BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kawasan lama memiliki peninggalan berupa bangunan-bangunan yang memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kawasan lama memiliki peninggalan berupa bangunan-bangunan yang memiliki"

Transkripsi

1 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kawasan lama dalam sebuah kota merupakan cikal bakal dari perkembangan kota itu sendiri. Sebagai pusat awal perkembangan sebuah kota, kawasan lama memiliki peninggalan berupa bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah dan ciri khas tertentu. Kawasan lama yang ada di suatu kota dengan ciri khasnya memberikan cerita dan kisahnya sendiri sebagai pembentuk citra eksternal dan nuansa sebuah kawasan perkotaan. Keunikan dan kekhasan yang dimiliki dari suatu kawasan tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk dipelihara dan dijaga keasliannya. Keunikan inilah yang akan memberikan nuansa yang berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lainnya sebagai identitas dari kawasan tersebut. Keunikan dan kekhasan yang terbentuk melalui bangunanbangunan lama pada suatu kawasan akan memberikan perbedaan identitas antara kawasan lama dengan kawasan baru di dalam lingkungan suatu perkotaan. Hal tersebut memberikan pengaruh dan keunikan serta kekhasan dalam bentuk fisik berupa bangunan dari suatu kawasan yang perlu dijaga dan dipertahankan sebagai bentuk peninggalan bernilai yang dapat dikelola serta mendapatkan sisi ekonomis atas bangunan-bangunan tersebut. Manusia selain memerlukan sandang dan pangan, juga perumahan karena semuanya merupakan kebutuhan dasar (basic needs) manusia. Oleh sebab itu sebagai konsekuensinya perlu diciptakannya permukiman untuk menampung kebutuhan dasar masyarakat atau manusia ini (Reksohadiprodjo dan Karseno, 1983: 73).

2 2 Masalah Rasial hal yang sulit dipecahkan. Orang menyatakan bahwa sukuisme, agama dan rasialisme SARA merupakan hal-hal yang peka dan orang diminta untuk tidak membicarakannya atau mengisukannya karena selalu akan menimbulkan pertengkaran serta konflik yang tidak berkesudahan di dalam masyarakat. (Reksohadiprodjo dan Karseno, 1983: 81). Penguasaan dan pemilikan tanah dan bangunan (real property) meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Sebaliknya real estate meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang keberadaannya secara alami di atas tanah yang bersangkutan, dan semua benda yang melekat dengan tanah itu, misalnya bangunan dan pengembangan tapak, benda tidak bergerak (real property) berupa tanah dan bangunan yang melekat di atasnya, serta hak-hak yang terkait dan juga potensi kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Siregar, 2004: 182) Globalisasi industri telah membawa dampak yang luar biasa pada pertumbuhan fisik kota-kota di Indonesia, khususnya pada kota-kota besar di Jawa. Hal ini dicerminkan antara lain oleh semakin meningkatnya permintaan tanah untuk kawasan industri serta permukiman-permukiman baru. Mudah dimengerti, bahwa industri akan mengelompok di kota-kota besar atau wilayah sekitarnya karena fasilitas-fasilitas produksi industri terpusat di sana. Begitu pula adanya dengan katkegiatan-kegiatan ekonomi penunjang, seperti jasa-jasa serta keuangan, real estate, perhotelan, perdagangan dan lainnya. Kota-kota besar di Jawa sedang akan mengalami hal tersebut dengan momentum yang semakin meningkat. (Kompas, 2015). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah menyebutkan bahwa yang termasuk

3 3 dalam pengelolaan daerah adalah; perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan ganti rugi. Upaya pelestarian Kawasan Kota Tua Jakarta didasarkan kepada Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan juga Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 yang menggolongkan kawasan cagar budaya menjadi tiga, yaitu: kawasan cagar budaya golongan I sampai dengan III; dan menggolongkan bangunan cagar budaya menjadi tiga, yaitu: bangunan cagar budaya golongan A, B, dan C. Pemanfaatan kasawan dan bangunan cagar budaya disesuaikan dengan wujud fisiknya dan perencanaan kota untuk daerah dimana kawasan dan bangunan cagar budaya berada yang ditentukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemanfaatan masa kini disesuaikan dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang selama cocok dengan wujud fisiknya. Pemerintah ditingkat daerah saat ini mulai menggalakan mengenai pelestarian benda dan bangunan cagar budaya. Kesadaran akan nilai dari sebuah benda dan bangunan cagar budaya mulai tumbuh. Hal tersebut terjadi juga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan tindakan tegas terhadap perusakan benda dan bangunan cagar budaya. Perusakan yang terjadi pada gedung SMA 17 1 Yogyakarta oleh oknum tidak bertanggung jawab berujung pada putusan pengadilan kepada para terdakwa perusakan. Terdakwa didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya karena

4 4 dengan sengaja merusak bangunan dan menghilangkan nilai sejarah yang ada pada gedung SMA 17 1 Yogyakarta, karena sesuai Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 210/KEP/2010 menetapkan bangunan tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat mendukung adanya tindakan tegas kepada pelaku perusakan benda dan bangunan cagar budaya (Kompas, 2015). Kawasan Kota Tua Jakarta adalah sebuah warisan (heritage) sejarah yang perlu dilestarikan. Pemanfaatan harus dioptimalkan guna memberi nilai tambah. Dengan melakukan pengeloaan dan pemanfaatan atas asset tanah dan bangunan di kawasan tersebut tentunya akan memberi nilai ekonomis bagi pemerintah daerah. Pemeliharaan dan penataan pun harus dilakukan, karena Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki potensi yang sangat luar biasa. Sebagai warisan sejarah kawasan tersebut tentunya akan memberikan banyak informasi bagi masyarakat khususnya generasi muda. Bangunan-bangunan yang terdapat di kawasan tersebut dapat dialokasikan menjadi kawasan wisata sejarah. Penataan dan pengelolaan yang terpadu dan sinergi tentunya akan memberi hasil yang bermanfaat. Konsep wisata sejarah tentunya akan menjadi alternatif objek wisata khususnya di Jakarta di mana banguan-bangunan futuristik telah menjamur dan siap menggerus bangunan-bangunan bersejarah seperti Kawasan Kota Tua Jakarta. Hal ini tentunya tidak kita inginkan dan merupakan sebuah pertanda bahwa aset tanah dan bangunan yang terdapat di kawasan tersebut memerlukan perhatian khusus. Kawasan Kota Tua Jakarta dibagi ke dalam lima zonasi sesuai dengan karakteristik dan morfologinya. Zonasi Kawasan Kota Tua memiliki karakteristik yang kuat dan ciri bangunan cagar budaya diberlakukan dan dijaga dengan cukup

5 5 ketat. Dalam pembagian zonasi, Zona II merupakan pusat Kawasan Kota Tua pada abad 18 di mana dalam Zona II terdapat Taman Fatahillah, Taman Beos, Kalibesar, Roa Malaka, Pintu Kecil dan daerah sekitarnya. Tata Ruang pada Zona II ini tetap dipertahankan keberadaannya karena memiliki ciri kuat yang berkaitan dengan sejarahnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan akan melakukan revitalisasi terhadap lima zona yang ada, namun untuk tahap awal pemerintah provinsi memilih Zona II sebagai percontohan. Hal tersebut didasarkan pada kondisi dan tata letaknya yang mudah dan telah dikenal oleh masyarakat. Pengembangan atas lima zonasi ini diselaraskan dengan visi kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta yaitu terciptanya sebuah kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta sebagai daerah tujuan wisata yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki manfaat ekonomi yang tinggi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencanangkan bagaimana cara mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan dalam pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta. Sebagai sebuah peninggalan sejarah sudah selayaknya bangunan-bangunan yang terletak di Kawasan Kota Tua Jakarta dipelihara dan dikelola dengan baik serta berkesinambungan sehingga dapat memberi nilai lebih baik bagi pemerintah daerah setempat maupun bagi masyarakat pada umumnya. Pendapatan yang diperoleh dari hasil pengelolaan kawasan tersebut tentunya akan memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Selain itu tentunya akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Zona II Kawasan Cagar Budaya Kota Tua Jakarta direncanakan sebagai sebuah Living Heritage dan sebagai Kawasan Revitalisasi. Kawasan revitalisasi adalah kawasan yang diproyeksikan menjadi salah satu tempat kegiatan utama skala kota bagi warga DKI Jakarta untuk berekreasi,

6 6 berbudaya, bertempat tinggal, dan bekerja dengan tetap menjaga kelestarian kawasan sebagai kawasan cagar budaya. Penelitian ini menggunakan populasi Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta dan memilih sampel terhadap tiga museum yang terletak di Kawasan Kota Tua Jakarta, yaitu: Museum Sejarah Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik, dan Museum Wayang sebagai model bagi peneliti untuk menghitung dan melihat tingkat keberhasilan kebijakan revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Kota Tua Jakarta. Dilihat dari data yang dimiliki oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta berupa pemasukan data pengunjung, diperoleh perbedaan positif antara sebelum diberlakukannya kebijakan revitalisasi dan setelah diberlakukannya kebijakan tersebut. Tabel jumlah pengunjung dari tahun 2004 hingga tahun 2013 berikut akan memberikan gambaran adanya peningkatan yang terjadi. Tabel 1.1 Jumlah Pengunjung Tiga Museum di Kawasan Kota Tua Jakarta, Nama Jumlah Pengunjung Museum Museum Sejarah Jakarta Museum Keramik dan Seni Rupa Museum Wayang Total Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2013 Tabel di atas menunjukkan angka pengunjung Kawasan Kota Tua Jakarta selama lima tahun dari mulai Tahun 2004 hingga Periode tersebut belum dilakukannya kebijakan revitalisasi. Angka yang tersaji di atas menunjukkan pengingkatan namun belum terlalu signifikan dibandingkan setelah dibelakukannya kebijakan revitalisasi. Masyarakat belum terlalu menjadikan

7 7 Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai tempat rekreasi dan tujuan wisata khususnya bagi kalangan remaja. Pada periode tersebut, masyarakat masih menganggap bahwa Kawasan Kota Tua Jakarta hanya identik dengan bangunan museum saja. Pengunjung hanya didominasi siswa-siswa yang melakukan karya wisata, baik tingkat SD, SMP maupun SMA. Keadaan mulai menunjukkan perubahan ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan revitalisasi yang ditandai dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2005 Tentang zonasi kawasan cagar budaya. Kebijakan tersebut menjadikan stakeholder terkait melakukan penataan dan merancang pembangungan fisik dan mempercantik diri agar masyarakat mulai tertarik dengan keberadaan kawasan cagar budaya tersebut. Tabel 1.2 Jumlah Pengunjung Tiga Museum di Kawasan Kota Tua Jakarta, Nama Jumlah Pengunjung Museum Museum Sejarah Jakarta Museum Keramik dan Seni Rupa Museum Wayang Total Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2013 Tabel di atas adalah tabel jumlah pemasukan data pengunjung museum di Kawasan Kota Tua Jakarta antara Tahun 2008 hingga Periode tersebut adalah periode dimana telah diberlakukannya kebijakan revitalisasi. Dari angka yang disajikan sangat terlihat peningkatan yang signifikan dimana angka peningkatan pada masing-masing museum rata-tara di atas 50 persen. Sebagai contoh kita melihat yang terjadi pada Museum Sejarah Jakarta di mana terjadi penigkatan angka >56 persen antara Tahun 2007 dan Namun sedikit

8 8 berbeda dari Museum Sejarah Jakarta, dua museum yang lain pada Tahun 2008 belum menunjukkan peningkatan. Pada kedua museum tersebut peningkatan baru terjadi pada Tahun 2009 hal tersebut menarik bagi peneliti. Faktor apakah yang membuat peningkatan terjadi pada ketiga museum tersebut dan apakah revitalisasi memberi dampak peningkatan positif atau justru peningkatan terjadi tidak ada kaitannya dengan kebijakan revitalisasi. 1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berkaitan pada latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis, maka penelitian ini akan dititikberatkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung keberhasilan kebijakan revitalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Kota Tua Jakarta dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam proses revitalisasi tersebut. Penelitian ini memfokuskan pada Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai objek penelitian. Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab oleh penulis adalah sebagai berikut. 1. Apakah terdapat pengaruh positif dari adanya kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta terhadap tingkat optimalisasi aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa bangunan heritage Kawasan Kota Tua Jakarta? 2. Bagaimana pelaksanaan strategi tata kelola yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna mendukung kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta?

9 9 3. Bagaimana strategi ke depan yang seharusnya diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk dapat mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta? 1.3 Keaslian Penelitian Tuntutan terhadap terciptanya Good Governance dan Clean Governance mendorong semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan baik keuangan maupun aset untuk mengoptimalkan fungsi dari kedua elemen tersebut. Beberapa penelitian terhadap pengelolaan aset milik instansi pernah dilakukan dan dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Videira (2008) meneliti tentang manajemen bangunan cagar budaya di kota Lisbon, ibukota Portugal. Penelitian ini didedikasikan untuk bangunanbangunan warisan cagar budaya yang menjadi salah satu aset terbesar di tengah pusat kota Lisbon dan di bangun sejak abad kedelapan belas. Kepemilikan atas bangunan-bangunan tersebut kini telah banyak berpindah tangan. Pemerintah Portugal kemudian mengeluarkan sebuah inisiatif untuk meregenerasi dan diuumumkan menjadi distrik bersejarah Lisbon. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah di kawasan kot tua yang terdapat di pusat kota Lisbon dan untuk membahas kerangka yang mengatur intervensi publik. Selain itu untuk menyajikan sistem informasi manajemen terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi teknis dan ekonomi diperlukan untuk meningkatkan koordinasi antara sektor publik dan agen swasta. Metodologi penelitian ini adalah interpretatif kasus sebagai pendekatan studi kasus dalam desain penelitian kualitatif. Hasil dan kesimpulan dari penelitian diperoleh dengan cara review data dan informasi pada studi regenerasi

10 10 perkotaan. Penelitisn tersebut menemukan fakta bahwa sejumlah besar bangunan di distrik bersejarah diklasifikasikan sebagai bangunan warisan publik. Temuan menunjukkan bahwa properti dan kegiatan ekonomi dapat menjadi kekuatan pendorong untuk merevitalisasi kawasan bersejarah Lisbon. 2. Devinawati (2011) menganalisis strategi optimalisasi aset daerah dalam sektor pariwisata guna meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Kerinci. Penelitian tersebut bertujuan untuk menjelaskan mengenai strategi yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci dalam meningkatkan PAD melalui sektor pariwisata. Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif deskripstif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan studi dokumentasi serta teknik pengumpulan narasumber menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah berhasil mengembangkan pariwisata dengan mengidentifikasi dan inventarisasi potensi aset yang dimiliki. 3. Elisabeth dan Man Cheng (2011) meneiliti tentang kualitas pelayanan yang ada di Kawasan Cagar Budaya Macau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan Kawasan Warisan Cagar Budaya Dunia Macau yang dirasakan oleh pengunjung dan penelitian ini melibatkan wisatawan dan penduduk setempat. Data empiris dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur untuk mendapatkan pandangan dari pengunjung. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat kepuasan pengunjung terhadap keseluruhan kualitas pelayanan Macau adalah tinggi tetapi diperlukan perbaikan. Perbedaan signifikan juga ditemukan antara wisatawan dan penduduk setempat. Wisatawan diberi ruang untuk berkerumun dan lebih

11 11 ditoleransi daripada penduduk lokal tetapi kurang mendapat kepuasan dalam hal ketersediaan atraksi. Warga memiliki skor kepuasan yang rendah untuk sebagian besar item pertanyaan kecuali ketersediaan lapangan kerja dan pendapatan dari para wisatawan. 4. Murniati (2011) meneliti tentang keandalan Gedung Keuangan Negara di Semarang. GKN adalah salah satu bangunan cagar budaya yang berada di Semarang, saat ini penggunaannya telah dialih fungsikan sebagai gedung layanan publik yang dikelola Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, data primer berupa kuisioner menggunakan skala likert dari responden pegawai Kementerian Keuangan RI yang bertugas di GKN dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Data sekunder diperoleh dari data dan dokumentasi serta arsip yang berkenaan dengan GKN tersebut. 5. Zan (2011) menulis tentang manajemen pengelolaan dan konservasi kawasan cagar budaya di Tiongkok. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendiskusikan dan menemukan permasalahan yang dihadapi oleh negara tersebut dalam pengelolaan kawasan heritage yang telah mendapat perhatian dari UNESCO. Penelitian ini dimulai sejak Tahun 2009 dengan tahap pertama melakukan field research di lokasi penelitian. Penelitian mencakup beberapa variabel, yaitu: evaluasi biaya pemeliharaan, dampak negatif yang terjadi dari pengelolaan tersebut, rekap pendapatan yang dihasilkan oleh kawasan cagar budaya tersebut. Hasil dalam penelitian ini adalah peningkatan pendapatan pariwisata yang tidak menentu. Di satu sisi peningkatkan kesadaran perlindungan cagar budaya oleh masyarakat umum tetapi di sisi lain terdapat resiko dan pengaruh eksploitasi pariwisata secara berlebihan.

12 12 6. Antoh (2012) dalam penelitiannya melakukan analisis manajemen aset terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan pada Pemerintah Daerah di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Penelitian tersebut menggunakan metode purposive sampling dengan variabel-variabel yang dipilih adalah inventarisasi aset, legal audit, audit aset serta pengawasan dan pengendalian aset aset. Penelitian tersebut menggunakan alat uji regresi linear berganda, hasil penelitian tersebut menunjukkan pengaruh negatif antara manajemen aset dan optimalisasi aset. 7. Harliman (2012) menganalisis optimalisasi dan pemanfaatan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui swastanisasi. Tujuan penelitian tersebut untuk menganalisis sejauh mana keterlibatan pihak swasta dalam bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengoptimalkan dan memanfaatkan aset potensial milik pemerintah provinsi. Metode penelitian yang diambil adalah studi kasus dengan melakukan olah data sekunder kemudian dilakukan analisis strategi kebijakan. 8. Himawan (2012) meneliti tentang analisis stakeholder dalam pengembangan kawasan cagar budaya Purbayan, Kotagede, sebagai kampung wisata. Penelitian ini mengguanakan penerapan metoda logical framework analysis untuk menemukan suatu kerangka kerja program pengembangan kawasan cagar budaya Kotagede dengan melakukan pengembangan di salah satu kelurahan yaitu Kelurahan Purbayan sebagai kampung wisata dalam rangka pengembangan sektor pariwisata. Alat analisis dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert dengan hasil akhir berupa matriks kerangka kerja pengembangan pariwisata berkelanjutan.

13 13 9. Bitsani (2013) meneliti tentang manajemen kawasan cagar budaya di Acropolis Yunani. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji praktek pengelolaan kawasan cagar budaya di Yunani, khususnya yang diterapkan di Acropolis yang merupakan sebuah situs warisan dunia. Penelitian ini dikomunikasikan pada tingkat nasional, lokal, dan internasional. Selan itu penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi kebijakan pengelolaan warisan buaya dan disesuaikan dengan perkembangan sejarah saat ini. Penelitian ini menyajikan data yang dikumpulkan dari arsip, dokumen, dan wawancara dengan kurator untuk menjelaskan tujuan dan alasan pelaksanaan dan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan warisan yang susuai dengan desain penelitian. Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis dan praktis tentang warisan budaya Acropolis dan dapat diterapkan untuk situs lain di daerah lain dan berhubungan dengan implikasi sosial - ekonomi dan politik. 10. Jusmin (2013) meniliti tentang pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Kota Bau-bau. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan signifikan antara manajemen aset terhadap tingkat optimalisasi aset yang dimiliki oleh pemerintah kota. Data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan teknik purposive sampling, kemudian diuji menggunakan Uji Regresi Linear. Variabel yang digunakan adalah inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, pengawasan dan pemeliharaan aset. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengaruh signifikan positif antara variabel-variabel yang digunakan terhadap tingkat optimalisasi.

14 14 Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, keaslian penelitian ini dapat dibandingkan dari segi waktu, objek, sudut pandang, dan variabel yang diteliti. Persamaan penelitian ini dengan peneltian sebelumnya adalah mengenai pemahaman dan pengertian manajemen aset, optimalisasi aset dan pemanfaatan aset serta pengelolaan terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi dan juga pemerintah pusat. Penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya mengangkat masalah sistem manajemen dan pengelolaan aset diberbagai tempat. Penulis menggunakan penelitian-penelitian tersebut sebagai acuan dalam memahami makna dan sistem manajemen aset yang baik. Penelitian mengenai objek Kawasan Kota Tua Jakarta belum pernah dilakukan di lingkungan Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada namun di beberapa tempat pernah dilakukan penelitian menggunakan objek tersebut tetapi tidak disebutkan secara gamblang mengenai keaslian ide, konsep, dan waktu penelitian. Perbedaan yang mendasar adalah mengenai sudut pandang dan keaslian ide penelitian, waktu penelitian dan fokus serta arah penelitian. Penelitian ini menekankan pada analisis strategi kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta dengan mengkaitkan sistem manajemen aset berupa optimalisasi aset serta menganalisis bagaimana sistem pengelolaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendukung kebijakan revitalisasi tersebut serta menemukan kendala yang dihadapi selama proses revitalisasi berlangsung dan juga merumuskan strategi ke depan agar pelaksanaan kebijakan tersebut dapat membuahkan hasil yang optimal. Hasil studi pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian serupa belum pernah dilakukan sebelumnya.

15 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Menganalisis pelaksanaan tata kelola dan strategi yang diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna meningkatkan optimalisasi aset dan mendukung kebijakan revitalisasi Kawasam Kota Tua Jakarta; 2. Menganalisis kendala yang dihadapi oleh stakeholder dalam merealisasikan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta dan memberi sumbang saran strategi ke depan untuk dapat mengatasi kendala tersebut; 3. Menganalisis pengaruh antara kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta terhadap tingkat optimalisasi aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa bangunan dan kawasan cagar budaya Kota Tua Jakarta Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Tujuan Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan pengeloaan manajemen aset yang menitikberatkan pada aspek optimalisasi aset lebih khusus lagi mengenai pengelolaan aset yang bersifat cagar budaya. Penelitian tentang analisis pengelolaan bangunan cagar budaya masih sangat sedikit sehingga perlu untuk dapat dihasilkan lebih banyak lagi, sehingga menambah pengetahuan tentang pengelolaan aset bangunan cagar budaya guna meningkatkan optimalisasi aset melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

16 16 2. Tujuan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pelaksanaan manajemen aset guna memberikan optimalisasi aset dan peningkatan nilai terhadap aset yang dimiliki. Selain itu penulis berharap agar penilitian ini dapat menjadi gambaran bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai kondisi pengelolaan Kawasan Kota Tua Jakarta saat ini dan kendala serta strategi ke depan agar penerapan kebijakan revitalisasi kawasan tersebut dalam berjalan sesuai yang diharapkan. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dilakukan sebagai berikut: Bab I Pengantar yang akan memuat mengenai Latar belakang, Tujan dan Manfaat penelitian. Bab II Tinjuan Pustaka yang mencakup Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Hipotesis dan Alat Analisis. Bab III Analisis Data dan Pembahasan memuat mengenai Cara Penelitian, Perkembangan dan Hubungan Variabel yang diamati, Hasil Analisis Data dan Pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Tua Jakarta dan pengaruhnya terhadap optimalisasi aset tanah dan bangunan milik

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Tua Jakarta dan pengaruhnya terhadap optimalisasi aset tanah dan bangunan milik 88 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis pada bab sebelumnya mengenai penelitian tentang kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki

BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tua menjadi simbol permata Jakarta selain Monas dan Kepulauan Seribu, dan Kota Tua juga salah satu pusat sejarah Indonesia, sebab di wilayah tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu cagar budaya Indonesia yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah UNESCO sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dunia pariwisata dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI PANTAI DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Lanskap

TAMAN REKREASI PANTAI DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Lanskap LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI PANTAI DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Lanskap Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 Tahun 2005, mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batavia yang merupakan cikal bakal kota jakarta saat ini mempunyai sejarah yang panjang, dalam berbagai masa, perubahan, perombakan dan pembangunan. Ia mengalami masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah, BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta.

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta. 8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta Yogyakarta Tipe kegiatan: Konservasi kawasan warisan budaya kota Inisiatip dalam

Lebih terperinci

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN 17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan Program Urusan Wajib Kebudayaan dititikberatkan pada pengembangan seni dan budaya sebagai daya tarik wisata. Hal tersebut didasarkan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ) yang terletak di Desa Sukaragam, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

Lebih terperinci

BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN

BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN 7.1. Manajemen Kota Pusaka Dalam melaksanakan pengelolaan kota pusaka, saat ini dilakukan secara sinergis dan bekerjasama antara berbagai stakeholder, baik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan daerah di Indonesia dewasa ini memasuki paradigma baru di mana salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemerintah adalah terciptanya good governance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset negara menurut Siregar (2004: 179) adalah bagian dari kekayaan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset negara menurut Siregar (2004: 179) adalah bagian dari kekayaan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Aset negara menurut Siregar (2004: 179) adalah bagian dari kekayaan negara atau harta kekayaan negara (HKN) yang terdiri dari barang bergerak atau barang tidak bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENGANTAR. menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Minyak dan Gas Bumi (Migas) merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara, serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, memiliki ruang lingkup, komponen dan proses pengelolaan tersendiri. Terkait dengan sistem

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah lembaga permanen dan tempat terbuka yang bersifat umum. Museum memiliki fungsi sebagai tempat atau sarana untuk merawat, menyajikan, menyimpan, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR Oleh : GRETIANO WASIAN L2D 004 314 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memiliki implikasi yang sangat luas dan menyeluruh dalam kebijaksanaan dan pengelolaan daerah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkupnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, arus penyampaian informasi berkembang dengan cepat, apalagi didukung dengan teknologi canggih melalui berbagai media. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam UU tersebut, dikatakan

Lebih terperinci

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : JOKO ISWANTO

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON

PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENYAMPAIAN PEOPLE,PHYSICAL EVID ENCE D AN PROCESS TERHAD AP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

2015 PENGARUH PENYAMPAIAN PEOPLE,PHYSICAL EVID ENCE D AN PROCESS TERHAD AP KEPUTUSAN BERKUNJUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan integral pembangunan yang semakin dipertimbangkan oleh negara-negara di seluruh dunia. Pengaruh pembangunan pariwisata terhadap perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. 1.2 Tujuan dan Sasaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. 1.2 Tujuan dan Sasaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adanya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah membangkitkan semangat baru bagi pemerintah daerah di Indonesia untuk lebih kreatif mencari terobosan-terobosan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan sebagai destinasi wisata nasional dalam Masterplan Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan sebagai destinasi wisata nasional dalam Masterplan Kementerian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi yang memiliki banyak potensi wisata. Kepariwisataan di Nusa Tenggara Timur sudah ditetapkan sebagai destinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan 33 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan metode dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pariwisata merupakan sektor penting di dunia yang saat ini telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serius melibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan obyek wisata air bojongsari dengan penekanan filosofi air sebagai sarana mengembangkan kreativitas anak

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan obyek wisata air bojongsari dengan penekanan filosofi air sebagai sarana mengembangkan kreativitas anak Pengembangan obyek wisata air bojongsari dengan penekanan filosofi air sebagai sarana mengembangkan kreativitas anak Iman Priambodo I.0202054 BAB I PENDAHULUAN I.1 Pengertian Judul Arti kata Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Museum dalam..., Faika Rahima Zoraida, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Museum dalam..., Faika Rahima Zoraida, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya budaya. Keragaman budaya yang dimiliki melalui peristiwa sejarah yang panjang sudah seharusnya diapresiasi masyarakat dan diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ada di Yogyakarta, baik secara fisik maupun secara psikis 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ada di Yogyakarta, baik secara fisik maupun secara psikis 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta mempunyai keindahan alam yang menarik, transportasi dari luar propinsi DIY menuju objek dan daya tarik wisata yang relatif murah dan mudah didapatkan, banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek Kalimantan merupakan pulau yang sangat kaya ankan flora dan fauna, namun, flora dan fauna endemik yang sangat beragam dan unik yang terancam punah karena

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1.Perencanaan Kinerja Kota Padang menempati posisi strategis terutama di bidang kepariwisataan. Kekayaaan akan sumber daya alam dan sumber daya lainnya telah memberikan daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan tersebar dari pulau Sumatera sampai ke ujung timur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang menjadi faktor penting dalam peningkatan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon memiliki keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena memberikan manfaat ekonomi, termasuk Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia berlomba mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak peninggalan sejarah, baik yang berupa bangunan (candi, keraton, benteng pertahanan), maupun benda lain seperti kitab

Lebih terperinci

- BAB I - PENDAHULUAN

- BAB I - PENDAHULUAN - BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mal salah satu obyek rekreasi yang banyak dinikmati oleh masyarakat sebagai tempat hiburan untuk merelaksasikan diri, karena tuntutan aktifitas kesibukan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sebesar 9,782,779 (pada tahun 2010) dikategorikan sebagai propinsi berpenduduk padat di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Banten

Lebih terperinci

Gigih Juangdita

Gigih Juangdita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk di dalamnya sektor pariwisata. Pembangunan bidang pariwisata

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka 92 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka beberapa kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut : a. Potensi- potensi daya tarik wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki daya tarik wisata dan merupakan kota tujuan wisata yang paling diminati oleh wisatawan, dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbetuk dari banyak unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain itu bab ini juga menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

2015 PERANAN MEDIA VISUAL TERHADAP DAYA TARIK WISATA DI MUSEUM GEOLOGI BANDUNG

2015 PERANAN MEDIA VISUAL TERHADAP DAYA TARIK WISATA DI MUSEUM GEOLOGI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daya tarik wisata berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 merupakan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. nilainya paling besar dan merupakan kekayaan yang vital bagi berjalannya sebuah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. nilainya paling besar dan merupakan kekayaan yang vital bagi berjalannya sebuah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah organisasi, aset umumnya merupakan komponen yang nilainya paling besar dan merupakan kekayaan yang vital bagi berjalannya sebuah organisasi. Aset tetap adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Wonosobo dengan kondisi geografis pegunungan dan panorama alam yang memukau merupakan kekayaan alam yang tak ternilai bagi potensi pariwisata. Selain itu budaya dan keseniannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini kegiatan pariwisata telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia pada umumnya, yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masing-masing individu. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri pariwisata merupakan sektor andalan dan merupakan pilihan bagi pembangunan ekonomi di negara berkembang. Sumber kekayaan alam Indonesia untuk jasa lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pembangunan di daerah tanpa adanya kendala struktural yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT' PENATAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA TUA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci