Area penghasil biji minyak di India adalah sekitar juta hektar dan hasil per hektarnya dinilai rendah dibandingkan negara lain dalam hal minyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Area penghasil biji minyak di India adalah sekitar juta hektar dan hasil per hektarnya dinilai rendah dibandingkan negara lain dalam hal minyak"

Transkripsi

1

2

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Minyak sawit telah muncul sebagai sumber pokok dunia akan minyak nabati dikarenakan ketersediaan yang memadai, pemakaian yang serbaguna dan biaya yang rendah, jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak sawit menempati 33% dari campuran minyak nabati di dunia. Indonesia dan Malaysia menyumbang hampir 87% produksi minyak sawit, di mana China dan India mengimpor 34%nya. Konsumsi minyak goreng secara global telah tumbuh dari 123 juta metric ton di tahun 2007 menjadi 158 juta metric ton di tahun Pertumbuhan ini ditengarai oleh populasi yang meningkat, pendapatan dan konsumsi per kapita terutama di negara-negara berkembang seperti India, Indonesia, dan China di antara negara-negara yang bermunculan dari negara-negara berkembang lainnya. Minyak sawit menempati angka 48,7 juta metric ton, adalah jumlah konsumsi minyak goreng terbesar di dunia. Saat ini India merupakan importer minyak sawit terbesar di dunia dengan mengambil 20% dari total import dunia diikuti oleh China sebesar 16% dan EU 14%. Menurut beberapa perkiraan, beban finansial pada nilai impor minyak goreng untuk tahun 2020/21 adalah 28.7 milliar. India bisa menjadi pasar terbesar untuk Certified Sustainable Palm Oil (CSPO), oleh karena itu, harus dikembangkan strategi demi menciptakan kesadaran akan CSPO dan mendapatkan komitmen dari para importer dan pabrik dalam negri. Situasi India secara keseluruhan dalam hal tanaman pokok seperti beras dan gandum cenderung stabil. Pernah tercatat panen sebesar 250 juta ton bijibijian makanan, 102 juta ton di antaranya adalah beras dan 90 juta ton gandum. Namun keadaan minyak goreng tidak sebagus itu, dan sejak satu dekade terakhir situasinya semakin buruk karena ketersediaan barang tidak bisa menyeimbangi permintaan akan minyak goreng dan jarak ini semakin lama semakin lebar, hal ini menyebabkan terjadinya impor minyak goreng besarbesaran untuk bisa menyamai permintaan negara. Untuk memenuhi permintaan yang sangat besar sejumlah juta ton minyak goreng, India harus mengimpor cadangan minyaknya dari seluruh dunia yang tahun ini mencapai angka 10 juta. Sebagian besar dari juta ton minyak goreng ini adalah minyak sawit yaitu 46%. Area penghasil biji minyak di India adalah sekitar juta hektar dan hasil per hektarnya dinilai rendah dibandingkan negara lain dalam hal minyak

4 goreng, hal ini yang menjadi pertimbangan utama bagi negara ini. Hasil pembudidayaan 9 biji minyak dapat dilihat sekitar 30 juta ton, hasil biji kapas dan kopra sekitar 11 juta ton, dan total minyak yang dihasilkan sekitar 41 juta ton yang 8.12 juta tonnya adalah minyak nabati, semua ini untuk memenuhi permintaan 16.7 juta ton menyebabkan hampir separuh dari penyediaan minyak diimpor dari negara-negara lain. Persentase impor cukup tinggi karena tahun lalu India mengimpor sekitar 9 juta ton minyak goreng dan tahun ini jumlahnya akan menyentuh kisaran 10 juta ton. Membandingkan dengan situasi tahun 2006 dengan 2012, impor India telah loncat drastis dari 5 juta ton ke 10 juta ton. Penyumbang terbesar dalam kenaikan permintaan yang tinggi untuk minyak goreng dalah perubahan pola dan kebiasaan konsumsi. Satu hal yang bisa memberikan kredit pada meningkatnya standar hidup masayarakat umum, muncul dalam pendapatan bersih setelah pajak yang telah menyebabkan perubahan pada pola makan. Untuk lebih spesifik, impor minyak sawit tahun ini adalah sekitar 7.7 juta ton untuk memenuhi kebutuhan sekitar 7.9 juta ton. Dengan menganalisa data ini, India dapat dikatakan adalah konsumen minyak sawit terbesar dengan mengambil bagian 19% dari seluruh dunia dan jika dilihat dari angka impornya, India mengimpor sekitar 44% dari impor dunia membuatnya menjadi importer minyak sawit terbesar, jadi secara keseluruhan hal ini membuat India menjadi pasar yang sangat kuat untuk dijadikan target mempromosikan dan mempraktekkan cara-cara untuk mengolah minyak sawit. Indonesia, yang telah menjadi produsen nomor satu dari Malaysia dalam tahun 2006, sedang dalam proses untuk menginvestasikan US$2.5 milyar dalam bentuk industri penyulingan minyak sawit. Kapasitas produksi akan menjadi 2 kali lipat mencapai 43 juta ton-per tahun atau 80% dari output tahunan keseluruhan. Hal ini akan membuat Indonesia memenuhi konsumsi 10 juta ton per-tahunnya sendiri dan 10 juta ton per tahun kebutuhan China dan negara konsumen utama minyak sawit, India, yang nantinya minyak sawit murah akan menghapus inflasi dua digit harga makanan. Pemerintah Indonesia mendukung industri tersebut: setelah upaya pendekatan intensif yang dilakukan oleh perusahan minyak sawit lokal seperti Wilmar International, Musim Mas dan PT SMART, tarif ekspor untuk minyak olahan telah dipangkas agar harga minyak sawit Indonesia semakin dapat bersaing di pasar-pasar luar negeri.

5 Penanaman modal menandai pergeseran fokus dari produksi ke penyulingan dan dari konsumsi domestik ke luar negeri atau ekspor. Minyak sawit adalah salah satu industri di mana pemerintah Indonesia bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah kemampuan yang diperlukan untuk tidak lagi mengekspor bahan mentah. Penanaman modal minyak sawit Indonesia memberikan tekanan terhadap Malaysia, yang telah lama mendominasi industri penyulingan. Malaysia hanya menggunakan 75% dari 23 juta ton-per tahun kapasitas penyulingannya tahun lalu. Di bulan April dan Mei, Malaysia mengekspor minyak sawit olahan yang dikenal dengan nama palmolein, turun 19% sementara Indonesia mengalami lompatan pengiriman sebanyak 55% pada periode yang sama. Malaysia dapat membalasnya dengan pajak export untuk menghentikan keluarnya minyak sawit dari dalam negeri ke penyulingan luar negeri, namun hal ini akan menimbulkan kekhawatiran politik karena hal tersebut akan menjadi pukulan bagi petani, tempat terbesar pemungutan suara, dalam tahun pemilihan. Perusahaan pengolah minyak sawit Malaysia, Sime Darby, KL Kepong dan IOI Corp, ketiganya sedang merencanakan pembangunan pabrik-pabrik pengolahan di Indonesia. Maksud dari laporan ini adalah untuk memberikan gambaran akan pasar minyak sawit olahan di India. Dan juga untuk mengidentifikasi area-area di mana hasil tambahan minyak sawit dapat digunakan di India. Laporan ini mencakup alasan pokok dan dasar-dasar peningkatan kelestarian, seperti contohnya Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Sawit Hijau. Inti dari standard RSPO adalah persyaratan untuk tidak membuka lahan hutan primer ataupun lahan lain yang penting untuk kehidupan satwa liar dan komunitas. Ada juga standard yang berkenaan dengan erosi tanah, polusi, kesehatan dan keselamatan, kondisi buruh dan lainnya yang menjadi definisi minyak sawit lestari. Selama beberapa tahun terakhir, inisiatif-inisiatif ini telah membangun momentum dengan meningkatnya keikutsertaan dari pemainpemain industri mulai dari retail, contohnya Walmart dan Tesco, sampai ke pabrik, seperti Unilever dan Nestle dan juga pedagang seperti Cargill. Selain itu, terdapat juga peningkatan minat dari perusahaan-perusahaan India yang telah menjadi anggota RSPO dan telah mulai mengeksplorasi pengadaan minyak sawit lestari.

6 DAFTAR ISI Halaman 1 Pendahuluan 1 2 Skenario Global Minyak goreng 3 3 Skenario Minyak Goreng di India 12 4 Tantangan Dalam Menghadapi Permintaan Minyak Sawit di Masa Yang Akan Datang 29 5 Penyulingan Minyak Sawit Masa Depan 34 6 Struktur Pajak Indonesia dan Malaysia 37 7 Dampak Produksi Minyak Sawit 43 8 Peluang dan Hambatan 48 9 Kesenjangan Permintaan dan Pasokan Harga Minyak Sawit di India Pasar Minyak Sawit dan olahannya Kesimpulan Alamat-Alamat Penting di India 96 Annexures Annexure 1 Palm Oil Importers 99 Annexure 2 Import of Palm oil into India 100 Annexure 3 The Vegetable Oil Products (Regulation) Order Annexure 4 THE EDIBLE OILS PACKAGING (REGULATION) ORDER Annexure 5 List of Food additives for use in Edible Oils 132 Annexure 6 Phyto-sanitary requirements for import of oilseeds 134 Annexure 7 SWOT Analysis of Palm oil Industry 138

7 1. PENDAHULUAN Konsumsi minyak goreng global telah meningkat sekitar 18% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Produksi campuran minyak goreng sebagian besar didominasi oleh minyak sawit, yang sekarang merupakan minyak sayur utama terbesar yang dikonsumsi di dunia. India dan China telah muncul sebagai importir utama minyak sawit di dunia. Perubahan pola konsumsi, ketersediaan barang, harga, perubahan kebijaksanaan pada import dan produksi domestik biji minyak lainnya telah mempengaruhi penggunaan minyak goreng. Dikarenakan pemicupemicu yang mendasari segmen-segmen ini, pencampuran aplikasi minyak tidak diharapkan untuk membuat perubahan dalam lima tahun ke depan. Minyak sawit telah mendominasi import di India dalam kurun waktu 2 dekade terakhir, bagi keuntungan logistiknya, fleksibilitas kontrak, dan penerimaan konsumen. India adalah importir minyak sawit terbesar dan juga merupakan minyak termurah. Minyak sawit menyumbang sekitar 74% (mulai dari tahun 2012) dari keseluruhan minyak goreng yang diimport ke dalam negeri. Di luar konsumsi masyarakat, sebagai palmolein RBD juga mendukung banyak industri lain di India, seperti penyulingan, vanaspati dan sektor industri lainnya. Sementara ada alasan ekonomi yang kuat bagi konsumsi minyak sawit, ada juga kesadaran yang tumbuh akan kebutuhan produksi minyak sawit lestari yang tidak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, seperti perusakan hutan-hutan, punahnya keanekaragaman hayati, emisi gas rumah kaca, permasalahan buruh atau masyarakat. Laporan ini menyediakan kilasan industri minyak sawit India dan tren kelestarian yang mempengaruhi pasar global minyak sawit. Hal tersebut dibagi menjadi tiga seksi pokok: 1

8 Skenario Global Minyak goreng Skenario Minyak goreng India Tantangan Dalam Menghadapi Permintaan Minyak Sawit di Masa Yang Akan Datang. 2

9 2. SKENARIO GLOBAL MINYAK GORENG 2.1 Produksi Minyak goreng Konsumsi global minyak goreng telah meningkat pada CAGR ~4.9% dari ~121.5 juta metric ton di tahun 2007 menjadi ~155.6 juta metric ton di tahun Pertumbuhan ini dipicu oleh: Populasi yang bertambah-populasi global telah meningkat dari 5.5 milyar menjadi 7 milyar di tahun 2011 dan diharapkan akan terus meningkat menjadi 7.5 milyar pada 2015 dan 8.1 milyar pada China dan India diharapkan akan memiliki 1.5 milyar dan 1.4 milyar penduduk berturut-turut dan penduduk dunia lainnya akan menyumbang angka 5.2 milyar. Hal ini akan membawa kepada peningkatan konsumsi, memicu kenaikan permintaan akan minyak goreng. Konsumsi per kapita yang meningkat Pendapatan per kapita mempunyai korelasi yang tidak dapat dipungkiri dengan konsumsi per kapita produk yang memiliki nilai tambah, seperti minyak goreng. Konsumsi perkapita minyak goreng di negara-negara berkembang sangat rendah dibandingkan dengan negaranegara maju. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara 3

10 berkembang seperti India, China, Brazil sepertinya memiliki pengaruh positif pada pendapatan bersih. Hal ini diharapkan akan menimbulkan permintaan lebih banyak akan minyak goreng. India dan China telah muncul sebagai impotir utama dunia akan minyak sayur. Sementara Indonesia, Malaysia dan Argentina mendominasi pasar ekspor, mewakili sekitar 75% ekspor. China, Malaysia, USA, Uni Eropa, Indonesia, India, Brazil dan Argentina adalah negara-negara produsen minyak dan lemak. China, Uni Eropa dan India adalah negara-negara dengan permintaan tinggi yang menambah kekurangannya melalui impor. 2.2 Produksi Campuran Minyak goreng Global Produksi campuran minyak goreng sebagian besar didominasi oleh produksi minyak sawit yang menyumbang sekitar ~33% dari total minyak goreng yang diproduksi. Minyak sawit sifatnya serba guna karena dapat digunakan baik untuk produksi makanan ataupun bukan. Dari juta metric ton minyak goreng yang diproduksi pada tahun 2012, ~55.97 juta metric ton di antaranya adalah minyak sawit (termasuk minyak sawit kernel). Pertumbuhan produksi minyak sawit terlihat jelas tinggi pada angka ~6.3% CAGR antara tahun 2007 dan 2012 dibandingkan dengan pertumbuhan produksi minyak lain seperti minyak 4

11 kelapa, minyak kedelai, minyak bunga matahari yang berkisar pada angka ~3% sampai 3.5% selama periode yang sama. Produksi campuran global minyak nabati telah membuktikan peningkatan kontribusi minyak sawit (termasuk minyak sawit kemel) dari 34% ke 36% dan minyak biji rapa meningkat dari 14% ke 16% dalam 5 tahun terakhir. Kontribusi minyak kelapa berkurang dari 4% menjadi 3% dan minyak kedelai berkurang dari 30% menjadi 27% selama enam tahun terakhir. Pertumbuhan yang signifikan dalam produksi, konsumsi dan pangsa pasar minyak sawit akan lebih luas dikarenakan : Produksi minyak sawit dari 3.80 to hektar per tahun adalah sekitar 9 kali lipat dari minyak kedelai, tujuh setengah kali lipat dari biji rapa dan enam kali lipat dari minyak bunga matahari. Daya saing harga antara minyak nabati lain dan lemak hewani. Minyak sawit, yang adalah minyak termurah dibandingkan dengan minyak kedelai, minyak rapa dan minyak bunga matahari, telah mampu meraih pasar-pasar baru dan membuat terobosan-terobosan ke dalam pasar yang memiliki kecenderungan pada minyakminyak yang lain. 5

12 Pertimbangan akan bahaya kesehatan terkait dengan asam lemak trans (trans-fatty acis / TFA) dan organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organisms / GMO) juga telah menjadi penyebab meningkatnya permintaan minyak sawit, karena minyak sawit tidak berasal dari GMO dan juga tidak mengandung TFA. Minyak sawit, yang hanya membutuhkan sedikit hidrogenasi atau bahkan tidak sama sekali pada proses produksi margarin, mentega putih, dan lemak gula adalah pengganti yang dapat diterima dibandingkan dengan minyak sayur yang membutuhkan hidrogenasi untuk menghasilkan produk-produk tersebut. Dibandingkan dengan hasil panen minyak lainnya, minyak sawit memberikan hasil panen yang besar, mudah ditanam dan berbuah sepanjang tahun. 2.3 Pasar Minyak Sawit Dunia - Produksi Produsen utama minyak sawit di Asia Tenggara adalah Indonesia dan Malaysia dengan persentase 89% dari total produksi dunia. Iklim di negara-negara tersebut adalah yang paling cocok bagi perkembangbiakan tanaman sawit. Pada tahun 2010, 15 juta hektar lahan ditanami sawit, di mana 5 juta hektarnya berada di Indonesia (sekitar 33%) dan 4 juta hektarnya berada di Malaysia (sekitar 27%). 6

13 Sementara luas lahan yang ditanami sawit di Malaysia tidak meningkat secara signifikan, di Indonesia malahan terjadi peningkatan menjadi ~7 juta hektar. Luas lahan yang ditanami sawit di Indonesia telah meningkat dengan pesat, tumbuh pada 8% CAGR dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Nigeria tercatat memiliki ~3.2 juta hektar dari seluruh lahan yang diperuntukkan bagi produksi minyak sawit, namun terlalu luas dan hasil panennya rendah dan oleh karena itu, walaupun memiliki lebih dari 20% bagian lahan tanam, Nigeria hanya menghasikan 2% dari produksi minyak sawit dunia. Secara umum, luas lahan tanam pohon sawit telah mengalami peningkatan 3.8% CAGR. Pasar dunia untuk minyak sawit mencapai juta metric ton (belum termasuk minyak sawit kemel) selama tahun Produksi minyak sawit dunia telah mengalami peningkatan pada level 6.3% CAGR selama kurun waktu lima tahun terakhir. Dalam dunia perdagangan, minyak sawit dibuat dalam berbagai macam bentuk, 7

14 seperti minyak sawit mentah/kasar, palm olein mentah/kasar, minyak sawit refinasi lengkap (RBD), palm olein Refinasi (RBD), Inti kelapa sawit, dan sawit stearin. 2.4 Pasar Minyak Sawit Global Konsumsi Konsumsi minyak sawit dunia berdiri pada level 48.7 juta metric ton selama tahun Tingkat konsumsi tersebut telah meningkat 6.1% selama kurun waktu lima tahun terakhir dilatarbelakangi oleh peningkatan permintaan akan minyak, terutama dari negaranegara berkembang seperti India dan China. Konsumsi minyak di India, sebagai salah satu konsumen dunia telah meningkat dari 13% di tahun menjadi 15% di tahun

15 Pertumbuhan tingkat konsumsi di India melampaui kecepatan global, dan oleh karena itu, India memegang peranan penting dalam mengendalikan produksi minyak sawit dunia. India, diikuti oleh Indonesia, yang sekarang menempati urutan atas daftar konsumen minyak sawit dibanding China, memiliki kontribusi 23% dari total konsumsi minyak sawit global di tahun 2011/ Pemakaian Minyak Sawit 1) Pemakaian sebagai bahan dasar makanan Minyak sawit digunakan untuk berbagai keperluan, seperti minyak untuk memasak, minyak goreng dan pengganti yang lebih murah untuk mentega. Juga dapat digunakan sebagai vanaspati/ghee nabati, margarin dan olesan, lemak gula dan lemak roti, es krim, krim kopi dan susu, pengemulsi, suplemen vitamin E, dan lainnya. 2) Aplikasi bukan makanan Sebagai bahan produk bukan makanan, minyak sawit dapat ditemukan dalam kosmetik, sabun dan deterjen. Juga digunakan dalam pasar FMCG, digunakan dalam industri kimia oleo, sebagai bahan dasar dari produksi cairan pembersih pada sabun cuci, cairan pembersih rumah tangga dan kosmetik. Menurut perkiraan USDA, 75% dari konsumsi minyak sawit dunia dalah untuk 9

16 makanan, sementara 22% untuk industri bukan makanan. Sisanya, walaupun saat ini masih dalam jumlah kecil, digunakan untuk biodiesel. Walaupun sebagian besar pemakaiannya yang serbaguna terdapat dalam industri makanan, pemakaian di segmen industri telah mulai meraih keuntungan. Konsumsi minyak sawit pada industri makanan telah mengalami peningkatan 5.1% CAGR an di segmen industri sebanyak 6.1% CAGR. 2.6 Pasar Minyak Sawit Global Perdagangan Internasional Indonesia dan Malaysia adalah produsen minyak sawit terbesar dan berkontribusi sebesar 89% dalam ekspor dunia di tahun Indonesia dan Malaysia telah meningkatkan jumlah lahan sebesar 8% dan 3% CAGR dalam kurun waktu 2005 sampai Luas lahan minyak sawit di Malaysia sejak beberapa tahun lalu sampai sekarang tidak mengalami penambahan atau stagnan. Terkecuali Sarawak, fokus utama Malaysia sekarang ini adalah penanaman kembali budidaya yang sudah ada. Selain itu, hasilnya telah memberi bukti pada peningkatan pada penambahan surplus. Ekspor dari Indonesia telah menglaami pertumbuhan sebesar 3% CAGR, sementara ekspor dari Malaysia telah mengalami pertumbuhan sebesar 1,7% CAGR dalam kurun waktu ke

17 Peran Indonesia dalam ekspor keseluruhan telah mengalami peningkatan dari 45% ke 46%, sementara Malaysia mengalami penurunan dari 44% ke 42% dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Importir-importir utama minyak sawit adalah India dan China dengan nilai impor sebesar 7.2 juta metrik ton dan 6.1 juta metric ton di tahun 2011/12. Impor kedua negara tersebut telah mengalami peningkatan dalam jumlah pergeseran dari minyak jenis lain dan mengalami pertumbuhan yang pesat dalam sektor produksi konsumsi. Dengan naiknya harga-harga berbagai jenis biji minyak, minyak sawit diharapkan dapat meraih keuntungan lebih, khususnya di negaranegara baru dan berkembang di Asia dan Afrika. 11

18 3. SKENARIO MINYAK GORENG DI INDIA India adalah negara penghasil biji minyak terbesar keempat di dunia, dengan hasil panen sebesar juta metrik ton atas lahan seluas hampir 26 juta hektar dalam kurun waktu Luas lahan yang ditanami biji minyak telah mengalami pertumbuhan sebesar 1.7% CAGR antara tahun 2001 sampai Sektor tersebut menempati posisi penting dalam perekonomian agrikultural, dengan perkiraan produksi sekitar juta metric ton dari sembilan varietas biji minyak. Campuran produksi minyak nabati India sangat didominasi oleh produksi biji rapa/minyak mustard sebesar 2.04 juta metric ton menyumbangkan 34.7% dari total produksi minyak goreng dari sumber-sumber utama di tahun Kontribusi India sebesar 10.2% dari produksi minyak biji rapa dunia. Hal ini diikuti oleh produksi minyak kedelai sebesar 1.5 juta metric ton, menyumbangkan 27.07% dari total produksi minyak goreng di tahun Kontribusi India dalam produksi minyak kedelai dunia adalah ~4%. 12

19 Minyak biji bunga matahari di India telah mengalami pengurangan pada jumlah 0.28 juta metrik ton di tahun , menyumbangkan 4.7% dari total produksi minyak goreng di negara tersebut. India menghasilkan 3% dari produksi minyak biji bunga matahari dunia. India adalah produsen terbesar dunia untuk kacang tanah, biji wijen, biji rami, biji jarak/kasturi dengan produksi biji minyak yang terkonsentrasi di India bagian tengah dan selatan, khususnya Madhya Pradesh, Gujarat, Rajasthan, Maharashtra, Andhra Pradesh and Karnataka. Produksi minyak goreng yang berasal dari biji minyak (yang merupakan sumber utama) di India telah mengalami pertumbuhan sebesar 3% CAGR dari ~25.1 juta metric ton di tahun mencapai ~31.10 juta metric ton di tahun Industri minyak goreng terdiri dari 50,000 perusahaan expeller, 600 Pabrik Ekstraksi Larutan, 300 Perusahan penyulingan minyak nabati, dan 175 Pabrik hidrogenasi. Omset rata-rata sektor minyak goreng India adalah $10 milyar per tahun dan menghasilkan devisa sebesar $90 juta. Minyak sawit dibeli dari Malaysia dan Indonesia sedangkan minyak kedelai dibeli dari Brazil dan Argentina. 13

20 India memenuhi permintaan impor minyak zaitunnya dari Spanyol, Italia, Turki dan Yunani. Import minyak nabati India sebesar 9.9 juta metrik ton di tahun Dari total minyak goreng yang tersedia di negara tersebut pada tahun , 21% nya adalah barang impor, di mana konsumsi minyak sawit sendiri adalah 7.2 juta metrik ton. Konsumsi terbesar kedua minyak goreng adalah minyak kedelai pada angka 2.7 juta metrik ton diikuti oleh minyak biji rapa sebesar 2.3 juta metrik ton dan minyak kacang tanah sebesar 1.3 juta metrik ton. KONSUMSI MINYAK GORENG DI INDIA Konsumsi minyak goreng di India adalah tradisi khas daerah. Sementara minyak kelapa, minyak kacang dan minyak biji bunga matahari diminati di India bagian selatan dan minyak kacang dan minyak biji kapas cenderung disukai di Gujarat. Minyak biji rapa lebih banyak ditemui di India bagian timur laut dan minyak kedelai di India bagian tengah. Sebagian besar minyak yang dibeli di India diperuntukkan bagi konsumsi rumah tangga atau penggunaan institusi (Pengolah makanan, restauran, dan hotel). Minyak di India kebanyakan (89%) dijual dalam bentuk curah dan hanya sedikit (11%) yang dijual dalam kemasan dan bermerk. Peraturan negara dalam industri minyak nabati di India teradministrasi lewat (Peraturan) Pemesanan Produk Minyak Nabati, 1998; (Peraturan) Pemesanan Produk Minyak goreng, 1998; dan (Pengawasan) 14

21 Pemesanan Minyak Ekstraksi Larutan, Makanan Mengandung Minyak dam Tepung Makan 1967 di bawah Undang-undang Komoditi Penting. Sejak tahun 2008, pajak impor atas minyak goreng mentah telah dihapus dan pajak impor atas minyak goreng refinasi diturunkan menjadi 7.5%. Seperti ditunjukkan oleh diagram di bawah, konsumsi minyak goreng telah mengalami peningkatan yang mantap selama beberapa dekade terakhir. Dengan peningkatan dalam konsumsi per kapita, sepertinya akan ada peningkatan pada sisi permintaan akan minyak goreng. Bagaimanapun, konsumsi per kapita India masih sangat rendah dibandingkan rata-rata dunia atau dibandingkan dengan negaranegara seperti US dan China. 3.1 Konsumsi Minyak Sawit di India Hampir 90% minyak sawit yang diimpor dan diproduksi lokal digunakan untuk keperluan pangan/makanan, sementara sisanya digunakan untuk industri bukan makanan (seperti sabun, deterjen, perusahaan kosmetik, dll). Minyak sawit saat ini menjadi minyak nabati utama yang dikonsumdi di India. Selama 25 tahun terakhir, faktor-faktor seperti perubahan pola konsumsi, ketersediaan barang, harga, perubahan kebijakan impor dan produksi lokal biji minyak lain telah mempengaruhi penggunaan. Dengan adanya pemicu pertumbuhan yang mendasar dari segmen-segmen ini, pencampuran aplikasi minyak tidak dapat diharapkan membawa perubahan yang signifikan selama lima tahun ke depan. Di sektor industri makanan, minyak sawit hanya dikonsumsi dalam bentuk refinasi sedangkan, turunan seperti stearin sawit dan PFAD (palm fatty acid distillate), dan minyak biji sawit refinasi digunakan untuk aplikasi industri. Konsumen terbesar dari minyak adalah perusahaan penyulingan yang menjual minyak curah/kemasan untuk keperluan pangan. 15

22 3.2 Minyak Sawit di India - Impor Minyak sawit telah mendominasi impor India sejak pertengahan 1990-an, bagi segi keuntungan logistik, fleksibilitas kontrak, dan penerimaan konsumen, sebagai minyak dengan harga terendah. Impor minyak sawit India telah mengalami pertumbuhan sebesar ~17.09% CAGR mencapai ~7.4 juta metrik ton di tahun Minyak sawit memberikan kontribusi sekitar 77% (dalam tahun 2011) dari total minyak goreng yang diimpor ke negara tersebut. India mengimpor minyak sawit mentah (CPO) pada harga ratarata $0.863/kg (di tahun 2010) dan minyak sawit kernel mentah (CPKO) pada $1.02/kg (di tahun 2010) terutama dari Indonesia dan minyak 16

23 sawit refinasi, juga disebut palmoein RBD (Refined, Bleached and Deodorized) dari Malaysia. Dalam tahun 2010, Indonesia mencatat jumlah 82% sedangkan Malaysia tercatat sebanyak 17% dari total minyak sawit yang diimpor oleh India. Pusat perdagangan dan impor utama sawit di India adalah Chennai, Kakinada, Mumbai and Kandla. Pusat-pusat lain seperti Mundra, Kolkata, Mangalore and Karwar juga memegang peranan penting. Harga-harga minyak sawit di India bergantung pada minyak sawit yang diimpor dari Malaysia dan Indonesia di beberapa pelabuhan. Selain ini, perdagangan minyak sawit di India dipengaruhi oleh skema suplai dan permintaan di pasar lokal, termasuk faktor yang berpengaruh seperti produksi biji minyak lokal, harga-harga berbagai macam minyak produksi lokal dan impor, kebijakan pemerintah atas perdagangan dan produksi (terutama kebijakan ekspor impor) dan kesehatan ekonomi keseluruhan (karena hal itu mempunyai hubungan yang kuat dengan daya beli konsumen). Seluruh industri di India didominasi oleh importir, perusahaan penyulingan besar dan perusahaan-perusahaan yang terlibat di penjualan skala besar dan perdagangan retail. 3.3 Minyak Sawit di India - Produksi Meskipun menjadi negara produsen biji minyak terbesar keempat dunia, persentase produksi minyak sawit India masih rendah, terhitung hanya 0.2% dari total produksi minyak sawit dunia. Dari lahan seluas 15 Mha yang 17

24 ditanami sawit di dunia, luas lahan sawit di India adalah 155,202 Ha, yang memberikan konstribusi sebesar 1% dari luas lahan secara global. Walau bagaimanapun, luas lahan tersebut telah mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu 21% CAGR selama lima tahun terakhir. Implementasi Program Pengembangan Minyak Sawit (OPDP) sedang dilakukan oleh Department Perkebunan dan Departmenet Perkebunan dari Pemerintahan negara yang bersangkutan. Bantuan financial, subsidi budidaya, dll. disediakan bagi para petani untuk mendukung budidaya minyak sawit di India di bawah program OPDP. Dari total 191,071 hektar area tanam pada tahun , 95%- nya (yaitu 182,486 hektar) berada di dalam program OPDP. Produksi minyak sawit di India telah tumbuh sebanyak 22.7% CAGR selama lima tahun terakhir mencapai 105,513 juta metric ton di tahun Namun, India tetap menjadi importir bersih minyak sawit dengan harapan akan memenuhi jumlah permintaan terbanyaknya melalui impor. 18

25 Andra Pradesh adalah daerah produsen utama minyak sawit di India dengan jumlah kontribusinya diperkirakan 86% dari jumlah produksi nasional, diikuti oleh Kerala (10%) dan Karnataka (2%). Daerah produsen minyak sawit lain termasuk Orissa, Tamil Nadu, Goa dan Gujarat. Andra Pradesh telah menjadi daerah produsen minyak sawit terbesar di India, telah menunjukkan lebih dari 100% pencapaian dari target produksi minyak sawit sejak tahun ke di bawah program OPDP. Daerah lain seperti Karnataka telah mencapai 85% dan Tamil Nadu 60% dari luas tanah yang ditargetkan salam periode yang sama. 3.4 Kendala-kendala Utama dalam Budidaya Minyak Sawit Lokasi Geografis: Lokasi-lokasi ideal untuk pohon minyak sawit adalah pada delapan derajat garis lintang utara dan selatan dari equator. Oleh karena itu, posisi geografis India tidak cocok untuk penanaman minyak sawit. Irigasi : Sawit membutuhkan hujan yang teratur sepanjang tahun. Namun, dapat juga bertahan dalam kondisi kering tanpa irigasi selama periode 3-4 bulan tergantung dari jenis tanah. Minyak sawit dapat tumbuh di Kerala, Andra Pradesh, karnataka, Goa dan beberapa area lain, namun harus dengan irigasi. Tempat-tempat ini memiliki tekanan yang signifikan dalam sistem hidrologi negara tersebut. Periode Persiapan yang Panjang: Minyak sawit memiliki produktifitas yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan biji minyak lainnya seperti mustard, namun, petani harus menunggu beberapa tahun sampai pohon-pohon di India mulai menunjukkan bakal buahnya, yang nantinya akan menghasilkan minyak sawit atau minyak sawit inti. 19

26 Saham pertanian yang Kecil Petani India umumnya memiliki saham pertanian yang kecil, membuat investasi, di sektor seperti sawit dengan margin saham pertanian yang banyak dan berbeda-beda secara geografis, menjadi sebuah tantangan. Investasi yang terbatas di sektor perusahaan: Masuknya perusahaan-perusahaan besar ke dalam usaha penanaman sudah terbatas jumlahnya dibanding dengan Malaysia dan Indonesia. Agar penanaman dapat berjalan baik, hal ini harus diambil demi menciptakan efisiensi. 3.5 Kebijakan terkait dengan produksi dan distribusi minyak sawit SUBSIDI UNTUK DISTRIBUSI MINYAK SAWIT IMPOR: Department Makanan telah mensubsidi distribusi minyak goreng di bawah PDS (Public Distribution System): Untuk memeberikan kelegaan pada konsumen, khususnya rumah tangga menengah ke bawah, dari harga-harga minyak goreng yang naik, Pemerintah Pusat telah mengenalkan skema pendistribusian sampai 10 lakh ton minyak goreng impor di tahun dengan subsidi Rs.15/- per kg melalui Pemerintahan Negara/UTS pada rate 1 liter per kartu rasio per bulan. Empat Perusahaan Sektor Umum Pusat, PEC, MMTC, STC dan NAFED telah dipercaya untuk melakukan jasa impor, penyulingan, packing dan distribusi minyak goreng subsidi ke wilayah-wilayah negara. Skema impor 10 lakh ton minyak goreng dengan subsisi Rs 15/- per kg diperpanjang selama , dan di tahun sampai Setelah implementasi skema ini, harga-harga minyak goreng telah turun dalam 20

27 jumlah besar dan warga tidak mampu telah disediakan minyak goreng dengan rate yang telah disubsidi. PENGEMBANGAN PROGRAM MINYAK SAWIT DI INDIA: OPDP diluncurkan selama tahun di bawah Technology Mission on Oilseeds and Pulses TMOP, dengan berfokus pada ekspansi area tanam minyak sawit. Sejak sampai seterusnya, skema ini terus diimplementasikan sebagai bagian dari Integrated Scheme of Oilseeds, Pulses, Oil Palm & Maize (ISOPOM) dan memberikan dukungan bagi budidaya minyak sawit di 12 wilayah negara : Andhra Pradesh, Assam, Gujarat, Goa, Karnataka, Kerala, Maharashtra, Mizoram, Orissa, Tamil Nadu, Tripura & West Bengal. Pada tahun , pemerintah melaksanakan program OPAE (Oil Palm Area Expansion) dalam rangka menambah 60,000 hektar lahan budidaya minyak sawit. Pemerintah juga telah mengumumkan berbagai macam subsidi bagi petani sawit dalam hal penanaman, pembelian set pompa dan sistem pengairan, kompensasi parsial bilamana ada kerugian selama periode proses persiapan dan dukungan unit-unit pengolah. Untuk ini, total pengeluaran sebesar INR 300 milyar telah diajukan untuk menyediakan subsidi, dukungan finansial dan kompensasi kerugian dan lain sebagainya. 21

28 3.6 Kilasan Marketing dan Perdagangan Minyak Sawit di India Pola konsumsi di India atas minyak nabati dipengaruhi oleh kebijakan tarif impor domestic, yang memepengaruhi harga minyak sawit dunia. India mengimpor RBDPO (refined, bleached and deodorized palmolein) dari Malaysia dan mengimpor miyak sawit mentah (CPO) dari Indonesia. Dengan melakukan penyulingan, penjernihan, dan penghilangan bau minyak sawit, kotoran fisik, bau dan warna dihilangkan untuk digunakan sebagai minyak masak (olein) dan sawit stearin, sebagai bahan mentah untuk pembuatan sabun dan kosmetika lain. RBD palmoein umumnya digunakan sebagai minyak goreng, siap dipakai untuk konsumsi manusia, sementara CPO direfinasi secara lokal. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASAR MINYAK SAWIT DI INDIA ADALAH: Kesensitifan harga dari importir India untuk merubah harga-harga internasional dari minyak-minyak yang bersaing. Permintaan dunia dan fluktuasi persediaan minyak goreng dunia yang bersaing Permintaan domestik dan fluktuasi penyediaan akan minyak dan biji minyak lain. Siklus musiman, karena April ke Desember adalah periode produksi terbanyak Kebijakan ekspor-impor dari negara-negara impotir 22

29 KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDIA Sejak tahun 1970an sampai 1994 Korporasi Perdagangan Negara mengontrol impor minyak goreng. Jumlah yang akan diimpor ditentukan oleh pusat bedasarkan komite kementrian tergantung pada kondisi permintaan dan ketersediaan domestik, juga situasi neraca pembayaran dalam negara. Pemerintah mengambil alih inisiatif, dikenal sebagai Technology Mission on Oilseeds, yang di dalamnya terdapat pembatasan impor selama tahun untuk membantu mendorong swasembada. Setelah menandatangani bersama WTO, impor minyak dilakukan berdasarkan Open General License (OGL), yang mengijinkan impor tanpa batas oleh pedagang-pedagang swasta di India. Sejak tahun 2000, telah terdapat perbaikan-perbaikan yang konstan dalam struktur pajak impor minyak sawit mentah dan minyak sawit refinasi, yang mana pajak impor sebesar 75% di tahun 2001 telah dibatasi menjadi 65% di tahun 2003 dan dinaikkan kembali menjadi 66.3% di tahun Lagi-lagi pajak dikurangi menjadi 51.5% di tahun 2007 dan akhirnya menjadi 20.6% di bulan Maret, Sebagai respon atas inflasi pertumbuhan makanan domestik, pada bulan April 2008, kebanyakan pajak atas minyak goreng mentah dihapuskan. 23

30 REVISI STRUKTUR PAJAK IMPOR ATAS MINYAK SAWIT MENTAH DAN REFINASI Saat ini, pajak impor atas minyak sawit mentah dan olein mentah adalah nol, sementara pajak impor atas minyak sawit refinasi dan RBD Palmolein tercatat di kisaran 7.5% + 3%. Sesuai dengan kesepakatan Asosiasi Pengekstrasi Larutan, pajak-pajak ini mulai diberlakukan sejak 1 Maret STRUKTUR PAJAK IMPOR ATAS BERBAGAI MACAM BENTUK MINYAK SAWIT SAAT INI DI INDIA: Di tahun 2000, Pemerintah memperkenalkan sebuah system yang disebut nilai rate tarif, yang berarti harga impor dihitung berdasarkan penerimaan tarif per ton yang diimpor dan disesuaikan dengan harga yang berlaku di dunia saat itu. Hal ini dilakukan terutama untuk menghindari pengurangan nilai oleh para importir. Konsumen India, yang memiliki kesensitifan mengenai harga, juga memiliki kadar pengaruh akan komposisi minyak yang diimpor. 24

31 Tabel di bawah mengindikasikan nilai tarif yang berlaku untuk impor minyak sawit ke dalam india. Nilai-nilai ini mengindikasikan harga dasar dalam CIF US$/MT, di bawah minyak yang masing-masingnya tidak dapat diimpor. Namun, dibalik harga internasional yang menanjak, harga rata-rata impor India bertahan pada $830/MT di tahun 2010 sampai $440/MT di tahun Oleh karena itu, nilai tarif sekarang ini sangat lebih rendah dibanding harga impor sebenarnya, karena mereka tidak mengalami perubahan sejak tahun

32 1.7 Rantai Nilai Minyak Sawit di India Rantai penyediaan minyak sawit berbentuk multi berjenjang. Sektor pengolah (penyulingan/penjernihan) telah melampaui kapasitas baik di pasar lokal maupun ekspor. Sektor produksi, saat ini dalam konsisi sehat, namun rentan tanpa produk yang memiliki merk dagang yang kuat, distribusi dan pengecer. Namun, keadaan ini tampaknya akan mengalami perubahan seiring waktu dengan semakin kuat dan terorganisirnya distributor dan pengecer. Minyak sawit juga tampaknya akan dicari langsung ke pabrik-pabrik, dengan biaya dari penanam dan pengolah hulu, yang memimpin rantai kestabilan nilai. Rantai nilai dalam industri minyak sawit umumnya dimulai dengan penanam. India memiliki produksi minyak sawit yang terabaikan dan karena itu, minyak sawit mentah umumnya diimpor. Impor diambilalih secara langsung oleh perusahaan penyulingan/pabrik atau secara tidak langsung melalui pedagang/importir. Para importir ini murni berada di bisnis perdagangan penyediaan bahan mentah (minyak sawit mentah) kepada perusahaan penyulingan atau palmolein RBD kepada pengguna industri. Seperti disebutkan sebelumnya, PEC, MMTC, STC dan NAFED telah diberikan kepercayaan untuk melakukan pekerjaan impor, penyulingan, pengemasan dan 26

33 pendistribusian minyak goreng bersubsidi ke wilayah-wilayah negara/negara bagian. HVOC (Hindustan Vegetable Oil Corporation) juga telah dipercaya untuk menyuplai minyak goreng ke wilayah-wilayah negara/uts di bawah sistem distribusi umum (Public Distribution System). 3.8 Sektor Pengolahan Minyak India Tiga teknologi pengolahan utama banyak ditemui di pengolahan biji minyak India 1. Mekanikal penghancur tradisional 2. Ekstraksi larutan untuk pengolahan biji minyak dan expeller cake 3. Ekstraksi pemekar larutan Industri pengolahan juga mencakup sektor penyulingan minyak untuk menyuling larutan minyak ekstraksi domestik, larutan minyak ekstraksi impor dan penyulingan vanaspati (yang mencakup baik minyak hidrogenasi domestik maupun impor). Kemampuan industri pengolahan biji minyak India sangat rendah dalam hal efisiensi teknis. 27

34 Konsumen akhir dari minyak sawit termasuk perusahaan besar FMCG yang menggunakan minyak sawit atau olahannya dalam produk makanan mereka, sabun dan deterjen dan lain sebagainya. Beberapa konsumen akhir dari minyak sawit dan olahannya adalah perusahaan-perusahaan seperti ITC, Godrej Consumer, Britannia, Hindustan Unilever, Pepsi Foods, Parle dan lainnya. 28

35 4. TANTANGAN DALAM MENGHADAPI PERMINTAAN MINYAK SAWIT DI MASA YANG AKAN DATANG Malaysia, Indonesia menghadapi tantangan-tantangan dalam menghadapi permintaan-permintaan minyak sawit di masa yang akan datang Berdasarkan nilai produksi dan ekspansi saat ini, Malaysia dan Indonesia, dua produsen minyak sawit teratas dunia akan menghadapi tantangan dalam menghadapi dugaan permintaan dunia 12 tahun dari sekarang, demikian menurut Rabobank. Produksi minyak sawit dunia telah menjadi dua kali lipat dalam dekade terakhir dan komoditinya telah menjadi salah satu produk agrikultur dengan ekspansi tercepat di seluruh dunia. Sekarang ini, produksi minyak sawit terkonsentrasi di Malaysia dan Indonesia, dengan 85% output di antara mereka. Permintaan minyak sawit sebagian besar dipicu oleh kegiatan ekonomi besarbesaran dari China dan India, dan sampai 2020 akan membentuk 38% konsumsi minyak sayur dunia. Permintaan jangka panjang akan minyak sawit akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk di Asia dan semakin berkembangnya perekonomian dalam 10 tahun ke depan. Minyak sawit juga akan menghadapi permintaan yang kuat dari perekonomian maju, dipicu oleh penggunaan minyak sawit di sektor industri untuk produk-produk oleochemical dan biodiesel. Malaysia tidak memiliki massa lahan yang besar dan sementara mereka membentuk diri sebagai produsen minyak sawit terbesar selama bertahun-tahun, sektor penanamannya relatif matang. Hanya ada tersisa sedikit lahan untuk 29

36 ekspansi. Hal ini menjadi sebab utama bagi kekhawatiran petani Malaysia karena tanah yang cocok mungkin akan habis dalam beberapa tahun mendatang. Indonesia, yang merupakan pesaing utama Malaysia, dengan lebih banyak lahan yang tersedia untuk membuka lahan minyak sawit baru dengan biaya yang lebih murah. Industri minyak sawit Malaysia telah dimulai bertahun-tahun yang lalu dan telah mencapai fase kematangan dalam perkembangan industri bahkan sebelum Indonesia memulai fase pertumbuhan tingginya. Dalam rangka kembalinya Malaysia ke tahun-tahun emasnya dalam pertumbuhan produksi, penanaman ulang besar-besaran telah dilakukan. Namun hal ini mungkin akan memakan seperempat abad untuk bisa menanami ulang seluruh lahan tanam di negara tersebut. Faktor lain mungkin adalah kurangnya pemanen buah sawit; hal ini bisa diatasi jika pemerintah menghapus peraturan ketenagakerjaan asing. Paling tidak 80 persen tenaga kerja perkebunan di Malaysia adalah warga negara Indonesia, dan dengan adanya industri minyak sawit Indonesia sendiri pada tingkat pertumbuhan yang tinggi, ada persaingan yang ketat untuk mempertahankan persediaan tenaga kerja dan mencegah kembalinya mereka ke kampung halamannya. Terdapat potensi lebih jauh untuk meningkatkan jumlah hasil melalui praktek manajemen terbaik dan pengembangan benih. Dengan kendala pada ketersediaan domestik Malaysia sendiri, Indonesia merupakan kemungkinan terdekat karena Indonesia memiliki kondisi iklim yang sama dan adanya tanah yang cocok untuk pertumbuhan di masa depan. Ada negara-negara lain di Asia yang sudah menunjukkan potensi seperti Thailand dan Kamboja namun keduanya memiliki keterbatasan. Dataran tanah luas dengan kondisi iklim yang cocok terdapat di Afrika dan Amerika Latin namun mereka memiliki hambatan-hambatannya sendiri yang perlu disiapkan sebelum dapat mulai berkontribusi. 30

37 Indonesia tidak hanya telah menunjukkan tingkat ekspor yang meningkat, namun juga pertumbuhan yang signifikan dalam konsumsi domestik akan produk minyak sawit. Indonesia, telah menunjukkan pertumbuhan konsumsi sebesar delapan persen pertumbuhan tahunan majemuk selama 10 tahun terakhir. Banyak dari hal tersebut dipicu oleh penggunaan industri dan konsumsi pangan, yang telah tumbuh sebanyak lima persen dalam periode yang sama. Tahun lalu, ekspor minyak sawit Malaysia ke dunia sejumlah 17.9 juta ton terhadap sekitar 17.3 juta ton ekspor dari Indonesia. Penggunaan industri di Indonesia kebanyakan dipicu oleh produksi biodiesel di tahun 2011 karena kelayakan ekonomi yang lebih baik dari pabrik biodiesel. Kelayakan pabrik-pabrik akan memiliki dampak merugikan bagi pertumbuhan konsumsi industri. Juga, pertumbuhan industri di Indonesia jauh lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi, yang mana dalam semua kemungkinan akan membuat Indonesia menjadi negara eksportir yang lebih tinggi di tahun-tahun yang akan datang. Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi di tahun 2010/2011 dengan angka pertumbuhan tahunan majemuk 11 persen dibandingkan Malaysia 4 persen. Dengan ketersediaan lahan yang lebih tinggi di Indonesia bagi pengembangan penanaman baru minyak sawit dengan harga yang lebih murah, Malaysia tidak akan mampu bersaing untuk posisi kutub yang pernah dipegangnya. Kondisi iklim selalu menjadi faktor penting dalam dunia agribisnis. Kemunculan cuaca yang tidak menguntungkan semakin tidak dapat diperkirakan, yang menjadi penyebab kekhawatiran. Adanya kejadian El Nino di tahun 2009/2010, yang mempengaruhi produksi minyak sawit, diikuti oleh kejadian La Nina di tahun 2010/2011 dan 2011/12. Kejadian-kejadian ini telah membawa dampak yang merugikan dalam menyaingi biji minyak di pasar Amerika (kacang kedelai) yang mempengaruhi hrga minyak sawit. Berkenaan dengan kondisi kering 31

38 di Amerika Latin; produksi kacang kedelai telah menurun sebanyak 10 persen di tahun 2011/12. Minyak sawit adalah hasil bumi daerah tropis yang bisa dibudidayakan dalam jalur garis lintang tertentu di kedua sisi khatulistiwa. Kisaran yang paling cocok yang disarankan adalah +/- 10 derajat dari khatulistiwa walaupun ada beberapa contoh budidaya minyak sawit dalam kisaran 20 derajat garis lintang dari khatulistiwa. Selain Malaysia dan Indonesia, Thailand adalah produsen utama lainnya, sementara Nigeria dan Colombia adalah produsen besar selanjutnya walaupun hasil dari kedua negara tersebut jelas lebih rendah dari Malaysia dan Indonesia. Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Laos memiliki fitur ikim agro yang sama dengan Thailand namun mereka belum memulai produksi minyak sawit di tahap komersial sekarang ini. Di luar Asia, industri ini telah mulai mengeksplorasi kemungkinan suplai di masa yang akan datang kemungkinan datang dari Afrika dan negara-negara di Amerika Selatan. Negara-negara ini memiliki kondisi iklim agro yang sama dan telah mulai memproduksi minyak sawit walaupun dalam skala yang lebih kecil. Kedua benua tersebut didalamnya terdapat lima negara utama dengan kondisi iklim agro yang cocok dan potensial namun terdapat beberapa tantangan yang berbeda dengan saling menghargai setiap negara. Afrika menunjukkan tantangan tertentu dalam hal sosial, politik dan jalur hukum, dan pada tahap ini belum sepenuhnya diujicoba. Amerika Selatan memiliki biaya tenaga kerja yang lebih besar begitu juga dengan peraturan ketenagakerjaan dan isu kepatuhan sosialnya. Tantangan utama yang dihadapi pleh negara-negara produsen minyak sawitkeuntungan pengenaan harga, dikendalikan oleh biaya produksi yang rendah, adalah pemicu utama bagi konsumsi minyak sawit dalam kesensitifan harga ekonomi lemah. Selain pertumbuhan produksi, kendala suplai berkenaan dengan lahan yang terbatas dan faktor-faktor lain semakin terlihat jelas. Minyak sawit telah 32

39 lama menjadi fokus kekritisan menyangkut isu kelestarian berkenaan dengan penggundulan hutan dan penanaman pada tanah gambut. Tantangan utama lainnya terletak pada rekonsiliasi minat pemegang saham yang menyimpang. Permintaan SPO meningkat, dipicu oleh ekonomi yang maju, terutama di Uni Eropa. Isu utama lainnya mengenai minyak sawit adalah diskusi mengenai kadar lemak jenuh yang tinggi dan kekentalan yang rendah pada temperatur rendah, yang menurunkan minat untuk menggunakan minyak sawit pada musim dingin. 33

40 5. PENYULINGAN MINYAK SAWIT MASA DEPAN Investor akan menanam modal lebih besar di perusahaan penyulingan Menurut Asosiasi Produsen Minyak, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, akan mengeluarkan paling tidak US$2.7 milyar untuk membangun fasilitas pengolah CPO sampai 2014 untuk selanjutnya menggenjot kapasitas produksi CPO dalam negri. Investasi tersebut akan disalurkan oleh 20 pengolah asing dan lokal, 12 di antaranya akan mengalirkan lebih dari Rp 1 trillion ($101.4 juta) ke dalam industri minyak sawit hilir. Perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk Sinar Mas Group, Musim Mas Group and Permata Hijau Group, semuanya mengembangkan pabrik kimia oleo dan makanan oleo. Fasilitas-fasiitas baru tersebut akan menggenjot kapasitas pengolahan Indonesia menjadi juta ton per tahun di tahun 2014 yang akan mencakup 30.9 juta ton kapasitas penyulingan dan fraksinasi, 4.22 juta ton kapasitas produksi kimia oleo dan 4.34 juta ton kapasitas produksi biodiesel. Investor telah menanamkan modal sekitar $1.02 milyar pada fasilitas pengolah baru. Modal baru diharapkan akan meningkatkan kapasitas total pengolahan negara mencapai 30.9 juta ton pertahun pada penghujung tahun, berarti persen peningkatan dari tahun lalu. Kapasitas pengolahan total tahun ini telah mencapai 25.1 juta ton untuk penyulingan dan fraksinasi, naik persen dari tahun lalu, sekitar 2.2 juta 34

41 pertahun untuk produksi kimiaoleo dan sekitar 3.6 juta ton untuk produksi biodiesel. Pemain industri lokal telah mengatakan bahwa pemasukan modal yang sedemikian besarnya berhubungan dengan keputusan pemerintah untuk merubah struktur pajak di akhir tahun 2011, yang secara efektif akan membuat penanaman modal di industri hilir akan semakin menarik. Struktur pajak yang baru menghasilkan margin atas pajak ekspor atas minyak sawit mentah dan produk hilir, seperti RBD palm olein antar 5.5 persen dan 9.5 persen, membuat produk Indonesia menjadi semakin bersaing daripada yang diproduksi oleh Malaysia. Dibawah rezim pajak yang baru, pajak ekspor atas produk minyak sawit olahan turun dari 25 persen menjadi 10 persen. Pada saat yang sama, pajak progresif juga diberlakukan atas CPO dengan pungutan mulai dari 22.5 persen kapanpun harga komoditi naik melebihi $750 per ton. Untuk setiap $50 kenaikan harga dari batas tertinggi, eksportir harus membayar pajak ekspor sebesar 1.5 persen. Ukuran ini mendukung tujuan kementrian Industri untuk melihat ekspor minyak sawit yang mencakup 60 persen produk olahan dan 40 persen minyak sawit mentah sampai ` Sebelum adanya pengenalan peraturan pajak, CPO merupakan 60 persen dari keseluruhan ekspor, sementara minyak sawit olahan mewakili 40%nya. Namun, perubahan yang jelas terjadi tahun lalu yang menunjukkan jumlah minyak sawit olahan sebesar 61 persen dari total ekspor, sementara CPO sejumlah 39 persen. Industri hilir domestik bertujuan untuk menaikkan hasil minyak sawit olahan untuk ekspor sebesar 21.7 juta ton tahun ini, naik sebesar 4.63 persen dari 35

42 tahun lalu. Figur ini akan membuat ekspor minyak sawit Indonesia berada pada jumlah 62.6 persen selama tahun Sementara peraturan baru telah terbukti dapat menggenjot penggunaan kapasitas penyulingan domestik dan menyediakan cara yang kompetitif bagi ekspor minyak sawit Indonesia, harus lebih didukung oleh kebijakan-kebijakan lain untuk memacu pertumbuhan industri. Peraturan pajak memberi dampak positif namun instrumen-instrumen lain diperlukan untuk menarik investasi-invetasi lain di masa depan, seperti prosedur yang lebih mudah untuk mendapatkan fasilitas masa bebas pajak dan sistem pajak yang sederhana, khususnya bagi pembayaran restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). Diperkenalkan di akhir 2011, fasilitas masa bebas pajak menawarkan lima sampai sepuluh tahun kesempatan pada lima sektor industri - logam dasar, penyulingan minyak dan petrokimia, energi yang dapat diperbarui dan peralatan telekomunikasi dengan investasi senilai paling tidak Rp 1 trilyun. Dalam industri hilir minyak sawit, fasilitas telah diberikan kepada Unilever Oleochemical Indonesia, unit lokal makanan konsumen raksasa Unilever Indonesia, yang telah menghabiskan $133 juta untuk membangun penyulingan oleokimia di Sei Mangke, Sumatra Utara. 36

43 6. STRUKTUR PAJAK INDONESIA DAN MALAYSIA Pajak minyak sawit Malaysia vs. Pajak minyak sawit Indonesia Kami membandingkan kesenjangan pajak ekspor baru antara minyak sawit RBD dan CPO (menyediakan indikasi kasar margin kotor penyulingan) bagi kedua negara dan ternyata Indonesia masih menikmati 3-4 pts keuntungan di atas semua kelompok harga CPO mulai dari RM2,260 sampai RM3,600 per ton melawan pemain-pemain Malaysia. Kami juga mendapatkan bahwa struktur pajak Malaysia, hampir menyamai struktur pajak ekspor minyak sawit Indonesia di setiap kelompok harga CPO. Pajak ekspor kedua negara akan disesuaikan setiap bukan. Namun, di sinilah persamaan-persamaan akan berakhir. Struktur pajak ekspor Indonesia lebih rumit. Mencakup 29 tipe CPO dan produk olahannya. Secara umum, produk dasar minyak sawit manarik angka pajak ekspor yang lebih tinggi sementara produk tambahan sawit menunjukkan angka pajak ekspor yang lebih rendah. Struktur pajak ekspor Malaysia lebih jelas dan langsung. Hanya CPO yang terkena pajak ekspor. Produk minyak sawit lainnya tidak dikenai pajak. Saat ini pemerintah merevisi pajak ekspor CPO yang baru setiap minggu. Di atas semua ini, pemerintah telah menerbitkan quota bebas pajak untuk 2-5 juta ton CPO kepada beberapa pemain industri yang terpilih. Keuntungan lain dari pajak minyak sawit Malaysia adalah produk minyak sawit olahan tidak dikenai pajak, yang berarti perusahaan-perusahaan penyulingan tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan angka pajak ekspor yang rendah setiap bulan, seperti yang terjadi di Indonesia. 37

44 Sisi positif bagi perusahaan penyulingan Malaysia Pembangunan terakhir berdampak positif bagi perusahaan penyulingan Malaysia karena penghapusan quota bebas pajak CPO akan menghasilkan CPO yang lebih murah, dengan harga di Malaysia yang lebih rendah dengan persamaan hingga nilai pajak ekspor, membuat perusahaan penyulingan dapat menikmati biaya bahan baku yang lebih rendah dan margin penyulingan yang lebih tinggi. Satu pertanyaan yang sering dilemparkan oleh para investor adalah mengapa pajak ekspor baru yang lebih rendah yaitu 4.5% pada harga CPO saat ini (dibandingkan pajak ekspor CPO Malaysia 21%) membuat perusahaan penyulingan Malaysia menjadi lebih kompetitif. Hal ini terutama disebabkan oleh pertarungan quota bebas pajak pada Januari Pajak ekspor CPO saat ini tidak efektif dikarenakan quota bebas pajak yang dikeluarkan pemerintah atas hampir 5 juta ton CPO. Semata-mata berdasarkan pada kesenjangan pajak ekspor antara RBDPO dan CPO, Indonesia masih memiliki 3-4% keuntungan atas berbagai macam kelompok harga CPO. Namun hal tersebut bukanlah masalah karena Malaysia menawarkan infrastruktur yang lebih baik dan biaya transportasi yang lebih rendah ke China. Ini adalah bukti dari kemampuan beberapa perusahaan penyulingan Malaysia untuk menyeimbangi atau memberikan keuntungan tipis selama 1H12 sementara penyulingan Indonesia dilaporkan memperoleh margin keuntungan sebesar 3-7% (perkiraan kasar). Langkah Pemerintah untuk menghapus quota beas pajak CPO lebih jauh akan meningkatkan persaingan perusahaan penyulingan Malaysia karena hal tersebut akan meningkatkan ketersediaan bahanbaku CPO bagi perusahaan penyulingan lokal. Sebagai contoh, jika semua hasil CPO Malaysia di tahun 2012 siperkirakan sebesar juta ton direfinasi secara lokal, perusahaan penyulingan Malaysia akan menikmati 76% utilisasi dibandingkan saat ini di mana hampir 5 juta ton CPO akan diekspor tanpa pajak, hanya meninggalkan juta ton CPO (rate utilisasi 55%) untuk memenuhi 24 juta ton kapasitas industri penyulingan 38

45 lokal. Dengan tetapnya 35% total biaya penyulingan tersebut, peningkatan nilai utilisasi sangat penting untuk mengurangi biaya per unit. Sisi negatif bagi petani Malaysia Pengembangan ini merugikan petani Malaysia karena harga CPO lokal akan jatuh oleh jumlah pajak ekspor mulai dari 1 Januari 2013 dikarenakan tidak akan adanya lagi jalan bagi CPO untuk diekspor tanpa dikenai pajak. Disamping berlebihannya kapasitas penyulingan di Malaysia, perusahaan penyulingan mungkin akan terpaksa mengekstraksi harga CPO yang lebih rendah dari produsen CPO Malaysia untuk menyaingi pemain Indonesia di pasar produk refinasi.hal ini sekarang mungkin mengikuti penghentian quota bebas pajak CPO. Perusahaan penyulingan bisa menggunakan manfaat dari biaya bahan baku yang murah untuk menyaingi rekan-rekannya dari Indonesia jika mereka memotong harga di pasar refinasi. Di saat ketatnya suplai, perusahaan penyulingan mungkin akan memberikan banyak manfaat pajak kepada produsen CPO untuk mengamankan bahan baku, seperti yang pernah kita lihat di masa lalu. Sisi negatif bagi perusahaan penyulingan Indonesia Hal ini mungkin bersifat netral hingga merugikan bagi perusahaan penyulingan di Indonesia. Pajak ekspor yang baru akan mengikis persaingan melawan pemain Malaysia dan dapat membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan pasar baru kecuali kalu mereka memberikan sebagian margin keuntungan yang saat ini mereka nikmati. Dengan struktur pajak yang baru, perusahaan penyulingan Indonesia akan masih mempunyai keuntungan 3-4% perbedaan pajak ekspor dan pabrik yang lebih baru dan efisien. Namun perusahaan penyulingan Malaysia akan mendapatkan keuntungan dari : 39

46 biaya operasional yang lebih rendah karena kebanyakan fasilitas penyulingan di Malaysia berusia lebih tua dan lebih murah untuk dibangun Infrastruktur dan logistik yang lebih baik Rekam jejak yang lebih panjang dengan klien-klien luar negeri Skenario netral kami berasumsi bahwa perusahaan penyulingan Indonesia tidak akan memotong harga sementara skenario negatif kami berasumsi akan adanya perang harga dengan perusahaan penyulingan Malaysia ketika kapasitas penyulingan yang besar di Indonesia beroperasi, menyebabkan kedua pihak harus mengorbankan margin keuntungan demi mendapatkan pangsa pasar juga menawarkan harga yang lebih baik kepada produsen CPO untuk menarik bahan baku yang lebih banyak. Sisi netral bagi produsen CPO di Indonesia Hal ini netral bagi produsen CPO hulu di Indonesia kecuali kalau pemerintah memperbaiki struktur pajak ekspor minyak sawitnya untuk menggenjot keuntungan produsen hilir di Indonesia dengan pengeluaran dari petani Indonesia, sebagai pembalasan atas langkah pemerintah Malaysia. Kami melihat sepertinya hal ini tidak mungkin di saat genting sekarang ini seiring kedua pemerintah berusaha menstabilkan harga CPO melalui usaha-usaha gabungan yang potensial daripada memotong harga jual lagi. Perang harga habis-habisan yang dilakukan oleh kedua negara penghasil minyak sawit akan memiliki dampak pada keuntungan ekspor kedua negara dan GDP dan pemenang telaknya adalah para konsumen. Sisi netral cenderung positif bagi perusahaan penyulingan India Kami mengharapkan pengembangan terkini menjadi hal yang netral cenderung positif bagi perusahaan penyulingan India karena pajak ekspor Malaysia 40

47 tidak mengikis persaingan industri penyulingan India yang dilindungi oleh pajak impor sebesar 7.75% atas produk minyak sawit refinasi dibandingkan 0% pajak CPO. Melihat bahwa pajak CPO Malaysia jatuh atau hanya sedikit di atas pajak impor India dan lebih rendah dari pajak ekspor CPO Indonesia, CPO Malaysia lebih menarik minat perusahaan penyulingan India. Hal ini dapat menyebabkan India mengimpor lebih banyak CPO dari Malaysia daripada dari Indonesia yang akan membantu menurunkan stok CPO saat ini di negara tersebut. Perusahaan penyulingan lain (selain Malaysia, Indonesia dan India) Perusahaan penyulingan di China dan Eropa yang tidak menikmati perlindungan yang sama dari pemerintah mereka, baik dalam bentuk pajak impor maupun pajak ekspor, akan mungkin terpengaruh karena di sana terdapat persaingan yang lebih intens akan bahan baku CPO, menyusul pemotongan pajak ekspor di Malaysia. Hal ini mungkin menguntungkan produsen CPO dari PNG, Amerika Selatan dan Afrika. Ketidakmampuan untuk mengamankan CPO yang cukup pada harga yang kompetitif akan menghasilkan angka utilisasi yang lebih rendah dan mempengaruhi keuntungan mereka. Perusahaan-perusahaan dengan penyulingan di Eropa adalah Sime Darby, IOI Corp dan Wilmar. Perusahaan dengan penyulingan di China adalah Wilmar dan Golden Agri. Namun beberapa dari penyulingan-penyulingan ini dapat menggunakan bahan baku multi. Dampak bagi harga CPO dan aliran perdagangan Masa depan CPO Malaysia yang dipatok berdasarkan harga CPO yang dikirim secara lokal di Malaysia mungkin akan dikoreksi oleh nilai pajak ekspor selama musim padat produksi atau ketika ada persaingan ketat atau perang harga antara perusahaan penyulingan Indonesia dan Malaysia ketika pajak CPO yang baru mulai berlaku pada 1 Januari Namun, selama musim produksi sepi, produsen CPO mungkin akan memiliki cadangan dan dapat mengambil harga CPO 41

48 lokal yang lebih tinggi karena perusahaan penyulingan bersaing untuk karena suplai yang terbatas di pasar domestik dan mengembalikan manfaat pajak yang dinikmati kepada produsen. Pada tahun 2014, jika semua pengajuan penggandaan kapasitas penyulingan menjadi 40 juta ton berjalan, hal itu akan membawa kelebihan kapasitas di Indonesia yang seiring waktu dapat mengikis keuntungan bahan baku yang saat ini dinikmati oleh perusahaan penyulingan karena keterbatasan kapasitas penyulingan di Indonesia. Hal ini berarti bahwa semua keuntungan pajak ekspor saat ini yang dinikmati perusahaan penyulingan atas pengeluaran produsen CPO akan dikembalikan kepada produsen (kemungkinan di tahun 2014) dikarenakan kelebihan kapasitas yang ditargetkan di industri penyulingan. Mungkin akan ada konsolidasi di industri penyulingan global yang akan menyaring pemain yang lemah. Ketika hal tersebut terjadi, perusahaan penyulingan yang berdiri sendiri akan sangat terpengaruh, petani hulu akan diuntungkan sementara petani yang terintegrasi hanya akan merasakan sedikit dampak. Mungkin kami akan menelaah ulang asumsi harga RM3,160 per ton bagi petani Malaysia di tahun 2013 dalam rangka pengembangan ini. Dampak terburuk dari pajak ekspor mungkin adalah menjadikan harga CPO 2013 lebih rendah bagi petani Malaysia sejumlah 7.5% terhadap RM2,923 per ton. Namun derajat penurunan harga akan bergantung pada bagaimana manfaat pajak ekspor akan dibagikan di antara produsen dan perusahaan penyulingan di Malaysia. 42

49 7. DAMPAK PRODUKSI MINYAK SAWIT Kontribusi produksi minyak sawit sangat signifikan terhadap pembangunan ekonomi baik di Indonesia maupun Malaysia, yaitu menyediakan kisaran manfaat bagi kedua produsen di ekonomi lokal dan konsumen di pasar global. Beberapa manfaat dan tantangan yang dihadapi antara lain : Pendapatan dan Lapangan kerja Produksi minyak sawit menyediakan kesempatan kerja langsung bagi jutaan orang di Indonesia, Malaysia dan di manapun, dan secara tidak langsung menyediakan matapencaharian yang tidak terhitung banyaknya di rantai penyediaan atas maupun bawah. Banyak pemilik perkebunan yang adalah pengusaha kecil yang keuntungannya ada di dalam komunitas lokal. Pembangunan Infrastruktur - Ekspansi industri minyak sawit telah memotivasi ekspansi infrastruktur di daerah miskin dan terpencil di Indonesia dan Malaysia. Konstruksi jalan, sekolah, rumah sakit, telekomunikasi dan proyek lain telah membantu menggiatkan pertumbuhan ekonomi dan memberikan akses kepada masyarakat terhadap pelayanan yang sebelumnya tidak tersedia dalam skala besar. Ekspansi Suplai Produk dan Makanan - Minyak Sawit digunakan secara luas dalam produk makanan dan proses memasak di seluruh dunia, menyediakan makanan dan minuman yang terjangkau harganya bagi jutaan orang di dunia. Selain makanan, minyak sawit juga digunakan untuk produk yang lebih luas, seperti kosmetik, sabun, deterjen, dan bahan bakar nabati. Namun produksi minyak sawit memberikan dampak bagi ekosistem dan beberapa komnitas di dalam negeri. Secara spesifik, ekspansi yang pesat dari 43

50 pabrik-parbik minyak sawit dalam beberapa dekade telah menghadapi tantangan berikut ini: Penggundulan Hutan/Kepunahan habitat - Untuk membuka pabrik minyak sawit, jalur-jalur besar di hutan dan tanah gambut di Malaysia dan Indonesia telah di ubah menjadi lahan pertanian. Hal ini menyebabkan kepunahan habitat dari berbagai macam spesies langka, termasuk spesies karismatik seperti orangutan, harimau Sumatra dan monyet hidung panjang. Walaupun mungkin untuk membangun pabrik di atas lahan terdegradasi, contohnya yang telah dibersihkan untuk peruntukan pertanian, beberapa pembangun lebih memilih untuk membuka hutan perawan karena memiliki kayu yang dapat dijual untuk keuntungan tambahan. Baik Indonesia maupun Malaysia memiliki kebijakan masing-masing untuk melindungi hutan perawan dan tanah gambut dari pembangunan yang tidak terkendali, namun pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut menghadapi sebuah tantangan. Polutan Industri Lain -Proses produksi minyak sawit menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Ketika dibuang dengan cara yang tidak tepat, limbah ini dapat mencemari aliran air dan membahayakan manusia dan ekosistem di sekitarnya. Selain itu, penanaman sawit biasanya menggunakan pestisida dan pupuk. Ketika digunakan tanpa pandang bulu, pestisida dan pupuk ini dapat menjadi ancaman bagi lingkungan. Kesimpulannya, produksi minyak sawit memberikan kesempatan dan ancaman terhadap ekosistem dan komunitas di seluruh dunia. Jangkauan kesempatan dan ancaman itu diperdebatkan dengan keras, dan karena peserta debat tersebut sering meminta studi ilmiah yang berlawanan dan nilai personal yang berbeda atas konservasi lingkungan dan pembangunan ekonomi, isu seputar pengembangan minyak sawit telah mengabaikan resolusi. Namun penting untuk dimengerti bahwa minyak sawit sendiri bukanlah masalahnya, namun lebih ke bagaimana cara memproduksi minyak sawit tersebut. 44

51 Ketika dilakukan dengan benar, minyak sawit dapat menjadi sebuah katalisator bagi pembangunan dan peningkatan matapencaharian. Hal tersebut dapat juga menambah keanekaragaman hayati ketika ditanam di atas tanah yang terdegradasi. Untuk menghindari kontribusi terhadap penggundulan hutan dan masalah-masalah sosial, produsen minyak sawit, pengguna dan pedagang perlu bergerak ke arah minyak sawit lestari. Dengan kerumitan seputar isu pengaturan produksi minyak sawit, opini mengenai apa yang harus dilakukan menjadi tercampur aduk. Beberapa pemegang saham mendukung peraturan yang minimal dan pendekatan bisnis seperti biasa, atau bahkan kebijakan seperti bahan bakar nabati untuk memangkas ekspansi industri. Dalam tahun-tahun ini, lawan dari produksi minyak sawit telah dengan sukses terpilih untuk mengambil tindakan-tindakan, contohnya memboikot merk konsumen ternama, untuk meningkatkan kewaspadaan akan masalah yang mungkin timbul dari industri minyak sawit. Sementara itu, asosiasi pedagang dan kelompok pelobi, contohnya Dewan Minyak Sawit Malaysia, telah membuat website promosi dan telah mulai melobi kampanye untuk menarik minat akan industri minyak sawit. Dalam tahun 2004, peserta industri, NGO dan perusahaan lain berhasil membuat kesepakatan melalui organisasi yang disebut Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Organisasi ini didirikan dengan membawa misi meningkatkan praktek industri dan menciptakan kelas istimewa dari minyak sawit lestari yang bersertifikasi yang akan membantu konsumen menghindari pembelian produk yang memberikan kontribusi terhadap perusakan ekologi di Negara-negara penghasil minyak sawit. Dalam rangka memperoleh sertifikasi, dan mendapatkan keuntungan pemasaran yang secara teori akan meningkatkan segel kelestarian, produsen minyak sawit harus mentaati daftar kriteria kelestarian yang mencakup ketaatan akan lingkungan, hukum dan standard hak asasi manusia. Sesuai dengan RSPO, lebih dari 15% minyak sawit sekarang ini memiliki sertifikat lestari. 45

52 Walaupun mulia secara prinsip, banyak organisasi lingkungan hidup yang sangat kritis terhadap usaha-usaha RSPO untuk mempromosikan minyak sawit lestari. Contohnya Greenpeace mendebat bahwa industri minyak sawit masih kurang diawasi dan ditegakkan, dan bahwa sertifikasi RSPO bersinar di atas pelanggaran ekosistem dan komunitas yang masih berlanjut. Dalam sebuah press release baru-baru ini, organisasi tersebut mendebat bahwa RSPO harus segera mengetatkan standard dan pelaksanaan, dengan tuduhan bahwa Duta Palma, salah satu produsen minyak sawit utama Indonesia yang adalah anggota RSPO, telah membuka lahan di dalam zona perlindungan yang telah didesign yang meliputi lahan gambut yang rawan kebakaran dan habitat harimau langka. NGO lingkungan hidup utama yang lain, termasuk Friends of the Earth dan Rainforest Action Network, mengaku mengkhawatirkan hal yang sama mengenai produsen minyak sawit. Sementara Greenpeace dan beberapa NGO lingkungan hidup lainnya tetap kritis terhadap RSPO, sejumlah organisasi lingkungan hidup lain, termasuk WWF dan World Resources Institute (WRI), secara luas mendukung RSPO dan secara aktif mempromosikan minyak sawit lestari sebagai solusi terbaik untuk menghadapi tantangan-tantangan yang bersumber dari industri ini. WWF, anggota pendiri RSPO, terlibat dalam beberapa inisiatif pro-rspo, termasuk dalam training produsen minyak sawit, jadi mereka bisa memperoleh sertifikat RSPO, menyemangati perusahan-perusahaan untuk membeli minyak sawit lestari, dan membuat laporan dan artikel dalam rangka mendukung misi RSPO. Sementara itu, WRI baru-baru ini menerbitkan project POTICO, sebuah peralatan online yang dikembangkan berdasarkan konsultasi bersama RSPO yang membantu para pemilik perusahaan untuk mengidentifikasi lahan di Indonesia yang cocok untuk produksi minyak sawit lestari dan mengawasi perubahan hutan lindung. Selain NGO dan asosiasi perdagangan industri, pemerintahan nasional dan institusi multilateral juga berdebat mengenai tindakan-tindakan untuk mengatur 46

53 industri minyak sawit. Beberapa tindakan ini termasuk hukum penggunaan tanah, yang memberikan batasan akan jumlah dan jenis tanah yang dapat digunakan untuk produksi minyak sawit; kebijakan impor, yang menentukan berapa banyak dan jenis minyak sawit apa yang diijinkan untuk dikonsumsi di dalam Negara; mandat bahan bakar nabati, yang memberikan persyaratan-persyaratan akan bagaimana penggunaan minyak sawit dalam bahan bakar nabati; dan mandat pelabelan produk, di dalam Negara mana produk tersebut diperlukan apakah mereka mengandung minyak sawit, daftar kandungan mereka ( seperti yang ditentang menggunakan term yang lebih umum contohnya minyak sayur ). Banyak badan pendanaan investasi yang terlibat dalam perdebatan minyak sawit, dengan beberapa badan melakukan investasi atau divestasi profil tinggi berdasarkan praktek CSR dari perusahaan-perusahaan minyak sawit. 47

54 8. PELUANG DAN HAMBATAN India merupakan daerah perekonomian yang sangat berpengaruh dan signifikan untuk sawit lestari di seluruh dunia. Ketika India akan mengadopsi kebijakan strategis menuju Certified Sustainable Palm Oil (CSPO), ia akan membuat patokan di seluruh dunia dari perpektif reputasi dunia seperti dengan jelas menunjukkan komitmen dan kontribusi Negara menuju usaha pelestarian internasional. RSPO berkomitmen untuk melanjutkan momentum keterlibatan dan kolaborasi dengan pemerintahan India dan secara langsung dengan industri itu sendiri. RSPO mengungkapkan bahwa pemain India juga berencana untuk melihat kembali kebijakan pengadaannya sejalan dengan trend dunia dan ramalan impor minyak sawit. Pembeli utama minyak sawit di pasar adalah Godrej Industries Limited, VVF and Kamani, yang semuanya adalah anggota RSPO, yang oleh karenanya telah menunjukkan ketertarikannya untuk mendukung CSPO dalam waktu dekat. India, menegaskan kembali bahwa sebagai pertimbangan akan minyak sawit dan peranannya dalam penggundulan hutan dan peningkatan emisi gas rumah kaca, maka buatlah minyak tersebut secara lebih lestari. India adalah konsumen dan importer minyak sawit terbesar di dunia sekarang ini dengan lebih dari 90% minyak sawitnya digunakan sebagai minyak masak di dalam negara tersebut, dan sisanya digunakan untuk makanan olahan dan barang-barang seperti sabun, coklat, ice cream, kosmetik dan bahan pembersih, dll. Dengan menjadi sumber terbesar minyak goreng dunia, fitur minyak sawit sekarang ini sangat tinggi akan lingkungan terkait agenda di seluruh dunia. Dengan perubahan pola konsumsi, jumlah impor yang besar dan dampak lingkungan (penggundulan hutan, pembebasan lahan dengan pembakaran, penggunaan lahan, dll), perlunya kelestarian di industri India adalah kuncinya. 48

55 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak sawit di India Kesensitifan harga para importer India untuk merubah harga internasional akan minyak yang kompetitif Fluktuasi permintaan dan ketersediaan dunia akan minyak goreng yang kompetitif Fluktuasi permintaan dan ketersediaan domestic akan minyak dan biji minyak Siklus musiman, contohnya April ke Desember yang merupakan musim padat produksi Kebijakan ekspor-impor dari Negara-negara importir Alasan-alasan bagi pertumbuhan minyak sawit di India:» Harga yang bersaing dengan minyak sejenis lainya» Fleksibilitas produk» Permintaan pasar» Peningkatan penggunaan» Stabilitas produk» Kekhawatiran akan bahaya kesehatan dari asam lemak trans (TFA) dari lemak hewan dan lemak nabati hasil hidrogenasi telah menyemangati produsen untuk menggunakan minyak alternatif (minyak sawit biasanya membutuhkan sedikit atau bahkan tidak sama sekali hidrogenasi untuk digunakan dalam aplikasi yang sama)» Kekhawatiran akan penggunaan GMO telah membuat konsumen menggunakan alternative lain contohnya minyak sawit.» Memerlukan pengolahan yang sedikit atau bahkan tidak sama sekali sebelum penggunaan 49

56 » Hasil panen yang lebih besar per hektarnya disbanding minyak sayur lainnya.» Budidaya minyak sawit akan lebih sering produktif dalam 20 tahun, sementara hasil panen minyak sayur lainnya perlu ditanami kembali setiap tahun menimbulkan biaya tambahan untuk persiapan lahan dan pertumbuhan hasil panen. Namun, pasar minyak sawit benar-benar menghadapi sejumlah tantangan:» Keterbatasan kesediaan lahan untuk ekspansi area sawit» Biaya pemupukan» Permintaan akan minyak sawit lestari» Keanekaragaman cuaca (jangka pendek dan perubahan iklim sehubungan efek jangka panjang)» Ketersediaan tenaga kerja» Besarnya jumlah lemak jenuh yang tinggi Batasan-batasan impor Indonesia Pemerintah India akan segera menaikkan pajak impor akan minyak sawit lestari (terutama RBD Palmolein). Pajak saat ini adalah 7,5 persen. Ini menghasilkan impor yang lebih tinggi atas minyak refinasi murah, membuat perusahaan penyulingan local semakin sulit. Industri telah menuntut bahwa perbedaan pajak antara minyak refinasi dan minyak mentah harus setidaknya 14 persen bagi industri refinasi untuk mencapai kelestarian. Dilaporkan bahwa pemerintah India akan menaikkan pajak impor atas minyak sawit refinasi (terutama RBD Palmolein) dari yang sekarang ini 7.5%. Tujuannya adalah untuk melebarkan perbedaan pajak impor antara minyak sawit mentah dan minyak refinasi, untuk melestarikan industri penyulingan domestic. Dengan pajak 2,5% atas CPO, perbedaannya adalah sebanyak lima 50

57 persen, menghasilkan impor yang lebih tinggi atas minyak refinasi murah, menyulitkan perusahaan penyulingan domestic. Walaupun industri menginginkan kenaikan pajak atas CPO juga, consensus saat ini sepertinya hanya berpihak pada minyak refinasi saja. Industri juga menuntut perbedaan pajak antara minyak refinasi dan minyak sawit mentah setidaknya 14 persen untuk sector penyulingan domestic agar berkelanjutan. Dengan pajak ekspor Malaysia atas CPO yang diset pada nol persen pada bulan Agustus dan pajak ekspor Indonesia terkahir pada lebih dari 10 persen, langkah India akan memberi dampak positif bagi ekspor Malaysia, yang pada akhirnya menjaga keteraturan inventori. Kenaikan pajak yang diusulkan diasumsikan signifikan karena hal tersebut akan menahan ketertarikan petani, yang telah menanami area tertentu dengan biji minyak seperti kacang kedelai. Luas lahan yang ditanami kacang tanah dan biji bunga matahari juga lebih tinggi dibanding tahun lalu dengan musim hujan yang baik diseluruh negeri. Petani di India telah menanami 18,3 hektar lahan dengan hasil panen biji minyak tahun ini, naik 15 persen disbanding tahun lalu, data diambil dari Kementrian Pertanian yang diterbitkan pada Agustus 16. Hasil dari kacang kedelai, biji minyak utama yang ditaburkan sepanjang musim penghujan, kemungkinan akan naik dari yang tercatat 14,7 juta ton di tahun Pembeli Peningkatan populasi dan pendapatan bersih akan menggenjot permintaan akan minyak masak di India. Permintaan mungkin akan melonjak menjadi 23 juta ton pada tahun 2020 dari hanya sekitar 17.5 juta ton, dan impor akan meningkat secara signifikan, menurut Kementrian Pangan. Impor mungkin akan mencapai 800,000 ton sampai 900,000 ton setiap bulannya dalam tiga bulan ke depan. Negara akan memenuhi lebih dari 51

58 setengah permintaannya melalui pembelian minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia dan minyak kacang kedelai dari US, Brazil dan Argentina. Minyak sawit jatuh ke level terendahnya dalam lebih dari tiga tahun bulan lalu sesudah penurunan selama lima kwartal, yang terburuk sejak setidaknya tahun 1995, karena suplai minyak digunakan dalam semua hal dari pembuatan mi sampai sabun lebih dari permintaan. Depresiasi dalam mata uang Rupee akan menimbulkan tekanan pada impor minyak goreng, namun karena itu adalah komoditi yang esensial, India harus mengimpornya. Kelemahan mata uang Rupee terhadap dollar tidak akan menghambat permintaan. Tidak akan ada yang menghentikan pembelian minyak sayur karena itu bukanlah produk mewah, yang bisa anda tunda untuk beberapa waktu. Itu adalah kebutuhan. Pemasok India, sebagai salah satu konsumen minyak masak terbesar setelah China, memenuhi lebih dari setengah permintaannya melalui impor. Mereka membeli minyak sawit dari India dan Malaysia dan minyak kedelai dari US, Brazil dan Argentina. Konon ekspor dari Malaysia saat ini ke India telah menyusut dan sampai akhir Juni, telah turun sebanyak 10%. Hal ini dikarenakan India mengambil lebih banyak RBD Palmolein dari perusahaan penyulingan Indonesia (yang sedikit lebih murah dari Malaysia) dan juga dengan lemahnya Rupee yang menurunkan impor. Jika ekspor CPO ke India meningkat, semuanya akan berdampak positif bagi industri dan bisa membuat tingkat inventory Malaysia berada di bawah dua juta metric ton, meskipun akan datangnya siklus musim padat produksi. Saat ini India merupakan pembeli produk sawit terbesar kedua, sampai 11 persen dari total ekspor tahun terakhir. 52

59 Pengganti Penggunaan biji minyak di sektor makanan diharapkan akan meningkat ke jumlah 1,7 ton di MY 2013/14, dipicu oleh produksi yang meningkat dari produk yang mengandung kedelai, konsumsi kacang dalam makanan ringan dan tumbuhnya penggunaan biji rapa dalam kari dan pembuatan saus lainnya. Pada saat yang sama, ampas biji minyak juga diharapkan meningkat ke 5 juta ton, sebagian besar dipidu oleh biji kapas dan ampas kedelai, yang diperkirakan pada jumlah 3 dan 1 juta ton berturut-turut. Produksi biji minyak domestic yang lebih tinggi umumnya akan menghasilkan ampas lebih banyak. Ampas biasanya juga mengandung biji yang tertinggal untuk ditabur kembali, pakan dan penggunaan industri. FY 2013/14 Union Budget menyediakan penarikan dana untuk kebutuhan pendidikan dan barang sekunder dan pendidikan yang lebih tinggi akan produk kedelai. Sementara hal ini akan menghasilkan harga dengan margin yang lebih tinggi, sepertinya hal ini tidak akan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap konsumsi. Peningkatan yang diharapkan akan total produksi biji minyak, menajdi dua kali lipat dengan pecahan biji minyak yang lebih banyak diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak goreng sebanyak 6 persen sampai 7,6 juta ton pada MY 2013/14. Minyak mustard biji rapa, juga minyak kedelai dan minyak kacang juga akan dihitung dalam peningkatan ini. Produksi minyak goreng untuk tahun pemasaran ini ini diperkirakan sejumlah 7,2 juta ton, yang mencakup 2.5 juta ton minyak biji rapa, 1.7 juta ton minyak kedelai, 1.2 juta ton minyak kacang, 1.1 juta ton minyak biji kapas dan 690,000 ton minyak kelapa, minyak sawit dan minyak biji bunga matahari. 53

60 9. KESENJANGAN PERMINTAAN DAN PASOKAN Produksi minyak goreng/biji minyak goreng Produksi biji minyak telah tumbuh hampir dua kali lipat dalam 12 tahun terkahir dari 176 lakh metric ton di tahun menjadi 321 lakh metric ton di tahun Selain itu, biji kapas telah muncul mejadi sumber minyak goreng yang signifikan di India. Sumber yang signifikan lainnya akan minyak goreng adalah kopra, minyak sawit, bekatul beras dan makanan yang mengandung minyak. Produksi Biji Minyak (Sumber: Direktorat Ekonomi dan Statistik) (Lakh Tonnes) Groundnut Sesamum Nigerseed Rapeseed Mustard Linseed Safflower Sunflower Soyabean total Wilayah cakupan berdasarkan negara bagian dan produksi biji minyak yang berbeda ditunjukkan pada table di bawah ini. Area, produksi dan Hasil panen Kacang tanah, Kedelai, Biji Rapa dan Bunga Matahari selama 2010 dan di negara bagian produsen utama. Area-Million Hectare Juta hektars Produksi- Juta ton 54

61 YHasil Panen-Kg/Hektar Kacang Tanah Negara Bagian Area Produksi Hasil Panen Area Produksi Hasil Panen Gujarat Tamil Nadu Andhra Pradesh Rajasthan Karnataka Maharashtra Madhya Pradesh Uttar Pradesh Odisha Others All India Kedelai Negara Bagian Area Produksi Hasil Panen Area Produksi Hasil Panen Madhya Pradesh Maharashtra Rajasthan Andhra Pradesh Karnataka Olhers All India Biji Rapa & Mustard Negara Bagian Area Produksi Panen Area Produksi Panen Rajasthan Madhya Pradesh Haryana West Bengal Uttar Pradesh Gujarat Assam Bihar

62 Punjab Others All India Sunflower Negara Bagian Area Produksi Panen Area Produksi Panen Karnataka Andhra Pradesh Maharashtra Tamil Nadu Haryana Uttar Pradesh Bihar Others All India Karena area/produksi rendah di Negara Negara bagian masing-masing, angka hasil panen tidak ada Ekspor/Impor Di samping meningkatnya produksi minyak goreng di dalam negeri, sekitar 48% permintaan domestik dipenuhi dari impor. Tren peningkatan impor sepanjang tahun dapat dilihat di table berikut.: Tahun Persediaan Bersih minyak goreng dari semua biji minyak (Lakh MT) Impor minyak goreng (Lakh MT) Total persediaan/k onsumsi (Lakh MT) Persentase proporsi minyak impor dalam total konsumsi Nilai Impor (dalam puluhan juta Rupee)

63 No. Komoditas Qty Impor dalam Lakh MT Nilai unit dalam RS/MT 1 Kacang Kedelai mentah 2 Minyak Sawit Mentah 3 Minyak Sawit refinasi 4 Minyak Biji bunga matahari mentah 5 Sawit Kernel Mentah TOTAL IMPORT MINYAK Impor biji minyak goreng terabaikan dikarenakan pajak impor yang tinggi sebesar 30%. Kacang tanah dan biji sesamum diekspor dalam jumlah yang signifikan. Minyak sawit menempati sekitar 80% minyak impor di dalam Negara. Minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari menempati 20%nya (sekitar 10% masingmasing). Impor Biji Minyak (Qty dalam MT) No. HSCode Komoditas KACANG KEDELAI PECAH ATAU TIDAK KACANG TANAH UTUH PECAh ATAU TIDAK BIJI LIN PECAH ATAU TIDAK BIJI RAPA/COLZA LAIN PECAH ATAU 100 TIDAK BIJI BUNGA MATAHARI PECAH ATAU 3 3 TIDAK BIJI SESAMUM PECAH ATAU TIDAK BIJI MUSTARD PECAH ATAU TIDAK BIJI MINYAK LAIN/BUAH OLEGNUS PECAH ATAU TIDAK Total

64 Ekspor Biji Minyak KACANG KEDELAI PECAH ATAU TIDAK KACANG TANAH KULIT MENTAH KACANG TANAH UTUH PECAH ATAU TIDAK KOPRA BIJI LIN PECAH ATAU TIDAK BIJI RAPA RENDAH ERVICACID ATAU COLZA BIJI RAPA/COLZA LAIN PECAH 3 42 ATAU TIDAK BIJI BUNGA MATAHARI PECAH ATAU TIDAK BIJI SESAMUM PECAH ATAU TIDAK BIJI MUSTARD PECAH ATAU TIDAK BIJI MINYAK LAIN/BUAH OLEGNUS PECAH ATAU TIDAK Total Biji Minyak Utama: Pasokan dan Distribusi Dunia (dalam jutaan MT) (Sumber : USDA) Tahun 2008/ / / /12 Jan 2012/13 Feb 2012/13 Produksi United States Brazil Argentina China India Other Total Impor China EU Mexico Japan Taiwan Indonesia Thailand Turkey Egypt Korea South

65 Other Total Ekspor Brazil United States Argentina Canada Paraguay Ukraine Australia Other Total Minyak Kedelai: China (sesudah mengimpor kacang kedelai), USA, Argentina dan Brazil adalah produsen utama minyak kedelai. Neraca minyak kedelai ( ) (Nilai dalam juta MT) Negara Stok Perkiraan Konsumsi Awal Produksi Domestik Ekspor Impor Stok Akhir Argentina Brazil China India United States Minyak Sawit: Indonesia dan Malaysia adalah produsen utama. (Nilai dalam juta MT) Jan Tahun 2008/ / / / /13 Feb 2012/13 Produksi Indonesia Malaysia Thailand Colombia Nigeria Other Total Impor India China EU

66 Pakistan Malaysia Egypt United States Bangladesh Singapore Japan Other Total Ekspor Indonesia Malaysia Papua New Guinea Thailand United Arab Emirates Lainnya Total Minyak Rapa: Uni Eropa, China and Canada adalah produsen utama. Ekspor/Impor minyak rapa India terabaikan. Neraca minyak biji rapa ( ) (Nilai dalam jutaan MT) Negara Stok Perkiraan Konsumsi Stok Ekspor Impor Awal Produksi Domestik Akhir Canada China EU India Minyak Biji Bunga Matahari: Ukraina, Russia, dan Argentina adalah produsen utama. Neraca Minyak bunga matahari ( ) (Nilai dalam jutaan MT) Negara Stok Perkiraan Konsumsi Stock Ekspor Impor Awal Produksi Domestik Akhir Argentina India Russia Ukraine United States

67 Harga Harga biji minyak dan minyak goreng internasional yang disediakan dalam annexure III (Sumber: FAO) (A) Harga Internasional untuk Biji Minyak US$/Ton Kacang Tanah Bunga Matahari Biji Rapa Kacang Kedelai January , February , March , April , May , June , July , August , September , October , November , December , January , February , March , April , May , June ,

68 July , August , September , October , November , Sumber: FAO (B) Harga Minyak Internasional US$/Ton Periode Minyak Kacang Minyak Kelapa Minyak Sawit Minyak Biji Rapa Minyak Kedelai Bunga Matahari January , , , , , , February , , , , , , March , , , , , , April , , , , , , May , , , , , , June , , , , , , July , , , , , , August , , , , , , September , , , , , , October , , , , , November , , , , , , December , , , , , , January , , , , , , February , , , , , , March , , , , , , April , , , , , , May , , , , , , June , , , , , July , , , , , , August , , , , , September , , , , October , , , , November , NA 813 1, , , December , , , , January , ,

69 Sumber: FAO Neraca Minyak goreng-india Neraca Minyak goreng India % Perubahan Stock Awal Produksi Impor Total Pasokan Ekspor.... Total Permintaan (Konsumsi) Stok Akhir Impor minyak goreng India bulanan (Nilai dalam jutaan MT) Bulan November 676, ,684 December 875, ,714 January 647,693 February 873,313 March 702,335 April 897,404 May 883,410 June 769,885 July 848,229 August 882,269 September 976,417 October 1,018,113 Total Edible oil Imports 1,552,228 9,981,466 Source - SEA of India Ukuran Kebijakan Minyak goreng S.No. Tanggal/ No. Notifikasi Ukuran Kebijakan DGFT NOTIFICATION NO. 85 (RE- 2007)/ Semua minyak goreng di bawah Bab 15 dari Schedule I tidak diijinkan untuk diekspor Notification No. 42/2008-Customs Pemerintah mengeluarkan Notifikasinya dan mengurangi pajak menjadi nol untuk semua minyak goreng mentah dan 7.5% untuk semua minyak refinasi. Ini mencakup bunga matahari, Mustard, Kacang kdelai, Kacang Tanah, Kelapa, Sawit, Wijen, Tung, Minyak Zaitun, margarine, vanaspati dan minyak goreng lainnya. 63

70 DGFT NOTIFICATION NO. 92 (RE- 2007)/ Pembatasan ekspor minyak goreng dikeluarkan dengan notifikasi NO. 85 (RE-2007)/ tidak berlaku untuk hal-hal berikut ini : (i) (ii) (iii) (iv) Ekspor Minyak Kastor (atas tingkatan non-pangan), Minyak kelapa melalui pelabuhan Cochin, Ekspor jadi minyak goreng (sesuai input material mentah) dari DTA menjadi 100% EOU untuk produksi barang non-pangan, untuk diekspor, dan Ekspor minyak yang diproduksi dari produksi hutan minor, seperti ditunjukkan pada tabel berikut : ITC (HS) Code Deskripsi Barang Miyak Sayur Tetap viz. Neutralised dan Minyak Morwah Bleached /fat, Neutralis dan Minyak / Lemak Kokum Bleached, Neutralised dan Minyak / Lemak Sal Ble / Stearine Minyak Sayur Tetap viz. Minyak Dhup Minyak Biji Neem Minyak Sayur Tetap viz. Minyak Biji Ni Minyak Sayur Tetap viz. Neutralised and lemak/minyak Mango Bleached kernel/stearine/olein Lemak Sal (Olahan atau refinasi) Lilin Shellac, diwarnai/tidak DGFT NOTIFICATION NO. 11 (RE- 2008)/ DGFT NOTIFICATION NO. 60 (RE- 2008)/ Larangan diatur dalam Notification No. 85 (RE- 2007)/ tidak berlaku untuk ekspor 1,750 MT minyak goreng ke Bhutan Ekspor minyak goreng diijinkan dalam peraturan sebagai berikut: i) Ekspor minyak goreng diijinkan dalam kemasan konsumen bermerk sampai 5 kg, dengan batas jumlah 10,000 ton selama satu tahun ke depan sampai 31 Oktober 2009: Ekspor itu diijinkan hanya dari Pelabuhan 64

71 beacukai EDI DGFT NOTIFICATION NO. 18 (RE- 2009)/ ii) Ekspor minyak ikan diijinkan dengan bebas. Ekspor minyak goreng diijinkan dalam kemasan konsumen bermerk sampai 5 kg, dengan batas jumlah tidak melebihi 10,000 ton selama sampai Ekspor itu diijinkan hanya dari Pelabuhan beacukai EDI DGFT NOTIFICATION NO. 07 (RE- 2010)/ DGFT NOTIFICATION NO. 50 (RE- 2010)/ Larangan diatur dalam Notifikasi No.85 (RE- 2007)/ berlaku sampai dengan bersamaan dengan pembebasan. Larangan ekspor minyak goreng diperpanjang sampai Namun, hal yang sama tidak diberlakukan untuk ekspor minyak goreng organic (tambahan baru sekarang) selain pembebasan lain yang diabaikan sebelumnya; namun dengan batas 10,000 MT per tahun dan belum termasuk beberapa kondisi tertentu seperti di bawah : a) Batas jumlah 10,000 MT per tahun; (b) Harus disertifikasi oleh APEDA karena termasuk minyak goreng organik; (c) Kontrak ekspor harus didaftarkan ke APEDA, New Delhi sebelum pengiriman; (d) Ekspor diijinkan hanya dari pelabuhan beacukai EDI DGFT NOTIFICATION NO. 77 (RE- 2010)/ DGFT NOTIFICATION NO. 77 (RE- 2012)/ DGFT NOTIFICATION NO. 24 (RE- 2012)/ Larangan atas ekspor minyak goreng diperpanjang sampai , namun hal yang sama tidak berlaku untuk pembebasan (i) Ekspor atas minyak goreng dalam kemasan konsumen bermerk dilarang. (ii) Pengaturan transisi di bawah Para 1.5 FTP tidak berlaku Larangan atas ekspor minyak goreng diperpanjang sampai order berikutnya. Namun, hal yang sama tidak berlaku untuk pembebasan seperti disebutkan dalam para 3 & 4 di atas. Ekspor minyak ikan tetap bebas sesuai Notifikasi No.60 tanggal

72 Kebijakan Saat ini Impor: Kode ExIm Deskripsi Item Kebijakan Kondisi Kebijakan 1507 MINYAK KEDELAI DAN FRAKSINYA, REFINASI ATAU BUKAN, NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Minyak mentah, degummed atau bukan. Bebas Lain-lain: Kelas yang dapat dicerna Bebas Lain-lain Bebas 1508 MINYAK KACANG TANAH DAN PECAHANNYA, REFINASI ATAU BUKAN NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Minyak Mentah Bebas Lain-lain: Deodorized (Minyak Salad) Bebas Lain-lain: Kelas yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 1509 MINYAK ZAITUN DAN PECAHANNYA, REFINASI ATAU BUKAN NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Murni (Virgin) Bebas Lain-lain: Kelas yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 1510 MINYAK LAIN DAN PECAHANNYA YANG DIPEROLEH DARI ZAITUN, REFINASI ATAU BUKAN, TERMASUK CAMPURAN MINYAK- MINYAK INI ATAU FRAKSI DENGAN MINYAK ATAU PECAHANNYA DARI BAB

73 Minyak lain dan pecahannya yang diperoleh langsung dari zaitun, refinasi ataupun bukan, namun bukan modifikasi kimia, termasuk campuran minyak atau pecahannya dengan minyak atau pecahan dari bab 1509 : Minyak Mentah Bebas Lain-lain: Tingkat yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 1511 MINYAK SAWIT DAN PECAHANNYA, REFINASI ATAU BUKAN, NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Minyak Mentah Bebas Impor tidak diijinkan melalui pelabuhan manapun di Kerala Lain-lain: Minyak Sawit RBD Bebas Impor tidak diijinkan melalui pelabuhan manapun di Kerala Minyak Sawit RBD Bebas Impor tidak diijinkan melalui pelabuhan manapun di Kerala Lain-lain Bebas Impor tidak diijinkan melalui pelabuhan manapun di Kerala BIJI BUNGA MATAHARI, SAFFLOWER ATAU MINYAK BIJI KAPAS DAN PECAHANNYA, BAIK REFINASI ATAUPUN BUKAN, NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Minyak biji bunga matahari atau minyak safflower dan pecahannya : Minyak mentah: Minyak biji bunga matahari Bebas Minyak biji safflower (minyak biji kardi) Bebas Lain-lain: Minyak bunga matahari, tingkat yang dapat dimakan) Minyak bunga matahari, tingkat yang tidak dapat dimakan (selain dari minyak mentah) Bebas Bebas Minyak saffola, tingkat yang dapat dimakan Bebas Minyak saffola, tingkat yang tidak dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 67

74 Minyak biji kapas dan pecahanya: Minyak mentah, baik yang gossypol nya sudah dihilangkan ataupun belum Lain-lain: Bebas Tingkat yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 1513 KELAPA, (KOPRA), SAWIT KERNEL ATAU MINYAK BABASSU DAN PECAHANNYA, BAIK REFINASI ATAU BUKAN, NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Minyak Kelapa (Kopra) dan pecahannya: Minyak Mentah Perusahaan Dagang Negara Lain-lain Perusahaan Dagang Negara Minyak sawit kernel atau babassu dan becahannya: Impor diijinkan melalui STC menunjuk pada para 2.11 dari Kebijakan Perdagangan Asing. Impor diijinkan melalui STC menunjuk pada para 2.11 dari Kebijakan Perdagangan Asing Minyak Mentah: Minyak sawit kernel Bebas Impor tidak diijinkan melalui pelabuhan manapun di Kerala Minyak Babassu Free Lain-lain: Free Minyak sawit kernel dan pecahannya Bebas Impor tidak diijinkan melalui pelabuhan manapun di Kerala Minyak Babassudan pecahannya, tingkat yang bisa Bebas dimakan Minyak Babassudan pecahannya, selain dari tingkat yang bisa dimakan Bebas Other Bebas 1514 MINYAK RAPA, COLZA ATAU MUSTARD DAN PECAHANNYA, BAIK REFINASI MAUPUN BUKAN, NAMUN BUKAN MODIFIKASI KIMIA Minyak rapa atau colza rendah asam erukat dan pecahannya: Minyak Mentah: Minyak Colza Bebas Minyak Rapa Bebas Lain-lain Bebas 68

75 Lain-lain: Minyak colza refinasi dari tingkatan yang dapat dimakan Minyak biji rapa refinasi dari tingkatan yang dapat dimakan Bebas Bebas Lain Lain Bebas Lain-lain: Minyak Mentah: Minyak Colza Bebas Minyak Mustard Bebas Minyak biji rapa Bebas Lain-lain: Minyak biji colza dari tingkatan yang dapat Bebas dimakan Minyak biji rapa dari tingkatan yang dapat Bebas dimakan Lain-lain Bebas 1515 MINYAK DAN LEMAK NABATI CAMPURAN LAIN (TERMASUK MINYAK JOJOBA) DAN PECAHANNYA, BAIK REFINASI, NAMUN BUKAN MODOFIKASI KIMIA Minyak biji Lin dan pecahannya: Crude oil Bebas Lain-lain: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas Minyak maizena (jagung) dan pecahannya: Minyak Mentah Bebas Lain-lain: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 69

76 Minyak kastor dan pecahannya: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas Minyak wijen dan pecahannya: Minyak mentah Bebas Lain-lain: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas Lain-lain: Fixed vegetable oils, namely the following: Minyak sayur campuran, contohnya seperti: minyak chul moogra, minyak mawra, Minyak kokam, minyak biji tabacco, minyak sal Bebas Fixed vegetable oils, namely the following Minyak Bebas sayur campuran, contohnya seperti: minyak biji neem, minyak karanj, minyak biji kapas sutra, minyak khakhon, minyak semangka, minyak kusum, minyak biji karet, minyak dhup, minyak biji undi, minyak maroti, minyak pisa, minyak nahar Minyak sayur campuran, contohnya seperti: minyak cardamom, minyak cabe / capsicum, minyak kunyit, minyak biji ajwain, minyak biji niger, minyak bawang putih Bebas Minyak sayur campuran dari tingkatan yang dapat Bebas dimakan contohnya seperti minyak mangga kernel, minyak mahua, minyak bekatul beras Lain-lain: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas Minyak dan lemak nabatidan pecahannya: Minyak biji kapas: Tingkatan yang bisa dimakan Bebas Lain-lain Bebas Minyak kacang tanah: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas Minyak kastor hidrogenasi (lilin opal): 70

77 Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas Lain-lain: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Lain-lain Bebas 1517 MARGARIN; CAMPURAN YANG DAPAT DIMAKAN ATAU PEMBUATAN DARI BINATANG ATAU LEMAK NABATI ATAU MINYAK ATAU DARI PECAHANNYA DARI LEMAK YANG BERBEDA ATAU MINYAK DARI BAB INI, SELAIN MINYAK ATAU LEMAK YANG DAPAT DIMAKAN ATAU PECAHANNYA DARI BAB Margarin, tidak termasuk margarine cair: Yang berasal dari binatang Dilarang Tidak ada ijin untuk diimpor Yang berasal dari tanaman: Tingkatan yang dapat dimakan Bebas Linoxyn Bebas Lain-lain Bebas Ekspor: Diatur dalam Notifikasi No 32 (RE 2012)/ New Delhi, Tanggal : 5 February, Ekspor minyak goreng awalnya dilarang untuk satu periode dalam satu tahun efektif sejak melihat Notifikasi No.85 tanggal yang diperpanjang dari waktu ke waktu. Melihat Notifikasi No. 24(RE-2012)/ tanggal 19 October 2012, larangan ekspor minyak goreng telah diperpanjang sampai order selanjutnya. 2. Pembebasan berikut diijinkan sejak larangan ekspor minyak goreng berikut ini : (a) Minyak Kastor (b) Minyak kelapa dari semua pelabuhan EDI dan melalui LCS (Land Custom Station ) (LCS akan dinotifikasi secara terpisah). 71

78 (c) Ekspor minyak goreng (sesuai input bahan mentah) dari DTA hingga 100% EOU untuk produksi barang non-pangan untuk diekspor (d) Minyak goreng dari DTA (Domestic Tariff Area ke Special Economic Zones (SEZ) untuk dikonsumsi oleh unit SEZ untuk memproduksi makanan olahan, diluar norma-norma nilai tambah (e) Kode HS (ITC) untuk minyak goreng yang diproduksi di luar produk minor hutan, adalah , , , , and Ekspor minyak goreng dalam kemasan bermerk sampai 5 Kg diijinkan dengan harga minimum ekspor sebesar USD 1500 per MT. 4. Larangan tidak akan berlaku untuk selai kacang, ITC (HS) Code Status dalam FTAs/PTAs/RTA India telah menjaga minyak goreng dalam daftar negatif di bawah persetujuan dagang utama seperti CECA India-Malaysia (kecuali kategori minyak sawit HST dan minyak zaitun-nt-i), CEPA India-Jepang, CEPA India-Korea, CECA India- Singapore, FTA India-ASEAN (kecuali kategori minyak sawit HST dan minyak zaitun-nt-i), SAFTA (non-ldc), dll. Isu Kebijakan Saat ini Dept Pendapatan telah menotifikasi pajak impor sebesar 2.5% atas minyak goreng mentah pada 23 Januari Nilai tariff atas minyak goreng telah dilumerkan (setelah sebelumnya dibekukan pada sekitar USD 485 per MT sejak 2006) dan sekarang diberlakukan pada harga sekarang. Untuk itu untuk minyak goreng refinasi, pajak impor dari harga internasional sekarang ini. 72

79 10. HARGA MINYAK SAWIT DI INDIA Detail harga eceran minyak goreng seperti yang diobservasi di 4 kota, Delhi, Mumbai, Kolkata dan Chennai selama satu tahun terakhir ditunjukkan di bawah ini. Harga eceran minyak goreng selama satu tahun terakhir Unit: (Rs./Kg.) Komoditas: Minyak Kacang tanah (kemasan) Pusat Tanggal Sekarang 1bulan lalu 6 bulan lalu 1tahun lalu 20/02/ /01/ /08/ /02/2012 DELHI MUMBAI KOLKATA NR CHENNAI Pusat Komoditas: Minyak Mustard (Kemasan) Tanggal Sekarang 20/02/2013 1bulan lalu 6 bulan lalu 20/08/2012 DELHI MUMBAI KOLKATA NR CHENNAI tahun lalu Pusat Tanggal Sekarang 20/02/2013 Komoditas: Vanaspati (Kemasan) 1bulan lalu 20/01/ bulan lalu 20/08/2012 DELHI MUMBAI KOLKATA NR CHENNAI tahun lalu 20/02/

80 Komoditas: Minyak Kedelai (Kemasan) Pusat Tanggal Sekarang 20/02/ Bulan lalu 20/01/ bulan lalu 20/08/2012 DELHI MUMBAI KOLKATA NR CHENNAI NR NR NR NR 1 tahun lalu 20/02/2012 Pusat Tgl Sekarang 20/02/2013 Komiditas: Minyak bunga matahari (kemasan) 1 bulan lalu 20/01/ bulan lalu 20/08/2012 DELHI MUMBAI KOLKATA NR CHENNAI tahun lalu 20/02/2012 Pusat Tgl sekarang 20/02/2013 Komoditas: Minyak sawit (kemasan) 1 bulan lalu 20/01/ bulan lalu 20/08/2012 DELHI NR NR NR NR MUMBAI KOLKATA NR CHENNAI tahun lalu 20/02/2012 Sumber: State Civil Supplies Departments. NR- Not Reported / Tidak dilaporkan Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan domestic akan minya makan dan menjaga harga dibawah pengawasan, antara lain termasuk ; Pajak impor yang diturunkan menjadi 7,5% untuk minyak hidrogenasi dan refinasi dan minyak sayur Ekspor minyak goreng yang dibatasi (kecuali minyak kelapa dan minyak yang dihasilkan dari hutan dan minyak goreng di konsumen campuran sampai 5 kg dengan harga ekspor minimum yaitu USD 1500 per MT) 74

81 Batas stok yang dipaksakan dari waktu ke waktu dalam hal minyak goreng dan biji minyak goreng. Dalam hal minyak goreng, sebuah skema pendistribusian minyak goreng impor melalui PSU Central dan didistribusikan oleh pemerintahan negara bagian/ut telah diimplementasikan sejak 2008 dengan mensubsidi Rs 15/- per kg untuk distribusi melalui PDS. Skema ini telah diperpanjang dari waktu ke waktu atas permintaan dari negara bagian dan sekarang diperpanjang sampai Skema terintegrasi yang disponsori secara terpusat atas biji minyak dan minyak sawit sudah diimplementasikan di 14 negara bagian penghasil biji minyak utama, 15 negara bagian penghasil tepung jagung, dan 9 negara bagian penghasil minyak sawit. Dalam rangka untuk menyebarkan informasi tentang teknologi produksi yang baru di antara para petani, membentuk demonstrasi dan demonstrasi IPM (Integrated Pest Management) diorganisir melalui Department Pertanian Negara bagian dan Demonstrasi Garis Depan melalui ICAR. 75

82 11. PASAR MINYAK SAWIT DAN OLAHANNYA Sangat banyak manfaat penggunaan minyak sayur bagi lingkungan, terutama produk yang berbahan dasar sawit. Mereka adalah sumber-sumber yang dapat diperbarui dengan karakteristik lingkungan yang bagus, dapat didaur ulang, rendah kadar racunnya bagi manusia, dan tidak mengeluarkan CO2 ke atmosfir. Ketika pasokan sedikit, banyak tanaman panenan yang bisa ditanam untuk mengatasi kekurangan, yang akan menjadi bantuan bagi perekonomian pertanian. Petroleum, di sisi lain, adalah sumber yang terbatas dan cepat habis. Disamping manfaat bagi lingkungan, di masa depan akan muncul manfaatmanfaat lain dari penggunaan yang lebih luas dari minyak sayur. Salah satunya adalah manfaat sosial dari peremajaan komunitas pedesaan melalui pencapaian industri lokal dan dengan menyediakan pendapatan tambahan bagi petani, dengan itu membuat matapencaharian mereka aman. Banyak ketertarikan yang disalurkan dalam penggunaan sumber-sumber yang dapat diperbarui dalam industri. Untuk alasan inilah bahan baku yang dapat diperbarui dapat menjadi salah satu pemain utama dalam industri kimia dalam waktu dekat. Hal ini mungkin kemudian akan memberikan hasil dalam sebuah order ekonomi yang baru, menempatkan pertanian dalam bagian paling depan ekonomi sebagai salah satu sektor terbesar yang menghasilkan kekayaan. Sekitar 80% dari semua produk minyak sawit diaplikasikan untuk makanan, sementara 20% lainnya digunakan kan dalam aplikasi non-pangan. Karena nilai pasar yang lebih tinggi dari produk turunan sawit non-pangan ini, kategori non-pangan diharapkan dapat tumbuh menjadi hal yang penting. Aplikasi nonpangan dari minyak sawit dan minyak sawit kernel dapat diklasifikasikan dalam 76

83 dua kategori; menggunakan minyak langsung atau melalui proses oleokimia (bahan kimia yang berasal dari minyak atau lemak) Produk yang dihasilkan dengan menggunakan minyak secara langsung mencakup; sabun, plastik, lumpur pengeboran dan bahkan pengganti diesel berbahan dasar sawit. Produk yang dihasilkan dari proses oleokimia mencakup: lilin, lotion, minyak badan, shampo, produk perawatan kulit, karet dan produk pembersih. PRODUK MAKANAN MINYAK SAWIT Minyak Sawit Minyak sawit berasal dari daging buah sawit spesies E. Guineensis. Dalam bentuk aslinya, minyak tersebut berwarna oranye-merah dikarenakan konsentrasi tinggi dari karoten. Minyak sawit berbentuk semi solid dalam suhu ruangan; karakteristik yang dimiliki sampai level kejenuhan sekitar 50 persen. Minyak sawit (dan produkproduknya) memiliki ketahanan yang bagus terhadap oksidasi dan panas pada suhu yang tinggi dan berkepanjangan; oleh karena itu, menjadikan minyak sawit menjadi campuran yang ideal sebagai minyak goreng. Pabrik dan pengguna akhir di seluruh dunia mencampurkan minyak sawit dengan persentase tinggi ke dalam campuran minyak gorengnya demi alasan ekonomi dan penampilan. Malahan, dalam beberapa instansi, minyak sawit telah digunakan sebagai 100 persen pengganti minyak hidrogenasi tradisional seperti minyak kedelai dan kanola. Produk yang digoreng dalam minyak sawit mencakup keripik kentang, kentang goreng, donat, mi ramen dan kacang.. Hubungan positif lainnya dari minyak sawit sebagai minyak goreng adalah minyak sawit membuat produk yang digoreng lebih awet; secara umum dihubungkan dengan level kejenuhan yang aman, tidak adanya asam linolenic dan 77

84 adanya antioksidan alami di dalam minyak. Untuk informasi sawit olein dapat dilihat di bawah ini. Minyak sawit, karena kandungan padat-cair alaminya, cocok sebagai komponen karena memberikan kecenderungan kejernihan beta primer dalam campuran lemaknya. Kekentalan semi padat alami minyak sawit membutuhkan hanya sedikit atau bahkan tidak membutuhkan hidrogenasi sama sekali. Minyak sawit dan banyak produk yang disebutkan di bawah juga digunakan dalam lemak ece cream, vanaspati, campuran sup-kering dan kalengan, dengan sedikit modifikasi atau tidak sama sekali. Sawit Olein Sawit olein adalah pecahan cair yang diperoleh melalui fraksinasi minyak sawit setelah penjernihan pada suhu yang dikontrol. Ciri khas fisik dari sawit olein berbeda dari produk minyak sawit lainnya. Benar-benar cair dalam iklim hangat dan memiliki kadar glyserid yang terbatas. Seperti halnya kegunaan minyak sawit, sawit olein umumnya digunakan sebagai minyak untuk memasak. Dapat tercampur dengan sempurna dengan minyak sayur popular lainnya yang secara tradisional digunakan di banyak belahan dunia; menciptakan sebutan pasangan pencampur untuk sawit olein. Contohnya di Jepang, sawit olein refinasi dicampur dengan bekatul beras dan di Malaysia, dicampur dengan minyak kacang tanah. Seperti minyak sawit, sawit olein juga umum digunakan sebagai minyak goreng dan umumnya terkenal karena ketahanannya terhadap oksidasi dan formasi produk turunannya pada suhu penggorengan dan hasil gorengannya yang tahan lama. Malahan, sawit olein dianggap sebagai standard emas dalam masakan gorengan dan mungkin menjadi minyak yang paling umum digunakan untuk menggoreng di dunia. 78

85 Sawit Stearin Sawit stearin adalah pecahan yang lebih padat yang berasal dari fraksinasi minyak sawit setelah proses kristalisasi pada suhu yang terkontrol. Karena merupakan produk turunan dari sawit olein. Selalu diperdagangkan di bawah harga sawit olein dan minyak sawit; membuatnya menjadi bahan kandungan yang murah untuk beberapa aplikasi. Ciri khas fisik dari sawit stearin sangat berbeda dari minyak sawit lainnya dan tersedia dalam cakupan yang lebih luas akan nilai iodine dan leburnya. Sawit stearin adalah sumber yang sangat berguna dari komponen lemak padat alami untuk beberapa produk seperti shortening, pastry dan margarine bakery. Selain sawit olein dan stearin, ada lusinan turunan lain yang berassal dari minyak sawit termasuk bermacam-macam tingkatan sawit olein fraksinasi ganda (aka superolein) dan dan fraksi tengah sawit. Di mana kemurnian dan kejernihan menjadi isu penting sawit olein, terutama di negara beriklim sedang, superolein berguna sebagai minyak goreng dan minyak masak, biasanya dalam campuran dengan minyak biji-bijian. Fraksi tengah sawit biasanya digunakan sebagai bahan alami serbaguna dalam pabrik margarine dan pabrik CBE. Minyak Sawit Kernel Minyak Sawit kernel diambil dari kernel buah sawit. Komposisi minyaknya sangat berbeda dari yang berasal dari minyak sawit. Sawit Kernel Olein Sawit kernel olein adalah komponen cair dari minyak sawit kernel yang diperoleh dari proses fraksinasi. 79

86 Sawit Kernel Stearin Sawit kernel sterain adalah pecahan yang lebih padat dari minyak sawit kernel yang diperoleh dari proses fraksinasi. Minyak sawit kernel, Sawit kernel olein dan sawit kernel stearin berguna untuk pembuatan margarine, pembuatan permen, pemutih kopi, susu dan lemak pelapis; dengan sedikit proses olah atau tidak sama sekali. Ada pertumbuhan tren dalam penggunaan produk minyak sawit kernel sebagai bahan dalam produksi margarine non-hidrogenasi bebas lemak trans. Sawit kernel stearin umum digunakan untuk menggantikan mentega cocoa dalam banyak aplikasi tradisional. Dalam beberapa instansi, khususnya ketika dihidrogenasi, sawit kernel stearin terlihat lebih bagus daripada mentega cocoa. Selain dari proses pelumerannya yang bagus, produk minyak sawit kernel hidrogenasi umumnya mempunyai ketahanan yang baik terhadap bunga lemak dan terhadap tekanan oksidasi. 80

87 PRODUK MINYAK SAWIT NON-PANGAN Oleokimia Oleokimia adalah kimiawi yang berasal dari minyak atau lemak. Serupa dengan petrokimia yang berasal dari petroleum. Oleokimia atau turunan yang berdasarkan panjang rantai C12-C14 and C16-C18 memiliki banyak kegunaan. Tallow dan minyak kelapa adalah bahan mentah tradisional untuk memproduksi C16-C18 and C12-C14. Sementara tallow diproduksi oleh negara maju seperti US dan dunia harus mengandalkan wilayah Asia Pasifik untuk pasokan minyak lauric yang adalah sumber C12-C14. Filipina adalah pemasok utama miyak lauric. Hidrolisis atau alkoholisis dari minyak dan lemak membentuk dasar dari industri oleokimia. Lima oleokimia dasar adalah asam lemak, ester metil lemak, alkohol lemak, senyawa nitrogen lemak dan gliserin. 81

88 Oleokimia Dasar Asam Lemak Pemecahan bersuhu dan tekanan tinggi dari Minyak Sawit atau Minyak sawit kernel untuk menghasilkan asam lemak mentah dan glycerin sebagai produk turunan. Penyulingan asam lemak mentah untuk memproduksi asam lemak fraksinasi yang memiliki kemurnian asam lemak yang tinggi. Ester Metil Lemak Transesterifikasi dari minyak sawit atau minyak sawit kernel dengan methanol untuk menghasilkan ester metil mentah dan gliserin sebagai produk turunan.. Penyulingan ester metil untuk menghasilkan ester metil fraksinasi. Alcohol Lemak Hidrogenasi dari ester metill fraksinasi pada suhu tinggi dan tekanan dalam katalisator untuk menghasilkan alkohol lemak mentah. Penyulingan untuk menghasikan alkohol lemak fraksinasi. Senyawa Nitrogen lemak Senyawa nitrogen lemak yang paling umum adalah amide lemak, nitril, amine dan senyawa amonium quartenary. Yang paling penting dari senyawa-senyawa ini adalah senyawa amonium quartenary yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai ĄĽquatsĄŚ yang digunakan dalam pelembut. Gliserin Gliserin adalah produk turunan dari industri oleokimia. Memiliki banyak aplikasi seperti di industri farmasi dan kosmetik. Aplikasi oleokimia 1. Kosmetik dan Perawatan Pribadi 82

89 Perawatan Pribadi Kosmetik Shampo dan conditioner Gel Mandi, Krim Mandi, Sabun/Busa Mandi Penyegar Pembersih Pelembab Pasta Gigi Obat kumur Deodoran Perawatan Bayi Perfum and Wewangian Lotion Krim Alas Bedak Bedak padat Perona Mata Pemerah Bibir Pewarna rambut Kelebihan oleokimia yang berbahan dasar sawit pada produk kosmetik. Efek pelembut membuat kulit menjadi lembut dan lentur. Pelembab Memberikan efek melembabkan terhadap kulit. Surfaktan memiliki kelebihan membersihkan, menghilangkan minyak atau partikel kotoran dari rambut kulit. Pencampuran yang mudah mencegah perpecahan air dan fase minyak dalam produk emulsi perawatan kulit. 83

90 Pengganti minyak mineral turunan minyak sawit dapat menggantikan minyak mineral non-palm oil yang tidak dapat terurai dan diturunkan dari petroleum. Pengubah kekentalan Mempengaruhi kekentalan dari produk jadi contohnya lotion kosmetik. Pembawa larutan Vitamin dapat digabungkan menggunakan larutan yang cocok untuk manfaat tertentu. Bahan pendingin Mendinginkan rambut (di dalam shampo) Bahan pembuat lemak Mengembalikan minyak alami di dalam tubuh, yang telah dibuang melalui penggunaan shampo atau gel mandi. Antioksidan (Vitamin E) memberikan sumber alami untuk melawan radikal bebas yang berguna untuk perawatan penuaan kulit atau kulit yang terbakar. Sabun Sabun Sodium ĄV Sabun Toilet, Sabun Pencuci Baju Sabun Potassium Sabun Cair Sabun Metallic pakan hewan Lilin Lilin dekorasi Fungsi Pencahayaan Fungsi Penghangat Farmasi Salep Larutan Lemak Jel Krim Media pembiakan Pembuatan Tablet Pelumas dan Gemuk Pelumas makanan 84

91 Pelumas Gemuk Pembuatan Makanan Gemuk multi guna Surfaktan Bubuk Pembersih Pendingin Rambut Pelembut kain Kimia Industri Pembersih Industrial-rumah sakit, pembersih botol Alat bantu pengolah tekstil Eksplorasi petroleum-cairan pengeboran, lumpur pengeboran Alat bantu pengolah polymer-pembuat plastik, penstabil, tambahan Agrokimia Sebagai larutan Sebagai pengemulsi Sebagai pembawa Lapisan Permukaan Kayu Permukaan Metal Permukaan Plastik Pelapis kertas Cat dan Pernis Permukaan Metal Permukaan Plastik 85

92 Elektronik Insulasi dan komponen plastik khusus Kulit Pelembut Pencampuran Pemoles Bahan perawatan Makanan Pengemulsi dan lemak khusus untuk kue, kue kecil, margarin, es krim dan produk makanan lain. Pengganti mentega cocoa Susu kondensasi Biodiesel Berbahan Dasar Sawit Pilihan yang lebih baik bagi lingkungan karena terbuat dari sumber yang dapat diperbarui dan memiliki emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan diesel petroleum. Dibuat melalui proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari lemak atai minyak sayur. Transesterifikasi secara kimia memecah moleku ke dalam dua produk yaitu Metil Ester (nama kimia untuk biodiesel) dan gliserin (produk turunan yang bernilai biasanya dijual untuk digunakan di dalam sabun dan produk lain). Metil ester yang berbahan dasar sawit telah dites secara ekstensif sebagai pengganti untuk diesel salam taxi, bis, truk, traktor dan mesin stasiun. Data yang ada dapat mengindikasikan penyalaan mesin yang bagus dan mesin berjalan dengan lancar dengan asap yang lebih sedikit dan kandungan partikel karbon yang sedikit di dalam asap pembuangan. Penggunaan sawit ester metil sebagai pengganti diesel berlawanan dengan penggunaan minyak sawit mentah yang tidak 86

93 membutuhkan modifikasi apapun pada mesin. Kelayakan ekonomi dari sawit ester metil sebagai pengganti diesel tergantung dari biaya diesel, minyak sawit mentah dan gliserin. Alpha-Sulphonated Methyl Esters Alpha-sulphonated methyl esters (SME) adalah jenis baru dari surfaktan anionik. Baru-baru ini SME menerima banyak perhatian sebagai bahan aktif dalam produk pencuci dan pembersih untuk berbagai macam alasan termasuk: Memiliki ciri khas penyebaran sabun lemon yang baik Deterjen yang baik khususnya di air keras dan dalam ketiadaan phospat C14, C16 dan C18 ester metil memiliki sifat deterjen yang terbaik Dapat terurai dengan baik Asam Lemak ester metil fraksinasi dengan kadar iodin rendah digunakan sebagai bahan pemula untuk produksi SME. Asam lemak ester metil bereaksi dengan sulfur trioksida pada 80C AV 90C dalam reaktor film yang bertabrakan. Produk gelapnya diperoleh dari pembilasan dengan hidrogen peroksida dan dinetralkan dengan alkali untuk menghasilkan alpha-sulphonated metil ester. Karena sifat deterjen yang bagus dari asam lemak ester metil C16 ĄV C18, sawit stearin memberikan sumber bahan mentah yang cocok dan murah bagi produksi SME. Kelebihan dalam sifat deterjen yang dimiliki SME yang berasal dari sawit stearin dapat dibandingkan dengan linear alkyl benzene sulphonates (LAS), rajanya industri deterjen. Dalam air keras, performa SME sangat unggul dibandingkan LAS dalam formula deterjen bebas fosfat. Sabun dan Ester Lemak untuk Sabun Sabun Sabun adalah pencampuran garam sodium dari asam lemak yang dapat diperoleh dari minyak atau lemak dengan mereaksikannya dengan soda kaustik pada suhu 80 C 100 C dalam proses yang dikenal dengan nama saponifikasi. Penggunaan sabun sebagai bahan pencuci dan pembersih kulit sudah berabad-abad 87

94 lamanya. Walaupun deterjen modern telah hampir menyingkirkan penggunaan sabun dalam usaha cuci rumahan, sabun masih menjadi barang utama dalam interior toilet untuk penggunaan pribadi. Penggabungan kedua asam lemak C16- C18 and C12-C14 dalam sabun sangat penting karena mereka berfungsi untuk membersihkan, melarutkan, dan fungsi pembusaan yang diperlukan. Tallow dan minyak kelapa, berturut-turut telah menjadi sumber tradisional dari asam lemak ini. Perbandingan antara komposisi asam lemak dari minyak sawit, sawit stearin, tallow, sawit kernel olein, dan minyak kelapa adalah kaya akan asam lemak C12- C14. Lemak untuk Sabun Ester Lemak semakin banyak digunakan dalam produksi sabun. Sabun yang diproduksi dari ester lemak biasanya memiliki kualitas lebih baik dari yang terbuat dari asam lemak karena ester lemak dapat dimurnikan dengan lebih baik. Ketika sabun dibuat dari asam lemak, ester dan alkohol akan dihasilkan dan penghilangan total harus dilakukan sebelum sabun bisa digunakan. Asam Lemak untuk Lilin Dalam pembuatan lilin dari asam lemak, rasio sekitar 7:2 diperlukan antara C16- C18 dalam rangka mencapai penyusutan maksimum dan oleh karena itu dapat dengan mudah dihilangkan dari cetakan. Rasio tersebut membantu penggunaan asam lemak dari minyak sawit kernel karena memiliki kandungan asam palmitik yang tinggi. Lilin yang berasal dari asam lemak sawit memiliki masa bakar yang lebih panjang, menghasilkan asap yang lebih sedikit, dan menetes lebih sedikit dibandingkan dengan lilin yang terbuat dari lilin petroleum namun harga yang tidak kompetitif sejauh ini menjadi penghalang komersialisasi lilin berbahan dasar sawit. 88

95 Asam Lemak untuk Produk Kosmetik Hanya tingkat asam lemak yang bagus yang dapat digunakan untukproduk kosmetik. Asam lemak yang biasanya digunakan adalah myristic, palmitic dan stearic. Mereka memberikan bermacam fungsi seperti memperbaiki dan mendinginkan kulit, memberikan keharuman dan kemilau. Asam Lemak untuk Produksi Sabun Metalik Aplikasi penting lainnya dari asam lemak sawit adalah untuk produksi sabun non sodium atau sabun metalik. Hal yang paling umum adalah kalsium dan zinc palmitates dan stearates. Mereka bisa dibuat baik melalui pencampuran maupun metode pengendapan. Kemampuan proses dari karet ditingkatkan dengan asam lemak manapun namun sabun zinc telah ditemukan untuk memberikan pelumasan internal yang lebih baik. Potensi sabun kalsium berbasis sawit sebagai makanan hewan sedang diinvestigasi. Epoksidasi Minyak Sawit, Polyol, Polyuretan dan Polyakrilat Epoksidasi minyak sawit dapat dihasilkan dengan mereaksikan minyak sawit, sawit stearin atau sawit olein dengan peracid. Minyak epoksidasi terutama minyak kedelai epoksidasi digunakan secara ekstensif sebagai pembuat plastik khususnya PVC (polyvinylchloride). Pembuat plastik meningkatkan kinerja plastik sementara penstabil mengurangi tingkat degradasi dari panas plastik, cahaya atau mikroorganisme. Minyak epoksidasi dapat memenuhi kedua fungsi tersebut dan kompatibilitasnya dengan plastik meningkat dengan kandungan epoksinya. Karena minyak sawit dan produk-produknya memiliki tingkat iodin yang lebih rendah dari minyak kacang kedelai. Kandungan epoksi minyak sawit epoksidasi lebih rendah dari minyak kedelai epoksidasi. Oleh karena itu sebagai pembuat plastik atau penstabil, minyak sawit epoksidasi tidak diharapkan dapat tampil lebih baik dari minyak kedelai epoksidasi namun performanya dapat dibandingkan dengan formula yang diberi sedikit modifikasi. PVC hutan dan sepatu hujan yang diplastikkan atau distabilkan dengan minyak sawit epoksidasi telah diproduksi 89

96 yang performanya dapat dibandingkan dengan produk lain yang diplastikkan dan distabilkan dengan minyak kedelai epoksidasi. Nilai dari minyak epoksidasi memiliki fleksibilitas cincin epaxide. Dengan sifat labilnya, mereka dapat dengan mudah dikonversikan kepada kelompok fungsi yang berguna lainnya, sehingga mediversifikasikan penggunaan akhir. Minyak sawit epoksidasi dapat dikonversikan ke dalam berbagai macam polyol dengan mereaksikan mereka dengan alkohol polyhidric rantai pendek dalam keberadaan katalisator. Dengan mengubah rasio dari minyak sawit epoksidasi ke alkohol polyhidric, polyol dengan kisaran nilai hidroksil dan kekentalan dapat dihasilkan. Polyol, jika direaksikan dengan isosinat akan menghasilkan busa polyuretan. Busa air dalam reaksi ini berfungsi sebagai bahan peniup internal, sehingga mencegah penggunaan yang bahan peniup yang tidak ramah lingkungan seperti klorofluorkarbon. Polyol dari minyak sawit epoksidasi beraksi dengan isosinat pada tingkat yang lebih lambat daripada polyol yang berbasis petrokimia. Namun busa yang dihasikan memiliki struktur sel regular dan memiliki hidropobisiti yang baik. Dengan formulasi yang cocok dari properti ini dapat sepenuhnya dieksploitasi untuk meningkatkan produk yang menarik. Poliakrilat resin dapat dihasilkan dari minyak sawit epoksidasi dengan mereaksikannya dengan asam akrilik. Resin ini dapat diterapkan pada permukaan padat dan ketika mereka diterpa oelh radiasi ultra violet, akan tampak bersih dan berkilau. Kekerasannya dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan memvariasikan jumlah dan tipe crosslink dan kekuatan penyinaran yang digunakan. Buah Sawit Minyak sawit digunakan di lebih dari 100 negara di dunia. Di beberapa bagian dunia, minyak buah sawit masih sering dikonsumsi dalam bentuk yang belum direfinasi, sebagai bahan pembuat makanan tradisional, yang memberikan ciri khas warna merah keemasan dan rasa yang unik. Namun, bagi kebanyakan 90

97 pengguna, minyak sawit lebih familier sebagai produk minyak sayur refinasi yang dibeli di toko lokal dan terdapat dalam makanan sehari-hari mereka. Banyak makanan yang anda makan dibuat dari minyak sawit. Makanan panggang. Mie instan. Formula Bayi. Campuran Kue. Makanan sarapan. Keripik kentang. Cracker dan cemilan lain. Dan makanan restauran seperti kentang goreng. Minyak sawit sangat berlebihan, dan semakin dikenal mempunyai peranan dalam makanan sehat. Dari minyak dan lemak di pasaran, minyak sawit memiliki kriteria yang cocok dengan kebutuhan konsumen saat ini. Sehat, berlebihan dalam pasokan, relatif tidak mahal dan secara teknis cocok untuk pembuatan banyak makanan. Mungkin ini sebabnya minyak sawit menjadi minyak sayur yang paling banyak diperdagangkan di skala internasional dunia dengan membuktikan penerimaannya di pasar global. Minyak Sawit sebagai Biodiesel Minyak sawit dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel, yang juga dikenal dengan nama minyak sawit ester metil. Minyak sawit ester metil diciptakan melalui proses yang disebut transesterifikasi. Minyak sawit biodiesel sering dicampur dengan bahan bakar lain untuk menciptakan campuran minyak sawit biodiesel. Minyak Sawit biodiesel memiliki standard European EN untuk biodiesel. Pabrik biodiesel terbesar di dunia adalah Finnish operated Neste Oil di Singapore, yang dibuka pada tahun Masalah limbah organik dihasilkan ketika mengolah minyak sawit, termasuk cangkang minyak sawit dan kumpulan minyak sawit, juga dapat digunakan untuk menghasilkan energi. Material bekas ini, juga dikenal sebagai biomass, dapat dikonversikan menjadi butiran yang bisa dijadikan bahan bakar nabati. Selain itu, minyak sawit yang sudah digunakan untuk menggoreng makanan dapat dikonversikan menjadi ester metil untuk biodiesel. Minyak goreng bekas akan diperlakukan secara kimiawi untuk menciptakan biodiesel sejenis dengan diesel 91

98 petroleum. R & D telah mencontohkan bahwa sawit diesel adalah energi yang lebih bersih daripada diesel fosil, menghasilkan lebih sedikit karbondioksida, asap hitam dari partikel karbon, karbonmonoksida dan sulfurdioksida. Pengalihan bahan bakar dari fosil ke sawit diesel sangat mudah dan ekonomis karena sawit diesel bisa digunakan langsung pada mesin tanpa modifikasi termasuk mesin stasionary, mobil penumpang, bis dan truk. Memberikan performa mesin yang bagus. Sawit biodiesel dapat digunakan sendiri atau dicampur dengan diesel petroleum dalam proporsi apapun. Baru-baru ini, untuk mengatasi masalah titik curah hujan yang sudah sekian lama (titik curah = 15 C), Malaysia Palm Oil Board ( MPOB ) telah mengembangkan sebuah proses untuk menghasilkan titik curah hujan sawit biodiesel (-21 C to 0 C) yang cocok untuk negara-negara beriklim sedang. Penggunaan minyak sawit dalam produksi biodiesel telah membawa pemikiran bahwa kebutuhan akan bahan bakar lebih diutamakan daripada kebutuhan akan makanan, mengakibatkan munculnya malnutrisi di negara berkembang. Hal ini dikenal sebagai perdebatan makanan melawan bahan bakar. Menurut laporan tahun 2008 yang diterbitkan dalam Renewable and Sustainable Energy Reviews, minyak sawit ditetapkan sebagai sumber makanan dan bahan bakar nabati yang lestari. Produksi minyak sawit biodiesel tidak menimbulkan ancaman terhadap pasokan minyak sawit yang dapat dimakan. Menurut studi tahun 2009 yang diterbitkan dalam Jurnal Kebijakan dan Ilmu Pengetahuan Lingkungan (Environmental Science and Policy Journal), minyak sawit biodiesel mungkin meningkatkan permintaan akan minyak sawit di masa depan, yang akhirnya akan menciptakan ekspansi dari produksi minyak sawit, dan akhirnya meningkatkan pasokan makanan. 92

99 12. KESIMPULAN Permintaan dunia akan minyak sawit terus ditingkatkan, mendorong peningkatan produksi dunia. Kefleksibelan minyak tersebut, termasuk untuk menghasilkan bahan bakar nabati, telah membuat minyak sawit menjadi minyak sayur paling digemari di dunia. Begitu juga di India, karena minyak sawit adalah pengganti yang lebih murah disbanding dengan minyak lain dan konsumsi per kapita di India akan minyak goreng (yang sekarang rendah) akan ditingkatkan dalam waktu dekat, konsumsi minyak ini hanya diharapkan akan meningkat. Dengan permintaan global yang meningkat, negara-negara produsen telah memilih untuk meningkatkan luas lahan untuk ditanami buah sawit, untuk itu mereka memberi tekanan pada hutan lindung di negara masing-masing. Hal ini telah memberi dampak lingkungan termasuk degradasi ekologi, kepunahan keanekaragamanan hayati, emisi gas rumah kaca dan penggunaan pestisida yang tidak lestari. Minyak sawit memiliki kepentingan yang signifikan dalam pasar minyak goreng dunia dan dalam kehidupan social masyarakat India. Minyak sawit juga memberikan kontribusi kepada pembangunan ekonomi negara-negara berkembang dan kehidupan jutaan orang di seluruh dunia. Namun, dampak negatif terhadap lingkungan dari praktek produksi yang tidak lestari dalam produksi minyak sawit juga perlu untuk dibenahi. Sangat penting untuk membenahi tekanan-tekanan terhadap lingkungan untuk membantu melindungi alam yang sangat sensitive dalam wilayah negara penghasil di seluruh dunia. Ada kebutuhan untuk mengadopsi pendekatan holistik kepada transformasi pasar minyak sawit menuju kelestarian, yang layak secara ekonomi, lingkungan dan social. 93

100 Pada sisi produksi, perlu untuk menerapkan praktek produksi lestari seperti terdaftar dalam RSPO. Di sisi lain, perlu untuk menjadi daya tarik dari sisi konsumsi untuk emnaikan skala konsumsi dari minyak sawit lestari, seperti dari permintaan pasar seperti India, China dan Uni Eropa. Inisiatif sukarela (petani, industri dan rakyat sipil) dam kebijakan pemerintah akan lebih jauh menyediakan dorongan yang tepat untuk perubahan transformasi. Banyak perusahaan multinasional telah memperlihatkan dukungan mereka akan minyak sawit lestari dengan mengadopsi kebijakan-kebijakan baru, khususnya yang berkaitan dengan pengadaan. India sebagai konsumen terbesar, dapat mendukung penggunaan minyak sawit lestari juga, dengan secara proaktif berpartisipasi dalam bermacam-macam inisiatif seperti RSPO dan Green Palm dan membuat komitmen mengenai penggunaan minyak sawit lestari di tahun-tahun yang akan datang. Walaupun, sudah ada banyak dukungan dari perusahaanperusahaan terpilih, komitmen lebih jauh dari pemain yang lebih besar, pedagang/importir yang lebih besar, perusahaan penyulingan, dan konsumen akhir akan menyediakan cukup dorongan dibutuhkan untuk penerapan dan penggunaan minyak sawit lestari. Masa Depan Minyak Sawit Dengan tekanan yang penuh konflik dan kesempatan dalam menghadapi produsen, distributor dan pembeli minyak sawit sekarang ini, sulit untuk memperkirakan lintasan industri jangka menengah atau jangka panjang. Permintaan minyak sayur dan minyak goreng lainnya sepertinya akan tumbuh seiring meningkatnya populasi dunia, namun regulasi baru, pergeseran pilihan konsumen, perubahan iklim, kejadian alam ekstrim dan faktor eksogen lainnya dapat menghambat perkembangan industri minyak sawit. 94

101 Teknologi baru dapat juga mengurangi permintaan atau menangkap pangsa pasar dari produsen minyak sawit. Menurut New Oils for the New World, pada laporan April 2013 oleh konsultan manajemen AT Kearney, sekarang ini sedang dikembangkan teknologi untuk dapat memanen minyak goreng dari ganggang. Minyak ganggang heterotropical ini, jika dibuat menjadi layak secara komersial dalam skala besar, memiliki banyak manfaat potensial di samping sawit dan minyak nabati lainnya. Salah satu manfaat tersebut adalah mereka bisa tumbuh di mana saja setiap waktu dan tidak menimbulkan hambatan ekologi yang sama seperti bisnis pertanian konvensional. Manfaat lain adalah profil nutrisinya dapat disesuaikan dengan persyaratan makanan yang spesifik dari kelas-kelas konsumen individual. Mereka juga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Minat dan investasi atas minyak ganggang heterotropikal mulai tumbuh, namun minyak ini lebih menyerupai konsep daripada kenyataan. Dalam waktu dekat, minyak sawit memberikan proporsi nilai keunggulan yang sangat cepat bagi kebanyakan produsen dan konsumen, dan hasilnya, konsumsi keduanya baik minyak sawit konvensional dan minyak sawit bersertifikat RSPO dapat tumbuh, melanjutkan kontroversi yang berlangsung mengenai dampak minyak sawit terhadap ekonomi, lingkungan dan manusia. 95

102 13. ALAMAT-ALAMAT PENTING Department of Agricultural Research and Education Ministry of Agriculture Krishi Bhavan, Dr. Rajendra Prasad Road, New Delhi Website : National Seeds Corporation Limited Beej Bhavan, Pusa Complex, New Delhi Tel: cmd@nsc.gov.in Website : Agricultural & Processed Food Products Export Development Authority (Ministry of Commerce & Industry, Govt. of India), NCUI Building 3, Siri Institutional Area, August Kranti Marg, New Delhi Phone : , , Fax : headq@apeda.gov.in Indian Oilseeds And Produce Export Promotion Council 78/79, Bajaj Bhavan, Nariman Point, Mumbai Maharashtra, India. Tel: (91-22) / 9295 Fax: (91-22) info@iopepc.org Dr. B. V. Mehta Executive Director 96

103 The Solvent Extractors Association of India 142, Jolly Maker Chambers No. II, 14th Floor, 225, Nariman Point, Mumbai Tel: (+91-22) , Fax.: (+91-22) Website: FICCI Federation House Tansen Marg New Delhi Tel: Fax: Website: Confederation of Indian Industry 23, Vardman Marg, Institutional Area, Lodi Colony, New Delhi Phone: OIL PALM INDIA LIMITED. Regd.office XIV/130, Kodimatha, Kottayam South P.O. Kottayam , Kerala, India Telephone: , , FAX:

104 ANNEXURES 98

105 Annexure 1 PALM OIL IMPORTERS ADANI WILMAR LIMITED "Fortune House" Near Navrangpura Railway Crossing,, City:Ahmedabad, Pin: , State:GUJARAT Ph: ; Fax: ; fortune@adaniwilmar.in ; Web: AJANTA SOYA LTD SP-916 Phase III, RIICO Industrial Area Bhiwadi,, City:Alwar, Pin:301019, State:Rajasthan Ph: / 21064/ ; Fax: ; ajantashareholder@gmail.com ; Web: AMBO AGRO PRODUCTS LTD., ANANDLOK' 1ST FLOOR, FLAT NO. 103, 227, A.J.C. BOSE ROAD, City: Kolkata, Pin:700020, State:West Bengal Ph: / / / ; Fax: ; ambo@ambogroup.com ; Web: AMRIT BANASPATI COMPANY LTD Amrit Corporate Centre A-95, Sector 65, City:Noida, Pin: , State:Uttar Pradesh Ph: ; Fax: ; amritcmd@vsnl.net,abcl@amritbanaspati.com ; Web: BHARAT FOODS CO OPERATIVE LTD PLOT NO. 186, SECTOR-4, City: Gandhidham, Pin:370201, State:Gujarat Ph: / ; Fax: / ; marketing@bharatfoods.com ; Web: 99

106 Annexure 2 IMPORT OF PALM OIL INTO INDIA Commodity: 15 ANIMAL OR VEGETABLE FATS AND OILS AND THEIR CLEAVAGE PRODUCTS; PRE. EDIBLE FATS; ANIMAL OR VEGETABLE WAXEX. HSCode Commodity %Sha re %Sha re %Gro wth CODLIVER OIL(COMMERCIAL QUALITY) OTHER FISH LIVER OIL & THEIR FRAC FISH BODY OIL (E.G. SARDINE OIL) FISH LIPID OIL W00L ALC0H0L (INCL LAN0LIN ALC0H0L) WOOL GREASE CRUDE THERS SOYA BEAN CRUDE OIL W/N DEGUMMED 1, , SOYA BEAN OIL OF EDIBLE GRADE SOYA BEAN OIL OTHER THAN EDIBLE GRADE DEODORIZED (SALAD OIL) OTHER GROUND NUT OIL OLIVE OIL VIRGIN OLIVE OIL & ITS FRACTNS (EXCLDNG VRGN)OF EDIBLE GRDE OTHER OLIVE OIL & ITS FRACTNS (EXCLD VRGN) OTHER OIL (EXCLD CRUDE OIL) OF EDBLE GRADENOT CHMCLY MODFD FR OLIVES OTHER OIL OTHER THAN EDBLE GRADE(EXCLDG CRUDE OIL) FROM OLIVES CRUDE PALM OIL & ITS FRACTNS 5, , REFINED BLEACHED DEODRSED PALM OIL REFINED BLCHD DEODRSED PALMOLEIN 1, , OTHER REFINED PALM OIL SUNFLOWER SEED OIL CRUDE 1, , SAFFLOWER SEED OIL(KARDI SEED CRUDE OIL) SUNFLOWER OIL EDIBLE GRADE

107 SUNFLWR OIL NON EDIBLE GRADE (EXCL CRUDE OIL) OTHERSUNFLWR &SAFFLWR OIL EXCLD EDIBLE/ NON-EDBLE GRADE COTN SD OIL CRUD W/N GOSYPL HAS BEEN REMVD OTHER COTTON SEED OIL OF EDIBLE GRADE OTHR COTTON SEED OIL EXCLD EDBLE GRADE COCONUT (COPRA) REFINED OIL & FRACTIONS CRUDE PALM KERNEL OIL REFND PALM KERNEL OIL & ITS FRACTNS OTHER REFND PALM KNL/BABASU OILS , CRUDE RAPE OIL OTHER CRUDE LOW ERUC ACID RAPE COLZA OIL REFND COLZA OIL OF EDBLE GRDE REFND RAPESEEDOIL OF EDBLE GRDE OTHR LOW ERUC ACID RAPE COLZA OIL OTHER THN CRUDE CRUDE MUSTARD OIL , CRUDE RAPE SEED OIL REFND MUSTARD OIL EDBLE GRDE REFND RAPESEED OIL EDBLE GRADE OTHER RAPE COLZA MSTRD OILS EXCL CRUDE NES CRUDE LINSEED OIL & ITS FRACTIONS OTHR LINSEED OIL OF EDBLE GRADE OTHER LINSEED OIL OTHER THAN EDBLE GRADE OTHER MAIZE (CORN) OIL OF EDBLE GRADE OTHR MAIZE (CORN) OIL OTHR THN EDBLE GRADE , CASTOR OIL & ITS FRCTNS OF EDBLE GRADE CASTOR OIL&ITS FRCTNS OTHR THN EDBLE GRADE CRUDE SESAME OIL & ITS FRACTIONS SESAME OIL& ITS FRACTIONS OTHER THN

108 CRUDEOF EDBLE GRADE SESAME OIL & ITS FRCTNS OTHER THAN CRUDE EXCLDNG EDBLE GRADE FXD VEG OILS VIZ. NEEM SD, KARNJ, SLK CTN,KHAKON,WAT MELN,KSUM,RUBRSD,DHUP,UNDI MRTI,PISA,NAHAR FXD VEG OILS VIZ. CARDMDM,CHLLIES/CAPSCUM,TURMRC,AJW N,SD,NGRSD,GARLIC FXD VEG OILS OF EDBLE GRADE VIZ. MNGO KRNLMAHUA,RCE BRN OIL , OTHR FXD VEG OILS OF EDBLE GRADE OTHER FXD VEG FATS & OIL & THEIR FRACTIONS COTTON SEED OIL OF EDBLE GRDE COTTON SEED OIL OTHR THN EDBLE GRADE HYDROGNTD CASTOR OIL (OPL WAX) OF EDBLE GRADE OTHR HYDROGNTD CASTOR OIL(OPL WAX) OTHR VEG FATS & OILS & THR FRCTNS OF EDBLEGRADE OTHR VEG FATS & OILS & THEIR FRACTIONS MARGRNE OF VEG ORG OF EDBLE GRADE OTHR MARGRNE OF VEG ORIGIN PEANUT BUTTER OTHER EDBLE MIXTR OR PREPRSNS OF ANMAL OR VEG FATS OR OILS LINSEED OIL OF EDIBLE GRADE LINSEED OIL OTHR THN EDIBLE GRADE CASTOR OIL DEHYDRTD OTHR THN EDIBLE GRADE OTHR VEGTBL OIL & ITS FATS OF EDBLE GRADE OTHR VEG OIL & ITS FATS EXCLDEDBLE GRADE OTHER ANML OR VEG FATS & OILS & THEIR FRACTIONS GLYCEROL, CRUDE; GLYCEROL WATERS & LYES , OTHER CARNAUBA WAXES OTHR VEGETABLE WAXES

109 BEES WAX W/N COLOURED SHELLAC WAX W/N COLOURED OTHR INSECT WAXES W/N COLOURED OTHER RESEDUES FRM THE TRTMNT OF FATTY SUBSTNCS OR ANML OR VEG WAXES 15 ANIMAL OR VEGETABLE FATS AND OILS AND THEIR CLEAVAGE PRODUCTS; PRE. EDIBLE FATS; ANIMAL OR VEGETABLE WAXEX. India's Total Import , , , , Commodity: 1511 PALM OIL AND ITS FRACTIONS, WHETHER OR NOT REFINED, BUT NOT CHEMICALLY MODIFIED HSCode Commodity %Share %Share %Growth CRUDE PALM OIL & ITS FRACTNS REFINED BLEACHED DEODRSED PALM OIL REFINED BLCHD DEODRSED PALMOLEIN 5, , , , OTHER REFINED PALM OIL PALM OIL AND ITS FRACTIONS, WHETHER OR NOT REFINED, BUT NOT CHEMICALLY MODIFIED 7, , India's Total Import 489, , Import from different Country 1511 PALM OIL AND ITS FRACTIONS, WHETHER OR NOT REFINED, BUT NOT CHEMICALLY MODIFIED S. No. Country Values in US$ Million Quantity in thousands %Growth 1 INDONESIA 5, , MALAYSIA 1, , THAILAND U S A SINGAPORE

110 6 BULGARIA CAMBODIA KOREA RP U K GERMANY BANGLADESH PR 12 BELGIUM CHINA P RP DENMARK IRELAND ISRAEL PANAMA REPUBLIC 18 POLAND PORTUGAL SWEDEN U ARAB EMTS NIGERIA SWITZERLAND 0 Total 7, ,

111 Annexure 3 The Vegetable Oil Products (Regulation) Order 1998 Ministry of Consumer Affairs, Food and Public Distribution (Department of Food and Public Distribution) New Delhi, the 16th December 1998 Notification As Amended upto 30th Sept G. S. R. 741 (E) :- In exercise of powers conferred by of the Essential Commodities Act, 1955 (10 of 1955), and in suppression of the Vegetable Oil Products (Control) Order, 1947 and the Vegetable Oil Products (Standards of Quality) Order, 1975, except in respect of things done or omitted to be done before such suppression the Central Government hereby makes the following Order, further to amend the Veg. Oil Products (Regulation) order 1998, namely : 1. Short Title, Extent and Commencement- (1) This Order may be called the Vegetable Oil Products (Regulation) Order, (2) It extends to the whole of India. (3) It shall come into force on the date of its publication in the Official Gazette. 2. Definitions :- In this Order, unless the context otherwise requires; (a) Act means the Essential Commodities Act, 1955 (10 of 1955); (b) bakery shortening means Vanaspati meant for use as a shortening or leaving agent in the manufacture of bakery products, that is, for promoting the development of the desired cellular structure in the bakery product with an accompanying increase in its tenderness and volume; (c) blended edible vegetable oil means an ad-mixture of two or more edible vegetable oils; (d) Commissioner means the officer appointed as the Vegetable Oil Products Commissioner by the Central Government and includes any other officer authorised by him to exercise any or all of the powers of the Vegetable Oil Products Commissioner under this 105

112 Order; (e) hydrogenation means the process of addition of hydrogen to an edible vegetable oil using a catalyst to produce a fat with semi-solid consistency; (f) inter-esterification means the process by which one or more edible oils are treated, through the use of a catalyst, so as to bring a re-arrangement of the fatty acid positions within the glyceride moieties, thereby changing the physical properties like melting point, viscosity, specific gravity; (g) label means a display of printed, perforated, stenciled, embossed or stamped matter on the container of any vegetable oil product. (ga) mixed fat spread and vegetable fat spread means emulsion of edible oils and fats excluding animal body fats, with water as under: (gb) mixed fat spread means a mixture of milk fat with any one or more of hydrogenated, unhydrogenate refined vegetable oils or interesterified fat. Vegetable fat spread means a mixture of any two or more of hydrogenated, unhydrogenated refined vegetable oils or interesterified fat. (h) margarine means an emulsion of edible oils and fats with water; (i) producer means a person engaged in the business of manufacturing any vegetable oil product; (ia) refined vegetable oil means any vegetable oil which is obtained by expression of vegetable oil bearing materials deacidified with alkali and/or by physical refining and / or by miscella refining using permitted food grade solvents followed by bleaching with adsorbent earth and / or activated carbon and deodorised with steam without using any chemical agents. (j) refining means a process by which any vegetable oil is deacidified, bleached and deodorised; (k) registration certificate means the registration granted to a producer under clause 3 of this Order, (l) sample means a sample taken under sub-clause (2) of clause 8 of this Order; 106

113 (m) Schedule means a Schedule appended to this Order ; (n) vanaspati means hydrogenated vegetable edible oil meant for human consumption ; (o) vegetable oil product means any product obtained for edible purpose by subjecting one or more edible oils to any or a combination of any of the process or operations namely, refining, blending, hydrogenation or interesterification and winterisation (process by which edible fats and oils are fractionated through cooling), and includes any other process which may be notified by the Central Government in the Official Gazette. 2A) Prohibition as to Sale, etc. No person shall sell or expose for sale, or distribute, or offer for sale, or despatch, or deliver to any person for the purpose of sale any vanaspati, bakery shortening, margarine, blended edible vegetable oils, mixed fat spread, vegetable fat spread and refined vegetable oils which is not packed in a container marked and labelled in the manner as specified in Schedule IX. 3. Registration :- (1) On and from the date of commencement of this Order, no producer shall carry on business of a producer unless such producer has made an application to the Commissioner as specified in the schedule I, and has obtained a registration certificate as specified in the Schedule - II; Provided that all registrations made under the Vegetable Oil Products (Control) Order 1947, shall be deemed to be registered under this Order. Provided further these registrations shall comply with the provisions of this Order ; (2) No producer shall be eligible for registration under this Order unless he has his own laboratory facilities for analytically testing of samples. (3) After making necessary enquiries, the Commissioner shall, as he seems fit, issue the registration certificate as specified in Schedule II to the applicant, or reject the application, for reasons to be recorded in writing. 4. Cancellation of Registration :- The Commissioner, may, after giving the producer an opportunity of being heard, cancel any registration granted to him under this Order for any contravention of the provisions of this Order : 5. Appeal any person who is aggrieved by the order of cancellation under clause 4 may 107

114 make an appeal to the Central Government against such order within a period of thirty days of the receipt of such order and the decision of the Central Government shall be final. 6. Power to Regulate Production of Vegetable Oil Products (1) No producer shall manufacture stock for sale, sell or offer for sale, any vegetable oil product unless it conforms to the standard of quality and other requirements for vegetable oil products as specified [in Schedule - III for Vanaspati, in Schedule - IV for Bakery shortening, in Schedule - V for Margarine, in Schedule - VI for Blended edible vegetable oil, Schedule - VII for mixed fat spread and vegetable fat spread, and Schedule - VIII for refined vegetable oils] respectively. Provided that the Commissioner with the previous approval of the Central Government may, by order, in public interest, for reasons to be recorded in writing, in specific circumstances and for a specified period, relax any or all of the requirements specified in this order for such manufacture, stocking or sale of any variety of vegetable oil products. (2) The Commissioner may, having regard to the availability of vegetable oils and all other relevant factors, prescribe the maximum or minimum limit of usage of any vegetable oilspecified in the Schedule - III in the manufacture of any or all the Veg. Oil products which may be subjected to the conditions as may be specified by the Commissioner from time to time. 7. Power to Prescribe Monthly Returns :- Every producer shall furnish by the seventh day of the following month to the Commissioner a return in respect of each vegetable oil product manufactured, sold or imported or exported during that month in a form as may be specified by the Commissioner from time to time. 8. Power to Carry Out Inspection, Entry and Sampling:- (1) The Commissioner may enter and inspect any premises, vehicles or vessels and seize the stocks of vegetable oil products, in respect of which he has reason to believe that a contravention of any of the provisions of this Order has been or is being or is about to be committed. 108

115 (2) The Commissioner may take samples of vegetable oil products for examination as per procedure which may be specified by the Central Government from time to time, in this behalf. (3) The Commissioner may inspect, or cause to be inspected any record relating to the production, supply, distribution, import and export of vegetable oil products including the purchase of raw materials used in their production and every producer shall be bound to furnish all such information to the Commissioner. 9. Delegation of Powers :- The Central Government may, by Notification in the Official Gazzette, direct that any or all of the powers conferred, on the Commissioner by this Order shall, subject to such conditions, if any, as may be specified in the direction, be excisable also by- (1) any official or authority of the Central Government ; and (2) a State Government or any officer or authority of a State Government. Schedule I {See Clause 3 (1)} Application for Registration Under the Vegetable Oil Products (Regulation) Order, To The Vegetable Oil Products Commissioner, Directorate of Vanaspati, Vegetable Oils and Fats, Sir, I / We..(Name and address of the applicant request that I / We may be registered under the Vegetable Oil Products (Regulation) Order, Name and Address (location) of the Unit 2. Proposed item of manufacture and annual installed capacity Sr. Vegetable Oil Date of Annual installed No. Product Installation capacity in of manufacturing unit - metric tonnes 3. Details of plant and machinery : 4. (i) Whether the Units is equipped with an Analytical laboratory to carry out the tests specified in the Schedules to this Order Yes/No (ii) If yes, the details thereof 109

116 I / We hereby certify that the above statement is true and correct to the best of my/our knowledge and belief. I/We hereby undertake to comply with all the provisions of the Vegetable Oil Products (Regulation) Order, Place : Date :. Signature of the applicant :. (Full particulars of the Applicant i.e. Name and Designation etc. In block letters) Schedule II {See clause 3(1) (3)} Ministry of Consumer Affairs and Public Dist. (Department of Food & Public Dist.) Directorate of Vanaspati, Veg. Oils and Fats Registration Certificate This is to certify that M/s... is hereby registered under Vegetable Oil Products (Regulation) Order, 1998 with this Directorate and is allotted the below mentioned Registration Number:- No. Date for the factory located at for manufacture of the following products :- Items Annual installed capacity (in Metric Tonnes) (i) (ii) (iii) (iv) (v) 110

117 (vi) Dated : (.) Vegetable Oil Products Commissioner Schedule III {See Clause 6 (1) and (2)} Vanaspati 1. Vanaspati shall be prepared from one or more of the following Vegetable oils : i. Coconut oil ii. Cottonseed oil iii. Dhupa Fat iv. Groundnut Oil v. Kokum Fat vi. Linseed Oil vii. Mahua Oil viii. Maize (Corn) Oil ix. Mango Kernel Fat x. Mustard / Rapeseed Oil xi. Nigerseed Oil xii. Palm Oil xiii. Phulwara Fat xiv. Ricebran Oil xv. Safflower (Kardiseed) Oil xvi. Salseed Oil (upto 10%) xvii. Sesame Oil xviii. Soyabean Oil xix. Sunflower Oil xx. Watermelon Seed Oil xxi. Vegetable oils imported for edible purpose Provided that imported crude palm oil and fractions thereof shall not be used by the producers other than those who are engaged in the manufacture of Vanaspati / any other hydrogenated vegetable oil product and are equipped in the same location with the facilities for generation of hydrogen gas and hydrogenation of the 111

118 said imported crude palm oil and fractions thereof with the gas so generated in the manufacture of Vanaspati / any other hydrogenated vegetable oil product for edible consumption.(2) The product shall contain raw or refined Sesame (Til) Oil in sufficient quantity to ensure that the product conforms to the requirement for Baudouin Test as given in A. 19 (x) of Appendix-B to the Prevention of food Adulteration Act & Rules, (3) The refined Vegetable oil specified (2) above shall conform to the standards of quality prescribed under Item A of Appendix-B to the Prevention of Food Adulteration Act & Rules, 1955 or Schedule- IV to the Solvent Extracted Products (Regulation) Order, (4) The product shall conform to the following requirements ;- (i) Moisture, percent by mass-not more than 0.25 (ii) Melting Point 310C to 410C (iii) Butyro Refractometer Not less than 40.0 reading at 600C (iv) Unsaponifiable Matter percent by mass :- (a) where the use of Rice bran-not more than 2.0 oil in vanaspati less than 30 per cent by mass (b) where the use of Rice Not more than 3.4 bran oil in Vanaspati is more than 30 per cent by mass (v) Free fatty acid (as oleic acid),-not more than 0.25 per cent by mass (vi) Baudouin Test Not lighter than 2.0 (in 1 cm cell on Red Units Lovibond scale) (vii) Synthetic Vitamin A Not less than 25.0 International Units per gram at the time of packing and shall test positive when tested with Antimony Trichloride (Carr- Price Reagent). (viii) Residual Nickel Not more than 1.5 ppm. Note : Methods of Testing shall be as Prescribed Under IS:548 (Part II). (5) The product shall also conform to the following: (i) no vegetable oil other than those specified under clause (1) or oil or fat of animal or mineral origin shall be used in the manufacture of the products or shall otherwise be present therein; (ii) it shall not contain any harmful colouring, flavouring or any other matter deleterious to health; (iii) no colour shall be added to hydorgenated vegetable oil unless so authorised by Government, but in no event any colour resembling the colour of ghee shall be added; (iv) if any flavour is used, it shall be 112

119 distinct from that of ghee, in accordance with a list of permissible flavours and such quantities as may be prescribedby Government; (v) the product on melting shall be clean and clear in appearance and shall be free from sediment, staleness and rancidity, and pleasant to taste and smell; (vi) no anti-oxidant, synergist, amulsifier or any other such substance be added to it except with the prior sanction of the Government; (vii) the products shall be manufactured in premises confirming to the sanitary requirements and standards as specified below: (a) The premises shall be clean, adequately lighted and ventilated, properly whitewashed or painted. There shall be proper and adequate arrangements for disinfecting and deodorising in such a premises and there should preferably be space around it on all sides. (b) The building shall be of permanent nature and shall be of brick masonary cement, concrete and any other material which would ensure cleanliness. The ceiling of roof of such building shall be of permanent nature. The floor of such building should be cemented, tiled or laid in stone to withstand the use of acid or alkali. Walls of such building shall be tiled or otherwise made impervious to water upto a height of at least 1.5 meteres from the floor level. (c) The establishment of such factory shall be so maintained as to permit hygienic production and all operation in connection with the manufacturing of vegetable oil products, be carried out carefully under strict sanitary conditions as laid down by the State Government. The premises of such factory shall not be used as residential premises; nor shall it have or be capable of having direct access to such premises. (d) There shall be an efficient system and provision for treatment of refuse and effluents befor disposal in such factory. Such facilities shall conform to the requirements laid down by the local water and drainage control authorities and the respective State Pollution Control Board. (e) No person suffering from infectious or contagious disease shall be allowed to work in the premises. Arrangements shall be made to get the staff medically examined once in six months to ensure that they are free from infectious, contagious and other diseases. The staff working in such factory shall be inoculated against the enteric group of disease and vaccinated against small pox. In case of epidemic, all workers shall be inoculated/ vaccinated. No employee who is suffering from a hand or face injury, skin infection or clinically recognisable infectious 113

120 disease shall be permitted to work in the factory. Schedule IV {See Clause 6 (1)} Bakery Shortening In addition to the requirements for Vanaspati prescribed in the Schedule III, bakery shortening, if aerated, shall confirm to the following requirements; (1) Only Nitrogen or any other inert gas shall be used in the manufacture of the product. (2) The quality of such gas in the product shall not exceed 12 percent by volume thereof. Schedule V {See Clause 6 (1)} Margarine 1. In modification / addition to requirements for Vanaspati, Margarine shall conform to the following requirements:- (i) Fat content (Vanaspati Not less than 80 or a mixture of Vanaspati and refined vegetable Oils), percent by mass. (ii) Moisture, percent Not less than 12 and by mass not more than 16 (iii) Synthetic Vitamin A Not less than 30.0 International Unit per gram at the time of packing 2. In addition to the requirements for Vanaspati, the separated fat of Margarine shall conform to the following modified requirements of quality :- (i) Melting Point 310C to 370C (ii) Baudouin test -Not lighter than (in 1 cm 2.5 Red Units cell on Lovibond scale) Note : Methods of Testing shall be as Prescribed Under IS:548 (Part II). Schedule VI {See Clause 6 (1)} Blended Edible Vegetable Oil Blended edible vegetable oil shall conform to the following requirements ;- 1. Moisture and Volatile matter, Not more than 0.2 percent by mass 114

121 2. Acid Value As prescribed under item A of Appendix B to the PFA Rules, Unsaponifiable matter, percent by mass :- (i) Blend with ricebran oil Not more than 3.0 (ii) Blend with other Not more than 1.5edible Vegetable oils 4. Flash point Not less than 2500C Schedule VII {See Clause 2A and 6(1)} Mixed Fat Spread and Vegetable Fat Spread Mixed Fat Spread and Vegetable Fat Spread shall conform to the following standards of quality and other requirements:- 1. The product shall contain not less than 40 percent by weight and not more than 80 percent by weight of fat. 2. Moisture content of the product shall be not more than 56 percent and not less than 16 percent by weight. 3. When the product contains a mixture of hydrogenated and / or unhydrogenated refined vegetable oils, only such refined vegetable oils, obtained by the process of refining from the vegetable oils specified in Schedule-VIII to this Order may be present in the mixture. 4. The refined vegetable oils specified under subclause (3) above shall conform to the standards of quality specified for the respective oils under Schedule-VIII appended to this Order or under Part- I of the Third Schedule to the Solvent Extracted Oils, Deoiled Meal and Edible Flour (Control) Order, No vegetable oil other than those specified under sub-clause (3) above or animal body fat or mineral oil or added wax shall be used in the manufacture of the product or shall otherwise be present therein. 6. The product may contain one or more emulsifying or stabilising agents specified in Rule 60 of the Prevention of Food Adulteration Rules, The product may contain edible common salt not exceeding 2 percent by weight aquous phase; milk solids not fat. Butylated Hydroxyanisole (BHA) or Tertiary Butyl Hydroquinone (TBHQ) as antioxidants not exceeding 0.02 percent of the separated fat of the product; permited class II preservatives namely Sorbic acid including Sodium Potassium and 115

122 Calcium salts (calculated as Soalaic acid or Benzoic acid) singlely or in combination not exceeding 1000 parts per million by weight; and sequestering agents. 8. The product may contain annatto and / or carotene as colouring matter. It may also contain diacetyl as flavouring agent upto a maximum limit of 4.0 parts per million. The product may contain starch not less than 100 parts per million and not more than 150 parts per million; provided further than the product shall only be sold in the sealed packages weighing not more than 500 grams. 9. The product shall be clean in appearance, free from rancidity and pleasant to taste and smell. 10. The premises in which the product is being handled/ manufactured shall conform to the sanitary requirements and standards as specified in the Schedule-IV to Edible Oil Packaging (Regulation) Order, The product shall also conform to the following standards of quality namely:- (i) Melting point of Not more than 370C extract fat (by capillary slip method) (ii) Unsaponifiable matter of extracted fat a) In the case of Not more than 1 percent Mixed Fat Spread by weight b) In the case of Veg. Not more than 1.5 percent Fat Spread by weight (iii) Free Fatty Acids (as Not more than 0.25 Oleic acid) of extrac- percent by weight ted fat. (iv) Baudouin Test Not less than 2.5 red units (v) Synthetic Vitamin A Not less than 25.0 international units per gram at the time of packing and show a positive test when tested by Antimony Trichloride (Carr-Price) reagent. Schedule VIII {See Clause 2A and 6(1)} 1. The refined vegetable oil shall be obtained from the following vegetable oils:- (i) Coconut oil (ii) Cottonseed oil (iii) Groundnut oil (iv) Nigerseed oil 116

123 (v) Safflower oil (vi) Seasame oil (vii) Soyabean oil (viii) Sunflower oil (ix) Mustard oil / Rapeseed oil (x) Lineseed oil (xi) Mahua oil (xii) Olive oil (xiii) Poppyseed oil (xiv) Taramira oil (xv) Maize (Corn) oil (xvi) Water Melon Seed Oil (xvii) Palm oil (xix) Palmolein (xx) Palm Kernel oil (xxi) Rice Bran oil (xxii) Salseed fat (xxiii) Mango Kernel fat (xxiv) Kokum fat (xxv) Dhupa fat (xxvi) Phulwara fat 2. The refined vegetable oil shall comply with the following requirements:- The oil shall be clear and free from rancidity, adulterants, sediments, suspended and other foreign matter, separated water, added colouring and flavouring substances and mineral oil. The oil shall also comply with the requirements specified against each in the following table :- 117

124 118

125 119

126 120

127 Annexure 4 THE EDIBLE OILS PACKAGING (REGULATION) ORDER 1998 [ Notification Dated 17th September 1998 by Government of India, Ministry of Food and Consumer Affairs (Department of Sugar and Edible Oils), New Delhi ] Republished in G.O.Ms.267, Co.op, Food and Consumer Protection Department, dated (As amended in G.O.Ms.No.146.Co.op,Food and Consumer Protection Department, dt ) G.S.R.584 (E) in exercise of the powers conferred by Section 3 of the Essential Commodities Act, 1955 ( 10 of 1955), the Central Government hereby makes the following Order, namely:- 1. Short title, extent and Commencement:- (1) This order may be called the Edible Oils Packaging (Regulation) Order,1998. (2) It shall come into force on the date of its publication in the official Gazette. 2. Definitions In this order, unless the context otherwise requiresa) Act means the Essential Commodities Act, 1955 (10 of 1955) b) Edible Oils means vegetable Oils and facts but does not include any margarine, vanaspati, bakery shortening and fat spread as specified in the Prevention of Food Adulteration Act, 1954 (37 of 1954) and rules made thereunder, for human consumption; c) Edible Oils Commissioner means the person appointed as Edible Oils Commissioner by the Central Government and includes any other person empowered by the Central Government to exercise any or all of the functions of the Edible Oils Commissioner under this Order. d) factory means any premises including the precincts thereof wherein, or in any part of which one or more of the edible oils is packed or stored for sale; e) Inspecting Officer means an Inspecting Officer appointed under Clause 8; f) label means any written, marked, stamped, printed or graphic matter affixed to or appearing upon, any container containing any edible oil; g) registered packer means a person who has obtained a certificate of registration under 121

128 sub-clause(4) of clause 4 for carrying on business of packing of any edible oil; h) registering authority means any officer of the State Government notified by that Government in the Official Gazette to exercise the powers and functions of a registering authority within the local areas as specified in the notification for the purpose of this Order; i) registration means registration granted to a packer under clause 4 of this Order; j) Sample means a sample of any edible oil taken under the provisions of this Order; k) Schedule means a Schedule appended to this Order; l) The words and expressions used herein and not defined but defined in the Prevention of Food Adulteration Act, 1954 (37 of 1954) and the rules made thereunder have the meanings respectively assigned to them in that Act and rules made thereunder. 3. Prohibition as to sale, etc. On and from the 15th day of December, 1998 no person shall sell or expose for sale, or distribute, or offer for sale, or despatch, or deliver to any person for the purpose of sale any edible oil (a) Which does not conform to the standards of quality as provided in the Prevention of Food Adulteration Act, 1954 (37 of 1954) and rules made there under; and (b) Which is not packed in a container, marked and labelled in the manner as specified in the Schedule I; Provided that the State Government may, in the public interest, for reasons to be recorded in writing, in specific circumstances and for a specific period by a notification in the Official Gazette, exempt any edible oil from the provisions of this Order. 4. Registration (1) No person shall carry on business as a packer except under a certificate of registration granted to him under this Order and in accordance with the terms and conditions specified in the Schedule III. (2) Every person who intends to carry on the business of a packer shall make an application to registering authority in the Form specified in the Schedule-II together with the fee to be paid to the State Government, in such manner as may be specified by the State Government. (3) No person shall be eligible for grant of certificate of registration under this order unless he has his own laboratory facilities and has appointed in that laboratory atleast one chemist having Bachelor of Science Degree with Chemistry as one of the subjects or has made any other arrangement of a common laboratory for such purpose to the satisfaction of the registering authority for testing of samples of edible oils. 122

129 (4) After making necessary enquiries, the registering authority may, as he deems fit, issue certificate of registration containing terms and conditions to the applicant as specified in Schedule III or reject the application for reasons to be recorded in writing, within ninety days from the date of receipt of application. Provided that where the registering authority issues certificate of registration under this subclause, it shall forward a copy of the certificate of registration to the Edible oils Commissioner within fifteen days from the date of such registration. (5) Where a certificate of registration is not granted to a person under this clause, the fee paid by him shall be refunded to him in the manner as specified by the State Government. 5. Requirements to be complied with by the registered packer:- (1) No registered packer shall pack any edible oil except under and in accordance with the provisions of this Order. (2) Every registered packer shall pack edible oils in conformity with the sanitary and other requirements specified in the Schedule IV. (3) Every registered packer shall, in regard to packing, marking and labelling the containers of edible oils, comply with the requirements specified in the Schedule I. (4) Notwithstanding anything contained in sub-clauses (1) and (2), the Edible Oils Commissioner may by order published in the Official Gazette, specify any other conditions to be complied with by a registered packer, and it shall be the duty of every registered packer to comply with such conditions. 6. Period of validity of certificate of registration:- A certificate of registration, unless sooner suspended or cancelled, shall be valid for a period of three years from the date of registration. 7. Renewal of certificate of registration:- (1) Every registered packer shall make an application for renewal of the registration within the period of sixty days before the date of expiry of the certificate of registration to the registering authority in the form specified in the Schedule-II together with the fee specified by the State Government to be paid to the registering authority in the manner as may be specified by the State Government for such renewal. (2) On receipt of an application, under sub-clause (1), the registering authority may renew the certificate of registration for a further period of three years at a time. 123

130 (3) Notwithstanding anything contained in sub clauses (1) and (2) the certificate of registration issued or renewed under this Order shall be valid till a decision on the application for its renewal is taken by the registering authority. 8. Appointment of Inspecting Officers:- The Central Government or the State Government may, by notification in the Official Gazette, appoint such persons as it thinks fit, having the qualifications determined by the Government for this purpose to be Inspecting Officers for such local areas as may be assigned to them by the Central Government or the State Government, as the case may be; Provided that no person who has any financial interest in the packing of edible oils shall be appointed to be an Inspecting Officer under this Order. 9. Power to carry out inspection, entry and sampling:- (1) The Edible Oils Commissioner and Inspecting Officers of the Central Government as well as of the State Government may enter and inspect any premises or vehicle and seize stocks of edible oils, in respect of which he has reason to believe that a contravention of any of the provisions of this Order has been or is being or is likely to be committed. (2) The Edible Oils Commissioner or Inspecting Officer may enter and inspect any place where may edible oil is packed, stored and sold and take sample of such oil for examination in the manner as specified by the Central Government in the case of Edible Oils Commissioner and Inspecting Officer appointed by the Central Government or the State Government in the case of Inspecting Officer appointed by the State Government. 10. Laboratory for analysis:- (1) An Edible Oil sample, drawn by the Edible Oil Commissioner or an Inspecting Officer of the Central or State Government, authorised under this order, shall be analysed by a laboratory of the Central or State Government or a laboratory authorised for this purpose by the Edible Oils Commissioner. (2) The Laboratory shall make a report to the Edible Oils Commissioner or any officer or authority of the Central Government or State Government authorised in this behalf by that Government as the case may be, of the results of analysis of the sample sent to it for examination. 11. Power to prescribe monthly returns:- (1) Every registered packer shall furnish by the 7th of the each following month, to the State Government, a return in respect of edible oils packed and sold by him during a month in the 124

131 Proforma as specified in the Schedule V. (2) The State Government shall intimate to the Edible Oils Commissioner information relating to each edible oil packed and sold by the registered packers in the State at the end of the each following month in consolidated form. 12. Suspension of certificate of registration:- The registering authority may, after giving the registered packer an opportunity in writing to showcause and after giving him one month s notice, suspend a certificate of registration issued to him under this order for any breach of terms and conditions of the certificate of registration or for contravention of the provisions of this Order or for any failure to comply with any order, direction or requisition made under this Order. Provided that where the edible oil being found to contain harmful substance such as, argemone oil, mineral oil, or any other substance injurious to human health, the certificate of registration of the registered packer shall be suspended immediately by the registering authority without issuing a show-cause notice. 13. Appeal:- A registered packer aggrieved by any order passed by the registering authority under this Order may appeal against such order to the State Government within a period of thirty days from the date on which such order has been communicated to him and the State Government shall give opportunity of being heard to the registered packer and the registering authority before making any decision in such appeal. 14. Power to review:- A review petition may be filed to the Edible Oils Commissioner against the decision of the State Government under clause 13 by any party aggrieved by such decision within thirty days from the date of such decision and the Edible Oils Commissioner shall decide the review petition after giving the parties in such petition the opportunity of being heard. 15. Power to issue directions:- The Edible Oils Commissioner may, if he deems fit for the purpose of giving effect to the provisions of this order, issue such directions which are not inconsistent with the provisions of this Order. 125

132 SCHEDULE I ( See Clause 5(3) ) REQUIREMENT TO BE COMPLIED WITH IN REGARD TO PACKING, MARKING AND LABELLING OF THE CONTAINER CONTAINING ANY EDIBLE OIL.. 1. Every container in which an edible oil is packed shall bear the following particulars in English or Hindi (Devnagiri Script). (a) The name, trade name ( if any) ; (b) Name and address of the packer; (c) The name/description of the contents; (d) The net mass/volume of the contents; (e) The batch No. month and year of manufacture ; and (f) Registration No. Provided that nothing contained in this para shall prevent the use of any other language in addition to the language required under this para. 2. The Registration No. shall bear three parts. The first part will be EOP. The second part shall be the name of the concerned State Government. The third part shall be numerical no. given by State Government to the packer. Illustration: For the State of Uttar Pradesh, it shall be, for example, EOP/UP/ The type size of the matter and numerical shall be as specified under the provisions of the Standards of Weights and Measures (Package Commodities) Rules, The label shall not contain any statement or claim, which is false or misleading in respect of any edible oil contained in the package or concerning the quantity or quality or the nutritional value of the such edible oil. 5. Edible Oil shall be packed in conformity with the provisions of the Standards of Weights and Measures (Packaged Commodities) Rules, 1977 and the Prevention of Food Adulteration Act 1954 ( 37 of 1954) and rules made thereunder. SCHEDULE II (See Clauses 4(2) and 7 (1) ) 126

133 Form Application for grant/renewal of Certificate of Registration under the Edible Oils Packaging (Regulation Order 1998 for the period commencing from to.) 1. Name and address of the applicant or registered packer : 2. Address of the factory (i) No (In case there is no premises No., the boundaries of site shall be noted). (ii) Municipality / Notified Area / Town Area / Railway Area / Village of. (iii) District of.. (iv) State of. 3. No and dated.. (no of certificate of registration, if any already granted under this Order). 4. Description * of the edible oils and fats (i) (ii) (iii) *Insert the name and nature of the edible oils and fats for which application is made for grant of renewal of certificate of registration. 5. Period for which certificate of registration is required. 6. Details of the equipments installed for packing of edible oils and fats (i) (ii) (iii) 7. Details of laboratory testing facilities installed or arrangements made for testing of edible oils and fats as required under sub-clasue (3) of clause 4 of this order:- (i) (ii) (iii) 8. I/we hereby undertake to comply with all the provisions of the Edible Oils Packaging (Regulation) Order, I/we have forwarded requisite fee in respect of grant/renewal of certificate of registration to the registering authority in the manner as specified by the State Government. Dated: (Signature of the applicant/registered packer) 127

134 Note: Please strike out which is not applicable. SCHEDULE III (SEE CALUSE 4(4)) CERTIFICATE OF REGISTRATION (Under the Edible Oils Packaging (Regulation) Order, 1998 ) An application dated for grant/renewal of certificate of registration under the said Order having been received from (Name).. son of. resident of district of. in the State of. subject to the provisions of the said Order and to the terms and conditions specified below, Shri/M/s. (Name and address of the packer) hereby granted / renewed certificate of registration No.EOP/ (Name of the State)/. (Numerical No.allotted by the State Government) to carry on the sale of packed edible oils and fats namely ( Insert the name and nature of edible oils and fats for which certificate of registration has been granted ), as a registered packer in the premises. Signature of the registering authority Dated: TERMS AND CONDITIONS OF CERTIFICATE OF REGISTRATION 1. The business premises where the edible oils are stored/packed for sale, shall be maintained in proper hygienic conditions. 2. No registered packer shall employ any person who is suffering from infections/contagious disease which is likely to affect packing in hygienic conditions. 3. Every registered packer shall maintain a register showing the quantity received, packed for sale, and sold, in the form as specified by the State Government and this register shall be produced by the registered packer to the Inspecting Officer on demand for inspection. 4. The registered packer shall pack and sell edible oils, which shall be free from any adulterant and labelled in accordance with the said Order. 5. No article, which is not intended for human consumption shall be stored or sold in the same premises where such edible oils are stored or packed. 128

135 6. The Registration No.shall be displayed prominently at the entrance of the business premises. 7. This certificate of registration shall be valid with effect from.. to.unless previously cancelled or suspended under the provisions of this Order. 8. These conditions of certificate of registration are in addition to the other conditions which may be specified under the provisions of this Order. SCHEDULE IV ( SEE CALUSE 5 (2)) SANITARY AND OTHER REQUIREMENTS TO BE COMPLIED WITH BY A REGISTERED PACKER. The factory of the registered packer shall, in the opinion of the registering authority, be fit for packing edible oils for which the certificate of registration is granted to him. The minimum sanitary requirements are given below: (i) The premises of the factory of the registered packer shall be clean, adequately lighted and ventilated, properly white washed or painted. There shall be proper and adequate arrangements for disinfecting and deodorising in such premises and there should preferably be space around it on all sides. (ii) The building of such each shall be of permanent nature and shall be of brick masonary cement, concrete, and any other material which would ensure cleanliness. The ceiling or roof of such building shall be of permanent nature. The floor of such building should be cemented, tiled or laid in stone to withstand the use of acid or alkali. Walls of such building shall be tiled or otherwise made impervious to water upto a height of atleast 1.5 meters from the floor level. (iii) The establishment of such factory shall be so maintained as to permit hygienic production and all operation in connection with the packing of edible oils, be carried out carefully under strict sanitary conditions as laid down by the State Government. The premises of such factory shall not be used as residential premises, nor shall it have or be capable of having direct access to such premises. (iv) There shall be an efficient system and provision for treatment of refuse and effluents before disposal in such factory. Such facilities shall confirm to the requirements laid down by 129

136 the local water and drainage control authorities and the respective State Pollution Control Board. (v) No person suffering from infectious or contagious disease shall be allowed to work in the premises of such factory. Arrangements shall be made by the registered packer to get the staff medically examined once in six months to ensure that they are free from infectious, contagious and other diseases. The staff working in such factory shall be inoculated against the enteric group of disease and vaccinated against small pox. In case of epidemic, all workers of such factory shall be inoculated / vaccinated. No employee of such factory who is suffering from a hand or face injury, skin infection or clinically recognizable infectious disease shall be permitted to work in the factory. SCHEDULE V (SEE CLAUSE 11 (1)) MONTHLY STATEMENT IN RESPECT OF EDIBLE OILS STORED / PACKED / SOLD UNDER THE PROVISION OF EDIBLE OILS PACKAGING ( REGULATION) ORDER, Name and address of the registered packer: 2. Certificate of Registration No: EOP (Name of the State)......(Numerical No.allotted by the State). 3. Details of edible oils stored / packed/sold. Month of transaction Quantity ( in quintal) of Edible Oil * Stored Packed Sold ** To whom sold (with complete address) Stock in hand (In quintal) * Edible Oil Commoditywise ** Packed quantity / volumewise. Dated (Signature of the Registered Packer) NOTIFICATION Notification issued under G.O.Ms.No.271, C,F & C.P., Department

137 I. Notification issued under Clause 2(4) of the Edible Oils & Packaging (Regulation) Order 1998 notifying the Registering authority. (a) In case of Chennai City and its Belt Area the Deputy Commissioner (CS) North and Deputy Commr. (CS) South within his respective jurisdiction. (b) In case of Other Districts, the Collector of the districts concerned II. Notification issued under Clause 4(2) and Clause 7 of the Edible and Packaging (Regulation) Order (a) Registration fee Rs.600/- (Rs. Six hundred only) (b) Renewal fee Rs.300/- (Rs. Three hundred only) III. Notification issued under clause 8 of the Edible Oil Packaging (Regulation) Order 1998 notifying the appointment of Inspecting Officer (a) All Officers of Civil Supplies and Consumer Protection Dept., not below the rank of Superintendent in Chennai City and Belt Area (b) All Officers of Revenue Department not below the rank of Deputy Tahsildar in the area other than Chennai City and Belt Area (c) All Officers of the quality control cell of the Civil Supplies and Consumer Protection Dept. not below the rank of Junior Technical Assistant (d) All Officers of Civil Supplies, CID wing of the Police Department not below the rank of Sub-Inspector of Police (e) Food Inspector authorised for this purpose under the provision of Food Adultration Act 1954 (Central Act 37 of 1954) and the rules made thereunder. (f) All Officers of the Labour Department not below the rank of Inspector 131

138 Annexure 5 132

139 133

140 Annexure 6 Phyto-sanitary requirements for import of oilseeds Plant species Category of plant material Country of Origin Additional declarations Special conditions of import Brassica spp (Mustard, Rape/canola, Cabbage, Cauliflower, Kohlrabi, Brussels sprouts, Broccoli, Knol Khol, Chinese Cabbage and other Cole crops) Carthamus tinctorius (Safflower) Seeds for consumption (ii) Grains (seeds) for consumption Any Country (i) Australia (ii) Mexico (iii) Argentina Nil Nil (i) (a) Weed free crop/ area certification or (b) Zero dockage certification in respect of quarantine weed seeds in the Phytosanitary Certificate or (c) Devitalization of seed by heat treatment at 120oC for 15 minutes or any other equivalent treatment approved by the Plant Protection Adviser to the Government of India (ii) Management of handling, transportation, milling, and processing of import consignment and manner of disposal of refuse as per the guidelines prescribed by the Plant Protection Advisor to the Government of India (i)(a) Weed free crop/area certification or (b)zero dockage certification in respect of quarantine weed seeds in the Phytosanitary Certificate or (c)devitalisation of seed by heat treatment at 120oC for 15 minutes or any other equivalent treatment approved by the Plant Protection Adviser to the 134

141 Government of India and Sesamum spp. (Sesamum) Grain (seeds) for consumption/ processing Grains (seeds) for consumption Russia (i) Somalia (ii) Sudan (iii) Senegal and (iv) African countries & Pakistan Free from Thlaspi arvense Nil (ii)management of handling, transportation, milling and processing of import consignment and manner of disposal of refuse as per the guidelines prescribed by the Plant Protection Adviser to the Government of India (i)fumigation with Methyl bromide at 16 g. per cubic metre for 24 hrs. at 21oC and above or equivalent or any other treatment approved by the Plant Protection Adviser to the Government of India and the treatment should be endorsed on Phytosanitary Certificate issued at the Country of Origin/re-export. (ii) Free from quarantine weed seeds and soil contamination 135

142 Glycine spp. (Soybean) Helianthus spp. (Sunflower) (i) Seeds for consumption/ processing Seeds for consumption or processing Any Any Country Free from Bruchids (Bruchidius spp.) Nil (i)(a)weed free crop/ area certification or (b)zero dockage certification in respect of quarantine weed seeds in the Phytosanitary Certificate or (c)devitalization of seed by heat treatment at 120oC for 15 minutes or any other equivalent treatment approved by the Plant Protection Adviser to the Government of India (ii)management of handling, transportation, milling, and processing of import consignment and manner of disposal of refuse as per the guidelines prescribed by the Plant Protection Advisor to the Government of India (i)(a) Weed free crop/ area certification or (b) Zero dockage certification in respect of quarantine weed seeds in the Phytosanitary Certificate or (c) Devitalization of seed by heat treatment at 120oC for 15 minutes or any other equivalent treatment approved by the Plant Protection Adviser to the Government of India (ii)management of handling, transportation, milling, and processing of import consignment and manner of disposal of refuse as per the 136

143 guidelines prescribed by the Plant Protection Advisor to the Government of India. 137

144 Annexure 7 138

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari minyak sawit (Crude Palm Oil) yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit. Salah satu produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gambar 1 Produksi dan ekspor CPO tahun 2011 (Malaysian Palm Oil Board (MPOB))

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gambar 1 Produksi dan ekspor CPO tahun 2011 (Malaysian Palm Oil Board (MPOB)) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isu perubahan iklim secara global (global climate change) telah mengakibatkan tumbuhnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator. 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia karena minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu pengadaannya selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) 2 nd Lecture of Fat and Oil Technology By Dr. Krishna P. Candra PS Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak Goreng adalah salah satu komoditi dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil sebagai bahan dasar

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional. Orang yang memiliki dana berlebih dan tidak menyukai resiko biasanya berinvestasi

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS MEDAN

GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS MEDAN GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS MEDAN A. Sejarah Dan Perkembangan PT. SOCI Mas 1. Sejarah Perusahaan Berdirinya perusahaan ini tidak terlepas dari besarnya peluang dalam mengembangkan industri turunan kelapa

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Teori Thomas Robert Malthus yang terkenal adalah tentang teori kependudukan dimana dikatakan bahwa penduduk cenderung meningkat secara deret

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

\TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan

\TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan 18 \TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Penggunaan minyak goreng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi

I. PENDAHULUAN. digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit adalah minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi minyak sawit dunia diperkirakan

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA SOLUSI Masa depan perdagangan internasional Indonesia tidak harus bergantung pada deforestasi. Sinar Mas Group adalah pemain terbesar dalam sektor-sektor pulp dan kelapa sawit, dan dapat memotori pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, posisi penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan serta sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam penelitian.

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci