BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab I telah dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah melalui proses ta aruf. Bagian ini memaparkan deskripsi umum tentang istilah pernikahan, alasan menikah, fase pernikahan, definisi kepuasan pernikahan, faktorfaktor pendukung kepuasan pernikahan serta aspek kepuasan pernikahan dan dilanjutkan dengan definisi mengenai ta aruf. A. Pernikahan 1. Definisi Pernikahan Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Hampir setiap orang mempunyai keinginan untuk menjalani hal tersebut. Menurut Dariyo (2003) pernikahan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama. Dalam Undang-Undang pernikahan yang dikenal dengan UU No. 1 tahun 1974, pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME (Walgito, 2004). 17

2 18 Pernikahan merupakan suatu bentuk komunitas sosial yang melibatkan suami isteri sebagai pelaku utamanya. Sebagaimana komunitas sosial lainnya maka dalam pernikahan pun terjadi interaksi sosial pada pelaku yang terlibat didalamnya. Sebenarnya interaksi sosial sudah terjadi sejak awal pertemuan hingga dilakukan dalam ikatan pernikahan. Suatu interaksi sosial akan berhasil dengan baik bila masing-masing individu yang terlibat dapat saling menyesuaikan. Pada dasarnya manusia itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dalam interaksi sosial individu-individu yang terlibat didalamnya akan membawa keterbatasan, kelebihan dan kebutuhan masing-masing sebagai konsekuensi dari perbedaan tersebut. kemudian faktor-faktor tersebut akan bertemu dan berinteraksi dengan situasi. Bila individu akan saling memperoleh pemenuhan yang kemudian menghasilkan kepuasan pada masing-masing pihak. Sebaliknya bila masing masing individu tidak bisa menyesuaikan diri maka yang terjadi adalah ketegangan dan ketidakpuasan karena masing-masing pihak tidak bisa mencapai pemenuhan untuk kebutuhannya. Olson & DeFrain (2006) mengatakan pernikahan adalah komitmen emosional dan legal dari dua orang untuk berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tugas, dan sumber ekonomi. Gardiner & Myers (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009) menambahkan bahwa pernikahan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk

3 19 pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran suami-istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional antara suami dan istri. 2. Fungsi Pernikahan Menurut Duvall dan Miller (1985) menyatakan bahwa ada beberapa fungsi pernikahan : a. Menghasilkan kasih sayang Menimbulkan kasih sayang antara suami-istri, orang tua dan anak, antara satu generasi dengan generasi selanjutnya. Kasih sayang merupakan hasil dari kehidupan berkeluarga. Pria dan wanita dalam masyarakat barat biasanya melakukan pernikahan karena perasaan kasih sayang dan anak merupakan ekspresi perasaan kasih sayang diantara pasangan. b. Memberikan keamanan secara personal dan penerimaan Keamanan dan penerimaan yang mereka perlukan untuk hidup dapat terpenuhi dalam keluarga. Di dalam keluarga, individu dapat melakukan kesalahan-kesalahan dan belajar dari kesalahan yang mereka lakukan dalam lingkungan yang aman dan terlindungi. Benokraitis (1996) menyatakan

4 20 bahwa keluarga merupakan kelompok yang di dalamnya ada perasaaan yang saling mencintai, memahami, memberikan rasa aman, menerima, dan kebersamaan melalui hubungan yang intim, jangka panjang. c. Memberikan kepuasan dan tujuan Rasa kepuasan dan berharga yang ada pada manusia dapat diperoleh dalam keluarga. Di dalam sebuah keluarga, orang dewasa dan anak-anak menikmati kehidupan satu sama lain dalam pertemuan dan perayaan-perayaan keluarga, acara keluarga, jalan-jalan keluarga dan aktifitas lain dimana anggota keluarga menemukan kepuasan. Di dalam sebuah keluarga, orang tua juga merasa bahagia mereka hidup untuk pasangan dan untuk anak-anak menjadi tanggung jawabnya. d. Adanya kepastian kebersamaan Hanya dalam keluarga kepastian akan kesinambungan kebersamaan (companionship) didapati. Teman-teman, para tetangga, kolega dan yang lainnya mungkin akan menjadi dekat hanya beberapa tahun saja. Adanya kebersamaan yang didasarkan rasa simpati mendorong anggota keluarga menceritakan yang terjadi pada hari itu dan untuk saling berbagi tentang kehidupan yang mereka jalani. e. Sarana sosialisasi kehidupan sosial Dalam setiap masyarakat individu belajar apa yang diharapkan dari mereka dan dimana mereka berada dalam hirarki sosial melalui keluarganya. Pada saat lahir anak secara otomatis memperoleh status keluarga secara genetis,

5 21 fisik, etnik, kebangsaan, agama, kebudayaan, ekonomi, politik, dan pendidikan yang diwariskan dari keluarga dan sanak keluarganya. Keluarga merupakan role model bagi generasi selanjutnya dalam kehidupan sosial seseorang. 3. Motivasi melakukan pernikahan Motivasi untuk menikah mungkin berbeda-beda pada setiap individu. Menurut Olson dan DeFrain (2006), dari berbagai alasan orang menikah, ada yang menikah dengan alasan positif dan ada juga dengan alasan yang negatif. Orang yang menikah karena alasan positif cenderung memiliki hubungan pernikahan yang lebih baik. Turner dan Helms (1995) menyatakan bahwa ada beberapa motivasi orang untuk memasuki kehidupan perkawinan, yaitu : a. Cinta Cinta dan komitmen diantara pasangan seringkali menjadi alasan utama dilakukannya perkawinan. Pasangan ingin selalu saling berbagi dalam hidup dan membina hubungan yang dekat (intimate relationship) dalam lembaga perkawinan. Cinta merupakan hal yang paling utama pasangan melakukan perkawinan dan hanya sedikit pasangan yang melakukan perkawinan tidak didasari adanya perasaan cinta (Simpson, Campbell, Berscheld, dalam Feldman, 1989). b. Kebersamaan Perkawinan merupakan lembaga dimana pasangan dapat menghabiskan waktunya hidup bersama secara permanen. Kebersamaan dapat menimbuklan kesejahateraan (well

6 22 being) emosional dan psikologis diantara pasangan, yang akan berdampak tumbuhnya rasa aman dan nyaman. Kebersamaan tersebut juga dapat memberikan rasa aman da kesempatan untuk saling berbagi diantara pasangan. Sejalan dengan pernyataan tersebut Campbell (dalam Duvall dan Miller, 1985) menyatakan bahwa pernikahan memberikan sumbangan penting yang unik bagi perasaan well being pada kebanyakan pria dan wanita. c. Konfomitas Bagi beberapa pasangan, perkawinan merupakan hal yang memang harus dilakukan atau perkembangan dari suatu hubungan antara pria dan wanita. Pernikahan tampaknya merupakan proses pemilihan. Motif sosial juga turut terpengaruh yaitu tekanan dari keluarga dan teman-teman. d. Legitimasi hubungan seks Setiap masyarakat mempunyai norma-norma yang berkenaan dengan siapa seseorang yang dapat melakukan hubungan sosial dan dalam keadaan (circumstance) seperti apa (Benokratis, 1996) status pernikahan memberikan legistimasi hubungan seksual. Status pernikahan membuat pasangan suami-istri dapat melakukan hubungan seksual secara sah dan dilindungi secara hukum. e. Legitimasi anak Anak yang lahir dalam suatu keluarga mempunyai status identitas. Turner dan Helms (1995) menyatakan bahwa pasangan yang melakukan pernikahan dengan alasan untuk memiliki dan mengasuh anak.

7 23 f. Perasaan siap Pasangan memutuskan untuk melakukan pernikahan karena mereka merasa telah siap. Perasaan siap ini merupakan hasil proses sosialisasi di lingkungan (Blood dalam Donna,2008). g. Mendapatkan keuntungan Hal ini bukanlah alasan yang kuat mengapa seseorang melakukan pernikahan. Akan tetapi, bagi pasangan yang memperhatikan kesejahteraan ekonomi, alasan ini mungkin menjadi alasan utama pasangan melakukan pernikahan. h. Engagement Tahap ini pasangan memberitahukan kepada orang banyak bahwa mereka menikah dan secara tradisional biasanya ditandai dengan cincin berlian atau penggantinya sebagai pasangan tunangan dan pasangan yang akan dinikahi pada masa yang akan datang. 4. Tahap-tahap pernikahan Duval dan Miller (1985) menyatakan ada tujuh tahap pernikahan yang dikaitkan dengan usia anak, sebagai berikut: 1) Pasangan baru 2) Keluarga memiliki anak 3) Keluarga dengan anak usia pra sekolah 4) Keluarga dengan anak usia sekolah 5) Keluarga dengan anak usia remaja 6) Keluarga dengan anak usia dewasa muda 7) Keluarga dewasa madya

8 24 8) Keluarga lanjut usia B. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Penikahan Pernikahan yang memuaskan merupakan dambaan setiap pasangan suami istri. Berbagai upaya dilakukan agar pasangan mencapai kepuasan dalam perkawinan.menurut Bahr, Chapell, dan Leigh (dalam Burpee & Langer 2005), Kepuasan pernikahan merupakan suatu hal yang dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang diharapkan, atau dibandingkan dari hubungan yang aktual dengan pilihan jika hubungan yang dijalani akan berakhir. Kepuasan dalam pernikahan dipengaruhi oleh harapan pasangan itu sendiri terhadap pernikahannya, yaitu harapan terhadap nilai-nilai pernikahan, harapan yang tidak jelas, tidak adanya harapan yang cukup. dan harapan yang berbeda. DeGenova & Rice (2005) memberikan definisi tentang kepuasan perkawinan yaitu the extent to which couple are content and fulfilled in their relationship. Berdasarkan definisi tersebut, memungkinkan terjadinya perbedaan individu mengenai harapan dan kebutuhan antara pasangan. Menurut Olson dan Defrain (2006), kepuasan pernikahan adalah perasaan yang bersifat sujektif dari pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap pernikahannya secara menyeluruh. Duvall dan Miller (1986) menyebutkan bahwa masa awalawal dari pernikahan adalah puncak dari kepuasan pernikahan.

9 25 Disisi lain Hurlock (1999) mengatakan bahwa pada masa awal pernikahan setiap pasangan memasuki tahap dimana mereka dituntut menyatukan banyak aspek yang berbeda dalam diri masing-masing. Kemampuan pasangan untuk menyatukan aspek yang berbeda ini akan menentukan tingkat harmonisasi suatu keluarga. Situasi yang dialami suami isteri sehari-hari dijadikan dasar penilaian tentang kepuasan pernikahan mereka. Teori pertukaran sosial (Thibaut dan Kelly, 1978) menekankan bahwa tiap individu akan menyeleksi aktivitas dan interaksi ataupun relasi yang dilakukannya agar dapat memperoleh keuntungan semaksimal mungkin. Jadi seseorang dalam melakukan hubungan interpersonal akan selalu mempertimbangkan kerugian dan keuntungan yang didapatkannya (West dan Turner 2005). Berdasarkan teori tersebut dapat diasumsikan bahwa orang yang merasa menerima keuntungan yang besar (hal-hal yang menyenangkan atau membahagiakan) dalam kehidupan pernikahan akan merasa kepuasan. Adapun besarnya tingkat kepuasan tersebut tergantung dari besar atau kualitas dari keuntungan yang didapatkan. Adapun keuntungan itu sendiri tergantung dari sifat hubungan yang dijalani. Jika kehidupan pernikahan yang dijalani seseorang dirasa membahagiakan hingga sebagian besar bahkan seluruh kebutuhan, keinginan, dan harapan yang sebelumnya telah dicita-citakan terpenuhi, maka orang akan merasa puas terhadap pernikahannya. Dari pemaparan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, penulis mengacu pendapat Olson dan Defrain

