SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)"

Transkripsi

1 SEKITAR PENYITAAN (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pengertian Penyitaan Sita (Beslag) adalah suatu tindakan hukum pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas permohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan Penggugat/Kemenangan Penggugat tidak menjadi hampa. 1 Pengertian penyitaan menurut Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartowinata untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, atas barang-barang miliki Tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita, atau dengan lain perkataan bahwa terhadap barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain. 2 Pengertian penyitaan menurut M. Yahya Harahap, Penyitaan berasal dari terminology Beslag (Belanda) dan istilah Indonesia Beslag tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah : a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant); b. Tindakan paksa penjagaan (Custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim; 1 Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi, PT. Tatanusa, Jakarta. 2004, hal 20 2 Retno Wulan S dan Iskandar O, Hukum Acara Perdata dan Praksely, CV Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 98

2 2 c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau Tergugat, dengan jalan menjual lelang (Exetorial Verkoop) barang yang disita tersebut; d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu. 3 Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sita atau penyitaan adalah : a. Mengambil atau menahan barang harta kekayaan dari kekuasaan orang lain dilakukan berdasarkan atas penetapan dan perintah ketua pengadilan atau ketua majelis. b. Barang-barang yang sudah diletakkan sita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain. c. Sita merupakan tindakan hukum eksepsional, sebagai tindakan hukum yang diambil oleh pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan atau dilaksanakan pada saat pemeriksaan perkara sedang berjalan. d. Menjamin suatu hak atas barang yang telah diletakkan sita agar tidak dialihkan, dihilangkan dan dirusak, sehingga dapat merugikan pihak pemohon sita dan diharapkan agar gugatan penggugat tidak hampa (illusoir) dengan kata lain hanya menang dalam kertas. 3 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 283

3 3 Dalam proses penyitaan apabila pemohon sita dikabulkan oleh ketua pengadilan agama atau oleh ketua majelis hendaknya juru sita melaksanakan tugasnya secara profesional dan proporsional artinya dengan cermat dan hati-hati, sebab juru sita sedang berhadapan dengan orang yang sedang bersengketa, maka tidak ada salahnya sebelum melaksanakan tugas penyitaan terlebih dahulu memberi pemahaman yang konferhensif terhadap tersita dengan penjelasan bahwa dengan diletakkan sita bukan berarti tersita telah kalah dalam pengadilan akan tetapi sita hanyalah menghentikan barang sengketa agar tidak dialihkan dan tetap dalam penguasaan tersita. Pandangan masyarakat umum, dalam penyitaan seolah-olah pengadilan telah menghukum tergugat lebih dahulu sebelum pengadilan menjatuhkan putusan atau pandangan bahwa sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah berdasarkan putusan, tergugat sudah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan yang dikuasai tergugat. Menurut M. Yahya Harahap bahwa pengabulan penyitaan sebagai tindakan hukum eksepsional atau pengecualian, maka penerapannya harus dilakukan oleh Ketua Pengadilan atau majelis hakim dengan pertimbangan yang sangat hati-hati sekali dengan alasan yang kuat dan didukung dengan fakta yang kuat pula. Dalam mengabulkan sita hendaknya ketua pengadilan atau majelis hakim sejak awal sebaiknya sudah dilandasi dengan bukti-bukti yang kuat tentang kemungkinan akan dikabulkannya gugatan penggugat.

4 4 1. Sifat Penyitaan a. Penyitaan dapat bersifat permanen apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan dengan amar putusan menyatakan sita yang telah diletakkan sah dan berharga dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada penggugat berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau apabila penyitaan dilanjutkan kemudian dengan penjualan lelang untuk melunasi pembayaran hutang tergugat kepada penggugat. b. Penyitaan dapat bersifat temporer (sementara) apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan dengan amar putusan hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti ini terjadi berdasarkan surat penetapan majelis hakim pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan bisa juga dilaksanakan oleh majelis hakim pada saat menjatuhkan putusan ketika gugatan penggugat ditolak. 2. Hakikat Penyitaan : a. Sita hanya sebagai jaminan Hakikat dilaksanakan penyitaan semata-mata untuk menjamin gugatan penggugat agar tidak hampa (Illusoir) b. Benda sitaan tetap dikuasai tergugat Walaupun benda milik tergugat telah diletakkan oleh juru sita atas perintah ketua pengadilan atau majelis hakim, barang tersebut masih tetap berada ditangan tergugat sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi) hal ini sesuai maksud pasal 197 ayat 9 HIR atau pasal 212 R.bg.

5 5 Maksud Pasal 197 Ayat 9 HIR / Pasal 212 R. Bg sebagai berikut : Memberi kewenangan juru sita untuk menyerahkan penjagaan, penguasaan dan pengusahaan barang yang disita ditangan tersita atau dibawah penjagaan pengadilan. B. Tujuan Penyitaan Tujuan penyitaan adalah agar tergugat tidak memindahkanatau membebankan harta benda yang telah disita kepada pihak ketiga agar benda sitaan tersebut tetap untuk selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara tersebut memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi). Dengan adanya perintah penyitaan atas harta tergugat atas harta sengketa, secara hukum telah terjamin keutuhan keberadaan barang yang disita misalnya di dalam contoh surat gugatan perkara harta bersama dalam perkara warisan pada bagian penyitaan biasanya dimohonkan kepada hakim agar dilakukan sita jaminan terhadap barang-barang yang disengketakan. 4 Dari uraian tersebut diatas, penyitaan merupakan upaya hukum agar terjaga keutuhan harta yang disita sampai putusan hakim dapat dieksekusi, sekaligus menjaga agar gugatan penggugat pada saat eksekusi, tidak hampa sehingga dengan telah diletakkan sita pada harta sengketa milik kekayaan tergugat, dan pelaksanaan penyitaan telah didaftarkan dan diumumkan kepada masyarakat, terhitung sejak tanggal pendaftaran dan pengumuman sita, sesuai pasal 198 HIR / 213 R. Bg. Telah 4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2000, hal 57

6 6 digariskan akibat hukumnya sebagaimana diatur dalam pasal 200 HIR / 215 R. Bg yaitu : a. Demi hukum melarang Tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan kepada siapapun b. Pelanggaran atas itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum 1) Akibat hukum dari segi perdata : Jika terjadi transaksi jual beli terhadap barang sitaan yang telah diletakkan sita, maka batal demi hukum. 2) Akibat hukum dari segi pidana : Jika terjadi transaksi Tergugat menjual barang yang telah diletakkan sita maka tergugat telah melakukan tindakan kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun sesuai pasal 31 KUHP. Dari uraian tersebut di atas, maka semakin jelas tujuan perlunya peletakan sita terhadap barang yang menjadi obyek sengketa dalam gugatan penggugat, lagi pula ini akan memudahkan pelaksanaan eksekusi apabila gugatan penggugat terkabulkan dengan menyatakan sita sah dan berharga. Kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan penegasan Mahkamah Agung RI. Yang menyatakan, bila putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita demi hukum langsung menjadi sita eksekusi. 5 5 Himpunan tanya jawab Rakerda, MARI, 1987, hal 177

7 7 C. Syarat Penyitaan 1. Sita berdasarkan adanya permohonan a. Permohonan sita diajukan dalam surat gugatan Para advokat / kuasa hukum biasanya mengajukan permohonan sita jaminan diajukan bersama-sama dalam surat gugatan, bentuk dan tata cara permohonan sita secara tertulis dalam bentuk surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita yang demikian tidak dapat dipisahkan dari dalil gugatan pokok kecuali penyitaan harta bersama dengan alasan salah satu pihak dikhawatirkan melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya. Hal ini diatur dalam Pasal 95 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 Ayat (2) Huruf c PP. Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 Ayat (2) suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gagasan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 1) Permohonan sita dirumuskan setelah uraian posita/ dalil gugatan 2) Permohonan sah dan berharga diajukan pada petikan kedua 3) Permohonan terpisah dari pokok perkara disamping gugatan tentang pokok perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan sita dalam surat yang lain, atau dapat mengajukan permohonan sita secara lisan, walaupun yang

8 8 lazim mengajukan permohonan sita bersamaan dengan gugatan pokok perkara secara tertulis. 2. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita Penentuan tenggang waktu pengajuan sita diatur dalam pasal 227 HIR / 261 ayat R. Bg. a. Ketentuan tenggang waktu yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum berkekuatan hukum tetap b. Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang pengadilan sampai putusan dijatuhkan. Sesuai pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R. Bg sebagai : Selama putusan belum dijatuhkan. c. Selama putusan belum dapat dieksekusi Dalam pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R.Bg juga memuat ketentuan yang berbunyi Selama putusan belum dapat dieksekusi (dilaksanakan), selama putusan belum dapat dilaksanakan untuk mengandung arti yuridis selama putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. 6 D. Alasan Penyitaan Berdasarkan pasal 227 HIR / 261 RBG alasan pokok permintaan sita. a. Ada kekhawatiran atau persengketaan bahwa tergugat mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya selama proses pemeriksaan perkara sedang berlangsung. b. Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara obyektif. 6 Ibid hal 27

9 9 Penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang adanya langkah-langkah tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan hartanya selama proses pemeriksaan berlangsung, paling tidak tergugat dapat menunjukkan indikasi objektif tentang adanya daya upaya tergugat untuk menghilangkan atau mengasingkan barangbarangnya guna menghindari gugatan. E. Permohonan Sita diajukan pada instansi yang berwenang 1. Pengadilan agama berwenang melaksanakan penyitaan berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang- Undang Nomor 50 Tahun Pengadilan tinggi agama berwenang memerintahkan sita melalui pengadilan agama yang mewilayahi pengadilan agama dimana harta objek sengketa berada. Menurut pendapat Prof. Subekti 7 Pemohon penyitaan dapat diajukan kepada pengadilan tinggi selama pokok perkaranya belum diputus oleh pengadilan tingkat banding, alasan beliau berpijak pada pasal 261 R.Bg, yang di dalamnya terdapat kalimat Sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap disini beliau menyimpulkan kalimat tersebut, menunjukkan bahwa permohonan sita dapat juga ditunjukkan kepada pengadilan tinggi selama pokok perkaranya belum diputus dalam tingkat banding. F. Penggugat Wajib Menunjukkan Barang yang akan disita a. Menjelaskan letak, sifat dan ukuran barang 7 Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977 hal 49

10 10 b. Mengemukakan surat-surat yang berkenaan dengan identitas barang c. Status kepemilikan barang Setelah penggugat telah dapat mengajukan bukti kepemilikan dan identitas barang yang akan diajukan sita, maka tugas hakim yang akan menilai apakah layak atau tidaknya barang tersebut disita. Menurut Prof. Supomo yang menjelaskan dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata. 8 G. Bentuk-bentuk Penyitaan 1. Penyitaan Berdasarkan Jenisnya Penyitaan menurut jenisnya ada dua macam, ialah : a. Penyitaan terhadap barang milik sendiri Penyitaan terhadap barang milik sendiri barang milik penggugat yang dikuasai oleh orang lain atau tergugat. Penyitaan ini bertujuan penyerahan barang yang disita kepada penggugat apabila putusan hakim telah berkekuatan hukum tetap. Sila jaminan terhadap barang milik sendiri ada 2 macam ialah : 1. Sita Revindikasi (Revindikatoir) dalam pasal 260 R.Bg menurut pasal 1977 Ayat (2) KUH perdata disebutkan bahwa hanyalah pemilik benda yang bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat mengajukan sita revindikasi, tuntutan sita revindikasi ini dapat dikabulkan langsung terhadap orang yang menguasai barang sengketa tanpa meminta pembatalan lebih 8 K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata BRG/HIR, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal 9

11 11 dahulu tentang jual beli dan barang yang dilakukan oleh orang tersebut dengan pihak lain. 9 dan ciri-ciri dari bentuk sita revindikasi yaitu antara lain benda yang menjadi objek sengketa tersebut telah dikuasai atau berada ditangan tergugat secara tidak sah atau dengan cara melawan hukum, serta ciri khas lainnya pada bentuk sita revindikasi hanya terbatas pada benda bergerak saja, sehingga tidak mungkin diajukan dan dikabulkan terhadap benda tidak bergerak walaupun dalil gugatan berdasarkan hak milik. Menurut pasal 505 KUH perdata barang bergerak ini dapat dibagi atas benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Sita revindikasi hanya dapat dimohonkan sita berdasarkan sengketa hak milik, dan dasar alasan sengketa hak milik itu terbatas pada : a. Benda yang dikuasai oleh tergugat dengan jalan melawan hukum (dicuri atau digelapkan) b. Benda yang dikuasai tergugat dengan secara tidak sah seperti dari penadahan atau hasil penipuan Pada saat sita revindikasi dikabulkan dan dalam amar putusannya menyatakan sah dan berharga, maka majelis hakim secara langsung memerintahkan tergugat menyerahkan langsung kepada Penggugat. Sehingga penjagaan dan penguasaan berpindah. 2. Sita Marital (Maritale Beslag) dalam pasal 823 RV sita marital dapat dimohonkan oleh seorang isteri kepada pengadilan dalam perkara perceraian, 9 Subekti, Kumpulan Putusan, MA, hal 243

12 12 tujuannya agar pihak suami tidak memindahtangankan barang tersebut sesuai pasal 190 KUH Perdata. Sita marital tidak diatur dalam R.Bg atau HIR tetapi diatur dalam pasal 823 RV. Sita ini hanya dapat diajukan terhadap harta bersama dalam perkawinan supaya harta tersebut, tetap utuh sampai perkara tersebut mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai pelaksanaan eksekusi. Sita marital hanya dapat diajukan perhubungan dengan adanya perkara perceraian. 10 menurut UU Nomor 01 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP Nomor 9 Tahun 1975 pihak isteri maupun suami berhak mengajukan permohonan sita terhadap harta bersama dalam perkawinan selama proses pemeriksaan perkara perceraian berlangsung, bahkan dalam Pasal 95 KHI pihak suami atau isteri dapat mengajukan permohonan sita terhadap harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan sekalipun tanpa disertai dengan gugat perceraian. Menurut Pasal 35 dan 36 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan membedakan antara harta bersama yang menjadi hak bersama suami isteri, dan harta pribadi (bawaan) yang menjadi hak penuh secara perseorangan bagi suami atau isteri. Sita marital tidak meliputi sharta bawaan atau harta pribadi suami atau isteri. b. Penyitaan Terhadap Barang Milik Tergugat (Debitur) 10 P.N.H, Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Surakarta, 2009, hal. 206

13 13 Menurut Sudikno Merto Kusumo, sita conservatoir ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua pengadilan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan dapat menjaga barang agar tidak dialihkan atau tidak dijual. 11 Menurut Prof. Subekti dalam bukunya hukum acara perdata beliau tegas mengalihkan istilah conservatoir Beslag menjadi istilah yang bernama sita jaminan. 12 Penegasan Prof. Subekti itu diperkuat dengan SEMA No. 05/1975 Tanggal 1 Desember 1975, yang telah mengalih bahasa conservatoir Beslag menjadi sita jaminan. Sita jaminan diatur dalam Pasal 261 R.Bg. sita jaminan dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak baik terhadap benda berwujud maupun tidak berwujud (Lychammelijk on Lychammelijk). Tentang benda berwujud tentunya dapat kita temukan dengan mudah, sedangkan benda tidak berwujud misalnya macam-macam hal-hal tersebut seperti hak gadai, hak merek dan lainnya. 13 Sita jaminan yang diletakkan atas harta kekayaan tergugat dengan sendirinya akan berubah menjadi sita eksekusi, hal ini terjadi apabila gugatan dikabulkan yang terhitung sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Sita jaminan menurut asasnya otomatis menjadi sita eksekusi apabila telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Oleh karena sita jaminan otomatis 11 Sutikno, Mertokusumo, op. cit, hal Subekti, Op. Cit, hal C.S.T. Konsil, Pengantar Ilmu Hukum Umum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal 244

14 14 mempunyai kekuatan hukum executorial Beslag, dengan demikian tidak ada lagi diperlukan tahap proses executorial Beslag. 14 Sita jaminan dalam penjaganya diatur dalam pasal 212 R.Bg dan pasal 508 RV, yakni diberikan kepada tersita (Tergugat). Tersita sebagai penjaganya demi hukum. Tersita boleh memanfaatkan barang yang telah disita dengan syarat harga barang yang disita tidak boleh turun. Menurut Sudikno Mentokusumo dalam bukunya hukum acara perdata Indonesia, yang dapat disita berdasarkan sita jaminan adalah : 1. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur 2. Sita jaminan atas barang-barang tetap milik debitur 3. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur yang adapada pihak ketiga 4. Sita jaminan atas kreditur 5. Sita gadai (panden Beslag) 6. Sita atas barang-barang debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang yang bukan penduduk Indonesia 7. Sita jaminan terhadap pesawat terbang 8. Sita jaminan terhadap barang milik negara, ditambah 9. Sita jaminan atas kapal (manurut M. Yahya Harahap) 15 H. Penyitaan Berdasarkan Pelaksanaannya a. Sita Persiapan (permulaan) 14 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal Sudiko Merto Kusumo, Op Cit Hal 95

15 15 Sita dilaksanakan agar nantinya apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, putusan segera dapat dilaksanakan (dieksekusi) dan memastikan agar gugatan tidak hampa (illusoir) Contoh sita persiapan adalah : 1) Sita jaminan (Consevatoir Beslag). 2) Sita revindikasi (revinikatoir Beslag). 3) Sita marital (marital Beslag). b. Sita Eksekusi Dari segi kewenangan, kewenangan memerintahkan sita eksekusi berada pada pimpinan Ketua Pengadilan Agama, hal ini diatur dalam Pasal 208 R.Bg Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sita Eksekusi sama dengan tata cara sita jaminan. Sita eksekusi timbul akibat Tergugat (pihak yang kalah) tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela. Dengan demikian salah satu prinsip yang melekat pada eksekusi merupakan tindakan yang timbul secara sukarela. 16 c. Sita Lanjutan Apabila harta kekayaan tersita telah habis yang hanya cukup untuk memenuhi sebagian tuntutan saja sedangkan pemohon yang lain belum mendapatkan bagian maka dapat diajukan lagi sita lanjutan agar terpenuhi semua tuntutan. I. Sita Berdasarkan Jangka Waktu a. Sita yang bersifat permanen 16 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan dan Kewenanangan Eksekusi Bidang Perdata, Op.Cit, hal 12

16 16 Dengan putusan menyatakan sita sah dan berharga dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, penyitaan dapat dilanjutkan dengan perintah penyerahan benda atas barang penggugat dan dapat juga dilanjutkan dengan penjualan lelang guna memenuhi isi putusan. b. Sita yang bersifat temporer Penyitaan yang bersifat temporer ini belum dilandasi kekuatan hukum yang pasti berupa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sewaktu-waktu sita yang demikian dapat diangkat bilamana gugatan penggugat ditolak. J. Ruang Lingkup Penerapan Sita a. Sita Revindikasi (Revindikatoir Beslag) Sita revindikasi terbatas pada sengketa hak milik saja, barang sitaan diperoleh dengan cara tidak sah atau dengan cara melawan hukum dan objek sengketa hanya terbatas benda bergerak saja. b. Sita Marital (Maritale Beslag) Mengacu pada Pasal 190 KUH Perdata, Pasal 24 Ayat (2) Huruf c PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 95 KHI, sita marital penerapannya dapat didasarkan pada sengketa yang timbul antara suami isteri antara lain : 1. Pada perkara perceraian 2. Pada perkara pembagian harta bersama 3. Pada perbuatan yang membahayakan harta bersama c. Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)

17 17 Sita jaminan dapat diletakkan terhadap barang-barang milik debitur, barang-barang bergerak dan tidak bergerak, sita jaminan dapat didasarkan pada gugatan hak milik, ganti rugi. d. Sita Penyesuaian Sita penyesuaian hanya bisa diletakkan pada barang yang menjadi objek sengketa telah lebih dahulu disita oleh orang lain. e. Sita Eksekusi Sita eksekusi hanya terbatas pada telah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, jadi bila putusan telah berkekuatan hukum tetap, maka sita eksekusi dapat dilaksanakan, sita eksekusi dapat berjalan bilamana pihak yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela. Sehingga diperlukan upaya paksa bahkan sampai memohon kekuatan kepolisian. f. Sita Lanjutan Ruang lingkup penerapan sita lanjutan terbatas pada suatu keadaan dimana barangbarang yang menjadi objek sitaan tersebut tidak cukup memenuhi tuntutan para kreditur. K. Tata Cara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) 1. Permohonan Sita Penggugat mengajukan gugatan pokok perkara dapat sekaligus mohon diletakkan sita jaminan, atau dapat pula diajukan dalam proses persidangan yang sedang berlangsung. 2. Permohonan sita harus beralasan

18 18 Penggugat mempunyai alasan yang kuat bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan dengan maksud menjauhkan barang-barang tersebut. 3. Ketua Pengadilan Agama (apabila belum menetapkan PMH) atau Ketua Majelis (apabila telah ditetapkan PMH) a. Memeriksa obyek sengketa yang dimohonkan sita tentang bukti kepemilikan, jenis, ukuran merek dan batas-batas kalau berupa benda tetap. b. Memeriksa apakah beralasan bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau mebnjauhkan barang tersebut. c. Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis memberikan penetapan. Penetapan tersebut ada tiga kemungkinan. 1) Mengabulkan permohonan sita dengan demikian Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis memerintahkan juru sita untuk melaksanakan penyitaan. 2) Menolak permohonan sita, karena tidak terbukti Tergugat akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau menjauhkan barang tersebut. 3) Menangguhkan permohonan sita karena majelis perlu mendengarkan jawaban dari Tergugat. 4. Penetapan dapat dijatuhkan oleh Ketua Pengadilan Agama sebelum menunjuk Majelis Hakim dan dapat juga oleh Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari berkas perkara secara seksama.

19 19 5. Ketua majelis dalam menjatuhkan penetapan sita dapat bersama-sama dengan PHS, penetapan hari sidang dan dapat pula dalam sidang insidentil. 6. Pelaksanaan sita Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita atau juru sita pengganti dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi. 7. Jurusita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan Termohon sita. 8. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita. 9. Jurusita atau juru sita pengganti membuat berita acara sita. 10. Jurusita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara Sita kepada Termohon sita, Pemohon sita, Ketua Majelis / Ketua Pengadilan Agama dan Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan. 11. Jurusita mendapatkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan penyitaan tersebut kepada Kepala Desa / Lurahnya bila tanah yang disita belum bersertifikat serta mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor. 12. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg) Bagaimana kalau juru sita atau juru sita pengganti dalam melaksanakan penyitaan tidak ditemukan barang yang akan disita? Atau barang yang akan disita tidak sesuai dengan penetapan sita. Dalam hal yang demikian juru sita atau juru sita pengganti membuat Berita Acara yang menyatakan sita tidak dapat dilaksanakan karena barang-barang tersebut

20 20 tidak dapat ditemukan selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis. Tata cara sita eksekusi 1. Permohonan sita eksekusi diawali dari permohonan eksekusi dari Penggugat atau pihak yang memang setelah putusan berkekuatan hukum tetap sedangkan Tergugat atau yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela 2. Pemanggilan terhadap tereksekusi untuk diberi teguran (aanmaning). Apabila tereksekusi dipanggil tidak hadir dan ketidakhadirannya beralasan, maka tereksekusi dipanggil sekali lagi untuk di aanmaning. 3. Apabila tereksekusi ketidakhadirannya tanpa alasan yang sah maka Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan perintah sita eksekusi dengan membuat penetapan yang intinya memerintahkan juru sita atau juru sita pengganti untuk melaksanakan sita eksekusi. 4. Apabila tereksekusi hadir dalam panggilan tersebut maka Ketua Pengadilan Agama mengadakan sidang insidentil didampingi panitera sidang yang intinya menegur tereksekusi supaya melaksanakan isi putusan dengan member kesempatan selama 8 hari. 5. Panitera sidang membuat Berita Acara Aanmaning. Apabila dalam waktu 8 hari tereksekusi tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka Ketua Pengadilan Agama membuat penetapan yang isinya memerintahkan kepada juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan sita eksekusi terhadap objek sengketa.

21 21 6. Juru sita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan termohon sita. 7. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita. 8. Juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan penyitaan didampingi 2 (dua) orang saksi dan membuat Berita Acara sita eksekusi. 9. Juru sita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara sita kepada tereksekusi, Pemohon eksekusi dan Ketua Pengadilan Agama serta Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan. 10. Juru sita atau juru sita pengganti mendaftarkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan kepada Kepala Desa / Lurah jika berupa tanah yang belum bersertifikat serta mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor. 11. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg) 12. Setelah objek sengketa diletakkan sita eksekusi maka proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses pelelangan dengan bantuan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENYITAAN. Penyitaan berasal dari terminologi Beslag (Belanda), dan didalam istilah bahasa indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM PENYITAAN. Penyitaan berasal dari terminologi Beslag (Belanda), dan didalam istilah bahasa indonesia BAB II TINJAUAN UMUM PENYITAAN A. Pengertian Penyitaan Penyitaan berasal dari terminologi Beslag (Belanda), dan didalam istilah bahasa indonesia beslag namun istilah bakunya ialah kata sita atau penyitaan.

Lebih terperinci

KEJURUSITAAN PENGADILAN

KEJURUSITAAN PENGADILAN KEJURUSITAAN PENGADILAN PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN JURUSITA Kata Jurusita berasal dari bahasa Belanda yaitu deuurwaader Jurusita/Jurusita Pengganti adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh pemerintah untuk

Lebih terperinci

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin SEKITAR PENYITAAN Oleh A. Agus Bahauddin A. Pengertian Penyitaan : Menurut terminologi Belanda : beslag, dalam istilah Indonesia disebut beslah, dan istilah bakunya sita dan penyitaan. Dari istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan oleh karena

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Magetan ) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup bermasyarakat. Namun dalam membina hubungan bermasyarakat tersebut, sering

Lebih terperinci

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan : 1. Pengertian Pemeriksaan Setempat Pemeriksaan Setempat atau descente ialah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN SITA JAMINAN ATAS HARTA PERKAWINAN DALAM PERKARA PERCERAIAN VERAWATY KOJUNGAN / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN SITA JAMINAN ATAS HARTA PERKAWINAN DALAM PERKARA PERCERAIAN VERAWATY KOJUNGAN / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN SITA JAMINAN ATAS HARTA PERKAWINAN DALAM PERKARA PERCERAIAN VERAWATY KOJUNGAN / D 101 10 514 ABSTRAK Dalam perkawinan timbul hak dan kewajiban antara suami dan isteri,

Lebih terperinci

JENIS SITA. Sita Jaminan thdp barang milik Debitur/Tergugat (Conservatoir Beslag) Sita Jaminan thdp barang bergerak milik Penggugat :

JENIS SITA. Sita Jaminan thdp barang milik Debitur/Tergugat (Conservatoir Beslag) Sita Jaminan thdp barang bergerak milik Penggugat : Definisi Sita Sita adl tindakan penjagaan paksa berdasarkan perintah pengadilan/hakim untuk menempatkan harta kekayaan milik penggugat dan/atau tergugat kedalam penjagaan untuk menjamin dipenuhinya tuntutan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

Sekitar Kejurusitaan

Sekitar Kejurusitaan Sekitar Kejurusitaan (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pengertian Juru Sita Juru sita adalah salah satu pejabat yang bertugas di pengadilan agama, selain hakim, panitera dan

Lebih terperinci

K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten)

K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten) K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten) A. DASAR HUKUM EKSISTENSI JURUSITA 1. Pasal 38 UU no 7/1989: Pada setiap pengadilan ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA. Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), 17 dan istilah Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA. Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), 17 dan istilah Indonesia BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA A. Pengertian Sita dalam Hukum Perdata Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), 17 dan istilah Indonesia beslah tetapi istilah bakunya

Lebih terperinci

BAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH. A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan

BAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH. A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan BAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan 1. Prosedur eksekusi Dalam melaksanakan eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan, ada beberapa prosedur

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi : BAB III PELAKSANAAN SITA JAMINAN SERTA EKSEKUSI DAN PELAKSAAN SITA JAMINAN SERTA EKSEKUSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR YANG TIDAK DIDAFTARKAN OLEH JURU SITA PENGADILAN NEGERI BANDUNG A. Pelaksaan Sita

Lebih terperinci

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET (Oleh H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim PTA NTB) I. Pendahuluan Dalam praktek beracara di muka Pengadilan sering kita dapati perkara gugatan derden

Lebih terperinci

E K S E K U S I (P E R D A T A)

E K S E K U S I (P E R D A T A) E K S E K U S I (P E R D A T A) A. Apa yang dimaksud dengan Eksekusi Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum. B. AZAS-AZAS EKSEKUSI

Lebih terperinci

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 ) DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 ) BAB I PENDAHULUAN Sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA OLEH DRS.H.SUHADAK,SH,MH MAKALAH DISAMPAIKAN PADA PELAKSANAAN BIMTEK CALON PANITERA PENGGANTI PENGADILAN TINGGI AGAMA MATARAM TANGGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman,

Lebih terperinci

hal 0 dari 11 halaman

hal 0 dari 11 halaman hal 0 dari 11 halaman I. PENGERTIAN PENGGUNAAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI (H. SUWARDI, SH, MH) Subekti menyebut, putusan pelaksanaan

Lebih terperinci

mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian pinjam meminjam yang dimana pinjaman berupa uang dari pihak kreditur, sebagaimana diungkapkan oleh para

mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian pinjam meminjam yang dimana pinjaman berupa uang dari pihak kreditur, sebagaimana diungkapkan oleh para BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG AKIBAT HUKUM TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR ATAS TIDAK DIDAFTARKANNYA SITA JAMINAN OLEH JURU SITA PENGADILAN NEGERI BANDUNG A. Pengertian Debitur Secara Umum 1. Pengertian

Lebih terperinci

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA Oleh : M. Luqmanul Hakim Bastary* PENGERTIAN Untuk kesamaan penggunaan istilah, maka kata Executie yang berasal dari bahasa asing, sering diterjemahkan ke dalam Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Banyak permasalahan yang berlatar belakang pada sengketa perdata yang disebabkan oleh karena salah satu pihak merasa dirugikan akibat hak-haknya dilanggar oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu 1 SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu Pencabutan gugatan atau pencabutan perkara dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama sering sekali dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga

Lebih terperinci

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita Tgl Ditetapkan : 11 April 2011 Halaman : 1 dari 7 halaman No. Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan Unit/Pejabat Terkait Waktu Penyelesaian Ket. A. DI LUAR GUGATAN 1. Menerima surat permohonan sita sebanyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita Tgl Ditetapkan : 08 April 2013 Halaman : 1 dari 8 halaman No. Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan Unit/Pejabat Terkait Waktu Penyelesaian Ket. A. DI LUAR GUGATAN 1. Menerima surat permohonan sita sebanyak

Lebih terperinci

Nomor SOP : Revisi Tgl. : Tgl Ditetapkan : Halaman : 1 dari 8 halaman

Nomor SOP : Revisi Tgl. : Tgl Ditetapkan : Halaman : 1 dari 8 halaman Tgl Ditetapkan : Halaman : 1 dari 8 halaman No. Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan Unit/Pejabat Terkait Waktu Penyelesaian Ket. A. SITA DI LUAR GUGATAN 1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak

Lebih terperinci

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita Tgl Ditetapkan : 11 Februari 2013 Halaman : 1 dari 8 halaman No. Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan Unit/Pejabat Terkait Waktu Penyelesaian Ket. A. DI LUAR GUGATAN 1. Menerima surat permohonan sita sebanyak

Lebih terperinci

JAMINAN. Oleh : C

JAMINAN. Oleh : C NASKAH PUBLIKASII SKRIPSI PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA (Study Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo) 1 Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo) Bambang Kusumo T. E.0001083 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB

Lebih terperinci

PENGADILAN AGAMA SINJAI Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Telp. (0482) 21054, Fax SINJAI 92651

PENGADILAN AGAMA SINJAI Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Telp. (0482) 21054, Fax SINJAI 92651 No. Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan Unit/Pejabat Terkait Waktu Penyelesaian Ket. A. DI LUAR GUGATAN 1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi Objek penelitian 1. profil pengadilan agama malang Pengadilan Agama Malang terletak di jalan Raden Panji Suroso No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang,

Lebih terperinci

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH 56 BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH A. Analisis Prosedur Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Tentang Mut ah dan Nafkah Iddah. Tujuan pihak-pihak

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D 101 09 643 ABSTRAK Pemeriksaan suatu perkara perdata dimulai pada tingkat Pengadilan

Lebih terperinci

Standard Operating Procedures SITA DI PENGADILAN AGAMA TEBING TINGGI

Standard Operating Procedures SITA DI PENGADILAN AGAMA TEBING TINGGI Halaman : 1 dari 8 halaman No. Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan Unit/Pejabat Terkait Waktu Penyelesaian Ket. A. DI LUAR GUGATAN 1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara permohonan dan perkara gugatan. Dalam perkara gugatan sekurangkurangnya ada dua pihak yang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017 KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN ORANG BERDASARKAN PASAL 31 KUHAP 1 Oleh : Nurul Auliani 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui siapa pejabat yang

Lebih terperinci

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN Eksekusi menurut Subketi(1) dan Retno Wulan(2) disebutkan dengan istilah "pelaksanaan" putusan. Putusan pengadilan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 4/Jun/2017. PELAKSANAAN SITA MARITAL DALAM PERKARA PERCERAIAN 1 Oleh : Lisa Elisabeth Barahamin 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 4/Jun/2017. PELAKSANAAN SITA MARITAL DALAM PERKARA PERCERAIAN 1 Oleh : Lisa Elisabeth Barahamin 2 PELAKSANAAN SITA MARITAL DALAM PERKARA PERCERAIAN 1 Oleh : Lisa Elisabeth Barahamin 2 ABSTRAK Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah penelitian hukum doktrinal/normatif atau

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN A. Pendahuluan Pokok bahasan III ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang putusan, upaya hukum terhadap putusan dan pelaksanaan putusan. Penguasaan materi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum akan tetapi individu juga harus melakukan suatu perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. secara umum akan tetapi individu juga harus melakukan suatu perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat individu tidak dapat lepas dari kebutuhan hidup dan bantuan dari individu lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1 54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1 SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1 (Oleh : Nasikhin A. Manan) A. SEKITAR EKSEKUSI I. PENGERTIAN EKSEKUSI. Eksekusi adalah hal menjalankan putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (BHT).

Lebih terperinci

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Oleh : DRS. H.MUHTADIN,S.H 1 ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA BERACARA HARUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PELETAKAN SITA JAMINAN ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PELETAKAN SITA JAMINAN ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL PELETAKAN SITA JAMINAN ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Ambrosius Adjie email: ambrosiusadjie2@gmail.com Abstract This study aims to determine the placement of sequestration of intellectual property rights.

Lebih terperinci

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TINJAUAN TENTANG PENYIMPANAN (CONSERVEER) BARANG BERGERAK DAN BARANG TIDAK BERGERAK MILIK PIHAK TERGUGAT SEBAGAI BARANG SITAAN OLEH PENGADILAN NEGERI SEBAGAI UPAYA MENJAMIN TUNTUTAN PENGGUGAT (Studi Kasus

Lebih terperinci

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* Abstrak Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan dan cara bagaimana

Lebih terperinci

Kualifikasi Pelaksana: Dasar Hukum:

Kualifikasi Pelaksana: Dasar Hukum: PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Jl. Ipda Tut Harsono No.53 Telp. (0274) 552997, Fax. (0274) 552998 Yogyakarta Homepage: http://pa-yogyakarta.net Email : pa_yogyakarta@yahoo.co.id; admin@pa-yogyakarta.net Nomor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan 40 BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan Cerai Dengan Harta Bersama. Berdasarkan hasil permusyawaratan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

ABSTRAK Latar belakang

ABSTRAK Latar belakang ABSTRAK Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial diajukan kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut. Adakalanya permohonan eksekusi datang langsung dari pihak tereksekusi sendiri.

Lebih terperinci

ELIZA FITRIA

ELIZA FITRIA EKSEKUSI RIIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI BATUSANGKAR KLAS II (STUDI KASUS PERKARA PERDATA NO. 02/Pdt.G/2007/PN.BS) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Segala tingkah laku yang diperbuat

Lebih terperinci

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS BAB III IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS WAKAF TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT A. Kewenangan Peradilan Agama Tugas dan kewenangan peradilan agama sangat terkait dengan kekuasaan peradilan dalam

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 9/Pdt.G/2009/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 9/Pdt.G/2009/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor 9/Pdt.G/2009/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : 1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JURUSITA / JURUSITA PENGGANTI. pejabat pengandilan yang di tugaskan melakukan penggilan-panggilan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JURUSITA / JURUSITA PENGGANTI. pejabat pengandilan yang di tugaskan melakukan penggilan-panggilan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JURUSITA / JURUSITA PENGGANTI A. Pengertian Jurusita / Jurusita Pengganti Jurusita (deurwaarder : dalam bahasa Belanda) adalah seorang pejabat pengandilan yang di tugaskan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh P U T U S A N Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang mengadili perkara cerai gugat pada tingkat banding dalam persidangan Majelis Hakim

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM 57 BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan N0.251/Pdt.G/2013 PA.Sda Dalam memutuskan setiap Perkara di dalam persidangan hakim tidak serta merta memutuskan perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. putusan yang saling bertentangan. Kata kunci: eksekusi, noneksekutabel

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. putusan yang saling bertentangan. Kata kunci: eksekusi, noneksekutabel KAJIAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN (NONEKSEKUTABEL) PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh : Zakaria Tindi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 EKSEKUSI. cet.2, ed. revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 276

BAB 2 EKSEKUSI. cet.2, ed. revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 276 10 BAB 2 EKSEKUSI 2.1 Dasar Hukum Eksekusi Esensi terpenting dan aktual yang merupakan puncak dari perkara perdata adalah putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI A. Pengertian Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK Kehadiran tergugat di persidangan adalah hak dari tergugat. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo menyatakan hal tersebut bahwa tidak ada keharusan bagi tergugat untuk

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI perdata. 2 Menurut pengertian yang lazim bagi aparat Pengadilan, eksekusi adalah 1 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1 Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI (

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Banten yang mengadili perkara perdata pada tingkat banding dalam

Lebih terperinci

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan Pembuktian merupakan bagian dari tahapan pemeriksaan perkara dalam persidangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang mengadili perkara Harta Bersama pada tingkat banding,

Lebih terperinci

CARA PENYELESAIAN ACARA VERSTEK DAN PENYELESAIAN VERZET

CARA PENYELESAIAN ACARA VERSTEK DAN PENYELESAIAN VERZET CARA PENYELESAIAN ACARA VERSTEK DAN PENYELESAIAN VERZET Oleh: H.Sarwohadi, S.H.,M.H.,(Hakim PTA Mataram). I. Pendahuluan : Judul tulisan ini bukan hal yang baru, sudah banyak ditulis oleh para pakar hukum

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor /Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Dalam tingkat banding telah memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA MAKASSAR

PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA MAKASSAR PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA MAKASSAR I. PANJAR BIAYA PERKARA TINGKAT PERTAMA 1. Pendaftaran Gugatan/ 30.000,- Permohonan 2. Administrasi 3. Panggilan Penggugat/ Pemohon (3x*) 4. Panggilan

Lebih terperinci