2 TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907)"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907) Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku Acanthaceae (Wikipedia 2007). Dalam sistem klasifikasi, tanaman A. marina mempunyai penggolongan sebagai berikut (Plantamor 2012): Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Jenis : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Scrophulariales Acanthaceae Avicennia A. marina (Forsk.) Vierh. Nama lokal : Api-api jambu, sia-sia putih, api-api, pejapi, nyapi, api, sia, hajusa, pai. (Kusmana et al. 2008). Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia (Wikipedia 2007). Api-api merupakan salah satu jenis yang termasuk ke dalam kelompok mangrove utama. Adapun karakteristik mangrove utama sebagai berikut (Kusmana et al. 2008): a. Hanya hidup di habitat mangrove, tidak dapat tumbuh menyebar ke daratan. b. Berperan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu membentuk tegakan murni. c. Memiliki morfologi spesifik sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, seperti adanya akar permukaan (akar napas/akar udara) dan buah vivipar. Sebagai warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram, diantaranya akar nafas (pneumatophores) yang muncul cm dari substrat, seperti paku dengan diameter cm. Akar nafas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur sehingga mempercepat proses pembentukan tanah timbul serta berbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2005b). d. Secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Api-api memiliki daun dengan kelenjar garam. Daun api-api berwarna putih sampai keabu-abuan dilapisi kristal garam di sisi bawahnya. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008). e. Relatif terisolasi secara taksonomi dari komunitas daratan, minimal pada level marga (genus). Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya seperti A. marina

2 5 (Gambar 1) memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi. Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008). A. marina memiliki ukuran pohon kecil atau besar, tinggi mencapai 30 m, dengan tajuk yang agak renggang. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting memiliki buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang. Susunan daun tunggal berhadapan dengan helaian berbentuk elips dan ujung daun akut sampai membundar berukuran panjang 5-11 cm. Api-api memiliki biji kriptovivipar. Bunga muncul terutama pada bulan juli-februari, sedangkan munculnya buah pada bulan november-maret (musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan 2-3 bulan. Bunga bersifat infloresensi berjumlah 8-14, dengan bulir rapat, panjang mencapai 1-2 cm, dengan susunan terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal dengan daun mahkota berjumlah 4, berwarna kuning sampai oranye. Kelopak memiliki 5 cuping dan benang sari sebanyak 4 buah berukuran cm. Lebar buah cm dan panjang cm dengan perikarp berwarna hijau, bagian dalam hijau sampai coklat muda/kekuningan dan pada permukaan terdapat rambut halus. Buah membundar secara apikal atau dengan sebuah paruh yang pendek (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008). Gambar 1 Avicennia marina (Forsk.) Vierh

3 6 Deskripsi Jenis Bakau (R. mucronata Lamk. 1804) Dalam sistem klasifikasi, tanaman R. mucronata mempunyai penggolongan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Family : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora Jenis : R. mucronata Lamk. Nama lokal : bakau, bako-gandul, bakau-genjah, bakau-bandul, bakauhitam, tanjang-lanang, tokke-tokke, bakao, bakau-laki, blukap, tongke-besar, lului, bakau-bakau, wako, bako, bangko, blukap (Kusmana et al. 2008). R. mucronata (Gambar 2) merupakan jenis mangrove utama dengan tinggi batang mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Umumnya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. R. mucronata memiliki akar tunjang yang besar dan berkayu dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal/memecah datar. Daun tunggal berhadapan dengan gagang daun berwarna hijau, berbentuk elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung daun berarista (aristate) (ujung daun mirip gigi yang meramping tajam). Panjang daun mencapai cm, lebih besar dari R. stylosa, dengan bagian paling lebar berada di tengah. Permukaan bawah daun hijau kekuningan dan terdapat bintikbintik hitam kecil yang tersebar. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran cm. (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2008). R. mucronata memiliki biji vivivar dan bunga infloresensi, bercabangcabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous), berbunga sebanyak 4-8 dengan perbungaan terbatas (cyme), menggantung, dan aksilar. Daun mahkota berjumlah 4, berwarna putih, dan berambut dengan kelopak bercuping 4, berwarna kuning keputihan sampai hijau kekuningan. Benang sari berjumlah 8 dengan diameter 3-4 cm dan panjang cm. Tangkai putik pendek dengan kepala putik hampir duduk (hampir tanpa tangkai). Buah berdiameter cm, sedangkan panjang cm berwarna hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning ketika masak, dengan permukaan berkutil (mempunyai struktur mirip kutil). R. mucronata berbuah silindris (hipokotil), rontok dari bawah leher kotiledon, mengapung, dan tersebar oleh arus. Pemunculan bunga sepanjang tahun (terutama agustus-desember) dan pemuculan buah pada bulan oktober-desember (awal musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan sekitar bulan (Kusmana et al. 2008). R. mucronata tumbuh di tepi sungai-sungai kecil, pantai yang berawa dan berlumpur tanpa ada ombak yang kuat, dan tumbuh baik di wilayah sungai estuaria dengan lumpur mangrove yang lunak. Jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, sedikit kandungan pasirnya, serta pada tanah yang kaya akan humus. R. mucronata teradaptasi dengan berbagai elevasi dengan kisaran yang

4 7 lebar. Jenis ini lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir bila dibandingkan dengan jenis R. apiculata. menyebar luas mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara, kepulauan Nusantara, Melanesia dan Mikronesia. Pada saat ini telah diintroduksikan ke daerah Hawaii (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2005b; Kusmana et al. 2008). Gambar 2 R. mucronata Lamk Teknik Rehabilitasi Mangrove 1. Penanaman dengan propagul (Kusmana et al. 2009a) Penanaman langsung dengan menggunakan propagul umumnya dilakukan apabila areal penanaman berupa tanah lumpur. Penanaman propagul ini dilakukan dengan cara membenamkan seperempat sampai sepertiga panjang propagul ke dalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap ke atas. Jika propagul ditanam terlalu dalam, lumpur akan menutup lentisel, dan hipokotil tidak dapat berespirasi, dan hal ini akhirnya dapat menyebabkan kematian. Demikian juga sebaliknya, apabila propagul ditanam terlalu dangkal, dia akan mudah hanyut oleh ombak dan air pasang. Untuk R. mucronata, R. apiculata dan R. stylosa, kelopak buah (calyx) harus selalu dilepas sebelum penanaman (biasanya kalau propagul sudah matang, calyx ini akan lepas dengan sendirinya bersama perikarp). Di lain pihak, untuk B. gymnorrhiza, kelopak buah tersebut harus tetap dibiarkan utuh ketika penanaman. Calyx pada B. gymnorrhiza akan rontok sendiri setelah seminggu. Bila setelah seminggu calyx belum rontok, calyx ini perlu dilepas dengan tangan, tapi tidak boleh dengan cara paksa. Apabila area penanaman terdiri atas tanah lumpur yang kurang lembek, penanaman propagul dilakukan

5 8 pada lubang tanam yang dibuat dengan tugal (galah kayu yang ujungnya diruncingkan). 2. Penanaman dengan bibit (Kusmana et al. 2009a) Bibit ditanam pada lobang tanam yang ukurannya sebesar ukuran polibag media bibit (Gambar 3). Penanaman bibit mangrove di lahan pinggir sungai, pinggir pantai dan daerah-daerah lainnya dengan arus air yang relatif kuat disarankan polibagnya tidak disobek. Adapun penanaman bibit di lahan-lahan yang arus pasang surutnya relatif tenang polibag disarankan dirobek dengan cara disayat secara hati-hati sebelum dimasukkan ke lubang tanam. Polibag bekas tersebut kemudian disangkutkan di ujung ajir sebagai tanda bahwa anakan sudah ditanam. Kemudian, tanah atau lumpur ditimbunkan kedalam lubang tanam sehingga propagul dapat berdiri tegak. Kemudian bila perlu, propagul, tersebut diikatkan pada ajir, supaya tanaman kokoh kedudukannya dan tidak mudah terbawa arus air. Yang perlu diperhatikan bila tanaman diikatkan ke ajir adalah bahwa ajir itu sendiri harus kokoh kedudukannya di substrat mangrove (dalam hal ini misalnya, ajir cukup dalam ditancapkannya ke lumpur mangrove). Bila kedudukan (penjangkaran ke substrat mangrove) ajir lebih lemah dibanding bahan tanaman, maka pengikatan tanaman ke tiang ajir, malah membebani tanaman dan malah memperbesar peluang hanyutnya tanaman oleh arus. Jika terjadi penundaan penanaman di lokasi penanaman, padahal bahan tanaman sudah diangkut ke lokasi, bahan-bahan tanaman tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang teduh. Bahan tanaman berupa propagul sebaiknya disimpan dalam posisi tegak di areal yang berlumpur, dan teduh. polibag Lubang tanam tanah Gambar 3 Penananaman anakan ke dalam lubang tanam. 3. Sistem tanam (Kusmana et al. 2009a) Ada dua sistem penanaman mangrove yang umum dilakukan, yakni, sistem banjar harian (penanaman seluruh areal) dan sistem tumpang sari (wanawina/silvofishery). Secara umum tidak terdapat perbedaan secara prinsip dalam cara penanaman dari kedua sistem tersebut. Khusus pada sistem tumpang sari, terdapat tambahan kegiatan dalam tahapan persiapan lapangan, yakni pembuatan konstruksi tambak, saluran air dan tapak tanam seperti terlihat pada Gambar 4.

6 9 tegakan kolam LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN mangrove tanggul PINTU AIR pintu air SALURAN AIR saluran air tegakan kolam mangrove tanggul pintu air saluran air tegakan LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN kolam LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN mangrove tanggul LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN PINTU AIR Pintu air SALURAN AIR saluran air Gambar 4 Model sistem wanamina yang umum di Indonesia. 4. Teknik rehabilitasi pada tapak-tapak khusus a. Tapak berarus dan berombak besar (Kusmana et al. 2009b) Areal penanaman mangrove pada tapak berarus dan berombak besar umumnya terdapat pada tepi laut lepas atau daerah cekungan tepi laut dengan pusaran arus deras dan gelombang besar. Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dibuat penahan arus dan pemecah gelombang (water break) di depan lahan yang akan ditanami. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah gelombang dapat berupa: (a) tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam anyaman kawat (beronjong), (b) berupa tripod (cetak beton berkaki tiga), (c) gundukan atau guludan tanah/batu (rubble mould), dan (d) anyaman cerucuk bambu/kayu. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah ombak (water break) dalam penanaman mangrove pada tapak berarus deras berombak besar dapat dilihat pada Gambar 5. Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould) dapat dilihat pada Gambar 6.

7 10 laut laut SEA D TRIPO D O IP TR D TRIPO SEA DITCH DITCH Area penanaman PLANTING AREA AREA AreaPLANTING penanaman (b) (a) laut laut SEA SEA BAMBOO STICK STONE DEPOSITION DITCH DITCH Area penanaman PLANTING AREA Area penanaman PLANTING AREA (c) (d) Gambar 5 Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam kawat (a), berupa tripod (b) guludan tanah (c) dan cerucuk bambu dan kayu (d). Gambar 6 Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould).

8 11 Untuk tapak semacam ini, sebaiknya digunakan bibit jenis Rhizophora spp., terutama R. mucronata. Jarak tanam sebaiknya cukup rapat (misal 1 x 1 m atau lebih rapat) dengan berselang seling, sehingga membentuk pola untu walang (zig zag). Agar anakan yang ditanam tidak mudah hanyut, maka sebaiknya anakan tersebut diikatkan pada tiang pancang/bambu (Gambar 7). 1. Penggunaan tiang pancang Tiang pancang yang terbuat dari kayu atau bambu (diameter minimal 7.5 cm, panjang 1 m, dan runcing di bagian bawahnya) ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m, tepat di samping semai mangrove yang ditanam. Batang semai tanaman diikatkan pada tiang pancang. Untuk memperoleh kedudukan yang lebih kuat, ruas bambu tiang tersebut dilubangi terlebih dahulu, kemudian lumpur dimasukkan ke dalam tiangnya saat tiang ditancapkan. 2. Penggunaan ruas bambu besar Bambu yang diameter cm dan tinggi 1 m, ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m pada lokasi dimana semai mangrove akan ditanam. Bambu dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing pada bagian bawahnya. Isilah bambu dengan lumpur, kemudian tanamlah semai mangrove ke dalam bambu tersebut. Salah satu jenis bambu yang berukuran sebesar itu adalah bambu betung (Dendrocalamus asper). Gambar 7 Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b). b. Tapak dengan arus deras pinggir sungai (Kusmana et al. 2009b) Penanaman mangrove pada tapak dengan arus deras pinggir sungai dilakukan dengan menggunakan jarak tanam atau tanpa menggunakan jarak tanam. Jika menggunakan jarak tanam sebaiknya digunakan jarak tanam rapat kurang dari 0.5 m x 0.5 m. Pola tanam bisa menggunakan model zig-zag (untu walang). Penanaman tanpa menggunakan jarak tanam sering disebut dengan penanaman dengan teknik gerombol (sistem cluster). Mengingat arus air sungai yang deras maka penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai ini mutlak diperlukan ajir untuk mengikat tanaman agar tidak terbawa arus. Ajir bisa berupa bambu atau kayu. Bibit tanaman yang di tanam selanjutnya dengan menggunakan tali rafia diikat dengan ajir bambu atau kayu tersebut. Untuk menghindari hanyutnya media tanah yang terdapat dalam polibag

9 12 oleh arus sungai yang deras sebaiknya pada waktu penanaman polibag tidak perlu dibuka, cukup diperbanyak lobang-lobang akar pada polibagnya. Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dapat dilihat pada Gambar 8. 0,5-1 m 0, m 0,5-1 m Gambar 8 Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dengan pola zig-zag (untu walang). c. Tapak berlumpur dalam (Kusmana et al. 2009b) Tapak berlumpur dalam bisa terdapat pada areal penanaman mangrove tepi laut, tepi sungai atau bekas tambak. Pada tapak yang berlumpur dalam, sebaiknya digunakan bibit atau propagul R. mucronata. Seperti halnya pada tapak yang berombak besar, bibit atau propagul mangrove yang ditanam diikatkan pada tiang pancang. Alternatif lain bibit yang akan ditanam dimasukkan ke dalam bambu yang telah berisi media tanah. Jarak tanam yang dipakai sebaiknya jarak tanam rapat (maksimal 1 x 1 m). d. Tapak berbatu atau berkerikil (Kusmana et al. 2009b) Tapak berbatu atau berkerikil umumnya ditemukan pada areal penanaman mangrove di dekat terumbu karang atau di pantai-pantai terjal berdinding batu atau berkerikil. Prinsip penanaman mangrove pada tapak berbatu atau berkerikil ini adalah memindahkan batu atau berkerikil yang terdapat pada lobang tanam dengan media lumpur atau tanah. Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dapat menggunakan teknik jarak tanam rapat atau tanpa menggunakan jarak tanam (penanaman bergerombol/cluster). Penanaman dengan jarak tanam dapat menggunakan bibit dengan lubang tanam yang besar dan diganti dengan lumpur. Penanaman dengan gerombol/cluster disesuaikan dengan sebaran dan ketebalan batu/kerikil yang ada. Dalam satu titik penanaman bisa ditanam lebih dari satu bibit mangrove. Jika arus/gelombang tidak besar tidak diperlukan ajir tanaman. Teknik penanaman gerombol/cluster pada tapak berbatu/berkerikil dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

10 13 Gambar 9 Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dengan cara gerombol (cluster). polybag Lubang tanam yang lebar dan dalam pasir Gambar 10 Teknik penanaman pada tapak berbatu/berkerikil dengan lubang besar dan diberi lumpur. e. Tapak tertimbun pasir pasca tsunami (Kusmana et al. 2009b) Tapak tertimbun pasir terjadi akibat gelombang laut yang besar atau tsunami. Pasca terjadinya tsunami selain menghancurkan berbagai sarana prasarana di tepi pantai juga sering menyisakan timbunan pasir yang luas dan tebal. Dalam rangka rehabilitasi dan penanaman mangrove di kawasan ini diperlukan usaha mengurangi timbunan pasir sebelum penanaman. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah mencoba menanam mangrove pada areal yang tertimbun pasir pasca tsunami di Aceh dengan cara menggunakan polybag berukuran besar, pembuatan parit, dan lubang tanam berukuran besar yang diisi dengan lumpur. Walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan anakan belum diperoleh, namun ada indikasi anakan mangrove dapat tumbuh secara baik dengan perlakuan tersebut.

11 14 Prinsip yang dipakai dalam penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir sama halnya dengan tapak berbatu berkerikil yaitu menggali, memindahkan dan mengganti pasir yang ada di lubang tanaman dengan lumpur. Bentuk-bentuk penanaman pada tapak yang tertimbun pasir dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Polibag berukuran besar pasir Gambar 11 Teknik penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir dengan mengganti lubang tanam dengan lumpur atau menggunakan polybag berukuran besar. bibit mangrove parit atau lubang yang diisi dengan lumpur m pasir Gambar 12 Teknik penanaman mangrove tertimbun pasir dengan cara penggalian parit-parit yang diisi lumpur. f. Tapak dengan air tergenang dalam dan diam (Kusmana et al. 2009b) Tapak tanaman mangrove pada air tergenang dalam dan diam (tidak berarus deras) umumnya terdapat pada kawasan hutan mangrove yang mengalami degradasi seperti bekas tambak, bekas galian atau bekas saluran. Kedalaman air bervariasi yang umumnya lebih dari 1.5 m sampai 3 m. Lokasi bekas galian tersebut dapat ditemukan di dekat pantai yang terkena pasang-surut harian atau jauh dari pantai yang tidak tidak terjangkau oleh pasang surut pantai sehingga tingkat salinitas air genangan bervariasi. Teknik rehabilitasi pada tapak dengan air tergenang dalam dan tidak berarus deras ini dengan menggunanakan sistem guludan bambu. Teknik guludan bambu ini dikembangkan oleh Kusmana et al. (2005a) untuk merehablitasi mangrove tergenang air dalam di sekitar Tol Sedyatmo, wilayah Jakarta Utara. Hasil penanaman mangrove dengan teknik guludan bambu tersebut berhasil

12 15 dengan baik. Selanjutnya teknik tersebut dikembangkan untuk merehabilitasi kawasan mangrove yang tergenang air dalam di beberapa lokasi di Jakarta. Prinsip dasar yang digunakan dalam sistem guludan bambu tersebut adalah memperpendek genangan air sampai pada zona perakaran bibit mangrove. Guludan dibuat dari cerucuk bambu yang dipasang rapat seperti pagar berbentuk persegi panjang. Cerucuk bambu tersebut diikat dengan bambu penjepit di bagian atas dan bawah. Pagar cerucuk bambu tersebut selanjutnya diisi karung goni berisi tanah urugan. Tumpukan karung dalam cerucuk bambu dibuat sampai 20 cm di bawah permukaan air. Selanjutnya tumpukan karung tersebut ditimbun dengan tanah curah yang berisi lumpur sampai kira-kira 20 cm di atas permukaan air (Gambar 13). Setelah proses stabilitasi tanah dapat dilakukan pemasangan ajir dan penanaman bibit tanaman mangrove. Jarak tanam yang digunakan sebaiknya jarak tanam rapat kurang dari 1 x 1 m. Gambar 13 Struktur guludan (Kusmana 2010). Model Pertumbuhan Model adalah contoh sederhana yang mewakili atau menggambarkan suatu sistem yang nyata. Model itu sendiri dibangun dari hasil penelitian atau pengalaman yang berulang-ulang, sehingga tercipta suatu pengetahuan. Oleh karena itu, model memiliki peranan penting di dalam ilmu pengetahuan. Penyusunan model sangat penting dalam suatu penelitian, terutama untuk menghemat waktu dan biaya (Harja dan Rahayu 2010). Siswadi (1991) mengemukakan bahwa suatu model seringkali dikelompokkan antara lain berdasarkan (a) upaya memperolehnya, (b) keterkaitan pada waktu, atau (c) sifat keluarannya. Model yang berdasarkan upaya memperolehnya misalnya adalah: model teoritik, mekanistik, dan empirik. Model teoritik digunakan sebagai model yang diperoleh dengan menggunakan teori-teori yang berlaku. Model mekanistik digunakan bila model tersebut diperoleh berdasarkan mekanisme pembangkit fenomena. Model empirik digunakan bagi model yang diperoleh hanya dari pengamatan tanpa menjelaskan sama sekali tentang mekanismenya. Model yang didasarkan keterkaitannya pada waktu adalah model statik dan dinamik. Model statik adalah model yang tidak terkait dengan waktu, sedangkan model dinamik tergantung pada waktu. Bila perubahan dalam model dinamik terjadi atau diamati secara kontinyu dalam waktu, maka model

13 16 tersebut dikatakan sebagai model kontinyu, bila tidak, maka model tersebut dikatakan sebagai model diskret. Handoko (2005) mengelompokkan beberapa model sebagai berikut: 1. Model empirik dan mekanistik Model empirik dibuat berdasarkan pengamatan empirik/statistik, tanpa menjelaskan atau didasarkan atas proses terjadinya. Model mekanistik menjelaskan mekanisme proses terjadinya dalam suatu sistem. 2. Model deskriptif dan model numerik Model deskriptif menggambarkan bentuk-bentuk hubungan secara konsepsi atau berupa simbol-simbol tanpa mengandung bentuk hubungan numerik. Model numerik menggambarkan hubungan-hubungan dalam bentuk persamaan-persamaan matematik. 3. Model dinamik dan statik Model dinamik menjelaskan tentang unsur waktu sebagai peubah penting. Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah yang ada sebagai fungsi waktu. 4. Model deterministik dan stokastik Model deterministik tidak memperhitungkan peluang terjadinya kesalahan hasil prediksi. Model stokastik merupakan suatu model dengan hasil prediksi yang mengandung toleransi yang dapat berupa simpangan yang secara statistik dapat digambarkan dengan ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman. Pertumbuhan tanaman merupakan sistem yang dinamik, sehingga model dinamik merupakan model yang sesuai terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Davis dan Jhonson (1987) pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan dari jumlah dan dimensi pohon, baik diameter maupun tinggi yang terdapat pada suatu tegakan. Pertumbuhan ke atas (tinggi) merupakan pertumbuhan primer (initial growth), sedangkan pertumbuhan ke samping (diameter) disebut pertumbuhan sekunder (secondary growth). Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar, dan tinggi telah terpenuhi (Davis dan Jhonson 1987). Menurut Sitompul dan Guritno (1995), model pertumbuhan biasanya berkenaan dengan hubungan diantara proses pertumbuhan (yang dinyatakan dalam produknya) dengan faktor pengendali utama produknya dalam bentuk persamaan. Kebanyakan model pertumbuhan pada masa lampau bersifat empiris yaitu fungsi kadang-kadang dipilih dengan melihat data begitu saja dan membuat suatu penaksiran karena tujuannya, biasanya hanya untuk mendapatkan suatu ringkasan matematik dari data mengenai pertumbuhan keseluruhan tanaman atau bagian tanaman, sehingga parameter model sering kurang atau tidak mempunyai arti biologi. Akan tetapi, usaha belakangan ini telah mencoba memilih fungsi yang logis secara biologi dengan parameter-parameter yang dapat menggambarkan sesuatu mekanisme fisiologi atau biokimiawi yang mendasari proses pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan berubah menjadi asimptotis jika substrat pertumbuhan seperti fotosintat atau unsur hara menjadi terbatas atau menurun dengan adanya proses penuaan atau senesens. Pola pertumbuhan tegakan antara lain dinyatakan dalam bentuk kurva pertumbuhan yang merupakan hubungan fungsional antara sifat tertentu tegakan

14 17 antara lain volume, tinggi, bidang dasar, dan diameter dengan umur tegakan. Bentuk kurva pertumbuhan tegakan yang ideal akan mengikuti bentuk ideal bagi pertumbuhan organisme, yaitu bentuk sigmoid. Bentuk umum kurva pertumbuhan kumulatif tumbuh-tumbuhan akan memiliki tiga tahap, yaitu tahap pertumbuhan eksponensial, tahap pertumbuhan mendekati linear, dan pertumbuhan asimptotis (Davis dan Jhonson 1987). Menurut Fekedulegn et al. (1999), berbagai model pertumbuhan yang umumnya digunakan dalam bidang kehutanan tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Model pertumbuhan tanaman (Fekedulegn et al. 1999) Model Bentuk persamaan Sumber Negatif eksponensial f(t) = a(1-exp(-kt))+e Philip (1994) Monomolekular f(t) = a(1-b exp(-kt))+e Draper dan Smith (1981) Mitcherlich f(t) = (a-bk t )+e Philips dan Campbell (1968) Gompertz f(t) = a exp(-b exp(-kt))+e Draper dan Smith (1981) Logistik f(t) = a/(1+b exp(-kt))+e Nelder (1961); Oliver (1964) Chapman-Richards f(t) = a(1-b exp(-kt)) 1/(1-n) +e Draper dan Smith (1981) Von Bertalanffy f(t) = (a 1-n -b exp(-kt)) 1/(1-n) +e Bertalanffy (1957); Myers (1986) Richard s f(t) = a/(1+b exp(-kt)) 1/n +e Richard (1959); Myers (1986) Weibull f(t) = (a-b exp(-kt n ))+e Ratkowsky (1983); Myers (1986) Selain itu, berdasarkan Sitompul dan Guritno (1995), beberapa model untuk menggambarkan proses pertumbuhan hubungannya dengan umur tanaman adalah sebagai berikut: a. Eksponensial tikungan tajam Pengertian dasar yang perlu dipegang dalam pengembangan model eksponensial dengan tikungan tajam adalah bahwa proses pertumbuhan itu disamakan dengan mesin yang dapat menghasilkan suatu produk. Mesin pertumbuhan itu kemudian dalam tanaman diasumsikan proporsional dengan biomassa total tanaman. Kemudian mesin tersebut bekerja secara maksimal sepanjang substrat tersedia, dan pertumbuhan yang dihasilkan tidak dapat balik. Pertumbuhan dapat berhenti seketika setelah substrat dihabiskan (Gambar 14). Perkembangan kuantitatif tanaman yang digambarkan model ini sangat jarang dijumpai khususnya keadaan pertambahan ukuran tanaman yang berhenti tiba-tiba sebagaimana ditunjukkan oleh tikungan tajam pada model. Memang pada bagian awal liku, model dapat menstimulasi penampilan tanaman sesungguhnya yang umumnya mempunyai bentuk pola eksponensial. Ini berarti bahwa asumsi yang digunakan untuk menurunkan model tersebut hanya dapat mendekati sebagian proses pertumbuhan sesungguhnya. Asumsi tentang mesin pertumbuhan yang proporsional dengan biomassa total tanaman cukup realistis, karena

15 18 keseluruhan tubuh tanaman merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan bahan baru. Kekeliruan dalam penafsiran sifat sistem mungkin terletak pada asumsi kedua yaitu bahwa mesin tersebut bekerja secara maksimal sepanjang substrat tersedia. Karena kemampuan tanaman untuk menghasilkan biomassa per satuan biomassa sebelumnya, yang dapat digunakaan sebagai indikator aktivitas kerja mesin pertumbuhan, berubah seiring dengan waktu dan biasanya semakin rendah mendekati akhir fase pertumbuhan tanaman. Gambar 14 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model eksponensial tikungan tajam. b. Monomolekuler Model pertumbuhan monomolekuler dikembangkan dari peristiwa yang terjadi dalam reaksi kimia sederhana yaitu reaksi tingkat pertama yang tidak dapat balik. Dalam reaksi tingkat pertama, laju transformasi suatu substrat diasumsikan proporsional dengan konsentrasi substrat. Laju pertumbuhan nampak menurun secara terus-menerus dan tanpa titik belok (Gambar 15). Keadaan demikian tidak umum terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Dengan demikian asumsi yang digunakan untuk mengembangkan model monomolekuler tidak bisa mendekati keadaan yang sesungguhnya. Tetapi bagian akhir pertumbuhan cukup tepat digambarkan oleh model tersebut yang berarti ada bagian (sifat) dari system yang tercakup dalam model. Suatu asumsi yang digunakan yang kelihatannya tidak begitu sesuai dengan sifat biologis tanaman adalah bahwa kuantitas mesin pertumbuhan diasumsikan tidak berubah (konstan). Kenyataannya jaringan fotosintesis, sebagai hasil karbohidrat, dan sel-sel yang aktif dalam metabolisme diluar proses fotosintesis, seperti yang terdapat dalam jaringan meristem, yang jelas merupakan komponen mesin pertumbuhan berubah

16 19 seiring dengan waktu. Akar yang tidak dapat diabaikan sebagai bagian dari mesin pertumbuhan dengan fungsinya untuk menyerap air dan unsur hara juga mengalami perubahan. Gambar 15 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model monomolekuler. c. Logistik Pada kedua persamaan sebelumnya, dua keadaan yang berbeda telah dianalisis. Pertama laju pertumbuhan tergantung pada kuantitas mesin pertumbuhan yang dipandang proporsional dengan berat kering tanaman. Kedua laju pertumbuhan tergantung pada tingkat substrat. Kedua model yang dihasilkan tidak dapat menggambarkan keseluruhan pertumbuhan tanaman, tetapi dapat meniru sebagian sistem tanaman yaitu secara berturut-turut bagian awal dan akhir. Persamaan pertumbuhan logistik diturunkan dengan asumsi gabungan yaitu kuantitas mesin pertumbuhan proporsional dengan berat kering yang bekerja pada suatu tingkat yang proporsional dengan jumlah substrat yang tersedia dan pertumbuhan tidak dapat balik. Adapun pola pertumbuhan tanaman yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 16.

17 20 Gambar 16 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model logistik. d. Gompertz Model pertumbuhan Gompertz diturunkan berdasarkan asumsi bahwa substrat pertumbuhan tidak terbatas, sehingga mesin pertumbuhan selalu dijenuhi oleh substrat. Kuantitas mesin pertumbuhan proporsional dengan berat kering tanaman dengan laju pertumbuhan spesifik sebagai konstanta perbandingan. Keefektifan mesin pertumbuhan merosot seiring dengan waktu (umur tanaman). Asumsi terakhir ini cukup logis karena degradasi aktivitas komponen metabolisme seperti enzim dan daun (penuaan) adalah peristiwa yang umum terjadi. Perbedaan dengan persamaan eksponensial tikungan tajam adalah adanya parameter laju pertumbuhan spesifik, yang sama dengan laju pertumbuhan relatif (LPR). Parameter pertumbuhan ini diasumsikan tidak konstan, keadaan yang sering terjadi pada kondisi alami atau semi-alami. Bentuk liku yang dihasilkan persamaan Gompertz nampak menyerupai bentuk liku yang dihasilkan persamaan logistik. Akan tetapi persamaan Gompertz menghasilkan liku dengan laju relatif cepat pada awal pertumbuhan dan lambat pada masa berikutnya dibandingkan dengan yang terjadi pada persamaan logistik. Kemudian liku tidak mempunyai masa konstan yang cukup lama pada bagian akhir pertumbuhan, sebagaimana umumnya terjadi pada kebanyakan tanaman, dan titik belok tidak terjadi pada pertengahan liku seperti pada persamaan logistik tetapi pada bagian akhir (Gambar 17). Sekalipun demikian, pola pertumbuhan tanaman yang mengikuti model Gompertz dapat terjadi, hanya asumsi tentang substrat pertumbuhan tidak terbatas yang digunakan untuk menurunkan persamaan tidak cukup logis pada kondisi alami.

18 21 Gambar 17 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model Gompertz. e. Model Richards Model yang dikembangkan oleh von Bertalanffy (1957) untuk menggambarkan pertumbuhan hewan diterapkan pertama oleh Richards (1959) untuk tanaman dan disebut model Richards. Model ini lebih bersifat empiris dengan kemampuan meliput keadaan pertumbuhan yang cukup luas yang kadang dapat menguntungkan. Karena sifat fleksibilitasnya, Carson (1974) mengandalkan model Richards untuk mendapatkan peluang paling baik menghasilkan deskripsi pertumbuhan yang dapat diterima. Adapun pola pertumbuhan tanaman yang dibentuk dapat dilihat pada Gambar 18.

19 22 Gambar 18 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model Ricards. f. Model Chanter Model Chanter merupakan suatu model pertumbuhan yang merupakan gabungan persamaan Logistik dan Gompertz dengan parameter-parameter yang mempunyai pengertian yang sama dan telah dikembangkan oleh Chanter (1976). Adapun pola pertumbuhan tanaman yang dibentuk dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model Chanter. L = model logistik, G = model Gompertz

20 23 Penelitian Pertumbuhan Mangrove Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji mengenai pertumbuhan mangrove khusunya untuk jenis A. marina dan R. mucronata diantaranya sebagai berikut: a. Burchett et al. (1984) Burchett et al. (1984) meneliti hubungan antara parameter pertumbuhan dan respirasi akar A. marina dengan berbagai tingkat salinitas (0%, 25%, 75%, dan 100% air laut). Pertumbuhan (biomassa dan luas permukaan daun) dan ratarata respirasi tertinggi didapatkan pada media 25% air laut, tingkat sukulensi daun tertinggi pada media 50% air laut, dan potensial osmotik daun tertinggi pada media 100% air laut. b. O Grady et al. (1996) O Grady et al. (1996) meneliti pertumbuhan dan distribusi dari dua jenis anakan mangrove (A. marina dan R. stylosa) di area pantai Darwin Harbour. Berdasarkan penelitian tersebut, anakan A. marina dan R. stylosa memiliki tingkat kerapatan dan pertumbuhan terbesar pada areal dengan kanopi yang terbuka. Secara umum anakan R. stylosa lebih tahan bila dibandingkan dengan A. marina. Rhizophora memiliki cadangan embrionik yang lebih besar dibandingkan Avicennia. Hal ini memungkinkan anakan Rhizophora dapat lebih bertahan di bawah naungan untuk periode yang lama dibandingkan dengan Avicennia. c. Devoe dan Cole (1998) Devoe dan Cole (1998) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan hutan mangrove di Federated States of Micronesia (FSM). Berdasarkan plot permanen yang telah dibangun selama 9 tahun di lokasi ini, didapatkan nilai riap rat-rata tahunan dari jenis R. apiculata sekitar 0.25 cm/th, Xylocarpus granatum sekitar 0.31 cm/th, R. mucronata sekitar 0.37 cm/th, B. gymnorrhiza sekitar 0.35 cm/th, dan S. alba sekitar 0.49 cm/th. Secara keseluruhan, riap volume rata-rata di area FSM ini mencapai 4.5 m 3 /(ha th). d. Komiyama et al. (1998) Komiyama et al. (1998) mengujicobakan penanaman R. apiculata dan R. mucronata dengan teknik stek propagul. Propagul masing-masing jenis dibagi menjadi tiga bagian yaitu bawah, tengah, dan atas. Berdasarkan penelitian tersebut, rata-rata tinggi batang dan diameter untuk jenis R. mucronata terbesar dihasilkan oleh potongan propagul bagian bawah, kemudian sedang untuk propagul bagian tengah, dan terkecil untuk propagul bagian atas. Pada jenis R. apiculata, rata-rata diameter yang dihasilkan memiliki kecenderungan yang sama dengan jenis R. mucronata, akan tetapi rata-rata tinggi batang tidak berbeda untuk ketiga bagian propagul yang digunakan. Setelah 38 bulan penanaman, rata-rata diameter untuk jenis R. apiculata dan R. mucronata secara berturut-turut dan kali rata-rata diameter anakan yang berasal dari propagul utuh, sedangkan untuk rata-rata tinggi dan kali.

21 24 e. Hutahean et al. (1999) Hutahean et al. (1999) melakukan studi kemampuan tumbuh anakan mangrove jenis R. mucronata, B. gymnorrhiza, dan A. marina pada berbagai tingkat salinitas ( ppt, ppt, ppt, dan ppt) menggunakan bibit berumur 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara umum respon pertumbuhan terbaik diperoleh pada salinitas yang semakin rendah. Setelah 3 bulan pengamatan, didapatkan pertumbuhan tinggi untuk setiap jenis dan tingkat salinitas seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi anakan pada berbagai tingkat salinitas (Hutahean et al. 1999) Jenis Salinitas (ppt) Tinggi rata-rata (cm) Duncan grouping B. gymnorrhiza A* A. marina B A. marina , BC B. gymnorrhiza BCD B. gymnorrhiza BCDE A. marina CDE R. mucronata CDE R. mucronata DE A. marina DE R. mucronata DE R. mucronata DE B. gymnorrhiza E Keterangan: * = respon paling baik f. Rasool dan Saifullah (2005) Pada penelitiannya, Rasool dan Saifullah (2005) mensimulasikan teknik penanaman mangrove dengan pembuatan alur dan mengaplikasikan bentuk V pada dasar alur sebagai pencegahan terhadap genangan juga tumbuhnya tritip. Penelitian dilakukan di sepanjang garis pantai Balochistan, Miani Hor, Pakistan dengan kondisi lahan datar dan berlumpur. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan rata-rata pertumbuhan tinggi A. marina selama 6 bulan pengamatan yaitu sekitar ± 2.0 cm lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan teknik penanaman konvensional oleh Rasool et al. (2002) dengan menggunakan sumber anakan berupa cabutan yaitu ± 7.40 cm dan Rasool dan Saifullah (2002) dengan menggunakan sumber anakan dari persemaian yaitu 26,87 ± 2,61 cm. g. Thampanya (2006) Pada sebagian disertasinya, Thampanya (2006) meneliti hubungan antara umur dengan diameter dan tinggi jenis anakan mangrove R. mucronata dan A. marina sampai dengan umur 20 tahun. Thampanya (2006) menggunakan persamaan regresi linear dalam penelitiannya. Adapun persamaan yang didapatkan untuk menduga tinggi untuk jenis R. mucronata dan A. marina secara berturut-turut adalah y = x dan y = x, sedangkan untuk diameter y = x dan y = x (y = umur (th), x = tinggi (m) atau DBH (cm)).

22 25 h. Jumiati (2008) Jumiati (2008) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan R. mucronata dan R. apiculata di kawasan yang terpolusi oleh minyak di kawasan tambang minyak dan gas PT Medco E & P di kecamatan Tarakan Timur. Pengukuran dilakukan dengan interval 2 minggu selama 4 bulan pengamatan pada tiga zona berbeda yaitu zona darat, tengah, dan laut. Anakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa propagul dan bibit. Adapun pertambahan tinggi rata-rata semai R. mucronata dan R. apiculata yang didapatkan tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Pertambahan tinggi rata-rata semai (cm) R. mucronata (Rm) dan R. apiculata (Ra) pada zona darat, tengah, dan laut di tapak Medco E&P Parameter Riap tinggi rata-rata (cm/2 minggu) R. mucronata R. apiculata Bibit Propagul Bibit Propagul D T L D T L D T L D T L Pertambahan tinggi (cm) Keterangan: D = zona darat, T = zona tengah, L = zona laut i. Kairo et al. (2008) Kairo et al. (2008) melakukan penelitian mengenai struktur dan produktivitas dari hutan tanaman R. mucronata berumur 12 tahun di Gazi Bay, Kenya. Berdasarkan hasil penelitiannya didapatkan bahwa rata-rata tinggi kanopi dari R. mucronata berumur 12 tahun yaitu 8.4 ± 1.1 m dengan rata-rata diameter 6.2 ± 1.87 cm. Biomassanya diperkirakan mencapai ± 24.0 ton/ha dengan akumulasi biomassa rata-rata 8.9 ton/(ha th). k. Halidah (2010) Halidah (2010) meneliti tentang pengaruh tinggi genangan dan jarak tanam terhadap pertumbuhan anakan R. mucronata di pantai barat Sulawesi Selatan. Berdasarkan penelitian tersebut, perlakuan tinggi genangan belum menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, sedangkan jarak tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi. Jarak tanam 0.5 m x 0.5 m, 1 m x 1 m, 1 m x 2 m, dan 2 m x 1.5 m memberikan rata-rata tinggi R. mucronata berumur 6 bulan secara berturut-turut yaitu 1.56 cm, 2.22 cm, 1.77 cm, dan 5.74 cm. l. Syah (2011) Syah (2011) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan tanaman bakau (R. mucronata) pada lahan restorasi di hutan lindung Angke Kapuk provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, pada umur 3 bulan, rata-rata tinggi R. mucronata berkisar antara cm, sedangkan rata-rata diameter berkisar antara cm. Pada umur 6 bulan, rata-rata tinggi berkisar antara cm, sedangkan rata-rata diameter berkisar antara cm. Pada umur 12 bulan, rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut berkisar antara cm dan cm. Sedangkan pada umur 16 bulan, rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut berkisar antara cm dan cm.

REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2

REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2 1 REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2 1 Guru Besar Ekologi Hutan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Bogor, 2 Staf Pengajar pada Program

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora mucronata PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN ANNA HUSNAENI

PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora mucronata PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN ANNA HUSNAENI PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora mucronata PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN ANNA HUSNAENI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan 1 Mempersiapkan Bibit di Persemaian Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove Memperhatikan sistem penanaman mangrove adalah sebuah desain konstruksi bagi kegiatan rehabilitasi mangrove di lahan restorasi hutan lindung angke kapuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

Inti dari kegiatan rehabilitasi adalah menanam bibit di lapangan. Apabila penanaman dilakukan dengan

Inti dari kegiatan rehabilitasi adalah menanam bibit di lapangan. Apabila penanaman dilakukan dengan 2 Menanam Bibit di Lapangan Inti dari kegiatan rehabilitasi adalah menanam bibit di lapangan. Apabila penanaman dilakukan dengan cara yang benar dan waktu yang tepat maka peluang tumbuhnya bibit di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat TINJAUAN PUSTAKA Hutan mangrove Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut 4 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan

Lebih terperinci

MUCRONATA LAMK UNTUK MENGATASI

MUCRONATA LAMK UNTUK MENGATASI TEKNOLOGI PENANAMAN RHIZOPHORA MUCRONATA LAMK UNTUK MENGATASI ABRASI PULAU KECIL DAN MITIGASI BENCANA Kampus Kreatif Sahabat Rakyat ady suryawan & nur asmadi suryawanbioconserv@gmail.com Balai Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai penahan ombak dan penyelamatan hayati pantai. Ada beberapa jenis Mangrove/ bakau yang dibudidayakan di Indonesia. Dua jenis

Lebih terperinci

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau @ 2012 Penyusun: 1. Ian Hilman, Wildlife Conservation Society (WCS), 2. Fransiskus Harum, consultant

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1. Keanekaragaman vegetasi mangrove Berdasarkan hasil penelitian Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta terdapat 10 jenis mangrove. Kesepuluh jenis mangrove tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anggrek 2.1.1 Deskripsi Anggrek Anggrek merupakan famili terbesar dalam tumbuhan biji, seluruhnya meliputi 20.000 jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo,

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat. Rancangan Sampling. Jumlah anakan Intensitas sampling (ind)

3 METODE. Waktu dan Tempat. Rancangan Sampling. Jumlah anakan Intensitas sampling (ind) 3 METODE Waktu dan Tempat Pengambilan data membutuhkan waktu sekitar 3 tahun dari mulai Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2011 di kawasan Arboretum Mangrove Angke Kapuk, yang berada di pinggir jalan tol

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan Wawan Halwany Eko Priyanto Pendahuluan mangrove : sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut air laut. Kriteria Mangrove Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Regenerasi mangrove secara alami dapat berlangsung lambat, karena

TINJAUAN PUSTAKA. Regenerasi mangrove secara alami dapat berlangsung lambat, karena TINJAUAN PUSTAKA Regenerasi mangrove secara alami dapat berlangsung lambat, karena perubahan kondisi tanah, pola hidrologi, dan terhambatnya suplai bibit. Regenerasi buatan pertama-tama harus memperbaiki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU Diarsi Eka Yani (diarsi@ut.ac.id) PS Agribisnis, FMIPA, Universitas Terbuka ABSTRAK Abrasi pantai yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan Hasil penelitian menunjukkan, terdapat 9 spesies yang termasuk dalam 7 genus dan 5 famili yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka

TINJAUAN PUSTAKA. dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Hutan Tanaman Rakyat atau HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN A. Latar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Rumput dapat dikatakan sebagai salah satu tumbuh-tumbuhan darat yang paling berhasil dan terdapat dalam semua tipe tempat tumbuh dan pada bermacam-macam keadaan. Bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang

sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang II. TAHAPAN REHABILITASI HIDROLOGI MANGROVE 2.1. PENGERTIAN REHABILITASI HIDROLOGI MANGROVE Restorasi dan rehabilitasi* lahan atau bekas lahan hutan mangrove adalah hal yang sangat penting saat ini. Fakta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada periode Juli 2015 sampai dengan Februari 2016. Bertempat di screen house B, rumah kaca B dan laboratorium ekologi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistem Pantai Koordinator : Judul Kegiatan : Teknologi Penanaman Jenis Mangrove dan Tumbuhan Pantai

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao ( Theobroma cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao ( Theobroma cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Botani Tanaman Kakao Tanaman kakao ( Theobroma cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian Utara. Penduduk yang pertama

Lebih terperinci

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV N A M A : JHONI N I M : 111134267 ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV I Ayo Belajar IPA A. StandarKompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya B. KompetensiDasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mangrove Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Kata mangrove dalam bahasa Portugis digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni Nyamplung tentu tanaman itu kini tak asing lagi di telinga para rimbawan kehutanan. Buah yang berbentuk bulat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci