Mulya Haryadi dan Sri Laksmi Anindita. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Mulya Haryadi dan Sri Laksmi Anindita. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Abstrak"

Transkripsi

1 Langkah Hukum Terhadap Pelaksanaan Putusan Deklarator Yang Tidak Dapat Dieksekusi (Studi Kasus Putusan No K/Pdt/2005, No. 59 K/Pdt/2011, No. 244 K/Pdt/2011) Mulya Haryadi dan Sri Laksmi Anindita Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Penulisan ini membahas langkah hukum terhadap pelaksanaan putusan deklarator yang tidak dapat dieksekusi. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan solusi perihal langkah hukum yang dapat dilakukan untuk melaksanakan putusan deklarator. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Putusan Mahkamah Agung RI No K/Pdt/2005, No. 59 K/Pdt/2011, dan No. 224 K/Pdt/2011 dibahas sebagai analisis skripsi. Berdasarkan hasil analisis, bahwa pada perkara kontentiosa dapat ditemukan amar bersifat deklarator dan kondemnator. Putusan yang dapat dieksekusi hanya putusan yang bersifat kondemnator. Apabila terdapat suatu putusan yang hanya mencantumkan amar putusan deklarator dan telah berkekuatan hukum tetap, maka langkah hukum yang dapat diajukan adalah dengan mengajukan gugatan baru. Gugatan baru tersebut menuntut agar dicantumkannya amar kondemnator, sehingga pihak tereksekusi dapat dipaksa melaksanakan putusan deklarator. Dalam gugatan baru tersebut, penggugat juga dapat menuntut uitvoerbaar bij voorraad atau putusan serta merta karena telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya Legal Action Against The Execution of Declaratoir Decision That Can t Be Executed (Case Studies of Decision No K/Pdt/2005, No. 59 K/Pdt/2011, No. 244 K/Pdt/2011) Abstract This thesis discusses the legal action against the execution of declaratoir decision that can not be executed. The purpose of this paper is to provide solutions regarding legal steps can be taken to implement the execution of declaratoir decision. The research method of this thesis is normative research. Supreme Court Decision No K/Pdt/2005, No. 59 K/Pdt/2011, and No. 224 K/Pdt/2011 are discussed as an analytical thesis. Based on the analysis that, including the contentiosa case, we may be found the declaratoir decision or condemnatoir decision. Decisions can be executed if they are in the form of condemnatoir decision. If there is a decision that only lists the declaratoir decision, and it was final and binding, so the legal action that can be filed is to file a new lawsuit. The new lawsuit demands to include condemnatoir decision, so the party can be forced to execute deklaratoir decision. In the new lawsuit, the plaintiff may also sue uitvoerbaar bij voorraad or decision necessarily because there has been a previous decision which was final and binding. Key words: Court decisions, executions, declaratoir decisions, condemnatoir decision, uitvoerbaar bij voorraad, a lawsuit. 1

2 Pendahuluan Putusan pengadilan yang dapat dieksekusi atau dilaksanakan adalah putusan-putusan yang amar atau diktumnya mengandung suatu penghukuman saja, atau biasa disebut putusan condemnatoir (kondemnator). Putusan-putusan declaratoir (deklarator) atau constitutief (konstitutif) tidak dapat dieksekusi, karena begitu putusan-putusan yang demikian diucapkan, maka keadaan yang dinyatakan sah oleh putusan deklarator mulai berlaku pada saat itu juga, atau dalam halnya putusan konstitutif, keadaan baru sudah tercipta pada detik itu pula. 1 Suatu putusan dapat mencederai hak dari pihak yang memenangkan sengketa sekaligus menginginkan eksekusi apabila di dalam amar putusannya tidak terkandung suatu penghukuman (kondemnator). Pada perkara kontentiosa, terdapat kondisi di mana penggugat dalam petitumnya memohon kepada pengadilan agar menghukum tergugat melaksanakan sesuatu, dan gugatan itu dikabulkan di dalam amar putusan. Namun, amar putusan yang dikabulkan tersebut sebatas pernyataan saja, tidak ada unsur penghukumannya. Seperti yang ada pada kasus hutang piutang antara Oslan Hani Purwanegara melawan Agus Bunadi Margono dalam Putusan No. 09/Pdt.G/1990/PN.BB jo Putusan No. 447/Pdt/1990/PT.Bdg jo Putusan No K/Pdt/1991, yakni menyatakan tergugat membayar hutangnya kepada penggugat sejumlah Rp ,- ditambah bunganya sebesar 2% dari hutang tersebut untuk setiap bulannya terhitung sejak gugatan didaftarkan, dan menyatakan sita jaminan yang diletakan Juru Sita Pengganti Pengadilan Negeri Klas I Bandung adalah sah dan berharga. Keadaan seperti ini membuat pihak penggugat yang memenangkan perkara tidak dapat memaksa pihak tergugat untuk melaksanakan putusan tersebut, sehingga tidak melindungi hak pihak penggugat yang jelas-jelas memenangkan perkara. Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah hukum untuk menjamin pelaksanaan putusan deklarator, dan peneliti melalui penulisan ini ingin memaparkan suatu langkah hukum agar putusan yang bersifat deklarator dapat dieksekusi, sebagaimana yang digunakan pula oleh penggugat dalam Putusan No K/Pdt/2005 jo No. 320/Pdt/2003/PT.Bdg jo No. 122/Pdt.G/2002/PN.BB, Putusan No. 59 K/Pdt/2011 jo No. 280/Pdt/2010/PT.Mks jo No. 07/Pdt.G/2009/PN.Sengkang; dan Putusan No. 244 k/pdt/2011 jo 94/Pdt/2010/PT.Dps jo No. 432/Pdt.G/2009/PN.Dps. Berdasarkan uraian mengenai latar belakang sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bahwa langkah hukum apakah yang dapat dilakukan agar putusan noneksekutabel (yang bersifat deklarator) tetap dapat dieksekusi, serta 1 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Penerbit Bina Cipta, 1977), hlm

3 bagaimana langkah hukum yang dilakukan terhadap pelaksanaan putusan deklarator yang tidak dapat dieksekusi (studi kasus Putusan Nomor 1283 K/Pdt/2005, 59 K/Pdt/2011, dan 244 K/Pdt/2011). Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji suatu putusan yang bersifat deklarator sebagai alasan bahwa putusan tersebut tidak dapat dieksekusi, serta memberikan solusi untuk masyarakat Indonesia mengenai langkah hukum yang dapat dilakukan untuk melaksanakan putusan deklarator tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu, penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif, baik tertulis maupun tidak tertulis 2. Penulisan ini difokuskan terhadap pemaparan kaedah-kaedah hukum suatu putusan hakim dan pelaksanaan atas putusan hakim. Dari kaedah hukum itu ditemukan suatu putusan hakim yang bersifat deklarator di mana secara prinsip putusan demikian tidak dapat dieksekusi, oleh karena itu menimbulkan permasalahan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh para pihak yang menginginkan eksekusi atas putusan deklarator tersebut. Pembahasan Jika kita bertitik tolak pada ketentuan-ketentuan terkait putusan hakim seperti Pasal 184 ayat (1) HIR 3, Pasal 195 ayat (1) RBg 4, dan Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 5, maka tidak ditemukan mengenai pengertian/batasan terhadap putusan hakim, sebab ketentuan-ketentuan tersebut pada asasnya hanya menentukan hal-hal 2 Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm Pasal 184 ayat (1) HIR menyatakan bahwa keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas dan gugatan dan jawaban, serta dasar alasan- alasan keputusan itu;.... Hindia Belanda (1), Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui [Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatblad 1941 No. 44], diterjemahkan oleh M. Karjadi, (Bogor: Politeia, 1992), Pasal 184 ayat (1). 4 Pasal 195 ayat (1) RBg menyatakan bahwa keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar- dasar keputusan itu,..., Hindia Belanda (2), Reglemen Hukum Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura [Rechtsreglement voor de Buitengewesten, Staatblad 1927 No. 227], diunduh dari pada tanggal 4 Juni 2014, Pasal 195 ayat (1) 5 Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang- undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Indonesia (1), Undang- Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No. 157 Tahun 2009, TLN No. 5076, Pasal 50 ayat (1). 3

4 yang harus ada dan dimuat oleh putusan hakim. 6 Para sarjana memberikan pengertian terkait putusan hakim, yang pada intinya bahwa pada hakekatnya putusan hakim merupakan suatu pernyataan hakim dalam bentuk tertulis sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk membuat putusan dan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum, serta telah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata sehingga sah dan mempunyai kekuatan hukum, dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara. Pembahasan berikutnya akan diawali dengan uraian mengenai asas-asas yang semestinya ditegakkan dalam setiap putusan. Asas-asas ini dijelaskan dalam Pasal 178 HIR 7, Pasal 189 RBg 8, dan beberapa pasal yang terdapat dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 9. Asas-asas tersebut antara lain suatu putusan harus memuat dasar alasan yang jelas dan rinci, wajib mengadili seluruh bagian gugatan, tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan, dan diucapkan di muka umum. Putusan hakim pada hakekatnya memiliki penggolongan tertentu, salah satunya jika ditinjau dari sifatnya. Putusan ditinjau dari sifatnya terdiri dari putusan deklarator, konstitutif, dan kondemnator. Putusan deklarator adalah putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Misalnya, perjanjian antara penggugat dan tergugat dinyatakan sah menurut hukum, dan dinyatakan tergugat berhutang kepada penggugat dalam jumlah tertentu. 10 Putusan konstitutif adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang amarnya menciptakan suatu keadaan hukum yang baru 11, baik yang bersifat meniadakan suatu 6 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, (Malang: PT Citra Aditya Bakti, 2009), hlm Pasal 178 HIR menyatakan bahwa (1) Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarat wajib mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah fihak. (2) Hakim wajib mengadili atas segala bahagian gugatan. (3) Ia tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan dari pada yang digugat. Hindia Belanda (1), Op.Cit., Pasal 178 HIR. 8 Pasal 189 RBg menyatakan bahwa (1) Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatan hakim harus menambah dasar- dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (2) Ia wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya. (3) Ia dilarang memberi keputusan tentang hal- hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon. Hindia Belanda (2), Op.Cit., Pasal 189 RBg. 9 Contoh Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang- undang menentukan lain, dan Pasal 50 ayat (1) Indonesia (1), Op.Cit. Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1). 10 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1988), hlm Ibid. 4

5 keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru 12. Misalnya putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan keadaan hukum yakni tidak ada lagi ikatan hukum antara suami dan istri sehingga putusan ini meniadakan hubungan perkawinan yang ada, dan bersamaan dengan itu timbul keadaan hukum yang baru kepada suami dan istri, yaitu sebagai duda dan janda. Putusan kondemnator adalah putusan yang bersifat menghukum. Dalam perkara perdata, hukuman artinya kewajiban untuk memenuhi prestasi yang dibebankan oleh hakim, sedangkan menghukum artinya membebani kewajiban untuk berprestasi terhadap lawannya. Prestasi itu dapat berwujud memberi (geven, give), berbuat sesuatu (doen, do), atau tidak berbuat sesuatu (niet doen, do). Dalam putusan kondemnator ada pengakuan atau pembenaran hak penggugat atas sesuatu prestasi yang dituntutnya, atau sebaliknya tidak ada pengakuan atau tidak ada pembenaran atas suatu prestasi yang dituntutnya. Hak atas suatu prestasi yang telah ditetapkan oleh hakim dalam putusan kondemnator dapat dilaksanakan dengan jalan paksaan (forcelijk executie). 13 Eksekusi berasal dari kata executie, artinya melaksanakan putusan hakim (ten uitvoer legging van vonnissen 14 ). Pelaksanaan tersebut dilakukan secara paksa kepada pihak tereksekusi dengan bantuan Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan perundangundangan 15, karena pihak tereksekusi tidak bersedia melakukannya secara sukarela. 16 Putusan yang dapat dimintakan eksekusi oleh pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, 17 dan putusan yang 12 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), hlm. 14 Istilah ten uitvoer legging von vonnissen memiliki makna bahwa pengertian eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan. Menurut Prof. R. Subekti, S.H., perkataan eksekusi atau pelaksanaan sudah mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau menaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum. Dikutip dari Edward Kennetze, Penundaan Eksekusi Dengan Alasan Adanya Perkara Lain yang Saling Berkaitan dan Putusan Perkara Tersebut Belum Berkekuatan Hukum Tetap, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2009), hlm Peraturan perundang- undangan tersebut adalah Pasal 195 ayat (1) HIR, yang menyatakan bahwa hal menjalankan keputusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, adalah atas perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal- pasal berikut ini hlm Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2004), 17 Ibid., hlm

6 telah berkekuatan hukum tetap tersebut hanya dapat dieksekusi apabila bersifat kondemnator. 18 Hal ini disebabkan putusan kondemnator memiliki sifat menghukum 19. Berbeda dengan sifat putusan lainnya, yaitu putusan deklarator 20 dan konstitutif 21, yang mana pelaksanaannya tidak memerlukan sarana-sarana pemaksa, karena kedua jenis putusan ini tidak memuat hak atas suatu prestasi sehingga akibat hukum yang ditimbulkan tidak bergantung kepada bantuan atau kesediaan dari pihak yang dikalahkan. 22 Putusan yang berkekuatan hukum tetap antara lain berupa putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak dimintakan banding atau kasasi karena telah diterima oleh kedua belah pihak, putusan pengadilan tingkat banding yang tidak dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung, putusan pengadilan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung atau putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung, putusan verstek dari pengadilan tingkat pertama tanpa perlawanan, dan putusan perdamaian dari semua pihak yang berperkara. 23 Adapun putusan berkekuatan hukum tetap ini berdasarkan peraturan perundang-undangan terdapat pengecualian yang antara lain meliputi 24 : pelaksanaan putusan terlebih dahulu dengan alasan tertentu sesuai dengan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg, bahwa eksekusi dapat dijalankan terlebih dahulu oleh pengadilan walaupun putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap dengan alasan adanya surat yang sah, adanya putusan lain yang berkaitan dan sudah berkekuatan hukum tetap, dan terkait hak milik; pelaksanaan putusan provisi, yakni sebagai wujud pelaksanaan putusan hakim yang bersifat sementara, mendahului pokok perkara yang belum diputus oleh pengadilan; pelaksanaan akta perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 130 ayat (2) HIR atau Pasal 154 ayat (2) Rbg, yaitu Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, ed. Ke- 6, (Yogyakarta: Liberty, 2002), hlm. 19 Karena bersifat menghukum, M. Yahya Harahap berpendapat bahwa kekuatan hukum eksekutorial dengan sendirinya melekat pada putusan kondemnator. Harahap (1), Op.Cit., hlm Putusan deklarator hanya menerangkan atau menegaskan suatu keadaan hukum saja. Misalnya, bahwa A adalah anak angkat yang sah dari X dan Y, atau bahwa A, B dan C adalah ahli waris dari almarhum Z. 21 Putusan konstitutif merupakan putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum dan/atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru. Contohnya, adalah putusan perceraian, atau putusan yang menyatakan pailit. 22 Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm Moh. Taufik Makarao, Pokok- Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm Mulyadi, Op.Cit., hlm

7 penyelesaian perkara oleh para pihak dengan perdamaian yang dituangkan dalam bentuk akta perdamaian dan diucapkan di persidangan; dan eksekusi grosse akta 25, yakni menjalankan grose akta, baik hipotik maupun pengakuan hutang sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBg. Syarat selanjutnya agar putusan dapat dieksekusi adalah bahwa putusan tidak dijalankan secara sukarela. Eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah bersedia menaati dan memenuhi putusan secara sukarela, maka tindakan eksekusi harus disingkirkan. 26 Menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela maksudnya adalah pihak yang kalah memenuhi sendiri dengan sempurna isi putusan pengadilan, tanpa paksaan dari pihak manapun. 27 Serta eksekusi harus atas perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 195 ayat (1) HIR. 28 Kasus yang akan dibahas dalam penelitian ini bersumber dari 3 (tiga) putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu: 1. Putusan No K/Pdt/2005 jo No. 320/Pdt/2003/PT.Bdg jo No. 122/Pdt.G/2002/PN.BB; 2. Putusan No. 59 K/Pdt/2011 jo No. 280/Pdt/2010/PT.Mks jo No. 07/Pdt.G/2009/PN.Sengkang; dan 3. Putusan No. 244 k/pdt/2011 jo 94/Pdt/2010/PT.Dps jo No. 432/Pdt.G/2009/PN.Dps. Inti daripada ketiga kasus tersebut adalah penggugat dan tergugat pada perkara sebelumnya telah mendapatkan putusan hakim, namun putusan tersebut hanya memiliki amar deklarator tanpa ada suatu penghukuman. Penggugat yang memenangkan sengketa dan menginginkan 25 Yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur. Dikutip dari Pengadilan Negeri Sleman, Eksekusi, sleman.go.id/index.php/proses- beracara- prosedur- kerja- 215/21- perkara- perdata/61- eksekusi, diunduh 13 Juni Makarao, Op.Cit., hlm Whimbo Pitoyo, Strategi Jitu Memenangi Perkara Perdata di Pengadilan, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2012), hlm Pasal 195 ayat (1) HIR menyatakan bahwa menjalankan keputusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, adalah atas perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal- pasal berikut ini, Hindia Belanda, Op.Cit., Pasal 195 ayat (1) HIR. 7

8 eksekusi mengajukan gugatan baru sebagaimana tertera dalam putusan, dengan memintakan untuk mencantumkan amar kondemnator agar putusan tersebut dapat dilaksanakan. Dari kasus yang ada tersebut, penulis menganalisa bahwa Putusan yang dapat dieksekusi hanyalah putusan yang bersifat kondemnator, karena putusan tersebut mengandung unsur penghukuman, sehingga dapat digunakan sebagai pemaksa bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan tersebut. Selain putusan itu, seperti putusan bersifat deklarator atau menyatakan suatu hal, tidak bisa untuk dieksekusi. Putusan deklarator hanya menyatakan hukum tertentu yakni apa yang dituntut atau dimohon oleh penggugat atau pemohon ada atau tidak ada, tanpa mengakui adanya hak atas suatu prestasi tertentu. Putusan deklarator tidak memerlukan upaya pemaksa, karena sudah mempunyai akibat hukum tanpa bantuan pihak lawan. Menurut Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dr. H. Gusrizal, S.H., M.Hum., putusan deklarator setelah diucapkan sudah bisa dikatakan tidak bisa dieksekusi atau noneksekutabel, karena sudah memiliki akibat hukum secara langsung tanpa perlu paksaan. 29 Pada perkara kontentiosa, terdapat kondisi di mana Penggugat dalam petitumnya memohon kepada pengadilan agar menghukum Tergugat untuk melaksanakan sesuatu, dan gugatan itu dikabulkan di dalam amar putusan. Namun, amar putusan yang dikabulkan tersebut hanya sebatas pernyataan saja atau deklarator, tidak ada penghukumannya atau kondemnator. Dalam analisa ini, kasus yang terdapat dalam Putusan No K/Pdt/2005 jo No. 320/Pdt/2003/PT.Bdg jo No. 122/Pdt.G/2002/PN.BB dengan putusan sebelumnya Putusan No. 09/Pdt.G/1990/PN.BB jo No. 447/Pdt/1990/PT.Bdg jo No K/Pdt/1991; Putusan No. 59 K/Pdt/2011 jo No. 280/Pdt/2010/PT.Mks jo No. 07/Pdt.G/2009/PN.Sengkang dengan putusan sebelumnya Putusan No. 18/Pdt.G/2004/PN.Skg jo No. 209/Pdt/2005/PT.Mks; dan Putusan No. 244 k/pdt/2011 jo 94/Pdt/2010/PT.Dps jo No. 432/Pdt.G/2009/PN.Dps dengan putusan sebelumnya Putusan No. 237/Pdt.G/1996/PN.Dps jo No. 45/Pdt/1998/PT.DPS jo No. 420 K/Pdt/1999, merupakan perkara kontentiosa yang putusannya hanya mengandung pernyataan saja. Keadaan ini membuat pihak penggugat yang memenangkan perkara tidak dapat memaksa pihak tergugat untuk melaksanakan putusan tersebut. Perlindungan hak bagi pihak yang memenangkan perkara untuk melaksanakan putusan bersifat deklarator adalah dengan mengajukan gugatan baru yang menuntut pelaksanaan 29 Wawancara dengan Bapak Dr. H. Gusrizal, M.Hum., sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (dilakukan Tanggal 5 Mei 2014, Pukul WIB, di ruangan KPN Jakarta Pusat). 8

9 putusan kondemnator disertai tuntutan putusan serta merta. Hal ini diamini oleh Dr. Andriani Nurdin, S.H., M.H., selaku Ketua Pengadilan Tinggi Mataram 30, dan Dr. H. Gusrizal, S.H., M.Hum., selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta ditegaskan oleh M. Yahya Harahap bahwa sifat deklarator yang terdapat dalam putusan perkara kontentiosa (perkara sengketa) dapat berubah menjadi putusan yang berkekuatan eksekusi dengan bantuan gugatan baru, yang mana gugatan tersebut dapat juga disertai dengan permintaan untuk melaksanakan putusan secara serta merta, 31 dan oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., SIP., M.Hum bahwa jika hakim lalai atau lupa mencantumkan amar yang bersifat kondemnator sebagaimana tersebut di atas, maka pihak yang ingin agar putusan itu dijalankan harus mengajukan gugatan baru kepada Pengadilan yang memutuskan perkara semula, dengan dalil gugat berdasarkan putusan deklarator dan minta dalam petitum agar barang-barang yang telah diputus dalam perkara terdahulu supaya dieksekusi dan kalau perlu dapat diminta putusan uitvoerbaar bij vorraad (putusan serta merta) meskipun ada banding dan kasasi. 32 Perkara baru atau gugatan baru maksudnya adalah putusan yang berdiri sendiri dengan nomor perkara lain dengan perkara yang terdahulu. Penggugat juga harus membayar biaya perkara secara tersendiri. Posita dalam perkara baru tersebut dikaitkan dengan perkara yang terdahulu dengan petitum mohon agar putusan yang terdahulu supaya dapat dijalankan dan dapat dieksekusi sebagaimana mestinya. 33 Dalam hal gugat baru dengan petitum perubahan amar putusan, tidak akan terjadi ne bis in idem karena hakim tidak memeriksa pokok perkara yang telah diputus dalam putusan sebelumnya Pada prinsipnya putusan hakim harus memenuhi kriteria yang mengandung asas kepastian hukum, keadilan, dan manfaat. Manfaat tersebut salah satunya adalah dapat dilaksanakannya putusan tersebut, oleh karena itu hakim harus menganalisis dampak putusan sebelum diucapkan. Seandainya hal tersebut telah dipertimbangkan oleh hakim, maka kecil kemungkinan putusan hakim tidak dapat dilaksanakan hanya karena tidak mencantumkan amar putusan yang bersifat kondemnator, di mana merugikan penggugat. Hal ini merugikan penggugat, karena untuk mengajukan permohonan eksekusi harus mengajukan gugatan baru terlebih dahulu sehingga asas cepat, sederhana dan murah, serta asas manfaat akan tidak tercapai. Wawancara dengan Ibu Dr. Andriani Nurdin, S.H., M.H., sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Mataram (dilakukan via Tanggal 12 Juni 2014). 31 Harahap (1), Op.Cit., hlm Abdul Manan (2), Eksekusi dan Lelang dalam Hukum Acara Perdata, (Makalah disampaikan pada Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan Pengadilan Seluruh Indonesia, Jakarta, September 2011), hlm Ibid. 34 Ibid., hlm

10 Di dalam kasus (terlampir), langkah hukum yang dilakukan untuk pelaksanaan putusan deklarator adalah dengan cara penggugat mengajukan gugatan baru terhadap tergugat disertai pengajuan putusan serta merta. Langkah hukum tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Gugatan Baru Apabila seseorang atau suatu badan hukum merasa dan dirasa haknya telah dilanggar oleh orang lain, kemudian penyelesaian secara kekeluargaan tidak tercapai maka salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh mereka adalah perkara tersebut diajukan kepada Hakim/Pengadilan Negeri yang berwenang, yaitu dengan dibuatnya surat gugatan perdata. 35 Doktrin yang disampaikan oleh Lilik Mulyadi ini adalah sesuai dengan yang terjadi pada kasus dengan putusan terlampir, bahwa pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, dan atas putusan tersebut tidak dapat dieksekusi karena bersifat deklarator, sehingga tidak ada jalan lain lagi selain mengajukan gugatan baru untuk melaksanakan putusan deklarator, yakni memintakan putusan yang bersifat kondemnator. Perihal gugatan, HIR maupun RBg tidak menentukan syarat-syarat atau formulasi yang seharusnya ada dalam surat gugatan, akan tetapi terdapat sarjana yang menganalisa syarat yang harus ada dalam gugatan tersebut. Salah satunya adalah Darwan Prinst, yang menyatakan bahwa syarat atau formulasi yang harus terdapat dalam gugatan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu syarat materiil dan syarat formil. 36 Menurutnya syarat materiil dalam suatu surat gugatan diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Rv, yang mana gugatan seharusnya terdiri dari: 1. Identitas para pihak, bahwa secara jelas identitas harus dicantumkan dalam surat gugatan, yaitu Penggugat atau Para Penggugat, Tergugat atau Para Tergugat, atau Turut Tergugat. 2. Posita atau fundamentum petendi adalah dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan Petitum atau tuntutan adalah apa yang oleh penggugat minta atau harapkan agar diputuskan oleh hakim Lilik Mulyadi (2), Hukum Acara Perdata: Menurut Teori dan Praktik Peradilan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1999), hlm Darwan Prinst, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992), hlm Prinst, Op.Cit., hlm Mertokusumo, Op.Cit., hlm

11 Gugatan baru sebagai langkah hukum pelaksanaan putusan deklarator ini (terlampir dalam putusan), menurut analisa penulis telah memenuhi syarat-syarat suatu surat gugatan, yaitu: 1. Terdapat identitas para pihak, yang mana telah disebutkan di dalam kasus posisi; 2. Positanya adalah merujuk kepada putusan sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana putusannya telah disebutkan sebelumnya. Namun putusan sebelumnya tersebut hanya bersifat deklarator. Amar yang bersifat deklarator ini, tentu pada asasnya tidak dapat dieksekusi, oleh karena itu dalam gugatannya penggugat meminta putusan kondemnator. Terkait langkah hukum ini, posita pada gugatan baru tersebut menurut Dr. Andriani Nurdin, S.H., M.H., mengemukakan perihal duduk permasalahan kenapa gugatan ini diajukan yaitu sehubungan dengan tidak dicantumkannya amar putusan yang bersifat kondemnator, sehingga untuk memenuhi peraturan hukum atau peraturan perundangundangan harus diajukan gugatan sebelum mengajukan permohonan eksekusi. 39 Dalam posita disebutkan juga karena berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, maka putusan ini memenuhi persyaratan untuk dapat dilaksanakan lebih dahulu. Kemudian petitumnya menurut beliau adalah mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menghukum tergugat untuk melakukan sesuai dengan yang diminta dan sesuai dengan putusan deklarator sebelumnya, dan menyatakan putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu. 40 Setiap apa yang terdapat dalam petitum ini harus didukung alasannya dalam posita, sehingga apabila meminta mencantumkan putusan kondemnator maka di petitumnya terdapat tuntutan menghukum, karena berdasarkan pemikiran hakim tidak boleh memutus apa yang tidak diminta dan menghindari putusan ultra petita. Berikut adalah rumusan posita yang penulis rangkum setelah melakukan beberapa wawancara dengan para praktisi, salah satunya adalah Indra Nathan Kusnadi, S.H. 41 (advokat yang berkantor di Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP)), antara lain sebagai berikut: 39 Menurut Dr. Andriani Nurdin, S.H., M.H. adalah mengenai asas sederhana, cepat, dan biaya ringan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 40 Pendapat tersebut telah sesuai dengan yang ada dalam kasus (terlampir). 41 Wawancara dengan Bapak Indra Nathan Kusnadi, sebagai advokat di Kantor ABNP (dilakukan Tanggal 20 Juni , Pukul WIB, di Kantor ABNP). 11

12 a. Dalam rumusan tidak menjelaskan kembali pokok sengketa seperti wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dalam kasus sebelumnya, melainkan mengajukan permintaan untuk putusan kondemnator atas putusan deklarator sebelumnya; b. Dalam rumusan posita ini disebutkan putusan sebelumnya, sebagai gambaran bahwa alasan adanya gugatan ini adalah karena putusan sebelumnya bersifat deklarator. Adapun gugatan baru ini diajukan karena sudah tertutup kemungkinan untuk mengajukan upaya hukum, baik upaya hukum biasa atau luar biasa, atas putusan deklarator tersebut. c. Memaparkan bukti-bukti tertulis seperti penetapan eksekusi yang menyatakan putusan noneksekutabel karena bersifat deklarator, dan/atau memaparkan surat rekomendasi dari Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi untuk mengajukan gugatan baru tersebut. 3. Petitumnya pun jelas bahwa penggugat hanya meminta untuk menghukum tergugat sesuai putusan deklarator sebelumnya, dan meminta agar putusan dapat dilaksanakan dengan serta merta. Pengajuan Putusan Serta Merta Analisa terkait pengajuan putusan serta merta ini adalah mengenai apakah putusan serta merta yang telah diputus, sebagaimana terlampir dalam kasus, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg, serta ketentuan lain yang juga dapat mengikat yaitu SEMA No. 3 Tahun 2000 tentang Putusan Serta Merta dan Provisioneel, dan SEMA No. 4 Tahun 2001 tentang Permasalahan Serta Merta dan Provisioneel. Berikut adalah syarat-syarat agar putusan serta merta dapat dikabulkan adalah terdapat surat yang sah (otentik), putusan pengadilan yang telah mempunyai kekutatan hukum tetap, dalam perselisihan tentang hak kepunyaan, dan berkaitan dengan putusan Provisioneel. Dari ketiga kasus yang terlampir, semuanya dimenangkan oleh Penggugat dengan salah satu amar putusannya menyatakan putusan dapat dilaksanakan dengan serta merta. Pertimbangan hakim yang menerima putusan tersebut adalah karena tidak ada permasalahan baru terhadap putusan sebelumnya, melainkan hanya memutar balik (dari tidak ada menjadi ada) amar kondemnator saja. Bahkan syarat-syarat permohonan putusan serta merta tersebut 12

13 salah satunya terpenuhi, yaitu berkaitan dengan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 42 SEMA No. 3 Tahun 2000 tentang Putusan Serta Merta dan Provisioneel mengatur mengenai pemberian jaminan ketika mengajukan permohonan putusan serta merta. Jaminan tersebut nilainya sama dengan nilai obyek yang akan dieksekusi terlebih dahulu agar tidak menimbulkan kerugian. Bahkan dipertegas di dalam SEMA No. 4 Tahun 2001, yakni tanpa adanya jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta. Dalam SEMA No. 3 Tahun 2000 tersebut, diatur pula bahwa setelah putusan serta merta diajukan Hakim Pengadilan Negeri, maka selambat-lambatnya 30 hari setelah diucapkan, turunan putusan yang sah dikirim ke Pengadilan Tinggi. Kemudian, apabila penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar putusan serta merta tersebut dilaksanakan, maka permohonan tersebut beserta berkas perkara selengkapnya dikirim ke Pengadilan Tinggi disertai pendapat dari Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kesimpulan Dari seluruh pembahasan yang telah disampaikan, kiranya terdapat beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan yaitu sebagai berikut: 1. Dalam perkara kontentiosa atau perkara dengan sengketa antara pihak penggugat dan tergugat, penggugat dapat menuntut tergugat untuk menghukum memenuhi prestasi tertentu. Penghukuman atau kondemnator ini harus disertai dengan pernyataan terlebih dahulu atau deklarator, karena amar kondemnator tidak dapat berdiri sendiri. Apabila dalam putusan hakim nantinya terdapat amar deklarator yang disertai kondemnator maka tidak akan bermasalah saat ada permohonan eksekusi, akan tetapi apabila suatu putusan hanya menyatakan saja maka terhadap putusan tersebut harus dinyatakan noneksekutabel secara langsung tanpa harus ada permohonan dan pertimbangan Ketua Pengadilan Negeri lagi. Sebagai contoh putusan yang hanya memuat amar deklarator saja tanpa adanya kondemnator adalah Putusan No. 09/Pdt.G/PN.BB jo No. 447/Pdt/1990/PT.Bdg jo No K/Pdt/1991, Putusan No. 18/Pdt.G/2004/PN.Skg jo No. 209/Pdt/2005/PT.Mks, dan Putusan No.. 237/Pdt.G/1996/PN.Dps jo No. 45/Pdt/1998/PT.DPS jo No. 420 K/Pdt/ Syarat ini bersifat alternatif karena dalam Pasal 180 ayat (1) HIR tertulis kata atau, yang memisahkan antara syarat yang satu dengan syarat yang lain. 13

14 Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai pelaksanaan putusan deklarator, langkah hukum yang dapat diambil oleh pihak yang menginginkan eksekusi adalah dengan mengajukan gugatan baru, mengingat tertutupnya upaya hukum karena telah melewati batas waktu yang ditentukan. Dalil gugatannya didasarkan atas putusan deklarator sebelumnya, serta jika ada didasari pula oleh surat perintah dari Ketua Pengadilan Negeri dan/atau Ketua Pengadilan Tinggi. Selanjutnya dicantumkan dalil untuk memintakan amar kondemnator, baik itu dalam posita dan petitumnya, sebagai pertimbangan majelis hakim memutus perkara. Dalam gugatan baru tersebut, hakim tidak lagi memeriksa pokok perkara sebagaimana dilakukan pada pemeriksaan di putusan deklarator sebelumnya, melainkan hanya memeriksa untuk menambahkan amar kondemnator saja supaya putusan tersebut dapat dieksekusi. Kemudian dengan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu putusan deklarator tersebut, maka pihak penggugat dapat mengajukan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). 2. Dalam studi kasus Putusan No K/Pdt/2005 jo No. 320/Pdt/2003/PT.Bdg jo No. 122/Pdt.G/2002/PN.BB, Putusan No. 59 K/Pdt/2011 jo No. 280/Pdt/2010/PT.Mks jo No. 07/Pdt.G/2009/PN.Sengkang; dan Putusan No. 244 k/pdt/2011 jo 94/Pdt/2010/PT.Dps jo No. 432/Pdt.G/2009/PN.Dps, pihak yang memenangkan sengketa sebelumnya, di mana amar putusannya berupa deklarator, mengajukan gugatan baru untuk memintakan putusan kondemnator supaya putusan deklarator sebelumnya dapat dieksekusi. Dalam studi kasus ini, para penggugat ketika mengajukan gugatan baru menyertai tuntutan mereka dengan pengajuan putusan serta merta, dengan alasan bahwasannya telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap sebelumnya, dan dalam putusan tersebut baik tuntutan untuk memintakan amar kondemnator ataupun putusan serta merta dikabulkan oleh majelis hakim. Dalil gugatan dari setiap kasus ini adalah sama, bahwa gugatan didasarkan atas putusan sebelumnya sehingga dasar hukum gugatan baik itu perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi akan merujuk ke perkara sebelumnya, serta jika sudah memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri maka dilampirkan pula alasan kenapa itu noneksekutabel dan saran Ketua Pengadilan Negeri untuk mengajukan gugatan baru ini. Selanjutnya adalah dalil yang memintakan amar kondemnator dan putusan serta merta. 14

15 Saran Setelah disampaikannya beberapa kesimpulan di atas, kiranya terdapat beberapa saran yang dapat dikemukakan sebagai suatu masukan terhadap langkah hukum pelaksanaan putusan deklarator dan penerapan uitvoerbaar bij vorraad, apabila diminta juga putusan serta merta. Adapun saran yang hendak dikemukakan antara lain sebagai berikut: 1. Saat mengajukan gugatan dalam perkara kontentiosa penggugat dan/atau kuasa hukumnya sebaiknya mencermati gugatannya terlebih dahulu, bahwa apakah dalam gugatannya tersebut telah ada tuntutan deklarator dan kondemnator atau tidak. Hal ini berakibat apabila ternyata tuntutan dari penggugat hanya memintakan amar deklarator saja, maka sudah pasti amar yang akan diputus hanya bersifat deklarator sehingga putusan tersebut nantinya tidak dapat dieksekusi atau noneksekutabel. Hakim pun tidak dapat memberikan putusan dengan amar kondemnator dalam perkara itu, karena hakim tidak boleh memutus sesuatu hal yang tidak dimohonkan di dalam tuntutan penggugat. Lain halnya jika penggugat sudah mencantumkan tuntutan untuk menghukum, akan tetapi hakim hanya menyatakan saja, maka dengan kejadian ini penggugat bisa mengajukan upaya hukum, dan apabila sudah tertutup kemungkinan upaya hukum maka dapat diajukan dengan gugatan baru sebagaimana pembahasan dalam penelitian ini; 2. Putusan hakim pada prinsipnya harus memenuhi kriteria yang mengandung asas kepastian hukum, keadilan, dan manfaat. Manfaat tersebut salah satunya adalah dapat dilaksanakannya putusan tersebut, oleh sebab itu hakim harus menganalisis dampak putusan sebelum diucapkan. Seandainya hal tersebut dipertimbangkan oleh hakim, maka kecil kemungkinan putusan hakim tidak dapat dilaksanakan hanya karena tidak ada amar putusan yang bersifat kondemnator. Jadi majelis hakim dalam memutus suatu sengketa diharuskan sekali mencermati amar yang akan dijatuhkannya, karena amar putusan akan berkaitan kelak dengan eksekusi; 3. Majelis hakim yang memeriksa gugatan baru berkenaan dengan permintaan eksekusi terhadap putusan perkara kontentiosa yang hanya bersifat deklarator, perlu memperhatikan bahwa tidak diperbolehkan menilai dan memeriksa materi isi putusan deklarator sebab hal itu telah dilakukan pada putusan deklarator sebelumnya yang mana telah memiliki kekuatan hukum tetap, dan pemeriksaan gugatan baru tersebut hanya sebatas mengenai dapat atau tidaknya putusan deklarator tersebut dieksekusi; 15

16 4. Penggugat yang mengajukan gugatan baru untuk pelaksanaan putusan deklarator ini, dapat mengajukan putusan serta merta dengan alasan telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Berkaitan dengan putusan serta merta ini, majelis hakim yang menangani perkara hendaknya sebelum mengabulkan tuntutan uitvoerbaar bij voorraad melihat ke depan mengenai potensi masalah yang mungkin timbul dengan dikabulkannya tuntutan uitvoerbaar bij voorraad, yaitu resiko yang akan dihadapi pengadilan untuk melakukan pemulihan kembali kepada keadaan semula, apabila ternyata putusan yang mengabulkan tuntutan uitvoerbaar bij voorraad tersebut dibatalkan pada tingkat yang lebih tinggi. Serta resiko terkait jaminan sebagaimana disebutkan dalam SEMA No. 4 Tahun 2001 dan SEMA No. 3 Tahun 2000 mengenai pelaksanaan uitvoerbaar bij voorraad. Jaminan ini dapat menimbulkan resiko apabila ketika suatu harta benda dijaminkan agar putusan serta merta dilaksanakan memiliki harga sesuai dengan obyek yang akan dieksekusi, namun saat adanya upaya hukum dan ternyata putusan yang mengabulkan tuntutan uitvoerbaar bij voorraad tersebut dibatalkan pada tingkat yang lebih tinggi, harga jaminan tersebut menjadi naik atau mungkin berkurang karena adanya faktor tertentu. Terkait resiko ini timbul permasalahan baru bahwa siapa yang harus bertanggung jawab dan bagaimana pemulihan atas hal tersebut. Jadi, sangat disarankan sekali majelis hakim memutus tuntutan uitvoerbaar bij voorraad secara hati-hati dan dengan penuh pertimbangan. Daftar Referensi Ali, Achmad dan Wiwie Heryani. (2012). Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Jakarta: Kencana. Bachar, Djazuli. (1995). Eksekusi Putusan Perkara Perdata: Segi Hukum dan Penegakan Hukum. Jakarta: Akademika Pressindo. Black, Henry Campbell. (1968). Black s Law Dictionary Fourth Edition. Minnesota: West Publishing Co. Budi Cahyono, Akhmad, dan Surini Ahlan Sjarif. (2008). Mengenal Hukum Perdata. Jakarta: CV. Gitama Jaya. Hamzah, Moh. Amir. (2013). Hukum Acara Perdata Peradilan Tingkat Banding. Malang: SetaraPress. Harahap, Krisna. (2011) Hukum Acara Perdata: Kasasi, Class Action, Arbitrase dan Alternatif. Bandung: PT. Grafiti Budi Utami. 16

17 Harahap, M. Yahya. (1997). Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti (2008). Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika (2008). Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989). Jakarta: Sinar Grafika (2005). Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Ed. Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika (1986). Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni. Kansil, CST. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Karjadi, M. (1992). Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui S No. 44 RIB (HIR). Bogor: Politea. Leihitu, Izaac S. (1982). Intisari Hukum Acara Perdata. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mahkamah Agung Republik Indonesia. (1994). Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Jakarta: Mahkamah Agung RI (2007). Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum Edisi Jakarta: Balitbang Kumdil MA RI (2009). Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan. Jakarta: Mahkamah Agung RI. Manan, Abdul. (2000). Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan Al Hikmah. Mamudji, Sri et.al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Mas, Marwan. (2004). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mertokusumo, Sudikno. (2002). Hukum Acara Perdata Indonesia, ed. Ke-6. Yogyakarta: Liberty (2005). Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), cet. 2. Yogyakarta: Liberty. Makarao, Moh. Taufik. (2009). Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: Rineka Cipta. Muhammad, Abdulkadir. (1986). Hukum Acara Perdata Indonesia. Badung: Penerbit Alumni. 17

18 Mulyadi, Lilik. (2002). Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia. Jakarta: Djambatan (2009). Kompilasi Hukum Perdata Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan. Bandung: PT. Alumni (2009). Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia. Malang: PT Citra Adtya Bakti. Nasir, Muhammad. (2005). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Djambatan. Ngadijarno, FX. (1995). Lelang: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Pitoyo, RPH. Whimbo. (2012). Strategi Jika Memenangi Perkara Perdata dalam Praktik Peradilan. Jakarta: Visi Media. Prinst, Darwan. (1992). Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Prodjodikoro, R. Wirjono. (1980). Hukum Acara Perdata di Indonesia, cet. Ke-8. Bandung: Sumur Bandung. Rubini, I. dan Chaidir Ali. (1974). Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung: Penerbit Alumni. Saleh, K. Wantjik. (1981). Hukum Acara Perdata RBg/HIR. Jakarta: Ghalia Indonesia. Saleh, Mohammad dan Lilik Mulyadi. (2012). Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT. Alumni. Sarwono. (2011). Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika. Setiawan. (1977). Pokok-Pokok Perikatan, cet. I. Bandung: Bina Cipta. Soekanto, Soerjono. (1981). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia , dan Sri Mamudji. (2013). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet. 15. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada , dan Purnadi Pubacaraka. (1993). Sendi-Sendi Ilmu Hukum Dan Tata Hukum, cet. Ke-6. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Soesilo, R. (1985). RIB/HIR Dengan Penjelasan. Bogor: Politea. Subekti, R. (1977). Hukum Acara Perdata. Bandung: Binacipta dan R. Tjitrosudibio. (2007). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sugeng A.S., Bambang. (2012). Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen Litigasi. Jakarta: Kencana. 18

19 Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. (2009). Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, cet. 11. Bandung: Mandar Maju. Suyuthi, Wildan. (2004). Sita dan Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta: PT. Tatanusa. Syahrani, Riduan. (2013). Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata (Edisi Revisi). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti (1988). Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum. Jakarta: Pustaka Kartini. Dirjen Badilag MA RI, Direktorat Pembinaan Administrasi PA. Formulir Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama. Accesed on June 19, 2014 from /Subdit%20Takel/standarisasi.pdf. Mahkamah Agung RI. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Accesed on June 5, 2014 from MYS. Bahasa Hukum: Ex Aequo et Bono. Accesed on June 11, 2014 from lt4d904eea83da8/bahasa-hukum-iexaequo-et-bonoi. Nasima, Imam. Titel Eksekutorial Grosse Akta: Ketika Nama Tuhan Tidak Lagi Bermakna. Accesed on June 5, 2014 from Prasetio, Bimo dan Rizky Dwinanto. Di Mana Pengaturan Kerugian Konsekuensial dalam Hukum Indonesia. Accesed on June 19, 2014 from Manan, Abdul. (September 2011). Eksekusi dan Lelang dalam Hukum Acara Perdata. Paper was presented on Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan Pengadilan Seluruh Indonesia, Jakarta, Indonesia. Suwardi. (November 2012). Penggunaan Lembaga Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij Voorraad). Paper was presented on Rakernas 2012 Mahkamah Agung dengan Pengadilan Tk. Banding Seluruh Indonesia, Manado, Indonesia. Anindita, Sri Laksmi. (1998). Eksekusi Grosse Acte Hak Tanggungan Melalui Pengadilan Negeri (Study Kasus di Bank Danamon). Skripsi, Program Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. 19

20 A.S. Pane, Heikhal. (2009). Perapan Uitvoerbaar Bij Voorraad dalam Putusan Hakim Pada Pengadilan Tingkat Pertama. Skripsi, Program Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Kennetze, Edward. Penundaan Eksekusi Dengan Alasan Adanya Perkara Lain yang Saling Berkaitan dan Putusan Perkara Tersebut Belum Berkekuatan Hukum Tetap. Skripsi, Program Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. 20

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. 1 Untuk mendapatkan pemecahan atau

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2 EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan eksekusi menurut

Lebih terperinci

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Abstrack Execution decision necessarily well often cause problems related to the rules that govern which SEMA

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 TATA CARA PEMANGGILAN PARA PIHAK YANG BERPERKARA PENGGUGAT/TERGUGAT YANG TERLIBAT DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (PENERAPAN PASAL 388 jo PASAL 390 HIR) 1 Oleh: Delfin Pomalingo 2 ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK Oleh I Putu Wahyu Pradiptha Wirjana I Gusti Nyoman Agung Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Decisions that legally

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

hal 0 dari 11 halaman

hal 0 dari 11 halaman hal 0 dari 11 halaman I. PENGERTIAN PENGGUNAAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI (H. SUWARDI, SH, MH) Subekti menyebut, putusan pelaksanaan

Lebih terperinci

4 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan. 5 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

4 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan. 5 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan PENERAPAN ASAS PERADILAN SEDERHANA PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MANADO 1 Oleh: Alni Pasere 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan peradilan

Lebih terperinci

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN A. Pendahuluan Pokok bahasan III ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang putusan, upaya hukum terhadap putusan dan pelaksanaan putusan. Penguasaan materi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Putusan Hakim a. Pengertian Putusan Hakim Putusan hakim merupakan sesuatu yang diinginkan oleh pihakpihak yang berperkara untuk meyelesaikan sengketa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA Oleh : M. Luqmanul Hakim Bastary* PENGERTIAN Untuk kesamaan penggunaan istilah, maka kata Executie yang berasal dari bahasa asing, sering diterjemahkan ke dalam Bahasa

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan

Lebih terperinci

Kecamatan yang bersangkutan.

Kecamatan yang bersangkutan. 1 PENCABUTAN PERKARA CERAI GUGAT PADA TINGKAT BANDING (Makalah Diskusi IKAHI Cabang PTA Pontianak) =========================================================== 1. Pengantar. Pencabutan perkara banding dalam

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD 4.1. POSISI KASUS 4.1.1. Para Pihak Para pihak yang berperkara dalam kasus gugatan perdata ini diantaranya adalah: 1) Penggugat Pihak yang menjadi Penggugat dalam

Lebih terperinci

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

ELIZA FITRIA

ELIZA FITRIA EKSEKUSI RIIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI BATUSANGKAR KLAS II (STUDI KASUS PERKARA PERDATA NO. 02/Pdt.G/2007/PN.BS) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D 101 09 643 ABSTRAK Pemeriksaan suatu perkara perdata dimulai pada tingkat Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

ABSTRAK Latar belakang

ABSTRAK Latar belakang ABSTRAK Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial diajukan kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut. Adakalanya permohonan eksekusi datang langsung dari pihak tereksekusi sendiri.

Lebih terperinci

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan

Lebih terperinci

PERMOHONAN PUTUSAN SERTA-MERTA ATAS GUGATAN SEWA MENYEWA

PERMOHONAN PUTUSAN SERTA-MERTA ATAS GUGATAN SEWA MENYEWA 1 PERMOHONAN PUTUSAN SERTA-MERTA ATAS GUGATAN SEWA MENYEWA Oleh : Khaista Amalia Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Putusan serta merta merupakan putusan yang dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi

Lebih terperinci

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR PENYITAAN (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pengertian Penyitaan Sita (Beslag) adalah suatu tindakan hukum pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. putusan yang saling bertentangan. Kata kunci: eksekusi, noneksekutabel

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. putusan yang saling bertentangan. Kata kunci: eksekusi, noneksekutabel KAJIAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN (NONEKSEKUTABEL) PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh : Zakaria Tindi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA OLEH DRS.H.SUHADAK,SH,MH MAKALAH DISAMPAIKAN PADA PELAKSANAAN BIMTEK CALON PANITERA PENGGANTI PENGADILAN TINGGI AGAMA MATARAM TANGGAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

Lebih terperinci

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO. Judul : KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh Disusun oleh : Rani Permata Sari NPM : 13101115 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

Lebih terperinci

E K S E K U S I (P E R D A T A)

E K S E K U S I (P E R D A T A) E K S E K U S I (P E R D A T A) A. Apa yang dimaksud dengan Eksekusi Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum. B. AZAS-AZAS EKSEKUSI

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara permohonan dan perkara gugatan. Dalam perkara gugatan sekurangkurangnya ada dua pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN Eksekusi menurut Subketi(1) dan Retno Wulan(2) disebutkan dengan istilah "pelaksanaan" putusan. Putusan pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UUD Negara Republik Indonesia 1945 didalam pasal 1 ayat (3) menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena itu Negara tidak boleh melaksanakan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Magetan ) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSEKUSI. cet.2, ed. revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 276

BAB 2 EKSEKUSI. cet.2, ed. revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 276 10 BAB 2 EKSEKUSI 2.1 Dasar Hukum Eksekusi Esensi terpenting dan aktual yang merupakan puncak dari perkara perdata adalah putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat

Lebih terperinci

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana TINJAUAN YURIDIS PADA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PUTUSAN SERTA MERTA (UIT VOERBAAR BIJ VOORAAD) DAN PROVISIONIL TERHADAP PUTUSAN PAILIT YANG BERSIFAT SERTA MERTA Oleh : A.A.

Lebih terperinci

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG? KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG? Oleh: Ahmad Z. Anam (Hakim Pratama Muda Pengadilan Agama Mentok) Pendahuluan Ada dua hak bagi pihak berperkara yang perkaranya dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bersosialisasi dengan sesamanya merupakan kebutuhan mutlak manusia yang kemudian membentuk kelompok-kelompok tertentu dengan sesamanya tersebut. Tentulah kita

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sumatera Medan Jln. Sambu No. 64 Medan e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman,

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

D A F T A R R E F E R E N S I

D A F T A R R E F E R E N S I 69 D A F T A R R E F E R E N S I A. KITAB UNDANG-UNDANG Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijke Wetboek) [dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan]. Diterjemahkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE Oleh : Suhartanto I. Latar Belakang Permasalahan : Pada pasal 60 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, ditentukan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara perdata bisa disebut juga dengan hukum acara perdata formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum perdata formil. Hukum

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

ADHAPER J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ISSN Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015

ADHAPER J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ISSN Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015 J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015 Permasalahan Pelaksanaan Putusan Hakim Dian Latifiani ISSN. 2442-9090 16 JHAPER: Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2015:

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Pembuktian Pembuktian di muka pengadilan adalah merupakan hal yang terpenting dalam hukum acara karena pengadilan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan 40 BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan Cerai Dengan Harta Bersama. Berdasarkan hasil permusyawaratan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mencapai suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Adanya perbenturan kepentingan antara pihak-pihak yang melakukan interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat maka diperlukan suatu norma hukum yang tegas dan

Lebih terperinci

BAB 2 PUTUSAN HAKIM. hal. 48. Rineka Cipta, 2004), hal (Jakarta: Pustaka Kartini, 1998), hal. 83.

BAB 2 PUTUSAN HAKIM. hal. 48. Rineka Cipta, 2004), hal (Jakarta: Pustaka Kartini, 1998), hal. 83. BAB 2 PUTUSAN HAKIM 2.1. PENGERTIAN PUTUSAN HAKIM Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 24 Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan

Lebih terperinci

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin SEKITAR PENYITAAN Oleh A. Agus Bahauddin A. Pengertian Penyitaan : Menurut terminologi Belanda : beslag, dalam istilah Indonesia disebut beslah, dan istilah bakunya sita dan penyitaan. Dari istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

LEGAL ACTIONS VERZET AGAINTS EXECUTION CONFISCATION IN CIVIL CASE AT DISTRICT COURT SEMARANG (CASE STUDY COURT DECISION NO. 152/Pdt.Plw/2006/PN.

LEGAL ACTIONS VERZET AGAINTS EXECUTION CONFISCATION IN CIVIL CASE AT DISTRICT COURT SEMARANG (CASE STUDY COURT DECISION NO. 152/Pdt.Plw/2006/PN. LEGAL ACTIONS VERZET AGAINTS EXECUTION CONFISCATION IN CIVIL CASE AT DISTRICT COURT SEMARANG (CASE STUDY COURT DECISION NO. 152/Pdt.Plw/2006/PN.SMG) Ahmad Nurhuda, R. Benny Riyanto*), Marjo ABSTRACT Plaintiff

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrasyid, Prijatna 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa (Suatu Pengantar), Fikahati Aneska, Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap

Lebih terperinci

TENTANG DUDUK PERKARANYA

TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor : 7/Pdt.G/2010/PTA Smd BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Samarinda yang mengadili perkara perdata pada tingkat banding

Lebih terperinci

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI A. Pengertian Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH 56 BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH A. Analisis Prosedur Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Tentang Mut ah dan Nafkah Iddah. Tujuan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1 54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis

Lebih terperinci

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan : 1. Pengertian Pemeriksaan Setempat Pemeriksaan Setempat atau descente ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Putusan dalam persidangan perdata adalah puncak dari suatu proses pencarian kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip dan asas-asas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK Kehadiran tergugat di persidangan adalah hak dari tergugat. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo menyatakan hal tersebut bahwa tidak ada keharusan bagi tergugat untuk

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN Oleh : I Dewa Ayu Maheswari Adiananda Putu Gede Arya Sumerthayasa Bagian Hukum Peradilan,

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN Oleh Nyoman Agus Pitmantara Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta. Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang

Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta. Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang 1 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku dan Jurnal Abdurrasyid, Priyarna, 2002, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, Fikahati Aneska dan BANI, Jakarta Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis

Lebih terperinci

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II PUTUSAN SERTA MERTA DALAM KEPAILITAN. A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta

BAB II PUTUSAN SERTA MERTA DALAM KEPAILITAN. A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta BAB II PUTUSAN SERTA MERTA DALAM KEPAILITAN A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. Putusan hakim atau lazim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS A. Tinjauan Umum Mengenai Pencabutan Gugatan Salah satu permasalahan yang muncul dalam suatu proses beracara di muka pengadilan

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup bermasyarakat. Namun dalam membina hubungan bermasyarakat tersebut, sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upaya Paksa Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh yaitu : 1) Upaya paksa langsung(directe middelen), yaitu penggugat memperoleh prestasi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET (Oleh H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim PTA NTB) I. Pendahuluan Dalam praktek beracara di muka Pengadilan sering kita dapati perkara gugatan derden

Lebih terperinci

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang BAB IV ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI NOMOR : 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR : 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. TENTANG GUGATAN WARIS A. Analisis

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET TERHADAP PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG (Studi Perkara No. 1455/Pdt.G/2013/PA.Jbg) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

JAMINAN. Oleh : C

JAMINAN. Oleh : C NASKAH PUBLIKASII SKRIPSI PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA (Study Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan.

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan. 32 BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan. Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989

Lebih terperinci