III. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 BAWANG PUTIH Riwayat Tanaman bawang putih diduga berasal dari Cina, kemudian menyebar ke daerah laut tengah, dan beberapa negara di dunia. Budidaya bawang putih telah ada sejak abad ke 16, dan kini sentra primer tanaman ini adalah Cina, India, Asia Tengah, Mediterania, Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Tanaman bawang putih diduga masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke 19, bersamaan dengan arus lalu lintas perdagangan antar negara, terutama pedagang Cina dan India (Winarno dan Koswara 2002). Sekitar pertengahan abad ke-17, tepatnya tahun 1665, wabah sampar (pes) melanda Inggris dengan hebatnya. Ribuan penduduk meninggal dan ribuan lagi terpaksa mendapat perawatan intensif. Wabah ini telah menjalar ke seluruh pelosok daratan Eropa dan menjadi momok yang mengerikan waktu itu. Bahkan, wabah ini telah menyebar sampai daratan Amerika. Di tengah-tengah kekalutan itu terjadi keanehan di sebuah rumah di daerah Chester, Inggris. Seluruh penghuni rumah itu selamat dari wabah. Selidik punya selidik, ternyata di dalam rumah itu tersimpan sejumlah besar bawang putih. Konon, menurut catatan sejarah, bawang putih inilah sang penyelamatnya (Wibowo 2007). Pada masa-masa berkecamuknya perang, bawang putih pun tidak ketinggalan. Dalam perang dunia I, bawang putih mempunyai peranan besar dalam pengobatan bagi prajurit yang terluka di medan perang. Peranan bawang putih ini terulang lagi dalam perang dunia II. Pada waktu itu, bagian pelayanan kesehatan telah mencatat bahwa beribu-ribu ton bawang putih digunakan selama berkecamuknya perang tersebut (Wibowo 2007). Bagi bangsa Roma, bawang putih bahkan dianggap sebagai sumber kekuatan. Tentara Roma yang terkenal gagah perkasa di medan pertempuran ternyata tidak dapat berpisah dengan bawang putih. Seperti ketagihan, mereka selalu ingin memakan bawang putih dalam jumlah banyak. Konon, ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan keberanian dan semangatnya. Discorides, ketua tim dokter yang bertugas pada balatentara Roma sekitar abad II, selalu memberikan resep bawang putih kepada para pasukannya untuk mengatasi keluhan sakit paru-paru, mulas, gangguan pencernaan, dan sebagainya (Wibowo 2007). Bawang putih atau garlic merupakan anggota bawang-bawangan yang mungkin paling populer. Bawang yang mempunyai nama ilmiah Allium sativum L. ini merupakan keturunan bawang liar Allium longicurpis Regel, yang tumbuh di Asia Tengah yang beriklim subtropis. Setelah dibudidayakan (sativum berarti dibudidayakan), bawang putih menyebar ke daerah-daerah di Laut Tengah dan akhirnya menyebar di Indonesia (Winarno dan Koswara 2002). Secara taksonomi, klasifikasi tanaman bawang putih adalah sebagai berikut : divisio : Spermatophyta

2 sub divisio : Angiospermae klas : Monocotyledone ordo : Lili familia : Liliaceae genus : Allium spesies : Allium sativum Bawang putih termasuk salah satu familia Liliaceae yang populer di dunia. Bawang putih mempunyai nilai komersial yang tinggi dan tersebar di seluruh dunia. Oleh karena itu tidak heran jika bawang putih memiliki banyak nama. Di Indonesia bawang putih punya banyak nama panggilan, yaitu lasuna moputi (Manado), pia moputi (Gorontalo), lasuna kebo (Makasar), bawang bodas (Priangan), kosai botil (Pulau Buru), dan bawa de are (Halmahera). Sementara itu, di Negara-negara seberang mempunyai nama panggilan lain. Orang-orang Inggris menyebut garlic, orang Arab menamainya thoam, dan di Jerman disebut knoflook (Wibowo 2007). Berdasarkan SNI nomor tentang Standar Bawang Putih, deskripsi bawang putih adalah umbi tanaman bawang putih (Allium sativum L.) yang terdiri atas siung-siung bernas, kompak, masih terbungkus oleh kulit luar, bersih, dan tidak berjamur. Bawang putih tersusun atas beberapa senyawa kimia, dimana air adalah komponen dengan jumlah terbesar (Winarno dan Koswara 2002) Botani Tanaman bawang putih merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai cm dan membentuk rumpun. Sebagaimana warga kelompok Monokotiledon, sistem perakarannya tidak memiliki akar tunggang. Akarnya berupa akar serabut yang tidak panjang, tidak terlalu dalam berada di dalam tanah. Dengan perakaran yang demikian, bawang putih tidak tahan terhadap kekeringan. Kebutuhan air untuk pertumbuhannya cukup banyak, terutama pada waktu proses pembesaran umbi (Wibowo 2007). Tanaman bawang putih memiliki daun yang panjang, pipih, dan agak melipat ke dalam dengan arah membujur. Banyaknya daun 7-10 helai per tanaman. Kelopak-kelopak daunnya meskipun tipis tetapi kuat dan membungkus kelopak-kelopak daun di dalamnya yang lebih muda sehingga membentuk batang semu (Winarno dan Koswara 2002). Di bagian bawah tanaman terdapat umbi-umbi yang terbungkus oleh kelopakkelopak daun yang tipis dan kering membentuk umbi-umbi kecil. Umbi-umbi kecil ini terbalut oleh kelopak daun yang mengering. Bagian dasar atau pangkal umbi berbentuk cakram yang sebenarnya merupakan batang pokok tidak sempurna (rudimenter). Dari batang ini muncul akar-akar serabut yang tumbuh mendatar. Akar serabut tersebut merupakan akar penghisap makanan semata dan bukan pencari air dalam tanah. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1 (Wibowo 2007). Tanaman bawang putih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Suhu lingkungan yang paling sesuai adalah C, namun tanaman ini masih dapat tumbuh pada suhu C (Winarno dan Koswara 2002).

3 Gambar 1. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya (Wibowo 2007) Keterangan Gambar : A. Umbi bawang putih B. Umbi bawang putih dipotong melintang C. Siung bawang putih dibelah membujur memperlihatkan bagian di dalamnya 1. Pusta tajuk yang dibungkus daun-daun bawang putih membentuk batang semu 2. Pangkal daun (pelepah) yang mongering, tipis dan kuat membungkus siung-siung menjadi satu membentuk umbi besar 3. Daun dewasa pada siung yang paling luar membungkus daun menebal (siung), berfungsi sebagai pelindung siung 4. Daun dewasa menebal disebut siung 5. Batang pokok yang rudimenter berbentuk seperti cakram, sering disebut cakram 6. Akar serabut tidak panjang, tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah 7. Lubang kecil silindris dalam tunas yang berisi tunas vegetatif 8. Siung kedua yang tumbuh menempel di bagian luar umbi tetapi masih terbungkus satu menjadi umbi 9. Tunas vegetatif dalam siung yang akan menjaid calon tanaman baru 10. Ujung siung yang sering mongering dan mempersulit keluarnya tunas vegetatif 11. Tunas vegetatif yang muncul dari umbi samping 12. Umbi samping Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan bawang putih adalah sekitar mm/bulan. Sering hujan pada malam hari akan menimbulkan penyakit tepung embun. Menjelang panen bawang putih tidak menginginkan turunnya hujan karena akan berpengaruh pada produksi umbi (Wibowo 2007).

4 Kelembapan yang disukai bawang putih adalah sekitar 60-70%. Kalau terlalu tinggi akan sangat tidak menguntungkan, yaitu mudah terserang penyakit oleh jamur Upas dan Alternaria, serta cendawan-cendawan lainnya. Oleh karena itu, bawang putih ditanam pada musim kemarau dengan pengairan yang baik (Wibowo 2007). Keasaman tanah yang baik untuk bawang putih adalah ph 6,0-6,8. Dalam rentang yang lebih besar, bawang putih masih toleran terhadap keasaman tanah sekitar ph 5,5-7,5. Tanah dengan kadar ph asam sekitar ph 4 atau lebih rendah dapat dikurangi keasamannya dengan pengapuran. Akan tetapi, akar bawang putih sangat peka terhadap pengapuran secara langsung. Karenanya, pengapuran tanah untuk budidaya bawang putih dilakukan sebelum penanaman, yaitu sekitar satu bulan sebelumnya (Wibowo 2007). Bawang putih umumnya diusahakan di daerah dataran tinggi dengan iklim kering. Tanaman ini memiliki daun yang pipih, lurus dan padat, sedangkan umbinya terbagi menjadi bagian kecil-kecil atau dalam bentuk tunggal yang dilindungi lapisan kulit. Bawang putih dapat dipanen apabila tanda-tanda umur panen tanaman sudah terlihat yaitu bila 35-65% daunnya sudah menguning, umbi berhenti tumbuh dan menonjol di atas permukaan tanah, serta ujung umbi mulai berwarna kecoklatan. Umumnya bawang putih dipanen pada umur hari (Purnomowati et al. 1992). Nilai gizi bawang putih bervariasi berdasarkan jenis dan bagian bawang yang dimakan. Nilai gizi bawang putih juga ditentukan oleh kondisi pertumbuhan, waktu panen, dan cara pengolahannya. Komposisi zat gizi bawang putih per 100 gram bahan yang dapat dimakan tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi bawang putih per 100 g bahan yang dapat dimakan Komponen Kandungan Energi (kkal) 122 Protein (g) 3.5-7,0 Lemak (g) 0.3 Total Karbohidrat (g) 24,0-27,4 Kalsium (mg) Fosfat (mg) Besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Serat (g) 0,7 Air (g) Sumber : Wibowo (2007) Jenis Bawang putih merupakan jenis rempah yang penting. Beberapa varietas telah dikembangkan di dataran tinggi dan dataran rendah, yaitu Lembu Putih (dataran rendah), Lembu Hijau dan Kuning (dataran sedang), serta Gombloh dan Layur (dataran tinggi). Beberapa jenis bawang putih memproduksi bunga tetapi tidak ada yang menghasilkan biji. Setiap umbi bawang putih dapat berisi 10 siung, yang terbungkus oleh membran

5 yang putih. Negara penghasil utama bawang putih adalah Cina, Spanyol, Mesir, Thailand, Korea, dan India (Winarno dan Koswara 2002). Sering dijumpai jenis bawang putih yang ditanam di suatu tempat berbeda dengan jenis yang ditanam di daerah lain. Sama-sama bawang putih, tetapi terdapat perbedaan sifat atau ciri-cirinya. Sama-sama bawang putih, tetapi jenisnya yang berbeda. Perbedaannya dapat dilihat dari besar tanaman, umur panen, produktivitas tanaman, ukuran umbi, jumlah dan ukuran siung, bentuk dan warna umbi, kandungan zat kimia dalam umbi, ketahanan terhadap penyakit, persyaratan pertumbuhan, dan sebagainya. Istilah bagi jenis yang berbeda sifat atau ciri-cirinya ini disebut dengan kultivar atau varietas (Wibowo 2007). Apabila pada suatu areal tanaman ditemui ada jenis baru yang berbeda, jenis tersebut disebut dengan kultivar. Namun demikian, suatu jenis bawang putih hanya dapat disebut kultivar baru, jika memiliki perbedaan sifat atau ciri-ciri dengan jenis bawang putih yang sudah ada. Bila setelah kultivar tersebut ditanam kembali dan ternyata setelah beberapa generasi masih menunjukkan sifat yang tidak berubah, dalam arti sudah mantap, maka jenis tersebut dapat disebut sebagai varietas baru. Dengan demikian antara kultivar dengan varietas ada perbedaannya. Kultivar sifat-sifatnya belum mantap, sedangkan varietas memiliki sifat yang mantap dan tidak berubah meskipun ditanam dalam beberapa generasi. Bawang putih mempunyai dua subspesies, yaitu hardneck dan softneck. Softneck lebih mudah dibudidayakan dan lebih tahan lama, sedangkan hardneck cenderung sedikit menghasilkan bunga dan umbi. Hardneck termasuk spesies Allium sativum, subspesies ophioscorodon. Hardneck umumnya digemari oleh juru masak sebab menghasilkan flavor yang khusus dan mudah dikupas umbinya. Subspesies ini tumbuh baik pada iklim dingin dan mempunyai daya simpan sedang. Mereka dicirikan oleh terbentuknya batang kayu yang kuat pada bagian tengah. Batang ini nantinya akan menghasilkan bunga. Subspesies ini biasanya mengalami musim panen yang agak lama. Bawang putih dari subspesies ini menghasilkan panas dan aroma yang kuat, memiliki pelepah pembungkus siung yang mudah dilepas, dan memiliki tangkai sentral yang tinggi. Selain itu, bawang putih yang tergolong ke dalam subspesies hardneck memiliki bunga yang steril, memiliki siung antara 4-12 buah, masa simpan yang lebih pendek dibandingkan softneck, dalam beberapa bulan penyimpanan lebih mudah mengering dan membentuk tunas (Everhart et al. 2003). Softneck juga termasuk dalam spesies Allium sativum, tetapi tergolong subspesies sativum. Bawang putih softneck dicirikan oleh adanya batang pusat yang lunak dan tidak terlihat jelas, di sekelilingnya terdapat lapisan umbi. Subspesies ini tidak bergerombol dan umbi yang dihasilkannya sangat besar. Softneck biasanya digunakan untuk pengawetan dan memiliki daya simpan mencapai lebih dari 10 bulan setelah dipanen. Subspesies ini mudah ditanam, hasilnya berlimpah dan mudah beradaptasi dengan keadaan tanah dan kondisi iklim yang bervariasi. Subspesies ini cepat dipanen dan menghasilkan panas yang lebih ringan. Bawang putih yang termasuk jenis ini diantaranya Silverskin, Ajo Rojo, Keeper, Early Italian Red, Kettle River Giant, Oregon Blue, Red Toch, Translyvanian, Susanville, Japanese, Pyong Vang, Red Janice, dan Shantung (Anonim 2008). Bahan baku bawang putih yang digunakan pada kegiatan magang ini, yaitu varietas Kating dan Shantung. Bawang putih varietas Kating termasuk ke dalam subspesies hardneck dan berasal dari Cina. Bawang putih ini dicoba di Kebun Percobaan

6 Cipanas, Jawa Barat, yang ketinggiannya sekitar 1100 m dpl. Namun demikian, baru dapat dipungut hasilnya pada umur enam bulan. Hasilnya pun masih terhitung rendah, sekitar 1.4 ton umbi kering per hektar. Varietas Kating yang didatangkan dari RRC belahan selatan pada garis lintang 23 LU, memang masih dapat berumbi di Indonesia. Tetapi kalau Kating dari daerah Cina Utara, pada garis lintang 40 LU, diduga sukar berumbi di Indonesia (Wibowo 2007) Komponen Aktif Citarasa dan aktivitas biologi bawang ditentukan oleh jenis dan jumlah prekursor pembentuk citarasa (Eskin 1979). Prekursor pembentuk flavor pada bawang putih lebih ditentukan oleh S-2-propenil sistein sulfoksida. Eskin (1979) menggolongkan bawang berdasarkan prekursor citarasa utamanya (Tabel 2). Tabel 2. Penggolongan bawang berdasarkan prekursor citarasa utamanya Prekursor Spesies S-1-propenil-Lsistein sulfoksida S-2-propenil-L-sistein sulfoksida S-metil-L-sistein sulfoksida Sumber : Eskin (1979) Allium cepa L. Allium sativum L. Allium tuberosum R. Allium ursinum L. Allium alfaturense Allium flavum L. Allium pulchellum D. Substrat enzim alliinase (Ѕ-2-propenyl-L-cysteine sulphoxide) diidentifikasi sebagai prekusor utama pada bawang putih. Komponen ini dikonversi menjadi 2- propenyl-2-propenethiol-sulphinate (allicin), tetapi di dalam bawang putih setidaknya masih terdapat lebih dari empat prekusor. Prekusor ini terletak pada semua bagian sitoplasma sel (Lagos et al. 1995). Citarasa dan aktivitas biologi bawang putih timbul setelah jaringan selnya terluka. Rusaknya jaringan sel bawang putih menyebabkan enzim alliinase (alliin alkylsulphinate-liase atau C-S liase; EC ) yang terdapat pada vakuola sel bawang putih menjadi aktif (Eskin 1979). Mekanisme reaksi enzim alliinase dapat dilihat pada Gambar 2. R-SO-CH 2 -CH(NH 2 )COOH aliinase S + NH 3 + CH 3 COCOOH (alliin) + H 2 O (volatil) (amoniak) (asam piruvat) Gambar 2. Mekanisme reaksi enzim aliinase yang terdapat pada bawang putih (Eskin 1979)

7 Ketika jaringan segar pada sel bawang putih terluka, prekusor flavor bereaksi di bawah kontrol enzim alliinase (S-alk(en)yl-L- cysteine sulphoxide Lyase) untuk menghasilkan allyl sulphenic acid yang sangat reaktif, serta ammonia dan asam piruvat. Alliin atau S-allyl cysteine sulphoxide adalah komponen sulfur pertama yang diisolasi dari Allium sativum L. (bawang putih). Enzim alliinase terikat pada vakuola sel, sedangkan prekusor flavor terikat pada sitoplasma yang kehadirannya dalam sel berupa gelembunggelembung kecil yang terikat satu sama lain. Oleh karena itu, enzim hanya dapat bereaksi dengan prekusor ketika selnya dirusak. Pada bawang putih, katalisis dari alliinase membentuk allicin, yang memberikan karakteristik bau pada bawang putih (Pandey 2001). Allicin merupakan komponen utama yang memberikan bau khas pada bawang putih. Allicin dihasilkan ketika bawang putih diiris atau dihancurkan yang akan menimbulkan reaksi enzimatik yaitu enzim alliinase yang mengkonversi alliin menjadi allicin. Allicin dikenal sebagai suatu senyawa yang kuat daya anti bakterinya, kira-kira daya kerjanya sama dengan penisilin terhadap bakteri. Daya kerja allicin sebanding dengan 15 unit penisilin per miligramnya (Winarno dan Koswara 2002). Alisin bersifat sangat tidak stabil dan di udara bebas akan berubah menjadi dialil disulfida hanya dalam satu menit saja. Dialil disulfida merupakan senyawa sekunder penentu aroma bawang putih. Beberapa produk volatil lainnya dari hasil dekomposisi lanjut komponen sulfur pada bawang putih adalah dialil sulfida, dialil trisulfida, dimetil trisulfida, metil alil disulfida, 1-propenil alil disulfida, dimetil sulfida, alil metil disulfida, metil propil disulfida, dan vinildithiin (Winarno dan Koswara 2002). Degradasi enzimatik dan non-enzimatik alliin dapat dilihat pada Gambar 3. Alliinase (S-2-propenyl-L-cysteine sulfoxide) Allyl sulfenic acid + Ammonia (Alliin) + Diallyl disulfide Pyruvate acid kondensasi degradasi SO 2 Diallyl degradasi Diallyl sulfide thiosulfinate Diallyl thiosulfinate (Allicin) Penguraian kondensasi β-eliminasi Thioacrolein + Allyl sulfenic acid + Thioacrolein Ajoene dehidrasi & dekomposisi 3,4-dihidro-3-vinyl-1,2-dithiin (produk sampingan) Allyl thiol + Allyl sulfonic acid 2-vinyl-(4H)-1,3-dithiin + (produk utama) Allicin transformasi 3,4-dihidro-3-vinyl-1,2-dithiin dekomposisi suhu kamar, 2 jam Diallyl trisulfide Diallyl sulfide (14%), Diallyl disulfide (66%), & Diallyl trisufide (9%) Gambar 3. Degradasi enzimatik dan non-enzimatik alliin (Block 1992)

8 3.2 METODE EKSTRAKSI Untuk mendapatkan komponen volatil dari suatu bahan pangan, maka diperlukan suatu metode ekstraksi yang dapat memisahkan antara komponen volatil yang akan dianalisis dengan komponen-komponen non-volatil lainnya, seperti protein, karbohidrat, air, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lainnya dari suatu bahan pangan (Reineccius 1993). Heath dan Reinneccius (1986), menyatakan bahwa dalam mengekstrak/mengisolasi komponen-komponen volatil dari suatu bahan pangan diperlukan suatu tahapan perlakuan terhadap bahan pangan tersebut sehingga komponen interest yang akan dianalisis dapat terekstrak dengan baik dan efisien. Adapun tahapan proses ekstraksi tersebut meliputi: 1. Perlakuan awal terhadap bahan pangan yang akan dianalisis, dengan cara pemotongan, penggilingan, penghalusan, pencacahan, atau sentrifugasi. Hal ini bertujuan agar pelarut organik yang digunakan untuk mengekstraksi komponen volatil dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam bahan tersebut. 2. Kontak bahan dengan pelarut. Pada tahap ini diharapkan pelarut dapat menangkap komponen-komponen volatil yang terdapat di dalam bahan, dengan demikian proses pencampuran bahan dengan pelarut harus dilakukan secara efisien dan optimal, misalnya dengan pengadukan (stirer), pemanasan, atau vorteks. 3. Pemisahan hasil ekstrak dari bahan yang dianalisis. Proses pemisahan bahan dengan pelarut harus dilakukan dengan teliti, sehingga residu-residu yang dapat mengganggu (seperti serat, biji, kotoran) proses analisis selanjutnya dapat dihilangkan. 4. Penguapan pelarut dan pemekatan. Penguapan pelarut bertujuan agar konsentrasi komponen flavor yang telah diperoleh menjadi lebih pekat sehingga intensitas baunya menjadi meningkat. Proses penguapan pelarut dilakukan pada suhu rendah (titik didih pelarut) untuk menghindari kerusakan atau kehilangan komponen flavor. Heath (1981) menyatakan bahwa komponen flavor yang diekstrak dari suatu bahan pangan dapat mengalami kerusakan (off-flavor) ataupun hilang sebagian karena proses degradasi termal yang terlalu berlebihan sehingga akan menimbulkan aroma yang menyimpang ataupun berkurang aroma aslinya. Ria (1989) melaporkan semakin halus ukuran partikel bahan, semakin banyak jumlah komponen yang diekstrak. Ekstraksi komponen bawang putih dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode. Berdasarkan bentuknya, hasil ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk ekstrak dan distilat. Block (1992) menerangkan bahwa kehilangan komponen volatil pada bentuk ekstrak lebih kecil, tetapi di dalamnya terlarut berbagai macam senyawa organik seperti karbohidrat, lemak, pigmen dan komponen lainnya, dan hasil ekstrak dalam bentuk distilat lebih jernih. Beberapa metode ekstraksi komponen flavor yang sering/umum digunakan adalah ekstraksi dengan pelarut organik, distilasi vakum, Likens-Nickerson (Simultaneous Distilation and Extraction), serta metode dynamic headspace maupun static headspace (Larsen dan Poll 1990). Schay (1975) menyarankan agar dilakukan pemilihan metode dan prosedur ekstraksi dengan tepat karena sangat penting dan menentukan hasil ekstraksi flavor, sehingga didapatkan flavor yang menyerupai/identik dengan flavor aslinya, sebab tidak semua metode ekstraksi cocok untuk mengekstrak komponen flavor dari suatu bahan pangan. Yu et al. (1989) menerangkan bahwa dengan menggunakan metode distilasi Likens-Nickerson dapat mengekstrak komponen volatil aktif bawang putih lebih banyak (Tabel 3).

9 Tabel 3. Perbandingan beberapa komponen volatil aktif bawang putih yang dapat terekstrak dengan berbagai metode ekstraksi Komponen Konsentrasi (x 10-6 g/g umbi bawang putih) Distilasi air Distilasi L-N Distilasi uap Dialil sulfida Dialil disulfida Dialil trisulfida Total volatil Sumber : Yu et al. (1989) Maserasi (Perendaman) Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik merupakan metode yang cukup sederhana di antara metode ekstraksi lainnya, akan tetapi untuk beberapa bahan pangan seperti buah-buahan, metode ini cukup efisien karena dapat mengekstrak komponen flavor buah-buahan yang sebagian besar komponennya merupakan komponen yang sensitif terhadap pengaruh suhu tinggi. Tahapan dari proses ekstraksi ini meliputi persiapan bahan mentah, pencampuran dengan pelarut, pemisahan bahan terlarut dari residunya, serta penguapan dan pemekatan pelarut. Heath (1981), membagi metode ekstraksi dengan pelarut menjadi tiga, yaitu maserasi, digestion, dan perkolasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan penghancuran sampel terlebih dahulu, kemudian dicampur dan direndam dengan pelarut beberapa jam pada suhu dingin sambil dilakukan pengadukan agar pencampurannya merata. Setelah komponen volatil tercampur dengan pelarut, dilakukan pemisahan antara pelarut dan bahan dengan cara penyaringan. Digestion merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pemanasan pada suhu sekitar 60ºC, lamanya proses ekstraksi berlangsung sekitar 24 jam. Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan mengalirkan pelarut terhadap bahan yang diekstrak secara kontinyu dan dilakukan dengan menggunakan pemanasan maupun tanpa pemanasan. Cronin (1982) menyatakan bahwa penggunaan pelarut untuk mengekstrak komponen flavor harus mempunyai titik didih rendah sebab penguapan pelarut dari hasil ekstraksi dapat dengan mudah dilakukan dan tidak merusak komponen flavor yang terekstrak. Selain itu, Larsen dan Poll (1990) menyarankan agar pada perbandingan antara pelarut dan bahan yaitu 1 : 1 (w/v) sehingga hasil ekstraksi tidak membentuk gel dan cukup efisien dalam mengekstrak komponen volatil. Pelarut organik yang digunakan untuk mengekstrak komponen flavor terbagi menjadi dua, yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar. Heath (1981) menyatakan bahwa pada pelarut polar terdapat gugus karbonil atau hidroksi yang cukup reaktif dan mempunyai konstanta dielektrik yang lebih rendah serta tidak larut dalam air. Dalam memilih pelarut yang akan digunakan untuk ekstraksi perlu dipertimbangkan beberapa hal, seperti sifat bahan yang akan diekstrak, tingkat oksidasi pembentukan artefak, mudah tidaknya terbakar, dan tingkat toksisitasnya. Beberapa pelarut organik beserta titik didihnya, yang dapat digunakan dalam mengekstraksi komponen flavor tertera pada Tabel 4.

10 Tabel 4. Daftar pelarut organik untuk ekstraksi flavor dan titik didihnya Pelarut Titik didih Titik didih Pelarut (ºC) (ºC) Metil klorida -24 Etil klorida 12.5 Isopentana Petroleum eter Dietil eter : Pentana (2:1) 33.5 Dietil eter 35 Pentana 36 Dikloromentana 40.5 Aseton 58 Kloroform 61 Tetrahidrofuran 66 Heksana 69 Etil asetat 77 Karbon tetraklorida 77.5 Etanol 78.5 Benzena 80 Sikloheksana 81 Nitrometana 98 Heptana 98.5 Metil glikol Etilen glikol 135 n-amil asetat 138 Isoamil asetat Sikloheksanol 160 Propilen glikol 188 Gliserol 290 Sumber : Heath (1981) Likens-Nickerson Likens dan Nikerson pada tahun 1964, telah melakukan modifikasi alat ekstraksi komponen flavor yang bertujuan meningkatkan efisiensi metode ekstraksinya, dengan mengkombinasikan metode distilasi dan ekstraksi dengan pelarut dalam suatu rangkaian alat yang prosesnya berjalan secara simultan. Satu labu diisi dengan bahan yang telah dicampur dengan air dan salah satu labu lainnya berisi pelarut organik. Masing-masing labu dipanaskan sesuai dengan kondisi titik didihnya dan uapnya bertemu pada bagian tengah alat Likens-Nickerson. Metode ekstraksi ini tidak cocok digunakan untuk mengekstrak komponen-komponen volatil yang tidak tahan panas tinggi (termolabil) sehingga dapat menyebabkan kerusakan ataupun kehilangan komponen flavor (off-flavor) bahkan dapat saja terjadi kemungkinan terbentuk komponen volatil baru hasil dari reaksi senyawa-senyawa kimia yang disebabkan oleh degradasi suhu. 3.3 FRAKSINASI Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen berdasarkan perbedaan sifat tertentu dari suatu komponen penyusun senyawa atau campuran. Fraksinasi biasanya didasarkan oleh perbedaan ukuran partikel, kepolaran, berat molekul, titik didih, dan perbedaan muatan listrik atau medan magnet. Menurut Morris dan Morris (1976), metode pemisahan yang paling sederhana adalah filtrasi atau penyaringan. Menurut Morris dan Morris (1976), metode alir dapat digunakan untuk memisahkan dan mengetahui kandungan molekul-molekul organik. Efisiensi pemisahan metode alir tergantung pada gaya yang menghambat dan mendorong, serta sifat zat yang akan dipisahkan. Morris dan Morris (1976) mengklasifikasikan metode pemisahan kromatografi berdasarkan

11 gaya-gaya antar fase yang bekerja, yaitu berdasarkan penyerapan (adsorpsi), pertukaran ion, partisi, dan penyaringan (Tabel 5). Tabel 5. Klasifikasi metode pemisahan Gaya Gaya Metode pendorong penghambat pemisahan (F1) (F2) Kromatografi a. adsorpsi Hidrodinamik Energi permukaan Gaya Van der Walls Gaya penentu pemisahan F2 Jenis pemisahan Polar b. penukaran, Hidrodinamik Elektrostatik F2 Ionik, dimensi pengeluaran Polarisabilitas molekuler ion Penyaring molekul c. partisi Hidrodinamik Difusi, interaksi F2 Polar dipole, pengaruh asosiasi dan disosiasi d. penyaring Hidrodinamik Osmotik F2 Dimensi molekuler e. elektroforesis Gravitasi Friksi molekuler F1 Ionik Elektrokinetik Elektrostatik Sumber : Morris dan Morris (1976) Metode pemisahan dengan kromatografi dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas, HPLC, dan kromatografi gas. Kromatografi gas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode kromatografi lainnya, yaitu dapat memisahkan komponen dalam waktu lebih singkat, daya pemisahan yang lebih tinggi, dapat menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif komponen, dan mempunyai kepekaan analisis yang paling tinggi (McNair dan Bonelli 1988). Teranishi et al. (1971) menyatakan bahwa pemisahan komponen dengan kromatografi gas lebih sempurna dengan menggunakan kolom kapiler dan suhu yang terprogram. Analisis yang dapat dilakukan dengan metode kromatografi gas adalah analisis kualitatif dan kuantitatif (McNair dan Bonelli 1988, Fardiaz 1989). Analisis kualitatif digunakan untuk menentukan ada tidaknya suatu komponen, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

12 menghitung jumlah atau besarnya suatu komponen yang terkandung di dalam suatu senyawa atau bahan tertentu Analisis Kualitatif Fardiaz (1989) dan McNair dan Bonelli (1988) menyatakan bahwa analisis kualitatif yang paling sederhana ditentukan berdasarkan data waktu retensi atau volume retensi, yaitu dengan membandingkan data waktu retensi komponen contoh dengan data waktu retensi standar Analisis Kuantitatif Prinsip analisis kuantitatif adalah besarnya puncak kromatogram berbanding lurus dengan jumlah yang terdapat dalam suatu cuplikan yang diinjeksikan (Fardiaz 1989). Analisis kuantitatif dapat ditentukan berdasarkan tinggi puncak, kalibrasi mutlak, dan dengan cara standar internal (McNair dan Bonelli 1988). Fardiaz (1989) menyatakan bahwa pengukuran tinggi puncak merupakan analisis kuantitatif yang paling sederhana, tetapi relatif paling lemah sebagai dasar perhitungan kuantitatif karena tergantung pada kondisi operasional, reproduksibilitas penyuntikan, dan banyaknya contoh yang diinjeksikan. Analisis kuantitatif yang dihitung berdasarkan luas puncak harus dikoreksi dengan faktor koreksi dari tanggapan detektor terhadap setiap komponen yang dianalisis (McNair dan Bonelli 1988, Fardiaz 1989). Kalibrasi mutlak merupakan analisis kuantitatif dengan menggunakan kurva standar komponen murni, analisis ini membutuhkan banyak komponen standar, tanggapan detektor cukup berpengaruh, dan cara perhitungan yang cukup rumit. McNair dan Bonelli (1988) menyatakan bahwa analisis kuantitatif yang didasarkan pada standar internal lebih sederhana. Standar internal yang digunakan mempunyai sifatsifat, yaitu terpisah dari komponen contoh, terelusi dekat dengan komponen yang dianalisis, mendekati konsentrasi yang dianalisis, dan mempunyai struktur yang mirip dengan komponen yang dianalisis. Campen, isoamil alkohol, dan benzil alkohol merupakan komponen beraroma yang dapat digunakan sebagai standar internal pada analisis komponen volatil, disebabkan ketiga komponen tersebut tidak terdapat pada bawang putih. Ceci et al. (1991) melaporkan bahwa isoamil alkohol dapat digunakan sebagai standar internal pada analisis komponen volatil bawang putih, sedangkan benzil alkohol telah digunakan pada analisis bawang merah dan bawang putih (Block 1992). 3.4 UJI SENSORI Prosedur uji sensori merupakan salah satu bagian yang penting dalam penelitian flavor. Uji sensori bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan aroma karena reaksi kimia atau proses fisik di dalam bahan selama proses ekstraksi ataupun selama penyimpanan bahan dan untuk menentukan relevansi serta korelasi antara komponen kimia dengan flavor yang dihasilkan (Acree 1993). Pada uji sensori diperlukan beberapa panelis, baik panelis terlatih (berpengalaman) maupun tidak terlatih, tergantung jenis dan tujuan uji sensori tersebut. Menurut Larmond (1975), tidak ada ketentuan yang pasti mengenai jumlah panelis yang digunakan, akan tetapi semakin

13 banyak jumlah panelis maka hasil uji organoleptik tersebut semakin baik pula karena variasi data antar individu semakin kecil. Akan tetapi, penggunaan panelis semi terlatih maupun panelis terlatih jauh lebih efisien, baik dari segi keakuratan data maupun waktu. Sebelum dilakukan uji sensori, para calon panelis terlatih atau semi terlatih diseleksi dan dilatih terlebih dahulu karena setiap individu berbeda sensitifitas, keinginan, serta kemampuannya sehingga akan diperoleh jumlah panelis yang sedikit tetapi dapat diandalkan (Amerine et al. 1965). Jenis uji sensori yang umumnya digunakan di dalam penelitian flavor, meliputi uji pembedaan, uji skalar maupun uji penerimaan (Soekarto 1985). Uji-uji ini berguna dalam menganalisis berbagai macam perlakuan dan modifikasi proses. 3.5 KACANG SALUT Kacang salut atau dikenal dengan istilah katom adalah kacang tanah yang dibalut dengan adonan tapioka kemudian digoreng sampai kering dan garing (Tarwiyah dan Kemal 2001). Citarasa kacang salut berasal dari bumbu-bumbu yang digunakan, antara lain bawang putih, garam, dan gula. Bumbu-bumbu tersebut dimasukkan pada saat pembuatan larutan bumbu. Larutan bumbu terdiri atas campuran air, tepung, dan bumbu-bumbu. Larutan bumbu dipanaskan sampai mengental sebelum digunakan sebagai lem perekat dalam proses penyalutan. Pada kacang salut, citarasa yang mendominasi berasal dari bawang putih. Intensitas rasa dan aroma bawang putih pada kacang salut yang diproduksi oleh PT. Garudafood tidak selalu konsisten. Oleh karena itu, bawang putih akan dianalisis komponen volatilnya secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode ekstraksi yang sesuai dan fraksinasi dengan kromatografi gas.

ANALISIS KOMPONEN VOLATIL PEMBENTUK FLAVOR DALAM BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK APLIKASI KACANG SALUT SKRIPSI ANDRIYANSYAH F

ANALISIS KOMPONEN VOLATIL PEMBENTUK FLAVOR DALAM BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK APLIKASI KACANG SALUT SKRIPSI ANDRIYANSYAH F ANALISIS KOMPONEN VOLATIL PEMBENTUK FLAVOR DALAM BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK APLIKASI KACANG SALUT SKRIPSI ANDRIYANSYAH F24104035 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 PENELITIAN PENDAHULUAN 5.1.1 Pembuatan Kacang Salut Proses pembuatan kacang salut diawali dengan mempelajari formulasi standar yang biasa digunakan untuk pembuatan kacang salut,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

warring blender, dan diuapkan pada suhu 34.5O~ dengan

warring blender, dan diuapkan pada suhu 34.5O~ dengan Yahya Kurniawan. F 26.1189. Analisis Komponen Aktif Citarasa pada Bawang Putih (Allium sativum L.) Segar, Goreng dan Rebus dengan Kromatografi Gas. Di bawah bimbingan Hanny Wijaya dan Feri Kusnandar. Bawang

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) TERHADAP MUTU PRODUK MIE BASAH MATANG

ANALISIS PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) TERHADAP MUTU PRODUK MIE BASAH MATANG ANALISIS PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) TERHADAP MUTU PRODUK MIE BASAH MATANG Wirasti 1), Eko Mugiyanto 2) 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pekajangan Pekalongan email: wirasti.kharis@gmail.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

PEMANFAATAN AMPAS BAWANG PUTIH DALAM PEMBUATAN BUBUK BAWANG PUTIH. Oleh: TRI PURWANDOKO F

PEMANFAATAN AMPAS BAWANG PUTIH DALAM PEMBUATAN BUBUK BAWANG PUTIH. Oleh: TRI PURWANDOKO F PEMANFAATAN AMPAS BAWANG PUTIH DALAM PEMBUATAN BUBUK BAWANG PUTIH Oleh: TRI PURWANDOKO F34104027 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Tri Purwandoko. F34104027. Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakteri, virus dan parasit (Brooks et al, 2007). Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. bakteri, virus dan parasit (Brooks et al, 2007). Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah serius yang terjadi dalam bidang kesehatan. Penyakit ini dapat ditularkan oleh satu orang ke orang lain, dari orang ke hewan maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si Pendahuluan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) khususnya IPA yang makin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Sari Buah 1. Definisi Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON SEMINAR HASIL PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON OLEH : FITHROTUL MILLAH NRP : 1406 100 034 Dosen pembimbing : Dra. SUKESI, M. Si. Surabaya, 18 Januari 2010 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci