Gambaran Keluhan Subjektif Pekerja Akibat Tekanan Panas di Area Peleburan, Proses Sekunder, dan Pengecoran Slab Steel Plant

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambaran Keluhan Subjektif Pekerja Akibat Tekanan Panas di Area Peleburan, Proses Sekunder, dan Pengecoran Slab Steel Plant"

Transkripsi

1 Gambaran Keluhan Subjektif Pekerja Akibat Tekanan Panas di Area Peleburan, Proses Sekunder, dan Pengecoran Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel Cilegon, Banten Tahun 2012 Alwina Fitria Maulidiani* L. Meily Kurniawidjaja** Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Kombinasi dari temperatur lingkungan kerja, panas metabolik dari tubuh pekerja, pakaian kerja, dan faktor individu dapat menimbulkan tekanan panas (heat stress) bagi pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Tekanan panas berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan (heat-related disorders) yang diawali dengan berbagai respon fisiologis tubuh (heat strain) berupa gejala-gejala atau keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh pekerja. Penelitian dilakukan pada 51 orang responden dengan desain studi cross sectional deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami tekanan panas adalah 36 orang dari 51 responden (70,6%) di area peleburan dan proses sekunder. Seluruh responden merasa bahwa suhu lingkungan kerja mereka panas dan 74,5% responden merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi panas tersebut. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya pengendalian dari segi teknis, administratif, maupun penyediaan alat pelindung diri untuk meminimalisasi risiko timbulnya keluhan yang dirasakan pekerja akibat tekanan panas. Kata kunci: Tekanan panas; keluhan subjektif ABSTRACT The combination of work environment temperature, metabolic heat, clothing, and individual factors could generate heat stress for workers in melting, secondary process, and casting area of SSP PT Krakatau Steel. Heat stress could potentially generate heat related disorders which started with physiological responses (heat strain), remarked as workers subjective complaints. This study performed on 51 workers using cross sectional descriptive study design. The results showed that there are 36 among 51 respondents (70,6%) in melting and secondary process area experienced heat stress. All respondents felt the work environment temperature was hot and 74,5% felt uncomfortable with it. Therefore, efforts are needed, such as technical and administrative controls and also distribution of personal protective equipments, to minimize the risk of heat stress signs. Key words: Heat stress; subjective complaints

2 PENDAHULUAN Kesehatan kerja adalah hak asasi manusia dan oleh karena itu menjadi hal yang wajib dilaksanakan di tempat kerja oleh seluruh pihak pelaksana pekerjaan. Dalam pelaksanaan kesehatan kerja, selalu terdapat berbagai potensi bahaya dan risiko yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Salah satu faktor fisik yang berpotensi mengganggu produktivitas pekerja dan lebih jauh lagi dapat menimbulkan gangguan kesehatan adalah suhu (temperatur) panas di lingkungan kerja. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa suhu lingkungan kerja berpengaruh terhadap produktivitas pekerja. Bila suhu lingkungan meningkat sampai 10 o F (5,5 o C) di atas batas kenyamanan, produktivitas kerja akan menurun sebesar 30% (Wyon dalam Livchak, 2005). Selain memengaruhi produktivitas kerja, suhu lingkungan kerja yang panas juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan kematian. Berdasarkan penelitian Triyanti pada tahun 2007 ditemukan bahwa prevalensi kristalisasi urin pada pekerja di unit binatu dan dapur hotel X Medan yang terpajan tekanan panas sebesar 29,3%. Kristal pada urin dapat menyebabkan pekerja menderita batu saluran kemih. Berdasarkan laporan kasus fatal (fatality report) dari United Steelworkers Health, Safety, and Environment Department periode 1 Januari 7 Desember 2011, terdapat 39 kasus fatal dan 2 di antaranya merupakan kasus akibat heat stress yang mengakibatkan kematian 1 orang pekerja dan pekerja lainnya mengalami collapse, serta 1 kasus akibat kontak langsung dengan sumber panas yang mengakibatkan 90% tubuh pekerja mengalami luka bakar. Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat 61 kejadian fatal di industri seluruh Amerika Serikat akibat pajanan temperatur ekstrim. PT Krakatau Steel sebagai industri baja terbesar di Indonesia memproduksi baja dalam jumlah yang sangat besar. Kapasitas produksi total PT Krakatau Steel mencapai 2,5 juta ton baja kasar (crude steel) per tahun. Proses produksi baja, khususnya saaat peleburan, membutuhkan suhu yang sangat tinggi, yakni mencapai sekitar 1700 o C. Suhu WBGT indoor di tiga area produksi Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel Cilegon, Banten yang diukur pada bulan Maret 2012 berpotensi menimbulkan tekanan panas (heat stress) pada pekerja, yakni 35,1 o C di area peleburan, 32,5 o C di area proses sekunder, dan 30,3 o C di area pengecoran. Heat stress yang dialami pekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa heat rash, heat cramps, heat syncope, dehydration, heat exhaustion, hingga yang paling fatal heat stroke. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja akan berdampak pula bagi perusahaan berupa penurunan produktivitas akibat jam kerja yang hilang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian melalui pengukuran suhu lingkungan kerja dan estimasi panas metabolik tubuh

3 pekerja untuk mengetahui gambaran tekanan panas yang diterima pekerja dan bagaimana keluhan subjektif pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel Cilegon, Banten akibat tekanan panas. TINJAUAN TEORITIS Tekanan panas (heat stress) adalah suatu kombinasi dari panas lingkungan, panas metabolik akibat aktivitas kerja, dan faktor pakaian kerja yang dapat meningkatkan suhu tubuh, denyut nadi, dan produksi keringat (Bernard, 2002). Menurut Di Corletto dalam Tillman (2007), kondisi lingkungan, beban kerja metabolik, dan pakaian; masing-masing atau kombinasinya; dapat menimbulkan tekanan panas bagi pekerja. Respon tubuh terhadap tekanan panas tersebut seperti berkeringat, meningkatnya denyut nadi, dan meningkatnya suhu tubuh disebut dengan tegangan panas (heat strain). Menurut WorkSafeBC (2007), faktor-faktor utama yang berkontribusi terhadap tekanan panas adalah faktor lingkungan (suhu udara, kecepatan aliran udara, kelembaban relatif udara), pekerjaan (beban kerja dan pola kerja), dan faktor pakain kerja. Selain itu, karakteristik pekerja juga memengaruhi kejadian tekanan panas dan risiko heat-related disorders, yang terdiri dari usia, obesitas, status aklimatisasi, hidrasi, konsumsi obat dan alkohol, status kesehatan, riwayat heat stroke, dan jenis kelamin. Tekanan panas ringan atau moderat dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat berpengaruh besar terhadap performa dan keselamatan, tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Ketika tekanan panas mencapai batas toleransi manusia, maka risiko gangguan kesehatan terkait panas (heat-related disorders) meningkat (ACGIH, 2012). Heat-related disorders yang dapat timbul pada pekerja akibat pajanan tekanan panas antara lain heat rash (prickly heat), heat cramps, heat syncope, dehydration, heat exhaustion, hingga yang paling fatal heat stroke (Bernard, 2002). Semua gangguan kesehatan tersebut memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda, mulai dari yang paling ringan kulit terasa lembab dan timbul biang keringat, kram/ kejang otot, sampai yang paling berat pingsan, bahkan kematian. Bila terdapat informasi atau laporan tentang ketindaknyamanan atau timbul keluhan yang mengindikasikan gejala-gejala gangguan kesehatan tersebut berkaitan dengan tekanan panas di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran temperatur lingkungan kerja maupun pajanan panas personal pada pekerja (ACGIH, 2007 dalam Hendra, 2009). Pengukuran temperatur lingkungan dilakukan dengan mengukur komponen temperatur yang terdiri dari suhu kering, suhu basah alami, dan suhu radian. Di samping itu juga perlu dilakukan pengukuran terhdap kelembaban udara relatif dan kecepatan angin. Temperatur lingkungan umumnya dinyatakan dengan indeks Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) atau

4 dikenal juga dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) (Hendra, 2009). Pengukuran pajanan panas personal penting dilakukan untuk mengetahui tingkat pajanan panas pada individu. Diperlukan pengukuran pajanan personal apabila pekerja yang berisiko terpajan panas bekerja berpindah-pindah atau pola pajanan panas bersifat intermitten. Pengukuran pajanan panas personal lebih memperlihatkan apakah ada perubahan suhu tubuh dan denyut nadi pekerja yang terpajan panas (Hendra, 2009). Pengukuran pajanan panas personal dapat dilakukan menggunakan alat ukur berupa personal heat monitor. Apabila tidak terdapat alat ukur, pengukuran panas personal dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan jumlah kalori yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan (estimasi panas metabolik) menggunakan tabel acuan dari NIOSH (1986). Tabel estimasi ini adalah untuk standar berat badan pekerja 70 kg, perlu dilakukan konversi untuk ukuran berat badan lainnya. Hasil estimasi panas metabolik tersebut kemudian dikategorikan menjadi pekerjaan ringan (< 200 kkal/jam), sedang ( kkal/jam), atau berat ( kkal/jam) (OSHA TM, 1999). METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain studi cross sectional karena bertujuan untuk menggambarkan keluhan subjektif yang dirasakan pekerja akibat pajanan tekanan panas di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel, serta pengukuran variabel bebas dan terikatnya dilakukan dalam waktu bersamaan, yakni pada bulan November Desember Populasi target adalah seluruh pekerja Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel Cilegon, Banten yang berisiko tinggi mengalami tekanan panas. Populasi studi adalah seluruh pekerja di area yang hasil pengukuran panasnya melebihi NAB, yaitu pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran Slab Steel Plant (SSP) dengan jumlah total 119 orang. Secara umum jenis pekerjaan di ketiga area tersebut yang berpotensi terpajan panas ada 3 jenis, yaitu juru lebur Electric Arc Furnace (EAF), operator Ladle Furnace, dan operator pengecoran (caster). Oleh karena itu, sampel diambil dari ketiga jenis pekerjaan tersebut. Proporsi penelitian dalam penghitungan besar sampel menggunakan penelitan Hendra tahun 2003 di Divisi Cor PT Pindad, Bandung dengan hasil 63,6% responden merasa terganggu dengan kondisi lingkungan kerja yang panas. Didapatkan besar sampel 51 orang dari hasil perhitungan dengan rumus estimasi proporsi populasi terbatas (Ariawan, 1998). Data yang digunakan adalah data primer berupa data kecepatan angin hasil pengukuran dengan Digital Vane Anemometer, data panas metabolik dari hasil observasi aktivitas pekerjaan, data karakteristik pekerja dan keluhan subjektif akibat tekanan panas dari hasil

5 wawancara pekerja menggunakan kuesioner. Data sekunder penelitian ini berupa data hasil pengukuran suhu lingkungan kerja dan kelembaban udara menggunakan instrumen Thermal Environment Monitor yang telah dilakukan oleh Divisi K3LH PT Krakatau Steel pada bulan September Seluruh data tersebut diolah, dibandingkan dengan standar Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, dan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat yang bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi keluhan subjektif pekerja akibat pajanan tekanan panas di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel Cilegon, Banten tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran lingkungan kerja menunjukkan bahwa WBGT indoor rata-rata di ketiga titik pengukuran berkisar antara 29,4 o C 32 o C dan kelembaban relatif berkisar antara 42% 54% (Tabel 1). Kecepatan angin di EAF 5 dan LF 2 dengan ventilasi alami berkisar antara 0,3 m/s 0,9 m/s, sedangkan di CCM dengan kondisi blower menyala berkisar antara 4,8 m/s 5 m/s (Tabel 2). Tabel 1 Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Relatif Area Slab Steel Plant (SSP) 1 No Titik Pengukuran WB ( o C) DB ( o C) Globe ( o C) WBGT in Avg( o C) RH (%) HI ( o C) 1 EAF 5 25,6 31,5 41,7 30, LF 2 26,8 35,1 44,0 32, CCM 24,9 32,9 39,9 29, Sumber: Hiperkes K3LH PT Krakatau Steel, September 2012 Tabel 2 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Udara Area Slab Steel Plant (SSP) 1 Tanggal 7 Desember 2012 No Titik Kec. Aliran Waktu Pengukuran Udara (m/s) Pengukuran Keterangan 1 EAF 5 0,5 0, WIB Angin dari lingkungan di luar pabrik 2 LF 2 0,3 0, WIB Angin dari lingkungan di luar pabrik 3 CCM 4,8 5, WIB Angin dari 1 buah blower Berdasarkan hasil observasi, didapatkan data pekerjaan yang dilakukan pekerja di area peleburan (EAF), proses sekunder (LF), dan pengecoran (CCM) dalam satu shift kerja (8 jam) sehingga dapat ditentukan estimasi panas metabolik dengan mengacu pada tabel estimasi panas metabolik NIOSH (1986). Setelah dilakukan koreksi berdasarkan berat badan

6 responden, angka beban kerja responden dikategorikan menjadi beban kerja ringan, sedang, dan berat mengacu pada Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 dan didapatkan hasil distribusi beban kerja responden terbanyak adalah beban kerja sedang (58,8%), diikuti beban kerja ringan (29,4%), dan paling sedikit adalah beban kerja berat (11,8%). Pola kerja di area peleburan dan proses sekunder adalah 50% - 75% karena dalam satu shift, pekerja di area peleburan dan proses sekunder melakukan pekerjaan yang terpajan panas secara langsung selama kurang lebih 4 jam 30 menit, sisanya pekerja stand by menunggu proses dapur (furnace) selesai di dalam ruang kendali. Sedangkan di area pengecoran, pekerja melakukan pekerjaan yang terpajan panas secara langsung selama kurang lebih 6 jam 50 menit (hampir 7 jam) dalam 1 shift sehingga dapat disimpulkan pola kerjanya 75% - 100%. Seluruh pekerja mengenakan seragam kerja berupa kemeja dan celana panjang bahan jins, maka tidak ada penambahan terhadap suhu WBGT indoor rata-rata (ACGIH, 2012). Dari hasil pengukuran suhu lingkungan kerja, pola kerja, dan beban kerja responden, dilakukan analisis kejadian tekanan panas pada responden mengacu pada standar Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 (Tabel 3). Kategori Beban Kerja Jumlah Pekerja EAF - Ringan 1 - Sedang 21 - Berat 2 LF - Ringan 0 - Sedang 9 - Berat 4 CCM - Ringan 14 - Sedang 0 - Berat 0 Total 51 Tabel 3 Gambaran Kejadian Tekanan Panas pada Responden Pola Kerja WBGTin ( o C) 50% - 75% 30,4 50% - 75% 32,0 75% - 100% 29,4 NAB ( o C) 31,0 29,0 27,5 31,0 29,0 27,5 31,0 28,0 - Kejadian Tekanan Panas Tidak Ya Ya - Ya Ya Tidak - - Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan panas dialami oleh 23 responden di area peleburan (EAF) dan 13 responden di area proses sekunder (LF), total 36 dari 51 responden (70,6%) mengalami tekanan panas. Namun, perlu diperhatikan bahwa pajanan panas yang diterima pekerja di kedua area tersebut bersifat intermittent dan pekerja dapat dengan mudah mengakses ruang kendali ber-ac serta air minum. Hal ini dapat memengaruhi tingkat risiko tekanan panas pada pekerja. Perusahaan pun sebenarnya telah menyediakan alat pelindung diri berupa pakaian reflektif (baju tahan api) yang berfungsi

7 untuk mengurangi jumlah panas radiasi yang dapat mencapai pekerja (Bernard, 2002), tetapi pekerja jarang menggunakan APD tersebut dengan alasan membuat tubuh terasa lebih panas, tidak nyaman karena pergerakan jadi terbatas, dan jumlah APD kurang memadai sehingga harus digunakan secara bergantian. Oleh karena itu, jumlah pakaian reflektif perlu ditambah agar seluruh pekerja dapat menggunakan APD masing-masing. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh pekerja di area pengecoran (CCM) tidak mengalami tekanan panas, tetapi berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa operator cor (caster) menerima pajanan panas secara terus-menerus, berbeda dengan pekerja di area peleburan dan proses sekunder yang pajanan panasnya intermittent. Hal ini dapat membuat risiko tekanan panas pada operator cor lebih tinggi daripada pekerja peleburan dan proses sekunder. Namun, hal ini telah diantisipasi oleh perusahaan dengan melakukan pengendalian teknis berupa penyediaan blower untuk membantu pendinginan tubuh pekerja secara evaporatif dan konvektif (Bernard, 2002). Penyediaan ruang kendali ber-ac, air minum galon, serta APD berupa pakaian reflektif juga merupakan bentuk pengendalian risiko tekanan panas di area pengecoran. Selain itu, risiko tiap pekerja untuk mengalami tekanan panas akan bervariasi tergantung dari karakteristik pekerja, seperti status aklimatisasi, status hidrasi, usia, obesitas, kondisi medis, konsumsi alkohol dan obat-obatan, serta riwayat heat stroke (WorkSafeBC, 2007). Karakteristik pekerja yang diteliti terdiri dari usia, indeks massa tubuh, status aklimatisasi, konsumsi minum, dan status kesehatan. Hasil distribusi frekuensi karakteristik pekerja menunjukkan bahwa kelompok responden yang berisiko tinggi mengalami keluhan subjektif akibat tekanan panas adalah sebesar 56,9% dengan usia 40 tahun, 37,3% dengan IMT Obese dan BB Lebih, 25,5% dengan konsumsi minum <8 gelas dalam satu shift, 3,9% dengan status tidak sehat, dan tidak ada responden yang tidak teraklimatisasi. Kondisi lingkungan kerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran yang panas telah dirasakan oleh pekerja sebagai hal yang mengganggu proses kerja. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) menyatakan bahwa lingkungan kerja mereka panas dan 38 responden (74,5%) merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi panas tersebut (Tabel 4). Tabel 4 Distribusi Keluhan Umum Responden Keluhan Umum Pekerja Jumlah Persentase 1. Suhu lingkungan kerja panas - Ya ,0 - Tidak 0 0

8 Keluhan Umum Pekerja Jumlah Persentase 2. Tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi panas - Ya - Tidak 3. Pekerjaan melelahkan secara fisik - Ya - Tidak 4. Pekerjaan melelahkan secara mental - Ya - Tidak ,5 25,5 70,6 29,4 41,2 58,8 Suhu panas yang dirasakan oleh responden berdampak pada timbulnya keluhan subjektif akibat panas. Parameter keluhan subjektif tersebut berupa 20 pertanyaan terkait keluhan (gejala heat strain) yang mungkin dirasakan pekerja ketika bekerja di lingkungan panas. Pengukuran mengenai keluhan subjektif tersebut dilakukan dengan melihat frekuensi keluhan dirasakan oleh responden yang dikelompokkan menjadi sangat sering (bila keluhan dirasakan setiap hari kerja), sering (bila keluhan dirasakan 3 4 kali dalam seminggu hari kerja), jarang (bila keluhan dirasakan 1 2 kali dalam seminggu hari kerja), dan tidak pernah (bila keluhan tidak pernah dirasakan sama sekali selama bekerja). No Keluhan Tabel 5 Distribusi Frekuensi Keluhan Subjektif Responden Frekuensi Keluhan Dirasakan oleh Responden Sangat Sering Sering Jarang Tidak Pernah N % N % N % N % 1. Kulit terasa perih kemerahan , , ,8 2. Kulit lembab, timbul biang keringat 1 2,0 3 5, , ,8 3. Kram/ kejang otot perut , ,3 4. Kram/ kejang otot lengan , , ,4 5. Kram/ kejang otot kaki , , ,5 6. Banyak mengeluarkan keringat 28 54, ,2 2 3, Sering haus 16 31, , ,6 4 7,8 8. Jarang kencing 2 3,9 5 9, , ,0 9. Warna urin kuning pekat 1 2,0 5 9, , ,0 10. Lemah/ lemas 1 2, , , ,5 11. Pusing, sakit kepala 3 5,9 3 5, , ,2 12. Suhu tubuh meningkat 1 2, , , ,5 13. Mual, enek (ingin muntah) , , ,6 14. Mengalami kelelahan 1 2, , , ,5 15. Konsentrasi berkurang , , ,0 16. Rasa mau pingsan , ,1 17. Hilang keseimbangan , ,3 18. Kulit terasa kering dan panas , , ,3 19. Detak jantung cepat (berdebar) , , ,9 20. Gelisah, mudah marah , , ,8

9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan yang paling signifikan dirasakan oleh responden adalah banyak mengeluarkan keringat (96,1%) dan sering haus (70,6%) dengan frekuensi sangat sering dan sering. Keluhan mengalami kelelahan (74,5%), lemah/ lemas (70,6%), suhu tubuh meningkat (70,6%), serta kulit terasa kering dan panas (66,7%) cukup signifikan dirasakan responden dengan frekuensi sering dan jarang. Sedangkan keluhan yang hampir tidak pernah dirasakan oleh responden adalah merasa mau pingsan (94,1%), kram/ kejang otot perut (86,3%), dan hilang keseimbangan (84,3%) (Tabel 5). Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara yang telah dilakukan di ketiga area penelitian dapat menjadi acuan untuk menentukan risiko keluhan subjektif (gejala heatrelated disorders) yang dirasakan oleh pekerja. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kelembaban relatif di ketiga area penelitian berkisar antara 42% 54% dan suhu yang sebenarnya dirasakan oleh pekerja (heat index) berkisar antara 40 o C 42 o C (104 o F 107,6 o F) (Tabel 1). Analisis dilakukan dengan membandingkan suhu yang sebenarnya dirasakan oleh pekerja dan kelembaban relatif menggunakan matriks heat index yang dipublikasikan oleh NSIS tahun Dari matriks tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerja di ketiga area penelitian sangat berisiko mengalami keluhan atau gejala yang berkaitan dengan heat exhaustion dan heat stroke. Heat exhaustion merupakan kelelahan akibat pajanan panas yang diawali dengan tanda dan gejala berupa merasa kelelahan, lemah/ lemas, pusing; sakit kepala, banyak mengeluarkan keringat, denyut nadi tinggi, suhu tubuh sedikit meningkat, bahkan hingga tidak sadarkan diri/ pingsan (Bernard, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 96,1% responden mengalami keluhan banyak mengeluarkan keringat dengan frekuensi sering sampai sangat sering; 74,5% mengalami kelelahan, 70,6% merasa lemah/ lemas, dan 70,6% merasakan suhu tubuh meningkat dengan frekuensi jarang sampai sering; 47,1% merasa pusing, sakit kepala dan 41,2% merasa detak jantung cepat (berdebar) walaupun jarang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala dari heat exhaustion dirasakan secara signifikan oleh pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Heat stroke merupakan kondisi yang sangat membahayakan jiwa, ditandai dengan suhu inti tubuh meningkat hingga melebihi 40 o C, berhenti berkeringat, kejang, gemetar, kulit kering dan panas, jantung berdebar, gelisah, dan mudah marah (Bernard, 2002). Bila keadaan ini tidak ditangani dengan segera dapat berujung pada hilangnya kesadaran (pingsan), kerusakan permanen pada otak, dan bahkan kematian (WorkSafeBC, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 66,7% responden mengalami keluhan kulit terasa kering dan

10 panas; 45,1% merasa detak jantung cepat (berdebar); dan 41,2% merasa gelisah, mudah marah dengan frekuensi jarang sampai sering. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala heat stroke pernah dirasakan oleh pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Menurut Bernard (2002), heat stroke dan heat exhaustion biasanya didahului dengan dehidrasi yang ditandai dengan kelelahan/ lemah, mulut kering sehingga sering haus, dan konsentrasi kerja berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 70,6% responden merasa sering haus dengan frekuensi sering sampai sangat sering; 74,5% mengalami kelelahan, 70,6% merasa lemah/ lemas, dan 51% merasa konsentrasi berkurang dengan frekuensi jarang sampai sering. Selain itu, 37,3% responden mengalami jarang kencing dan warna urin kuning pekat walaupun jarang. Hal ini mengindikasikan bahwa tanda dan gejala dehidrasi juga dirasakan oleh pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Seluruh keluhan subjektif yang dirasakan pekerja belum sampai pada kondisi gangguan kesehatan yang cukup serius. Hal ini dikarenakan durasi pajanan panas selama bekerja tidak berlangsung lama dan terputus-putus (intermittent), sehingga pekerja memiliki cukup waktu untuk mengembalikan suhu tubuh ke kondisi semula selama jeda waktu antara pajanan panas pertama sampai pajanan berikutnya. Selain itu, keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh pekerja bukan merupakan keluhan yang bersifat akumulatif, melainkan keluhan yang dirasakan hanya pada saat pekerja terpajan oleh panas ketika melakukan pekerjaan. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan medis (pengukuran suhu inti tubuh, denyut nadi, dan tingkat pengeluaran keringat) maupun pengukuran pajanan panas personal pada pekerja agar dapat diketahui apakah pekerja benar-benar mengalami heat stress, heat strain, ataupun heat-related disorders. Analisis Keluhan Subjektif Responden Berdasarkan Kejadian Tekanan Panas Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa seluruh keluhan yang dirasakan responden lebih besar persentasenya pada responden yang mengalami tekanan panas dibandingkan dengan yang tidak mengalami tekanan panas, dengan persentase keluhan terbesar adalah banyak mengeluarkan keringat (100%:100%), sering haus (94,4%:86,7%), mengalami kelelahan (77,8%:73,3%), dan suhu tubuh meningkat (75%:66,7%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bernard (2002) dalam Fundamentals of Industrial Hygiene bahwa tekanan panas dapat menimbulkan berbagai reaksi fisiologis tubuh, seperti meningkatkan suhu tubuh, denyut nadi, dan produksi keringat. Tekanan panas ringan atau

11 moderat dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat berpengaruh besar terhadap performa dan keselamatan, tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Ketika tekanan panas mencapai batas toleransi manusia, maka risiko gangguan kesehatan terkait panas (heat-related disorders) meningkat (ACGIH, 2012). Persentase adanya keluhan pada responden yang tidak mengalami tekanan panas memang lebih sedikit daripada yang mengalami tekanan panas, tetapi hal ini bisa saja terjadi karena distribusi responden yang tidak mengalami tekanan panas juga lebih sedikit. Risiko dan tingkat keparahan heat strain bagi tiap individu akan sangat beragam, bahkan walaupun berada dalam kondisi tekanan panas yang sama (ACGIH, 2012). Hal ini menjadi landasan bahwa timbulnya keluhan pada pekerja, baik yang mengalami tekanan panas maupun tidak juga akan sangat beragam. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan apakah terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian tekanan panas dan keluhan subjektif yang dirasakan oleh responden. Analisis Keluhan Subjektif Responden Berdasarkan Usia Berdasarkan WorkSafeBC (2007), pekerja dengan usia lebih tua (40 sampai 65 tahun) umumnya lebih sulit menoleransi tekanan panas karena efisiensi fungsi jantung sudah mulai berkurang dan membuat produksi keringat lebih lambat. Oleh karena itu, pekerja dengan usia 40 tahun lebih berisiko mengalami keluhan akibat tekanan panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden yang berusia 40 tahun lebih besar daripada responden yang berusia <40 tahun (56,9%:43,1%), tetapi sebanyak 13 dari 20 keluhan lebih banyak dialami oleh responden yang berusia <40 tahun dengan persentase keluhan terbesar adalah banyak mengeluarkan keringat (100%), sering haus (99,5%) dan lemah/ lemas (72,7%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitan Vanani (2008) di bagian curing PT Multistrada Arah Sarana yang menunjukkan bahwa responden yang sangat sering mengalami keluhan adalah responden yang berusia tahun dengan persentase keluhan terbesar adalah banyak berkeringat (67%) dan merasa haus (64% ). Persentase adanya keluhan lebih besar pada responden yang berusia <40 tahun dapat disebabkan oleh perbedaan masa kerja. Masa kerja responden yang berusia 40 tahun telah lebih lama daripada responden yang berusia <40 tahun, sehingga mereka telah terbiasa dengan kondisi panas dan tidak lagi sering mengalami keluhan. Kondisi pembagian pekerjaan di ketiga area penelitian yang fleksibel (team work) juga turut memengaruhi hasil penelitian karena pekerja yang berusia <40 tahun cenderung lebih aktif daripada pekerja yang berusia 40 tahun, sehingga pekerja yang berusia <40 tahun cenderung lebih banyak melakukan

12 pekerjaan yang memungkinkan terpajan panas secara langsung, sementara pekerja yang berusia 40 tahun lebih banyak stand by di ruang kendali dan melakukan pengawasan. Berdasarkan penelitian Puspita (2012), tidak terdapat perbedaan timbulnya keluhan yang signifikan antara pekerja di area produksi pelumas PT Pertamina Jakarta yang berusia <40 tahun dengan yang berusia 40 tahun. Namun, bila dilihat dari nilai odss ratio, pekerja berusia 40 tahun memiliki risiko 1,4 kali lebih tinggi untuk mengalami keluhan tingkat sedang. Bila membandingkan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Puspita, dapat diasumsikan bahwa mungkin tidak terdapat perbedaan timbulnya keluhan yang signifikan pula antara pekerja yang berusia <40 tahun dengan pekerja yang berusia 40 tahun di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Namun, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan subjektif yang dialami pekerja dan bagaimana perbedaan tingkat risikonya. Analisis Keluhan Subjektif Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Berdasarkan WorkSafeBC (2007), obesitas merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kesehatan terkait panas (heat-related disorders) karena kelebihan lemak dalam tubuh akan meningkatkan insulasi, dimana hal ini mengurangi pengeluaran panas dari dalam tubuh. Orang dengan berat badan berlebih juga memproduksi panas lebih banyak selama beraktivitas. Oleh karena itu, pekerja dengan kondisi obese dan berat badan berlebih berisiko tinggi mengalami keluhan akibat tekanan panas. Keluhan yang banyak dirasakan oleh kelompok berisiko, yaitu responden dengan IMT Obese adalah kram/ kejang otot kaki (63,6%); banyak mengeluarkan keringat (100%); sering haus (90,9%); jarang kencing (81,8%); warna urin kuning pekat (63,6%); lemah/lemas (90,9%); pusing, sakit kepala (63,6%); suhu tubuh meningkat (63,6%); mengalami kelelahan (90,9%); konsentrasi berkurang (72,7%); kulit terasa kering dan panas (63,6%); detak jantung cepat/ berdebar (63,6%); dan gelisah, mudah marah (54,5%). Sejalan dengan teori, hal ini menunjukkan bahwa responden dengan IMT Obese merasakan keluhan-keluhan yang mengindikasikan gejala gangguan kesehatan terkait panas (heat-related disorders), khususnya gejala awal heat cramps, dehidrasi, heat exhaustion, dan heat stroke. Responden dengan IMT BB Lebih pun berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat panas (heat-related disorders) karena lapisan lemak yang mereka miliki lebih tebal daripada orang dengan IMT Normal, walaupun tidak setebal orang yang mengalami obesitas. Keluhan yang banyak dirasakan responden dengan IMT BB Lebih adalah kulit perih kemerahan (75%); kulit lembab dan timbul biang keringat (75%); banyak mengeluarkan keringat (100%);

13 sering haus (100%); lemah/lemas (100%); suhu tubuh meningkat (100%); mengalami kelelahan (75%); konsentrasi berkurang (62,5%); kulit terasa kering dan panas (87,5%); dan detak jantung cepat/ berdebar (62,5%). Sejalan dengan teori, hal ini menunjukkan bahwa responden dengan IMT BB Lebih merasakan keluhan-keluhan yang mengindikasikan gejala gangguan kesehatan terkait panas (heat-related disorders), khususnya gejala awal heat rash, dehidrasi, heat exhaustion, dan heat stroke. Analisis Keluhan Subjektif Responden Berdasarkan Status Aklimatisasi Berdasarkan WorkSafeBC (2007), seseorang yang bekerja di lingkungan panas secara rutin akan memiliki risiko yang lebih kecil untuk menderita gangguan kesehatan terkait panas karena tubuh mereka telah terkondisi/ teraklimatisasi terhadap kondisi panas. Namun, pekerja yang tidak bekerja dalam kondisi panas selama seminggu atau lebih akan mengalami kehilangan daya aklimatisasi yang signifikan (NIOSH, 1986). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden telah teraklimatisasi karena tidak ada satupun responden yang baru mengambil cuti (di luar jadwal cuti/ off kerja) lebih dari 7 hari. Namun, seluruh responden tetap mengalami keluhan akibat pajanan panas dengan persentase yang berbeda-beda. Persentase keluhan terbesar yang dirasakan responden adalah banyak berkeringat (96,1%) dan sering haus (92,2%). Keluhan banyak berkeringat yang dialami oleh hampir seluruh responden sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Di Corleto dan Jennings (2007) bahwa aklimatisasi yang dialami pekerja akan membuat denyut nadi menurun dan produksi keringat meningkat dengan keringat menjadi lebih encer. Hal ini diimbangi pula dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 54,9% responden tidak mengalami keluhan detak jantung cepat (berdebar). Keluhan sering haus yang dirasakan responden dapat menjadi indikasi awal dehidrasi yang disebabkan oleh banyaknya produksi keringat responden selama bekerja dalam kondisi panas. Analisis Keluhan Subjektif Responden Berdasarkan Konsumsi Minum Brake, et.al. (1998) dalam Di Corleto dan Jennings (2007) mengemukakan bahwa batas perut dan usus untuk menyerap air antara 1,6 sampai 1,8 L/jam selama berjam-jam membuat individu tidak mengalami dehidrasi. Rata-rata jumlah konsumsi air minum dapat menjadi salah satu indikator apakah seseorang mengalami dehidrasi atau tidak. Dehidrasi saat terpajan panas merupakan ancaman serius terhadap termoregulasi karena dapat mengurangi volume darah dan meningkatkan hematokrit yang akan meningkatkan viskositas (kekentalan) darah (Sawka et al., 1985 dalam ACGIH, 2009). Dehidrasi selama tekanan panas juga

14 berhubungan dengan peningkatan penyimpanan panas tubuh yang menyebabkan insidens heat strain lebih besar (Sawka et al., 1984; Sawka et al dalam ACGIH 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 13 dari 51 responden (25,5%) merupakan kelompok berisiko mengalami keluhan akibat tekanan panas (heat strain), yaitu mereka yang mengonsumsi minum kurang dari 8 gelas dalam satu shift. Keluhan yang dialami oleh kelompok responden tersebut antara lain banyak mengeluarkan keringat (100%); sering haus (92,3%); jarang kencing (53,8%); lemah/lemas (84,6%); pusing, sakit kepala (69,2%); mengalami kelelahan (76,9%); konsentrasi berkurang (61,5%); kulit terasa kering dan panas (61,5%) dan gelisah, mudah marah (69,2%). Sejalan dengan teori, hal ini menunjukkan bahwa responden yang mengonsumsi minum kurang dari 8 gelas dalam satu shift merasakan keluhan-keluhan (heat strain) yang dapat berujung pada timbulnya gangguan kesehatan terkait panas (heat-related disorders). Namun, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa berbagai keluhan juga dirasakan oleh responden yang mengonsumsi minum 8 gelas dalam satu shift, bahkan 11 dari 20 keluhan yang diteltiti lebih besar persentasenya pada responden yang mengonsumsi minum 8 gelas dalam satu shift. Hal ini dapat disebabkan karena distribusi responden yang mengonsumsi minum 8 gelas dalam satu shift memang lebih besar daripada responden yang mengonsumsi minum <8 gelas dalam satu shift. Berdasarkan penelitian Puspita (2012), tidak terdapat perbedaan timbulnya keluhan yang signifikan antara pekerja di area produksi pelumas PT Pertamina Jakarta yang mengonsumsi minum 8 gelas dan yang mengonsumsi minum >8 gelas. Bila membandingkan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Puspita, dapat diasumsikan bahwa mungkin tidak terdapat perbedaan timbulnya keluhan yang signifikan pula antara pekerja yang mengonsumsi minum 8 gelas dan yang mengonsumsi minum >8 gelas di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Namun, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi minum dengan keluhan subjektif yang dialami pekerja dan bagaimana perbedaan tingkat risikonya. Analisis Keluhan Subjektif Responden Berdasarkan Status Kesehatan Bernard (2002) dalam Fundamentals of Industrial Hygiene mengemukakan bahwa penyakit kronik seperti gangguan jantung, paru-paru, ginjal, dan hati mengindikasikan daya toleransi tubuh terhadap pajanan panas lebih rendah sehingga meningkatkan risiko timbulnya heat-related disorders ketika mengalami tekanan panas. Begitu pula dengan penyakit diabetes mellitus seperti yang tercantum dalam publikasi WorkSafeBC (2007).

15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (96,1%) sehat dan mengalami keluhan terbesar: banyak mengeluarkan keringat (100%), sering haus (91,8%), dan mengalami kelelahan (75,5%). Responden yang tidak sehat hanya 2 orang (3,9%), yakni responden yang menderita penyakit diabetes mellitus (DM). Seluruh responden yang tidak sehat mengalami keluhan banyak mengeluarkan keringat; sering haus; pusing, sakit kepala; dan mengalami kelelahan. Hasil penelitian ini tidak dapat menggambarkan perbandingan persentase kedua kelompok responden yang mengalami keluhan dengan tepat karena terdapat kesenjangan distribusi responden yang tinggi, yakni hanya terdapat 2 orang responden dengan status tidak sehat. Berdasarkan penelitian Petrofsky, et.al. (2008) ditemukan bahwa penderita DM memiliki laju alir darah yang rendah ketika beristirahat dibandingkan dengan orang seusianya yang sehat. Penderita DM juga memiliki lapisan kulit dan lapisan lemak subkutan yang lebih tipis. Kesemua hal tersebut membuat kemampuan penderita DM untuk menghilangkan panas melalui kulit (skin heat dissipation) lebih rendah daripada orang normal. Hal ini menyebabkan penderita DM lebih berisiko mengalami tekanan panas. Masih berdasarkan penelitian Petrofsky, et.al. di tahun berikutnya (2009), ditemukan bahwa seluruh subjek penelitian yang menderita DM tipe 1 dan 2 memiliki kemampuan menoleransi tekanan panas yang buruk. Hal ini diakibatkan oleh kegagalan tubuh untuk memproduksi keringat yang menyebabkan suhu inti tubuh serta suhu kulit meningkat, bahkan ketika penderita DM sedang beristirahat setelah terpajan panas. Hal ini membuat penderita DM berisiko tinggi mengalami heat-related disorders, salah satunya heat stroke. Oleh karena itu, walaupun jumlah penderita DM di perusahaan tidak banyak, sebaiknya perusahaan tetap melakukan pemantauan khusus bagi pekerja di area berisiko yang menderita DM. Sebaiknya dipertimbangkan pula untuk melakukan penempatan kerja yang sesuai bagi penderita DM, misalnya mereka dikhususkan untuk melakukan pekerjaan di dalam ruang kendali agar tidak terpajan panas. SIMPULAN 1. Secara umum, suhu lingkungan kerja yang terukur di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel Cilegon, Banten pada bulan September 2012 telah melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan, dengan suhu lingkungan kerja tertinggi adalah di area proses sekunder (32 o C). 2. Sebagian besar responden (58,8%) memiliki beban kerja sedang. Pola kerja di area peleburan dan proses sekunder adalah 50% 75%, sedangkan pola kerja di area

16 pengecoran adalah 75% 100%. Pakaian kerja yang digunakan seluruh responden adalah seragam kerja PT Krakatau Steel berupa kemeja dan celana panjang dari bahan jins ,6% responden berisiko tinggi mengalami tekanan panas, yaitu 23 responden di area peleburan dan 13 responden di area proses sekunder dengan beban kerja sedang dan berat % responden merasa bahwa suhu lingkungan kerja mereka panas dan 74,5% merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi panas tersebut. 5. Seluruh responden pernah mengalami keluhan akibat pajanan panas dengan frekuensi yang berbeda-beda. Keluhan yang paling signifikan dirasakan oleh responden adalah banyak mengeluarkan keringat (96,1%) dan sering haus (70,6%), sedangkan keluhan yang hampir tidak pernah dirasakan oleh responden adalah merasa mau pingsan (94,1%), kram/ kejang otot perut (86,3%), dan hilang keseimbangan (84,3%). SARAN 1. Pengendalian Teknis: Menyediakan kipas angin atau blower yang kecepatan alir udaranya dapat disesuaikan di area peleburan (EAF) dan proses sekunder (LF) sehingga dapat membantu proses pendinginan tubuh pekerja melalui evaporasi dan konveksi. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggunaan kipas angin ataupun blower ini harus disesuaikan dengan suhu yang terukur karena bila suhu udara melebihi 35 o C, penggunaan kipas angin atau blower justru akan meningkatkan risiko tekanan panas. 2. Pengendalian Administratif: Membuat peraturan yang mewajibkan pekerja mengonsumsi air minum sebanyak 2 gelas (½ liter) sebelum bekerja dan 1 gelas setiap 20 menit ketika bekerja di tempat yang panas dengan suhu air minum berkisar antara 10 o C sampai 15 o C, serta melarang pekerja mengonsumsi minuman yang mengandung kafein selama jam kerja. Hal ini akan membantu penggantian cairan tubuh yang hilang melalui keringat dan mencegah dehidrasi. Memasang sign berupa poster ataupun stiker indikator warna urin di dinding kamar mandi/ toilet yang dapat memberikan informasi mengenai status hidrasi pekerja dan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengonsumsi air minum selama bekerja. Perlu diberikan pula pemahaman pada pekerja bahwa warna urin dapat dipengaruhi konsumsi makanan, minuman, atau obat-obatan tertentu sehingga pekerja dapat memantau status hidrasinya sendiri.

17 Melakukan komunikasi bahaya kepada pekerja dengan cara memberikan pelatihan/ penyuluhan maupun leaflet mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan tekanan panas, gangguan kesehatan akibat tekanan panas, bagaimana gejala-gejala gangguan kesehatan tersebut dan pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika gejala dirasakan.. Melakukan surveilans kesehatan terkait bahaya tekanan panas yang terdiri dari surveilans kesehatan pekerja dan surveilans lingkungan kerja. Surveilans kesehatan kerja mencakup pengukuran pajanan panas personal pada pekerja yang berisiko mengalami tekanan panas dan pemeriksaan medis berkala untuk menentukan apakah benar telah terjadi tekanan panas dan memantau risiko timbulnya heat-related disorders. Surveilans lingkungan kerja dilakukan dengan mempertahankan rutinitas dan meningkatkan kualitas pengukuran iklim kerja di SSP. Melakukan penyuluhan kesehatan bagi pekerja terkait praktik gaya hidup sehat, seperti melakukan aktivitas fisik secara rutin, mengatur pola makan, dan banyak mengonsumsi air mineral untuk menjaga agar indeks massa tubuh tetap ideal. Bila memungkinkan, perusahaan sebaiknya juga membuat kegiatan olahraga bersama secara rutin tiap minggu. Melakukan pemantauan khusus bagi pekerja di area berisiko yang menderita diabetes mellitus. Sebaiknya dipertimbangkan pula untuk melakukan penempatan kerja yang sesuai bagi penderita diabetes mellitus, misalnya mereka dikhususkan untuk melakukan pekerjaan di dalam ruang kendali agar tidak terpajan panas. 3. Perlindungan Personal: Menambah kuantitas alat pelindung diri berupa pakaian reflektif sesuai jumlah pekerja. Untuk beberapa kondisi di luar kondisi normal yang mengharuskan pekerja bekerja dekat sumber panas dalam waktu lama, sebaiknya disediakan pula alat pelindung diri berupa ice vest karena dalam kondisi tersebut, penggunaan pakaian reflektif justru akan meningkatkan risiko tekanan panas. KEPUSTAKAAN ACGIH. (2009). Documentation heat stress and strain TLVs. United States: Author. ACGIH. (2012). Thermal stress. Dalam ACGIH. Threshold limit values for chemical substances and physical agents & biological exposure indices. United States: Author.

18 Ardyanto W., Y. D. (2006). Potret iklim kerja dan upaya pengendalian lingkungan pada perusahaan peleburan baja di Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 1, Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok: FKM UI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar Jakarta: Kemenkes RI. Badan Standardisasi Nasional. (2004). Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola No Jakarta. Berau of Labor Statistics United States Department of Labor. (2011). Table 1. Fatal occupational injuries by event or exposure. 16 November Bernard, T. E. (2002). Thermal stress. Dalam B. A. Plog & P. J. Quinlan (Ed). Fundamentals of industrial hygiene (5th ed.). USA: NSC. Cowley, M. (2005). The heat index. 16 November Di Corleto, R. & Jennings, M. (2007). Other physical agents. Dalam C. Tillman (Ed). Principles of occupational health & hygiene, An introduction. Australia: Allen & Unwin. Hastono, S. P. (2006). Analisis Data. Depok: FKM UI. Hendra. (2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi pada pekerja yang terpajan panas (Studi kasus di departemen cor divisi tempa dan cor pt pindad bandung tahun 2003). Program Studi Pascasarjana FKM UI, Depok Hendra. (2009, Februari). Tekanan panas dan metode pengukurannya di tempat kerja. Disampaikan pada semiloka keterampilan pengukuran bahaya fisik dan kimia di tempat kerja, Universitas Indonesia, Depok. Kurniawidjaja, L. M. (2010). Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) Livchak, A., et.al. (2005). The effect of supply air systems on kitchen thermal environment. ASHRAE Transactions, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja. Jakarta. NCDOL. (2001). A guide to preventing heat stress and cold stress. North Carolina: Author. NIOSH. (1986). Criteria for a recommended standard occupational exposure to hot environments. United States: Author. OSHA. (1999). Heat stress. Dalam OSHA. OSHA technical manual. 16 November

19 Puspita, A.H. (2012). Analisis tekanan panas dan tingkat keluhan subjektif pada pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero) tahun Program Studi Sarjana FKM UI, Depok. Petroffsky, J.S., et.al. (2008). Skin heat dissipation: the influence of diabetes, skin thickness, and subcutaneous fat thickness. Dalam NCBI. Diabetes technol ther Januari Petroffsky, J.S., et.al. (2009). Heat tolerance in patients with type 1 and type 2 diabetes. The journal of applied research in clinical and experimental therapeutics, 9 (3). 12 Januari Sekaran, U. (2006). Metode riset bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Talty, J. T. (1988). Industrial hygiene engineering recognition, measurement, evaluation, and control (2nd ed.). United States: Noyes Data Corporation. Triyanti, F. (2007). Hubungan faktor-faktor heat stress dengan terjadiya kristalisasi urin pada pekerja binatu dan dapur hotel x, medan. Program Studi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. United Steelworkers Health, Safety, and Environment Department Fatality Report, January 1 st December 7 th, Pittsburgh: Author. Vanani, N.S. (2008) Gambaran tekanan panas di lingkungan kerja dan keluhan subyektif pekerja pada area curing PT Multistrada Arah Sarana, Tbk Tahun Program Studi Sarjana FKM UI, Depok. WHO. (1969). Health factors involved in working under conditions of heat stress. Dalam WHO. World Health Organization Technical Report Series. Geneva: Author. Worksafe BC. (2007). Preventing Heat Stress At Work. British Columbia: Author.

ANALISIS TEKANAN PANAS DAN KELUHAN SUBJEKTIF AKIBAT PAJANAN TEKANAN PANAS PADA PEKERJA DI AREA PT UNITED TRACTORS TBK TAHUN 2013

ANALISIS TEKANAN PANAS DAN KELUHAN SUBJEKTIF AKIBAT PAJANAN TEKANAN PANAS PADA PEKERJA DI AREA PT UNITED TRACTORS TBK TAHUN 2013 ANALISIS TEKANAN PANAS DAN KELUHAN SUBJEKTIF AKIBAT PAJANAN TEKANAN PANAS PADA PEKERJA DI AREA PT UNITED TRACTORS TBK TAHUN 2013 Tiara Ratnaning Pamungkas 1, Zulkifli Djunaidi 2 1 Mahasiswa Peminatan Keselamatan

Lebih terperinci

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) KEPMENAKER NO.51 TAHUN 1999 TENTANG NAB FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA 1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

Lebih terperinci

Analisis Pajanan Tekanan Panas dan Keluhan Subjektif Pada Pekerja di Bagian Produksi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas Tahun 2014

Analisis Pajanan Tekanan Panas dan Keluhan Subjektif Pada Pekerja di Bagian Produksi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas Tahun 2014 Analisis Pajanan Tekanan Panas dan Keluhan Subjektif Pada Pekerja di Bagian Produksi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas Tahun 4 Zarah Defi Saputri, Hendra Occupational Health and Safety Department,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah keadaan sekitar baik secara fisik dan non fisik yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi keadaan lingkungan kerja

Lebih terperinci

TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA

TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA HENDRA DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA KETERAMPILAN PENGUKURAN BAHAYA FISIK dan KIMIA di TEMPAT KERJA RUANG PROMOSI DOKTOR, GEDUNG G FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas -THESIS (TI - 092327)- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas Oleh : Irma Nur Afiah Dosen Pembimbing : Ir. Sritomo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang pekerja. 1 Di dalam lingkungan kerja terdapat faktor-faktor yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS TEKANAN PANAS DAN TINGKAT KELUHAN SUBJEKTIF PADA PEKERJA DI AREA PRODUKSI PELUMAS JAKARTA PT PERTAMINA (PERSERO) TAHUN 2012 SKRIPSI

ANALISIS TEKANAN PANAS DAN TINGKAT KELUHAN SUBJEKTIF PADA PEKERJA DI AREA PRODUKSI PELUMAS JAKARTA PT PERTAMINA (PERSERO) TAHUN 2012 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TEKANAN PANAS DAN TINGKAT KELUHAN SUBJEKTIF PADA PEKERJA DI AREA PRODUKSI PELUMAS JAKARTA PT PERTAMINA (PERSERO) TAHUN 2012 SKRIPSI AGIL HELIEN PUSPITA 0806457975 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU no. 1/

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU no. 1/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, terbuka, tertutup, bergerak ataupun tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja yang dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu dari aspek ligkungan fisik seperti suhu,

Lebih terperinci

REKAP SAMPLING HEAT STRESS Tgl 23 juni 2008 PT. MULTISTRADA ARAH SARANA. 1 Line A Dekat Mesin BOM A

REKAP SAMPLING HEAT STRESS Tgl 23 juni 2008 PT. MULTISTRADA ARAH SARANA. 1 Line A Dekat Mesin BOM A Heat Stress REKAP SAMPLING HEAT STRESS Tgl 23 juni 2008 PT. MULTISTRADA ARAH SARANA No Location Time Result Wbgt Start End Tw Td Tg in Rh 1 Line A Dekat Mesin BOM A4 10.20 10.45 25.9 37.5 38.1 29.6 40.12%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana pekerja beraktifitas sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap gangguan bahaya baik langsung dan tidak langsung bagi keselamatan

Lebih terperinci

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja adalah faktor-faktor termis dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Manusia mempertahankan suhu tubuhnya antara 36-37 0 C dengan berbagai cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya Bab V Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya V.1 Identifikasi Bahaya Teknik yang digunakan untuk penentuan bahaya dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. penggerindaan dan pengelasan di area malting, dan finishing produk. Lokasi

BAB V PEMBAHASAN. penggerindaan dan pengelasan di area malting, dan finishing produk. Lokasi digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kegiatan operasional industri pengecoran logam X terdapat berbagai jenis pekerjaan yang dibagi dalam beberapa proses produksi antara lain : pola produk

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Denny Dermawan 1, Mochamad Luqman Ashari 2, Wiediartini 3 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN NASKAH SOAL HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN NASKAH SOAL HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN NASKAH SOAL HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN INTISARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi. Namun dalam penerapan teknologi tinggi tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya

Lebih terperinci

IV-138 DAFTAR ISTILAH

IV-138 DAFTAR ISTILAH IV-138 DAFTAR ISTILAH Evaporasi; (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah studi di Portugal mengenai lingkungan dingin menunjukkan prosentase yang signifikan dari pekerja yang berulang kali terpajan pada kondisi ekstrim dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas Menurut Suma mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Kerja 2.1.1. Definisi Iklim Kerja Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Nugroho Dwi Prasetyo, Rizki Gusti, Alfi Torich, Denny Dermawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan tenaga kerja telah diatur dalam

Lebih terperinci

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or Dehidrasi adalah gangguan keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Penyebabnya adalah pengeluaran air/cairan lebih banyak daripada pemasukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN 2013 Hamdani STIKES Harapan Ibu Jambi Prodi IKM Korespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin,

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim kerja yang kurang sesuai, seperti suhu lingkungan kerja yang terlalu panas atau dingin, dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja. Iklim kerja panas

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HEAT STRAIN PADA TENAGA KERJA YANG TERPAPAR PANAS DI PT. ANEKA BOGA MAKMUR

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HEAT STRAIN PADA TENAGA KERJA YANG TERPAPAR PANAS DI PT. ANEKA BOGA MAKMUR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HEAT STRAIN PADA TENAGA KERJA YANG TERPAPAR PANAS DI PT. ANEKA BOGA MAKMUR Ridhayani Adiningsih Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S PENTINGNYA CAIRAN Dr.Or. Mansur, M.S Dr.Or. Mansur, M.S mansur@uny.ac.id Fungsi air dan elektrolit 1. Mempertahankan keseimbangan cairan 2. Hilangnya kelebihan air terjadi selama aktivitas 3. Dehidrasi

Lebih terperinci

STUDI KEBIASAAN MINUM DAN HIDRASI PADA REMAJA DAN DEWASA DI DUA WILAYAH EKOLOGI YANG BERBEDA

STUDI KEBIASAAN MINUM DAN HIDRASI PADA REMAJA DAN DEWASA DI DUA WILAYAH EKOLOGI YANG BERBEDA http://dbriawan.staff.ipb.ac.id/research/studi-kebiasaan-minum-dan-hidrasi-pada-remaja-dan-dewas a STUDI KEBIASAAN MINUM DAN HIDRASI PADA REMAJA DAN DEWASA DI DUA WILAYAH EKOLOGI YANG BERBEDA STUDI KEBIASAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Iklim Kerja 1. Pengertian Iklim kerja Iklim kerja adalah keadaan udara di tempat kerja. 2 Iklim kerja merupakan interaksi berbagai variabel seperti; temperatur, kelembapan udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Faktor temperatur pada suatu lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja, bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan gaya hidup masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga mempengaruhi jumlah pesanan pada katering (Tristar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2 Iklim kerja atau cuaca kerja yang terlalu panas atau dingin dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri dengan produk dan distribusinya telah menimbulkan suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panas adalah faktor pekerjaan yang dihadapi oleh banyak pekerja hutan di seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di bidang kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikis terhadap tenaga kerja (Tarwaka, 2014). Dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikis terhadap tenaga kerja (Tarwaka, 2014). Dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Gangguan

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan.

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. PERBEDAAN KEBUTUHAN AIR MINUM DAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA TERPAPAR IKLIM KERJA PANAS DI BAGIAN PENGECORAN LOGAM DAN FINISHING PT ANEKA ADHILOGAM KARYA CEPER KLATEN Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecukupan air dan homeostasis elektrolit dalam tubuh sangat penting untuk kesehatan fungsi fisiologis. Hal ini juga tergantung dari keseimbangan air dan elektrolit.

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya pembangunan industri tentunya akan semakin meningkat pula risiko yang berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja. Bahaya di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tekanan Panas 1. Tekanan panas Tekanan panas adalah kombinasi atau interaksi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu udara yang dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana pekerja beraktifitas sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap gangguan bahaya baik langsung dan tidak langsung bagi keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki suhu inti tubuh normal sekitar 36-37 C. Suhu tubuh tersebut dapat berubah naik atau turun tergantung dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan 2.1. Tekanan Darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tenaga yang diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 guna mewujudkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari tahapan analisis risiko yaitu identifikasi bahaya yang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu studi kondisi lapangan, pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi : BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 11 LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 www.labdske-uii.com Lingkungan Kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

PENGENDALIAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) LINGKUNGAN KERJA BERDASARKAN METODE ISBB

PENGENDALIAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) LINGKUNGAN KERJA BERDASARKAN METODE ISBB PENGENDALIAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) LINGKUNGAN KERJA BERDASARKAN METODE ISBB Mufrida Meri 1), Hendra Risda Eka Putra 2) 1) Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Putra Indonesia YPTK Padang,

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Pengukuran Lingkungan Kerja 6.1.1 Pengukuran Pencahayaan Ruang Kerja Radar Controller Pada ruang Radar Controller adalah ruangan bekerja para petugas pengatur lalu lintas udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan merugikan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lama telah diketahui bahwa pekerjaan dapat mengganggu kesehatan dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan ilmu dan pelaksanaan upaya

Lebih terperinci

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011 ERGONOMI - TEMPERATUR - Universitas Mercu Buana 2011 Tubuh Manusia dan Temperatur Kroemer & Kroemer,, 2001) Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2012, penjualan pakaian olah raga di pasar global melebihi $244 milyar (Sishoo, 2015). Penjualan tersebut mencakup 46 negara di seluruh dunia yang memperkirakan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Conclusion: Suggested to use mask and gloves and also have consumption of isotonic water every minutes after drink mineral water.

ABSTRACT. Conclusion: Suggested to use mask and gloves and also have consumption of isotonic water every minutes after drink mineral water. FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PADA PEKERJA BAGIAN PEMBAKARAN DI PEMBUATAN BATU BATA KELURAHAN PENGGARON KIDUL KECAMATAN PEDURUNGAN SEMARANG 2015 Adityo Totok Endargo* ), Eko Hartini**

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kelompok remaja dan kelompok dewasa. Karakteristik subyek terdiri dari umur, wilayah ekologi, jenis

Lebih terperinci

Dehidrasi. Gejala Dehidrasi: Penyebab Dehidrasi:

Dehidrasi. Gejala Dehidrasi: Penyebab Dehidrasi: Dehidrasi Pengertian, Gejala, Penyebab, Pengobatan, Pencegahan Pengertian: Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula-garam

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEK FISIOLOGIS PADA PEKERJA SEBELUM DAN SESUDAH BEKERJA DI LINGKUNGAN KERJA PANAS

PERBEDAAN EFEK FISIOLOGIS PADA PEKERJA SEBELUM DAN SESUDAH BEKERJA DI LINGKUNGAN KERJA PANAS 1 PERBEDAAN EFEK FISIOLOGIS PADA PEKERJA SEBELUM DAN SESUDAH BEKERJA DI LINGKUNGAN KERJA PANAS Tedy Dian Pradana, Rochmawati, Sumiati Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, jl. Achmad

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keyword: subjective complaints, heat stress, fish curing, WBGT

ABSTRACT. Keyword: subjective complaints, heat stress, fish curing, WBGT FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PADA PEKERJA YANG TERPAJAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) DI PENGASAPAN IKAN INDUSTRI RUMAH TANGGA KELURAHAN KETAPANG KECAMATAN KENDAL Sylvia Anjani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Awaluddin Muharom,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Awaluddin Muharom,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Sehat menurut Santoso (2004:16) terbagi menjadi dua tingkatan

Lebih terperinci

TEMPERATUR EKSTRIM. Heat transfer. Pendahuluan

TEMPERATUR EKSTRIM. Heat transfer. Pendahuluan Pendahuluan TEMPERATUR EKSTRIM Tubuh manusia mengeluarkan panas sebagai hasil metabolisme dari makanan yang masuk Transfer panas antara tubuh manusia dan lingkungan sekitarnya tergantung dari panas di

Lebih terperinci

KORELASI IKLIM KERJA DENGAN KECELAKAAN KERJA DI PT JAPFA COMFEED INDONESIA TBK BATI-BATI KALIMANTAN SELATAN

KORELASI IKLIM KERJA DENGAN KECELAKAAN KERJA DI PT JAPFA COMFEED INDONESIA TBK BATI-BATI KALIMANTAN SELATAN KORELASI IKLIM KERJA DENGAN KECELAKAAN KERJA DI PT JAPFA COMFEED INDONESIA TBK BATI-BATI KALIMANTAN SELATAN Alfina Inayah, Tien Zubaidah, Maharso Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pembangunan di Indonesia telah membawa kemajuan pesat disegala bidang kehidupan seperti sektor industri, jasa, properti, pertambangan, transportasi, dan lainnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan pada mereka. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing BAB VI HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini disajikan dengan penyajian hasil analisis univariat. Hasil analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing variabel yang diteliti

Lebih terperinci

ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA

ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN 2339-028X ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA Indah Pratiwi* Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai latar belakang dari penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Setiap hari manusia terlibat

Lebih terperinci

Analisis Kenyamanan Termal dan Faktor Individu terhadap Infeksi Saluran Kemih pada Pekerja Perusahaan Peleburan Baja

Analisis Kenyamanan Termal dan Faktor Individu terhadap Infeksi Saluran Kemih pada Pekerja Perusahaan Peleburan Baja Analisis Kenyamanan Termal dan Faktor Individu terhadap Infeksi Saluran Kemih pada Pekerja Perusahaan Peleburan Baja Normi Primasari 1*, Am Maisarah Disrinama 2, Binti Mualifatul R 3 1,2,3 Program Studi

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN SUHU TUBUH

KESEIMBANGAN SUHU TUBUH KESEIMBANGAN SUHU TUBUH Niken Andalasari Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dari tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.tubuh bagian dlm ex: cranium,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO Akmal Dwiyana Kau, Sunarto Kadir, Ramly Abudi 1 akmalkau@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suhu tubuh didefinisikan sebagai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas dari tubuh (Ganong, 2008). Manusia memilki batas toleransi suhu tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN E. Hipotesis Ada hubungan antara tekanan panas dengan tingkat kelelahan tenaga kerja pada industri tahu di RW 04 Kelurahan Mijen Kecamatan Candi Mulyo Kabupaten Magelang Tahun 2007. BAB III METODE PENELITIAN

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh:

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: PERBEDAAN TINGKAT DEHIDRASI, TEKANAN DARAH, DAN GANGGUAN KESEHATAN PADA PEKERJA TERPAPAR IKLIM KERJA PANAS DI ATAS DAN DI BAWAH NAB PADA BAGIAN PRODUKSI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA Skripsi

Lebih terperinci

PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN PELEBURAN LOGAM KOPERASI BATUR JAYA CEPER KLATEN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN PELEBURAN LOGAM KOPERASI BATUR JAYA CEPER KLATEN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN PELEBURAN LOGAM KOPERASI BATUR JAYA CEPER KLATEN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN PANAS DAN KEBISINGAN TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH DAN DENYUT NADI PADA PEKERJA TEKSTIL DI PT. X PEKALONGAN

PENGARUH TEKANAN PANAS DAN KEBISINGAN TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH DAN DENYUT NADI PADA PEKERJA TEKSTIL DI PT. X PEKALONGAN PENGARUH TEKANAN PANAS DAN KEBISINGAN TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH DAN DENYUT NADI PADA PEKERJA TEKSTIL DI PT. X PEKALONGAN Influence Of Heat Pressure And Noise To Blood Pressure And Pulse On Textile

Lebih terperinci

EVALUASI PENGENDALIAN HEAT STRESS PADA PEKERJA DI AREA KILN DAN CAST SHOP PT AMERICAN STANDARD INDONESIA TAHUN 2013

EVALUASI PENGENDALIAN HEAT STRESS PADA PEKERJA DI AREA KILN DAN CAST SHOP PT AMERICAN STANDARD INDONESIA TAHUN 2013 EVALUASI PENGENDALIAN HEAT STRESS PADA PEKERJA DI AREA KILN DAN CAST SHOP PT AMERICAN STANDARD INDONESIA TAHUN 2013 Ida Ayu Indira Dwika Lestari, Chandra Satrya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air. Manusia dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air. Manusia dapat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup tidak hanya bergantung pada makanan tetapi juga minuman, karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air. Manusia dapat hidup beminggu minggu tanpa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA KEPUTUSAN T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA Menimbang: a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, perlu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tekanan Panas a. Definisi Iklim kerja adalah suatu bentuk kombinasi dari suhu di tempat kerja, kelembaban pada udara, kecepatan gerakan udara, serta suhu radiasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016 ANALISA KONDISI TERMAL UNTUK MENDUKUNG KENYAMANAN KERJA OPERATOR DI PT. PABRIK ES SIANTAR TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh Marta Sundari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tubuh manusia dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tubuh manusia dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa makanan, tetapi hanya dapat bertahan selama beberapa hari tanpa air. Air merupakan komponen utama dari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam sektor pekerjaan menjadi salah satu fokus utama dari strategi pembangunan Indonesia. Pada Februari 2014 tercatat jumlah penduduk yang bekerja mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN PAJANAN SUHU DINGIN TERHADAP KEJADIAN HIPOTERMIA PADA PEKERJA OPERATOR DISTRIBUTION CONTROL SYSTEM DI RUANG KONTROL GEDUNG CCB KUJANG 1B PT. PUPUK KUJANG CIKAMPEK KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh manusia membutuhkan suhu tubuh inti (core body temperature) yang relatif stabil untuk berfungsi secara efektif. Untuk menjaga kestabilan suhu tubuh, maka

Lebih terperinci

SKRIPSI SYLVIA ANJANI NIM. D

SKRIPSI SYLVIA ANJANI NIM. D FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PADA PEKERJA YANG TERPAJAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) DI PENGASAPAN IKAN INDUSTRI RUMAH TANGGA KELURAHAN KETAPANG KECAMATAN KENDAL SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima

BAB I PENDAHULUAN. Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima oleh fisik operator selama pelaksanaan kerja. Sudut pandang ergonomi menganalisi setiap beban kerja

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA FISIK MANUAL DAN IKLIM KERJA TERHADAP KELELAHAN PEKERJA KONSTRUKSI BAGIAN PROJECT RENOVASI WORKSHOP MEKANIK

HUBUNGAN BEBAN KERJA FISIK MANUAL DAN IKLIM KERJA TERHADAP KELELAHAN PEKERJA KONSTRUKSI BAGIAN PROJECT RENOVASI WORKSHOP MEKANIK HUBUNGAN BEBAN KERJA FISIK MANUAL DAN IKLIM KERJA TERHADAP KELELAHAN PEKERJA KONSTRUKSI BAGIAN PROJECT RENOVASI WORKSHOP MEKANIK Kartika Wulandari*), dr. Baju Widjasena, M.Erg **), Ekawati, S.KM, M.Sc

Lebih terperinci