terdiri dari 5 instar, dengan instar awal hidup berkelompok di sekitar tempat telur diletakkan. Pada tahap selanjutnya instar masuk ke dalam krop dan memakan bagian dalamnya, namun apabila tanaman kubis belum membentuk krop, larva lebih suka makan bagian pucuk. Pupa terbentuk dalam tanah dalam kokon yang terbuat dari benang sutera dan butiran tanah, sedangkan imago berwarna putih kelabu dengan sepasang bercak cokelat pada sayap depan, dan bersifat nokturnal. Pengendalian hama ulat kubis ini umumnya menggunakan pestisida sintetik. Namun, penggunaan pestisida dalam menekan populasi hama dengan cepat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan introduksi musuh alami (parasitoid) seperti Inareolata argentopilosa dan Stnermia incospianoides (Sastrosiswojo & Setiawati 1992). Namun, pengendalian ini belum dapat menekan populasi hama secara efektif. Insektisida nabati merupakan salah satu alternatif pengendalian yang cukup aman dan sesuai konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Beberapa penelitian telah melaporkan adanya aktivitas insektisida terhadap hama C. pavonana, antara lain dari ekstrak biji Aglaia harmsiana (Meliaceae), ranting Dysoxylum acutangulum (Meliaceae), biji D. mollissimum (Meliaceae), serta daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) (Abizar & Prijono 2010, Prijono 2005b, Wiyantono et al. 2001). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan ialah daun kayu manis 13 spesies (C. burmanii, C. camphora, C. iners, C. multiflorum, C. cassia, C. celebicum, C. rhyncophyllum, C. porrectum, C. javanicum, C. grandiflorum, C. 5

15 subavenium, C. sintoc, C. verum) yang di peroleh dari Kebun Raya Bogor, minyak atsiri kulit kayu manis C. burmanii, minyak atsiri C. cassia komersial, minyak mimba, akuades, Na 2 SO 4 anhidrat, heksana, metanol, dan Tween-80. Alat-alat yang digunakan ialah radas distilasi uap air, GCMS Agilent GC-MSD 5975s, vial kaca (diameter 1.5 cm X 4 cm), pipet mikro, cawan petri, dan alat kaca yang lazim digunakan di laboratorium. Metode Penelitian Metode penelitian ini terdiri atas tahap penapisan, uji pendahuluan, dan uji lanjutan. Tahap penapisan diawali dengan distilasi sampel daun dan pengujian minyak atsiri untuk memperoleh minyak dengan aktivitas tertinggi, serta pengujian fitotoksisitas. Tahap kedua adalah uji aktivitas insektisida pendahuluan dan lanjutan. Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1. Distilasi Sampel (Ketaren 1985) Sampel daun kayu manis dari 13 spesies dikering-anginkan selama 7 hari (Wuri et al. 2004). Sampel sebanyak g ditimbang lalu diletakkan di atas piringan berupa ayakan yang terletak beberapa cm di atas permukaan air dalam ketel penyuling. Sampel kemudian didistilasi dengan menggunakan alat distilasi uap air selama 6 7 jam pada suhu C. Uap dari ketel mengalir ke kondensor, dan mengalami kondensasi, dan kondensat masuk ke dalam pipa. Air dan minyak akan terpisahkan dan dikeluarkan melalui cerat. Minyak yang diperoleh ditambahkan Na 2 SO 4 anhidrat untuk menyerap sisa air yang ada. Penetapan Kadar Air (AOAC 1990) Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 C, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C sampai bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan terhadap semua bahan sebelum distilasi, dihitung dengan rumus berikut: Bobot awal bobot akhir Kadar air bobot awal Analisis Sifat Fisik Minyak Atsiri Analisis fisika dilakukan dengan menganalisis warna, kejernihan, rendemen berdasarkan bobot kering dan bobot basah, serta indeks bias. Analisis GCMS (Vogler & Setzer 2006) Minyak atsiri dianalisis dengan GCMS Agilent GC-MSD 5975s yang dilengkapi kolom Hewlett-Packard 5MS (30 m X250 µm X 0.25 µm), dan gas pembawa helium. Suhu injektor 250 C, kondisi oven diatur suhu awalnya 60 C selama 5 menit kemudian dinaikkan 4 C/menit sampai 240 C selama 5 menit. Volume injeksi 2 μl dan split flow 1:30. Spektrum massa masing-masing puncak hasil analisis GC-MS selanjutnya diidentifikasi dengan spektrum massa senyawa yang telah diketahui pada basis data pustaka Wiley7n.L. Uji Aktivitas Insektisida (Dadang & Prijono 2005) Uji Penapisan. Minyak atsiri hasil distilasi 13 spesies dilarutkan dalam campuran metanol:tween-80 (5:1) sampai konsentrasi 1% (b/v). Pakan berupa daun brokoli dipotong-potong berbentuk bujur sangkar (4 cm X 4 cm). Setiap daun dicelupkan ke dalam masing-masing larutan tersebut ±5 detik hingga basah merata lalu ditiriskan. Daun tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang beralaskan tisu, kemudian 15 larva instar II C. pavonana yang telah berganti kulit dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Kontrol negatif ialah pakan yang dicelupkan ke dalam pelarut metanol:tween-80 (5:1) sebanyak 1.2 ml dalam 100 ml. Setiap perlakuan diulangi 6 kali. Perlakuan terhadap ulat dilakukan selama 2 X 24 jam. Setelah 24 jam, pakan ditambah dengan daun brokoli baru yang telah dicelupkan pada minyak atsiri uji. Pengamatan dilakukan pada 48 jam setelah perlakuan (JSP) disertai dengan penggantian pakan dengan daun tanpa pencelupan terhadap minyak atsiri uji kemudian diamati sampai hari ketiga. Jumlah ulat yang mati dicatat. Perhitungan kematian terkoreksi ulat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Po Pc % Kematian 100% 100 Po P o = % kematian kumulatif pada perlakuan, P c = % kematian kumulatif pada kontrol (Perry et al. 1998). Uji Pendahuluan. Minyak atsiri dari spesies yang memberikan persen kematian tinggi serta tidak menimbulkan fitotoksisitas diujikan kembali dengan konsentrasi tertentu. 6

16 Minyak atsiri ditimbang dan ditambahkan campuran metanol:tween-80 dalam labu takar 25 ml dan ditera dengan akuades. Konsentrasi akhir campuran metanol:tween- 80 dalam larutan adalah 1.2% (v/v), sedangkan konsentrasi minyak atsiri dibuat 1, 0.50, dan 0.01% (v/v). Daun pakan dipotong seragam dicelupkan ke dalam larutan pada konsentrasi yang telah dibuat sebelumnya, ditiriskan hingga pelarut kering, lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang diberi alas tisu. Sebanyak 15 ekor larva C. pavonana instar II yang telah berganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut. Penambahan pakan dengan daun brokoli yang telah dicelupkan minyak atsiri uji dilakukan setelah 24 JSP, dan diganti dengan daun tanpa minyak atsiri uji setelah 48 JSP. Pengamatan dilakukan dengan menghitung ulat yang mati dan yang hidup setelah 48 JSP dan sampai hari yang ketiga. Uji Lanjutan. Konsentrasi minyak atsiri yang cukup efektif pada uji tersebut, yaitu mengakibatkan kematian 50% diuji lebih lanjut pada 6 taraf konsentrasi dengan pengulangan sebanyak 6 kali. Cara pengujian yang dilakukan sama seperti pada uji pendahuluan dengan pengamatan kematian serta perkembangan larva setiap 24 jam sekali sampai larva mencapai instar IV. Data kematian kumulatif kemudian diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO- PC (LeOra Software 1987). Uji Fitotoksisitas Bibit brokoli yang berusia 3 minggu disiapkan. Larutan minyak atsiri dari 13 spesies serta kontrol disiapkan dengan konsentrasi 1% kemudian diaplikasikan pada bibit brokoli dengan cara disemprotkan pada beberapa lembar daun pada bibit tersebut. Pengamatan dilakukan pada hari kedua sampai hari ketujuh HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sifat Fisik Perlakuan pendahuluan untuk daun Cinnamomum spp. yang digunakan (Lampiran 2) adalah pelayuan atau pengeringan dengan metode kering angin. Pengeringan ini bertujuan menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga mempercepat dan mempermudah proses ekstraksi. Pada proses pengeringan, minyak atsiri akan berdifusi dan akhirnya dapat menguap (Ketaren 1985). Metode ini dipilih untuk menghindari penguapan berlebihan fraksi minyak atsiri tersebut. Distilasi dilakukan dengan uap air. Uap akan berpenetrasi secara merata ke jaringan bahan, dan suhu dapat dipertahankan sampai 100 C. Distilasi dilakukan selama ±6 jam, laju distilasi berpengaruh terhadap perolehan minyak, namun tidak terhadap mutu minyak (Ketaren 1985). Dalam proses ini akan diperoleh campuran azeotrop, yaitu campuran yang komposisi fase uapnya sama dengan fase cairnya (Distantina 2009). Karena itu, pada proses distilasi, uap minyak akan bercampur dengan uap air dan terkondensasi secara bersamaan tanpa memengaruhi komposisi minyak tersebut. Distilasi uap air lebih baik dibandingkan dengan distilasi air karena uap berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan sehingga rendemen yang dihasilkan lebih besar (Ketaren 1985). Perhitungan rendemen ekstrak hasil distilasi didasarkan pada bobot basah dan bobot kering (Lampiran 3). Koreksi kadar air sampel ditetapkan sebelum distilasi. Penetapan kadar air dimaksudkan untuk mengetahui bobot mutlak bahan (kadar air 0%). Berdasarkan bobot kering, rendemen minyak atsiri berkisar antara 0.08 dan 1.60%. Terlihat pada Gambar 3, rendemen tertinggi diperoleh dari daun C. burmanii, C. camphora, C. multiflorum, dan C. verum berturut-turut 0.84, 1.36, 1.39, dan 1.60%. Rendemen ini dapat dipengaruhi oleh faktor luar antara lain perlakuan sebelum distilasi seperti pengeringan yang mengakibatkan hilangnya minyak atsiri (Ketaren 1985), kadar air bahan yang berkaitan dengan lamanya proses pengeringan, sifat fisik/ketebalan daun yang memengaruhi aliran uap selama distilasi serta proses distilasi yang digunakan. Pada daun yang lebih tebal, proses hidrofusi, yaitu ekstraksi minyak dari sel kelenjar pada suatu jaringan tanaman, akan lebih lama. Rendahnya nilai rendemen tentunya juga dapat dikarenakan kecilnya produksi minyak dalam spesies tersebut. Warna minyak yang dihasilkan pada saat proses distilasi dipengaruhi oleh kondisi daun, beragam dari kuning kehijauan sampai kuning kecokelatan (Tabel 1). Unsur yang mengandung aroma dari tumbuhan terbentuk dalam kloroplas daun dalam bentuk glikosida yang disalurkan ke seluruh tubuh tumbuhan. Tumbuhan menghasilkan enzim glikosidase yang membebaskan minyak atsiri (Harris 1991). 7

17 Rendemen (%) Bobot kering Bobot basah BND BNK CMP CAS CLB GRF INR JAV MLF PRC RHY STC SBV VRM Gambar 3 Rendemen minyak atsiri daun Cinnamomum spp. ( BND: C. burmanii daun, BNK: C. burmanii kayu, CMP: C. camphora, CAS: C. cassia, CLB: C. celebicum, GRF: C grandiflorum, INR: C. iners, JAV: C. javanicum, MLF: C. multiflorum, PRC: C. porrectum, RHY: C. rhynchophyllum, STC: C. sintoc, SBV: C. subavenium, VRM: C. verum). Indeks bias merupakan salah satu sifat optik yang lazim digunakan untuk menentukan mutu dan kemurnian suatu bahan. Diperoleh kisaran nilai indeks bias (Tabel 1). Hasil tersebut berbeda dengan indeks bias minyak daun kayu manis asal Ceylon yang dianalisis oleh Gildemeister dan Hoffman yang berkisar (20 C) (Guenther 1990). Hal ini disebabkan perbedaan lokasi tumbuh dan perbedaan kandungan dari minyak atsiri tersebut. Tabel 1 Hasil pengukuran indeks bias dan warna minyak atsiri dari 15 jenis sampel Cinnamomum spp No Sampel Indeks bias Warna Intensitas warna 1 C. burmanii daun Kuning kecokelatan C. burmanii kayu Kuning kecokelatan C. camphora Kuning kecokelatan C. cassia Kuning kecokelatan C. cassia komersial Kuning kecokelatan C. celebicum Kuning kehijauan C. grandiflorum Kuning kehijauan ++ 8 C. iners Kuning kecokelatan C. javanicum Kuning kecokelatan C. multiflorum Kuning kehijauan + 11 C. porrectum Kuning kehijauan C. rhynchophyllum Kuning kehijauan C. sintoc Kuning kehijauan C. subavenium Kuning kehijauan C. verum Kuning kecokelatan Keterangan : + : hijau seulas ++++ : cokelat seulas ++ : sedikit hijau : cokelat pudar +++ : hijau muda : cokelat muda 8

18 Uji Fitotoksisitas Aplikasi insektisida nabati di lapangan tidak hanya berakibat pada hama, namun dapat memengaruhi pula tanaman tempat hama berada. Efek merusak pada tanaman yang terpajan disebut fitotoksisitas. Zat-zat nonpolar yang berwujud minyak dalam ekstrak kasar sering kali bersifat fitotoksik dengan merusak lapisan lilin kutikula daun atau membran sel (Prijono 2005a). Efek fitotoksik terlihat dengan gejala daun tampak melepuh di bagian epidermis (nekrosis), warna kecokelatan, mongering, dan akhirnya meninggalkan bercak putih pada daun. Hasil pengujian menunjukkan pada konsentrasi 1% gejala fitotoksisitas tidak terlihat pada C. burmanii kayu, C. camphora, C. javanicum, C. multiflorum, C. rhynchophyllum, dan C. subavenium, namun pada 10 sampel lain terlihat gejala fitotoksik (Tabel 2). Pada hari pertama setelah pemberian perlakuan, fitotoksisitas terlihat dengan gejala daun mulai melepuh. Beberapa hari kemudian epidermis mulai terpisah dan setelah 3 hari, terlihat bercak putih (Lampiran 5). Tabel 2 Gejala fitotoksisitas pada bibit brokoli yang diberi perlakuan minyak atsiri Cinnamomum spp. 1% (b/v) Sampel Gejala C. burmanii daun Sedikit melepuh C. burmanii kayu Normal C. cassia Bercak melepuh, epidermis terpisah, muncul bercak putih C. campora Normal C. celebicum Bercak (melepuh) C. gradiflorum Bercak (melepuh) C. iners Bercak (melepuh) C. javanicum Normal C. multiflorum Normal C. porrectum Bercak melepuh, epidermis terpisah, muncul bercak putih C. rhynchophyllum Normal C. sintoc Bercak melepuh, epidermis terpisah, muncul bercak putih C. subavenium Normal C. verum Bercak melepuh, bercak putih merata di tiap daun Kerusakan terparah terjadi pada perlakuan minyak atsiri uji C. verum. Pada konsentrasi 1%, daun mengalami nekrosis pada hari kedua yang kemudian disusul dengan munculnya bercak putih hampir merata pada setiap daun uji, sedangkan pada sampel lain kerusakan tidak merata dan jumlah bercak putih hanya sedikit Permukaan daun tanaman brokoli ditutupi oleh lapisan malam (wax) (Dono 2004). Lapisan pada kutikula daun inilah yang dirusak oleh keberadaan komponen nonpolar seperti minyak atsiri yang juga dapat merusak membran sel daun. Gejala fitotoksisitas yang ditimbulkan hanya bersifat lokal (semisistemik). Ekstrak hanya diserap oleh jaringan tanaman khususnya daun, tetapi tidak atau hanya sedikit ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya (Djojosumarto 2008). Telah dibuktikan bahwa pucuk daun yang tumbuh setelah pemberian perlakuan terhadap tanaman dapat tumbuh normal. Hanya bagian daun yang diberi perlakuan mengalami gejala fitotoksisitas Aktivitas Insektisida Untuk mengetahui potensi minyak atsiri daun kayu manis sebagai insektisida nabati pada penelitian ini, dilakukan uji aktivitas insektisida yang meliputi uji mortalitas dan pengaruh ekstrak terhadap perkembangan larva. Uji dilakukan terhadap larva C. pavonana instar II. Instar merupakan salah satu tahapan perkembangan dalam metamorfosis yang ditandai dengan pergantian kulit larva. Instar II dipilih karena pada fase ini larva sangat aktif, mulai makan banyak (rakus), dan menyebabkan kerusakan yang berat terhadap inangnya. Digunakan instar yang baru saja berganti kulit dan belum sempat memakan daun. Pada saat proses pergantian kulit larva cenderung tidak memakan daun (puasa). Karena itu, saat proses tersebut selesai merupakan waktu yang tepat untuk memberi pakan yang telah diberi perlakuan minyak atsiri uji. Uji mortalitas pendahuluan (penapisan) dilakukan dengan menguji 15 jenis minyak atsiri pada konsentrasi 1% (b/v). Pengujian ini bertujuan mengetahui spesies Cinnamomum spp. yang memberikan aktivitas insektisida paling efektif. Uji mortalitas menunjukkan bahwa minyak atsiri dari C. celebicum, C. multiflorum, C sintoc, dan C. verum mempunyai aktivitas berturut-turut 21.45, 93.65, 60.30, dan 76.10% pada 48 JSP dan tidak mengalami peningkatan yang signifikan setelah 72 JSP (Gambar 4). Minyak atsiri uji 9

19 dari keempat spesies tersebut memberikan kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan 11 minyak atsiri uji lainnya yang hanya memberikan mortalitas 8.15% sehingga dianggap kurang toksik terhadap larva C. pavonana. Berdasarkan daya bunuh yang terjadi pada 48 JSP, diketahui bahwa efek minyak atsiri bekerja secara cepat, dengan kematian cenderung konstan seiring lamanya waktu perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh cara masuknya racun serta mekanisme kerja minyak atsiri yang diduga sebagai racun saraf dengan mengganggu neuromodulator oktopamin dalam tubuh serangga target (Kostyukovsky et al. 2002). Minyak atsiri bekerja dengan menekan aktivitas sistem saraf, yaitu reseptor asam butirat γ amino (GABA) sehingga menyebabkan hiperaktivitas saraf maupun menyebabkan paralisis (kelumpuhan) (Djojosumarto 2006, Priestly et al. 2003). Volatilitas minyak astiri yang besar oleh karena kandungan monoterpena yang tinggi, menyebabkan minyak atsiri dapat berperan sebagai fumigan (racun inhalasi), yaitu racun yang bekerja melalui sistem pernafasan (Kim et al. 2003). Minyak atsiri masuk kefdalam tubuh serangga melalui sistem pernafasan dan selanjutnya ditransportasikan ke tempat racun tersebut bekerja seperti pada sistem saraf. Buckle (1999) melaporkan adanya interaksi yang cepat dari komponen aroma minyak atsiri saat dihirup. Senyawa dalam minyak tersebut secara cepat berinteraksi dengan sistem saraf pusat dan langsung merangsang sistem olfaktori. Adanya aroma dari minyak atsiri juga ada yang memengaruhi aktivitas lokomotorik (Buchbauer et al. 1991). Pengaruh Minyak Atsiri Terpilih terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva C. pavonana Pengujian lanjutan dilakukan terhadap jenis minyak atsiri yang tidak meracuni tanaman dan memberikan persentase kematian yang tinggi. Berdasarkan kriteria tersebut, minyak atsiri dari spesies C. multiflorum dipilih untuk diuji lebih lanjut. Uji pendahuluan juga dilakukan pada C. multiflorum untuk menentukan rentang konsentrasi yang diharapkan dapat mematikan serangga uji antara 0% dan 100% (Dadang & Prijono 2005). Hasil uji pendahuluan disajikan pada Lampiran 6, dengan persen mortalitas pada konsentrasi 0.5% mencapai 100% JSP M ortalitas (% ) JSP kontrol BND BNK CMP CAS CASK CLB GRF INR JAV MLF PRC RHY STC SBV VRM Gambar 4 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan 15 jenis minyak atsiri Cinnamomum spp. (BND: C. burmanii daun, BNK: C. burmanii kayu, CMP: C. camphora, CAS: C. cassia, CASK: C. cassia komersial, CLB: C. celebicum, GRF: C. grandiflorum, INR: C. iners, JAV: C. javanicum, MLF: C. multiflorum, PRC: C. porrectum, RHY: C. rhynchophyllum, STC: C. sintoc, SBV: C. subavenium, VRM: C. verum). 10

20 Hasil pengujian lanjutan minyak atsiri C. multiflorum pada 6 taraf konsentrasi memberikan tingkat kematian pada 24 JSP dan meningkat pada 48 JSP (Gambar 5). Peningkatan kematian larva tidak terjadi lagi setelah 48 JSP, yaitu setelah pergantian daun tanpa perlakuan (bebas minyak atsiri uji). Pola perkembangan mortalitas larva C. pavonana tersebut menunjukkan bahwa bahwa senyawa aktif dalam minyak atsiri C. multiflorum bekerja relatif cepat, sehingga kematian lebih banyak terjadi pada instar II, yaitu sebelum instar mengalami pergantian kulit menuju fase berikutnya (Lampiran 7 & 8). Mortalitas (%) Waktu pengamatan (JSP) Kontrol 0.15% 0.23% 0.31% 0.39% 0.47% 0.55% Gambar 5 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan minyak atsiri daun C. multiflorum. Gambar 5 memperlihatkan mortalitas yang meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri uji. Keefektifan membunuh larva terlihat pada konsentrasi %, sedangkan konsentrasi 0.15 dan 0.23% belum cukup efektif. Nilai konsentrasi tersebut dapat disebut konsentrasi toleransi, yaitu batas konsentrasi yang masih dapat ditoleransi oleh serangga (Dadang & Prijono 2005). Mortalitas larva C. pavonana pada konsentrasi 0.55% mencapai 75 hingga 96%. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri C. multiflorum berpotensi baik sebagai insektisida nabati. Dadang & Prijono (2005) menyatakan bahwa insektisida nabati yang diekstraksi dengan pelarut organik memiliki potensi yang baik apabila pada konsentrasi 1% sudah dapat mengakibatkan mortalitas serangga uji 80%. Aktivitas insektisida minyak atsiri C. multiflorum juga dibandingkan dengan aktivitas insektisida minyak mimba (Azadirachta indica, famili Meliaceae) pada 6 taraf konsentrasi. Mimba merupakan salah satu sumber insektisida botani berbahan aktif azadiraktin yang telah banyak diproduksi di India dan beberapa produk komersial insektisida telah terdaftar pada Komisi Pestisida (Prijono 2005a). Berbeda dengan minyak atsiri C. multiflorum yang cenderung memiliki efek mortalitas yang cepat, mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan minyak mimba baru mulai terjadi pada hari kedua perlakuan dan meningkat hingga hari ke-11 pada konsentrasi % (Gambar 6). Konsentrasi terendah (0.10%) tidak memberi peningkatan mortalitas yang cukup signifikan. Mortalitas (%) Waktu pengamatan (JSP) kontrol 0.10% 0.20% 0.30% 0.40% 0.50% 0.60% Gambar 6 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan minyak mimba. Mortalitas larva instar III akibat perlakuan minyak mimba ditemukan lebih banyak daripada instar II. Kematian larva instar II berkisar 1 36%, sedangkan kematian instar III berkisar 4 85% (Lampiran 7). Pada konsentrasi 0.60%, mortalitas larva instar II ditemukan pada hari kedua hingga hari ke-6 pengamatan, sebesar 36.67%. Sementara pada konsentrasi % mortalitas larva instar II hanya terjadi sampai hari ke-3 dan ke-4. Mortalitas instar III mulai terjadi pada hari ke- 4 dan terus meningkat hingga akhir pengamatan (hari ke-14). Mortalitas instar III lebih banyak ditemukan pada konsentrasi 0.40%, kemudian diikuti oleh konsentrasi 0.50, 0.30, 0.20, dan 0.60%. Minyak atsiri uji C. multiflorum memberikan efek yang seketika saat pengujian. Hal tersebut terlihat dari kematian yang ditunjukkan selama proses pemberian pakan dengan perlakuan. Namun, setelah pakan diganti tanpa perlakuan, serangga yang 11

21 masih mampu bertahan akan kembali normal dan dapat bertumbuh mencapai instar akhir. Serangga uji yang diberi perlakuan minyak mimba memberikan perlakuan yang berbeda. Kematian lebih banyak ditemukan setelah pergantian daun tanpa perlakuan, yaitu setelah serangga mengonsumsi daun perlakuan dan tercerna dalam tubuh. Secara umum, mortalitas larva sebagian besar terjadi pada hari ke-4 hingga ke-11. Setelah itu, kematian hanya mengalami sedikit kenaikan hingga akhir pengamatan.pola perkembangan mortalitas larva C. pavonana tersebut menunjukkan bahwa senyawa aktif dalam minyak mimba bekerja relatif lambat. Kandungan senyawa aktif dalam mimba antara lain azadiraktin, salanin, meliantriol, dan nimbin (Rukmana & Oesman 2002). Racun azadiraktin bekerja mengganggu proses fisiologis seperti mengganggu nafsu makan atau pertumbuhan serangga (Perry et al. 1998), serta bersifat sebagai racun perut, racun kontak, dan penolak hama. Meskipun efek kerja azadiraktin relatif lambat, namun setelah 7 10 hari setelah aplikasi serangga akan mati (Rukmana & Oesman 2002). Hal tersebut konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan, larva mengalami peningkatan kematian hingga hari ke-11 pengamatan. Gunasena & Marambe (1998) menyebutkan bahwa minyak mimba efektif digunakan pada hama ulat kubis. Toksisitas minyak atsiri C. multiflorum ditentukan sebagai konsentrasi letal (LC) pada jam setelah perlakuan yang masih memberikan kematian, yaitu 24 dan 48 JSP, sedangkan toksisitas minyak mimba ditentukan pada konsentrasi yang mampu menyebabkan kematian pada instar II dan instar II+III. Minyak atsiri C. multiflorum memberikan LC 50 kurang dari 0.50% yang berarti cukup toksik. Sementara, LC 95 menunjukkan nilai 0.67% pada 48 JSP dan 0.75% pada 24 JSP. Hasil analisis probit untuk semua perlakuan menunjukkan nilai LC 50 dan LC 95 pada 48 jam lebih kecil dibandingkan dengan 24 jam (Tabel 3). Hal tersebut sesuai dengan pola perkembangan mortalitas larva yang meningkat pada 48 JSP C. multiflorum lebih toksik jika daripada minyak mimba. Nilai LC 50 C. multiflorum sebagai insektisida baru cukup mendekati nilai LC 50 minyak mimba. Minyak mimba yang memiliki cara kerja racun yang relatif lambat sehingga kematian terbanyak ditemukan pada perkembangan instar menuju dan mencapai instar III. Cara kerja racun dari C. multiflorum yang relatif cepat dapat memberikan keuntungan, yaitu mengurangi besarnya residu yang tertinggal pada tanaman yang terpajan. Pengaruh minyak atsiri uji terhadap larva tidak hanya kematian akibat toksisitas, namun juga pengaruh terhadap perkembangan larva, yaitu kemampuan larva menuju tahap instar berikutnya. Kisaran perkembangan larva akibat pemberian ekstrak uji dapat dilihat pada Tabel 4. Lama perkembangan larva instar II ke III hasil perlakuan terhadap minyak atsiri berkisar hari, sedangkan lama perkembangan larva kontrol berkisar 2 hari. Perkembangan larva instar II IV berkisar hari, sedangkan pada kontrol berkisar 4 hari. Tabel 3 Pendugaan hubungan konsentrasi-mortalitas minyak atsiri C. multiflorum, minyak mimba, dan metileugenol terhadap larva instar II C. pavonana dengan metode celup daun Bahan uji C. multiflorum Mimba Metileugenol Waktu Pengamatan (JSP) a±gb a b±gb a (SK 95%) a LC 50 (%) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ± ± ± ± Instar II ± ± Instar II+III ± ± ± ± ± ± LC 95 (SK 95%) a (%) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) a a = intersep regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan 12

22 Tabel 4 Pengaruh ekstrak C. multiflorum dan minyak mimba pada konsentrasi tertentu terhadap perkembangan larva C.pavonana. No Jenis perlakuan Konsentrasi Lama perkembangan larva (hari) ± SD a Instar II III Instar II IV 1 C. multiflorum Kontrol 2.02 ± 0.17 (89) a 4.00 ± 0.00 (89) a 0.15% 2.11 ± 0.37 (89) a 4.05 ± 0.25 (89) a 0.23% 2.03 ± 0.18 (89) a 4.02 ± 0.13 (89) a 0.31% 2.11 ± 0.29 (73) a 4.06 ± 0.17 (73) a 0.39% 2.31 ± 0.51 (44) ab 4.23 ± 0.43 (44) b 0.47% 2.36 ± 0.47 (38) bc 4.31 ± 0.44 (38) c 0.55% 2.70 ± 0.25 (22) c 4.64 ± 0.23 (22) c 2 Mimba Kontrol 2.07 ± 0.25 (88) a 4.14 ± 0.35 (88) a 0.10% 2.40 ± 0.49 (89) b 5.05 ± 0.60 (85) ab 0.20% 2.86 ± 0.35 (88) c 5.44 ± 1.48 (32) bc 0.30% 3.06 ± 0.28 (88) d 6.14 ± 2.03 (21) cd 0.40% 3.04 ± 0.33 (84) d 7.00 ± 2.00 (3) d 0.50% 3.08 ± 0.27 (74) d 6.20 ± 1.10 (5) cd 0.60% 3.93 ± 0.69 (55) e ± 3.61 (3) e a SD = standar deviasi. Rataan pada lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α = 0.05). Angka dalam kurung menunjukkan jumlah larva yang bertahan hidup. Pengaruh minyak atsiri uji C. multiflorum pada konsentrasi 0.15 hingga 0.31% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil berbeda nyata terlihat pada konsentrasi %, baik pada perkembangan instar IIIII maupun IIIV. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak uji C. multiflorum di bawah nilai LC 50 tidak cukup memengaruhi proses perkembangan larva. Pada konsentrasi tersebut serangga uji menyerap senyawa asing dari ekstrak uji, namun tubuh serangga masih mampu menetralkan tanpa mengganggu kemampuannya untuk berganti kulit. Berbeda pada konsentrasi 0.39 hingga 0.55% C. multiflorum serta minyak mimba pada semua konsentrasi, tubuh serangga mendetoksifikasi senyawa yang terserap dalam tubuh dan sebagai akibatnya, perkembangan akan lebih lama daripada keadaan normal (Nenotek 2010). Senyawa aktif azadiraktin pada minyak mimba tidak membunuh secara cepat, namun strukturnya mirip dengan ekdison, hormon yang mengatur metamorfosis serangga dari larva hingga pupa dewasa. Akibatnya, senyawa tersebut menghambat siklus sintesis hormon ini dalam tubuh serangga (Gunasena & Marambe 1998). Pada perlakuan ekstrak C. multiflorum, serangga uji tidak hanya mengonsumsi residu yang terdapat pada daun perlakuan, namun juga dipengaruhi oleh aroma minyak atsiri ekstrak uji. Kematian serta pengaruh terhadap perkembangan larva diduga akibat aroma minyak atsiri yang memengaruhi sistem saraf serangga tersebut. Identifikasi Komponen Minyak Atsiri dan Kegunaannya Identifikasi yang dilakukan terhadap 15 jenis minyak atsiri dari 13 spesies menghasilkan 345 senyawa dan 117 senyawa di antaranya memiliki kemiripan karena ditemukan hampir di setiap sampel uji. Senyawa monoterpena ditemukan hampir di setiap spesies dengan komposisi terbesar berupa golongan monoterpenoid. C. burmanii, C. cassia, dan C. cassia komersial memiliki komposisi senyawa sinamaldehida terbanyak, yaitu berturut-turut 35.8, 27, dan 85%. Berdasarkan uji aktivitas sebelumnya, besarnya kandungan sinamaldehida pada ketiga sampel tersebut tidak menunjukkan efek insektisida yang cukup efektif terhadap mortalitas larva (Gambar 4). Meskipun mortalitas larva pada perlakuan C. cassia komersial lebih tinggi dan sebanding dengan banyaknya sinamaldehida yang dimiliki, senyawa tersebut tidak cukup toksik terhadap C. pavonana. Pada C. celebicum dan C. verum, eugenol ditemukan sebagai komponen utama. Pada tanaman yang memiliki lapisan malam epikutikular, eugenol menyebabkan penu- 13

23 runan senyawa elektrolit yang diindikasikan dengan rusaknya membran sel serta menghambat pertumbuhan benih secara signifikan (Isman et al. 2007). Karena itu, pada bibit brokoli yang diberi perlakuan ekstrak uji C. verum dan C. celebicum terlihat melepuh dan timbul bercak putih. Kandungan eugenol serta sinamaldehida pada C. verum diduga memberikan efek sinergis yang menyebabkan tingginya mortalitas larva (Gambar 4). Berbeda dengan C. celebicum yang walaupun komposisi utamanya eugenol (61.7%), tidak mengandung sinamaldehida sehingga tidak cukup toksik, dan mortalitas larva hanya mencapai 21.45%. Komponen utama C. sintoc dan C. subavenium adalah senyawa safrol, yakni sebesar 62 dan 23.4%, dengan kandungan eugenol yang cukup berimbang, yaitu 3%. Pada uji sebelumnya, C. sintoc lebih toksik daripada C. subavenium. Pada Gambar 4, persentase kematian pada perlakuan ekstrak uji C. sintoc lebih besar dibandingkan dengan C. subavenium. Demikian pula pada uji fitotoksisitas, ekstrak C. sintoc menyebabkan lapisan daun melepuh, sedangkan C. subavenium terlihat normal. Toksisitas C. sintoc tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya senyawa benzil benzoat, yang tidak ditemukan pada C. subavenium. Menurut Jantan et al. (2005), kandungan benzil benzoat dan benzil salisilat pada minyak atsiri Cinnamomum spp. memberikan efek insektisida yang kuat pada pengujian terhadap nyamuk A. aegypti dan A. albopictus. Safrol juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan heliotropin (piperonal), yaitu bahan dasar untuk sintesis piperonal butoksida (PBO). Senyawa ini berperan kritis sebagai sinergis bagi insektisida yang inti aktifnya piretrum alami (Sait & Lubis 1996). Senyawaan fenol seperti safrol, eugenol, dan metileugenol memiliki toksisitas yang lebih baik dibandingkan dengan senyawaan monoterpena (Koul et al. 2008). Spesies yang memiliki senyawaan tersebut memberikan aktivitas insektisida lebih tinggi, berturut-turut C. sintoc, C. verum, dan C. multiflorum, namun efek fitotoksik tidak ditemukan pada perlakuan ekstrak uji C. multiflorum. Kandungan metileugenol dalam C. multiflorum sebesar 49.4% (Lampiran 9). Hasil ini berbeda dengan penelitian Thantsin et al. (2008) yang menyebutkan kandungan utama dalam C. multiflorum dari Myanmar ialah sinamaldehida sebesar 29.57%. Perbedaan ini dapat dikarenakan perbedaan geografi tempat tumbuh. Tambahan pula, spesies C. burmanii kulit kayu, C. porrectum, dan C. javanicum dengan kandungan utama monoterpena seperti o-simena, sabinena, dan α-kopaena tidak memberikan aktivitas insektisida yang tinggi. Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Aktif Hasil GCMS terhadap minyak atsiri terpilih (C. multiflorum) memperlihatkan area terbesar diperoleh pada puncak senyawa metileugenol, yaitu sebesar 49.4% dengan waktu retensi menit (Lampiran 10). Pada waktu retensi tersebut diperkirakan suhu mencapai ±140 ºC, yang menandakan metileugenol menguap pada suhu tersebut. Fragmentasi yang diperoleh memiliki kesamaan dengan pustaka dengan qual 98% (Lampiran 11), serta dengan metileugenol pembanding. Berdasarkan hasil identifikasi GCMS diketahui komponen penyusun minyak atsiri C. multiflorum didominasi oleh golongan fenol (Lampiran 9). Komponen utamanya antara lain metileugenol (49.4%), linalool (6.4%), α-selinena (5.4%), (±)-7-epiamitol (4.0%), β-kubebena (3.6%), p-eugenol (3.5%), β-selinena (3.3%), dan β feladrena (2.8%). Berdasarkan analisis GCMS menggunakan metode pemantauan ion selektif (SIM), dapat diketahui besarnya kadar metileugenol dalam minyak atsiri C. multiflorum. Sebagai pembanding, digunakan produk insektisida yang diketahui memiliki kandungan senyawa aktif metileugenol sebesar 76.35% g/ml. Kurva standar menunjukkan nilai regresi dengan kadar metileugenol dalam C. multiflorum sebesar 62.83% g/ml (Lampiran 13). Senyawa aktif metileugenol juga diuji aktivitas insektisidanya terhadap C. pavonana. Berdasarkan percobaan dengan 6 taraf konsentrasi, diperoleh pola yang hampir sama dengan aktivitas insektisida C. multiflorum, yaitu reaksi mematikan yang cepat pada 24 hingga 48 JSP dan setelah 72 JSP cenderung konstan (Gambar 7 dan Lampiran 12). Jika minyak atsiri C. multiflorum menyebabkan kematian pada konsentrasi 31%, kematian oleh metileugenol sudah mulai ditunjukkan pada konsentrasi terendah, yaitu 0.28% dan semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri uji. 14

24 Mortalitas (%) Waktu pengamatan (JSP) Kontrol 0.28% 0.31% 0.34% 0.37% 0.40% 0.43% Gambar 7 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan metileugenol. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa senyawa aktif metileugenol memiliki nilai LC 50 sebesar 0.365% pada 48 JSP dan 0.363% pada 72 JSP. Dibandingkan dengan LC 50 C. multiflorum (Tabel 3), dengan nilai LC % atau ekuivalen dengan 0.32% metileugenol (24 JSP), dan 0.396% atau 0.24% metileugenol (48 JSP), maka minyak atsiri C. multiflorum lebih bersifat bioaktif. Hal tersebut memperlihatkan bahwa mortalitas yang diperoleh turut dikontribusi oleh adanya senyawa lain dalam minyak atsiri tersebut. Metileugenol (Gambar 8) merupakan feromon alami yang dapat menarik serangga sehingga dimanfaatkan sebagai atraktan pada dosis rendah. Gambar 8 Struktur metil eugenol. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengujian 15 jenis minyak atsiri dari 13 spesies, spesies C. multiflorum memiliki aktivitas insektisida tertinggi, rendemen terbesar, dan tidak fitotoksik terhadap bibit brokoli. Ekstrak tersebut memiliki toksisitas cukup kuat dengan nilai LC 50 sebesar 0.396% (48 JSP) dan 0.504% (24 JSP), serta menghambat perkembangan larva pada konsentrasi 0.31%. Toksisitas ekstrak tersebut lebih lemah jika dibandingkan dengan minyak mimba. Sebanyak 345 senyawa teridentifikasi dengan GCMS, dan 117 di antaranya dimiliki oleh hampir semua minyak atsiri uji. Metileugenol merupakan komponen utama minyak atsiri daun C. multiflorum yang memberikan aktivitas insektisida. Perbandingan LC 50 minyak atsiri C. multiflorum dan metileugenol menunjukkan bahwa senyawa lain dalam minyak atsiri turut berkontribusi pada aktivitas insektisida sehingga minyak atsiri tersebut lebih berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan alternatif pengendalian hama C. pavonana dibandingkan dengan senyawa murni metileugenol. Saran Perlu dilakukan pengujian di lapangan untuk mengevaluasi efektivitas minyak atsiri serta kestabilan bahan di lingkungan serta pengujian lebih lanjut guna melihat mekanisme kerja racun terhadap tubuh target. Isolasi senyawa aktif lebih lanjut juga diperlukan guna mengetahui aktivitas senyawa aktif bahan tersebut. Selain itu, proses pengeringan serta penyulingan perlu ditingkatkan untuk mendapat mutu minyak terbaik. DAFTAR PUSTAKA Abizar M, Prijono D Aktivitas insektisida ekstrak daun & biji Tephrosia vogelii J. D. Hooker (Leguminosae) & ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) Lepidoptera Crambidae. J HPT Tropika 10:1-12. Agusta A Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB Pr. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists Official Methods of Analysis. Ed ke-15. Maryland: AOAC Int. Buchbauer G, Jager W, Dietrich H, Plank CH, Karamat E Aromatic evidence for sedative effect of essential oil of lavender after inhalation. J Biosci 460:

25 Buckle J Use of aromatheraphy as complementary treatment for cronic pain. J Alternative Ther 5: Cheng SS, Chang HT, Chang ST, Tsai KH, Chen WJ Bioctivity of selected plant essential oils against the yellow fever mosquito Aedes aegypti larvae. J Biores Technol 89: Dadang, Prijono D Insektisida Nabati; Prinsip, Pemanfaatan & Pengembangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. David F, Scanlan F, Sandra P, Szelewski M Analysis of Essential Oil Compounds Using Retention Time Locked Methods and Retention Time Database. Wilmington: Agilent Technologies. Distantina S Keseimbangan uap cair. 0/1keseimbangan-uap-cair-s1-pdf [25 Jan 2011]. Djojosumarto P Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka. Dono D Aktivitas insektisida rokaglamida dan penghambatan respon imunitas larva Crocidolomia pavonana (Fabricus) parasitoid Eriborus argenteopilosus (Cameron) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Feinstein L Insecticides from plant. Di dalam: United States Department of Agriculture Insect. Kuala Lumpur: University of Malaya Pr. Guenther E Minyak Atsiri. Jilid IV. Ketaren RS, penerjemah. Jakarta: UI pr. Gunasena HPM, Marambe B Neem in Srilanka, A Monograph. Srilanka: University of Peradeniya. Gusfi V Persepsi petani sayuran di Cipanas terhadap insektisida sintesis dan botani [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harris R Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Hidayat T, Ma mun Karakteristik minyak dari daun tiga jenis kayu manis. Di dalam: Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik; Bogor, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Isman MB Plant essential oils of pest and disease management. J Crop Protect 19: Isman MB, Machial CM. Miresmailli S. Bainard LD Essential Oil-Based Pesticides: New insight From Old Chemistry. Di dalam: Ohkawa H, Miyagawa H, Lee PW, editor. Pesticide. Chemistry Crop Protection, Public Health, Environmental Safety. Weinhein: Wiley- VCH Verlag GmbH, hlm Jantan I, Yalvema MF, Ahmad NW, Jamal JA Insecticidal activities of leaf oils of eight Cinnamomum spesies against Aedes aegepty and Aedes albopictus. J Pharm Biol 43: Kalshoven LGE The Pests of Crops in Indonesia. PA van der Laan, (editor). Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Kardinan A Prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia. Litbang Pertanian 17:1 8. Ketaren IRS Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Kim SI, Roh JY, Kim DH, Lee HS, Ahn YJ Insecticidal activities of aromatic plant extract and essential oil against Sitophilus oryzae and Callosobruncus chinensis. J Stored Product 39: Kostyukovsky M, Rafaeli A, Gileadi C, Demchenko N, Shaaya E Activation of octopaminergic receptors by essential oil constituents isolated from aromatic plants: Possible mode of action against insect pest. Pest Manag Sci 58: Koul O, Walia S, Djaliwal GS Essential oil as green pesticides: Potential and constraints. J Biopestic Int 4: Lee EJ, Kim JR, Choi DR, Ahn YJ Toxicity of cassia and cinnamon oil compounds to Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curcunioledae). J Econ Entomol 101:

26 LeOra Software POLO-PC User s Guide. Petaluma (CA): LeOra Software. Lin KH et al Major chemotypes and antioxidative activity of the leaf essential oils of Cinnamomum osmophloeum Kaneh from a clonal orchard. J Food Chem 105: Liu CH et al Repellent and insecticidal activities of essential oil from Artemesia princieps and Cinnamomum camphora and their effect on seed germination of wheat & broad bean. J Biores Technol 97: Lutony TL, Rahmawati Y Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Bandung: Penebar Swadaya. Maxwell AE, Tran T Cinnamon. More Than Flavor Agent. Amsterdam. Cassia Co-Op. Nenotek PS Bioaktivitas ekstrak kulit batang beberapa jenis tumbuhan Simaroubaceae dan daun Tephrosia vogelii terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY Insecticides in Agriculture and Environment Retrospects and Prospects. New-York: Springer-Verlag. Priesley CM, Williamson EM, Wafford KA, Sattelle DB Thymol, a constituent of thyme essential oil is a positive allosteric modulator of human GABA receptors and a homo-oligomerid GABA receptor from Drosophila melanogaster.br. J Pharmacol 140: Prijono D. 2005a. Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Botani. Di dalam: Bahan Pelatihan Singkat Pengembangan Agen Hayati dan Insektisida Botani; Kendari, Jul Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prijono D. 2005b. Polytomous quantal response of Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) to extracts of Aglalia spp. & Dysoxylum spp. (Meliaceae). J HPT Tropika 5:1-10. Ravindran PN, Babu NK, Shylaja M Cinnamon and Cassia. New York: CRC Pr. Rukmana RH Bertanam Kubis. Yogyakarta: Kanisius. Rukmana RH, Oesman YY Nimba, Tanaman Penghasil Pestisida Alami. Yogyakarta: Kanisius. Sait S, Lubis EH Sintesis heliotropin dari minyak atsiri kulit sintok (Cinnamomum sintok Blume). Di dalam: Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik; Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sastrosiswojo S, Setiawati W Biology and control of Crocidolomia binotalis in Indonesia. Di dalam: Talekar NS, editor. Proceedings of the Second International Workshop on Diamondback Moth and Other Crucifer Pest; Tainan, Des Tainan: AVRDC. hlm Sitepu D Prospek pestisida di Indonesia. Litbang Pertanian 11:1 8. Skoog DA, Hooler FJ, Nieman TA Principles of Instrumental Analysis. Ed ke- 5. Orlando: Harcout Brace. Soetopo D Potensi mimba (Azadarictha indica A. juss) sebagai insektisida dan penolak makan serangga penggerek batang lada (Lophobaris piperis Marsh.). Di dalam: Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII; Bogor, 24 Nov Bogor: Perhimpunan Peneliti bahan Obat Alami (Perhipba). hlm Sudarmo S Pestisida. Yogyakarta: Kanisius. Thantsin K, Zhang Q, Yang J, Wang Q Compositition of semivolatile compounds of 10 Cinnamomum spesies from China and Myanmar. Nat Prod Res 20: Towaha J, Indriarti G Multifungsi tanaman kayu manis (Cinnamomum). 17

27 Warta Litbang Tanaman Industri. 14: Vogler B, Setzer Wn Natural Products From Plant. Ed ke-2. Leland J et al. (editor) Boca Raton: Taylor & Francis, hlm Windono T, Santoso MH, Tajanti JE Pengaruh cara pengeringan terhadap kadar dan kualitas minyak atsiri daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum Garc. Ex. BI). Di dalam: Prosiding Simposium Penelitian Obat Alami VIII; Bogor, 24 Nov Bogor: Perhimpunan Peneliti bahan Obat Alami (Perhipba). hlm Wiyantono, Prijono D, Manuwoto S Bioaktivitas ekstrak biji Aglaia harmsiana terhadap ulat krop kubis, Crocidolomia binotalis. J Pertan Indones 10:1-7. Wuri Y, Darmadji P, Rahardja B Sifat sensoris minyak atsiri daun kayu manis (Cinnamomum burmanii Nees ex Blume). J Agrosains 17:

28 LAMPIRAN 19

29 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Pengeringan daun Distilasi uap air Kadar air GCMS Minyak atsiri Rendemen Aktivitas insektisida Fitotoksisitas Uji pendahuluan Uji lanjutan 20

30 Lampiran 2 Daftar spesies Cinnamomum spp. yang digunakan dalam penelitian No Nama spesies Kode lokasi tanam Penanaman Asal * 1 C. burmanii 2 C. camphora XX.A Cina, Jepang 3 C. cassia XX.B Cina 4 C. celebicum XX.B Malay, Peninsula 5 C. gradiflorum XVI.I.J Borneo 6 C. iners XX.B.65a Malay, Peninsula 7 C. javanicum XI.B.XVI C. multiflorum XX.B Srilanka 9 C. porrectum XI.B.X Borneo Lengkong, Sukabumi, Jawa 10 C. rhyncophyllum XI.B.XVII Kalimantan 11 C. sintoc XX.B Malay, Peninsula 12 C. subavenium IX.C.139a Sumatra 13 C. verum XX.B India *Penulisan sesuai dengan arsip Kebun Raya Bogor 21

31 Lampiran 3 Kadar air dan rendemen minyak atsiri daun Cinnamomum spp. dan kulit kayu C. burmanii No Spesies Kadar air (%) Bobot sampel (g) Volume minyak (ml) Sebelum penambahan Na 2 SO 4 Bobot minyak (g) Setelah penambahan Na 2 SO 4 Rendemen (% b/b) Bobot kering Bobot basah 1 C. burmanii daun C. burmanii kulit kayu C. campora C. cassia C. celebicum C. grandiflorum C. iners C. javanicum C. multiflorum C. porrectum C. rhynchophyllum C. sintoc C. subavenium C. verum

32 Lampiran 4 Warna minyak atsiri daun Cinnamomum spp. hasil distilasi dengan metode uap air C. burmanii daun C. cassia C. celebicum C. campora C. iners C. multiflorum C. rhyncophyllum C. sintoc C. subavenium C. verum 23

33 Lampiran 5 Pengaruh fitotoksisitas minyak atsiri Cinnamomum spp. konsentrasi 1% (b/v) pada bibit brokoli C. burmanii daun C. burmanii kayu C. cassia C. campora C. iners C. grandiflorum C. celebicum C. javanicum C. multiflorum C. porrectum C. sintoc C. verum Keterangan : Daerah yang dillingkari merupakan daerah pada daun yang mengalami gejala fitotoksisitas. 24

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Peningkatan produksi pertanian di Indonesia tidak lepas kaitannya dengan penggunaan pestisida. Pestisida telah lama digunakan sebagai pengendali hama, penyakit tumbuhan, serta gulma. Seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Sifat Fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Sifat Fisik Minyak atsiri ditimbang dan ditambahkan campuran metanol:tween-8 dalam labu takar 25 ml dan ditera dengan akuades. Konsentrasi akhir campuran metanol:tween- 8 dalam larutan adalah 1.2% (v/v), sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG Oleh: Nur Isnaeni A44101046 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan bertambahnya luas perkebunan kakao. Menurut Karmawati, Mahmud, Syakir, Munarso,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama utama tanaman kubis selain Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Di Jawa Barat

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN PEMANFAATAN AGENS HAYATI AKTINOMISET UNTUK MENGENDALIKAN ULAT KUBIS (Crocidolomia pavonana) DAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Allah SWT yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara. Hutan yang dapat memberikan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor) Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode 2 PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil hasilnya. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang, dahan, ranting, dan daun. Selain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi sayuran. Serangan OPT terjadi di semua tahap pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii 1 TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii Kacang babi Tephrosia vogelii J. D. Hooker (Leguminosae) merupakan tumbuhan asli Afrika. Tanaman kacang babi berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada penelitian digunakan tembakau limbah puntung rokok yang terdapat pada kampus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH HUTAN

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH HUTAN ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH HUTAN (Piper aduncum L) PADA LARVA LALAT BUAH ( Bactrocera carambolae) JAMBU BIJI SKRIPSI ELPRIDA NABABAN 130822018

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengendalian produk hasil pertanian berupa biji-bijian di Indonesia sebagian besar menggunakan cara mekanik dan pestisida sintesis. Hama yang menyerang produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan kondisi tempat penyimpanan rata-rata suhu harian 27,05*'C dan kelembaban 84,3%, dengan hasil setiap parameter pengamatan sebagai berikut: 4.1.

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga Tumbuhan Salembangu (Melissa sp.)

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga Tumbuhan Salembangu (Melissa sp.) Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga (Isolation and identification of chemical components of essential oils from leaves, stems, and flowers of Salembangu plants

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU MANIS ( Cinnamomum burmanii ) DENGAN CARA GC - MS SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU MANIS ( Cinnamomum burmanii ) DENGAN CARA GC - MS SKRIPSI ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU MANIS ( Cinnamomum burmanii ) DENGAN CARA GC - MS SKRIPSI DANIEL FREDDY TAMPUBOLON 080822050 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Pertanian Indonesia ini tidak lepas dari sumber produksi

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG SEPTRIPA A34051189 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK SEPTRIPA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Plutella xylostella Arti Ekonomi Siklus Hidup

TINJAUAN PUSTAKA Plutella xylostella Arti Ekonomi Siklus Hidup TINJAUAN PUSTAKA Plutella xylostella Arti Ekonomi Plutella xylostella merupakan hama penting di daerah pertanaman kubis di seluruh dunia (Kalshoven 1981). Hama tersebut dapat ditemukan hampir di setiap

Lebih terperinci

Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010

Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010 MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH Citrus grandis, Citrus aurantium (L.) dan Citrus aurantifolia (RUTACEAE) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI DAN INSEKTISIDA Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini (1406100015) Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk AgroinovasI FLORA RAWA PENGENDALI HAMA SERANGGA RAMAH LINGKUNGAN Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk mengendalikan hama serangga karena hasilnya cepat terlihat dan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F.

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 124 Jurnal Agrotek Tropika 2(1):124-129, 2014 Vol. 2, No. 1: 124 129, Januari 2014 AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F.

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 124 Jurnal Agrotek Tropika 2(1):124-129, 2014 Vol. 2, No. 1: 124 129, Januari 2014 AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan berkembang pada suatu tempat dan waktu, tidak lepas dari hubungannya dengan perubahanperubahan

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK NUR

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-heksana, ETIL ASETAT dan METANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) SKRIPSI RICKI 070802024 PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetis dilingkungan pertanian khususnya tanaman Hortikultural menjadi masalah yang dilematis. Rata-rata petani sayuran masih melakukan penyemprotan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN JERUK BALI MERAH (Citrus maxima (Burm.) Merr) SECARA KROMATOGRAFI GAS SPEKTROSKOPI MASSA (GC-MS)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN JERUK BALI MERAH (Citrus maxima (Burm.) Merr) SECARA KROMATOGRAFI GAS SPEKTROSKOPI MASSA (GC-MS) ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN JERUK BALI MERAH (Citrus maxima (Burm.) Merr) SECARA KROMATOGRAFI GAS SPEKTROSKOPI MASSA (GC-MS) SKRIPSI RENA SINAGA 110822022 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA

O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA OH OH HO O OH OH S2-Kimia Institut Pertanian Bogor PESTISIDA PESTISIDA PENDAHULUAN Pestisida membunuh serangga, rumput, dan jamur Pestisida Insektisida Hidrokarbon terklorinasi Membunuh serangga (insektisida)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi Indonesia yang memiliki bagi perekonomian Nasional dalam berbagai bidang. Kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor serangga dikenal sebagai arthropodborne diseases atau sering disebut sebagai vektorborne disease. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO&

24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO& 24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO& Ekstrak kulit batang tumbuhan tersebut memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap kumbang Calosobruchus maculafus dan ulat hop kubis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR,

BAB III METODE PENELITIAN. destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah destilasi uap menggunakan pelarut air. Tahap kedua adalah analisis FTIR, spektrum

Lebih terperinci

SKRIPSI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR

SKRIPSI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR SKRIPSI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains OLEH MAGDALENA

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) Ganis Lukmandaru, Denny Irawati dan Sri Nugroho Marsoem Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) I. PENDAHULUAN Diantara penyebab rendahnya produktivitas kakao di Indonesia adalah serangan organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia, nesia, karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menggantungkan gantun gkan hidupnya pada beras yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida sintetik telah menimbulkan banyak efek yang membahayakan bagi kesehatan. Salah satunya adalah timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Minyak atsiri yang juga dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman(opt). Hama merupakan salah satu OPT yang penting karena hama mampu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jeruk merupakan komoditas buah unggulan nasional karena memiliki nilai ekonomi tinggi, adaptasinya sangat luas, sangat populer dan digemari hampir seluruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kecepatan Kematian Penambahan kosentrasi ekstrak daun mimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva Plutella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian untuk kegiatan fraksinasi daun mint (Mentha arvensis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian

Lebih terperinci

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA DARI MINYAK ATSIRI DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DENGAN METODE GC-MS SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA DARI MINYAK ATSIRI DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DENGAN METODE GC-MS SKRIPSI ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA DARI MINYAK ATSIRI DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DENGAN METODE GC-MS SKRIPSI LAPENRIS EDISON HUTAGALUNG 090822037 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci