MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP"

Transkripsi

1 MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2007 Arie Dharmaputra Mirah NIM P

4 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ritey Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara pada tanggal 24 Pebruari 1953, adalah anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Nehemiah Mirah (alm) dan Engelina Lumy (alm). Pada tanggal 22 Nopember 1990 penulis menikah dengan Ir. Josephine LP. Saerang, M.P, dan telah dikaruniai seorang anak yaitu Pingkan Engelina Putri. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri I Manado pada tahun 1970, pendidikan sarjana strata satu di Jurusan Produksi minat Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi Manado (UNSRAT), lulus pada tahun Pada tahun 1997 mengikuti program magister di Program Studi Ilmu Ternak, Institut Pertanian Bogor (PTK-IPB) dengan beasiswa dar BPPS- Dikti, lulus pada bulan Februari tahun Pada tahun ajaran 2000/2001 penulis diterima pada pendidikan program doktor Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (TIP-IPB), dengan beasiswa dari BPPS Dikti. Penulis bekerja sebagai staf pengajar bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado dan staf di Laboratorium Kimia Dasar UNSRAT sejak tahun Judul Penelitian Tesis (S1): Pengaruh Penyuntikan Papain secara Antemortem terhadap Tingkat Keempukan Daging Ayam Petelur Tua Judul Penelitian Tesis (S2): Efek Penggunaan KCl Sebagai Pengawet dan Emulsifier terhadap Kualitas Kulit Kambing Samak Nabati

6 PRAKATA Dalam rangka penyelesaian studi di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB, penulis melakukan penelitian disertasi dengan tema: Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah dengan wilayah kajian yaitu Sulawesi Utara. Penelitian dilakukan sejak tahun 2003 dan telah diseminarkan pada bulan Februari tahun Selama studi dan terutama selama pelaksanaan penelitian sampai penulisannya, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Irawadi Jamaran selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Krisnani Setyowati, Dr. Ir. Machfud, M.Sc., Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng., Prof. Dr. Ir. Lefrand W. Sondakh, M.Ec. selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc sebagai penguji pada Ujian Tertutup, kepada Dr. Widigdo Sukarman, MBA, MPA dan Dr. Ir. Dedi Mulyadi, M.Si sebagai penguji pada Ujian Terbuka, juga kepada Dr. Ir. Dida Setyadi Salya, MA yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan disertasi penulis. 3. Pimpinan dan Staf Sekolah Pascasarjana IPB secara khusus kepada bapak Dr. Ir. Sam Herodian, MS yang mewakili Rektor IPB pada pelaksanaan Ujian Terbuka, Pimpinan dan Staf Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB, yang telah memberi kesempatan pada penulis mengikuti program doktor dan segala bantuan dan pelayanan Bagian Administrasi yang diberikan selama proses studi penulis. 4. Rektor Universitas Sam Ratulangi Manado, atas kesempatan studi lanjut dan segala bantuan yang diberikan kepada penulis 5. Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan dan Propinsi Sulawesi Utara atas segala bantuan penelitian yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang agroindustri dan bagi kepentingan pembangunan bangsa, terima kasih. Bogor, Juli 2007 Arie Dharmaputra Mirah

7 Judul Disertasi Nama NIM : Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah : Arie Dharmaputra Mirah : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua Dr. Ir. Krisnani Setyowati Anggota Dr. Ir. Machfud, MS Anggota Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng Anggota Prof. Dr. Ir. Lefrand W. Sondakh, M.Ec Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 23 Juli 2007 Tanggal Lulus: 20 Agustus 2007

8 Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Widigdo Sukarman, MBA, MPA 2. Dr. Ir. Dedi Mulyadi, M.Si

9 ABSTRACT ARIE DHARMAPUTRA MIRAH. Strategic Management Based on Region Superiority for Agroindustry Development. Under the direction of IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, YANDRA ARKEMAN and LEFRAND WINSTON SONDAKH. The study attempted to owe an explanation about existing agroindustry in North Sulawesi. Profile of some agroindustries based on agriculture raw material was selected to represent the superior industry. The objective of this researched is to engineer the strategic management model by integrated of agroindustry with region superiority concepts. The superiority of agroindustries in North Sulawesi, had been analyzed by using Agroindustry Index (I A ) accounting as a deterministic justification model. This model use an index number of several variables as an input model i.e. index of invested, index of labor absorption, index of extensive area of plant, index of total production of plant, and index of LQ value of agriculture commodities. Exponential Comparative Methods (ECM) was used to select the superior product. AI SWOT is an expert choice explicit justification model which is used to evaluate the strategic environmental factors (SWOT factors), restructure the system by using Interpretative Structural Modeling (ISM), continued to select the alternative strategy of the agroindustry development system by using Analytical Hierarchy Process (AHP) on the Strategic Formulation sub-model. The model of this research had been arranged the superiority rank of agroindustry and product. Restructured the development system had been found the significant aspect of the elements of supporting, handicap, strategy, needs, and community of development system, so that the groups of alternative strategy. Strategic implementation sub-model was used to find out the content of the human resources, natural resources, social capital and technology resources for every strategy by using Availability Matrix analysis. Strategic evaluation sub-model was used to formulated the scenario of the agroindustry development strategy by using Optional Matrix analysis. Complete analyze of the research has built successfully the model of the Strategic Management for Region Superiority Agroindustry Development (MS-RSA), with all of several limitation. Key words: agroindustry, region superiority, strategic management.

10 RINGKASAN ARIE DHARMAPUTRA MIRAH. Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, YANDRA ARKEMAN dan LEFRAND WINSTON SONDAKH. Penelitian ini berusaha menjelaskan tentang kondisi agroindustri yang berkembang di Sulawesi Utara. Seleksi unggulan agroindustri telah dilakukan berdasarkan bahan baku industrinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekayasa model manajemen stratejik melalui integrasi konsep-konsep yang berkaitan dengan agroindustri dan unggulan wilayah. Penetapan unggulan agroindustri telah dilakukan dengan metode Indeks Agroindustri (I A ) yang merupakan model justifikasi deterministik. Model memanfaatkan data kuantitatif peubah luas lahan, produksi, besaran investasi dan penyerapan tenaga kerja, berdasarkan bahan baku agroindustri. Metode Perbandingan Eksponensial telah digunakan untuk penetapan produk unggulan. AI SWOT adalah model justifikasi eksplisit yang merupakan model pilihan pakar, telah digunakan pada sub-model Formulasi Strategi untuk mengevaluasi lingkungan strategis (faktor-faktor SWOT), kemudian menetapkan.strukturisasi sistem pengembangan dengan Interpretative Structural Modeling (ISM), dilanjutkan dengan analisis pilihan strategi pengembangan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengunaan berbagai model analisis dalam penelitian ini telah berhasil menetapkan ranking unggulan agroindustri dan rangking unggulan produknya. Strukturisasi sistem telah menemukan sub-elemen kunci dari elemen pendukung, penghambat, strategi, pelaku dan kebutuhan sistem pengembangan. Sub-elemen kunci telah dikembangkan sebagai sasaran (goal) untuk menemukan berbagai alternatif strategi pengembangan. Sub-model Implementasi Strategi dengan analisis Matriks Ketersediaan telah berhasil mengkaji ketersediaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya sosial, dan sumberdaya pembangunan dari lokasi kajian untuk setiap penerapan strategi pilihan. Sub-model Evaluasi Strategi dengan analisis Matriks Opsional telah merumuskan berbagai skenario pengembangan meliputi skenario pengembangan bahan baku, skenario pengembangan ketersediaan sumberdaya, skenario pengembangan proses, dan skenario pengembangan aspek pasar. Penggunaan model dan metode analisis secara keseluruhan telah berhasil merancang-bangun model manajemen stratejik pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah (MS-PAW) dengan berbagai keterbatasannya. Kata kunci: agroindustri, unggulan wilayah, manajemen stratejik.

11 1 DAFTAR TABEL Jenis dan interpretasi hubungan kontekstual antar sub-elemen ISM Halaman 2 Identifikasi elemen-elemen aktor dan kebutuhannya Tahap Kajian MS-PAW 34 4 Simbol hubungan dan definisi kontekstual antar elemen ISM-VAXO Skala pendapat (nilai dan definisinya) 47 6 Luas areal berbagai komoditi perkebunan Produksi berbagai jenis komoditi perkebunan Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Kelapa... 9 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Cengkih Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Pala Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Kopi Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Panila Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Jambu mete Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Kakao Daftar agroindustri skala besar di Sulawesi Utara Daftar agroindustri skala menengah di Sulawesi Utara Kapasitas potensial dan penyerapan tenaga kerja setiap jenis komoditi agroindustri di Sulawesi... 60

12 xiii 18 Indeks luas lahan bahan baku agroindustri Indeks produksi bahan baku agroindustri Indeks investasi agroindustri Indeks tenaga kerja agroindustri Urutan rangking prioritas unggulan agroindustri di Sulawesi Utara Indeks LQ Matriks penetapan prioritas komoditi unggulan nasional di BPTP Sulawesi Utara Agroindustri berbasis kelapa di Sulawesi Utara Alternatif produk agroindustri unggulan Penilaian alternatif produk unggulan Hasil perhitungan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Evaluasi Faktor-faktor SWOT Elemen pengembangan dan hubungan kontekstualnya Hasil Reachability Matrix final dari elemen pendukung sistem pengembangan Hasil Reachability Matrix final dari elemen kendala sistem pengembangan Hasil Reachability Matrix final dari elemen strategi sistem pengembangan Hasil Reachability Matrix final dari elemen pelaku sistem pengembangan Hasil Reachability Matrix final dari elemen kebutuhan sistem pengembangan Sasaran dan alternatif strategi pengebangan agroindustri Strategi prioritas pada sasaran pengembangan agroindustri unggulan

13 xiv 38 Data produksi kelapa /wilayah kecamatan Kabupaten Minahasa Selatan Data produksi kelapa /wilayah kecamatan Kabupaten Minahasa Utara Perkembangan agroindustri VCO di Sulawesi Utara Analisis ketersediaan sumberdaya setiap fokus pengembangan dari lokasi.pilihan pada Kab. Minahasa Utara Matriks interaksi ketersediaan sumberdaya setiap fokus pengembangan dari lokasi.pilihan pada Kab. Minahasa Utara Analisis ketersediaan sumberdaya setiap fokus pengembangan dari lokasi pilihan pada Kab. Minahasa Selatan Matriks interaksi ketersediaan sumberdaya setiap fokus pengembangan dari lokasi pilihan pada Kab. Minahasa Selatan Prosentasi nilai ketersediaan sumberdaya terbatas pada keseluruhan lokasi pilihan Skenario pengembangan ketersediaan sumberdaya bagi agroindustri 47 Rumusan strategi opsional ketersediaan bahan baku agroindustri Skenario pengembangan bahan baku agroindustri berbasis kelapa di Sulawesi Utara Aspek prosesing VCO di Sulawesi Utara Volume dan nilai ekspor kelapa Indonesia Sepuluh besar negara tujuan berdasarkan volume ekspor kelapa Indonesia Sepuluh besar negara tujuan berdasarkan nilai ekspor kelapa Indonesia

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Model manajemen stratejik dari Baseman dan Platak Model manajemen stratejik dari Richard D Irwin Model manajemen stratejik dari Shrivastava Model Manajemen Stratejik dari David FR Model manajemen stratejik dari Hitt et.al Volume ekspor beberapa jenis minyak nabati dan ikutannya Kerangka pemikiran penelitian Diagram input-output strategi pengembangan agroindustri berbasis potensi wilayah Diagram Alir Rekayasa Model MS-PAW Diagram Alir Rekayasa Model Seleksi Agroindustri / Produk Unggulan Diagram Alir Rekayasa Model Evaluasi Lingkungan Strategis Diagram Alir Rekayasa Model I SWOT bagi Strukturisasi Sistem Pengembangan Diagram Alir Rekayasa Model AI SWOT untuk Penetapan Strategi Pilihan Diagram Alir Tahap Analisis Ketersediaan Sumberdaya Matriks skenario menurut Pierre Wack Matriks Prioritisasi Proses Pohon industri kelapa Tahap formulasi strategi pengembangan agroindustri Struktur hirarki antar sub-elemen pendukung sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Diagram klasifikasi sub-elemen pendukung sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Struktur hirarki antar sub-elemen kendala sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Diagram klasifikasi sub-elemen kendala sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara

15 xvi 23 Struktur hirarki antar sub-elemen strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Diagram klasifikasi sub-elemen strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Struktur hirarki antar sub-elemen pelaku sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Diagram klasifikasi sub-elemen pelaku sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Struktur hirarki antar sub-elemen kebutuhan sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Diagram klasifikasi sub-elemen pelaku sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Hirarki strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan CDP - Analisis prioritas basis pengembangan agroindustri CDP - Analisis prioritas basis kawasan pengembangan agroindustri CDP Analisis prioritas skala usaha pengembangan agroindustri CDP Analisis prioritas kelembagaan pengembangan agroindustri CDP Analisis prioritas target pasar pengembangan Agroindustri CDP Analisis prioritas sumber pemodalan pengembangan agroindustri CDP Analisis prioritas teknologi pengembangan agroindustri Interaksi strategi menyeluruh Implementasi strategi pengembangan agroindustri Evaluasi strategi pengembangan agroindustri Matriks Prioritisasi Proses Agroindustri Unggulan 121

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penduduk Sulawesi Utara sesuai Wilayah Kabupaten/ Kota Seleksi unggulan agroindustri Seleksi unggulan produk agroindustri Penyerapan tenaga kerja pada agroindustri Evaluasi lingkyngan strategis analisis SWOT Strukturisasi sistem pengembangan dengan ISM Analisis Keputusan Kelompok dengan AHP Pembobotan Strategi Menyeluruh Ketersediaan Sumberdaya pada setiap Strategi pengembangan di Minahasa Utara dan Minahasa Selatan Negara tujuan ekspor kelapa Indonesia Ketersediaan bahan baku pada berbagai kondisi produksi dan luas lahan 12 Matriks interaksi ketersediaan Validasi Model

17 MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

18 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan harapan baru dalam menyempurnakan sukses bidang pertanian. Sentuhan bisnis menjadikan agroindustri salah satu pilar utama perekonomian yang dalam menetapkan strategi pengembangannya, selain aspek teknis juga harus merumuskan manajemen stratejik yang mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh suatu wilayah. Beberapa permasalahan yang menjadi pertimbangan strategis adalah: sifat hasil pertanian yang musiman dan mudah rusak; sifat pelaku industri yang umumnya resisten inovasi karena menganggap kegiatan pertanian beresiko tinggi dengan margin rendah; pemasaran hasil-hasil pertanian yang tersebar secara geografis dan memiliki jaringan kerja serta hubungan yang komplek dengan unitunit kecil dalam jumlah besar; penentuan kebutuhan bahan baku dengan pertimbangan jumlah, mutu, waktu, musim dan biaya; dan disain sistem kesepakatan antar pelaku yang terlibat. Sebab itu diperlukan strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut. Konsep strategi memungkinkan para eksekutif mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas agroindustri (Shrivastava 1994). Agroindustri berpotensi dikembangkan seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat dan sumber bahan baku yang cukup tersedia. Salah satu keunggulan agroindustri adalah sifat produk yang memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi (Saragih 2000). Permasalahan pokok yang harus dikaji dalam usaha pengembangan agroindustri adalah belum adanya penetapan/penerapan strategi yang tepat untuk mampu memaksimalkan potensi-potensi yang ada yang memungkinkan agroindustri menjadi industri yang kompetitif dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Dari sisi pertanian, kondisi yang terlihat adalah pengadaan bahan baku yang belum memaksimalkan potensi dalam negeri sehingga harus dipenuhi kebutuhannya dengan impor. Sementara itu kebijaksanaan dalam pembangunan

19 2 pertanian untuk mengsukseskan visi program jangka panjang, adalah pertanian modern yang berbudaya industri dalam rangka membangun industri pertanian berbasis pedesaan, sebagai langkah yang cukup prospektif. Pertanian modern harus menjadi suatu sektor yang tumbuh sama kuat dengan sektor industri dan sektor produktif lainnya. Agroindustri harus mampu merealisasikan tujuan pembangunan pertanian yaitu peningkatan kualitas produk/ usaha pertanian pada semua skala usaha, melakukan perubahan mental petani yang mendorong perubahan sifat usaha pertanian subsisten menjadi perusahaan pertanian (farm enterprise), dan menyeret prioritas perekonomian nasional pada ekonomi kerakyatan berbasis agroindustri/ agribisnis. Agroindustri sering dipahami sebagai perusahaan yang melakukan proses transformasi terhadap bahan mentah asal pertanian (Austin 1981), Dari sisi industri, perkembangan kebijakan pembangunan industri di Indonesia cukup variatif. Pada era 60-an, kebijakan pembangunan industri lebih ditekankan pada pembangunan industri dasar yang lebih bersifat subsidi impor. Pada Pelita I sampai Pelita VI kebijakan pembangunan industri diarahkan pada pengembangan industri yang berspektrum luas (broad base industry). Kelemahan dari kebijakan ini adalah tidak adanya prioritas pembangunan industri (Deperindag 2000). Kenyataan bahwa strategi produk unggulan nasional dan produk andalan daerah sebagai pendekatan prioritas yang pernah ditempuh Deperindag, demikian pula strategi Deptan yaitu pembangunan pertanian berbasis sektor ekonomi seperti INNAYAT (Industri Peternakan Rakyat), maupun yang berbasis komoditas seperti SPAKU (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan), belum mampu menempatkan agroindustri sebagai sektor yang memimpin (leading sector) dalam pembangunan nasional. Sejalan dengan paradigma baru pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang menempatkan agroindustri sebagai penggerak utama agribisnis nasional (Saragih 2001); kebijakan otonomi daerah yang menantang setiap daerah untuk mengoptimalkan total potensinya; dan kebijakan sektor industri dengan konsep kluster industri yang mempromosikan pengembangan ekonomi regional secara efektif dan perdagangan antar daerah di Indonesia (Deperindag 2000), maka

20 3 potensi wilayah sebaiknya dijadikan basis strategi pengembangan agroindustri. Sasaran ideal adalah menjadikan agroindustri berbasis potensi wilayah sebagai primadona pembangunan industri nasional berwawasan lingkungan. Wilayah (Region) secara umum diartikan sebagai suatu tempat atau area geografis dan masyarakat didalamnya, juga terkait dengan aspek ekonomi, politik, sosial, administrasi, dan lingkungan fisik (iklim), atau juga aspek-aspek yang terkait dengan kebutuhan atau tujuan dari suatu studi (Shukla 2000). Sulawesi Utara adalah wilayah pacific rim Indonesia yang memiliki perpaduan keunggulan antara lain keunggulan geografis sebagai pintu gerbang di bagian utara Indonesia ke kawasan internasional (aksesibilitas pasar global), disamping keunggulan internal yang tergambar pada penetapan rumusan 6 (enam) program unggulan yaitu: 1) supremasi hukum, 2) pendidikan bermutu, 3) kebaharian dan kelautan, 4) agroindustri, agribisnis dan perdagangan internasional, 5) pariwisata, dan 6) teknologi dan lingkungan hidup. Menurut Sondakh (2001) rumusan program unggulan yang menjadi bagian dari Strategi Pembangunan Sulawesi Utara dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam melakukan penyesuaian struktur dan nilai (structural and value adjustments) sebagai akibat kebijakan nasional bagi pelaksanaan otonomi daerah. Dimasukkannya agroindustri sebagai program unggulan menunjukkan komitmen masyarakat dan pemerintah daerah untuk memaksimalkan pemanfaatan eksploitasi dan pengolahan produk SDA dengan peningkatan nilai tambahnya (Sondakh 2001). Selanjutnya dikatakan agar supaya proses agroindustri berjalan efektif, struktur ekonomi harus ditata dalam bentuk stuktur agribisnis yang efisien yang mendorong peningkatan ekspor dalam perdagangan internasional. Manajemen stratejik: meliputi proses formulasi, implementasi dan evaluasi strategi setelah melakukan identifikasi dan analisis terhadap struktur pembangunan wilayah, pengembangan sistem manajemen yang berorientasi pasar, serta mampu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan global. Strategi diarahkan pada pengelolaan, pengendalian elemen-elemen input proses dan output dari agroindustri berbasis potensi wilayah untuk mencapai tujuan /ekspektasi

21 4 tertentu. Formulasi strategi memerlukan kajian mendalam karena merupakan langkah awal yang sangat menentukan pencapaian goal yang ditetapkan. Permasalahan dalam pengembangan agroindustri dapat dirumuskan sebagai berikut: Belum terlihat adanya penetapan/penerapan strategi yang tepat untuk mampu memaksimalkan total potensi yang ada. Dari sisi pertanian, Strategi pembangunan pertanian berbasis sektor ekonomi maupun yang berbasis komoditas belum mampu memaksimalkan potensi dalam negeri sehingga kebutuhan bahan baku industri masih harus dipenuhi dengan impor. Dari sisi industri, pada era 60-an, kebijakan pembangunan industri lebih ditekankan pada pembangunan industri dasar yang lebih bersifat subsidi impor. Kebijakan pembangunan industri selama beberapa tahap pembangunan (PELITA) diarahkan pada pengembangan industri yang bersifat broad base industry. Kelemahan dari kebijakan ini adalah tidak adanya prioritas pembangunan industri (Deperindag 2000). Kebijakan otonomi daerah yang menantang setiap daerah untuk mengoptimalkan sumber daya wilayahnya, dan kebijakan sektor industri dengan konsep kluster industri yang mempromosikan pengembangan ekonomi regional secara efektif dan perdagangan antar daerah di Indonesia, telah mempertajam keinginan daerah untuk mengupayakan sendiri secara maksimal total potensinya. Kebijakan pengembangan agroindustri Sulawesi Utara masih bervariasi fokusnya pada berbagai instansi terkait misalnya fokus pada pengembangan variasi produk yang didasarkan pada permintaan pasar terutama pasar global, fokus pada skala usaha atau pada kondisi pertanian masyarakat. Faktor Pendukung: Kebijakan pembangunan pertanian untuk mengsukseskan visi PJP II yaitu pertanian modern berbudaya industri dalam rangka membangun industri pertanian berbasis pedesaan. Berbagai kebijakan nasional

22 5 mengisyaratkan pertanian modern sebagai suatu sektor yang tumbuh sama kuat dengan sektor industri dan sektor produktif lainnya. Sulawesi Utara saat ini telah menetapkan rumusan 6 (enam) program unggulan yaitu: 1) supremasi hukum, 2) pendidikan bermutu, 3) kebaharian dan kelautan, 4) agroindustri, agribisnis dan perdagangan internasional, 5) pariwisata, 6) teknologi dan lingkungan hidup. Dimasukkannya agroindustri sebagai program unggulan menunjukkan komitmen masyarakat dan pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi yang ada. Informasi dan beberapa pemahaman yang telah dikemukakan memberikan gambaran pentingnya penetapan strategi pengembangan agroindustri yang mengoptimalkan pemanfaatan totalitas potensi wilayah sebagai basis keunggulan komparatif/kompetitif, sehingga dapat meningkatkan kontribusi agroindustri terhadap peningkatan ekonomi nasional, terutama dalam mengantisipasi masuknya Indonesia dalam era perdagangan bebas (AFTA-2003, APEC-2010 dan WTO-2020). I.2. Tujuan Penelitian 1. Merekayasa model manajemen stratejik dengan integrasi konsep-konsep yang berkaitan dengan agroindustri dan potensi wilayah 2. Merancang model indeks agroindustri untuk menetapkan peringkat unggulan agroindustri 3. Merancang tahapan formulasi strategi dengan melakukan kajian terhadap elemen-elemen pengembangan melalui evaluasi lingkungan strategis, strukturisasi sistem dan proses seleksi berbagai alternatif strategi 4. Merancang tahapan implementasi strategi dengan melakukan kajian terhadap interaksi antara ketersediaan sumber daya dengan strategi pengembangan yang ditetapkan 5. Merancang tahapan evaluasi strategi dengan melakukan kajian faktorfaktor yang menentukan dalam penyusunan berbagai skenario pengembangan.

23 6 I.3. Ruang Lingkup Penelitian dititikberatkan dalam kerangka kerja analitis (analytical framework) agroindustri. Kelompok agroindustri yang dikaji lanjut pada seleksi agroindustri unggulan dalam penelitian ini adalah pada lingkup agroindustri berbasis perkebunan. Ruang lingkup pengkajian konsep meliputi karakteristik wilayah yang berkaitan dengan potensi internal menyangkut karakter geofisik/ administrasi, kondisi sosial budaya, ekonomi, kebijakan; struktur sistem agroindustri, potensi input, proses dan output agroindustri; dengan mempertimbangkan pengaruh faktor eksternal menyangkut berbagai peluang dan ancaman terhadap sistem pengembangan; dan konsep manajemen stratejik yang meliputi perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi lintas fungsional dengan memanfaatkan berbagai pendekatan analisis untuk perumusan berbagai skenario pengembangan dan alternatif strategi sebagai faktor kunci pengembangan agroindustri unggulan. Pengertian lintas fungsional pada penelitian ini adalah berkaitan dengan peran berbagai sektor real terhadap sistem pengembangan agroindustri pada wilayah kajian. Kajian operasional akan dibuat sebagai verifikasi dari kajian model konseptual yang telah disusun berdasarkan studi kasus di wilayah Sulawesi Utara, sebagai lokasi pengambilan data potensi wilayah. Kajian model konseptual dikerjakan di Laboratorium Manajemen dan Teknik Industri, Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor..

24 7 II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Agroindustri Agroindustri dapat didefinisikan sebagai industri yang berbasis pengolahan hasil pertanian, setelah memperhatikan rumusan beberapa penulis antara lain Austin (1981) yang mendefinisikan agroindustri sebagai perusahan yang memproses bahan mentah asal pertanian termasuk didalamnya tanaman dan ternak dengan berbagai variasi tingkatan pengolahan mulai dari pembersihan dan pengelompokan (grading) sampai dengan penggilingan dan pemasakan. Simposium Nasional Agroindustri II (1987) merumuskan agroindustri sebagai suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumber daya alam (pertanian) untuk industri dengan kegiatan mencakup: 1) Industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, 2) Industri pengolahan hasil-hasil pertanian, 3) Industri jasa sektor pertanian dan 4) Industri agrokimia. Dari definisi tersebut maka semua industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian seperti industri textil, sepatu dan asesoris yang menggunakan bahan sutera, kapas, kulit hewan; industri meubel dengan bahan baku kayu, karet; industri pangan; industri farmasi dengan bahan baku tanaman obat dan hasil perkebunan; industri minyak wangi, kosmetik, keseluruan industri tersebut menjadi bagian dari agroindustri. Kontribusi agroindustri menjadi sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Menurut Brown (1994) lebih setengah dari keseluruhan aktivitas manufaktur di negara berkembang adalah agroindustri. Menjelang akhir abad XX sekitar 37 persen manufaktur di wilayah Asia dan Pasifik adalah pada sektor agroindustri. Pengembangan agroindustri di Indonesia didukung oleh kebijakan strategis dan kebijakan operasional. Kebijakan strategis adalah dengan dimasukkannya agroindustri dalam GBHN sejak tahun 1993, sedangkan kebijakan operasional memiliki prasyarat yaitu keberhasilan pertanian generasi I (generasi bibit/ benih) dan pertanian generasi II (budidaya) sehingga agroindustri pada hakekatnya adalah ujung tombak dalam menyempurnakan sukses bidang pertanian. Agroindustri adalah solusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai negara yang berada pada dua sisi; disatu sisi Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan mayoritas masyarakatnya masih bertumpu pada sektor pertanian, di sisi

25 8 lain Indonesia berada pada kompetisi global yang menuntut industrialisasi bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi. Agroindustri sudah seharusnya dijadikan tumpuan bagi pelaksanaan resource based strategy yang menurut Martani Huseini (1999) merupakan pendekatan terkini dalam fenomena globalisasi dan strategi bersaing yang dapat digunakan dalam menata ulang strategi pemasaran internasional Indonesia. Agroindustri yang memiliki sifat usaha berkelanjutan harus memperhatikan aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam yang dalam usaha pengembangannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu: 1. menggunakan teknologi dan kelembagaan yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya, 2. tidak menimbulkan degradasi atau kerusakan, 3. secara ekonomi menguntungkan dan 4. secara sosial dapat diterima masyarakat (Soekartawi 2000). Di wilayah Andes (Peru, Ekuador, Columbia) strategi pengembangan agroindustri berbasis komunitas pedesaan menjadi kunci keberhasilan pembangunan wilayah dengan peningkatan produktivitas usaha pertanian skala kecil (Domínguez 2002, Website ). II.2. Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibedakan atas: 1) wilayah homogen, yaitu suatu wilayah yang dipandang dari satu aspek / kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama, 2) wilayah nodal, yaitu suatu wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland), 3) wilayah perencanaan, dipahami sebagai suatu wilayah yang relatif luas yang memperlihatkan kesatuan dalam keputusan-keputusan ekonomi dan 4) wilayah administratif, yaitu suatu wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik (Budiharsono 2001). Pengelompokan dilakukan dengan memperhatikan berbagai kriteria tertentu sebagai dasar pembedaan. Shukla (2000) mengidentifikasi tujuh kriteria yang dapat dipakai untuk pembedaan wilayah yaitu: geografis, historis, politis, administrasi, sosial, dan ekonomi.

26 9 Pemahaman terhadap wilayah sangat menentukan dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan program-program yang berkaitan dengan pembangunan wilayah. Budiharsono (2001) menyebut enam pilar analisis pendukung pembangunan wilayah yaitu: analisis lokasi, analisis lingkungan, analisis sosial budaya, analisis ekonomi, analisis kelembagaan, dan analisis biogeofisik. Analisis lokasi merupakan salah satu faktor penentu pembangunan industri termasuk agroindustri pada suatu wilayah. Beberapa literatur membahas tentang teori lokasi yang kemudian menjadi basis prosedur analisis yang disebut comparative cost technique, yang digunakan untuk kebutuhan pengembangan industri dalam mengantisipasi kebutuhan pasar dan distribusi geografis dari bahan baku industri. Hal ini berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar penetapan lokasi industri dengan pertimbangan service trades yaitu: (1) akses terhadap sumber input (bahan baku, bahan pendukung, layanan), (2) akses terhadap pasar, dan (3) skala operasional dari unit produksi dan aglomerasi ekonomis (Isard et.al 1998). II.3. Manajemen Stratejik Manajemen stratejik adalah suatu tipe manajemen yang membuat suatu organisasi secara berkelanjutan dapat selalu fit dengan lingkungannya. Manajemen stratejik merupakan rangkaian aktifitas yang terdiri dari tiga tahap yaitu tahap formulasi strategi, tahap implementasi strategi dan tahap evaluasi strategi. Menurut Nichols (2000) istilah strategi berasal dari Greek yang berarti generalship, lebih dahulu digunakan dalam lingkup militer. Manajemen stratejik dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya. Manajemen stratejik juga diartikan sebagai kumpulan keputusan-keputusan dan aksi yang berkembang menjadi suatu strategi yang efektif yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Manfaat prinsip dari manajemen stratejik adalah membantu organisasi membuat strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis, dan rasional pada pilihan strategis. Manajemen stratejik mengajarkan bagaimana memaksimalkan

27 10 efektivitas organisasi secara keseluruhan, disamping mengajarkan bagaimana memperbaiki efisiensinya (Shrivastava 1994, David 2002, Lea et.al 2006). Tiga elemen yang menjadi fokus manajemen adalah organisasi, lingkungan dan strategi. Elemen organisasi berkaitan dengan kepentingan pelaku (stakeholder) baik secara individu maupun organisasi dalam pencapaian/ pelaksanaan visi, misi dan tujuan organisasi termasuk industri. Elemen lingkungan berkaitan dengan aspek ekonomi (kekuatan pasar dan kompetisi), sosiokultural, lokasi geografis, pemerintah, dan teknologi. Elemen strategi berkaitan dengan tujuan masa depan (future intention) dan keunggulan bersaing (competitive advantage) dari organisasi (McNamee 1992, Shrivastava 1994, Dirgantoro 2001). Dari pemahaman beberapa definisi manajemen stratejik terlihat kesamaan hal-hal yang dapat disebut sebagai elemen-elemen dalam manajemen stratejik yaitu adanya penetapan tujuan organisasi yang ingin dicapai, pemahaman karakter lingkungan yang perubahannya harus terus diantisipasi, dan perumusan strategi yang akan diimplementasi-kan. Asch dan Bowman (1989), Miller dan Dess (1996) merumuskan elemen-elemen fundamental dari strategi yang terdiri dari alat atau cara dan tujuan, yang dibedakan atas strategi yang diharapkan (intended strategy) yaitu dengan perencanaan dan kebijakan untuk mencapai sasaran sesuai visi, misi, tujuan strategi dan strategi yang dapat dilaksanakan (realized strategy) yaitu dengan berbagai tindakan mencapai hasil sesuai observasi. Formulasi strategi berperan sebagai panduan pengambilan keputusan strategis dalam pengembangan misi dan tujuan organisasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal organisasi (Shrivastava 1994; David 2002). Strategi pengembangan dapat dilakukan dengan pendekatan strategi fundamental (McNamee 1992) dan strategi generik (Porter 1980). Implementasi strategi lebih diarahkan pada alokasi sumber daya dalam rangka operasionalisasi langkah-langkah strategis yang dirumuskan. Evaluasi strategi diarahkan pada peninjauan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan internal maupun eksternal, pengendalian strategi-strategi yang telah dirumuskan dan diimplementasikan, dan penyusunan skenario-skenario pengembangan.

28 11 Beberapa contoh model manajemen stratejik yang telah dirancang oleh para ahli dapat ditampilkan sebagai berikut: Assessment of organization SWOT Formulation of organization mission Formulation of organization philosophy & policy Determination of strategic objectives Control of organization strategy Implementation of organization strategy Determination of organization strategy Feedback, Feedforward, and Recycle Gambar 1 Model manajemen stratejik dari Boseman dan Phatax (1989) Task 1 Task 2 Task 3 Task 4 Task 5 Develop strategic vision & mission Setting objectives Crafting strategy to achieve objectives Implementating and executing strategy Evaluating and correcting Revise as needed Revise as needed Improve change Improve change Recycle as needed Gambar 2 Model manajemen stratejik dari Richard D Irwin (1995) dalam Stahl dan Grigby (2006)

29 12 Strategy formulation Internal resource analysis Personal values Goal formulation Generate strategic alternatives Strategic decision making proses Strategy statement Environmental analysis Corporate social responsibility Strategy monitoring and control Strategy implementation Strategy evaluation Gambar 3 Model manajemen stratejik dari Shrivastava (1994) Perform external audit Develop mission statement Establish longterm objectives Generate evaluate and select strategies Establish policies and actual objectives Allocate resources Measure & evaluate performance Perform internal audit I Strategy formulation I Strategy implementation---i----strategy I evaluation Gambar 4 Model Manajemen Stratejik dari David FR (2002)

30 13 Output Strategi Tindakan Strategi Input Strategi Strategi tingkat bisnis Strategi akuisisi & restrukturisasi Lingkungan eksternal Lingkungan internal Perumusan Strategi Dinamika persaingan Strategi internasional Umpan balik Strategi tingkat perusahan Strategi kerjasama Tujuan strategis Misi strategis Daya saing strategis Laba diatas rata-rata Penerapan Strategi Penguasaan perusahaan Kepemimpin an strategis Struktur & control Org Kewirausahaan dan inovasi perusahaan Gambar 5 Model manajemen stratejik dari Hitt et.al (2001) Model manajemen stratejik yang dirancang beberapa ahli seperti pada Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5 menunjukkan adanya kesamaan, yang pertama dalam hal substansinya yang memberi penekanan pada perlunya pernyataan misi sebagai wujud komitmen yang kuat dari organisasi dalam mencapai tujuannya, perlunya penetapan pilihan strategi yang tepat, dan perlunya kajian sumber daya internal maupun pengaruh faktor eksternal. Kesamaan yang kedua adalah pada alur pikir yang terekspresi sebagai proses desain model manajemen stratejik dengan tahapan formulasi strategi, implementasi, dan evaluasi strategi. Perumusan strategi diarahkan pada perumusan berbagai alternatif strategi yang ditetapkan berdasarkan hasil kajian evaluasi lingkungan strategis yaitu lingkungan internal menyangkut kekuatan dan kelemahan organisasi, maupun lingkungan eksternal menyangkut berbagai peluang dan kemungkinan ancaman terhadap perkembangan organisasi atau perusahan. Implementasi strategi terutama didasarkan pada pengkajian ketersediaan sumber daya, sedangkan tahap evaluasi strategi diarahkan pada pengukuran dan evaluasi prestasi organisasi.

31 14 Perbedaan rancangan model para ahli (Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5) hanya sedikit terlihat pada prosedur dan beberapa spesifikasi misalnya Baseman dan Platak (1989) maupun Hit et.al (2001) mengawali proses desain dengan melakukan evaluasi lingkungan internal maupun eksternal sebelum menetapkan pernyataan misi dan penetapan tujuan sedangkan Irwin RD (1995) maupun David FR (2002) memulai dengan pernyataan misi kemudian melakukan audit internal maupun eksternal, penetapan tujuan kemudian melakukan evaluasi dan pilihan strategi, yang pada model David FR dikelompokkan sebagai tahap formulasi strategi. Shrivastava (1994) lebih memfokuskan tahap formulasi strategi pada pernyataan strategi melalui proses pengambilan keputusan strategis dengan mempertimbangkan nilai-nilai preferensi indifidu, peran/ tanggung jawab sosial organisasi dan berbagai alternatif strategi yang dibangkitkan. Manajemen stratejik telah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang didukung adanya organisasi yang disebut Strategic Management Society (SMS) yaitu sebuah organisasi internasional yang anggotanya saat ini tersebar pada 60 negara terdiri dari kelompok Academics, Business dan Consultants (ABCs) yang mengembangkan konsep manajemen stratejik sebagai aplikasi sistem untuk berbagai keperluan ( 2002). II.4. Berbagai program pengembangan Keterkaitan antara pengembangan pertanian, industri dan pengembangan wilayah telah menarik perhatian berbagai pihak baik lembaga pemerintah, swasta bahkan individu dalam memunculkan berbagai program dan kajian model pengembangan yang bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya setiap wilayah, terutama yang diyakini sebagai keunggulan komparatif wilayah. Program Klaster Industri yang ditawarkan Departemen Perindustrian (Deperindag 2000) mengutamakan penetapan industri inti (local/core industry) yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership baik dengan industri pendukung ( supporting industry) maupun industri terkait ( related industry). Beberapa dasar pemahaman dari Departemen Perindustrian yang disitir adalah: - program klaster industri akan bermanfat sebagai pendorong keunggulan komparatif suatu wilayah menjadi keunggulan kompetitif meningkatkan

32 15 efisiensi, memanfaatkan aset sumber daya untuk mendorong diversifikasi produk dan meningkatkan terciptanya inovasi umumnya keunggulan lokal dibatasi oleh batas-batas geografis sehingga klaster industri akan berkembang secara regional. BAPPENAS yang melakukan kajian kawasan andalan termasuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang salah satu diantaranya adalah KAPET Manado-Bitung merekomendasikan keterkaitan antar kawasan lintas sektor secara luas dan pemilihan fokus pengembangan dalam industri pendorong (DPKKT 2004). Program pengembangan KAPET Manado-Bitung diarahkan sebagai pengembangan pusat pariwisata, pusat perikanan dan sumber daya laut, dan pusat pengembangan industri Program Kawasan Agropolitan yang dirancang Departemen Kimpraswil didasarkan pada pertimbangan pentingnya infrastruktur terutama sarana transportasi dalam pengembangan pertanian dengan penataan suatu kawasan yang terdiri dari kota tani, daerah pertumbuhan sebagai kawasan sentra produksi (KSP) dan kawasan budidaya yang tidak ditentukan berdasarkan wilayah administrasi tetapi berdasarkan skala ekonomi. Pada tahun 2002 dan 2003 Sulawesi Utara telah memproses usulan lima Kawasan Agropolitan (KA) yang proses pengajuannya berdasarkan usulan pemerintah daerah (kabupaten) yaitu KA Tomohon, KA Sangihe, KA Modoinding, KA Pakakaan dan KA Dagho. (Karya Manunggal 2003). Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN), adalah program Departemen Pertanian yang didasarkan antara lain luasan kawasan budidaya komoditas tertentu. Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan adalah pembangunan perkebunan yang menggunakan kawasan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan sistim dan usaha agribisnis perkebunan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan dimensi ruang, waktu, skala usaha dan pengelolaannya, yang diselenggarakan dengan azas kebersamaan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat/ petani pekebun dan pelaku usaha lainnya yang selaras berkeadilan menjamin pemantapan usaha yang harmonis dan berkesinambungan (Deptan 2004). Salah satu dari 19 KIMBUN yaitu KIMBUN Kelapa di pantai barat Minahasa telah dikaji kelayakannya (Warouw 2002).

33 16 Dedi Mulyadi (2001) merancang-bangun model strategi terpadu dengan menggabungkan pendekatan market based, resource based dan teori kelembagaan. Martani Huseini (1999) merancang model Satu Kabupaten Satu Kompetensi Inti (Saka-Sakti) sebagai model pengembangan yang berusaha menyelaraskan kebijakan otonomi daerah dan konsep kompetensi inti dari suatu wilayah kabupaten. Beberapa program lain dari Departemen Pertanian yang sudah berjalan adalah program Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), Sentra Pengembangan Agribis Komoditas Unggulan (SPAKU) dan, Industri Peternakan Rakyat (INAYAT). Beragam program pengembangan yang ditawarkan dapat bersifat sinergis karena saling melengkapi tetapi dapat bersifat antagonis karena perbedaan target operasional dan kecenderungan mengidentifikasi faktor-faktor kunci berdasarkan ruang lingkup yang spesifik II.5. Kontribusi sektor perkebunan Sektor perkebunan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Dilihat dari pendapatan domestik bruto (PDB) sumbangannya terhadap nilai PDB terus meningkat. Tahun 1997, PDB perkebunan sebesar Rp 10,8 trilyun atau 2,5 persen dari total PDB nasional. Tahun 1998, PDB meningkat menjadi Rp 8,2 trilyun atau 2,9 persen dari total PDB nasional dan tahun 1999 meningkat lagi menjadi Rp 11,1 trilyun atau 3,9 persen dari total PDB nasional. Walaupun terjadi penurunan pada tahun 2003 tapi sektor perkebunan masih menyumbang 1,85 % dan sub-sektor peternakan 1,40 % per tahun, terhadap PDB nasional (Deptan 2003). Permasalahan yang dihadapi bidang agrobisnis perkebunan menurut Pakpahan (2005) adalah permasalahan yang sangat fundamental yaitu aspek struktural dan kultural. Walaupun demikian selama tiga tahun terakhir dunia agrobisnis dari sektor perkebunan mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Kelapa adalah salah satu komoditi unggulan nasional sektor perkebunan. Berdasarkan data produksi kelapa Indonesia sebesar 2,67 juta ton pertahun menempatkan Indonesia pada urutan pertama penghasil kelapa dunia, tetapi

34 17 perilaku ekspor produk olahan kelapa sebagai indikator nilai tambah ekonomi masih sangat memprihatinkan. Prosentasi pertumbuhan ekspor per tahun minyak kelapa sebagai produk utama tanaman kelapa kurun waktu s/d masih sangat berfluktuasi, begitu juga total ekspor (ton) selama 1994 s/d 2001 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6 (ket: diolah dari beberapa sumber). Pada Gambar 6 terlihat bahwa peningkatan volume ekspor minyak kelapa masih tertinggal cukup signifikan dibanding minyak sawit. Pada tahun 2001 volume ekspor minyak kelapa baru mencapai 392 ribu ton, dibandingkan volume ekspor minyak sawit yang mencapai 4905 ribu ton Volume Ekspor (000 ton) mk bk ms bs ma Gambar 6 Volume ekspor beberapa jenis minyak nabati dan ikutannya (mk=minyak kelapa; bk=bungkil kelapa; ms=minyak sawit; bs=bungkil sawit; ma=minyak atsiri) Salah satu upaya yang ditempuh negara-negara produsen minyak kelapa dan hasil ikutan lainnya adalah membentuk wadah yaitu Asian and Pacific Coconut Community (APCC) yang merupakan organisasi antar negara yang saat ini beranggotakan 15 negara penghasil kelapa dunia (Indonesia termasuk didalamnya). Organisasi ini dibentuk dengan misi membantu/ mendorong anggotanya untuk mengembangkan atau melakukan perubahan teknologi kearah lebih baik dan lebih bersemangat (APCC 2005). Peluang peningkatan peran

35 18 komoditi berbasis bahan baku kelapa diupayakan dengan usaha diversifikasi produk baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan. Dalam rangka mengantisipasi persyaratan global APCC juga berupaya merumuskan beberapa standardisasi produk misalnya, standar mutu Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai salah satu jenis produk yng memiliki prospek unggulan. Provinsi Sulawesi Utara sebagai wilayah yang secara tradisional menjadi salah satu sentra produksi kelapa nasional sangat berkepentingan dengan program-program APCC tersebut. II.5. Landasan teori metode analisis II.5.1. Metode Indeks Agroindustri Penentuan agroindustri unggulan wilayah menggunakan Metode Indeks Agroindustri, yaitu suatu metode kuantitatif yang dirancang untuk memperoleh suatu nilai pembanding antar peubah-peubah yang diasumsikan sebagai faktor penentu sistem pengembangan agroindustri pada suatu wilayah. Menurut kamus Wikipedia ( indeks didefinisikan sebagai: suatu skala numerik yang digunakan untuk membandingkan sustu peubah dengan peubah lainnya atau dengan sejumlah referensi bilangan. Indeks juga didefinisikan sebagai bilangan yang diperoleh dari suatu formula, yang digunakan untuk penggolongan suatu set data (Index Dictionary: ) Peubah-peubah yang dijadikan input model adalah: 1. Luas lahan, sebagai indikator ketersediaan lahan dalam penyusunan strategi pengembangan bahan baku 2. Total Produksi, sebagai indikator ketersediaan bahan baku yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan kapasitas terpasang industri 3. Investasi, sebagai indikator preferensi sektor swasta yang terkait erat dengan pergerakan pasar 4. Penyerapan tenaga kerja pada keseluruhan kegiatan agroindustri per basis komoditas bahan baku Beberapa metode penentuan unggulan baik komoditas maupun produk yang dikenal antara lain 1) Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) yang pada

36 19 awalnya dirumuskan oleh Bela Balassa, didasarkan pada kemampuan daya saing ekspor suatu produk (Barry and Hannan 2001), 2) Location Quotion (LQ) yang didasarkan pada penetapan sektor basis ekonomi dengan melihat kapasitas industri di suatu wilayah dibandingkan dengan skala nasional (Isard et al. 1998) atau antara relatif produksi komoditas i dibandingkan total produksi keseluruhan komoditas pada suatu wilayah, dan relatif produksi komoditas i pada wilayah tertentu dibandingkan relatif produksi komoditas i pada tingkat nasional (BPTP Sulut 2003). RCA dan LQ adalah metode penentuan secara kuantitatif. Metode penentuan komoditas/ produk unggulan yang sering digunakan dalam penelitianpenelitian agroindustri adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) yang didasarkan pada penilaian seorang atau sejumlah pakar terhadap berbagai alternatif komoditas atau produk setelah lebih dahulu ditetapkan kriteria dan derajat kepentingan dari kriteria tersebut. II.5.2. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Penentuan produk unggulan dalam penelitian ini menggunakan Metode Perbandingan Exponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak (Marimin 2002). Survey pakar dilakukan untuk menginventarisasi dan melakukan pembobotan terhadap Kriteria yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan Alternatif produk unggulan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE menurut Ma arif dan Tanjung (2003) adalah: penentuan alternatif keputusan, penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji, penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil keputusan, penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria keputusan, penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan, pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan.

37 20 II.5.3. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analitical Hierarchy Process (AHP- Saaty 1982), adalah alat analisis untuk mengorganisir informasi dan keputusan dalam memilih alternatif yang paling disukai dengan berbagai kriteria yang ditetapkan. Penyelesaian AHP dilakukan secara manual atau secara komputerisasi misalnya dengan perangkat lunak Criterium Decision Plus. Ide dasar prinsip kerja AHP menurut Saaty (1982) adalah prinsip menyusun hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis. Salah satu sifat dari kriteria yang disusun dengan baik adalah relevansinya dengan masalahmasalah kunci yang ada. Keputusan akhir mengharuskan pengambil keputusan untuk memperkirakan bagaimana perbandingan suatu alternatif dengan alternatif lainnya dalam kondisikondisi yang akan dihadapi dimasa yang akan datang. Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menggunakan metode AHP adalah: Penyusunan struktur hirarki Pembobotan elemen-elemen (kriteria maupun alternatif), yang diawali dengan pendataan pendapat responden, kemudian pengolahan data untuk menentukan nilai eigen (eigenvektor) Pengurutan tingkat kepentingan. Prinsip kerja AHP yang digunakan adalah perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) sehingga tingkat kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain maupun antara suatu alternatif dengan alternatif lainnya dapat dinyatakan dengan jelas dengan bantuan penggunaan skala pendapat. Saaty (1982) memberikan pedoman penggunaan skala 1 sampai 9 sebagai skala terbaik dalam mengkualifikasi pendapat untuk berbagai permasalahan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan AHP dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan menurut Marimin (1999) adalah: Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur. Kompleksitas: AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

38 21 Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. Penyusunan hirarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan suatu alternatif. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. Pengulangan proses: AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan Pada beberapa penelitian, AHP digunakan untuk pemilihan strategi pengembangan misalnya penelitian pengembangan agroindustri minyak pala dari Irawadi et al. (2002) yang menggunakan teknik pendekatan sistem dan teknik AHP. Teknik pendekatan sistem untuk memudahkan identifikasi faktor-faktor yang penting dalam perencanaan pengembangan, dan teknik AHP untuk memudahkan permodelan prioritas permasalahan dan memilih alternatif strategi pengembangan. Menurut Dedi Mulyadi (2001) yang menggunakan AHP pada rancang bangun strategi terpadu agroindustri rotan, kekuatan AHP terletak pada rancangannya yang bersifat holistik yang menggunakan pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuantitatif dan preferensi kualitatif.

39 22 II.5.4. Interpretative Structural Modeling (ISM) Interpretative Structural Modeling (ISM), adalah suatu teknik yang digunakan dalam permodelan yang mampu mensinkronisasi pendapat para ahli dalam memberikan gambaran yang konkrit tentang struktur hirarki sub-elemen dari setiap elemen sistem, dan dalam menemukan sub-elemen kunci serta karakter setiap sub-elemen, sebagai basis pengetahuan yang bermanfaat untuk menyusun perencanaan strategi pengembangan agroindustri yang terpadu dan lintas sektor (Machfud 2001). Menurut Eriyatno (2003) ISM adalah salah satu alat strukturisasi dalam teknik permodelan deskriptif yang digunakan terutama untuk pengkajian oleh suatu tim tetapi juga dapat dipergunakan oleh seorang peneliti. Model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang dengan menggunakan grafis dan kalimat. Penggunaan teknik ISM mengikuti beberapa tahap pengkajian sebagai berikut: 1) Pembangkitan elemen-elemen yang terkait dengan perihal yang dikaji, 2) setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen yang memadai, 3) penetapan hubungan kontekstual antar sub-elemen, 4) berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual disusun Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) menggunakan simbol V, A, X, dan O, 5) transformasi VAXO menjadi Reachability Matrix (RM) bilangan biner, 6) lakukan Aturan Transivity sampai mendapatkan RM final, 7) penggambaran skema setiap elemen menurut jenjang vertikal maupun horisontal. Elemen kunci diperoleh dari hasil rangking yang mengacu pada aspek Driver Power, 8) klasifikasi sub-elemen dengan menempatkan Driver Power (DP) dan Dependence (D) sebagai ordinat x,y pada sumbu koordinat. Klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam empat sektor yaitu: Sektor 1: Weak driver-weak dependent variables (Autonomous). Hubungan peubah di sektor ini dengan sistem relatif kecil atau tidak ada kaitannya. Sektor 2: Weak driver-strongly dependent variables (Dependent). Peubah pada sektor ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan terhadap sistem terutama dari peubah linkage.

40 23 Sektor 3: Strong driver-strongly dependent variables (Linkage). Hubungan antar peubah pada sektor ini tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan berdampak pada peubah lainnya. Sektor 4: Strong driver-weak dependent variables (Independent). Peubah pada sektor ini disebut peubah bebas. Hubungan kontekstual antar sub-elemen teknik ISM dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis dan interpretasinya seperti terlihat pada Tabel 1 (Eriyatno 2003). Tabel 1 Jenis dan interpretasi hubungan kontekstual antar sub-elemen ISM Jenis 1 Perbandingan (comparative) 2 Pernyataan (Definitive) 3 Pengaruh (Influence) 4 Keruangan (Spatial) 5 Kewaktuan (Temporal Time Scale) Interpretasi - A lebih penting/ besar/ indah daripada B - A adalah atribut B - A mengartikan B - A termasuk dalam B - A menyebabkan B - A sebagian penyebab B - A mengembangkan B - A menggerakkan B - A meningkatkan B - A diselatan/utara B - A diatas B - A sebelah kiri B - A mendahului B - A mengikuti B - A mempunyai prioritas lebih dari B II.5.5. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah framework dari keempat faktor yaitu Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) yang sangat erat kaitannya dengan konsep strategi (Manktelow 2004) Rangkuti (2001) menyebut analisis SWOT sebagai identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

41 24 Hansen dan Hansen (2005) menyebut analisis SWOT sebagai alat analisis kunci dalam perencanaan strategis. Perencanaan untuk menyusun formulasi strategis dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu: (1) tahap pengumpulan data dengan melakukan evaluasi faktor eksternal dan internal, (2) tahap analisis dengan membuat beberapa matriks spesifik, dan (3) tahap pengambilan keputusan dengan matriks perencanaan strategis kualitatif. Akuisisi pendapat pakar digunakan untuk memberi nilai sebagai preferensi pelaku terhadap elemen-elemen SWOT, yang selanjutnya dapat dianalisis dengan bantuan berbagai teknik iterpretatif menghasilkan prioritasprioritas spesifik. Menurut Irawadi el al. (2002) Strategi yang dijalankan suatu perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi, dan hasil analisis kualitatif SWOT merupakan dasar penentuan posisi perusahaan untuk dapat memperkuat strategi operasionalnya. Kemampuan perusahaan (organisasi) memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada, dan dapat meminimalkan resiko dari ancaman persaingan, adalah strategi yang harus dibuat. Terdapat empat kombinasi rumusan strategi yang diperoleh dari analisis SWOT yang merupakan interaksi antar faktor internal dan eksternal SWOT yaitu strategi SO (interaksi kekuatan dan peluang), strategi WO (interaksi kelemahan dan peluang), strategi ST (interaksi kekuatan dan ancaman) dan strategi WT (interaksi kelemahan dan ancaman) (Irawadi et al. 2002). Walaupun belum ada acuan yang baku mengenai analisis SWOT, tetapi aplikasinya dapat diperkaya dengan berbagai teknik pembobotan atau dapat juga di gabungkan dengan berbagai teknik analisis lainnya misalnya A WOT (Kajanus et.al 2001) yang menganalisis elemen-elemen SWOT dengan metode pairwise comparisons menggunakan teknik AHP. Sangat disayangkan karena tidak diberi alasan penghilangan unsur S (strength) pada nama metodenya karena dalam analisisnya ternyata unsur strength cukup dominan.

42 25 II.5.6. Analisis ketersediaan sumber daya Secara umum sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang atau jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia dan dipandang sebagai sesuatu yang memiliki nilai ekonomi (Fauzi 2004). Ensiklopedia Webster maupun Encarta (Encarta dictionary 2005) mendefinisikan sumber daya (resource) sebagai: 1. seseorang atau sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber bantuan atau informasi 2. sumber persediaan atau cadangan kebutuhan sesuatu seperti orang, uang atau peralatan 3. kemampuan untuk menemukan solusi dari permasalahan 4. dalam pengertian jamak sumber daya didefinisikan sebagai kemampuan (bakat) atau kapasitas alami yang tampil pada waktu yang dibutuhkan; kekayaan (aset) alam, ekonomi, politik, militer suatu negara; aset perusahan / perdagangan misalnya manusia, modal, mesin atau stok untuk memperoleh keuntungan Beberapa tipe sumber daya yang dikenal adalah: 1) Sumber daya alam (SDA) yaitu material alami yang dapat diolah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti air, udara, lahan, hewan, tumbuhan dan bahan tambang (Fauzi 2004). 2) Sumber daya manusia (SDM) lebih diarahkan pada pemahaman peran manusia yang berkaitan dengan fungsi manajemen dan kemampuan mengelola sumber daya alam. Menurut Siagian (2006) pendekatan sumber daya manusia sifatnya multidimensional. Pada aktifitas agroindustri ketersediaan sdm lebih diarahkan pada ketersediaan tenaga kerja trampil / profesional yang didukung program / prasarana pendidikan dan pelatihan. 3) Sumber daya sosial (SDS) yang berkaitan dengan peran organisasi formal maupun non formal pada kegiatan ekonomi. De Soto (2006) menggolongkan sumber daya sosial sebagai properti nonformal dan kontrak-kontrak sosial. 4) Sumber daya teknologi (SDT) atau juga disebut sumber daya pembangunan menyangkut ketersediaan sarana transportasi, teknologi informasi, peralatan mekanisasi pertanian sampai industri pengolahan hasil. Kekuatan teknologi menggambarkan peluang dan ancaman yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi (David 2002).

43 26 III. METODE PENELITIAN III.1. Kerangka pemikiran Penelitian ini mencoba memadukan pendalaman konsep yang berkaitan dengan agroindustri, pembangunan wilayah, dan manajemen stratejik sebagai konsep dasar penelitian dengan fokus strategi pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah melalui pendekatan alur pikir sistemik. Pendekatan berbagai aspek yang berkaitan dengan faktor geofisik, keragaman agronomis, aspek ekonomi dan berbagai input aktifitas industri memberikan kriteria jamak yang dapat dipakai dalam melakukan justifikasi unggulan agroindustri. Pendekatan metodologis yang menggabungkan teknik analisis kualitatif dan teknik analisis kuantitatif diterapkan dengan memanfaatkan berbagai pola dan variabel pendukung. Menurut Moleong (2000) teknik kualitatif yang mengkaji paradigma alamiah dan teknik kuantitatif yang mengkaji paradigma ilmiah tersebut dapat dipakai bersama dalam suatu penelitian. Kajian yang dilengkapi dengan analisis lingkungan strategis merupakan input bagi penyusunan strategi pengembangan agroindustri. Pada penelitian ini sesuai dengan lingkup kajian rekayasa model yang dikembangkan, pengumpulan data dan informasi juga memanfaatkan kaidahkaidah Sistem Keputusan (Saaty 1996), strukturisasi sistem pengembangan, pendekatan matriks ketersediaan dan matriks opsional bagi perancangan berbagai skenario pengembangan. Pakar yang dipilih untuk proses elisitasi dan akuisisi pengetahuan adalah pada bidang keahlian teknologi pertanian, kelembagaan, bisnis industri dan pihak yang terkait adalah dari institusi Bapelitbang, Perindustrian dan Perdagangan, Pertanian/Peternakan, Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi dan Pengusaha kalangan industri. Perumusan strategi dilakukan melalui pendalaman konsepkonsep Strategic Management (David 1998; McNamee 1992; Shrivastava 1994). Pemahaman konsep dasar penelitian dan usaha yang dilakukan untuk merumuskan prilaku elemen-elemennya terekspresi sebagai kerangka pikir penelitian sebagaimana terlihat pada Gambar 7 yang akan menjadi acuan penetapan tahap-tahap pengkajian konseptual maupun operasional penelitian.

44 27 Keragaman agroindustri Karakter wilayah Optimalisasi peran Keterkaitan prilaku Preferensi Aspek kesesuaian lahan Aspek produksi Aspek basis ekonomi Aspek investasi Aspek tenaga kerja Formulasi strategi Justifikasi multi kriteria Sistem seleksi agroindustri pilihan: o Metode Justifikasi-Deterministik o Metode Justifikasi-Logis eksplisit Peringkat unggulan agroindustri o Kajian informasi dasar o Identifikasi/kriteria pakar o Penetapan agroindustri pilihan o Penetapan elemen kajian o Prosedur analisis Akuisisi pendapat pakar Sesuai Evaluasi lingkungan strategis (Analisis SWOT) tidak Elemen faktor eksternal Elemen faktor internal Elemen strategi Identifikasi struktur sistem (Analisis ISM VAXO) Elemen sistem pengembangan Sub-elemen kunci pengembangan Klasifikasi sub-elemen kunci Penetapan focus pengembangan ( Analisis AHP) Elemen kriteria pengembangan Elemen sasaran/ alternatif pengembangan Interaksi fokus pengembangan A Gambar 7 Kerangka Pemikiran Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah (MS-PAW)

45 28 A Implementasi strategi pengembangan Pendekatan kuantitatif / kualitatif Kajian interaksi sumber daya dan focus pengembangan (Matriks Interaksi Ketersediaan) Informasi lokasi potensial Informasi ketersediaan sumber daya Sensitifitas ketersediaan sumber daya Evaluasi strategi pengembangan Kajian skenario pengembangan (Matriks Opsional) Skenario pengembangan sumber daya Skenario pengembangan bahan baku Korektif Tahap formulasi strategi Tahap implementasi strategi Model Sistem Pengembangan (Acuan Kebijakan Strategis) Gambar 7 Kerangka Pemikiran Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah (MS-PAW) (lanjutan).

46 29 Metode yang digunakan dalam menggali informasi dan pengetahuan adalah dengan melakukan wawancara mendalam sesuai dengan kecukupan informasi yang dibutuhkan. Faktor-faktor dan kriteria pada strategi pengembangan selain bersifat kuantitatif-deterministik, juga banyak yang bersifat deskriptif-kualitatif. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara. Sumber informasi lain yang digunakan adalah data sekunder berupa dokumentasi hasil penelitian /percobaan, laporan data statistik BPS dan Dinas atau instansi terkait serta Pusat Penelitian dan Pengembangan. III.2. Pendekatan sistem Dalam perencanaan dan implementasi pengembangan agroindustri yang menjadi bahan pertimbangan awal adalah kemampuan internal yang dimiliki terutama faktor ketersediaan sumber daya yang sesuai dengan tujuan untuk menghasilkan produk tertentu, pengaruh faktor eksternal terutama peluang pasar dari produk yang dihasilkan dan berbagai hambatan yang dapat menyebabkan kegagalan pengembangan, juga proses transformasi yang dibutuhkan.. Komponen-komponen inti dari proses transformasi seperti material bahan baku, tenaga kerja, teknologi, organisasi, komponen pendukung seperti biaya, kebijakan, strategi dan lingkungan akan sangat menentukan kelangsungan usaha agroindustri pada semua tingkatan operasionalnya. Dilihat dari keseluruhan aktivitas, mulai dari penelusuran dan pengelompokan ide, penetapan kebijakan sampai pelaksanaan kegiatan operasional dilapangan maka aktivitas agroindustri adalah wujud dari suatu sistem. Sistem merupakan kumpulan elemen yang saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu dalam lingkungan yang komplek. Ciri dari sistem adalah pada pola hubungan yang menentukan strukturnya. Menurut Eryatno (2003) sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu menurut Eryatno setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan.

47 30 Pengkajian dengan pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Flood dan Jackson (1990), menjelaskan sistem sebagai suatu jaringan yang sangat terkait dan kompleks dari bagian-bagian yang bersinergi. Suatu sistem berisi sejumlah elemen dan setiap elemen dapat berupa gugus sejumlah sub-elemen dengan tingkat keeratan hubungan yang lebih tinggi. Kualitas peran setiap elemen maupun sub-elemen dapat berbeda dalam pencapaian tujuan suatu sistem. Ketepatan dalam menganalisis peran setiap elemen maupun sub-elemen sangat menentukan keberhasilan dari suatu pengambilan keputusan. Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan adalah tahap awal dalam penerapan metodologi sistem yang tujuannya mengidentifikasi pelaku (aktor) dari sistem dan menginventarisasi kebutuhan setiap pelaku tersebut. Sistem pengembangan yang dirancang, dalam operasionalnya harus mampu memenuhi kebutuhan setiap pelaku baik pelaku individual, kelompok, atau kelembagaan yang terkait dan terlibat dengan aktifitas agroindustri kajian sehigga perlu dilakukan identifikasi kebutuhan umum dan spesifik dari setiap pelaku. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Identifikasi pelaku agroindustri dan kebutuhannya pada penelitian ini ditetapkan melalui pengkajian yang dalam berdasarkan hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, dan observasi lapang kemudian ditabulasi sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Formulasi permasalahan Permasalahan yang terjadi pada pengembangan sistem dapat disebabkan karena interaksi antar respon setiap aktor yang terkait dengan kebutuhan yang ingin dipenuhi. Kelompok kebutuhan antar pelaku dapat bersifat (1) sinergi atau saling mendukung, tetapi dapat juga bersifat (2) konflik kepentingan yang akan saling mengganggu. Sebagai tantangan adalah bagaimana menselaraskan konflik kepentingan dengan pencapaian kebutuhan yang komplementer. Permasalahan

48 31 pada aspek operasional adalah lemahnya dukungan komponen inti (input, proses, output) agroindustri terhadap kebutuhan operasional dari hulu sampai hilir. Permasalahan klasik strategis adalah lemahnya strategi manajemen yang digunakan sebagai landasan sistem pengembangan yang mampu mengoptimalkan potensi agroindustri. Potensi-potensi yang dimiliki suatu wilayah merupakan keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan sebagai keunggulan kompetitif agroindustri. Kemampuan pengambil keputusan dalam memotret keseluruhan entitas dari suatu sistem dan kecermatan dalam melakukan kajian secara holistik, sibernetik dan effektip akan menentukan keberhasilan pencapaian dari tujuan yang ditetapkan. Tabel 2 Identifikasi elemen-elemen aktor dan kebutuhannya Pelaku Petani / pemilik kebun Pelaku industri hulu Pedagang pengumpul Pelaku industri hilir Eksportir Kebutuhan Peningkatan pendapatan melalui: Peningkatan permintaan produksi pertanian (jumlah dan kesinambungan permintaan) Jaminan harga jual yang layak Kesinambungan pasokan bahan baku Tersedianya peralatan pengolahan Tenaga kerja trampil Manajemen yang tepat Jaminan harga beli dan harga jual yang layak Akses pada lembaga pembiayaan Tersedianya pasokan dari industri hulu Meningkatnya permintaan industri hilir Sarana transportasi Kesinambungan pasokan bahan baku Standar mutu bahan baku Pengembangan teknologi Tenaga kerja profesional Akses pada lembaga pembiayaan Jaminan kebijakan pemerintah Kelangsungan pasokan produk siap ekspor dengan mutu bersaing Peningkatan fasilitas ekspor (pelabuhan udara / laut) dan kemudahan penggunaannya Perluasan pasar Jaminan regulasi perdagangan nasional, maupun global Akses pada lembaga pembiayaan

49 32 Tabel 2 (lanjutan) Identifikasi elemen-elemen aktor dan kebutuhannya Tenaga kerja Pelaku Pemasok bahan penunjang agroindustri Lembaga pembiayaan Pemerintah Pusat (Instansi terkait) Pemerintah Daerah Koperasi Asosiasi (agroindustri hulu, hilir, eksportir) Perguruan tinggi Pusat / Balai penelitian Masyarakat sekitar / konsumen Kebutuhan Peningkatan keterampilan Upah yang layak Perluasan lapangan kerja Perluasan usaha Peningkatan sdm / penguasaan teknologi Peningkatan jumlah nasabah dan jumlah penyaluran kredit usaha dengan pengembalian terjamin Iklim bisnis yang kondusif Peningkatan penerimaan devisa Realisasi program perencanaan pembangunan nasional Peningkatan pendapatan daerah Bertambahnya lapangan kerja Peningkatan kesejahteraan masyarakat Jaminan usaha petani Peningkatan peran koperasi Kemudahan birokrasi Komitmen standarisasi mutu Perluasan lapangan kerja profesional Peningkatan program pelatihan tenaga kerja agroindustri Peningkatan efektivitas penelitian khususnya pengkajian teknologi Obyek penilitian yang lebih luas Tersedianya produk sesuai kebutuhan dalam hal jumlah, mutu dan kesinambungan Peluang lapangan kerja Minimalisasi dampak industri terhadap lingkungan Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara kebutuhankebutuhan dengan permasalahan yang harus dipecahkan. Identifikasi sistem kemudian dilanjutkan dengan interpretasi elemen-elemen dengan lebih dahulu mengkaji semua informasi yang diperlukan yang dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu (1) peubah input, (2) peubah output dan (3) parameter-

50 33 parameter yang membatasi struktur sistem sebagaimana ditampilkan dalam diagram input output (Gambar 8). Input Lingkungan 1. Kebijakan/ peraturan pemerintah/ birokrasi 2. Globalisasi perekonomian 3. Stabilitas politik, ekonomi, sosial 4. Agro-klimat Input tak terkontrol 1. Harga bahan/produk 2. Persaingan industri 3. permintaan pasar (domestik/ eksport) 4. Karakteristik wilayah 5. Infrastruktur 6. Nilai tukar rupiah. Input terkontrol 1. Teknologi 2. Sumber daya 3. Sumber modal/ investasi 4. Ketrampilan pengelolaan usaha 5. Kelembagaan 6. Program pembinaan 7. Biaya-biaya 8. Kemitraan MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH Parameter: Ketersediaan sumber daya Sistem nilai Output yang dikehendaki 1. Peningkatan produktivitas & daya saing agroindustri wilayah 2. Peningkatan pendapatan setiap pelaku usaha 3. Kontinuitas bahan baku 4. Peningkatan nilai ekspor 5. Skenario progresif Output tak dikehendaki 1. Sumber daya tidak teridentifikasi dengan baik 2. Penetapan strategi yang kurang tepat 3. Penurunan produksi 4. Tidak memenuhi standar mutu MANAJEMEN PENGENDALIAN AGROINDUSTRI Gambar 8 Diagram Input-Output manajemen stratejik pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah.

51 34 III.3. Tahap penelitian Pada penelitian ini dikembangkan tahap pengkajian manajemen stratejik pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah (MS-PAW) yang terdiri dari pokok kajian, input model, metode, dan output model sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3 Tahap kajian MS-PAW 1 Identifikasi potensi wilayah Kajian Input Metode Output - Data geofisik wilayah - Data administratif - Data komoditi perkebunan (jenis, luas lahan dan produksi) - Deskriptif - Tabel informasi karakter wilayah - Tabel komoditas perkebunan (jenis, luas lahan, produksi) 2 Seleksi agroindustri: 1. Seleksi unggulan agroindustri - Data luas areal penyebaran, produksi, produktivitas komoditi perkebunan - Data agroindustri (jenis, investasi, tenaga kerja, sector basis ekonomi ) - Indeks Agroindustri ( I A ) - Peringkat unggulan agroindustri 2. Seleksi Unggulan produk - Peringkat unggulan agroindustri - Jenis produk - Kriteria penilaian - Pendapat pakar - Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) - Peringkat unggulan produk 3 Formulasi strategi pengembangan - Evaluasi lingkungan strategis (internal & eksternal) - Elemen-elemen pengembangan - pendapat pakar - AI SWOT (AHP ISM SWOT) - Prioritas sasaran strategi pengembangan - Faktor-faktor kunci pengembangan 4 Implementasi strategi pengembangan 5 Evaluasi strategi pengembangan - Sasaran strategi pengembangan - Lokasi pilihan - Alokasi sumber- daya - Data kelayakan usaha - Pendapat pakar - Informasi keterbatasan sumber daya - Reevaluasi lingkungan strategis - Matriks Interaksi - Analisis Finansial - Matriks opsional - Tabel lokasi potensial - Informasi ketersediaan sumber daya - Informasi kelayakan finansial - Skenario pengembangan

52 35 Pengkajian dilakukan setelah lebih dahulu menetapkan langkah-langkah operasional sebagai acuan keseluruhan tahapan penelitian. Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) Melakukan penelusuran sumber-sumber informasi yang dapat memberi gambaran mengenai batasan, pokok kajian, perkembangan dan permasalahan yang menentukan kinerja agroindustri, pemahaman kewilayahan, pemahaman manajemen stratejik, untuk kemudian menetapkan formulasi tujuan sebagai arah pelaksanaan penelitian. (2) Melakukan kajian sektor real agroindustri, menentukan jenis agroindustri pilihan yang digunakan sebagai objek kajian sistem pengembangan. (3) Sesuai landasan penelitian yang ingin mengintegrasikan konsep wilayah, agroindustri dan manajemen stratejik, maka penelitian ini terfokus pada pemahaman elemen-elemennya melalui tahapan pengkajian yang secara sistematis dapat diuraikan sebagai berikut: Kajian agroindustri dengan tahapan: 1) identifikasi agroindustri, 2) penetapan agroindustri unggulan, 3) identifikasi produk, 4) penetapan produk unggulan. Kajian wilayah dengan tahapan: 1) penetapan wilayah penelitian, 2) identifikasi karakter wilayah dengan elemen: karakter geofisik, karakter biofisik, dan karakter demografi, 3) identifikasi potensi bahan baku agroindustri wilayah Kajian manajemen stratejik dengan tahapan: 1) perumusan strategi dengan elemen: evaluasi lingkungan strategis, menghasilkan dan memilih strategi, 2) implementasi strategi dengan elemen: mengkaji ketersediaan sumber daya pada penerapan strategi, 3) evaluasi strategi dengan elemen mengukur prestasi, merumuskan skenario pengembangan Pemilihan input kajian strategi pengembangan: Pendekatan strategis diarahkan pada penanganan input primer proses produksi suatu usaha agroindustri yaitu bahan baku, ketersediaan berbagai sumber daya dan lingkungan strategis yang sangat menentukan operasionalnya. Formulasi penanganan bahan baku meliputi aspek-aspek:

53 36 Jenis, diarahkan pada pengembangan komoditas unggulan yang penentuannya didasarkan pada karakter bio/geofisik wilayah dan jenis agroindustri yang existing. Kuantitas, diarahkan pada pengembangan yang optimal disesuaikan daya dukung wilayah. Kualitas, diarahkan pada pola standardisasi yang berlaku sesuai kebutuhan operasional industri dalam memenuhi standar kualitas produk. Kontinuitas, diarahkan pada kesinambungan ketersediaan bahan baku yang merupakan syarat mutlak suatu proses produksi. Penentuan sistem pengadaan bahan baku dilakukan untuk memenuhi aspek kontinuitas. Formulasi strategi penyediaan tenaga kerja (SDM) ditetapkan dengan pertimbangan prasyarat tenaga kerja sesuai kebutuhan operasional agroindustri dan ketersediaan tenaga kerja pada wilayah operasional, menyangkut jumlah dan kualitas SDM sesuai spesifikasi kegiatan agroindustri yang ditetapkan. Sasaran strategi input adalah memaksimalkan peran input terkontrol (controlable input) dan mengatasi efek input tak terkontrol (non controlable input). Formulasi strategi proses diarahkan pada pengamatan ketersediaan teknologi agroindustri yang ada dengan fokus pada empat komponen teknologi yaitu Technoware, Humanware, Infoware dan Organoware (Ramanathan 1993; Gumbira Sa id E et al. 2001). Technoware/Hardware: kemungkinan pemilihan dan pengadaan teknologi khusus perangkat kerasnya yang lebih sesuai dengan kecenderungan pengembangan dan memberi nilai tambah dalam kegiatan operasional transformasi; kesesuaian lokasi industri dan perencanaan desain produksi. Humanware: menyelaraskan kemampuan SDM menyangkut keahlian, kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan kreativitas, dengan target pengembangan agroindustri yang ditetapkan. Infoware: menyiapkan perangkat teknologi yang memungkinkan kecepatan mengakses informasi yang dibutuhkan terutama menyangkut perkembangan teknologi agroindustri dan kebutuhan/kondisi pasar.

54 37 Organoware: menyiapkan organisasi yang menjamin sistem koordinasi yang efisien dan efektif dalam jaringan kerja yang produktif agar kegiatan menyeluruh dalam proses transformasi dapat memenuhi target-target yang ditetapkan. Menurut Fauzi (2003) pengembangan agroindustri memerlukan kelembagaan yang cocok, yang dicirikan oleh adanya jaringan rantai nilai (penyediaan bahan baku sampai pasar), dan dukungan infrastruktur ekonomi, baik fisik (prasarana dan sarana transportasi, produksi, komunikasi dan pemasaran) maupun non-fisik (kebijakan), agar dapat dicapai kesetimbangan materi, finansial, sosial dan lingkungan. Pengamatan terhadap aplikasi standar mutu produk/ manajemen dan sistem nilai juga dilakukan dalam penyusunan strategi proses. III.4. Tahap permodelan Permodelan dilakukan untuk: 1) merekayasa model manajemen stratejik dengan pengkajian lebih spesifik pada tahap formulasi strategi, tahap implementasi strategi, dan tahap evaluasi strategi, 2) merancang model seleksi agroindustri unggulan, 3) merancang model strukturisasi sistem pengembangan, 4) merancang model keputusan pilihan strategi pengembangan, 5) merancang model kajian ketersediaan sumber daya, dan 6) merancang model skenario pengembangan. III.4.1. Rekayasa model manajemen stratejik Hampir keseluruhan model manajemen stratejik yang ditunjukkan pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 5 menunjukkan proses pengkajian dengan tahapan: Mengembangkan pernyataan Visi dan Misi organisasi Menetapkan tujuan Melakukan evaluasi lingkungan internal / eksternal Perumusan strategi Implementasi strategi dan Evaluasi strategi. Proses rekayasa dilakukan dengan memasukkan konsep-konsep yang terkait dengan agroindustri dan unggulan wilayah pada model analog (diagramatik) dari manajemen stratejik tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9.

55 38 KOMITMEN ORGANISASI o Pernyataan Visi dan Misi Organisasi o Penetapan Tujuan Organisasi POTENSI WILAYAH o Deskripsi wilayah kajian o Potensi internal dan eksternal o Kondisi sumber daya AGROINDUSTRI o Beragam agroindustri o Beragam kapasitas o Lingkungan strategis FORMULASI STRATEGI o Evaluasi lingkungan internal o Evaluasi lingkungan eksternal o Merumuskan berbagai alternatif strategi / menetapkan strategi pilihan IMPLEMENTASI STRATEGI o Menetapkan program-program o Mengkaji ketersediaan sumber daya yang terkait dengan strategi pilihan EVALUASI STRATEGI o Pengujian prestasi unit kajian o Evaluasi lingkungan strategis o Perumusan skenario pengembangan Integrasi Konsep MODEL MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH (MS-PAW) Konfigurasi - Nalar Pustaka - Survei Pakar - Identifikasi stakeholder - Transformasi visi / misi / tujuan a Gambar 9 Diagram Alir Rekayasa Model Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah (MS-PAW)

56 39 a Tahap Komitmen Organisasi Pernyataan Visi / Misi Penetapan Tujuan Model Seleksi Unggulan o Sub-model seleksi unggulan agroindustri o Sub-model seleksi unggulan produk Model Formulasi Strategi o Sub-model evaluasi lingkungan strategis o Sub-model strukturisasi sistem pengembangan o Sub-model penetapan strategi pilihan Model Implementasi Strategi Analisis lokasi potensial o Sub-model analisis ketersediaan sumber daya Penerapan strategi pilihan Model Evaluasi Strategi Analisis kendala strategi o Sub-model skenario pengembangan sumber daya, bahan baku, proses, dan pemasaran Gambar 9 Diagram Alir Rekayasa Model Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Unggulan Wilayah (MS-PAW) (lanjutan)

57 40 Berdasarkan struktur (morfologi), model manajemen stratejik digolongkan sebagai model analog atau diagramatik yang berusaha menggambarkan atau menganalogikan prilaku suatu sistem dari realitas yang dikaji dengan sistem lain yang secara fisik berbeda tapi memiliki prilaku yang sama. Pada prinsipnya model bukanlah abstraksi dari suatu sistem tetapi hanyalah representasi dari aspek yang dipilih yang terkait dengan suatu permasalahan spesifik. Validasi dilakukan melalui akuisisi pendapat pakar dan tinjauan teoritis terhadap struktur hubungan antar elemen yang mewakili kondisi riil, yang terekspresi dalam model (Gaspersz 1992, Barlas 2002). III.4.2. Model seleksi unggulan Pada tahap seleksi unggulan dikembangkan 2 sub-model yaitu: 1) sub-model seleksi unggulan agroindustri, dan 2) sub-model seleksi unggulan produk. Sub-model seleksi unggulan agroindustri Seleksi unggulan agroindustri menggunakan Metode Indeks Agroindustri. Proses perancangan model indeks agroindustri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi agroindustri berdasarkan bahan bakunya 2. Tabulasi data (kuantitatif) tersedia setiap peubah agroindustri 3. Pengurutan nilai pada tabel data peubah (tinggi ke rendah) 4. Transformasi nilai (khusus untuk sebaran data yang luas) 5. Penetapan potensial rating (Pr) skala 9 (tertinggi) s/d 1 (terendah) 6. Pemetaan nilai Pr pada nilai/ nilai transformasi setiap peubah. Nilai Indeks agroindustri (I A ), adalah penjumlahan indeks peubah agroindustri yang dalam penelitian ini adalah: 1. Indeks luas lahan (I LL ) 2. Indeks total produksi (I PR ) 3. Indeks Investasi (I IN ) 4. Indeks tenaga kerja (I TK ) atau dengan formula:

58 41 n I A = Σ (I VAj ) (1) j=1 dengan: I A = indeks agroindustri I VA = indeks peubah agroindustri ke j n = jumlah peubah agroindustri yang ditetapkan I VAj = {Pr ( ) VAj} (2) dengan: Pr = penetapan nilai potensial rating VAj = nilai peubah agroindustri ke j ( ) = pemetaan nilai {Pr ( ) VAj}= nilai dari pemetan potensial rating pada nilai peubah agroindustri ke j Asumsi : nilai I A dipengaruhi oleh penetapan jumlah VA sehingga dalam penelitian ini berlaku : I A = I LL + I PR + I IN + I TK (3) Output model adalah urutan peringkat unggulan agroindustri. Urutan teratas dipilih untuk kajian selanjutnya, dalam rangka penyusunan formulasi strategi pengembangan. Justifikasi unggulan didasarkan pada besaran nilai indeks agroindustri, lebih besar nilai berarti lebih unggul. Catatan: pada penelitian ini transformasi data menggunakan logaritma. Logaritma adalah proses perubahan suatu bilangan dasar menjadi suatu bilangan spesifik yang bertujuan membantu penyederhanaan proses aritmatika (Singer 2005). Transformasi Log adalah trasformasi nilai dari fungsi non linier (Dowling 2001). Sub-model Seleksi Unggulan Produk. Seleksi unggulan produk menggunakan pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE dilakukan untuk menetapkan prioritas pilihan pakar terhadap berbagai produk dari agroindustri yang ditetapkan sebagai unggulan teratas. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE adalah:

59 42 penentuan alternatif keputusan, penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji, penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil keputusan, penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria keputusan, penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan, pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan. Penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan dapat diformulasikan sebagai berikut: m Total Nilai = Σ (Rk ij ) TKK j (4) j=1 dengan: Rk ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada alternatif ke-i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal. TKK j = derajat kepentingan alternatif keputusan, yang dinyatakan dengan n m bobot = jumlah pilihan keputusan = jumlah kriteria keputusan Rekayasa model seleksi agroindustri unggulan dan produk unggulan dengan pendekatan alat analisis Metode Indeks Agroindustri (I A ) yang bersifat kuantitatif deterministik dan Metode Perbandingan Eksponensial yang merupakan metode analisis kualitatif, dilakukan dengan memadukan nalar pustaka, pengamatan empiris dan wawancara mendalam (in depth interview) dengan para pakar yang dapat dirumuskan dalam beberapa langkah sebagai berikut: 1) identifikasi agroindustri, 2) identifikasi komponen analisis dan alat analisisnya, 3) penetapan kriteria penilaian, 4) penetapan agroindustri unggulan dan 5) penetapan alternatif produk unggulan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 10.

60 43 Mulai Identifikasi Agroindustri Penentuan Agroindustri Pilihan (Metode Indeks Agroindustri) Komponen Analisis - Teknik Analisis Ketersediaan lahan : Statistik Produksi bahan baku :,, Investasi :,, Tenaga kerja :,, (Peubah Input) Justifikasi I A = I LL + I P + I I + I TK Peringkat Unggulan Agroindustri Pilihan I A maks Alternatif I A =maks Unggulan Penentuan Produk Unggulan (Metode Perbandingan Eksponensial) Peringkat Unggulan Produk Selesai Gambar 10 Diagram alir rekayasa model seleksi agroindustri / produk unggulan

61 44 III.4.3. Model evaluasi lingkungan strategis Rekayasa model evaluasi lingkungan strategis, menggunakan analisis SWOT yang dilakukan terhadap potensi agroindustri unggulan wilayah meliputi Evaluasi faktor Internal yang dikenal sebagai: 1. Faktor Kekuatan (Strengths = S), 2. Faktor Kelemahan (Weaknesses = W), dan Evaluasi faktor Eksternal yang dikenal sebagai: 3. Faktor Peluang (Opportunities = O), dan 4. Faktor Ancaman (Threats = T). Elemen-elemen pada komponen SWOT dipilih sebagai elemen kajian untuk penetapan faktor-faktor pendukung dan kendala sistem pengembangan, sedangkan Alterrnatif kebijakan sebagai kajian interaksi antar faktor SWOT, ditetapkan sebagai rumusan alternatif Strategi. Prosedur analisis lingkungan strategis mulai dari penetapan tujuan sampai pada penyajian rumusan hasil evaluasi mengikuti alur pikir sebagaimana pada Gambar 11. PENETAPAN TUJUAN PENETAPAN / PEMILIHAN PAKAR IDENTIFIKASI PELAKU PENETAPAN ELEMEN KAJIAN PENETAPAN METODE ANALISIS NALAR PUSTAKA tidak Sesuai ya SURVEY PAKAR Aplikasi pada Agroindustri pilihan AKUISISI PENDAPAT PAKAR PENYAJIAN RUMUSAN HASIL EVALUASI Gambar 11 Diagram Alir Rekayasa Model Evaluasi Lingkungan Strategis

62 45 III.4.4. Model strukturisasi sistem Model I SWOT adalah rekayasa model strukturisasi sistem pengembangan agroindustri unggulan wilayah yang dilakukan dengan memasukkan elemenelemen SWOT pada penggunaan teknik Interpretative Structural Modeling (ISM) yang merupakan alat strukturisasi dalam permodelan deskriptif. Hubungan kontekstual disajikan dalam bentuk Structural Self-interaction Matrix (SSIM) dengan menggunakan simbol VAXO yang kemudian ditransformasi kedalam bentuk matriks bilangan biner (bilangan O dan 1 ). ISM-VAXO menggambarkan kondisi sebagaimana terlihat pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Simbol hubungan dan definisi kontekstual antar elemen ISM-VAXO Simbol hubungan kontekstual antar elemen idan j ( e ij ) V A X O Definisi hubungan kontekstual antar elemen (e ij ) Elemen i menyebabkan hubungan kontekstual dengan j tapi tidak sebaliknya... (e ij = 1 dan e ji = 0) Elemen j menyebabkan hubungan kontekstual dengan i tapi tidak sebaliknya...(e ij = 0 dan e ji = 1) Elemen i dan j saling menyebabkan hubungan kontekstual... (e ij = 1 dan e ji = 1) Elemen i dan j dan sebaliknya, tidak menyebabkan hubungan kontekstual... (e ij = 0 dan e ji = 0) Tahapan dalam teknik ISM-VAXO adalah: 1. Penyusunan Structural Self-Interaction Matrix VAXO 2. Transformasi SSIM VAXO menjadi Reachability matrix bilangan biner 3. Pengujian transitive matriks 4. Klasifikasi sub-elemen berdasarkan Driver Power (DP) dan Dependence (D) 5. Penyusunan hirarki berdasarkan rangking sub-elemen Diagram alir Rekayasa Model I SWOT ditunjukkan pada Gambar 12

63 46 Kelompok Elemen dan Kelompok Sub-Elemen pada Kajian SWOT Nama Elemen Nama Sub-elemen Nama ahli Mulai Penilaian Hubungan Kontekstual (VAXO) antar Sub-Elemen pada setiap Elemen untuk setiap Ahli Matrik Self StructuralInterpretive (SSIM) Untuk setiap Ahli dan pada setiap Elemen Pembentukan Matrik Reachability (RM) untuk setiap Ahli dan pada setiap Elemen Modifikasi menjadi Matriks Transitif Transitif? Matrik Reachability Pendapat Gabungan Ahli Pembentukan RM Pendapat Gabungan Ahli Strukturisasi Elemen Sistem Penetapan Sub-elemen Kunci Kategorisasi Sub-Elemen Strukturisasi Sistem Pengembangan Kelompok Sub-Elemen : Model ISM-VAXO) Selesai Gambar 12 Diagram Alir Rekayasa Model I SWOT pada Strukturisasi Sistem Pengembangan Menggunakan Model ISM-VAXO dari Machfud (2001)

64 47 III.4.5. Model penetapan strategi pilihan Model pilihan strategi menggunakan teknik pairwise comparison pada metode Analytical Hierarchi Process (AHP). Prosedur yang diwajibkan pada penggunaan metode AHP adalah: a. perumusan tujuan (sasaran), kriteria, dan alternatif yang merupakan unsur-unsur dari permasalahan yang dikaji, b. penyusunan struktur hirarki, c. penentuan prioritas bagi setiap kriteria dan alternatif dengan bantuan skala nilai yang memadai, nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh kriteria dan alternatif, d. konsistensi logis dengan menggunakan kriteria nilai Consistency Ratio (CR) Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 skala pendapat sebagai berikut: Tabel 5 Skala pendapat (nilai dan definisinya) Nilai Definisi 1 Sama penting (equal) 3 Sedikit lebih penting (moderate) 5 Jelas lebih penting (strong) 7 Sangat jelas penting (very strong) 9 Mutlak lebih penting (extreme) 2,4,6,8 Apabila ragu antara dua nilai yang berdekatan 1 / (1 9 ) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9 Pembobotan Kriteria Matrix pendapat responden yang dalam proposal ini dipilih lebih dari satu responden dan selanjutnya dilakukan penggabungan matrix pendapat terhadap pentingnya setiap kriteria (A-H): Perhitungan matrix gabungan dengan rumus:

65 48 m g ij = mcaij k = (5) g ij = elemen matrix gabungan pada baris ke-i kolom ke-j m a ij = jumlah responden = elemen matrix individu pada baris ke-i kolom ke-j Selanjutnya pembobotan dengan perhitungan Nilai Eigen secara manual menurut Marimin (1999). Pengolahan data untuk penentuan urutan prioritas kriteria, juga dengan perhitungan konsistensi pendapat individu. (dicoba pengolahan pada matrix gabungan). A H = setiap kriteria NE = Nilai Eigen = dari hasil perkalian matrix sampai Iterasi ke 2 WV = Weighted sum vector = a ij x NE CV = Consistency vector = π = n WV NE (6) CV =1 n (atau nilai rata-rata dari Consistensi vektor).... (7) i CI = Consistensy Index = (π - n) / (n 1) ; n : banyaknya kriteria atau juga alternatif CR = CI RCI RCI = Random Consistency Index (8) Penilaian Kriteria telah konsisten bila nilai CR tidak lebih dari 0.10 Nilai CR sebesar > 0.10 berarti perbandingan berpasangan untuk kriteria belum dilakukan dengan konsisten, sehingga penilaian perlu direvisi. Berdasarkan nilai eigen ditetapkan urutan pentingnya kriteria. Hasil akhir pembobotan keseluruhan, kriteria maupun alternatif, berdasarkan penilaian responden ditampilkan dalam diagram struktur. Pada penelitian ini selain operasi secara manual juga digunakan perangkat lunak Criterium Decision Pluss versi 2.0

66 49 Rekayasa model penetapan strategi pilihan dengan pendekatan AI SWOT dilakukan dengan menggunakan elemen-elemen kajian I SWOT sebagai dasar penetapan Sasaran, Kriteria, dan berbagai Alternatif pada metode analisis AHP sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13. Kelompok Elemen dan Kelompok Sub-Elemen pada Kajian SWOT dan Elemen Fokus Pengembangan pada kajian I SWOT Sasaran Kriteria A Kriteria B Kriteria C Strategi D Strategi E Strategi F Strategi G Alternatif D.1 Alternatif D.2.. Alternatif D.n Alternatif E.1 Alternatif E.2.. Alternatif E.n Alternatif F.1 Alternatif F.2.. Alternatif F.n Alternatif G.1 Alternatif G.2.. Alternatif G.n AHP Gambar 13 Diagram Alir Rekayasa Model Penetapan Strategi Pilihan dengan AI SWOT

67 50 III.4.6. Model analisis ketersediaan sumber daya Interaksi antara ketersediaan berbagai sumber daya dan fokus pengembangan (alternatif strategi pilihan) dianalisis menggunakan model matriks ketersediaan setelah lebih dahulu dilakukan penetapan kriteria, survey pendapat pakar, dan survey lapang terhadap lokasi-lokasi kajian, sebagaimana digambarkan pada diagram alir tahap analisis ketersediaan sumber daya (Gambar 14). Mulai Penetapan lokasi kajian Dasar: Sentra produksi Penetapan tipologi sumber daya Penetapan kriteria ketersediaan Observasi: Penetapan metode, pengumpulan data, analisis data Matriks ketersediaan sumber daya Selesai Gambar 14 Diagram Alir Tahap Analisis Ketersediaan Sumber daya Ketersediaan sumber daya tertentu pada keseluruhan alternatif strategi pengembangan dapat dipakai sebagai gambaran ketersediaan sumber daya dalam hal jumlah dan kualitas. Ketersediaan keseluruhan sumber daya pada alternatif strategi tertentu dapat dipakai sebagai gambaran kesiapan operasional agroindustri yang dikaji. Pada tahap awal adalah penetapan kriteria sumber daya.

68 51 Sistem penilaian setiap kriteria mengikuti pola biner yaitu: ada = 1, dan tidak ada = 0, sehingga total kisaran nilai pengamatan adalah tertinggi 5 dan terendah 0, dengan atribut: Nilai 5 = tersedia Nilai 3 = kurang tersedia Nilai 1 = hampir tidak tersedia Nilai 4 = cukup tersedia Nilai 2 = sangat kurang tersedia Nilai 0 = tidak tersedia Data ketersediaan sumber daya dari lokasi potensial yang dijadikan lokasi kajian disajikan dalam bentuk tabel sumber daya. Data pada tabel sumber daya kemudian dianalisis menggunakan Matriks Ketersediaan Sumber daya yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai ketersediaan terbatas (S) adalah nilai maksimum kesenjangan terbobot (I) yang diperoleh dari hasil multiplikasi nilai kesenjangan sumber daya (K) dan nilai bobot fokus pengembangan (B). Nilai kesenjangan diperoleh dari selisih antara nilai maksimum ketersediaan sumber daya yang dalam penelitian ini adalah 20 dengan total nilai sumber daya yang terdata pada lokasi penelitian (T) (Lampiran 10). Nilai S dapat dirumuskan sebagai berikut: n S = [( SDmax Σ SDi ) x B ]max i=1 S = nilai ketersediaan terbatas = Max {Ij} untuk semua j = 1,2,..,m SDmax = nilai maksimum sumber daya yang ditetapkan ΣSDi = total sumber daya terdata = T B = bobot fokus pengembangan (penilaian pakar) n = tipe sumber daya III.4.7. Model skenario pengembangan Skenario dapat digambarkan dalam bentuk matriks. Khusus skenario pengembangan bahan baku menggunakan pendekatan Matriks Strategi Opsional yang dikembangkan untuk merancang ketersediaan bahan baku optimal dengan membandingkan kondisi real di lapang dan kondisi ideal yang dapat dicapai. Metode yang dikembangkan mengikuti alur sebagai berikut:

69 52 Matriks strategi opsional Jenis Komoditas: Kondisi empiris (real): a Nilai teoritis (ideal): b Strategi a = b: tanpa perlakuan a > b: peninjauan a < b: pengembangan Opsi (penyesuaian): a = b, a < b, a > b Penggambaran skenario dalam bentuk matriks, mengikuti pola scenario matrix dari Pieerre Wack sebagaimana terlihat pada Gambar 15. Scenario Matrix VARIABLE 1 V A R I A B L E Outcome 1A Outcome 1B Outcome 2A Scenario 1 Scenario 2 Outcome 2B Scenario 3 Scenario 4 2 Gambar 15 Matriks skenario menurut Pierre Wack (netmba 2006) Skenario pengembangan proses dirumuskan dengan menggunakan Model Matriks Prioritisasi Proses menurut Brelin et.al (1997), dengan fokus pengamatan pada 1) faktor sukses kritis (critical success factors-csf) yang merupakan faktor penentu pengembangan proses dan 2) proses kunci sebagai rangkaian proses inti yang memberi dampak terhadap CSF. Tujuan utama penggunaan matriks ini adalah untuk melihat rangkaian proses mana yang memerlukan prioritas penanganan segera dengan indikator nilai kesenjangan terbobot sebagai perkalian jumlah dampak dan nilai kinerja proses. Kunci pemeringkatan yang ditetapkan adalah: Dampak proses pada CSF diberi nilai 1 = Rendah, 2 = Sedang dan, 3 = Tinggi.

70 53 Kinerja proses diberi nilai 1 = Tidak cukup, 5 = Oke dan, 9 = Baik, dibawah nilai sempurna kinerja proses yaitu nilai 10. Bagan matriks ditunjukkan pada Gambar 16. Kunci Pemeringkatan Dampak proses Kinerja Proses: pada CSF: 1= Tidak cukup 1 = Rendah 5 = Oke 2 = Sedang 9 = Baik 3 = Tinggi Proses Kunci Faktor Sukses Kritis Jumlah Dampak Kinerja Proses Kesenjangan Kinerja Proses Kesenjangan Terbobot Prioritas n Gambar 16 Matriks Prioritisasi Proses III.5. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan mulai bulan Maret 2004, diawali dengan penelusuran sumber-sumber informasi (antara lain studi pustaka), kemudian melakukan diskusi-diskusi mengenai penyusunan desain penelitian, pemahaman dan identifikasi pakar, pemahaman metode-metode analisis yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Teknik dan Manajemen Industri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB. Penelitian dilanjutkan dengan survei lapang setelah lebih dahulu menetapkan lokasi penelitian yaitu Provinsi Sulawesi Utara.

71 54 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Deskripsi karakter lokasi Lokasi penelitian yang ditetapkan adalah Propinsi Sulawesi Utara yang terdiri dari enam kabupaten dan tiga kota dengan karakter geografi, demografi dan karakter bio-geofisik yang relatif sama. Diantara keanekaragaman flora yang terdapat di Sulawesi Utara, tanaman perkebunan yang dapat diandalkan yaitu kelapa, cengkih, pala, kopi, kakao dan vanila. Sulawesi Utara juga memiliki kekayaan fauna khususnya fauna endemik seperti Tarsius (tarcius spectrum ) dan Maleo (macrocephalon maleo), juga terdapat ternak kuda, sapi, kerbau, babi dan beberapa jenis ternak unggas. IV.2. Identifikasi potensi agroindustri wilayah IV.2.1. Identifikasi berdasarkan luas areal dan produksi Untuk melihat potensi bahan baku industri berbasis tanaman perkebunan, pada Tabel 6 sampai dengan Tabel 15 disajikan luas areal perkebunan dan produksi setiap jenis komoditi perkebukan yang ada di Sulawesi Utara dan perkembangannya selama beberapa tahun ( ), kemudian dirinci pada setiap wilayah kabupaten/ kota. Tabel 6 Luas areal berbagai komoditi perkebunan No Jenis L u a s A r e a l ( Ha ) Komoditi Kelapa Cengkih Pala Kopi Kakao Panili Jambu Mete Cassiavera Lada Diolah dari data Dis.Bun Sulut, 2003.

72 55 Pada Tabel 6 terlihat bahwa Luas areal perkebunan terbesar adalah komoditi kelapa namun terlihat adanya pengurangan luas areal perkebunan baik pada tanaman kelapa maupun pada tanaman perkebunan lainnya. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan pergeseran peruntukan lahan, dari lahan perkebunan kelahan pemukiman, transportasi dan sebagainya, mengikuti laju pertambahan penduduk dan perkembangan keragaman aktivitas masyarakat atau juga karena adanya perubahan target kebijakan. Selanjutnya pada Tabel 7 ditampilkan gambaran produksi setiap jenis komoditi perkebunan sebagai berikut: Tabel 7 Produksi berbagai jenis komoditi perkebunan No Jenis P r o d u k s I ( Ton ) Komoditi Kelapa 2 Cengkih 3 Pala 4 Kopi 5 Kakao 6 Panili 7 Jambu Mete 8 Cassiavera 9 Lada Diolah dari data Dis.Bun Sulut, Semua jenis komoditi perkebunan tersebar pada keseluruhan wilayah Sulawesi Utara walaupun dalam jumlah yang bervariasi seeperti yang ditampilkan pada Tabel-tabel berikutnya. Tabel 8 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Kelapa No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Produksi (Ton) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten.

73 56 Tabel 9 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Cengkih No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten Produksi (Ton) Tabel 10 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Pala No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten Produksi (Ton) Tabel 11 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Kopi No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten. Produksi (Ton)

74 57 Tabel 12 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Panili No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten. Produksi (Ton) Tabel 13 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Jambu Mete No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten. Produksi (Ton) Tabel 14 Luas areal dan produksi komoditi perkebunan pada setiap wilayah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara Jenis tanaman: Kakao No Kabupaten/ Kota Minahasa *) Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Kota Manado Kota Bitung Luas Areal Tanaman Menghasilkan (Ha) a) Diolah dari data Dis.Bun Sulut, a) = tidak termasuk areal tanaman muda belum menghasilkan dan tanaman tua/ rusak *) = sebelum pemekaran kabupaten. Produksi (Ton) Catatan: Tidak cukup data untuk tanaman perkebunan Cassiavera dan Lada. Tabel komoditi perkebunan per kabupaten/ kota dijadikan bahan pertimbangan penetapan lokasi kajian selanjutnya.

75 58 IV.2.2. Identifikasi agroindustri berdasarkan skala investasi. Agroindustri dapat dikelompokkan berdasarkan skala investasi sesuai SK Menperindag No: 590 Thn 1999, yaitu Industri Skala Besar dengan investasi diatas satu milyar rupiah; dan Industri Skala Menengah dengan investasi antara duaratus juta sampai satu milyar rupiah. Investasi terdiri dari: a) Penanaman Modal Asing (PMA), b) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan c) Non PMA/PMDN yang beroperasi dengan Izin Dirjen (Izin Persetujuan Prinsip dan Izin Tetap), Izin Kantor Departemen dan Kantor Wilayah ( Kandep dan Kanwil) setempat. Secara keseluruhan total investasi paling besar terserap pada agroindustri berbahan baku kelapa (minyak kelapa, tepung kelapa, arang tempurung, serat sabut kelapa, karbon aktif, olahan kayu kelapa) seperti terlihat pada Tabel 15. Selain jenis agroindustri yang tercantum dalam Tabel ada juga industri yang terkait dengan kegiatan agroindustri terutama dalam hal pengadaan sumber bahan bakunya antara lain: industri minuman ringan, obat nyamuk, industri makanan dan mie instan yang menyerap investasi cukup besar (sekitar 10%). Tabel 15 Daftar agroindustri skala besar di Sulawesi Utara No Jenis komoditi Jumlah unit Jumlah investasi ( Rp. ) 1 Tapioka *) Tepung Kelapa Minyak Kelapa Ikan Kaleng Ikan Kayu Arang Tempurung Cold Storage Karbon Aktif Serat Sabut Kelapa Sortir Pala Minyak Goreng Sigaret - (tidak aktif) Kayu Kelapa Olahan J u m l a h Diolah dari data Dis Perindag Sulut, *) saat penelitian, industri non aktif.

76 59 Kelompok agroindustri skala menengah lebih bervariasi jenis komoditinya sebagaimana terlihat pada Tabel 16. Tabel 16 Daftar agroindustri skala menengah di Sulawesi Utara No Jenis komoditi Jumlah unit Jumlah investasi ( Rp. ) 1 Minyak Goreng Sortir Pala Cold Storage Ikan Kayu Kopi Bubuk Biskuit Ikan Kaleng Minyak Atsiri Arang Tempurung Penyamakan Kulit Mebel Batang Kelapa Tepung Batok Kelapa Minyak Pala Sumpit JUMLAH Diolah dari data Dis Perindag Sulut, Disamping kelompok agroindustri skala besar dan menengah juga terdapat usaha agroindustri skala kecil / mikro yang tidak dicantumkan karena tidak didukung data yang cukup. Ada indikasi bahwa agroindustri skala kecil / mikro umumnya menjadi bagian dari mata rantai aktifitas operasional usaha agroindustri skala besar maupun menengah, dan masa aktifnya tidak menentu dan relatif singkat. IV.2.3. Identifikasi agroindustri berdasarkan penyerapan tenaga kerja Salah satu kontribusi sektor agroindustri dalam pembangunan ekonomi daerah maupun secara nasional adalah penyerapan tenaga kerja yang dapat diartikan sebagai peran aktif dalam usaha penyediaan lapangan kerja guna peningkatan pendapatan masyarakat. Penyerapan tenaga kerja dan gambaran kapasitas potensial berdasarkan jenis komoditi untuk gabungan skala usaha besar dan menengah ditampilkan pada Tabel 17.

77 60 Tabel 17 Kapasitas potensial dan penyerapan tenaga kerja setiap jenis komoditi agroindustri di Sulawesi No Jenis komoditi Jumlah unit Kapasitas potensial Jumlah T.kerja 1 Ikan Kaleng ton Tepung Kelapa ton Minyak Kelapa ton Cold Storage ton Serat Sabut kelapa ton Minyak Goreng ton Tapioka ton Sigaret (tidak aktif) btg Sortir Pala ton Arang Tempurung ton Kopi Bubuk ton Karbon Aktf ton Biskuit ton Mebel Batang Kelapa unit Ikan Kayu ton Minyak Atsiri 2 97 ton Minyak Pala 1 36 ton Kayu Kelapa Olahan m Tepung Batok Kelapa ton Penyamakan Kulit ton 10 Diolah dari data Dis Perindag Sulut, Pada Tabel 17 terlihat bahwa komoditas industri berbasis bahan baku kelapa menyerap total tenaga kerja terbanyak yaitu sekitar 45 %. IV.3. Penetapan agroindustri unggulan dan produk unggulan Pada penelitian ini identifikasi agroindustri didasarkan pada jenis bahan baku komoditas perkebunan. Jenis agroindustri yang terdata adalah agroindustri berbahan baku kelapa, cengkih, pala, kopi, kakao, panili, jambu mete, cassiavera dan lada. Analisis dilakukan dengan metode Indeks Agroindustri (I A ). IV.3.1. Analisis peubah input metode I A Peubah yang digunakan adalah: 1) peubah Luas Lahan dan 2) peubah Produksi, analisis berdasarkan informasi statistik Dinas Perkebunan daerah Sulawesi Utara 3) peubah Investasi dan 4) peubah Tenaga Kerja, analisis berdasarkan informasi statistik Disperindag Sulawesi Utara yang dijadikan acuan nilai investasi per bahan baku Pada keseluruahn peubah yang memiliki nilai nominal dengan sebaran yang luas dilakukan transformasi menjadi nilai logaritma.

78 61 Rangking unggulan keseluruhan agroindustri untuk setiap peubah didasarkan pada Indeks peubah (I VA ) yang merupakan nilai pemetaan potensial rating pada nilai logaritma dari peubah. Pada penulisan selanjutnya potensial rating dilambangkan dengan Pr sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 18, demikian juga pada tabel-tabel peubah lainnya. Nilai potensial rating (Pr) yang digunakan adalah: yang terendah nilai 1 (satu), dan yang tertinggi niali 9 (sembilan). Peubah luas lahan Analisis peubah luas lahan ditunjukkan pada Tabel 18. Indeks peubah Luas Lahan (I LL ) berdasarkan pemetaan nilai Pr pada logaritma kisaran nilai luas lahan. Rangking unggulan berdasarkan Indeks Luas Lahan. Tabel 18 Indeks luas lahan bahan baku agroindustri No Bahan baku * Luas (Ha) * log I LL ( Pr / Luas lahan) Rangking Kelapa Cengkih Pala Kopi Kakao Panili Jambu Mete Cassiavera Lada Pada Tabel 18, terlihat bahwa I LL, tertinggi adalah pada agroindustri berbasis bahan baku kelapa, diikuti beberapa jenis agroindustri yang memiliki rangking yang sama walaupun memiliki nilai riil yang berbeda. Peubah produksi. Analisis peubah produksi ditunjukkan pada Tabel 19. Indeks produksi bahan baku (I PR ), berdasarkan pemetaan nilai Pr pada logaritma kisaran nilai produksi. Rangking unggulan berdasarkan Indeks Produksi. Pada Tabel 19, terlihat bahwa I PR tertinggi adalah pada agroindustri berbasis bahan baku kelapa.

79 62 Tabel 19 Indeks produksi bahan baku agroindustri No Bahan baku * Produksi (Ton) * log I PR (Pr / produksi) 1 Kelapa Cengkih Pala Kopi Kakao Panili Jambu Mete Cassiavera Lada Rangking Peubah investasi. Analisis peubah investasi ditunjukkan pada Tabel 20. Indeks Investasi (I IN ), berdasarkan pemetaan nilai Pr pada logaritma kisaran nilai investasi. Rangking unggulan berdasarkan Indeks Investasi (Tabel 20). Tabel 20 Indeks investasi agroindustri No Bahan baku Investasi (Rp) * Log I IN (Pr / nilai investasi) 1 Kelapa Pala Cengkih Kopi Panili Kakao Jambu Mete Lada Cassiavera Rangking Pada Tabel 20 terlihat bahwa I IN tertinggi adalah pada agroindustri berbasis bahan baku kelapa. Peubah tenaga kerja. Analisis peubah tenaga kerja ditunjukkan pada Tabel 21. Indeks tenaga kerja (I TK ) berdasarkan pemetaan nilai Potensial rating (Pr) pada nilai logaritma tenaga kerja. Rangking unggulan berdasarkan Indeks Tenaga Kerja

80 63 Tabel 21 Indeks tenaga kerja agroindustri No Komoditas Jumlah t.k Log I TK (Pr / t.k) Rangking Kelapa Cengkih Pala Kopi Panili Kakao Jambu mete Cassiavera Lada Pada Tabel 21 terlihat bahwa rangking unggulan berdasarkan Indeks tenaga kerja (I TK ) tertinggi adalah bahan baku kelapa dan cengkih. Jumlah tenaga kerja yang dijadikan patokan adalah total tenaga kerja dalam perusahaan dan taksiran tenaga kerja luar perusahaan yang terlibat langsung dalam aktifitas pengadaan bahan baku (Lampiran 4). IV.3.2. Rangking prioritas unggulan agroindustri Nilai indeks agroindustri setiap alternatif agroindustri unggulan di Sulut disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Urutan rangking prioritas unggulan agroindustri di Sulawesi Utara* Bahan Baku Kelapa Cengkih Pala Kopi Kakao Panili Jambu mete Cassiavera Lada Total Indeks (I LL +I PR +I IN +I TK ) Rangking *) Tabel disarikan dari Lampiran 3 (I LL = Indeks luas lahan, I PR = Indeks produksi, I IN = Indeks investasi, I TK = Indeks tenaga kerja)

81 64 Berdasarkan urutan rangking prioritas tertinggi maka Agroindustri berbasis kelapa menempati prioritas unggulan tertinggi walaupun perbedaan nilai yang relatif dekat dengan komoditas unggulan lainnya seperti cengkih, pala dan kopi, sedangkan komoditas lainya dapat diasumsikan sebagai agroindustri alternatif. Hasil seleksi unggulan dengan metode indeks agroindustri berbeda dengan rangking hasil analisis komoditas pertanian unggulan daerah yang dilakukan BPTP dengan menggunakan metode Location Quotion LQ (Tabel 23) dengan menempatkan komoditas pala sebagai unggulan teratas. Tabel 23 Indeks LQ agroindustri No Bahan baku LQ Rangking Pala Panili Cengkih Kelapa Kakao Kopi Lada Jambu mete Cassiavera BPTP Sulut juga telah menyusun matriks skor untuk menentukan komoditas unggulan nasional (non perikanan/ kelautan) prioritas penelitian dan pengkajian BPTP Sulut berdasarkan peubah senjang produktivitas, trend luas / populasi, pendapatan, kesempatan kerja, trend produksi dan R/C ratio untuk beberapa komoditas yang memiliki keunggulan komparatif tinggi, seperti terlihat pada Tabel 24. Hasil analisis skoring tersebut menunjukkan prioritas dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah sebagai berikut: (1) Jagung, (2) Kelapa, (3) Babi, (4) Sapi Potong, (5) Vanili, (6) Pala, (7) dan Cengkih. Hasil kajian BPTP memperlihatkan persamaan pada komoditas bila dibandingkan dengan hasil analisis unggulan agroindustri di Sulawesi Utara menggunakan metode Indeks Agroindustri. sebagai unggulan.

82 65 Tabel 24 Matriks penetapan prioritas komoditi unggulan nasional di BPTP Sulawesi Utara Indiktor Senjang produktivitas Kelapa Cengkeh Vanili Pala Jagung Sapi Babi (1) (6) (7) (2) (4) (5) (3) Trend luas areal panen/populasi % 2.1 (4) 0.3 (7) 2.0 (5) 1.5 (6) 5.0 (1) 2.1 (3) 3.0 (2) Pendapatan (share PDRB, %) 1.0 (1) 0.5 (3) 0.4 (4) 0.3 (7) 0.8 (2) 0.4 (5) 0.3 (6) Kesempatan kerja, KK (1) (5) (7) (6) (2) (4) (3) Trend produksi (%) 1.5 (4) 1.1 (6) 1.2 (5) 0.3 (7) 3.0 (1) 2.0 (3) 3.0 (2) R/C ratio (6) (7) (1) (2) (5) (3) (4) Jumlah skor prioritas Sumber: BPTP Sulut Ket: jumlah skor prioritas terkecil = prioritas tertinggi Kelapa sebagai unggulan untuk kelompok tanaman perkebunan menciptakan diversifikasi industri yang memanfaatkan keseluruhan bagian tanaman sebagaimana terlihat pada pohon industrinya (Gambar 17).

83 66 AKAR Industri kemungi Obat dan zat pewarna BATANG Industri bangunan Industri kerajinan Bahan bangunan; rumah/gedung, jembatan Meubel, pajangan/hiasan KELAPA DAUN Industri kerajinan Janur, bungkus ketupat BUAH SABUT Industri kerajinan Industri kertas Sapu, tambang, keset, karpet, jok kursi/mobil Kertas cetakan, kertas kemasan TEMPU- RUNG Industri kerajinan Industri kimia Sendok, gelas, asbak, kancing, hiasan dinding Karbon aktif, bara, insektisida, norit Daging segar/ kopra Industri pangan Industri kimia Biskuit, minyak goreng, mentega, tepung, manisan Kosmetik, deterjen, peluman, sabun, shampo DAGING Bungkil Ampas Industri pakan ternak Industri pangan/pkn Pakan ternak non ruminansia dan unggas Tepung, biskuit, Pakan Santan Industri pangan/kimia VCO, Santan awet, isolate protein, minyak g gggoreng AIR Industri pangan Industri farmasi, lab Minuman, nata de coco, asam cuka, kecap Dekstrosa, obat, pengencer Gambar 17 Pohon industri kelapa

84 67 Pada pohon industri tersebut minyak kelapa dapat berasal dari olahan daging kelapa segar, dari olahan kopra, dan dari olahan santan daging kelapa. Perkembangan olahan daging kelapa saat ini menghasilkan produk minyak yang dikenal sebagai Virgin Coconut Oil (VCO) yang sering dibedakan dari produk minyak kelapa oleh karena proses pengolahannya dan sifat fisiko-kimianya. Agroindustri existing berbasis kelapa di Sulawesi Utara Industri berbasis kelapa di Sulut, pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan menyangkut diversifikasi usaha/ produk yang mengikuti permintaan pasar dan perkembangan teknologi secara global. Perkembangan industri pada berbagai jenis produk dan kapasitas potensialnya ditunjukkan pada Tabel 25. Tabel 25 Agroindustri berbasis kelapa di Sulawesi Utara No Jenis Industri Jumlah Kapasitas Unit Potensial 1 Industri Minyak Kelapa/ Goreng (ton) Industri Tepung Kelapa (ton) Industri Karbon Aktif (ton) Industri Arang Tempurung (ton) Industri pengolahan Kayu Kelapa (m 3 ) Industri Mebel Batang Kelapa (unit) Industri Serat Sabut Kelapa (ton) Industri Tepung Batok Kelapa (ton) Industri Nata de Coco Diolah dari data Dis Perindag Sulut 2003 IV.3.3. Penetapan produk unggulan Tahap penentuan Produk Unggulan Agoindustri diseleksi dari beberapa alternatif produk pada agroindustri pilihan. Agroindustri pilihan adalah agroindustri berbasis bahan baku kelapa sebagai unggulan. Penentuan produk unggulan menggunakan Metode Perbandingan Exponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif

85 68 keputusan dengan kriteria jamak. Survey pakar dilakukan untuk menginventarisasi dan melakukan pembobotan terhadap kriteria yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan alternatif produk unggulan. Inventarisasi produk (Tabel 26) yang dipilih sebagai alternatif produk unggulan didasarkan pada kesinambungan proses produksi dan kondisi industrinya. Keseluruhan kriteria (Lampiran 3) merupakan hasil wawancara mendalam (in-dept interview) dengan para pakar. Hasil analisis dengan teknik MPE terlihat pada Tabel 27. Tabel 26 Alternatif produk agroindustri unggulan Kode A B C D E F G Alternatif produk Tepung Kelapa Minyak Kelapa/ Goreng Serat Sabut Kelapa Kayu Kelapa Olahan Arang Tempurung Tepung Batok Kelapa Mebel Batang Kelapa Tabel 27 Penilaian alternatif produk unggulan No K r i t e r i a Kondisi Bahan Baku Daya Serap Tenaga Kerja Nilai Tambah Produk Teknologi Tersedia Kondisi Tenaga Kerja Potensi Pasar Dampak pada Lingkungan Provitabilitas Bobot Nilai Alternatif Produk A B C D E F G Rangking prioritas unggulan produk Setelah dilakukan perhitungan nilai alternatif produk dengan teknik MPE, didapatkan urutan produk unggulan berdasarkan nilai tertinggi seperti yang ditampilkan pada Tabel 28.

86 69 Tabel 28 Hasil perhitungan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Prioritas Alternatif terpilih Nilai MPE Produk unggulan 1 Produk unggulan 2 Produk unggulan 3 Produk unggulan 4 Produk unggulan 5 Minyak kelapa/ goreng Tepung kelapa Serat sabut kelapa Mebel batang kelapa Arang tempurung Sesuai dengan hasil perhitungan pada Tabel 28 lima produk agroindustri berbasis bahan baku kelapa yang merupakan prioritas produk unggulan adalah berturut-turut: 1) minyak kelapa/ goreng; 2) tepung kelapa; 3) serat sabut kelapa; dan 4) mebel batang kelapa; dan 5) arang tempurung. Produk agroindustri berbasis bahan baku kelapa di Sulawesi Utara saat ini berkembang sebagai produk olahan lanjutan dalam bentuk produk pangan seperti nata de coco, kue kelapa, produk minuman beralkohol. Peluang produk sebagai bahan baku energi alternatif (bio energi) masih dalam pengkajian. Aneka produk tersebut tidak dimasukkan dalam penetapan produk unggulan karena kesinambungan usaha/ volume produknya relatif masih terbatas. Sasaran perumusan strategi pengembangan agroindustri untuk pengkajian selanjutnya diarahkan pada agroindustri berbasis minyak kelapa. IV.4. Formulasi strategi pengembangan Tahap pengkajian penyusunan formulasi strategi pengembangan diarahkan pada: 1) penetapan agroindustri /produk unggulan, 2) evaluasi lingkungan strategis dan, 3) penetapan alternatif strategi, yang diperlukan untuk kebutuhan strukturisasi sistem pengembangan, analisis keputusan kelompok dan aplikasi strategi. Alat analisis yang digunakan adalah AI SWOT, yaitu kombinasi dari alat nalisis SWOT, ISM, dan AHP. Diagram alir tahap formulasi strategi mengikuti alur sebagaimana pada Gambar 18. Penentuan agroindustri yang dipilih untuk tujuan pengkajian deskriptif dan formulasi strategi pengembangan adalah agroindustri yang mewakili kategori unggulan yang diartikan sebagai agroindustri dengan bahan baku lokal yang

87 70 potensial dari segi ketersediaan lahan, produksi, investasi, penyerapan tenaga kerja dan sektor basis ekonomi. FORMULASI STRATEGI IDENTIFIKASI KARAKTER WILAYAH KAJIAN EVALUASI LINGKUNGAN STRATEGIS (Analisis SWOT) - Survey pakar - Nalar pustaka AGROINDUSTRI UNGGULAN - Strukturisasi sistem (Penetapan elemen kunci dengan I SWOT) - Penetapan alternatif strategi dengan AI SWOT - Penetapan sasaran - Perumusan/ penetapan Kriteria dan Alternatif Fokus Pengembangan (Interaksi strategi menyeluruh) Gambar 18 Diagram alir tahap formulasi strategi pengembangan agroindustri IV.4.1. Evaluasi lingkungan strategis analisis SWOT Evaluasi lingkungan strategis terhadap agroindustri kajian menghasilkan identifikasi berbagai sub-elemen pada elemen SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara mendalam dengan pelaku industri. Akuisisi pendapat pakar dilakukan melalui teknik pembobotan untuk memilih sejumlah sub-elemen yang dianggap paling berpengaruh terhadap sistem pengembangan (Lampiran 5). Dari hasil evaluasi ditetapkan 6 sub-elemen dengan nilai bobot teratas untuk setiap elemen SWOT dan 10 sub-elemen yang ditetapkan sebagai elemen strategi sebagai hasil interaksi antara elemen faktor internal dan faktor eksternal (Strategi SO, Strategi ST, Strategi WO, Strategi WT).

88 71 Identifikasi elemen / sub-elemen SWOT dari agroindustri unggulan wilayah secara keseluruhan ditampilkan pada Tabel 29 sebagai berikut: Tabel 29 Evaluasi faktor-faktor SWOT. Evaluasi Faktor Internal Evaluasi Faktor Eksternal O (Peluang) S (Kekuatan) 1. Kesesuaian lahan 2. Posisi geografis 3. Sifat kepemilikan lahan pertanian sebagai petani pemilik 4. Keterampilan dari pengalaman budaya tani yang memadai 5. Tingkat pendidikan masyarakat yang memadai untuk menerima inovasi baru 6. Kemampuan produksi untuk keanekaragaman produk Strategi S-O W (Kelemahan) 1. Konsep strategi belm memadai 2. Kurangnya tenaga ahli/ manajerial 3. Karakteristik bahan baku 4. Keterbatasan akses informasi khusus akses pasar 5. Keterbatasan sumber daya pembangunan/ teknologi 6. Keterbatasan modal (finansial) Strategi W-O 1. Kebijakan program unggulan Pemprov. Sulut 2. Potensi pasar 3. Peningkatan permintaan produk agroindustri 4. Kebijakan Otonomi daerah 5. Kebijakan nasional sektor pertanian 6. Program peningkatan fungsi Pelabuhan laut/ udara T (Ancaman) 1. Belum ada jaminan harga yang stabil 2. Kekuatan pesaing internasional yang lebih dahulu maju 3. Hambatan perdagangan internasional 4. Kekuatan pesaing nasional pada basis bahan baku yang sama (dampak Otda) 5. Penurunan kualitas sumber daya alam 6. Sistem birokrasi terhadap kegairahan investasi Pengembangan agroindustri berbasis potensi wilayah (S1,S2,S3,S4,O1,O4,O6) Pengembangan produk seirama permintaan pasar (S5,S6,O2,O3,) Menjadikan Sulut sebagai gerbang eksport produk agroindustri (S2,S6,O1,O2,O4,O6) Strategi S-T Peningkatan keterampilan sdm terutama bidang prosesing dan pemasaran (S4,S5,S6,T1,T2,T4) Penetapan aturan-aturan terutama soal investasi dan perdagangan yang menjamin pertumbuhan agroindustri (S2,S3,T3,T6) Pemilihan skala usaha agroindustri (W3,W5,W6,O2,O3) Pembinaan kelembagaan termasuk koperasi, mitra, dan perbankan (W1,W2,W6,O4,O5) Pengadaan Pusat Data dan Informasi Agroindustri / global trading (W2,W4,O2,O3,O5,O6) Strategi W-T Kerja sama dengan pihak lain (dalam dan luar negeri) terutama dalam hal pemodalan, pemasaran dan teknologi (W2,W4,W6,T2,T4) Melakukan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya (W3,W5,T5)

89 72 Evaluasi faktor internal Faktor Kekuatan (Strength) dengan 6 elemen: 1. Ketersediaan lahan yang sesuai komoditas unggulan 2. Posisi geografis yang strategis untuk pasar luar negeri dan Indonesia Timur. 3. Sifat kepemilikan lahan pertanian sebagai petani pemilik. 4. Keterampilan dari pengalaman budaya tani yang memadai 5. Tingkat pendidikan masyarakat yang memadai untuk menerima inovasi baru 6. Besaran produksi komoditas unggulan yang mampu memenuhi keanekaragaman produk agroindustri Faktor Kelemahan (Weaknesses) dengan 6 elemen: 1. Dukungan konsep strategi pengembangan yang belum memadai 2. Kurangnya tenaga ahli khusus pengolahan dan pengendalian mutu 3. Karakteristik bahan baku agroindustri 4. Keterbatasan akses informasi khusus akses pasar 5. Keterbatasan sumber daya pembangunan/ teknologi terutama infrastruktur yang menjangkau sampai ke pedesaan 6. Keterbatasan finansial untuk pengembangan usaha Evaluasi faktor eksternal Faktor Peluang (Opportunity) dengan 6 elemen 1. Adanya penetapan kebijakan program unggulan Prov. Sulut 2. Potensi pasar lokal, regional dan terutama pasar global 3. Perkembangan variasi produk yang menyebabkan peningkatan permintaan baik jumlah maupun variasi produk agroindustri 4. Kebijakan nasional mengenai Otonomi daerah 5. Ditetapkannya agroindustri sebagai sasaran pengembangan nasional sektor pertanian 6. Adanya program peningkatan sarana transportasi dan program peningkatan fungsi Pelabuhan laut/ udara

90 73 Faktor Ancaman (Threats) dengan 6 elemen: 1. Belum ada jaminan harga yang stabil 2. Kekuatan pesaing internasional yang lebih dahulu maju pada beberapa produk 3. Hambatan perdagangan internasional ( tariff barriers & non tariff barriers) 4. Kekuatan pesaing nasional pada basis bahan baku yang sama (dampak kebijakan otonomi daerah) 5. Kualitas sumber daya alam yang terus menurun 6. Sistem birokrasi yang belum menjamin kegairahan investasi Faktor Strategi dengan 10 elemen: 1. Pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah (S1,S3,S4,O1,O4,O6) 2. Pengembangan agroindustri berbasis produk permintaan pasar (S2,S6,O2,O3,) 3. Menjadikan Sulut sebagai gerbang eksport produk agroindustri (S2,S6,O1,O2,O4,O6) 4. Pemilihan skala usaha agroindustri (W1,W3,W5,O2,O3) 5. Pembinaan kelembagaan termasuk koperasi, mitra, dan perbankan (W1,W2,W6,O4,O5) 6. Pengadaan Pusat Data dan Informasi Agroindustri / global trading (W2,W4,O2,O3,O5,O6) 7. Peningkatan keterampilan SDM terutama bidang prosesing dan pemasaran (S4,S5,S6,T1,T2,T4) 8. Penetapan aturan-aturan terutama mengenai investasi dan perdagangan yang menjamin pertumbuhan agroindustri (S2,S3,T3,T6) 9. Kerja sama dengan pihak lain (dalam dan luar negeri) terutama dalam hal pemodalan, pemasaran dan teknologi (W2,W4,W6,T2,T4) 10. Melakukan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya (W3,W5, T5)

91 74 IV.4.2. Strukturisasi sistem pengembangan - dengan I SWOT Elemen dan sub-elemen struktur sistem pengembangan dirumuskan melalui identifikasi faktor SWOT sehingga didapatkan enam elemen yaitu: 1) elemen pendukung sistem pengembangan dengan 12 sub-elemen; 2) elemen penghambat sistem pengembangan dengan 12 sub-elemen; 3) elemen strategi sistem pengembangan dengan 10 sub-elemen. Model strukturisasi sistem pengembangan diperkaya dengan kajian elemen yang juga menentukan sistem pengembangan yaitu 4) elemen pelaku sistem pengembangan dengan 11 sub-elemen; dan 5) elemen kebutuhan sistem pengembangan dengan 10 sub-elemen. Hubungan kontekstual sistem pengembangan diadopsi dari Machfud (2001), sebagai berikut (Tabel 30): Tabel 30 Elemen pengembangan dan hubungan kontekstualnya Nama Elemen Pendukung pengembangan Penghambat pengembangan Strategi pengembangan Pelaku pengembangan Kebutuhan pengembangan Hubungan Kontekstual Sub-elemen pendukung yang satu mempengaruhi manfaat sub-elemen pendukung yang lain Sub-elemen penghambat yang satu menyebabkan sub-elemen penghambat yang lain Sub-elemen strategi yang satu mempengaruhi sub-elemen strategi yang lain Sub-elemen pelaku yang satu memberi dukungan sub-elemen pelaku yang lain Sub-elemen kebutuhan yang satu mendukung terpenuhinya sub-elemen kebutuhan yang lain Analisis hubungan antar sub-elemen dilakukan dengan teknik ISM-VAXO (Lampiran 6). Melalui akuisisi pendapat pakar diperoleh data dalam bentuk Matriks SSIM yang kemudian ditransformasi menjadi Reachability matrix bilangan biner. Setelah dilakukan pengujian transitif diperoleh reachability matrix final hubungan antar sub-elemen. Sub-elemen kunci sistem pengembangan ditetapkan berdasarkan nilai maksimal driver power (DP) yang merupakan total hubungan antar sub-elemen dan level tertinggi (L) yang ditandai dengan tingkat dependent (D) terendah.

92 75 Elemen pendukung pengembangan Berdasarkan kajian faktor SWOT elemen pendukung pengembangan adalah paduan elemen kekuatan dan peluang (S+O) yang terdiri dari 12 sub-elemen yaitu: 1. Ketersediaan lahan yang sesuai komoditas unggulan (p-1) 2. Posisi geografis yang startegis untuk pasar luar negeri dan Indonesia Timur (p-2) 3. Sifat kepemilikan lahan pertanian sebagai petani pemilik (p-3) 4. Keterampilan dari pengalaman budaya tani yang memadai ( p-4) 5. Tingkat pendidikan yang memadai untuk menerima inovasi baru (p-5) 6. Besaran produksi komoditas unggulan yang mampu memenuhi keanekaragaman produk agroindustri (p-6) 7. Adanya penetapan kebijakan program unggulan Prov. Sulut (p-7) 8. Potensi pasar lokal, regional dan terutama pasar global (p-8) 9. Perkembangan variasi produk yang menyebabkan peningkatan permintaan baik jumlah maupun variasi produk agroindustri (p-9) 10. Kebijakan nasional mengenai Otonomi daerah (p-10) 11. Ditetapkannya agroindustri sebagai sasaran pengembangan nasional sektor pertanian (p-11) 12. Adanya program peningkatan sarana transportasi dan program peningkatan fungsi Pelabuhan laut/ udara (p-12) Analisis hubungan antar sub-elemen pendukung pengembangan dilakukan dengan teknik ISM-VAXO. Data pendapat pakar dituangkan pada matriks SSIM kemudian ditransformasi ke bilangan biner dalam bentuk matriks RM (Lampiran 6) kemudian dilakukan pengujian transitivity. Hasil dari reachability matrix final hubungan antar sub-elemen disajikan pada Tabel 31.

93 76 Tabel 31 Hasil Reachability Matrix final dari elemen pendukung sistem pengembangan SIMBOL PROGRAM KAITAN ANTAR SUB-ELEMEN PENDUKUNG SISTEM PENGEMBANGAN p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p p p p p p p p p p p p D L DP R Berdasarkan keluaran Model ISM-VAXO, struktur hirarki hubungan antar sub-elemen pendukung terhadap sistem pengembangan agroindustri unggulan terdiri dari 6 level seperti diperlihatkan pada Gambar 19. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen pendukung yang satu mempengaruhi manfaat sub-elemen pendukung yang lain maka hirarki model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya sub-elemen pada level di bawahnya. Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan sub-elemen Potensi pasar (p-8) sebagai sub-elemen kunci pendukung sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara yang menempati level tertinggi (level 6) dengan total DP terbesar. Keseluruhan sub-elemen pendukung sistem pengembangan dikelompokkan berdasarkan tingkat driver power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu: Sektor I (Autonomous); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent).

94 77 Level 1 p3 Level 2 p7 p10 p11 Level 3 p2 p12 Level 4 p1 p4 Level 5 p5 p6 p9 Level 6 p8 Gambar 19 Struktur hirarki antar sub-elemen pendukung sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Keluaran Model ISM-VAXO selanjutnya adalah pendukung pengembangan sebagaimana ditunjukan pada Gambar 20. klasifikasi sub-elemen D R I V E R P O W E R Independent Linkage 10 p8 9 p5,p6, p9 8 p1,p4 7 p2, p p7,p10,p11 3 p3 2 Autonomous Dependent DEPENDENCE Gambar 20 Diagram klasifikasi sub-elemen pendukung sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara

95 78 Hasil pengelompokkan pada Gambar 20 menunjukkan bahwa tidak ada subelemen pendukung pengembangan yang tidak berkaitan dengan sistem (sektor Autonomous = 0). Sub-elemen p1, p2, p4 dan p12 berada pada sektor Linkage sehingga harus dikaji secara saksama karena sifat hubungannya yang tidak stabil tapi sangat berkaitan sekaligus berdampak pada peubah lainnya terutama pada peubah sektor Dependent. Elemen penghambat pengembangan Berdasarkan kajian faktor SWOT elemen penghambat pengembangan adalah paduan elemen kelemahan dan ancaman (W+T) yang terdiri dari 12 subelemen yaitu: 1. Dukungan konsep strategi pengembangan yang belum memadai (k-1) 2. Kurangnya tenaga ahli khusus menangani pengolahan dan pengendalian mutu (k-2) 3. Karakteristik bahan baku agroindustri (k-3) 4. Keterbatasan akses informasi khusus akses pasar (k-4) 5. Keterbatasan sumber daya teknologi terutama infrastruktur yang menjangkau sampai ke pedesaan (k-5) 6. Keterbatasan finansial untuk pengembangan usaha (k-6) 7. Belum ada jaminan harga yang stabil (k-7) 8. Kekuatan pesaing internasional yang lebih dahulu maju pada beberapa produk (k-8) 9. Hambatan perdagangan internasional ( tariff barriers & non tariff barriers) (k-9) 10. Kekuatan pesaing nasional pada basis bahan baku yang sama (dampak kebijakan otonomi daerah) (k-10) 11. Kualitas sumber daya alam yang terus menurun (k-11) 12. Sistem birokrasi yang belum menjamin kegairahan investasi (k-12) Analisis hubungan antar sub-elemen penghambat pengembangan dilakukan dengan teknik ISM-VAXO. Hasil dari reachability matrix final hubungan antar sub-elemen disajikan pada Tabel 32.

96 79 Tabel 32 Hasil Reachability Matrix final dari elemen penghambat sistem pengembangan SIMBOL PROGRAM KAITAN ANTAR SUB-ELEMEN PENGHAMBAT SISTEM PENGEMBANGAN k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 k9 k10 k11 k12 k k k k k k k k k k k k D L DP R Berdasarkan keluaran Model ISM-VAXO, struktur hirarki hubungan antar sub-elemen penghambat terhadap sistem pengembangan agroindustri diperlihatkan pada Gambar 21. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen penghambat yang satu menyebabkan sub-elemen penghambat yang lain maka hirarki model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya sub-elemen pada level di bawahnya. Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan sub-elemen keterbatasan sumber daya teknologi (k-5) dan sub-elemen keterbatasan finansial untuk pengembangan usaha (k-6) menempati level tertinggi dengan total nilai DP terbesar sebagai sub-elemen kunci penghambat sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Keseluruhan sub-elemen penghambat sistem pengembangan dikelompokkan berdasarkan tingkat driver power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu: Sektor I (Autonomous); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent).

97 80 Level 1 k10 k9 Level 2 k7 k8 k3 k11 Level 3 k4 Level 4 k1 k2 k12 Level 5 k5 k6 Gambar 21 Struktur hirarki antar sub-elemen penghambat sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Keluaran Model ISM-VAXO selanjutnya adalah pengelompokan subelemen penghambat pengembangan diperlihatkan pada Gambar 22. D R I V E R P O W E R Independent Linkage 10 9 k5, k6 8 7 k1,k2,k12 6 k k3,k7,k8,k11 2 Autonomous Dependent 1 k9, k DEPENDENCE Gambar 22 Diagram klasifikasi sub-elemen penghambat sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara

98 81 Hasil pengelompokan pada Gambar 23 menunjukkan bahwa tidak ada subelemen penghambat pengembangan yang tidak terkait dengan sistem (sektor Autonomou = 0). Klasifikasi juga menunjukan tidak adanya sub-elemen penghambat yang masuk pada sektor Linkage yang memerlukan pengkajian secara khusus, dengan kata lain keseluruhan sub-elemen penghambat memerlukan pengkajian yang berimbang secara menyeluruh. Pada umumnya sub-elemen merupakan peubah tidak bebas (k3, k7, k8, k9, k10, k11) yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem, dan peubah bebas (k1, k2, k4, k5, k6, k12). Elemen strategi pengembangan Analisis interaksi antar elemen SWOT menghasilkan elemen strategi pengembangan yang terdiri dari 10 sub-elemen yaitu: 1. Pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah (s-1) 2. Pengembangan agroindustri berbasis produk permintaan pasar (s-2) 3. Menjadikan Sulut sebagai gerbang eksport produk agroindustri (s-3) 4. Pemilihan skala usaha agroindustri (s-4) 5. Pembinaan kelembagaan termasuk koperasi, mitra dan, perbankan (s-5) 6. Pengadaan pusat data dan informasi agroindustri (s-6) 7. Peningkatan keterampilan sumber daya manusia terutama bidang pengolahan dan pemasaran (s-7) 8. Penetapan aturan-aturan terutama mengenai investasi dan perdagangan yang menjamin pertumbuhan agroindustri (s-8) 9. Kerja sama dengan pihak lain (dalam dan luar negeri) terutama dalam hal pemodalan, pemasaran dan teknologi (s-9) 10. Melakukan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya (s-10) Analisis hubungan antar sub-elemen strategi pengembangan dilakukan dengan teknik ISM-VAXO. Hasil dari reachability matrix final hubungan antar sub-elemen disajikan pada Tabel 33.

99 82 Tabel 33 Hasil Reachability Matrix final dari elemen strategi sistem pengembangan SIMBOL PROGRAM KAITAN ANTAR SUB-ELEMEN STRATEGI SISTEM PENGEMBANGAN s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 s10 s s s s s s s s s s D L DP R Berdasarkan keluaran Model ISM-VAXO, struktur hirarki hubungan antar sub-elemen strategi terhadap sistem pengembangan agroindustri diperlihatkan pada Gambar 23. Level 1 s5 s10 Level 2 s2 s3 s6 s8 Level 3 s7 s9 Level 4 s1 s4 Gambar 23 Struktur hirarki antar sub-elemen strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara.

100 83 Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen strategi yang satu mempengaruhi sub-elemen strategi yang lain maka hirarki model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya sub-elemen pada level di bawahnya. Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan subelemen basis unggulan wilayah (s-1) dan basis pemilihan skala usaha (s-4) sebagai sub-elemen kunci strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Keluaran Model ISM-VAXO selanjutnya adalah pengelompokan subelemen strategi diperlihatkan pada Gambar 24. Keseluruhan sub-elemen strategi sistem pengembangan dikelompokkan berdasarkan tingkat driver power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu: Sektor I (Autonomous); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent). D R I V E R P O W E R 10 Independent Linkage 9 8 s1, s4 7 6 s7, s9 5 4 s2, s3, s6, s8 3 2 s5, s10 1 Autonomous Dependent DEPENDENCE Gambar 24 Diagram klasifikasi sub-elemen strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Hasil klasifikasi pada Gambar 24 menunjukkan beberapa sub-elemen strategi yang cenderung tidak terkait langsung dengan sistem (s2, s3, s6, s8 pada sektor Autonomous) dan tidak ada sub-elemen strategi yang memerlukan pengkajian secara hati-hati (sektor Linkage = 0). Sebagian sub-elemen merupakan peubah tidak bebas (s5, s10) yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem, dan sebagian merupakan peubah bebas (s1, s4, s7, s9).

101 84 Elemen pelaku sistem pengembangan Analisis terhadap elemen pelaku sistem pengembangan menghasilkan 11 sub-elemen yaitu: 1. Petani/ Pemilik kebun (m-1) 2. Pengolah bagian industri hulu (m-2) 3. Pedagang bagian industri hulu (m-3) 4. Pengolah bagian industri hilir (m-4) 5. Asosiasi pengusaha/ eksportir (m-5) 6. Investor (dalam dan luar negeri) (m-6) 7. Lembaga pembiayaan (m-7) 8. Pemerintah (Daerah dan Pusat) (m-8) 9. Pusat/ Balai penelitian (m-9) 10. Perguruan Tinggi (m-10) 11. Konsumen (m-11) Analisis hubungan antar sub-elemen pelaku pengembangan dilakukan dengan teknik ISM-VAXO. Hasil dari reachability matrix final hubungan antar sub-elemen disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Hasil Reachability Matrix final dari elemen pelaku sistem pengembangan SIMBOL PROGRAM KAITAN ANTAR SUB-ELEMEN PELAKU SISTEM PENGEMBANGAN m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7 m8 m9 m10 m11 m m m m m m m m m m m D L DP R

102 85 Berdasarkan keluaran Model ISM-VAXO, struktur hirarki hubungan antar sub-elemen pelaku terhadap sistem pengembangan agroindustri diperlihatkan pada Gambar 25. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen pelaku yang satu memberi dukungan sub-elemen pelaku yang lain maka hirarki model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya sub-elemen pada level di bawahnya. Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan sub-elemen lembaga pembiayaan (m-7) dan pemerintah (daerah dan pusat) (m-8) menempati level tertinggi sebagai sub-elemen kunci pelaku sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Level 1 m9 m11 m2 Level 2 m5 m4 m3 m1 Level 3 m10 m6 Level 4 m8 m7 Gambar 25. Struktur hirarki antar sub-elemen pelaku sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Keseluruhan sub-elemen pelaku sistem pengembangan dikelompokkan berdasarkan tingkat driver power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu: Sektor I (Autonomous); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent). Keluaran Model ISM-VAXO pada klasifikasi sub-elemen pelaku pengembangan diperlihatkan pada Gambar 26.

103 86 D R I V E R P O W E R Independent Linkage m7, m8 6 m6,m10 5 m1,m3,m4,m5 4 3 m2, m9, m Autonomous Dependent DEPENDENCE Gambar 26 Diagram klasifikasi sub-elemen pelaku sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara Hasil klasifikasi pada Gambar 26 menunjukkan bahwa tidak ada sub elemen pelaku yang tidak terkait dengan sistem (sektor Autonomous = 0). Sub-elemen m6, m7, m8 dan m10 merupakan peubah bebas. Sub-elemen m1, m2, m3, m4, m5, m9 dan m11 merupakan peubah tidak bebas yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem. Pada pengelompokan tidak menunjukkan sub-elemen yang memerlukan kajian secara hati-hati (sektor Linkage = 0). Elemen kebutuhan sistem pengembangan Pengkajian mendalam mengenai elemen kebutuhan sistem pengembangan menghasilkan 10 sub-elemen yaitua; 1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (u-1) 2. Pengadaan lembaga pemodalan (u-2) 3. Kebijakan penetapan gerbang ekspor (v-3) 4. Kebutuhan pusat informasi (u-4) 5. Jaminan kestabilan harga (u-5) 6. Penetapan aturan dan kebijakan yang menjamin (u-6) 7. Kebutuhan manajemen strategi (u-7)

104 87 8. Pengadaan lembaga kontrol mutu (u-8) 9. Pengadaan lembaga analisis pasar (u-9) 10. Peningkatan sumber daya teknologi (u-10) Analisis hubungan antar sub-elemen kebutuhan sistem pengembangan dilakukan dengan teknik ISM-VAXO. Hasil dari reachability matrix final hubungan antar sub-elemen disajikan pada Tabel 35. Tabel 35 Hasil Reachability Matrix final dari elemen kebutuhan sistem pengembangan SIMBOL PROGRAM KAITAN ANTAR SUB-ELEMEN KEBUTUHAN SISTEM PENGEMBANGAN u1 u2 u3 u4 u5 u6 u7 u8 u9 u10 u u u u u u u u u u D L DP R Berdasarkan keluaran Model ISM-VAXO, struktur hirarki hubungan antar sub-elemen kebutuhan terhadap sistem pengembangan agroindustri diperlihatkan pada Gambar 27. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen kebutuhan yang satu mendukung terpenuhinya sub-elemen kebutuhan yang lain maka hirarki model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya sub-elemen pada level di bawahnya Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan sub-elemen kebutuhan manajemen strategi (u-7) dan peningkatan sumber daya teknologi (u- 10) sebagai sub-elemen kunci kebutuhan sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara.

105 88 Level 1 u8 u9 u5 Level 2 u3 Level 3 u1 u2 u4 Level 4 u6 Level 5 u7 u10 Gambar 27 Struktur hirarki antar sub-elemen kebutuhan sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara. Keluaran Model ISM-VAXO selanjutnya adalah klasifikasi sub-elemen kebutuhan sebagaimana ditunjukan pada Gambar 28. Keseluruhan sub-elemen kebutuhan sistem pengembangan dikelompokkan berdasarkan tingkat driver power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu: Sektor I (Autonomous); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent). D R I V E R P O W E R 10 Independent Linkage u7, u10 6 u1, u2, u4 5 u Autonomous u3, Dependent 1 u5, u8, u DEPENDENCE Gambar 28 Diagram klasifikasi sub-elemen kebutuhan sistem pengembangan agroindustri unggulan di Sulawesi Utara

106 89 Hasil klasifikasi sub-elemen pada Gambar 28 menunjukkan kecenderungan sub-elemen u3 dan u6 berada pada sektor Autonomous, yang berarti secara formal bukan bagian dari sistem tetapi dapat berpengaruh terhadap sistem. Klasifikasi menunjukan tidak ada sub-elemen kebutuhan pengembangan yang memerlukan pengkajian secara hati-hati (sektor Linkage = 0). Keseluruhan sub-elemen u5, u8, dan u9 merupakan peubah tidak bebas yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem, sedangkan sub-elemen u1, u2, u4, u7 dan u10 merupakan peubah bebas. Hasil kajian model I SWOT memberikan informasi mengenai elemen dan sub-elemen kunci pada sistem pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah sebagai berikut: Nama Elemen Pendukung pengembangan Sub-elemen kunci Sub-elemen potensi pasar (p-8) Penghambat pengembangan Strategi pengembangan Pelaku pengembangan Kebutuhan pengembangan Sub-elemen keterbatasan sumber daya teknologi (k-5) dan, keterbatasan finansial (k-6) Sub-elemen pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah (s-1) dan, pemilihan skala usaha (s-4) Sub-elemen lembaga pembiayaan (m-7) dan pemerintah pusat/daerah (m-8) Sub-elemen kebutuhan manajemen strategi (u-7) dan, peningkatan sumber daya teknologi (u-10) Potensi pasar berkaitan dengan peluang ekspor komoditas unggulan melalui jalur pasifik dan pasar lokal khususnya wilayah Indonesia bagian timur. Kegiatan ekspor sangat menentukan dalam usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Sampai pada periode tahun 2006 peningkatan nilai ekspor Sulawesi Utara sebesar 4.6 % dan rencana peningkatan ekspor pada tahun 2010 sebesar 21.7 % (RKPD Sulut 2006). Keterbatasan finansial merupakan hambatan mendasar pada usaha pertanian. Kesulitan akses ke sumber pembiayaan disebabkan karena pemahaman klasik yang menganggap usaha pertanian sebagai usaha yang high risk narrow margin.

107 90 Kesulitan terutama dirasakan pelaku industri skala usaha kecil / mikro yang relatif lemah dalam pemilikan aset legal, disisi lain para pelaku pembiayaan selalu mengutamakan penjaminan aset legal. Sistem birokrasi dapat menjadi penghambat utama yang berkaitan dengan efisiensi, regulasi dan berbagai intervensi yang kemudian berdampak pada kegairahan investasi. Pengembangan agroindustri berbasis unggulan wilayah sebagai pilihan utama strategi pengembangan berkaitan dengan usaha mengoptimalkan potensi sumber daya lokal dan prilaku wilayah yang spesifik. Pemilihan skala usaha sangat terkait dengan ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan teknologi, pasar tujuan, dukungan finansial / investasi dan pilihan produk. Faktor-faktor tersebut akan menentukan posisi suatu agroindustri pada skala usaha mikro, kecil, menengah atau skala usaha besar. Kesiapan berbagai pihak yang menjadi sumber pembiayaan/ pemodalan (perorangan maupun lembaga) sangat menentukan kelangsungan operasional agroindustri. Pelaku industri sektor pembiayaan menjadi elemen kunci pelaku pengembangan dapat disebabkan karena posisi tawar yang tinggi dari sektor tersebut pada hampir keseluruhan unit usaha agroindustri. Posisi pemerintah sebagai sub-elemen kunci pelaku sistem pengembangan agroindustri dapat dipahami karena ketergantungan yang masih sangat tinggi dari sektor pertanian, sektor industri dan perdagangan terhadap program dan kebijakan pemerintah. Peran pemerintah dapat bersifat positif karena mengupayakan iklim usaha yang kondusif tetapi dapat juga bersifat negatif karena intervensi yang berlebihan. Kebutuhan manajemen strategi berkaitan dengan pentingnya perumusan, implementasi dan evaluasi strategi yang tepat, juga untuk kebutuhan pengendalian mutu secara menyeluruh. Peningkatan sumber daya teknologi / pembangunan berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur terutama sarana transportasi yang menjangkau sampai sumber bahan baku, ketersediaan teknologi informasi dan berbagai peralatan yang menjadi kebutuhan mekanisasi pertanian maupun kebutuhan prosesing pada unit industri pengolahan hasilnya. Keseluruhan sub-elemen kunci pengembangan agroindustri unggulan akan digunakan sebagai dasar penetapan sasaran strategi pengembangan yang lebih spesifik dengan melakukan identifikasi berbagai alternatif yang tersedia.

108 91 IV.4.3. Analisis hirarki strategi pengembangan - dengan AI SWOT. Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan alat analisis multi kriteria (Multi-Criteria Decision Analysis MCDA), yang dirancang dengan tahapan pembangkitan alternatif, pembangkitan kriteria, dan pembangkitan tableau dengan performa data yang menggunakan satuan sesuai elemennya termasuk satuan verbal (Lootsma 1996). Pada penelitian ini teknik AHP digunakan untuk menganalisis elemen-elemen I SWOT. Berdasarkan elemen-elemen kunci pada strukturisasi sistem pengembangan, dilakukan penetapan 6 sasaran strategi pengembangan sebagai berikut: I. Pilihan Basis Pengembangan (s-1) II. Pilihan Skala Usaha (s-2) III. Pilihan Kelembagaan (semua m) IV. Pilihan Target Pasar (p-8) V. Pilihan Pemodalan (k-7) VI. Pilihan Teknologi (u-10) Kriteria yang ditetapkan sebagai acuan dalam pemilihan alternatif keputusan adalah prioritas penilaian pakar terhadap keseluruhan elemen SWOT yaitu: A. Potensi Pasar (S2,S6,W4,W6,O2,O6,T3) B. Dukungan Kebijakan (S5,W1,O1,O4,O5,O6,T2,T3,T4,T6) C. Ketersediaan Sumber daya (S1,S4,S6,W2,W3,W5,O5,T5) D. Pemodalan dan Sumber (S3,W6,O6,T6) Terhadap masing-masing sasaran (goal) perumusan strategi pengembangan dilakukan pilihan alternatif keputusan Penetapan alternatif pada sasaran strategi pengembangan Sebagai hasil akumulasi informasi kepustakaan dan informasi primer yaitu pendapat pakar diperoleh masukan untuk penetapan alternatif setiap sasaran strategi pengembangan yang ditunjukkan pada Tabel 36 sebagai berikut: Tabel 36 Sasaran dan alternatif strategi pengembangan

109 92 Sasaran I. Pilihan Basis Pengembangan II. Pilihan Skala Usaha III. Pilihan Kelembagaan IV. Pilihan Target Pasar Alternatif I.1. Basis komoditas bahan baku I.2. Basis permintaan pasar/ investasi I.3. Basis program kawasan dengan 4 Sub-alternatif: I.3.1. Basis KIMBUN I.3.2. Basis Kawasan Agropolitan I.3.3. Basis Kluster Industri I.3.4. Basis Kawasan Agroindustri Terpadu II.1. Skala usaha besar II.2. Skala usaha menengah II.3. Skala usaha kecil dan mikro III.1. Pola konvensional III.2. Pola sosial budaya III.3. Pola kemitraan/ aliansi IV.1. Pasar tujuan lokal/ nasional IV.2. Pasar tujuan ekspor V. Pilihan Pemodalan V.1. Swadaya V.2. Perbankan V.3. Koperasi V.4. Investasi (PMDA/ PMDN) VI. Pilihan Teknologi VI.1. Teknologi tradisional VI.2. Teknologi standar VI.3. Teknologi transisi VI.4. Teknologi mutakhir

110 93 Penyusunan hirarkhi: GOAL SASARAN STRATEGI PENGEMBANGAN KRITERIA POTENSI PASAR DUKUNGAN KEBIJAKAN SUMBER- DAYA PEMODAL AN & SUMBER ALTERNATIF BASIS: -bahan baku -pasar/ Inv. -kawasan SKALA USAHA: - s.u.besar - s.u.menengah - s.u kecil dan mikro KELEM- BAGAAN: -konvensional -sosial budaya - kemitraan TARGET PASAR: -lokal/ nasional -ekspor PEMODA- LAN: -swadaya -bank -koperasi -PMA/PMDN TEKNO- LOGI: -tradisional -standar -transisi -modern SUB ALTERNATIF BASIS KAWASAN: - KIMBUN - Agropolitan - Kluster industri - Agrin terpadu Gambar 29 Hirarki strategi sistem pengembangan agroindustri unggulan Analisis prioritas kriteria dan alternatif dengan AHP Pada penelitian ini pembobotan terhadap kriteria dilakukan secara manual menggunakan data survei pakar 2 responden, sedangkan pembobotan alternatif menggunakan data survei pakar yang dianalisis dengan perangkat lunak Criterium Decision Plus (CDP) Versi 2.0.

111 94 1). Pembobotan kriteria Kriteria: A = Potensi pasar; B = Dukungan kebijakan; C = Ketersediaan sumber daya; D = Pemodalan dan sumber Matriks Gabungan (hasil iterasi ke 2) Kriteria A B C D NE A B C D π = CI = CR = RCI : untuk n = 4 adalah 0.90 Nilai CR < perbandingan berpasangan konsisten. NE = nilai eigen sampai iterasi ke 2. Nilai Eigen mengindikasikan urutan peran (pentingnya) Kriteria sbb: pertama Ketersediaan sumber daya, kemudian Potensi pasar, Dukungan kebijakan, dan terakhir Pemodalan dan sumber. 2). Pembobotan alternatif Analisis dengan Criterium Decision Plus (CDP) Alternatif basis pengembangan agroindustri Alternatif: A = Basis komoditas bahan baku; B = Basis permintaan pasar/ investasi; C = Basis pengembangan kawasan KAWASAN POTENSI PASAR BAHAN BAKU Gambar 30 CDP - Analisis prioritas basis pengembangan agroindustri

112 95 Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Sumber daya, dan Pemodalan, analisis dengan bantuan Criterium Decision Plus Versi 2.0, dengan teknik pairwise comparison menunjukkan prioritas basis pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Basis pengembangan kawasan (0,49), Basis permintaan pasar (0,26), dan Basis ketersediaan bahan baku.(0,25). Analisis prioritas selanjutnya dilakukan terhadap Basis pengembangan kawasan untuk melihat prioritas pilihan pada berbagai tipe kawasan yang ada, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 31. 2a). Pembobotan sub-alternatif dengan CDP Alternatif kawasan pengembangan agroindustri Sub-alternatif: A = Basis KIMBUN, B = Basis Agropolitan, C = Basis Kluster Industri, D = Basis Agrin Terpadu AGRIN TERPADU KIMBUN AGROPOLITAN KLUSTER INDUSTRI Gambar 31 CDP - Analisis prioritas basis kawasan pengembangan agroindustri Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Ketersediaan sumber daya, dan Pemodalan dan sumbernya, analisis prioritas terhadap basis kawasan pengembangan agroindustri unggulan wilayah menunjukkan nilai prioritas tertinggi pada Basis Kawasan Agroindustri terpadu (0,52), selanjutnya diikuti Basis Kawasan KIMBUN yang memiliki nilai prioritas sama dengan Basis Kawasan Agropolitan (0,20), dan yang terakhir adalah Basis Kawasan Kluster Industri (0,08).

113 96 Alternatif skala usaha sebagai strategi pengembangan agroindustri didasarkan pada tipe skala usaha yang berlaku secara nasional yaitu: Skala usaha besar, Skala usaha menengah, Skala usaha kecil dan mikro. Hasil analisis ditunjukkan pada Gambar 32. 3). Pembobotan alternatif dengan CDP Alternatif skala usaha agroindustri Alternatif: A = Skala usaha besar, B = Skala usaha menengah, C = Skala usaha kecil dan mikro SKALA USAHA SKALA USAHA KECIL & MIKRO SKALA USAHA MENENGAH SKALA USAHA BESAR Gambar 32 CDP Analisis prioritas skala usaha pengembangan agroindustri Dengan kriteria Potensi Pasar, Dukungan Kebijakan, Sumber daya, dan Pemodalan dan Sumbernya, analisis menunjukkan prioritas skala usaha pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Skala Usaha Kecil dan Mikro (0,40), Skala Usaha Menengah (0,35), dan Skala Usaha Besar (0,26). Analisis prioritas selanjutnya terhadap alternatif kelembagaan sebagai strategi pengembangan agroindustri dititikberatkan pada kelembagaan yang terkait langsung dengan kegiatan agroindustri yaitu: Pola Konvensional dengan kekuatan rantai tata niaganya, Pola Sosial Budaya dengan kekuatan sosio-kulturalnya, dan Pola Kemitraan/ Aliansi dengan kekuatan patnership nya. Hasil analisis terhadap kelembagaan agroindustri (Gambar 33) menunjukkan prioritas pilihan pada Pola Kemitraan/ aliansi (0.50), diikuti Pola kelembagaan lainnya.

114 97 4). Pembobotan alternatif dengan CDP Alternatif kelembagaan agroindustri Alternatif: A = Pola konvensional, B = Pola sosial budaya, C = Pola kemitraan/ aliansi KELEMBAGAAN ALIANSI/MITRA SOS-BUD KONVENSIONAL Gambar 33 CDP Analisis prioritas kelembagaan pengembangan agroindustri Pasar tujuan lokal/ nasional dan pasar tujuan ekspor adalah alternatif target pasar pada strategi pengembangan yang menentukan operasional agroindustri. Hasil analisis prioritasnya ditunjukkan pada Gambar 34. 5). Pembobotan alternatif dengan CDP Alternatif target pasar agroindustri Alternatif: A = Pasar tujuan lokal/ nasional, B = Pasar tujuan ekspor TARGET PASAR EKSPOR LOKAL/NASIONAL Gambar 34 CDP Analisis prioritas target pasar pengembangan Agroindustri

115 98 Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Ketersediaan sumber daya, dan Pemodalan dan sumbernya, analisis menunjukkan prioritas target pasar dalam pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Pasar tujuan ekspor (0,58), kemudian Pasar tujuan lokal/ nasional (0,42). Analisis prioritas selanjutnya dilakukan terhadap sumber pemodalan agroindustri. Pemodalan yang dimaksud adalah modal dalam bentuk finansial. Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 35. 6). Pembobotan alternatif dengan CDP Alternatif pemodalan agroindustri Alternatif: A = Swadaya, B = Perbankan, C = Koperasi, D = Investasi (PMA/ PMDN) PEMODALAN PMA/ PMDN PERBANKAN SWADAYA KOPERASI Gambar 35 CDP Analisis prioritas sumber pemodalan pengembangan agroindustri Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Ketersediaan sumber daya, dan Pemodalan dan sumbernya, analisis menunjukkan prioritas pemodalan dalam pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Investasi (PMA/PMDN) (0,32), Jasa Perbankan (0,25), usaha Swadaya (0,22) dan Koperasi (0,21). Analisis prioritas selanjutnya dilakukan terhadap alternatif teknologi yang dapat digunakan dalam usaha pengembangan agroindustri. Teknologi yang dimaksud adalah aspek technoware nya. Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 36.

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP

MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P / TIP MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS UNGGULAN WILAYAH ARIE DHARMAPUTRA MIRAH P.25600013 / TIP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 MANAJEMEN STRATEJIK PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

II.3. Manajemen Stratejik

II.3. Manajemen Stratejik 7 II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Agroindustri Agroindustri dapat didefinisikan sebagai industri yang berbasis pengolahan hasil pertanian, setelah memperhatikan rumusan beberapa penulis antara lain Austin (1981)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PENETAPAN ELEMEN KUNCI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PETERNAKAN DENGAN INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM)

PENETAPAN ELEMEN KUNCI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PETERNAKAN DENGAN INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) PENETAPAN ELEMEN KUNCI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PETERNAKAN DENGAN INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) Arie Dharmaputra Mirah Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado 95115 ABSTRAK Sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO Departemen SOSEK-Faperta IPB 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan dari beberapa sub-sistem yang saling terkait

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL Mochammad Taufiqurrochman 1) dan Buana Ma ruf 2) Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Materi Pengantar Agroindustri

Materi Pengantar Agroindustri Materi Pengantar Agroindustri Sistem Informasi Terpadu (Hulu Hilir) Sistem Informasi dalam Pengembangan Agroindustri Sistem Efisiensi dan Produktivitas Kelayakan Pengembangan Agroindustri Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing diharuskan mampu dalam memahami perubahan struktur pasar dan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA (Studi Kasus pada PT. Pacific Eastern Coconut Utama di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran) Oleh : Aan Mahaerani 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM Sistem agribisnis : Rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Sub-sistem agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama krisis, usaha di sektor pertanian menunjukkan kinerjanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama krisis, usaha di sektor pertanian menunjukkan kinerjanya sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama krisis, usaha di sektor pertanian menunjukkan kinerjanya sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Dibandingkan dengan sektor-sektor yang lainnya,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci