BAB I PENDAHULUAN. Pesona itu dijumpai dalam diri semua bayi yang lahir ke dunia dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pesona itu dijumpai dalam diri semua bayi yang lahir ke dunia dengan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia sesungguhnya adalah citra Tuhan yang mempesona. Pesona itu dijumpai dalam diri semua bayi yang lahir ke dunia dengan kelengkapan organ-organ tubuh maupun mereka yang lahir dengan keterbatasan fisik. Oleh karena itu, selayaknyalah hidup mesti dihormati bagaimanapun wujudnya di dalam diri setiap orang, karena pada dasarnya tidak ada satu orang pun di dunia ini yang menyukai dirinya dilahirkan dalam keadaan cacat. Keadaan cacat menyebabkan manusia tersebut merasa rendah diri karena merasa tidak berguna dan selalu bergantung pada bantuan dan belas kasihan orang lain. Manusia penyandang cacat pada umumnya memiliki keterbatasanketerbatasan tertentu sesuai dengan jenis kecacatannya. Begitu juga dengan penyandang tunanetra, stigma yang diberikan masyarakat awas (melihat normal) sering kali digambarkan sebagai seseorang yang tak berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan, sehingga terbentuk persepsi prasangka bahwa orang tunanetra itu patut dikasihani, selalu butuh perlindungan dan bantuan. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Anak tunanetra banyak mengalami permasalahan yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan manusia yang akan mempengaruhi kesejahteraan sosial baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.

2 2 Untuk mengatasi permasalahan yang ada pada mereka, maka anak tunanetra perlu dididik dan diberdayakan dengan diberikan pendidikan dan pelatihan/keterampilan yang wajar seperti anak normal lainnya, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Dalam Undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran tahun 1954 No. 12 Bab V pasal 7 ayat 5 dikatakan bahwa : Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir batin yang layak. Pendidikan SLB/A Karya Murni yang berlokasi di Jl. Karya Wisata No. 6 Medan Johor adalah salah satu wadah yang berperan dalam mengatasi problema yang timbul dari penderita cacat netra yakni dengan memberikan hak pendidikan dan keterampilan yang sama dengan anak normal lainnya. Semua anak dididik sesuai dengan bakat dan kemampuannya dengan tidak mengabaikan kurikulum pendidikan pemerintah tahun Sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Seri Amal dan bermitra kerja dengan Keuskupan Agung Medan ini berdiri sejak tahun Jenjang pendidikan yang ada terdiri dari : Taman Kanakkanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB). Di SLB/A Karya Murni ini juga disediakan panti asuhan yang letaknya berada di belakang area sekolah. Saat ini di Karya Murni terdapat 6 unit panti asuhan, yang setiap unitnya dihuni 10 sampai 12 orang anak tunanetra dengan seorang suster pengasuh dan satu orang karyawan wanita yang bertugas untuk

3 3 menyiapkan makanan bagi anak-anak tunanetra. Tiap unit panti asuhan dikepalai oleh seorang suster. Di panti asuhan ini, para siswa/i dikelompokkan sesuai dengan tingkatan usianya masing-masing, dengan maksud agar tiap anak mengalami perkembangan yang wajar sesuai dengan pertambahan usianya sekaligus untuk lebih memandirikan mereka, sehingga ketika tiba waktunya harus keluar dari panti asuhan mereka bisa bertahan hidup dan bersosialisasi dengan masyarakat awas lainnya, tentunya dengan bekal pendidikan dan keterampilan yang didapat dari sekolah dan panti asuhan. Adapun yang menjadi penghuni panti asuhan ini adalah para siswa/i tunanetra yang yatim, piatu, yatim piatu, ditinggalkan/ditolak keluarga, ekonomi lemah, dititipkan keluarga sampai yang dengan kemauannya sendiri ingin tinggal di panti asuhan. Di sini semua anak diperlakukan dan dihormati sama tanpa memandang asal- usul, suku, agama, tingkat ekonomi ataupun keadaan fisik. Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Seorang siswa tunanetra yang dalam kesehariannya mengalami banyak kelemahan karena keterbatasan rangsangan visual, membutuhkan layanan konseling untuk membantunya memecahkan masalah dan membentuk konsep diri yang baik agar ia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berperilaku positif. Bertitik tolak dari alasan di atas, maka Yayasan Karya Murni ini menyediakan seorang konselor yang bertugas untuk membantu para siswa/i baik yang bermasalah maupun tidak. Konselor ini adalah seorang suster dengan latar

4 4 belakang pendidikan psikologi, yang kesehariannya tinggal dan bertugas di panti asuhan. Pola komunikasi konseling yang umumnya terdapat di lingkungan panti asuhan Karya Murni ini adalah bersifat kekeluargaan dan persaudaraan yang tinggi, namun tetap mengutamakan sisi kedisplinan/ketegasan. Hal ini dikarenakan pada dasarnya para siswa/i tunanetra memiliki tingkat kecerdasan, daya tangkap, sifat dan kepribadian yang tidak sama satu sama lain. Pada kenyataan yang terlihat, para siswa/i tunanetra di panti asuhan Karya Murni ini sedikit banyak dapat mengatasi segala kelemahan yang ada pada mereka. Hal ini dapat terlihat dari kemandirian mereka dalam mengerjakan tugastugas rutin seperti mengenakan dan memilih pakaian yang serasi, menyiapkan dan mengunakan alat-alat makan di atas meja, memelihara kebersihan diri sendiri, pergi ke sekolah dan kembali pulang ke panti asuhan sendiri maupun mampu menjalin persahabatan/bersosialisasi dengan teman sebayanya, guru pembimbing, suster pengasuh, dan terhadap warga lainnya di sekitar lingkungan sekolah dan panti asuhan. Selain itu, beberapa dari mereka juga berhasil mengukir sejumlah prestasi di bidang olah raga, akademis, pembinaan mental/kreativitas dan seni. Dengan kata lain, sifat-sifat negatif yang umumnya dimiliki seorang tunanetra seperti curiga terhadap orang lain, mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan dengan orang lain tidak tampak pada diri mereka.

5 5 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peranan komunikasi layanan konseling individual antara konselor dengan siswa/i tunanetra dalam membentuk konsep diri klien tunanetra di panti asuhan Karya Murni Medan Johor? 2. Bagaimanakah teknik-teknik komunikasi konseling yang dilakukan konselor terhadap klien tunanetra dalam membentuk konsep diri mereka? 3. Siapakah yang proaktif dalam layanan konseling itu konselor atau klien tunanetra? 4. Masalah-masalah apakah yang pada umumnya menjadi fokus layanan konseling bagi klien tunanetra? 5. Bagaimanakah bentuk solusi yang ditawarkan oleh konselor untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien tunanetra? I.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas dan terarah, sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Populasi penelitian adalah siswa/i tunanetra di panti asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata Medan Johor. 2. Subjek penelitian adalah 4 orang siswa/i yang duduk di tingkat SLTP.

6 6 3. Penelitian ini terfokus untuk menggambarkan dan membahas bagaimana peranan komunikasi layanan konseling individual dengan konselor pada siswa/i tunanetra dalam membentuk konsep diri klien tunanetra di panti asuhan Karya Murni. 4. Pembentukan konsep diri klien tunanetra dilihat dari perangkat teori Rogers/teori diri (Self Theory) tentang lima sifat khas seseorang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being). 5. Tipe penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif dimana peneliti mendeskripsikan atau merekonstruksi wawancara mendalam terhadap subjek penelitian tanpa menjelaskan hubungan antar variabel atau menguji hipotesis. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: a. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan membahas bagaimana peranan komunikasi layanan konseling individual antara konselor dengan siswa/i tunanetra dalam membentuk konsep diri klien tunanetra di panti asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata Medan Johor. b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik-teknik komunikasi konseling yang dilakukan konselor terhadap klien tunanetra terhadap proses pembentukan konsep diri klien tunanetra c. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui siapa yang proaktif dalam layanan konseling konselor atau klien tunanetra.

7 7 d. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang pada umumnya menjadi fokus layanan konseling bagi klien tunanetra. e. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk solusi yang ditawarkan oleh konselor terhadap masalah yang dihadapi klien tunanetra. I.4.2 Manfaat Penelitian Dalam hal ini manfaat penelitian yang dimaksud adalah: a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi konseling individual yang berkaitan dengan pembentukan konsep diri siswa/i tunanetra. b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di bidang ilmu komunikasi. c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak yang terkait dalam penelitian, dalam hal ini adalah konselor pada panti asuhan Karya Murni Medan Johor untuk dapat lebih meningkatkan perhatian dalam menangani kebutuhan dan permasalahan siswa/i tunanetra.

8 8 I.5 Kajian Pustaka Kajian pustaka berfungsi untuk menguraikan teori, konsep, atau pendekatan terbaru yang ada hubungannya dengan masalah penelitian. Kajian pustaka merupakan dasar untuk membuat definisi konsep dan operasionalisasi variabel. Menurut Kriyantono (2006:45) teori dalam pendekatan kualitatif berfungsi sebagai pisau analisis yakni membantu peneliti untuk mengumpulkan dan memaknai data serta mendialogkannya dengan konteks sosial yang terjadi. Adapun teori-teori yang relevan dengan penelitian ini adalah: I.5.1 Komunikasi Wilbur Schramm mengatakan bahwa kata communication itu berasal dari kata Latin communis yang berarti common (sama). Dengan demikian apabila kita akan mengadakan komunikasi, maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 1996:9). Menurut Cherrey, komunikasi adalah menekankan pada proses hubungan, sedangkan Gode berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses yang menekankan pada sharing atau pemilikan (Liliweri, 1997:5). Sementara itu Laswell (Effendy, 1993:253), menyatakan bahwa cara terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan : Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect (Siapa, Mengatakan Apa, Melalui Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Efek Apa). Dari pertanyaan tersebut dapat didaftarkan 5 unsur proses komunikasi yakni: komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek.

9 9 Berikut adalah penjabaran formula Laswell apabila dihubungkan dengan penelitian yang dilaksanakan: 1. Who (komunikator) adalah konselor di panti asuhan Karya Murni, yang berfungsi sebagai penyampai atau pemberi pesan verbal yakni berupa katakata, saran, pikiran maupun pesan non verbal (perilaku non verbal) dalam proses konseling. 2. Says What (pesan) adalah kata-kata atau ucapan, ide, saran dan pikiran yang diberikan atau disampaikan konselor kepada siswa/i tunanetra sebagai klien tunanetra. 3. In Which Channel (media) adalah saluran atau sarana penyampaian pesan yaitu melalui organ pengindera. 4. To Whom (komunikan) adalah klien tunanetra di panti asuhan Karya Murni Medan Johor. 5. With What Effect (efek yang ditimbulkan) adalah terbentuknya konsep diri pada klien tunanetra.

10 10 Tabel 1 Formula Laswell apabila dihubungkan dengan penelitian Who Says What InWhich To Whom With What (Komunikator) (Pesan) Channel (Komunikan) Effect (Media) (Efek yang ditimbulkan) Konselor a. Pesan verbal Organ Siswa/i tunanetra Terbentuknya (bahasa lisan) pengindera di panti asuhan konsep diri pada b. Pesan non verbal Karya Murni klien tunanetra (perilaku non Medan Johor verbal) sebagai klien tunanetra

11 11 I.5.2 Komunikasi Hubungan Manusiawi Komunikasi hubungan manusiawi/komunikasi insani adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Goyer mengatakan bahwa komunikasi insani menjadi unik karena kemampuannya yang istimewa untuk menciptakan dan menggunakan lambang-lambang, sehingga dengan kemampuan ini manusia dapat berbagi pengalaman secara tidak langsung maupun memahami pengalaman orang lain (Tubbs, 1996:5). Adapun unsur-unsur dalam komunikasi hubungan manusiawi adalah: 1. Komunikator 1 dan komunikator 2 2. Pesan 3. Saluran 4. Gangguan (interference) 5. Umpan balik 6. Waktu Menurut Rosenberg, komunikasi hubungan manusiawi berkaitan erat dengan konsep diri. Setiap individu memperoleh identitas diri dengan memperhatikan dan diperhatikan orang lain. Lebih jauh lagi, kita menumbuhkan identitas dan nilai diri dengan membandingkannya dengan orang lain (Tubbs, 1996:3-4). Adapun karakteristik komunikasi hubungan manusiawi sebagai berikut: a. Kepercayaan dan pengertian. b. Berbagi informasi dan pemilikan bersama atas informasi.

12 12 c. Konteks, terdiri dari: - situasi atau keadaan (setting) - lingkungan sosial psikologis di mana komunikasi terjadi dan hubungan berkembang. d. Penegasan (konfirmasi) dan diskonfirmasi. e. Sikap mendukung dan bertahan. f. Afeksi dan kontrol (Tubbs, 1996:206). I.5.3 Tunanetra Pengertian tunanetra dilihat dari segi etimologi bahasa yakni: tuna = rugi, netra = mata atau cacat mata. Jadi tunanetra menggambarkan keadaan penderita yang mengalami kelainan indera penglihatan, baik kelainan itu bersifat berat (buta total) maupun ringan (low vision/kurang awas). Akibat kekurangan penglihatan atau bahkan kehilangan sama sekali indera penglihatan sebagai yang diderita oleh anak-anak tunanetra, menimbulkan berbagai masalah yang menyebabkan terbatasnya kemampuan-kemampuan berkembang anak tunanetra dibanding dengan kemampuan berkembang yang dialami anak awas. Keterbatasan berkembang tersebut antara lain karena anak tunanetra menderita kemiskinan tanggapan yang sangat parah, yang bagi anak awas tanggapan tersebut sebagian besar diperoleh melalui rangsangan visual.

13 13 Masalah-masalah yang timbul bagi anak tunanetra antara lain: (1) Mudah curiga terhadap orang lain. (2) Mudah tersinggung perasaannya. (3) Rasa ketergantungan yang berlebihan dengan orang lain (Ramidjo, 1998:4-5). I.5.4 Konseling Individual Istilah konseling berasal dari bahasa Inggris to counsel yang secara etimologi berarti to give advice atau memberi saran dan nasihat. Jones mendefinisikan konseling sebagai kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri (Lubis, 2006:7). Selanjutnya menurut Jones, proses konseling akan terlaksana bila terlihat beberapa aspek berikut ini: a. Terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien. b. Terjadi dalam suasana yang profesional. c. Dilakukan dan dijaga sebagai alat yang memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien. Rogers mengemukakan sebagai berikut : Counseling is a series of direct contacts with the individual which aims to offer him assistance in changing his attitude and behaviour. Konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan

14 14 individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya (Hallen, 2005:9). Sementara itu, Shertzer dan Stone mendefinisikan hubungan konseling yaitu interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut (Willis, 2004:36). Karakteristik hubungan konseling adalah sebagai berikut: 1. Hubungan konseling itu sifatnya bermakna, terutama bagi klien, demikian pula bagi konselor. Hubungan konseling terjadi dalam suasana keakraban (intimate). 2. Bersifat afek. Afek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungankecenderungan yang didorong oleh emosi. Afek hadir karena adanya keterbukaan diri (disclosure) klien, keterpikatan, keasyikan diri (self absorbed) dan saling sensitif satu sama lain. 3. Integrasi pribadi. Terdapat ketulusan, kejujuran dan keutuhan antara konselor-klien. 4. Persetujuan bersama. Ada komitmen (keterikatan) antara kedua belah pihak. 5. Kebutuhan. Hubungan konseling akan berhasil bila klien datang atas dasar kebutuhannya. 6. Struktur. Proses konseling (bantuan) terdapat struktur karena adanya keterlibatan konselor dan klien

15 15 7. Kerjasama. Jika klien bertahan (resisten) maka ia menolak dan tertutup terhadap konselor. Akibatnya, hubungan konseling akan macet. Begitu juga sebaliknya. 8. Konselor mudah didekati, klien merasa aman. Faktor iman dan taqwa sangat mendukung terhadap kehidupan emosional konselor. 9. Perubahan. Tujuan akhir dari hubungan konseling adalah perubahan positif - si klien menjadi lebih sadar dan memahami diri, mendapatkan cara-cara terbaik untuk berbuat/merencanakan kehidupannya menjadi lebih dewasa dan pribadinya terintegrasi. Perubahan internal dan eksternal terjadi di dalam sikap dan tindakan, serta persepsi terhadap diri, orang lain dan dunia (Willis, 2004:41-44). Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi layanan konseling individual merupakan kegiatan komunikasi antara konselor dengan klien (adanya keikutsertaan/keterlibatan dua orang individu) yang terjadi dalam suasana keakraban/kebersamaan dan terdapat interaksi atau umpan balik antara kedua belah pihak sehingga si klien dapat memahami pikiran ataupun pesan yang disampaikan konselor yang tujuan akhirnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah helpee (klien) - client centered sehingga klien mempunyai gambaran diri (konsep diri) yang jelas.

16 16 I.5.5 Konsep Diri Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri/sifat) yang dimilikinya (Dayakisni, 2003:65). Sedangkan Rakhmat (1989:112) menyatakan konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Pearson et.al. (Tubbs, 1996:42) berpendapat bahwa konsep diri adalah kesan yang relatif stabil mengenai diri sendiri, tidak hanya mencakup persepsi mengenai karakteristik fisik, melainkan juga penilaian diri mengenai apa yang pernah dicapai, yang sedang dijalani, dan apa yang ingin dicapai. Konsep diri tumbuh melalui umpan balik yang diterima dari orang-orang di sekitar kita. Konsep diri berkembang melalui hubungan dan interaksi dengan orang lain. Menurut Carl R. Rogers, konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Teori ini disebut juga teori Rogers/teori diri (Self Theory), yakni teori yang berpusat pada pribadi. Teori ini pada dasarnya memberikan tekanan yang kuat pada pengalaman-pengalaman sang pribadi, perasaan-perasaan, nilainilai dan semua yang teringkas dalam ekspresi kehidupan batin (Hall, 1993:126). Rogers yakin bahwa dalam diri setiap orang terdapat potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard. Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai individu,

17 17 sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Rogers beragumentasi bahwa perubahan-perubahan dalam persepsi diri dan persepsi atas realitas menghasilkan perubahan yang serentak dalam perilaku dan hal itu memberikan kondisi psikologis tertentu bagi seseorang sehingga mempunyai kapasitas untuk mereorganisasi bidang persepsinya, termasuk bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri sehingga menjadi individu yang lebih otonom, spontan, percaya diri (Graham, 2005:92-93). Menurut Rogers, ada lima sifat khas seseorang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being): 1. Keterbukaan pada pengalaman. 2. Tidak adanya sikap defensif. 3. Kesadaran yang cermat. 4. Penghargaan diri tanpa syarat. 5. Hubungan yang harmonis dengan orang-orang lain (Hall, 1993:128). I.6 Definisi Konsep Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak (hasil pemikiran rasional) yang dibentuk dengan menggeneralisasikan obyek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Suatu variabel adalah konsep tingkat rendah, yang acuan-acuannya secara relatif mudah diidentifikasikan dan diobservasi serta diklasifikasi, diurut atau diukur

18 18 (Kriyantono, 2006:20). Variabel berfungsi sebagai penghubung antara dunia teoritis dengan dunia empiris. Konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2 Konsep Operasional Konsep Variabel Operasionalisasi Konsep Indikator 1. Variabel Komunikasi Layanan Konseling a. Keikutsertaan untuk berkonseling - berminat/tidak berminat untuk berkonseling Individual b. Suasana sewaktu berkonseling - apakah tercipta suasana akrab, rileks, kekeluargaan dan sebagainya c. Cara penyampaian pesan - melalui pesan verbal (komunikasi lisan) dan perilaku non verbal d. Umpan balik - ada umpan balik/respon e. Pemahaman akan pesan - paham/mengerti akan pesan yang disampaikan 2. Variabel Pembentukan Konsep Diri a. Terbuka pada pengalaman - rasa cemas, marah atau takut sudah berkurang/hilang terhadap masalah yang sedang dihadapi - optimis akan masa depan b. Tidak bersikap defensif - sudah bersikap terbuka - tidak menyalahkan orang lain akan kecacatan/kesulitan yang diderita

19 19 c. Kesadaran yang cermat - sudah memiliki rasa percaya diri - menyadari kelebihan/bakat yang dimiliki d. Penghargaan diri tanpa - merasa cukup berarti di syarat lingkungannya - ada prestasi di dalam maupun di luar kelas e. Menjalin hubungan - dapat bergaul dengan semua yang harmonis dengan penghuni panti asuhan orang lain (Hall, - ada rasa tanggung jawab dan 1993:128). memiliki satu sama lain

20 20 I.7 Definisi Operasionalisasi Definisi operasional berfungsi untuk memperjelas variabel-variabel dalam konsep operasional. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel komunikasi layanan konseling individual terdiri dari: a. Keikutsertaan untuk berkonseling yaitu apakah siswa tunanetra (klien tunanetra) berminat atau tidak untuk ikut serta atau melibatkan diri berkonseling dengan konselor. Dari sini juga akan diketahui siapa yang proaktif dalam layanan konseling tersebut konselor atau klien tunanetra. b. Suasana berkonseling yaitu bagaimana keadaan/kondisi antara konselor dengan klien tunanetra ketika berkonseling apakah tercipta suasana akrab, kebersamaan/intim, rileks dan kekeluargaan atau sebaliknya. c. Cara penyampaian pesan yaitu bagaimana konselor menyampaikan pesannya apakah melalui komunikasi lisan (pesan verbal) dengan disertai bahasa tubuh (perilaku non verbal) atau tidak disertai dengan perilaku non verbal. Dari sini juga akan diketahui bagaimana teknik-teknik komunikasi konseling yang dilakukan konselor terhadap klien tunanetra. d. Umpan balik yaitu apakah terdapat umpan balik atau respon antara konselor dan klien tunanetra. e. Pemahaman akan pesan yaitu paham atau tidak si klien tunanetra akan pesan, ide, saran atau pun pikiran yang disampaikan konselor sehingga ia dapat mempraktekkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

21 21 Dari sini juga akan diketahui masalah apa saja yang pada umumnya menjadi fokus layanan bagi klien tunanetra berikut bentuk solusi yang ditawarkan oleh konselor untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien tunanetra. 2. Variabel pembentukan konsep diri terdiri dari: a. Terbuka pada pengalaman merupakan keadaan dimana siswa/i tunanetra (klien tunanetra) mulai mengenal unsur-unsur pengalamannya pada masa lampau yang mau tidak mau disadari karena terlalu mengancam atau terlalu merugikan struktur dirinya. Keadaan emosional itu bisa berupa kecemasan, ketakutan, kemarahan, misalnya kekalutan pikiran akan masa depan (mendapat pekerjaan), keinginan untuk bisa melihat lagi, masalah keluarga, pelajaran di sekolah, masalah hubungan dengan teman atau guru dan sebagainya. Selanjutnya ia mengetahui bahwa ia telah mengalami dirinya sehingga tingkah lakunya berubah secara konstruktif sesuai dengan dirinya/perasaannya yang baru dialaminya, bahwa ia adalah semua perasaan itu. Sikap ini berhasil apabila klien tidak perlu cemas atau takut lagi terhadap apa yang mungkin melekat pada pengalaman itu. Selain itu ia juga memiliki rencana hidup masa akan datang. Dia tahu keputusan mana yang mungkin dapat dilaksanakan sesuai tujuan utama yang dia inginkan. b. Tidak bersikap defensif merupakan sikap keterbukaan yang dimiliki klien tunanetra dimana ia dapat menerimanya dengan bebas sebagai bagian dari dirinya yang berubah dan berkembang secara realistis dan sebagaimana adanya.

22 22 Sikap ini dimulai dengan mengoreksi diri sendiri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, teman, keadaan yang tidak menguntungkan dan sebagainya. c. Kesadaran yang cermat yaitu sikap percaya diri dan jujur yang terbentuk di dalam diri klien tunanetra dimana dia menyadari kelebihan-kelebihan ataupun bakat-bakat yang dimilikinya, sehingga ia tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan orang lain. Dengan kata lain, dia menjadi mandiri dan menganggap bahwa dirinya cukup berarti di lingkungannya. d. Penghargaan diri tanpa syarat yaitu keadaan dimana klien tunanetra bebas mengaktualisasikan diri untuk berkarya dan berprestasi serta mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik sebagai manifestasi potensi yang dimiliki. e. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain yaitu sikap dimana klien tunanetra mampu menghargai keberadaan orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga ia menganggap dirinya sederajat atau setara dengan orang lain. Sikap ini ditandai dengan adanya keinginan untuk bekerjasama dan saling tenggang rasa dengan temantemannya, guru pembimbing, suster pengasuh maupun terhadap warga lainnya di sekitar lingkungan sekolah dan panti asuhan (Hall, 1993:128).

23 23 I.8 Metodologi Penelitian I.8.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di panti asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata No. 6 Medan Johor. Lokasi ini dipilih oleh peneliti sebab siswa/i di panti ini telah banyak yang mengukir prestasi di tingkat lokal maupun nasional. Prestasi-prestasi itu antara lain: 1. Bidang akademis: beberapa kali berhasil menjuarai lomba mengarang tingkat nasional dan lomba baca indah tingkat propinsi. 2. Bidang pembinaan mental/kreativitas: dua kali terpilih mengikuti Jambore Nasional di Jakarta, mengadakan mini konser di Medan, terpilih sebagai duta dari Sumatera Utara mengikuti konser Children of the World di Jakarta bersama dengan duta-duta dari negara lain serta ikut memeriahkan perayaan HUT RI ke 56 di Lapangan Merdeka Medan. 3. Bidang olahraga: beberapa kali peringkat pertama menjuarai lomba catur anak-anak cacat tingkat propinsi dan tingkat nasional, peringkat pertama lomba lari 100 meter anak-anak cacat tingkat internasional di Australia dan tingkat nasional di Solo. 4. Beberapa alumni SLB/A ada yang sampai mengikuti perkuliahan di universitas swasta Medan antara lain di UNIKA St. Thomas dan UNIMED (Sumber: Buku Kenangan 50 Tahun SLB/A Karya Murni hal ).

24 24 I.8.2 Metode Penelitian Metode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yang mengutamakan proses/kedalaman data daripada keluasan data. Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif, dimana peneliti mendeskripsi atau merekonstruksi wawancarawawancara mendalam terhadap subjek penelitian (Alsa, 2003:55). I.8.3 Subjek Penelitian Menurut Kriyantono (2006:161) dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada penelitian kualitatif disebut subjek penelitian atau informan. Adapun kriteria yang menjadi subjek penelitian/informan adalah sebagai berikut : - Subjek terdiri dari 4 orang siswa/i panti asuhan Karya Murni yang duduk di tingkat SLTP (2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan). - Subjek adalah tunanetra dengan kisaran tngkat penglihatan dari kebutaan total hingga kurang awas (low vision) atau ketunanetraan berat hingga ketunanetraan ringan. - Subjek memiliki kemampuan berkomunikasi yang cukup baik untuk dapat diwawancarai. - Subjek mempunyai kesadaran yang cukup baik akan diri dan lingkungannya. Berdasarkan kriteria tersebut, maka peneliti mengambil 4 orang sebagai subjek penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik snowball sampling (sampel bola salju), yaitu teknik penentuan sampel yang awalnya berjumlah kecil,

25 25 kemudian berkembang semakin banyak. Orang yang dijadikan sampel pertama diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sampai jumlahnya banyak. Proses ini baru berakhir bila periset merasa data telah jenuh, artinya periset merasa tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari wawancara (Kriyantono, 2003:157). Dengan demikian apabila data-data yang diperlukan dalam peneltian dianggap masih belum mencukupi melalui 4 orang subjek penelitian, maka tidak menutup kemungkinan subjek penelitian akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penentuan jumlah informan didasarkan pada kenyataan bahwa tingkat homogenitas/sifat-sifat populasi yang relatif sama. I.8.4 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu teknik mengumpulkan data dengan menghimpun data/informasi dari sumber-sumber bacaaan yang relevan dengan penelitian ini. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu kegiatan dimana peneliti mengumpulkan data di lokasi penelitian yang meliputi: a. Pengamatan (Observasi Partisipan) Peneliti melibatkan diri secara pasif dalam beberapa kegiatan subjek penelitian. Pengamatan ini dilakukan untuk melengkapi data wawancara. Adapun kegiatan observasi itu dilakukan: - pada jam istirahat sekolah,

26 26 - di setiap hari Sabtu dimana pada hari tersebut siswa/i panti asuhan melaksanakan program pengembangan diri, - serta pada jam istirahat di panti asuhan yakni setiap jam WIB. b. Wawancara Mendalam (Indepth/Qualitative Interview) Pada saat wawancara peneliti mengunakan pedoman wawancara (Interview Guide) untuk mengarahkan penelitian supaya tidak melenceng. Hasil wawancara tersebut direkam dalam pita rekaman (kaset) dan juga dicatat pada kertas (transkrip wawancara). Adapun kegiatan wawancara itu dilakukan: - di setiap hari Sabtu dimana pada hari tersebut siswa/i panti asuhan melaksanakan program pengembangan diri sehingga peneliti dan subjek penelitian memiliki keleluasaan waktu sehingga tidak mengganggu proses belajar di sekolah, - serta pada jam istirahat di panti asuhan yakni setiap jam WIB. I.8.5 Teknik Analisis Data Menurut Kriyantono (2006:192), penelitian kualitatif menggunakan cara berpikir induktif, yaitu cara berpikir yang berangkat dari hal-hal yang khusus (fakta empiris) menuju hal-hal yang umum (tataran konsep). Dalam penelitian kualitatif, interpretasi/pemaknaan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dilakukan di sepanjang penelitian.

27 27 Adapun poses analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga fase yaitu: (1) Reduksi data (data reduction) Reduksi data adalah proses menyeleksi, memfokuskan dan menyederhanakan data yang tercantum dalam catatan lapangan atau transkrip wawancara. Reduksi data ini tidak hanya dimaksudkan agar menjadi padat sehingga mudah dikelola, tetapi juga agar lebih mudah dipahami dari perspektif masalah yang dibahas. (2) Penyajian data (data display) Fase kedua dari analisis data ini adalah menentukan bagaimana data itu akan disajikan. Sajian data tersebut dimaksudkan untuk mempermudah peneliti membuat ekstrapolasi dari data karena dengan sajian ini peneliti dapat dengan lebih cepat melihat adanya hubungan-hubungan yang sistematik. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk sajian data berupa tabel (matriks). (3) Penarikan kesimpulan (conclusion) Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat kembali data guna mempertimbangkan makna dari data yang sudah dianalisis dengan implikasinya berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan masalah penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lambang-lambang yang berarti dari seseorang kepada orang lain. Wilbur Schramm

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lambang-lambang yang berarti dari seseorang kepada orang lain. Wilbur Schramm 28 BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Komunikasi II.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai proses pengoperan lambang-lambang yang berarti dari seseorang kepada orang lain. Wilbur Schramm

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. (Dilaksanakan dengan teknik wawancara mendalam)

PEDOMAN WAWANCARA. (Dilaksanakan dengan teknik wawancara mendalam) PEDOMAN WAWANCARA (Dilaksanakan dengan teknik wawancara mendalam) PERANAN KOMUNIKASI LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MEMBENTUK KONSEP DIRI (Studi Kasus Layanan Konseling Individual Dengan Konselor Pada

Lebih terperinci

PERANAN KOMUNIKASI LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MEMBENTUK KONSEP DIRI. (Studi Kasus Layanan Konseling Individual Dengan Konselor Pada

PERANAN KOMUNIKASI LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MEMBENTUK KONSEP DIRI. (Studi Kasus Layanan Konseling Individual Dengan Konselor Pada PERANAN KOMUNIKASI LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MEMBENTUK KONSEP DIRI (Studi Kasus Layanan Konseling Individual Dengan Konselor Pada Siswa/i Tunanetra Di Panti Asuhan Karya Murni Medan Johor) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap

Lebih terperinci

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan dengan ruang lingkup permasalahan yang di teliti dalam penelitian ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang mempunyai anggapan bahwa penampilan fisik yang menarik diidentikkan dengan memiliki tubuh yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Anak cacat adalah anak yang berkebutuhan khusus karena mereka adalah anak yang memiliki kekurangan. Anak cacat atau berkelainan juga memiliki klasifikasi. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

PRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi

PRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi 9 PRIBADI CARL ROGERS Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Pengertian Komunikasi Manusia tercipta sebagai mahkluk social yang tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui sebuah komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FISIP USU TERHADAP PROSES KOMUNIKASI DALAM BIMBINGAN SKRIPSI

PERSEPSI MAHASISWA DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FISIP USU TERHADAP PROSES KOMUNIKASI DALAM BIMBINGAN SKRIPSI PERSEPSI MAHASISWA DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FISIP USU TERHADAP PROSES KOMUNIKASI DALAM BIMBINGAN SKRIPSI (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Persepsi Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan, maka pelaksanaannya harus berada dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi adalah suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin (communicatio)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk

Lebih terperinci

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang eksistensi proyek Bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyatnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Dan perjuangan pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kesehatan, gizi, dan mental atau psikologis, dimana faktor-faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY)

CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY) Biografi CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY) 1. Carl Rogers dilahirkan di Illionis 8 Januari 1902 USA. 2. Ia menaruh perhatian atas ilmu pengetahuan alam dan biologi. Pengaruh filsafat J. Deway mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna netra tidak bisa dipandang sebelah mata, individu tersebut memiliki kemampuan istimewa dibanding individu yang awas. Penyandang tuna netra lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang dianugerahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vera Nurfadillah, 2014 Optimalisasi Peran Orangtuapekerja Dalam Pembentukan Kemandirian Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vera Nurfadillah, 2014 Optimalisasi Peran Orangtuapekerja Dalam Pembentukan Kemandirian Anak Usia Dini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah pengalaman hidup setiap individu dalam berbagai lingkungan yang memiliki pengaruh positif untuk perkembangan individu sepanjang hayat. Sebagaimana

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan kehidupan suatu Bangsa selalu terjadi proses regenerasi yang pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wadah untuk kegiatan belajar dan mengajar untuk mengembangkan potensi peserta didik melalui jenjang pendidikan yang dasar sampai jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Mata mengendalikan lebih dari 90 % kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan kesehatan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Dalam praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di perjalanan kehidupan suatu Bangsa selalu terjadi proses regenerasi yang pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas dari segi jasmani maupun rohani, mandiri sesuai dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal. Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dasar Filsafi Carl Rogers Mengenai Manusia Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PADA WARGA BINA SOSIAL

PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PADA WARGA BINA SOSIAL PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PADA WARGA BINA SOSIAL (Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Sesama Warga Bina Sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi) Rittar Murdani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

BAB I PENDAHULUAN. dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di tingkat sekolah merupakan pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral, etika,

Lebih terperinci

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia A. Pendahuluan Sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan mempunyai pengertian sebagai berikut: Pendidikan adalah usaha sadar dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara bertahap, organisasi Muhammadiyah di Purwokerto tumbuh dan berkembang, terutama skala amal usahanya. Amal usaha Muhammadiyah di daerah Banyumas meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi kehidupan setiap orang ialah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ialah masa yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang maknanya adalah sama. Apabila dua orang sedang berkomunikasi berarti mereka

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang diharapkan mampu memikul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia dan kehidupan kita sering mendengar tentang kepemilikan harga diri. Tiap manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki harga diri dan tentunya

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT 100904069 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi kerja 1. Pengertian motivasi kerja Menurut Anoraga (2009) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ditingkat sekolah dasar merupakan pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni mata (Putri, 2014). Pada tahun 2013 penderita tunanetra menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. yakni mata (Putri, 2014). Pada tahun 2013 penderita tunanetra menunjukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan dengan indera yang akan membantu mereka untuk melihat, merasakan, mencium dan mendengar. Namun dari segala indera yang ada, mata memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang berkembang pesat ini, dunia pekerjaan dituntut menciptakan kinerja para pegawai yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan sering kita temukan berbagai macam permasalahan, salah satunya adalah masalah diskriminasi yang secara tidak langsung dialami oleh para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi. Komunikasi pada

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi. Komunikasi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan aktivitas dasar yang dilakukan manusia. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi. Komunikasi pada hakikatnya adalah sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa atau pembelajar beserta unsur-unsur yang ada di dalamnya. Pembelajaran

Lebih terperinci