10 26 (2006) yang mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai sebuah evaluasi menyeluruh mengenai hubungan pernikahan yang dijalani. 2. Kriteria kepuasan Pernikahan Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995), ada beberapa kriteria dari pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain: a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan dimana dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima antar sesama anggota dalam keluarga. b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap anggota keluarga menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga. c. Model parental role yang baik Pola orang tua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini bisa membentuk keharmonisan dalam keluarga. d. Penerimaan terhadap konflik-konflik Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk menyelesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga. e. Kepribadian yang sesuai Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat menutupi kekurangan

11 27 yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu sama lain. f. Mampu memecahkan konflik Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut. 3. Aspek-Aspek Kepuasan Penikahan Menurut Olson dan Fowers (1993) komponenkomponen yang menentukan kepuasan pernikahan, yaitu: a. Komunikasi Komunikasi sangat penting pada setiap tahapan hubungan karena komunikasi adalah inti dari sebuah hubungan (Robinson & Blanton dalam Olson 2006). Area ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Menurut Duvall dan Miller (1985) pasangan yang memiliki komunikasi yang efektif apabila: mereka dapat membicarakan segala hal, mampu membicarakan segala permasalahan yang dimiliki, mereka mampu berbagi mengenai perasaannya, berusaha mendengarkan satu sama lain ketika berbicara, dan saling memahami satu sama lain. b. Penggunaan waktu luang Area ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga

12 28 melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan individu atau pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan. c. Orientasi Agama Area ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli terhadap hal hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orang tua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut. d. Penyelesaian Konflik Area ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri teradap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain. e. Pengaturan keuangan Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang tidak realistis,

13 29 yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Disisi lain, pasangan yang memiliki kesepakatan dalam mengatur keuangan akan mempunyai kepuasan pernikahan yang lebih tinggi (Berry & Williams dalam DeGenova & Rice, 2005). f. Hubungan seksual Area ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan (Hurlock, 1999). Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasanga suami istri. g. Keluarga dan teman Area ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Area ini merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih

14 30 sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock,1999). h. Anak dan pengasuhan anak Harapan akan kehadiran anak juga akan turut mempengaruhi kepuasan pernikahan (Hendrick & Hendrick, 1992). Area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orang tua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orang tua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud. i. Kepribadian Area ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah

15 31 laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. j. Pembagian peran Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Yoger dan Brecht (dalam Hidayah & Hadjam, 2006), kepuasan perkawinan pada isteri dipengaruhi oleh keterlibatan suami dalam membantu tugas-tugas rumah tangga. Sementara kepuasan perkawinan pada suami dihubungkan dengan kesadaran isteri untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lebih banyak dibandingkan suami 4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Pernikahan Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan. Salah satu diantaranya adalah Duvall dan Miller (1985). Duvall dan Miller mengatakan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi

16 32 oleh dua faktor, yaitu latar belakang (background characteristic) dan keadaan saat ini (current characteristic). Yang dimaksud dengan faktor latar belakang adalah karakteristik yang dimiliki oleh pasangan sebelum menikah yaitu kondisi pernikahan orang tua, kehidupan masa kanakkanak, penerapan disiplin orang tua, pendidikan seks, tingkat pendidikan, dan masa perkenalan sebelum menikah. Pernikahan orang tua akan menjadi role model bagi pasangan suami istri dalam menjalani pernikahannya sendiri. Seorang yang memiliki orang tua bercerai, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami perceraian (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Masa kanak-kanak juga dapat memengaruhi kepuasan pernikahan. Duvall dan Miller (1986) mengatakan bahwa penerapan disiplin sejak kecil dengan cara yang sesuai dapat juga membantu proses penyesuaian diri dalam kehidupan pernikahan. Selain itu, seseorang yang mendapatkan pendidikan seks dengan cara yang baik cenderung memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pemilihan pasangan dan dapat memengaruhi hubungan dalam pernikahan. Jika terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang besar diantara pasangan, maka hubungan pernikahan sangat rentan untuk mengalami ketegangan (Khana & Varghese dalam Vaijayanthimala, 2004). Masa perkenalan sebelum menikah merupakan masa untuk melakukan adaptasi dengan pasangan. Hal tersebut memungkinkan pasangan untuk saling mengenal

17 33 sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah (Duvall dan Miller, 1985). Sementara itu, yang dimaksud dengan faktor keadaan saat ini adalah karakteristik yang dimiliki pasangan selama menjalani pernikahan meliputi ekspresi kasih sayang, kepercayaan, kesetaraan, hubungan seksual, komunikasi, kehidupan sosial, pendapatan dan tempat tinggal. Menurut Duvall dan Miller (1985), faktor latar belakang merupakan suatu hal yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak dapat diubah, sedangkan faktor masa kini lebih mendasari tingkat kepuasan pernikahan. Salah satu harapan sebagian orang yang telah menikah adalah memiliki pasangan yang dapat memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bell, Daly, dan Gonzales ( dalam DeGenova & Rice, 2005) ditemukan bahwa ekspresi kasih sayang secara fisik maupun verbal sangat penting untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia. Selain itu adanya rasa saling percaya dari suami kepada istri dan juga sebaliknya merupakan hal yang penting karena kecurigaan yang timbul diantara pasangan dapat memicu konflik dalam kehidupan pernikahan. Pasangan yang saling mempercayai dalam menjaga komitmen akan memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia (DeGenova & Rice, 2005) Suatu pernikahan sebaiknya tidak ada dominasi dari salah satu pasangan, baik dari suami maupun istri. Setiap keputusan yang diambil dalam kehidupan pernikahan harus dilakukan melalui kesepakatan antara suami dan istri. Pernikahan yang

18 34 bahagia dapat tercipta jika pasangan memiliki keinginan untuk saling membantu dan memenuhi kebutuhan (Bell, Daly, & Gonzales, 1987 dalam DeGenova & Rice, 2005). Pihak suami maupun istri harus saling menikmati kehidupan seksual yang mereka jalani. Menurut Komarovsky (dalam Phelan,1979), kepuasan hubungan seksual merupakan barometer dari kebahagiaan pernikahan. Dengan kata lain, hubungan seksual sangat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Begitupula dengan komunikasi diantara pasangan suami istri. Komunikasi yang efektif dapat memengaruhi kepuasan pernikahan. Masalah yang terjadi dalam suatu pernikahan seringkali disebabkan oleh komunikasi yang buruk antar pasangan. Komunikasi dapat dikatakan efektif jika pasangan memiliki kemampuan untuk bertukar ide, perasaan, sikap, dan informasi sehingga pesan yang disampaikan dapat didengar dan dipahami dengan baik. Perkataan yang mengkritik, menyakitkan, dan menyingung perasaan dapat merusak hubungan pernikahan (DeGenova & Rice, 2005) Keluarga yang bahagia seharusnya memiliki kehidupan sosial yang menyenangkan. Dukungan sosial berhubungan signifikan dengan kepuasan pernikahan. Dukungan sosial berhubungan signifikan dengan kepuasan pernikahan (Acitelli dalam Polk, 2008) mengatakan bahwa hubungan dengan masyarakat dan tetangga dapat meningkatkan kepuasan pernikahan karena mereka dapat membantu pasangan dalam beradaptasi dengan tuntutan dan tekanan hidup, seperti membantu jika ada anggota keluarga yang meninggal atau sakit,

19 35 menitipkan rumah ketika semua anggota keluarga sedang pergi, memberikan nasehat ketika istri memiliki masalah dengan suami, membantu menjaga anak ketika ibu bekerja di luar rumah, dsb. Pasangan yang telah menikah harus memiliki pendapatan yang dapat mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga dapat meminimalisasi timbulnya konflik dalam kehidupan pernikahan. Beberapa penelitian menemukan bahwa pasangan yang sepakat dalam mengatur keuangan akan memiliki kepuasan pernikahan yang lebih tinggi ( Berry & Williams dalam DeGenova & Rice, 2005). Ditemukan pula bahwa kepuasan lingkungan tempat tinggal berpengaruh positif terhadap kepuasan hidup dalam berkeluarga (Toth dalam Minnotte, 2008). Tempat tinggal yang menetap dan memberikan rasa aman serta nyaman berkontribusi positif terhadap kepuasan pernikahan karena pasangan tidak harus selalu menghadapi situasi baru yang membutuhkan proses adaptasi. C. Ta aruf 1. Definisi Ta aruf Ta aruf berasal dari Bahasa Arab, yang artinya saling mengenal. Berkenalan bisa dengan siapa saja, laki-laki atau perempuan. Namun, makna ta aruf menjadi lebih spesifik ketika ditujukan untuk orang yang sedang mencari pasangan hidup, tanpa melalui proses pacaran. Jadi, ta aruf diartikan sebagai berkenalan dalam rangka mengetahui lebih dalam tentang calon suami atau istri. Atau untuk lebih jelasnya lagi, ta aruf adalah

20 36 proses pendekatan antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah (pra khitbah atau lamaran) (Imtichanah, 2006). Takariawan (2006) menambahkan bahwa ta aruf pada asasnya, adalah proses yang dijalani seseorang yang telah mantap hati dan memastikan diri sehingga siap untuk melangkah kejenjang pernikahan. Hal tersebut sesuai dengan surat Al-Hujarat: 13 yang berbunyi : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13) Ta aruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masingmasing pihak cukup penting, misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang saksama, bukan cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung, bukan melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat (Imtichanah, 2012). Dalil perlunya melihat calon istri/suami antara lain hadits berikut ini: a. Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian dia dapat melihat sebahagian apa yang kiranya dapat menarik untuk mengawininya, maka kerjakanlah. (HR Ahmad dan Abu Daud)

21 37 b. Dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bertanya kepada seseorang yang hendak menikahi wanita, Apakah kamu sudah pernah melihatnya? Belum, jawabnya. Nabi SAW bersabda, Pergilah melihatnya dahulu. (HR. Muslim) c. Mughirah bin Syu bah RA berkata, Aku meminang seorang wanita. Dan Rasulullah SAW bertanya padaku, Apakah kamu sudah melihatnya? Aku menjawab Tidak. Lalu beliau berkata, Lihatlah dia karena melihat itu lebih dapat menjamin untuk mengekalkan kamu berdua. (HR. Ibnu Majah) Didalam proses ta aruf ada aturan main yang melindungi kedua belah pihak dari pelanggaran atau bermaksiat. Setiap pertemuan dalam ta aruf, pria dan wanita tidak bertemu berdua saja melainkan harus selalu didampingi mediator. Mediator adalah orang yang menjadi pembina selama proses ta aruf berlangsung. Mediator dalam proses ta aruf adalah orang yang paling dekat dan mengenal kepribadian calon pasangan yang akan melakukan ta aruf, bisa orang tua atau wali laki-laki dan perempuan yang akan berta aruf, guru ngaji dari kedua belah pihak atau sahabat karib yang dipercayai, sehingga diharapkan mereka dapat memberikan informasi yang benar, akurat serta menyeluruh mengenai diri calon tersebut (Imtichanah, 2012). Menurut Ajaran Islam, hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: Janganlah seorang laki-laki bertemu sendirian (bersepisepian)dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya, karena yang ketiganya adalah setan. (HR Imam Ahmad dari Amir bin Robi ah ra).

22 38 Hal yang biasanya menjadi pertimbangan untuk diketahui calon pasangan dalam ta aruf meliputi kepribadian, pandangan hidup, pola pikir dan cara penyelesaian terhadap suatu masalah. Namun proses ta aruf juga memungkinkan seseorang untuk menolak ketika ia tidak berkenan dengan calon yang akan dijodohkan. Selama pelaksanaan proses ta aruf calon yang akan berta aruf tidak diperbolehkan membuka kontak fisik dalam bentuk apapun sehingga para calon tidak dapat bebas melakukan apa saja. Hal ini bertujuan agar pasangan yang melakukan ta aruf tidak mengembangkan rasa cinta sebelum menikah (imtichanah, 2012). Dalam pernikahan Islami ta aruf adalah anak tangga pertama agar pernikahan itu mencapai barakah. Dengan ta aruf kita membuka pintu pertama untuk mengenal dan mengetahui calon pasangan, mencoba mencari kecocokan, mencoba meneliti keinginan hati masing masing pihak, serta menggali harapan-harapan dalam menyusun pernikahan. Pernikahan dalam ajaran Islam bertujuan untuk ibadah, maka Islam menghendaki bahwa perkawinan antara laki-laki dan perempuan hendaknya sesuai dengan tuntutan yang telah diajarkan sesuai dengan syariat dalam agama sehingga pernikahan itu tidak hanya sebagai penyalur keinginan manusiawi tetapi juga bernilai ibadah. Dalam kehidupan beragama Islam ta aruf merupakan tuntutan agama bagaimana mencari pasangan hidup yang baik sesuai dengan anjuran Rosulullah dalam sebuah hadist yang artinya :

23 39 Seorang wanita dinikahi karena empat hal, karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya beruntung kedua tanganmu. ( H.R. Ahmad ). Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih Dengan adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bercermin dalam agama yang dianut, maka akan menuntun ataupun membimbing kepada orang yang memeluknya. Agama akan menuntun ataupun hal yang baik ke hal-hal yang tidak tercela, demikian pula bila dikaitkan dalam perkawinan, maka agama yang dianut akan memberikan tuntunan atau bimbingan bagaimana bertindak secara baik. Banyak tindakan yang dapat dicegah karena dilatarbelakangi oleh kuatnya agama yang dianutnya (Walgito, 2004) 2. Ketentuan Ta aruf Berikut ini adalah kaidah sesuai syariah yang harus dipatuhi saat ta aruf : a. Niat ingin menikahi Hanya pria yang benar-benar berniat menikahi sang perempuan saja yang dibolehkan melihat. Sedangkan mereka yang cuma sekadar iseng-iseng atau coba-coba, padahal di dalam hati belum berniat menikahi, tentu tidak dibenarkan melihat.

24 40 b. Tidak harus seizin wanita Mughirah menemui calon istrinya spontan, tanpa pemberitahuan lebih dahulu. Dari sini jumhur ulama berpendapat, tak ada ketentuan bahwa wanita mesti tahu sejak awal bahwa dia akan dilihat. Sebagian ulama berpandangan sebaiknya sang wanita memang tidak diberitahu, agar dia tampil alami di mata yang melihat, sehingga tidak perlu menutupi apa yang ingin ditutupi. Sebab kalau wanita itu mengetahui bahwa dirinya sedang dilihat, secara naluri dia akan berdandan sedemikian rupa untuk menutupi aib-aib yang mungkin ada pada dirinya. Maka dengan begitu, tujuan inti dari melihat malah tidak akan tercapai. Namun mazhab Maliki berpendapat kalau pun bukan izin dari wanita yang bersangkutan, setidaknya harus ada izin dari pihak walinya. Hal itu agar jangan sampai tiap orang merasa bebas memandang wanita mana saja dengan alasan ingin melamar c. Sebatas wajah dan kedua tangan hingga pergelangan Jumhur ulama sepakat bahwa batasan yang boleh dilihat dalam ta aruf adalah bagian tubuh yang bukan aurat. Bila calon suami ingin melihat calon istrinya, maka dia hanya boleh melihat wajah dan kedua tangannya hingga pergelangan. Sedangkan bila calon istri ingin melihat calon suaminya, maka batasan auratnya adalah antara pusar dan lututnya.

25 41 d. Tidak boleh menyentuh Yang dibolehkan hanya melihat bagian tubuh yang bukan aurat, sedangkan menyentuh, apalagi dengan nafsu justru dilarang. e. Melihat berulang-ulang Pria boleh melihat calon pasangan lebih dari sekali, sebab bisa saja penglihatan yang pertama akan berbeda hasilnya dengan penglihatan kedua, ketiga dan seterusnya. Oleh karena itu, pada prinsipnya asalkan bertujuan mulia dan terjaga dari fitnah, dibolehkan melihat calon istri beberapa kali, hingga si pria betul merasa mantap dengan pilihan. f. Tidak boleh berduaan Sebagian kalangan ada yang dengan sangat ketat melarang calon pasangan untuk saling bertemu muka langsung. Alasannya karena takut nanti menimbulkan gejolak di dalam hati. Padahal sebenarnya pertemuan langsung itu tidak dilarang secara mutlak. Apabila ada ayah kandung, atau laki-laki mahram yang ikut mendampingi, maka pertemuan yang bersifat langsung boleh saja dilakukan. Pasangan itu bisa saja berjalan-jalan sambil bercakap-cakap, misalnya sambil berbelanja, berekreasi, atau melakukan perjalanan bersama. Yang penting tidak berduaan, dan pihak calon istri didampingi oleh laki-laki yang menjadi mahramnya. Yang dilarang adalah posisi berduaan dan bersepi-sepi di tempat yang tidak ada orang tahu.

26 42 g. Mengirim utusan untuk melihat Untuk hal-hal yang lebih dalam, terkait dengan aib dan cacat, apabila dirasa kurang etis untuk dibicarakan secara langsung, maka masing-masing pihak baik suami atau istri boleh mengirim utusan untuk melihat secara langsung. Pihak calon suami boleh mengirim kakak atau adik perempuannya kepada pihak calon istri, untuk melihat halhal yang sekiranya masih haram dilihat langsung oleh calon suami sehingga detail keadaan fisik calon istri bisa diketahui oleh sang utusan. Demikian pula sebaliknya, calon istri boleh mengirim kakak atau adiknya yang lakilaki untuk mendapatkan informasi lebih detail tentang sang calon suami. 3. Model-Model Ta aruf Menurut Imtichanah (2012) ada beberapa model ta aruf yaitu : a. Otoritas Pembina Pembina disini adalah guru ngaji atau ustadz. Proses ta aruf pada model pertama ini berjalan sangat ketat. Interaksi antara kedua pasangan yang akan ta aruf mendapat pengawasan intensif. Pertemuan-pertemuan harus dengan sepengetahuan pembina. b. Rekomendasi teman Pada model ta aruf ini calon pendamping direkomendasikan oleh teman. Jika orang tersebut setuju maka proses dilanjutkan dengan memeberitahukan kepada Pembina. Apabila Pembina setuju maka proses ta aruf

27 43 dilanjutkan dengan mempertemukan kedua pasangan tersebut dengan didampingi Pembina atau teman yang merekomendasikan tersebut. c. Pilihan pribadi Model ini tidak jauh beda dengan model kedua. Dimana orang yang akan ta aruf tersebut sudah pernah melihat calon yang akan berproses dalam ta aruf kemudian meminta bantuan Pembina atau orang lain.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kepuasan pernikahan adalah perasaan yang bersifat sujektif dari pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap pernikahannya secara menyeluruh. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Individu dapat dikatakan telah siap menikah ketika ia telah mampu menyandang peranperan barunya yaitu sebagai suami atau istri, kemudian berusaha untuk terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pernikahan Menurut Dariyo (dalam Sukmadiarti, 2011) pernikahan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih?

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih? Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih? BEDA DONG! Hehehe Banyak orang yang salah mengartikan antara tunangan dan khitbah. Istilah tunangan itu sebenarnya tidak dikenal dalam istilah islam.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan BAB V PEMBAHASAN A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan Kafa ah dalam perkawinan merupakan persesuaian keadaan antara si suami dengan perempuannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendapatkan pasangan hidup yang terbaik, tentu menjadi harapan setiap manusia. Pasangan hidup saling membutuhkan kasih sayang, perhatian dan kecukupan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat menekankan tentang bagaimana seorang muslim seharusnya menjalankan pernikahan. Namun sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan.

BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan. BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia atau dengan kata lainmerasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan bahwa kawin sama dengan perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Sedangkan menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan menjadi hal yang paling penting dalam fase kehidupan manusia. Tahapan ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan salah satu aspek yang penting perkembangan individu dewasa (Kelley & Convey dalam Lemme, 1995).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut Effendy (2009: 5), komunikasi adalah aktivitas makhluk sosial. Dalam praktik komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami peristiwa penting dalam hidupnya, salah satunya adalah momen perkawinan dimana setiap orang akan mengalaminya. Manusia diciptakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pada bagian ini peneliti akan mengemukakan simpulan hasil penelitian mengenai cerai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci